You are on page 1of 327

Judul: Saijo no Osewa Takane no Hana-darakena Meimon-kou de, Gakuin Ichi no

Ojou-sama (Seikatsu Nouryoku Kaimu) wo Kagenagara Osewa suru Koto ni


Narimashita

Author: Yusaku Sakaishi

Ilustrator: Miwabe Sakura

Gendre: Comedy, Drama, Romance, Harem, School Life

Diterjemahkan Oleh: Libbytranslation [libbytranslation.blogspot.com]

Dibuat Ke PDF Oleh: Maeru Novel [maerunovel.blogspot.com]

PERINGATAN DILARANG KERAS UNTUK


MEMPERJUAL BELIKAN TANPA SEPENGETAHUAN
PEMILIK HAK CIPTA.
Prolog
Permukaan dan Batin Ojou-sama

Akademi Kekaisaran adalah salah satu dari tiga sekolah paling bergengsi yang
ada di Jepang. Di masa lalu, akademi tersebut berhasil mendidik siswa-siswi
kompeten yang kini menjadi Perdana Menteri, Direkuter perusahaan terkenal,
dan pemimpin bangsa lainnya. Bahkan saat ini, ada begitu banyak anak dari
orang kaya yang menghadiri akademi tersebut.

Kebanyakan siswanya terbagi dalam bidang politisi atau pengusaha, dan


kurikulum yang diajarkan sudah pasti sangat maju. Mungkin akademi ini
terlihat layaknya mansion yang mewah dari luar, tapi di dalamnya, siswa-
siswinya tidak dididik dengan semena-mena. Di Akadami Kekaisaran, kelas-
kelas terbaik selalu diajar oleh guru-guru yang terbaik.

Namun, bahkan di akademi khusus seperti itu, terdadapt yang namanya kasta
sekolah. Saat ini, ada seorang gadis yang memerintah di puncak Akademi
Kekaisaran. Grup Konohana, konglomerat dengan total aset sekitar 300
triliun yen, merupakan grup yang dikenal oleh semua orang yang tinggal di
negara ini. Dan gadis tersebut, merupakan putri dari grup itu, Hinako
Konohana.

“Konohana-san, gimana kabaramu?”

“Apa kabar?”

Dengan rambut kuningnya yang berkibar, dia menyapa orang-orang itu


dengan senyuman manis.

“Aaa, hari ini Konohana-san juga terlihat sangat cantik.”

“Kupikir aku akan bahagia selama sisa tahun ajaran ini hanya karena aku bisa
sekelas dengan dirinya...”

Gadis itu berjalan menyusuri akademi dengan punggung yang tegak,


memancarkan nuansa keanggunan. Hanya dengan dia yang berjalan
menyusuri koridor saja, dia sudah menarik begitu banyak perhatian di
sekitarnya. Saat dia memasuki kelas, terkadang ada antrian orang yang ingin
berbicara dengannya sebelum dia duduk di bangkunya.
“K-Konohana-san! Sepulang sekolah hari ini, kami berencana mengadakan di
pesta teh di taman... J-Jika kau tidak keberatan, maukah kau bergabung
dengan kami?”

“Itu terdengar menyenangkan. Dengan senang hati aku akan bergabung


dengan kalian.”

“Konohana-san. Aku bunya beberapa bagian yang tidak kupahami di mata


pelajaran tempo hari...”

“Begitukah, aku akan segera ke sana.”

Dia cantik, kompeten dalam seni maupun pengetahuan, dan merupakan


wanita yang berbakat. Dia begitu sempurna sampai-sampai beberapa orang
memanggilnya Ojou-sama yang sempurna... Dia populer dan selalu dikelilingi
oleh orang-orang, dan aku mengawasinya dari jauh.

“Yo, Nishinari. Lagi-lagi kau menatapi Konohana-san?” Seorang siswa laki-


laki yang duduk di sebelahku memanggilku.

“...Jadi aku ketahuan ya?”

“Menyerah saja. Gadis itu berada di luar jangkauanmu, tahu?”

Di luar jangkauanku, ya... Bagiku, yang merupakan satu-satunya orang biasa


di akademi ini, setiap gadis di sekolah ini memang berada di luar
jangkauanku.

[Catatan Penerjemah: Dalam raw (高嶺の花ね), yang artinya Takane no Hana


(bunga yang tak bisa diraih), cuman gua ubah menjadi (berada di luar
jangkauan).]

“Nah, kita akan pindah kelas di pelajaran selanjutnya. Aku ingin mampir ke
kamar mandi dulu, jadi aku akan pergi.”

Dan dengan itu, teman sekelasku meninggalkan kelas. Saat ini adalah waktu
jeda antar sesi pelajaran, dan kemudian, aku perlahan mendekati gadis itu.
“Konohana-san, kita harus segera pergi atau kita akan terlambat dalam
pelajaran berikutnya.”

Kini, di ruang kelas itu hanya ada dua orang, aku dan dia.

Gadis itu, yang bahkan disebut Ojou-sama yang sempurna, sedang berbaring
di mejanya dan tidak bergerak sedikit pun.

“Konohana-san?”

“...Cara bicaramu.”

“...Ini bukan waktunya untuk egois seperti itu. Ayo pergi.”

“Cara bicaramu.” Dia berbicara nada yang sedikit lebih kuat.

Memastikan bahwa tidak ada orang di sekitar kami, aku kemudian


memutuskan untuk memenuhi permintaannya.

“...Hinako. Ayo kita ke ruang kelas tempat pelajaran berikutnya.”

Saat aku mengatakan itu, wajah gadis itu tersenyum.

“Ehehe...”

Jauh dari menjadi sosok Ojou-sama yang sempurna, dia tampak penuh
kehidupan. Gadis itu perlahan mengangkat bagian atas tubuhnya dan
mengulurkan tangannya ke arahku.

“Peluk aku.”

“...Jangan gitulah. Bagaimana jika ada orang yang melihatnya?”

“Aku tidak keberatan kok...”

“Masalahnya aku akan dibunuh oleh keluarga Konohana nantinya.”

Bibir gadis itu bergerak-gerak saat aku mengatakan ini.


“Aku tidak ingin pergi ke kelas berikutnya.”

“Kau harus pergi.”

“Aku mau pulang. Aku mau tidur. Aku mau makan keripik kentang.”

“Kalau keripik kentang, aku akan menyiapkannya untukmu setelah kita


kembali ke mansion, jadi ayo kita pergi.”

“Gak mau—...”

Terhadap gadis yang tidak mau beranjak itu, aku hanya bisa menghela nafas.
Apa boleh buat, aku tidak punya pilihan lain sekarang. Aku hanya harus
memaksanya keluar dari kelas. Saat aku memikirkan itu, pintu kelas tiba-tiba
terbuka dengan keras.

“Oh, kalian berdua masih disini? Selanjutnya kalian harus pindah kelas, kan?”
kata wali kelas, menatapku dan gadis yang masih berada di kelas.

“Oh, tidak, ini—”

“—Maaf. ada sesuatu yang tidak kumengerti di pelajaran sebelumnya, jadi aku
sedang mendiskusikannya dengan Nishinari-kun.”

Aku tidak bisa langsung mencari alasan, jadi gadis yang berdiri sebelum aku
menyadarinya menjelaskan. Ekspresi wajahnya bukanlah ekspresi manja
yang dia tunjukkan sebelumnya, melainkan ekspresi seorang Ojou-sama
sempurna yang dikenal oleh semua orang di akademi.

“Jadi begitu ya. Aku terkesan bahwa kau belajar begitu gias meski selama
jeda,” mengatakan itu, si guru mengangguk.

Aku memandang gadis itu dengan ekspresi pahit di wajahku.

“Ada apa, Nishinari-kun? Ayo kita pergi ke kelas selanjutnya.”

“...Ya.”
Seperti biasa, saat berdiri di depan publik, ia tampil dengan sempurna. Aku
mengangguk tidak nyaman dan meninggalkan kelas bersamanya.

Aku bukanlah orang yang jenius, aku bukanlah orang yang brilian, dan
keluargaku tidaklah kaya, malah justru kebalikan dari orang kaya.

Lantas, bagaimana aku, orang biasa, berakhir menghadiri sekolah bergengsi


seperti ini? Untuk menjelaskan alasannya, aku perlu menjelaskan kejadian
yang terjadi sebulan lalu.

Semuanya berawal saat aku—menjadi pengasuh Hinako Konohana.


Bab 1
Orang Tuaku Melarikan Diri di Malam Hari, dan Aku Diculik

“Semoga sukses.”

Ayah dan Ibuku mengatakan ini saat mereka meninggalkan apartemen kumuh
yang harga sewanya 20.000 yen.

Mungkin karena pengaruh film atau manga Barat yang kejam dan tanpa
ekspresi, aku merasa tidak menyangka kalau orang tuaku akan mengatakan
itu padaku. Saat itu pukul sepuluh malam. Aku tidak tau apakah mereka pergi
ke bar atau tempat lain? Tapi yah, yang jelas mereka pasti akan pulang saat
matahari terbit,... itulah yang saat itu kupikirkan.

Namun tidak peduli berapa hari telah berlalu, orang tuaku tak kunjung pulang
ke apartemen. Rupanya, aku ditinggalkan oleh mereka.

“...Ini lelucon ‘kan.”

Kendati aku yang ditinggalkan, ini lebih seperti orang tuaku melarikan diri di
malam hari.

Lagipula sejak awal, keuangan keluarga kami sedang bermasalah, terutama


karena Ayahku suka minum alkohol dan Ibuku suka berjudi. Reputasi
keluarga kami telah menyebar ke orang-orang di sekitar, dan para tetangga
telah menyaksikan adegan orang tuaku melarikan diri di malam hari. Aku
mendengar dari tetangga bahwa orang tuaku melarikan diri ke suatu tempat
dengan panik, dan aku akhirnya mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi.

“Mengatakan 'semoga sukses'... itu sungguh tidak bertanggung jawab.”

Atau lebih tepatnya, jika kalian akan meninggalkan putra kalian, maka
setidaknya tinggalkan sedikit uang. Kurasa aku memiliki darah orang tua
sampah yang mengalir di pembuluh darahku, karena aku justru lebih khawatir
tentang diriku sendiri daripada orang tuaku.

“...Gimana nih, besok aku ada upacara pembukaan di SMA.”


Sejak awal, sudah merupakan mukjizat bahwa aku bisa masuk SMA.
Sementara mengurusi orang tuaku yang merepotkan, tiap harinya aku harus
bekerja sambilan untuk mendapatkan biaya sekolah, dan entah bagaimana
aku bisa menghadiri sekolah tersebut hingga kelas 2. Tapi sekarang... aku
tidak tahu lagi. Bagaimana dengan biaya sewa apartemen? Bagaimana dengan
utilitas? Bagaimana dengan makanku? Di sebagian besar hidupku ini aku
memang telah hidup dengan uang yang kuhasilkan sendiri, tapi meski begitu,
orang tuakulah yang membayar sebagian dari biayara sewa apartemen. Aku
tidak bisa tiba-tiba menanggung semua itu.

...Yah, kurasa aku mau pergi makan siang.

Aku menyerah pada pemikiran itu. Jarum jam menunjuklan pukul empat
sore. Dan sejak pagi ini, aku belum memasukkan apapun ke dalam mulutku.
Aku mencari ke seluruh penjuruh rumah, tapi tidak ada uang yang tersisa, jadi
yang kumiliki hanyalah dua ratus yen, yang kebetulan kutemukan di dalam
dompetku. Aku bertanya-tanya, berapa hari lagi yang bisa kuhabiskan
dengan... dua ratus yen ini.

Haruskah aku berkonsultasi dengan polisi? Atau haruskah aku berkonsultasi


dengan teman-temanku di sekolah sebelum melakukan itu? Tidak, aku merasa
seperti aku hanya akan mendapat masalah jika aku mengkonsultasikannya
dengan mereka.

Sinar mentari yang cerah membuatku semakin depresi. Saat aku berjalan
menyusuri jalan-jalan yang kukenal, aku bisa mendengar suara-suara yang
berbicara dari suatu tempat.

“Ufufu.”

“Yah, itu benar.”

Itu adalah nada yang sangat sopan. Aku menoleh dan melihat sepasang gadis
berseragam sekolah yang rapi berjalan menuruni lereng yang landai. Dari apa
yang kudengar, tampaknya di puncak lereng yang landai itu adalah salah satu
dari tiga sekolah paling bergengsi di negeri ini. Itu adalah apa yang disebut
“sekolah elit”. Nuansanya benar-benar berbeda dari sekolah kejuruan normal,
dan terus terang saja, ini adalah sekolah untuk orang kaya.
Tampaknya sekolah itu penuh dengan anak-anak orang kaya—yang artinya,
Ojou-sama dan Bocchama. Nilai standarnya sangat tinggi, fasilitasnya bagus-
bagus, dan kurikulum pelajarannya sangat maju sehingga sulit dipercaya
bahwa ini adalah SMA. Dikatakan bahwa mereka menjalani kehidupan yang
canggih dalam banyak hal. Hari pertama masuk untuk SMA-ku adalah besok,
tapi kurasa sekolah gadis-gadis itu sudah mulai masuk. Mungkin sekolah
bergengsi hanya memiliki masa liburan yang lebih pendek.

“Kami hidup di dunia yang berbeda... ini tidak lucu, aku bahkan tidak bisa
tertawa.”

Bahkan cara mereka berjalan pun terlihat berbeda. Baiknya asuhan yang
diberikan pada mereka terpancar dari diri mereka. Aku bahkan tidak bisa lagi
merasa cemburu. Orang-orang tidak bisa melakukan apa-apa menghadapi
keberuntungan yang ditetapkan oleh surga. Fakta bahwa aku dilahirkan dari
orang tua yang sampah, dan fakta bahwa kedua gadis itu dilahirkan dalam
keluarga yang diberkati, adalah takdir yang tidak dapat diubah.

Namun, sangat jarang melihat murid dari sekolah itu berjalan-jalan di tempat
seperti ini. Memang sih sekarang sudah waktunya pulang sekolah, tapi aku
yakin kalau anak-anak yang bersekolah di tempat itu dijemput dengan mobil.
Tidak biasa melihat mereka di kota seperti ini.

“...Hmm?”

Dalam perjalanan ke indomaret, aku melihat ada sesuatu yang jatuh di kakiku.
Itu tampak seperti tempat kartu nama yang terbuat dari kulit hitam.

Aku mengambilnya dan melihat ke dalamnya. ―Itu adalah kartu pelajar.


Sepertinya itu dijatuhkan oleh salah satu dari dua gadis yang tadi.

“Hinako Konohana, ya..., tidak, ini bukan waktunya untuk memeriksa


namanya.”

Orang yang menjatuhkan ini berada tepat di depanku. Tidak perlu repot-repot
memeriksa nama atau alamatnya.

Aku berlari dan segera menyusulnya dengan mudah. Tampaknya teman yang
berjalan bersamanya sudah berpisah dengannya, dan kini dia berjalan
sendirian.
“Um, permisi!”

Saat aku memanggilnya, gadis itu berbalik. Rambut kuning cerahnya


melambai di udara, dan perawakannya yang rapi disinari cahaya mentari.
Sosok itu membuatku terpesenoa, berpikir, inilah yang kusebut kecantikan
yang melihat ke arahku.

“—Eh?”

Tiba-tiba, sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat di sebelah gadis itu.
Pintu mobil terbuka, dan dua pria yang terlihat kuat keluar dari dalam. Para
pria itu dengan cepat menyeret gadis itu ke dalam mobil.

Apa yang terjadi?


Tidak, apa yang terjadi sangatlah jelas. Aku hanya terkejut karena itu adalah
sesuatu yang tidak realistis, sesuatu yang hanya pernah kulihat di manga atau
sinetron...

Sekarang bukan waktunya untuk terkejut. Saat ini, tepat di depan mataku,
terjadi penculikan!

“WOI, tunggu dulu!!” memutuskan bahwa aku tidak bisa berpura-pura tidak
melihatn apa-apa, aku berteriak sekeras mungkin.

“Ada apa, hah!!”

“Kau kenalannya wanita ini!?”

Dua pria itu, yang tampaknya adalah penculik, berteriak kepadaku.

Sayangnya, di sekitaran sini tidak ada orang lain lagi selain kami. Karenanya,
teriakanku yang barusan hanya membuat kedua pria itu kesal.

“Sial, kami tidak boleh membiarkan ada saksi yang melarikan diri! Kau juga
ikut dengan kami!”

“Whoa—!?”
Salah satu pria tersebut meraih lenganku dengan kuat dan menarikku
langsung ke dalam mobil.

Dan begitulah, aku diculik bersama dengan gadis tersebut.

---

“Yosh, dengan begini kalian tidak akan bisa bergerak. Duduk diam saja di
situ.“ kata salah satu penculik, seorang pria yang bertubuh pendek.

Kini kami berada di kedalaman pabrik yang telah ditinggalkan. Penculikan itu
tampaknya telah direncanakan dengan baik sebelumnya, baik tangan serta
kakiku dan gadis itu diikat dengan borgol yang telah disiapkan sebelumnya.
Selain itu, borgol gadis itu dan borgolku dihubungkan dengan rantai yang
tebal.

“...Um, kurasa orang tuaku tidak akan bisa membayar tebusan.”

“Diam. Kau yang ada di sini itu cuman kebetulan.” kata si penculik sambil
meludah.

Sebuah desahan keluar dari bibirku. Orang tuaku kabur di malam hari, dan
aku terlibat dalam kasus penculikan... Hadeh, sampai mengalami hal seperti
ini, apakah aku telah melakukan sesuatu yang sangat jahat di kehidupanku
sebelumnya?

Aku benar-benar putus asa karena kemalangan yang menimpaku beberapa


hari terakhir ini. Orang tuaku melarikan diri di malam hari, jadi masa
depanku memang sudah suram bahkan sebelum aku diculik. Ketika
penculikan ini selesai, aku tidak akan punya uang untuk makan besok. Yang
jelas, aku tidak punya mimpi atau harapan.

“Kita sangat beruntung ya, Aniki. Wanita ini adalah putri dari keluarga
Konohana. Bukankah dia ini benar-benar jackpot terbesar dari semua target?”

“Ya,.., keluarga Konohana adalah salah satu keluarga terkaya di antara murid-
murida Akademi Kekaisaran. Kita akan bisa memeras banyak tebusan dari
ini.”
Kedua penculik itu berbicara dengan senyum licik di wajah mereka. Saat aku
mendengarkan mereka, aku melihat gadis di sebelahku, yang juga terikat.

Dia bisa saja diculik untuk sesuatu selain tebusan. Dia memiliki penampilan
yang sempurna. Matanya bulat dan polos, tapi ada sedikit kecerdasan di
belakangnya, itu adalah suatu kombinasi antara keimutan dan kecerdasan.
Pangkal hidungnya yang lurus memberikan rasa keanggunan, dan bibir
lembabnya yang berwarna merah muda memberikan nuansa keindahan.
Rambut kuning mudanya halus dan berkilau, dan kulitnya putih dan halus
layaknya salju. Lengan dan kakinya ramping dan panjang.

“...Hei.” gadis itu membocorkan suaranya.

Apa yang bisa kukatakan tentang ini, sikapnya tampak sedikit berbeda dari
saat aku melihatnya di jalan. Sebelumnya, dia memancarkan suasana yang
sangat anggun, tapi sekarang, dia terlihat merasa cemas akan sesuatu.

Yah, wajar saja—dia diculik, jadi dia pasti merasa cemas. Tidak heran apabila
dia tidak bisa bertindak seperti dia yang biasanya. Tidak sepertiku, Ojou-sama
yang bersekolah di sekolah bergengsi ini memiliki masa depan yang
menjanjikan di depannya. Mungkin itulah sebabnya, dia merasa jauh lebih
takut dibanding diriku.

Meskipun aku memiliki masa depan yang suram, mungkin setidaknya aku
bisa menghibur gadis di depanku ini. Aku mencoba yang terbaik untuk
memilih kata-kataku dan menghibur gadis itu.

“T-Tenanglah. Seingatku, penculikan dengan motif mendapatkan tebusan


memiliki tingkat keberhasilan yang sangat rendah—“

“Toilet.”

“Selain itu, polisi Jepang sangat kompeten, jadi kalau kita hanya menunggu
dan melihat situasinya....., tunggu, apa?”

Apa barusan aku salah dengar? Aku merasa seperti aku baru saja mendengar
kata yang terlontar dengan sangat cepat.

“Bisa-bisa aku ngompol, aku mau ke toilet.”


Gadis itu menunjukkan keinginan yang kuat untuk pipis.
Bab 2
Kiprah Ojou-sama (1)

Bahkan seorang Ojou-sama mapan yang bersekolah di sekolah bergengsi


adalah manusia biasa. Jadi sudah sewajarnya, dia juga memiliki kebutuhan
untuk pergi ke toilet. Hanya saja, kenapa dia mengatakan itu sekarang?
Apalagi dia mengatakannya dengan sikap yang begitu tenang?

“Apa yang harus kulakukan?”

“Eh, tidak, sekalipun kau bilang begitu...”

“Bisa-bisa aku ngompol.”

Sulit untuk mengatakannya karena nada suaranya terdengar biasa-biasa saja,


tapi kurasa dia dalam masalah. Merasa agak bingung, aku memanggil pria
pendek di depanku.

“Erm! Ojou-sama ini ada mengatakan sesuatu!”

“...Hah?”

Para penculik itu memiringkan kepala mereka. Gadis itu, tanpa rasa takut
seidkitpun, berkata kepada kedua pria itu.

“Toilet.”

“...Hah?”

“Bisa-bisa aku ngompol di sini.”

Mata para penculik itu membelalak, seolah-olah ini adalah reaksi yang tidak
terduga.

Gadis ini, dia sama sekali tidak merasa takut.

“Kalau mau ngompol..., ya ngompol aja. Itu merepotkan kalau kau mulai
bertingkah aneh.” salah satu penculik itu berkata dengan kesal.
Namun gadis itu, tidak segera menanggapi, dan akhirnya menaggapinya.

“Apa itu tidak apa-apa?”

Itu benar-benar sepasang mata yang polos.

Dia sama sekali tidak ragu untuk pipis di sini. Bahkan kucing liar pun masih
akan pipis dengan ekspresi menyesal di wajah mereka jika berada dalam
situasi sepertinya.

“K-Kupikir lebih baik kau tidak melakuknnya. Kalau kau bisa menahannya,
mohon tahanlah..., bagaimanapun, ini demi diriku juga.”

Aku menjawabnya mewakili para penculik yang menjadi kaku. Aku dan gadis
itu sama-sama di rantai, jadi kami tidak bisa menjaga jarak kami terlalu jauh.
Jika dia sampai pipis di celananya, aku juga akan ikut mendapat masalah.

“Antar dia ke toilet...” kata penculik yang lebih tinggi.

“Tapi...”

“Aku tidak tahu berapa hari kita akan bersembunyi di sini. Kau tidak mau
kalau tempat ini kotor ‘kan, aku sih tidak mau.”

Pria yang pendek itu diyakinkan oleh kata-kata pria yang lebih tinggi, dan
kemudian dia mendekati gadis itu sambil menggaruk-garuk bagian belakang
kepalanya.

“Tsk... tapi aku tidak akan melepaskan rantainya.”

Penculik itu melepaskan belenggu kaki gadis itu.

Aku dan gadis itu, dengan tangan kami yang masih dirantai, pergi ke toilet
bersama-sama. Gadis itu memasuki toilet tanpa adanya rasa malu di depan
kami.

Akhirnya, gadis itu keluar dari toilet, mencuci tangannya, lalu menatapku dan
si penculik.
“Sekarang aku merasa lebih segar.”

““Jangan melaporkannya.”” kataku dan si penculik secara bersamaan.

Merasa lelah dengan tingkahnya itu, kami kembali ke tempat kami


sebelumnya.

“Hei,” gadis itu memanggil para penculik lagi.

“...Apa lagi sekarang?”

“Teh.”

Kau ini sama sekali tidak merasa takut, ya? Lihat, bahkan para penculik juga
merasa tercengang.

“A-Aniki..., apa dia ini benar-benar putri dari keluarga Konohana? Sepertinya
tidak deh...”

“K-Kau ada benarnya..., Apa kita salah orang? Tidak, tapi seharusnya...”

Karena bingung, si Aniki itu mendekati gadis itu.

“Oi, kau adalah satu-satunya putri dari keluarga Konohana, kan?”

“Iya. Terus mana tehnya?”

Kiprahmu itu terlalu berlebihan.

Bahkan para penculik juga terkejut mendengar ini saat mata mereka
membelalak.

“Y-Yah, oke. Setidaknya kalau cuman minuman aku akan memberikannya.


Lagipula aku tidak mau kau mati karena dahaga. Tapi sebagai gantinya..., kau
harus mau bersikap kooperatif.”

Mengatakan itu, si penculik kemudian meletakkan botol plastik di samping


gadis itu.
Tapi, itu hanya air mineral.

“Tadi ‘kan aku mintanya teh.”

“Ap—!? Jangan meminta yang berlebihan! Minum saja air itu!”

“Aku maunya teh. Dan juga, beberapa camilan.” kata gadis itu, dan garis biru
muncul di dahi pria itu.

“Hei! Remaja yang di sana! Uruslah wanita ini!”

“Kenapa aku haru melakukan itu?”

“Kami ini sedang sibuk sekarang!” Penculik itu berteriak padaku.

Dengan tangan dan kakiku yang terikat, tidak banyak yang bisa kulakukan,
tapi..., dengan enggan, aku menganggukkan kepalaku.

“Hei. Mana camilannya?”

“...Sepertinya tidak ada.”

“...Begitukah.”

Gadis itu dengan enggan mengambil botol plastik itu. Setelah beberapa saat,
aku mendengar suara sesuatu yang tumpah dari arah gadis itu. Aku menoleh
ke arahnya, dan melihat gadis itu basah kuyup.

“Whoa!? K-Kenapa kau basah kuyup seperti itu...”

“Entahlah?”

Memiringkan kepalanya, gadis itu menyandarkan botol plastik ke mulutnya.


Namun, karena jarak antara bibir dan mulutnya, air mengalir dari wajah gadis
itu dan meresap ke pakaiannya.

“Hei, kau menumpahkannya!”


“Aku tidak terbiasa minum dari botol plastik...”

Dia tidak terbiasa... lah, bukan itu intinya.

Aku ingin tahu, apakah semua Ojou-sama di dunia ini seperti ini. Bukannya
dia terlalu terpaku pada kiprahnya, atau seperti, dia terlalu berani... dia ini
‘kan lagi diculik sekarang, tapi dia terlihat sama sekali tidak takut.

“Aku akan meminumakannya untukmu... sini, berikan botolnya padaku.”

“Kau tidak akan mengambilnya dariku...?”

“Tidak akan! Astaga, kau ini sungguh merepotkan!!”

Karena teriakanku yang begitu keras, para penculik menoleh ke arahku.

Gawat, sepertinya aku membuat mereka kesal..., itulah yang kupikirkan, tapi
kemudian, aku diberikan tatapan yang penuh simpati. Woi, jangan lihat aku
seperti itu. Sejak awal kalian sendirilah yang membawa sandera ini ke sini.

Pada titik ini, ketertarikanku pada gadis itu benar-benar hilang. Dia memiliki
penampilan yang luar biasa sempurna, tapi sayangnya, ada sesuatu yang
sepertinya hilang dari dirinya.

“Ada genangan air di sini. Kita harus geser-geser sedikit. “

“Mmh.”

Gadis itu berdiri dan bergerak bersamaku. Saat berikutnya, tanpa


menyandung apa-apa, gadis itu terjatuh.

“...Uuh, sakit.”

Dengan mata yang berkaca-kaca, gadis itu kembali berdiri. Dahinya, yang
menghantam lantai, berwarna merah cerah. Astaga, tidak atletis pun ada
batasannya juga tahu.
“A-Aniki... Aku yakin menurut informasi yang kuselidiki sebelumnya, putri
dari keluarga Konohana disebut Ojou-sama yang sempurna, kan? Menurutku
dia bukanlaha orang yang setolol ini...“

“T-tidak, sekalipun kau bilang begitu, rupanya terlihat persis. Aku bahkan
belum pernah mendengar kalau dia memiliki saudara...”

Para penculik itu saling berbisik. Sementara itu, gadis itu sedang mengusap
dahinya yang sempat membentur lantai dengan air mata berlinang di sudut
matanya.

“Sakit...”

“...Coba kulihat dulu lukanya.”

Suara gadis itu terdengar sangat sedih sehingga mau tak mau aku memeriksa
lukanya.

“Bisa dibilang, ini lebih merupakan goresan daripada luka. Kau tidak boleh
terlalu sering menyentuhnya karena kau mungkin terkena kuman.’

“...Mmh.”

Gadis itu mengangguk, kemudian menurunkan tangan yang ada di dahinya.

“Ngomong-ngomong..., kenapa kau ada di sini?” Gadis itu bertanya dengan


sangat santai.
Bab 3
Kiprah Ojou-sama (2)

Sekalipun kau bertanya mengapa aku ada di sini...

“Yang diincar para penculik itu aku, kan?”

Oh, begitu ya. Tampaknya gadis tersebut sadar bahwa dirinya dalam situasi
dimana dia diculik. Karenanya, mengesampingkan dia yang diculik, dia
bertanya-tanya kenapa aku ada di sini bersamanya.

“Kau menjatuhkan Kartu Pelajarmu, dan aku hendak mengembalikannya...


Saat itulah, para penculik muncul dan mereka juga ikut membawaku.”

“Jadi begitu.” Serunya, tampak mengerti. “Terus, mana Kartu Pelajarku?”

“Eh? Oh..., ya, ini.”

Aku mengeluarkan Kartu Pelajar gadis itu dari sakuku. Setelah menerima
kartu pelajarnya, dia memainkan permukaannya dengan gerakan yang
canggung. Jika dilihat dengan lebih jeli, terdapat suatu tonjolan tidak wajar di
sudut kanan bawah kartu tersebut. Tampaknya di sana ada tombol kecil yang
tertanam. Gadis itu kemudian menekan tonjolan itu dengan kukunya.

“Nah, dengan begini, bantuan harusnya akan segera datang.” Mengatakan itu,
gadis itu menghela napas ‘Fuuu’, dan melanjutkan, “Aku mau tidur.”

Dengan santai, dia berbaring di lantai di sampingku. Entah kenapa, sekarang


aku sudah merasa terbiasa dengan keberanian gadis ini, jadi aku tidak terkejut
dengan tingkahnya itu. Tapi, gadis yang sedang berbaring itu, menatapku.

“Aku mau tidur.”

“...Tidur aja kenapa?”

“Bantal.”
Aku hendak mengatakan, ‘Mana mungkin di sini ada bantal,’ tapi kemudian
gadis itu menepuk lututku dalam diam... Aku penasaran, apa dia ingin aku
memberikannya bantal pangkuan?

Pada dasarnya sangatlah untuk mudah untuk merasa senang saat seorang
gadis cantik bersikap manja seperti ini, tapi karena aku sudah meilihatnya
dalam sosok bebal, aku jadi merasa biasa saja. Sebelumnya para penculik
memerintahkanku untuk mengurusnya, dan setelah menghela nafas, aku
meminjamkan lutuku kepadanya.

“Ketinggiannya bagus.” Gadis itu bergumam dengan puas. “Nina bobonya


mana?”

“Maaf..., tapi itu tidak ada dalam kosakataku.”

“Kalau begitu, ceritakan aku sesuatu yang menarik.”

Tidak masuk akal.

Meski begitu, keberaniannya begitu kuat sehingga meniup udara suram yang
menyelimuti tempat ini. Normalnya, ini adalah situasi yang akan membuat
seseorang merasa takut dan menangis, tapi berkat gadis ini, aku jadi mampu
mempertahankan ketenanganku.

“Tempo hari, saat aku berada di kereta dengan temanku—“

Isinya mungkin tidak terlalu menarik, namun gadis itu mendengarkanku


dalam diam. Beberapa menit kemudian, aku mendengar hembusan napar
tidurnya dari pangkuanku. Gadis itu tidur dengan nyenyak.

“...Ya ampun, ileranmu terlalu berlebihan.”

Dengan menggunakan ujung bajuku, aku menyeka air liur dari mulut gadis
itu.

“...Mmn.”

“Oh maaf. Apa aku membangunkanmu?”


“Tidak masalah.” Gadis itu menjawab sambil membalikkan badan dalam
tidurnya.

“Rambutku, berantakan.”

“Kenapa kau tidak mengikatnya saja? Berbaliklah sebentar.”

“Mm.”

Aku kemudian mengikat rambut gadis itu di bagian atas, seperti model
ponytail.

“Kelihatannya kau cukup baik dalam hal ini?”

“Ah..., aku dulu menata rambut ibuku sepanjang waktu.”

“Hmm.”

Ibuku pernah bekerja di klub kabaret, dan aku biasanya membantunya


menata rambutnya sebelum dia pergi keerja. Itu adalah kenangan yang tidak
ingin kuingat.

Pada saat itu, salah satu penculik menendang kayu yang ada di dekatnya.
Tiba-tiba, terdengar suara yang sangat keras dan membuatku terkejut.
Penculik itu terlihat marah saat dia menempelkan ponsel ke telinganya.

“—Cukup! Kalau kau terus mengulur-ngulur waktu, aku akan memukul wajah
putrimu!” dengan mata yang merah, pria itu berteriak. Sesaat matanya
menatap gadis itu.

“...Jangan mengatakan hal lain yang mungkin memprovokasi para penculik


seperti yang sebelumnya kau lakukan,” kataku saat melihat gadis itu.

Gadis itu memang memiliki nyali yang besar, tapi mungkin itu hanya karena
aku tidak melihat sifat aslinya. Karenanya, aku mengucapkan kalimat
layaknya kepuasan diri.

“Jangan khawatir. Jika ada sesuatu yang gawat tejadi, aku bisa menjadi
perisai untukmu.”
Meskipun aku memiliki masa depan yang gelap, setidaknya, aku dapat
membantu seseorang.

Merasakan sedikit lega, Gadis itu membuka mulutnya.

“...Kenapa kau sampai mau melakukan itu?”

“Entahlah.”

Aku tidak perlu repot-repot menceritakan tentang diriku padanya. Aku


tersenyum selembut mungkin terhadap gadis yang penasaran itu.

“...Aku tertarik padamu.” kata gadis itu. “Gimana bilangnya..., bersamamu


rasanya sangat nyaman. Dan lagi, baumu seperti kasur setelah dikeringkan.”

Bukannya itu justru bau kuman-kuman yang mati. Itu bukan ungkapan yang
senang kudengar...

“Kau tahu, aku punya banyak sekali orang yang mengasuhku, tapi..., sikap
mereka semua sangat tegang.”

“....”

“Tapi, kau bersikap begitu santai kepadaku, yang membuatku bisa merasa
nyaman saat bersamamu. Aku senang.”

Gadis itu tersenyum padaku, dan membuatku terpesona untuk sesaat. Tapi,
satu-satunya alasanku merasa nyaman dengan itu adalah karena aku tidak
begitu memahaminya. Atau jika aku memiliki masa depan, aku mungkin akan
lebih terpesona. Tapi sayangnya, aku dalam keadaan di mana aku bahkan
tidak bisa mencari nafkah untuk hari esok. Sekalipun aku dibenci oleh wanita,
tidak akan ada kerugian yang ‘kan kualami. Dia ini adalah tipe orang yang tak
terkalahkan yang menjadi masalah sosial akhir-akhir ini.

“Kau, siapa namamu?”

“...Itsuki Nishinari.”
“Begitu ya. Namaku Hinako Konohana.” Gadis itu berkata dengan biasa saja.
“Mulai sekarang, kau akan menjadi—”

Tepat saat gadis itu hendak mengatakan sesuatu. Sesuatu yang tampak seperti
kaleng kecil terlempar terlempar melalui jendela pecah dari pabrik yang
dintinggalkan. Kaleng itu mengeluarkan suara dentingan, dan saat berikutnya,
asap putih menyembur keluar.

“Terobos!!”

Aku mendengar suara keras dari lantai pertama pabrik itu. Pada saat yang
sama, dentuman langkah kaki yang tak terhitung jumlahnya bisa terdengar
dari mana-mana.

“S-sial!? Aku tidak bisa melihat apapun!!”

“Sejak kapan mereka sampai sedekat ini—arggg!?”

Entah dari mana, sekelompok pria yang tampak seperti polisi muncul dan
dengan cepat mengamankan kedua penculik itu. Para pria itu kemudian
dengan cepat mendekatiku dan gadis itu,

“Jangan bergerak!!”

“...Eh?”

Para pria itu jelas memusuhiku.

“T-tunggu dulu! Aku adalah korban disi—“

“Bacot! Diam di tempatmu!”

“Whoa!?”

Kepalaku ditekan dengan keras dan aku terlempar ke lantai. Saat ini, baik
tangan dan kakiku sama-sama terikat. Jadi sekalipun mereka tidak
melakukan kekerasan padaku, aku tidak akan bisa memberikan perlawanan.

“Shizune-sama! Kami telah mengamankan pelaku yang ketiga!”


“Setauku pelakunya ada dua orang..., Aku ingin tahu, apakah informasi tim
pengintai salah...”

Saar tabir asap telah hilang, seorang wanita muncul dengan suara langkah
kaki biasa. Wanita itu memiliki rambut hitam yang dia uraikan hingga ke
pinggangnya. Dia berpakaian hitam dan putih yang berenda, dimana orang-
orang biasa menyebutnya sebagai seragam pelayan.

“Ojou-sama, apa anda baik-baik saja?”

“Mmh.”

Pelayan itu mendekati gadis itu, dan kemudian melepaskan borgol dan
belenggunya. Terlepas dari semua kebisingan itu, gadis itu tampak tidak
terusik. Dia menguap seolah dia akhirnya terbangun dari tidurnya barusan.

“Maafkan aku atas keterlambatan menyelamatkan anda. Tapi..., aku ‘kan


sudah memberitahu ini pada anda sebelumnya. Saat anda pergi keluar, anda
harus menghubungi kami terlebih dahulu.”

“Malas, itu merepotkan.”

“Dan akibat dari kemalasanmu itu, inilah yang terjadi. Ya ampun...” Pelayan
itu menghela nafas.

“Shizune. Orang ini bukan salah satu dari para penculik.”

“...Begitukah?”

Saat gadis itu menunjuk ke arahku, mata pelayan itu sedikit membelalak.
Kemudian, pengekanganku dilepaskan dengan perlahan.

“Aduh, duh, duh...”

“Maafkan aku. Kupikir kau juga adalah pelaku dalam kasus ini.”

“Jelas-jelas aku ditahan tadi, tentunya aku bukan termasuk pelaku...”


“Dalam beberapa kasus, kelompok kriminal mungkin cekcok dan bubar. Hal
seperti ini sering terjadi dalam kejahatan jangka panjang seperti penculikan.”

Itu..., memang benar. Aku menutup mulutku, tidak bisa membantahnya.

“Nah sekarang. Ayo serahkan sisanya pada mereka, dan kita akan pulang. Kau
juga, silakan ikut dengan kami.”

Rupanya, mereka akan menunjukkan jalan keluar dari tempat ini. Aku
mengangguk dalam diam. Tapi, gadis itu tidak beranjak dan menatapku
dengan tatapan acuh tak acuh di matanya.

“Hei, Shizune.” Mengatakan itu, gadis itu menunjuk ke arahku. “Aku


menginginkan orang ini.”

“Dimengerti. Aku akan mengaturnya secepat mungkin.” Pelayan itu dengan


hormat menundukkan kepalanya.

“......Eh?”

Apa yang dia maksud dengan ‘mengaturnya’?


Bab 4
Percakapan di Dalam Mobil

“Kalau sudah sampai bangunin aku ya.”

“Dimengerti.”

Setelah diantar ke dalam mobil hitam, gadis itu langsung tertidur.

Gadis itu langsung pergi ke kursi belakang, kemudian aku, dan akhirnya si
pelayan yang menutup pintu saat dia masuk.

Aku mengencangkan sabuk pengaman gadis yang tertidur lelap itu, kemudian
mengencangkan sabuk pengamanku juga. Tiba-tiba, aku merasakan tatapan
tertuju kearahku. Saat aku menoleh, aku menemukan pelayan itu menatapku.
Dia kemudian bergumam dengan suara kecil, “Begitu ya, jadi itu sebabnya
anda menyukainya,” dan memasang sabuk pengamannya. Mobil pun mulai
melaju.

“E-Erm..., aku mau dibawa kemana?”

“Kau akan segeara tahu saat kita sampai.”

Tepat setelah pelayan itu menjawab, aku mendengar suara sesuatu yang
bergetar.

Pelayan itu mengeluarkan ponsel cerdasnya dari sakunya dan


menempelkannya ke telinganya. Setelah beberapa menit berbicara, pelayan
itu kembali meletakkan ponselnya di sakunya.

“Penyelidkan mengenai latar belakangmu telah selesai dilakukan.”

“...Eh?”

Terhadap si pelayan yang mengatakan itu tanpa basa-basi terlebih dahulu,


mataku membelalak.

“Itsuki Nishinari, usia 16 tahun, tengah menempuh pendidikan di SMA


Ryugu. Kau tidak memiliki saudara kandung, dan kedua orang tuamu masih
hidup... Mempertimbangkan situasi keluargamu yang miskin, kau patut dipuji
untuk dapat memperoleh sendiri biaya yang digunakan untuk bersekolah.
Tapi tiga hari yang lalu, orang tuamu melarikan diri pada malam hari, dan
membawa semua uang dari rumah, alhasil, kau sekarang berada dalam situasi
yang kritis.”

“...B-bagaimana kau bisa mengetahuinya?”

“Jangan remehkan jaringan informasi keluarga Konohana. Kalau cuman


begini sama sekali tidak bisa disebut prestasi,” kata pelayan itu dengan acuh
tak acuh. “Ngomong-ngomong, besok kau harusnya menjadi siwa kelas 2
SMA, tapi... kau tidak bisa lagi bersekolah di SMA itu.”

“...Eh?”

“Uang SPP-mu masih belum lunas. Dan sepertinya sudah sedari awal orang
tuamu berencana untuk melarikan diri dari rumah. Dan juga, tampaknya
biaya sekolah yang kau peroleh dengan setiap hari bekerja sambilan telah
diambil oleh mereka.”

“T-tidak mungkin...”

“Sepertinya kau juga masih belum membayar biaya sewa apartemen dan
tagihan lain-lain. Ini artinya, rumah itu sebentar lagi tidak akan bisa kau
tinggali.”

Apa keadaan rumah kami memang sampai seburuk itu...?

“Untuk itu, kami punya saran untukmu,” kata pelayan itu kepadaku yang
tertekan. “Apa kau mau bekerja untuk Ojou-sama itu?”

“....Apa?” Saran itu sangat tidak terduga sampai-sampai aku hanya bisa
memiringkan kepalaku. “Erm, aku tidak yakin kalau aku mengerti apa yang
barusan kau katakan.”

“Kalau begitu, izinkan aku menjelaskannya kepadamu secara berurutan.”

Pelayan itu membuka mulutnya, bertingkah seolah sedang memilih kata-


katanya.
“Apa kau mengetahui Grup Konohana?”

“Iya, aku tahu...”

“Yah, wajar saja. Lagipula kau memiliki rekening di Bank Konohana, jadi kau
pasti mengetahuinya.”

Dia benar. Gaji dari pekerjaan sambilanku dikirimkan ke dalam rekening yang
kubuat di Bank Konohana. Penyeldikan mengenai latar belakangku yang
barusan mereka lakukan mungkin didasarkan pada informasi yang terdafatar
di akun tersebut.

“Grup Konohana adalah konglomerat terkenal yang tidak hanya mencakup


bank kota, tapi juga perusahaan perdagangan umum besar, industri berat,
pengembang real estat, dan perusahaan asuransi non-jiwa. Total asetnya
sekitar 300 triliun yen. Pengaruhnya tidak hanya meluas di dalam negeri, tapi
juga di luar negeri.”

Pelayan itu menjelaskannya tanpa ragu-ragu.

“Lalu, orang yang tidur di sampingmu itu adalah putri dari Grup Konohana,
Hinako Konohana. Aku adalah salah satu pelayan yang melayani Ojou-sama
itu.”

Rupanya, gadis yang tidur di sampingku ini adalah wanita muda yang luar
biasa. Yah, aku memang sudah punya gagasan kalau dia bukan orang biasa,
tapi aku tidak menyangkan dia tidak hanya merupakan Ojou-sama yang
dihormati di kota ini, melainkan sampai di seluruh negara ini.

Lantas, bagaimana bisa aku naik mobil dengan orang yang seperti itu?

“Apa yang kusaranakan kepadamu adalah jenis pekerjaan yang mirip dengan
pekerjaanku.”

“Maksudmu..., aku menjadi..., pelayan?”

“Kau akan menjadi pelayan laki-laki*, bukan pelayan.”


[Catatan Penerjemah: Dalam raw-nya, Itsuki mengatakan ‘Maid’, tapi karena
dia adalah laki-laki, maka seharusnya ‘Shitsuji’.]

Oh, ya, dia benar. Aku hanya kebingungan karena aku terlibat dalam
percakapan yang skalanya terlalu besar.

“Secara teknis, kau sebenarnya bukan pelayan, tapi ini pekerjaan yang serupa
dengan itu. Aku ingin kau mengasuh Ojou-sama itu mulai sekarang. Apa kau
setuju dengan ini?”

“Sekalipun kau bertanya setuju atau tidak..., di tempat pertama, apa kau yakin
ini tidak apa-apa? Habisnya, aku ini hanya seorang pelajar...”

Tidak..., aku bahkan bukan lagi seorang pelajar. Jadi sekarang, aku hanyalah
seorang anak kecil yang tidak punya tempat lain untuk di tujui. Aku tidak
yakin apakah ada gunanya keluarga terkenal yang diketahui semua orang di
Jepang untuk menerimaku bekerja pada mereka.

“Normalnya, kau harus menjalani pelatihan yang tepat untuk bisa


mendapatkan pekerjaan ini, tapi..., karena ini adalah keinginan Oujou-sama,
ini adalah kasus khusus. Dia sepertinya sangat menyukaimu.”

Pelayan itu kemudian melihat gadis yang sedang tidur di sampingku. Dia
meneteskan air liur dengan ekspresi santai.

“Nnn... mm~”

“O-Oi..., jangan terlalu melekat padaku.”

Gadis itu berbalik dan memeluk tubuhku. Aku bisa mencium aroma manis
aneh dari rambut panjang dan lembut gadis itu. Anehnya, aku merasa malu
dan mengalihkan pandanganku dari gadis itu, dan pelayan itu memelototiku
dengan tajam dari sudut matanya.

“Ngomong-ngomong, kalau kau sampai melakukan sesuatu yang tidak


bermoral kepada Ojou-sama—aku akan langsung memotong itumu.”

“...I-Itu?”
“Maksudku adalah bagian yang baru saja kau bayangkan.”

Kau tidak boleh melakukan itu. Aku akan menjadi maid* nantinya.

[Catatan Penerjemah: Seperti yang gua bilang di atas, pelayan laki-laki adalah
Shitsuji. Kalau itu-nya dipotong, maka Itsuki akan menjadi tanpa itu, yang
artinya dia menjadi Maid.]
“Aku akan memintamu mendiskusikan persyaratan mendetail dengan
majikanku.” Kata pelayan itu, sambil melihat pemandangan yang ada di luar.

Setelah percakapan terputus, mobil berhenti.

“Ojou-sama, kita sudah sampai.”

“......Mmm.”

Gadis yang menempel di sisi kanan tubuhku bangun dengan lesu. Pintu mobil
terbuka secara otomatis dan kami keluar. Di depan kami, berdiri sebuah
rumah besar, yang merupakan yang terbesar yang pernah kulihat.

“Tempat ini...”

“Ini adalah vila keluarga Konohana. Sekarang kau akan bertemu dengan
Ayahnya Ojou-sama.”

Lebih dari bertemu dengan Ayah Ojou-sama itu, aku benar-benar tercengang
melihat bahwa rumah di depanku ini adalah sebuah vila.

Kalau ini adalah vila..., apa itu berarti rumahku adalah rumah anjing atau
toilet?
Bab 5
Selamat Datang di Keluarga Konohana (1)

“Selamat datang kembali, Ojou-sama.”

Saat kami mendekati pintu masuk mansion itu, para pelayan laki-laki dan
perempuan yang berbaris di kedua sisi menundukkan kepala mereka secara
serempak. Di depan, setidaknya ada selusin pelayan, dan Ojou-sama yang
dimaksud menguap ringan, dan kemudian, “Ya.” Menjawab seperti itu.

Seperti biasanya, Ojou-sama itu begitu terpaku denga kiprahnya. Namun,


semua pelayan ini sudah terbiasa dengan ini dan terus menundukkan kepala
tanpa menunjukkan reaksi tertentu.

Gerbang yang begitu khidmat terbuka dan aku melangkah ke dalam mansion.
Bagian dalamnnya, yang terlihat layaknya hotel mewah, memenuhi
penglihatanku. Karpet merahnya terbentang lurus, dan ada banyak sekali
perabotan mewah. Tapi tidak seperti hotel, ini adalah mansion tempat tinggal
orang, jadi suasananya lebih tenang kenadati glamor, tapi meski begitu, ada
begitu banyak emas yang tidak ada di rumah orang biasa.

“Wow...”

“Kenapa kau bereaksi seperti itu?”

“T-tidak, erm..., dunia yang kita naungi sangat berbeda sampai-sampai


membuatku jadi merinding.”

“Harap terbiasalah. Saat kau mulai bekerja untuk Ojou-sama, kau akan
melihat pemandangan ini setiap hari, bukan?”

Aku belum memutuskan apakah aku akan bekerja atau tidak, tapi aku sudah
memiliki sedikit kepercayaan diri. Jika aku tinggal di sini terlalu lama, aku
akan kehilangan semua akal sehatku.

“Ojou-sama, apa rencana anda untuk sisa hari ini?”

“Tidur.” Gadis itu langsung menjawab.


“Dimengerti. Kalau begitu, karena aku harus membimbing Nishinari-sama,
jadi aku akan mengirim seseorang untuk menggantikanku.”

Pelayan itu melihat ke pelayan lain yang sedang menunggu di dekat dinding.
Tapi gadis itu mengerutkan keningnya saat mendengar kata-kata pelayan itu,
dan berkata, “Udah ah, aku tidak jadi mau tidur.”

“Anda tidak jadi mau tidur?”

“Ya..., aku ingin bersama dengan Itsuki.” Kata gadis itu, sambil menarik
lengan bajuku.

Entah kenapa, aku merasa seperti aku punya adik perempuan, saat aku
memikirkan itu, mata pelayan di sampingku terbuka lebar.
“Tidak mungkin..., Aku tidak percaya Ojou-sama akan menunda waktu
tidurnya...!?”

Aku penasaran, apakah itu memang sangat mengejutkan.

Kupikir dia hanya terjaga secara normal karena dia telah tidur saaat masih di
culik dan dalam perjalanan di mobil...

Si pelayan, yang sudah tenang, melanjutkan bimbingannya. Setelah menaiki


tangga besar, pelayan itu mengetuk pintu ruangan yang terletak di ujung
koridor.

“Permisi.”

Pelayan itu membuka pintu. Di sisi lain pintu, ada sebuah ruangan besar
dengan seorang pria sedang berdiri di tengahnya.

“Pasti kaulah Itsuki Nishinari-kun itu.” kata pria itu saat melihatku.

“Aku Kagen Konohana, Ayahnya Hinako dan ketua dari Grup Konohana.”

Pria itu—Kagen-san—berdiri dan menyapaku.

Dia memiliki wajah yang terlihat awet muda, tapi dia mengenakan setelan
yang berkualitas tinggi dan penuh keeleganan.
“Meskipun aku adalah ketua, tapi aku hanya bertanggung jawab atas satu
perusahaan di dalam grup. Ini bukanlah posisi yang terlalu tinggi.”

“Maaf, tapi kepala keluarga berikutnya seharusnya tidak boleh terlalu


merendahkan diri seperti tiu.”

“Haha, jangan terlalu marah gitulah, Shizune. Itu kan cuman candaan biasa.
Kalau kau memasang aura mencekam seperti, Itsuki akan menjadi
terintimidasi.” kata Kagen-san sambil tersenyum.

Namun tiba-tiba, pandanganya matanya menjadi tajam.

“...Begitu ya. Memang benar, Hinako tampaknya tertarik denganmu.”

Kagen-san memandang gadis yang berdiri diagonal di belakangku—Hinako-


san. Sebelum aku menyadarinya, wajah Hinako-san tertunduk saat tangannya
memegang lengan bajuku, dan entah kenapa, dia terus mengangguk-
anggukkan kepalanya—

“Dia, tidur sambil berdiri...!?”

Memangnya kau ini seorang salaryman yang ada di kereta untuk berangkat
kerja apa?
Ah... dia ngiler lagi.

“Itsuki-kun, kudengar kau baru saja terlibat dalam penculikan putriku..., Apa
ada sesuatu yang terjadi pada kalian selama rentang waktu itu...? Aku belum
pernah melihat putriku begitu menyayangi seseorang yang dia temui untuk
pertama kalinya...”

“Ti-tidak, aku tidak melakukan sesuatu yang istimewa.”

“Begitu ya. Yah, Hinako itu hidup berdasarkan perasaannya, jadi aku yakin
kalau dia berada di gelombang yang sama denganmu.”

“Gelombang...?”

Aku tidak berpikir kalau ini adalah masalah yang bisa diselesaikan hanya
dengan satu kata: gelombang...
Bahkan aku sendiri tidak tahu mengapa dia sampai begitu terikat padaku
seperti ini.

“Selain itu, Hinako selalu menginginkan seorang pengasuh yang dapat


membuatnya merasa nyaman. Tapi, posisiku membuatku jadi sulit untuk
memberinya orang seperti itu. Karenanya, dia tidak ingin melepaskanmu,
yang dia temui secara kebetulan.”

Begitu ya, kurang lebih aku bisa memhaminya. Bagaimanapun juga, dia
sendiri yang bilang bahwa dia menginginkan pengasuh yang santai karena
semua pengasuhnya sangat tegang.

“Nah sekarang. Sebelum aku menjelaskan tentang pekerjaanmu sebagai


pengurus, kau harus mengenal Hinako dulu.., Shizune.”

“Iya.”

Pelayan yang menunggu di belakang ruangan menanggapinya, dan kemudian


mengoperasikan proyektor yang dipasang di sisi kiri ruangan. Lampu di
ruangan itu kemudian mejadi redup, dan di dinding yang berwarna putih
muncul suatu video.

“Seperti inilah rupa Ojou-sama saat dia menghabiskan waktunya di akademi.”

Di video itu, aku melihat seorang gadis yang sedang tidur di belakangku—
Hinako-san. Tempat dari video itu..., mungkin adalah lorong akademi.
Sebagai sekolah yang bergengsi, pintu dan jendela ruang kelas didekorasi
dengan sangat apik.

[Selamat pagi, Konohana-san.]

[Semoga harimu menyenangkan.]

Hinako menanggapi sapaan teman sekolahnya dengan senyum manis.

Hmm,...? Perasaan aneh apa ini?

Adegan berubah, dan sekarang kami melihat video yang direkam di ruang
kelas.
[Baiklah, untuk soal ini..., Konohana-san, apa kau bisa menjawabnya?]

[Iya.]

Hinako berdiri dengan tenang saat dia ditunjuk untuk mengerjakan soal.
Mempertahankan postur tubuh yang tegak, dia berjalan ke papan tulis dan
tanpa henti, menuliskan jawaban dari soal tersebut dengan kapur.

Dia memancarkan aura kejeniusan, dan siswa-siswi di sekitarnya menatapnya


dengan kagum.

Adegan berubah lagi. Itu adalah ruang kelas yang sama, tapi dari cahaya yang
tampak keoranyean, mungkin itu saat sepulang sekolah. Di sana, seorang
siswi sedang berbicara dengan Hinako-san yang sedang duduk di dekat
jendela.

[K-Konohana-san! Kami mau mengadakan pesta teh di taman. Kalau kau


tidak keberatan..., maukah kau ikut bergabung dengan kami?]

[Jika kalian juga tidak keberatan, dengan senang hati aku akan ikut
bergabung.]

[T-terima kasih banyak! Aku sudah menyiapkan kue yang enak untukmu loh,
Konohana-san!]

[Fufu, kau tidak perlu terlalu gugup saat bersamaku.]

Pipi gadis itu merona terhadap Hinako-san yang tersenyum.

Video pun berakhir, dan lampu di ruangan menjadi terang lagi.

Nah, sekarang biarkan aku mengungkapkan pikiranku dengan jujur.

“SIAPA DIA...?”

“Dia adalah Hinako-sama.”

“Mustahil...”
Gadis yang ada di dalam video itu adalah Ojou-sama yang sangat mulia, polos,
cantik, dan anggun. Itu tidak terlihat seperti gadis yang telah tertidur di
belakangku sejak beberapa waktu yang lalu, sambil menganggukkan
kepalanya—tapi, yang di video itu memang persis seperti dia.

“Hinako, dia itu bisa berperan sebagai Ojou-sama yang sempurna sat di depan
umum.”

“...Di depan umum?”

“Benar. Sebaliknya, jika dia sedang tidak di depan umum...”

Kagen-san menatap si pelayan. Dan pelayan itu mengangguk tanpa suara,


kemudian mengganti videonya.

Adegan itu di ruang kelas. Namun, tidak ada seorang pun di sekitar. Hanya
ada dua orang dalam video itu, yakni Hinako-san dan seorang siswi yang
berseragam sama sepertinya.

[O-Ojou-sama. Pelajaran berikutnya akan segera dimulai...]

[Aku capek. Aku mau tidur.]

Hinako-san mengatakan itu dengan malas, dan kemudian merebahkan diri di


mejanya. Adegan berubah, dan kali ini lokasinya ada di lorong.

[O-Ojou-sama! Pelajaran selanjutnya adalah Penjaskes, jadi cepatlah dan


ganti pakaian anda...]

[Gantiin.]

Adegan kemudian beralih ke halaman sekolah kali ini.

[Ojou-sama!? Baru saja, aku menerima panggilan dari kepala keluarga yang
mengatakan kalau kartu kredit anda telah disalahgunakan―!?]

[Mungkin aku menjatuhkannya.]

[Apa, kenapa anda tidak memberitahuku itu sebelumnya—]


Video itu terputus tepat sebelum siswi itu berteriak.

Yang terakhir itu...

“Inilah Hinako yang asli.” kata Kagen-san, dengan ekspresi rumit di wajahnya.
Bab 6
Selemata Datang di Keluarga Konohana (2)

Rupanya, gadis bernama Hinako Konohana ini memiliki perbedaan yang


begitu besar dalam citra publik dan pribadinya.

Meski dari sisi pribadi, aku lebih akrab dengan Hinako yang seperti itu,
karena sejak awal, memang begitulah bagaimana dia bertindak saat di lokasi
penculikan. Tapi meski begitu, aku baru mengenalnya sekitar tiga jam.

“Erm, siswi lain yang ada di dalam video itu, apa dia seorang pelayan atau
semacamnya?”

“Dia adalah mantan pengurusnya Hinako. Baru-aru ini, dia merasakan rasa
sakit yang hebat di perutnya akibat stres, dan setelah dirawat di rumah sakit,
dia mengatakan kalau dia ingin mengundurkan diri menjadi pengurusnya.”

“......Uwa.”

Itu sungguh cerita yang mengerikan untuk didengar.

Tapi, barusan dia bilang mantan pengurus, kan? Jadi maksudnya, aku harus
menjadi korban berikutnya gitu?

“Singkatnya, Hinako dapat memainkan peran sebagai Ojou-sama yang


sempurna di depan umum, tapi di luar itu, dia akan menjadi sosok yang tidak
berguna seperti sekarang. Ada perbedaan yang begitu besar antra dua citra
ini. Dia membutuhkan pendamping yang bisa menangani keduanya.”

“Jadi maksudmu..., seorang pengurusnya.”

“Begitulah.” Kagen-san menganggukkan kepalanya.

“Peran pengurus adalah untuk melindungi citra publik Hinako sebagai Ojou-
sama yang sempurna. Dengan kata lain, untuk mendukungnya dari balik layar
sehingga sifat aslinya tidak terungkap. Bagaimana menurutmu..., apa kau
akan menerima pekerjaan ini? Selain itu, ini adalah permintaan dari Hinako
sendiri, aku akan sanga berterima kasih jika kau bisa menjadi orang yang
mengurusnya.”
Aku memikirkan pertanyaan itu sebelum menjawabnya.

“Kalian menyelamatkanku dari penculikan, dan mungkin terkesan tidak tahu


malu bagiku untuk mengatakan ini saat aku berhutang banyak pada kalian,
tapi..., apa aku akan di gaji?”

“Tentu saja. Kau akan mendapatkan tempat tinggal, dengan tiga kali makan
dalam sehari. Selain itu, aku juga akan membayarmu di atas itu.”

Itu—itu kesepakatan yang sangat bagus.

Inilah artinya menjadi kue beras di atas rak. Karena aku hampir tidak memliki
tempat untuk ditinggali, ini adalah kesepatakan yang sungguh baik bagiku.
Sebaliknya, aku yakin kalau dia mempertimbangkan situasiku saat dia
membuat penawaran ini. Aku sangat berterimakasih.

“Mengenai gajimu..., bagaimana dengan dua puluh ribu yen per harinya?”

“D-Dua puluh ribu!?”

Terhadap keterkejutkanku, mata Kagen-san membelalak.

“Oh, apa segitu masih belum cukup? Yah, kupikir aku tidak dapat memberimu
gaji yang sama dengan pelayan atau pelayan profesional.., Kalau begitu,
bagaimana dengan lima puluh ribu yen per harinya?“

“Justru sebaliknya! Jumlah itu terlalu banyak!”

Aku tidak menyangka kalau jumlahnya akan naik.

“Kalau begitu, aku akan mempekerjakanmu dengan bayaran yang kau minta.
Berapa banyak yang kau inginkan?”

‘Bayaran yang kumau’. Ini adalah pertama kalinya aku mendengar kalimat itu
di dunia nyata.

“Jika itu gaji harian, Delapan ribu yen saja sudah cukup.”
Bahkan jika kau adalah seorang pekerja sementara, itu saja sudah lebih dari
cukup untuk mendapatkan 8.000 yen. Kupikir aku menyebutkan harga pasar
umum, tapi..., untuk beberapa alasan, Kagen-san mengerutkan alisnya.

“Itsuki-kun. Tanggung jawab menjadi seorang pengurus jauh lebih serius


daripada apa yang kau pikirkan.” kata Kagen-san, dengan ekspresi misterius
di wajahnya.

“Asal kau tahu, belakangan ini kinerja Grup Konohana semakin lesu. Banyak
di antaranya disebabkan oleh ekonomi, tapi banyak juga karena perselisihan
antar faksi dalam grup dan konflik dengan pesaing. Karenanya, segala
sesuatunya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tentu saja, itu masih belum
cukup untuk membuat kami bangkrut, tapi bukan berarti itu adalah sesuatu
yang bisa kami abaiakan begitu saja. Untuk itu..., sangatlah penting untuk
mengetahui siapa yang akan dinikahi oleh putriku.”

“Apa yang kau maksud adalah pernikahan?”

Kagen-san mengangguk dan menatap Hinako yang sedang tidur di


belakangku.

“Alasan Hinako berperan sebagai Ojou-sama yang sempurna di depan umum


adalah untuk menemukan pengantin pria yang baik. Di akademi, pesta dan
tempat lain di mana dia berinteraksi dengan orang-orang sebagai putri dari
keluarga Konohana, dia akan selalu memastikan untuk terus berakting seperti
itu... Pengurus adalah bantuan untuk itu, dengan kata lain, peran serius dalam
melindungi label keluarga Konohana.”

Saat aku mendengarkan penjelasan itu, aku kembali berpikir. Kami benar-
benar hidup di dunia yang berbeda. Bahkan sampai saat ini, aku tidak pernah
memikirkan perihal pernikahan atau label dalam hidupku.

“Kupikir seharusnya aku menjelaskannya padamu lebih dulu. Aku tidak


bermaksud kasar..., tapi ini adalah pertama kalinya aku mempekerjakan orang
biasa. Karenanya, kurasa aku tidak memberikan penjelasan yang cukup baik.”
kata Kagen-san, dengan ekspresi minta maaf di wajahnya.

“Jadi, berapa banyak kau ingin dibayar?”


Aku menelan sudah saat ditusuk oleh tatapan tajam dari Kagen-san.
Untunglah aku telah diingatkan dengan sangat hati-hati, sehingga aku dapat
memahami tujuan dari pertanyaan dan jawaban ini dengan tepat.

Tekadku sedang dipertanyakan.


Kagen-san bertanya ‘Berapa bayaran yang kuinginkan?’. Jika aku menjual diri
dengan harga yang murah, dia akan memandangku dengan kekecewaan
seperti sebelumnya. Tapi, jika aku meminta bayatan yang di luar
kemampuanku, Aku akan ditertawakan karena menjadi tidak masuk akal.
Pada akhirnya, jawaban yang kupilih adalah—

“...Kalau begitu, 20.000 yen.”

“Fumu..., bayaran normalnya, ya. Yah, oke. Kalau begitu aku berharap kau
bisa bekerja keras untuk itu.”

Dengan itu, Kagen-san mengeluarkan dokumen dari laci mejanya. Sambil


mengisi sesuatu di formulir, dia kemudian kembali membuka mulutnya.

“Aku ingin agar besok kau sudah mulai bekerja.”

“Mulai besok!?”

“Sebelumnya kau sudah melihat video itu, kan? Tanpa seseorang yang
mengurusnya, bahkan di dalam rumah pun Hinako bisa tersesat. Kami
membutuhkan seseorang untuk mendukung Hinako secepat mungkin.”

Bukannya aku akan terkejut jika aku tersesat di rumah ini, apalagi dengan
ukurannya yang sangat besar, tapi...

“Itsuki-kun. Berapa ukuran pakaianmu. M”“

“Ah, iya..., apa kau juga akan memberikanku pakaian untuk bekerja?“

“Ini lebih seperti seragam kerja. Mulai sekarang, kau akan menghadiri
Akademi Kekaisaran.”

“...Hah!?”
Kupikir itu adalah sesuatu seperti seragam pelayan atau semacamnya, tapi
aku justru menerima jawaban yang sama sekali tidak kubayangkan. Akademi
Kekaisaran. Itu adalah sekolah bergensi yang dihadiri oelh Hinako-san.

“Bagaimanapun juga, Hinako akan pergi bersekolah. Dan tentu saja,


pengurusnya akan pergi bersamanya.”

“Tidak, tapi ‘kan, Akademi Kekaisaran adalah sekolah yang sangat bergengsi.
Aku tidak berpikir kalau aku akan cocok jika aku bersekolah di sana...”

“Pokoknya, kau harus beradaptasi. Itu merupakan bagian dari pekerjaanmu.


Selain itu, tampaknya kau mendapatkan nilai yang bagus di sekolahmu
sebelumnya, jadi bukan berarti kau itu buruk dalam masalah belajar, kan?”

Untuk dapat meningkatkan kesempatanku memasuki perguruan tinggi, aku


melalui pembelajaranku dengan serius, tapi meki begitu..., itu tidak pada
tingkat yang sama dengan sekolah bergengsi.

Apa aku akan baik-baik saja...?


Belajar, olahraga, etiket, keterampilan komunikasi, dll. Kecemasanku tidak
ada habisnya.

“Karena pelayan tidak diizinkan untuk memasuki akademi, kau akan


menghadiri akademi sebagai siswa biasa. Untuk itu, statusmu akan dibuat
sebagai afiliasi dari Grup Konohana, tapi untuk menghindari masalah, kau
akan ditetapkan sebagai pewaris anak perusahaan, dan bukan garis keturunan
langsung. Di masa depan nanti kau bercita-cita menjadi CEO, tapi kau juga
merupakan siswa yang akrab dengan kehidupan orang biasa.”

“Itu tidak normal untuk menjadi pewaris, tapi...”

“Di Akademi Kekaisran, itu adalah hal yang normal,” kata Kagen-san dengan
singkat.

Tapi bagiku, akademi itu sendiri sudah tidak normal.

“Perusahaanmu adalah bagian dari Grup Konohana. Karenanya, kau tidak


bisa mengangkat kepalamu terhadap Hinako... Itulah semua jenis cerita yang
akan menghilangkan kecurigaan padamu.”
Jadi begitu ya. Tentunya, peranku akan kurang jelas jika aku memiliki status
itu. Aku melihat ke arah gadis yang tidur di belakangku. Dia meneteskan air
liurnya lagi, jadi aku mengangkat dagunya dan menutup mulutnya. Aku dan
dia mungkin akan berteman untuk waktu yang lama. Memikirkan itu,
membuatku merasa lebih dekat dengannya.

“Ngomong-ngomong, kalau sampai kau berbuat macam-macam pada


putriku—”

Menyadari bahwa Kagen-san sedang menatapku, aku meluruskan postur


tubuhku.

“M-Memotong itu-ku, kan?”

“Memotong? Hahaha! Tidak mungkin aku akan melakukan itu!” Kagen-san


tertawa terbahak-bahak. “Aku hanya akan membunuhmu.”

“Hiiii!?”

Itu terlalu simpel dan justru menakutkan.

“Baiklah, aku akan mengandalkanmu mulai besok.”

Saat Kagen-san mengatakan ini, pelayan yang sejak tadi menunggu di


belakang perlahan membuka pintu ruangan. Hinako yang sudah tertidur
bangun dan mengusap matanya. Kemudian, tepat sebelum aku akan keluar
dari ruangan bersamanya.

“Oh, satu hal lagi—aku sudah melakukan penyeldikan tentang keluargamu,”

Saat aku berbalik, Kagen-san mengatakan itu dengan ekspresi serius di


wajahnya.

“Putri dari keluarga Miyakojima juga terdaftar di Akademi Kekaisaran. Aku


yakin kalau tidak ada konflik antara dirimu secara pribadi dan keluarga itu,
tapi untuk berjaga-jaga..., Aku ingin kau menahan diri untuk tidak melakukan
kontak yang tidak perlu.”

“...Iya.”
Begitu ya.., jadi dia juga menghadiri akademi itu. Yah, kurasa dia mungkin
tidak mengingatku. Jadi tidak mungkin kontak itu akan terjadi.
Bab 7
Tinggal di Mansion

“Kalau dipikir-pikir, aku masih belum memperkenalkan diriku. Aku adalah


pelayannya Ojou-sama, Shizune Tsurumi.” kata pelayan itu sambil berjalan
menyusuri koridor mansion.

“Aku berencana untuk memberikan berbagai bimbingan kepadamu Itsuki-


san, yang mulai sekarang akan menjadi pengurusnya Ojou-sama. Karenanya,
mari saling mengenal satu sama lain.”

“Iya.”

“Status Itsuki-san akan dibuat menjadi pewaris dari perusahaan menengah,


tapi selama kau berada di mansion ini, kau adalah seorang pengurus. Untuk
alasan itu, tolong ubahlah cara bicaramu saat memanggil Ojou-sama di
mansion ini.”

“...Aku mengerti. Hinako-sama..., seperti itu, kan?”

Shizune-san mengangguk.

“Sebaliknya, saat di luar mansion, kau akan bersatus sebagai teman sekolah
Ojou-sama, jadi akan lebih baik jika memanggilnya dengan [san].”

Saat aku menghadiri akademi, aku akan memanggil Hinako-sama menjadi


Hinako-san. Kami juga harus menjaga jarak sebaik mungkin.

Aku menganggukkan kepalaku terhadap kondisi itu.

“Ini akan menjadi kamarmu. Itsuki-san,” kata Shizune-san, sambil membuka


pintu kamar.

Kamar tersebut berukuran sekitar tujuh tikar tatami dan hanya dilengkapi
dengan ranjang serta meja belajar. Mungkin ini adalah kamar pelayan. Aku
dibuat kewalahan dengan ukuran mansion tersebut, jadi aku merasa lega di
dalam hatiku saat mendapatkan ruangan ini. Aku bisa dengan mudah terbiasa
dengan ini.
“Kalau ada perabotan yang kau butuhkan, kita bisa memesannya nanti. Yang
jelas, mulai sekarang kau bisa tinggal di kamar ini.”

“Iya.”

Aku diberitahu bahwa mereka akan menerima pesanan, tapi sebagai


pendatang baru, tidak mungkin aku bisa tiba-tiba meminta segala macam hal.

Aku akan memikirkannya ketika setidaknya aku bisa bekerja seperti orang
normal.

“Nuh-uh.”

Pada saat itu, gadis itu mengeluarkan suara aneh dan menyelam ke atas
ranjang di dalam kamar.

“Um..., Hinako-sama. Itu ‘kan ranjangku.”

“Ranjangnya pengurus..., adalah ranjangku...”

Dengan ekspresi lucu dan bahagia di wajahnya, Hinako membenamkan


wajahnya di atas kasur.

“...Apa boeh buat. Ayo biarkan Ojou-sama tidur di sini sebentar.” kata
Shizune-san sambil mendesah. “Itsuki-san. Mulai besok kau akan menghadiri
Akademi Kekaisaran sebagai siswa pindahan. Tapi sebelum itu, ada beberapa
hal yang perlu kau pelajari...”

Aku mengangguk terhadap kata-kata Shizune-san.

“Ini tentang pekerjaanku sebagai pengurus, kan?”

“Itu benar, tapi masih ada lagi.” Shizune-san menjelaskan, “Akademi


Kekaisaran adalah sekolah bergengsi yang menarik anak-anak orang kaya dan
berkuasa. Semua pelajarannya memiliki level yang tinggi, jadi itu bukanlah
sesuatu dimana seseorang yang telah menjalani kehidupan normal tiba-tiba
dapat mengikutinya. Karenanya, mulai sekarang sampai makan malam, aku
akan memintamu mempelajari beberapa materi.”
“...Apa levelnya benar-benar setinggi itu?”

“Iya. Selain itu, karena mulai kedepannya kau akan bekerja dengan Ojou-
sama, nilaimu harus setara dengan nilainya. Setidaknya, kau harus memiliki
kemampuan akademis yang tidak akan mendapat masalah jika kau ditunjuk
untuk mengerjakan soal di dalam kelas.”

“...Aku tidak begitu percaya diri tentang ini.”

“Asal tahu saja, ini bukan hanya perihal akademis. Tapi juga tentang etiket,
perilaku, dan bela diri.”

“Bela diri?”

“Untuk berjaga-jaga saja kok.”

Yang membuatku terkejut, Shizune-san mengatakanya dengan tenang,

“Oh, mungkingkah kau takut?”

“Tidak..., begini-begini aku juga telah melakukan banyak pekerjaan fisik


dalam hidupku. Aku memiliki cukup kepercayaan diri dengan kekuatan fisik
yang kumiliki.”

“Begitukah. Kalau begitu, mari kita lihat apa yang bisa kau lakukan setelah
kau menyelesaikan persiapanmu.”

Aku tersenyum kecut pada Shizune-san, yang memberitahuku begitu tanpa


ragu-ragu. Mempertimbangkan kepribadian Shizune-san, jauh lebih baik jika
aku mengambil inisiatif sekarang. Tentunya, dia adalah atasanku sebagai
pengurus, tapi..., dia mungkin akan memberiku pendidikan Spartan
selamanya kalau aku tidak cukup baik. Untuk menghindari itu, aku ingin dia
tahu sejak awal bahwa aku juga ahli dalam sesuatu.

Aku akan mencoba untuk mereka yang menjalani kehidupan elegan di rumah
mewah, jadi jangan meremehkan siswa yang kesulitan―

---
“Aku sudah mencapai batasku. Maaf. Rasanya aku akan mati.”

Malamnya, aku berlutut menghadap Shizune-san di dojo di salah satu sudut


mansion.

“Yah baiklah, ayo kita akhiri pelajaran hari ini. “

Setelah menyelesaikan serangkaian pelajaran mengenai etiket dan akademis,


aku merasa sangat kelelahan sampai-sampai aku rasanya mau pingsan.
Pelajaran bela diri sangat membebani pikiran dan tubuhku. Aku tidak
menyangkan kalau dia akan memperlakukanku seperti anak kecil. Dalam
pikiranku, kuputuskan untuk menyebut Shizune-san sebagai maid seni bela
diri.

“Untuk informasi lebih lanjut mengenai pekerjaanmu sebagai pengurus,


silakan merujuk ke manual ini.”

“...Ini tebal sekali.”

“Aku akan memberimu rundown verbal sebelum makan malam, tapi jika ada
sesuatu yang kau tidak kau mengerti, kau bisa mengandalkan manual itu atau
bertanya padaku,” kata Shizune-san saat aku menerima manual tebal itu.

“Um..., di kamarku, Hinako-sama masih tidur.”

“Saat dia berada di mansion, biasanya yang dilakukan Ojou-sama adalah


tidur. Jadi tolong biarkan dia seperti itu.”

“Tidak, tapi aku ingin segera tidur...”

“Kau bisa tidur di koridor. Nanti aku akan menyiapkan tikar untuk kau pakai.”

“......”

“Cuman bercanda kok. Harap tunggu saja sampai Ojou-sama kembali ke


kamarnya.”

“......Iya.”
“Baiklah, aku permisi dulu. Kalau kau ada membutuhkan sesuatu, telpon saja
aku.”

Dengan itu, Shizune-san meninggalkan dojo.

Setelah memberitahukan tekadku untuk menjadi pengurus, aku menerima


ponsel cerdas yang diberikan kepada pelayan keluarga Konohana. Nomornya
Shizune-san juga ada di daftar kontakku, tapi..., sebisa mungkin aku tidak
ingin menelponnya.

“...Mungkin menjadi pengurus adalah pekerjaan yang biasanya membutuhkan


orang dengan spesifikasi tinggi untuk melakukannya,” aku bergumam pada
diriku sendiri saat aku meninggalkan dojo dan menuju ke kamarku.

Kudengar pelajaran dari Shizune-san akan diadakan setiap hari. Kalau aku
memang akan terus melakukannya, mungkin hanya dalam beberapa bulan
aku bisa menjadi orang yang sempurna dalam bidang akademis dan seni bela.
Entah aku menjadi seperti itu..., atau justru aku akan kehilangan akal sehatku.

Kemudian, aku kembali ke kamarku dan beristirahat. Setelah meletakkan


manual di atas meja, aku berbalik dan melihat gadis itu masih tertidur di
ranjangku.

“Mmm......, ehehehe...”

Rupanya, Hinako-sama ini suka sekali tidur. Saat dia diculik pun dia masih
sempat-sempatnya pergi tidur, dan kalau sudah seperti ini, katanya dia
biasanya akan tidur nyenyak sampai pagi.

Sambil menghela napas, aku duduk di kursi yang disediakan di mejaku. Hari
aku benar-benar lelah, dan aku ingin tidur lebih awal juga. Tapi, dengan
Hinako-sama menempatai ranjangku, aku tidak tahu harus berbuat apa...

“Oh iya. Di saat-saat seperti inilah manual itu kubutuhkan.”

Aku pun membalik halaman manual.

“Errm, nah, ini dia. Hal-hal yang harus diperhatikan saat Ojou-sama sedang
tidur, edisi mansion. Saat di mansion, Ojou-sama menghabiskan sebagian
besar waktunya untuk tidur. Kalau kau sampai membangunkan Ojou-sama
yang sedang tidur dengan nyenyak, dia akan menjadi rewel, jadi pastikan
untuk membimbingnya ke kamarnya sebelum menidurkannya....... Lah, sudah
terlambat ini mah...!”

Aku sih tahu dimana letak kamarnya Hinako-sama, tapi apakah tidak apa-apa
jika aku membawanya ke sana tanpa izin? Saat aku mencoba mencari tahu
tentang itu di manual, ponselku tiba-tiba bergetar... Sepertinya aku menerima
pesan.

Yuri: Besok mau gak pergi ke sekolah bareng-bareng?


Saat aku melihat pesan yang ditampilkna di layar, aku tidak bisa menahan diri
untuk tidak mencicit.

“Sial, aku lupa menjelaskannya.”

Ponselku yang lama mengatas namakan nama orang tuaku, jadi aku harus
menyinkronkan dataku ke ponsel baru yang diberikan kepadaku. Karenanya,
pesan dari kenalan sebelumnya juga diterima di ponsel ini.

Bagaimana aku harus menjelaskan masalah ini? Saat aku bertanya-tanya


seperti itu, pesan-pesan lain mulai berdatangan seperti hujan di bulan Mei.
Yuri: Kalau kau tidak mau sih tidak apa-apa! Aku bisa kok pergi dengan
teman-temanku yang lain!
Yuri: Hei?
Yuri: Jangan abaikan aku...
Bukannya aku mau mengabaikannya. Tapi karena akut tidak bisa menemukan
jawaban untuk masalahku, kuputuskan untuk jujur saja padanya.

Itsuki: Karena beberapa situasi, aku tidak bisa lagi bersekolah di SMA itu.
Yuri: Apa?
Aku segera menerima balasan.

Yuri: Boleh tidak aku meneleponmu?


Itsuki: Maaf, hari ini aku lelah banget, lain kali saja.
Sejujurnya, aku bahkan tidak bisa lagi untuk berpikir.

Kalau sekarang aku memikirkan hal-hal lain, aku khawatir kalau aku akan
kehilangan semua konten persiapan yang Shizune-san masukkan ke dalam
kepalaku.
Brrt
Ponselku bergetar. Astaga, padahal sudah kubilang lain kali saja, tapi..., tidak.
Aku tidak bisa mengangkatnya.

Setelah membiarkannya terus seperti itu selama beberapa saat, ada pesan
yang dikirim lagi.

Yuri: Kenapa kau tidak mengangkatnya?


Yuri: Hei.
Yuri: Hei??
“—Hei.”

“Whoa!?”

Tiba-tiba, aku melompat saat mendengar seseorang memanggilku dari


belakang. Aku berbalik, dan mendapati Hinako-sama sedang berdiri di sana,
matanya menyipit mengantuk.

“Oh, anda sudah bangun...”

“Siapa yang menelponmu?”

“Eh? Ah..., erm, dia adalah teman masa kecilku yang satu SMA denganku...”

“...Hmm.”

Hinako-sama memberiku senyum ragu-ragu dan kemudian meraih ponselku.


Aku bertanya-tanya, apakah dia mau menelusuri sesuatu di Internet. Saat aku
berpikir begitu, aku menyerahkan ponselku kepadanya.

“...Ini disita.”

“Eh.”

Hinako-sama merangkak ke kasur dengan ponselku di tangannya.

“Dengan begini suasananya jadi damai...”

“Damai...? Um, bisakah anda mengembalikan ponselku?”


“Tidak,” kata Hinako-sama, sambil membalikkan punggungnya padaku.
“...Aku tidak suka dengan cara bicaramu itu.”

“Apa maksud anda?”

Cara bicara... Oh, apa yang dia maksud adalah sebutan kehormatan?

“Kembalikan cara bicaramu seperti yang sebelumnya.”

“Tidak, tapi...”

“Kalau kau tidak mau mengembalikannnya, kau dipecat.”

Itu terlalu arogan...,

“...Apa ini tidak apa-apa?”

“Mm.”

“Tapi Shizune-san menyuruhku untuk mengubah cara bicaraku...”

“Besok, aku akan memberi tahu Shizune perihal ini.”

Jika demikian, tidak ada masalah..., mungkin?

Yah, aku hanya perlu menanyakannya langsung pada Shizune-san besok.

“Itsuki.”

“...Ada apa?”

“Mulai besok, mohon bantuannya,” kata Hinako dengan senyum lembut di


wajahnya.

Untuk sesaat, aku terpesona olehnya yang seperti itu, dan beberapa saat
kemudian, aku menjawabnya.

“...Ya.”
Mungkin dia puas dengan jawabanku, Hinako-sama kembali terjun ke atas
ranjang―

“Oh, hei! Tunggu! Kalau kau mau tidur, setidaknya kembalilah ke kamarmu!”

Ojou-sama sudah tertidur. Astaga, dia sungguh orang yang bebal.


Bab 8
Akademi Kekaisaran

Hinako-sama yang tertidur di kamarku akhirnya dibawa pergi oleh Shizune-


san ke kamarnya. Karena ponselku yang dia sita ditempatkan di sakunya, jadi
aku mengambilnya dengan santai.

Besoknya. Aku mengenakan seragam Akademi Kekaisaran yang berwarna


hitam dan keluar dari mansion.

Sebuah mobil hitam diparkir di depan gerbang, dan didepanya adalah adalah
sosok Hinako-sama.

“Aku mau pulang.”

“Kalau anda mengatakan itu dalam delapan jam dari sekarang, aku akan
setuju.”

“Mu~u...”

Shizune-san menenangkan Hinako-sama, yang bertingkah manja seperti


biasanya.

“Itsuki-sama, silahkan lewat sini.” kata Shizune-san saat dia menatapku.

Nah, mulai sekarang, aku adalah pewaris dari perusahaan menengah.


Shizune-san merujuk namaku menggunakan ‘sama’, dan aku menyadari
bahwa identitas resmiku telah diubah.

“Baiklah, Itsuki-sama. Anda mau duduk di kursi yang mana?”

Saat aku hendak masuk ke dalam mobil, Shizune-san menanyakan itu padaku.

Mungkin ini adalah ulasan dari..., pelajaran etiket yang kuambil tempo hari.

“...Kursi belakang-depan.”
“Benar. Kalau ada supirnya, orang yang memiliki posisi yang lebih tinggi akan
duduk di kursi paling belakang, kursi belakang-tengah, kursi belakang-depan,
dan kursi depan, intinya dalam urutan seperti itu.”

“Kalau yang mengemudikan mobil adalah orang yang setara, maka kursi
depan akan menjadi kursi tertinggi, kan?”

“Benar sekali. Anda telah belajar dengan baik. “

Yah, lagian aku sudah diberi pendidikan Spartan yang tak terbayangkan...

“Normalnya, itu akan menjadi tugas dari pengurus untuk membimbing Ojou-
sama ke dalam mobil seperti ini, tapi kupikir aku akan membiarkan Itsuki-
sama melakukan pekerjaan itu secara bertahap. Sekarang..., silakan masuk ke
dalam mobil.”

Hinako-sama masuk ke mobil, kemudian aku masuk ke kursi belakang.


Sedangkan Shizune-san, dia duduk di kursi depan.

“Ngan~tuk...”

Lah, waktu tidurmu ‘kan sudah banyak sekali.

Aku berhasil menahan diri untuk tidak mengucapkan kata-kata kasar seperti
itu dari tenggorokanku. Mobil pun mulai melaju dengan perlahan.

“Karena kalian berdua seharusnya tinggal di rumah yang terpisah, kami akan
mengantar kalian sampai di jarak yang tidak terlalu jauh dari akademi.”

“Jadi hanya kami berdua yang berjalan menuju sekolah? Tapi, jika kami
melakukan itu, kami mungkin akan diculik seperti kemarin—”

“Jangan khawatir. Aku akan selalu berada di sekitaran perimeter untuk


melindungi kalian. Kasus kemarin itu terjadi karena Ojou-sama keluar tanpa
memberi tahu kami... Anda, sebagai pengurusnya, bertanggung jawab untuk
dapat mencegah situasi seperti itu terjadi.”

“Aku mengerti...”
Ini adalah hari pertama aku bekerja. Sebagai pengurus, aku akan
mengawasinya dengan seksama.

“Ngomong-ngomong, aku sekelas dengan Hinako......-sama, kan?”

“Tentu saja. Sebagai pengurusnya, anda akan beraktivitas dengan Ojou-sama


setiap saat.”

Sepertinya aku dan Hinako-sama akan menjadi teman sekelas.

“Itsuki..., kok cara bicaramu begitu?”

“Ugh.”

Jadi dia mendegarkan pembicaraan kami ya...,

Namun, aku merasa tidak nyaman untuk memanggil Hinako-sama dengan


cara bicara normal di depan Shizune-san. Saat aku membuat ekspresi pahit,
Hinako-sama berkata pada Shizune-san.

“Shizune. Kembalikan cara bicaranya Itsuki.”

“Tapi, Ojou-sama. Itu tidak akan menjadi contoh yang baik bagi yang
lainnya.”

“Kalau begitu..., hanya jika ada kami dan Shizune di sekitar.”

“...Dimengerti.” dengan enggan, Shizune-san menurutinya.

“Bukankah itu bagus, Itsuki..., sekarang kau bisa berbicara secara normal
denganku.”

“Aku tidak begitu senang tentang itu...”

Tatapannya Shizune-san benar-benar menyakitkan.


Faktanya, aku sama sekali tidak keberatan menggunakan sebutan
kehormatan. Aku telah menghabiskan hampir seluruh hidupku untuk bekerja
sambilan, jadi aku sudah terbiasa memiliki hubungan hierarki.

“Untuk menghindari mengungkapkan identitasmu, Itsuki-sama, mohon


gunakan sebutan kehormatan saat di akademi. Menjadi pewaris dari
perusahaan menengah adalah status yang agak rendah di Akademi
Kekaisaran, jadi akan lebih baik untuk menghindari konflik yang tidak perlu.”

“Aku mengerti.”

Aku adalah pewaris perusahaan menengah dan masih berstatus rendah.


Tentunya, tanpa disuruhpun aku pasti akan berbicara dengan hormat.
Mungkin, semua siswa yang menghadiri akademi itu memiliki latar belakang
yang lebih mulia dariku.

“Ahhh..., akademinya sudah dekat...” kata Hinako, terlihat sangat malas.

“Itsuki...”

“Apa?”

“Peluk aku.”

Mobil itu bergetar hebat.

Apa yang Ojou-sama ini bicarakan secara tiba-tiba?

Lihat, bahkan si sopir juga ikutan kaget.

“Ojou-sama. Itu, yah, bukankah itu adalah tindakan yang tidak pantas untuk
dilakukan.”

“Kau tahu, Itsuki..., dia punya bau yang sangat harum.”

“...B-begitukah?” Shizune-san memutar matanya.

“Ermm, Itsuki-sama. Bolehkah aku mengendusmu untuk referensi di masa


mendatang?”
“Tidak..., kupikir bauku sama sekali tidak sedap. Jadi tolong jangan lakukan
itu.”

“...Aku akan melakukannya.” Saat dia mengatakan itu, Hinako mendekatkan


hidungnya ke lengan bajuku.

Untuk berjaga-jaga, aku mencoba mengendus diriku sendiri... Tidak, aku tidak
mencium bau apapun. Kalau aku harus mengatakannya, yang kucium adalah
bau deterjen yang digunakan di rumah kelaurga Konohana.

“Um, Hinako-san. Bagaimanapun juga aku adakah laki-laki, jadi kau tidak
bisa begitu terlalu dekat denganku...”

“Cara bicaramu.”

“...Hinako.”

“N~T~A~P~S...”

Hadeeeh..., kayaknya tidak peduli apapun yang kukatakan, itu akan sia-sia.

Aku menghela nafas, dan Shizune-san menghela nafas lebih dalam.

“Ojou-sama. Sudah waktunya...”

“...Mm.”

Sekitar tiga puluh menit kemudian, kami sampai di tempat tujuan kami.

Di gang yang sepi dan tidak berpenghuni, aku dan Hinako diturunkan. Tidak
ada orang di sekitar, tapi..., sepertinya ada banyak penjaga dari keluarga
Konohana yang mengintai.

“Itsuki-sama. Terima ini.” mengatakan itu, Shizune-san memberiku tas hitam


yang isinya tidak bisa dilihat.

“Apa ini...?”
“Jika Ojou-sama tidak mau dengar-dengaran, tolong gunakan ini.”

Aku hanya memberikan jawaban yang samar-samar, “Hah” sebagai tanggapan


atas instruksi yang kurang kumengerti maksudnya.

Tas itu ringan, dan saat aku mencoba memasukkannya ke dalam tasku, aku
mendengar suara gemerisik dari sesuatu yang berderak.

“Baiklah, semoga hari kalian menyenangkan.”

Shizune-san berterima kasih padaku dengan hormat, dan aku juga berterima
kasih padanya dengan ringan, kemudian, kami mulai berjalan menuju
sekolah.

“...Aku mau pulang.”

“Yakin nih kau tidak berakting?”

“Belum ada orang lain yang melihatku..., jadi aku bisa santai.”

Rupanya Hinako dibekali dengan kemampuan merasakan tatapan mata


orang.

Yah, orangnya sendiri sih bilang begitu, tapi sebagai pengurusnya, aku harus
melindungi penampilannya sebagai Ojou-sama. Aku menuju sekolah, sambil
melihat sekeliling dengan hati-hati.

“...Besar sekali.”

Mau tak mau aku bergumam pada diriku sendiri saat aku berdiri di depan
gedung sekolah yang sudah seperti mansion itu.

Salah satu sekolah paling bergengsi di Jepang, Akademi Kekaisaran. Namanya


mungkin terdengar agak sinting, tapi sebenarnya ini adalah institusi
pendidikan yang sangat bagus.

Dengan sedikit ragu-ragu, aku melangkah maju. Di sebelahku—

“Konohana-san, selamat pagi.”


“Selamat pagi.”

Seorang gadis yang rambut kuningnya berkibar tertiup angin dengan patuh
menanggapi sapaan para siswa di jalan.

“Hari ini Konohana-san juga terlihat sangat cantik.”

“Iya. Auranya sangat anggun...”

Aku bisa mendengar suara-suara seperti itu datang dari mana-mana.

Aku mengintip wajah Hinako yang sudah mulai berakting sebelum aku
menyadarinya. Dia terlihat sangat berbeda dari sebelumnya. Aku tidak
percaya bahwa gadis dengan perilaku cerdas dan sopan di sampingku ini
adalah orang yang sama dengan gadis yang ngiler di kamarku tadi malam.

“Ada apa, Nishinari-kun?”

“Whoa.”

Hinako menatap wajahku dengan prihatin.

Aku tercengang, kemudian buru-buru menahan mulutku dan


memberitahunya tidak ada apa-apa.

Saat kami memasuki gedung sekolah, kami pergi ke ruang guru terlebih
dahulu.

Untungnya, aku dan Hinako seumuran. Jadi kami bisa berada di kelas yang
sama tanpa harus berbohong tentang umurku. Selanjutnya, Shizune-san akan
membantu kami agar bisa ditempatkan di kelas yang sama.

“Aku sudah menunggumu. Kau yang bernama Itsuki Nishinari itu, kan?”

Saat aku memasuki ruang guru, aku didekati oleh seorang guru perempuan.

“Namaku Misono Fukushima. Aku adalah wali kelas di Kelas 2A, kelas dimana
Itsuki-kun ditempatkan. Senang bertemu denganmu.”
“Senang bertemu denganmu juga.”

Aku menundukkan kepalaku dengan ringan.

Fukushima-sensei melihat ke arah Hinako, yang berdiri di sampingku.

“Apa kau kenal dengan Konohana-san?”

“Aah, itu...”

Aku tidak bisa langsung berbohong, jadi aku tergagap. Kemudian Hinako,
yang berdiri di sampingku, membuka mulutnya.

“Keluargaku dan keluarga Nishinari-kun sangat dekat, jadi kami sudah lama
saling kenal. Karena itu, aku memutuskan untuk mengajaknya berkeliling
akademi.”

“Oh, begitu toh.”

Guru itu diyakinkan oleh Hinako yang menjelaskan dengan nada sopan.

“Nishinari-kun, memiliki Konohana-san sebagai pembimbingmu itu cukup


mewah loh.”

“Haha..., kurasa begitu.”

Sensei, apa kau tahu?

Gadis ini kemungkinan besar akan tersesat di akademi saat dia sendirian.
Bab 9
Rumor Siswa Pindahan

“Hari ini akan ada siswa pindahan yang bergabung dengan kalian.”

Fukushima-sensei, yang memasuki ruang kelas terlebih dahulu,


mengumumkan begitu.

Kemudian aku memasuki kelas, dan menyapa semua orang dari depan papan
tulis.

“Aku Itsuki Nishinari. Senang bertemu dengan kalian.”

Tidak ada tepuk tangan atau sapaan balik, namun penampilan dan ekspresi
yang ditunjukkan para siswa sangat ramah. Di SMA-ku sebelumnya, kami
tidak pernah memiliki siswa pindahan, dan jika ada, itu pasti akan terasa
menyenangkan, tapi siswa-siswi di kelas ini tampaknya tidak seperti itu...,
entah bagaimana, suasana yang dewasa dan toleran tercipta di ruang kelas ini.

“Nishinari-kun, kau bisa menggunakan kursi kosong yang di sana. Anak-


anak..., aku bisa mengerti kalau kalian penasaran dengan siswa pindahan, tapi
pertama kita akan memulai pelajaran. Tolong tetap berkonsentrasi,” kata guru
yang berdiri di podium dan melihat sekeliling kelas.

Aku duduk di belakang, baris kedua dari jendela, dan dengan cepat
mengeluarkan buku teks dari tasku.

Pelajaran pertama adalah Matematika.

“Baiklah, ayo kita mulai pelajarannya. Kali ini, kita akan belajar tentang
integrasi dengan metode substitusi.”

Di SMA-ku sebelumnya, kupikir kau baru akan mempelajari sesuatu seperti


kalkulus substitusi pada akhir-akhir kau berada di kelas 3... Tapi di Akademi
Kekaisaran, tampaknya itu akan dipelajari saat musim semi di Kelas 2.

---
“—Itu saja untuk pelajaran kali ini. Anak-anak, jangan lupa untuk kembali
mengulasnya.” ucap Fukushima-sensei begitu bel berdering.

Setelah mengucapkan terima kasih, siswa-siswi segera bersiap untuk istirahat.

“...Aku harus berterima kasih pada Shizune-san.”

Aku berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan, tapi..., kontennnya masih


terlalu sulit. Meskipun pelajaran pertama baru saja berakhir, aku merasa
seolah-olah aku telah belajar sepanjang hari.

Nah—bagaimana kondisinya Ojou-sama? Mengingat tugasku sebagai


pengurusnya, aku memeriksa kondisi Hinako.

“Konohana-san. Ada sesuatu yang tidak kumengerti di pelajaran barusan...”

“Kalau kau tidak keberatan, aku akan dengan senang hati membantumu.”

Saar dia berada di depan umum, Hinako mengenakan kulit Ojou-sama yang
sempurna. Sejauh ini, tidak ada tanda-tanda kalau kulit itu terkelupas.

“Halo, anak baru!”

Dari samping, sebuah suara dengan tiba-tiba memanggilku. Saat aku


menoleh, di sana ada seorang siswa laki-laki yang cukup besar.

“Padahal kau ini cuman anak baru, tapi sombong sekali kau sampai tidak
memiliki niatan untuk menyapaku. Ayo, beri aku penghormatan.”

“...Eh.”

Pendekatan macam apa itu? Aku bahkan tidak tahu apakah dia lagi bercanda
atau serius..., Saat aku kebingungan, seorang siswi pendek dengan cepat
mendekat dari belakang siswa itu.

“Hei!

“Aduh!?”
Jitakan tangan gadis itu mendarat di atas kepala siswa itu.

“Kau menakut-nakuti Nishinari-kun!”

“M-Maaf, barusan aku cuman bercanda kok.” Kata siswa itu sambil
menundukkan kepalanya.

“Namamu Itsuki Nishinari, kan? Aku Katsuya Taisho.”

“Aku Karen Asahi. Senang bertemu denganmu~”

Saat mereka menyebut nama mereka, aku berkata, “Haa.” Tampaknya upeti
yang baru saja siswa itu sebutkan hanyalah candaan.

“Nishinari, kau kesulitan untuk mengikuti pelajaran sebelumnya, kan?”

“......Bagaimana kau bisa tahu?”

“Hahaha! Jangan khawatirkan itu. Setiap siswa pindahan pasti akan


mengalami hal yang seperti itu.”

“Setiap siswa pindahan? Apa ada orang lain selain aku yang juga siswa
pindahan?”

“Tentu. Mereka mungkin tidak dipindahkan pada saat yang sama, tapi
perpindahan itu sendiri bukanlah hal yang aneh. Siswa-siswi yang menghadiri
akademi ini terkadang terlambat masuk sekolah karena alasan keluarga, dan
sebaliknya terkadang ada juga yang lulus lebih awal. Kau yang baru saat ini
dipindahkan pasti karena alasan keluarga, kan?”

“Yah, kurang lebih begitu.”

Tampaknya para siswa menyadari fakta bahwa sekolah ini unik.

“Cuman, aku belum pernah mendengar nama keluarga Nishinari. Apa


pekerjaan keluargamu?”

“Keluargaku menjalankan perusahaan IT. Yah, tapi itu tidak terlalu besar...”
Mengingat pengaturan cerita yang Shizune-san buatkan untukku, aku
menjawab pertanyaan Asahi-san. Keluargaku memiliki perusahaan IT
menengah, dan aku adalah pewaris perusahaan tersebut.

Saat Asahi-san dan Taisho-san mendengar jawabanku, mereka saling


memandang dan mengangguk.

“Karena di pelajaran sebelumnya kau terlihat seperti mengalami kesulitan,


jadi aku hanya menduga ini..., Nishinari-kun, kau telah hidup lebih seperti
orang biasa, kan?”

“...Begitulah,” aku menegaskan kepada Asahi-san, yang tersenyum


menggodaku.

“Kau tahu, yang namanya siswa pindahan itu memiliki dua pola. Pertama
adalah seseorang yang telah belajar dengan baik di sekolah lain untuk lebih
meningkatkan keterampilannya. Dan yang kedua adalah orang yang tidak
banyak belajar, tapi karena alasan keluarga, mereka terpaksa menghadiri
akademi ini. Dalam kasus pertama, sebagian besar siswa berasal dari keluarga
yang relatif kaya, sedangkan dalam kasus terakhir, kebanyakan dari mereka
berasal dari masyarakat biasa.”

“Tapi, bagi mereka yang menghabiskan seluruh hidupnya bersekolah di


sekolah biasa, akan sulit untuk tiba-tiba mengikuti kurikulum sekolah ini,
kan? Karenanya, para siswa yang berada dalam situasi yang sama berkumpul
untuk saling mendukung. Aku dan Asahi adalah siswa yang lebih seperti orang
biasa. Aku yakin kami dapat membantumu Nishinari.”

“Jadi begitu...”

Setelah mendengar penjelasan dari mereka, aku menganggukkan kepalaku.

Singkatnya, sebagai sesama orang biasa, mereka bermaksud untuk


mengajariku yang merupakan siswa baru tentang berbagai hal. Seperti yang
bisa diharapkan dari siswa-siswi Akademi Kekaisaran..., mereka sangat baik
hati.

“Terima kasih banyak. Aku sangat menghargainya.”

“Gak usah menggunakan bahasa yang formal. Kita ‘kan teman sekelas.”
“Karena alasana keluarga, aku harus berbicara seperti ini.”

“Oh, yah, apa boleh buat... Lagian itu adalah cerita yang umum.”

Dalam hatiku, aku sudah memanggilnya Taisho.

Aku diberi tempat tinggal di mansion, makan tiga kali sehari, dan dibayar
20.000 yen sehari. Untuk itu, aku akan memainkan peran pewaris.

“Ngomong-ngomong, aku mau nanya nih, Nishinari,” kata Taisho, dengan


ekspresi penasaran di wajahnya.

“Kau——Hubungan macam apa yang kau miliki dengan Konohana-san?”

Mendengar pertanyaan itu. Aku merasa seolah-olah udara yang ada di dalam
kelas membeku dengan suara yang menusuk.

Ada apa...?
Barusan, untuk sesaat, aku melihat pemandangan di mana aku baru saja
dipenggal.

“Tadi pagi kalian pergi sekolah bersama-sama, kan?”

“Y-Yah..., orang tuaku dengan orang tuanya Konohana-san memiliki


hubungan, jadi kami sudah saling mengenal sejak lama. Karenanya, aku
memintanya untuk membimbingku berkeliling akademi.”

Aku akan menggunakan alasan yang Hinako gunakan untuk menanggapi guru
pagi ini.

Saat itu, ada ketegangan misterius di udara.

“Apakah itu benar-benar semuanya?”

“Ya, cuman itu saja...”

“Itu tidak seperti kalian bertunangan atau semacamnya, kan?”

“Bertunangan...? Tidak, sama sekali tidak.”


Bagiku yang merupakan orang biasa, keberadaan yang disebut tunangan
adalah sesuatu seperti urban legend.

Saat aku mengangkat bahu, Taisho menggigil dan tersenyum lebar.

“Astaga, kau sangat membuatku takut, tahu!!”

“Whoa!?” aku mengerang saat dia menepuk pundakku.

Aku jadi bingung terhadap Taisho yang tiba-tiba menjadi sangat ramah. Dan
pada saat yang sama, aku bisa merasakan bahwa ketegangan yang kurasakan
sebelumnya telah menjadi lebih rileks, dan teman-teman sekelasku sekali lagi
mengobrol dengan damai.

“Yah, itu sungguh momen yang menegangkan.”

“Apa maksudmu Asahi-san...?”

“Begini..., Konohana-san itu orang yang sangat terkenal di akademi kita.


Bagaimanapun juga, dia adalah putri dari Grup Konohana, memiliki nilai
terbaik di akademi, dan memiliki penampilan yang cantik jelita.”

Ini sesuai dengan apa yang Shizune-san katakan padaku.

Aku mengangguk dan mendesaknya untuk melanjutkan ceritanya.

“Hanya saja, Konohana-san tidak pernah memiliki cerita romantis dengan


siapapun sebelumnya. Jadinya kupikir, dia memiliki seorang tunangan di luar
sekolah ini... Kemudian tadi pagi. Nishinari-kun datang ke sekolah bersama
dengan Konohana-san, ‘kan? Itu sebabnya, [Apa dia itu tunangannya
Konohana-san?] semua orang berpikir seperti itu.”

“...Semua orang?”

“Iya. Tapi sekarang kesalahpahaman tersebut telah diselesaiakan. Sekarang


kau pasti akan aman.” kata Asahi-san, sambil melirik teman-teman sekelas di
sekitarnya.

“Aku tidak tahu di akademi ini ada yang namanya tunangan.”


“Begitulah, aku sih tidak punya. Tapi jika itu adalah keluarga setingkat
keluarganya Konohana-san, wajar saja jika mereka memiliki tunangan.”

Kalau dipikir-pikir, pecakapan itu mengingatkanku bahwa aku belum pernah


mendengar apakah Hinako memiliki tunangan atau tidak. Yah, karena dia
sedang dalam proses mempertimbangkan siapa yang akan dia nikahi, kurasa
dia tidak punya. Tidak..., mungkin perihal memiliki tunangan
mengganggunya.

“Ngomong-ngomong, aku juga tidak memiliki tunangan. Di masa depan, kalau


kau bertemu dengan seorang gadis cantik, tolong perkenalkan aku padanya
ya, Nishinari.”

“Akan kuusahakan.” aku hanya tersenyum dan menjawabnya begitu.

Saat aku berbicara dengan Asahi-san dan Taisho, aku jadi merasa sedikit
santai. Pada awalanya, aku bertanya-tanya apa yang akan terjadi ketika aku
memutuskan untuk pindah ke Akademi Kekaisran. tapi... secara tidak terduga,
kurasa aku bisa melakukan segala sesuatunya dengan lebih baik dari yang
kupikirkan.
Bab 10
Istirahat Makan Siang

Tepat saat akademi memulai waktu istirahat makan siang.

“Nishinari, apa yang kau lakukan untuk makan siang ini?”

“Kalau kami mau pergi ke kantin...”

Saat aku menyimpan buku pelajaranku di tas, Taisho dan Asahi-san


mendekatiku.

“Maaf ya, aku punya sedikit urusan saat makan siang...”

“Urusan?”

Terhadap Taisho yang memiringkan kepalanya, aku menjelaskan.

“Saat istirahat makan siang, aku harus tetap berhubungan dengan orang
tuaku. Jadinya, aku akan makan siang dengan bekal yang kubawa.”

“Begitu ya..., Bukankah orang tuamu itu terlalu protektif, Nishinari?”

“Ya..., begitulah.”

Ini juga merupakan bagian dari pengaturan cerita yang dipikirkan oleh
Shizune-san. Saat aku pertama kali mendengar tentang ini, aku bertanya-
tanya, apakah mereka bisa tertipu karena alasan itu, tapi menilai dari ekspresi
wajah mereka, tampaknya ketakutanku sama sekali tidak berdasar. Aku yakin
kalau ada siswa lain di luar sana yang melakukan hal serupa.

“Kalau dipikir-pikir, rasanya Konohana-san juga sama seperti itu, kan? Dia
selalu pergi saat makan siang.”

“Ya..., rumor mengatakan kalau dia membantu bisnis keluarganya selama


waktu istirahat makan siangnya. Kudengar dia melakukan panggilan
konferensi atau semacamnya.”

Asahi-san dan Taisho sedang berdiskusi satu sama lain.


Saat aku mendengarkan percakapan mereka, aku melirik ke arah Hinako yang
duduk di depanku.

“Konohana-san. Kalau kau tidak keberatan, mau tidak pergi ke kantin


bersama kami?”

“Maaf, aku harus melakukan beberapa pekerjaan kantor saat makan siang...”

“O-Oh iya ya, tidak apa-apa kok. Maafkan aku.”

Setelah dengan sopan menolak ajakan dari teman sekelasnya, Hinako


mengeluarkan bekal makan siangnya dari tasnya dan meninggalkan kelas.
Melihat ini, aku juga menarik kursiku dan berdiri.

“Baiklah, sampai nanti.”

“Oke.”

“Kapanpun kau ingin pergi ke kantin, beri tahu saja aku, oke!”

Setelah berpisah dari mereka berdua, aku berjalan keluar kelas dan langsung
mencari Hinako. Dia sedang berjalan sendirian di koridor. Aku mengikutinya,
dan tentu saja, sambil menjaga jarak tertentu darinya.

Setiap kali dia berjalan di dekat ruang kelas, Hinako terus dipanggil berkali-
kali oleh siswa-siwi lain, tapi pada saat dia melewati koridor, tatapan dari
orang-orang di sekitarnya mulai berkurang. Tampaknya sebagian besar siswa
di Akademi Kekaisaran berada di kantin atau ruang kelas selama waktu
istirahat makan siang. Yah, setiap sekolah pasti akan sama seperti itu.

Aula siswa lama terletak di seberang taman. Bangunan itu tidak lagi
digunakan karena usianya dan beberapa faktor lainnya. Namun, mengingat
penampilan dari institut tersebut, pembersihan secara rutin terus dilakukan.

Aku menaiki tangga ke atap. Setelah memastikan bahwa tidak ada orang di
sekitarku, aku membuka pintu.

“Kerja bagus~” [Catatan Penerjemah: Otsukare~.]


Duduk di lantai, Hinako menyapaku dengan ekspresi santai.

“.....Kerja bagus.” [Catatan Penerjemah: Otsukaresamadesu.]

“Cara bicaramu.”

“Ya, ya.”

Sambil memberinya salam yang formal, aku duduk di sebelah Hinako.

“Kau selalu makan siang di sini, bukan?”

“Mm. Soalnya kalau di sini tidak ada orang lain.”

Sebagai pengurusnya, setiap saat aku harus berada di sisi Hinako. Sepertinya
mulai sekarang, setiap hari aku akan menghabiskan waktu istirahat makan
siangku di atap ini.

“Bagaimana akademinya...?”

“Sekolah yang bergengsi memang hebat. Kupikir kemarin aku telah


melakukan banyak sekali persiapan, tapi bahkan setelah melalui itu, aku
masih mengalami kesulitan saat mengikuti pembelajaran.”

“Lakukanlah yang terbaik... Kalau kau sampai mendapatkan nilai yang jelek,
kau mungkin akan diberhentikan sebagai pengurusku.”

“......Itu gawat.”

Aku diberi tempat tinggal, makan tiga kali sehari, dan dibayar 20.000 yen per
harinya. Terlebih lagi, aku entah bagaimana dapat menghadri sekolah. Kalau
aku tidak bertemu dengan Hinako, aku akan kehilangan rumah dan tidak bisa
menghadiri sekolah lagi. Mempertimbangkan hal ini, aku sekarang berada di
lingkungan yang sangat diberkati. Aku harus berusaha untuk tidak diusir dari
lingkungan ini.

“Ayo makan?”

“...Ya.”
Bersama Hinako, aku membuka tutup kotak bekal makan siangku. Bekal yang
disiapkan oleh pelayan keluarga Konohana sangat lezat dan dibuat dengan
bahan-bahan langka yang melimpah.

“Luar biasa..., aku belum pernah melihat bekal berkualitas tinggi seperti ini
sebelumnya.”

“Mm, tapi makanan yang ada di kantin jauh lebih mewah.”

“Begitukah..., terus kenapa kau tidak makan di kantin saja?”

“Rasanya menyebalkan kalau harus mengkhawatirkan mata orang-orang di


sekitarku.”

Jadi begitu ya. Kurasa dia tidak menyukai label selebriti.

“Selain itu..., dengan membawa bekal, aku bisa makan makanan favoritku.”

“Jadi ada makanan yang tidak kau sukai? Seperti, apa misalnya?”

“Wortel, paprika, kacang hijau, jamur shiitake, plum kering, tomat, labu...”

“Itu banyak sekali. Atau lebih tepatnya, kau hanya tidak menyukai sayuran.”

“Oh, jadi aku ketahuan, ya!” kata Hinako dengan senyum masam di wajahnya.

Dia benar-benar memiliki citra yang sangat berbeda dari saat dia berada di
kelas. Jika Taisho atau Asahi-san melihatnya yang seperti ini, mungkin
mereka akan sangat terkejut sampai jantung mereka seperti akan melompat
keluar dari dada mereka.

Mengulurkan sumpitnya ke kotak bekal makan siangnya, Hinako mulai


makan. Namun, makanan di antara sumpitnya tumpah dan berceceran.

“Kau menumpahkannya...”

“Mm?”
“Jangan cuman ‘Mm?’ aja...”

Aku mulai memahami pentingnya keberadaan seorang pengurus... Ini lebih


seperti mengasuh daripada mengurus. Entah bagaimana, Hinako mampu
berperilaku sempurna saat berada di depan orang lain, tapi saat dia sendirian,
dia tidak mampu melakukan banyak sekali hal. Kalau dipikir-pikir, aku ingat
bahkan ketika kami diculik, dia menumpahkan minuman dari botol air
mineral.

“Suapin.”

Sambil membuka mulutnya, Hinako mengulurkan kotak bekal makan


siangnya padaku. Nah, akan sayang sekali kalau isi bekalnya sampai tumpah
kemana-mana. Dan karena tidak ada orang lain di sekitar kami, yah...,
baiklah.

“...Nih, aaa.” aku mengambil lauk secara acak dan membawanya ke mulut
Hino.

“Mmm.....tidak buruk.” kata Hinako, terlihat puas. “Kenapa kau tidak makan
juga, Itsuki?”

“Kau benar.”

Atas saran Hinako, aku mengulurkan sumpitku ke kotak bekal makan


siangku. Untuk saat ini, aku memutuskan untuk mencoba telur gulung, yang
merupakan hidangan standar di kotak bekal makan siang.

“Nyam! Apa ini!? Enak sekali!”

Begitu aku menggerakkan sumpitku, aku jadi tidak bisa berhenti sampai
habis. Daging, ikan, salad, semuanya terasa sangat enak.

“Yang mana favoritmu?”

“Favoritku ya..., Semuanya terasa enak, tapi jika aku harus memilih satu,
maka itu adalah telur gulung yang kumakan di awal.”

“Kalau begitu, kuberikan ini padamu.”


“Eh?”

“Sebagai balasannya. Nah, aaa!”

Meletakkan telur gulung di antara sumpitnya, Hinako membawanya ke


mulutku. Aku merasa sedikit malu dan enggan saat dia melakukan ini padaku,
tapi di depanku, tidak ada tanda-tanda kalau Hinako merasa malu. Jadinya,
aku tidak punya pilihan selain membuka mulutku dan memakan terlur gulung
itu.

“...Apa rasanya enak?”

“Enak sih..., tapi apa kau yakin memberikannya padaku?”

“Tentu saja, lagian ‘kan aku adalah tuanmu. Jadi aku harus memberimu
makan.”

“Memberiku makan, ya...”

“Selain itu, kalau kau sampai meraasa bosan denganku, aku yang akan
bermasalah.”

Suaranya terdengar sedikit lebih serius dari biasanya. Mungkin itu hanya
imajinasiku, tapi aku tidak bisa mengabaikannya, dan tiba-tiba, aku bertanya
padanya.

“Ngomong-ngomong, sebelum aku menjadi pengurusmu, kau memiliki


pengurus lain, kan? Kenapa orang itu sampai berhenti?”

“Entahlah?” Hinako memiringkan lehernya.

Kagen-san bilang orang itu berhenti karena stres, tapi yang tidak kuketahui
adalah alasan orang itu menjadi stres.

“Berapa lama pengurus lamamu bekerja sebelum dia berhenti?”

“Mungkin, sekitaran dua minggu...”

“Eh.”
Itu jauh lebih singkat dari yang kukira.

“Yang sebelumnya lagi, kupikir sekitaran tiga minggu. Dan yang paling lama
ada satu bulan.”

“...Apa kau tahu kenapa mereka sampai berhenti begitu cepat...?”

“Entahlah.”

Sama seperti sebelumnya, Hinako memiringkan kepalanya.

Dia tidak terlihat seperti dia menyayangkan itu, tapi dia sepertinya tidak
peduli juga. Mungkin Hinako tidak terlalu peduli dengan pengurus yang
selama ini mengurusnya.

“Padahal kupikir tidak ada pekerjaan lain dengan kesepakan yang sebagus
ini.”

“...Kesepakatan yang bagus?”

“Ya. Karena ini adalah pekerjaan yang diberi tempat tinggal, maga tiga kali
sehari, dan diatas itu, dibayar dua puluh ribu yen per harinya. Tentu ini
banyak tekanannya, tapi ini adalah pekerjaan yang cukup bagus. Belajar di
akademi juga sangat sulit..., tapi itu tidaklah buruk kalau kau berpikir bahwa
dirimu akan menjadi orang yang berpendidikan...”

Di dunia ini, ada begitu banyak orang yang ingin belajar namun tidak bisa
melakukannya. Terutama aku, yang hampir menjadi salah satu dari mereka.
Bahkan saat di SMA-ku yang sebelumnya, aku bisa mendapatkan nilai yang
bagus karena aku merasakan krisis ini.

“Bagaimana denganku?”

“Eh...?”

“Dalan kesepakatan yang bagus itu..., bagaimana denganku?”

Aku tidak yakin aku mengerti pertanyaan itu.


“Apa maksudmu...?”

“Muu~.” Mengembungkan pipiya, Hinako menampilkan wajah yang tidak


puas.

“Menjadi penggali emas, apa kau tidak tertarik?”

“Tidak..., itu sedikit...”

Apa yang dia maksud adalah pernikahan sebagai penggali emas? Itu adalah
keinginan yang tidak layak bagiku sebelum bertanya apakah aku tertarik atau
tidak. Di tempat pertama, aku hanyalah seorang pengurus yang kebetulan
menarik perhatian Hinako, dan alasan aku berada di akademi adalah karena
identitas palsuku. Aku tidak benar-benar dalam posisi untuk berbicara secara
setara dengan putri keluarga Konohana seperti ini.

“Itsuki, jangan sampai kau berhenti ya.”

“Saat ini, aku tidak berniat untuk melakukannya.”

Saat aku menjawab begitu, Hinako tersenyum lembut dan membaringkan


badannya.

“Aku mau tidur.”

“...Kau mau bantal?”

“Mm.”

Karena ada pertukaran yang serupa ketika kami diculik, aku segera mengerti
apa yang dia coba lakukan selanjutnya. Aku baru saja selesai makan siang, jadi
aku menyimpan kotal bekalku dan membersihkan pangkuanku. Segera setelah
aku melakukannya, Hinako meletakkan kepalanya di pangkuanku.

“Ehehehe—... ini kenyamanan yang luar biasa untuk tidur...”

“Terima kasih untuk itu...”


Menaruh kepalanya di pangkuanku, Hinako segera mulai bernapas dalam
tidurnya. Melihatnya yang seperti ini, aku menyadari bahwa wajah Hinako
dalam kondisi yang sempurna. Dia masih memiliki sedikit kepolosan di
wajahnya, tapi dia jauh lebih cantik dari kebanyakan model.

Seorang siswa laki-laki yang sehat mungkin sangat senang dengan situasi ini.
Tapi entah kenapa, bukannya bergairah, aku justru merasa tenang.

“Entah bagaimana, seperti tidak ada jarak di antara kami...”

Aku tidak berpikir ada jarak seperti sesuatu antara pria dan wanita. Tentunya,
terkadang aku menyadarinya sebagai anggota lawan jenis, tapi aku yakin
kalau Hinako tidak sepertiku, jadinya aku bisa mengendalikan diriku.

Aku diberi gelar pengasuh sederhana, tapi kenyataannya, hubungan itu


tampak lebih misterius.

Namun... tingkat kenyamanannya tidak seburuk yang kukira.

“Hmm...?”

Tiba-tiba, aku merasakan getaran dari pangkal kaki kananku. Ponsel cerdas di
sakuku sepertinya melaporkan panggilan masuk.

Di Akademi Kekaisaran, penggunaan ponsel dan komputer hanya


diperbolehkan selama waktu istirahat. Rupanya, beberapa anak orang kaya
sudah terlibat dalam pekerajaan perusahaan sekaligus menjadi seorang
pelajar, dan ini sepertinya menjadi alasan untuk perlakuan ini. Memang
benar, saat tiba waktunya istirahat, aku merasa seperti mendengar topik ‘day
trade’ dari suatu tempat

“Shizune-san...?”

Aku menggumamkan nama di layar lalu mengangkat telepon.


Bab 11
Lebih Dekat Dengan Orang Biasa (Perbandingan Perusahaan)

[Anda terlalu lama mengangkatnya. Lain kali tolong segera angkat dalam 5
call.]

Saat aku mengangkat panggilan telepon dari Shizune-san, apa yang pertema
kali kudengar dari ujung lain telepon adalah teguran darinya.

“...Itu agak murah hati.”

[Saat berada di akademi, Itsuki-sama tidak akan bisa menganggapi panggilan


secara tiba-tiba. Jadi tentu saja aku akan mempertimbangakan sebanyak itu,]

Ada jeda selama 5 call. Shizune-san tidak hanya orang yang ketat, dia juga
orang yang selalu mencari hasil yang tinggi. Dalam pekerjaan sambilanku, aku
telah bekerja untuk berbagai atasan, tapi menurutku, Shizune-san adalah
atasan yang terbaik. Dengan jumlah itu, ketelitiannya juga luar biasa.

[Sekarang akademi memasuki waktu istirahat, kan? Sampai Itsuki-sama


terbiasa dengan pekerjaan sebagai pengurus, aku akan memeriksa situasi
seperti ini selama istirahat makan siang.]

“......Terima kasih banyak”

[Apa Ojou-sama bersamamu?]

“Iya, sekarang, dia sedang tidur.”

Kupikir aku tidak perlu repot-repot memberitahunya tentang bantal


pangkuan.

[Apa anda ada mengalami masalah?]

“Untuk saat ini sih tidak ada...., tapi jika aku harus mengatakannya, maka
pelajaran di akademi sangat sulit.”

[Kalau begitu ayo lakukan lebih banyak persiapan untuk hari ini.]
“Ehh, itu gila.”

[Kebiasaanmu mengungkapan perasaanmu yang sebenarnya keluar tuh.]

Tampaknya sekalipun aku sudah kembali ke mansion, aku tidak akan bisa
bersanta-santai. Aku menghela nafas kecil agar Shizune-san tidak
mendengarnya.

“Ngomong-ngomong, sebelumnya aku mendengar tentang ini dari Hinako...,


Apakah benar pengurusnya sejauh ini akan berhenti bekerja setelah paling
lama tiga minggu menjalaninya?”

[......Itu benar] jawab Shizune-sana, dengan kesan yang seolah dia kesulitan
mengatakannya,

“Boleh tidak aku tahu alasannya?”

[Sampai sekarang, semua pengurusnya adalah bawahan Ayah Ojou-sama,


Kagen-sama. Namun, menjadi bawahan Kagen-sama juga menjadi
bawahannya Hinako-sama. Oleh karena itu, bahkan ketika mereka bertindak
sebagai pengurus, sikap mereka sebagai pelayan pasti akan dikedepankan...,
hal itu menyebabkan suasana hati yang buruk bagi Ojou-sama.]

“......Apa itu berarti Hinako tidak menyukai pelayan yang seperti itu?”

[Yah, daripada pelayan itu sendiri, lebih tepatnya dia tidak menyukai sikap
mereka yang begitu tegang.]

Yah, kurang lebih aku mengerti itu.

[Ini adalah pertama kalinya kami mempekerjakan orang biasa yang tidak ada
hubungannnya dengan keluarga Konohana sebagai pengurus. Dan ketika kami
mengalami kesulitan untuk menemukan pengurus berikutnya, Ojou-sama
merekomendasikanmu, jadi kami mempekerjakanmu sebagai percobaan.]

“Jadi begitu ya...”

Dari ditunjuk sebagai pengurus hingga pemindahkan ke akademi, semuanya


berjalan begitu cepat dan lancar sehingga aku sedikit khawatir, tapi sepertinya
ini adalah ekspresimen untuk keluarga Konohana. Ini adalah kebijakan untuk
mencoba segalanya sebelum memikirkannya, jadi kupikir itu adalah
keputusan yang cepat.

[Bagaimana dengan hubungan anda dengan Ojou-sama di akademi?]

“Untuk saat ini, aku hanya menjelaskan bahwa ada hubungan antara orang
tua kami. Kurasa sekalipun kami melakukan beberapa interaksi, tidak akan
ada yang menaruh curiga.”

[Itu perkembangan yang bagus. Tolong terus jaga jarak seperti itu. ......Apa
anda sudah menjalin pertemanan?]

“Karena ini masih hari pertamaku di akademi, jadinya aku belum terlalu
menjalin pertemanan... Tapi aku telah berbicara cukup baik dengan Karen
Asahi dan Katsuya Taisho.”

[Fumu. Asahi-san dan Taisho-san, ya?] Shizune-san berguman singkat dan


melanjutkan. [Keluarga Asahi-sama menjalankan bisnis retail..., semacam
toko eletkroik. Perusahaannya bernama Jaz Holdings.]

“...Aku tidak pernah mendengar nama perusahaan itu.”

Asahi-san dan Taisho mengatakan bahwa mereka adalah murid yang lebih
dekat dengan orang biasa. Dengan kata lain, kurasa perusahan mereka
bukanlah perusahaan yang besar seperti perusahaan yang diatur untukku.

[Begitukah? Kupikir Jaz Denki adalah toko yang terkenal.]

“...Eh? Jaz Denki?”

[Ya.]

Kalau Jaz Denki aku pernah mendengarnya, malahan aku menggunakan


produknya. Itu adalah toko yang telah muncul di iklan TV berkali-kali, dan
sebagian besar mantan teman SMA-ku pasti mengetahuinya.

“B-Bukankah itu adalah toko yang sangat terkenal...!”


[Anda benar. Sebagai toko ritel peralatan elektronik, penjualan mereka
termasuk ke dalam lima teratas di Jepang,]

Oi, oi..., apanya yang lebih dekat dengan orang biasa. Bukankah dia adalah
Ojou-sama yang luar biasa?

[Ngomong-ngomong, keluarga Taisho-sama menjalankan perusahaan


transportasi besar yang terkenal dengan nama Transportasi Taisho.]

“Itu juga terkenal...”

[Begitulah.]

Aku merasa seperti telah dibohongi. Kedua perusahaan tersebut adalah


perusahaan yang ternama.

[Bisnis keluarga teman sekolah anda akan sering dibicarakan dan perlu
diketahui. Harap terus melaporkan pada kami perkembangan koneksi anda.
Ngomong-ngomong, keluarga Itsuki-sama dibuat seolah-olah menjalankan
perusahaan IT, jadi mulai hari ini, anda juga akan mempelajari hal-hal yang
terkait dengan IT. Setidaknya, anda harus mempelajari beberapa
pemrograman.]

“...Mohon bimbingannya.”

[Harap terus berada di sisi Ojou-sama. Jika ada masalah, mohon segera
laporkan kepadaku.]

Dengan mengatakan itu, panggilan dengan Shizune-san berakhir. Saat aku


menghela nafas dalam-dalam, aku menyadari bahwa Hinako sedang menatap
lurus ke arahku.

“Itsuki..., ada apa?”

“Tidak, ermm, aku hanya kehilangan kepercayaan diri dalam berbagai hal...”

Aku penasaran, apa aku benar-benar bisa beadapatsi di akademi sepeti ini?
Baik kanan maupun kiri, semuanya penuh dengan orang-orang elit. Aku
merasa suatu saat nanti akan aku akan melakukan kekacauan dan
menimbulkan masalah bagi keluarga Konohana.

“Hei.”

“Ada apa...?”

“Kenapa kau menunjukku sebagai pengurusmu?”

“Hmm......” Setelah berpikir sejenak, Hinako menjawab. “Karena kupikir...,


kau tidak akan cari muka.”

“...Cari muka?”

“Mm.” tegas Hinako dengan singkat.

“Aku suka dengan caramu yang mengurusku..., jadi aku berpikir tidak ada
pilihan lain.”

Aku tidak berpikir kalau konteks yang sebelumnya dan sesudahnya


berhubungan. Yah, mungkin dia lagi ngigau.

“Di pelajaran sore ini..., aku ingin bolos.”

“......Tidak boleh.”

“Eeh~...”
Bab 12
Serangan, Gaya Bicara Khas Ojou-sama

[Catatan Penerjemah: Cara bicara yang dimaksud di sini adalah penggunaan


‘desuwa’ di akhir kalimat.]

Setelah waktu istirahat makan siang selsai, pelajaran kelima dimulai.

“Kalau begitu..., Taisho-kun, bisakah kau mengerjakan soal ini?”

“Eh? ...M-Maaf, aku tidak mengerti.” Taisho, yang ditunjuk oleh guru,
mengatakan itu dengan nada meminta maaf.

Melihat pemandangan itu, aku merasa lega di dalam hatiku. Pelajaran yang
ada di Akademi Kekaisara sangat maju, tapi tidak semua siswa memhami
materinya dengan baik. Tentu saja, karena sebelumnya Shizune-san telah
mengajariku, aku ingin menjawab sebaik mungkin jika aku ditunjuk oleh
guru, tapi kalaupun aku tidak bisa menjawab, sepertinya aku tidak perlu
terlalu khawatir.

“Kalau begitu, Konohana-san. Tolong gantikan dia mengerkan soal ini.”

“Baik.”

Hinako ditunjuk sebagai pengganti Taisho. Berdiri di depan papan tulus, dia
mengambil kapur dan menuliskan jawaban dari soal tersebut.

“Ini jawabannya.”

“Itu jawaban yang tepat. Terima kasih sudah mau mengejarkan.”

Guru itu mengangguk dalam-dalam pada jawaban yang diberikan dalam


tulisan tangan itu. Saat Hinako kembali ke kursinya, teman-teman sekelasnya
memandanginya dengan perasaan hormat. Aku sungguh tidak percaya kalau
dia adalah orang yang sama dengan gadis yang sebelumnya tidur nyenyak di
pangkuanku. Ya ampun, padahal tadi dia berencana untuk membolos...

Kemudian, bel bedering dan kami memasuki waktu jeda.


Saat aku memutar bahu untuk mengendurkan otot-ototku yang terasa kaku,
Taisho mendekatiku.

“Fuuaaaa, lelah banget. Aku tidak menyukai pelajaran kelima karena itu
membuatku mengantuk.” kaata Taisho sambil menguap.

Kemudian, Asahi-san mendekat dari belakang kami sambil menyeringai.

“Oh, ini Taisho-kun yang di pelajaran sebelumnya tidak bisa menjawab saat
ditunjuk.”

“Ugh..., habisnya mau bagaimana lagi. Aku membuat kesalahan dalam


persiapanku.”

Tampaknya persiapan itu sangatlah penting untuk dapat mengikuti pelajaran


yang diberikan di Akademi Kekaisaran. Terkesan dengan Taisho, aku dengan
santai melihat ke tempat duduk Hinako.

Lah, kok Hinako tidak ada?


Saat menyadari bahwa Hinako tidak ada di kelas, aku segera berdiri dari
tempat dudukku.

“Aku mau pergi ke toilet sebentar.”

Setelah mengatakan itu pada mereka bedua, aku segera pergi mencari
Hinako. Belum ada lebih dari lima menit sejak pelajaran sebelumnya
berakhir, harusnya dia tidak terlalu jauh dari kelas. Kemudian, aku segera
meninggalkan kelas dan melihat-lihat ke sekeliling koridor—aku
menemukannya dengan mudah.

“...Astaga, jadi Hinako cuman mau ke toilet?”

Sambil mengobrol dengan beberapa siswi, Hinako masuk ke toilet. Beberapa


menit kemudian, Hinako kembali ke kelas dan segera duduk di bangkunya.

Segera setelah aku mencoba kembali ke kelas, ponselku melaporkan adanya


panggilan masuk.

[Apa situasi di sana baik-baik saja?]


“Iya.”

Aku memang punya gagasan tentang si pemanggil, tapi seperti dugaanku,


pihak lain adalah Shizune-san.

[Ada kemungkingan kalau Ojou-sama menjatuhkan dompetnya,]

“Dompetnya?”

[Iya. Ada perbedaan antara informasi lokasi pemancar yang terpasang pada
Ojou-sama dan pemancar yang terpasang di dompetnya.]

“...Aku tidak tahu kalau ada pemancar yang terpasang padanya.”

Kau ini sampai seberapa tidak dipercayainya sih, Hinako?

Namun, itu mengingatkanku pada citra Hinako yang tempo haru kulihat di
depan Kagen-san. Kalau tidak salah, gadis yang ada di video itu mengatakan
bahwa Hinako menjatuhkan kartu kreditnya dan alhasil, itu disalahgunakan
oleh orang lain...

“Aku akan segera mencarinya...., apa kau tahu dimana letak pemancarnya?”

[Aku cukup yakin itu terletak di sisi barat bangunan utama, tapi diluar itu,
sulit bagiku untuk mengatakan letak pastinya.]

Sisi barat bangunan utama?


Mempertimbangan timing dari paggilan ini dan informasi lokasi tersebut.
Bukankah itu berarti.......

“Mungkin..., dompet itu terjatuh di toilet.”

[......Aaa.]

Kupikir dia menjatuhkannya saat dia pergi ke toilet sebelumnya. Saat aku
memberitahunya begitu, Shizune-san mengeluarkan suara yang terdengar
seperti dia memiliki gagasan.
[Meskpun di depan umum dia adalah Ojou-sama yang sempurna, tapi dia
pasti akan sendirian ketika berada di dalam toilet. Dia itu sering sekali
menjatuhkan barang-barangnya.]

“Jadi begitu......”

[Pokoknya, aku ingin anda mengambilkannya.]

Dengan itu, Shizune-san mengakhiri panggilannya.

“Sekalipun kau mengatakan untuk mengambilkannya...”

Untuk saat ini, aku pergi ke toilet wanita dan berhenti tepat di depannya saat
aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Sebagai seorang pria, aku tidak bisa
masuk ke dalam. Apa yang harus kulakukan?

“Hei, kau yang di sana?”

Ketika aku kebingungan, sebuah suara memanggilku dari samping. Saat aku
menoleh, di sana ada seorang siswi dengan penampilan yang sangat
mencolok. Dia memiliki rambut emas panjang yang dililit secara spiral—yang
disebut gulungan vertikal pirang. Gadis yang hanya pernah kulihat di dunia
manga itu memiliki style yang sangat bagus sehinga itu bisa diketahui meski
dia mengenakan seragam sekolah, warna kulitnya bahkan putih sekali. Mata
cokelatnya memiliki kilatan yang tajam, menunjukkan bahwa bahwa dia ini
orang yang berpikiran tajam.

“Kau ngapain di sini?”

“Tidak, ermm...”

“Oh, kalau dipikir-pikir, aku masih belum memperkenalkan diriku.” kata


gadis itu terhadapku yang kebingungan.

“Diriku adalah Mirei Tennoji! Aku adalah putri satu-satunya dari pemimpin
Grup Tennoji!” [Catatan Penerjemah: Sekedar referensi, kurang lebih cara
bicaranya hampir seperti Tokisaki Kurumi (Date A Live).]
Dengan penuh kebanggaan dan agak sombong, gadis itu menyebutkan
namanya.

“Hah.”

“Kenapa kau malah menjawab ‘hah’ yang linglung seperti itu? Tidak mungkin
kan kalau kau tidak mengetahui tentang Grup Tennoji.”

“......Maaf.”

Maaf saja, tapi aku sama sekali tidak tahu.

Setelah meminta maaf seperti itu, mata Tennoji-san membelalak.

“M-Mustahil, kau tidak tahu? I-I-I-Itu Grup Tennoji loh?”

“Aku minta maaf atas ketidaktahuanku.”

“Itu lebih dari sekedar ketidaktahuan, tahu!”

Teriakan yang bernada tinggi menusuk telingaku.

“Grup Tennoji adalah grup super besar yang asal-usulnya dari manajemen
penambangan! Sekarang, Grup tersebut menjadi rumah bagi produsen logam
non-besi di Jepang serta produsen bahan kimia utama, dan juga, skalanya
sebanding dengan Grup Konohana!”

“......Begitukah?”

Aku kewalahan terhadap Tennoji-san yang berbicara dengan keras.

“Reaksi itu..., kau pasti tahu tentang Grup Konohana, kan?”

“Eh, ya, begitulah.”

Saat aku menjawab dengan jujur seperti itu, wajah Tennoji-san menjadi
merah padam dan dia gemetar karena amarah.
“S-Seperti yang kupikirkan, aku tidak menyukainya, Hinako Konohana...!
Karena wanita itu, ketenaranku jadi tidak menyebar...!!”

Semacam dendam pribadi bocor dari mulutnya, tapi aku memutuskan untuk
berpura-pura tidak mendengar itu.

“...Terus, apa kau sedang dalam masalah?”

Saat Tennoji-san dengan tenang menanyakan hal itu, aku jadi teringat akan
tujuan awalku ke sini.

“Di dalam toilet ini tampaknya ada dompet yang tertinggal, jadi aku bertanya-
tanya, bagaimana cara supaya aku bisa mengambilnya.”

“Jika itu masalahnya, aku bisa mengambilkannya untukkmu. Harap tunggu


sebentar.”

Mengatakan itu, Tennoji masuk ke dalam toilet. Semenit kemudian, Tennoji-


san muncul dengan memegang dompet merah muda di tangannya.

“Yang ini kan.”

“Ya, terima kasih.”

“Mungkin agak terlambat untuk menanyakan ini, tapi kenapa kau yang
seorang laki-laki bisa tahu kalau ada dompet yang tertinggal di toilet wanita?”

“Aaah..., tentang itu...”

Ini buruk, aku tidak bisa memikirkan jawaban yang bisa membuatku melewati
situasi ini. Memperkerjakan otakku dengan keras, aku kemudian
menjawabnya.

“Pemilik dompet itu menyuruhku untuk mencarikannya..., dan setelah


memikirkan berbagai kemungkinan, kupikir itu mungkin ada di dalam toilet.”

Aku melontarkan jawaban yang hampir mirip dengan kenyataannya.


Tampaknya Tennoji-san memandang Hinako sebagai musuh, namun ia
sepertinya tidak menyadari bahwa pemilik dari dompet tersebut adalah
Hinako. Jika demikian, dia pasti akan puas dengan jawaban yang barus saja
kuberikan padanya..., atau begitulah yang kupikirkan, tapi...

“Kau..., bukannya kau hanya dijadikan sebagai pesuruh?” kata Tennoji-san,


dengan nada ketidakpuasan. “Kau tidak boleh seperti itu. Karena kau
menghadiri akademi ini, maka tentunya di masa depan nanti kau akan berada
di posisi otoritas, kan? Kalau sekarang kau dipermainkan oleh orang-orang
seperti ini, aku tidak apakah akan masa depan untuk dirimu.”

“Errm, aku akan hati-hati.”

“Aku tidak begitu yakin tentang itu. Kau harus mengatakannya dengan lebih
jelas.”

“Aku Akan Berhati-Hati!”

“...Nah, bukannya kau bisa melakukannya jika kau mau mencobanya?” seru
Tennoji-sam sambil mengangguk puas. “Dan juga, kau perlu sedikit
menegakkan posturmu. Bagaimanapun juga, kepercayaan diri lahir dari
postur, benar begitu bukan?”

Seperti yang dia bilang, aku menegakkan punggungku.

“Nah, begitu saja tidak apa-apa.” melihatku yang seperti itu, Tennoji-san
menunjukkan senyumannya. “Sepertinya pelajaran selanjutnya akan segera
dimulai. Jika kedepannya kau mendapati masalah, maka carilah rambut emas
ini.”

Mengatakan itu, Tennoji-san menunjuk ke arah rambutnya sendiri.

Tentunya, itu adalah sesuatu yang bisa dijadikan sebagai label, tapi pada saat
yang sama, itu adalah sesuatu yang membuatku merasa penasaran.

“Errrm..., aku mau bertanya sesuatu yang sederhana, apa di akademi ini
diperbolehkan untuk mewarnai rambut seperti itu?”

“Ap—!?”
Tennoji-san, yang hendak pergi dari sini dengan anggun, berhenti di jalurnya
dengan teriakan yang aneh.

“M-Menurutmu, rambutku ini diwarnai...?”

“Eh, apa aku salah?”

“M-Menurutmu rambutku..., berantakan seperti sepotong lempengan...?”

“Aku ‘kan tidak mengatakannya sampai sejauh itu.”

Aku yakin kalau aku mengatakan bahwa itu adalah pertanyaan yang
sederhana. Ini tidak seperti aku mengejeknya atau semacamnya.

“T-Tidak...” kata Tennoji-san dengan bisikan, kemudian dia melanjutkan.


“Aku tidak mewarnainya...!!”

Sambil berteriak begitu, Tennoji-san berlari ke koridor.

“...Dia pasti mewarnainya.”


Bab 13
Ojou-sama Menolak Untuk Pulang

Semua pelajaran untuk hari ini telah berakhir, dan akademi memasuki
waktunya pulang sekolah.

“Yo, Nishinari. Kerja bagus untuk hari ini.”

“Hei? Bagaimana kalau setelah ini kita mengadakan pesta untuk menyambut
kepindahanmu?”

Aku didekati oleh Asahi-san dan Taisho, kemudian ditanyai begitu. Namun,
aku meminta maaf pada mereka dengan senyum pahit.

“Maaf. Aku disuruh untuk pulang secepat mungkin.”

“Yah, kurasa memang begitu saat kau masih hari pertama menghadiri
akademi ini.” kata Taisho dengan kesan penyesalan.

Aku mulai merasa tidak enak tentang ini. Meskipun sejak pagi tadi mereka
sudah baik kepadaku, aku menolak undangan mereka saat siang hari untuk
pergi makan siang, dan bahkan sepulang sekolah juga demikian. Sudah
sewajarnya bagiku untuk memprioritaskan pekerjaanku sebagai pengurus,
tapi... aku ragu-ragu kalau harus terus mengabaikan kebaikan mereka.

“Kalau ada kesempatan, bolehkah aku bertanya-tanya lagi? Aku ingin


mengetahui lebih banyak tentang akademi ini.”

“Ya! Kau selalu bebas untuk bertanya pada kami!”

Taisho dan Asahi-san tersenyum. Saat itu, Asahi-san mengeluarkan ponsel


dari saku roknya dan melihat ke arah layar.

“Tampaknya aku sudah dijemput, aku pulang duluan ya.”

“Sepertinya hari ini aku juga akan langsung pulang. Sampai jumpa besok,
Nishinari.”
Setelah melakukan pertukaran seperti itu dengan mereka berdua, kami
berpisah. Aku mengambil tasku dan memutuskan untuk meninggalkan
sekolah. Yah, sekalipun aku bilang begitu..., sebagai pengurus, aku harus
memastikan bahwa Hinako pulang ke rumah dengan benar.

“Baiklah, bagaimana dengan keadaan Hinako sekarang...”

Tepat saat aku bergumam itu, Hinako sudah hendak meninggalkan kursinya.

Karena aku dan Hinako diatur untuk berinteraksi satu sama lain, maka sama
sekali tidak masalah jika kami melakukan percakapan normal, tapi jika
memungkinkan, aku ingin menjaga jarak untuk mencegah masalah.

Hinako meninggalkan kelas, dan aku diam-diam mengikutinya sambil


berusaha untuk tidak diperhatikan oleh orang-orang di sekitarku.

Setelah itu, Hinako keluar dari akademi begitu saja—atau begitulah yang
kupirkan, tapi untuk beberapa alasan, dia singgah di sebuah toko.

“Tolong beri aku roti ini,”

Hinako membeli roti di konter pembelian, dan setalah mendapatkan roti, ia


menujuku ke foodboard,

Setelah berganti ke sepatu luar ruangannya, dia menuju ke taman alih-alih


gerbang sekolah. Di Akademi Kekaisaran, terdapat beberapa taman. Dan kali
ini, Hinako pergi ke taman dekat aula siswa lama. Di taman itu ada kolam
kecil dan beberapa meja-kursi, tapi tidak ada seorang pun di sana.

Tempat itu jauh dari bangunan tempat ruang kelas berada, dan aula siswa
lama di dekatnya tidak digunakan karena fator usia, jadi tidak ada orang yang
mau mendekatinya,

Hinako berdiri di tepi kolam, memotong-moetong roti menjadi potongan kecil


dan melemparkannya ke dalam kolam tersebut. Segera, ikan mas berenang
mengerumuni roti yang dilemparkan.

Tindakannya benar-benar seperti Ojou-sama pada umumnya, dia mungkin


memiliki kecintaan pada seni dan rasa kasih sayang terhadap hewan.
Namun, untuk waktu yang lama tidak ada tanda-tanda pergerakan darinya.
Shizune-san memberitahuku untuk tidak terlalu sering mampir-mampir saat
sepulang sekolah, jadi setelah memastikan tidak ada orang di sekitar, aku
segera mendekati Hinako.

“Apa yang kau lakukan?”

“......Memberi makan.”

Yah, aku bisa tahu itu hanya dari melihatnya.

Melelaspakan topeng Ojou-sama-nya, Hinako yang dalam kondisi sifat asilnya


berjongkok dan memandangi kawanan ikan mas yang mengerumuni roti.

“Enak sekali ya...” gumam Hinako. “Kalau seperti ini, kau hanya perlu
membuka mulut untuk bisa mendapatkan makanan..., Aku ingin tahu, apa
aku bisa bertukar posisi dengan mereka...”

“...Aku yakin kalau ikan mas mengalami kesulitakan yang dimana manusia
tidak akan bisa mengerti.”

“Begitukah...”

Tampaknya di tidak peduli pada hewan, melainkan merasa iri pada mereka.
Aku merasa seperti aku tidak bisa mengatakan apa-apa, jadi aku menghela
napas.

“Sudah waktunya untuk pulang, aku yakin kalau Shizune-san sudah


menunggu kita.”

“......Tidak mau.” jawab Hinaku dengan cemberut.

Mataku membelalak terhadap penolakan yang jelas itu.

“Kau tidak mau pulang? Saat kau sudah ada di mansion, kau bisa bersantai
loh.”

“Mana mungkin aku bisa bersantai......, ada sesi belajar, dan juga banyak hal
lainnya.”
Jadi begitu ya. Sepertinya sulit juga menjadi Ojou-sama dari keluarga
Konohana.

“Tapi ‘kan, meskipun kau tetap di akademi, bagimu itu hanya akan terasa
terkekang.”

“Ini sepulang sekolah, jadi tidak terlalu ramai dan aku tidak merasa
terkekang.”

Itu, mungkin memang benar.

Rupanya, di Akademi Kekaisaran tidak ada sesuatu seperti kegiatan klub yang
dilakukan saat sepulang sekolah. Hal ini dikarenakan sebagian besar siswa-
siswinya sibuk dengan pelajaran dan pekerjaan mereka saat sepulang sekolah.
Selain itu, siswa-siswi Akademi Kekaisaran memiliki kekuatan finansial yang
baik hingga dapat melakukan kegiatan klub sebanyak yang mereka suka di
rumah mereka. Jadinya, tidak harus berada di akademi untuk melakukan
sesuatu yang berhubungan dengan kolam renang ataupun lapangan.

“Tapi tetap saja, kita tidak bisa tinggal di akademi selamanya. Ayo segera
pergi dari sini.”

“Ti~dak Ma~u...”

“Ini juga menyangkut Shizune-san, kalau kau males-malesan seperti ini, itu
malah akan jadi lebih merepotkan untukmu, kan?”

“Ugh.”

Shizune-san adalah pelayan yang bisa menghukum tuannya. Untuk sesaat,


Hinako terlihat merasa sangat tidak nyaman saat dia merenung, tapi pada
akhirnya, dia masih kekeh menggelengkan kepalanya.

“T-Tetap saja..., aku tidak mau.”

Hinako, yang telah kembali ke kenyataan, dalam diam terus melanjutkan


memberi makan ikan mas.
Dia sungguh Ojou-sama yang keras kepala. Meskipun saat ini sudah waktunya
pulang sekolah dan kerumunan semakin menyusut, tetap saja madih ada
beberapa siswa-siswi yang tersisa. Sekalipun begitu, aku tidak bisa dengan
paksa menyeret putri dari keluarga Konohana pergi dari sini.

“Oh iya, sepertinya aku diberikan sesuatu untuk dapat digunakan di saat-saat
seperti ini...”

Aku teringat akan tas hitam yang Shizune-san berikan padaku tadi pagi dan
mengeluarkannya dari tasku.

Dia bilang kalau Hinako tidak mau dengar-dengaran, aku harus


menggunakannya, tapi ngomong-ngomong, apa yang ada di dalam tas ini?
Saat aku membuka mulut tas dan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya—

“Keripiki kentang!!!”

Hinako, yang sejak tadi berekspresi lesu, tiba-tiba menjadi berbinar. Seperti
yang dia katakan, ada keripik kentang (rasa consomme) di dalam tas hitam
itu.

“I-Itu curang..., mana mungkin aku bisa mengalahkan godaan itu...” kata
Hinako dengan suara yang bergetar.

Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku aku melihat ada orang yang rela
mematahkan kegigihnya demi keripik kentang.

“Kalau begitu aku akan memberikanmu ini asalkan kau mau pulang
sekarang.”

“......Gununu.”

Mengerang dengan kekesalan, Hinako dengan enggan berdiri dan mengambil


keripik kentang itu dari tanganku.

Mulai sekarang, seperti yang telah di atur, aku dan Hinako akan bertindak
secara terpisah. Begitu Hinako melewati gerbang sekolah, sebuah mobil hitam
muncul dan berhenti di dekatnya. Shizune-san keluar dari mobil dan menyapa
Hinako. Aku menyaksikan kejadian itu, berpura-pura menjadi orang asing,
dan kemudian melanjutkan berjalan-jalan sendirian.

Aku pun tiba di tempat yang kurang populer di mana kami akan bertemu dan
menunggu sebentar. Kemudian, mobil yang membawa Hinako dan Shizune-
san berhenti di dekatku.

“Maaf membuatmu menunggu.”

“Tidak, terimakasih sudah repot-repot datang ke sini.”

Jendela kursi depan terbuka dan Shizune-san berbciara padaku. Kemudian,


aku masuk mobil dan duduk di kursi belakang bersama Hinako.

Bagi orang-orang di sekitar kami, itu terlihat sepeti aku dan Hinako pulang
secara terpisah.

“Setelah kita kembali ke mansion, masih ada banyak hal yang harus
dilakukan, tapi..., untuk saat ini, terima kasih atas kerja kerasmu di akademi.”

“Terima kasih banyak.”

Shizune-san, yang memiliki kesan kuat sebagai orang yang tegas,


mengangguk.

Hinako, yang duduk di sampingku, sedang memakan keripik kentang yang


baru saaja kuberikan padanya.

“Tampaknya apa yang kuberikan tadi pagi berguna.”

“Itu berguna di momen paling akhir. Aku tidak menyangka kalau keripik
kentang akan dapat digunakan seperti itu.”

“Bagaimanapun itu adakah itu kesukaannya Ojou-sama. Jarang dimakan, dan


rasanya sangat enak.”

“...Loh, itu kan cuman keripiki kentang, kok sampai jarang untuk dimakan?”
“Tentu saja, makanan tidak sehat seperti itu tidak pantas untuk putri keluarga
Konohana.”

Apakah keluarga yang kaya sangat ketat perihal makanan?

Tampaknya hanya karena kau punya uang, bukan berarti kau bebas untuk
melakukan apapun yang kau inginkan. Malahan, tampaknya mereka justru
lebih dibatasi dari orang biasa. Namun—

“Kupikir kalau cuman keripik kentang tidak masalah.”

“Tidak. Ini juga instruksi dari Kagen-sama. ....Tentunya, asalkan itu adalah
irisan kentang yang disiapkan oleh koki tidak masalah untuk dimakan terus.
Namub, Ojou-sama sepertinya lebih suka yang dikomersialkan.”

Dia ini sepertinya lebih menyukai rasa yang tidak baik untuk kesehatan. Saat
aku melihat ke arah Hinako, aku melihat bahwa keripik kentang yang dia
pegang terlalu besar untuk mulut kecilnya, sehingga, potongan-potongannya
berjatuhan ketika dia menggigitnya.

“Duh, sisanya jatuh tuh.”

Saat aku meperingatinya, entah kenapa Hinako justru membuat wajah yang
bangga,

“......Ini sama saja seperti saat kau menyeruput mie.”

“Hah?”

“Jatuhkan sisa-sisanya... Itulah etiket saat kau memakan keripik kentang,”

“Tidak, itu jelas tidak ‘kan.”

Apa yang kau katakan dengan ekspresi bangga di wajahmu itu?

“Itsuki, nih.”

Memanggil namaku, Hinako menawariku bungkus keripik kentang itu,


“...Kau mau memberikannya padaku?”

“Bukan begitu.”

Saat aku menerima bungkusan itu, Hinako membuka mulutnya dan


mengarahkannya kepadaku.

“Lakukan seperti ikan mas tadi.”

Sekalipun kau bilang begitu..., Aku harus ngapain? Aku kebingungan terhadap
Hinako yang membuka mulutnya.

“Masukkan keripik itu ke mulutku.”

Oh... jadi begitu.

“Ya, ya”

Aku mengambil sepotong keripik kentang dan membawanya ke mulut Hinako.

“Nyam...”

Krek, krek dengan suara-suara seperti itu, Hinako dengan bahagia memakan
keripik kentang itu.
“Itsuki-san. Aku ingin kau mengingat ini, harap berhati-hati agar Kagen-sama
tidak melihatmu melakukan itu.”

“......Aku mengerti”

Aku berpaling dari Hinako, yang memakan keripik kentang yang renyah.

Ini adalah pemandangan yang sepertinya dapat menimbulkan berbagai


kesalahpahaman. Apa yang terbaik adalah tidak menunjukkannya kepada
orang lain.

“Kau akan merahasiakann ini ‘kan, Shizune-san?”


“Jika bisa aku ingin segera melaporkannya... Tapi sayangnya, meskipun
sekarang kau diberhentikan dari posisi pengurus, kami tidak bisa segera
menyiapkan penggantimu.”

“...Jadi alasannya itu ya.”

“Untukku sendiri, aku menyarankan agar memotong itu sedikit karena telah
berani-berani memperlakukan Ojou-sama seperti itu.”
“Astaga, jangan begitulah.”

Aku membungkuk dalam-dalam pada Shizune-san.


Bab 14
Pelajar Ekstrim Dari Pelayan

Begitu kembali dari akademi, aku langsung menerima pelajaran dari Shizune-
san.

“Pertama, kita akan mulai dengan persiapan untuk besok. Besok akan ada
pelajaran administrasi bisnis yang belum pernah kau pelajari sebelumnya,
jadi kita akan fokus pada pelajaran itu. Cakupan materinya mengenai
keuangan perusahaan.”

Di Akademi Kekaisaran, ada begitu banyak siswa-siswi yang akan mengambil


posisi manajemen di masa depan. Karenanya, mata pelajaran administrasi
bisnis lebih praktis dibandingkan mata pelajaran lainnya. Berbagai
pengatahuan perihal cara menjalankan perusahan di tanamkan ke kepalaku
oleh Shizune-san.

“Aku telah menilai kuisnya. Nilaimu 87..., Ada banyak kesalahan akibat
kecerobohan. Kau tidak cukup berkonsentrasi.”

“Iya.”

Persiapan, yang akan terus berlanjut hingga aku mendapatkan nilai


sempurna, akhirnya terselesaikan dalam waktu tiga jam.

“Baiklah, sekarang setelah persiapannya selesai, selanjutnya adalah kelas


etiket. Selain Ojou-sama, ada anak-anak dari orang kaya yang menghadi
Akademi Kekaisaran. Jika kau sampai tidak menghormati mereka, kau dapat
menyebabkan masalah yang tidak perlu. Karenanya, yang terbaik adalah
memperlajari semuanya selagi kau bisa mempelajarinya. Kali ini, kita akan
mempelajari tentang etiket dalam memakan masakan Prancis.”

Bahkan saat makan malam, aku masih tetap menerima pelajaran dari
Shizune-san.

Pertama, pegang garpu dan pisau, masing-masing dengan menggunakan jari


telunjuk dan ibu jari. Hidangan pembuka yang merupakan ikan harus
dimakan tanpa merusak citranya, dan minum supnya tanpa mengeluarkan
suara. Kemudian, daging mesti dipotong dengan pisau sesuai dengan pola
irisannya, buat itu seukuran gigitan sebelum memasukkannya ke dalam
mulut.

“Itu salah. Merupakan etiket Inggris untuk meletakkan pisau dan garpu pada
posisi pukul 6 setelah kau selesai makan. Dalam etiket Prancis, itu
ditempatkan pada posisi pukul 3.”

“Ah, iya.”

Pisau dan garpu diletakkan secara horizontal dengan pegangan di sisi kanan
piring. Pada titik ini, bilah pisau harus menghadap ke arahmu.

“Selanjutnya adalah pelajaran bela diri. Untungnya, tubuh Itsuki-san telah


terlatih dengan baik berkat pekerjaan sambilan yang membutuhkan kekuatan
fisik, jadi ayo kita kita tingkatkan kekuatan fisikmu dan mempelajari jurus-
jurus. Pelajaran hari ini adalah Jujutsu. Pertama-tama, kita akan memulai
dengan ukemi ke depan, lakukan itu 100 kali.“

{Catatan Penerjemah: Jujutsu adalah nama dari beberapa macam aliran


beladiri dari Jepang. Tidaklah betul jika dikatakan bahwa Jujutsu mengacu
pada satu macam beladiri saja.]
Setelah berganti ke seragam judo, aku pergi ke dojo mansion untuk menerima
pelajaran bela diri seperti hari-hari sebelumnya,

Setelah berlatih ukemi, aku mempelajari teknik dasar melempar, dan


akhirnya kami berlatih dalam pertarungan sungguhan.

“Fuu—!!”

“Naif.”

Pada saat yang sama ketika aku menarik Shizune-san ke arahku, aku menyapu
kakiku dan bersiap untuk mengunci.

Namun, Shizune-san memprediksi gerakanku dan melemparkan tubuhnya ke


luar. Kemdudian, dia dengan ringan memukul punggungku yang terhuyung-
huyung akibat pergerakan yang gagal hingga aku terjatuh ke atas matras.
“Aku bisa melihat waktu penggeseran pusat gravitasimu. Tentunya, itu
mungkin bisa mengalahkan seorang yang amatir, tapi itu tidak akan berhasil
saat melawan seseorang yang memiliki pengetahuan seni bela diri.”

“I~ya...”

Aku tidak bisa menyembunyikan kelelahanku, jadi aku menjawabnya dengan


suara yang menyedihkan.

Di tempat pertama, alasan aku diajari bela diri adalah untuk mewaspadai
penculikan, seperti yang menjadi pemicu pertemuanku dengan Hinako.
Kudengar dalam banyak kasus, pelaku penculikan adalah orang yang terbiasa
baku hantam. Karenanya, kemampuan untuk dapat mengalahkan amatir saja
tidak cukup.

“B-Boleh tidak, istirahat, sebentar...”

“Tidak boleh. Sebagai pengurus, kau harus melindungi Ojou-sama saat terjadi
keaadan darurat. Aku akan cemas kalau cuman dalam latian setingkat ini, kau
sampai mengeluh seperti itu.”

Iblis..., orang ini adalah iblis.

Monster. Spartan. Setan. Berbagai kata muncul di benakku. Tapi pada saat
yang sama, aku memiliki rasa hormat terhadapnya. Shizune-san melakukan
segalanya dengan sempurna, termasuk belajar, etiket, dan bela diri. Selain itu,
dia juga melakukan pekerjaannya sebagai pelayan, seperti memasak dan
mencuci, tanpa adanya suatu hambatan. Jika Hinako adalah Ojou-sama yang
sempurna, maka Shizune-san adalah pelayan yang sempurna. Dan tidak
seperti Hinako, Shizune-san sempurna dalam artian yang sebenarnya, tidak
hanya di permukaan.

“Kurasa untuk hari ini sudah cukup. Kau telah melakukannya dengan baik.”

“T-terima kasih banyak......”

Pada akhirnya, pelajaran bela diri berakhir dalam dua jam setelah aku
membuat banyak keluhan.

“Kau menelaah semua pelajaran itu lebih cepat dari yang kubayangkan.”
“Benarkah?”

“Ya. Terutama dalam bela diri, kau mungkin punya bakat dalam bidang itu.
Kalau kau kau terus memolesnya, aku yakin kalau kau akan menjadi pandai
dalam bidang tersebut.... Di sisi lain, kau agak sulit menelaah pelajaran
etiket.”

“Uggh..., maafkan aku”

Keluargaku memiliki standar hidup yang tidak bisa dikatakan kaya. Aku
bahkan masih belum terbiasa menggunakan pisau dan garpu.

“Akan merepotkan jika kau berkeliaran di sekitar mansion dengan berkeringat


seperti itu, jadi silakan pergi mandi. Namun, selagi kau berendam di bak
mandi, terima ini.”

Mengatakan itu, Shizune-san memberiku setumpuk kertas. Kertas-kertas


tersebut menyertakan nama-nama siswa-siswi di akademi.

“Apa ini......?”

“Ini adalah profil dari teman sekelasmu Itsuki-san. Kau perlu


mengetahuinya.”

Bahkan saat mandi aku juga harus belajar ya...

Yah, lagian ini adalah pekerjaan dengan gaji 20.000 yen per harinya. Aku
tidak punya pilihan selain menerimanya.

“Oh iya, tadi ada orang lain lagi yang berinteraksi denganku di akademi.”

“Siapa itu?”

“Dia adalah gadis yang bernama Mirei Tennoji. Kami berada di kelas yang
berbeda, tapi...”

Saat aku mengatakan itu, mata Shizune-san membelalak.

“Kau berinteraksi dengan Tennoji-sama?”


“Eh, iya..., apa ada masalah dengan itu?”

“Tidak, tidak ada masalah dengan itu. Hanya saja, di akademi, ada rumor
yang mengatakan bahwa Tennoji-sama dan Ojou-sama itu seperti anjing dan
monyet. Karenanya, itu akan menjadi hubungan yang rumit.”

Aku baru pertama kali mendengarnya. Nah, karena aku baru sehari memasuki
akademi tersebut, aku belum pernah mendengar rumor yang seperti itu,

“Kesampingkan Tennoji-sama, tampaknya Ojou-sama tidak ada niat seperti


itu. Namun, Grup Konohana dan Grup Tennoji adalah grup korporat yang
skalanya hampir sama. Oleh karena itu, sering kali mereka bersaing satu sama
lain, dan ada kalanya hubungan antara satu sama lain menjadi tegang.”

“......Begitu ya.”

“Aku akan menyiapkan materi untuk menghadapi Tennoji-sama besok. Untuk


hari ini, mohon konsentrasilah untuk mengingat profil teman sekelasmu.”

Aku mengangguk kepadanya.

Ini adalah akhir dari pelajaran hari ini, tapi Shizune-san memintaku untuk
juga melakukan pembelajaran secara mandiri. Aku harus memastikan supaya
aku mengingat profil teman sekelasku sebelum aku pergi tidur.

Sepertinya Shizune-san membersihkan dojo dengan riangan, jadi aku


memutuskan untuk meninggalkan dojo terlebih dahulu. Aku sangat ingin
membantunya, tapi kekuatan fisikku sudah sampai pada batasnya. Kalau
sekarang aku menawarkannya bantuan, aku yakin kalau aku hanya akan
memperlambatnya.

“Itsuki...”

Dalam perjalanan kembali ke kamarku, aku bertemu dengan Hinako.

Di sekitar sini cuman ada kamar pelayan. Ngapain dia dia ini? Sebelum aku
bertanya seperti itu, Hinako mendekatiku.
“Mu~”
“Ada apa?”

“......Kau bau keringat.”

“Yah, itu sudah pasti.”

Aku segera menjauhkan diri dari Hinako yang mengerutkan dahinya.

“Kau mau kemana?”

“Aku mau kembali ke kamarku dan pergi mandi.”

“Mandi? ...Kalau begitu, ikuti aku.”

Hinako meraih tanganku dan membawaku ke suatu tempat.

Penampilan diriku yang mengenakan seragam judo sedang dibawa pergi oleh
Hinako sangat mencolok di dalam mansion. Sambil merasa tidak nyaman
dengan perhatian para pelayan, aku terus mengikuti Hinako.

“Tempat ini......”

“Kamarku.”

Tempat kami tiba adalah kamar pribadinya Hinako.

Ini lebih dari lima kali ukuran kamarku. Kamar tersebut didekori dengan gaya
yang khas dari kamar seorang Ojou-sama, dengan karpet coklat yang
membawakan nuansa menenangkan dan tempat tidur berkanopi.

“Kamar mandinya..., ada di sini.”

Hinako membuka pintu yang menuju ke ruang ganti.

“Oh..., Ini besar sekali”


Kamar mandinya juga jauh lebih besar dari yang ada di kamarku. Atau lebih
tepatnya, kamar mandi itu berukuran sama dengan kamarku. Bisa dibilang,
ini adalah pemandian umum berukuran mini.

Tapi, kenapa Hinako membawaku ke tempat seperti ini?

Saat aku bertanya-tanya seperti itu di benakku, Hinako memberitahuku

“Ayo kita masuk dan mandi sama-sama.”

“......Lah?”

Lah?
Bab 15
Kasus (Percobaan) Di Kamar Mandi

“Ku~ha...”

Berendam di dalam bak mandi, Hinako mengeluarkan suara yang terdengar


aneh. Saat ini, sosoknya dibalutkan oleh pakaian renang jenis bikini berwarna
putih.

“...Jadi pakai pakaian renang, ya.”

“Nn, kau barusan bilang apa...?”

“Aku tidak bilang apa-apa.”

Aku terkejut saat dia mengajakku untuk pergi mandi bersamanya, tapi
ternyata, itu adalah ajakan dengan kondisi dimana kami mengenakan pakaian
renang.

Rupanya, sejak awal Hinako memang sudah berniat untuk mengajakku mandi
bareng saat dia pergi ke sekitar kamar pelayan, dan juga, pakaian renang
untukku sudah di siapkan di ruang ganti.

“Yah..., dengan ukuran bak mandi yang sebesar ini, aku bisa mengerti
mengapa kau ingin memasukinya dengan orang lain.”

Di kamar Hinako, kamar mandinya kira-kira seukuran pemandiam umum


versi mini. Kalau kau harus mandi sendiran di tempat ini, sudah sewajarnya
kalau kau akan merasa kesepian.

“Hmm..., ini sangat nyaman.” ujar Hinako, sambil dengan ringan


meregangkan tubuhnya.

Gerakannya itu terlihat sangat seksi. Wajah Hinako yang ceria diwarnai
dengan warna merah cerah, dan dari rambut kuningnya, menetes air yang
kemudian mengalir di sekitar kulitnya.

Menyadari aku yang menatapinya, Hinako tersenyum genit dan mencubit tali
pakaian renangnya dengan jari-jarinya.
“Mungkinkah..., kau ingin melihat apa yang ada di balik ini?”

“...Jangan ngelantur.”

Ini adalah suatu momen dimana pemikiran rasional nyaris tidak akan
menang.

Tenang. —Tenang , Tenang, Tenang.

Aku berusaha sebaik mungkin untuk tidak memandangnya sebagai lawan


jenis, tapi meski aku berpikir begitu, Hinao masih tetap anggota lawan jenis
yang memiliki rupa sangat cantik. Kalau aku sampai lengah sedikit saja,
nafsuku sebagai pria yang sehat akan menghancurkan pekerjaanku sebagai
pengurus.

Untuk mengubah suasana hatiku, aku merogoh kertas-kertas yang telah


kusisihkan. Dalam diam, aku membaca dokumen yang kutempatkan di dalam
plastik bening supaya itu tidak basah.

“Apa itu?”

“Ini profil dari teman-teman sekelas kita. Shizune-san menyuruhku untuk


mengingat semua profil mereka.”

Dokumen-dokumen tersebut berisi profil rinci dari siswa-siswi Kelas 2A. Aku
kurang lebih sudah mengetahui profilnya Taisho dan Asahi-san, tapi
tampaknya siswa-siswi lain juga merupakan pewaris perusahaan besar dan
kerabat politisi terkenal.

“Hinako, apa di kelas kau punya orang yang sangat akrab denganmu?”

“Tidak ada.” jawabnya, dengan suara lembut yang biasa.

“Begitukah? Bukannya kau itu dikelilingi oleh berbagai orang di dalam kelas.”

“Memang benar..., tapi tidak ada yang bisa disebut sebagai sahabat.”

“......Begitu ya.”
Jadi lebih seperti teman, tapi tidak bisa di sebut sebagai sahabat, ya.

Meskipun aku baru satu hari menghadiri akademi, kurang lebih aku mengerti
tentang situasi yang dihadapi Hinako. Baik atau buruk, Hinako adalah
keberadaan yang mengambang di Akademi Kekaisaran. Saat di dalam kelas,
Hinako di ajak bicara oleh banyak orang, tapi jika dilihat dari sudut pandang
lain, mereka terkadang lebih seperti teman daripada sahabat.

“Hinako, tidakkah kau punya pemikiran untuk memiliki seorang sahabat?”

“Hmm............” tidak seperti biasanya, Hinako berpikir sedikit lebih lama.


“...Dirimu saja sudah cukup kok.”

Akan kuanggap perkataan itu sebagai suatu kepercayaan yang kuat


terhadapku. Saat aku merasakan sedikit senang, dengan perlahan, Hinako
berdiri dari bak mandi. Dia kemudian mendekatiku, lalu duduk
membelakangiku.

“Cucikan rambutku.”

“......Hah?” Terrhadap Hinako yang menoleh ke arahku, aku hanya bisa


memiringkan kepalaku. “K-Kau ‘kan bisa mencucinya sendiri.”

“...Biasanya Shizune yang akan mencucikan rambutku.”

Justru karena itu, bukankah sekarang lebih baik kau belajar mencucinya
sendiri?

Terhadapnya yang seperti itu, aku menghela napas kecil. Yah, lagian Hinako
ini memang benar-benar seorang Ojou-sama. Rambutnya yang sampai
dicucikan oleh pelayan adalah suatu hal yang sangat khas dari seorang Ojou-
sama.

“Kalau kau memang mau dicucikan, maka setidaknya keluarlah dulu dari
dalam bak mandi.”

“Kenapa...? Biasanya aku selalu mencucinya di sini...”


Begitukah? Tidak, jika dipikir-pikir, ini adalah bak mandi pribadi milik
Hinako. Dengan kata lain, setelah Hinako menggunakannya, semua air panas
dalam jumlah besar ini akan dibuang begitu saja. Jika demikian, mungkin
tidak akan ada masalah untuk mencuci rambutnya meskipun sedang
berendam di dalam bak mandi... Tapi tetap saja, itu namanya pemborosan
dalam tagihan air.

“Apa kau punya bintik-bintik gatal?”

“Tidak ada...”

Aku mengoleskan sampo dan kemudian mencuci rambut Hinako. Aku


bermaksud untuk mencucinya dengan sangat hati-hati, tapi ini adalah
pertama kalinya aku mencuci rambut seorang wanita. Aku ingin tahu, apakah
benar seperti ini...?

“...Mu~” Saat aku mencuci rambutnya, Hinako mengeluarkan desahan kecil.


“Rasanya gerah..., Ini menghalangi saja.”

Mengatakan itu, Hinako meraih punggungnya dan kemudian melepas


bikininya.

“Ap—!?”

Sontak, tanganku yang mencuci rambutnya langsung berhenti. Terhadapku


yang merasa terkejut, Hinako hanya memalingkan wajahnya ke arahku.

“Ternyata benar ya, kau ingin melihatnya, kan...?”

“J-Jangan ngelantur—”

“Tidak? Aku tidak ngelantur kok.” kata Hinako sambil tersenyum.

Aku benar-benar terkejut hingga napasku menjadi tersenggal-senggal.

“Lagipula, aku mengenakan pakaian renang karena Shizune terus memaksaku


untuk mengenakannya.”
Dengan perasaan yang terkesan seperti merasa kesal, Hinako meraih bagian
bawah pakaian renangnya. Tingkahnya yang benar-benar tanpa pertahanan
itu sekali lagi mengalihkan pemikiran rasionalku—

“......Eh, tunggu sebentar.” Kayaknya aku baru saja mendengar kalimat yang
tidak boleh kulewatkan, “...Apa Shizune-san tahu mengenai kita yang mandi
bareng?”

“Mm.” Hinako mengangguk kecil.

Kemudian, aku menyadarinya. Aku bertanya-tanya, mengapa sampai


sekarang aku tidak menyadarinya. Saat ini, pintu kamar mandi terbuka sekitar
5 mm. Melalui celah yang kecil itu—tatapan yang dipenuhi dengan niat
membunuh tertuju ke arahku.

“Whoa...!?”

Merasakan ketakutan yang luar biasa, tubuhku segera tersentak.

Itu adalah Shizune-san, sudah sejak kapan dia mengawasi kami?

Saat aku meneteskan keringat dingin akibat merasakan hasrat membunuh


yang begitu kuat, pintu kamar mandi terbuka sedikit lagi dan memperlihatkan
wajah Shizune-san seutuhnya. Dalam diam, Shizune-san mendesakku untuk
terus mencuci rambut Hinako.

“Mmm..., itu geli.”

“Aah, maaf,”

Entah bagaimana, aku berhasil menekan kegelisahanku dan terus mencuci


rambut Hinako. Setelah memanjangkan shower yang ada di samping dan
membilas sampo yang ada di rambutnya, aku menarik napas lega.

“A-Aku sudah selesai mencucinya...”

Padahal sekarang aku lagi mandi, tapi seluruh tubuhku bersimbah keringat
dingin.
“Terima kasih... aku akan menjadikan ini rutinitas harian kita.”

“Eh.”

“Setiap malam, cucikan rambutku ya.”

Setelah mengatakan itu, Hinako berdiri dan pergi ke ruang ganti.

Tunggu sebentar..., apa itu berarti, mulai sekarang aku harus merasakan
kengerian ini setiap malam?

Kemudian, seolah menggantikan Hinako, Shizune–san masuk ke kamar


mandi. Tatapannya terlihat sangat dingin.

“Terima kasih atas kerja kerasmu, Itsuki-san.”

“B-Begitu juga denganmu...., Erm, sejak kapan kau mengawasi kami?”

“Sejak awal.”

“Sejak awal, ya...”

Itu artinya, dia melihatku yang merasakan perasaan tidak bermoral saat
sedang melihat Hinako. Aku jadi merasa malu dan takut pada saat yang
bersamaan.

“Di ruang ganti aku sudah menyiapkan baju ganti untukmu, kau bisa
menggunakannya saat kau selesai mandi.”

“Ah, iya. Terima kasih banyak.”

“Dan juga—” mengatakan itu, Shizune meletakkan botol yang berisikan


sesuatu seperti obat di sampingku. “Jika kedepannya kau memiliki perasan
yang tidak bermoral terhadap Ojou-sama, harap untuk meminum obat ini.”

“Apa ini......?”
“Ini adalah obat yang akan dengan sengaja menyebabkan efek DE, dengan
menggunakan efek samping antidepresan dan antikonvulsan. Yah,
sederhananya..., ini adalah obat yang akan membuat itu tidak akan bisa
berdiri tegak.”

“Hiiiii!?”

Kalau aku sampai meminum sesuatu seperti itu, aku akan menjadi seorang
maid (pelayan).

Aku gemetaran saat melihat punggung Shizune-san yang meninggalkan obat


itu dan keluar dari kamar mandi.
Bab 16
Identitas Dari Gadis Yang Memiliki Tatapan Tajam

Hari kedua kehidupan sekolahku di akademi.

Berganti ke seragam olahraga, kami para siswa berkumpul di gedung olahraga


yang besar.

“Hari ini kita akan bermain bulu tangkis.” kata guru wanita yang bertanggung
jawab atas pelajaran PJOK.

Di Akademi Kekaisaran, sekolah yang menghasilkan pengusaha dan politisi di


masa depan, juga memiliki mata pelajaran PJOK. Sama seperti di SMA yang
kuhadiri sebelumnya, mapel ini dilangsungkan kepada dua kelas secara
bersamaan dan dibagi antara anak laki-laki dan perempuan. Saat ini, siswa-
siswi dari Kelas 2A dan Kelas 2B berkumpul di gedung olahraga.

“Untuk perempuan, kalian bisa menggunakan sisi barat gedung, dan untuk
laki-laki, kalian bisa menggunakan sisi timur gedung.”

“Baiklah, anak laki-laki, ayo kita pindah sekarang.”

Mengatakan itu, guru laki-laki yang bertanggung jawab atas pelajaran PJOK
membimbing kami siswa laki-laki untuk segera berpindah tempat.

Dibandingkan dengan semua pelajaran yang sampai saat ini kulalui, aku
merasa jauh lebih santai. Baik itu sekolah swasta yang bergengsi ataupun
SMA umum yang biasa-biasa saja, konten pembelajarannya pasti akan hampir
sama.

“Nishinari. Seperti yang kuduga, kau memiliki tubuh yang sangat baik.”
“Yah..., kadang-kadang aku melatih tubuhku.”

Sambil berjalan, aku mengobrol ringan dengan Taisho yang ada di sampingku.
Kenyataannya, tubuhku yang seperti ini hanya dilatih oleh pekerjaan sambilan
yang membutuhkan kekuatan fisik. Tentunya, sekarang aku sudah keluar dari
pekerjaan seperti itu, tapi sekarang, Shizune-san memberikanku pelajaran
bela diri. Aku tidak berpikir bahwa aku akan kesulitan dalam hal yang
berhubungan dengan olahraga.

“Tapi tetap saja, gedung olahraga ini besar sekali, ya?”

“Yah, karena luasnya sekitaran 3000 meter persegi, kurasa itu memang cukup
besar untuk sekedar gedung olahraga.”

Skala tersebut sangat berbeda dibandingkan dengan gedung olahraga yang


dibangun di sekolah pada umumnya. Alih-alih gedung olahraga, ini lebih
seperti aula besar untuk pengadaan acara atau pesta.

“Setelah selesai melakukan pemanasan, kita akan melakukan reli terlebih


dahulu.”

Setelah melakukan pemanasan dan berlari tiga lap di tepi lapangan, latihan
bulu tangkis segera dimulai.

Aku tidak tahu ini karena aku baru saja pindah ke akademi ini, tapi
tampaknya, latihan bulu tangkis seperti ini sudah beberapa kali diadakan.
Latihan segera menjadi lebih seperti pertandingan, lalu aku dan Taisho pergi
ke tepi lapangan untuk menunggu giliran kami.

“......Fuuu.”

Berkat pelatihan dari Shizune-san, tubuhku tidak terasa kaku.

Jika itu adalah pelajaran PJOK, kupikir aku akan bisa mengikutinya dengan
baik.
Ini adalah kehidupan sekolah yang sangat sulit bagiku dalam berbagai hal,
tapi tampaknya, aku tidak perlu khawatir tentang masalah olahraga.

“Halo, Nishinari-kun.”
Tiba-tiba, sebuah suara memanggil namaku dari belakang. Ketika aku
berbalik, di sana ada Asahi-san. Sepertinya dia merasa bosan saat menunggu
gilirannya bermain bulu tangkis, jadinya, dia datang ke sini untuk
menghabiskan waktu.

“Tadi aku melihatnya loh~ kau melakukannya dengan sangat baik.”

“Yah, aku tidak terlalu buruk dalam bidang olahraga. Sepertinya kau juga
cukup pandai dalam berolahraga, Asahi-san?”

“Oh, apa kau melihatnya? Seperti yang kau katakan Nishinari-kun, aku juga
cukup pandai dalam bidang olahraga.”

Asahi-san mengatakan itu dengan bangga, dan kemudian Taisho


menanggapinya.

“Kau juga mahir dalam bermain skater ‘kan, Asahi.”

“Begitulah, bagaimanapun juga aku memiliki kepercayaan diri dalam


keseimbanganku. Kau sendiri, Taisho-kun, bidang olahraga apa yang kau
kuasai? Golf?”

“Kalau itu mah aku sangat pandai. Sejak aku masih kecil aku sering
memainkannya dengan Ayahku,” kata Taisho sambil tertawa.

Saat aku mendengarkan percakapan mereka..., aku segera merasa cemas.

“Erm..., mungkinkah, di akademi ini kita juga akan mempelajari skater dan
golf?”

“Ya, kalau sudah kelas 2, kita juga akan belajar olahraga polo.”

“Po-Polo...?”

Saat aku memiringkan kepalaku terhadap cabang olahraga yang tidak


kuketahui itu, Asahi-san menjelaskan.
“Itu semacam olahraga berkuda. Kau nantinya akan menunggang kuda dan
kemudian mengontrol bola dengan tongkat.” [Catatan Penerjemah: Lebih
lengkapnya cek di sini.]
Menunggang kuda...? Menaiki kuda saja aku tidak pernah melakukannya
dalam hidupku.

Aku terlalu naif.


Kupikir aku akan bisa mengikuti pelajaran PJOK dengan baik..., tapi
tampaknya hal itu hanya berlaku untuk sekarang. Aku sama sekali tidak
memiliki pengalaman dalam golf, skater, atau polo. Sepertinya aku tidak akan
bisa lepas dari pelajaran yang akan diberikan oleh Shizune-san.

“Ada apa, Nishinari?”

“...Tidak ada apa-apa.”

Terhadapku yang merasa depresi, Taisho mengkhawatirkanku.

Menghela napas, aku melihat ke arah lapangan. Sepertinya aku masih punya
cukup waktu sebelum giliranku tiba.

“Ngomong-ngomong, ternyata Akademi Kekaisaran juga memiliki desain yang


sangat rumit untuk seragam olahraga mereka, ya?”

“Oh, tentang ini. Kudengar-dengar ini dirancang oleh salah satu alumni kita.”
kata Asahi-san, sambil menunjuk ke kerahnya.

“Begitukah?”

“Ya. Orang itu sekarang menjadi murid dari seorang perancang busana yang
terkenal di dunia. Jadi menurutku, desain ini akan datang dengan harga yang
lumayan dalam waktu dekat.”

Whoa, ini dunia yang sangat luar biasa. Aku merasa ingin melarikan diri dari
kenyataan. Aku memang khawatir tentang hal ini ketika aku menerima
pekerjaan sebagai pengurus, tapi seperti yang kupikirkan, aku memang tidak
pada tempatnya di Akademi Kekaisaran ini.
“Oh, itu Konohana-san.” kata Asahi-san, mengalihkan padangannya ke tengah
lapangan di bagian barat gedung.

Di sana ada Hinako yang memegang raket di tangannya. Saat kok terlempar
ke atas, Hinako memukulnya dengan sangat kuat. Kok itu kemudian jatuh ke
sudut lapangan, dan Hinako memenangkan pertandingan.

“Konohana-san..., dia tidak hanya pandai dalam belajar, dia juga pandai
dalam olahraga, ya.”

“Kau benar. Dirinya adalah apa yang kami para gadis juga sangat kagumi.”

Tidak hanya Taisho dan Asahi-san, siswa-siswi lain juga melihat ke arah
Hinako dengan perasaan kagum.

Sebelumnya aku telah mendangar bahwa dia memiliki keterampilan yang baik
dalam olahraga maupun akademis, dan tentunya, tidak ada keraguan bahwa
dia memiliki kemampuan yang membuatnya pantas memiliki reputasi itu.

“Yah, jika itu adalah PJOK, tidak hanya Konohana-san saja yang ahli di
dalamnya,”

Mengatakan itu, Taisho mengalihkan pandangannya dari Hinako ke arah siswi


lain.

“Kau benar..., Miyakojima-san juga sangat luar biasa.”

Asahi-san mengangguk dan memperhatikan siswi itu juga.

Apa yang ada di ujung pandangan mereka adalah seorang siswi berambut
hitam yang diikat. Dibandingkan dengan Hinako, dia memiliki sosok yang
ramping dan tinggi untuk seorang gadis pada umumnya. Mata dan hidungnya
sama bagusnya seperti Hinako, dan kecantikannya lebih seperti kecantikan
dewasa.

Dengan gerakan kaki yang ringan, gadis itu memukul balik kok dan
menjatuhkannya ke lapangan lawan. Gerakannya sangat baik sehingga
bahkan seorang amatir pun bisa mengetahui bahwa dia sangatlah terlatih.
“Kau pasti tidak mengenalnya ‘kan, Nishinari-kun? Gadis itu adalah Narika
Miyakojima. Meskipun tidak sampai di tingkat yang sama dengan Konohana-
san, tapi di Akademi Kekaisaran ini, dia adalah orang yang cukup populer.”

“...Populer?”

“Seperti yang kau lihat, dia sangat ahli dalam olahraga. Dan menurutku
pribadi, dia itu lebih baik daripada Konohana-san dalam bidang tersebut.
Selain itu, dia juga salah wanita yang paling cantik di akademi.”

“Cantik. ya...”

Memang benar, di adalah wanita yang penampilannya sangat menarik dan


bermartabat.

“Tapi, bagian yang paling mencolok darinya adalah...., tuh, coba kau lihat
dulu.” gumam Asahi-san.

Latihan selesai dan gadis itu keluar dari lapangan. Pada saat itu, dua siswi
yang tadinya menonton pertandingannya menghampiri gadis tersebut.

“E-erm! Miyakojima-san. itu tadi pertandingan yang sangat baik!”

“Kau benar-benar sangat mahir ya dalam berolahraga!”

Dengan suasana yang agak canggung, kedua siswi itu mencoba berbicara
dengan gadis itu. Namun, gadis itu menatap kedua siswi itu dengan mata yang
tajam seperti pisau,

“—Hah?”

“Hiii—!?”

Dengan suara yang agak menakutkan, dia mengintimidasi kedua siswi itu.

““M-Maaf!””

Merasa takut, kedua siswi itu melarikan diri dengan wajah yang pucat pasi.
Asahi-san, yang melihat adegan itu, menghela nafas kecil.

“Aku tidak benar-benar ingin mengatakan ini, tapi... Miyakojima-san itu agak
menakutkan. Pada dasarnya, sepanjang waktu dia akan diam dan
menampilkan ekspresi yang sangat kaku.”

“Ada banyak sekali rumor tentang dia, bukan? Seperti misalnya, di balik layar
dia adalah anggota dari geng motor, atau juga bahwa keluarganya adalah
yakuza.” ujar Taisho.

Dilihat dari sikap mereka berdua, tampaknya mereka lebih menganggap kalau
rumor itu hanya sekedar rumor tidak berguna dibandingkan dengan sesuatu
yang terasa lucu.

“Yah, itu hanyalah rumor, dan itu sama sekali tidak perlu dipercaya... Cuman
ya itu tadi, dia seperti orang yang memiliki tembok yang mengelilingnya.
Sebelumnya aku sudah beberapa kali memberanikan diri untuk mencoba
berbicara dengannya, tapi dia selalu menghindar dengan mengatakan [Aku
punya sesuatu yang mau kulakukan.]”

“...Jadi begitu ya.”

Akademi Kekaisaran adalah sekolah dimana hanya siswa-siswi terbaik yang


bisa menghadirinya. Sesuatu seperti pembulian dan diskriminasi tidak ada di
akademi ini. Namun meski begitu, tampaknya masih ada beberapa orang yang
terasingkan seperti gadis itu.

“Nishinari, sudah saatnya giliran kita.”

Diberitahu begitu oleh Taisho, aku menuju ke lapangan.

Seperti itu, pelajaran PJOK berlangsung tanpa hambatan.

---

Setelah mengganti seragam olahragaku ke seragam normal, sekarang aku


dalam perjalanan kembali ke ruang kelas.
Untuk berjaga-jaga, aku menyempatkan diriku untuk mengecek situasinya
Hinako. Saat ini dia sedang berjalan sambil ditemani oleh beberapa siswi lain.
Bagi dirinya, adalah suatu kewajaran untuk dikerumuni seperti itu.

Yah, kurasa selain istirahat panjang seperti istirahat makan siang, menurutku
aku tidak perlu terlalu khawatir dengannya saat jeda singkat antar mapel
seperti ini.

“...Ah.”

“Ada apa, Nishinari?”

“Maaf. Sepertinya sepatu olahragaku ketinggalan di ruang ganti, aku mau


mengambilnya dulu.”

Berpisah dari Taisho, aku kembali ke ruang ganti. Aku terlalu


mengkhawatirkan Hinako sampai-sampai aku menjadi tidak peduli pada
diriku sendiri.

“Oh, itu dia.”

Begitu aku membuka pintu ruang ganti, aku segera menemukan sepatu
olahragaku yang terletak di atas meja.

Nah, sekarang aku harus cepat-cepat kembali ke kelas sebelum pelajaran


berikutnya segera dimulai.

Saat aku bergegas pergi dari ruang ganti dan keluar dari pintu—

“~!?”

“...~!?”

—Aku hampir menabrak seorang gadis.

Merasa sedikit terkejut, kami saling memandang untuk sejenak.

“Apa kau baik-baik saja?”


“Iya, maaf ya...”

Sambil meminta maaf seperti itu, aku melihat wajah gadis itu, dan—
ekspresiku segera menjadi kaku.

Gadis yang berdiri di sana adalah gadis yang sebelumnya menjadi topik
pembicaran, Narika Miyakojima.

“B-Baiklah, aku permisi dulu...”

Berusaha sebaik mungkin untuk bersikap secara alami, aku berbalik


memunggunginya.

Aku mencoba untuk kembali ke kelas secepat mungkin, tapi kemudian, gadis
itu meraih lengan bajuku dan menahanku.

“Hei.” Aku bisa mendengar suara gadis itu. “Jangan bilang..., kau adalah...,
Itsuki?”

Rasa dingin dengan segera merambat di punggungku. Dengan takut-takut,


aku menanggapi gadis itu.

“K-Kau salah orang.”

“Tidak, tidak, tidak, tidak! Kau pasti Itsuki! Aku yakin aku tidak salah, kau
pasti Itsuki!”

Wajahnya tersenyum dan nada suaranya meninggi saat gadis itu menatapku
dengan mata yang berbinar.

“Uuuuaaaaa..., Itsuki~!!”

Dengan air mata di sudut matanya, gadis itu mendekatiku dengan tangan
yang terentang.

“Aku sangat merindukanmu~, Itsuki~!!”

“Guhe!?”
Dia memelukku dengan sangat erat.

Bab 17
Hanya aku yang tahu bahwa gadis cantik yang ditakuti di akademi,
sebenarnya hanyalah gadis yang kikuk dan kesepian (1)

Mari kita berbicara sedikit tentang masa lalu.

Dulu, aku pernah dirawat oleh keluarga Miyakojima—

---

Keuangan keluarga Nishinari selalu membara sepanjang tahunnya, dan


nyatanya, orang tuaku pernah mecoba untuk bercerai.

Tampaknya orang yang tidak berguna akan merasa nyaman saat bersama
dengan orang yang tidak berguna, dan meskipun mereka menjalani
kehidupan yang tidak berguna bersama-sama, mereka tampaknya hidup
rukun satu sama lain.

Namun, saat aku berumur sepuluh tahun, pernah terjadi kekacauan masalah
perceraian.

Sesuatu memicu Ayah dan Ibuku untuk mencoba mendorong alasan


kemiskinan kami pada pihak lain. Kekacauan tersebut kemudian menjadi
semakin parah, hingga pada tingkat yang tidak biasa bagi keluarga Nishinari.
Alhasil, Ibuku memutuskan untuk pergi dari rumah, dan aku dibawa secara
paksa oleh beliau.

Meskipun dia pergi dari rumah, karena Ibuku sudah tidak lagi diakui oleh
keluarganya, beliau tidak memiliki tempat tujuan. Oleh karena itu, kendati
mengunjungi rumah orang tuanya, Ibuku mengunjungi rumah kerabatnya.
Dan kerabat itu adalah—keluarga Miyakojima.

Aku kemudian mengetahui bahwa Nenek dari pihak Ibuku adalah putri dari
keluarga Miyakojima. Namun, sama seperti Ibuku, Nenekku menjalani
kehidupan yang tidak berguna dan tidak pernah mengambil alih keluarga
Miyakojima, dan akhirnya, dia menjadi tidak diakui.

Namun, Ibuku beriskeras mengatakan “Yang tidak diakui adalah Ibuku, bukan
aku!!” dan dengan paksa menyatakan diri sebagai kerabat dari keluarga
Miyakojima, Anehnya, rencananya itu berhasil dengan sempurna.

Dengan demikian, saat aku berumur sepuluh tahun, aku tiba-tiba dibawa ke
sebuah rumah mewah bergaya Jepang dan disambut sebagai tamu keluarga
Miyakojima.

Namun, kami adalah adalah tamu yang tak diundang. Keluarga Miyakojima
dengan jelas melihat ibuku sebagai pengganggu, begitu pula denganku yang
merupakan putranya. Aku masih ingat dengan jelas tatapan dingin yang
kuterima pada saat itu.

Dan di hari kedua aku tinggal di rumah keluarga Miyakojima, aku bertemu
dengan Narika Miyakojima.

“Kamu siapa!?”

Di dalam dojo, gadis itu tengah mengayunkan pedang bambu. Aku sangat
penasaran untuk melihatnya, jadinya secara refleks aku mendekatinya. Tapi,
gadis itu segera membentakku.

“E-Erm, aku Itsuki Nishinari. Sudah sejak kemarin aku menginap di sini dan
merepotkan kalian.”

Aku tidak tahu apa-apa tentang etiket, tapi aku melakukan yang terbaik untuk
bersikap sopan dengan caraku sendiri.

Namun, gadis itu menajamkan tatapan matanya.

“Dengarkan aku, Itsuki! Aku membenci orang yang tidak berguna!”


“Iya.”

“Aku sudah mendengar banyak hal tentang kalian! Di rumah ini, kalian tidak
melakukan apa-apa dan taunya cuman makan saja!”

“......Iya.”

Aku terkejut dikatai seperti itu oleh lawan jenis yang seusia denganku. Tapi
meski begitu, memang seperti itulah kenyataannya.

“Untuk itu, aku akan memberimu pekerjaan! Mulai sekarang, kau akan
menjadi pengurusku!”

“......Eh?”

Terhadap gadis yang mengatakan itu dengan penuh rasa bangga, aku
memiringkan kepalaku. Aku tidak tahu aku harus mengurus apa, tapi..., pada
intinya, aku adalah orang yang numpang di rumah orang lain. Jika aku diberi
pekerjaan, aku tidak punya pilihan selain menerimanya.

Sejak saat itu, aku hampir selalu bersama gadis itu selama aku tinggal di
keluarga Miyakojima. Setiap harinya, ada lebih dari sepuluh kali gadis itu
akan memanggilku.

“Uwaaa!? Itsukiiiii! Di kamarku ada serangga!?”

“Ya, ya, aku akan mengusirnya sekarang.”

Di rumah kami, serangga yang memasuki kamar sudah seperti kejadian


sehari-hari. Karenanya, dengan mudah aku mengusir sesuatu yang berwarna
hitam dan bisa terbang itu keluar dari kamar.

“Uwaaaaaa! Istsukiiii!? Ayahku marahin aku!?”

“Ya, ya, itu pasti sulit ya.”

Aku mengelus-ngelus kepala gadis yang menangis itu untuk


menenangkannya.
Ayah gadis itu kemudian memelototiku dengan sangat tajam, dan sebenarnya,
saat itu aku ingin menangis lebih keras daripada gadis itu.

“Itsuki..., kau ini lebih kuat daripadaku ya.”

“Begitukah?”

“Iya. Karena, tidak sepertiku, kau tidak akan menangis saat melihat serangga,
dan kau bahkan tidak merasa takut saat orang dewasa memarahihmu.”

Ada hari-hari ketika itu sangat berisik, dan ada hari-hari ketika gadis itu
mengeluarkan suara lembut.

Sekarang aku memikirkannya, gadis itu pasti menginginkan seseorang untuk


dapat terus berada di sisinya. Sebagai satu-satunya putri dari keluarga
Miyakojima, dia tidak memiliki siapapun yang dapat dia curahkan segala hal
tentang kelemahannya.

Dia adalah gadis yang kuat, namun, itu hanya kuat dalam artian fisik, tidak
dalam artian mental. Misalnya, pada usia sepuluh tahun, dia sudah menguasai
kendo seperti orang dewasa lainnya. Namun, kondisi mentalnya kurang dari
anak-anak seusianya.

“Hei, Itsuki. Kau tahu, sebagai wanita dari keluarga Miyakojima..., aku harus
menjadi orang yang kuat.” Dengan ekspresi yang muram, gadis itu berbicara
kepadaku. “Tapi, aku tidak memiliki keberanian.”

“Keberanian?”

“Iya, padahal aku sudah berusia sepuluh tahun..., tapi aku tidak berani utnuk
pergi keluar rumah sendirian.”

Aku mendengar bahwa gadis itu terpaksa menjalani kehidupan yang terlalu
protektif sebagai putri dari keluarga Miyakojima. Sejak usia dini, dia telah
diajari bahwa segala sesuatu yang ada di luar rumah itu berbahaya, dan
akibatnya dia menjadi takut akan keadaan di luar rumah. Namun, saat dia
pergi ke sekolah dengan naik mobil, dia melihat teman sekelasnya pergi ke
sekolah sendirian, yang membuatnya jadi merasa iri kepada temannya itu.
“Kalau begitu, apa kau ingin mencoba untuk pergi keluar bersamaku?”

“......Eh?”

“Kupikir kalau cuman di sekitaran sini saja tidak akan apa-apa.”

Bagiku yang dibesarkan di keluarga yang biasa-biasa saja, dunia luar sudah
tidak asing lagi bagiku. Dengan pemikiran itu, aku meraih tangan gadis itu
dan pergi keluar dari mansion.

“Luar biasa!”

Gadis itu menjadi bersemangat. Sepertinya ini adalah pertama kalinya dia
berada di luar rumah tanpa adanya orang dewasa.

“Luar biasa! Luar biasa, luar biasa, luar biasa! Aku bebas!”

Meskipun itu hanyalah jalanan biasa, gadis itu berjalan dengan tangan yang
terentang seolah-olah dia sedang berada di taman bunga.

“Hei, Itsuki! Itu apa!?”

“Itu toko jajanan. Apa kau ingin masuk ke dalamnya?”

“Iya!”

Untungnya, aku punya sedikit uang receh, jadi aku membelikan gadis itu
beberapa jajanan murah.

Sejujurnya, karena tiap harinya aku menerima tatapan dingin dari para
pelayan yang bekerja di mansion, aku juga merasa tidak nyaman saat aku
berada di dalam mansion. Jadi bisa dibilang, aku juga merasa sangat senang
bisa berada di luar seperti itu.

“Itsuki, ini apa!?”

“Itu Umaibo.”
Gadis itu memakan jajanan berbentuk tongkat dengan ekspresi penasaran di
wajahnya.
“Ini enak sekali!”

“Yah, namanya juga umaibo.”


[Catatan Penerjemah: Enak (Umai), dan yang dimakan adalah Umaibo [Umai
(enak) + bo (tongkat), jadinya Tongkat yang Enak.]
Aku yang membawa gadis itu untuk pergi keluar dari rumah berlanjut selama
beberapa hari. Dia bilang Ayahnya akan marah jika beliau tahu kalau dia
keluar tanpa izin, jadinya, kami terus menyelinap keluar dari mansion tanpa
ditemukan oleh para pelayan dan menghabiskan waktu dengan sebentar di
luar agar tidak terlihat mencurigakan.

Tapi—tidak butuh waktu yang lama, kami yang bermain-main di luar rumah
itu segera ketahuan.

Aku dimarahi dengan kasar oleh Ayah gadis itu.

“Bagaimana kau akan bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi pada
Narika!! Meskipun kau itu masih anak-anak, aku tidak akan memaafkanmu
kalau kau sampai merayu putriku!! Keluar dari sini sekarang juga!”

Saat itu, aku tidak bisa memahaminya, tapi aku tahu bahwa aku seharusnya
tidak membawa putri dari keluarga Miyakojima keluar rumah begitu saja.
Alhasil, aku dan Ibuku diusir dari kediaman Miyakojima karena aku
bertanggung jawab membahayakan gadis itu.

Sejak awal, mereka memang sudah bermaksud untuk mengusir kami dalam
waktu dekat. Para pelayan dengan cepat mengemasi barang-barang kami, dan
aku serta Ibuku dengan mudah diusir dari mansion.

“Itsukiiii!!”

Saat aku pergi, gadis itu meneriakkan namaku sambil menangis.

“Aku, Aku pasti akan menjadi lebih kuat!”

Itulah kata-kata terakhir yang kudengar dari gadis itu.

---
Siswi yang saat ini berada di depanku adalah Narika Miyakojima, seorang
gadis yang merupakan sepupu dua kali dengan diriku.

“Itsuki! Itsuki, Itsuki, Itsuki! Aku sangat merindukanmu!!”

“...Ya, ya”

Sambil mengelus kepala Narika yang memelukku, aku dengan tenang melihat
ke sekeliling. Untungnya, di koridor ini tidak ada orang lain lagi selain kami.
Kalau sampai ada yang melihat adegan ini, segala sesuatunya pasti akan
berakhir dengan aku dituduh melakukan pelecehan seksual pada hari kedua
aku pindah di akademi ini.

“Narika, untuk sekarang tenanglah dulu. Bagaimana jika ada orang yang
melihat kita seperti ini?”

“Uuuuuhh..., Punggungku keram...”

“Apa?”

Narika merebahkan tubuhnya dan menempel di tubuhku.

“Aku terlalu senang sampai punggungku terasa keram...!” Kata Narika,


dengan air mata mengalir di pipinya.

Dia ini..., sama sekali tidak menjadi lebih kuat.


Bab 18
Hanya aku yang tahu bahwa gadis cantik yang ditakuti di akademi,
sebenarnya hanyalah gadis yang kikuk dan kesepian (2)

Aku buru-buru membawa Narika ke UKS saat dia berada dalam kondisi
dimana punggungnya terasa keram. Menurut perawat di ruang UKS, dia akan
sembuh setelah beberapa saat, jadi aku mencoba untuk kembali ke kelasku.

“Uugh, tunggu..., jangan tinggalkan aku sendirian...”

“...Ya, ya.”

Dia memohon padaku dengan berlinang air mata, jadinya, aku tidak punya
pilihan lain selain membolos dan menemani Narika.

Sambil berpikir, aku meletakkan tanganku di dahiku. Untungnya, sekarang


adalah proses pembelajaran, dengan kata lain, saat ini Hinako harusnya
sedang berada di ruang kelas. Saat dia berada di dalam kelas, Hinako akan
berakting sebagai Ojou-sama yang sempurna, jadi tidak akan masalah
sekalipun aku tidak berada di dekatnya.

“Itsuki. Apa yang terjadi padamu setelah kau diusir dari rumahku?”

Ditanyai oleh Narika yang duduk di tempat tidur, aku menjawabnya.

“Orang tua berbaikan dan semua kekacauan di selesaikan.”

“Begitu ya..., baguslah kalau begitu.”

Narika terlihat lega, tapi kemudian, dia langsung menatapku dengan tajam.

“Tapi setidaknya kau bisa menghubungiku ‘kan. Aku sangat khawatir tentang
apa yang terjadi padamu setelah itu, tahu?”
“Itu..., maafkan aku. Tapi meski kau bilang begitu, aku tidak mengetahui
informasi kontak keluarga Miyakojima.”

“......Kau ada benarnya.”

Dan sekalipun aku bisa menghubunginya, akan sulit untuk bisa berbicara
dengan Narika. Dan karena aku dan Ibuku dikucilkan oleh keluarga
Miyakojima, kecil kemungkinan kalau mereka akan mau melakukan kontak
dengan kami.

“Mungkin sudah terlambat untuk mengatakan ini, tapi aku mau minta maaf
tentang apa yang terjadi saat kita masih kecil. Maafkan aku karena sudah
membawamu keluar dari rumah begitu saja...”

“U-Untuk apa kau meminta maaf!” kata Narika, dengan nada yang tedengar
panik. “Justru aku harus berterima kasih padamu, Itsuki! Jika saja saat itu
kau tidak mengajakku untuk pergi keluar rumah..., aku yakin kalau aku akan
tetap menjadi seorang yang lemah seperti saat aku belum bertemu
denganmu.”

Saat dia mengatakan itu, aku merasa sedikit bahagia.

“Bukankah sekarang kau masih lemah?”

“Ugj..., tidak, itu..., aku ‘kan masih dalam masa pelatihan...”

Narika dengan canggung memilih kata-katanya. Jika dia menjadi wanita yang
kuat seperti yang dia nyatakan saat kami masih kecil, dia tidak akan dibawa ke
UKS karena alasan punggung yang keram.

“Yah, bagaimanapun juga Ayah Narika adalah orang yang sangat ketat. Dia
pasti tidak memberimu banyak kebebasan, bukan?”

“...Tidak, aku telah menang dari Ayahku.” kata Narika dengan singkat.

“Menang?”
“Ya. Kendo, judo, aikido, karate, dan segala macam seni bela diri, aku telah
menang melawannya. Itu adalah syarat agar aku bisa lepas dari pengawasan
keluarga Miyakojima..., Berkat itu, aku kurang lebih telah bebas sekarang.”

“B-Begitu ya.”

Seperti biasa, dia adalah gadis yang sangat kuat secara fisik.

“Tapi, biarpun aku telah bebas dan bisa pergi keluar rumah semauku, aku
tetap merasa kesepian jika tidak ada orang yang menemaniku di sisiku...”

Narika segera kehilangan energinya dan bergumam pada dirinya sendiri saat
dia menundukkan kepalanya.

“Ngomong-ngomong, di akademi ini kau sepertinya telah disalahpahami


dalam banyak hal ya, Narika.”

Aku teringat tentang apa yang dikatakan Taisho dan Asahi-san. Mereka
mengatakan bahwa ada rumor yang menyebutkan kalau dia adalah anggota
dari geng motor atau dia berasal dari keluarga yakuza. Tapi yah, Narika tidak
akan mungkin melakukan sesuatu seperti itu.

“Itu benar..., semua itu adalah kesalahpahaman.”

“Kenapa hal seperti itu bisa sampai terjadi?”

Saat aku bertanya, Narika menghela nafas dalam-dalam.

“...Moto keluarga Miyakojima adalah [Jiwa yang sehat bersemayam dalam


tubuh yang sehat]. Untuk itu, aku telah dilatih oleh semua jenis seni bela diri
sejak aku masih kecil.”

“...Kalau tidak salah, saat kita pertama kali bertemu, saat itu kau sedang
berlatih kendo, kan?”

“Ya. Bisa dibilang bahwa keluarga Miyakojima adalah keluarga seni bela diri.”

Keluarga seni bela diri ya..., itu sungguh keluarga yang sangat unik.
Namun, karena aku pernah tinggal di rumah keluarga Miyakojima, aku tahu
bahwa sebutan itu tidaklah berlebihan. Keluarga Miyakojima tidak hanya
mendirikan dojo pribadi di mansion mereka, tapi mereka juga menjalankan
dojo di samping mansion. Aku ingat bahwa aku sering mendengar teriakan
murid-murid mereka saat aku masih tinggal di sana.

“Mungkin karena pengaruh keluargaku yag seperti itu, aku jadi sering
dianggap cukup bar-bar. Ditambah lagi, ermm, aku akan memberitahu ini
karena pihak lainnya adalah dirimu..., aku ini orang yang tidak pandai dalam
berteman. Saat aku berdiri di depan orang lain, aku merasa gugup dan
wajahku menjadi tegang. Akibatnya, aku sering disalahpahami sebagai orang
yang menakutkan.”

Saat wajah Narika sedang berada pada tampilan cantik yang biasanya, tatapan
matanya memang sudah terlihat tajam. Dan ketika wajahnya menjadi tegang,
tatapan matanya akan terasa seperti kau sedang dipelototi dengan sinis.

“Yah..., lagipula kau memang selalu seperti itu. Meskipun sikapmu biasanya
keras, tapi saat kau bermain bersama orang lain, kau selalu mudah menangis
dan penakut tentang segala hal.”

[Catatan Penerjemah: Sikap yang keras di sini juga termasuk dalam cara
bicaranya, hampir semua cara bicara karakter di novel ini bahasanya sangat
formal dan terkesan lembut. Sedangkan untuk Narika, cara dia berbicara
cukup kasar dan tidak formal, seperti misalnya, dia akan menggunakan ‘Omae
(kamu)’ untuk memanggil orang lain.]

“K-Kau masih mengingat sesuatu seperti..., aku jadi sedikit terluka.”

“Tapi kenyataannya memang seperti itu, kan?”

“Uggh..., kau benar.” Narika menghela nafas. “P-Pada awalnya aku ingin
membentuk pertemanan dan menjalani kehidupan sekolah yang
menyenangkan. Cuman masalahnya aku terlalu gugup sehingga aku tidak bisa
berbicara dengan baik, dan ketika aku mencoba melakukan kontak mata
dengan seseorang, mereka jadi salah paham kalau aku sedang memelototi
mereka..., T-tau-tau, aku mendapati diriku memiliki berbagai rumor yang
aneh-aneh..., uuugghh!!”
Itu sungguh malang. Rasanya seperti mengalami nasib buruk di antara yang
terburuk dari terburuknya yang terburuk.

“Itsuki..., Apa yang harus kulakukan..., kumohon, tolong aku~...!!”

Dengan air mata berlinang, Narika memohon kepadaku. Dari apa yang
kudengar sejauh ini, dia adalah gadis yang sungguh malang. Kalau aku bisa
membantunya, maka aku akan melakukannya, tapi saat itu, aku menyadari
bahwa ponsel yang kuletakkan di kantong celanaku bergetar.

“M-Maaf, aku mau angkat telepon dulu sebentar.”

Aku keluar dari UKS dan mengeluarkan ponselku. Pihak lainnya adalah orang
yang sudah kudaga, yaitu Shizune-san.

[Itsuki-sama, sekarang anda sedang berada dimana?]

“...Maaf. Ada murid yang sedang sakit, jadi aku membawanya ke ruang UKS.”

[Jadi begitu. Aku bertanya-tanya apa yang terjadi padamu karena informasi
lokasimu dengan Ojou-sama tidak sinkron meskipun saat ini kalian tengah
dalam proses pembelajaran... Jika demikian, aku tidak akan
mempermasalahkan ini.]

“Terima kasih banyak.”

[Harap kembali ke ruang kelas anda secepat mungkin. Menolong orang lain
memang suatu hal yang baik, tapi harap jangan melaupakan pekerjaan anda
sebagai pengurus.]

“Aku mengerti.”

Kupikir aku akan kena teguran, tapi itu adalah pertukaran yang sedikit
antiklimaks. Tapi yang terpenting..., apa aku juga memiliki pemancar?

Ahhh, terserahlah..., untuk sekarang, ayo kembali ke ruang kelas seperti yang
diperintahkan.
Tapi sebelum itu, aku akan mengecek kondisi Narika untuk yang terakhir
kalinya.

Saat aku membuka pintu UKS, Narika menoleh ke arahku.

“Hei, Itsuki.”

“Ada apa?”

“Ngomong-ngomong, kenapa kau ada di akademi ini?”

......Nah sekarang, bagaimana aku harus menipunya?

Bagaimanapun juga, Narika tahu tentang situasi keluargaku.


Bab 20
Pengurusnya Siapa?

Aku dan Narika bereaksi hampir bersamaan terhadap kemunculan Hinako


yang begitu tiba-tiba.

“Hina—”

“――Ko-Konohana-san!?”

Suara Narika bergema seolah-olah menenggelamkan suara yang bocor dari


bibirku.

“K-Kenapa kau datang ke sini Konohana-san...?”

“Aku merasa tidak enak badan, jadinya aku izin untuk absen dari kelas.”

Hinako, yang berperan sebagai Ojou-sama yang sempurna, menjawab dengan


acuh tak acuh. Di saat yang sama, ponselku yang sejak tadi terus bergetar
sekarang telah berhenti bergetar.

Sial, apakah tadi Shizune-san mencoba menyampaikan tentang ini?


“Kalian sendiri sedang apa di sini, Nishinari-kun, Miyakojima-san?” tanya
Hinako.

Aku melirik ke arah Narika, dia benar-benar terlihtat gugup dan memiliki
ekspresi yang kuat di wajahnya. ...Kurasa ini alasan mengapa orang-orang
merasa takut terhadapnya. Dilihat dari sudut pandang lain, ini seperti Narika
memeloti Hinako dengan tatapan yang tajam. Tapi, Hinako sepertinya tidak
peduli dengan itu.

Di sini aku harus menjadi pihak yang menjawab.


Dengan pemikiran itu, aku mengambil sedikit jarak dari Narika dan melihat
ke arah Hinako.

“Errm..., tadi di koridor aku melihat Narika terjatuh, jadi aku membawanya ke
ruang UKS.”
“Oh, jadi begitu ya..., Apa itu berarti Miyakojima-san mengalami cedera di
kepalanya?”

“Kepala? Tidak, tidak ada cedera kok...”

“Begitukah? Kupikir ada cedera karena tadi kau mengelus-ngelus kepalanya.”

Nadanya terdengar sama seperti seperti biasanya, tapi aku bisa merasakan
kalau ada sedikit kilatan cahaya yang tajam di matanya.

Jadi dia melihatnya, ya...


“D-dengar dulu, Konohana-san! Aku dan Itsuki sudah saling kenal sejak
lama!” kata Narika dengan nada suara yang terkesan gugup.

“Sejak lama...?”

“Itu benar! Saat kami masih berumur sepuluh tahun, Itsuki pernah tinggal di
rumahku...”

“......Tinggal?”

Sekilas, kupikir Hinako sempat mengerutkan keningnya. Namun, Nairka


sepertinya tidak menyadari itu dan menegaskannya dengan suara keras.

“Iya! Saat itu, Itsuki selalu mengurusku!”

Terjadap penjelasan Narika, Hinako mengerutkan keningnya dengan jelas.


Yah, daripada disebut mengurusunya, aku hanya terus berada di sisinya, jadi
aku menganggapnya lebih seperti teman bermain, tapi...,

“Aku telah banyak merepotkan Itsuki saat kami masih kecil, jadi bisa dibilang,
dia adalah dermawanku. Itu sebabnya, aku senang bisa bertemu dengannya
lagi seperti ini.”

“...Jadi begitu ya.” seru Hinako, memahami situasinya.

Untuk sesaat, aku merasa Hinako memiliki ekspresi yang rumit di wajahnya.
“Oh iya, Itsuki. Apa kau ingin berkunjung ke rumahku? Kau bisa datang untuk
bermain kok... D-Dan juga, kalau kau mau..., aku akan senang jika kita bisa
memiliki hubungan sama seperti dulu...”

Narika mengatakan itu saat dia menatapku. Tapi, karena sekarang aku adalah
pegurusnya Hinako, itu adakah sesuatu yang tidak dapat kulakukan.

“Narika, itu—”

“――Itu tidak mungkin, Miyakojima-san.” Sebelum aku bisa berbicara, Hinako


sudah berbicara lebih dulu. “Karena, sekarang Nishinari-kun bekerja di
rumahku.”

“...Eh?”

Hinako mengungkapkan itu dengan mudah.

Mataku terbuka lebar karena terkejut, sedangkan di sisi lain, Narika membuat
suara-suara yang terdengar aneh.

“Hina—Konohana-san. B-Bukankah itu...,”

“Ada apa, Nishinari-kun? Kenyataannya memang seperti itu, kan?”

Itu memang benar, tapi...,

Oi oi, apa yang kau lakukan?


Tidak seperti Hinako yang dalam keadaan aslinya, Hinako yang berperan
sebagai Ojou-sama sangat sulit untuk dibaca maksud tindakannya.

Untungnya, penjelasan yang diberikan hanyalah mengenai aku yang bekerja


untuk keluarga Konohana, dengan begitu, pihak lain tidak akan bisa
mengetahui sifat asli Hinako yang sebenarnya. Namun, jika memungkinkan,
aku ingin menyembunyikan hubungan antara aku dan Hinako secara
menyeluruh. Jika Narika sampai menyebutkan informasi ini, aku dan Hinako
akan menjadi fokus perhatian dari semua siswa-siswi yang ada di akademi. Ini
akan menjadi penghalang untuk pekerjaanku sebagai pengurus.
“A-A-Apa maksudya itu, Itsuki!? Saat ini kau bekerja di rumahnya Konohana-
san...!?”

“Tidak, itu...”

Aku kebingungan dan melirik wajah Hinako. Sekalipun di sini aku


menyangkalnya, itu tidak ada gunanya jika Hinako menegaskannya.

“...Yah, b-begitulah. Lebih seperti..., aku menjaganya.”

Saat aku menjawab begitu, mata Narika terbuka lebar. Akhirnya, Narika
menatap Hinako dengan tubuhnya yang gemetaran.

“......Tidak adil.” dengan ekspresi yang kesal, Narika memeloti Hinako. “Itu
tidak adil! A-Aku ‘kan juga.......! Lagipula sejak awal, Itsuki itu adalah milik—
!!”

“Aku tidak tahu tentang hubungan kalian berdua di masa lalu, tapi saat ini
tempat Nishinari-kun bekerja adalah rumahku.” kata Hinako, sambil
menunjukkan senyum di wajahnya. “Nishinari-kun. Kalau kau cuman sekedar
mengantarnya ke UKS, bukankah lebih baik kau kembali ke kelas sekarang
juga?”

“Y-Ya..., kau benar.”

Saat ini, mungkin aku memiliki ekspresi yang sangat gugup di wajahku.
Hinako kemudian melihat ke arah Narika untuk terakhir kalianya dan
menundukkan kepalanya.

“Kurasa aku sudah merasa agak baikan sekarang, jadi aku permisi dulu.”

Hinako menutup pintu ruang UKS dengan senyum lembut khas Ojou-sama.
Dari sisi lain pintu, aku bisa mendengar Narika yang mengerang,
‘Uuuuuuu...!!’

Maaf, Narika.
Sekarang, aku adalah pengurusnya Hinako. Pada dasarnya, aku tidak bisa
melawan Hinako. Selain itu, ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengan
Hinako secara pribadi.
“...Apa kau datang ke UKS untuk menemuiku?”

“Mm..., aku juga sempat mencarimu di toilet, tapi kau tidak ada di sana.”

Hinako, yang berhenti berakting sebagai Ojou-sama, menganggukkan


kepalanya. Tampaknya dia sudah mencariku kemana-mana.

“Yah, maaf. Padahal aku adalah pengurusmu, tapi aku justru tidak berada di
dekatmu... Hanya saja, apa maksudmu dengan yang tadi itu?”

Saat Hinako memiringkan kepalanya, aku melanjutkan.

“Shizune-san sudah mengatakan bahwa hubungan kita itu harus dirahasiakan,


bukan? Bagaimana jika nantinya Narika akan membicarakan hubungan kita?”

Sejujurnya, aku tidak berpikir kalau Narika akan membuat rumor untuk
bersenang-senang, tapi tetap saja, ada kemungkinan seperti itu.

Hinako, berjalan di sampingku, menjawab dengan suara kecil.

“...Karena aku berpikir...,”

“Eh?”

“Karena aku berpikir..., kalau aku harus memukul paku yang menonjol
keluar.”

Itu jawaban yang tidak masuk akal bagiku. Tidak, hanya ada satu cara berpikir
yang masuk akal untuk ini.

Jangang-jangan..., dia merasa cemburu...


...Yah, itu tidak mungkin.
Aku teringatkan akan jarak yang sampai sejauh ini kurasakan dari Hinako.
Aku tidak berpikir kalau Hinako memiliki emosi yang berkembang seperti itu.

“......Itsuki” terhadapku yang memiringkan kepalaku, Hinako bertanya.


“Dirimu..., pengurusnya siapa?”

“Itu..., tentu saja dirimu, Hinako.”


“Mm..., aku senang,”

Mengatakan itu, Hinako berhenti di jalurnya dan menatapku dengan senyum


puas.

“Ayo sama-sama dimarahi oleh Shizune.”

“.....Ya,”

Aku mengangguk dan menghela nafas panjang. Kalau sudah seperti ini,
omelan dari Shizune-san tidak akan bisa dihindari.

Duh, gimana nih kalau aku sampai dipecat...


Bab 21
Koala Ojou-sama

Sepulang sekolah di hari aku bertemu kembali dengan Narika.

“Kau tidak akan dipecat kok.”

Shizune-san mengatakan itu padaku saat aku menjelaskan situasinya


kepadanya di dalam perjanalan kami kembali ke mansion.

“Sejauh yang kudengar dari cerita itu, yang salah di sini tidak hanya dirimu
Itsuki-san, tapi Ojou-sama juga demikian. Faktanya, jika saja Ojou-sama tidak
mengatakan sesuatu yang tidak perlu, sangat mungkin bagimu untuk dapat
mengelabui gadis itu.”

“...Tapi sejak awal, ini semua gara-gara aku melakukan kontak dengan
Narika.”

“Tadi Miyakojima-sama terjatuh di koridor, kan? Jika demikian, wajar saja


kalau kau jadi harus melakukan kontak dengannya.”

Dari lubuk hatiku yang terdalam, aku sangat berterima kasih kepada Shizune-
san. Dia adalah orang yang sangat tegas, tapi juga merupakan orang yang
pengertian. Dia tidak sebegitu kejam sampai bahkan melarangku memberikan
bantuan sekecil apapun hanya karena aku adalah seorang pengurus.

“Kurang lebih aku mengetahui hubungan antara dirimu dan keluarga


Miyakojima, tapi kurasa..., penyeldikanku kurang teliti.”

“...Kau mengetahuinya?”

“Aku sudah tahu kalau Itsuki-san dan Miyakojima-sama adalah sepupu dua
kali, tapi aku tidak tahu kalau kalian itu saling kenal... Kemungkinkan,
keluarga Miyakojima sengaja menghilangkan informasi tersebut. Karena
orang tua Itsuki-san diasingkan dari keluarga Miyakojima, kupikir itu untuk
menghindari kesalahpahaman yang tidak perlu.”

Sebelumnya Kagen-san sempat membuat pernyataan yang seolah-olah dia


tahu perihal hubungan antara keluarga Nishinari dan keluarga Miyakojima.
Tampkanya informasi yang mereka dapatkan hanyalah hubungan antara
keluarga kami, dan tidak mengetahui bahwa aku dan Narika saling kenal.

“Oleh karena itu, dalam masalah kali ini aku juga harus disalahkan... Dan
karena situasinya telah menjadi seperti ini, kupikir akan lebih baik untuk
menjelaskan situasinya kepada Miyakojima-sama sampai batas tertentu.
Pertama, jelaskan bahwa kau bekerja untuk keluarga Konohana, kemudian
buat kesepatakan dengannya agar dia mau tutup mulut.”

“Aku mengerti... Kupikir tidak diberitahupun dia akan tutup mulut tentang
ini, tapi aku akan tetap memberitahunya.”

Karena kepribadian Narika, dia tidak akan menjadi orang yang menyebarkan
rumor kepada orang lain. Selain itu..., Narika juga sepertinya tidak punya
teman untuk diajak bicara.

“Karena pelayan tidak diperkenankan untuk menghadiri Akademi Kekaisaran,


status Itsuki-san akan tetap diatur menjadi pewaris dari perusahaan
menengah. Dan dengan itu, ayo kita atur bahwa perusahaan itu mengabdi
kepada keluarga Konohana... Untuk rincian lebih lanjutnnya akan kuberikan
nanti, jadi untuk sekarang, tolong bicarakan ini baik-baik dengan
Miyakojima-sama.”

“Aku mengerti.”

Kalau mengenai pemalsuan identitas, kupikir lebih baik kita serahkan saja itu
pada Shizune-san.

“Itu melegakan bahwa identitas aslinya Ojou-sama tidak ketahuan..., tapi


sejujurnya, aku tidak ingin dia tahu bahwa Itsuki-san bekerja untuk keluarga
Konohana. Ini bisa menjadi penghalang bagi Ojou-sama untuk menemukan
seseorang yang pantas dinikahi.”

“Penghalang?”

“Ada teman sekelas yang merupakan lawan jenis tinggal dan bekerja di
rumahnya. Itu bukanlah kesan yang baik bagi seorang pria.”

“...Jadi begitu.”
Sederhananya sih, itu akan mengaburkan citranya sebagai seorang wanita.

“Akademi Kekaisaran juga merupakan tempat pertemuan sosial. Jadi untuk


kedepannya, mohon untuk lebih berhati-hati dalam menjalin hubungan
dengan orang lain.”

Aku mengangguk ‘ya’ terhadap kata-kata Shizune-san.

“Erm..., Shizune-san. Aku ingin bertanya tentang masalah lain padamu...”

“Ada apa?”

“Erm..., boleh tidak aku pergi keluar untuk nongkrong dengan teman
sekelasku?”

“Nongkrong?” tanyanya Shizune-san saat dia menyipitkan matanya.

“Tidak, bukan berarti aku mau bebas berkeliaran. Hanya saja, beberapa hari
yang lalu ada teman sekelasku yang mengajakku untuk pergi nonkgrong
bareng..., kalau aku terus-terusan menolak ajakan dari mereka, aku akan
merasa tidak enak dengan mereka. Dan aku juga akan merasa buruk jika aku
sama sekali tidak melakukan hubungan sosialisasi...”

“......Kau ada benarnya.” tampak mengerti akan situasiku, Shizune-san


merenung sejenak. “Baiklah, aku mengerti. Asalkan kau memberitahu kami
jadwalnya lebih dulu, maka kami akan memberikan dukungan sebisa
mungkin.”

“Terima kasih banyak.”

Aku tidak bermaksud meninggalkan pekerjaanku sebagai pengurus, tapi akan


lebih baik untuk bersosialisai sejauh itu tidak terlalu berlebihan.

“Dan juga, aku tidak bermaksud untuk bersikap sewenang-wenang, tapi... Aku
ingin agar baik Itsuki-san dan Ojou-sama merenungkan masalah ini.
Terutama anda Ojou-sama, harap untuk berhati-hati untuk tidak mengatakan
sesuatu yang tidak perlu di masa depan.” kata Shizune-san.
Aku langsung menjawabnya, tapi..., Hinako yang duduk di sampingku tidak
mengeluarkan suara apapun.

“Apa Ojou-sama tertidur?”

Mengatakan itu, Shizune-san berbalik melihat ke kursi belakang.

“Dia tidak tidur sih, cuman..., dia memelukku seperti koala.” jawabku sambil
menampilkan senyum masam.

Sejak aku masuk ke dalam mobil, Hinako sudah mencengkram tangan


kananku dan menariknya ke dadanya.

“......Elus.” Hinako, yang membenamkan wajahnya di lenganku, mengatakan


itu dengan suara pelan. “Elus, kepalaku...”

“......Ya, ya.”

Seperti yang dia minta, aku mulai megelus kepala Hinako.

Shizune-san menghela nafas dan kemudian berbalik melihat ke depan lagi.

“Sejak kedatangaan Itsuki-san, Ojou-sama jadi sering sekali bertingkah aneh,


ya.”

“......Maafkan aku.”

“Tidak, kurasa itu bukan salahmu Itsuki-san. Hanya saja...” dengan suara
yang terdengar serius, Shizune bergumam. “...Kuharap Kagen-sama tidak jadi
marah karena ini.”
Bab 22
Ojou-sama yang ikut bergabung

Hari ketiga kepindahanku di akademi.

Saat pelajaran kedua berakhir dan memasuki waktu jeda, Taisho dan Asahi-
san menghampiriku.

“Nishinari, apa kau sudah mulai terbiasa dengan pelajaran di akademi ini?”

“Tidak terlalu..., masih sama seperti biasanya, aku hampir tidak bisa
mengikuti materinya.”

“Yah, kurasa memang tidak mudah untuk menjadi teribasa~”

Terhadapku yang tertawa getir, Asahi-san tersenyum kepadaku.

“Ngomong-ngomong, Nishinari, bagaimana kalau kita pergi nongkrong


bareng sepulang sekolah hari ini? Aku tahu kalau sebelumnya kau
mengatakan bahwa kau harus pulang lebih awal, tapi tidak apa-apa ‘kan kalau
cuman pergi sesekali?”

Terhadap pertanyaan Taisho, aku menjawabnya sambil tersenyum.

“Hari ini aku tidak sibuk kok, jadi kupikir aku bisa pergi nongkrong dengan
kalian.”

“Ooh, bagus dong kalau begitu!”

Sebagai hasil dari pembicaraanku dengan Shizune-san tempo hari, aku


diperbolehkan untuk pergi nongkrong saat sepulang sekolah asalkan aku
melapor kepadanya lebih dulu. Yah, aku akan melaporkannya sebelum waktu
istirahat makan siang nanti.

“Apa ada tempat yang ingin kau kunjungi, Nishinari-kun? Kalau tidak ada,
biar kami yang putuskan tempatnya.”

“Hmm..., kupikir akan lebih baik untuk menyerahkan masalah tempat kepada
kalian.”
Aku tidak tahu banyak tentang di mana biasanya siswa-siswi Akademi
Kekaisaran akan menghabiskan waktu mereka saat sepulang sekolah.
Karenanya, kuputuskan untuk menyerahkannya pada mereka berdua
sehingga aku tidak membuat kekacauan.

Kemudian, Taisho dan Asahi-san saling memandang dan berdiskusi.

“Bagaimana nih, Taisho-kun? Karena ini adalah perjalanan yang tidak sampai
satu hari, kita tidak bisa pergi ke luar negeri, kan?”

“Kalau ke Bali jaraknya hanya tiga jam dalam sekali jalan..., tapi meskipun
kita hanya pergi makan malam dan langsung pulang, hari ini mungkin sudah
akan berlalu. Kupikir lebih baik tempatnya di sekitaran Jepang saja.”

“Hmm, kalau begitu, bagaimana kalau ke Kyoto? Di musim-musim seperti ini,


rebung bambu yang disediakan di Kyoto rasanya sangat enak.”

“Kyoto, ya? Oke, di sana aku juga mengetahui restoran yang bagus.”

Saat aku mendengar mereka berdua mendiskusikannya dengan santai..., aku


langsung bersimbah keringat dingin.

Astaga, aku benar-benar telah melupakannya. Begini-begini, dua orang ini


adalah pelajar yang elit.

“E-erm, meskipun hari ini aku punya waktu luang, aku tetap harus sudah
pulang saat hari sudah malam, jadi kalau bisa, aku ingin tempat yang dekat-
dekat saja...”

“Begitukah? Kalau begitu memang sebaiknya untuk tidak usah memilih


tempat yang jauh-jauh.” seru Taisho saat dia mengangguk.

Astaga, kalau saja aku tidak menyela mereka di sini, bisa-bisa aku akan pergi
ke Kyoto sepulang sekolah nanti.

“Kalau begitu, bagaimana dengan kafe yang ada di akademi? Hidangannya


enak-enak dan itu adalah tempat yang bagus untuk ngobrol-ngobrol,
bukankah begitu?”
“Ah, itu memang tempat yang bagus.”

Di samping Taisho yang menganggukkan kepalanya, aku memiringkan


kepalaku.

“Jadi gini, akademi ini memiliki beberapa kafe yang disiapkan untuk
pengadaan acara pesta teh. Beberapa di antaranya cukup otentik, tapi karena
kafe-kafe itu berada di dalam adakemi, kau tidak memerlukan kode etik
berpakaian. Selain itu, kafe-kafe itu cukup populer di kalangan siswa-siswi,
tahu?”

“Jadi begitu ya..., aku tidak tahu kalau ada tempat seperti itu.”

Tapi tetap saja, jika itu adalah kafe yang formal, yang namanya etiket tetap
masih harus diperhatikan. Shizune-san telah mengajariku tentang etiket, tapi
aku masih merasa gugup.

“Yah, karena tujuan kita nongkrong adalah supaya kita bisa lebih mengenal
satu sama lain, jadi alangkah baiknya jika itu adalah tempat dimana kita bisa
berbicara dengan santai. Kafe yang ada di sebelah kantin harusnya tidak
masalah, kan?”

“Kau benar.” serus Asahi-san, setuju dengan saran Taisho.

Dalam hatiku, aku berterima kasih pada Taisho. Aku senang aku tidak harus
pergi ke kafe yang formal.

“Cuman ya, rasanya mungkin agak sepi kalau hanya kita bertiga.”

“Kau benar~ Kuharap kita bisa mengajak beberapa orang lagi.”

“Nishinari, kalau kau punya kenalan yang bisa kau ajak, maka ajak saja
mereka, oke?”

“Hmm..., baiklah, aku akan memikirkannya.”

---

Waktu istirahat makan siang.


Saat ini, aku sedang makan siang di atas atap bersama Hinako.

“Itsuki..., selanjutnya, rumput laut.”

“Ya, ya.”

Dengan menggunakan sumpit, aku amengambil sepotong rumput laut dari


kotak bekal makan siang dan membawanya ke mulut Hinako.

“Nyam..., rasanya lumayan enak.”


Lah, ini enak sekali, tahu!

Putri dari kelurga Konohana emang beda dari yang lain, indra perasannya
berlevel tinggi.

“Hei..., setidaknya kalau cuman makan, kenapa kau tidak makan sendiri
saja?”

“Tidak mau...”

“Kalau kau bisa berakting, itu berarti kau bisa makan sendiri jika kau mau,
kan?”

“Lakukan pekerjaanmu.”

Ya ampun, akan sulit untuk membantahnya jika dia mengatakan itu. Saat
Hinako mengunyah makanannya, aku mengganti sumpit dan memakan
bekalku sendiri.

“...Itsuki.”

“Ada apa?”

“Apa hari ini kau akan pergi nongkrong...?”

“Daripada disebut nongkrong, aku hanya pergi ke kafe dengan teman


sekelasku...”
“Aku juga akan bergabung dengan kalian.” dengan nada yang datang, Hinako
mengatakan itu. “Kalau kau mau pergi, aku juga akan pergi.”

“Mengenai itu..., aku sih tidak keberatan, tapi apa kau sudah mendapatkan
izin dari Shizune-san?”

“...Aku akan meminta izinnya sekarang.”

Mengatakan itu, Hinako mengeluarkan ponselnya dari sakunya. Dengan cara


yang tidak biasa, dia mengoperasikan ponselnya dan kemudian
menempelkannya ke telinganya.

[Ojou-sama? Apa ada sesuatu yang bisa kulakukan untukmu?]

Karena dia melakukan panggilan tepat di sampingku, aku bisa mendengar


suara Shizune-san dari ponselnya.

“Aku nanti mau pergi ke pesta teh bersama Itsuki.”

[......Dimengerti. Sejak awal, aku memang berencana untuk menyesuaikan


kegiatan kita dengan rencana Itsuki-sama hari ini. Karenanya, tidak ada
masalah jika Ojou-sama juga mau berpartisipasi.]

Mendapatkan izinnya jauh lebih mudah daripada yang kupikirkan.

Sama sepertiku, Hinako tidak terlalu banyak bersosialasi. Tampaknya telah


diasumsikan sampai batas tertentu bahwa Hinako akan memiliki rencana saat
sepulang sekolah.

[Tapi, Ojou-sama. Apa anda yakin dengan ini? Bukankah anda sudah hampir
mencapai batasan anda...]

“......Tidak apa-apa.”

Di akhir, aku mendengar percakapan yang tidak terlalu kumengerti


maskdunya, tapi Hinako dengan segera menutup panggilan tersebut. Dia
kemudian menyimpan kembali ponselnya, lalu menatapku.

“Nah, dengan begitu aku sudah mendapatkan izin.”


“Baiklah. Ngomong-ngomong, sejauh ini anggotanya adalah Taisho dan
Asahi-san, apa kau mengenal mereka?”

“...Aku kenal kok..., tapi hanya nama mereka saja yang kukenal.”

Terhadap jawaban yang samar-samar itu, aku mengerutkan keningku. Aku


ingin tahu, apa dia akan bisa melakukan percakapan yang baik dengan orang
yang hanya namanya saja yang dia kenal?

“Erm..., kau tidak perlu memaksakan dirimu untuk berpartisipasi, loh? Ini
cuman sekedar nongkrong dan ngobrol-ngobrol saja, dan jika kau tidak
berpikir kalau ini akan menyenangkan, akan lebih untuk tidak usah
bergabung.....”

“......Kalau kau pergi, aku juga aka pergi.”

Itu alasan yang cukup sulit untuk diterima, tapi jika dia memang mau
bergabung, kupikir itu tidak ada salahnya.

Waktu istirahat makan siang akan selesai, dan sambil menjaga jarak, aku dan
Hinako kembali ke kelas satu per satu.

“Oke, dengan begini sudah ada ada empat orang...”

Kami berempat; aku, Taisho, Asahi-san dan Hinako akan berkumpul untuk
menghadri acara pesta teh (aku akan menyebutnya begitu karena tidak ada
cara lain untuk menyebutnya lebih formal) saat sepulang sekolah. Kupikir
kami berempat saja sudah cukup, tapi..., saat aku memikirkan tentang siapa
lagi yang dapat kuajak, seseorang muncul di benakku.

“Nah, karena dia bilang dia menjalin pertemanan..., kupikir sebaiknya aku
mengajaknya.”

Aku pergi untuk menemui gadis yang kikuk dan kesepian.


Bab 22
Ojou-sama yang Tak Berpengalaman di Pesta Teh

Aku dengan mudah menemukan orang yang saat ini kucari, Narika
Miyakojima.

Suatu hari saat kami melakukan pembelajaran PJOK, aku mengetahui bahwa
Narika ditempatkan di kelas 2B. Setelah aku memastikan kalau Hinako telah
kembali ke kelas dan mulai berakting, aku langsung menuju ke kelas 2B dan
segera menemukan Narika dalam beberapa detik.

...Dia benar-benar kesepian.

Aku memang sudah menduga ini, tapi Narika benar-benar menghabiskan


waktu istirahat makan siangnya dalam kesendirian. Dia kini sedang duduk di
bangku kedua dari belakang dekat jendela, terlihat sedang makan dalam
diam.

Kalau dilihat secara sekilas, dia tampak sangat cantik dan bermartabat, tapi
kalau dilihat lebih jeli, terdapat kerutan di antara alisnya, dan matanya yang
menengadah tampak tidak bersahabat. Dalam hal ini, tidak heran jika tidak
ada orang yang mau mendekatinya.

Karenanya, jika memungkinkan, aku ingin berbicara dengannya..., saat aku


berpikir demikian, Narika menoleh ke tempatku berada.
“......? ......Itsuki!”

Saat Narika memperhatikanku, dia langsung berhenti makan dan dengan


cepat berdiri dari kursinya. Kemudian, sambil tidak bisa menahan senyuman
di bibirnya, dia mendekatiku.

Di sisi lain, suasana di ruang kelas 2B menjadi gempar.

“M-Mustahil...?”

“B-Baru saja..., M-Miyakojima-san memanggil nama seseorang...?”

Aku bisa mendengar tanggapan yang rasanya menyedihkan, tapi tanpa


mempedulikan itu, Narika datang menghampiriku. Saat aku memikirkan
bahwa saat ini aku mungkin terlalu mencolok, dengan mata yang berbinar,
Narika mulai membuka mulutnya.

“K-kau ngapain di sini!? Apa kau ada keperluan denganku? K-Kebetulan saat
ini aku sedang luang, jadi kau bisa berbicara denganku loh.”

Dia benar-benar bahagia..., sepertinya dia merasa sangat kesepian


meghabiskan waktunya sendirian di dalam kelas.

“Bagaimana kalau kita pindah tempat dulu?”

“O-O-Oke! Kemanapun kau pergi, aku pasti akan mengikutimu!”

Bersama dengan Narika, aku berjalan keluar dari gedung akademi. Sementara
itu, tatapan tajam yang tak terhitung banyaknya menusukku dari mana-mana.

Sebisa mungkin aku tidak ingin terlalu jauh dari kelas 2A supaya aku bisa
segera bertindak jika terjadi sesuatu pada Hinako. Alhasil, aku memutuskan
untuk pergi ke tempat yang kurang populer di belakang gedung akademi, dan
kemudian aku berbalik untuk menatap ke arah Narika.

“Erm, aku punya banyak hal yang ingin kubicarakan denganmu. Selain itu,
aku juga belum sempat menjelaskan tentang kejadian yang tempo hari.”

“Tempo hari...? Oh iya, aku masih belum memaafkanmu untuk itu!”

Seolah-olah dia akhirnya mengingatnya, wajah Narika menjadi merah padam


dan dia mengungkapkan kekesalannya,

“P-Padahal kau ‘kan sudah menjadi pengurusku..., tapi kenapa, kenapa kau
tiba-tiba menjadi penjaganya Konohana-san! D-D-D-Dasar tukang
selingkuh!”

“Lah, kok selingkuh..., lagipula ‘kan aku yang menjadi pengurusmu itu sudah
menjadi masa lalu.”

“B-bukankah itu terlalu kejam untuk menyebutnya telah menjadi masa lalu!
Aku ‘kan..., aku ‘kan ingin tinggal bersama denganmu lagi!”
“Eh....., b-begitukah?”

Saat aku merasa terkejut, Narika yang sepertinya telah menyadari apa yang
barusan dia katakan dengan segera mewarnai wajahnya menjadi merah cerah,
yang dimana itu jelas bukan karena rasa kesal.

“Waaaaaa!? Lupakan apa yang barusan kukatakan! Abaikan saja itu!


Pokoknya lupakan!”

“B-Biaiklah..., dan juga, bisakah kau sedikit tenang.”

Bagaimana aku harus mengatakannya, bukankah tingkahnya menjadi lebih


parah daripada saat kami masih kecil....? Dengan ekspresi masam di wajahku,
aku menceritakan pengaturan yang telah dibuatkan Shizune-san untukku
beberapa hari yang lalu.

“Tentang yang kemarin itu... Sederhananya sih, aku diadopsi.”

“...Diadopsi?”

“Iya, sekarang Ayahku adalah direktur dari perusahaan menengah. Dan


perusahannya itu memiliki hubungan dengan keluarga Konohana, jadi di saat
aku menghadiri Akademi Kekaisaran, aku akan bekerja di rumahnya
Konohana-san.”

“Hmm..., tunggu dulu, kenapa kok bisa sampai seperti itu? Hanya karena
keluargamu punya hubungan dengan keluarga Konohana, bukan berarti kau
harus bekerja di keluarga mereka, kan?”

Aku juga berpikir begitu kok. Tapi dengan tenang, aku mengingat pengaturan
yang mati-matian kuingat tadi malam.

“Apa kau tahu sesuatu yang disebut ‘behavioral apprentice’?”

“Ya. Itu adalah sesuatu dimana kau akan tinggal dan bekerja di rumah orang
kaya dan belajar berbagai hal tentang etiket. Di Jepang, itu populer selama era
Meiji, dan di Eropa, itu adalah kebiasaan dari Abad Pertengahan.”
Dia benar-benar telah banyak belajar. Bagaimanapun juga, Narika adalah
murid dari Akademi Kekaisaran. Kepintarannya tidak bisa dibandingan
denganku.

“Aku yang bekerja di keluarga Konohana itu kurang lebih seperti magang....
Aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang etiket. Karenanya, aku bekerja
sebagai imbalan untuk belajar di keluarga Konohana.”

“...Begitu toh, aku mengerti sekarang.” Narika mengangguk mengerti.

Kalau aku memikirkannya lagi, bagaimana bisa Shizune-san dapat membuat


pengaturan yang seperti itu. Pemalusan itu tampaknya sempurna, dan bahkan
jika diselidiki, dia akan bisa menutupinya sampai batas tertentu.

“T-Tapi ‘kan..., kalau memang itu masalahnya, kau juga bisa bekerja di
rumahku.”

“Sekalipun kau mengatakan itu, apa yang pertama kali terlintas di pikiranku
adalah keluarga Konohana...”

“......Mu~” gumamnya sambil mengerutkan kening.

“Hei, kalau bisa, jangan beri tahu siapa-siapa tentang ini ya.”

“...Iya, aku tahu kok. Lagipula, menjadi anak yang diadopsi adalah posisi yang
rapuh.”

Tentunya ada alasan lain mengapa aku ingin dia merahasiakannya, tapi
sepertinya Narika menafsirkannya dengan mudah. Kurasa begini saja sudah
cukup untuk menjelaskan hubungan antara aku dan Hinako.

“Ngomong-ngomong, Narika. Apa sepulang sekolah nanti kau memiliki


kesibukan?”

“Sepulang sekolah? Hmm, aku punya waktu luang sih.”

“Kalau begitu, apa kau mau pergi ngobrol-ngobrol di kafe?”

“Ngobrol-ngobrol di kafe? J-J-Jangan bilang itu..., pesta teh!?”


“Yah, sesuatu seperti itu.”

“I-iya, aku mau!” katanya, dengan mata yang berbinar. “S-sejujurnya, aku
sudah lama ingin ikut dalam pesta teh...! Kudengar bahwa semua siswa-siswi
di Akademi Kekaisaran mengadakan pesta teh untuk memperdalam
persahabatan mereka, tapi aku, tidak pernah diundang oleh siapa pun...
Kupikir itu adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa kulakukan sampai aku
aku lulus dari akademi ini...”

“B-Begitu ya..., itu terdengar sulit untukmu.”

Saat aku berbicara dengan Narika, aku merasa kasihan terhadapnnya yang
menceritakan serangkaian peristiwa menyedihkan yang di alami.

“Ngomong-ngomong, ada tiga orang lain lagi yang akan ikut dengam kita,
Taisho, Asahi-san dan Konohana dari kelas 2A.”

“...Eh? Ada orang lain yang akan ikut...?”

“Ya. Bisa diilang, ini adalah pesta penyambutan pemindahanku di akademi


ini.”

“Pesta penyambutan..., oh begitu ya. Dari apa yang kudengar, tampaknya kau
baru saja pindah ke sini beberapa hari yang lalu.”

Sepertinya murid pindahan bukan merupakan hal yang aneh di Akademi


Kekaisaran, tapi meski begitu, rumor masih beredar dengan ringan. Narika
juga sepertinya tahu kalau aku baru-baru saja pindah ke sini.

“Aku ingin bergabung dalam pesta itu..., cuman aku agak cemas..., mungkin
aku tidak akan bisa melakukan pembicaraan dengan baik...”

“Bukankah kau bisa berbicara dengan baik saat bersamaku?”

“Itu ‘kan karena..., kita sudah saling kenal sejak lama, jadi kupikir aku tidak
perlu merubah cara bicaraku.”

“Lantas, kenapa kau tidak memperbaiki cara bicaramu saat berinteraksi


dengan orang lain?”
“K-kalau aku bisa melakukan itu, maka aku tidak akan mengalami kesulitan
seperti ini!!” kata Narika, dengan air mata di sudut matanya. “Selain itu..., aku
tidak bermaksud untuk mengalihkan tanggung jawab, tapi ini juga karena
beberapa faktor lain.”

“......Apa maksudmu?”

“Jika aku boleh mengatakannya sendiri, keluarga Miyakojima adalah keluarga


yang relatif ternama di antara keluarga siswa-siswi lain yang bersekolah di
akademi ini. Oleh karena itu, sebagian besar siswa diintimidasi oleh latar
belakang keluargaku... Jadi bukan hanya karena aku orang yang canggung,
tapi sejak awal pihak lain sudah merasa terintimidasi olehku.”

“...Jadi begitu.”

Ini mah, sudah pasti bukan masalah pribadinya Narika. Terlepas dari diri
pribadi, sangat sulit untuk mengubah pandangan orang lain. Sepertinya ini
bukanlah masalah yang bisa diselesaikan dengan mudah oleh Narika.

“Dalam hal itu, Konohana-san adalah orang yang luar biasa. Aku benci
mengakuinya karena dia telah mengambilmu dariku, tapi..., aku benar-benar
merasa iri dengan popularitasnya. Biasanya, dengan keluarga yang setingkat
dengan keluarga Konohana, sebagian besar siswa akan menghidnarinya...,
tapi meski begitu, Konohana-san didekati oleh banyak orang tanpa adanya
perasaan sungkan. Aku bertanya-tanya, bagaimana bisa dia memiliki
popularitas yang seperti itu...” kata Narika, sambil menundukkan kepalanya.

Aku mungkin tahu mengapa Hinako sangat populer. —Itu karena aktingnya.
Hinako adalah Ojou-sama yang sempurna, dan dia benar-benar bertindak
untuk disukai oleh semua orang. Tapi, itu tidak bisa dilakukan begitu saja.

“Aku tidak tahu mengapa Konohana-san begitu populer, tapi..., jika kau
berbicara dengannya, kau mungkin akan menemukan beberapa petunjuk.”

“...Kau benar. Lagipula kau juga akan ada di sana nanti, jadi aku ingin sekali
berpartisipasi dalam pesta teh sepulang sekolah itu.”

Mengatakan itu, Narika mengepalkan tinjunya seolah-olah mengumpulkan


keberanian.
“T-Tapi, apakah itu tidak apa-apa? Mungkin dengan adanya diriku, aku akan
membuat perasaan yang tidak nyaman di sana...”

“Kupikir tidak apa-apa..., mungkin.”

“Mungkin......?”

“Pasti tidak apa-apa kok.”

Aku menghibur Narika yang cemas sambil menghela napas.

Baik Asahi-san maupun Taisho tidak membenci Narika. Secara khusus Asahi-
san, dia pernah bilang bahwa sebelumnya dia sempat mendekati Narika
supaya mereka bisa berteman. Jika demikian, mereka pasti tidak akan
berpikir demikian jika Narika bergabung dalam pesta teh tersebut.
Bab 24
Jika kau mengenalnya dan mengenal dirimu sendiri, kau tidak akan
pernah kalah dalam seratus pertempuran, Ojou-sama

Saat aku berpisah dari Narika dan hendak kembali ke ruang kelas 2A. Dari
belakang koridor, aku bisa mendengar suara dua siswi yang sedang bercakap-
cakap.

“T-Terima kasih banyak ya sudah mau membantuku!”

“Tidak perlu berterima kasih kok.”

Seorang siswi berambut pirang yang tergulung secara vertikal secara


bermartabat menjawab gadis yang membungkuk kepadanya. Menyaksikan
penampilannya yang sangat mencolok itu, namanya tanpa sengaja bocor
keluar dari mulutku.

“Tennoji-san?”

“Ara~, kau kan yang kutemui tempo hari...” mengatakan itu, mata Tennoji-san
yang menatap ke arahku segera menyipit.

Ngomong-ngomong, sebelumnya perpisahan kami agak aneh, dan karena


akan canggung jika momen itu sampai teringat, aku segera mencari topik lain
untuk dibicarakan.

“Um, apa yang kau lakukan?”

“Yah, aku tidak melakukan sesuatu yang khusus. Aku hanya membantu siswa
yang piket membawakan materi untuk pelajaran berikutnya.”

Seperti yang kupikirkan saat sebelumnya dia mengambilkan dompet Hinako


yang tertinggal di dalam toilet, terlepas dari penampilannya, Tennoji-san
adalah orang yang baik hati. Sepertinya dia berinisiatif untuk membantu
orang-orang setiap harinya.

“Oh iya, aku sudah mendengar tentang dirimu loh. Kau itu siswa pindahan,
bukan?”
“Ya. Aku Itsuki Nishinari, aku pindah ke akademi ini kemarin lusa.”

Meskipun sudah terlambat, aku ingat bahwa aku belum memperkenalkan


diriku padanya, jadi aku menyebut namaku. Nah, Tennoji-san mungkin sudah
mengetahuinya.

“Jadi, Nishinari-san... Ada beberapa rumor yang beredar belakangan ini...,


sepertinya kau pergi ke sekolah bersama dengan Hinako Konohana.”

Kalau dipikir-pikir kembali, Tenooji-san melihat Hinako sebagai musuhnya.


Kalau seperti ini, akan merepotkan kalau dia juga sampai melihatku sebagai
musuhnya. Kurasa aku harus membuat alasan di sini.

“Memang benar kalau aku dan Konohana-san pergi ke sekolah bersama-sama


pada hari pertamaku pindah ke akademi ini, tapi itu agar dia bisa mengajakku
berkeliling. Dan baik hari ini serta kemarin, kami pergi ke sekolah secara
terpisah. Lagipula, keluargaku dan keluarganya Konohana-san punya
hubungan. Jadi ya, hanya sekedar begitu saja.”

“...Begitukah? Jadi kau bukan bagian dari Faksi Konohana?”

“Faksi Konohana?”

Saat aku memiringkan kepalaku, Tennoji-san menjelaskan.

“Aah, itu hanyalah sesuatu yang kusebut-sebut sendiri. Di Akademi


Kekaisaran ini, ada banyak siswa yang mengagung-agungkan Hinako
Konohana, jadi aku menyebut mereka yang seperti itu sebagai bagian dari
Faksi Konohana.”

“...Begitu ya.”

Jadi intinya, semacam klub penggemar gitu ya. Sepertinya Akademi


Kekaisaran ini juga lebih biasa dari yang terlihat.

“...Tennoji-san, apa kau membenci Konohana-san?”

“B-Bukannya aku membencinya! Hanya saja, karena Hinako Konohana,


ketenaranku menjadi berkurang!” dengan nada yang panik, Tennoji-san
mengatakan itu. “Aku mengakui kemampuan dari Hinako Konohana. Dia
terlihat sebaik diriku, dan nilainya juga sama dengan nilaiku. Jadi sudah
sewajarnya kalau dia menjadi populer.”

“Kau cukup percaya diri dalam membuat pujian untuk diri sendiri...”

Bisakah kau memberkan sedikit dari kepercayaan dirimu itu pada Narika?

“Tapi, wanita itu, Hinako Konohana..., dibandingkan dengan diriku yang


merupakan putri dari Grup Tennoji, dia terlalu dielu-elukan! Padahal Grup
Tennoji adalah perusahaan dengan skala yang sebanding dengan Grup
Konohana, dan malah sejarah kami jauh lebih dalam daripada mereka!
Dengan kata lain, akulah yang seharusnya, seorang dirikulah yang seharusnya
menjadi fokus perhatian di Akademi Kekaisaran ini.”

Mengatakan itu dengan sangat tegas, Tennoji-san memelotiku.

“Jika kau bukan bagian dari Faksi Konohana, kau juga pasti berpikir begitu,
kan!?”

“Eh? Yah,itu...”

“Benar begitu, kan? Benar begitu, kan? Aku benar-benar tidak menyukainya!
Aku tidak mengerti, kenapa malah wanita itu yang jauh lebih menonjol
daripada diriku! Aku yakin wajah cantik dan sikap bermartabat yang biasa dia
tunjukkan itu akan menjadi wajah pemalas dan bersikap tidak berguna saat
dia pulang di rumahnya.”

Barusan, dia benar-benar telah menyentuh kebenarannya..., Yah, mending


aku diam saja.

“Apakah ini karena kebaikannya pada orang lain? ...Tidak, selama dirimu
adalah keturunan dari orang besar, maka kau harusnya bersikap tegas seperti
diriku. Terlalu banyak tersenyum justru malah dapat merusak martabatmu,
dan mengajari seseorang apa yang mereka tidak pahami dalam studi mereka
bukan merupakan hal yang terbaik bagi mereka jika itu dilakukan dengan
terlalu berlebihan. Lagipula, tempo hari wanita itu—”

Terhadap Tennoji-san yang bergumam pada dirinya sendiri, aku


memberitahukan apa yang saat ini kupikirkan.
“Tennoji-san..., kau ini tahu banyak tentang Konohana-san, ya.”

“Ap—!? T-T-T-Tidak juga, ini suatu hal yang sangat normal!”

Dengan wajahnya yang menjadi merah padam, Tennoji–san menyangkal itu


secara berlebihan.

“Aku dan Hinako Konohana itu..., yap, rival! Kami adalah rival! Karenanya,
wajar jika kami salaing mengetahui tentang satu sama lain! Dikatakan bahwa
jika kau mengenal pihak lain dan mengenal dirimu sendiri, kau tidak akan
pernah kalah dalam seratus pertempuran!”

Saat dia mengucapkan itu, aku memikirkan sedikit tentang karakter dari
Tennoji-san.

Sebelumnya Narika sempat bilang, bukan?


Saat kau membawa nama keluarga yang ternama, maka orang-orang di
sekitarmu akan menyusut. Mungkin saja..., Tennoji-san juga mengalami
masalah yang sama.

Seperti yang sebelumnya dia katakan sendiri, Grup Tennoji adalah grup yang
sama besarnya dengan Grup Konohana. Dan dari segi sejarah, mereka bahkan
lebih tua dari Grup Konohana.

Tennoji-san, yang memiliki latar belakang keluarga seperti itu, mungkin sama
kesepiannya seperti Narika. Meskipun kondisinya tidak seserius Narika...
Mungkinkah Tennoji-san hanya menginginkan seorang teman yang bisa dia
ajak bicara secara akrab?

Jika pihak lain adalah putri dari keluarga Tennoji, sebagian besar siswa-ssiwi
pasti akan merasa segan terhadapnya. Namun, jika itu adalah Hinako.... jika
itu siswi dengan skala keluarga yang sama, Hinako pasti bisa membangun
hubungan yang setara dengan Tennoji-san. Tennoji-san mungkin terobsesi
dengan Hinako karena itu.

“Erm..., apa sepulang sekolah nanti kau punya kesibukkan?”

“Sepulang sekolah? Yah, aku punya waktu luang, memangnya kenapa?”


“Sepulang sekolah nanti, aku dan teman-temanku berencana mengadakan
pesta teh di kafe yang terletak di sebelah kantin. Ngomong-ngomong...,
Konohana-san juga akan ikut bergabung dalam pesta teh itu.”

“H-Hinako Konohana!?” terkejut, mata Tennoji-san terbuka lebar. “Oh, kau


pasti sedang mencoba merayuku untuk bergabung dengan Faksi Konohana,
‘kan...!”

“Kenapa kau sangat waspada seperti itu..., aku ‘kan hanya mengajakmu untuk
pergi nongkrong bareng.”

Dia terlalu parno tentang Hinako.

“Y-Yah, jika wanita itu benar-benar bersikeras ingin aku ikut bergabung,
kurasa aku tidak punya pilihan selain bergabung dengan kalian.”

“Tidak, itu tidak seperti Konohana-san ada mengatakan sesuatu seperti itu...”

“...Begitukah?”

“Begitulah.”

“......”

“......”

“......”

“...Oh, kalau tidak salah dia memang ada mengatakan sesuatu seperti itu, jadi
maukah kau berpartisipasi di pesta teh tersebut?”

“A-Apa boleh buat! Kalau begitu, aku akan berpartisipasi!”

Suasananya terasa canggung, jadi aku memutuskan untuk berbohong dengan


lembut. Saat itu, mata Tennoji-san tampak berbinar. Kurasa dia benar-benar
ingin ikut dalam pesta teh ini.

“Bagaimanapun juga, dikatakan jika kau megnenal pihak lain dan mengenal
dirimu sendiri, kau tidak akan pernah kalah dalam seratus pertempuran!”
Aku sudah dengar itu tadi.
Bab 25
Pesta Teh Ojou-sama ①

Kemudian, sepulang sekolah.

Saat melihat wajah-wajah yang berkumpul di kafe, Taisho dan Asahi-san


saling memandang dengan mata yang takjub.

“Sebelumnya aku memang bilang jika kau punya orang yang bisa di ajak,
maka ajak saja..., tapi ini sungguh orang-orang yang luar biasa.” kata Taisho
saat melihat wajah para Ojou-sama yang berkumpul di sini.

Dua pria dan empat wanita berkumpul di sekitar meja putih bundar. Selain
anggota awal, aku, Taisho, dan Asahi-san, aku mengajak Hinako, Narika, dan
Tennoji-san bergabunng dengan kami.

Tak satu pun dari ketiga Ojou-sama ini memiliki temperamen untuk hanyut
oleh suasana di tempat itu. Hinako tersenyum lembut karena dia sedang
berakting sebagai Ojou-sama yang sempurna, di sebelahnya, Narika
bertingkah canggung, sedangkan Tennoji-san, dia dengan bermartabat
menyesap teh dari cangkirnya.

“Hei, Hei, Nishinari-kun. Hubungan macam apa ini? Bagaimana kau yang
baru bersekolah selama tiga hari di akademi ini bisa mengenal orang-orang
yang luar biasa seperti mereka?”

“Sekalipun kau bertanya begitu, itu hanya terjadi begitu saja...”

Terhadap pertanyaan dari Asahi-san, aku menjawabnya sambil meneteskan


keringat dingin.

Selain Hinako, alasan aku mengajak Narika dan Tennoji-san adalah karena
kupikir ini akan menjadi kesempatan yang bagus untuk mempererat
persahabatan antara satu sama lain. Tapi jika dipikirkan dengan tenang, ini
mungkin memang sekelompok orang yang luar biasa. Keluarga Konohana,
keluarga Miyakojima, dan keluarga Tennoji terkenal di Akademi Kekaisaran.
Bisa dibilang, sangat jarang untuk melihat mereka bertiga berkumpul
bersama di satu tempat.
“Oh iya, ini adalah pesta penyambutan untuk Nishinari-san, bukan?”

Setelah meletakkan cangkirnya di atas meja, Tennoji-san menatapku.

“Mungkin sudah terlambat untuk mengatakan ini, tapi selamat atas


kepindahanmu. Meskipun pedoman pendidikan di Akademi Kekaisaran lebih
ketat jika dibandikan dengan sekolah lain, lulus dari akademi ini pasti akan
menghasilkan kesuksesan di masa depan. Aku menantikan kesuksesanmu.”

“T-Terima kasih banyak.”

Sedikit terkejut, aku berterima kasih padanya. Aku senang saat Tennoji-san
yang berpenampilan bermartabat mengatakan itu kepadaku.

“Karena beberapa orang di sini baru pertama kali berbicara denganku, jadi
izinkan aku untuk memperkenalkan diriku. Namaku Mirei Tennoji. Aku
adalah putri dari Grup Tennoji.”

Itu adalah sesuatu yang semua orang di sini sudah ketahui. Karena aliran
perkenalan diri tercipta, Taisho dan Asahi-san juga mengikuti teladannya.

“Aku Katsuya Taisho. Keluargaku bergerak di bisnis transportasi.”

“Aku Karen Asahi. Keluargaku bergerak di bisnis ritel, terutama toko


elektronik.”

Mengikuti mereka berdua, Hinako dan Narika pun ikut memperkenalkan diri.

“Aku Hinako Konohana. Senang bertemu dengan kalian.”

“A-Aku Narika Miyakojima. Erm, senang bertemu dengan kali~an.”

Lidahnya pasti tergigit..., tapi aku pura-pura tidak menyadarinya.


Ekspresi wajah Hinako dan Tennoji-san tidak berubah. Entah mereka tidak
menyadarinya, atau mungkin mereka tidak mempedulikannya... Sedangkan di
sisi lain, Taisho dan Asahi-san menampilkan eskpresi aneh yang menyiratkan;
‘Tidak mungkin kan kalau seorang seperti Miyakojima-san akan menggigit
lidahnya?’
“Aku Itsuki Nishinari. Keluargaku menjalankan perusahaan IT.”

Sebagai yang terakhir, aku memberitahukan nama dan bisnis keluargaku.


Setelah semua orang selesai memperkenalkan diri, Tennoji-san memulai
pembicaraan.

“Biar kuberitahukan lebih dulu, kalian sama sekali tidak perlu


mengkhawatirkan latar belakang keluargaku. Bicara saja dengan santai saat
kalian ingin berbicara denganku.... Baik Taisho-san dan Asahi-san biasanya
menggunakan cara bicara yang sedikit blak-blakan, bukan?”

“Ughh..., yah, kurasa tidak ada gunanya menyembunyikannya.”

“Aahaha, kau benar. Kalau begitu, perkenankan aku berbicara secara normal.”

Sesaat mereka tampak canggung, tapi dengan segera, mereka menjadi lebih
rileks. Setelah itu, Tennoji-san menoleh ke arah Hinako.

“Kita sesekali bertemu di pesta teh seperti ini ‘kan, Konohana-san?”

“Kau benar. Kau selalu sangat membantuku, Tennoji-san.”

“......Apa itu sindiran......?” seru Tennoji-san, dengan senyum yang tampak


kaku.

Namun, Hinako sepertinya tidak menyadari itu dan dengan santai menysap
tehnya.

Baik Narika dan Tennoji-san adalah gadis yang cantik, tapi Hinako, dia
memancarkan keanggunan yang luar biasa. Caranya yang dengan anggun saat
menyesap tehnya menarik perhatian semua orang yang ada di tempat itu.

“E-erm! Konohana-san! Aku..., satu kelas denganmu, errm..., apa kau


mengenalku?”

“Tentu saja, Asahi-san. Terima kasih ya karena selalu menjadi mood maker
untuk kelas 2A. Berkat dirimu, setiap harinya aku merasa lebih nyaman saat
berada di dalam kelas.”
“Ahahaha, sama-sama.........., Whoa, ini buruk, aku jadi terlalu kegirangan jika
Konohana-san mengatakan itu.”

Mengatakan itu, Asahi-san berusaha menyembunyikan wajahnya yang


cengar-cengir dengan kedua tangannya.

“B-bagaimana denganku? Kalau aku bagaimana, Konohana-san?”

“Tentu saja aku juga mengenalmu, Taisho-kun. Menurutku kau yang bersikap
ramah dan tidak membedakan siapapun itu sangat menarik.”

“O-oh...!! Untuk beberapa alasan, aku merasa kalau kebajikanku baru saja
meningkat...!”

Aku tidak berpikir kalau kebajikannya telah meningkat, tapi dia terlihat
sangat bahagia seolah dia sedang berada di surga. Sulit bagiku untuk
bersimpati padanya karena aku baru beberapa hari menghadiri akademi ini,
tapi sepertinya Hinako lebih dihormati daripada yang kupikirkan.

“Gununu..., kenapa tidak ada yang menanyakan apapun pada diriku...!”

Tennoji-san jelas berada dalam suasana hati yang buruk saat Hinako
memonopoli semua perhatian kepada dirinya. Untuk itu, aku segera
mengubah topik pembicaraan.

“Narika, apa kau tidak pernah berbicara dengan salah satu orang di sini saat
berada di pesta teh?”

“Y-Ya. Lagipula aku hanya menghadiri acara seperti ini diluar lingkup
akademi untuk sekedar maramaikan.”

Lah, ini kan tidak seperti kau diajak hanya untuk meramaikan…?
Saat aku bergmumam seperti itu dalam benakku, kuperhatikan bahwa semua
orang kini menatap ke arahku.

“......Narika?”

Seseorang mengatakan itu, merasa bingung dengan kenyatan bahwa aku


memanggil Narika menggunakan nama depannya. Aku benar-benar ceroboh.
Kurasa aku harus menjelaskan tentang hubungan antara aku dan Narika
terlebih dahulu. Saat aku berpikir tentang bagaimana aku harus
menjelaskannya...,

“A-aku dan Itsuki pernah bertemu saat kami berumur sepuluh tahun. Karena
hubungan itulah, aku diundang untuk bergabung dalam pesta teh ini.”

Narika menjelaskannya lebih dulu.

“Hee~, jadi begitu!”

Saat Asahi-sa merasa terkejut, Narika menundukkan kepalanya. Dia itu hanya
merasa malu, tapi ekspresinya sangat kaku dan beberapa orang mungkin
berpikir kalau dia sedang berada dalam suasana hati yang buruk. Kurasa
sisinya yang seperti inilah yang membuat Narika tidak punya banyak teman.

Karena aku yang mengundak Narika ke sini, aku harus memberikan tindak
lanjut untuknya.

“Mungkin kalian semua telah salah paham, tapi Narika bukanlah orang yang
menakutkan. Sepertinya dia menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di
dalam rumah, jadi dia menjadi sedikit buruk dalam berinteraksi dengan orang
lain.”

“Begitukah?”

“Iya, jadi, semua rumor yang beredar tentang dirinya hanyalah


kesalahpahaman.”

Terhadap Taisho yang bertanya dengan mata yang membalakak, aku


mengiyakannya.

“I-Itsuki~....!!”

Di sampingku, Narika yang merasa tersentuh menatapku dengan mata yang


berkaca-kaca. Semoga ini bisa menjadi kesempatan yang bagik bagi Narika
untuk menjalin pertemanan.
“Kalau tidak salah, keluarganya Miyakojima-san itu bergerak di bisnis
produsen peralatan olahraga, kan?” tanya Tennoji-san pada Narika.

“Y-Ya..., kau ternyata mengatahuinya, ya.”

“Tidak perlu terlalu rendah hati. Di akademi ini, tidak ada siswa-siswi yang
tidak mengenal Keluarga Miyakojima. Dan mengenai rumor itu, hanya dengan
sedikit penyelidikan saja pasti bisa diketahui kok tentang kebenarannya...
Ngomong-ngomong, aku jarang melihatmu dalam situasi sosial, bagaimana
kau biasanya menghabiskan keseharianmu?”

“B-Biasanya ya..., aku biasanya melakukan pelatihan di rumahku...”

“Pelatihan?”

“Erm, di rumahku ada dojo. Jadi sudah menjadi rutinitas harianku untuk
berolahraga di sana. B-Belakangan ini, aku sering dimintai unuk melakukan
uji coba produk olahraga.”

“Jadi begitu ya. Tampaknya kau memiliki kehidupan yang memuaskan.” seru
Tennoji-san, menujukkan sedikit kekaguman.

Di sisi lain, Asahi-san dan Hinako sedang bercakap-cakap.

“Mumpung kita lagi ngumpul-ngumpul di sini, aku ingin bertanya padamu


Konohana-sana... Apa yang kau lakukan untuk menghabiskan waktumu saat
di rumah? Apa kau selalu belajar sepanjang waktu?”

“Belajar memang sering kulakukan, tapi aku juga sesekali akan menghabiskan
waktu dengan santai. Seperti membaca misalnya...., aku juga menghabiskan
waktuku dengan memakan yang manis-manis.”

“He~, jadi Konohana-san juga suka yang manis-manis. Biasanya apa yang
akan kau makan?”

“Hmm..., kurasa scone.”

Njir, santuy sekali kau membuat kebohongan. Padahal yang biasanya kau
makan itu cuman keripik kentang.
Bab 26
Pesta Teh Ojou-sama ②

“Oh iya, Konohana-san dan Nishinari-kun punya hubungan keluarga, bukan?”


tanya Asahi-san pada Hinako.

“Ya, Ayahku dan Ayah Nishinari-kun saling kenal.”

“Apa kalian berdua belum ada bertemu sampai akhir-akhir ini?”

“Begitulah, tapi sekarang kami sudah cukup banyak berinteraksi karena kami
bisa duduk bersama di pesta teh seperti ini.”

Saat Hinako menjawab begitu sambil tersenyum, Asahi dengan gembira


menggapinya dengan “Hmm~” dan melanjutkan, “Entah kenapa rasanya agak
mencurigakan? Apa hubungan kalian berdua benar-benar hanya sejauh itu?”

“Oi oi, Asahi, tidak mungkin kan sampai seperti itu.” ujar Taisho sambil
tersenyum masam.

“Yah, tapi kan, bisa jadi ada pertunangan di antara hubungan orang tua itu,
dan itu suatu hal yang klasik untuk berkembang menjadi sesuatu seperti cinta.
Mungkinkah..., kalian berdua sudah memiliki hubungan yang cukup baik?”

Entah bagaimana, aku bisa tahu dari nadanya bahwa itu hanyalah candaan.
Asahi kemudian tersenyum dan menatap Hinako, menuntut jawaban darinya.
Namun, Hinako tidak mengatakan apa-apa dan menyesap tehnya dengan
perlahan.

......Oi.

Kenapa kau tiba-tiba jadi diam?

Itu adalah keheningan yang berarti. Bahkan Asahi-san, yang bertanya dengan
bercanda, secara bertahap berubah menjadi serius. Tennoji-san, merasa
skeptis, mulai mengerutkan alisnya. Sedangkan Narika, dia menatap kami
dengan wajah yang terlihat pucat.

“Tidak kok, erm..., itu tidak benar.”


Karena Hinako tampak sama sekali tidak mencoba ingin menjawab, jadi aku
yang menjawab menggantikanya.

“Seperti yang Konohana-san katakan sebelumnya, hanya karena orang tua


kami berhubungan bukan berarti kami memiliki hubungan khusus. Selain
itu..., aku dan Konohana-san tidak akan menjadi pasangan yang cocok.”

Di satu sisi, seorang putri dari Grup Konohana, yang dikenal oleh semua
orang di Jepang. Dan di sisi lain, hanya seorang pewaris dari sebuah
perusahaan menengah. Bahkan statusku yang dibuat-buat saja sudah cukup
untuk menunjukkan perbedaan kasta di antara kami.

“Yah, kesampingkan masalah cocok atau tidak..., yang lebih peting sekarang,
Nishinari-kun, saat ini kau kesulitan dengan pelajaranmu dan sebagainya,
kan?”

“Itu benar. Laju materi di Akademi Kekaisaran itu sangat cepat, jadi sebaiknya
kau memastikan dirimu telah melakukan semua persiapan dan pengulasan
dengan benar sampai kau terbiasa.”

“Oh, Taisho-kun, memangnya kau pantas mengatakan itu? Padahal di


pelajaran beberapa hari yang lalu, kau tidak bisa menjawab saat kau ditunjuk
untuk menjawab.”

“Oh, hentikan. Mau sampai kapan kau akan mengungkit-ngungkit itu?”

Saat Asahi-san dan Taisho bersenda gurau seperti itu, Narika yang ada di
sampingku berbisik padaku saat aku ikut tersenyum.

“Hmm......, dasar pembohong.” bisik Narika, dengan suara yang amat pelan
yang hanya aku yang bisa mendengarnya.

Karena dia menekan nada suaranya, dia sepertinya menerima masalah dan
mau menutup mulutnya, tapi tampaknya dia masih merasa tidak puas dengan
aku yang bekerja untuk keluarga Konohana.

Dan yah, beginilah. Meskipun awalnya aku sedikit cemas, tapi tampaknya
pesta teh ini berjalan dengan baik.
Narika tampak telah bisa menyesuaikan diri dengan kelompok ini, sedangkan
Tennoji-san, yang terlepas dari hubungannya dengan Hinako, juga selalu
bersikap ramah. Aku bersyukur telah mengundang mereka berdua untuk ikut
ke dalam pesta teh ini.

Aku merileksikan diri dan kemudian meminum teh yang diletakkan di atas
meja.

Lalu, aku menyadari kalau Tennoji-san menatap ke arahku.

“Nishinari-kun. Saat kau sedang minum teh, jangan mulutmu yang


didekatkan ke cangkir, tapi cangkirlah yang kau dekatkan ke mulutmu.”

“M-Maaf...”

Astaga, jika aku merilekskan diri, aku malah berakhir membuat kekacauan.

Aku benar-benar perlu merenungkan ini. Karena tidak seperti yang lainnya,
aku berada di akademi ini dengan menggunakan identitas palsu.

Lebih baik sedikit menjadi gugup.

“Nishinari, apa kau bersekolah di sekolah biasa sebelum kau menghadiri


akademi ini?”

“Iya, Itu sebabnya aku tidak begitu percaya diri dengan etiketku...”

Terhadap pertanyaan Taisho, aku menjawabnya sambil menggelengkan


kepalaku.

“Oh iya, saat aku masih kelas 1, aku mendengar dari teman sekelasku bahwa
sekolah biasa itu punya banyak sekali kebiasaan yang menarik, Seperti
misalnya..., Warikan.”

“Warikan?”

Mendengar pernyataan Asahi-san, Taisho memiringkan kepalanya. Saat aku


melihat ke sekeliling, tidak hanya Taisho saja, tapi semua orang juga
menunjukkan ekspresi yang bertanya-tanya.
Sepertinya aku harus menjadi pihak yang menjelaskan di sini.

“Warikan adalah saat dimana siswa-siswi harus membayar tagihan di kantin


sendiri-sendiri, tapi..., bukankah siswa-siswi Akademi Kekaisaran
juga melakukannya?”

“Menurutku tidak. Biasanya akan lebih cepat bagi seseorang untuk


membayarkannya sekaligus.”

“Membayarkannya sekaligus ya..., tapi jika melakukan itu, bukankah itu


artinya kau akan membayar dengan jumlah penuh?”

“Yah, jika memang sesuatu seperti agak mengganggumu, kupikir lain kali kau
bisa membayar untuk dirimu sendiri... Tapi pada dasarnya sih, kau tidak perlu
terlalu memusingkan masalah membeli atau dibelikan minuman. Karena
menurutku orang yang mengundangmu ke kafe atau orang yang ingin
membayarlah yang harus membayarnya.”

Aku ingin tahu, apakah tidak apa-apa untuk bersikap santai tentang itu..., aku
pribadi sih cukup kepikiran jika seseorang membelikanku minuman.

Kupikir warikan itu adalah kebiasaan biasa, tapi tampaknya sesuatu seperti
itu tidak tersebar luas di kalangan siswa-siswi di akademi ini.

“Dan juga, ituloh, bukankah ada juga sesuatu yang disebut ngutang dan tidak
membayar?”

“Oh iya, ada memang tuh. Yang itu kan, orang yang mengutang itu kemudian
akan secara natural mencurinya? Aku penasaran, kenapa sih mereka
mencurinya? Kenapa tidak membelinya secara normal saja.”

“T-Tidak, mengutang dan tidak membayar bukanlah kebiasaan...”

Aku segera menyela ke dalam percakapan Asahi-san dan Taisho, dan entah
bagaimana berhasil mengoreksi pengetahuan mereka.

Mengutang dan tidak membayar jarang terjadi bahkan di antara kami orang
biasa, dan kalaupun itu terjadi, biasanya itu karena sesuatu yang tidak
terelakkan. Namun, jika pihak lain tiba-tiba pindah atau menjadi terasing
darimu, lupa bahwa dia sedang ngutang, ngutang dan tidak membayar dapat
terjadi.

“Tidakkah ada sesuatu seperti kebiasaan-kebiasaan itu di sekolah tempat


Nishinari dulu berada? Jika ada sesuatu yang lain, kasih tahu dong.”

“Yah, tentang itu......”

Karena aku tahu bahwa mereka bertanya semata-mata hanya karena rasa
ingin tahu, aku mencoba memikirkan sesuatu yang akan menarik bagi Taisho
dan yang lainnya.

“Bagaimana dengan istilah aturan tiga detik?”

“Aturan tiga detik?”

Terhadap pernyataanku, Asahi-san memiringkan kepalanya. Sepertinya yang


lainnya juga tidak ada yang tahu tentang itu, jadi aku melanjutkan
penjelasanku.

“Istilah ini terutama digunakan untuk merujuk pada makanan, yang dimana
aturannya adalah jika kau menjatuhkan makananmu, asalkan kau masih
dapat mengambilnya dalam rentang waktu tiga detik. kau akan masih bisa
memakannya lagi.”

“A-apa- apaan itu...”

“Biar kucontohkan,”

Mengatakan itu, aku mengambil roti panggang dari tengah meja. Karena akan
sayang sekali untuk menjatuhkan seutuhnya, jadi aku menggigitnya dan
membuatnya menjadi ukuran sepotong.

“Saat kau sedang makan, dan menjatuhkannya seperti ini...”

Aku dengan sengaja menjatuhkan roti ke atas meja dan segera mengambilnya.

“Sesuai dengan aturannya, jika kau bisa mengambilnya kembali dalam


rentang waktu tiga detik, kau bisa memakannya lagi.”
“Whoa...itu benar-benar pemikiran yang menarik ya.”

Kau menganggapku tolol, kan?

Tidak, kurasa itu bukan kesan yang menganggapku tolol..., cuman, sejujurnya
aku tidak ingin kau terkesan dengan jujur.

Pada intinya, ini adalah cerita normal tentang suatu perilaku yang buruk.

Lalu, saat aku hendak memberitahu mereka bahwa sesuatu seperti ini lebih
baik tidak usah ditiru—

“Apakah seperti ini?”

Hinako, yang duduk di depanku, meniruku dan menjatuhkan kue di atas


meja. Kemudian, dia mengambil kue itu dan mengunyahnya dengan mulut
kecilnya.

“Y-Yah, b-begitulah...”

Semua orang yang berkumpul di sini terkejut karena Hinako Konohana, yang
penampilannya cantik dan penuh keanggunan, menunjukkan tingkah yang
tidak pantas.

Aku mengiyakan dengan suara gemetar pada Hinako yang tersenyum manis
ke arahku.

Pada saat itu, Ehem, Tennoji-san berdehem.


“Orang-orang biasa memang memunculkan beberapa hal yang menarik dari
waktu ke waktu..., tapi menurutu, istilah yang disebut aturan tiga detik atau
apapun itu, bukan merupakan sesuatu yang baik untuk dilakukan.”

Meletkkan cangkirnya di atas meja, Tennoji-san mengatakan itu.

“Tapi kenyatannya, aku bisa mengerti mengapa mereka berpikir bahwa tiga
detik itu mungkin tidak menjadi masalah. Kurasa aku akan mencobanya jika
ada kesempatan.”

“Ini bukan masalah kehigienisannya. Itu tidak pantas.”


Tennoji-san menegurnya. Dan kemudian, Asahi-san yang tampak tidak terlalu
serius tentang itu, menjawabnya, “Yah, memang sih itu tidak pantas.”

Seperti itu, pesta teh terus berlangung tanpa hambatan.


Bab 27
Kerja Bagus, Ojou-sama

Pesta teh pertamaku, suatu acara yang sangat berkesan bagiku, berakhir
dengan damai tanpa masalah.

Setelah meninggalkan kafe, kami langsung berjalan menuju gerbang akademi.


Dan di sana, ada beberapa mobil berwarna hitam sedang menunggu di depan
gerbang.

“Kami telang menunggu anda, Ojou-sama.”

“Ishh, ‘kan aku sudah bilang untuk jangan memanggilku Ojou-sama...”

Asahi-san tersenyum masam, dan kemudian masuk ke dalam mobil yang


dikemudikan oleh pelayan.

Beberapa saat kemudian, Taisho juga masuk ke dalam mobil yang sama.

“...Loh? Apa Taisho dan Asahi-san pulang bersama-sama?”

Aku benar-benar terkejut saat melihat Taisho dengan santai masuk ke mobil
yang sama dengan Asahi-san, dan sontak saja, aku mengajukan pertanyaan
itu.

“Ya, itu karena rumahku dan rumahnya Asahi berdekatan, selain itu, kami
juga saling kenal sejak lama.”

“Para pelayan di rumah kami akan bergantian menjemput dan mengantar


kami.”

Oh, begitu toh.

Serupa dengan hubungan palsu antara aku dan Hinako, tampaknya Asahi-san
dan Taisho juga memiliki hubungan keluarga.

“Kalau gitu, kami pulang duluan ya.”

“Hari ini sangat menyenangkan. Sampai jumpa besok.”


Setelah itu, mobil yang membawa mereka berdua pergi.

Di sisi lain, mobil yang menjemput Tennoji-san juga sudah menunggu.

“Baiklah, aku juga pulang duluan ya.”

Dengan mengatakan itu, Tennoji-san membungkuk dengan ringan.

Di sisi Tennoji-san, ada beberapa pelayan yang mengenakan jas. Dan tidak
seperti pelayannya Asahi-san, mereka memancarkan aura yang mengingatkan
orang-orang yang melihatnya akan suasana SP.

“H-Hinako Konohana!”

“Ya.”

Saat Tennoji-san dengan gugup memanggil namanya, Hinako menanggapinya


dengan senyum lembut yang biasa.

“Ini adalah pertama kalinya aku mengadakan pesta teh pribadi denganmu...
dan, yah, itu rasanya tidak terlalu buruk! L-Lain kali, kuharap kita bisa
berbicara lebih banyak tentang tugas sekolah dan bisnis keluarga!”

“Kau benar. Jika ada kesempatan, ayo kita lakukan.”

Seperti itu, Tennoji-san membuat janji di antara mereka berdua. Dia


kemudian menunjukan senyum bahagia sesaat, tapi segera menenangkan
dirinya lalu mengalihkan pandangan kearahku.

“...Dan juga, Nishinari-san.”

“Ya.”

“Hari ini kau telah benar-benar menegakkan punggungmu, kan? Seperti yang
kupikirkan, dirimu yang seperti itu jauh lebih menarik.”

Saat aku mendengar kata-kata itu, aku menjadi kaku sejenak.


“T-terima kasih banyak.”

Aku tidak menyangka aku akan dipuji, jadi aku terlambat untuk
menanggapinya.

Lalu, sambil terkikik dan tersenyum, Tennoji-san berbalik dan masuk ke


mobil yang menjemputnya.

“...Tampaknya kalian memiliki hubungan yang cukup baik.” gumam Narika.

“Ini hanya seperti hubungan sosial biasa.”

“Tidak, Tennoji-san adalah orang yang lugas. Jadi sesuatu seperti itu bisa
dianggap sebagai pujian. ...Dan yah, itu sungguh luar biasa untuk bisa dipuji
oleh Tennoji-san di hari ketigamu pindah ke akademi ini.”

Narika yang mengatakan itu padaku itu entah kenapa merasa tidak puas.

Tidak seperti Tennoji-san, sepertinya Narika tidak mau memujiku dengan


jujur.

“Kerja bagus untuk hari ini, Ojou-sama, Itsuki-sama.”

Saat itu, dua mobil hitam berhenti di dekat kami, dan seseorang yang muncul
dari dalam memanggilku.

“Shizune-san?”

Shizune-san, mengenakan seragam maid-nya yang biasa, muncul di depan


kami dan membungkuk. Dia kemudian mengalihkan tatapannya ke arah
Narika, yang sedang berdiri di sampingku.

“Anda pasti Narika Miyakojima-sama, bukan? Saya adalah Shizune Tsurumi,


pelayan dari keluarga Konohana.”

Narika tersentak, tampaknya tidak menyangka bahwa dirinya akan dipanggil.


Saat Narika terkejut seperti itu, Shizune-san kembali berbicara.
“Saya yakin bahwa anda sudah tahu perihal situasi Itsuki-sama dari dirinya
sendiri. Adapun hubungan diantara keluarga Konohana dan orang tua Itsuki-
sama adalah mitra bisnis, jadi saya akan sangat menghargai jika anda bisa
merahasiakan masalah ini.”

“Y-Ya..., aku telah menerima penjelasan dari Itsuki tentang itu. Aku tidak
berniat untuk membocorkannya, jadi jangan khawatir.”

“Terima kasih.”

Shizune-san berterima kasih sambil membungkuk dengan hormat.

Tampaknya, Shizune-san yang sampai mau repot-repot untuk muncul di


depan kami adalah untuk membicarakan masalah ini.

Narika tahu bahwa aku bekerja untuk keluarga Konohana. Jadi, meskipun aku
dan Hinako pulang dengan menaiki mobil yang sama, Narika tidak akan
merasa heran.

“Apa jemputanmu belum datang Narika?”

“Yah, harusnya sih jemputanku akan segera datang, tapi...”

Saat dia menjawab begitu, Narika tiba-tiba berhenti berbicara. Dia kemudian
mengeluarkan ponselnya dari sakunya, lalu meletakkannya di telinganya.
Tampaknya ada panggilan masuk.

Akhirnya, Narika mengakhiri panggilan tersebut dan menghembuskan nafas


kecil.

“Ada apa?”

“Sepertinya jalannya macet, dan jemputanku akan sedikit terlambat. Dan


untungnya, mereka sudah dekat dari sini, jadi aku yang akan menuju kesana.
Itsuki dan yang lainnya bisa pulang lebih dulu.”

Sekalipun kau menyuruhku untuk pulang lebih dulu... Sebagai orang yang
tempo hari terlibat dalam kasus penculikan, aku sedikit khawatir
meninggalkan Narika sendirian.
“Shizune-san. Aku akan mengantar Narika ke tempat jemputannya.”

Saat aku mengatakan itu, Shizune-san dan Narika, yang ada di sampingku,
membuka mata mereka lebar-lebar.

Aku pun melihat ke arah Narika.

“Mobilnya tidak jauh dari sini, kan? Aku akan mengantamu sampai sana.”

“I-itu, aku sih tidak kebertan, tapi..., apa itu tidak apa-apa?”

Narika kemudian menatap Shizune-san untuk meminta konfirmasi.

“Baiklah. Karena Ojou-sama memiliki jadwal yang padat, kami akan kembali
ke mansion lebih dulu. Nanti saya akan mengirimkan jemputan pengganti,
jadi silahkan gunakan itu, Itsuki-sama.”

Setelah mengatakan itu, Shizune-san melihat ke arah Hinako yang masuk ke


dalam mobil lebih dulu.

“Anda juga tidak keberatan dengan itu kan, Ojou-sama?”

“Iya.” Jawab Hinako sambil tersenyum.

“Terima kasih banyak.”

Aku berterima kasih, dan memutuskan untuk mengantar Narika ke tempat


jemputannya.

---

“Le~lahnya...”

“Kerja bagus untuk hari ini.”

Saat mobil meninggalkan akademi, Hinako langsung berhenti berakting


sebagai Ojou-sama. Sambil menghela nafas dengan lesu, Hinako yang duduk
di kursi belakang berbalik untuk mebelihat pemandang dari jendela belakang.
“Muu..., Itsuki bersama orang lain...”

“Jika anda memang tidak menyukai itu, anda seharusnya tidak


mengizinkannya.”

“...Memangnya itu tidak apa-apa?”

“...Maaf jika perkataanku kasar. Tapi itu akan menjadi tidak wajar jika anda
yang berakting sebagai Ojou-sama bertindak untuk menahan Itsuki-san dalam
situasi itu.”

Pemikiran Itsuki yang ingin mengantar Narika sangatlah baik. Seorang Ojou-
sama yang sempurna tidak boleh membiarkan keegoisannya mencegahnya
melakukan hal itu.

“Entah itu baik atau buruk, tapi yang pasti, sejak Itsuki-san datang, Ojou-
sama telah berubah.”

“......Begitukah?”

“Anda telah beberapa kali menghadiri pesta teh sebelumnya, tapi semua itu
anda lakukan di bawah arahan dari Kagen-sama. Bukankah ini adalah
pertama kalinya anda menghadiri pesta teh atas kehendak anda sendiri?”

“Hmm..., kau benar.” kata Hinako, dengan suara yang terdengar tidak
memiliki semangat.

Shizune pun menatap Hinako yang seperti itu dengan cemas.

“Ojou-sama..., bagaiamana kondisi anda?”

“...Mungkin sudah waktunya.”

Hinako menjawab begitu dengan lesu.


Bab 28
Ojou-sama yang Pingsan

“Waaaa...”

Mobil yang membawa Hinako mulai melaju pergi.

Kemudian, Narika menghela napas dalam-dalam.

“Ada apa?”

“Tidak, itu, erm..., akhrinya aku bisa merileksan bahuku....”

Rupanya, dia merasa lega bisa lepas dari ketegangannya. Selama pesta teh
tadi, Narika mampu mempertahankan sikap tegasnya, meskipun dia kadang-
kadang terlihat gugup. Saat ini, dia langsung menjadi sesuatu yang cocok
untuk gadis seusianya.

“Katamu kau tidak mahir berbicara dengan orang lain, tapi nyatanya kau bisa
berbicara secara normal, bukan?”

“Itu terjadi bukan hanya karena kekuatan pribadiku. Berkat bantuan dari
kalian semua, aku berhasil menghindari untuk tidak menyebabkan
kekacauan...”

Yah, mungkin itu memang benar.

Secara khusus, Asahi-san dan Tennoji-san sangat prihatin tentang Narika.


Asahi-san berusaha memeriahkan pembicaraan agar Narika bisa ikut
nimbrung, dan Tennoji-san berusaha membawa Narika masuk ke tengah-
tengah pembicaraan dengan mengajukan pertanyaan secara halus.

“Itsuki... Terima kasih, ya.” Tiba-tiba, Narika mengucapkan terima kasih


secara formal. “Kalau bukan karenamu, aku yakin kalau aku akan
menghabiskan masalah SMA-ku tanpa bisa memiliki teman.”

“...Yah, meskipun kau bilang begitu, tidak mungkin juga kan kalau sampai
seperti itu. Aku cuman membantu sedikit kok.”
“Tidak, aku benar-benar paham dengan diriku sendiri, makanya aku bilang
begitu. Hari ini pasti merupakan hari yang telah mengubah hidupku.”

Mengatakan itu, Narika kemudian menatapku.

“Seperti yang kupikirkan, Itsuki..., kau adalah pahlawanku. Saat aku masih
kecil, kau mengajariku tentnag dunia luar..., dan kali ini, kau
menyelamatkanku dari kesendirian.”

Njir, pahlawan..., bukankah itu terlalu dilebih-lebihkan.

Narika telah memperindah kenangan yang dimilikinya, dan kini sangat


emosional. Setelah beberapa saat, aku yakin dia akan menjadi lebih tenang.
Selain itu, aku juga tidak bermaksud untuk mempermasalahkannya.

“Itulah sebabnya..., itu tidak adil.”

Menundukkan kepalanya, Narika mengatakan itu.

“Tidak adil..., tidak adil, tidak adil, tidak adil! Bersama Konohana-san..., itu
tidak adil!”

“...Kau masih mau mengungkit itu.”

“Ya, aku mengungkitnya! Aku akan menungkitnya lagi dan lagi! Habisnya,
sesuatu seperti ini—terlalu keterlaluan! P-Padahal kita baru saja bertemu lagi,
tapi kenapa kau malah harus menetap di rumah Konohana-san!”

“Sekalipun kau bilang begitu..., aku hanya bisa menjawab kalau itu karena
hubungan orang tua kami.”

Saat kubilang bahwa aku memang tidak punya pilihan lain, Narika
mengerang, “Kuu ...!”.

“Sebelumnya kau bilang kalau kau cuman magang, tapi apa lagi yang kau
lakukan? Kau juga pasti melakukan pekerjaan, kan?”

“Begitulah, tapi sekalipun aku bilang itu pekerjaan, itu cuman sekedar
menjaga citranya.”
“Konohana-san tidak membutuhkanmu untuk menjaga citranya! Sejak awal
orang itu memang sudah sempurna!”

Ya justru karena dia tidak sempurna, makanya jadi masalah.

Tentunya, aku tidak bisa mengatakan itu, jadi aku tetap diam.

“...Kapan magangmu itu akan berakhir?”

“Untuk saat ini, aku masih belum tahu...”

“J-Jika kau sudah selesai magang di sana, bagaimana kalau kau datang ke
rumahku? Kau sendiri juga ingin bernostagia, kan!”

Tentunya, aku memang ingin bernostalgia, tapi itu akan sulit karena aku akan
dipekerjakan oleh keluarga Konohana sampai aku lulus.

“Yah, akan kupikirkan.”

“Lah, etiket sosialmu mana!?” seru Narika, terlihat sangat terkejut.


Aku bukanlah Tennoji-san, jadi tentnunya aku akan mengatakan satu atau
dua kata tanpa etiket sosial.

---

“Baiklah, pelajaran untuk hari ini telah selesai. Kau telah melakukannya
dengan baik.”

“T-terima kasih banyak...”

Di dojo keluarga Konohana, aku mengatakan itu di saat aku bersimbah


keringat.

Bahkan pada hari diadakannya pesta teh, pelajaran harian tidak akan
dibatalkan. Malahan, itu menjadi dikemas dengan lebih banyak konten dari
biasanya, yang membuatku kelelahan.

“Itsuki, ayo mandi...”


Pintu dojo terbuka, dan Hinako muncul dari sana.

“...Oh, sudah waktunya, ya?” gumamku, saat melihat ke arah jam yang ada di
dojo.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22;00, dan aku juga ingin membersihkan
keringat, jadi aku memang sudah berencana untuk mandi, tapi—

“Ojou-sama. Ada yang ingin saya bicarakan dulu dengan Itsuki-san, jadi
bisakah anda kembali ke kamar anda lebih dulu?”

“Mm..., aku mengerti, jangan lama-lama ya.”

Hinako mengangguk terhadap kata-kata Shizune-san dan meninggalkan dojo.

“Berbicara?”

“Ya, ini tidak akan lama kok.” kata Shizune-san, dengan nada yang formal.

“Aku tidak ingin membuat Ojou-sama menunggu terlalu lama, jadi aku tidak
akan menjelaskannya secara detail, tapi... akhir-akhir ini Ojou-sama sedang
tidak enak badan, jadi Itsuki-san, untuk berjaga-jaga tolong teruslah awasi
dia.”

“Tidak enak badan? ...Tapi pas di pesta teh tadi dia kelihatan baik-baik saja.”

Mungkinkah tadi itu dia memaksakan dirinya?


Saat aku berpikir begitu, Shizune membuka mulutnya dengan ekspresi serius.

“Kalau mau jujur, kupikir tubuhnya tidak akan kuat lagi dalam waktu dekat
ini.”

“......?”

Aku sama sekali tidak mengerti arti kata-katanya, jadi aku memiringkan
kepalaku.

“Asalkan kau selalu memperhatikannya, maka pasti tidak akan ada masalah.
Kalau begitu, kau sekarang bisa pergi ke kamar Ojou-sama, Itsuki-san.”
Dengan itu, Shizune-san mulai membersihkan dojo.

Aku tidak benar-benar paham maksud dari percakapan tersebut, tapi aku
disuruh untuk terus mengawasinya, jadi aku pasti akan mengingatnya dan
berhati-hati.

Aku pun masuk ke kamar Hinako, dan kemudian menuju ke kamar mandi.

Baju renangku sudah disiapkan di ruang ganti. Setelah aku berganti ke


pakaian renang, aku langsung masuk ke kamar mandi.

“Ah... Itsuki...”

“......Maaf membuatmu menunggu.”

Aku mendekati Hinako, yang tampak telah menungguku, dan segera mencuci
rambutnya.

“Apa ada bintik-bintik gatal?”

“Tidak ada……”

Karena mencuci rambut Hinako telah menjadi rutinitas harianku, aku juga
diajari oleh Shizune-san bagaimana cara mencuci rambutnya. Aku
menghangatkan kulit kepalanya dengan air panas di telapak tanganku, dan
dengan hati-hatinya mencucinya menggunakan sampo. Setelah itu, aku
mengambil kondisioner dan mengoleksannya ke rambutnya.

“...Tapi tetap saja, Shizune-san itu, dia juga membuat sesuatu yang luar biasa,
ya.”

Saat aku mencuci rambut Hinako, aku melihat ke belakang.

Di sana ada ruang shower pribadi. Ini sudah seperti memiliki kamar mandi di
dalam kamar mandi. Shizuna-san bilang, “Kalian tidak akan bisa mencuci
tubuh kalian secara menyeluruh saat kalian memakai pakaian renang,” dan
alhasil, dibuatlah ruangan yang digunakan untuk mencuci tubuh.

“Hinako, bisakah kau mengambil timba yang di sana?”


“OK...”

Lah, kau barusan bilang OK atau Oke...? [Catatan Penerjemah: Timba (桶


/Oke).]

Aku meminta Hinako untuk mengambilkan timba yang sudah mau jatuh dari
bak mandi, mungkin karena tersapu oleh air.

Namun, Hinako menjatuhkan timba itu dalam prosesnya mengambilnya.

Drang, suara dentangan pun bergema di dalam kamar mandi.


“......Ah.”

Hinako dengan cepat mengambil timba itu itu seolah-olah dia baru saja
memikirkan sesuatu.

“Aturan tiga detik.”

“...Yah, itu memang benar sih.”

Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapi Hinako, yang mengatakan itu
sambil menyeringai.

“Ini..., menarik juga.”

“Kalau kau bilang begitu, maka kurasa itu layak untuk memberitahukannya
padamu.”

Tapi yah, jika memungkinkan, jangan lakukan itu di depan umum.

“Tadi, setelah kita berpisah..., apa yang kau bicarakan dengan Miyakojima-
san...?” tanya Hinako.

“Meskipun kau bertanya begitu..., itu hanya percakapan biasa tentang pesta
teh yang menyenangkan. Cuman itu doang.”

“......Hmm.”
Dengan erangan seperti itu, Hinako menunjukkan ekspresi yang tampak
entah apakah dia yakin atau tidak yakin dengan perkataanku.

“Itsuki..., kau adalah pengurusku.” dengan suara yang pelan, Hinako


bergumam, “....Jangan pernah pergi kemana-mana.”

“Tadi kau bilang apa?”

Itu adalah suara yang pelan, jadi aku tidak bisa mendengar apa yang dia
katakan. Namun, Hinako tidak menjawab saat aku bertanya kembali.

Lalu, dengan perlahan, Hinko merobohkan tubuhnya kearahku. Dia, yang


hanya mengenakan pakaian renang, menemepel padaku, yang membuatku
kebingungan.

“Hei..., kalau kau tidur di kamar mandi, nanti kau akan masuk angin loh.”

Sambil mengatakan itu, aku menggoyangkan tubuhnya dengan ringan. Tapi,


Hinako sama sekali tidak mengatakan apa-apa.

“Hinako...?”

Menyadari bahwa ada yang tidak beres, aku melihat wajah Hinako. Dia
tampak berkeringat. dan mendesah kesakitan.

“――Hinako!?”
Bab 29
Ojou-sama yang ingin digenggam

Setelah Hinako pingsan di kamar mandi, aku segera membawanya ke dalam


kamar dan memanggil Shizune-san.

Awalnya, kupikir dia hanya pingsan saja, tapi dia terlihat sesak dan sepertinya
sangat kesakitan. Setelah menyeka tubuh Hinako dengan lembut, aku
meminta Shizune-san untuk memeriksa kondisinya.

“Dia mengalami demam ringan.” kata Shizune-san, sambil menatap Hinako


yang sedang berbaring di ranjang. “Untuk saat ini, biarkan Ojou-sama tidur
seperti ini.”

“...Aku mengerti.”

Shizune-san sudah menyiapkan perlengkapan untuk merawatnya. Saat aku


berada di luar kamar, Shizune-san dengan cepat menggantikan pakaian
Hinako menjadi gaun tidurnya dan kemudian memberikannya obat untuk
diminum. Namun, terhadap tindaknnya yang terlihat sangat terlatih itu, aku
merasa sedikit aneh.

“Ada apa?”

“Tidak, itu..., kelihatannya kau sangat tenang.”

“Ya, begitulah, sesuatu seperti ini sering terjadi.”

“Sering terjadi...?”

Terhadapku yang menunjukkan ekspresi bertanya-tanya, Shizune-san mulai


menjelaskan.

“Alasan mengapa Ojou-sama pingsan adalah karena stres yang diakibatkan


oleh aktingnya sehari-hari.”

Untuk sesaat, aku tidak bisa memhami arti dari kata-kata itu.
“Stres karena akting? Jangan bilang yang kau makusd itu adalah akting yang
dia lakukan sepanjang waktu?”

“Ya.”

Mataku membelalak terhadap pengiyaan sederhana dari Shizune-san.


Terhadapku yang terkejut seperti itu, Shizune-san terus menjelaskan.

“Dia memainkan kepribadian yang sangat jauh dari kepribadiannya yang


sebenarnya loh? Jadi wajar saja jika dia sampai merasa stres.”

Shizune-san memberitahukanku itu dengan jelas. Kata-kata itu mengirimkan


gelombang kejut ke kepalaku.

Memang benar, Hinako selalu berakting dengan sangat teliti. Namun, begitu
dia sampai di rumah, dia akan kembali ke kepribadian semulanya yang
ceroboh, dan meskipun dia tampak lelah, dia tidak terlihat seperti kesakitan.
Aku memang sudah bisa menduga kalau dia pasti merasa terkekang oleh
aktingnya itu..., tapi, aku tidak menyangka kalau itu akan sangat melelahkan
sampai akan membuatnya pingsan.

“T-Tunggu dulu, kenapa kau bersikap biasa saja? Ini beban yang berat
sampai-sampai membuatnya pingsan tahu? Bagaimana bisa sesuatu seperti
ini diabaikan begitu saja...”

“Sekalipun sampai pingsan, ini adalah demam yang akan mereda dalam
beberapa hari. Jangan terlalu khawatir.”

“Tidak, tapi kan, jika dia sampai pingsan seperti ini, bukannya akan lebih baik
untuk berhenti berakting—”

“—Tolong urus saja urusanmu sendiri.” Mengatakan itu, Shizune-san


menatapku dengan tajam. “Ini adalah kesepatakan dari keluarga Konohana.
Ini bukanlah sesuatu yang bisa diatur oleh perasaan pribadi..., dan tentu saja,
Ojou-sama sendiri juga menyadari hal ini.”

Hinako juga menyadari hal ini. Kata-kata itu menusuk kepalaku dengan kuat.
Kekesalanku memudar saat mengatahui penyebab Hinako pingsan. Dia
sendiri tahu itu, dan dia berakting sampai dia pingsan. Lantas, pada siapa aku
harus mengungkapkan kekesalanku? Kemana aku harus mengarahkan
perasaan ini?

“Saat Ojou-sama sedang berada di depan publik, dia akan fokus pada
aktingnya. Karenanya, dia akan mengendur untuk istirahat satat dia berada di
mansion. Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa alasan mengapa
Ojou-sama akan bermalas-malasan saat berada di mansion adalah karena
kelelahan akibat akting yang dilakukannya.”

“...Jadi maksudmu, itu adalah dampak dari akting yang Hinako lakukan, dan
ketika dia tidak berada di depan umum, dia akan bermalas-malasan?”

“Benar. Tentunya, dia tetap memiliki kepribadiannya yang alami, tapi..., pada
hari ketika sedang libur dimana dia tidak harus berakting, dia akan selalu
lebih energik.”

Dengan kata lain, tidak salah lagi kalau akting yang dia lakukan menjadi
beban untuknya.

Aku benar-benar tidak tahu tentang itu.

“Itsuki-san. Mungkin lebih baik kau segera pergi tidur, karena jika tidak, itu
akan bisa mempengaruhimu saat di sekolah besok.”

Kata-kata itu membuatku melebarkan mataku.

“Hah? Di saat Hinako sakit sepeti ini, aku masih tetap harus pergi ke
sekolah?”

“Tentu saja, mengingat kemampuan akademis yang kau miliki, sebisa


mungkin kau tidak boleh sampai absen.”

“Tapi, aku adalah pengurusnya Hinako...”

“Suatu pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang tepat. Aku adalah orang
yang sangat paham tentang apa yang harus dilakukan jika Ojou-sama sampai
pingsan.”
Dengan mengatakan itu, Shizune menatap lurus ke arahku.

“Aku akan berkonsentrasi merawatnya, jadi kembalilah ke kamarmu, Itsuki-


san.”

---

Keesokan harinya, aku pergi ke Akademi Kekaisaran sendirian.

“Yo, Nishinari! Kemarin itu menyenangkan sekali ya!”

“...Kau benar.”

Saat aku duduk di dalam kelas, Taisho memanggilku dengan santuy. Segera
setelah aku ngobrol-ngobrol dengan Taisho, Asahi-san kemudian ikut
nimbrung.

“Ngomong-ngomong, hari ini Konohana-san tidak datang ke sekolah ya.” kata


Asahi-san, saat dia melihat sekeliling kelas.

“Ya..., mungkin, ini seperti yang biasanya.”

“Biasanya?”

Aku memiringkan kepalaku terhadap kata-kata Taisho.

“Oh, kau tidak tahu ya Nishinari. Sesekali Konohana-san akan absen dari
akademi.”

“Begitukah?”

“Kudengar-dengar dia membantu bisnis keluarganya. Konohana-san juga


sepertinya sangat kerepotan ya.”

Sambil memberikan respon yang normal terhadap Taisho, aku kemudian


memikirkannya.

Jadi begitu ya pengaturannya.


Tampaknya Hinako yang biasanya pingsan merupakan suatu kerahasian dari
teman-teman sekelasnya. Aku tidak tahu sampai sejauh mana mereka
merahasiakannya. Wali kelasnya sih mungkin tahu, tapi mungkin fakta itu
dirahasiakan dari semua orang yang terlibat di akademi.

Tapi, jika demikian—tidak ada yang akan mengkhawatirkannya.

Padahal Hinako menyembunyikan sifat aslinya dengan berakting.

Lantas, siapa yang bsia berada di sisi Hinako?

Saat Hinako mengalama kesulitan, siapa yang akan bisa membantunya?

Dengan perasaan yang rumit seperti itu, aku terus menjalani pelajaran demi
pelajaran hingga waktunya pulang.

---

“Kerja bagus untuk hari ini.”

Saat aku masuk ke mobil yang menjemputku, Shizuna-san, yang duduk di


kursi depan, mengatakan itu padaku. Karena hari ini Hinako tidak pergi ke
sekolah, aku memiliki kursi belakang yang luas untuk diriku sendiri. Namun,
aku merasa tidak nyaman dengan ini.

“Shizune-san, bagaimana kondisinya Hinako...?”

“Dia masih sedang beristirahat.”

Itu artinya, dia belum pulih. Tadi malam Shizune-san bilang kalau itu
hanyalah demam ringan, tapi mungkin kondisinya malah memburuk.

“...Kira-kira berapa lama waktu yang diperlukan sampai dia bisa sembuh?”

“Yah..., menilai dari kondisinya saat ini, kurasa besok atau lusa dia sudah
akan pulih. Untungnya, besok dan lusa adalah hari libur, jadi dia pasti akan
sembuh pada hari Senin.”

Syukurlah hari ini adalah hari Jumat..., eh, tidak, bukan begitu.
Pada hari Senin nanti, Hinako harus pergi ke akademi lagi. Dengan kata lain,
dia harus kembali berakting.

Mengapa, sesuatu seperti ini harus terjadi?

Nama dari orang yang pasti tahu akan jawaban untuk pertanyaan itu terlintas
di pikiranku.

“Erm..., apa Kagen-san tidak akan datang ke mansion?”

Saat aku bertanya begitu, Shizune-san, yang duduk di kursi depan, menjawab
sambil tetap menatap ke depan.

“Kagen-sama sedang bekerja. Dia ada di kediaman utama sekarang.”

“Tapi, Hinako sedang sakit, kan?”

“Kagen-sama adalah ketua Grup Konohana. Dia tidak berada dalam posisi
untuk bisa menangguhkan pekerjaannya hanya karena Ojou-sama sedang
sakit.”

Seperti itu, kupikir itu agak tidak adil untuk menekankan bahwa dunia tempat
kami tinggal berbeda. Apapun yang dikatakan, aku sama sekali tidak mengerti
akan akal sehat ini.

“Ngomong-ngomong, sampai saat ini aku masih belum menanyakannya,


tapi..., di mana Ibunya Hinako?”

Setelah jeda singkat, Shizune-san kemudian menjawab pertanyaan itu,

“Beliau sudah meninggal.”

“............Begitu ya.”

Lagi-lagi, aku tidak tahu akan itu.

Yah, wajar saja. Aku masih baru-baru ini menjadi pengurusnya Hinako. Tidak
dapat dipungkiri bahwa ada banyak hal yang tidak kuketahui.
Namun—Ayahnya, Kagen-san, tidak menjenguknya, dan Ibunya telah
meninggal dunia. Lantas, berapa banyak orang yang bisa berada di sisi Hinako
yang saat ini sedang menderita? Aku ingin tahu..., apakah aku..., bisa menjadi
salah satu orang yang dalam posisi itu?

“...Umm, mengenai pelajaran hari ini..., bisakah kau membatalkannya?”

“Tidak bisa. Kau masih memiliki banyak hal yang harus dipelajari Itsuki-san.”

“Kalau begitu, kumohon untuk menyelesaikannya lebih awal dari biasanya.”


Mata Shizune-san melebar, dan aku melanjutkan, “Sebagai gantinya, aku pasti
akan melakukan yang terbaik dalam belajar hari ini.”

“...Baiklah. JIka demikian, ayo lakukan 1,5 kali lebih cepat dari biasanya.”

Ini akan menjadi jadwal yang sangat melelahkan, tapi aku tidak bisa berpaling
dari itu.

Begitu kami sampai di mansion, Shizune-san melakukan apa yang dia


katakan. Pelajaran hari ini benar-benar menjadi 1,5 kali lebih cepat dari
biasanya. Persiapan, pengulasan, kelas etiket, bela diri. Setelah menyelesaikan
semuanya, aku sangat lelah sampai kepalaku terasa pusing, tapi sebagai
gantinya, aku bisa memiliki waktu luang pada jam 8 malam, dua jam lebih
awal dari biasanya.

“Baiklah, pelajaran hari ini sudah selesai.”

“T-terima kasih banyak.... Bolehkah aku pergi ke kamarnya Hinako?”

“Iya, boleh. Aku juga akan pergi ke sana nanti, jadi tolong rawat dia.”

Saat aku meninggalkan dojo, pertama-tama aku pergi ke kamarku untuk


membersihkan keringat, dan kemudian dengan cepat pergi ke kamar Hinako.

Ruangan itu redup dengan hanya lampu malam jingga yang meneriangi.
Sambil berhati-hati dengan langkahku, aku mendekati ranjang tempat Hinako
sedang tidur.

“Oh, Itsuki...”
Hinako, yang sedang tidur di ranjangnya, menyadari keberadaanku.

“Maaf. Apa aku membangunkanmu?”

“Enggak kok..., dari tadi aku cuman melamun doang.”

Sebelumnya Shizune-san bilang kalau sepanjang hari ini dia terus tidur, jadi
dia mungkin sudah cukup tidur.

“Itsu~ki..., terima kasih...” tiba-tiba, Hinako mengucapkan terima kasih.


“Aku..., senang..., kau datang ke sini...”

“...Itu sudah jelas, bukan? Aku adalah pengurusmu.”

“......Ehehe.”

Hinako, yang tadinya tampak gelisah dan kesepian, tersenyum lega.

“Beri tahu aku ya jika kau memiliki sesuatu yang kau ingin aku lakukan.”

Saat aku mengatakan itu, Hinako mengarahkan tubuhnya ke arahku dan


membuka mulutnya.

“Kalau gitu..., genggam tanganku...”

Dengan perlahan, Hinako mengulurkan tangannya.

“Baiklah, sesuai keinginanmu.”

Seperti yang dia minta, aku menggenggam tangannya. Itu adalah telapak
tangan yang sangat kecil. Tangan Hinako, yang lebih mulia dan unggul dari
siapa pun di akademi, sangat kurus, kecil, dan rapuh sehingga terasa bisa
dipatahkan hanya dengan menyentuhnya.

“...Jadi kau tidur lagi, ya.”

Hinako mendesah kecil saat dia tidur.


Sambil menggenggam tangannya, aku melihat sekeliling.

Hanya seorang diri di ruangan yang sebesar ini pasti akan membuat seseorang
kesepian. Merasa kesepian saat sedang sakit adalah hal yang biasa terjadi.
Karenanya, seseorang harus berada di sana untuk merawat mereka.

......Aku ingin tahu tahu, apa tidak apa-apa aku berada di posisi itu?
Pikiran seperti itu terlintas di benakku.

Aku bertanya-tanya, apa Hinako benar-benar merasa nyaman hanya karena


aku berada di sisinya? Sekalipun aku adalah pengurusnya, itu tidak lebih dari
sebatas pekerjaan. Aku tidak tahu bagaimana perasaan Hinako yang
sebenarnya terhadap diriku.

Benar—aku tidak begitu tahu apa yang Hinako pikirkan tentangku.

Seorang pelayan yang bisa diganti. Seorang pelayan yang berguna. ...Aku ingin
percaya bahwa dia tidak menganggapku dengan enteng. Namun, itu terlalu
jauh untuk dikatakan menjadi pelayan biasa, dan kami berdua tetap tenang
mengani hubungan antara pria dan wanita. Memang tidak nyaman, tapi ada
kalanya ketika aku bertanya-tanya tentang hubungan ini.

......Kurasa itu tidak dapat dihindari jika saat ini aku memikirkan sesuatu
seperti itu?

Setidaknya, aku tahu bahwa dia mempercayaiku. Jika demikian, saat ini, yang
harus kulakukan adalah menurutinya.

“Hinako..., kau pasti akan baik-baik saja kok.”

Rambut kuningnya menempel di dahinya karena keringat. Aku


menyingkirkan rambutnya kesamping, sambil mengelus kepalanya saat
melakukannya.

“Mm...”

Kemudian, Hinako tersenyum dengan senyum yang mengembang.

“.........Papa........ “
Saat aku mendengar ngigauan pelan itu, aku—menjadi paham akan peranku
sebagai pengurus.
Bab 19
Kita akan bertemu lagi

“Ngomong-ngomong, kenapa kau ada di akademi ini?”

Sejenak, aku memikran jawaban apa yang harus kuberikan terhadap


pertanyaan itu.

Saat ini, posisiku di atur sebagai ‘pewaris perusahaan menengah’ dan


hubunganku dengan Hinako adalah ‘kenalan melalui hubungan antara orang
tua.’

Semua ini adalah kebohongan yang Shizune-san katakan padaku sebelumnya,


dan aku hanya berpura-pura menjadi keberadaan yang bukan diriku.

Tapi..., kebohongan seperti itu tidak akan bisa memperdaya Narika.


Bagaimanapun juga, dia mengetahui identitas asliku. Sekalipun di sini aku
mengatakan bahwa aku adalah seorang pewaris dari suatu perusahaan kelas
menengah, dia pasti akan segera memastikannya.

Jika dia sampai mengetahui tentang hubunganku dengan Hinako, itu berarti
identitas asli dari Hinako juga akan terungkap. Sebagai pengurus, aku harus
melindungi reputasi Hinako sebagai ‘Ojou-sama yang sempurna.’

“...Dulu aku pernah memberitahumu kalau Ibuku suka bermain judi, kan?”

“Iya, aku juga pernah mendengar banyak cerita mengerikan tentang Ibumu.”

Narika bersimpati. Kebanyakan dari itu pasti dia dengar dari mulut para
pelayan.

“Ibuku menang besar dalam perjudian dan memperoleh cukup banyak uang.
Berkat itu, aku bisa menghadiri Akademi Kekaisaran ini.”

Itu suatu kebohongan yang lumayan meskipun dipikirkan secara mendadak.


Aku punya perasaan yang baik tentang itu, tapi...,

“...Kau berbohong.” kata Narika saat dia menyipitkan matanya. “Akademi


Kekaisaran bukanlah akademi yaang bisa kau masuki asalkan kau punya uang
saja. Sebelum kau bisa memasuki akademi ini, akan ada pemeriksaan latar
berlakang yang sangat ketat. Aset yang diperoleh melalui perjudian tidak
seharusnya dievaluasi.”

Begitukah... Terus bagaimana keluarga Konohana mendaftarkanku di


akademi ini? Aku ingin tahu, apakah ada pintu belakang yang unik bagi
mereka yang berkuasa?

“Itsuki..., kenapa kau berbohong padaku seperti itu. Apa kau memiliki suatu
keadaan dimana kau tidak bisa menjelaskannya...?”

Saat suatu kebohongan terungkap, sudah sewajarnya kalau yang muncul


setelahnya adalah kecurigaan.

Saat aku bersimbah keringat dingin dan merasa panik di benakku, ponsel
yang kuletkkan di kantong celanaku kembali bergetar menandakan adanya
panggilan masuk.

Mungkin itu adalah Shizune-san. Menilai dari jeda waktu saat dia
meneleponku sebelumnya, sangat mungkin kalau dia memiliki urusan yang
mendesak.

“M-Maaf..., Aku mau mengangkat telepon lagi sebentar...”

Saat aku megatakan itu dan mencoba untuk pergi.

“T-tunggu dulu!” Narika meraih lenganku. “Kau..., tidak akan pergi dan hilang
dariku lagi, kan...?”

Dengan suara yang bergetar, Narika menanyakan itu. Saat aku melihat
ekspresi sedih di wajahnya, aku merenungkan situasinya.

Begitu ya.
Aku telah membuat Narika merasa tidak nyaman. Enam tahun yang lalu, aku
tiba-tiba menghilang dari kehidupan Narika. Awalnya, aku juga merasa sedih
tentang hari itu..., tapi tanpa kusadari, ingatan tentang itu telah memudar di
benakku dan aku berhenti mengingatnya.
Tapi Narika berbeda. Sebelum dia bertemu denganku, dia tidak pernah pergi
keluar untuk bermain dengan anak-anak seusianya. Itu sebabnya, tidak
sepertiku, Narika selalu mengingat hari itu, kecemasan yang dia rasakan hari
itu.

“Jangan khawatir, kita akan bertemu lagi.”

“Sungguh......?”

“Ya, sungguh.”

Aku sudah menduga kalau aku akan bisa bertemu Narika lagi di sini, tapi
sejujurnya, aku senang bisa bertemu dengannya lagi. Hanya karena aku
memiliki pekerjaan sebagai pengurus, bukan berarti itu mengharuskan aku
untuk menghindarinya.

“K-Kalau begitu..., Elus-elus kepalaku...”

“Hah?”

“P-Pas dulu kau biasa melakukan itu padaku, kan! Seperti saat aku dimarahi
oleh Ayahku dan di kesempatan yang lainnya...”

“......Ahh.”

Kalau dipikir-pikir, dulu aku memang sering mengelus kepala Narika. Aku
khawatir dengan ponselku yang telah bergetar sejak beberapa waktu yang lalu.
Tapi yah, kurasa aku hanya harus melakukan apa yang dia mau dengan cepat.

“......Ya, ya.”

Saat aku mengelus kepalanya, Narika menunjukkan senyuman lembut.

“Aa..., ini rasanya benar-benar melegakan.”

“Kupikir seorang siswi Kelas 2 SMA tidak harus merasa lega saat kepalanya
dielus seperti ini?”
“A-Aku tahu kok! Hanya saja, ini..., adalah kenangan yang sangat penting
bagiku.... Sejujurnya, kupikir aku tidak akan bisa bertemu denganmu lagi,
Itsuki.”

Seperti di masa lalu, kata-kata Narika jujur dan terus terang. Sambil merasa
tidak enak terhadapnya, aku terus mengelus kepala Narika.

“Maafkan aku..., telah menghilang begitu saja.”

“...Tidak apa-apa kok, lagipula sekarang kita sudah bertemu lagi seperti ini.”

Terlihat sangat lega, Narika tersenyum kepadaku.

Saat itulah, pintu ruang UKS terbuka.

“—Apa yang sedang kau lakukan?”

Saat aku mendengar suara itu, aku berhenti mengelus kepala Narika.

Apa yang muncul dari bailik pintu adalah..., Hinako.


Bab 30
Ojou-sama yang Kesepian

Jadi begitu ya.


Aku akhirnya tahu apa yang yang Hinako pikirkan tentangku. Dan di saat
yang sama ketika aku mengetahuinya, aku merasa semua jarak hubungan
yang aneh diantara kami ini menjadi masuk akal.

Baginya aku ada keluarganya.


Hinako pasti sangat menginginkan sosok keluarga.

Aku kemudian teringat akan semua hal yang telah kami lakukan sejauh ini.
Memberikan bantal pangkuan, mandi bersama..., aku yakin, Hinako
menginginkan kehangatan keluarga dari diriku.

“...Perasaan itu..., aku bisa memahaminya.” Gumamku, sambil mengelus-


ngelus kepala Hinako.

Apa yang kupikirkan, keluar bergitu saja dari mulutku.

“Sesuatu seperti keluarga..., itu pasti sangat membahagiakan.”

Aku teringat pada keluargaku sendiri.

Kedua orang tuaku adalah orang yang tidak berguna, tapi..., tapi bukan berarti
itu akan memubatku tidak dapat mengingat betapa baiknya mereka kepadaku.
Saat aku sakit, mereka akan merawatku. Saat aku ulang tahun, mereka akan
membelikan kue ulang tahun untukku. Tentunya, aku membenci fakta bahwa
mereka melarikan diri di malam hari, tapi kenangan itu tidak akan pernah
hilang. ingatanku. Di suatu tempat di hatiku, aku masih berharap aku bisa
kembali ke hari-hari itu lagi.

Sebagai putri dari keluarga Konohana, Hinako pasti menjalani kehidupan


yang jauh dari keluarganya saat ini.

Ibunya sudah meninggal. Sedangkan Ayahnya, Kagen-san, jarang


menemuinya karena dia selalu bekerja di kediaman utama. Sebagai ganti dia
tidak bisa berada di sisi Hinako, Kagen-san mempekerjakan banyak sekali
pelayan di dalam mansion ini. Namun bagi Hinako yang tidak menyukai
suasana yang kaku, mereka pasti tidak cock dengan dirinya.

“Itsuki-san.”

Dari belakang, namaku dipanggil oleh seseorang.

Ketika aku berbalik, di sana ada Shizune-san.

“Bagaimana keadaan Ojou-sama?”

“...Dia baru saja tertidur.”

Melihat ke arah Hinako yang sedang bernapas dalam tidurnya, Shizune


menganggukkan kepalanya.

“Itsuki-san. Aku punya sesuatu yang cukup penting untuk dibicarakan


denganmu, jadi bisakah kita meninggalkan kamar ini dulu?”

“Baiklah.”

Aku mematuhi Shizune-san, yang memberitahuku demikian dengan ekspresi


serius.

Namun, saat aku hendak berdiri, Hinako menggenggam tanganku dengan


erat. Dalam diam, aku kemudian melakukan kontak dengan mata dengan
Shizune-san.

Shizune-san melihat ke arah tanganku dan Hinako yang saling bergenggaman,


lalu dia menghela nafas.

“...Yah, apa boleh buat, ayo kita bicara di sini saja.”

“...Terima kasih pengertiannya.”

Aku mengangguk dengan ekspresi rumit kepada Shizune-san yang berkata


dengan suara kecil.
“Ini cerita tentang situasi keluarga Konohana.” kata Shizune-san. “Apa kau
masih ingat apa yang Kagen-sama katakan tentang mengapa Ojou-sama harus
berakting?”

“Kalau tidak salah..., ekonomi Grup Konohana sedang tidak baik, jadi mereka
berusaha untuk mencari pengantin pria yang baik, bukan?”

[Catatan Penerjemah: Maksud dari mencari pengantin pria yang baik di sini
adalah mencari Pria yang setidaknya memiliki masa depan yang bagus,
menjanjikan, dan tentunya bisa bekerja sama dengan keluarga Konohana. Gua
agak susah jabarinnya, kalau mau di sederhanakan sih, intinya sesuatu seperti
perusahaan dan semacamnya dari pria tersebut akan bisa membantu keluarga
Konohana.]

“Itu memang benar, namun itu hanya tujuan kedua.”

“Kedua...?”

Terhadapku yang kebingungan, Shizune-san mulai berbicara.

“Alasan utama Ojou-sama melakukan akting adalah agar menantu pria itu
diadopsi ke dalam keluarga Konohana.”

Oh, bukan sekedar pengantin pria saja, tapi menantu itu akan diadopsi oleh
keluarga Konohana.

Dengan kata lain, apa ini seperti mengundang seorang pria ke dalam keluarga
Konohana sebagai suaminya Hinako?

“Sebenarnya, keluarga Konohana memiliki ahli waris yang sah. Itu adalah
putra tertua Kagen-sama, Takuma Konohana..., kakak dari Ojou-sama.”

“Kakaknya?”

“Ya. Namun, meskipun mereka berdua adalah saudara kandung, mereka


hampir tidak mengenal satu sama lain. Takuma-sama mulai tinggal di vila
yang berbeda dari vila ini saat Ojou-sama berusia lima tahun.”

Rupanya, sama sepertinya Ayahnya, Kakaknya juga jauh dari Hinako.


“Namaun, mengenai Takuma-sama..., ada kergauan apakah dia layak
mengambil alih Grup Konohana.”

“...Apa itu berarti, orang yang bernama Takuma ini bukanlah orang yang tepat
untuk menjadi pewaris dari keluarga Konohana?”

“Bisa dibilang begitu,” tegas Shizune-san, dengan ekspresi pahit di wajahnya.


“Jika Takuma-sama tidak terpilih sebagai ahli waris, maka...., suami dari
Ojou-sama lah yang akan menjadi pewaris keluarga Konohana.”

Sekarang semua ceritanya terhubung.

Alasan mereka mencari menantu yang dapat diadopsi ke keluarga Konohana


adalah karena mereka menginginkan ahli wari.

“Di dalam Keluarga Konohana, pekerjaan tidak hanya dalam terlihat kepada
kepala keluarga, tapi juga istri dari kepala keluarga. Dengan kata lain, jika
sang menantu dipilih menjadi ahli waris, Ojou-sama juga akan terlibat dalam
pekerjaan keluarga Konohana di masa depan.”

Entah bagaimana aku bisa membayangkannya. Jika sang menantu adalah


ketua, maka Hinako yang merupakan istrinya akan menjadi seperti
sekretaris.

“Untuk mengantisipasi masa depan inilah Ojou-sama melakukan akting.


Karena dia pada akhirnya akan memimpin Grup Konohana bersama dengan
kepala keluarga, dia haruslah sempurna dan memiliki kepribadian yang akan
dihormati orang lain. Misalnya Ojou-sama memiliki reputasi yang buruk,
maka akan terjadi gesekan di Grup Konohana, Gesekan itu bisa menjalar
hingga mempengaruhi peruntungan perusahaan..., dan akan menimbulkan
banyak masalah.”

Dengan mengatakan itu, Shizune melihat wajah Hinako yang tertidur.

Setelah mendegarkan cerita dari Shizune-san, aku menyadari kesalahanku.

Hinako Konohana bukanlah gadis biasa.


Dengan total aset sekitar 300 triliun yen. Grup Konohana adalah konglomerat
yang dikenal oleh semua orang yang tinggal di negara ini. Yang artinya, dia
adalah Tuan Putri,
“Apa kau sudah mengerti? Apa yang harus dipikul oleh Ojou-sama?”

“......Iya.”

Sebelumnya, kupikir aku harus membantu Hinako hanya karena dia


menderita. Tentunya, aku yakin kalau pemikiran itu juga tidak salah. Tapi
sebelum itu, aku harus memahami situasi yang dihadapi Hinako.

“Mungkinkah aku, lebih tidak usah iku campur...?” tanyaku pada Shizune-san.

“...Jika Itsuki-san ingin membantuk Ojou-sama, maka aku tidak berniat


menghentikanmu melakukan itu.”

Terhadapan jawaban itu, mataku membelalak.

“Eh, tapi ‘kan kemarin, kau mengatakan padaku untuk mengurus urusanku
sendiri...”

“Ya. Itu sebabnya—tolong bantulah Ojou-sama dengan caramu sendiri.”


Menatap langsung ke wajahku, Shizune-san kemudian melanjutkan. “Karena
bagaimanapun juga, itulah peran dari seorang pengurus.”

Mengatakan itu, Shizune-san memunggungiku dan meninggalkan kamar.

Setelah melihat pintu menutup dengan tenang, aku kembali menoleh ke arah
Hinako.

“Membantu Hinako dengan caraku sendiri, ya...”

Aku merenungkan kata-kata Shizune-san.

Agar Hinako bisa berhenti berakting, ada beberapa kondisi yang harus
dipenuhi.

Pertama-tama, seorang yang bernama Takuma, kakak laki-laki Hinako, akan


mengambil alih keluarga Konohana. Jika ini terjadi, Hinako akan menikah
dengan keluarga lain dan tidak akan terlibat dalam pekerjaan Grup Konohana.
Kedua, meskipun suami Hinako yang mengambil alih keluarga Konohana, dia
harus berada dalam posisi di mana Hinako tidak perlu terlibat dalam
pekerjaannya. Dengan begitu, ketika sifat asli Hinako terungkap, itu akan
berdampak kecil pada Grup.

Namun, tak satupun dari itu adalah sesuatu yang bisa kulakukan.
Bagaimanapun juga, aku adalah orang yang dipekerjakan. Tidak mungkin
pedoman dan tradisi Grup Konohana bisa dikesampingan.

Tapi meski begitu, aku—

“Peran seorang pengurus, ya?”

Bahkan aku, juga memiliki sesuatu yang bisa kulakukan.

Yaitu—sebagai pengurusnya, aku akan terus membantu Hinako.

[Peran pengurus adalah untuk melindungi citra publik Hinako sebagai Ojou-
sama yang sempurna. Dengan kata lain, untuk mendukungnya dari balik layar
sehingga sifat aslinya tidak terungkap.]

Au teringat akan kata-kata Kagen-san.

Dia mengatakan bahwa peran pengurus adalah untuk melindungi citra publik
Hinako, namun—kurasa itu tidak tepat.

Aku yakin, peran sebenarnya dari seorang pengurus adalah..., untuk menjadi
orang yang dapat menemani Hinako ketika dia perlu bersantai. Menjadi orang
yang dapat menyembuhkan Hinako yang lelah karena berakting. Menjadi
orang yang bisa membuat Hinako menjadi dirinya yang sebenarnya.

Jika demikia—bahkan seorang aku pun bisa melakukannya.

“......Baiklah, aku akan melakukannya.”

Penampilan Hinako yang sedang demam juga tumpang tindih dengan dirinya
yang diasuh oleh orang tuanya semasa kecil.
Hinako yang tertidur sambil menggenggam tanganku terlihat sangat
menggemaskan.

Aku ingin melindunginya.

Aku ingin memperlakukannya dengan lembut. Aku tidak boleh sampai tidak
memperlakukannya dengan lembut.

Karena Hinako, yang memiliki tubuh yang kecil itu, membawa sesuatu yang
sangat besar di punggungnya.

Seseorang harus bersikap lembut padanya.

Jika Hinako pingsan karena kelelahan, maka dia ahrus menyembuhkan


kelelahan itu.

Untuk alasan itu..., aku akan memberimu kehangatan dari sebuah keluarga.

“Hinako..., aku akan melakukan yang terbaik”

Akua akan mengurus Hinako.

Aku bersumpah begitu, saat aku menggenggam tangan kecilnya.


Bab 31
Ojou-sama yang Diurus

Demam Hinako berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan.

Menurut Shizune-san, Hinako harusnya sudah akan pulih pada hari Sabtu,
tapi demamnya tidak kunjung turun hingga Minggu pagi. Untuk saat ini,
diputuskan kalau dia akan menghabiskan hari dengan beristirahat, dan jika
besok paginya demamnya sudah mereda, dia akan pergi ke sekolah.

Keeseokan harinya, Senin pagi.

Setelah sembuh dari demamnya, dengan lesu Hinako masuk ke dalam mobil
untuk pergi ke akademi.

“Apa kau masih ngantuk?”

“Mm..., aku tidurnya terlalu larut tadi malam.”

Melihat Hinako yang mengantuk di sampingku, aku teringat akan apa yang
telah kuputuskan pada hari Jumat.

Sebagai pengurusnya, aku ingin mengurangi beban Hinako sebanyak


mungkin. Dan tentunya, sama sekali tidak ada perubahan dalam perasaan itu.

“...Pinjamin lututmu dong.”

“Ya, ya.”

Plak, Hinako meletakkan kepalanya di pangkuanku.


Aku kemudian dengan lembut mengelus kepala Hinako, yang terlihat sangat
mengantuk. Kemudian, meskipun dia mengantuk, entah kenapa mata Hinako
sedikit membelakak karena terkejut.

“...Itsuki, entah kenapa kau berubah?”


“...Kenapa menurutmu begitu?”

“Aku merasa kau lebih lembut dari biasanya.”

Baguslah jika memang demikian.

Namun, tanpa mengiyakan atau menyangkalnya, aku terus mengelus-ngelus


kepalanya.

“Rasanya hangat......”

Hinako tampak merasa lebih nyaman dari biasanya, dan kami pergi menuju
akademi.

Saat itu, ada lirikan yang datang dari kursi depan..., itu dari Shizune-san, yang
memperhatikan kami dalam diam.

---

Begitu aku sampai di ruang kelas, aku langsung duduk di kursiku.

Di SMA-ku yang sebelumnya, biasanya ada banyak siswa-siswi yang tampak


malas karena ini adalah awal dari hari kerja, namun siswa-siswi di Akademi
Kekaisaran tampak penuh energi sejak hari Senin. Mereka pasti memiliki
gaya hidup yang teratur.

“Yo, Nishinari!”

“Selamat pagi, Taisho-kun.”

Saat aku menggantungkan tasku di samping mejaku, Taisho memanggilku

Setelah acara pesta teh beberapa hari yang lalu, aku jadi merasa semakin
dekat dengan Taisho. Shizune-san mengatakan padaku untuk jangan
bertindak terlalu berlebihan saat di sekolah, namun aku diingatkan bahwa
adalah penting untuk memperdalam hubungan pertemanan dengan teman
sekelas.
“Selamat pagi, Konohana-san! Pas hari Jumat kemarin kan kau gak masuk
tuh, apa yang kau lakukan saat itu?”

“Selamat pagi, Asahi-san. Aku membantu-bantu pekerjaan di rumah ketika


hari Jumat lalu.”

“Begitu ya, itu pasti sulit.”

Sambil berbicara dengan Taisho, aku mendegarkan percakapan antara Asahi-


san dan Hinako. Orang-orang di akademi ini sama sekali tidak berpikir bahwa
ketidakhadiran Hinako disebabkan oleh kondisi kesehatannya yang
memburuk. Tentunya, itu mungkin cara yang tepat untuk melindungi
citranya, tapi tetap saja, itu masih menjadi perasaan yang rumit bagiku.

Istirahat Makan Siang.

Seperti biasanya, aku dan Hinako menyelinap keluar dari kelas dan makan
siang bersama-sama.

“Hinako, tolong buka mulutmu sedikit lebih lebar.”

“Mm......”

Setelah Hinako membuka mulutnya sedikit lebih lebar, aku kemudian


menyuapi bekal makan siangnya. Sama seperti yang sebelum-sebelumnya,
aku sedang memberi makan siang untuk Hinako.

......Aku merasa bahwa jarak inilah satu-satunya hal yang tidak pada
tempatnya dari interaksi antara keluarga.

Yah, mungkin tidak juga, pas aku masih kecil, orang tuaku biasanya akan
menyuapiku.

Pada intinya, jika ada sesuatu yang bisa membuat Hinako merasa nyaman,
aku akan melakukannya sebisa mungkin.
“......Mu~”

Melihat ke arah bekal makan siangnya, Hinako mengerang pelan.

“Itsuki..., nih, untukmu.”

Mengatakan itu, Hinako mengarahkan sumpitnya ke mulutku.

Aku hendak mengatakan ‘ya, ya’, tapi aku menahan diri di akhir.

Apa yang dia berikan padaku adalah adalah potongan paprika segar.

“...Tidak. Meskipun kau tidak menyukainya, kau harus tetap memakannya.”

“Eh...”

Jika dengan menuruti perintah Hinako akan bisa membuatnya merasa


nyaman, maka aku yakin kalau pengurus lain selain aku juga bisa
melakukannya. Tapi, bukan itu yang dia butuhkan. Apa yang dibutuhkan oleh
Hinako adalah rasa aman layaknya sebuah keluarga. Aku harus
memperlakukannya dengan sedemikian rupa sehingga dia mau
mempercayakan dirinya kepadaku.

Untuk itu—lebih daripada menghargai keinginan Hinako, aku harus lebih


menghargai apa yang baik untuk Hinako.

“Kalau kau sampai tidak mendapatkan cukup nutrisi, kau nanti malah akan
measa tidak enak badan.”

“Muu~..., tidak juga, kalau aku merasa tidak enak badan, aku hanya akan
tidur... Malahan, sesuatu seperti itu justru lebih menyenangkan...”

“Jangan bilang begitu lah.”

Aku tidak ingin kalau dia sampai berpikiran seperti itu, jadi kuputuskan untuk
melakukan yang terbaik untuk membujuknya.

“Aku..., akan jauh lebih bahagia jika bisa melihatmu sehat dan ceria.”
Saat aku mengatakan itu, Hinako menurunkan pandangannya dan menarik
kembali sumpitnya.

“......Aku akan memakannya.”

Dengan ragu-ragu, Hinako memasukkan paprika itu ke dalam mulutnya.

Saat melihat Hinako yang mengerutkan alisnya dan mencoba untuk


mengunyah paprika itu, secara naluriah wajahku jadi memerah.

---

Sepulang sekolah.

Setelah kembali ke mansion bersama Hinako, seperti biasanya, aku mengikuti


pelatihan dari Shizune-san.

“Terima kasih untuk makanannya.”

Setelah menyelesaikan makan malam di meja di kamarku, aku menyeka


mulutku dan meninggalkan meja.

Hari ini, aku mempraktikkan etiket meja makan.

Shizune-san, yang berdiri di sampingku, dengan tenang menilaiku yang


mengerahkan semua pengetahuan yang telah ditanamkan oleh dirinya ke
dalam diriku, saat aku memakan semua makanan yang disajikan untukku.

“Pergerakanmu masih terkesan canggung..., tapi paling tidak kau sudah


memiliki sedikit pengetahuan.”

“Terima kasih banyak.”

Menurut Shizune-san, aku memiliki bakat dalam bela diri. Namun di sisi lain,
etiket adalah bidang yang sulit untukku. Aku merasa sedikit senang bisa dipuji
meskipun aku tidak mahir dalam bidang tersebut.
“Tapi yah, harus kukatakan bahwa kau masih naif seperti biasanya. Padahal
aku sudah berulang kali mengatakan bahwa ketika kau meninggalkan kursi,
kau harus lewat dari sisi kiri.”

“Ah..., maaf, aku lupa.”

Saat aku masih duduk tadi, aku masih mengingat itu. Namun, ketika aku
sudah selesai makan, aku merasa terlalu rileks dan berakhir meninggalkan
kursi melalui sisi kanan.

Sungguh, masih ada banyak hal yang harus kupelajari.

Untuk bisa terus berada di sisi Hinako sebagai pengurusnya, aku harus
mempelajari banyak keterampilan.

“...Ngomong-ngomong, apa yang biasanya Hinako lakukan ketika waktu


makan malam?”

Tiba-tiba, aku teringat akan sesuatu yang selalu kupenasari, dan menanyakan
itu pada Shizune-san.

“Apa maksudmu dengan ‘apa yang biasanya Ojou-sama lakukan’ ?”

“Kan kalau aku biasanya akan makan sambil diajari etiket di kamarku, tapi di
saat seperti itu, Hinako ada di mana..., dengan siapa dia makan?”

“Ojou-sama makan malam di ruang makan mansion.” jawab Shizune-san,


langsung ke intinya.

“...Apa dia makan sendirian saja?”

“Ya. Tentunya ada pelayan yang bersamanya, tapi hanya Ojou-sama yang
makan.”

Mungkin mengerti apa yang ingin kutanyakan, Shizune-san menambahkan


seperti itu.

“Erm..., kalau begitu, bolehkah jika mulai sekarang aku makan malam
bersama Hinako?
“Tidak boleh.” Saat aku bertanya begitu, aku langsung tidak diperbolehkan.
“Kau masih belum selesai mempelajari masalah etiket, Itsuki-san. Aku akan
mempertimbangkannya setelah kau sudah bisa menguasai etiket.”

“......Aku mengerti.”

Jika mengusai etiket akan bisa membuatku berada di sisi Hinako, maka aku
harus berusaha lebih keras lagi.

“Dan juga, Itsuki-san. Mulai besok pagi, tolong bangunkan Ojou-sama.” kata
Shizune. “Seperti yang pernah kubilang pada hari pertamamu bekerja,
pekerjaanmu akan meningkat selangkah demi selangkah. Pada akhirnya,
pengurus adalah posisi yang akan mengurus Ojou-sama sejak dia bangun
hingga dia pergi tidur.”

“......Aku mengerti.”

Mendengar itu dari Shizune-san, aku mengangguk.


Bab 32
Ojou-sama yang Manja

Pagi hari di keluarga Konohana itu lebih awal.

Saat aku bangun pukul 6 pagi, aku langsung membasuh wajahku, berganti
pakaian ke seragam Akademi Kekaisaran, dan keluar dari kamar. Biasanya,
pelayan seharusnya berganti pakaian ke seragam pelayan, tapi karena aku
harus pergi ke akademi dengan Hinako sebagai pengurusnya, aku harus
mengenakan seragam akademi.

Begitu aku keluar dari kamarku, aku melakukan pembersihan sederhana.


Dengan hati-hati, aku memberishkan kotoran di depan pintu, koridor, dan di
dekat tangga, lalu meletakkan peralatan pembersih yang kugunakan di tengah
lantai pertama.

Tamu pada dasarnya jarang memasuki ruang tamu para pelayan, tapi jika
ruangan ini kotor, debu dan semacamnya mungkin dapat menempel pada
seragam para pelayan. Sangat tidak sopan apabila pelayan berdiri di depan
tamu dengan mengenakan pakaian yang kotor, jadi mereka disuruh untuk
membersihkan ruangan itu secara menyeluruh.

Tugas bersih-bersih dilakukan secara bergiliran, dan hari ini adalah giliranku.
Dan jika itu bukan giliranku, maka aku akan bisa tidur sedikit lebih lama.

Pukul 7 pagi. Para pelayan akan berkumpul di ruang makan untuk sarapan
dan memulai rapat pagi. Pada dasarnya, jadwal para pelayan telah ditentukan
sehari sebelumnya. Rapat pagi ini diadakan untuk menangani setiap
perubahan jadwal atau penambahan beban kerja yang tiba-tiba.

Pelayan yang bertugas di malam hari dan pelayan yang sedang dapat jatah
hari libur tidak akan berpartisipasi dalam rapat tersebut.

Di ruang makan itu, ada sekitaran 30 pelayan yang berkumpul.

“Hari ini tidak ada perubahan dalam jadwal. Ayo selesaikan pekerjaan sesuai
jadwal.”

Para pelayan kemudian menjawab “ya” terhadap kata-kata Shizune-san.


Aku mengetahuinya setelah aku aku mulai bekerja di keluarga Konohana, tapi
tampaknya Shizune-san adalah kepala pelayan (maid), posisi terbesar
diantara para pelayan wanita (maid) di keluarga Konohana. Para pelayan
keluarga Konohana berpusat di sekitar kepala pelayan wanita (maid) dan
kepala pelayan laki-laki (butler).

Pukul 7:30.

Para pelayan menyelesaikan sarapan mereka dan segera pindah ke tempat


mereka bekerja.

Aku juga demikian, dan menuju ke kamar Hinako.

“Selamat pagi, Itsuki-san.”

Dalam perjalanan ke kamar Hinako, salah satu pelayan (maid) menyapaku.

“Selamat pagi.”

“Aku tahu kalau itu sulit untuk bekerja sebagai pengurus, tapi tetaplah
lakukan yang terbaik.”

“Ya, terima kasih.”

Wanita yang menyemangatiku itu kemudian berbalik dengan gerakan santai.

“...Sedikit demi sedikit, aku mulai diterima di mansion ini.”

Sudah seminggu sejak aku mulai bekerja sebagai pengurus. Dan yah, wajahku
sudah dikenal oleh para pelayan yang bekerja di rumah ini.

Ketika aku sampai di depan kamar Hinako, aku berhenti dulu disana, dan
merenung sejenak sebelum mengetuk pintu.
Aku hanya harus membangunkannya dengan normal, kan?
Aku tidak tahu apakah ada cara yang normal atau khusus untuk
membanungkan seseorang, tapi jika aku memikirkannya dengan tenang, aku
tidak pernah membangunkan seorang gadis.

Shizune-san adalah orang yang tidak akan memberikan instruksi secara


sembarangan. Aku yakin kalau aku yang diberi pekerjaan ini karena dia
menilai bahwa aku yang sekarang bisa melakukannya.

“Permisi.”

Mengetuk pintu, aku memasuki kamar Hinako.

Di atas ranjang yang berkanopi, Hinako terlihat masih tidur dengan nyenyak.

“Hinako, bangun, sudah pagi.”

“Mmmmm..., entaran aja, 3 jam lagi.”

Buset, selang waktunya gak main-main. Kalau cuman tiga menit, mungkin aku
bisa membiarkannya, tapi tidak mungkin aku bisa menunggu selama tiga jam.

“Kalau kau tidak segera bangun, kau akan terlambat pergi ke akademi.”

“...Yaudah, aku mau terlambat aja.”

“Tidak boleh.”

Kalau kau melakukan itu, semua akting yang kau lakukan akan sia-sia.

Jika citra publik Hinako jadi hancur karena aku, aku mungkin akan dipecat
sebagai pengurusnya. Jika sudah sepert itu, aku tidak akan bisa untuk berada
di sisi Hinako lagi.

“Duh, bangun cepat.”

Menyebarkan tirai anti tembus pandang ke kiri dan ke kanam, cahaya


matahari yang menyilaukan menyinari kamar itu.
“Muu~...”

Mengusap-ngusap kelopak matanya dengan punggung tangannya, Hinako


kemudian mengankat bagian atas tubuhnya.

“E-Eh..., Itsu~ki...?”

“Selamat pagi.”

Saat aku menyapanya, Hinako terlihat linglung sejenak..., dan kemudian dia
menjatuhkan tubuhnya ke ranjang lagi.

Lah, kenapa kau malah tidur lagi?

“...Bangunin.” kata Hinako, sambil mengangkat tangannya ke atas.

Apa dia ingin aku menariknya bangun? ...Terhadap Hinako yang bertingkah
manja seperti itu, aku hanya bisa tersenyum masam.

“Ya, ya.”

Aku kemudian menarik tangan Hinako, mengangkat tubuhnya.

Saat aku melakukan itu, dia dengan lembut memeluk bagian atas tubuhku dan
tersenyum.

“Selamat pagi..., Itsuki.”

“Ya, selamat pagi.”

Setelah bertukar salam pagi lagi, aku mengambil seragam perempuan yang
digantung di hanger.

“Seragammu kutaruh di sini. Aku akan menunggu di luar pintu saat kau ganti
pakaian.”

“...Bantuin.”
“Eh?”

“Bantuin aku..., mengganti pakaianku.”

Mengatakan itu, Hinako kemudian merentangkan tangannya ke depan.

“Tidak, mana bisa aku melakukan itu...”

“Ce~pe~tan...”

Tugasku adalah membangunkan Hinako dan membawanya ke ruang makan.


Dan apakah itu..., termasuk membantunya berganti pakaian?

Kemudian, dengan perlahan aku mulai membuka kancing piyama Hinako.

Saat itu, aku bisa melihat kulit Hinako melalui celah piyamanya.

“......”

Aku benar-benar kewalahan saat melihat pemandangan yang luar biasa itu.

Namun di sisi lain, Hinako menutup kelopak matanya tanpa pertahanan dan
mempercayakan dirinya padaku.

“Tenang..., aku harus tenang.”

Sambil mengatakan itu pada diriku sendiri, aku membantu Hinako mengganti
pakaiannya.

Saat aku akhirnya membuka semua kancing piyamanya, aku bisa melihat
pakaian dalamnya yang berwarna pink. Aku kemudian menyipitkan mataku
sesipit-sipitnya, lalu membuatnya mengenakan seragamnya.
...Hinako..., dia tidak melihatku dalam pandangan yang seperti itu.

Aku yakin..., Hinako ingin mencari kehangatan sebuah keluarga yang bisa
dipercaya dari diriku.

Untuk memenuhi keingannya itu, aku harus menyingkirkan pemikiran-


pemikiran yang tidak perlu.

Dan pada saat itu, ada ketukan di pintu kamar.

“Itsuki-san, apa kau ada di dalam?”

“Iya~a!?”

Apa yang datang dari balik pintu itu adalah suaranya Shizune-san.

Aku sangat terkejut akan dia yang tiba-tiba memanggilku, jadinya aku
menjawab dengan nada suara yang sangat aneh.

“Aku lupa memberitahumu, tapi Ojou-sama..., dia sering mengigau dan


mengatakan hal-hal yang aneh.” kata Shizune-san, dari sisi lain pintu.
“Misalnya, dia terkadang akan mengatakan sesuatu seperti menggantikan
pakaiannya..., tapi tidak mungkin kan seorang pria sepertimu akan
menganggap serius kata-katanya itu?”

Lah, tadi aku malah menganggapnya dengan sangat serius!

Duh, apa yang harus kulakukan sekarang?

Haruskah aku meminta maaf? Dengan begitu, mungkin aku masih bisa
terselamatkan..., tidak.

Ini sudah terlambat. Jika Shizune-san melihatku di situasi seperti ini, hidupku
sebagai seorang pria akan berakhir.

“T-Tentu saja! T-Tidak mungkin aku akan menganggapnya dengan serius!”

“Yah, kurasa memang begitu. Maafkan aku. Kau ini memang bukan monyet
yang penuh dengan nafsu... Dalam beberapa hari terakhir ini, aku telah
mengerti bahwa kau adalah pria yang memiliki kepribadian lugas. Seperti
Ojou-sama, aku juga mempercayaimu, Itsuki-san.”

Sakit, sakit, sakit... Kepercayaan itu sungguh menyakitkan.

Shizune-san, kenapa kau justru memujiku di saat-saat seperti ini?

“Erm..., Hinako.”

“A~pa...?”

“...Bolehkah aku memintamu untuk tidak bilang pada Shizune-san kalau hari
ini aku membantumu berganti pakaian?”

Saat aku bertanya dengan keringat dingin, Hinako menyeringai padaku.

“...Jika kau mau, kau bisa loh menjadikan ini sebagai bagian dari rutinitas
harianmu.”

“Eh?”

“Mulai sekarang, mohon bantuannya setiap pagi...”

Tolong Ampunilah Hambamu Ini.

Dalam hatiku, aku menangis dengan keras.


Bab 33
Do~ya, Ojou-sama

Di ruang kelas Akademi Kekaisaran yang saat ini aku sudah cukup terbiasa
dengan suasana maupun materinya.

“Ujian tengah semester?”

Duduk di kursiku, aku menanyakan itu pada Taisho.

“Ya, kan kau baru-baru saja pindah ke akademi ini, jadi untuk berjaga-jaga,
kupikir lebih baik aku memberitahukanmu kalau ujian tengah semester akan
dimulai minggu depan.”

“Minggu depan, ya..., meskipun itu hanya ujian tengah semester, itu diadakan
cukup awal.”

“Begitulah, bagaimanapun juga akademi ini memiliki upacara pembukaan


yang lebih awal dibandingkan dengan sekolah-sekolah lainnya.”

Kurang lebih aku paham maksudnya Taisho.

Hanya saja, aku tidak tahu kalau minggu depan akan dilangsungkan ujian
tengah semester.

Aku juga tidak mendengar apapun tentang ini dari Shizune-san, tapi yah....
pada dasarnya aku setiap hari melakukan persiapan dan pengulasan materi.
Meskipun aku baru akan mendengar tentang ini sehari sebelum ujian itu
diadakan, apa yang akan kulakan pada dasarnya masih sama.

“Ngomong-ngomong, ini soal dari ujian yang sebelumnya.”

Mengatakan itu, Taisho menunjukkan padaku setumpuk kertas.

“Soal ujian sebelumnya...? Bagaimana kau bisa mendapatkan itu?”

“Sebelum ujian dimulai, pihak akademi akan membagikan ini di depan ruang
guru. Kalau kau memerlukannya juga, kupikir lebih baik kau pergi untuk
mengambilnya, Nishinari.”
“...Memangnya pihak akademi akan memberikan soal yang sama seperti di
ujian sebelumnya?”

“Yah, meskipun dikatakan soal ujian sebelumnya, ini hanya sekedar


memberikanmu gambaran kasar tentang ruang lingkup dan kesulitan dari
soal. Tentu saja, soalnya tidak akan sama.”

“Jadi begitu ya.” Jawabku, dan kemudian meminta Taisho untuk


menunjukkan soal dari ujian sebelumnya itu.

Saat aku melihat isi soalnya..., aku langsung keringat dingin.

“Ada apa, Nishinari?”

“......Tidak ada apa-apa.”

Ditanyai oleh Taisho, aku menanggapinya sambil tersenyum masam.

Saat aku melihat sekilas soal-soal dari ujian sebelumnya itu..., kebanyakan
dari mereka adalah soal-soal yang aku tidak tahu bagaimana cara
menyelesaikannya.

Gawat nih.
Apa minggu depan nanti aku akan bisa mengerjakan soal ujian tengah
semeseter yang diberikan?

Yah, bukan berarti kalau sampai saat ini kerjaanku hanya mengendur saja,
tapi meski begitu, aku merasakan perasaan krisis yang luar biasa.

---

Istirahat makan siang.

Seperti biasanya, aku dan Hinako sedang makan siang bersama.

“Itsuki, selanjutnya aku mau makan yang itu.” kata Hinako, saat dia melihat
ke arah kotak bekal makan siangnya.
Namun aku tidak menanggapinya, dan terus menutup mulutku saat aku
berkelana dalam pikiranku.

“......Itsuki?”

“Mm.... oh, maaf. Kau mau makan hamburger, kan?”

Menggunakan sumpitnya, aku mengambil steak hamburger yang terbuat dari


daging sapi hitam Jepang dan membawanya ke mulut Hinako.

“Itshukwii..., khwau kwhnpwa?”

“...Telan dulu makananmu sebelum kau berbicara.”

Kalau seperti itu, aku tidak akan bisa mengerti apa yang kau katakan.
Hinako kemudian menelan makanan di mulutnya, lalu dia membuka
mulutnya lagi.

“Itsuki..., kau kenapa?”

Tampaknya Hinako memperhatikan kalau aku bertingkah aneh.

Setelah menghela napas singkat, aku kemudian menjawabnya.

“Yah, ini bukan masalah besar sih, hanya saja..., tampaknya ujian tengah
semester minggu depan akan jauh lebih sulit dari yang kupikirkan. Jadinya,
aku merasa sedikit tertekan.”

Sebenarnya, ini adalah masalah yang sangat besar. Bagaimanapun juga, jika
aku sampai mendapatkan nilai yang buruk, aku mungkin akan dipecat sebagai
pengurusnya Hinako. Sampai saat ini, aku telah melalui semua pelatihan serta
pembelejaran yang seperti hidup di neraka dari Shizune-san, dan sekarang,
semua kerja keras keras itu tampaknya akan sia-sia.

IPS, Ekonomi, dan Bahasa Inggris adalah mapel dimana kau dapat membuat
nilai yang kau raih menjadi sedikt lebih tinggi hanya dengan melakukan
hafalan. Namun sayangnya..., aku tidak bisa melakukan apapun pada mapel
yang tidak terlalu berpatokan pada hafalan.
“Haruskah aku mengajarimu...?”

“...Eh?”

Saat aku menanggapi dengan kesan yang bertanya, Hinako kemudian


membusungkan dadanya dengan percaya diri.

“Gini-gini aku adalah murid terbaik di angkatan kita loh.” Katanya, dengan
penuh kebanggan.

Kalau dipikir-pikir lagi, itu memang benar. Aku yang mengetahui kepribadian
asli Hinako tidak benar-benar memikirkan tentang ini, tapi dia ini adalah
murid yang paling berbakat di Akademi Kekasiaran.

“Oh iya, kau biasanya mengajari teman-teman di kelas tentang mapel yang
mereka tidak kuasai, bukan?”

“Mm... kemampuanku ini sudah terbuktikkan. Do~ya?” katanya, dan lagi-lagi


menunjukkan ekspresi yang penuh rasa kebanggan.

[Catatan Penerjemah: Do~ya ini semacam ungkapan saat seseorang mau


berlagak, susah jelasinnya, pada dasarnya sih ini sfx.]

Namun, aku sedikit kesulitan untuk menjawabnya. Aku melakukan yang


terbaik untuk bisa menjadi orang yang dapat dipercayai oleh Hinako, tapi...,
aku ragu, apakah aku harus meminta bantuan dari dirinya.

Aku tidak boleh ragu-ragu.

Aku mengambil keputusan, dan kemudian menundukkan kepalaku.

“Bolehkah aku memintamu mengajariku?”

“Tentu, serahkan saja padaku...”

Kemudian, aku menyuapi Hinako yang sedang dalam suasana hati yang baik
beberapa hidangan dari bekal makan siangku sebagai ungkapan terima kasih,

---
Setelah selesai makan, aku kembali ke ruang kelas dan duduk di kursiku.

Ketika aku merasa lega mengetahui bahwa aku memiliki prospek yang baik
untuk bersiap-siap menghadapi ujian yang akan datang, Taisho dan Asahi-san
mendekatiku.

“Nishinari-kun, tadi aku sempat mendengar tentang ini, tampaknya kau


cemas tentang ujian tengah semester nanti, ya?” tanya Asahi-san.

Tampaknya, Taisho memberitahukan perihal itu kepadanya.

“Iya... Untuk itu, sebagai referensi untukku, apa kalian meemiliki ide tentang
bagaimana cara belajar yang baik untuk menghadapi ujian?”

“Menurutku sih tidak ada cara yang baik atau semacamnya perihal itu. Tapi
jika aku harus menjawabnya, maka aku akan menjawab bahwa kau perlu
menghabiskan lebih banyak waktumu untuk belajar daripada yang biasanya...,
yah, kira-kira begitulah.”

“Jawabanku juga sama dengan Asahi. Yah, intinya sih melakukan persiapan
maupun pengulasan.”

Setelah pulang sekolah, siswa-siswi di Akademi Kekaisaran biasanya akan


melakukan pembelajaran mandiri. Itu sebabnya, aku yakin mereka dapat
menghadapi ujian tanpa harus melakukan sesuatu yang berbeda dari
biasanya.

“Ngomong-ngomong, Nishinari-kun, bagaimana kau akan belajar saat kau


masih berada di sekolahmu yang sebelumnya?”

“Hm..., pada dasarnya sih sama saja dengan yang kalian berdua lakukan, tapi
yah, kadang-kadang aku juga akan SKS. Selain itu...., kurasa aku akan
melakukan belajar kelompok dengan teman-temanku.”

[Catatan Penerjemah: SKS (Sistem Kebut Semalam).]

“Belajar kelompok?” tanya Asahi-san, sambil memiringkan kepalanya.


“Maksudku, beberapa orang akan berkumpul untuk belajar bersama-sama. Di
saat ada orang yang belajar bersamamu, itu akan membuatmu jadi lebih
semangat lagi belajarnya, dan bahkan kalian akan bisa saling bekerja sama
dengan mengajari apa yang kalian kuasai dan meminta diajari materi yang
tidak kalian kuasai.”

Meskipun dikatakan bekerja sama, ada banyak kasus di mana itu akan
berakhir dengan terus mengobrol dan malah tidak jadi belajar.

“Bagaimana kalau kita mencoba melakukan itu?”

“Eh?”

Saat aku merasa kebingungan, dengan gembira Asahi-san mengatakan


niatnya di sampingku.

“Ayo kita lakukan belajar kelompok itu, kedengarannya menarik!”

Untuk suatu alasan, mata Taisho dan Asahi-san tampak bersinar.

“Untuk anggotanya, bagaimana kalau orang-orang yang sama seperti yang


hadir di pesta teh kemarin. Saat itu ada banyak orang yang memiliki nilai yang
tinggi-tinggi.”

“Kedengarannya bagus tuh! Oke, aku akan segera mengajak mereka!”

Aku yang mengemukakan topik belajar kelompok itu hanya untuk sekedar
dijadikan bahan obrolan, tapi tau-tau, mereka berdua menjadi sangat antusias
tentang itu.

Hanya saja..., gimana nih?


Aku berencana meminta Hinako untuk mengajariku belajar supaya aku bisa
menghadapi ujian, tapi....

“Nishinari-kun, kapan kau punya waktu luang?” tanya Asahi-san.

“Erm, tapi kan aku belum memutuskan apakah aku akan berpartisipasi atau
tidak...”
“Eh! Kau tidak berpartisipasi, Nishinari-kun!? Bukannya kau sendiri yang
mengemukakan ide itu!”

“Itu benar! Karena kau yang mengungkitnya, maka kau juga harus
berpartisipasi!”

Rasanya sulit sekali untuk menolak mereka.

Tapi yah..., kurasa aku bisa meminta Hinako untuk mengajariku di sesi belajar
kelompok itu.

Selain itu, semakin banyak kesempatan untuk belajar akan jadi semakin baik.

“...Baiklah.”
Bab 34
Enak, Ojuo-sama

Sepulang sekolah.

“Belajar kelompok?”

Setelah menyelesaikan latihan rutinku, aku memberitahukan Shizune-san


mengenai sesi belajar kelompok yang akan diadakan.

“Ya. Aku sedang berpikir untuk mengadakan sesi belajar kelompok dengan
teman-temanku sebagai persiapan untuk menghadapi ujian.”

“Baiklah. Sebenarnya mulai besok aku juga berencana untuk menerepakan


kurikulum sebagai persiapan untukmu menghadapi ujian yang akan datang,
tapi kalau sudah begini, aku akan menyesuaikan jadwalnya.”

Shizune-san mengatakan itu dengan jelas, yang membuatku melebarkan


kelopak mataku. Tampaknya, hanya karena Shizune-san tidak
memberitahuku apapun tentang ujian itu, bukan berarti dia tidak memikirkan
persiapan ujianku.

“Maaf ya. Padahal kau telah mempersiapnya banyak hal untukku.”

“Kau tidak perlu khawatir tentang itu, lagipula aku ini hanyalah orang luar.
Aku yakin kalau sesama siswa yang terlibat akan jauh lebih baik.”

Namun demikian, jika dia sudah mempersiapkannya, aka sia-sia jika tidak
dimanfaatkan. Yah, bersamaan dengan sesi belajar kelompok itu, kupikir aku
juga harus menyelesaikan persiapan ujian yang telah Shizune-san siapkan
untukku.

“Apa orang-orang yang mau bergabung dengan sesi belajar kelompok itu
sudah diputuskan?”

“Ini masih belum pasti sih, tapi mungkin anggotanya akan sama seperti yang
berpartisipasi di pesta teh tempo hari.”
Saat acara pesta teh itu, semua orang tampak bersnang-senang. Karenanya,
alangkah baiknya jika kami bisa berkumpul lagi dengan anggota yang sama.

Tapi, saat aku melihat wajah serius yang ditampilkan Shizune-san, aku
merasakan sedikit kegelisahan.

“...Erm, haruskah aku tidak terlalu memperluas interaksiku secara


sembarangan?”

“Asalkan kau tidak melakukan sesuatu yang tidak pantas, itu tidak apa-apa.
Namun, harap berhati-hati saat Ojou-sama menemanimu.”

“Aku mengerti.” kataku, saat aku menganggukan kepalaku.

“Baiklah, pelatihan untuk hari ini sudah selesai. Dan karena Ojou-sama
sedang menunggumu, jadi silakan pergi ke kamarnya secepat mungkin.”

“Ya, terima kasih lagi untuk hari ini.”

Berterima kasih pada Shizune-san, aku langsung meninggalkan dojo.

Sepulang sekolah, seorang pengurus memiliki jadwal yang cukup padat.


Setelah melakukan persiapan dan pengulasan materi, aku akan diberi
pelajaran etiket saat makan malam, kemudian belajar lagi sebentar, dan
terakhir akan diberikan pelatihan bela diri. Setelah semua itu selesai, aku
akan pergi ke kamar Hinako untuk mandi bersamanya.

Jadwal ini awalnya agak berat untukku, tapi akhirnya aku jadi terbiasa.

“...Oh, ada yang kelupaan...,”

Teringat akan sesuatu, aku pergi ke kamarku lebih dulu. Setelah mendapatkan
apa yang aku lupa, aku menuju ke kamar Hinako lagi.

“Muu~...”
Dan sekarang, seteleh membasuh tubuh kami, aku dan Hinako masuk ke
dalam bak mandi, dan kemudian mencucikan rambutnya. Sementara itu,
sedari tadi Hinako terus-terusan mengeluarkan erangan yang terdengar kesal.

“...Apa kau masih marah?”

“Padahal harusnya aku yang mengajarimu, tapi... Muu~...”

Rupanya, Hinako marah padaku perihal keikutsertaanku dalam sesi belajar


kelompok.

“Erm, aku memang salah karena sudah memutuskannya seorang diri, tapi itu
bukan berarti aku akan kehilangan sesi belajarku denganmu...”

“...Apa aku saja tidak cukup baik untukmu?”

“Tidak, bukan itu masalahnya, tapi...”

Tampaknnya kalau seperti ini aku tidak bisa memperbaiki suasana hatinya.
Itu sebabnya, aku segera membilas sampo dari rambutnya dan berdiri.

“...Tunggu di sini bentar ya.”

Mengatakan itu, aku pergi ke ruang ganti dan mengambil sesuatu yang telah
kupersiapkan sebelumnya.

“Ingat, rahasiakan tentang ini dari Shizune-san, oke!” kataku, saat aku
mengeluarkan sesuatu dari kantong pendingin dan menyerahkannya pada
Hinako.

“......Apa ini?”

“Itu es krim. Sebelum mobil datang menjemputku, aku membelinya secara


diam-diam.”

Karena pengaturan cerita yang dibuat adalah aku dan Hinako tinggal di
rumah yang berbeda, ketika pulang sekolah di saat kami akan menaiki mobil,
Hinako akan naik terlebih dulu, sedangkan aku harus pergi ke titik pertemuan
dan kemudian akan dijemput di sana menggunakan mobil yang sama. Dan
tadi, secara diam-diam aku membeli es krim beserta kantong pendinginnya
sebelum aku sampai di titik pertemuan, dan kemudian aku menyembunyikan
di tasku untuk dibawa pulang. Saat aku pergi ke akademi, Shizune-san akan
memberiku sejumlah uang saku, jadi dengan uang itu, aku membeli es krim
tersebut.

“Hinako, apa kau pernah makan es krim sambil berendam di bak mandi?”

“Tidak, tapi...”

“Rasanya enak sekali loh!”

Aku juga membeli es krim untuk diriku sendiri, jadi aku mencobanya lebih
dulu. Kemudian, Hinako meniruku dan menyeruput es krimnya sambil
berendam di bak mandi.

“Enak...! Enak...! Enak~...!!”

“Ya kan.”

Dengan mata yang berbinar, Hinako terkesan akan sensasi makan es krim
sambil berendam di bak mandi. Melihat ekspresi bahagianya itu, secara tak
sadar aku tersenyum kepadanya.

Tampaknya aku berhasil memperbaiki suasana hatinya.


Sejak awal, esk krim ini kusiapkan untuk membuat Hinako jadi merasa rileks.

Tugasku sebagai pengurusnya adalah memastikan bahwa Hinako tidak harus


sering-sering pingsan . Jika sampai saat ini dia sering sekali pingsan..., maka
aku yakin, dari dulu niat yang seperti kulakukan saat ini tidak pernah berhasil
terhadapnya. Bagaimanapun juga, akumulasi kebahagian seperti ini itu
penting, dan dengan pemikiran seperti itulah, aku mempersiapkan semua
ini..., dan syukurnya, itu bisa membuatnya berada dalam suasana hati yang
baik.

“Ah......” seru Hinako, saat potongan es krimnya jatuh ke lantai.


Karena lantai yang ada di kamar mandi suhunya hangat, potongan es itu
dengan cepat jadi cair..., tapi, Hinako dengan cepat mengambil cairan es itu
dengan telapak tangannya.

“Aturan tiga detik.”

Mendengar Hinako yang mengatakan itu dengan santai, sontak aku


mengerutkan keningku.

“Eh, itu kan udah kena air sabun..., udah, jangan dimakan deh,”

“...Tapi, aturan tiga detiknya....”

Kalau kasusnya begini, aturan itu tidak berlaku. Kemudian, dengan sedih,
Hinako meletkkan cairan es itu kembali ke lantai.

“Biar kuingatkan, jangan sampai menerapkan aturan tiga detik ini di depan
umum, oke?”

“Mm..., aku akan berhati-hati.”

Jawabannya terasa ambigu, jadinya aku tidak yakin apakah dia benar-benar
mendengarkanku atau tidak.

“Itsuki..., kapan sesi belajar kelompok itu di adakan?”

“Waktunya masih belum ditentukan sih, tapi menurutku lebih cepat akan
lebih baik. Mungkin, besok atau lusa...”

“......Aku juga akan bergabung.”

Dari alur percakapan ini, aku sudah menduga kalau dia akan mengatakan itu.
Tapi, tidak seperti saat acara pesta teh, saat ini aku merasa ragu-ragu untuk
membiarkannya bergabung dalam sesi belajar kelompok itu.

“Sampai sekarang aku memang belum sempat menanyakan ini padamu...,


tapi, mungkinkah alasan kenapa kau sakit sebelumnya adalah karena kau
menghadiri pesta teh?” Dengan perasaan bersalah, aku melanjutkan
perkataanku. “Kalau memang begitu, kupikir sesi belajar kelompok ini akan
menjadi beban untuk tubuhmu. Itu sebabnya, akan lebih mudah baik jika kau
kembali ke mansion lebih dulu.”

“Hmm......” Terhadap kata-kataku, Hinako mulai merenung, dan kemudian,


“Tapi seperti itu juga tidak terlalu baik untukku.”

Dia hanya mengatakan itu dalam beberapa patah kata, tapi aku bisa
memahami pemikiran Hinako.

“......Begitu ya.”

Tentunya, semuanya akan lebih mudah bagi Hinako jika dirinya bisa
menghabiskan waktu seorang diri tanpa harus muncul di depan publik.
Namun demikian, sesuatu seperti itu tidak selalu membawa kebahagian bagi
dirinya.

Jujur saja, aku pribadi ingin agar Hinako berinteraksi sebanyak mungkin
dengan orang lain. Mempertimbangkan Narika dan Tennoji-san sebagai
contoh, kupikir akan lebih baik jika dia memiliki beberapa teman untuk
dirinya.

“Selain itu, aku yang sekarang..., tidak ingin jika kau tidak berada di sisiku.”
kata Hinako, yang kutanggapi dengan senyum masam.

“Baiklah, kalau begitu kita akan pergi bersama-sama nanti.”

“Mm.”
Bab 35
Ojou-sama yang belajar kelompok ①

Sepulang sekolah.

“Erm......” erangku, saat aku melihat wajah siswa-siswi yang berkumpul di


sekitar meja bundar. “Oke, kalau begitu, ayo kita mulai sesi belajar kelompok
ini.”

“Yay!!”

Orang yang meneriakkan sorakan kebahagian itu adalah Asahi-san. Nah,


menilai dari suasananya, ini tidak bisa disebut sebagai sesi belajar kelompok.
Tapi yah, kurasa lebih baik aku tidak mengatakan itu, jadi kuputuskan untuk
tutup mulut saja.

Begitu kami pulang sekolah, kami segera mengunjungi kafe yang sebelumnya
kami gunakan sebagai tempat untuk mengadakan pesa teh. Orang-orang yang
hadir juga sama seperti sebelumnya, termasuk aku, Asahi-san, Taisho,
Hinako, Narika dan Tennoji-san. Saat Asahi-san dan Taisho tampak
bersenang-senang, di sisi lain, Hinako dan Tennoji-san dengan pelan
mengucapkan “Mohon kerja samanya.” Dan untuk Narika, aku tidak tahu apa
yang dia katakatan, tapi terlihat kalau mulutnya terbata-bata.

“Tapi tetap saja..., ini sungguh wajah-wajah yang kuar biasa. Memiliki
peringkat satu dan peringkat dua di akademi ini untuk bergabung dalam sesi
belajar kelompok ini, sungguh orang-orang yang dapat diandalkan.”

Terhadapat perkataan Taisho, aku menanyakan sesuatu.

“Setauku peringkat satunya adalah Konohana-san, tapi siapa peringkat


keduanya...?”

“...Diriku yang peringkat kedua.”

Tennoji-san, yang duduk di sebelah kananku, menjawab pertanyaanku dengan


nada yang kesal. Seperti biasanya, persaingan antara Tennoji-san dan Hinako
masih membara. Sambil merasa canggung, aku meminta maaf padanya
dengan suara yang hanya dia yang bisa mendengarnya.
“Kau sendiri memiliki nilai yang bagus kan, Asahi?”

“Begitulah~, aku juga cukup yakin kalau Miyakojima-san pun memiliki nilai
yang bagus, kan?”

“Eh!?”

Menerima pertanyaan dari Asahi-san, Narika sontak melebarkan kelopak


matanya.

“A-Aku cuman mahir di pelajaran PJOK dan Sejarah saja... “

“Sejarah? Aku memang sudah tahu kalau kau mahir berolahraga, tapi ternyata
Sejarahmu juga bagus toh.”

“B-Begitulah. Bagaimanapun juga, keluarga Miyakojima adalah keluarga yang


menghormati semangat Bushido. Itulah sebabnya, sejak aku masih kecil, aku
sudah banyak diajari tentang sejarah.” kata Narika, seolah dia kesulitan
untuk mengatakannya.

[Catatan Penerjemah: Semangat Bushido adalah semangat hidup yang


terinspirasi dari kaum para ksatria Jepang. Bushi sendiri artinya ‘Ksatria’ dan
Do artinya ‘Jalan’.]

“Tapi, di mapel-mapel lainnya...., kebanyakan nilaiku merah.”

Seketika, tempat itu menjadi sunyi, dan Narika menunduk karena malu.

Tidak seperti Hinako yang berspesialisasi baik dalam hal akademis maupun
olahraga, Narika hanya berspesialisasi dalam olahraga.

“Erm, apa yang harus kukatakan..., maafkan aku.”

“...T-Tidak, tidak apa-apa kok, jangan khawatirkan itu.” kata Narika, dengan
ekrpresi menyedihkan.

Karena berbagai kesalahpahaman tentang dirinya, Narika jadi ditakuti,


namun karena itu juga, ada banyak hal yang terlewatkan dari dirinya yang
tidak diketahui. Selama acara pesta teh sebelumnya, Asahi-san dan Taisho
memandang Narika dengan hormat, tapi sekarang, mereka menatapnya
dengan tatapan yang lebih akrab.

“Ini..., tampaknya kita harus benar-benar serius dalam mengadakan sesi


belajar kelompok ini.” dengan wajah sulit, Tennoji-san mengatakan itu saat
dia menatapku. “Nishinari-san, apa kau punya ide tentang bagaimana kita
harus melanjutkan belajar kelompok ini?”

“Tidak juga..., pada dasarnya kita hanya harus berkumpul dan belajar
bersama, jadi...”

“Kalau begitu, bagaimana kalau kita dibagi menjadi sisi yang mengajar dan
diajari? Denagn demikian, belajar kelompok ini akan menjadi efisien... Aku,
Konohana-san, dan Asahi-san akan berada di sisi pengajar.”

Dengan kata lain, tiga orang sisanya; aku, Taisho, dan Narika akan menjadi
orang yang diajari. Merasa tidak keberatan dengan inisiatif itu, aku pun
menganggukkan kepalaku.

“Nah, Nishinari-san, mapel apa saja yang tidak terlalu kau kuasai?”

“Pada dasarnya mapel-mapel yang tidak berpatokan pada hafalan...., terutama


Matematika, itu sangat sulit.” kataku, jujur mengungkapkan mapel yang tidak
kukuasai.

Kemudian, Hinako, yang duduk di sebelah kiriku, menunjukkan reaksi.

“Kalau begitu, jika kau tidak keberatan, biar aku—”

“――Kalau begitu, aku akan membantumu belajar, Nishinari-san. Diriku ini


cukup mahir loh dalam mapel Matematika.”

Hinako terdengar seperti dia mengatakan sesuatu, tapi suara melengking dari
Tennoji-san menenggelamkan suaranya.

Seketika, senyum Hinako langsung membeku.

“Kalau begitu, haruskah aku mengajarimu, Miyakojima-san? Aku memang


tidak memiliki mapel yang kukuasai, tapi aku juga tidak memiliki mapel yang
aku buruk di dalamnya, jadi kupikir aku bisa membantumu hingga mencapai
nilai rata-rata.”

“M-Mohon bimbingannya!” jawab Narika, dengan suara yang agak keras.

“K-kalau begitu, aku akan diajari oleh..., Konohana-san...?”

“...Ya. Mohon kerja samanya, Taisho-kun.”

“Y-Ya, aku juga, mohon bimbingannya!”

Meskipun terlihat kalau Taisho merasa gugup, tapi jelas kalau dia pasti
merasa senang.

Di sisi lain, Hinako menampilkan senyum lembut—sambil menginjak kakiku


dengan kuat.

Buset, sakit banget...


Kalau dipikir-pikir lagi, sejak kemarin Hinako ingin mengajariku belajar. Aku
yakin, itulah yang menjadi penyebab dia berada dalam suasana hati yang
buruk karena aku justru diajari oleh Tennoji-san, bukan dia.

Tapi kan, ini tidak seperti aku dan Hinako tidak bisa belajar bersama saat
kami pulang di mansion nanti... Ampun dah, sakit banget, jangat menekan
tumitmu dengan sekuat tenaga di kakiku.
“Baiklah, ayo kita mulai sekarang juga.”

Atas kata-kata Tennoji-san, kami pun mulai belajar.


Bab 36
Ojou-sama yang belajar kelompok ②

Satu jam setelah kami belajar kelompok.

Di SMA-ku yang sebelumnya, saat aku bersama teman-temanku mengadakan


sesi belajar kelompok, hanya dalam 30 menit setelah dimulainya belajar,
suasananya akan berubah menjadi obrolan penuh. Tapi, siswa-siswi di
Akademi Kekaisaran tetap diam dan fokus pada pelajaran mereka. Nah,
mungkin ini salah satu alasan mengapa orang-orang mengatakan kalau siswa-
siswi di sini itu memiliki lingkungan tumbuh dewasa yang berbeda dari yang
lainnya. Dan yah, ini adalah situasi yang baik untukku, karena aku benar-
benar merasa terancam oleh ujian yang akan datang ini.

“Apa kau baik-baik saja, Miyakojima-san? Haruskah kita istirahat sebentar?”

“Y-Ya..., ayo istirahat dulu. Sejujurnya, kepalaku benar-benar merasa pusing


sekarang...” kata Narika, dengan suara yang pelan saat dia memegangi
kepalanya.

“Ayo kita juga istirahat sebentar, Taisho-kun.”

“Eh, y-ya!”

Masih merasa gugup, Taisho menjawab usulan Hinako dengan suara yang
melengking.

Semua materi yang diajarkan di Akademi Kekaisaran itu levelnya tinggi-


tinggi, dan ini adalah sesi belajar yang dilakukan setelah menjalani banyak
konsentrasi di waktu-waktu materi itu diberikan di dalam kelas. Jadi yah,
wajar saja jika kau merasa lelah setelah menjalani sesi belajar kelompok ini
setelah satu jam.

“Bagaima kalau kita beristirahat juga?”


Tennoji-san, yang mengajariku mapel Matematika, memberikan usulan
tersebut. Namun, tanpa mengalihkan pandanganku dari buku catatanku, aku
menjawabnya...,

“...Tidak, tolong ajari aku sebentar lagi.”

Berkat Tennoji-san, aku jadi bisa memahami bagian-bagian yang sampai


sebelumnya tidak bisa kupahami. Pada dasarnya, aku ini adalah orang yang
sebisa mungkin tidak ingin terlalu banyak belajar, meski begitu, di saat aku
merasakan pertumbuhanku saat ini, aku merasa kalau..., ini menyenangkan.
Aku ingin melanjutkan belajarku sedikit lebih lama lagi.

“...Kau ini serius sekali, ya, Nishinari-kun?” Tiba-tiba, Asahi-san mengatakan


itu saat dia menatapku. “Oh, tidak, ini tidak seperi aku sedang mengejakumu.
Maksudku, ini lebih seperti kau gigih sekali.”

“Kau benar. Aku suka kau memiliki kegigihan yang sangat tinggi.” Sela
Tennoji-san, setuju dengan perkataan Asahi-san. “Sesi belajar kelompok ini
juga diusulkan oleh dirimu kan Nishinari-san? Nah, kau itu tidak memiliki
kepercayaan diri untuk berada di posisi yang ada di atas orang lain, namun
demikian..., di sisi lain, kau tampaknya sangat pandai dalam mendukung dan
memotivasi orang lain.”

Aku memang tidak berada di posisi yang ada di atas orang lain, jadi aku hanya
mendengarkannya begitu saja..., cuman, aku sedikit terkejut saat mendengar
pujian di bagian akhir perkataannya.

“Hmm, ada apa dengan tatapanmu itu?”

“Tidak, hanya saja tadi itu benar-benar pujian yang langsung diutarakan
begitu saja, jadi yah, aku merasa senang, tapi aku juga agak terkejut...”

“Oh, bagaimanapun juga aku ini seorang yang baik dalam menilai karakter
seseorang. Dan asal tahu saja, aku sendirilah yang memilih semua
pelayanku.” Kata Tennoji-san, dengan penuh kebanggaan.

“Pelayan-pelayanmu itu orang-orangnya tampak kuat-kuat, bukan, Tennoji-


san?”
“Begitulah, lagipula saat aku sedang tidak berada di rumah, pelayanku harus
bisa mengawalku. Dan saat aku ada di rumah, aku akan memiliki pelayan
yang lain di sisiku.”

Para pelayan di Keluarga Konohana pada dasarnya dipekerjakan oleh Kagen-


san. Dan Shizune-san, dia bukanlah pelayan yang dipilih oleh Hinako,
melainkan pelayan yang disiapkan oleh Kagen-san. Satu-satunya
pengecualian adalah posisi pengurus kali ini, yaitu aku.

Tampaknya meskipun kelas keluarga mereka mirip, bukan berarti mereka


memiliki aturan yang sama. Dan di Keluarga Tennoji, putri mereka, Tennoji-
san, memiliki hak untuk memilih sendiri pelayannya.

“Itu artinya, di mata Tennoji-san, Nishinari-kun adalah pemuda yang


menjanjikan di masa depan, kan?”

“Begitulah. Meskipun menurutku agak kasar untuk memandang teman


seangkatan sebagai pelayan, tapi..., jia dia mau, kupikir dia cukup
menjanjikan untuk dipekerjakan sebagai seorang pengintai.”

“Wuis, kondisinya tidak buruk loh jika kau menjadi pengintainya Keluarga
Tennoji~..., kau mungkin bisa mempertimbangkan ini, Nishinari-kun!” kata
Asahi-san, dengan ekspersi yang gembira.

Tapi kemudian, saat itu, tatapan yang dipenuhi dengan niat membunuh
diarahkan kepadaku. Itu berasal dari Hinako dan Narika, yang memolotiku
dengan tajam.

“...Y-Yah, aku tidak punya niatan untuk melakukan itu, jadi...”

“Jadi begitu ya, itu disayangkan.”

Tentunya, Tennoji-san hanya bercanda tentang ini, jadi terlpas dari kata-
katanya, dia tidak benar-benar merasa begitu kecewa.

Di sisi lain, tatapan Hinako dan Naruka masih tetap tajam.


“Nah sekarang, kupikir kita juga harus beristirahat. Lagipula, ada batasan
pada kemampuan kita untuk berkonsentrasi, dan dengan beristirahat, kita
akan bisa berpikir dengan lebih baik lagi.”

“...Kau benar, oke, ayo istirahat.”

Yah, bagaimanapun juga, aku berencana untuk belajar lagi setelah aku
kembali ke mansion. Jadi, aku harus melakukan penyesuaian agar aku tidak
berakhir menggunakan semua energiku di sini.

“Hm, kau mau ke mana, Nishinari?” tanya Taisho padaku, saat aku berdiri
dari kursiku.

“Oh, karena sekarang kita lagi istirahat, jadi aku ingin merilekskan tubuhku
dengan berjalan-jalan sebentar.”

Mengatakan itu, aku pun meninggalkan kafe.

Aku ingin melakukan peregangan untuk menyegarkan diri, tapi aku merasa
tidak nyaman untuk melakukannya di tempat yang mencolok, itu sebabnya,
aku pergi ke bagian belakang gedung sekolah yang kurang ramai dikunjungi.

Bagian belakang gedung sekolah yang biasanya tidak dilihat oleh orang-orang
dibersihkan dengan baik. Aku mulai meregangkan tubuhku dengan perlahan,
sambil menikmati angin sepoi-sepoi yang berhembus.

“...Aku ini sungguh diberkati, kan?”

Hinako, Narika, Taisho, Asahi-san, Tennoji-san. ... Mereka semua adalah


teman-teman yang baik dan dapat diandalkan. Di SMA lamaku, aku memang
memiliki teman, tapi hubunganku di akademi ini juga tidak terlalu buruk.

Awalnya, aku berpikir bahwa pekerjan menjadi pengurus ini akan sulit dan
berat, tapi tau-tau, saat ini aku justru merasa nyaman dengan situasinya.
Tentunya, aku memiliki keinginan untuk terus mendukung Hinako, tapi aku
juga benar-benar ingin menjaga hubunganku saat ini. Dan untuk bisa menjaga
hubunganku di tempat ini...,

Baiklah, ayo terus belajar dengan giat.


Saat aku mengambil keputusan seperti itu di dalam hatiku, tiba-tiba, aku
mendengar suara langkah kaki dari belakangku.

“Nishinari-san.”

Mendengar namaku dipanggil, sontak aku langsung berbalik ke belakang...,


dan di sana, ada Tennoji-san.

“Eh? Apa kau juga sedang jalan-jalan, Tennoji-san?”

“Ya, aku juga ingin sedikit merilekskan tubuhku.”

“Jadi gitu toh.” Jawabku padanya.

“—Yah, yang tadi itu cuman dalih.” Kata Tennoji-san. “Aku punya sesuatu
yang ingin kutanyakan padamu, Nishinari-san.”

“Sesuatu yang ingin kau tanyakan? Apa itu?”

Aku tidak tahu apa maksud sebenarnya dari perkataannya, jadi aku bertanya,
dan Tennoji-san pun membuka mulutnya.

“Nishinari-san, apa kau benar-benar putra pewaris dari sebuah perusahaan


menengah?”

Pertanyaan itu menyentak jantungku.


Bab 37
Ojou-sama yang belajar kelompok ③

“Nishinari-san, apa kau benar-benar putra pewaris dari sebuah perusahaan


menengah?”

Pertanyaan itu menyentak jantungku.

“...Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?”

Saat aku balas bertanya pada Tennoji-san, aku mulai mengoperasikan otakku.

Tenang.
Aku menekan kegelisahanku dan mencoba untuk terlihat setenang mungkin.

Pertama.... Apa yang dia tuju dengan menanyakan pertanyaan itu? Apa
Tennoji-san telah tahu dan yakin bahwa identitasku ini dipalsukan? Jika
demikian, maka saat ini sudah terlambat bagiku untuk melakukan apapun.

“Itu karena etiket mejamu.” Kata Tennoji-san, langsung pada intinya.

“...Apa maksudmu etiketku itu buruk?”

“Tidak juga, tentunya aku tidak bisa mengatakan itu bagus, tapi pada
dasarnya itu sudah cukup. Namun, di mataku, etiketmu itu seperti..., sesuatu
yang baru-baru ini kau pelajari.” Kata Tennoji-san, yang menatap dengan jeli
ke arahku.
“Aku merasa ada semacam ketidaksesuaian dengan setiap gerakanmu.
Sikapmu itu..., tampak seperti kau hanya berakting, seolah-olah kau hanya
sekedar menjejalkan pengetahuanmu ke dalamnya. Paling tidak, sebagai
seorang pewaris perusahaan, gerakanmu itu bukanlah gerakan dari seseorang
yang telah diajari etiket sejak usia dini.”

Dia pasti tidak memiliki bukti yang jelas, dan itulah mengapa tidak ada
sanggahan.

Sebelumnya, Tennoji-san sempat mengatakan bahwa dirinya itu cukup baik


dalam menilai karakter seseorang. Aku ingin tahu, apa ada semacam
ketidaksesuaian yang hanya bisa dipahami oleh Tennoji-san?
“Tidak, bukan berarti di sini aku ingin menyudutkanmu atau semacamnya.”

Saat aku tetap diam, Tennoji-san mengatakan itu dengan nada yang sedikit
lebih tenang.

“Aku cuman sedikit penasaran saja. Dirimu adalah murid pindahan, jadi jika
dipikirkan dari sudut pandang itu, akan masuk akal jika sebelum kau pindah
ke sini kau tidak mempelajari sesuatu yang namanya etiket. Hanya saja...,
kupikir kau melakukannya dengan terlalu mencolok.”

“...Terlalu mencolok?”

“Maksudku, hanya pengetehuanmu yang luar biasa yang tampil di depan.


Dalam beberapa terakhir ini, kau pasti telah melakukan banyak sekali upaya
untuk itu, kan?”

Perkatannya memiliki kesan seperti dia sedang bertanya, tapi menilai dari
sikapnya, Tennoji-san jelas merasa yakin akan perkataannya itu.

“Mengapa kau sampai melakukan banyak sekali upaya seperti itu, Nishinari-
san? Sebagai hasil dari pertanyaan itu, aku berpikir bahwasannya mungkin
saja ada alasan terkait dengan statusmu itu... Tentunya, jika kau tidak ingin
membicarakannya, maka aku juga tidak akan membahasnya lebih jauh.”

Dia tidak ingin mengorek-ngorek informasiku. Aku berterima kasih atas


pengertiaannya itu, tapi pada saat yang sama aku memiliki keraguan.

“...Tidakkah..., menurutmu itu mencurigakan?” Tanyaku dengan takut-takut,


yang dijawab dengan senyum lembut oleh Tennoji-san.

“Siswa yang mencurigakan tidak bisa menghadiri akademi ini. Aku yakin
kalau Nishinari-san juga menjalani pemeriksaan latar belakang dari pihak
akademi saat kau pindah ke sini.”

Kalau dipikir-pikir lagi, sebelumnya Narika juga mengatakan bahwa akan ada
pemeriksaan latar belakang saat seseorang memasuki Akademi Kekaisaran
ini.

Tapi masalahnya, mengapa Tennoji membicarakan topik seperti ini?


“...Aku yang menanyakan ini hanya karena penasaran, itu saja.” Kata Tennoji-
san, seolah-olah dia bisa membaca pikiranku.

“Mungkinkah, dirimu juga......”

Dengan suara yang pelan, Tennoji-san menggumamkan sesuatu.

Karena tidak bisa mendengar perkataannya itu, aku memiringkan kepalaku,


dan Tennoji-san menatapku seolah dia telah mendapatkan kembali
ketenangannya.

“Tidak, bukan apa-apa...., ayo segera kembali ke kafe.”

“......Kau benar.”
Bab 38
Ojou-sama yang belajar kelompok ④

Bersama Tennoji-san, kami kembali ke kafe.

Sesampainya di sana, di meja, Asahi-san dan yang lainnya sedang asyik


mengobrol dengan riang.

“Kelihatannya cerita kalian seru sekali ya.” Seru Tennoji-san, saat dia duduk
di kurisnya.

“Oh, Tennoji-san. Kami lagi membicarakan tentang pesta teh yang akan
diselenggarakan oleh keluarganya Konohana-san.”

“Pesta teh? ...Oh, apa maksudmu adalah pertemuan sosial yang


diselenggarkan oleh Keluarga Konohana setiap musim semi?” Tanya Tennoji-
san, seolah dia punya gagasan tentang pembicaraan mereka.

“Seperti yang diharapkan, kau pasti tahu tentang itu ya, Tennoji-san.”

“Ya, bagaimanapun juga itu adalah acara yang terkenal. Kalau tidak salah, itu
akan diadakan seminggu setelah ujian tengah semester berakhir... Kudengar-
dengar, ini adalah acara pertemuan sosial dengan banyak orang-orang
ternama yang akan hadir.”

“Apa kau pernah berpartisipasi di dalamnya, Tennoji-san?”

“Ayahku sudah beberapa kali berpartisipasi, tapi aku tidak pernah.


Bagaimanapun juga, pertemuan sosial itu diperuntukkan bagi orang dewasa,
dan selain itu..., Keluarga Tennoji dan Keluarga Konohana memiliki
hubungan yang cukup rumit.”

“Aa......”

Mengerang seperti itu, Asahi-san menebak kondisi pikiran Tennoji-san.

“Yah, bukan berarti itu dalam pengertian yang buruk. Hanya saja, gagasan
naluriahku tidak cocok, jadi sampai sekarang aku tidak pernah
berpartisipasi.”
Mencegah suasana di sini jadi memburuk, Tennoji-san dengan sigap
mengatakan itu dengan cara yang bermartabat.

Sebagai orang biasa, aku tidak begitu mengerti tentang gagasan naluriah itu,
tapi selain aku, yang lainnya entah bagaimana terlihat bisa mengerti.

“Bagaimana denganmu Miyakojima-san? Apa kau pernah berpartisipasi?”

“T-tidak, aku sih menerima undangannya, tapi..., aku tidak mahir dalam
bersosialisasi...”

Terhadap pertanyaan dari Asahi-san, Narika menjawabnya dengan terbata-


bata.

Bisa dibilang, ini adalah situasi yang sepenuhnya pribadi dibandingkan


dengan Tennoji-san.

“Seperti dugaanku, keluarganya Tennoji-san dan Miyakojima-san


mendapatkan undangan itu ya... Itu pasti menyenangkan sekali. Jika itu
adalah pertemuan sosial yang diselenggarakan oleh Keluarga Konohana,
mereka pasti akan mengadakan dansa atau semacamnya, kan? Aku sangat
suka memakai gaun, jadi jika ada pertemuan sosial seperti itu, maka aku ingin
sekali berpartsipasi secara aktif.” Kata Asahi-san, dengan perasaan yang
terkesan iri.

“Asahi-san, kalau kau mau, aku bisa loh mengirimimu undangan?”

“Eh, beneran?”

Mendengar itu, Hinako menanggapi dengan anggukan sambil tersenyum.

“Ya, seperti yang Tennoji-san bilang, acara ini memang dianggap sebagai
pertemuan sosial orang dewasa, tapi penyelenggara tidak memiliki niat seperti
itu, itulah sebabnya, silakan berpartisipasi dalam acara tersebut. Kami juga
akan mengadakan pesta dansa, dan tentunya, akan ada beberapa peserta
lainnya yang sebaya.”
“G-Gimana, ya... Aku jadi sedikit gugup ketika aku diberi tahu kalau aku dapat
berpartisipasi. Tapi, mungkin ini adalah kesempatan yang berharga..., j-jadi,
bisakah aku mendapatkan undangan itu?”

“Ya, aku akan mengaturnya agar undangan itu sampai padamu dalam tiga
hari.”

“Baiklah... Kalau begitu begitu aku akan menjadi antusias dan modis pada
hari itu! Terima kasih banyak, Konohana-san!”

“Ya, sama-sama.”

Dengan mudah, Hinako berjanji untuk mengundang Asahi-san.

Melihat itu, aku bertanya pada Hinako secara pelan-pelan melalui bisikkan.

“...Apa itu tidak apa-apa kalau kau memutuskannya sendiri?”

“Mm...., Pertemuan sosial ini adalah bentuk perwujudan kewibawaan


Keluarga Konohana, karenanya, aku diberi tahu kalau-kalau aku memiliki
kesempan untuk mengundang seseorang, maka aku harus mengundangnya...
Yah, sampai barusan aku belum pernah ada melakukannya sih.”

Lah, jadi ini baru pertama kalinya kau melakukannya?

Tapi yah, semua siswa-siswi di Akademi Kekaisaran adalah anak-anak dari


keluarga kaya. Itulah sebanya, tidak ada ruginya bagi Keluarga Konohana
untuk mengundang mereka.

“K-Konohana-san, bisakah aku juga berpartisipasi dalam acara tersebut?”

“Ya, silakan berpartisipasi dengan kami, Taisho-kun.”

Mendengar itu, Taisho sontak menunjukkan kegembiraannya.

“...Tampaknya ini juga memiliki semacam hubungan.” Gumam Tennoji-san,


dan dia melanjutkan perkataannya. “Konohana-san, kali ini aku juga akan
berpartisipasi.... Kita telah berkumpul di satu meja yang sama di pesta teh dan
sesi belajar kelompok seperti ini, dan dengan demikian, kupikir aku bisa
menanggapi undangan itu sebagai temanmu, bukan sebagai putri dari
Keluarga Tennoji.”

Setelah mengatakan itu sambil tersenyum....,

“Maukah kau juga berpartisipasi dengan kami, Nishinari-san?”

“Eh, aku...”

Saat aku ditanyai seperti itu oleh Tennoji-san, aku melirik ke arah Hinako.

Menanggapi lirikanku, Hinako tersenyum lembut. Sebagai pengurusnya, aku


telah pergi ke akademi bersamanya seperti ini. Jadi, kupikir aku harusnya
diizinkan untuk berpartipasi dalam acara peretmuan sosial...

“...Yah, karena ini adalah kesempatan yang bagus, jadi aku juga ingin
berpartisipasi.”

Secara implisit, aku menyampaikan nuansa bahwa aku tidak bisa menjanjikan
apa pun.

“...Bagaimana denganmu, Miyakojima-san?”

“A-Aku?”

Saat Narika ditanyai, bahunya langsung tersentak karena terkejut.

“Aku..., jika bisa, aku akan berpartisipasi.”

Di sini, semua orang kecuali Narika memandang pertemuan sosial itu sebagai
acara sosialisasi yang standar. Dan dengan demikian, kesannya akan tidak
enak jika dia diundang secara paksa, jadi ayo hentikan topik ini di sini.

Setelah itu, sesi belajar kelompok dilanjutkan—dan beberapa hari kemudian,


ujian tengah semester di Akademi Kekaisaran dimulai.
Bab 39
Kau telah melakukan yang terbaik dalam ujian, Ojou-sama

Tiap kali aku selesai menghadiri sesi belajar kelompok, Shizune-san juga akan
memberikanku persiapan ujian lebih lanjut di mansion.

Hari-hari seperti itu berlangsung sekitaran seminggu, dan hari penentuan pun
akhirnya tiba.

Ujian tengah semester di Akademi Kekaisaran memiliki struktrur yang sedikit


berbeda jika dibandingkan dengan SMA-ku yang sebelumnya. Waktu ujian
untuk satu mapel adalah 90 menit. Ini dikarenakan jumlah soalnya cukup
banyak, jadi waktunya juga lama. Selain itu, ada mapel tambahan seperti
Ekonomi yang tidak ada di SMA lain.

Ujian tengah semester itu akan berlangsung selama tiga hari.

Di hari terakhir, hari dimana ujian akan selesai..., akhirnya, aku bisa sedikit
merilekskan diriku.

“...Entah bagaimana, aku berhasil melaluinya.”

Pada saat yang sama ketika bel yang menandakan berakhirnya ujian
berdering, aku langsung menghembuskan nafas lega.

Karena hari ini tidak ada sesi pelajaran yang akan dilalui, siswa-siswi
meninggalkan akademi dengan wajah yang tampak lelah.

Aku melirik ke arah Hinako, yang saat ini sedang dikelilingi oleh teman-teman
sekelasnya saat mereka mengobrol tentang seberapa baik mereka
mengerjakan ujian. Sepertinya obrolan mereka akan memakan sedikit waktu,
jadi kuputuskan untuk pergi ke toilet.

Setelah menanggapi panggilan alam di toilet, saat aku mencoba kembali ke


kelasku, aku bertemu dengan seseorang yang kukenal.

“Narika?”

“......Oh, Itsuki toh.”


Berjalan di koridor dengan langkah yang goyah, Narika berbalik untuk
melihatku.

Kulihat, matanya itu seperti telah kehilangan cahayanya.

“Haha, berakhir sudah...... baik ujiannya, maupun aku.”

“...Jadi kau tidak bisa mengerjakannya dengan baik ,ya.”

Aku memang sudah menduganya sejak kami mengadakan sesi belajar


kelompok, tapi tampaknya Narika memang tidak mahir dalam belajar. Kecuali
untuk mapel PJOK dan Sejarah, dia sepertinya berada di bawah rata-rata
dalam mapel-mapel lainnya.

“Kau sendiri bagaimana, Itsuki?”

“...Setidaknya kupikir aku akan terhindari dari nilai merah.”

“Yah, kurasa memang akan seperti itu. Aku memang sudah berpikir kalau
semuanya akan jadi seperti ini..., bagaimanapun juga, kau adalah
pengkhianat.”

“Lah, kok pengkhianat...”

“Kau meninggalkanku dan bekerja di rumahnya Konohana-san, dan bahkan


nilaimu pun dengan cepat menyalipku... Fufufu, seperti yang kupikirkan, kau
adalah pahlawanku, pahlawan yang mengingatkan betapa tidak bergunanya
diriku ini... Atau mungkin, jangan-jangan, sebenarnya kau ini membenciku ya,
Itsuki?”

“Tidak, aku tidak ada bermaksud seperti itu...”

“......Ini menyakikan.”

Itu adalah suara lemah yang sederhana.

Merasa tidak ingin terjebak lebih jauh lagi dalam aura negatifnya yang
meluap-luap, aku segera berbalik memunggunginya.
“K-Kalau begitu, aku pergi dulu..., sampai jumpa besok.”

“Besok..., aaa, aku ingin bolos...”

Jangan mengatakan sesuatu seperti Hinako!

Seperti itu, aku kembali ke kelasku dan berpisah dengan Narika yang sedang
melihat ke luar jendela dengan mata yang seperti menatap ke kejauhan.

Di kelas, Hinako sepertinya sudah selesai mengobrol dengan teman-teman


sekelasnya dan bersiap untuk pulang.

Lalu, seperti biasanya, setelah Hinako masuk ke mobil, aku pergi ke titik
pertemuan dan dijemput di sana.

“Kau telah melakukan yang terbaik dalam melalui ujian.”

Saat aku masuk ke dalam mobil, Shizune-san mengatakan itu padaku.

“Bagaimana ujiannya?”

“Berkatmu, aku bisa bisa menyelesaikannya apa adanya.”

“Aku tidak begitu paham dengan ‘apa adanya’ yang kau maksud itu, tapi...,
dengan mempertimbangkan hasil dari ujian tiruan yang kau lakukan sehari
sebelum ujian, nilaimu pastinya tidak akan buruk. Syukurlah kau belajar
dengan giat selama masa-masa ujian.”

“Terima kasih.”

Menerima pujian dari Shizune-san, aku bisa merasakan bahwa ujian itu
akhirnya berakhir.

Mobil terus menuju ke mansion Keluarga Konohana. Dah yah, seperti yang
bisa dibayangkan, hari ini aku merasa lelah, jadi kami tidak terlalu banyak
mengobrol.

“Ngomong-ngomong, Ojou-sama, anda diminta untuk menghadiri jamuan


makan dengan Kagen-sama pada hari Sabtu lusa.”
Dari kursi depan, Shizune-san mengatakan itu.

“Pihak lain yang akan makan bersama kalian adalah ketua dari Produsen
Kapal Chikamoto dan beberapa eksekutif Sea Japan United. Keduanya adalah
perusahaan galangan kapal, dan Produsen Kapal Chikamoto berafiliasi
dengan perusahaan di bawah Grup Konohana. Dan untuk Sea Japan United,
mereka memiliki modal dan aliansi bisnis dengan Produsen Kapal Chikamoto,
jadi tampaknya mereka akan hadir karena hubungan itu. “

Sambil melihat-lihat dokumen, Shizune-san terus menjelaskan.

“Saat anda masih berusia tujuh tahun, anda pernah menyapa ketua Produsen
Kapal Chikamoto di acara pertemuan sosial. Lalu, saat mengatur janji jamuan
makan, dia bilang kalau dia ingin melihat putri Kagen-sama yang sudah
dewasa, jadi diputuskan bahwa anda akan hadir dalam acara jamuan makan
tersebut. Dan dengan demikian, mohon untuk tidak bersikap dengan kasar.”

“Hmm..., itu merepotkan.”

“Mohon pengertiannya.”

Mungkin dia sudah terbiasa dengan jenis pertukaran seperti ini, jadi Shizune-
san memberitahukannya tanpa ragu-ragu. Di sisi lain, Hinako, yang duduk di
sampingku, mengerucutkan bibirnya.

“Lalu, Itsuki-san.”

“Ya.”

“Pada hari acara, kau juga akan berada di tempat acara.”

“Eh?”

Mendengar kata-kata yang tak terduga itu, sontak aku memiringkan kepalaku.

“Kedepannya, kau mungkin akan memiliki kesempatan untuk menghadiri


acara pertemuan sosial. Karenanya, tidak ada salahnya untuk membiasakan
diri dengan suasana seperti itu selagi kau bisa melakukannya. Tampaknya
jamuan makan itu akan diadakan di luar ruangan, jadi pada hari acara, harap
amati dari jauh sebagai pelayan dari Keluarga Konohana.”

“......Aku mengerti.”
Bab 40
Jamuan makan Ojou-sama bersama Om-om ①

Hari Sabtu.

Aku mengganti pakaianku ke pakaian yang diberikan oleh Shizune-san


padaku untuk menemani Hinako sebagai pelayannya pergi menghadiri
jamuan makan bersama Kagen-san.

“Jas, ya.” gumamku, saat aku aku meminta Shizune-san untuk menilai
penampilanku.

“Apa kau tidak suka pakai jas?”

“Tidak, bukan begitu..., hanya saja, aku tidak terbiasa mengenakannya.”

Berbeda dengan seragam pekerjaan sambilan, pakaian ini sedikit lebih ketat.
Namun, pantulan penampilanku di cermin terlihat lebih baik jika
dibandingkan dengan saat aku mengenakan seragam akademiku yang
biasanya. Nah, sebagian dari itu karena saat ini rambutku ditata dengan baik,
tapi kurasa itu karena jas yang kukenakan ini berkualitas tinggi.

“Ngomong-ngomong, jas itu adalah merek terbaik di Italia dan harganya


700.000 yen.”

“Eh?”

“Mohon kenakan itu dengan hati-hati.”

Ini adalah produk yang sangat kelas atas dari yang kubayangkan.

Pokoknya, aku tidak boleh membuat setitik kotoran pun


menodainya. Dengan kesan misi seperti itu, aku meninggalkan mansion
bersama Shizune-san.

“Di sini tempat acaranya.”


Kami butuh sekitaran satu jam dengan mengendarai mobil untuk sampai di
tempat tujuan kami, Pension.

[Catatan Penerjemah: Pension, rumah ala-ala Barat.]

“Shizune-san, apa ini juga vila milik Keluarga Konohana?”

“Ini lebih seperti rumah peristirahatan daripada vila. Tempat ini biasanya
digunakan untuk menyelanggarakan pesta atau acara.”

Di depanku, ada sebuah rumah bergaya Barat yang sangat besar dan terawat
dengan baik. Bagian depannya didekorasi semewah hotel kelas satu, dan ada
lapangan golf yang luas di samping gedung. Tempat ini dengan sangat jelas
menciptakan suasana yang diperuntukkan bagi orang-orang kaya.

“Kalau begitu, Ojou-sama, silakan pergi ke sana, kami akan menunggu anda di
luar.”

“......Mm.”

Hinako, yang saat ini berpakaian rapi untuk menghadiri jamuan makan,
menganggukkan kepalanya.

Dari sini, kami dan Hinako akan berpisah.

“...Itsuki.”

“Apa?”

“Sebentar lagi..., aku akan bertemu dengan om-om yang tidak kukenal.”

“Jangan membuatnya terdengar seperti itu semacam tindak kejahatan.”

Dari posisiku, itu adalah keburaman yang membuatku sulit untuk bereaksi.

Kupikir ini adalah akhir dari cerita kami, tapi..., Hinako masih terus
menempel di sampingku.
“...Itsuki.”

“Kali ini apa?”

“...Aku akan melakukan yang terbaik.”

Menatapku, Hinako mengatakan itu dengan mata yang seperti ingin


diharapkan melakukan yang terbaik.

Astaga, padahal dia seharusnya bisa mengatakan itu dari tadi...,

“Ya, aku akan mendukungmu. Kalau acaranya sudah selesai, ayo bersantai
bersama ketika kita sudah di mansion.”

Saat aku mengatakan itu, Hinako tersenyum lembut.

“...Mm, aku ingin makan es krim lagi,”

Dengan itu, Hinako menghampiri Kagen-san.

Kemudian, setelah punggungnya berjarak sekitar 5 meter dariku...,

“...Es krim?” Bisik Shizune-san padaku. “Itsuki-san, apa yang dia maksud
dengan es krim?”

“......”

Menerima tatapan dingin yang membanjiriku, aku langsung mengalihkan


wajahku.

Hinako, sialan kau...!!!


Bab 41
Jamuan makan Ojou-sama bersama Om-om ②

Setelah berpisah dari Itsuki dan Shizune, Hinako pergi ke depan Vila seorang
diri.

Penampilan ayahnya, Kagen, langsung dapat dia kenali dengan segera. Seperti
Itsuki, dia juga mengenan jas hitam, tapi jas yang dikenannya dibuat sesuai
pesanan darinya dan merupakan merek yang lebih tinggi daripada jas yang
dikenakan Itsuki.

Pelayan Keluarga Konohana diharuskan mengenakan pakaian yang mahal


supaya tidak merusak nama baik keluarga, tapi pada saat yang sama, untuk
menghormati anggota keluarga, mereka tidak diperbolehkan mengenakan
pakaian yang lebih mahal daripada anggota keluarga. Jas yang dikenakan oleh
Itsuki adalah barang jadi seharga 700.000 yen, sedangkan jas yang dikenakan
oleh Kagen seharga lebih dari satu juta yen.

“Lama tidak bertemu, Hinako.”

“Mm..., lama tidak bertemu.”

Hinako menjawab sapaan ayahnya dengan kepribadian aslinya.

“Bagaimana ujianmu?”

“......Tidak ada masalah dengan itu.”

“Baguslah kalau begitu. Sebagai putri dari Keluarga Konohana, teruslah


pertahankan nilaimu itu.”

Kagen mengatakan itu tanpa melibatkan sedikitpun emosi, seolah-olah saat


ini dia sedang berbicara perihal bisnis.

“Bagaimana dengan Itsuki-kun? Sekarang sudah hampir satu bulan sejak dia
menjadi pengurusmu, kan?”

“...Dia yang terbaik.” Jawab Hinako, dengan menunjukkan sedikit


kesenangan.
Melihat itu, kelopak mata Kagen terbuka lebar.

“Ini tidak biasa..., Aku tidak menyangka kau akan memuji pengurusmu.”

“...Aku ingin terus bersama Itsuki.”

“Begitu ya. Ini merupakan eksperiman untuk mempekerjakan orang biasa


yang tidak ada hubungannya dengan Keluarga Konohana, tapi..., baguslah
kalau segala sesuatunya berhasil dengan baik.”

Tanpa tersenyum, Kagen mengatakan itu dengan lugas, seolah-olah dirinya


adalah peneliti yang baru saja memastikan keberhasilan eksperimennya.
Kemudian, arah matanya menoleh ke arah Hinako.

“Kau tidak terpengaruh sesuatu yang tidak perlu, kan?”

“...Sesuatu yang tidak perlu?”

“Meskipun dirinya bisa menyesuaikan diri dengan kepribadianmu, tapi Itsuki-


kun tetaplah orang biasa. Dirimu tidak harus terjebak dengan dirinya dan
menjadi bersikap biasa-biasa saja,”

Tidak mengerti arti dari kata-kata itu, Hinako hanya menatap Ayahnya
dengan ekspresi bingung.

“Baiklah, ayo pergi sekarang. Hinako, pastikan untuk tidak bersikap kasar.”
Kata Kagen, sambil menampilkan tatapan yang serius.

Saat berikutnya, Hinako langsung berubah menjadi sosok yang mengenakan


topeng.

“Ya, Ayah.”

“......Pinter.”

Sebagai Tuan Putri di antara Tuan Putri. Hinako mulai berakting sebagai
Ojou-sama yang paling berbakat di Akademi Kekaisaran.
Melihat Hinako yang tersenyum ramah dan lembut seperti itu, Kagen sontak
mengangguk puas.

Beberapa menit kemudian, sebuah mobil berhenti di depan vila, dan para
tamu yang akan menghadiri jamuan makan pun tiba.

Melihat itu, Hinako pergi bersama Kagen untuk menyambut para tamu itu.

“Terima kasih sudah berkenan datang jauh-jauh ke sini.”

“Hahaha, aku ke sini karena aku juga pengen ke sini, jadi jangan katakan itu.
Dan lagi, kudengar kalau ini adalah acara yang santai.”

Di saat Kagen menyambut tamu-tamu itu dengan formal, tamu-tamu yang


datang itu memancarkan kesan yang santai.

Tamunya ada lima, dan mereka semua tampak lebih tua dari Kagen. Dua di
antara mereka adalah eksekutif dari Produsen Kapal Chikamoto, dan tiga
lainnya adalah eksekutif dari Sea Japan United. Tentunya, Keluarga
Konohana adalah yang paling bergengsi di antara mereka, tapi mungkin
karena perbedaan usia dan pengalaman, mereka memberikan lebih banyak
sikap santai.

“Hai, lama tidak bertemu ya. Apa kau masih mengingatku?”

Ketua Produsen Kapal Chikamoto memanggil Hinako.

Terhadap itu, Hinako menanggapinya dengan senyum ramah yang sering dia
tunjukkan di akademi.

“Ya, saya masih mengingat anda. Saat saya berusia tujuh tahun, saya pernah
menyapa anda di pertemuan sosial.”

“Wow, padahal itu sudah lama sekali, tapi terima kasih karena masih
mengingatku. Kau masih gadis yang sopan seperti dulu.” Kata Ketua Produsen
Kapal Chikamoto, dengan ekspresi yang terkesan.

“Hoo~, jadi dia putrinya Konohana-san?”


“Ya, namanya Hinako.”

Mengatakan itu, Kagen meletakkan tangannya di punggung Hinako dan


mendesaknya maju.

Hinako kemudian melangkah ke depan para eksekutf Sea Japan United dan
membungkuk hormat.

“Aku punya kenalan yang anaknya bersekolah di Akademi Kekaisaran, dan


aku mendengar beberapa rumor tentangmu dari mereka. Dengar-dengar, kau
dikenal sebagai Ojou-sama yang sempurna di akademi.”

“Saya merasa terhormat.”

Mengatakan itu, Hinako menundukkan kepalanya dengan sopan.

“Nialnya sangat bagus, dan dia tampaknya memiliki masa depan yang
menjanjikkan.... Memiliki seorang putri dengan reputasi tinggi seperti dirinya,
Konohana-san pasti sangat bangga.”

“Ya. Aku bersyukur putriku tumbuh dewasa dengan baik.” Kata Kagen, dan
kemudian melihat sekilas wajah para tamu. “Pasti akan melelahkan untuk
berbicara sambil berdiri seperti ini, jadi mari kita pindah tempat. Kami
memiliki meja luar ruangan atas permintaaan Chikamoto-san.”

“Ya, mumpung cuaca hari ini lagi cerah, dan kita juga tidak memiliki
pertemuan serius yang harus dihadiri, jadi mari kita santai-santai dan
mengobrol.”
Bab 41
Jamuan makan Ojou-sama bersama Om-om ③

Bersama Shizune-san, kami menonton Hinako dan yang lainnya yang sedang
mengadakan jamuan makan.

“Bagaimana pemandangan adegan jamuan makan itu, Itsuki-san?”

“Hmm......” Tanpa mengalihkan pandanganku ke arah Shizune-san, aku


menjawab pertanyaannya. “Entah bagaimana, etiket mereka sangat santai.
Setiap gerakan yang mereka lakukan tampak sangat alami... tapi di saat yang
sama juga bisa dimengerti kalau mereka sangat peduli terhadap setiap sikap
dan tindakan mereka...”

“Itukah etiket yang tepat.” Mengatakan itu, Shizune-san melanjutkan.


“Sealami mungkin hingga tidak terasa kaku, tapi cukup tegas sehingga
masing-masing dapat melihat bahwa mereka menunjukkan kesopanan.
Sekilas, ini mungkin tampak seperti tokenistik, tapi ini adalah buah dari
kepatuhan akan aturan bersama satu sama lain. Rasa kerja sama yang
diciptakan oleh ini akan membangun hubungan kepercayaan yang lebih
kuat.”

“Hubungan kepercayaan...?”

“Akhir-akhir ini etiket sering diremehkan, tapi ada banyak sekali kesempatan
ketika yang namanya etiket itu dibutuhkan. Apalagi, itu adalah sesuatu yang
diperlukan untuk kaum kelas atas.... Karena bagaimanapun juga, etiket adalah
perihal mendapatkan kepercayaan melalui sikap, bukan dengan melalui kata-
kata. Dan karena ini adalah situasi dimana kata-kata tidak tidak benar-benar
signifikan, maka itulah sebabnya etiket diperlukan.”

Ini pembicaraan yang sulit.

Ada beberapa hal yang orang biasa sepertiku tidak bisa mengerti.

“Itulah sebabnya, akan sangat tidak sopan untuk melanggarnya.”

Mengatakan itu, Shizune kemudian menutup mulutnya.


Aku juga menutup mulutku dan terus mengamati jamuan makan Hinako dan
yang lainnya.

Sampai sejauh ini, jamuan makan itu tampaknya berlangsung dengan baik.

---

“Hoo~, jadi kau masih belajar lagi saat sudah pulang ke rumah?”

“Ya, namun demikian, saya tidak terusan-terusan juga belajarnya.”

Hinako mengobrol dengan eksekutif Sea Japan United sambil memakan


beberapa sayuran yang dia potong dengan pisau.

Pada awalnya, tatapan para tamu ke arah Hinako tampak sangat hangat,
namun lambat laun mereka mulai menunjukkan kekaguman. Selain
penampilannya yang cantik, Hinako memiliki etiket yang sempurna, dan dia
adalah perwujudan dari martabat yang pantas dijuluki Ojou-sama yang
sempurna.

“Dia sungguh putri yang luar biasa. Aku jadi ingin menukar putraku yang
sinting dengan dirinya.”

Ketua Produsen Kapal Chikamoto mengatakan itu pada Kagen sambil tertawa.

“Tidak perlu merendah, bukankah putra Ketua merupakan lulusan dari


universitas terkemuka?”

“Pendidikan dan kemampuan adalah dua hal yang berbeda. Putraku itu masih
belum matang, dan kurasa untuk saat ini aku masih belum bisa
membiarkannya mengambil alih perusahaan.” Kata pria itu, dengan ekspresi
yang menyayangkan.

Beberapa saat setelah itu, para pelayan Keluarga Konohana mengumpulkan


piring-piring dari meja dan kemudian menyajikan hidangan yang baru.

“Oh, apa tidak ada daging?”


“Yah, karena ini adalah makan siang, jadi aku membuat menunya sedikit lebih
ringan. Jika ini makan malam, maka aku akan membuat menunya sedikit
lebih mewah...”

“Yah, bagaimanapun juga nanti malam aku punya rencana lain. Padahal aku
juga sangat berharap untuk bisa mengadakan jamuan makan malam.”

Mengatakan itu, Hahaha, si Ketua dan eksekutif lain sama-sama tertawa.


Terhadap itu, Kagen menanggapi dengan tersenyum.

“Hinako-chan, kau kan masih pelajar, apa kau ingin makan hidangan dengan
volume yang lebih banyak?”

“Tidak, saya ini makannya cuman sedikit, jadi segini saja sudah cukup.” Kata
Hinako, sambil menunjukkan senyum buatan.

Melihat perilakunya yang cantik dan sopan, ketua Produsen Kapal Chikamoto
meletakkan jarinya di dagunya.

“Yah, dia benar-benar gadis yang luar biasa seperti yang dirumorkan. Jika
seperti ini, pasti ada banyak sekali orang yang ingin dirinya menjadi
pengantin wanita mereka.”

“Itu akan menjadi hal yang luar biasa bagi kami sebagai orang tua, tapi
sayangnya..., kami belum ada memutuskan untuk membicarakan perihal itu.”

Saat Kagen menjawab seperti itu, kelopak mata si Ketua terbuka lebar.

“Oh, begitukah? Menilai dari tingkat keluargamu, kurasa tidak akan aneh jika
dia memiliki seorang tunangan...”

“Dulu dia memiliki tunangan, tapi karena alasan tertentu, hubungan mereka
diputuskan. Saat ini Hinako tidak memiliki tunangan atau semacamnya.”

“Ho~” Mata si Ketua menyipit, dan kemudian dia melanjutkan. “Ini artinya...,
calon pasangan putrimu masih belum diputuskan ya,”

“Begitulah.”
“Fumu, aku mendengar sesuatu yang cukup baik.”

“...Hm, bukannya putramu sudah memiliki pasangan?”

“Ya, tapi aku memiliki kenalan yang sedang mencari jodoh untuk anaknya.”

Kagen hampir tersenyum sesaat, tapi dia segera menahannya.

“Bolehkah aku bertanya lebih lanjut tentang itu?”

“Ya. Kenalanku ini adalah keluarga yang banyak berbisnis di luar negeri. Skala
bisnisnya oke, tapi karena keterlibatan keluarga dengan kelas selebertiti,
mereka berharap bisa menjalin hubungan dengan seseorang yang mahir
dalam beretiket. Nah, ini hanyalah pemikiranku... Kupikir putrimu akan
menjadi pasangan yang cocok untuk anaknya kenalanku ini.”

“...Begitu ya. Jadi pihak lain adalah putra dari kenalanmu.”

“Ya, aku yakin kalau usianya sekitaran awal dua puluhan.”

Sambil mereka ngobrol-ngobrol seperti itu, Kagen memikirkan masa depan


keluarga Konohana.

Seorang kenalan dari Ketua perusahaan pembuat kapalm, dan juga keluarga
yang banyak berbisnis di luar negeri. Dengan demikian, bisnisnya itu pasti
ada kaitannya dengan perdagangan. Meskipun skalanya tidak begitu besar,
tapi fakta bahwa mereka berbisnis dengan selebriti menunjukkan bahwa
mereka memiliki pasar yang unik.

“Aku akan mempertimbangkannya.”

“Haha, apakah itu cuman sekedar harapan saja?”

“Tidak mungkin. Aku akan mempertimbangkannya dengan serius.”

Dengan itu, Kagen memiringkan cangkir ke mulutnya untuk melembabkan


tenggorokannya.
Piring-piring kembali dikumpulkan dan menu terakhir untuk jamuan itu
diletakkan ke atas meja.

“Tampaknya makanan penutupnya sudah datang.”

“Hoo~, kue panggang ya. Tampaknya tidak buruk juga untuk sesekali
mengadakan jamuan yang elegan seperti ini.”

Baru saja, ketua dari Produsen Kapal Chikamoto hanya mengatakan


“Sesekali”... Namun demikian, dengan itu Kagen berpikir kalau pria itu suka
terhadap hidangan yang dipanggang. Dan benar saja, Ketua yang ada di
depannya itu melahap makanan penutup yang dipanggang itu dalam suasana
hati yang baik.

“Bolehkah aku memintamu untuk mengatakan apa yang baru saja kita
katakan pada kenalanmu?”

“Ya. Aku akan meyakinkan tentang kaliber putrimu nantinya.”

Saat ini, layak atau tidaknya putra dari kenalan yang disebutkan di sini
menjadi pasangan Hinako tidak terlalu dipermasalahkan.

Yang terpenting adalah terhubung dengan orang lain. Bahkan jika perjodohan
dengan putra si kenalan ini tidak berhasil, maka perjodohan berikutnya
mungkin akan berlanjut seperti kali ini.

“Hinako, seperti yang baru saja kau dengar—”

Kagen menoleh ke arah Hinako sambil memanggil namanya, tapi saat itu...

Hinako sedang mengambil kue panggang yang jatuh di atas meja dengan
ujung jarinya.

Para peserta jamuan itu sontak menjadi kaku dengan mulut yang menganga.
Di sisi lain, dengan santai Hinako memasukkan kue panggang yang sudah
jatuh di atas meja itu ke mulutnya, sama sekali tidak menyadari kalau susana
di tempat itu dengan cepat jadi dingin.

Aturan tiga detik.


Ya, tepat saat dia ingin mengatakan itu.

Hinako teringat bahwa Itsuki tidak ada di sini, dan saat ini dia sedang berada
di jamuan makan.

“......Ah.”

Lontaran suara kecil keluar dari bibir Hinako.

“Fumu.” Sambil mengelus jenggotnya dengan jarinya, Ketua Produsen Kapal


Chikamoto berkata. “...Tampaknya dia sedikit berbeda dari yang dirumorkan.”
Bab 43
Selamat Tinggal, Ojou-sama

Saat itu, aku menduga apa yang akan Hinako lakukan.

Aa—
Mungkin, aku melontarkan suara itu di saat yang sama dengan Hinako.

Hinako sendiri pasti telah menyadari kesalahannya. Tapi itu sudah terlambat,
apalagi, kesalahan itu sangat fatal dan sudah tidak ada yang bisa dilakukan
untuk memperbaikinya. Namun demikian, jamuan makan tetap dilanjutkan
seperti sebelumnya.

Kalau dilihat sekilas saja, semuanya terlihat baik-baik saja..., tapi untuk
sesaat, aku memperhatikan bahwa ekspresi Kagen-san menjadi suram.

“Ini buruk.”

Berdiri di sampingku, Shizune-san menggumamkan itu.

“A-Apa yang akan terjadi...?”

“Aku tidak tahu, tapi..., menilai dari kepribadian Kagen-sama, besar


kemungkinan ini akan menjadi yang terburuk dari yang terburuk.”

Biasanya Shizune-san selalu berbicara dengan tenang, tapi saat ini dia merasa
gugup.

Setelah itu, aku terus menunggu jamuan makan itu selesai dengan perasaan
yang teramat gelisah. Sekitar sepuluh menit kemudian, para tamu keluar dari
vila.

“Terima kasih telah datang hari ini.”

“Yah, aku sangat bersenang-senang hari ini. Kurasa aku perlu beristirahat
seperti ini sesekali.”

Saat Kagen-san membungkuk dengan segan, tamunya, si Ketua dan para


eksekutif, menanggapinya dalam suasana hati yang baik.
Tampaknya tidak ada suasana suram yang melayang, tapi..., seolah teringat
akan sesuatu, Ketua Produsen Kapal Chikamoto memberitahukan sesuatu
pada Kagen-san.

“Oh iya, Konohana-san. Mengenai perkenalan itu, tolong anggap saja itu tidak
pernah terjadi. Bagaimanapun juga, jika aku yang meperkenalkannya, itu
akan mempengaruhi reputasiku.”

“......Baiklah.”

“Haha, jangan terlalu khawatir tentang ini. Karena pada dasarnya, ini adalah
cerita yang tidak ada pihak ketiganya. Sedangkan untukku, aku ingin terus
berhubungan denganmu baik secara publik maupun pribadi.”

“Ya, aku sendiri juga demikian.”

Dengan begitu, para tamu masuk ke dalam mobil dan meninggalkan vila.

Akhirnya, setelah melihat semua tamu pergi, Kagen-san menoleh ke arahku


dan Shizune-san.

“Shizune.”

“Iya.”

“Siapa yang mengajari Hinako sikap jelek seperti itu?”

“Itu......” Shizune-san terpaku dalam kata-kata.

Aku tidak tahan dengan suasana itu, jadi kuputuskan untuk menanggapi
pertanyaan Kagen-san.

“...Maaf, akulah yang mengajarinya.”

Saat aku mengaku dengan jujur, Kagen-san menghela nafas seolah-olah dia
sudah menduga kalau ini memang karena aku.

“Aku selalu berpikir..., apakah seorang pengurus memang benar-benar


dibutuhkan?”
Kata Kagen-san, dan dia melanjutkan...,

“Seperti yang sudah kalian ketahui, perbedaan antara kepribadian asli dan
kepribadian akting Hinako sangat besar. Dan karena beban yang ditanggung
dari dirinya yang berakting sangat besar, dia terkadang akan menunjukkan
sikap yang sangat molor. Peran pengurus adalah menyembunyikan
kemolorannya dan menindaklanjutinya sebaik mungkin..., tapi pada akhirnya,
ini adalah cara memutar dalam melakukan sesuatu.”

Saat dia mengatakan itu, Kagen-san melirik sekilas ke arah Hinako. Tatapan
matanya itu sangat dingin sehingga sulit dipercaya kalau itu adalah mata dari
orang tua yang sedang melihat putrinya.

“Sejak awal, kita seharusnya tidak boleh membiarkan Hinako bersikap


molor.”

Kagen-san mengatakan itu dengan suara yang dipenuhi dengan penyesalan.

“Inilah yang akan jika terjadi jika dia memiliki kepribadian alami... Pada
akhirnya, pengurus adalah keberadaan yang mendorong Hinako terus
bersikap manja.”

Seolah bergumam pada dirinya sendiri, Kagen-san kemudian menatap


Shizune-san.

“Shizune, mulai sekarang, pastikan agar Hinako terus berakting secara


menyeluruh baik di depan publik maupun pribadi.”

“Publik dan pribadi?”

“Ya. Tidak hanya saat dia berada di akademi, tapi juga saat dia berada di
mansion.”

“...Tapi jika seperti itu, Ojou-sama akan pingsan dengan sangat cepat.”

“Biasakan.”

Dengan singakt dan padat, Kagen-san mengatakan itu.


“Inilah yang terjadi ketika kau memanjakan diri hanya karena kau jatuh
pingsan. Ini tidak seperti kau mengidap penyakit kronis atau semacamnya...
Kalau sampai lebih dari ini, aku tidak akan tahan lagi. Apapun caranya kau
harus mengatasinya. Aku akan memberimu waktu dan mentor untuk
melakukan itu.” kata Kagen-san, sambil mengirimkan pandangan dingin ke
arah Hinako.

Saat aku mendegar kata-kata itu, masa depan yang terburuk terlintas di
benakku.

Ini bukan masalah pingsan atau tidak pingsan.


Terus berakting baik di depan publik maupun pribadi.

Itu artinya, kepribadian asli Hinako..., akan disegel sepenuhnya.

“T-Tunggu dulu!”

Secara tidak sadar, aku menyela Kagen-san.

Ekspresi Kagen-san saat dia menoleh ke arahku sangat dingin. Untuk sesaat,
aku terkesiap, tapi kemudian aku berhasil berbicara dengan suara yang
bergetar.

“Erm... Aku minta maaf karena menjadi penyebab rusaknya acara jamuan
makan ini. Tapi tetap saja, bukankah itu terlalu berlebi—”

“Ini bukan salahmu,”

“......Eh?”

“Sejak awal, kebanyakan pengurus akan berhenti dari pekerjaan mereka


dalam waktu yang singkat, itulah sebabnya, aku berpikir bahwa dirimu juga
akan demikian. Aku berpikir bahwa pengaruh yang akan kau berikan pada
Hinako akan kecil...., karenanya, bukan dirimu yang salah di sini, tapi justru
aku karena membuat penilaian yang seperti itu, dan juga salah Hinako yang
sangat mudah terpengaruh.” Kata Kagen-san, dengan penyesalan yang terukir
di wajahnya.
Kemudian, Kagen-san memalingkan wajahnya dariku yang terdiam, dan
menatap Shizune-san.

“Shizune. Saat kembali ke mansion nanti, berikan Itsuki-kun gajinya.”

“......Dimengerti.”

Terhadap percakapan singkat itu, aku memiringkan kepalaku.

“Gaji......?”

Memang benar, ini sudah hampir waktunya aku akan gajian.

Tapi hari ini, alasan dari penerimaan gaji yang mendadak ini adalah...

“Mulai sekarang, Hinako tidak membutuhkan seorang pengurus.”


Mengatakan itu, Kagen-san kemudian menatapku. “Itsuki-kun. Mulai hari ini
pekerjaanmu sudah berakhir.”

---

Dua jam kemudian.

Aku tercengang ketika aku menatap gerbang besar yang tertutup.

“......Ini bohong, kan?”

Sebagai pemimpin Keluarga Konohana, ketrampilan Kagen-san sangat luar


biasa.

Segera setelah kami kembali ke villa, aku langsung disuruh Kagen-san untuk
mengemasi barang-barangku. Karena ini adalah pemecatan mendadak, dia
juga memberiku sejumlah uang sebagai tambahan gajiku. Semua uang itu
akan cukup jika digunakan untuk tinggal di hotel mewah selama sepuluh
hari. “Jika kau tidak punya tempat untuk dituju, kau bisa menggunakan
uang ini untuk sementara waktu." Itulah yang dikatakan Kagen-san padaku
dengan ekspresi dingin.
Aku diberi uang dengan jumlah yang luar biasa, dan setelahnya aku dengan
mudah diusir dari mansion.
Hanya dalam satu hari. Hanya dalam beberapa jam, hari-hari yang sampai
saat ini kuhabiskan di sini jadi hancur berantakan.

Dengan begini, aku tidak lagi bisa menghadiri Akademi Kekaisaran. Aku
yakin, prosedur pengeluaranku dari akademi akan dilakukan secepat prosedur
perpindahanku. Bagaimanapun juga, Keluarga Konohana memiliki kekuatan
yang kuat, jadi aku yakin sesuatu seperti itu akan mereka selesaikan dengan
mudah.

“Hahaha.” Tawa kering keluar dari mulutku. “...Yah, sejak awal ini adalah
kehidupan yang sudah seperti mimpi.”

Rasa minder mengambil alih akal sehatku.

Andai saja ini semua hanyalah mimpi.

Dengan begitu—Hinako tidak perlu menderita.

“......Hinako.”

Kalau terus begini, Hinako akan dipaksa menjalani hari-hari yang jauh lebih
sulit dari sebelumnya.

Tapi sekarang, aku tidak bisa mengeluh pada Kagen-san.

Bagaimanapun juga, sejak awal ini semua adalah salahku.


Kagen-san mengatakan bahwa aku tidak bertanggung jawab dalam masalah
ini, tapi itu tidaklah benar. Ini semua karena aku telah mengajari Hinako
omong kosong tentang ‘Aturan Tiga Detik’. Selain itu, meskipun aku tahu
kalau Hinako memiliki minat yang luar biasa pada kebiasaan umum seperti
itu, aku justru membiarkannya.

Aku bertanggung jawab dalam masalah ini. Tapi, meskipun aku berpikir
demikian... Aku tidak bisa berbuat apa-apa.

“Itsuki...?”

Saat aku berkeliaran tanpa tujuan di jalanan kota, seseorang memanggil


namaku.
Dengan perlahan, aku menoleh ke asal suara tersebut, dan di sana, ada
seorang gadis yang kukenal.

“......Narika.”
Bab 44
Tunggu ya, Ojou-sama

“Kau ngapain di tempat seperti ini, Narika?”

“Aku sedang jalan-jalan. Sebelumnya aku sudah bilang kan, bahwa setelah aku
berhasil mengalahkan Ayahku, akhirnya aku memiliki kebebasan. Karenanya,
sekarang aku diperbolehkan untuk jalan-kalan keluar—”

Narika, yang memberitahukanku itu dengan bangga, tiba-tiba langsung


berhenti berbicara saat dia melihat wajahku. Setelahnya, ekspresi Narika
langsung berubah jadi cemas.

“...Ada apa, Itsuki? Apa yang terjadi padamu?” tanya Narika, dengan kesan
kekhawatiran.

Aku bermaksud untuk bersikap tenang, tapi..., aku tidak bisa


menyembunyikan emosi yang bergejolak di dadaku.

Dalam situasi ini, ini pasti akhir dari keberuntunganku karena bisa
bertemu dengan seorang yang bisa kupercayai.

Aku perlahan menjelaskan situasiku kepada Narika yang datang mendekatiku.

“Sebenarnya—”

Aku tidak ingin menimbulkan masalah bagi Keluarga Konohana, jadi aku
menjelaskan sambil tetap merahasiakan apa yang harus dirahasiakan.

Karena aku, Hinako jadi berperilaku buruk di depan depan umum. Akibatnya,
aku diusir dari mansion Keluarga Konohana. Dan kemudian—pengawasan
terhadap Hinako akan diperkuat. Inilah tiga hal yang kuberitahukan pada
Narika.

“......Jadi begitu ya.”

Saat Narika mendengar semua itu, dia kemudian berbicara dengan ekspresi
rumit di wajahnya.
“Seorang Konohana-san berperilaku buruk di depan umum, ya... Itu terdengar
sulit untuk dipercaya, tapi dari melihat kondisimu, tampaknya itu benar.”

Narika menatapku dengan lebih khawatir, mungkin karena saat ini aku
memiliki ekspresi yang sangat gelap.

Biasanya, aku akan mencoba bersikap ceria supaya tidak membuat Narika
merasa cemas, tapi saat ini..., aku tidak bisa melakukannya, Ini kesannya
seperti diriku tidak lagi memiliki energi untuk ceria.

“Meskipun tidak sebesar Keluarga Konohana, tapi Keluarga Miyakojima juga


merupakan keluarga yang besar. Itulah sebabnya, aku cukup bisa memahami
stiuasinya. Aku yakin, Konohana-san pasti mengalami masa-masa yang sulit
yang tidak kuketahui.”

“......Ya.”

Bahkan tanpa menceritakan keseluruhan ceritanya, Narika bisa memahami


situasinya.

“Apa yang terjadi dengan Konohana-san?”

“Aku tidak tahu rinciannya. Namun, kupikir dia akan menjadi lebih terkekang
daripada sebelumnya. Bahkan dia mungkin tidak akan bisa lagi melakukan
hal-hal seperti pesta minum teh ataupun belajar kelompok.”

“Begitu ya..., Keluarga Konohana memang benar-benar ketat. Aku tidak


menyangka kalau mereka akan mengekang putri mereka sendiri dan
mengusirmu hanya karena satu kesalahan saja.”

Itu mungkin dikarenakan Kagen-san tidak menganggap Hinako sebagai


putrinya sendiri. Paling tidak, perkataan dan tindakannya selama ini tidak
menunjukkan bahwa dia memperlakukan Hinako sebgai putrinya.

“Semua ini..., adalah salahku.”

Secara tak sadar, aku mengutarakan apa yang kupikirkan.


“Jika saja aku tidak mengajarinya sesuatu yang tidak perlu, semua ini pasti
tidak akan terjadi.”

Namun sekarang, aku tidak bisa melakukan apa-apa selain menyesalinya.

Aku bertekad untuk melakukan yang terbaik untuk mengisi kesepian Hinako.
Namun inilah hasilnya. Aku justru membuat Hinako jadi lebih menderita
daripada sebelumnya.

“Pada akhirnya, aku hanyalah orang biasa yang bahkan tidak tahu apa-apa
tentang etiket. Jika saja aku tahu kalau semuanya akan berakhir seperti ini,
seharusnya sejak awal aku tidak terlibat dengan Hinako—”

“—Itu tidak benar!” Kata Narika, dengan suara yang nyaring.

Kelopak mataku terbuka lebar menghadapi keberanian tak terduga dari


Narika yang biasanya penakut.

“Itu tidak benar, Itsuki. Dirimu tidak pernah salah!”

“Narika...?”

“Ingatlah diriku yang dulu!”

Mengatakan itu, Narika menatap lurus ke arahku.

“Aku dulu dilarang keluar dengan bebas! Tapi dirimu telah mengubah
duniaku! Aku masih mengingat akan hari-hari itu dengan sangat jelas! Semua
yang kau lakukan padaku telah membuatku menyadari betapa kecilnya dunia
tempat aku tinggal!”

Dengan diliputi emosi yang terkesan, Narika terus melanjutkan.

“Jika bukan karenamu, aku yakin kalau sampai saat ini aku masih takut akan
dunia luar. Aku tidak akan tahu tentang enaknya jajanan, cara berbelanja,
hiruk-pikuk kota, ataupun kesunyian menenangkan yang ada di taman. Itulah
sebanya, aku sangat berterima kasih pada dirimu. Aku sangat, sangat
berterima kasih padamu sehingga aku tidak bisa mengungkapkannya dengan
kata-kata.”
Mengatakan itu, Narika menurunkan pandangannya.

“Aku yakin, itu juga berlaku sama untuk Konohana-san.” Gumam Narika,
dengan kesan menyayangkan. “Dibesarkan tanpa tanpa diajari apa pun selain
apa yang dibutuhkan. Itu rasanya amat teramat sepi.... Aku yakin, dirimu
menyelamatkan tidak hanya aku, tapi juga Konohana-san dari rasa kesepian
itu.”

Setelah mengatakan itu, Narika kembali menatap mataku.

“Percara dirilah, Itsuki. Karena itulah bagian dari dirimu yang k-k-kusuk—”
Narika, yang saat ini pipinya memerah, mengalihkan pandangannya dariku
dan melanjutkan. “—kupikir sangat luar biasa.”

Entah kenapa, bagian terakhir dari apa yang dia ucapkan terdengar
tertekan. Ini seolah-olah dirinya mengkompromikan kata-kata yang
sebenarnya ingin dia ucapkan dengan kata-kata lain. Namun demikian, apa
yang Narika katakan itu sudah cukup untuk menyentuh relung hatiku.

Begitu ya.
Meskipun bagiku semua itu hanyalah omong kosong.

Mesipun bagiku itu semua itu hanyalah sesuatu yang biasa dan tidak menarik.

Bagi Hinako dan Narika, itu mungkin sesuatu yang sangat penting bagi
mereka.

“Terima kasih..., Narika.”

Sambil mengucapkan terima kasih, aku teringat akan hari-hari yang


kuhabiskan di Kelurga Kenohana.

Ini sama sekali bukan rasa percaya diri. Bahkan jika dipikirkan secara
objektif, sudah pasti bahwa ini tidak salah.

Hinako tidak merasa kesal karena aku berada di sisinya.


Hinako telah menaruh kepercayaan tertentu kepadaku.
Jika demikian, aku ingin hidup sesuai dengan kepercayaan yang telah dia
berikan kepadaku.

Aku..., masih belum menanggapi perasaan Hinako.

“......Baiklah.”

Aku teringat akan apa yang kupikirkan di suatu hari.

Hinako..., dia membawa beban yang sangat berat di tubuhnya yang sangat
kecil.

Seseorang harus bersikap baik kepadanya. Jika baik orang tua maupun
pelayan tidak bisa memenuhi peran tersebut, maka pengurus (aku) lah yang
harus memenuhi peran tersebut.

“Aku akan kembali.”

“......Ke mana?”

“Mansion Keluarga Konohana.”

Terhadap Narika yang telah menyemangatiku, aku berbicara...,

“Aku ingin berbicara secara langsung dengan mereka.”

Suasana hatiku yang suram sudah hilang sekarang.

Dengan keyakinan yang telah dibangkitkan kembali oleh Narika, aku pergi ke
mansion Keluarga Konohana.

---

Setelah kembali ke kondisi normalnya, Itsuki pergi dan meninggalkan Narika.

Narika memperhatikan punggung Itsuki yang menjauh dengan senyum tipis


saat anak laki-laki itu berlari tanpa melihat ke belakang.
“......Hinako, ya...”

Tampaknya, dia tidak melewatkan sebutan itu.

Pada akhirnya, sampai akhirpun Itsuki tidak menyadari bahwa dia telah
keceplosan.

“Aaa........., Aku malah mengirimkan garam kepada musuh...!!”

Dermawannya sedang dalam masalah, jadi wajar saja baginya untuk


membantunya.

Dia tidak menyesal tentang itu. Namun demikian, ini dan itu adalah masalah
yang berbeda.

Narika memegangi kepalanya, dan berpikir...,

Hubungan macam apa sih yang sebenarnya mereka berdua miliki?


Bab 45
Ojou-sama yang akan melakukan sesuatu di saat dia telah
memutuskan untuk melakukannya

Suara ketukan yang singkat terdengar di kamar Hinako.

Si pemilik kamar, Hinako, biasanya akan menjawab ‘jangan masuk’ ketika dia
tidak ingin ada orang yang masuk ke kamarnya, tapi kali ini dia tidak
mengatakan apa-apa. Setelah beberapa detik, si pengetuk pintu membuka
pintu kamar, mungkin karena dia sudah memahami karakter Hinako dengan
baik.

“Permisi.”

Orang yang muncul dari balik pintu adalah seorang pelayan, Shizune.

“Ojou-sama, bagaimana kondisi anda?”

“...Normal-normal saja.” dengan lesu, Hinako yang sedang berbaring di


ranjangnya menjawab Shizune.

Hari ini adalah hari libur, jadi dia tidak pergi ke akademi, dan hanya pergi ke
jamuan makan saja. Harusnya waktu yang dia habiskan untuk mengenakan
topeng lebih singkat daripada biasanya, namun demikian, stres yang sampai
saat ini dia alami memengaruhinya dan membuatnya jadi tidak badan.

Apalagi hari ini, ada kejadian yang sangat merepotkan bagi Hinako. Karena
kejadian itu pula, Shizune menjadi tidak melakukan pekerjaannya, dan pergi
menungjungi Hinako. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada Hiinako, jadi dia
datang untuk memeriksa kondisinya.

“Shizune...., di mana Itsuki?”

“...Itsuki-san sudah meninggalkan mansion.”

Saat Shizune menjawabnya demikian, Hinako menurunkan pandangannya.

“Itsuki..., dia sudah menjadi pengurusku selama satu bulan.”


“Anda benar.”

“...Itu cukup lama.”

“Anda benar.”

Karena Shizune tidak begitu mengerti dengan apa yang Hinako pikirkan, jadi
dia hanya menjawab Hinako dengan acuh tak acuh.

Saat ini, suara Hinako terdengar menyedihkan dan seperti merasa tidak
tertarik dengan percakapan. Itu sampai memuat Shizune berpikir bahwa
Hinako mungkin tidak terlalu peduli dengan kepergian Itsuki.

“Jika dia tidak bisa dipekerjakan sebagai pengurus, mengapa dia tidak di
pekerjakan sebaagi pelayan saja...?” tanya Hinako.

Itu adalah usulan yang tidak pernah dia berikan kepada pengurus-pengurus
lain sebelum Itsuki.

“Aku juga pernah mendengar bahwa kita kekurangan tukang kebun...”

“...Ojou-sama.”

“Bagaimana dengan koki...? Atau tukang bersih-bersih..., di sini ada banyak


pekerjaan, kan...?”

“Ojou-sama.” Dengan nada yang sedikit lebih kuat, Shizune berbicara pada
Hinako. “Kagen-sama tidak lagi berniat untuk mempekerjakan Itsuki-san.”

Hal itu seharusnya adalah sesuatu yang bisa dipahami Hinako.

Mengesampingkan dirinya yang sedang memakai topeng atau tidak, saat ini
sulit bagi Hinako untuk mengekspresikan emosinya. Karenanya, itu akhirnya
membuatnya Shizune jadi tersadar, bahwa Hinako sangat tertekan sehingga
dia berpaling dari kenyataan.

“...Aku tidak mau seperti ini.” kata Hinako, dengan suara yang lemah. “...Aku
ingin bertemu Itsuki.”
“Kagen-sama pasti tidak akan mengizinkan itu.” tanpa merubah ekspresinya,
Shizune memberitahukannya demikian. “Dalam hal ini, mungkin lebih baik
untuk menyerah saja. Akan semakin gawat jika suasana hati Kagen-sama
menjadi semakin lebih buruk.”

Mendengar kata-kata itu, bibir Hinako sontak termegap.

“Shizune..., kau ada di pihak siapa?”

“Saya dipekerjakan oleh Kagen-sama.”

Mendegar itu, Hinako menjadi marah.

“...Baiklah, kalau begitu, aku sendiri yang akan pergi mencarinya.”

“Itu tidak boleh.”

Shizune mengabaikan tatapan tajam yang diarahkan kepadanya dan


membungkuk.

“Sekarang saya harus membantu Kagen-sama dalam mengurus pekerjaannya,


jadi saya mohon permisi... Untuk berhaga-jaga, di pintu ada penjaga, jadi
tolong jangan bertindak dengan ceroboh.”

Dengan mengatakan itu, Shizune berbalik badan dan keluar dari kamar.

Setelah melihat pintu kamarnya tertutup rapat, Hinako menghle nafas


panjang.

“...Kau sungguh tidak bisa mengerti, Shizune.”

Seolah dia sedang memantapkan tekadnya, Hinako mencengkram selimutnya


dengan kuat.

“Aku adalh gadis yang akan melakukan sesuatu ketika aku telah
memutuskannya...”

Dengan cahaya di matanya, Hinako mulai mengambil tindakan.


---

Segera setelah berpisah dengan Narika, aku langsung pergi menuju mansion
keluarga Konohana.

Saat ini, Kagen-san tidak berada di kediaman utama, melainkan berada di


mansion. Awalnya dia berencana untuk kembali ke kediaman utama setelah
jamuan makan selesai, tapi kemudian dia memutuskan untuk pergi ke
mansion agar bisa memeriksa lingkungan hidup Hinako. Dia juga mengatakan
bahwa dia akan melakukan pekerjaan kantor di sana, jadi dia pasti berencana
untuk tinggal di sana dalam beberapa waktu.

Aku tidak tahu dimana letak kediaman utama Keluarga Konohana, jadi hari
ini juga, aku mesti bertemu dengan Kagen-san.

Setelah aku sampai di mansion, aku langsung ditatapi oleh dua penjaga yang
berdiri di depan gerbang.

“Mengapa kau kembali ke sini?”

Suara mereka terdengar dingin..., tapi tatapan mereka dipenuhi dengan


simpati.

Sudah hampir satu bulan sejak aku bekerja sebagai pengurus, jadi para
pelayan dari Keluarga Konohana mengenaliku secara langsung. Tentu saja,
aku juga pernah bercakap-cakap dengan mereka. Dua penjaga gerbang yang
ada di depanku ini hampir setiap harinya melihat aku dan Hinako pergi dan
pulang sekolah.

“Tolong izinkan aku untuk masuk ke dalam.”

“...Tidak boleh. Kalau kau ingin memasuki mansion, maka ikutilah prosedur
yang benar.”

Kurasa mereka bermaksud mengatakan bahwa aku harus membuat janji


dengan Kagen-san sebelum aku datang ke sini. Tapi meski begitu, aku tidak
bisa menerima kata-kata mereka begitu saja dan menarik diri.

Lagipula, jika aku memang melakukannya sesuai prosedur, tidak mungkin


Kagen-san akan mau bertemu denganku.
Dengan pemikiran itu, aku mengabaikan kedua penjaga gerbang dan berjalan
ke arah gerbang.

Gerbang itu adalah gerbang yang kokoh, tapi di gerbang itu ada permukaan
yang tidak rata sehingga kaki dapat diinjakkan ke sana, jadinya gerbang itu
dapat dimungkinkan untuk dipanjat dan disebrangi.

“Berhenti.”

Segera setelah aku melangkah menuju gerbang, dua penjaga yang berdiri di
kedua sisi gerbang mendekatiku.

“Kalau kau melangkah lebih jauh lagi, maka kami akan menganggapmu
sebagai penyusup. Kami akan melakukan tindakan yang sesuai dengan itu.”

Itu adalah perhatian mereka yang tersirat untuk keselamatanku. Namun, aku
memiliki alasanku sendiri untuk tidak mundur.

“Maafkan aku—”

Mengatakan itu, aku menyelonong lari ke arah gerbang.

“Ap—!?”

Kedua penjaga itu terkejut dan bergegas menghampiriku saat aku mencoba
menerobos gerbang.

“Dasar anak tolol!”

“Jangan remehkan penjaga gerbang Keluarga Konohana!”

Mereka mendekat dari kedua sisiku. Jika aku tertangkap di sini, aku mungkin
tidak akan pernah bisa melihat Hinako lagi. Kecemasan seperti itu
membuatku menjadi tidak sabaran, hingga menyebabkan pikiranku menjadi
tidak teratur.

Terlepas dari situasi tersebut, secara mengejutkan aku masih merasa tenang.

“—Eh?”
Aku lah yang mengeluarkan suara terkejut tersebut. Namun, pihak lainnya
tampak jauh lebih terkejut. Aku menghindari lengan yang mendekatiku dari
kanan, dan kemudian dengan cepat terjun ke dada penjaga gerbang, lalu
menggunakan pegas lututku untuk menghantam tubuhnya yang kuat.

Bam, dengan keras, punggung penjaga gerbang itu menghantam tanah.


“Arggh.”

Aku berpaling dari penjaga gerbang yang berteriak di kakiku dan melihat ke
penjaga gerbang yang lain.

“A-Apa-apaan dengan gerakan itu...!?”

Penjaga gerbang yang lain itu tekejut, mungkin dia tidak menyangkan kalau
aku akan melakukan serangan balik. Melihatnya yang menunjukkan celah
seperti itu, aku langsung memanfaatkan celah tersebut.

Tubuhku bergerak dengan sendirinya.


Di kepalaku, tips pertahanan diri yang Shizune-san ajarkan kepadaku muncul.

Penjaga gerbang yang menyadari celah yang ia buat tersadar, tapi itu sudah
terlambat. Aku segera meraih lengannya dan memutarnya. Begitu dia
kehilangan keseimbangannya, aku langsung menendang kakinya.

“Uggh!”

Sama seperti yang pertama, penjaga gerbang ini juga jatuh ke tanah.

“S-Sialan..., dimana kau mendapatkan teknik seperti itu...”

Saat penjaga gerbang mendengus seperti itu, aku menatap tinjuku dan
mengingat hari-hari yang telah kuhabiskan dalam satu bulan terakhir ini.
Kemudian, aku teringat akan apa yang pernah Shizune-san katakan padaku,
bahwasannya aku punya bakat bela diri yang baik.

“Maafkan aku..., tapi aku sedang terburu-buru!”


Dengan demikian, aku memanjat gerbang dan memasuki halaman. Terhadap
tindakan yang kuperbuat tersebut, penjaga gerbang yang jatuh langsung
berteriak dengan keras.

“Ada penyusup! Tangkap dia!”


Bab 46
Ojou-sama yang Tergantung

Sudah hampir satu bulan aku bekerja untuk Kelaurga Konohana, karenanya,
aku mengetahui sampai pada batas tertentu tentang struktur dari mansion ini.

Segera setelah aku melewati gerbang utama, aku bersembunyi di semak-


semak dan segera berjalang ke belakang mansion dengan hati-hati. Dengan
mempertimbangkan rute patroli para penjaga dan menebak lokasi mereka,
aku bergerak menyusuri mansion Keluarga Konohana.

“Sial, dia pergi kemana!?”

“Cari-cari lagi di sekitaran gerbang utama!”

Dari kejauhan, aku bisa mendengar suara-suara para penjaga. Setelah suara
mereka menghilang, aku masuk ke dalam mansion melalui jendela.

“...Tampaknya aku telah membuat keributan besar.”

Meski begitu, aku sama sekali tidak punya niat untuk mundur.

Di sini Kagen-san tidak memiliki niatan untuk berbicara dengnaku. Jika


demikian, aku hanya perlu menerobos seperti ini.

“Itu dia!!”

“Waduh....”

Dari seberrang koridor, muncul para penjaga Keluarga Konohana yang


berpakaian hitam,

Aku buru-buru berbalik haluan dan menaiki tangga menuju lantai dua, tapi di
sana aku bertemu dengan sekelompok penjaga lain.

“Tangkap dia!”

Tanpa henti-hentinya, tekel datang menghampiriku.


“Tidak mungkin aku akan tertangkap!”

Aku melompat ke belakang secara diagonal untuk menghindari tekel dan


menendang punggung salah satu penjaga.

“Aduh, wah!?”

Penjaga yang kutendang punggungnya itu kemudian jatuh ke tangga dengan


momentum yang kuat. Nah, karena itu adalah tangga yang pendek, jadi dia
tidak mendapatkan cedera yang serius.

“Anak ini, dia tangguh juga!”

“Kepung dia!”

Saat banyak sekali penjaga yang mendekatiku, dengan tenang, aku meningat
apa yang Shizune-san ajarkan padaku.

Jika musuh mengayunkan lengan mereka ke atas—

“Apa!?”

Lebih cepat dari tinju yang akan dilepaskan ke arahku, aku menyelinap ke
belakang sambil mempertahankan clinch. Seiring dengan memblokir
pergerakan musuh, secepat mungkin aku menendang lutut musuh yang
kuhadapi untuk membuatnya terjatuh.

“Sialan, jangan melawan!”

Aku menghindari tinju yang datang lagi dan meraih lengan musuh. Jika aku
memutar pergelangan tangannya ke luar dengan mengincar persendian—
musuh akan jatuh dengan sendirinya untuk menghindari rasa sakit.

“Uggh!?”

Ini adalah jurus yang disebut dengan Kotekaeshi.

[Catatan Penerjemah: Itu teknik Aikido.]


Aku dengan cepat berlari ke lantai empat, melangkahi para penjaga yang telah
terkapar di atas lantai.

“Terima kasih..., Shizune-san.”

Bela diri bukanlah teknik untuk mengalahkan lawan, melainkan teknik untuk
melindungi diri. Dengan kata lain, esensinya adalah untuk melarikan diri dari
musuh. Itu adalah teknik yang sangat sempurna bagiku yang berada dalam
situasi ini.

“Kalau tidak salah, arah ke ruang kerja itu di sini…”

Aku menuju ke tempat di mana Kagen-san berada.

Ruang kerja yang ingin kudatangi ini juga merupakan tempat pertama kalinya
aku berbicara dengan Kagen-san. Aku tidak begitu ingat rincian rutenya, tapi
yang pasti aku mengingat arahnya ada dimana.

“......Hm?”

Pada saat itu, aku merasakan ada sesuatu yang aneh yang memasuki
penglihatanku. Aku berhenti, dan kemudian memeriksa untuk melihat apa itu
sebenarnya.

“......Hm?”

Di luar jendela, ada sesuatu seperti kain panjang yang tergantung.

Itu adalah..., gorden. Untuk beberapa alasan, ada gorden yang tergantung dari
lantai atas,, dan gorden tersebut menjuntai dan berayun.

Apa mereka sedang menggantung cucian? Kelihatannya sih tidak seperti itu...

Saat aku merasa penasaran sambil memiringkan kepalaku—di gorden


tersebut, ada seorang gadis yang sedang bergantung menuruninya.

Gadis itu..., dia adalah Hinako.

“Eeh!!!???”
Apa sih yang dia lakukan?
Aku mencoba untuk menghentikannya dengan tergesa-gesa, tapi aku tidak
sempat, dan Hinako sudah turun.

Ini buruk—akan sangat gawat kalau dia sampai terjatuh.

Meskipun sekarang aku sudah hampir sampai ke ruang kerja, tapi saat ini aku
punya sesuatu yang lebih penting yang harus kulakukan. Dengan cepat aku
berlari menuruni tangga dan keluar mansion, lalu memanggil Hinako yang
sedang bergantung di atas.

“Hinako! Apa yang kau lakukan!?”

Sambil tergantung di gorden yang menjuntai, Hinako menatapku.

“Itu berbahaya, jadi cepat—”

“...Aku tidak kuat lagi.”

“Apa?”

Aku punya firasat yang buruk tentang ini.

“Tangkap aku...”

“Tungg—”

Hinako melepaskan tangannya dari gorden, dan tubuhnya yang ramping


langsung terlempar ke udara dan jatuh.

Secara tidak sadar aku langsung merentangkan tanganku, lalu menangkap


Hinako di pelukanku.

“――Aarh!?”

Tabrakan yang kuat memaksa semua oksigen keluar dari paru-paruku.

“......Tangkapan yang bagus.”


“A-Apa sih yang kau lakukan...”

“Aku ingin bertemu denganmu.”

Hinako yang mengatakan itu menunjukan senyum seolah-olah dia merasa


lega. Jika dia mengatakan kalimat seperti itu dengan wajah yang seperti itu...,
tidak mungkin aku bisa marah kepadanya.

“Aku punya saran untukmu…”

“Saran?”

Mendengar kata-kata Hinako, aku memiringkan kepalaku. Saat aku


menunggu untuk mendengar apa yang ingin ia sarankan...

“O-Ojou-sama diculik!!”

Seorang penjaga yang melihat kami dari jendela mansion meneriakkan itu.

“S-Sial!”

Aku sebenarnya tidak ingin membawa Hinako seperti ini..., tapi aku juga tidak
tega untuk meninggalkan Hinako di sini begitu saja. Selain itu, aju juga
penasaran dengan saran yang ingin dia katakan, jadi kuputuskan untuk lari
sambil menggendong Hinako.

“...Aku diculik lagi.”

“...Tidak kusangka kalau di sini akulah yang menjadi penculiknya.”

Kalau dipikir-pikir lagi, pertemuan pertama kami terjadi karena kasus


penculikan. Pada saat itu, aku sama sekali tidak ada berpikir bahwa aku akan
menjadi penculik seperti yang kulakukan saat ini.

“...Entah bagaimana, kita berhasil melarikan diri,”

Bersembunyi di semak-semak, aku lega melihat tidak ada orang di sekitar


kami.
“Jadi, apa yang mau kau sarankan?”

“...Jadikan aku sandera. Dan kemudian, kau harus meyakinkan ayahku,


Itsuki.”

“...Kurasa itu lebih dapat disebut sebagai mengancamnya daripada


meyakinkannya.”

“Kalau begitu, ancam dia.”

Untuk sementara, aku tidak tahu bagaimana aku harus menanggapi Hinako
yang tanpa ragu-ragu menyarankan strategi gila. Setelah
mempertimbangkannya dengan serius, aku meyadari bahwa aku tidak bisa
menyetui saran yang ia berikan itu.

“...Tidak.”

“Kenapa?”

“Karena kalau seperti itu, akar masalahnya tidak akan terselesaikan.”

Tidak ada gunanya jika hanya memiliki kedamaian di permukaan, tapi justru
meninggalkan masalah untuk waktu yang lama. Selain itu, Kagen-san adalah
orang yang hebat. Aku punya perasaan bahwa bahkan jika aku memecahkan
masalah ini dengan pukulan, maka aku akan digulingkan dengan
menggunakan pukulan juga.

“Entah apa pun caranya, ayo kita coba meyakinkan Kagen-san. Mungkin,
hanya itu satu-satunya cara yang paling baik.”

“Apa kau yakin dirimu bisa meyakinkannya?”

“Ya.”

Itu adalah kepercayaan diri yang tidak berdasar. Meskpun demikian, aku
dengan tegas menjaminnya.

“Aku pasti akan meyakinkannya.”


Aku tidak ingin membuat Hinako merasa cemas. Aku juga tidak ingin Hinako
terlalu memaksan dirinya. Terhadap diriku yang tidak memiliki tempat untuk
dinaungi, aku ingin membalas budi Hinako karena telah memberiku tempat
tinggal.

Untuk alasan itu, aku akan berjuang terus-menerus.

“Kau mau membawa Ojou-sama kemana?”

Saat itu, terdengar suara yang tidak asing. Ketika aku menolehkan kepalaku
ke asal suara tersebut..., aku langsung keringat dingin.

“...Shizune-san.”
Bab 47
Kepercayaan Ojou-sama

“Kepung dia.”

Segera setelah perintah singkat dari Shizune-san, para penjaga langsung


mendekati kami dari segala arah.

“Kuhh...”

Jika mereka berusaha menangkap kami secara bersamaan, kami tidak akan
bisa pergi kemana-mana. Aku mendekati penjaga dengan fisik yang paling
ramping, sambil menghindari tinju saat bergerak kelaur dari pengepungan.

Cara mereka menangani fisik mereka sangat berbeda dari penjaga-penjaga


yang sebelumnya. Mereka semua tenang dan terkoordinasi dengan baik. Fakta
bahwa Shizune-san membawa mereka ke sini berarti mereka pasti benar-
benar penjaga yang terlatih.

Dari mereka empat, setidaknya satu dari mereka akan selalu berusaha untuk
menyiasati titik butaku. Merasakan gerakan di belakangku, aku langsung
menendangkan kakiku tanpa berbalik. Telapak kakiku berhasil mengenai
dada penjaga tersebut hingga dia berteriak kesakitan. Melihat itu, tiga orang
yang berada di depanku tampak terkejut. Aku mengambil keuntungan dari
celah yang mereka buat dengan melangkah maju ke penjaga yang berada tepat
di depanku, dan kemudian menjatuhkannya.

Tapi saat berikutnya....

Aku dikekang dari belakang.

“Sial—!?”

Aku baru sadar bahwa ternyata ada orang kelima yang mendekatiku secara
diam-diam. Tampaknya empat orang pertama yang menyerangku hanyalah
umpan untuk memancingku.

Aku mencoba dengan sekuat tenaga untuk melepaskan diri pengekangan


tersebut, tapi meski begitu aku tidak merasa panik.
Saat aku mengatupkan gigiku, dengan santai, Shizune-san berjalan ke arahku.

“Dalam waktu yang singkat ini, kau telah tumbuh dengan sangat baik. Kau
menelan semua yang diajarkan dengan sangat cepat sehingga aku juga harus
benar-benar serius saat sedang melatihmu..., tapi kemajuanmu ini jauh lebih
baik daripada yang kubayangkan.”

“...Kalau kau ingin memujiku, maka aku ingin supaya kau menyingkir dari
sini.”

“Aku tidak bisa melakukan itu.”

Dia memberitahukan itu dengan tegas.

“...Shizune.” Hinako membuka bibir kecilnya. “Mulai sekarang..., aku akan


berakting secara menyeluruh.”

Sambil mendekatiku yang tidak bisa bergerak, Hinako berbicara.

“Aku tidak akan pernah berhenti berakting. Kapan pun, di mana pun, aku
akan berakting dengan sempurna. Karenanya..., kumohon, tolong biarkan aku
bersama Itsuki.”

Dalam diam, Shizune-san terkejut dengan permintaan yang Hinako sebutkan.

Mempertimbangkan sikap Hinako sampai sekarang, permintaan ini jelas tidak


mungkin akan dia minta. Aku yakin, Hinako juga sangat memahami beban
dari akting yang dia lakukan. Meskipun waktu luangnya akan terbatas, dia
rela membuang semua itu hanya untuk bisa bersamaku.

Itu sebabnya—aku harus menyangkal apa yang dia inginkan itu.

“Hinako, aku tidak ingin kau melakukan itu.”

Dengan jelas, aku berbicara kepadanya...

“Aku tidak ingin kau memaksakan dirimu. Apa yang kuinginkan adalah bisa
berada di sisimu ketika kau merasa ingin bersantai. Meskipun saat berada di
depan orang lain kau harus terus melakukan yang terbaik, maka setidaknya
aku ingin menjadi orang yang dapat membuatmu menjadi tidak harus
memaksakan dirimu.”

“Itsuki...”

Aku tidak ingin dia harus memaksakan dirinya hanya untuk bisa tetap
bersamaku. Bagiku, pemikiran Hinako itu benar-benar akhir dari segalanya.

“Itu sebabnya, kumohon, jangan mencoba membuang apa yang sedang aku
lindungi.”

Aku tidak tahu apakah yang kukatakan itu tidak terduga bagi Hinako. Karena
bagaimanapun juga, gadis yang berdiri di depanku ini, matanya selalu terlihat
seperti sedang mengantuk.

“...Mm.”

Kecil, tapi pasti, Hinako mengangguk, dan...

“Baiklah, aku percaya padamu, Itsuki.”

Gumamannya itu dengan pasti sampai ke telingaku.

Hinako menatap lurus ke arahku. Dan di matanya, aku bisa melihat diriku
sedang menatap Hinako juga.

Ini adalah perasaan yang sangat aneh. Bahkan aku merasa seolah-olah aku
sedang berkomunikasi dengan Hinako meskipun tidak ada kata-kata yang
terucap.

“Aku minta maaf, tapi aku harus menganggu waktu gembira kalian…”

Shizune-san membuka mulutnya.

Masalahnya dimulai dari sini. Dalam diam, aku menatap Shizune-san untuk
menunjukkan keinginanku untuk melawan, tapi...,

“Jangan khawatir, Itsuki-san. Segala sesuatunya tidak akan berakhir seperti


yang kau pikirkan.”
“...Eh?”

Kelopak mataku melebar terhadap Shizune-san yang mengatakan itu sambil


menghela nafas.

“Pencapainmu sebagai pengurus akan segera sampai ke telinga Kagen-sama.


Karenanya, sampai saat itu tiba, harap tunggulah sebentar.”

“T-Tunggu katamu...”

Aku tidak mengerti apa yang Shizune-san bicarakan.

Pada saat itu, aku mendengar ada suara elektronik datang dari arahnya
Shizune-san. Kemudian, dari saku seragam maidnya, Shizune-san
mengeluarkan ponselnya dan melihat ke layar.

“Timingnya sangat tepat.”

Mengatakan itu, Shizune-san meletakkan ponselnya di telinganya.

Setelah berbicara sebentar dengan seseorang, Shizune-san kemudian


menatapku.

“Aku dipanggil oleh Kagen-sama, jadi aku akan pergi. Kalian berdua, mohon
tunggu sampai aku menyelsaikan urusanku dengan Kagen-sama.”

Ekspresi tegas Shizune-san memudar dan dia kembali ke sikap hormatnya


yang biasa.

“Shizune-san..., kau berada di pihak siapa?”

“Aku adalah orang yang dipekerjakan oleh Kagen-sama.” Mengatakan itu,


Shizune-san melanjutkan. “Tapi..., aku berada di pihak Ojou-sama.”

---

Shizune, yang dipanggil oleh Kagen, mengetuk pintu ruang kerja.


“Permisi.”

Membuka pintu di depannya, Shizune memasuki ruang kerja. Di dalam


ruangan itu, di belakang meja besar, ada Kagen yang sedang duduk.

“Kagen-sama, apa ada yang bisa saya bant—”

“—Kemarilah.”

Shizune-san menurut dengan anggun kecil saat Kagen memanggilnya.

“Apa ini?”

Mengatakan itu, Kagen menunjuk ke arah banyak dokumen yang menumpuk


di atas meja.

“Semua ini adalah surat balasan dari udangan pertemuan sosial yang
diselanggarkan oleh Keluarga Konohana. Karena anda mengatakan bahwa
anda akan tinggal di kediaman ini untuk sementara waktu, jadi saya meminta
agar surat balasan yang di kirim ke kediamatan utama di bawa ke sini. Saya
berpikir bahwa anda ingin memeriksanya sesegera mungkin.”

“Penilaimu itu memang tidak salah, tapi...”

Sambil memegang beberapa dokumen, Kagen berkata...

“Tolong jelaskan keempat tamu undangan ini.”

Kagen memberikan empat undangan kepada Shizune.

Mengangguk dan mengatakan, “Aku mengerti,” Shizune mulai menjelaskan...

“Asahi Karen-sama adalah putri dari perusahaan Jaz Holdings. Dimana Jaz
Holdings ini adalah salah satu dari lima pengecer peralatan elektronik teratas
di Jepang, dan merupakan mitra bisnis utama untuk Grup Konohana.”

Penjelasan untuk orang pertama selesai.


“Keluarga Katsuya Taisho-sama menjalankan perusahaan transportasi besar
yang dikenal sebagai Transportasi Taisho. Perusahaan ini juga merupakan
salah satu perusahaan teratas di industri ini, dan bank serta perusahaan
terkait real estat dalam Grup Konohana telah memilih untuk bermitra dengan
mereka.”

Penjelasan untuk orang kedua selesai.

“Keluarga Miyakojima Narika-sama menjalankan pabrikan peralatan olahraga


terbesar di Jepang. Saat ini, Grup Konohana tidak banyak berkecampung di
industri peralatan olahraga, tapi jika di sini kita bisa membentuk koneksi
dengan mereka, maka itu mungkin bisa menjadi awal yang baik bagi Grup
Konohana untuk lebih berkecampung dalam industri tersebut.”

Penjelasan untuk orang ketiga selesai.

“Kemudian, seperti yang anda sudah ketahui, Mirei Tennoji-sama adalah putri
dari Grup Tennoji. Meskipun terdapat perisangan antara Grup Tennoji dan
Grup Konohana, tapi sebgai Grup dengan skala yang sama, saya pikir penting
untuk bisa menjalin koneksi dengan mereka. Jika kita bergandengan tangan,
itu pasti akan menjadi manfaat yang besar.”

Penjelasan untuk orang keempat selesai.

Shizune, yang telah selesai menjelaskan orang-orang tersebut, menambahkan


satu hal sebagai penutup.

“Lalu, keempat orang ini..., mereka semua adalah teman sekolahnya Ojou-
sama.”

Mendengar penjelasan Shizune dalam diam, Kagen meletakkan tangannya di


dahinya. Ekspresi wajahnya itu jelas sangat bingung.

“...Baik Asahi dan Taisho, meskipun kita belum pernah mengundang mereka
sebelumnya, mereka jelas bukanlah rekan bisnis yang buruk.” Gumam Kagen.
“Miyakojima saling kenal dengan Ketua Perusahaan, tapi dia tidak benar-
benar berpartisipasi dalam pertemuan sosial. Namun, hanya beberapa hari
yang lalu, dia mengatakan pada Ketua kalau dia akan berpartisipasi dalam
pertemuan sosial dengan alasan [Jika putri saya akan berpartisipasi, maka
saya juga demikian].”
Begitulah. Pikir Shizune dalam hati.
“Sedangkan untuk Tennoji..., tentu saja, aku kenal dengan kepala keluarga
mereka, tapi ini adalah pertama kalinya putri mereka akan berpartisipasi.
Sampai saat ini, baik atau buruk, hubungan diantara kedua keluarga ini
adalah dangkal... Pertemuan sosial ini akan menjadi kesempatan yang sangat
bagus untuk membangun kepercayan yang kuat dengan mereka. Aplagi,
Keluarga Tennoji sangat mementingkan kepercayaan manusia daripada
jumlah hubungan..., jika semuanya berjalan dengan baik, dengan bekerja
sama dengan mereka, kita mungkin bisa mengalahkan grup-grup lain.”

Kalimat kedua Kagen dia utarakan seolah-olah dia sedang bericara pada
dirinya sendiri.

Setelah melihat keempat undangan itu lagi, Kagen menghela nafas panjang
dan menatap Shizune.

“Semua ini adalah koneksi yang sangat berhaga... Apa Hinako yang
mengundang mereka semua?”

“Ya.”

“Padahal sebelum-sebelumnya dia tidak pernah mengundang siapa pun...


Tapi tiba-tib saat ini kita mendapatkan beigtu banyak koneksi...” gumam
Kagen, dengan raut wajah yang amat bingung.

“Jika boleh, saya ingin berbicara.”

Terhadap Kagen yang terdia, Shizune berbicara.

“Jika anda merasa senang dengan perubahannya Ojou-sama..., maka saya


pikir itu tidak masalah untuk melepaskan hubungan dengan orang-orang itu.”

“...Orang-orang itu, ya.”

Kagen menebak maksud Shizune.

“Produsen kapal yang menjalin mitra tapi tidak memiliki keterikatan


hubungan, di sisi lain, ada empat perusahaan besar yang bisa menjadi koneksi
penting di masa depan...”
Kagen membandingkan apa yang telah hilang dengan apa yang diperoleh.

Itu membuatnya teringat akan seorang anak-anak laki yang baru saja dia
temui satu bulan yang lalu, seorang anak laki-laki yang dia pekerjakan hanya
untuk eksperimen. Sebelum dia menyadarinya, perasaan yang dia miliki
tentang anak itu berubah tadi terheran-heran menjadi kagum.

“…Mana yang mesti lebih diprioritaskan, kurasa sudah sangat jelas jawaban
untuk itu.”

Jawabannya datang dengan cepat. Sambil menghela nafas, Kagen berkata...

“Bawa kembali Itsuki-kun ke sini.”


Epilog
Ojou-sama yang Terasa Aneh

Seminggu telah berlalu sejak pemecatan posisiku sebagai pengurus tiba-tiba


dibatalkan.

Sebentar lagi, aku akan ikut berpartisipasi dalam acara peretmuan sosial yang
diselenggarakan oleh keluarga Konohana.

“Apakah kenyamanannya sesuai?”

“Iya, tidak ada masalah.”

Dengan hati-hati, Shizune-san memerika pakaikanku.

Karena acara tersebut diselenggarakan oleh Grup Konohana, maka itu jelas
merupakan acara yang berkelas. Di venue pun sudah ada banyak tamu yang
berukumpul, dan acara pertemuan sosial ini bisa dimulai kapan saja.

“Kali ini, kau akan berada dalam status yang palsu, Itsuki-san... Dengan kata
lain, sebagai anak pewaris dari perusahaan kelas menengah, kau diundang
untuk datang ke acara pertemuan sosial ini. Jika kau merasa tidak percaya diri
dengan etiketmu, maka setidaknya cobalah untuk bersikap tidak mencolok.”

“Aku mengerti.”

Saat Shizune-san dengan acuh tak acuh melakukan tugasnya, tiba-tiba aku
membuka mulutku.

“Shizune-san. Sekali lagi, terima kasih banyak.”

Ketika Shizune-san menoleh ke arahku, aku melanjutkan kata-kataku....

“Setelah kasus saat jamuan makan, itu adalah dirimu ‘kan yang meyakinkan
Kagen-san untuk mempekerjakanku lagi sebagai pengurus?”

“...Memang benar kalau aku meyakinkannya, tapi yang membuatnya menjadi


mungkin adalah dirimu sendiri, Ituski-san.” Sambil mengencangkan dasiku,
Shizune-san kembali berbicara. “Meski begitu, hari itu aku merasa sedikit
ragu-ragu. Aku menilai kalau kata-kata saja tidak akan cukup untuk
meyakinkan Kagen-sama. Jadi aku mencoba meyakinkannya dengan secara
langsung menunjukkan surat balasan undangan yang kuminta untuk
dibawakan dari kediaman utama... Tapi tetap saja, aku tidak menyangka kalau
kau akan mengambil tindakan yang beresiko seperti itu sebelumnya, Itsuki-
san.”

“...Maafkan aku.”

Aku masih ingat kata-kata yang Shizune-san katakan hari itu.

Aku dipekerjakan oleh Kagen-sama, tapi..., aku berada di pihak Ojou-sama.


Aku yakin, Shizue-san sendiri juga pasti bekerja keras untuk Hinako tanpa
sepengetahuanku.

“Kalau begitu, aku akan kembali bekerja.” Kata Shizune-san, sesaat setelah dia
selesai memeriksa pakaianku. “Saat kau bersosialisasi nanti, memang
merupakan hal yang baik untuk bersikap teliti, tapi jika kau mampu, maka
ada baiknya untuk mengamati orang-orang di sekitarmu. Aku yakin itu akan
menjadi pengalaman yang baik untukmu.”

“Aku mengerti...., Bagiku, pertemuan sosial ini juga sama seperti pelatihan.”

“Tentu saja, karena bagaimanapun juga, mulai sekarang dan seterusnya kau
memang harus terus berkembang, Itsuki-san.”

Dengan mengatakan itu, Shizune-san berbalik memunggungiku.

‘Mulai sekarang dan seterusnya’, kata-kata itu membuat hatiku merasa lega.
Setidaknya Shizune-san berpikir bahwa hari-hariku sebagai pengurus akan
terus berlanjut mulai sekarang.

---

Beberapa menit kemudian, acara pertemuan sosial dimulai.

Petinggi politik, ketua dan eksekutif perusahaan besar, serta rekan-rekan


mereka berkumpul di satu tempat. Saat aku melangkah ke tempat yang
glamor, aku langsung merasa tidak nyaman.
“...Aku benar-beanr tidak pada tempatnya di sini.”

Nah, karena Shizune-san telah memberitahukanku untuk tidak tampil terlalu


menonjol, jadi lebih baik aku diam saja. Ayo pindah ke dekat dinding, dan
hindari kontak mata dengan orang lain.

“Hai, Nishinari-kun!”

Tiba-tiba, seseorang memanggil namaku dari belakang yang membuatku jadi


terkejut. Saat aku berbalik, aku melihat ada dua orang yang kukenal.

“Asahi-san, Taisho-kun...”

“Halo.”

Di samping Asahi-san yang sangat bersemangat, Taisho-kun menyapaku


dengan santai. Tidak sepertiku, mereka sudah terbiasa dengan suasana
pertemuan sosial, jadinya mereka dapat dengan terbuka berjalan di koridor
untuk mendekatiku.

“Oh, Nishinari, kau memakai setelan yang bagus. Itu merek Italia, ‘kan?”

“Ya, ini adalah setelan yang kupersiapkan untuk hari-hari seperti ini.
Sejujurnya, aku masih belum terbiasa mengenakannya...”

“Ah…, aku juga sama sepertimu. Yah, bagaimanapun juga, acara ini
diselenggarakan oleh Keluarga Konohana, jadi aku tidak ingin membuat
diriku mengenakan pakaian yang buruk. Selain itu, menurutku tidak ada
salahnya untuk sangat teliti perihal hal-hal seperti ini.”

Apa yang dikatakan Taisho memang benar. Aku menganggukan kepalaku


kepadanya, dan kemudian melihat pakaian yang dikenakan Asahi-san.

“Gaunmu cantik dan terlihat cocok untukmu, Asahi-san.”

“Ya, kan!? Bagaimana, apa kau terpana saat melihatku!?”

“Eh, ya, aku terpana...”


Aku menjawab dengan senyum masam pada Asahi-san yang memutar
tubuhnya lalu membusungkan dadanya. Aku merasa dia sedikit lebih tinggi,
tapi aku tidak menyebutkan itu kepadanya.

“Nishinari, jujur saja tidak apa-apa kok, pakaiannya itu adalah kostum kuda.”

“Ahahaha! Taisho-kun, tampaknya kau mengatakan sesuatu yang menarik.


Bagaimana kalau kita pergi ke sini sebentar?”

Taisho di bawa pergi entah kemana saat teliganya ditarik oleh Asahi-san.

Melihati punggung mereka yang menjauh, seorang gadis berambut pirang


mendekatiku saat dia berpapasan dengan Asahi-san dan Taisho.

“Mereka orang-orang yang berisik seperti biasanya, ya.”

Orang yang mengatakan itu sambil menghela nafas adalah Tennoji-san.

“Tapi yah, kurasa itu adalah satu bakat mereka untuk bisa merasa nyaman di
lingkungan seperti apapun.”

“...Kurasa begitu.”

Bagiku, yang hanya bisa berdiri di pojokan venue, itu adalah kata-kata yang
menusuk.

“I-Itsuki...”

Dari belakang, aku mendengar suara yang tidak asing.

“...Narika?”

“Ugh..., tolong aku. Apa-apaan dengan ruangan yang indah ini. Silau..., ini
terlalu menyilaukan...” kata Narika, dengan wajah yang terlihat memucat.

Melihat dirinya yang seperti itu, Tennoji-san langsung menghela nafas.

“Miyakojima-san..., kau tidak boleh untuk terus-terusan seperti itu.”


“Yah, itu benar sih, tapi ini memang sudah sifat asliku...”

“Ya ampun..., ini adalah kesempatan yang bagus, mengapa kau tidak mencoba
sesuatu yang agak ekstrim sekali saja?”

“S-Sesuatu yang ekstrim?”

“Bagaimana kalau kau ikut denganku untuk menyapa orang-orang?


Untungnya, di sini adalah banyak nama-nama besar dari semua lapisan
masyarakat, jadi aku yakin semakin banyak kau berbicara dengan mereka,
dirimu akan menjadi sedikit lebih percaya diri.”

“A-Aku tidak mau! Jika aku melakukan itu, aku akan mati!”

Terhadap Narika yang setengah menangis seperti itu, Tennoji-san dengan


paksa membawanya ke suatu tempat. Mereka sama berisiknya dengan Asahi-
san dan Taisho.

“Semua orang bersenang-senang, ya…”

Aku bergumam pada diriku sendiri saat melihat punggung gadis-gadis itu
menjauh.

Nah, sekarang aku merasa sedikit haus, jadi kuputuskan untuk pergi minum.
Dalam perjalanan, aku melihat seorang pria yang tampak memukau dalam
setelan jasnya. Aku memberanikan diriku, dan kemudian memanggil pria
tersebut.

“Kagen-san.”

Terhadap Kagen-san yang menoleh ke arahku, aku menundukan kepalaku.

“Terima kasih atas kenyamanan darimu dalam masalah kali ini.”

“Ho~...” Kagen-san tampak sedikit terkejut. “Tadinya kupikir kau mungkin


punya satu atau dua keluhan untuk dikatakan.”
“Sama sekali tidak ada gunanya untuk bersikap seperti itu... Lagipula, ini juga
merupakan hasil yang baik bagiku, jadi aku tidak akan mencoba untuk
mencekik diriku sendiri di sini.”

Dalam situasi ini, tidak ada gunanya untuk membuat Kagen-san berada dalam
suasana hati yang buruk.

Saat aku mengatakan itu kepadanya, Kagen-san menatapku dengan tenang.

“Kupikir kau adalah orang yang lebih lugas, tapi sepertinya kau juga mampu
untuk mempertimbangkan situasi..., Tapi meski begitu, di hari itu, kau masih
tetap nekat untuk mencoba menemuiku.” Gumam Kagen-san, lalu berbalik
memunggungiku.

Kagen-san kemudian berjalan dengan segelas anggur di tangannya dan


memberi isyarat kepadaku. Tampaknya dia ingin mengubah tempat
pembicaraan.

Tempat yang ia tuju adalah balkon yang terhubung ke aula. Setelah berjalan
sebentar dan berbelok di tikungan, kami tiba di tempat yang sepi di mana
orang-orang tidak akan bisa mendengarkan kami. Kagen-san berhenti
berjalan, menyandarkan sikunya di pagar, dan menarik nafas. Dalam diam,
aku berdiri di sampingnya.

“Hinako adalah anak yang jenius.” Ucap Kagen-san.

“Kurasa begitu, bahkan dia juga adalah murid yang terbaik di Akademi
Kekaisaran.”

“Apa yang kubicarakan di sini bukanlah sesuatu yang setingkat itu.”


Mengangkat gelas ke mulutnya, Kagen-san berbiara. “Kepribadian yang
dimiliki Hinako memang merupakan masalah, tapi dia memiliki bakat
alami.... Meskipun dia terlihat seperti itu, tapi dia mewarisi bakat yang layak
dari garis keturunan Keluarga Konohana.”

Menatap ke kejauhan, Kagen-san melanjutkan....,

“Karena itulah aku ingin Hinako mengambil alih keluarga. Tentu saja,
menantuku lah yang nantinya akan mengambil alih..., tapi meski begitu, tidak
mungkin juga jika bakat yang Hinako miliki tidak dimanfaatkan. Jika dia
sudah lulus dari akademi, dia akan dibebaskan dari kendala waktu, dan jika
dia diberi ruang pribadi untuk bekerja, bebannya akan sangat berkurang. Jika
dia bisa mengatasi situasinya saat ini, jalan untuk dirinya kedepannuya pasti
akan sangat terbuka.”

Aku merasa bahwa aku sedikit memahami tentang masa depan yang sedang
dilihat oleh Kagen-san. Namun demikian, bukan berarti karena aku
memahaminya, aku akan bersimpati perihal itu, ataupun aku akan
teryakinkan perihal itu.

“...Apakah itu benar-benar harus Hinako?”

“Haha, jika ada penggantinya, maka aku pasti akan menyuruhnya untuk
mengambil alih keluarga.”

Kagen-san tersenyum, “Tapi, Keluarga Konohana ini berat”, namun


senyumannya itu dengan cepat mengilang, dan dia berbicara dengan ekspresi
misterius.

“Jumlah total karyawan dalam grup adalah sekitar 800.000. Bakat yang
setengah-setengah saja tidak akan cukup untuk mengemban hidup mereka
semua. Satu kesalahan saja dapat merenggut banyak hidup para karyawan...
Bahkan kau mungkin akan dihancurkan oleh tekanan dan kehilangan orang
yang kau cintai.”

Mengatakan itu, Kagen-san mengelus cincin di jari manisnya.

Menurut cerita yang kudengar dari Shizune-san sebelumnya, di Keluarga


Konohana, tidak hanya kepala keluarga, tapi juga pasangannya akan terlibat
dalam pekerjaan. Tapi...,, kudengar kalau istrinya Kage-san telah meninggal.

Aku yakin, pasti ada sesuatu yang terjadi pada Kagen-san di masa lalu.
Namun demikian, bukan berarti karena itu dia jadi harus tidak
memperdulikan Hinako.

“Apa pendapatmu tentang Hinako, Kagen-san?”

Itu adalah pertanyaan yang selalu ingin kutanyakan kepadanya.


Terhadap pertanyaanku itu, Kagen-san menurunkan pandangannya, dan
menjawab...

“Aku lebih mempriotasikan urusan keluarga daripada putriku. Dan dalam hal
itu, bagiku, putra dan putriku hanya kulihat sebgai roda penggerak dalam
Keluarga Konohana.”

Mengangkat sikunya dari pagar, Kagen-san berbalik badan ke arah aula.

“Tentu saja..., itu juga termasuk diriku sendiri.”

Bergumam pelan seperti itu, Kagen-san pergi meninggalkan balkon.

Karena suhu hangat di aula tidak sampai ke sini, sensasi angin malam yang
membelai pipiku terasa dingin. Aku memutuskan untuk tetap tinggal di
balkon sebentar untuk mendinginkan kepalaku yang campur aduk.

“Itsuki.”

Seseorang memanggil namaku.

“...Hinako”

Di sana, ada seorang gadis cantik berambut kuning.

Hinako yang mengenakan gaun putih cantik mendekatiku dengan langkah


kecil.

“Mengapa kau datang ke sini?”

“Karena tadi ayahku bilang kalau kau ada di sini...”

“...Begitu toh.”

Karena di sini tidak ada orang lain selain kami, jadi saat ini Hinako kembali ke
dirinya yang sesungguhnya.
“Terima kasih..., karena kau sudah mau untuk terus menjadi pengurusku.”
Kata Hinako, sambil bersandar di pagar balkon. “Apa yang kau katakan
padaku saat itu..., membuatku merasa sangat bahagia.”

Aku yakin apa yang dia maksud adalah kata-kata yang kukatakan secara
lantang di hadapan Shizune-san. Itu adalah kenangan yang sedikit
memalukan bagiku, apalagi saat itu aku mengungkapan semua yang
kupikirkan begitu saja..., tapi jika Hinako merasa bahagia dengan hal itu,
maka itu mungkin tidak menjadi masalah.

“Mulai sekarang dan seterusnya..., aku akan terus mempercayaimu, Itsuki.”

Dia menatapku dengan mata yang murni dan polos. Sikap, ekspresi wajah,
kata-kata serta tindakannya itu sangat mengguncang perasaanku.

“...Ya.” Balasku, sambil menekan perasan yang tidak jelas ini.

Kada-kadang—aku hampir melupakannya...

Hinako..., dia tidak melihatku sebagai lawan jenis. Untuk memenuhi harapan
Hinako terhadapku, maka aku tidak boleh melihatnya sebagai lawan jenis
lebih dari yang seharusnya.

“Fuee......”

Dengan dagu yang bertumpu pada pagar, Hinako mengeluarkan suara yang
terdengar bodoh.

“Apa kau baik-baik saja?”

“Aku terlalu banyak menyapa orang-orang, jadi aku merasa lelah... Elus-elus
kepalaku dong.”

“...Ya, ya.”

Aku tersenyum masam pada Hinako, yang menawarkan kepalanya kepadaku.


Seperti yang kupikirkan, apa yang dia inginkan dariku adalah kehangatan dari
sebuah keluarga. Untuk memenuhi keinginannya itu, aku mengelus kepala
Hinako selembut mungkin.

“...Mm?”

Saat aku mengelus kepalanya seperti biasa, Hinako mengeluarkan suara yang
aneh.

“...Mm? ...Mm?”

Saat aku terus mengelus kepalanya, wajahnya jadi mulai memerah.

“...Mmm!?”

Hinako, yang wajahnya memerah sampai ke ujung telinganya, mundur


selangkah dari pagar. Kelopak matanya melebar, dan dia tampak
kebingungan.

“E-Eh...?”

“Ada apa? Wajahmu tiba-tiba jadi memerah...”

“...Tidak apa-apa.”

Hinako benar-benar terlihat merasa bingung, sepertinya dia tidak mengerti


akan apa yang terjadi pada dirinya. Mungkinkah dia sedang sakit? Aku merasa
khawatir terhadapnya, dan mulai mendekatinya.

“Kalau kau merasa tidak enak badan, maka kau tidak perlu untuk
memaksakan diri—”

“A-ku tidak apa-apa...!”

Anehnya, dengan panik, Hinako mundur lagi.

Eh?
Jangan bilang..., dia sedang menghindariku?
Sejauh yang kutahu, ini adalah pertama kalinya Hinako menjadi begitu
marah. ...Tidak mungkin, apa jangan-jangan karena aku terlalu
mengekspreskan perasaanku dengan jelas, dia jadi ingin menjauh dariku?
Apakah aku bersikap sok terlalu akrab kepadanya?

Tidak, tapi aku yakin kalau sebelumnya aku sudah mengelus kepalanya
berkali-kali.

“...Aneh.”

Untuk menyembunyikan wajahnya yang merah cerah, Hinako menyentuh


pipinya dengan kedua tangannya sambil berguman keheranan.

“Ada yang aneh dengan diriku...”

You might also like