You are on page 1of 5

Ilmu hukum pidana adalah ilmu pengetahuan mengenai suatu bagian khusus dari

hukum, yakni hukum pidana. pengetahuan hukum pidana secara luas meliputi :
a. asas-asas hukum pidana
b. aliran-aliran dalam hukum pidana
c. teori pemidanaan
d. ajaran kausalitas
e. sistem peradilan pidana
f. kebijakan hukum pidana
g. perbandingan hukum pidana
Kebijakan Hukum pidana adalah salah satu cabang ilmu hukum pidana yang
mempelajari bagaimana penyusunan undang-undang yang berkaitan dengan hukum
pidana. dalam beberapa litelatur digunakan istilah politik hukum pidana untuk
menggantikan istilah kebijakan hukum pidana. Kebijakan Hukum Piadana meliputi
tahap formulasi satu rumusan delik termasuk latar belakang untuk menetapkan suatu
perbuatan yang tadinya bukan perbuatan pidana menjadi perbuatan pidana atau
kriminalisasi. termasuk dalam kebijakan hukum pidana adalah tahap finalisasi yaitu
mencantumkan ancaman pidana terhadap perbuatan yang dikrimininalkan.
Pemenjahatan atau kriminalisasi dalam ilmu kriminologi adalah sebuah proses saat
sebuah perilaku/tindakan atau individu tertentu dijadikan sebagai kejahatan atau
pelaku kejahatan. menurut Soerjono Soekanto kriminalisasi merupakan tindakan
atau penetapan penguasa mengenai perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh
masyarakat diangap sebagai perbuatan yang dapat dipidana menjadi perbuatan
pidana atau membuat suatu perbuatan menjadi perbuatan kriminal dan karena itu
dapat dipidana oleh pemerintah dengan cara kerja atas namanya. Kriminalisasi dapat
juga diartikan sebagai proses penetapan suatu perbuatan seseorang sebagai
perbuatan yang dapat dipidana. Proses ini diakhiri dengan terbentuknya undang-
undang dimana perbuatan itu diancam dengan suatu sanksi yang berupa pidana.
contohnya dari Kriminalisasi itu sendiri salah satunya adalah kejahatan yang marak
terjadi saat ini. Yaitu Kejahataan dalam media elektronik baik dalam media sosial
maupun penggunakan fasilitas maupun transaksi elektronik seperti penggunaan
ATM atau ebanking. untuk mengatasi tindakan yang melanggar hukum/pidana itu
maka dibentuklah Undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan
transaksi Elektronik guna memberikan sanksi kepada pelaku yang telah melakukan
perbuatan yang dianggap telah melanggar hukum sehingga dapat dikenakan sanksi
yang berupa pidana.

sumber : BMP HKUM4203/Hukum Pidana


https://id.wikipedia.org/wiki/Kriminalisasi
https://bakai.uma.ac.id/2022/06/17/pengertian-kriminalisasi-dalam-hukum-dan-
contoh-di-indonesia/

1. a) dasar pembenaran penjatuhan pidana bertolak pangkal dan pemikiran sebagai


berikut :
1) Ketuhanan (Theologis), pidana adalah tuntutan keadilan dan kebenaran tuhan.
tidak boleh ada pemidanaan karena dendam dan rasa pembalasan, melainkan
petindak telah berdosa (quia peccatum est). hakim bertindak atas kekuasaan
yang diberikan tuhan kepadanya, sedang negara sebagai pembuat undang-
undang. penguasa adalah abdi tuhan untuk melindungi yang baik dan
menghukum yang jahat dengan pidana.
2) Falsafah (Wijsbegeerte), berdasarkan ajaran “kedaulatan rakyat” yang berarti
ada persetujuan fiktif antara rakyat dan negara, rakyat berdaulat dan
menentukan bentuk pemerintahan. kekuasaan negara adalah kekuasaan yang
diberikan oleh rakyat. setiap warga negara menyerahkan sebagian dari hak
asasinya dengan imbalan perlindungan kepentingan hukumnya dari negara.
3) Perlindungan Hukum (Juridis) dalam prespektif barat yang kehidupan
bersamanya lebih didasarkan pada paham-paham seperti individualisme dan
liberalisme. konsep tentang tujuan diadakannya hukum pidana agaknya
cenderung diorentasikan untuk memberikan perlindungan terhadap berbagai
macam kepentingan warga negara secara individu dari kesewenang-wenangan
penguasa. sementara itu, ada pula pemikiran yang menggabungkan secara
sekaligus dua tujuan diadakannya hukum pidana yang telah disebutkan diatas.
sehingga konsepnya menjadi bahwa hukum pidana diadakan tujuannya adalah
disamping untuk melindungi kepentingan-kepentingan yang bersifat
kemasyarakatan, sekaligus (secara implisit) juga melindungi kepentingan-
kepentingan yang bersefat perseorangan.
sumber : BMP HKUM4203/Hukum Pidana

2. b) tokoh-tokoh pemikir dari dasar pembenaran penjatuhan pidana diatas, antara lain :
1) penganut ajaran Ketuhanan (Theologis) yaitu Thomas van Aquino
2) penganut ajaran Falsafah (Wijsbegeerte) yaitu J.J. Rousseau
3) penganut ajaran Perlindungan Hukum (Juridis) yaityu Prasetyo dan Barkatullah

sumber : BMP HKUM4203/Hukum Pidana

2. c) saya lebih setuju dengan konsep pembenaran penjatuhan pidana atas dasar
Perlindungan Hukum (Juridis). karena dalam konsep ini tujuan diadakannya hukum
pidana cenderung diorentasikan untuk memberikan perlindungan terhadap
kepentingan warga negara secara individu dari kesewenang-wenangan penguasa.
sehingga secara tidak langsung hak asasi individu juga ikut dilindungi dari
kesewenang-wenangan atau ancaman-ancaman dari perbuatan yang akan
merugikan individu tersebut baik yang datang dari individu lain maupun dari
penguasa/kelompok/organisasi tertentu. sehingga menurut saya konsep
pembenaran penjatuhan dasar Perlindungan Hukum (Juridis) ini serasi dan dapat
mengayomi semua kepentingan seorang individu dalam kelompok masyarakat.

3. Pekerja Seks Komersial (PSK) atau pelacur adalah pertukaran hubungan seksual
dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan. Pelacuran
merupakan cabang dari industri seks yang sejajar dengan pornografi, tari telanjang,
bahkan segala mata pencaharian yang berkenaan dengan eksploitasi aktivitas
seksual dan pertunjukan yang berkenaan dengan seksualitas untuk menghibur orang
lain demi mendapatkan materi yang dibutuhkan dalam kehidupan.
Dalam kehidupan manusia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang
menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat
yang nista dan hina. sehingga hal ini diangap sebagai kejahatan "terhadap
kesusilaan atau moral" dan melawan hukum dan bertentangan dengan nilai agama.
terhadap para pelaku baik pelacur itu sendiri dan pelanggannya dapat dikenakan
sanksi dalam KUHP (Sebelum disahkannya RKUHP) sebagai berikut :
a. pasal 284
b. pasal 296
c. pasal 506
asas-asas dalam hukum pidana, antara lain :
1. asas legalitas, yang tersirat dalam pasal 1 KUHP yang dirumuskan bahwa tiada
suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam
perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan (Nulum
Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege)
2. asas teritorial, yang tersirat dalam pasal 2 KUHP dimana Berlakunya undang-
undang pidana suatu negara berlaku bagi setiap orang pada tempat dimana tindak
pidana atau perbuatan pidana dilakukan, dan tempat tersebut harus terletak
didalam teritori atau wilayah negara yang bersangkutan.
3. asas perlindungan, tersirat dalam pasal 3 KUHP Menurut asas ini peraturan
hukum pidana Indonesia berfungsi untuk melindungi keamanan kepentingan
hukum terhadap gangguan dari setiap orang diluar Indonesia terhadap
kepentingan hukum Indonesia itu.
4. asas nasionalitas pasif, tersirat dalam pasal 4 KUHP. mengikui perbuatannya
sepanjang mengancam dan merugikan kepentingan nasional maka aturan pidana
indonesia dapat diterapkan kepadanya.
5. asas nasionalitas aktif dalam pasal 5 KUHP, berpatokan pada status
kewarganegaraan si pelaku yang mengandung sistem atau pandangan bahwa
hukum pidana indonesia mengikuti warga negaranya yang berada diluar negeri.
hal ini juga bermaksud menunjukan bahwa indonesia adalah negara yang
berdaulat.
6. asas universal, berlakunya pasal 2, 5 dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian-
pengecualian dalam hukum internasional. Asas ini disebut asas universal karena
bersifat mendunia dan tidak membeda-bedakan warga negara apapun yang
penting adalah terjaminnya ketertiban dan keselamatan dunia.

berdasarkan dari asas-asas yang telah dijelaskan diatas dan dikaitkan dengan
persoalan mengenai PSK yang sebelumnya telah dibahas maka dalam persoalan
apakah PSK dalam kasus soal ini dapat dipidana jawabannya adalah iya. baik PSK
dan pelanggannya dapat dikenakan ketentuan Pidana karena ada aturan pidana
dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan (asas
legalitas) dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
indonesia yaitu pasal 284, 296, dan 506 KUHP (asas teritorial). hal ini dilakukan
untuk menciptakan sikon kamtibmas yang mantap dan kondusif sekaligus
menjamin kekhusukan serta ketenangan umat muslim dalam menjalankan Ibadah
Puasa (asas perlindungan dan nasionalitas pasif).

sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Pelacuran
https://www.hukumonline.com/klinik/a/pasal-untuk-menjerat-pemakai-jasa-psk-
lt50d13cca972bc
http://herlindahpetir.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/PHI-6-ASAS-HUKUM-
PIDANA.pdf
https://an-nur.ac.id/asas-asah-dalam-hukum-pidana/

You might also like