You are on page 1of 45

“PENGARUH PENAMBAHAN PASIR TERHADAP SIFAT PLASTISITAS

DAYA DUKUNG DAN NILAI KUAT TEKAN BEBAS TANAH DASAR


(SUBGARDE)”

Proposal Tugas Akhir Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam
Menyelesaikan Pendidikan Pada Jurusan/Program Studi Teknik Sipil Jenjang
Studi Strata Satu Fakultas Teknik Universitas Cenderawasih Jayapura

Oleh:

JERMIANTY MAPPA
NIM: 20170611014144

JURUSAN TEKNIK SIPIL JENJANG STRATA SATU (S1)


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2021

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang
berjudul “PENGARUH PENAMBAHAN PASIR TERHADAP SIFAT
PLASTISITAS DAYA DUKUNG DAN NILAI KUAT TEKAN BEBAS
TANAH LEMPUNG”. Adapun tujuan dari penulisan proposal penelitian ini
adalah untuk mempelajari cara pembuatan Tugas Akhir pada Universitas
Cenderawasi jayapura Fakultas Teknik jurusan Teknik sipil dan untuk meperoleh
gelar sarjana tenik (ST)
Meskipun telah berusaha menyelesaikan proposal penelitian ini sebaik
mungkin, penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih ada kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan penulisan
proposal penelitian ini. Akhir kata penulis berharap semoga proposal penelitian ini
berguna bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Jayapura, April 2021

penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Cover ........................................................................................................................ i
Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
Daftar Gambar......................................................................................................... v
Daftar Tabel ........................................................................................................... vi
Daftar Pustaka………………………………………………………………........vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
1.3. Batasan Masalah ................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian.................................................................................. 3
1.5. Manfaat Penelitian................................................................................ 3
1.6. Sistematika Penulisan ........................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanah .................................................................................................... 5
2.2. Tanah Lempung.................................................................................... 6
2.3. Klasifikasi Tanah.................................................................................. 7
2.3.1. Sistem Klasifikasi USCS…….……………………............……8
2.3.2. Sistem Klasifikasi AASHTO……………………….................11
2.4. Sifat Fisik Tanah ................................................................................ 12
2.5. Tanah Dasar........................................................................................ 13
2.6. Jenis-Jenis Tanah ............................................................................... 14
2.6.1. Tanah Lempung…………………….…………….........……...14
2.6.2. Tanah Ekspansif………………………….……………............14
2.6.3. Tanah Berpasir…………………………………………...........17
2.7. Stabilisasi Tanah ................................................................................ 17
2.7.1. Stabilisasi Mekanis………………………………….…….......17
2.7.2. Stabilisasi Kimiawi………………………………………........18

iii
2.8. Uji Kuat Tekan Bebas ........................................................................ 18
2.9. Pemadatan Standar (Proctor) SNI 1743-2008. .................................. 19
2.10. Uji CBR (California Bearing Ratio)................................................. 23
2.10.1. Peralatan………......................................................................24
2.10.2. Benda Uji….............................................................................25
2.11. Jenis-Jenis Agregat ........................................................................... 27
2.11.1. Agregat Alam……………………………..........………….…27
2.11.2. Agregat Yang Diproses…........................................................27
2.11.3. Agregat Buatan…………………………………….........…...28
2.11.4. Agregat Halus…………………………………….........…….28
2.11.5. Agregat Kasar…………………………………………..........28
2.12. Stabilisasi Tanah Dasar (Subgrade) Dengan Pasir Laut.............29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tahapan Persiapan Penelitian ............................................................... 31
3.2. Pengambilan Data ................................................................................. 32
3.3. Prosedur Penelitian ............................................................................... 32
3.4. Persiapan Material Uji .......................................................................... 32
3.5. Pengujian Laboratorium ....................................................................... 33
3.6. Analisa Data…..............................................….........…………………37
3.7. Bagan Alir (Flow Chart) .......................................................................38
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. simbol klasifikasi tanah berdasarkan Unified System .......................... 8


Tabel 2. 2. klasifikasi tanah menurut USCS ........................................................... 9
Tabel 3.1. Nomor ayakan dan ukuran lubang..........................................................35

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Pengujian pemadatan proctor standart .............................................. 13


Gambar 2.2.Kurva hubungan antara kadar air dan berat volume kering….............14
Gambar 2.3.Kurva hasil uji pemadatan pada berbagai jenis tanah ....................... 16
Gambar 2.4.pengaruh energi pemadatan pada hasil pemadatan lempung ............ 17
Gambar 3.1. (a) Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Lempung ........................... 26
Gambar 3.2. (b) Lokasi Pengambilan Agregat Halus ........................................... 26
Gambar 3.3. Diagram Alir (Flowchart)………......................................................30

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanah merupakan bagian yang sangat penting dalam pekerjaan konstruksi.
Tanah juga memiliki berbagai macam kegunaan, antara lain sebagai dasar
perkerasan jalan, sehingga dalam memanfaatkannya sebagai dasar mendirikan
konstruksi jalan harus mempertimbangkan keadaan tanah yang akan digunakan.
Sifat-sifat tanah harus diketahui sebelum mendirikan konstruksi jalan karena
tidak semua tanah memiliki sifat yang baik. Tanah yang buruk akan menimbulkan
masalah yang membahayakan konstruksi jalan diatasnya. Beberapa masalah yang
ditimbulkan akibat sifat tanah yang buruk adalah amblasnya tanah dibeberapa
tempat serta adanya jalan yang bergelombang. Hal ini disebabkan oleh penurunan
tanah yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Oleh karena itu
sebelum mendirikan sebuah konstruksi jalan diperlukan pengujian terhadap suatu
tanah, dengan adanya permasalahan seperti diatas dapat menjadi dasar dalam
penelitian ini. Untuk mengatasi permasalahan tersebut salah satu cara atau metode
yang digunakan adalah memperbaiki kualitas tanah asli (stabilisasi). Penambahan
material berbutir kasar pada material tanah asli akan mengakibatkan perubahan
pada sifat pengembangan tanah dan peningkatan daya dukung tanah, oleh karena
itu dalam penelitian ini dilakukan stabilisasi tanah dengan cara memperbaiki
gradasinya yaitu mencampur tanah asli dengan pasir (gradasi lebih besar).
Jenis tanah yang terdapat di Provinsi Papua khususnya kota Jayapura
sangatlah beragam maka salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah
dengan stabilisasi tanah atau perbaikan tanah untuk mengetahui perilaku tanah
tersebut. Pada pembangunan konstruksi jalan, karakteristik tanah yang kurang baik
perlu stabilisasi (diperbaiki) sehingga dapat memperbaiki kapasitas daya dukung
tanah (subgrade) tersebut menjadi lebih baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan
dengan cara menstabilisasi tanah tersebut dengan menambahkan pasir. Alasan

1
dipilihnya pasir sebagai bahan yang digunakan, karena pasir merupakan bahan yang
terbilang relatif murah dan mudah didapatkan di Papua khususnya Kota Jayapura.
Dari permasalahan diatas maka perlu adanya perbaikan terhadap sifat
plastisitas tanah agar dapat menjadi stabil sehingga aman ketika melakukan
pembangunan insfrastruktur secara khusus konstruksi jalan, seperti yang diketahui
jalan raya merupakan prasarana transportasi yang berpengaruh terhadap
perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu pada penelitian kali
ini penulis fokus pada salah satu metode stabilisasi tanah “Pengaruh Penambahan
Pasir Terhadap Sifat Plastisitas Daya Dukung Dan Nilai Kuat Tekan Bebas Tanah
Dasar (Subgrade)”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan permasalahan
yaitu:
1) Bagaimana sifat plastis tanah dasar sebelum dicampur pasir dan setelah
dicampur pasir?
2) Bagaimana nilai tekan bebas tanah dasar (qu) sebelum dicampur pasir dan
setelah dicampur pasir?
1.3. Batasan Masalah
Masalah yang akan dibahas yaitu penelitian laboratorium, untuk melihat
kondisi tanah asli bila dicampur dengan pasir dengan kadar tertentu. Agar tidak
terjadi perluasan pembahasan pada tugas ini serta memudahkan dalam menganalisis
data maka perlu diberi ruang lingkup sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Universitas
Cenderawasih, Jayapura-Papua.
2. Material uji tanah adalah tanah dasar yang diambil dari lokasi jalan alternatif
Buper-Sentani
3. Material uji pasir berasal dari Doyo Baru, Sentani, Kabupaten Jayapura.
4. Pengujian pemadatan yang dilakukan pada material uji yaitu pemadatan
standar (proctor standart).
5. Dalam penelitian ini pengujian yang dilakukan adalah:
a. Uji kadar air sesuai dengan SNI 03-1965-1990 Tanah dasar dan Pasir

2
b. Uji batas-batas Attebag Limits:
1) Batas Cair sesuai dengan SNI 03-1967-1990 Pada tanah dasar dan
tanah dasar + pasir.
2) Batas Plastis sesuai dengan SNI 03-1966-2008 Pada tanah dasar dan
tanah dasar + pasir.
c. Analisa Saringan sesuai dengan SNI 3423:2008 Pada tanah dasar dan
Pasir
d. Pemadatan standar sesuai dengan SNI 1742-2008 Pada tanah dasar dan
tanah dasar + pasir.
e. Uji tekan bebas SNI sesuai dengan 03-3638-2012 Pada tanah dasar dan
tanah dasar + pasir.
6. Persen penambahan pasir pada tanah asli adalah 10%, 20%, 30%, atau hingga
mencapai nilai UCS untuk subbase dan base jalan raya berdasarkan SNI 03-
3438-1994.
7. Pencampuran tanah dasar + pasir, dilakukan pada kondisi kadar air optimum
hasil uji pemadatan standar tanah.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
penambahan pasir jika digunakan sebagai bahan stabilisasi :
1. Mengetahui jenis tanah sesuai dengan sistem klasifikasi USCS dan AASTHO
2. Mengetahui perbaikan sifat plastisitas tanah dasar dan tanah dasar + pasir.
3. Mengetahui nilai tekan bebas tanah dasar dan tanah dasar + pasir.
1.5. Manfaat Penelitian
Mengetahui perubahan fisik yang dialami oleh tanah asli (subgrade) yang
telah di stabilisasikan dengan menggunakan pasir.

1.6. Sistematika Penulisan


Untuk memahami hasil penulisan ini maka dibuat sistematika penulisan.
Sistematika penulisan tugas akhir ini terdiri dari 5 (lima) BAB yang akan disajikan
dengan urutan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN

3
Bab ini berisikan permaslahan yang hendak dibahas, termasuk didalamnya
Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Batasan Masalah, Sistematika Penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Berisi landasan teori yang dianggap relavan dengan penelitian serta
penulisan dari hasil penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Terdiri dari metode dan parameter dalam pengenalan studi, metode
penggumpulan data dan metode analisa.
BAB IV PEMBAHASAN
Merupakan bab yang menjelaskan tentang hasil studi yang di lakukan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab yang berisikan tentang kesimpulan dan saran

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain
dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai
zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat
tersebut. Jenis-jenis tanah dibedakan menjadi tiga jenis tanah yaitu tanah granuler,
tanah kohesif dan tanah lempung.
Tanah granuler merupakan material yang baik untuk mendukung bangunan
dan pekerasan jalan, karena mempunyai kapasitas dukung yang tinggi dan
penurunan yang kecil, asalkan tanahnya padat. Penurunan terjadi segera sesudah
penerapan beban. Jika di pengaruhi getaran pada frekuensi tinggi, penurunan yang
besar dapat terjadi pada tanah yang tidak padat.
Tanah kohesif, seperti: lempung, lempung berlanau, lempung berpasir atau
berkerikil yang sebagian besar butiran tanahnya terdiri dari butiran halus. Untuk
pekerjaan-pekerjaan tertentu, sifat-sifat tanah kohesif yang perlu ditentukan adalah
kadar air, berat volume kering, dan angka pori, kuat geser, plastisitas, konsistensi,
sensitivitas, kompresibilitas dan kembang susut.
Perilaku lempung dalam mendukung beban yang berada diatasnya sangat
bergantung pada sejarah geologi, kadar air dan kandungan mineralnya. Lempung
dinyatakan sebagai lunak, sedang atau kaku, tergantung dari kadar air seperti yang
dinyatakan dalam konsistensi. Pada waktu kering, tanah ini sangat keras dan
menyusut yang di sertai retakan. Waktu kadar air tinggi, kuat geser akan turun dan
lempung ekspansif menjadi mengembang. Jenis-jenis lempung kaku sampai keras,
hanya mengalami penurunan konsulidasi yang kecil dibawah tekanan yang relatif
besar.
Lanau adalah material yang butiran-butirannya lolos saringan nomor 200.
Peck et al. (1953) membagi tanah ini menjadi 2 kategori, yaitu lanau yang
dikarakteristikan sebagai tepung batu atau bubuk batu yang tidak berkohesi dan

5
tidak plastis, dan lanau yang bersifat plastis. Sifat-sifat teknis lanau tepung batu
lebih cenderung mendekati sifat pasir halus.
Tanah organik merupakan jenis sembarang tanah yang mengandung bahan
organik yang mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Bahan-bahan organik dapat
terdiri dari sisa-sisa tumbuhan atau binatang. Jumlah bahan organik dinyatakan
dalam istilah kadar organik, yaitu nilai banding antara berat bahan organik terhadap
contoh tanah yang kering oven. Berat bahan organik dapat di tentukan dengan
memanaskan contoh tanah untuk membakar bahan organik.

2.3. Agregat halus


Agregat halus adalah agregat besar butir maksimum 4,76 mm berasal dari
alam atau hasil alam, sedangkan agregat halus olahan adalah agregat halus yang
dihasilkan dari pecahan dan pemisahan butiran dengan cara penyaringan atau cara
lainnya dari batuan atau terak tanur tinggi. Agregat halus merupakan batuan halus
yang terdiri dari butiran sebesar 0,14-5 mm yang didapat dari hasil disintegrasi
(penghancuran) batuan alam (natural sand) atau dapat juga dengan memecahnya
(artificial sand), tergantung dari kondisi pembentukan terjadinya.
2.4. Klasifikasi Tanah
Umumnya, penentuan sifat-sifat tanah banyak dijumpai dalam masalah teknis
yang berhubungan dengan tanah. Hasil dari penyelidikan sifat-sifat ini kemudian
dapat digunakan untuk mengevaluasi masalah-masalah tertentu seperti:
1. Penentuan penurunan bangunan, yaitu dengan menentukan kompresibilitas
tanah. Dari sini, selanjutnya digunakan dalam persamaan penurunan yang
didasarkan pada teori konsolidasi, misalnya teori Terzaghi.
2. Penentuan kecepatan air yang mengalir lewat benda uji guna menghitung
koefisien permeabilitas. Dari sini kemudian dihubungkan dengan Hukum Darcy
dan jaring arus (flownet) untuk menentukan debit aliran yang lewat struktur
tanah.
3. Untuk mengevaluasi stabilitas tanah yang miring, yaitu dengan menentukan
kuat geser tanah. Dari sini kemudian disubstitusikan dalam rumus statika
(stabilitas lereng)

6
Dalam banyak masalah teknik (semacam perencanaan perkerasan jalan
bendungan, dalam urugan dan lainlainnya), pemilihan tanah-tanah kedalam
kelompok ataupun sub kelompok yang menunjukkan sifat atau kelakuan yang sama
akan sangat membantu. Pemilihan ini disebut klasifikasi tanah. Klasiikasi tanah
sangat membantu perancang dalam memberikan pengarahan melalui cara empiris
yang tersedia dari hasil pengalaman yang telah lalu. Tetapi, perancang harus
berhati-hati dalam penerapannya karena penyelesaian masalah stabilitas, kompresi
(penurunan), aliran air yang berdasarkan pada klasifikasi tanah sering menimbulkan
kesalahan yang berarti (Lambe, 1979).
Kebanyakkan klasifikasi tanah menggunakan indeks tipe pengujian yang
sangat sederhana untuk memperoleh karakteristik tanah. Karakteristik tersebut
digunakan untuk menentukan kelompok klasifikasi. Umumnya, klasifikasi tanah
didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisis saringan (dan uji
sedimentasi) dan plastisitas.
Terdapat dua sistem klasifikasi yang sering digunakan, yaitu Unified Soil
Classification System dan AASHTO (American Association of State Highway an
Transportation Officials). Sistem-sistem ini menggunakan sifat-sifat indeks tanah
yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indeks plastisitas.
Klasifikasi tanah dari sistem Unified mula pertama diusulkan oleh Casagrande
(1942), kemudian direvisi oleh kelompok teknisi dari USBR (United State Bureaw
of Reclamation). Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan oleh
berbagai organisasi konsultan geoteknik.
2.4.1. Sistem Klasifikasi USCS (Unified Soil Classification System)
Sistem klasifikasi tanah ini yang paling banyak dipakai untuk pekerjaan
Teknik Pondasi seperti untuk bendungan, bangunan dan konstruksi yang sejenis.
Sistem ini biasa digunakan untuk desain lapangan udara dan untuk spesifikasi
pekerjaan tanah untuk jalan.
Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das 1988, dalam Hardiyatmo,
2007), tanah dikelompokkan menjadi:
a. Tanah butir kasar (coarse-grained-soil) yaitu kerikil tanah dan pasir dimana
kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan nomor 200. Simbol dari

7
kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil
(gravel) atau tanah berkerikir, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah
berpasir.
b. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil) yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat
total contoh tanah lolos ayakan nomor 200. Simbol dari kelompok ini dimulai
dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay)
anorganik, dan O untuk lanau anorganik dan lempung organik. Simbol PT
digunakan untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar
organik yang tinggi.
Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP,
GM, GC, SW, SP, SM, dan SC. Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan
faktor-faktor berikut ini :
1. Presentase butiran yang lolos ayakan nomor 200 (fraksi halus).
2. Presentase fraksi kasar yang lolos ayakan nomor 40.
3. Koefisien keseragaman (Uniformoty coefficient, Cu) dan koefisien gradasi
(gradation coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan nomor 200.
4. Batas air (LL) dan indeks plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan nomor
40 (untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan nomor 200). Selanjutnya
tanah diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok atau sub kelompok seperti
terlihat dalam tabel 2.1.
Tabel 2. 1. simbol klasifikasi tanah berdasarkan Unified System
(Bowles, 1991 dalam Hardiyatmo, 2007)
Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol
Gradasi Baik W
Kerikil G Gradasi Buruk P
Pasir S Berlanau M
Berlempung C
Lanau M
Lempung C LL<50% L
Organik O LL>5% H
Gambuk PT

Pengklasifikasian tanah menurut USCG (Unified Soil Classification System)


juga dapat dilihat dalam tabel 2.2 berikut.

8
9
Tabel 2. 2. klasifikasi tanah menurut USCS

2.4.2. Sistem Klasifikasi AASHTO


Sistem klasifikasi ini mengklasifikasikan tanah kedalam delapan kelompok,
A-1 sampai A-8, namun kelompok tanah A-8 tidak diperlihatkan tetapi merupakan

10
gambut atau rawa yang ditentukan berdasarkan klasifikasi visual (lihat Tabel 2.3),
dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut :
1. Analisis ukuran butiran.
2. Batas cair dan batas plastis dan Ip yang dihitung.
3. Batas susut.
4. Ekivalen kelembaban lapangan, kadar lembab maksimum dimana satu tetes air
yang dijatuhkan pada suatu permukaan yang kecil tidak segera diserap air oleh
permukaan tanah itu.
5. Ekivalen kelembaban sentrifugal, sebuah percobaan untuk mengukur kapasitas
tanah dalam dalam menahan air.

Tabel 2.3. Klasifikasi tanah untuk Jalan Raya (Sistem ASSHTO)


(Hardiyatmo,1992)

Catatan :
Kelompok A-7 dibagi atas A-7-5 dan A-7-6 bergantung pada batas plastisnya (PL)
Untuk PL > 30, klasifikasinyaA-7-5

11
Untuk PL < 30, klasifikasinya A-7-6
NP = Non Plastis
2.5. Sifat Fisik Tanah
a) Hubungan Antara Butiran, Air dan Udara dalam Tanah Tanah merupakan
komposisi dari dua atau tiga fase yang berbeda. Tanah yang benar-benar
kering terdiri dari dua fase yang disebut butiran dan udara pengisi pori, tanah
yang jenuh juga terdiri dari dua fase yaitu butiran dan air pori, sedangkan
tanah yang jenuh sebagian terdiri dari tiga fase yaitu butiran, udara pori dan
air pori. Berat udara dianggap sama dengan nol.
b) Batas-Batas Atterberg dan Pengukurannya. Tanah yang berbutir halus
biasanya memiliki sifat plastis. Sifat plastis tersebut merupakan kemampuan
tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah setelah bercampur dengan air
pada volume yang konstan tanpa retak–retak dan remuk. Tanah tersebut akan
berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang
bercampur pada tanah tersebut. Batas atterberg memperlihatkan terjadinya
bentuk tanah dari benda padat hingga menjadi cairan kental sesuai dengan
kadar airnya. Dari test batas atterberg akan didapatkan parameter batas cair,
batas plastis, batas lengket dan batas kohesi yang merupakan keadaan
konsistensi tanah.
c) Perilaku Pemadatan Tanah Dari hasil pengujian yang biasa dipergunakan
untuk menilai sifat pemadatan, dapat diketahui perilaku tanah ketika
dipadatkan. Pengujian ini biasanya disebut pengujian pemadatan “Standart
Proctor” atau pengujian pemadatan “modified (atau heavy) Proctor”
Pengujian ini dilakukan dengan memakai sebuah tempat berbentuk silinder
dan palu penumbuk,

12
Gambar 2.1 Pengujian Pemadatan Proctor Standart
(Sumber: Indonesia Alibaba.com)

2.6. Tanah Dasar (Subgrade)


Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah semula, atau permukaan
tanah galian atau permukaan anah timbunan yang dipadatkan dan merupakan
permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Keawetan
dan kekuatan suatu konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat
dan daya dukung tanah dasar. Secara geoteknis, daya dukung tanah ditentukan oleh
banyak hal. Pentingnya kekuatan tanah dasar menjadi poin utama ukuran kekuatan
dan keawetan struktur perkerasan selama umur layanan. Umumnya, permasalahan
yang terjadi menyangkut tanah dasar berupa perubahan bentuk tetap, sifat
mengembang dan daya dukung tidak merata.
2.7. Jenis-Jenis Tanah
Tanah merupakan salah satu material yang didalamnya mengandung butiran
mineral padat yang tersedimentasi dan berasal dari pelapukan bahan organic serta
berisi zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang pada partikel padat. Secara umum,
tanah terbagi atas dua bagian yaitu, tanah berkohesif dan tidak berkohesif. Tanah
berkohesif contohnya adalah tanah lempung, sedangkan tanah tak berkohesif adalah
tanah berpasir.
2.7.1. Tanah Lempung
Tanah lempung terbentuk dari proses pelapukan batuan silika oleh asam
karbonat dan sebagian dihasilkan dari aktivitas panas bumi. Sifat yang khas dari
tanah lempung adalah dalam keadaan kering dia akan bersifat keras, dan jika basah
akan bersifat lunak plastis dan kohesif, mengembang dan menyusut dengan cepat,

13
sehingga mempunyai perubahan volume yang sangat besar dan itu terjadi karena
pengaruh air. Lapisan lunak umumnya terdiri dari tanah yang sebagian besar terdiri
dari butiran-butiran yang sangat kecil seperti lempung atau lanau. Pada lapisan
lunak, semakin muda umur akumulasinya, semakin tinggi letak muka airnya.
Lapisan muda ini juga kurang mengalami pembebanan sehingga sifat mekanisnya
buruk dan tidak mampu memikul beban.
Sifat lapisan tanah lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan yang
besar, dan koefisien permeabilitas yang kecil. Jadi, bilamana pembebanan
konstruksi melampaui daya dukung kristisnya maka dalam jangka waktu yang lama
besarnya penurunan akan meningkat yang akhirnya akan mengakibatkan berbagai
kesulitan.
2.7.2. Tanah Ekspansif
Tanah Ekspansif (Expansif Soil) adalah istilah yang digunakan pada material
tanah atau batuan yang mempunyai potensi penyusutan atau pengmbangan oleh
pengaruh air. Jika tanah mempunyai potensi pengembangan, maka tanah juga
mempunyai potensi penyusutan oleh perubahan kadar air tersebut. Jadi, istilah
tanah ekspansif dan potensi pengembangan (Swelling Brarier), umumnya
digunakan untuk menunjukan tanah yang mudah mengalami kembang-susut.
Potensi pengembangan berdasarkan dari indeks plastisitas telah dinyatan
menurut (Holtz dan Gibbs, 1956) bahwa indeks plastis dan batasan cair adalah
indeks ang berguna untuk menentukan karakteristik pengembangan. Sedangkan
menurut (Seed, dkk, 1962) bahwa indek plastisitas sendiri dapat digunakan sebagai
indikasi awal karakteristik pengembangan sebagian besar tanah lempung.
Karena hubungan batas cair dan potensi pengembangan tanah liat keduanya
bergantung pada jumlah air yang dicoba-coba oleh tanah lempung, tidak
mengherankan jika keduanya berhubungan. Hubungan antara potensi
pembengkakan lempung dan indeks plastisistas dapat ditentukan sebagai berikut:

14
Tabel 2.4 Hubungan potensi pengembanagan dari
Indeks Plastisitas (Chen, 1975)
Potensi Pengembangan Indeks Plastis
Rendah 0-15
Sedang 10 35
Tinggi 20-35
Sangat Tinggi >35

Deformasi oleh akibat pengembangan tanah, umumnya menghasilkan


permukaan yang tidak beraturan, dan tekanan pengembangan yang dihisilkan dapat
mengakibatkan kerusakan serius pada bangunan gedung ringan dan perkerasan
jalan yang berada diatasnya. Deormasi tanah oleh pengembangan ini sulit diprediksi
dengan mengunakan teori-teori elastis maupun plastis.
Faktor utama yang perlu diidentikasi dilapangan terkait dengan pembangunan
diatas tanah ekpansif, bila faktor kembang-susut menjadi masalah, adalah:
1. Sifat kembang susut tanah.
2. Kondisi lingkungan yang menyokong perubahan kadar air tanah
dilapangan.
Jika perkerasan jalan dibangun pada tanah-dasar (Subgrade) ekspansif, maka
kondisi lingkungan yang akan mempengaruhi perubahan kadar air tanah-dasar
tersebut harus dievaluasi dan interprestasikan terhadap kemungkinan pengaruhnya
terhadap kembang susut tanah. Pada tanah-dasar dari prkerasan jalan yang
ekspansif, kenaikan kadar air akan diikuti oleh gerakan perkerasan keatas oleh
pengembangan tanah.
Adapun sumber air yang dapat mempengaruhi fuktuasi kadar air tanah
dibawah perkerasan umumnya berasal dari:
1. Kenaikan muka air tanah.
2. Pecah atau bocornya saluran air bawah tanah. Bocoran sudah sering
berlangsung tanpa diketahui.
3. Air yang berasal dari air hujan, rembesan air saluran irigasi, penyiraman
tanaman dan sebagainya.
4. Migrasi uap air (kelembaban) akibat perbedaan suhu juga dapat
mengakibatkan pengembangan tanag

15
Tanah ekspansif telah menimbulkan banyak masalah kerusakan pada
perkerasan jalan raya. Hal ini, karena perkerasan merupakan struktur yang ringan
dan sifat bangunannya meluas. Perkerasan yang terletak pada tanah-dasar ekspansit
sering membutuhkan biaya pemeliharaan dan rehabilitasi yang besar sebelum
perkerasan mencapai umur rancangannya.
Kerusakan pada perkerasan yang terletak pada lempung ekspansif akan
nampak dalam bentuk-bentuk seperti berikut ini
1. Ketidak rataan permukaan yang signivikan disepanjang jalan, dengan atau
tanpa retak atau kerusakan lain yang dapat dilihat dengan nyata.
2. Retak memanjang, sejajar dengan sumbu perkerasan jalan.
3. Deformasi lokal yang signifikan, sebagai contoh didekat gorong-gorong
yang biasanya diikuti dengan retak lateral.
4. Kegagalan lokal perkerasan yang diikuti dengan disintekgrasi
permukaannya.
2.7.3. Tanah Berpasir
Tanah pasir adalah tanah dengan partikel berukuran besar. Tanah ini
terbentuk dari batuan-batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butiran
besar dan kasar atau yang sering disebut dengan kerikil. Tanah pasir memiliki
kapasitas serat air yang rendah karena sebagian besar tersusun atas partikel
berukuran 0,02 sampai 2 mm. Tanah pasir pada umumnya belum membentuk
agregat sehingga peka terhadap erosi.
Tanah pasir tidak memiliki kandungan air mineral, dan unsur hara karena
tekstur pada tanaha pasir yang sangat lemah. Terdapat ruang pori-pori yang besar
diantara butiran-butirannya sehingga kondisi tanah ini menjadi struktur lepas dan
gembur. Dengan kondisi yang seperti itu menjadikan tanah pasir ini memiliki
kemampuan yang rendah untuk dapat mengikat air.

16
2.8. Stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu, guna
memperbaiki sifat-sifat teknis tanah atau usaha untuk merubah dan memperbaiki
sifat-sifat teknis tanah agar memenuhi syarat teknis (Hardiyatmo, 2010).
Proses stabilisasi tanah meliputi pencampuran tanah dengan tanah lain atau
pencampuran tanah dengan bahan-bahan tambah buatan pabrik, sehingga sifatsifat
teknis pada tanah dapat menjadi lebih baik. Metode stabilisasi diharapkan dapat
merubah sifat-sifat teknis seperti kapasitas dukung, kompresibilitas, permeabilitas,
kemudahan pengerjaan, potensi kembang dan sensitifitas terhadap perubahan kadar
air. Umumnya stabilisasi tanah dapat dibagi menjadi dua yaitu stabilisasi mekanis
dan stabilisasi kimiawi.
2.8.1. Stabilisasi Mekanis
Stabilisasi mekanis atau stabiliasi mekanikal dilakukan dengan mencampur
atau mengaduk dua macam tanah atau lebih yang bergradasi berbeda untuk
memperoleh material yang memenuhi syarat kekuatan. Stabilisasi mekanis juga
dapat dilakukan dengan cara menggali tanah buruk dan menggantinya dengan
material tanah ditempat lain. Menurut Lambe (1962) dalam buku Hardiyatmo
(2010) yang berjudul Stabilisasi Tanah Untuk Perkerasan Jalan, stabilisasi mekanis
merupakan suatu proses yang menyangkut dua cara perubahan sifat-sifat tanah,
yaitu sebagai berikut.
1. Penyusunan kembali partikel-partikel tanah, seperti contohnya
pencampuran beberapa lapisan tanah, pembentukan kembali tanah yang
telah terganggu, dan pemadatan
2. Penambahan atau penyingkiran partikel-partikel tanah. Sifat-sifat tanah
tertentu dapat diubah dengan menambah atau menyingkirkan sebagian
fraksi tanah.
2.8.2. Stabilisasi Kimiawi
Stabilisasi kimiawi dilakukan dengan cara penambahan bahan tambah atau
bahan stabilisasi yang dapat mengubah sifat kurang menguntungkan dari tanah.
Bahan tambah (additive) adalah bahan hasil olahan pabrik yang bila ditambahkan
ke dalam tanah dengan perbandingan yang tepat akan memperbaiki sifat-sifat teknis
tanah, seperti: kekuatan, tekstur, kemudahan pengerjaan (workability) dan

17
plastisitas. Bahan tambah yang banyak digunakan di antaranya seperti semen
portland, kapur, abu batubara (fly ash), aspal (bitumen), dan lain-lain. Metode ini
biasanya digunakan pada tanah berbutir halus.
2.9. Uji Kuat Tekan Bebas
Pengujian ini dilakukan dilaboratorium untuk menghitung kekuatan geser
tanah dan tujuan mengukur seberapa kuat tanah menerima tekanan yang diberikan
sampai tanah tersebut terpisah dari butiran-butirannya dan juga mengukur regangan
tanah akaibat tekanan tersebut.
Salah satu pengujian yang digunakan untuk mengetahui parameter kuat geser
tanah adalah uji kuat tekan bebas. Yang dimaksud dengan kekuatan tekan bebas
adalah besarnya beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami
keruntuhan atau pada saat regangan aksial mencapai 20%. Uji kuat tekan bebas
termasuk hal yang khusus diuji triaksial unconsolidated-undrained. UU tak
terkonsulidasi-tak terdrainase.
Tujuan dari Unconfined Compression Test adalah untuk mengukur kuat tekan
bebas dari tanah lempung/lanau. Dari kuat tekan bebas dapat diketahui kekuatan
geser Undrained (Cu) dan juga akan didapat klasifikasi tanah berdasarkan
keteguhan atau konsistensi tanah pada sempel uji.
Percobaan kuat tekan bebas dilaboratorium dilakukan pada sampel tanah
dalam keadaan asli maupun buatan (remolded). Bila maksud pengujian adalah
untuk menentukan kuat parameter kuat geser tanah, pengujian ini hanya cocok
untuk jenis tanah lempung jenuh, dimana pada pembebaban cepat, air tidak sempat
mengalir keluar dari benda uji. Hasil uji tekan bebas biasanya tidak begitu
meyakinkan bila digunakan untuk menentukan nilai parameter kuat geser tanah tak
jenuh.

2.10. Pemadatan Standar (Proctor) SNI 1743-2008


Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan dapat akan
memberikan kuat geser tinggi. Stabilitas terhapad siat kembang-susut tergantung
dari jenis kandungan mineralnya. Sebagai contoh lempung montmorillonite akan
mempunyai kecendurangan yang lebih besar terhadap perubahan volume dibanding
dengan lempung kaolinite.

18
Lempung padat mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak
dapat dipadatkan dengan baik pada waktu sangat basar (jenuh). Bekerja dengan
tanah lempung yang sangat basah mengalami banyak kesulitan, karna air yang tidak
mau keluar dari rongga pori tanah ini memnyebabkan butiran sulit menyerap satu
sama lain saat dipadatkan. Untuk menentukan hubungan kadar air dan berat
volume, dan untuk mengevaluasi tanah agar memenuhi persyaratan kepadatan,
maka umumnya dilakukan uji pemadatan.
Portus (1933) telah mengamati bahwa ada hubungan yang pasti antara kadar
air dan berat volume tanah padat. Untuk berbagai jenis tanah pada umumnya,
terdapat satu nilai kadar air optimum tertentu untuk mencapai berat volume kering
maksimumnya. Berat volume kering setelah pemadatan bergantung pada jenis
tanah, kadar air, dan usaha yang diberikan oleh alat penumbuknya. Karakteristik
kepadatan tanah dapat dinilai dari pengujian standar laboratorium yang disebut uji
proctor. Prinsipnya pengujiannya diterangkan dibawah ini.
Alat pemadat berupa silinder mould yang mempunyai volume 9,44 ×
10−4 𝑚3 . Tanah didalam mould dipadatkan dengan penumbukan yang beratnya 2,5
kg dengan tinggi 30,5 cm (1 ft). Tanah dipadatkan dalam tiga lapisan dengan tiap
lapisan ditumbuk 25 kali pukulan. Pada uji proctor dimodifikasi (modified proctor),
mould yang digunakan masih tetap sama, hanya berat penumbuknya diganti dengan
yang 4,54 kg dengan tinggi jatuh penumbuk 45,72 cm. Pada pengujian ini, tanah
didalam mould ditumbuk dalam 5 lapisan.
Berat Volume Kering (𝜸𝒅 )

𝜸𝒅 𝑴𝒂𝒌𝒔

𝑾𝒐𝒑𝒕 Kadar Air W (%)


Gambar 2.1 Kurva hubungan antara kadar air dan berat volume kering
(Hardiyatmo, 2007)

19
Dalam uji pemadatan, percobaan diulang paling sedikit 5 kali dengan kadar
air tiap percobaan divariasikan. Kemudian, digambarkan sebuah grafik hubungan
kadar air dan berat volume keringnya Gambar 2.2. kurva yang dihasilkan dari
pengujian memperlihatkan kadar air yang terbaik (𝑊𝑜𝑝𝑡 ) untuk mencapai berat
volume terbesar atau kepadatan maksimum.
Pada nilai kadar air rendah, untuk kebanyakan tanah, tanah cenderung bersifat
kaku dan sulit dipadatkan. Setelah kadar air yang tinggi, berat volume kering
berkurang. Bila udara didalam tanah dapat dipaksa keluar pada waktu pemadatan,
tanah akan berada dalamkedudukan jenuh dan nilai berat volume kering akan
maksimum. Akan tetapi, dalam praktek kondisi ini sulit dicapai.
Kemungkinan berat volume kering maksimum dinyatakan sebagai berat
volume kering saat tanah menjadi jenuh (𝛾𝑧𝑎𝑣 ). Dapat dihitung dari persamaan:

𝐺𝑠 𝛾𝑤
𝛾𝑧𝑎𝑣 =
1 + 𝑊𝐺𝑆

Karena saat tanah jenuh (S=1) dan e = wGs, maka


Berat volume kering (𝛾𝑑) setelah pemadatan pada kadar air 𝑤 dengan kadar
𝑉𝑎
udara (𝑎𝑖𝑟 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡). A (𝐴 = = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 / 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙) dapat
𝑉

dihitung dengan persamaan:


Selain kadar air, faktor yang sangat mempengaruhi kepadatan adalah
ancaman tanah dan energi pemadatan (energi per volume).

20
a. Pengaruh macam tanah
Macam tanah, seperti distribusi ukuran butir, bentuk butiran, berat jenis dan
macam mineral lempung yang terdapat dalam tanah sangat berpengaruh pada
berat volume maksimum dan kadar air optimumnya. Gambar 2.3
memperlihatkan sifat-sifat khusus kurva pemadatan dan diperoleh dari beberapa
macam tanah, yang diuji menurut prosedur pemadatan ASTM D-698. Bentuk
kurva yang mendekati lonceng (bel), umumnya diperoleh pada tanah-tanah
berlempung.

Gambar 2.2 Kurva hasil uji pemadatan pada berbagai jenis tanah
(ASTM D-698 dalam Hardiyatmo, 2007)
Gambar 2.3 memperlihatkan beberapa macam kurva hasil pemadatan pada
berbagai jenis tanah. Pada tanah pasir, 𝛾𝑑 cenderung berkurang saat kadar air
(𝑤) bertambah. Pengurangan 𝛾𝑑 inin adalah akibat dari pengaruh hilangnya
tekanan kapiler saat kadar air bertambah. Pada kadar air rendah, tekanan kapiler
dalam tanah yang berada didalam rongga pori menghalangi kecenderungan
partikel tanah untuk bergerak, sehingga butiran cenderung merapat (padat).

21
b. Pengaruh Usahah Pemadatan
Jika usaha pemadatan per volume satuan (E) berubah, maka bentuk kurva
hubungan kadar air terhadap berat volume kering juga berubah. Pada, Gambar
2.4 diperlihatkan hasil uji pemadatan tanah lempung berpasir dengan modul dari
standart proctor. Jumlah lapisan pada saat pemadatan ddalam mould sama yaitu
3 lapisan, akan tetapi jumlah pukulan ada pada setiap lapisan dibedakan, yaitu
20 sampai 50 kali pukulan.

Gambar 2.3. pengaruh energi pemadatan pada hasil pemadatan lempung


Berpasir [(ASTM D-698) (Hardiyatmo, 2007)]

Tabel 2.5. Hitungan energi pemadatan (Hardiyatmo, 2007)


Nomor Kurva Jumlah Pukulan Energi Pemadatan
Pada Gambar 2.4 Perlapisan (Nb ) (ft-Ib/ )
1 20 9900
2 25 12375
3 30 14850
4 50 24750
1𝑏
Catatan: 1 𝑓𝑡 − 𝑓𝑡 3 = 47,99 𝐽/𝑚3

22
Berdasarkan dari Tabel 2.5 dan Gambar 2.4 dapat disimpulkan bahwa:
1. Jika enegi pemadatan ditambah, berat volume kering tanah juga bertambah
2. Jika energi pemadatan ditambah, kadar air optimum berkurang.
Kedua hal tersebut berlaku untuk hampir semua jenis tanah. Namun harus
diperhatikan bahwa deajat kepadatan tidak secara langsung proposional dengan
energi pemadatan.
2.11. Uji CBR (California Bearing Ration)
Pengujian CBR (California Bearibg Ration) laboratorium yang dimaksudkan
pada standar ini adalah penentuan nilai CBR contoh material tanah, agregat atau
campuran tanah dan agregat atau campuran tanah dan agregat yang didapatkan
dilaboratorium pada kadar air sesuai yang ditentukan.
Pengujian CBR digunakan untuk mengevaluasi potensi kekuatan material
lapis tanah dasar, fondasi bawah dan fondasi termasuk material yang didaur ulang
untuk perkerasan jalan dan lapangan terbang (SNI 1744:2012). Uji CBR telah
banyak digunakan untuk bermacam-macam tanah dari lempung sampai kerikil
halus. Uji CBR ini lebih cocok Untuk material tanah dan akan meberikan hasil yang
sesuai. Sebelum dilakukan uji CBR laboratorium maka pengujian tanah yang perlu
dilakukan adalah seperti ditunjukan dalam gambar 2.2.
Tabel 2.2. Nilai atau beban dan penetrasi pada material standart batu pecah
(ASTM D-1883 dalam dalam Hardiyatmo 2011)
Penetrasi Tekanan standar, P Beban standar, P
in mm psi kPa Ib Kn
Penetrasi Tekanan standar, P Beban standar, P
0,1 2,5 1000 6890 3000 13,345
0,2 5,0 1500 10340 45000 20,017
0,3 7,5 1900 13100 5700 25,355
0,4 10,0 2300 15860 6900 30,693
0,5 12,5 2600 17930 7800
34,696

23
2.10.1 Peralatan
a. Cetakan-cetakan yang digunakan berupa silinder dari logam dengan ukuran
diameter bagian dalam (152,40 ± 0,66) mm dan tinggi (177,80 ± 0,46) mm.
Cetakan harus dilengkapi leher sambung (extension collar) dan tinggi ± 50
mm dan keping alas yang berlubang banyak dan banyak yang dipasang pas
(tidak bergerak) pada kedua ujung cetakan.
b. Keping pemisah merupakan sebuah keping pemisah dari logam
berpenampang bundar (Lingkaran) dengan diameter (150,80 ± 0,80) mm
dan tinggi (61,37 ± 0,25) mm.
c. Penumbuk merupakan alat penumbuk yang digunakan sesuai SNI
1742:2008.
d. Peralatan pengukur pengembangan ini terdiri dari keping pengembangan
dengan tangkai/batang yang dapat diatur dan kaki tiga (tripot) untuk
dudukan arjoli ukur pengembang. Keping pengembang harus dibuat dari
logam dengan diameter (149,20 ± 1,60) mm dan dibuat berlubang banyak
dengan diameter lubang 1,60 mm. Kaki tiga yang digunakan untuk dudukan
arjoli ukur pengembangan dipasang pada permukaan cetakan atau jika
diperlukan, pada permukaan leher sambung
e. Arjoli ukur terdiri dari dua arjoli ukur masing-masing harus berkapasitas 25
mm dengan ketelitian pembacaan sampai 0,20 mm
f. Keping beban merupakan Keping beban dari logam berpenampang bundar
(lingkaran) dengan lubang berdiameter ± 54,00 mm ditengah-tengahnya
atau berupa keping terpisah (belah). Diameter keping beban (149,20 ± 1,60)
mm dengan massa setiap keping (2,27 ± 0,40) kg.
g. Piston penetrasi ialah sebuah piston dari logam, berpenampang bundar
(lingkaran) dengan diameter (49,63 ± 0,13) mm, luas penampang 1935
mm2 (3 inci2) dan panjang tidak kurang dari 102 mm.
h. Peralatan pembebanan merupakan sebuah peralatan tekan yang mampu
memberikan peningkatan beban yang seragam pada kecepatan penetrasi
piston kedalam benda uji sebesar 1,27 mm/menit. Kapasitas peralatan tekan
ini harus melebihi kapasitas kekuatan material yang diuji.

24
i. Sebuah bak perendam yang sesuai untuk mempertahankan tinggi air 25 mm
diatas permukaan benda uji.
j. Sebuah oven pengering yang dilengkapi pengatur suhu, mampu
mempertahankan suhu (110 ± 5) °𝑐 untuk mengeringkan.
k. Cawan kadar air sesuai SNI 1965:2008.
l. Peralatan bantu seperti bak campur (baki), sendok pengaduk, pisau
pemotong, alat perata (straightedge) kertas filter dan timbang.

2.10.2. Benda Uji


Benda uji harus dipersiapkan sebagai berikut:
1. Persiapan benda uji
a. Untuk pemeriksaan terhadap contoh yang akan dipadatkan, maka contoh
tanah dipersiapkan seperti pada persiapan percobaan pemadatan. Benda uji
yang perlu dipersiapkan (siap dipadatkan) sekurang-kurangnya 4,6 kg untuk
tanah berbutir halus atau 5,5 kg untuk tanah berbutir kasar.
b. Benda uji ini akan diperiksa pada keadaan kepadatan maksimal, sehingga
contoh tanah dipersiapkan dengan dicampur air secara merata secukupnya,
sedemikian sehingga lembab yang diperoleh adalah kadar air optimum yang
harus telah diketahui berdasar cara pemadatan standar atau pemadatan
berat/modified (tergantung pada cara dan maksud yang diinginkan).
c. Catat dan cantumkan pada laporan cara pemadatan yang dilaksanakan.

2. Pemadatan tanah
a. Sebelum dilaksanakan pemadatan, periksa dan catat kadar air tanah.
b. Pasang dan klem pelat alas pada silinder pemadatan dan juga pasang
silinder sambungan. Taruhlah pelat ganjal (spacer disk) dalam silinder di
atas pelat dasar, kemudian taruhlah kertas filter di atas pelat ganjal.
Padatkan tanah lembab yang sudah dipersiapkan di dalam silinder
pemadatan CBR
c. Lepaskan silinder sambungan, potong dan ratakan tanah padat rata dengan
permukaan silinder pemadatan. Bila perlu tambal lubang-lubang yang
terjadi permukaan yang kasar sehingga didapat permukaan yang halus.

25
Lepaskan pelat alas dan ambil pelat ganjal. Timbang dan catat berat silinder
dengan tanah di dalamnya untuk menghitung atau menentukan berat
volume tanah.
3. Pelaksanaan Penetrasi
a. Letakkan kembali pertama-tama pelat beban yang utuh agar tanah tidak
melotot, kemudian pasang silinder pada mesin penetrasi. Aturlah piston
penetrasi menempel tanah, kemudian tambahkan/pasang pelat-pelat
beban (belah) lainnya seluruhnya yang tadi dipasang pada saat
perendaman.
b. Dalam hal pemeriksaan CBR pada benda uji tanpa perendaman, maka
setelah pekerjaan 2c langsung taruhlah beban-beban di atas tanah dalam
silinder, dengan jumlah beban yang sesuai dengan tekanan (berat lapisan
perkerasan) yang akan bekerja pada tanahnya nanti, tetapi sekurang-
kurangnya 2 buah pelat beban (jumlah beratnya 2 x 5 lb = 10 lb).
Kemudian pasang silinder pada mesin penetrasi dan atur piston penetrasi
menempel muka tanah.
c. Aturlah mesin penetrasi agar piston penetrasi sedikit menekan tanah,
sehingga pada arloji terbaca tekanan sebesar 4,5 kg untuk menjamin
kedudukan piston pada permukaan tanah kemudian aturlah arloji beban
dan arloji penetrasi pada pembacaan nol.
d. Kerjakan pembebanan mesin, sehingga piston mempunyai kecepatan
penetrasi sekitar.
e. Keluarkan benda uji dari silinder, kemudian periksalah kadar air dari
contoh yang diambil pada lapisan setebal 2,5 cm bagian atas benda uji.
Atau jika dikehendaki data kadar air rata-rata dari benda uji, ambillah
contoh tanah dari bagian atas, bagian tengah dan bagian bawah benda
uji. Banyaknya contoh tanah yang diambil untuk pemeriksaan kadar air
tersebut sekurang-kurangnya 100 gram bila contoh tanah berbutir halus
atau sekurang-kurangnya 500 gram bila contoh tanah kasar.

26
2.12. Stabilisasi Tanah Dasar (Subgrade) Dengan Pasir Laut
Penelitian ini dilakukan pada tanah subgrade pada ruas jalan Darmahusada,
Kota Surabaya, Jawa Timur yang dilakukan oleh Utami (2016), yang nampak
memiliki masalah atau kerusakan fisik pada beberapa titik. Berdasarkan hal
tersebut maka melalui penelitian ini dicoba untuk melakukan stabilisasi tanah
subgrade dengan penambahan pasir laut. Tahapan yang dilakukan untuk penelitian
ini yaitu pengambilan tanah subgrade pada sisi perkerasan jalan, kemudian
dilakukan dengan pencampuran pasir laut presentase 10%, 20%, 30%, 40% dan
50% yang dilakukan dengan waktu pemeraman selama 3 hari. Pengujian yang
dilakukan yaitu pengujian atterberg limits, standar proctor, CBR laboratorium, dan
swelling potential. Selanjutnya adalah analisis data, yaitu mengelompokan data
kedalam masing-masing kelompok sesuai dengan presentase pasir laut yang
digunakan, perhitungan data hasil uji laboratorium, kemudian menganalisis hasil
perhitungan terkait dengan perbaikan tanah subgrade perkerasan jalan
Darmahusada yaitu untuk menaikan nilai CBR dan menurunkan nilai kembang
susut.

Dari hasil pengujian contoh tanah asli dan tanah asli + pasir laut dengan
presentase 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dengan pemeraman selama 3 hari dapat
dilihat, berdasarkan hasil pengujian contoh tanah asli yang diambil pada ruas jalan
Darmahusada, yaitu batas cair (LL) 59%, indeks plastisitas (IP) 27,52%, batas
plastis (PL) 41,86%. Data tersebut Chen (1975), digolongkan sebagai lempung
dengan potensi pengembangan tinggi. Sedangkan untuk tanah asli dengan
campuran bahan stabilisasi pasir laut 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%, dengan lama
pemeraman 3 hari menunjukan bahwa nilai LL dan IP mengalami penurunan
dengan bertambahnya presentase pasir laut. Nilai liquid limit menunjukan
penurunan yang paling baik dan efektif serta ekonomis untuk digunakan yaitu
campuran pasir laut dengan presentase 40%. Berdasarkan hasil percobaan
pemadatan pada campuran pasir laut 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dapat
meningkatkan nilai γdmax tanah asli dari 1.492 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 naik menjadi 1.682
𝑔𝑟/𝑐𝑚3 untuk campuran 50%. Serta berdasarkan hasil percobaan CBR dengan
penambahan presentase pasir laut sampai 50%, nilai CBR semakin naik dari

27
kategori jelek menjadi cukup baik (4,47% - 10,65%). Serta untuk percobaan free
swelling prosentase 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% pasir laut dengan perendaman
24 jam menunjukan penurunan nilai pengembangan dari contoh tanah asli, dengan
demikian didapatkan hasil presentase campuran pasir laut yang efktif untuk
stabilisasi tanah lempung daerah ruas jalan Darmahusada adalah dengan
penambahan pasir laut sebesar 40%.

28
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tahapan Persiapan Penelitian


Sebagai awal dari seluruh tahapan penelitian dibutuhkan tahapan persiapan,
dengan tahapan persiapan ini diharapkan penilitian berjalan lancar tanpa ada
kendala yang berat. Secara umum dalam penelitian ini ada beberapatahapan yaitu:
1. Survei lokasi pengambilan sampel
2. Pengumpulan informasi dan studi pustaka
3. Pengambilan material tanah lempung dan pasir
4. Pengujian dilaboratorium

Lokasi
Pengambilan
sampel

Gambar 3.1. (a) Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Asli

Lokasi
Pengambilan
sampel

Gambar 3.2. (b) Lokasi Pengambilan Agregat Halus

29
3.2. Pengambilan Data
(1) Data Primer
Data Primer merupakan data utama yang diperoleh berdasarkan penelitian
atau pengujian dilaboratorium untuk mendapat data karakteristik sifat fisik
tanah asli. Adapun data primer yaitu, batas-batas atterberg berupa kadar air,
batas cair, batas plastis. Data daya dukung tanah (CBR), uji plastisitas, uji
pemadatan (proctor) pada tanah campuran pasir.
1. Pengujian kadar air
2. Pengujian batas-batas (Atterberg Limits)
3. Pengujian analisa saringan
4. Pengujian standar proctor
5. Pengujian kuat tekan bebas
(2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi literatur dengan
mempelajari penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan, teori-teori
yang berkaitan dengan stabilisasi tanah, metode-metode perbaikan tanah,
prosedur pengujian, teknik analisis data yang dapat menunjang penelitian
kemudian observasi lapangan dengan melakukan kunjungan langsung
kelapangan dilakukan untuk melihat langsung kondisi tanah dan melakukan
pengambilan sampel tanah yang akan dilakukan pengujian terhadap sifat fisik
tanah dan nilai CBR laboratorium.
3.3. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian metode stabilisasi tanah lempung menggunakan pasir
adalah untuk mengetahui komposisi tanah lempung dan pasir agar dapat
memperoleh tingkat stabiliisasi tanah yang diingginkan. Semua ini dilakukan di
Laboratorium Fakultas Teknik, Universitas Cenderawasih. Hasil dari penelitian
yang dilakukan, maka diperoleh data-data tentang sifat-sifat fisis serta pengaruh
kadar air tanah sebelum dan sesudah dilakukannya stabilisasi tanah dengan pasir.
Berikut adalah pengujian yangakan dilakukan:
1. Pengujian analisis saringan SNI 3423:2008
2. Pengujian kadar air SNI 1965:2008

30
3. Pengujian pemadatan standar SNI 1742-2008
4. Pengujian batas plastis dan indeks plastisitas sesuai dengan SNI 03-1966-2008
5. Pengujian kuat tekan bebas tanah sesuai dengan SNI 03-3638-2012

3.4. Persiapan Material Uji


Tahapan ini merupakan kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan
pengolahannya. Tahap persiapan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Menentukan keperluan data primer dan data sekunder.
2. Studi pustaka tentang stabilisasi tanah lempung sebagai referensi dan
tambahan pengetahuan.
3. Proses penelitian disusun dalam tahapan-tahapan pengujian dengan urutan
sebagai berikut:
a. Pengambilan contoh tanah lempung dan pasir
Pengambilan sampel tanah lempung diambil dari Jl. Alternatif Waena
Sentani, Jayapura-Papua. Pengambilan tanah yang terganggu diambil
dengan menggunakan cangkul dan skop kemudian dimasukan kedalam
karung untuk diangkut ke laboratorium. Pasir yang digunakan diambil
dari Doyo Baru, Kabupaten Sentani, Jayapura-Papua.
b. Pengujian sifat-sifat tanah lempung
c. Pembuatan komposisi campuran antara tanah asli dan pasir
d. Penggujian atterberg dan pengujian pemadatan standar (proctor) pada
kadar air optimum.
3.5. Pengujian Laboratorium
Pengujian ini dilakukakan di Laboratorium Fakultas Teknik, Universitas
Cenderawasih. Beberapa pengujian yang di lakukan antara lain:
1. Uji pemadatan material.
2. Uji sifat fisis tanah kering dengan pasir.
3. Uji sifat fisis tanah basah dengan pasir.
Pengujian ini menggunakan beberapa alat seperti dibawah ini:
1. Skop, fungsinya sebagai alat mengambil contoh tanah.

31
2. Karung, wadah untuk mengisi contoh tanah yang akan diangkut
kelaboratorium.
a. Pengujian Sifat Fisis Tanah
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik tanah tersebut,
Pengujian sifat fisis yang di lakukan diantaranya adalah:
1. Kadar Air
Pengujian ini adalah untuk mengetahui kadar air suatu tanah. Kadar air
tanah merupakan perbandingan antara berat air yang dikandung tanah
dengan berat kering tanah. Adapun rumus untuk kadar air sebagai berikut:
𝑊2 − 𝑊3
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 = 1 + 𝑋100%
𝑊3 − 𝑊1
Keterangan:
W1= Berat Cawan
W2= Berat Cawan + Tanah Basah
W3= Berat Cawan + Tanah Kering
2. Pengujian Berat Jenis Tanah
Pengujian ini adalah untuk mengetahui berat jenis suatu tanah yang lolos
saringan nomor 4. Berat jenis tanah merupakan ratio perbandingan berat
butir tanah dengan berat air destilasi diudara dengan volume yang sama dan
pada temperature tertentu. Adapun rumus dari berat jenis tanah sebagai
berikut:
𝑊2 − 𝑊1
𝐺𝑠 =
(𝑊2 − 𝑊1) − (𝑊4 − 𝑊3)
Keterangan:
W1 = Berat piknometer
W2 = Berat piknometer + tanah
W3 = Berat piknometer + tanah + air
W4 = Berat piknometer + air
3. Pengujian Analisa Saringan
Pengujian ini adalah untuk mengetahui ukuran butir tanah dan susunan butir
tanah (gradasi). Prosedur dalam pengujian ini dengan cara mengayak dan

32
menggetarkan contoh tanah melalui satu set ayakan. Berikut adalah standard
ukuran ayakan di Amerika Serikat.
Ayakan No Lubang ( mm )
4 4.750
6 3.350
8 2.360
10 2.000
16 1.180
20 0.850
30 0.600
40 0.425
50 0.300
60 0.250
80 0.180
100 0.150
170 0.088
200 0.075
Tabel 3.1. Nomor ayakan dan ukuran lubang
(Sumber.Mekanika Tanah, Braja Das)
4. Pengujian Batas –batas Konsistensia:
A. Batas Cair (Liquid Limit)
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan batas cair suatu tanah.
Batas cair merupakan kadar air tanah pada keadaan batas peralihan
antara cair dan batas plastis. Adapun rumus untuk batas cair adalah:
𝑊2 − 𝑊3
𝐵𝑎𝑡𝑎𝑠 𝐶𝑎𝑖𝑟 = 𝑋100%
𝑊3 − 𝑊1
Batas cair adalah kadar air dimana jumlah pukulan 25 kali
B. Batas Plastis (Plastic Limit)
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui batas plastis dari
suatu tanah. Batas plastis adalah kadar air minimum yang dikandung
tanah tersebut dimana tanah itu masih dalam keadaan plastis atau untuk

33
menentukan kadar air contoh tanah pada peralihan keadaan plastis
keadaan semi padat. Pada percobaan ini contoh tanah digulung –gulung
hingga berdiameter 3 mm, lalu setelah itu di timbang berat tanah basah
dan keringnya untuk biasa mendapatkan kadar air dalam keadaan
plastis. Adapun rumus untuk batas plastis adalah:
𝑊2 − 𝑊3
Batas Plastis = 𝑋100%
𝑊3 − 𝑊1
IP (Indeks Plastisitas) = LL –PL
C. Batas Susut
Maksud dari pengujian ini adalah untuk mengetahui batas susut dari
suatu contoh tanah yang meliputi batas susut, angka susut, susut
volumetric dan linier. Suatu tanah akan menyusut apabila air yang
dikandungnya secara perlahan-lahan hilang dalam tanah. Dengan
hilangnya air secara terus menerus, tanah akan mencapai suatu
tingkat keseimbangan dimana penambahan kehilangan air akan
menyebabkan perubahan volume. Adapun rumus batas susut adalah
sebagai berikut:
𝑉1 − 𝑉2
SL = 𝑤 − 𝑋 100%
𝑊
Keterangan:
V1= Isi tanah basah
V2= Isi tanah kering
SL= Batas susut
W = Berat Tanah Kering
w = Kadar air tanah basah
5. Kuat tekan bebas
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya kekuatan
tekan bebas contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam keadaan
asli maupun buatan (remolded).
Yang dimaksud dengan kekuatan tekan bebas adalah besarnya gaya
Aksial per satuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan atau pada
saat tegangan aksialnya mencapai 20 %.

34
Alat Dan Bahan:
a. Mesin tekan bebas
b. Extruder
c. Cetakan benda uji
d. Pisau tipis
e. Neraca
f. Stopwatch
g. Pisau kawat
Langkah Kerja:
a. Siapkan benda uji berupa silinder kemudian timbang benda uji
tersebut
b. Letakkan benda uji pada mesin tekan bebas.
c. Atur jarum arloji pada angka nol.
d. Lakukan pembacaan beban pada regangan 0,5, 1 dan 2% tiap menit.
e. Lakukan hingga sampel mengalami keruntuhan.
Perhitungan:
Dasar regangan aksial dihitung dengan rumus
∆𝐿
𝜀=
× 100%
𝐿𝑜
𝜀 = 𝑅𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑘𝑠𝑖𝑎𝑙 (%)
∆𝐿 = 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑢𝑗𝑖 (𝑐𝑚)
𝐿𝑜 = 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑢𝑗𝑖 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑙𝑎 (𝑐𝑚)
Luas penampang benda uji rata-rata
𝐴𝑜
𝐴1 =
1−𝛿
𝐴𝑜 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑢𝑗𝑖 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑙𝑎 (𝑐𝑚2 )
Perhitungan besar Tegangan Normal:
𝑃
𝜎𝑛 = 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
𝐴
𝑃 = 𝐹 × 𝑁 (𝑘𝑔)
𝑁 = 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑐𝑎𝑎𝑛 𝑎𝑟𝑙𝑜𝑗𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
𝐹 = 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑘𝑎𝑙𝑖𝑏𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑐𝑖𝑛𝑐𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑗𝑖

35
Kompresi Tidak Terbatas(Unconfined Compression)
𝑃
𝑞𝑢 = (𝑘𝑔/𝑐𝑚2 )
𝐴
Kepekaan (Sensitivity)
𝑞𝑢 (𝑡𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢)
𝑆𝑡 =
𝑞𝑢 (𝑑𝑖𝑐𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔)

b. Pengujian Sifat Mekanis Tanah


6. Pengujian Pemadatan Standar Tujuan pemadatan tanah adalah
Memadatkan tanah pada kadar air optimum dan memperbaiki
karakteristik mekanisme tanah yang akan memberikan keuntungan yaitu:
a. Memperkecil pengaruh air terhadap tanah.
b. Bertambahnya kekuatan tanah.
c. Memper kecilkan pemampatannya dan day arembes air nya.
d. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air
Pengujian pemadatan ini dilakukan dengan mengacu pada
ASTMD698, pengujian ini dilakukan untuk menentukan hubungan
antara kadar air dan kepadatan tanah dengan cara memadatkan
sampel dalam cetakan silinder berukuran tertentu dengan
menggunakan alat penumbuk 2,5 kg dan tinggi jatuh 30 cm. Adapun
perhitungan untuk tes pemadatan ini adalah:
𝐵1 − 𝐵2
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ: 𝛾 =
𝑉
Keterangan:
B1= Berat mold
B2= Berat mold + berat tanah
V = Volume mold
𝛾𝑥100
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔: 𝛾𝑑 =
(100 + 𝑊)
Keterangan:
W= Kadar air sesuai kompaksi
2 Pengujian CBR

36
Pemeriksaan CBR (California Bearing Ratio) laboratorium mengacu
pada AASHTO T–193–74 dan ASTM–1883–87, dimaksudkan untuk
menentukannilai CBR tanah yang dipadatkan dilaboratorium pada kadar
air tertentu.CBR merupakan perbandingan antara beban penetrasi suatu
bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi tertentu.
3.6. Analisa Data
Pada penelitian ini dilakukan pada tanah subgrade pada lokasi ruas jalan
alternatif sentani waena, berdasarkan hal tersebut maka melalui penelitian ini
dicoba untuk melakukan stabilisasi tanah subgrade dengan penambahan pasir.
Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pengambilan tanah subgrade pada
sisi perkerasan jalan, kemudian dilakukan pencampuran dengan pasir presentase
10%, 20%, 30%, atau hingga mencapai minimum. Pengujian yang dilakukan yaitu
pengujian uji kada air, analisa saringan, atterberg limits, standart proctor, uji kuat
tekan bebas.
Selanjutnya adalah analisis data, yaitu menggelompokan data kedalam
masing-masing kelompok sesuai dengan presentase pasir yang digunakan,
perhitungan hasil uji laboratorium, kemudian menganalisis hasil perhitungan terkait
dengan perbaikan tanah subgrade yaitu untuk menaikan nilai CBR dan menurunkan
nilai kembang susut.

37
3.7. Bagan Alir (Flow Chart)

Mulai

Studi Pustaka

1. Pengambilan Material
2. Persiapan Alat Uji
3. Persiapan Material Uji

Pengujian Laboratorium

Pengujian Laboratorium Pengujian Laboratorium


1. Uji Kadar Air 1. Uji Kadar Air
2. Uji batas-batas (Atterberg 2. Standar Proctor
Limits)
3. Analisa Saringan

Tanah Lempung + Pasir


Pengujian penambahan presentase
pasir terhadap tanah lempung:
10%, 20%, 30% hingga mencapai
syarat minimum Subgrade jalan

Pengujian Laboratorium
1. Uji Kadar Air
2. Uji batas-batas (Atterberg
Limits)

Perhitungan hasil uji laboratorium

Analisis data

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar 3.3. Diagram Alir (Flowchart)

38
DAFTAR PUSTAKA

Braja M. Das, (. (1998). “Mekanika Tanah Jilid 1”,. Jakarta, Penerbit Erlangga.
Braja M. Das, (. (1998). “Mekanika tanah Jilid 2”,. Jakarta, Penerbit Erlangga.
Bowles, J. E. (1993). Alih Bahasa oleh Hainim, Johan Klanaputra. (1993). Sifat-
Sifat fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Edisi Ke II, Jakarta
Penerbit Erlangga.
ASTM D-2487. (1994). Standard Practice for Classification of Soils for
Engineering Purposes (Unified Soil Classification System). USA
Sukandarrumidi., 1. (1999). Bahan Galian Industri. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta .
Hardiyatmo, H. C. (2010). Stabilisasi Tanah Untuk Perkerasan Jalan. . Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Gati Sri Utami*, K. L. (2017). Stabilisasi Tanah Dasar (Subgrade) jalan
darmahusada dengan Pasir Pantai., 01-10.
SNI 03-1965-1990 Pengujian Kadar Air
Batas Cair SNI 03-1967-1990 Pada tanah dasar dan tanah dasar + pasir.
Batas Plastis SNI 03-1966-2008 Pada tanah dasar dan tanah dasar + pasir.
Analisa Saringan SNI 3423:2008 Pada tanah dasar dan Pasir
Pemadatan standar SNI 1742-2008 Pada tanah dasar dan tanah dasar + pasir.
Uji tekan bebas SNI 03-3638-2012 Pada tanah dasar dan tanah dasar + pasir.
UCS untuk subbase dan base jalan raya berdasarkan SNI 03-3438-1994

39

You might also like