Professional Documents
Culture Documents
Makalah DM Kelompok 2.
Makalah DM Kelompok 2.
MAKALAH
“DIABETES MELITUS”
OLEH KELOMPOK 2:
NAMA NIM
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan ini
Saya berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penyusun berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah di buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penyusun sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................ 3
BAB I............................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN........................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang...............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN...........................................................................................................................6
A. Definisi Diabetes Melitus...............................................................................................6
C. Epidemiologi Diabetes Melitus.....................................................................................6
D. Etiologi Diabetes Melitus.............................................................................................11
E. Beban Diabetes Melitus...............................................................................................11
F. Faktor Risiko Diabetes Melitus..................................................................................12
G. Patogenesis Diabetes Melitus......................................................................................13
H. Diagnose Diabetes Melitus...........................................................................................13
I. Kemungkinan Komplikasi Diabetes Melitus.............................................................14
J. Penatalaksanaan Diabetes Melitus.............................................................................15
K. Upaya Pencegahan Diabetes Melitus..........................................................................16
L. Penyebab Diabetes...........................................................................................................
M. Contoh Kasus dan DKP..................................................................................................
BAB III....................................................................................................................................... 17
PENUTUP.................................................................................................................................. 17
N. A. Kesimpulan..............................................................................................................17
O. B. Saran.........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansial,
mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga
keberhasilan peningkatan status kesehatan di suatu negara.
Secara global WHO (World Health Organization) memperkirakan PTM menyebabkan
sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Perubahan pola struktur
masyarakat dari agraris ke industri dan perubahan pola fertilitas gaya hidup dan sosial
ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang melatar belakangi prevalensi Penyakit
Tidak Menular (PTM), sehingga kejadian penyakit tidak menular semakin bervariasi
dalam transisi epidemiologi.
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari
orang ke orang. Data PTM dalam Riskesdas 2013 meliputi : (1) asma; (2) penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6) hipertensi; (7) jantung
koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal kronis; (11) batu ginjal; (12)
penyakit sendi/rematik. Data penyakit asma/mengi/bengek dan kanker diambil dari
responden semua umur, PPOK dari umur ≥30 tahun, DM, hipertiroid, hipertensi/tekanan
darah tinggi, penyakit jantung koroner, penyakit gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit
sendi/rematik/encok dan stroke ditanyakan pada responden umur ≥15 tahun.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan
hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal
yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh
darah, yang disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
electron.
Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita DM dan pada tahun
2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang merupakan 6% dari populasi dewasa.
Amerika Serikat jumlah penderita Diabetes Mellitus pada tahun 1980 mencapai 5,8 juta
orang dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 13,8 juta orang.
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia
menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya terus
meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa
atau sekitar 4.4% dari populasi dunia, Diabetes adalah suatu kondisi dengan kadar
peningkatan glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang dapat menimbulkan resiko pada
mikrovaskular (retinoplati, nepropati, dan neuropati). Ini berhubungan dengan usia
harapan hidup, angka kesakitan jika terjadi komplikasi antara diabetes dan microvaskular,
dapat meningkatkan resiko komplikasi makrovaskular (penyakit jantung koroner, stroke,
dan penyakit kardiovaskular), dan mengganggu kulaitas kehidupan. The American
Diabetes Association (ADA) memperkirakan kerugian akibat diabetes di USA untuk
tahun 2002 sekitar 132 milyar dolar dan akan meningkat menjadi 192 milyar di tahun
2020.
DM terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di
negara berkembang, peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika, ini
akibat tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi diabetes mellitus ?
2. Apa epidemiologi diabetes mellitus ?
3. Apa etiologi diabetes mellitus ?
4. Bagaimana beban diabetes mellitus ?
5. Apa faktor resiko diabetes mellitus ?
6. Apa pathogenesis diabetes mellitus ?
7. Bagaimana diagnosis diabetes mellitus ?
8. Apa komplikasi diabetes mellitus ?
9. Bagaimana penatalaksanaan diabetes mellitus ?
10. Apa saja upaya penceghan diabetes mellitus ?
BAB II
PEMBAHASAN
DM
CVD Stroke
e
Kolesterol Hipertensi
Secara umum DM merupakan beban kesehatan masyarakat yang cukup berat
mengingat bahwa:
1. Diabetes tidak bisa disembuhkan, hanya bisa dikendalikan atau dicegat (diperlambat).
DM akan merupakan bagian keseharian seumur hidup seorang penderita.
2. Renta terhadap komplikasi. Keadaan lanjut ini bisa terjadi karena pasien merasa tidak
sakit, sehingga melalaikan pengobatan dan perawatan. Selain itu, tentu terlambat
mengunjungi dokter untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan.
3. Komplikasi DM berat dan bersifat terminak (diakhiri dengan kematian).
4. Bersifat autoimmune yang menurun (DM tipe I).
5. Manifestasinya pada kelompok-kelompok tertentu cukup lebih berat (misalnya pada
kelompok ibu hamil atau berat badan rendah/underweight).
4) Kriteria resiko
Resiko rendah
Yang masuk pada kelompok resiko rendah apabila mulai dari anamnesa,
pemeriksaan fisik, identifikasi Faktor risiko dan kalau memungkinkan pemeriksaan
penunjang menunjukkan adanya nilai atau hasil pemeriksaan yang tidak
mengkhawatirkan atau dalam batas normal namun menunjukkan adanya gej ala dini
dari penyakit.
Resiko tinggi
Sedangkan yang masuk kriteria resiko tinggi adalah pemeriksaan yang dilakukan
menunjukkan nilai di atas batas normal, dengan keadaan fisik yang mengkhawatirkan.
2) Kronik Ensefalopathi
- Makroangiopati
- Neuropati
o Medikamentosa
Bila gula darah tidak dapat diturunkan sampai tingkat hampir normal dengan diet
maka diperlukan anti diabetik oral:
- Klorpropamid mulai dengan 0,1 gram/hari dalam sekali pemberian, maksimal 0,5
mg/hari 1/2 jam sebelum makan
- Glibenklamid mulai 5 mg/hari dalam 2-3 kali pemberian, maksimal 15 mg/hari
- Methformin mulai dengan 0,5 gram/hari dalam 2-3 kali pemberian, maksimal 2
gram/hari
- Glipizid 5-25 mg, 1-2 kali /hari, sebelum makan
- Glikazid 20-30 mg, 1-2 kali/hari sebelum makan
- Glimepirid 0,5 -6 mg, 1kali /hari sebelum makan
- Acarbose 100-300 mg, 3 kali/hari bersama suapan pertama
J. Upaya Pencegahan Diabetes Melitus
1) Pencegahan Primer
Cara paling sulit karena sasarannya orang sehat. Tujuannya adalah mencegah
hiperglikemia pada individu/populasi yang beresiko tapi belum sakit dengan cara :
- Makan seimbang: karbohirat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20- 25% yang
disesuaikan dengan proses pertumbuhan status gizi, umur, stress akut, kegiatan
jasmani.
- Olahraga: teratur, 3-4 kali seminggu selama 30 menit, sifat continous, ritmik,
interval, progresif, endurance, target mencapai zona sasaran sebesar 75-85% dari
denyut nadi maksimal, yaitu 220 dikurangi usia.
- Jaga berat badan, dan lain-lain. Kolaborasi tanggung jawab antara instansi
kesehatan, masyarakat, swasta dan pihak pemerintah sangat diperlukan dalam
pengendalian DM.
K. Penyebab Diabetes
Penyebab DM Tipe 1:
Faktor keturunan atau genetika.
Autoimunitas.
Virus atau zat kimia.
Penyebab DM Tipe 2:
Faktor keturunan.
Pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat.
Kadar kolesterol yang tinggi.
Jarang berolahraga.
Obesitas atau kelebihan berat badan.
L. Contoh Kasus dan DRP
Pasien seorang wanita bernama Hannah berusia 54 tahun memiliki riwayat diabetes
mellitus tipe 2 selama 5 tahun. Dia bercerai, memiliki 2 orang anak, dan bekerja sebagai
headhunter. Beratnya 82 kg dan memiliki BMI sebesar 32,2 kg/m 2 termasuk kategori
obesitas. Meskipun Hannah menunjukkan keinginan dan kesiapan untuk menurunkan
berat badan serta telah mengikuti konseling mengenai gizi, dia tidak dapat mengubah
kebiasaan hidupnya. Penyakit yang diderita meliputi hipertensi, dislipidemia, dan
osteoarthritis. Tingkat glukosa darah puasa yaitu 174 mg/dL, kadar glukosa postprandial
240 mg/dL, dan kadar A1C 8,6%.
Analisis SOAP
1. Subject
Pasien seorang wanita bernama Hannah berusia 54 tahun memiliki riwayat
diabetes mellitus selama 5 tahun
Berat badan 82 kg, tinggi 62 in, BMI 32,2 kg/m2
Riwayat penyakit paskamenopause (osteoarthritis), hipertensi, dislipidemia,
tidak ada riwayat pankreatitis dan kanker tiroid
Riwayat penyakit keluarga ayah pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe
2, ibu pasien meninggal pada usia 52 tahun karena infark miokard, kakak
perempuan pasien (usia 60 tahun) memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2 yang
diterapi dengan insulin
Pasien bekerja sebagai headhunter, perokok (20 tahun yang lalu),
Mengkonsumsi alkohol (segelas wine saat makan malam, hampir setiap malam),
tidak mengkonsumsi obat terlarang, aerobik 2 kali seminggu, bercerai, memiliki
2 orang anak dengan usia 14 dan 12 tahun dalam keadaan sehat
Pasien alergi dengan kacang
Pemeriksaan fisik pasien yaitu obesitas tanpa adanya gejala resistensi perifer
atau endokrinopati, refleks ekstermitas bawah berkurang, pemeriksaan
funduskopi menunjukkan latar belakang diabetes retinopati bilateral tanpa
adanya edema macula
2. Object
(Dipiro, 2015).
(Dipiro, 2015).
(Dipiro, 2015).
(Dipiro, 2015).
3. Assessment
Pasien ini memenuhi kriteria klinis untuk diabetes mellitus tipe 2, karakteristiknya
ditandai dengan tingginya level A1C yaitu 8,6%, kadar glukosa darah puasa 174
mg/dL, dan kadar glukosa darah post prandial 240 mg/dL. Untuk mengatasi
diabetes mellitus tipe 2 yang dimiliki oleh pasien, dokter meresepkan obat
metformin 1000 mg setiap hari selama 4 tahun dan glyburide 5 mg setiap hari
selama 3 tahun.
Selain diabetes mellitus tipe 2, pasien juga memiliki riwayat penyakit hipertensi yang ditandai
dengan tingginya tekanan darah yaitu 130/78 mmHg serta dislipidemia dengan karakteristik
kadar trigliserida tinggi sebesar 189 mg/dL dan kadar HDL rendah 37 mg/dL, untuk
mengatasinya dokter meresepkan lisinopril 12,5 mg/hari selama 8 tahun dan atorvastatin 40
mg/hari selama 4 tahun.
4. Plan
a. Terapi Farmakologi
1. Metformin
Pada kasus ini pasien diresepkan metformin dengan dosis 1000 mg sekali
sehari selama 4 tahun. Dosis yang disarankan dimulai dari 500 mg per hari
sampai dengan kemampuan fungsional ginjal pasien, dosis maksimum yang
diperbolehkan dalam terapi menggunakan metformin yaitu 2550 mg/hari.
Metformin biasanya digunakan pada pasien yang memiliki kelebihan berat
badan atau obesitas. Mekanisme kerjanya yaitu menekan produksi glukosa
hepatik, meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan penyerapan
glukosa oleh fosforilasi faktor GLUT-enhancer, meningkatkan oksidasi
asam lemak dan mengurangi penyerapan glukosa dari saluran pencernaan
(Dipiro, 2015).
2. Glyburide
Pada kasus ini pasien diresepkan glyburide dengan dosis 5 mg sekali sehari
selama 3 tahun. Dosis yang dianjurkan yaitu 5 mg/hari dengan dosis
maksimal 20 mg/hari. Glyburide masuk ke dalam golongan sulfonilurea,
sulfonilurea umunya dapat ditoleransi dengan baik tetapi sulfonilurea
merangsang sekresi insulin endogen yang menyebabkan adanya resiko
hipoglikemia. Penggunaan sulfonilurea long-acting harus dihindari pada
pasien diabetes melitus tipe 2 usia lanjut, sebaiknya diberikan sulfonilurea
dengan short-acting (Dipiro, 2015).
3. Liraglutide
Liraglutide merupakan agonis reseptor glucagon like-peptide-1 (GLP-1).
Liraglutide disetujui oleh FDA di tahun 2010 sebagai terapi DM tipe 2. Pada
kasus DM tipe 2, cukup diberikan injeksi liraglutide 1,2 mg atau 1,8 mg,
sedangkan pada obesitas diberikan dengan dosis 3,0 mg (Lowes, 2014).
GLP-1 adalah sebuah inkretin, hormon saluran cerna yang dilepaskan ke
dalam sirkulasi sebagai respons terhadap nutrien yang masuk ketika kita
makan. GLP-1 mengatur kadar glukosa dengan merangsang sekresi dan
biosintesis insulin bergantung-glukosa, menekan sekresi glukagon,
memperlambat pengosongan lambung, serta memicu timbulnya rasa
kenyang (Kalbe Medical, 2012).
Agonis GLP-1 diketahui dapat menimbulkan efek samping pada saluran
cerna, terutama mual. Efek samping ini paling terasa pada awal penggunaan
obat, tetapi lama-kelamaan menghilang. Fungsi sel beta membaik dengan
pemberian agonis GLP-1, tetapi efek tersebut tidak bertahan begitu terapi
dihentikan. Kenyataannya, tidak satu pun studi yang berdurasi cukup lama
guna bisa menilai efek positif/negatif jangka panjang dari penggunaan obat
ini (Kalbe Medical, 2012).
Gambar 20. Algoritma terapi hipertensi menurut JNC8 Lisinopril (ACE inhibitor)
ACE inhibitor sangat dianjurkan dalam mengendalikan diabetes. Obat ini merupakan
pilihan pertama untuk penyakit hipertensi dengan kondisi diabetes. Rekomendasi ini
berdasarkan fakta yang menunjukkan penurunan hipertensi yang berhubungan dengan
komplikasi, termasuk penderita sakit jantung, peningkatan penyakit ginjal, dan stroke.
Terapi ACE inhibitor mungkin merupakan bahan antihipertensif yang sangat penting bagi
pasien diabetes (Saseen dan Carter, 2005).
Beberapa studi mengatakan bahwa ACE inhibitor mungkin lebih efektif mengurangi
risiko kardiovaskular dari anti hipertensi lain. Pada diabetes tipe 2 ACE inhibitor lebih baik
dari CCBs, bagaimanapun satu dari penelitian UKPDS menemukan captropil sebanding
dengan atenolol dalam mencegah kejadiaan kardiovaskular pada pasien diabetes tipe 2.
ACE inhibitor mengurangi kematian dan kesakitan pada pasien dengan gagal ginjal dan
mengurangi penyakit gagal ginjal kronik. Selain itu ACE inhibitor mengurangi aldosteron
dan meningkatkan konsentrasi potassium (Saseen dan Carter, 2005).
Pada kasus ini pasien diresepkan lisinopril dengan dosis 12,5 mg sekali sehari selama 8
tahun. Dosis yang dianjurkan yaitu 10-40 mg sekali sehari. Lisinopril masuk ke dalam
golongan ACE inhibitor, ACE inhibitor merupakan lini pertama dalam terapi hipertensi
atau tekanan darah tinggi. Selain itu, lisinopril juga dapat mengatasi penyakit gagal
jantung.
Golongan ACE inhibitor mencegah tubuh menghasilkan hormon yang dikenal dengan
nama angiotensin II. Obat ini melakukannya dengan menghalangi unsur kimia bernama
enzim pengubah angiotensin. Pembuluh darah akan rileks dan membantu mengurangi
kadar air dalam darah yang dikembalikan oleh ginjal. Akibatnya, tekanan darah akan
berkurang dan meningkatkan pasokan darah serta oksigen ke dalam jantung. Hipertensi
biasanya tidak menyebabkan tubuh terasa sakit, tapi jika tidak ditangani, kondisi ini bisa
melukai jantung dan merusak pembuluh darah. Komplikasi lainnya adalah serangan
jantung dan stroke. Biasanya terdapat terlalu banyak cairan dalam pembuluh darah saat
seseorang mengalami gagal jantung. Obat ini membantu mengurangi cairan yang berlebih.
Obat ini memberikan efek perlindungan pada jantung dan memperlambat proses
perkembangan gagal jantung (Dipiro, 2015).
Atorvastatin
Pada kasus ini pasien diresepkan atorvastatin dengan dosis 40 mg sekali sehari selama 4
tahun. Dosis yang dianjurkan yaitu 10 mg/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari.
Atorvastatin merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan LDL dan trigliserida
dalam darah, sekaligus mampu meningkatkan kadar HDL. Atorvastatin termasuk ke dalam
golongan statin atau HMG CoA reductase inhibitors.
Seperti semua statin, atorvastatin bekerja dengan cara menghambat 3-hydroxy-3-
methylglutaryl-coenzyme A (HMG-CoA) reductase, suatu enzim yang berperan dalam
pembentukan kolestrol. Dengan terhambatnya kinerja enzim ini kadar kolestrol dalam
darah akan berkurang. Kadar LDL dikatakan normal jika berada pada kadar < 100 mg/dL.
Obat golongan statin lebih efektif dibandingkan obat-obat hipolipidemia lain dalam
menurunkan kolesterol (LDL) tetapi kurang efektif dibanding golongan fibrat dalam
menurunkan trigliserida (Dipiro, 2015).
Gambar 21. Terapi Farmakologi yang digunakan untuk penyakit Diabetes Mellitus tipe 2
(Dipiro, 2015).
Pada kasus ini, osteoarthritis yang diderita pasien tidak secara langsung mendapatkan
terapi farmakologi. Hal tersebut dikarenakan menurut Felson tahun 2008 rencana terapi untuk
pasien obesitas sebaiknya diawali dengan penurunan berat badan, tetapi pada kasus ini pasien
tidak ingin melakukan peningkatan aktivitas fisik sehingga dilakukan penambahan terapi
farmakologi dengan GLP1 menjadi solusi untuk penurunan berat badan pasien.
Gambar 22. Rencana terapi osteoarthritis pada pasien obesitas (Felson, 2008).
a. Terapi Nonfarmakologi
1. Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat,
protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut :
Karbohidrat: 60-70%
Protein : 10-15%
Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan
kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal.
Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan
memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian
dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c
sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram
penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup.
Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan.
Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber
lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak
asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein
sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena
tidak banyak mengandung lemak.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g
per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat
yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang
kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping
itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan
vitamin dan mineral.
2. Mengurangi Asupan Garam
Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan tradisional
pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam
pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak
jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat
antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak
melebihi 2 gr/ hari (PERKI, 2015)
3. Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk
mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya,
tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat
bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical,
Interval, Progressive, Endurance Training). Beberapa contoh olahraga yang
disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya.
Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari
didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit.
Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin
dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Dipiro, 2015).
Analisis DRP
1. Indikasi Tanpa Obat
Indikasi tanpa obat dapat terjadi apabila pasien memiliki kondisi medis yang
memerlukan terapi tapi pasien tidak mendapatkan obat. Pada kasus ini, pasien telah
mendapatkan obat sesuai dengan kondisi medis yaitu diabetes mellitus, hipertensi,
dislipidemia, dan osteoarthritis.
2. Obat Tanpa Indikasi
Obat tanpa indikasi dapat diartikan adanya obat yang tidak diperlukan atau tidak
sesuai dengan kondisi medis pasien. Pada kasus ini, tidak ditemukan penggunaan
obat tanpa indikasi.
3. Ketidaktepatan Pemilihan Obat
Ketidaktepatan pemilihan obat maksudnya adalah adanya pemberian obat yang
tidak efektif berdasarkan kondisi pasien. Permasalahan yang terjadi pada kasus ini
adalah pemakaian metformin dan glyburide pada pasien diabetes mellitus tipe 2
yang sudah 5 tahun tidak mengalami penurunan sehingga diperlukan tambahan
terapi untuk memaksimalkan dalam penurunan A1C. Pada kasus ini, terapi yang
ditambahkan yaitu obat golongan GLP-1 receptor agonist sehingga pasien memiliki
kombinasi 3 obat untuk terapi diabetes mellitus tipe 2. Pemilihan golongan GLP-1
receptor agonist dikarenakan golongan tersebut baik digunakan untuk pasien
diabetes mellitus tipe 2 yang memiliki kondisi obesitas, dimana golongan tersebut
dapat menurunkan A1C serta membantu penurunan berat badan (Inzucchi SE et al,
2012).
4. Dosis Obat Berlebih
Dosis obat berlebih dapat disebabkan karena penggunaan dosis obat diatas nilai
batas dosis lazim atau frekuensi yang berlebih. Pada kasus ini, dosis obat sudah
sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
5. Dosis Obat Kurang
Dosis obat kurang artinya obat yang digunakan dosisnya terlalu rendah untuk
efek yang diinginkan. Pada kasus ini, dosis obat sudah sesuai dengan dosis yang
dianjurkan.
6. Interaksi Obat
Interaksi obat artinya aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain jika
diberikan secara bersamaan. Pada kasus ini, permasalahannya adalah pemilihan
terapi untuk pasien memiliki interaksi moderate. Tetapi terapi masih dapat
dilakukan hanya diperlukan monitoring hasil terapi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan yang
berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah
akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Berbagai faktor penyebab yang dapat
memicu timbulnya penyakit ini secara umum disebabkan oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Berdasarkan distribusi terjadinya penyakit ini, insidensi dan prevalensi
penyakit ini terus terjadi peningkatan dari tahun ke tahun dan di perkirakan akan terus
meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakan modern saat ini.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menekan laju pertambahan jumlah penderita
diabetes mellitus ini, mulai dari pencegahan primordial pada masyarakat yang belum
sakit, hingga dengan upaya pengendalian dan pengawasan pada penderita diabetes
mellitus agar tidak menjadi berat dan tidak menimbulkan komplikasi. Jika pun
komplikasi telah terjadi agar penderita tetap dapat menjalani hidupnya dan penyakit
tersebut tidak dapat menggaggu kehidupan penderita lebih lanjut.
B. Saran
Saya menyadari bahwa tulisan diatas banyak sekali kesalahan dn jauh dari
kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu kami mengharap kritik
dan saran yang bersifat mebangun agar tercapainya makalah yang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., King, H. 2004. Global Prevalence Of Diabetes.
Estimates For The Year 2000 And Projections For 2030. Diabetes Care Vol. 27, No. 5, May:
1047-53.
Barcelo, A., Aedo, C., Rajpathak, S., Robles, S. 2003. The Cost Of Diabetes In Latin America
And The Carribean. Bulletin Of The World Health Organization, Vol. 81 (1): 19-27.