You are on page 1of 89

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih


lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan buku sejarah betawi yang universal
atau umum.

Buku sejarah ini telah kami susun dengan maksimal dan


mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga
kami dapat menyelesaikan pembuatan buku sejarah ini.
Untuk itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
buku sejarah ini.

kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada


kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Segala kritik dan saran kami terima demi
perbaikan isi buku sejarah ini.

Kami berharap buku sejarah betawi ini dapat memberikan


manfaat dan inspirasi serta pengetahuan bagi pembaca.

Penyusun

XI MPLB

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................... 1


DAFTAR ISI .................................................................. 2
SEJARAH BETAWI ( 1527 – 1627 )............................. 4
A. Penaklukan Sunda Kelapa ...................................... 4
B. Batavia .................................................................... 6
SEJARAH BETAWI ( 1627 – 1727 )........................... 12
PERANG GOWA ..................................................... 17
SEJARAH BETAWI ( 1727 – 1827)............................ 20
Peristiwa Pendahuluan .............................................. 21
Masyarakat Cina di luar tembok kota ....................... 24
Peristiwa Pembantaian .............................................. 27
Pemikiran Gubernur Jenderal ................................... 30
SEJARAH BETAWI ( 1827 – 1927)............................ 36
Pada tahun 1827, Batavia (sekarang Jakarta) menjadi
ibu kota Hindia Belanda ........................................... 36
Pada tahun 1835, terjadi wabah kolera yang
menewaskan ribuan orang di Batavia ....................... 40
Pada tahun 1869, dibangun jalur kereta api pertama di
Batavia ...................................................................... 43

2
Pada tahun 1908, terjadi Pemberontakan Budi
Utomo ....................................................................... 45
Berdirinya Pemoeda Kaoem Betawi ......................... 49
Pada tahun 1927, dibangun jembatan pertama yang
menghubungkan jakarta dengan kota bekasi ............ 51
Rumah Si Pitung, Pendekar Legendaris Asal Betawi 53
Batik Betawi .............................................................. 56
Sejarah betawi 1927-2023 ............................................ 59
Pada tahun 1941 – 1955 ............................................ 60
Pada tahun 1955 – 1969 ............................................ 62
Pada tahun 1969 – 1983 ............................................ 63
Pada tahun 1983 – 1997 ............................................ 71
Tahun 1948 Daan Jahja ............................................. 72
Pada tahun 1997 – 2011 ............................................ 82
Pada tahun 2011 – 2023 ............................................ 86

3
SEJARAH BETAWI ( 1527 – 1627 )

A. Penaklukan Sunda Kelapa


Penaklukan Sunda Kelapa dilancarkan oleh
Kesultanan Demak melawan kerajaan Sunda di sebelah
barat Pulau Jawa. Kota ini berhasil ditaklukkan dan
kemudian berganti nama menjadi Jakarta.

Ketika semakin banyak pedagang asing mulai


menetap di pelabuhan-pelabuhan Kerajaan Sunda ,
kendali raja-raja di negeri-negeri tersebut mulai
berkurang, dan dikuasai oleh para pedagang asing, karena
khawatir hal ini akan mengakibatkan terpecahnya
kerajaan mereka. Namun raja Sunda, suliwangi
mengirimkan dua duta besar ke Malaka pada tahun 1512
dan 1521, dan sebuah perjanjian ditandatangani pada
tahun 1522 antara putra Suliwangi, Surawiesa, dan kapten
Portugis, Henrique Leme, yang dikirim oleh Jorge de
Albuquerque. Perjanjian tersebut mengizinkan Portugis
untuk menetap di kerajaan tersebut dengan membangun
benteng di Jakarta , dan masyarakat Sunda akan
membayar upeti 1.000 karung lada kepada Portugis.
Namun, Portugis menunda pembangunan pemukiman
tersebut.
Pada tahun 1478, Cirebon sepenuhnya berada di
bawah kendali pedagang Muslim asing yang didirikan
secara lokal dengan bantuan dan perlindungan Kesultanan

4
Demak . Mereka mengumpulkan pasukan dan menolak
kekuasaan raja-raja Sunda. Sultan Demak, Trenggana,
bermusuhan dengan pemukiman Portugis di Jawa dan
memutuskan untuk mencegahnya dengan segala cara,
sehingga ia memerintahkan komandannya, Fatahillah ,
memimpin 2.000 orang untuk menaklukkan Banten . Kota
ini dengan mudah direbut pada tahun 1526. Sunda Kelapa
diserahkan kepada pasukan Demak.
Pada tahun 1527, setelah mengkonsolidasikan Banten
dan melancarkan serangan dari sana, Fatahillah
menyerang Sunda Kelapa. Dalam penyerangan ini, ia
menambah 1.452 orang, beserta beberapa relawan dari
Banten. Raja Sunda menempatkan sebagian besar
pasukannya di istananya, dan sebagian kecil dikirim
untuk mempertahankan Sunda Kelapa. Armada dan
tentara Demak mengepungnya dari darat dan air.
Fatahillah mampu memukul mundur pasukan Sunda, dan
Sunda Kelapa ditaklukkan pada tanggal 22 Juni.
Fatahillah mengganti nama kota menjadi Jakarta.
Saat ini, Portugis telah mengirimkan armada yang
terdiri dari lima atau enam kapal yang dipimpin oleh
Francisco de Sa dan Duarte Coelho . Mereka tidak
mengetahui situasi yang terjadi di Sunda Kelapa. Namun
armada tersebut dilanda badai yang memisahkan mereka,
dan Coelho tiba dengan tiga kapalnya di Sunda. Salah satu
kapal terdampar di darat, dan seluruh awaknya diserang
dan dibunuh, 30 di antaranya setelah mendarat. Coelho

5
menunggu kedatangan pasukan Francisco. Mereka
mengadakan pertemuan dan memutuskan bahwa mereka
tidak cukup kuat untuk menyerang, sehingga mereka
berlayar kembali ke Malaka, menghancurkan harapan raja
Sunda.
Setelah kemenangannya, Trenggana mengangkat
Fatahilla sebagai Sultan Banten. Situasi antara Banten dan
Sunda sempat tenang selama beberapa waktu.
Belakangan, salah satu bangsawan di Pakuan Pajajaran
membuka salah satu pintu gerbang untuk pasukan Banten
pada malam hari, dan kota itu direbut. Surawiesa
melarikan diri ke pegunungan selatan, meninggalkan
kerajaannya menuju Fatahillah. Portugis memutuskan
untuk menunda perjanjian mereka dan lima tahun
kemudian setelah jatuhnya Sunda Kelapa, mereka secara
terbuka berdagang dengan penguasa Banten.
Oleh karena itulah, tanggal 22 Juni dipilih sebagai
HUT DKI Jakarta sebab beberapa catatan sejarah
menyebutkan pada 22 Juni 1527 merupakan tanggal
istimewa karena waktu itu pasukan Fatahillah berhasil
mengusir Portugis dari daratan Sunda Kelapa (Jakarta
dulu). Di saat yang bersamaan dirayakan pula hari besar
kegamaan umat Islam, yakni Maulid Nabi Muhammad.

B. Batavia
Perang antara Belanda melawan Spanyol selama 80
tahun (1568-1648) telah mendorong Belanda untuk
mencari daerah jajahan ke nusantara. Tujuan Belanda
6
datang ke Indonesia, sama dengan bangsa-bangsa Eropa
lainnya, yaitu mencari kekayaan, monopoli perdagangan,
dan mencari daerah jajahan. Belanda datang pertama kali
ke Indonesia pada tahun 1596, di bawah pimpinan
Cornelis de Houtman, dan berhasil mendarat di Pelabuhan
Banten. Namun kedatangan Belanda diusir penduduk
pesisir Banten karena mereka bersikap kasar dan
sombong. Belanda datang lagi ke Indonesia dipimpin
Jacob van Heck pada tahun 1598.
Pada tanggal 20 Maret tahun 1602, Belanda mendirikan
kongsi dagang bernama VOC (Vereenigde Oost Indische
Compagnie), dengan tujuan sebagai berikut. Pertama,
menghilangkan persaingan yang merugikan para
pedagang Belanda. Kedua, menyatukan tenaga untuk
menghadapi persaingan dengan bangsa Portugis dan
pedagang-pedagang lainnya di Indonesia. Ketiga,
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk
membiayai perang melawan Spanyol.

Kepemimpinan VOC dipegang oleh dewan


beranggotakan 17 orang yang berkedudukan di
Amsterdam. Oleh pemerintah Belanda, VOC diberi oktroi
(hak-hak istimewa) sebagai berikut. Pertama, dianggap
sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia. Kedua,
memonopoli perdagangan. Ketiga, mencetak dan
mengedarkan uang sendiri. Keempat, mengadakan
perjanjian dan melakukan perang dengan negara lain.
Kelima, menjalankan kekuasaan kehakiman dan

7
melakukan pemungutan pajak. Keenam, memiliki
angkatan perang sendiri. Ketujuh, mengadakan
pemerintahan sendiri. Untuk melaksanakan
kekuasaannya di Indonesia, diangkatlah Gubernur
Jendera VOC antara lain sebagai berikut. Pieter Both,
yaitu Gubernur Jenderal VOC pertama yang memerintah
tahun 1610-1619 di Ambon. Jan Pieterzoon Coen, yaitu
Gubernur Jenderal VOC kedua yang memindahkan pusat
VOC dari Ambon ke Jayakarta

Batavia atau Batauia adalah nama yang diberikan


oleh orang Belanda pada koloni dagang yang sekarang
tumbuh menjadi Jakarta, ibu kota Indonesia. Batavia
didirikan di pelabuhan bernama Jayakarta yang direbut
dari kekuasaan Kesultanan Banten. Sebelum dikuasai
Banten, bandar ini dikenal sebagai Kalapa atau Sunda
Kalapa, dan merupakan salah satu titik perdagangan
Kerajaan Sunda. Dari kota pelabuhan inilah VOC
mengendalikan perdagangan dan kekuasaan militer dan
politiknya di wilayah Nusantara. Nama Batavia dipakai
sejak sekitar tahun 1621 sampai tahun 1942, ketika
Hindia-Belanda jatuh ke tangan Jepang. Nama Batavia
diambil dari nama suku. Batavia sebuah suku Germanik
yang bermukim di tepi sungai Rhein pada zaman
Kekaisaran Romawi. Bangsa Belanda dan sebagian
bangsa Jerman adalah keturunan dari suku ini.

8
Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar
tiang tinggi yang cukup besar buatan Belanda (VOC),
dibuat pada 29 Oktober 1628, dinahkodai oleh Kapten
Adriaan Jakobsz. Tidak jelas sejarahnya, entah nama
kapal tersebut yang merupakan awal dari nama Batavia,
atau bahkan sebaliknya, pihak VOC yang menggunakan
nama Batavia untuk menamai kapalnya. Kapal tersebut
akhirnya kandas di pesisir Beacon Island, Australia Barat.
Dan seluruh awaknya yang berjumlah 268 orang berlayar
dengan perahu sekoci darurat menuju kota Batavia ini.

Pieter Both yang menjadi Gubernur Jenderal VOC


pertama, lebih memilih Jayakarta sebagai basis
administrasi dan perdagangan VOC daripada pelabuhan
Banten, karena pada waktu itu di Banten telah banyak
kantor pusat perdagangan orang-orang Eropa lain seperti
Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, sedangkan
Jayakarta masih merupakan pelabuhan kecil. Pada tahun
1611 VOC mendapat izin untuk membangun satu rumah
kayu dengan fondasi batu di Jayakarta, sebagai kantor
dagang. Kemudian mereka menyewa lahan sekitar 1,5
hektar di dekat muara di tepi bagian timur Sungai
Ciliwung, yang menjadi kompleks perkantoran, gudang
dan tempat tinggal orang Belanda, dan bangunan
utamanya dinamakan Nassau Huis. Ketika Jan
Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal (1618 -
1623), ia mendirikan lagi bangunan serupa Nassau Huis
yang dinamakan Mauritius Huis, dan membangun tembok

9
batu yang tinggi, di mana ditempatkan beberapa meriam.
Tak lama kemudian, ia membangun lagi tembok setinggi
7 meter yang mengelilingi areal yang mereka sewa,
sehingga kini benar-benar merupakan satu benteng yang
kokoh, dan mulai mempersiapkan untuk menguasai
Jayakarta.

Dari basis benteng ini, pada 30 Mei 1619 Belanda


menyerang Jayakarta, yang memberi mereka izin untuk
berdagang, dan membumihanguskan keraton serta hampir
seluruh pemukiman penduduk. Berawal hanya dari
bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda menguasai
seluruh kota. Semula Coen ingin menamakan kota ini
sebagai Nieuwe Hollandia, namun de Heeren Seventien
di Belanda memutuskan untuk menamakan kota ini
menjadi Batavia, untuk mengenang bangsa Batavieren.
Jan Pieterszoon Coen menggunakan semboyan hidupnya
"Dispereert niet, ontziet uw vijanden niet, want God is
met ons" menjadi semboyan atau motto kota Batavia,
singkatnya "Dispereert niet" yang berarti "Jangan putus
asa".

Pada 4 Maret 1621, pemerintah Stad Batavia (kota


Batavia) dibentuk. Jayakarta dibumiratakan dan dibangun
benteng yang bagian depannya digali parit. Di bagian
belakang dibangun gudang juga dikitari parit, pagar besi
dan tiang-tiang yang kuat. Selama 8 tahun kota Batavia
sudah meluas 3 kali lipat. Pembangunannya selesai pada

10
tahun 1650. Kota Batavia sebenarnya terletak di selatan
Kastil yang juga dikelilingi oleh tembok-tembok dan
dipotong-potong oleh banyak parit.
Beberapa persetujuan bersama dengan Banten (1659 dan
1684) dan Mataram (1652) menetapkan daerah antara
Cisadane dan Citarum sebagai wilayah kompeni. Baru
pada akhir abad ke-17 daerah Jakarta sekarang mulai
dihuni orang lagi, yang digolongkan menjadi kelompok
budak belian dan orang pribumi yang bebas.

Pada 1 April 1905 nama Stad Batavia diubah


menjadi Gemeente Batavia. Pada 8 Januari
1935 nama kota ini diubah lagi menjadi
Stad Gemeente Batavia.
Setelah pendudukan Jepang pada tahun 1942, nama
Batavia diganti menjadi "Jakarta" oleh Jepang untuk
menarik hati penduduk pada Perang Dunia II

11
SEJARAH BETAWI ( 1627 – 1727 )

Jakarta telah dikenal dengan beberapa nama. Ia


disebut Sunda Kalapa selama periode Kerajaan Sunda dan
Jayakarta, Djajakarta, atau Jacatra selama periode singkat
Kesultanan Banten. Setelah itu, Jakarta berkembang
dalam tiga tahap. "Kota Tua Jakarta", yang dekat dengan
laut di utara, berkembang antara 1619 dan 1799 pada era
VOC.
Kapal Malangbang Jawa, pada penyerbuan tahun
1628, Bandingkan ukurannya dengan kapal Belanda yang
sedang berlabuh. Tanggal 25 Agustus, 27 kapal Mataram
lagi masuk teluk, tetapi berlabuh agak jauh dari Kasteel.
Di sebelah selatan Batavia, serdadu Mataram mulai tiba,
dengan panji perang berkibar. Mataram telah menyatakan
dengan jelas keinginannya menyerang Belanda. Esok
harinya, terhitung 1.000 prajurit Mataram memasang
kuda-kuda di depan Batavia. Tanggal 27 Agustus, mereka
menyerang benteng kecil "Hollandia" di sebelah tenggara
kota. Sekompi berkekuatan 120 prajurit di bawah
pimpinan Letnan Jacob van der Plaetten berhasil
menghalang mereka, setelah pertempuran yang dahsyat.
Sementara beberapa kapal Belanda datang dari Banten
dan Pulau Onrust dan mendaratkan 200 prajurit. Kini
Kasteel dipertahankan oleh 530 prajurit.

12
Pasukan kedua tiba bulan Oktober dipimpin
Pangeran Mandurareja (cucu Ki Juru Martani).
Total semuanya adalah 10.000 prajurit. Perang besar
terjadi di Benteng Holandia. Pasukan
Mataram mengalami kehancuran karena kurang
perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Agung
bertindak tegas, pada bulan Desember 1628 ia mengirim
algojo untuk menghukum mati Tumenggung Bahureksa
dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC menemukan 744
mayat orang Jawa berserakan dan sebagian tanpa kepala.

Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk


kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama
dipimpin Adipati Ukur berangkat pada bulan Mei 1629,
sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah
berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit.
Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara
mendirikan lumbung-lumbung beras tersembunyi di
Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC yang
menggunakan mata-mata berhasil menemukan dan
memusnahkan semuanya. Hal ini menyebabkan pasukan
Mataram kurang perbekalan, ditambah wabah penyakit
malaria dan kolera yang melanda mereka, sehingga
kekuatan pasukan Mataram tersebut sangat lemah ketika
mencapai Batavia. Walaupun kembali mengalami
kekalahan, serangan kedua Sultan Agung ini berhasil
membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang
mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera

13
melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen
meninggal menjadi korban wabah tersebut.

Adapun awal abad ke-17 perbatasan antara


wilayah kekuasaan Banten dan Batavia mula-mula
dibentuk oleh Kali Angke dan kemudian Kali Cisadane.
Kawasan sekitar Batavia menjadi kosong. Daerah di luar
benteng dan tembok kota tidak aman, antara lain karena
gerilya Banten dan sisa prajurit Mataram (1628-1629)
yang tidak mau pulang.

Pada tahun 1631 aliran Ciliwung yang berkelok-


kelok, diluruskan, membentuk sebuah kanal besar yang
lurus membujur dari Selatan ke Utara. Terusan ini yang
dalam peta-peta Batavia disebut De Groot Rivier atau
Kali Besar. Sepanjang abad 17 , guna aneka kepentingan
perdagangan dan lalu lintas perahu, sejumlah kanal digali.
Kanal-kanal yang dibangun di abad 17 dan hingga kini
masih ada itu antara lain Kanal Mooker (Mookervart),
selokan Molen (Molenvliet/kanal yang kini berada di
antara Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk). Misalnya,
Pintu besar dari kata Groote Port yang didirikan tahun
1631. Tanah Tinggi berasal dari persamaan kata
Amstelveen. Pintu kecil berasal dari kata Deispoort yang
didirikan tahun 1631.

Masjid Jami Al Atiq, Kampung Melayu, Jakarta


Selatan (Berdiri Tahun 1632). Masjid Jami Al-Atiq di
Kampung Melayu Besar, Tebet, Jakarta Selatan ini

14
diyakini secara lisan sebagai masjid tertua di Jakarta.
Awalnya didirikan sebagai sebuah musala bagi
pasukan Banten yang menyerbu Batavia. Awalnya masjid
ini bernama masjid Kandang Kuda karena berada di
perkampungan tukang sado. Kemudian berubah menjadi
Masjid Jami Kampung Melayu. Gubernur Ali Sadikin di
era 1970-an memberi nama Masjid Jami Al-Atiq untuk
masjid ini.

Tahun 1635, kota ini meluas hingga tepi barat


Sungai Ciliwung, di reruntuhan bekas Jayakarta. Kota ini
dirancang dengan gaya Belanda Eropa lengkap dengan
benteng (Kasteel Batavia), dinding kota, dan kanal. Kota
ini diatur dalam beberapa blok yang dipisahkan oleh
kanal.

Pada tahun 1637, ribuan buku karya Hamzah


Fansuri , seorang penyair dan sufi Aceh , dibakar di
halaman Masjid Raya Kutaraja (sekarang Banda Aceh).
Seorang ulama berpengaruh, Nuruddin ar-Raniri , jatuhi
fatwa atas kitab-kitab karangan Hamzah Fansuri sebagai
kafir zindik karena memuat ajaran-ajaran sufistik
wahdatul wujud . Masa ini merupakan masa peralihan
kekuasaan dari Sultan Iskandar Muda ke Sultan Iskandar
Tsani . Karangan murid Hamzah Fansuri, Syamsuddin
As-Sumatraniyang menggantikan postingannya oleh
Nuruddin Ar-Raniri, juga ikut dibakar. Buku-buku
karangan mereka dicari-cari di seluruh Aceh untuk
kemudian dimusnahkan. Bagi siapa saja yang kedapatan

15
mengikuti/memercayai ajaran kedua tokoh tersebut akan
mendapatkan hukuman. Peristiwa ini berlangsung
berbulan-bulan dan sempat dicatat oleh Peter Mundy ,
seorang penjelajah, saudagar dan penulis, dalam bukunya
The Travel of Peter Mundy.

Pada 1645, upaya memperkuat benteng pada dua


bagian kota di sisi timur dan barat Ciliwung telah selesai.
Bengkel-bengkel VOC yang mayoritas pekerjanya adalah
budak, dipindahkan ke sudut tenggara kota. Pada sisi
seberang kali, di benteng bagian baratdaya, berdiri
bangunan-bangunan dermaga utama yang masih ada
hingga kini dalam kondisi terbengkalai. Di tempat inilah
barang dagangan VOC dibongkar muat.

Tidak jauh dari sana dibangun gudang-gudang


bergaya barat yang sangat besar, kini menjadi Museum
Bahari. Dinding tebal gudang-gudang ini membentuk
dinding utara kota, seperti yang dapat dilihat dari tempat
berjalannya para penjaga di sepanjang bagian atas
dinding. Ruangan-ruangan besar dan loteng-loteng kayu
gudang pada mulanya menjadi tempat menyimpan pala
dari Indonesia bagian timur, lalu nantinya menjadi tempat
menyimpan teh dan sutra Cina serta kopi lokal yang
menunggu diekspor ke Belanda.

Batavia ini selesai dibangun pada 1650. Batavia


tua adalah tempat tinggal bangsa Eropa, sementara
bangsa Cina, Jawa dan penduduk asli lainnnya

16
disingkirkan ke tempat lainnya.Di masa-masa
kejayaannya Batavia yang terkenal sebagai ‗Permata dari
timur‘, diduduki oleh VOC dan kemudain akhirnya
diduduki pemerintah Belanda yang terbentang luas di
kepulauan Hindia timur.

Beberapa persetujuan bersama dengan Banten


(1659 dan 1684) dan Mataram (1652) menetapkan daerah
antara Cisadane dan Citarum sebagai wilayah kompeni.
Baru pada akhir abad ke-17 daerah Jakarta sekarang mulai
dihuni orang lagi, yang digolongkan menjadi kelompok
budak belian dan orang pribumi yang bebas.

Orang Jawa dan Banten tidak diperbolehkan


tinggal menetap di dalam kota setelah 1656. Pada tahun
1673, penduduk dalam kota Batavia berjumlah 27.086
orang. Terdiri dari 2.740 orang Belanda dan Indo, 5.362
orang Mardijker, 2.747 orang Tionghoa, 1.339 orang
Jawa dan Moor (India), 981 orang Bali dan 611 orang
Melayu. Penduduk yang bebas ini ditambah dengan
13.278 orang budak (49 persen) dari bermacam-macam
suku dan bangsa.

PERANG GOWA
Maetsuyker kembali ke ambisinya semula yaitu
mengontrol Gowa. Tindakan awal yang dilakukannya
adalah menghancurkan kekuatan pantai Gowa yang saat
itu dilindungi oleh kapal-kapal Portugis. Serangan
dilakukan pada bulan Agustus 1660. VOC akhirnya

17
berhasil meluluhlantakan kapal-kapal Portugis di
pelabuhan Makassar. Akibat dari kekalahan ini, raja
Gowa saat itu Sultan Hasanuddin dipaksa menerima
perjanjian damai dengan VOC.

Melihat bahwa Gowa sudah lemah karena


angkatan perangnya dikalahkan oleh VOC, pemimpin
kerajaan Bone (yang saat itu merupakan jajahan dari
kerajaan Gowa) Arung Palakka memberontak kepada
Hasanuddin dan memusatkan kekuatannya di Butung.
VOC melihat pemberontakan Bone kepada Gowa
merupakan celah yang bisa dimanfaatkan untuk
menguasai Gowa secara keseluruhan. Karena itu pada
tahun 1663, VOC mengajak Arung Palakka dan
pengikutnya untuk pergi ke Batavia. Di Batavia, Arung
Palakka dijanjikan bahwa Bone akan berdaulat
sepenuhnya jika mau membantu VOC menghancurkan
Makassar.

Tahun 1667, armada Speelman berhasil mendarat


di Butung dan menghancurkan tentara Gowa di sana. Dari
Butung, Speelman tidak mengarahkan armadanya ke
Makassar tetapi langsung menuju Tidore (yang saat itu
sudah tidak dilindungi oleh Spanyol) untuk memaksa
perjanjian damai dengan VOC. Akibat tekanan yang
diberikan oleh VOC Tidore bersedia menerima perjanjian
tersebut,dan akhirnya Ternate dan Tidore sepenuhnya
berada dalam kekuasaan VOC.

18
Dan pada tanggal 18 November 1668, dilakukan
perjanjian antara Sultan Hasanuddin dengan VOC yang
dikenal dengan Perjanjian Bongaya. Isi dari perjanjian
tersebut adalah Kerajaan Gowa sepenuhnya berada di
bawah kontrol VOC, dan pengaruh Raja Gowa adalah
hanya sekitar kota Makassar dan tidak berhak mengontrol
wilayah di luar kota.

Perjanjian ini membuat Hasanuddin berang,


karena dianggap sangat merugikan kerajaannya.
Akhirnya pada awal tahun 1669, dengan kekuatan
terakhirnya Gowa melawan tentara VOC.

Perlawanan hebat ini berakhir setelah Speelman


mendapat bantuan dari Batavia dan berhasil menerobos
Benteng terkuat Gowa saat itu, Somba Opu pada tanggal
22 Juni 1669. Akibat dari kekalahan ini, Sultan
Hasanuddin akhirnya mengundurkan diri dari tahta
kerajaan dan meninggal dunia pada tanggal 12 Juni 1670.
Dengan meninggalnya Sultan Hasanuddin, berakhirlah
Perang Gowa, dan sejak saat itu Makassar dikuasai oleh
VOC. Kemudian sesuai dengan janjinya, VOC pada tahun
1672 mengangkat Arung Palakka sebagai Raja Bone.

Pada 5 Januari 1699 Batavia dilanda gempa bumi


berkekuatan 7,4 hingga 8,0 Mw berpusat di wilayah Selat
Sunda, hingga menyebabkan kerusakan meluas dan
menewaskan 128 orang.

19
SEJARAH BETAWI ( 1727 – 1827)

Kerusuhan antar etnik di Indonesia yang


melibatkan etnik Cina tidak saja telah menyulut hubungan
inharmoni antara beragam etnik di Indonesia. Peristiwa
kerusuhan etnik di Jakarta pada tahun 1998 memiliki
beberapa kesamaan dengan peristiwa serupa pada tahun
1740 di Batavia. Kesamaan tersebut dapat dilihat dari
adanya kegagalan pemerintah dalam mengatur dan
mengembangkan hubungan antar etnik di Nusantara, serta
adanya upaya pelimpahan kesalahan kepada pihak yang
dapat dijadikan kambing hitam. Peristiwa pembantaian
etnik Cina yang terjadi pada Tahun 1740 mengorbankan
setidaknya 10.000 (sepuluhribu) jiwa masyarakat etnik
Cina di Batavia.

Hubungan antar etnis dalam kajian budaya dan


sejarah hukum menjadi menarik untuk dikaji setidaknya
dengan beberapa alasan. Pertama, bahwa hubungan-
hubungan antar etnis di Indonesia dalam tataran hukum
perlu diatur sebagai bentuk dari pengendalian etnis-etnis
tertentu untuk mempermudah penguasa melancarkan
berbagai program kebijakan di kalangan penduduk.
Kedua, dalam keadaan tertentu aturan hukum yang
cenderung menyamaratakan kebutuhan melalui hukum
atas beragam etnis yang berbeda di Indonesia mewarisi
atas apa yang telah terjadi pada masa VOC lalu. Dengan
demikian bagaimanakah hukum setidaknya mampu
20
memberikan rasa keadilan dari berbagai kebutuhan yang
berbeda?

Peristiwa Pendahuluan
Masyarakat Cina di Indonesia terbagi atas dua
kelompok besar: Cina Singkeh, yaitu masyarakat Cina
yang baru saja

Mendarat di Indonesia yang pada umumnya


mereka sangat miskin. Kelompok kedua adalah Laukeh
yaitu masyarakat Cina yang telah bertempat tinggal
selama sepuluh sampai dua puluh tahun dan disebut
dengan Peranakan, yaitu masyarakat Cina yang telah lahir
di Indonesia dengan ayah atau ibu dari golongan Melayu
.

Peristiwa pembantaian penduduk Cina di Batavia


terjadi pada tahun 1740 sebagai akibat dari buruknya
sistem pengelolaan pemerintahan VOC pada saat itu.
VOC menempatkan penduduk Cina di luar kawasan
tembok Kota Batavia yang disebut ommelanden setelah
tembok kota tersebut dibangun pada tahun 1750.
Keuntungan dilakukannya kebijakan ini adalah: Pertama,
lokasi pemukiman di luar tembok kota dijadikan wilayah
penyangga keamanan di sekeliling tembok kota; Kedua,
penduduk tersebut diijinkan untuk mengusahakan
pertanian-perkebunan di wilayah pemukiman mereka,
agar warga kelompok ini swasembada. Dengan cara ini
pemerintah VOC tidak perlu mengeluarkan biaya untuk

21
penjagaan keamanan di sekitar Batavia, sementara
keamanan dalam tembok kota yang didiami oleh warga
kulit putih ditangani oleh pasukan schutterij.

Masyarakat Cina yang tinggal di luar Benteng


Kota Batavia berbeda dengan masyarakat yang tinggal di
dalam kota Batavia. Masyarakat Cina yang di luar tembok
kota sulit dikontrol, berada di luar jangkauan
pemerintahan VOC, karena tidak terdapat organisasi
masyarakat Cina seperti di Batavia

Warga Cina pada masa itu dikepalai oleh seorang


Kapitan Cina dimana ia bertugas untuk memungut pajak
bagi VOC. Masyarakat Cina adalah masyarakat yang
cinta damai, dan pada umummya masyarakat Cina yang
tinggal di luar tembok Kota Batavia hidup sebagai petani
atau menjadi kuli perkebunan gula. Hoetink
menggambarkan dalam tulisannya:

“Di oedik-oedik Betawi itoe waktu boleh jadi


betoel ada mengoembara orang-orang Tionghoa jang tida
baek. Aken tetapi bagian jang paling besar dari orang-
orang Tionghoa jang tinggal disana sebagi orang tani
atawa sebagi koeli-koeli dalem penggilingan teboe
tentoelah tida harep laen daripada bisa lakoeken
pekerdjaannja dengan aman dan sentosa”

Masyarakat Cina yang masuk ke Batavia sebagian


besar bekerja pada pabrik-pabrik gula yang umumnya

22
dimiliki oleh pengusaha-pengusaha Cina kaya. Pada
tahun 1710 terdapat 130 (seratus tiga puluh) pabrik gula
milik 84 (delapan puluh empat) pengusaha dimana 79
(tujuh puluh sembilan) diantaranya adalah pengusaha
Cina

Masyarakat Cina yang datang ke Indonesia


khususnya Batavia semakin lama semakin banyak,
sehingga dianggap akan menimbulkan bahaya kuning,
sebuah istilah tentang banyaknya orang Cina. Banyaknya
masyarakat Cina tersebut menimbulkan niat VOC untuk
memberlakukan surat izin tinggal. Syarat pemilikan izin
tersebut menjadi ajang pemerasan oleh pejabat-pejabat
VOC. Hal itu kemudian menjadi beban dan tekanan bagi
masyarakat Cina .

Surat izin yang diberlakukan tersebut merupakan


respon atas banyaknya pendatang Cina tak berizin yang
menjadi tenaga kerja illegal di Batavia

Surat izin yang diberlakukan kepada masyarakat


Cina di Batavia oleh VOC sangat beragam. Permissie
briefje (surat izin tinggal) bagi mereka yang telah
bertempat tinggal di Batavia lebih dari 10 (sepuluh) tahun
khususnya (diterapkan pada tanggal 10 Juni 1727) licentie
briefje bagi masyarakat Cina yang bertempat tinggal 3
(tiga) bulan untuk urusan niaga, dengan membayar 2
riksdalders (diterapkan pada tanggal 12 Juni 1727). Bagi
yang akan pulang ke Tiongkok dan berniat kembali ke

23
Batavia juga wajib mendapatkan izin (diterapkan pada
tanggal 10 Juni 1727) (Lohanda 2007:11).

Masyarakat Cina di luar tembok kota


Batavia sering mengalami penangkapan,
pemerasan, dan intimidasi dari pejabatpejabat VOC
(Hoetink 2007:7-9): “penangkepan itoe tida patoet adanja
dan itoe orang-orang djadi keilangan dalem satoe saat
miliknja jang marika telah tjari dalem tempo banjak taon,
milik mana diperes dari marika oleh orang-orangnja
Commisaris oeroesan orang Boemipoetra jang tambahan
lagi tida segan aken bikin roesak kehormatannja marika
poenja anak istri .Djoega pemerasan dan siksaansiksaan
oleh itoe Commisaris dan penggawe-penggawenja boleh
jadi marika telah terima sadja, tjoba tida.”

Beban masyarakat Cina ini menjadi sangat berat


ketika banyak pengangguran akibat bangkrutnya pabrik-
pabrik gula. Pabrik gula banyak yang mengalami
kebangkrutan karena menurunnya permintaan pasar
Eropa terhadap gula. Pengangguran masyarakat Cina
meningkat dan banyak dari mereka yang terbelit hutang
yang bertumpuk. Akhirnya banyak diantara mereka
menjadi perampok

Penderitaan masyarakat Cina tersebut semakin


bertambah ketika mereka tidak dapat mengadukan
penderitaan tersebut kepada pejabat yang pemerintah
yang berwenang. menggambarkan:

24
“pengadoean-pengadoean tentang kelakoeannja itoe
Commisaris jang biasanja ada orang jang disajang oleh
Gouverneur Generaal boleh jadi telah tida berhasil.
Lagipoen pada siapa jang orang koerang senang moesti
madjoeken pengadoeanpengadoeannja? Di oedik-oedik
Betawi tida ada bestuur, ambtenaarambtenaar, atawa
kepala-kepala, pada siapa orang-orang Tionghoa jang
diperlakoeken tida patoet bisa sampeken pengadoeannja,
tida ada ditaroh di oedik-oedik betawi.”

Surat izin yang diberlakukan oleh VOC terhadap


masyarakat Cina di Batavia ternyata diperjualbelikan oleh
pejabat pemerintahan VOC, sedangkan bagi orang Cina
yang tidak memiliki surat izin tinggal di Batavia akan
dideportasi ke Ceylon (Srilanka), sehingga pada akhirnya
menimbulkan pemberontakan dari penduduk Cina di
Batavia

“tentang itoe pembrontakan dari orang-orang tionghoa


ada ternjata terang, sebab-sebab jang benar dari itoe
pembrontakan jalah pertambahan jang leoar biasa besar
dari djoemblahnja orang Tionghoa dan pemeresan,
teroetama soerat-soerat permisi aken tinggal di Betawi
dan perboeatan-perboeatan kedji serta pemerasan waktoe
menangkep orangorang tionghoa jang aken dikirim ke
Ceylon.”

Beberapa orang Cina kemudian menghasut


kawan-kawannya untuk mengadakan perlawanan

25
terhadap kesewenang-wenangan VOC. Selain itu muncul
isu yang menyatakan bahwa orangorang yang hendak
dideportasi ke Ceylon tersebut tidak akan pernah sampai
Ceylon (Srilanka) karena ditenggelamkan di tengah laut

“Kerna gampang pertjaja, marika telah pertjaja bahoea


orang-orang Tionghoa jang ditangkep dalam perdjalanan
ke Ceylon dilempar ke laoet.Pikiran bahoea marika poen
bisa dapat ini nasib, ditambah dengen rasa kesian boeat
sesamanja bangsa jang soeda dapet itoe nasib, telah bikin
itoe rasa koerang senang djadi kemoerkaan besar, rasa
takoet djadi nekat.”

Masyarakat Cina yang telah terhasut oleh adanya


isu tersebut kemudian mempersenjatai diri dan bersiap
melawan VOC. Melihat aksi berani dari warga etnis
Tionghoa, VOC semakin menaruh rasa tidak suka
terhadap warga Tionghoa sehingga peraturan terhadap
merekapun semakin diperketat.
Gubernur Jenderal Valckenier kemudian menyerahkan
masalah ini kepada Parlemen untuk dibahas. Berdasarkan
hasil rapat Parlemen pada tanggal 25 Juli 1740
diberlakukan resolusi berupa penangkapan kepada warga
etnis Tionghoa yang dianggap mencurigakan, baik kepada
mereka yang telah memiliki izin tinggal maupun yang
belum memiliki izin tinggal. Bagi mereka yang tidak bisa
membuktikan dirinya memiliki pekerjaan yang tetap akan
dibuang ke Srilangka (Lohanda 2007:12). Tindakan keras
ini diberlakukan sebagai akibat dari munculnya

26
kekhawatiran atas terulangnya peristiwa konspirasi dan
pemberontakan yang dilakukan oleh Pieter Eberveld
terhadap kekuasaan VOC.

Peristiwa Pembantaian
Masyarakat Cina kemudian mempersenjatai diri
dan menyusun kekuatan untuk melakukan perlawanan
bersenjata.Hal tersebut tidak disadari pada awalnya oleh
pemerintah VOC, mengingat tidak adanya aparatur
pemerintahan VOC yang berada di perkampungan.
Ketiadaan aparatur pemerintahan tersebut mengakibatkan
masyarakat Cina di perkampungan Batavia segera dapat
menguasai daerah di luar tembok Batavia

“Di oedik oedik Betawi ini kawanan peroesoeh bisa


berlakoe dengan leloeasa. Kerna disitu tida ada bestuur,
maka pemerentah tida dapet taoe tentang apa jang ada
terdjadi. Pemerentah baroe insaf bahaja jang mengantjem
dari oedik-oedik itoe tatkala itoe gerakan berontak soeda
djadi begitoe besar hingga djalannja bisa ditjegah
melaenken dengen kekoeatan sendjata”

Persenjataan yang digunakan oleh masyarakat


Cina ini bukan merupakan persenjataan yang baik.
Walaupun persenjataan mereka kurang baik akan tetapi
jumlah mereka sangat besar. Dengan jumlah yang cukup
besar penduduk Cina Batavia dengan leluasa mampu
menguasai kampung-kampung di Batavia serta
menghancurkan pos dan tentara yang dikirim untuk

27
menghentikan pemberontakan. Hal ini dapat dilihat dari
tulisan Hoetink (2007:13):

“Orang-orang Tionghoa jang brontak betoel djoega tida


bisa menoeroet prentah dan sendjatanja djelek, aken tetapi
djoemblahnja ada besar sekali.Dengan leloeasa marika
bisa meradjalela di oedikoedik seraja membakar dan
membinasaken. Dan, sesoeda marika rampas bebrapa post
jang lemah pendjagaannja serta basmi orang-orang
militair jang dikirim boeat moendoerkan marika, ia orang
djadi brani boeat mnenjerang djoega pada pintoe-pintoe
kota Betawi”.

Serangan yang dilancarkan oleh masyarakat


Cina Batavia tersebut ternyata tidak sampai memasuki
Kota Batavia karena Pemerintah VOC bertindak cepat
untuk mengatasi pemberontakan tersebut. Tindakan
cepat pemerintah berhasil menahan masuknya
pemberontak tersebut ke dalam tembok kota Batavia

“Dalem perklainan mana betoel djoega orang Tionghoa


tentoe tida aken bisa menang melawan tentaranja
Kompeni, tetapi toch perklaian itoe tentoe membawa
kesoedahankesoedahan jang tjilaka djoega pendoedoek
europa dalem itoe kota.Kerna pemerintah telah berlakoe
awas maka tida sampe kedjadian begitoe”.

Pemberontak tersebut telah gagal memasuki Kota


Batavia. Sebagai akibat dari adanya pemberontakan

28
tersebut banyak penduduk Eropa yang bertempat tinggal
di Kota Batavia meyakini bahwa pemberontakan Cina
tersebut juga mendapat dukungan dan juga persekutuan
dari penduduk Cina yang berdiam di dalam Kota Batavia.
Persepsi ini muncul karena masyarakat Cina merupakan
masyarakat yang tidak mungkin berani melawan
pemerintah, dan jika tidak ada bantuan dari masyarakat
Cina yang bertempat tinggal di dalam kota maka
pemberontakan itu tidak akan berhasil “sementara itoe
bisa dimengerti jang pendoedoek europa di Betawi telah
pertjaja tentang adanja soeatoe persekoetoean dari
pendoedoek Tionghoa. Bagi itoe pendoedoek Europa
ampir tida bisa dipertjaja jang satoe bangsa, jang selalu
dipandang sebagai bangsa jang paling pengetjoet dalem
ini doenia, telah ada mempoenjai keberanian aken deketin
kota Betawi dan menjerang pasoekanpasoekan djaga di
loear pintoenja itoe kota. Maka gampang sadja orang
mendoega bahoea si penjerang-penjerang dari loear
pertjaja pasti jang marika aken dapet bantoean dari
bangsanja didalem kota, hingga didalem kota tentoe aken
dilakoekan serangan, apabila serangan dari loear jang
telah dipekoel moendoer dioelangkan sekali lagi”.

Kecurigaan terhadap penduduk Cina dalam kota


Batavia atas keterlibatan mereka dalam pemberontakan
tersebut mengakibatkan Gubernur Jenderal VOC
Adriaan Valckenier menyatakan bahwa semua orang

29
Cina termasuk yang tinggal dalam kota Batavia harus
dianggap sebagai musuh pemerintahan VOC.

“Kekoeatiran jang dalem kota aken petjah pembrontakan,


telah bikin Gouvernour Generaal
Valckenier menanja, bagimana orang moesti berlakoe
apabila terdjadi itoe pembrontakan, dan itoe
GouverneurGeneraal menjataken lebih djaoe,
selandjoetnja semoea orang Tionghoa moesti dipandang
seperti mosoehnja pemerentah dan teroetama haroes
dibersihken kota Betawi dari orang Tionghoa, soepaja
bisa melawan moesoeh dari loear”.

Pemikiran Gubernur Jenderal


Valckenier ini tentu saja sejalan dengan pemikiran
orang Eropa yang mediami kota Batavia. Saat itu muncul
ketakutan terhadap keberadaan masyarakat Cina dalam
kota yang dianggap bersekongkol dengan pemberontak di
luar tembok kota Batavia. Ketakutan itu menimbulkan
permusuhan dan kebencian pada penduduk Tionghoa
yang bertempat tinggal di dalam kota Batavia “Ini pikiran
dari itoe Gouvernuer Generaal jang tentoe telah
diketahoei djoega oleh pendoedoek europa, tentoe sadja
tida bisa bikin ilang itoe orang-orang europa poenja rasa
tida slamat, tida bisa koerangken marika poenja
kekoeatiran jang orang-orang Tionghoa didalem kota
aken lakoeken serangan. Sebaliknja itoe pikiranpikiran
tentoelah membantoe aken membangoenken perasaan
bermoesoeh pada pendoedoek Tionghoa”
30
Pada saat yang bersamaan muncul isu yang
menyatakan bahwa orang-orang Cina akan merencanakan
membunuh semua orang non-Cina, memperkosa
perempuanperempuan serta menjadikan mereka dan
anak-anaknya budak-budak orang Cina. Banyak orang-
orang nonCina yang berkerumun membicarakan isu
tersebut dan pada akhirnya menimbulkan kebencian
bersama orangorang nonCina terhadap orang-orang Cina.
Para bekas tukang, bahkan budak sekalipun berkerumun
menyatukan tekad untuk membunuh musuh mereka
bersama yaitu masyarakat Cina Batavia yang dianggap
eksklusif. Kebencian yang memuncak terhadap penduduk
Cina yang berdiam di dalam kota atas tuduhan
bersekongkol melakukan pemberontakan tersebut
mengakibatkan pecahnya kerusuhan massal berupa
pembantaian terhadap penduduk Cina dalam kota Batavia
pada tanggal 8 Oktober 1740

“Bagimana pada 9 October dan harihari jang berikoetnja,


matros-matros dan laen-laen orang dari golongan rendah,
antara siapa ada djoega soldadoe-soldadoe, orang-orang
preman, orang-orang Boemipoetra, dan boedak-boedak
telah lakoeken pemboenoehan besar antara orangorang
Tionghoa, hingga dalem tempo 24 djam sadja kota Betawi
soeda disapoe bersih dari orang-orang Tionghoa,
bagimana roemahroemahnja orang tionghoa telah
dirampok dan dibakar, bagimana orang-orang Tionghoa
jang ada di dalem pendjara diboenoeh dengan sabar dan

31
sampepoen orangorang tionghoa jang lagi dirawat dalem
roemah sakit dibiarken sadja diboenoeh itoe semoea
kekedjaman bisa dibatja dalem laen-laen boekoe”.

Kejadian pembantaian masal tersebut juga


terekam dalam harian Selompret Melajoe (1902):

“sekalian roema orang Tjina dibakar miliknja dirampas


dan orangnja diboenoe. Dari kiri kanan marika itoe
dikedjar dan dipoekoel di djalan besar seperti andjing.
Sambil bersoerak bangsa Oelanda binasaken moesoenja
itoe jang tiada sala sesoeatoe apa. Brapa ratoes orang
Tjina jang ditawan, soedah dipotong kepalanja seperti
binatang. Dalem semoea roema h orang Tjina ada banjak
mati. Orang Tjina jang lagi berobat diroemah sakitpoen
dikloearkan dari pembaringannja, ia laloe dipenggal
batang lehernja. Toea moeda, orang perempoean dan
anakanak tiada satoe dapet ampoen. Maka dalem seketika
sadja aer kali soeda penoe dara. Troes tiga hari lamanja
rahajat Tjina di Betawi soeda diboenoe, dlapan hari
lamanja dari tanggal 11 hingga 19 October maitnja marika
itoe dilempar ke dalem kali Tjiliwoeng, sebagian dimakan
boewaja teroes anjoet ke laoet”

Tentara Belanda, para kelasi, tukang, kuli, budak,


menyerbu rumah-rumah orang Cina setelah merampok
harta bendanya. Mereka membunuh setiap orang Cina
yang ditemui, tidak peduli lakilaki, perempuan, tua-muda
bahkan bayi sekalipun dibantai tanpa ampun. Pembakaran

32
terhadap rumahrumah orang Cina terjadi, banjir darah
terjadi dimana-mana, Rawa Bangke (saat ini bernama
Rawa Bunga) di Jatinegara merupakan tempat
bertumpuknya banyak bangkai orang Cina. Kali Angke
berarti kali atau sungai yang berwarna merah
menggambarkan bertumpuknya mayat di sungai yang saat
ini bernama Kali Angke. Penamaan Tanah Abang berarti
tanah merah merupakan gambaran bertumpuknya mayat-
mayat orang Cina di kawasan tersebut (Benny G. Setiono)

Pada pukul lima sore pasukan dan tentara laut


VOC mengepung dan menembaki perkampungan orang-
orang Cina di Daerah Roa Malaka dengan meriam-
meriam. Beberapa orang Cina yang terjebak di dalam
rumah berusaha lari keluar menyelamatkan diri akan
tetapi terpaksa kembali ke reruntuhan puingpuing rumah
mereka karena dsambut tembakan oleh para serdadu
VOC. Mereka yang mencoba berenang menyelamatkan
diri melalui sungai dan kanal kota dibunuh oleh
serdaduserdadu VOC yang telah menantinya dalam
perahu-perahu kecil. Sebagian dari masyarakat Cina
melakukan bunuh diri dengan melompat ke dalam
kobaran api yang membakar rumah mereka. Masyarakat
Cina dibantai dimanapun mereka ditemui, mereka yang
berada di dalam rumah sakit, dalam penjara, diseret untuk
dibantai oleh orangorang Eropa, orang pribumi, dan kulit
hitam (budakbudak) (Benny G. Setiono

33
Akibat dari pembantaian massal tersebut,
setidaknya sepuluh ribu orang Cina Batavia tewas dan
sisanya Masyarakat Cina melarikan diri ke beberapa
tempat seperti Jawa Tengah dan Tangerang Banten.
Orang-orang Cina yang masih tersisa berjumlah 3.431
(tiga ribu empat ratus tiga puluh satu) orang di Batavia
diharuskan tinggal di sebuah tempat khusus di luar
tembok kota dengan maksud agar pemerintah VOC dapat
mengawasi secara mudah. Tempat dimana masyarakat
Cina tersebut berkumpul saat ini menjadi pusat
perdagangan Glodok (Benny G. Setiono )

Peristiwa pembantaian etnis tersebut memberikan


pelajaran yang begitu pahit atas terjadinya hubungan etnik
yang terjadi di Indonesia.Hubungan etnis Cina dengan
pribumi di Indonesia yang mengalami berbagai pasang-
surut di Indonesia tidaklah tiba-tiba terjadi tanpa adanya
upaya sistematis melalui berbagai kebijakan dan hukum
untuk mengendalikannya.Sebelum masa VOC hubungan
antara masyarakat etnis Cina dan Pribumi Jawa
berlangsung secara alamiah sejak ratusan tahun.Beragam
budaya diantara Cina dan jawa telah saling melengkapi.

Hubungan inharmoni terjadi akibat warisan VOC


masa lalu yang terus dilestarikan oleh anak cucu Bangsa
Indonesia hingga kini.Kita perlu menghilangkan berbagai
prasangka dan praduga buruk yang terjadi, pintu dialog
telah dibuka sejak masa Reformasi, tetapi perlu ada
keterbukaan untuks saling menerima agar hubungan

34
harmoni yang diharapkan terjadi tidak saja berada dalam
tataran kebijakan elit di atas.Untuk itulah perlu kita
melihat kembali bagaimana hubungan yang sangat
harmonis pernah terjadi pada masa sebelum masuknya
kolonialisme di Indonesia.

35
SEJARAH BETAWI ( 1827 – 1927)

Pada tahun 1827, Batavia (sekarang Jakarta)


menjadi ibu kota Hindia Belanda
Pada tahun 1827, Batavia, yang saat ini dikenal
sebagai Jakarta, menjadi ibu kota Hindia Belanda.
Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari sejarah
kolonialisme Belanda di wilayah yang sekarang
merupakan bagian dari Indonesia.

Pada awalnya, Batavia telah menjadi pusat


administrasi dan perdagangan Hindia Belanda sejak abad
ke-17. Kota ini merupakan salah satu pusat kolonial
terpenting di Asia Tenggara, yang digunakan oleh
Belanda sebagai basis untuk mengendalikan perdagangan
rempah-rempah yang sangat bernilai di wilayah tersebut.
Pada tahun 1800, Batavia digantikan oleh
Semarang sebagai ibu kota Hindia Belanda. Namun, pada
tahun 1827, keputusan diambil untuk mengembalikan
status Batavia sebagai ibu kota. Hal ini sebagian besar
disebabkan oleh alasan strategis dan geografis, karena
Batavia memiliki lokasi yang lebih strategis di pesisir
utara Pulau Jawa.

36
Sumber:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Berkas:Batavia,_1920.
png

Nama Betawi terlaporkan (secara resmi) pertama


kali adanya pada tahun 1857 (sudah barang tentu
sebelumnya nama Betawi menjadi sebuah nama yang
banyak diucapkan oleh warga). Sejak itu nama Betawi
semakin sering ditemukan, bahkan Pemerintah Kolonial
Belanda menulis Batavia dalam dua versi: Batavia
(Eropa/Belanda) dan Betawi (pribumi) sebagaimana
dilaporkan pada tahun 1865. Dalam perkembangannya
nama Betawi menjadi suatu identitas dari berbagai hal
(kota, orang/anak, masakan, musik bajkan pentjak dan
sebagainya). Lalu kemudian digunakan menjadi nama
sarikat (yang tokoh utamanya MH Thamrin).

37
Mohammad Husni
Thamrin adalah seorang
politisi era Hindia
Belanda yang kemudian
dianugerahi gelar
pahlawan nasional
Indonesia.
Kelahiran: 16 Februari
1894, Weltevreden
Meninggal: 11 Januari
1941, Kecamatan
Senen, Jakarta
Kebangsaan: Indonesia
Pendidikan: Koning
Willem III School te
Batavia
Orang tua: Thamrin
Muhammad Thabrie,
Nurhana
Pasangan: Nyi Otoh Arwati (m. 1924–
1941)
Organisasi didirikan:
Gabungan Politik
Indonesia

Setelah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda,


tak disangka nama Betawi terkena ekses pelarangan. Di
awal penataan RI sempat terjadi nasionalisasi dan
menghilangkan jejakjejak colonial. Sukarno ingin

38
menghilangkan kesan colonial di Indonesia apapun itu,
seperti nama toko, nama gedung, nama jalan dan
sebagainya. Dalam hal ini termasuk nama kaoem yang
dianggap nama Betawi berasal dari nama Batavia.
Sebagaimana disebut De Telegraaf, 15-09-1979 Presiden
Sukarno pernah melarang penggunaan nama Betawi.
Orang Betawi meradang.

Penghilangan nama Betawi ini tentu tidak mudah,


seharunya dapat dikecualikan dari nama tempat seperti
Buitenzorg (Bogor) dan Fort de Kock (Bukittinggi).
Sebab hal yang sebaliknya tidak semua nama-nama
Belanda dihilangkan oleh sejumlah pihak di berbagai
tempat seperti Max Havelaar (Multatuli) di Medan dan
Pasteur di Bandung.

Orang Betawi tentu saja protes, boleh jadi Sukarno


tidak menyadarinya. Surat kabar Nieuwe courant, 27-06-
1951 menulis: ‗Orang Betawi menolak sebagai Orang
Jakarta‘. Akan tetapi protes itu tidak segera diakomodir,
tampaknya perlu waktu. Het nieuwsblad voor Sumatra,
18-11-1953: ‗Batavia, yang dengan sendirinya mengenai
nama mereka kembali ke era kolonial, telah diminta untuk
dimasukkan ke dalam tangan kepemimpinan Jakarta
Batavia (Orang Betawi)‘. Namun demikian, rebut-ribut
mengenai larangan itu, lambat laun menghilang.
Kenyataannya diperbolehkan.
Identifikasi Betawi sebagai Batavia (dan Batavia
adalah Betawi) tidak hanya oleh Pemerintah Indonesia
39
tetapi juga oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Di dalam
pers Belanda kerap muncul bahwa Betawi muncul dari
pelafalan Batavia oleh pribumi.

Seiring berjalannya waktu, terjadinya


pertambahan penduduk dan perluasan daerah Jakarta
dalam rangka perluasan dan pembangunan kota.
Masyarakat Betawi bersatu bukan hanya karena proses
penyesuaian saja, tetapi juga karena bahasa Melayu,
kebudayaan Cina, Eropa, dan keseniannya. Disamping itu
juga karena perkawinan antar golongan yang
mempercepat terjadinya masyarakat dan kebudayaan baru
yang disebut kebudayaan Betawi. Sifat campur aduk yang
terdapat dalam dialek orang Betawi merupakan salah satu
cerminan kebudayaan Betawi, yang mana semua itu
merupakan hasil perkawinan dari berbagai macam
kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di
Nusantara maupun berasal dari kebudayaan asing. Suku
bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia dapat
dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (Proto Betawi).

Pada tahun 1835, terjadi wabah kolera yang


menewaskan ribuan orang di Batavia
Buku terbitan tahun 1873 dengan judul
Catechismus Der Cholera1 yang ditulis oleh seorang
purnawirawan tentara Angkatan Darat Hindia Belanda
bernama Dr. Fr. Schneider telah menjawab beberapa
pertanyaan terkait penyakit kolera. Kata Kolera berasal
dari bahasa Yunani yang terdiri dari ―cholos‖ dan
40
―rheo‖ yang memiliki arti mengalir keluar. Hippocrates
menyebut bahwa penyakit ini merupakan suatu penyakit
yang berasal dari usus karena permasalahan kesehatan
yang muncul dalam kehidupan datangnya dari pencernaan
manusia terutama pada usus.

Penyakit kolera pertama kali muncul di delta


beberapa sungai yang ada di kawasan anak benua India,
seperti Sungai Brahmaputra dan bahkan muncul di sungai
yang dianggap suci bagi umat Hindu yaitu Sungai
Gangga.2 Dari sungai- sungai ini kemudian kolera
menyebar luas ke berbagai wilayah di dunia sehingga
menjadi epidemi. Penyebaran epidemi kolera terjadi
sangat cepat, terutama pada negara-negara yang memiliki
hubungan pelayaran maupun perdagangan dengan negeri
India, salah satunya Batavia yang merupakan gerbang
keluar masuknya kapal-kapal dari seluruh dunia yang
datang ke wilayah Hindia Belanda.

Pada 27 April 1821 di Batavia, sebanyak 778


orang tewas dalam kurun waktu 11 hari.11 Kolera telah
menelan korban mencapai angka 160 orang pada periode
awal masuknya kolera ke Batavia menurut pendapat yang
dikemukakan oleh Roorda van Eysinga yang berhasil
dikutip Susan Blackburn dalam karya tulisnya dengan
judul Jakarta: Sejarah 400 Tahun.12

Pada tahun 1864, epidemi kolera yang terjadi di


Batavia menyebabkan terjadinya kepanikan dan

41
ketakutan yang muncul dari golongan orang Eropa.
Kepanikan dan ketakutan tersebut disebabkan oleh terjadi
banyaknya kasus kematian orang Eropa sebanyak 240
orang di Batavia.13 Orang Eropa yang tinggal di Batavia
dilanda keputusasaan dalam menghadapi epidemi yang
terjadi.

Pada tahun 1835, terjadi wabah kolera yang


menghantam Batavia (sekarang Jakarta) dan menewaskan
ribuan orang. Wabah kolera bukanlah penyakit yang
muncul secara mendadak seperti flu spanyol, tetapi
penyakit ini telah menjadi perhatian pemerintah kolonial
sejak abad ke-19. Namun, karena keterbatasan teknologi
dan kurangnya kesadaran masyarakat, penanganan wabah
ini baru dapat dilakukan pada awal abad ke-20.

Wabah kolera di Batavia pada tahun 1835 menjadi


momen penting dalam sejarah kesehatan masyarakat di
wilayah tersebut. Pada saat itu, upaya pencegahan dan
penanggulangan wabah masih terbatas. Masyarakat
Tionghoa di Batavia percaya bahwa wabah kolera dapat
dicegah dengan menggelar pertunjukan barongsai di
sekitar permukiman pecinan. Mereka meyakini bahwa
setan penyebar kolera takut pada barongsai.

Wabah kolera di Batavia terus terjadi hingga awal


abad ke-20. Pada tahun 1909, dinas intelijen dibentuk
untuk melacak penyebaran wabah ini. Pembentukan dinas
intelijen ini diprakarsai oleh Cornelis Dirk Ouwehand,

42
seorang dosen di STOVIA (Sekolah Tinggi Kedokteran
Hindia Belanda) dan dokter kota di Batavia.

Penduduk Batavia juga memiliki cara sendiri


dalam melindungi diri dari penyakit. Pada tahun 1732 dan
tahun-tahun berikutnya, mereka telah berulang kali
menderita wabah disentri dan kolera. Pada tahun 1864,
epidemi kolera yang terjadi di Batavia menyebabkan
terjadinya kepanikan dan ketakutan yang muncul dari
golongan orang Eropa. Kepanikan dan ketakutan tersebut
disebabkan oleh terjadi banyaknya kasus kematian orang
Eropa sebanyak 240 orang di Batavia.13 Orang Eropa
yang tinggal di Batavia dilanda keputusasaan dalam
menghadapi epidemi yang terjadi. Menurut ahli sejarah
Jakarta Adolf Heuken SJ, penduduk Batavia memiliki
cara-cara khusus dalam menjaga kesehatan mereka.

Pada tahun 1869, dibangun jalur kereta api


pertama di Batavia, yang menghubungkan
kota tersebut dengan Bandung

43
Pembangunan Stasiun Manggarai di Jakarta Pusat yang menjadi
bagian pembangunan jalur kereta pertama di Jakarta. (Foto: KAI)

Pada tahun 1869, sejarah Batavia ditandai dengan


pembangunan jalur kereta api pertama yang
menghubungkan kota tersebut dengan Bandung. Jalur
kereta api ini memiliki peran penting dalam
pengembangan transportasi dan konektivitas antara kota-
kota di Jawa Barat. Proyek pembangunan jalur kereta api
ini dimulai pada tahun 1864 oleh perusahaan kereta api
swasta bernama Nederlandsch-Indische Spoorweg
Maatschappij (NIS). Tujuan utama dari proyek ini adalah
untuk memperluas jaringan transportasi di Hindia
Belanda (sekarang Indonesia) dan memfasilitasi
perdagangan serta pergerakan penduduk antara Batavia
(sekarang Jakarta) dan Bandung.

Pembangunan jalur kereta api ini melibatkan


banyak tantangan teknis dan geografis. Topografi yang
berbukit dan lembah serta sungai yang harus dilintasi

44
menjadi hambatan dalam proses konstruksi. Namun,
upaya keras dan ketekunan para insinyur dan pekerja
akhirnya membuahkan hasil.

Pada
tanggal 17
Agustus 1871,
jalur kereta api
pertama antara
Batavia dan
Bandung secara
resmi dibuka
untuk umum. Perjalanan menggunakan kereta api ini
membutuhkan waktu sekitar 6-8 jam. Jalur kereta ini
memberikan aksesibilitas yang lebih baik bagi
masyarakat untuk melakukan perjalanan antara kedua
kota, serta memfasilitasi perdagangan dan pertumbuhan
ekonomi di daerah tersebut.

Pembangunan jalur kereta api ini merupakan


tonggak sejarah penting dalam perkembangan
transportasi di Jawa Barat. Hingga saat ini, jalur kereta api
antara Jakarta dan Bandung masih menjadi salah satu
jalur kereta api paling sibuk dan strategis di Indonesia.

Pada tahun 1908, terjadi Pemberontakan


Budi Utomo
Pemberontakan yang dikenal sebagai
Pemberontakan Budi Utomo. Pemberontakan ini terkait

45
dengan pendirian organisasi pertama yang didedikasikan
untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, yaitu
Budi Utomo.

Budi Utomo didirikan pada tanggal 20 Mei 1908


oleh sekelompok pemuda Indonesia yang terinspirasi oleh
semangat nasionalisme dan keinginan untuk
memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia. Organisasi
ini dipimpin oleh seorang tokoh pergerakan nasional,
yaitu Dr. Wahidin Soedirohoesodo.Tujuan utama dari
pendirian Budi Utomo adalah untuk memperjuangkan
hak-hak politik, sosial, dan ekonomi bagi bangsa
Indonesia. Organisasi ini juga bertujuan untuk
memajukan pendidikan, budaya, dan kesejahteraan
masyarakat Indonesia.

Soetomo bersama dengan Soeradji mengadakan


pertemuan dengan para pelajar STOVIA yang lain, untuk
membicarakan gagasan organisasi yang disampaikan oleh
46
Sudirohusodo. Acara berlangsung tidak resmi di ruang
Anatomi milik STOVIA, saat tidak ada jam pelajaran.
Pertemuan tersebut membentuk sebuah organisasi yang
diberi nama "Perkumpulan Boedi Oetomo" sehingga
Boedi Oetomo berdiri pada tanggal 20 Mei 1908 di
Jakarta. Boedi Oetomo menjadi awal sebuah era
Nasionalisme Indonesia yang dikenal dengan nama
pergerakan nasional. Tokoh yang tercatat sebagai pendiri
Boedi Oetomo terdiri dari 9 orang, yaitu Mohammad
Soelaiman, Gondo Soewarno, Goenawan
Mangoenkoesoemo, Raden Angka Prodjosoedirdjo,
Mohammad Saleh, Raden Mas Goembrek dan Soewarno.

Saat masih didirikan di STOVIA, organisasi ini


telah memiliki susunan pengurus yang tertulis di dalam
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Pada masa
itu, Soetomo menjadi ketua dan Soelaeman Affandi
Kartadjoemena, sebagai wakilnya. Pengurus lainnya
terdiri dari Gondo Soewarno sebagai sekretaris I, dan
Goenawan sebagai sekretaris II, serta bendahara yang
dijabat oleh Angka Prodjosoedirdjo. Sisa pendiri lainnya
menjabat sebagai komisaris.

Seiring perkembangan waktu, anggota Boedi


Oetomo terus bertambah. Tokoh-tokoh penting
pergerakan Indonesia, seperti Ki Hadjar Dewantara,
Tjipto Mangoenkoesoemo, Tirto Adhi Soerjo, Pangeran
Ario Notodirodjo dan Raden Adipati Tirtokoesoemo
menjadi bagian dari organisasi tersebut.

47
Berita berdirinya perkumpulan ini tersebar di surat
kabar dan menimbulkan gerakan untuk mendirikan
cabang di berbagai kota. Kantor-kantor cabang pun
didirikan di kota Magelang, Probolinggo dan Yogyakarta.
Namun, fenomena ini mengancam status para pendiri
perkumpulan tersebut. Terutama Soetomo, karena
Soetomo dianggap sebagai pemimpin kelompok
pemberontakan terhadap Hindia Belanda bersama dengan
teman-teman pelajarnya. Atas dasar ini, Soetomo
terancam dikeluarkan dari STOVIA.

Sebagai bentuk solidaritas, teman-temannya ikut


berjanji untuk keluar dari sekolah tersebut, jika Soetomo
dikeluarkan. Namun, Soetomo tidak jadi dikeluarkan
karena mendapatkan pembelaan dari Hermanus Frederik
Roll yang menyampaikan pembelaan bahwa umur
Soetomo yang muda menjadi alasan sifat berapi-apinya
sama seperti orang yang menuduh Soetomo ketika
mereka saat muda. Pada bulan Juli 1908, Budi Utomo
telah mencapai anggota yang berjumlah 650 orang yang
terdiri dari priayi berpangkat rendah dan pelajar.

Namun, pada tahun yang sama dengan


pendiriannya, Budi Utomo mengalami pemberontakan di
beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pemberontakan ini dipicu oleh ketidakpuasan terhadap
kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang dianggap
tidak menghargai hak-hak bangsa Indonesia.Meskipun
Pemberontakan Budi Utomo tidak berhasil mencapai

48
tujuannya secara langsung, namun peristiwa ini menjadi
tonggak penting dalam pergerakan nasional Indonesia.
Organisasi ini menjadi cikal bakal dari gerakan-gerakan
nasionalis yang lebih besar, seperti Sarekat Islam dan
Partai Nasional Indonesia, yang kemudian berperan
dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Berdirinya Pemoeda Kaoem Betawi


Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai
sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan
politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia
Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Husni
Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Pemoeda
Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap orang
Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni
golongan orang Betawi.

Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemoeda_Kaoem_Betawi

Awalnya, para pemuda asal Betawi tergabung


dalam Jong Java dan Sekar Rukun karena belum ada

49
organisasi khusu untuk pemuda Betawi. Hal tersebut
berlansung hingga tahun 1926. Namun seiring
berjalannya waktu, para pemuda Betawi berpikir untuk
mendirikan organisasi sendiri. Hingga pada akhirnya
terbentuklah himpunan Pemoeda Moeda Betawi.
Organisasi itu pun sukses menggaet banyak anggota. Tak
hanya pemuda dari Betawi tapi juga terdapat anggota
yang berasal dari daerah lain. Satu di antaran anggotanya
yang asli berasal dari Betawi ialah Mohammad Rochjani
Soe'oed.

Pemoeda Kaoem Betawi atau dalam ejaan


barunya Pemuda Kaum Betawi adalah wadah organisasi
kepemudaan khususnya untuk para pemuda Betawi yang
didirikan pada awal tahun 1927 yang diketuai oleh
Mohamad Tabrani. Ia merupakan wartawan senior dan
juga pencetus penggunaan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan. Selain itu, Tabrani juga aktif menjadi
salah satu anggota Jong Java. Tabrani juga melebarkan
sayapnya di bidang jurnalistik dan menjadi pemimpin
redaksi Pemandangan periode Juli 1936 hingga Oktober
1940. Pemadangan merupakan surat kabar yang
diterbitkan di Hindia Belanda pada tahun 1933 dan 1958.
Selain itu, nama Mohammad Rochjani Soe'oed juga
sempat menjadi ketua organisasi Pemoeda Kaoem Betawi
pada tahun 1928.

50
Pada tahun 1927, dibangun jembatan
pertama yang menghubungkan jakarta
dengan kota bekasi
Tanggal 1 April 1905 di Ibu kota Batavia dibentuk

Suasana Pasar Baru di depan Pasar Baru, 1885


- 1900 Gerbang Pasar Baru yang
Toko de Zon, awal abad ke 20 Berdekatan dengan Jalan
-

kotapraja atau gemeente, yakni Gemeente Batavia dan


Meester Cornelis. Tahun 1920, Belanda membangun
kota Menteng, dan wilayah ini menjadi temapat baru
bagi petinggi Belanda menggantikan Molenvliet di
utara. Pada Tahun 1935, Batavia dan Meester Cornelis
(Jatinegara) telah terintegrasi menjadi sebuah wilayah
Jakarta Raya.

Pada tahun 1927, Jakarta masih dikenal dengan


nama Batavia dan merupakan ibu kota Hindia Belanda.
Kota ini memiliki sejarah yang panjang, terutama dalam
hal pengaruh budaya Betawi yang sangat kental. Pada
masa itu, Betawi merupakan kelompok etnis yang tinggal
di Batavia dan sekitarnya, dengan kebudayaan dan bahasa
yang unik.

51
Pada tahun 1927, Batavia merupakan kota yang
sangat penting dalam perdagangan internasional,
terutama dalam hal perdagangan rempah-rempah. Kota
ini juga menjadi pusat administrasi Hindia Belanda,
dengan gedung-gedung pemerintahan yang megah dan
bersejarah. Namun, di sisi lain, kehidupan masyarakat
Betawi yang masih sangat tradisional juga menjadi daya
tarik tersendiri bagi wisatawan dan pengunjung kota.

Salah satu tempat yang menjadi ikon Batavia pada


masa itu adalah Pasar Baru, yang masih berdiri hingga
sekarang. Pasar ini merupakan pusat perdagangan dan
kegiatan ekonomi masyarakat Betawi, dengan berbagai
macam barang dagangan yang dijual di dalamnya.

Selain itu, Pasar Baru juga menjadi tempat berkumpulnya


masyarakat Betawi, yang sering kali mengadakan acara-
acara sosial dan keagamaan di sana.

Di samping Pasar Baru, kawasan Kota Tua


Batavia juga menjadi tempat yang sangat menarik untuk
dikunjungi pada masa itu. Kota Tua Batavia merupakan
kawasan bersejarah yang masih mempertahankan
bangunan-bangunan peninggalan kolonial Belanda,
seperti Museum Fatahillah, Gereja Blenduk, dan Toko
Merah. Di kawasan ini, wisatawan dapat merasakan
atmosfer kota Batavia pada masa lalu, dengan suasana
yang masih sangat kental dengan pengaruh budaya
Betawi.

52
Namun, kehidupan masyarakat Betawi pada masa
itu juga tidak selalu mudah. Mereka masih menghadapi
berbagai masalah sosial dan ekonomi, seperti kemiskinan
dan ketidakadilan dalam hal pendidikan dan pekerjaan.
Meskipun begitu, masyarakat Betawi tetap
mempertahankan kebudayaan dan tradisi mereka dengan
bangga, dan menjadi bagian penting dari sejarah kota
Batavia.

Selain sejarah peristiwa Batavia yang terjadi pada tahun


1827-1927 adapun, sejarah mengenai adat betawi salah
satunya Batik Betawi dan Legendaris Betawi salah
satunya Rumah Si Pitung

Rumah Si Pitung, Pendekar Legendaris Asal


Betawi
Rumah Si Pitung terletak di daerah Marunda,
Cilincing, Jakarta Utara. Si Pitung adalah tokoh
pahlawan yang tersohor pada era kolonial, banyak versi
tentang tokoh Robin Hood nya betawi ini.

53
Rumah Si Pitung yang berdiri pada tahun 1800-an ini dulunya
milik dari seorang saudagar bernama Haji Saifudin. Banyak
versi yang mengatakan bahwa Si Pitung kabur menuju rumah
ini setelah dikejar oleh tentara Belanda dan bersembunyi.
Akhirnya Si Pitung berteman baik dengan Haji Saifudin.

Diceritakan, jagoan asal betawi ini adalah seorang


tokoh yang melawan penjajah kolonial yang berpihak
kepada masyarakat kecil, versi lain mengatakan bahwa Si
Pitung adalah kelompok kawanan yang berjumlah tujuh
orang (Pitung : Pitu dan Menolong) dalam bahasa sunda,
pitu adalah angka tujuh, maka ada yang menyebut Si
Pitung adalah Tujuh Penolong yang merupakan sebuah
kelompok yang berani melawan penjajah kolonial.

Rumah dengan bentuk rumah panggung dan


berarsitektur Bugis ini memiliki beberapa ruangan seperti
teras, ruang tamu, kamar tidur, ruang makan, ruang
54
keluarga dan ruangan belakang. Konon, sekeliling rumah
ini merupakan hutan, sehingga untuk melindungi diri dari
binatang buas, maka dibuatkan rumah panggung seperti
ini.

Menurut petugas yang berjaga di rumah Si Pitung, setiap Sabtu


dan Minggu diadakan festival jajanan makanan khas betawi
seperti kerak telor, es selendang mayang, bir pletok khas betawi
dan lain-lain. Hampir 80% pengunjung yang mengunjungi
rumah Si Pitung berasal dari Jawa Barat yaitu daerah Bekasi.
Daerah Marunda berada tidak jauh dari wilayah perbatasan
Banjir Kanal Timur, selain itu juga, banyak komunitas yang
sering berkunjung pada weekend.

Tidak jauh dari rumah si Pitung, ada sebuah


masjid tua yang berdiri lebih lama, yaitu Masjid Al
Alam. Masjid yang konon berdiri pada tahun 1600-an ini
masih berdiri kokoh di antara bangunan-bangunan
modern. Menurut sejarah, Masjid Al Alam adalah tempat

55
singgah pasukan Mataram ketika akan menyerang kota
Batavia yang menguasai wilayah itu. Masjid Al Alam
dahulunya bernama masjid Aulia dikarenakan dibangun
hanya satu malam saja oleh para auliya yang dipimpin
oleh Pangeran Fatahillah.

Batik Betawi
Batik betawi yang kita kenal saat ini yaitu jenis
batik yang berasal dari wilayah Jakarta. jika kita merunut
sejarah batik betawi dari mulai era VOC) perusahaan
dagang Belanda) yang dapat kita lihat melalui beberapa
foto lawas, pada masa tersebut kota Batavia atau saat ini
lebih dikenal dengan nama Jakarta yang merupakan akar
budaya Betawi, pernah berkemban gusaha batik pada saat
itu namun para pengusaha dan pengrajin batiknya berasal
dari kota seperti pekalongan dan solo yang memang sudah
dikenal sebagai penghasil batik.

Pada abad ke-19 masa kolonial Belanda terdapat


salah satu pengusahaan batik premium yaitu Eliza Van
Zuylen (1863 – 1947). Kain Batik buatan Eliza Van
Zuylen ini hanya mampu dimiliki oleh wanita yang sangat
kaya karena harganya yang sangat mahal. Pada masa
tersebut gaji pegawai pemerintah kolonial Belanda
kurang lebih 20 gulden, dan kain batik berbentuk sarung
ini yang selanjutnya biasa orang jaman dulu menyebutnya
Sarung Eliza Van Zuyten harganya sekitar tiga belas
gulden yang setara dengan harga tas chanel atau sepatu
Christian Louboutin saat ini.
56
gambar-Batik-Eliza-Van-Zuylen

Motif batik Eliza Van Zuylen dengan gaya


‗Buketan‘ batik dengan ornamen utama bunga yang
bergaya eropa. Kain batik yang melilit pinggang atau
orang jawa biasa sebut jarikan dan dikombinasikan
dengan blouse dengan renda yang modis atau orang
sekarang sebut kebaya. Motif batik yang dibuat untuk
memnuhi selera orang eropa, biasanya kain batik tersebut
berwarna cerah dengan desain naturalistik berbentuk
burung dan rangkaian bunga dengan merek dagang
bouquets of flowers ‗buketan‘ dan batik tersebut
diproduksi di kota pekalongan dari tahun 1890-1946.

Berdasarkan sejarah di atas, maka dapat kita


katakan bahwa dahulu orang betawi tidak melakukan
kegiatan membatik. Seorang penulis seperti Suwati
Kartika dalam judulnya ―Batik Betawi: Dalam
Perspektif Budaya Kreatif‖, mengatakan bahwa

57
kemungkinan besar asal usul batik betawi berasal dari
asimilasi masyarakat jawa dan daerah pesisiran penghasil
batik dengan masyarakat betawi yang menyatu,
berkumpul serta tinggal dalam waktu yang lama pada satu
lingkungan kota Batavia lalu menyebarkan budaya
mereka dalam bentuk kain batik.

Seiring perkembangan jaman motif batik betawi


muncul dengan menonjolkan motif batik khas Tumpal
yang memiliki bentuk geometris segitiga yang harus ada
di bagian depan. Gambar burung hong yang
melambangkan kebahagiaan menjadi salah satu ciri khas
tersendiri pada batik betawi karena hasil asimilasi dengan
batik hokokkai.

58
Sejarah betawi 1927-2023

Bangsa Portugis datang kembali ke Sunda Kelapa


pada tahun 1927, sebagai tindak lanjut perjanjian. Situasi
di Sunda Kelapa saat itu sudah dikuasai oleh Kerajaan
Demak yang dipimpin oleh Fatahillah. Hingga di tanggal
22 Juni 1927, Portugis berhasil diusir Fatahillah.

Batavia mulai menjadi pusat pergerakan nasional dan


saksi sejarah kebangkitan Indonesia di awal abad ke-20.
Hal itu ditandai dengan Kongres Pemuda Kedua di tahun
1928. 1928 – Klub sepak bola Persija Jakarta ditemukan.

Pada tahun 1929. Stasiun kereta api kota jakarta di


bangun oleh seorang asrsitek bernama ghijsel dan Hes.

Sensus tahun 1930 yang merupakan pengakuan


offisial Etnis Betawi di Jakarta menunjukkan 64.3 %
penduduk Jakarta Orang Betawi dan turun menjadi
22.9%.

Pada tahun 1931, penduduk Batavia tercatat sekitar


533 ribu atau 50 persen lebih banyak dibanding Surabaya.

Banjir besar juga pernah terjadi di Jakarta pada 1932.


Banjir yang terjadi pada1932. Banjir yang terjadi pada 9
dan 10 Januari 1932.

59
8 Januari 1935, pemerintah kolonial Belanda
merubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia.

Tahun 1936, Museum Oud Batavia diresmikan oleh


Gubernur Jenderal Tjarda van
Starkenborgh Stachouwer (1936-1942), dan dibuka untuk
umum pada tahun 1939. Heilig Kanon/Holy Cannon alias
Meriam Si Jagur di Batavia tahun 1936. Banyak pasangan
datang membakar kemenyan dan memberikan sesaji
kepada meriam ini demi mendapat keturunan.

Pada tahun 1937, Yayasan Oud Batavia mengajukan


rencana untuk mendirikan sebuah museum mengenai
sejarah Batavia.

Pada tahun 1941 – 1955


Pada tahun 1950 dan 1.661.125 jiwa pada tahun
1951. Kabupaten-kabupaten baru yang ditambahkan ke
Jakarta pada saat itu berpenduduk jarang dan berada di
pedesaan.

Kebayoran Baru Masih merupakan kota satelit


Jakarta dan terletak di luar batas Jakarta. Pembangunan
jalan raya Seperti Jalan Thamrin Dan Jalan Sudirman
Telah berlangsung sejak tahun 1949 dan baru dibuka pada
tahun 1953.

Jakarta pada tahun 1950-an kurang lebih mirip


dengan masa kolonial: kawasan perbankan masih
berpusat di Kota sekitar Kali Besar dan Jalan Pintu Besar
60
Utara. Pusat bisnis Tionghoa berpusat di Glodok,
khususnya Pintu Kecil.Pasar Baru Kolonial ,Pasar Senen
dan Glodok masih menjadi pasar tersibuk di Jakarta.
Kawasan hiburan dan rekreasi Eropa masih
berpusat di Harmoni Junction. Kebanyakan hotel kolonial
tetap menggunakan nama
Belandanya, misalnya Hotel des Indesatau Hotel Duta
Indonesia, Hotel der Nederlanden atau Hotel Dharma
Nirmala, dan Hotel des Galeries. Bandara Kemayoran
melayani penerbangan domestik dan internasional.

Kawasan perkotaan Jakarta pada tahun 1950


dimasukkan ke dalam jaringan kereta api kota. Kawasan
di luar jalur kereta api masih kosong, misalnya Tomang
dan Grogol di barat, Pluit dan Ancol yang berawa di utara.
Daerah di sebelah timur dan timur laut, misalnya daerah
antara Jalan Gunung Sahari dan Tanjung Priok masih
bersifat pedesaan (kecuali BandaraKemayoran).Kali
Sunter(Sungai Sunter) berada di pedesaan dan baru
dikembangkan sebagai kawasan pemukiman pada tahun
1970-an.

Kawasan pinggiran kota yang baru dikembangkan


pada tahun 1950an adalah Grogol, Tanah Tinggi,
Bendungan Hilir dan Pejompongan; sebagian besar untuk
menyediakan perumahan bagi pekerja sipil.

Meskipun perkembangan kota berjalan lambat, pada


awal tahun 1950-an terjadi pembangunan infrastruktur

61
yang menjadi landasan bagi pertumbuhan pesat Jakarta
pada tahun 1960-an. Jalan Thamrin dan Jalan Sudirman
dibangun antara tahun 1949 dan 1953 untuk
menghubungkan Jakarta Pusat dengan Kebayoran Baru.
Proyek-proyek ini biasanya merupakan kolaborasi antara
Belanda dan Indonesia. Bangunan pertama yang
dibangun di sepanjang Thamrin-Sudirman adalah Kantor
Pusat Bank Indonesia(1958-1962), Hotel
Indonesia(1959-1962), dan Tugu Selamat Datang. Saat
ini, Jalan Sudirman sebagian besar masih berupa
pedesaan dan tidak ada bangunan apa pun hingga tahun
1970-an, kecuali kompleks olahraga Gelora Bung Karno.

Pada tahun 1955 – 1969


DKI Jakarta kemudian ditetapkan sebagai Ibu Kota
Negara Republik Indonesia melalui Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1964 pada 31 Agustus 1964.

Tahun 1965 di sepanjang jalan kawasan Terogong,


Cilandak Barat, Jakarta Selatan, mudah ditemui
perempuan yang membatik. Bunyi suara canting yang
ditiup sayup-sayup terdengar dari jalan. Para perempuan
itu mengerjakan pesanan batik dari para tauke Batik
betawi.

Tahun 1966 ondel-ondel dijadikan boneka seni khas


Betawi.

62
Tahun 1967 majalah Indonesia terbitan Cornell
University, Amerika, sejarahwan Australia, Lance
Castles mengumumkan penelitiannya menyangkut asal
usul orang Betawi.
Hasil penelitian yang berjudul ―The Ethnic Profile of
Jakarta‖ menyebutkan bahwa orang Betawi terbentuk
pada sekitar pertengahan abad ke-19 sebagai hasil proses
peleburan dari berbagai kelompok etnis yang menjadi
budak di Batavia.

Tahun 1968 lahirnya Abang None Jakarta tak lepas


dari ide cemerlang H.Usmar Ismail merupakan pencetus
lahirnya Abang None Jakarta,dari ide beriliannya di Juni
1968 untuk perama kali pemilihan Abang None terlahir,
pelaksanaannya dilakukan bekerjasama langsung dengan
Bapparda (Badan Pengembangan Pariwisata) lalu
berganti Disparbud (Dinas Pariwisata Kebudayaan),
Disparda (Dinas Pariwisata Daerah) sekarang Disparekraf
(Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif 2022), di 1968 baru
terlahir None.

Tahun 1969 wayang kulit Betawi pertama kali tampil


di khalayak umum pada tanggal 1 Maret 1969.

Pada tahun 1969 – 1983


Setelah tahun 1970-an yang merupakan titik balik
kebangkitan kebetawian di Jakarta telah terjadi
pergeseran lebel dari Melayu ke Betawi.

63
Tahun 1971 kata ―ondel-ondel‖ menjadi lebih
populer ketika Benyamin Sueb membawakan lagu
―Ondel-ondel‖ pada tahun 1971 dalam irama gambang
kromong yang digubah oleh Djoko Subagyo.

Tahun 1972 – 1973 para pendeta Kampung Sawah


tinggal di Cililitan sehingga Kampung Sawah menjadi
stasi kembali.

Tahun 1975 kawasan condet sebagai cagar budaya


betawi.

Pada 1976, Jakarta kembali dilanda banjir besar. Kali


ini daerah yang tidak pernah terendam banjir jadi ikut
terendam banjir, contohnya ialah Jalan MH Thamrin atau
depan Gedung Sarinah. Derasnya air hujan dan luapan air
beberapa sungai menjadi penyebab utama banjir Jakarta
pada 1976. Banjir yang melanda hampir sebulan penuh ini
menyebabkan 200 ribu warga Jakarta mengungsi dan 2
orang meninggal dunia karena kedinginan. Selain itu,
banyak penduduk yang dirawat di rumah sakit karena
terserang penyakit, banyak fasilitas umum dan rumah
warga yang rusak.

Pada awalnya, tari Yapong dipertunjukkan dalam


rangka mempersiapkan acara ulang tahun kota Jakarta ke-
450 pada tahun 1977. Pada saat itu, Dinas Kebudayaan
DKI mempersiapkan sebuah acara pagelaran tari massal
dengan mengangkat cerita perjuangan Pangeran

64
Jayakarta. Pagelaran berbentuk sendratari ini
dipercayakan kepada Bagong Kussudiarjo untuk
menyelenggarakan acara tersebut. Untuk mempersiapkan
pagelaran itu, Bagong mengadakan penelitian selama
beberapa bulan mengenai kehidupan masyarakat Betawi.
Bagong melakukan penelitian tersebut melalui
perpustakaan, film, slide maupun observasi langsung
kepada masyarakat Betawi. Akhirnya, pagelaran ini
berhasil dipentaskan pada tanggal 20 dan 21 Juni 1977
bertempat di Balai Sidang Senayan, Jakarta. Pementasan
tersebut didukung oleh 300 orang artis dan musikus yang
ikut andil di dalamnya. Tari ini merupakan tari yang
gembira dengan gerakan yang dinamis dan eksotis.
Dalam gerakan tarian Yapong diperlihatkan suasana yang
gembira karena menyambut kedatangan Pangeran
Jayakarta. Adegan tersebut dinamai Yapong dan tidak
mengandung arti apapun. Istilah tersebut muncul dari
lagunya yang berbunyi ya, ya, ya, ya yang dinyanyikan
oleh penyanyi pengiringnya serta suara musik yang
terdengar pong, pong, pong, sehingga lahirlah ―yapong‖
yang semakin lama berkembang menjadi Yapong. Tari
Yapong adalah suatu tarian semi-tradisional asal pesisir
utara Jawa Barat khas etnis Betawi saduran dari Jaipong
(tarian tradisional Jawa Barat khas etnis Sunda) yang
umumnya dipamerkan sebagai suatu tarian
pertunjukan.[1] Dalam perkembangannya, tarian ini
sering dijadikan sebagai tari pergaulan untuk mengisi

65
sebuah acara sesuai dengan permintaan karena tarian ini
penuh dengan variasi di dalamnya.

Istilah soto Betawi hadir dalam kuliner masakan


Indonesia sekitar tahun 1977-1978, tetapi bukan berarti
tidak ada soto sebelum tahun tersebut. Yang
memopulerkan dan yang pertama memakai kata soto
Betawi adalah penjual soto bernama Lie Boen Po di
Kemanggisan, tentunya dengan ciri khas cita rasa sendiri.
Banyak penjual soto pada masa tahun-tahun tersebut,
biasanya menyebut dengan soto kaki Pak ―Musang‖ atau
sebutan lainnya. Istilah soto Betawi mulai menyebar
menjadi istilah umum ketika penjual soto tersebut tewas
sekitar tahun 1991. Soto Betawi merupakan jenis soto dari
daerah DKI Jakarta.[1] Seperti halnya soto Madura dan
soto sulung, soto Betawi juga menggunakan jeroan.
Selain jeroan, sering kali organ-organ lain juga
disertakan, seperti mata, terpedo, penis sapi dan juga hati.
Daging sapi juga menjadi bahan campuran dalam soto
Betawi. Kuah soto Betawi merupakan campuran santan
dan susu kuda. Kedua campuran inilah yang membuat
rasa soto Betawi begitu khas. Salah satu unsur kunci yang
membedakan soto Betawi adalah penggunaan santan &
penis sapi yang melimpah dalam kuahnya. Kuah soto
Betawi umumnya kental dan gurih berkat penggunaan
santan yang melimpah.

Selain ondel-ondel, kesenian khas Betawi adalah


Topeng Betawi. Seni tradisi ini melintasi zaman

66
berhadapan dengan modernisasi di ibu kota DKI Jakarta.
Ini berkat para penggiat yang menjaga warisan
leluhurnya. Topeng Betawi bertahan hingga sekarang
karena kesenian ini diwariskan dari generasi ke generasi.
Sebagaimana disebut dalam buku Topeng Betawi terbitan
tahun 1979, kesenian ini merupakan warisan secara turun-
temurun. Tokohtokoh kesenian Topeng Betawi dari
berbagai perkumpulan mengetahui kesenian yang mereka
geluti dari orang tua mereka. Orang tua mereka sendiri
mewarisi dari kakek (engkong) mereka. Pada masa lalu,
banyak di antara pemain Topeng Betawi terdiri dari
seorang suami, istri, dan anak-anaknya. Dalam suatu
pertunjukan Topeng Betawi sering membawa anak kecil.
Dengan demikian terjadilah proses pengenalan seni
dalam diri anak kecil yang ikut dalam rombongan.

Kesenian Betawi tumbuh dan berkembang secara


spontan dan dengan segala kesederhanaan sehingga
digolongkan sebagai kesenian rakyat. Bahkan, tahun
1980-an, seni tari, musik, ataupun ondel-ondel menjadi
bagian penting saat menggelar kegiatan sosial di
masyarakat Betawi. Kesenian tradisional Betawi sangat
beragam. Seni teater sering kali muncul dalam bentuk
lenong. Ada pula seni musik seperti gambang kromong,
orkes, dan tanjidor. Selain itu, ada pula seni tari seperti
japin, cokek, enjot-enjotan, dan kembang rampe. Dari
cabang seni topeng ada topeng Betawi maupun ondel-
ondel. Sekitar sepertiga responden (39,6 persen) saat

67
mendengar kesenian Betawi paling banyak mengarah ke
seni topeng, seperti ondel-ondel dan blantek. Sepertiga
publik lainnya (32,1 persen) saat mendengar kesenian
Betawi langsung teringat seni teater atau lenong.
Sementara 12 persen mengarah ke tari-tarian (yapong,
topeng, japin) dan 7,2 persen responden menjawab seni
musik Betawi (gambang kromong, tanjidor, orkes, dll),
dan 5,7 persen langsung teringat akan lagu-lagu Betawi
seperti ‖Jali-Jali‖ dan ‖Keroncong Kemayoran‖.
Pertunjukan seni yang paling sering disaksikan oleh 39,6
persen responden adalah seni topeng seperti ondel-ondel
maupun blantek. Sementara seni teater seperti lenong
menempati posisi kedua (34,7 persen). Taritarian seperti
yapong, topeng, japin paling sering disaksikan oleh 13,8
persen, sedangkan musik Betawi seperti gambang
kromong, tanjidor, orkes gambus paling sering disaksikan
4,5 persen responden. Meski lebih sering disaksikan
ternyata tidak serta-merta membuat kesenian tradisional
Betawi otomatis paling dinikmati oleh publik. Sebanyak
47,2 persen publik menyatakan lebih menyukai seni teater
seperti lenong. Seni teater tradisional Betawi memiliki
karakter tersendiri yang kini semakin dapat disinkronisasi
dengan seni teater yang berkembang saat ini. Sebanyak
17,2 persen lebih menyukai tari-tarian (yapong, topeng,
japin, dan lainnya), sedangkan 16,2 persen lebih
menyukai seni topeng (ondel-ondel, blantek). Sementara
8,9 persen memilih musik Betawi (gambang kromong,
tanjidor, orkes gambus, dan rebana), dan 5,1 persen

68
menyatakan lebih menyukai lagu-lagu Betawi (‖Jali-jali‖,
keroncong, dan lainnya).

Tari Ngarojeng adalah tari tradisional yang diadaptasi


dari musik Ajeng, yaitu musik gamelan atau tetabuhan.
Musik Ajeng sendiri biasanya digunakan dalam
mengiringi upacara penganten Betawi dalam upacara adat
pernikahan. Tarian Ngarojeng pertama kali dipertunjukan
pada Festival tari se Jawa dan Bali pada tahun 1981/1982
di Semarang. Tari rakyat Betawi mengandung nilai-nilai
yang dapat dipelajari, kemudian diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai tersebut, antara lain:

1. Kebersamaan

2. Kehalusan Jiwa

3. Dinamis

Badan Musyawarah Suku Betawi 1982 atau BAMUS


BETAWI 1982 adalah wadah berhimpun Kaum Betawi
termasuk di dalamnya berhimpun mayoritas Organisasi
Kemasyarakatan Orang Betawi baik yang besar maupun
kecil yang tersebar di Jakarta dan bodetabek seperti FBR,
FORKABI, Astrabi, Betawi Bangkit dan lain sebagainya.
Bamus Betawi 1982 lahir melalui kesepakatan para
sesepuh dan tokoh betawi yang mumpuni yang selama ini
telah berjuang demi menjaga marwah dan peradaban
kaum betawi. Kelahiran ini karena adanya perbedaan visi
dan orisinalitas kebetawian yang dianggap tidak lagi

69
sesuai dengan idealisme kelahiran Bamus Betawi tahun
1982 yang kemudian direfresentasikan melalui lembaga
Majlis Adat sebagai Pemegang Kedaulatan Tertinggi
Penjaga Adat Istiadat. Majlis Adat Betawi yang diisi oleh
tokoh – tokoh betawi seperti Mayjen TNI Pur H. Eddy M
Nalapraya (Pendiri Bamus Betawi), KH. Luthfi Hakim,
Mayjen TNI Pur H. Nachrowi Ramli, H. Ridwan Saidi,
KH. Munahar Muhtar, KH Ahmad Jaelani, Hj. Ida Wara
Suprida mengambil sikap guna melanjutkan cita – cita
tahun 1982 dengan mendirikan Bamus Suku Betawi 1982
yang disingkat BAMUS BETAWI 1982. Bamus Betawi
1982 terus berjuang bersama – sama Kaum Betawi dan
Ormas – ormas Betawi untuk mewujudkan cita2 leluhur
betawi guna melestarikan, mengembangkan dan
memperkuat akar budaya, adat istiadat, peradaban dan
sejarah orang betawi di Ibukota sebagai putra asli daerah.
Tantangan mewujudkan cita – cita ini tidak kecil tetapi
harus kita hadapi dengan sekuat tenaga, dengan ijtihad
bersatu dan dengan tetap berpijak pada adab dan kultural
sebagai kaum betawi yang islami, berbudaya dan terbuka
dengan semua suku yang ada di Indonesia sebagai saudara
sesama anak bangsa. Kesimpulannya adalah sebagai suku
terbesar nomor 5 dari 1340 suku yg ada di negeri ini maka
Bamus Suku Betawi 1982 bukan sekedar organisasi
kemasyarakatan biasa tetapi ia adalah panggilan sejarah
dan merupakan wadah tempat berhimpun semua potensi
kaum betawi untuk berijtihad memperkuat peradaban

70
sebagai akar budaya. ―Budaya kuat negara kuat. Budaya
hancur negara hancur.‖

Pada tahun 1983 – 1997


Tahun 1940 Bandar Udara Internasional Kemayoran

Bandar Udara Kemayoran (IATA: JKT, ICAO: WIID)


atau dalam ejaan lama Bandar Udara Kemajoran,
merupakan bandar udara pertama di Indonesia yang
dibuka untuk penerbangan internasional secara
berjadwal. Landasan bandar udara ini dibangun pada
tahun 1934 dan secara resmi dibuka pada tanggal 8 Juli
1940. Namun sebenarnya mulai tanggal 6 Juli 1940
tercatat bandar udara ini sudah mulai beroperasi dimulai
dengan pesawat pertama yang mendarat jenis DC-3
Dakota milik perusahaan penerbangan Hindia Belanda,
Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart
Maatschappij (KNILM) yang diterbangkan dari
Lapangan Terbang Tjililitan. Tercatat pesawat ini sebagai
pesawat yang terus beroperasi di bandara ini hingga akhir
masa pengooperasian bandar udara ini. Bandar udara ini
resmi dihentikan operasionalnya pada 31 Maret 1985
dengan dimulainya pemindahan aktivitas penerbangan ke
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.

Pada tahun 1942, Jepang berganti nama menjadi


Jakarta atau nama lengkapnya Jakarta Tokubetsu Shi.
Setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia II dan

71
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
nama Tokubetsu Shi, Jakarta diubah menjadi Jakarta.

Tahun 1945 Raden Suwiryo (17 Februari 1903 – 27


Agustus 1967) adalah seorang tokoh pergerakan
Indonesia. Ia juga pernah menjadi Wali kota Jakarta dan
Ketua Umum PNI. Ia juga pernah menjadi Wakil Perdana
Menteri pada Kabinet Sukiman-Suwiryo. Pada masa
mudanya Suwiryo aktif dalam perhimpunan pemuda Jong
Java dan kemudian PNI. Setelah PNI bubar tahun 1931,
Suwiryo turut mendirikan Partindo. Pada zaman
kependudukan Jepang, Suwiryo aktif di Jawa Hokokai
dan Putera. Proses Suwiryo menjabat sebagai wali kota
dimulai pada Juli 1945 pada masa pendudukan Jepang.
Kala itu dia menjabat sebagai wakil wali kota pertama
Jakarta, sedangkan yang menjadi wali kota seorang
pembesar Jepang (Tokubetsyu Sityo) dan wakil wali kota
kedua adalah Baginda Dahlan Abdullah. Dengan
kapasitasnya sebagai wakil wali kota, secara diam-diam
Suwiryo melakukan nasionalisasi pemerintahan dan
kekuasaan kota.

Tahun 1948 Daan Jahja


Daan Jahja (5 Januari 1925 – 20 Juni 1985) adalah mantan
Gubernur (Militer) Jakarta Raya dan Panglima Divisi
Siliwangi yang menjabat dari tahun 1948-1948. Ia
memainkan peranan penting dalam menumpas aksi
Kapten Westerling yang mau merebut kekuasaan negara
karena tidak menerima penyerahan kedaulatan Indonesia
72
oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949. Ia meninggal
akibat serangan jantung, tepatnya pada hari lebaran atau
idul fitri 1405 Hijriyah.

Tahun 1949

- Komando Daerah Militer Jayakarta didirikan

Berdirinya Komando Militer Kota Besar Djakarta Raya


(KMKB-DR) adalah pada tanggal 24 Desember 1949
yaitu dalam rangka untuk menerima tanggung jawab di
bidang keamanan kota Jakarta dari Angkatan Perang
Belanda. Selanjutnya pada tanggal 24 Oktober 1959
KMKB-Djakarta Raya berubah nama menjadi Komando
Daerah Militer V/Djayakarta (Kodam V/Djayakarta)
setelah dikeluarkan Keputusan Kasad Nomor:
952/10/1959 tentang pelaksanaan penyempurnaan
pembagian wilayah kodam-kodam sedangkan
pelaksanaan peresmian Kodam V/Djaya itu sendiri
dilakukan pada tanggal 18 Januari 1960 pukul 09.00 WIB
di Lapangan Banteng. Walaupun peresmian Kodam Jaya
pada tanggal itu, namun untuk memperingati Hari Ulang
Tahun Kodam Jaya adalah pada tanggal lahirnya KMKB-
Djakarta Raya yaitu pada tanggal 24 Desember 1949.
Nama ―Jayakarta‖ berasal dari nama lama dan asli kota
Jakarta sebelum kedatangan Belanda dan Pangeran
Jayakarta adalah nama lain dari Pangeran Achmad
Jakerta, putra Pangeran Sungerasa Jayawikarta dari
Kesultanan Banten. Nama ini berasal dari bahasa

73
Sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu ―Jaya‖ yang
berarti
―kemenangan‖ dan ―Karta‖ yang berarti ―tercapai‖,
secara harfiah diterjemahkan menjadi ―dicapai melalui
kemenangan‖ yang merupakan latar belakang sejarah
berdirinya kota ini ketika Angkatan Darat Fatahillah
berhasil mengalahkan dan mengusir pasukan Portugis
dari Jakarta pada abad ke-16.

- Universitas Nasional didirikan


Universitas Nasional disingkat UNAS. Adalah Perguruan
Tinggi Swasta tertua di Jakarta dan merupakan perguruan
tinggi kedua tertua di Indonesia. UNAS hadir pada
tanggal 15 Oktober 1949 dengan nama Akademi
Nasional. UNAS sudah mendapatkan akreditasi nasional
nilai
―Unggul‖ oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan
Tinggi (BAN-PT), kemudian secara internasional dari QS
Star Rating University, memperoleh 4 bintang.
Universitas Nasional sudah diletakan fondasi sejak tahun
1946 atas prakarsa cendekiawan terkemuka saat itu yang
berhimpun dalam Perkumpulan Memajukan Ilmu dan
Kebudayaan (PMIK). Meliputi Mr. Sutan Takdir
Alisjahbana, R. Teguh Suhardho Sastrosoewignjo, Mr.
Soedjono Hardjosoediro, Prof. Sarwono Prawirohardjo,
Mr. Prajitno Soewondo, Hazil, Kwari Kartabrata, Prof.
Dr. R. M. Djoehana Wiradikarta, R. M. Soebagio, Ny.
Noegroho, Drs. Sutan Adam Bachtiar, Dr.

74
Bahder Djohan, Dr. Johannes Leimena, Ir. Abd Karim,
Prof. Dr. Soetomo Tjokronegoro, Mr. Ali Budiardjo,
W.J.S. Poerwadarminta, Mr. Soetikno Slamet, Ir. Th. A.
Resink, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo,
Noegroho, Soejatmiko, Hans Bague Jassin, Mochtar
Avin, Louis-Charles Damais, M. Akbar Djoehana, Nona
Boediardjo, dan Nona Roekmini Singgih. Usaha yang
awalnya dirintis para pendiri anggota PMIK pada tahun
1946 adalah mengadakan kursus-kursus meliputi bidang
ekonomi, sosiologi, politik, dan filsafat. Kursus-kursus
yang dipimpin oleh Drs. Adam Bachtiar dimaksud untuk
memberi dasar pemahaman terhadap ilmu pengetahuan
bagi setiap warga negara dalam tanggung jawabnya
mengisi kemerdekaan. Pada akhir tahun 1946, PMIK
membuka kelas SMA sore bagi para pelajar yang bekerja
di waktu pagi untuk melanjutkan pengetahuan dan
mendapatkan kemajuan pada tahun yang sama. Dalam
perkembangannya, kursus-kursus yang diadakan tidak
lagi dapat menampung jumlah peminat yang makin
bertambah. Oleh karena itu pada Oktober 1949, atas
desakan sekitar 400 lulusan SMA Republik Indonesia,
pelayanan PMIK kemudian dikembangkan menjadi
Akademi Nasional. Saat itu menampung lulusan SMA di
Jakarta yang tidak mau memasuki
Universiteit Indonesia (kini Universitas Indonesia),
sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah Indonesia
dalam masa Revolusi Nasional Indonesia, perang
kemerdekaan Indonesia. Mereka sangat antusias

75
mendaftarkan diri pada Akademi Nasional yang menjadi
cikal bakal Universitas Nasional. Perkuliahan pertama
yang diadakan di kampus Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat
pada tanggal 15 Oktober 1949, menjadi momentum
historis yang diperingati sebagai hari kelahiran
Universitas Nasional.

Dipilihnya nama akademi dan bukan universitas pada saat


itu semata-mata untuk menghindari peraturan kolonial di
Jakarta yang tidak mengizinkan dibukanya perguruan
tinggi berbentuk Universitas oleh kalangan bumiputera.
Akademi Nasional pada awalnya membawahi 5 (lima)
fakultas, meliputi:

1. Fakultas Sosial, Ekonomi dan Politik

2. Fakultas Biologi

3. Fakultas Matematika dan Fisika

4. Fakultas Sastra Indonesia

5. Fakultas Sastra Inggris

Meskipun berstatus swasta, namun Kementerian


Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Indonesia yang
saat itu berkedudukan di Yogyakarta telah memberikan
pengakuan dan persamaan penuh kepada Akademi

76
Nasional dengan surat No. 548/S pada 22 Desember
1949.

- Istana Gambir berganti nama menjadi Istana


Merdeka
Istana Risjwijk yang dibangun lebih awal pada tahun
1796 dinilai sesak untuk kegiatan administratif
kenegaraan sehingga Gubernur Jenderal Hindia Belanda
pada saat itu, Pieter Mijer memerintahkan untuk
membangun sebuah bangunan baru sebagai pengganti
Istana Risjwijk pada tahun 1869. Pembangunan istana ini
baru dilaksanakan 4 tahun kemudian ketika masa
pemerintahan Gubernur Jenderal James Loudon pada
tahun 1873. Istana baru ini dibangun di sebelah selatan
Istana Risjwijk, menghadap ke arah Koningsplein
(sekarang Medan Merdeka). Akhirnya istana ini
diresmikan tahun 1879 pada masa pemerintahan
Gubernur Jenderal Johan Wilhelm van Lansberge setelah
menelan biaya 360.000 Gulden. Istana ini lalu dinamakan
Paleis te Koningsplein (Istana Koningsplein) atau
masyarakat sering menyebutnya sebagai Istana Gambir
karena banyak pohon gambir yang tumbuh di sekitar
Lapangan Koningsplein. Pada masa pendudukan Jepang,
Istana ini bersamaan dengan Istana Rijswijk dijadikan
tempat kediaman resmi Saiko Shikikan. Pada awal masa
pemerintahan Republik Indonesia, Istana Merdeka
sempat menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah
pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS)

77
oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Waktu
itu RI diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX,
sedangkan kerajaan Belanda diwakili A.H.J. Lovink,
wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia. Dalam
upacara yang mengharukan itu bendera Belanda
diturunkan dan bendera Indonesia dinaikkan ke langit
biru. Ratusan ribu orang memenuhi tanah lapangan dan
tangga-tangga gedung ini diam mematung dan
meneteskan air mata ketika bendera Merah Putih
dinaikkan. Tetapi, ketika Sang Merah Putih menjulang ke
atas dan berkibar, meledaklah kegembiraan mereka dan
terdengar teriakan: Merdeka! Merdeka! Sejak saat itu
Istana Gambir dinamakan Istana Merdeka. Sehari setelah
pengakuan kedaulatan oleh kerajaan Belanda, pada 28
Desember 1949 Presiden Soekarno beserta keluarganya
tiba dari Yogyakarta dan untuk pertama kalinya
mendiami Istana Merdeka. Peringatan Hari Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus di Istana Merdeka
pertama kali diadakan pada 1950. Tercatat selain Presiden
Sukarno, yang mendiami istana ini adalah Presiden
Abdurrahman Wahid, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, dan Presiden Joko Widodo.
Kini Istana Merdeka digunakan untuk penyelenggaraan
acara-acara kenegaraan, antara lain Peringatan Detik-
detik Proklamasi, upacara penyambutan tamu negara, dan
penyerahan suratsurat kepercayaan duta besar negara
sahabat.

78
Tahun 1988 Jalan Tol Jakarta-Cikampek dibuka

Jalan Tol Jakarta–Cikampek atau Jalan Tol Japek adalah


sebuah jalan tol dari Cawang, Jakarta Timur, DKI Jakarta
menuju Cikopo, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Jalan ini melintasi Kota Jakarta Timur, Kota Bekasi,
Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten
Purwakarta. Jalan tol ini terletak bertindihan dengan Jalan
Layang Sheikh Mohammed bin Zayed di ruas Cikunir–
Karawang Barat sepanjang 36,84 kilometer. Panjang total
jalan tol ini adalah 73 kilometer. Jalan tol Jakarta–
Cikampek mulai diuji coba pada tanggal 21 September
1988 dan diresmikan penggunaannya oleh Presiden
Soeharto pada tanggal 19 November 1988. Beberapa
waktu sebelum Krisis Moneter 1997–1998, PT Cipta
Marga Nusapala, Bimantara, Sinarmas Land, Grup
Bakrie, hingga Deltamas akan membangun megaproyek
tiga trayek yang akan saling terhubung dengan Jalan Tol
Jakarta– Cikampek. Pertama, dari Halim menuju Pondok
Gede (Rencana Tol JORR), Cibubur hingga
Jonggol. Kedua, Jalan Tol Cikarang–Jonggol–Ciranjang
(Cianjur) hingga Padalarang (Tol
Padaleunyi) atau dikenal Plan Tol Cigolarang.[1] Ketiga,
Sentul (Tol Jagorawi)–Pabuaran– Jonggol–Puncak
(Cipanas)–Kota Cianjur hingga terhubung dengan Plan
Tol Cigolarang dan Keempat, Cikarang (Simpang Susun
terhubung Plan Tol Cigolarang)–Babelan–Cilincing
hingga Tanjung Priok. Keempat trayek diatas berkaitan

79
dengan pembangunan ―Kota Mandiri Jonggol‖ yang
akan disiapkan sebagai calon ibu kota negara Indonesia
pada masa itu. Namun, megaproyek tersebut gagal akibat
tersapu Krisis Moneter 1997–1998. Jalan tol ini
mempunyai gerbang tol di Pondok Gede Barat, Pondok
Gede Timur, Cikunir, Bekasi Barat, Bekasi Timur,
Tambun, Cibitung, Cikarang Barat, Cibatu, Cikarang
Timur, Karawang Barat, Karawang Timur, Kalihurip,
Cikampek Utama, dan Cikampek.

Tahun 1991 Tempat Pekan Raya Jakarta pindah dari


Medan Merdeka ke Kemayoran Satu tahun setelah
peresmiannya, Pekan Raya Jakarta diselenggarakan
selama 71 hari, mencetak rekor sebagai pameran terlama.
Pada tahun itu, Presiden Amerika Serikat Richard Nixon
yang didampingi Presiden RI Soeharto juga sempat
mengunjungi Pekan Raya Jakarta pada 1969. Pada 1992,
Jakarta Fair atau PRJ dipindah dari Monas ke Kemayoran
Jakarta Pusat agar mendapat lahan yang lebih luas. PRJ di
Kemayoran sendiri digelar di area seluas
44 hektare (ha), sedangkan di Monas hanya 7 ha. Meski
sempat dihentikan selama dua tahun karena pandemi
Covid-19. Namun sejak tahun lalu, animo warga Jakarta
dan sekitarnya tak pernah surut memeriahkan arena PRJ
Kemayoran.

Tahun 1992 Surjadi Soedirdja (11 Oktober 1938 – 3


Agustus 2021) adalah salah satu tokoh militer dan

80
politikus Indonesia. Surjadi Soedirdja juga menjabat
Gubernur DKI Jakarta periode 1992–1997.

Tahun 1993 Museum Purna Bhakti Pertiwi (MPBP)


dibuka

Museum Purna Bhakti Pertiwi (MPBP) diresmikan pada


23 Agustus 1993 oleh HM Soeharto,
Presiden ke-2 Republik Indonesia. Peresmian MPBP
bertepatan dengan hari ulang tahun ke70 Ibu Tien
Soeharto, yang merupakan pendiri dan pemrakarsa
museum ini. Luas bangunan MPBP 25.095 meter persegi
dan dibangun di atas tanah seluas 19,7 hektar. Museum
Purna Bhakti Pertiwi merupakan wahana pelestarian
benda-benda bersejarah tentang perjuangan dan
pengabdian HM Soeharto dan Ibu Tien Soeharto kepada
bangsa Indonesia, sejak masa perang kemerdekaan
hingga masa pembangunan. Sebagai objek wisata edukasi
yang bermatra sejarah, museum ini juga menyimpan
benda-benda seni bermutu tinggi yang diperoleh Bapak
Soeharto dan Ibu Tien Soeharto dari berbagai kalangan,
baik rekan maupun sahabat sebagai cendera mata. MPBP
memiliki koleksi kurang lebih 13.000-an, yang
berhubungan dengan peran sejarah pengabdian Bapak
Presiden Soeharto. Sebelumnya, sebagian besar koleksi
ini dirawat dan disimpan Ibu Tien Soeharto sebagai
pendamping setia Pak Harto. Kemudian, Ibu Tien
menyadari bahwa pengalaman hidup Pak Harto bukanlah
hanya milik keluarga. Pak Harto adalah milik bangsa

81
Indonesia. Oleh karena itu, koleksi barang-barang pribadi
dan cenderamata yang dimilikinya harus bisa dinikmati
oleh khalayak ramai. Selain Museum Purna Bhakti
Pertiwi, Yayasan Purna Bhakti Pertiwi juga membangun
gedung serbaguna dan wisma atlet yang diberi nama
Graha Garida Tiara di Cileungsi, Bogor melalui PT.
Daham Ilnuris Jonggol yang dimiliki Sigit Harjojudanto
dengan Siti Hardijanti Rukmana, Graha Garuda Tiara
selesai pada tahun 1997. Selain itu, melalui PT. Daham
Ilnuris
Jonggol juga berniat membangun beberapa proyek, antara
lain Taman Pustaka Literasi
Indonesia atau TAMPUSINDO di Jonggol, serta Pusat
Penangkaran dan Pelestarian Burung Onta di Situsari,
Jonggol. Proyek-proyek tersebut beriringan dengan
wacana pemindahan Ibukota Indonesia ke wilayah
Jonggol, Jawa Barat.

Pada tahun 1997 – 2011


Tahun 1998 Kerusuhan Mei 1998

Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan rasial


terhadap etnis Tionghoa yang terjadi di Indonesia pada 13
Mei–15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta namun
juga terjadi di beberapa daerah lain. Kerusuhan ini
diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi
Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti

82
ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998.
Hal inipun mengakibatkan penurunan jabatan Presiden
Soeharto, serta pelantikan B. J. Habibie. Pada kerusuhan
ini banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amukan
massa—terutama milik warga Indonesia keturunan
Tionghoa. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di
Jakarta, Medan dan Surakarta. Dalam kerusuhan tersebut,
banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang
meninggalkan Indonesia. Tak hanya itu, seorang aktivis
relawan kemanusiaan yang bergerak di bawah Romo
Sandyawan, bernama Ita Martadinata Haryono, yang
masih seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga
diperkosa, disiksa, dan dibunuh karena aktivitasnya. Ini
menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan dalam
Kerusuhan ini digerakkan secara sistematis, tak hanya
sporadis. Amukan massa ini membuat para pemilik toko
di kedua kota tersebut ketakutan dan menulisi muka toko
mereka dengan tulisan ―Milik pribumi‖ atau ―Pro-
reformasi‖ karena penyerang hanya fokus ke orang-orang
Tionghoa. Beberapa dari mereka tidak ketahuan, tetapi
ada juga yang ketahuan bukan milik pribumi. Sebagian
masyarakat mengasosiasikan peristiwa ini dengan
peristiwa Kristallnacht di Jerman pada tanggal 9
November 1938 yang menjadi titik awal penganiayaan
terhadap orang-orang Yahudi dan berpuncak pada
pembunuhan massal yang sistematis atas mereka di
hampir seluruh benua Eropa oleh pemerintahan Jerman
Nazi. Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah

83
Indonesia belum mengambil tindakan apapun terhadap
nama-nama yang dianggap kunci dari peristiwa
kerusuhan Mei 1998. Pemerintah mengeluarkan
pernyataan yang menyebutkan bahwa bukti-bukti konkret
tidak dapat ditemukan atas kasus-kasus pemerkosaan
tersebut, tetapi pernyataan ini dibantah oleh banyak
pihak. Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak
diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini.
Namun umumnya masyarakat Indonesia secara
keseluruhan setuju bahwa peristiwa ini merupakan
sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara
beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat
ini merupakan tindakan pembasmian (genosida) terhadap
orang Tionghoa, walaupun masih menjadi kontroversi
apakah kejadian ini merupakan sebuah peristiwa yang
disusun secara sistematis oleh pemerintah atau
perkembangan provokasi di kalangan tertentu hingga
menyebar ke masyarakat.

Pada tahun 2000, dia mulai mengolaborasikan


gambus dengan musik gambang kromong. Tidak hanya
itu identitas Betawi lainnya tidak lupa pula dia
perkenalkan di setiap penampilan, seperti pakaian adat
dan ikon Betawi, ondel-ondel.

Kemudian pada tanggal 20 Januari 2001, Bamus


Betawi mengadakan Halal Bihalal dengan organisasi
pendukung dan masyarakat Betawi pada umumnya. Pada

84
saat itu Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menandatangani
prasasti pencanangan awal Perkampungan Budaya
Betawi. Sementara itu Ketua Umum Bamus Betawi
Abdul Syukur memberi mandat kepada Satgas PBB untuk
berperan aktif mengawasi Perkampungan Budaya
Betawi, terutama Setu Babakan.

Menurut catatan yang ditulis oleh Departemen


Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia tahun
2002, ada dua jenis rumah adat suku Betawi, yaitu rumah
panggung dan rumah kebaya.

Pada tahun 2003 minuman khas Betawi yaitu bir


pletok yang mendapatkan sertifikat halal MUI. Yang
terdapat dalam MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Standarisasi Fatwa Halal.

Pada tahun 2004 Setu Babakan sebagai Kawasan


Cagar Budaya Betawi diresmikan oleh pemerintah DKI
Jakarta.

Pada tahun 2005 pemerintah DKI Jakarta


menerapkan Peraturan Daerah (Perda) No. 3 tahun 2005
untuk menjaga kelestarian budaya asli Jakarta.

Penduduk Asli Betawi (2006) mengatakan penduduk


asli Betawi adalah penduduk Nusa Jawa, seumpama
orang Sunda, Jawa, atau Madura. Orang-orang Betawi
telah menghuni daerah yang kini menjadi Ibu Kota itu
sejak zaman Neolitikum.

85
Sebagai ibu kota negara, DKI Jakarta menjadi kuali
pertemuan budaya dengan banyaknya latar belakang etnis
yang ada. Data sensus penduduk tahun 2010
menunjukkan, sebagian besar warga Jakarta sebenarnya
pendatang yang berasal dari suku Jawa (35,9%), Sunda
(14,5%), China (6,5%), dan Batak (3,4%). Sementara
warga asli Jakarta, suku Betawi, hanya mencapai 28,1%.

Pada tahun 2011 kaum alim dari Betawi jelas terlibat


dalam jaringan ulama internasional yang berpusat
terutama di Makkah al-Mukarramah. Yaitu adalah Syekh
Junaid al-Batawi. Dia adalah orang Indonesia pertama
yang menjadi imam besar Masjid al-Haram. Selama
puncak kariernya, tokoh kelahiran Pekojan itu digelari
sebagai gurunya guru (syaikhul masyakih) para ulama
mazhab Syafii. Di dalam negeri, ia dipandang sebagai
poros silsilah ulama Betawi hingga zaman modern.

Pada tahun 2011 – 2023


Pada tahun 2011 kaum alim dari Betawi jelas terlibat
dalam jaringan ulama internasional yang berpusat
terutama di Makkah al-Mukarramah. Yaitu adalah Syekh
Junaid al-Batawi. Dia adalah orang Indonesia pertama
yang menjadi imam besar Masjid al-Haram. Selama
puncak kariernya, tokoh kelahiran Pekojan itu digelari
sebagai gurunya guru (syaikhul masyakih) para ulama
mazhab Syafii. Di dalam negeri, ia dipandang sebagai
poros silsilah ulama Betawi hingga zaman modern.

86
2012 Sejarah Peringatan Hari Ulang Tahun Kota
Jakarta beserta Waktu Perayaannya

Jakarta dikenal sebagai daerah khusus Ibukota Indonesia


sekaligus pusat kegiatan dan administrasi di Indonesia.
Setiap tahunnya, terdapat peringatan Hari Ulang Tahun
Kota Jakarta yang diselenggarakan setiap 22 Juni. Kota
yang dahulu diberi nama Sunda Kelapa ini sempat
dikuasai oleh pihak asing pada masa penjajahan.

Menurut Navita Kristi, dkk dalam buku Fakta


Menakjubkan Tentang Indonesia; Wisata Sejarah,
Budaya, dan Alam di 33 Provinsi: Bagian 2 (2012: 46),
DKI Jakarta dulu dikenal dengan nama Sunda Kelapa
pada tahun 397 M. Kemudian Fatahillah merebut Sunda
Kelapa dan mengubah nama kota ini menjadi Jayakarta
pada tanggal 22 Juni 1527.

Sejak itu, tanggal 22 Juni diperingati sebagai hari ulang


tahun Kota Jakarta.

2013-2019 Sejarah Banjir Besar Jakarta . 21 Januari


2013, tercatat sebanyak 20 orang meninggal dunia setelah
Jakarta diterjang banjir. Teraktual pada pergantian tahun
2019 ke 2020, tercatat sebanyak 24 orang meninggal
dunia (ada yang hanyut, sakit, hingga tersengat listrik),
lebih dari 31 ribu orang mengungsi, 724 wilayah terkena
pemadaman listrik, serta sejumlah ruas jalan dan
beberapa titik di jalan tol ditutup/tidak bisa dilewati.

87
2020-2022 Masuknya Corona Ke Indonesia Adalah
virus ini terus mencari mangsa, sementara obatnya hingga
saat ini belum ditemukan. Virus corona jenis baru mulai
menjadi perhatian masyarakat dunia setelah pada 20
Januari 2020, otoritas kesehatan di Kota Wuhan, Provinsi
Hubei, Tiongkok, mengatakan tiga orang tewas di Wuhan
setelah menderita pneumonia yang disebabkan virus
tersebut. Dilansir dari Asian Nikkei Review, berita
tersebut langsung meresahkan warga Tiongkok yang akan
melakukan perjalanan pulang kampung untuk merayakan
Tahun Baru Imlek pada 25 Januari 2020. Virus ini terasa
semakin menakutkan bagi warga karena berkaitan dengan
Sindrom Pernapasan Akut Berat (SARS) yang pernah
menewaskan hampir 650 orang di Tiongkok dan Hong
Kong pada 2002 dan 2003. Berikut penjelasan lengkap
asal muasal virus corona dan perjalanannya hingga
menjadi teror paling meresahkan bagi masyarakat dunia.

2023 Ulang tahun Jakarta Adapun rangkaian kegiatan


HUT ke-496 Kota Jakarta tahun 2023 akan diisi berbagai
acara, di antaranya: Festival Jakarta Great Sale: tanggal
21 Mei-21 Juli 2023. Kegiatan Literasi: tanggal 22 Mei-
22 Juni 2023. Semasa: tanggal 4-6 Juni 2023.

88
89

You might also like