You are on page 1of 6

Tugas Mata kuliah : Tema-tema Perjanjian Lama

Nama Mahasiswa : Donna Aritonang


NIM : 220402004
Dosen : Dr. Iwan Setiawan Tarigan, M.Th

KRITIK JURNAL
I. IDENTITAS JURNAL
Adapun identitas Jurnal yang menjadi laporan kritik jurnal dalam tulisan ini adalah sebagai
berikut;
Judul : Perceraian Dalam Perjanjian Lama Dan Implikasinya Dalam
Kekristenan Masa Kini
Penulis : Rusli
Jurnal : Geneva, Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen
Volume/No : 17/1 Mei 2019
Halaman : 108-114

RINGKASAN JURNAL

Abstrak
 Tuhan sejak awal tidak pernah merencanakan perceraian di dalam pernikahan.
 Tentunya Tuhan menyatakan bahwa dalam suatu pernikahan kudus adalah seorang
laki-laki yang akan bersatu dengan isterinya dan keduanya menjadi satu daging.
 Allah merancangkan pernikahan menjadi satu keutuhan hubungan yang indah.
 Sejak Perjanjian Lama, Kitab Suci telah menegaskan keutuhan suatu pernikahan di
mana Allah dan rencana-Nya hadir di dalamnya.
 Memahami prinsip penting ini membantu orang percaya dapat menghadapi tantangan
perceraian yang semakin marak di tengah-tengah zaman, serta memberikan
pemahaman teologi yang tepat untuk menangani sesuai kebenaran yang dinyatakan
dalam Kitab Suci.
Pendahuluan
 Dalam paparan statistik tentang fakta perceraian yang terjadi di dunia dalam beberapa
dekade terakhir menunjukkan suatu gambaran mengejutkan.
 Fakta yang ditemui menunjukkan tingkat perceraian yang terjadi dalam masyarakat
dewasa ini mempunyai angka tinggi. Hal yang mengejutkan adalah tingkat perceraian,
tidak hanya terjadi di kalangan non-Kristen, tetapi juga terjadi dalam kalangan
Kristen, bahkan persentasenya menurut Survei dari The Barna Group , Ventura, CA
menunjukkan angka signifikan dan perlu mendapatkan perhatian serius.

INSTITUSI PERNIKAHAN
 Perceraian tidak bisa dilepas dari pernikahan.
 Perceraian bisa dipandang retaknya, rusaknya sebuah pernikahan.
 Kitab Suci menegaskan pernikahan adalah sebuah ketetapan yang Allah berikan
kepada manusia.
 "TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja... Aku
akan menjadikan penolongnya, yang setara dengan dia"
 Allah membentuk institusi pernikahan, dan Allah berkenan mewujudkan pernikahan
yang sesuai rencanaNya.
 Kejatuhan menyebabkan rusaknya tatanan hidup, termasuk pernikahan
 Dosa selalu menentang ketetapan Allah.
 Palmer menjelaskan dengan dua arah: sisi positif, berarti selalu dan semata-mata
melakukan dosa; sisi negatif, janji total. Pasca kehancuran, positif atau negatif,
pernikahan sudah tercemar dosa.
 Allah merencanakan pernikahan bersifat monogami, maka setelah kehancuran
manusia berpoligami
 Allah merancang pernikahan bersifat kudus, hubungan seorang laki-laki dan seorang
perempuan, maka dosa menyebabkan manusia tidak memandang hubungan itu
sebagai hal utama dan berharga, bukan lagi pada apa yang Allah mau, namun lebih
memilih dan berakhir pada perceraian
 Sejak Allah menghantarkan Hawa kepada Adam, pada saat yang sama, institusi
pernikahan DidirikanNya. Kitab Suci menyatakan pernikahan adalah rencana Allah
bukan manusia.
 Allah tidak pernah merencanakan perceraian menjadi solusi, namun menyatukan
hubungan, dalam perjanjian kudus; kesetiaan, kesatuan menjadi unsur penting
 Kita diberitahu dalam upacara itu bahwa pernikahan ditahbiskan dan dilembagakan
oleh Tuhan-artinya, pernikahan tidak muncul begitu saja karena konvensi sosial atau
tabu manusia
 Pernikahan bukan diciptakan oleh manusia melainkan oleh Tuhan
HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PERCERAIAN
 Bagaimana hukum perceraian dalam PL?
 Ul. 24:1-4, teks tersebut menjelaskan "ia tidak menyukai lagi perempuan itu, karena
didapatinya yang tidak senonoh padanya. Kata asli "yang tidak senonoh" = "erwat
dabar" ~ Hal mengarahkan di dunia kuno, bisa terjadi dalam pernikahan tetapi bukan
perzinahan...
 Untuk mazhab Shammai terdapat dua pendapat "yang tidak senonoh.Golongan
Shammai pertama melihat "erwat dabar" berarti perzinahan, sehingga perceraian
hanya jika terjadi perzinahan, didukung Barclay: "School of Shammai
mendefinisikan 'ketidaksenonohan' sebagai makna ketidaksucian.
 'Hendaklah seorang istri nakal seperti istri Ahab,' kata mereka, 'dia tidak dapat
diceraikan kecuali karena perzinahan.' Bagi mazhab Shammai tidak ada alasan untuk
bercerai kecuali hanya perzinahan dan percabulan. Golongan kedua mazhab Shammai
menyatakan "yang tidak senonoh," tidak berkaitan dengan perzinahan karena
hukumannya adalah kematian. Golongan kedua melihat sebagai pelanggaran seksual,
belum persetubuhan.
 School of Hillel, menyatakan: “.. ia tidak menyukai lagi perempuan itu..” menjadi
satu alasan kuat perceraian. Alasan apa saja tidak menjadi persoalan, segala tindakan
isteri, tidak menyenangkan suaminya dapat dijadikan alasan sah perceraian, misalkan,
tindakan remeh menggosongkan makanan.
 didukung Adam Clarke: "Rabbi Akiba berkata, 'Jika ada laki-laki melihat wanita yang
lebih cantik dari istrinya sendiri, dia mungkin akan menceraikan istrinya; karena
dikatakan dalam hukum, 'Jika dia tidak mendapat kemurahan di matanya..
 Josephus lebih memberikan perhatian pada surat cerai tertulis sebagai dokumen sah
perceraian sehingga pernikahan berikutnya diperbolehkan.
 Josephus sendiri tercatat dalam hidupnya telah menikah beberapa kali seperti yang
dikemukakan oleh Daube
 Josephus, yang telah menikah beberapa kali (Life 75.415), jelas telah menganut
penafsiran Hillelite yang liberal terhadap PL dan telah bergabung dengan wabah
budaya perceraian. Ulangan 24:1-4, selain itu berbicara tentang perceraian, juga
menjelaskan suami yang menceraikan isterinya harus memberikan surat cerai, setelah
itu perempuan tersebut diperbolehkan menikah lagi.
 Jika hal ini terjadi maka suami pertama yang menceraikan perempuan tersebut sudah
tidak boleh mengambilnya kembali sebagai isterinya
 Penjelasan pertama, diusulkan oleh seorang sarjana biblika Inggris yang terkenal,
Driver menjelaskan bahwa hukum tersebut untuk membatasi terjadinya perceraian
yang gegabah: "Seseorang mungkin ragu untuk menceraikan istrinya jika dia tahu
bahwa dia tidak dapat mengambilnya kembali.
 School of Hillel lebih banyak diterima kaum laki-laki sehingga menyebabkan
mudahnya perceraian itu dilakukan.
Pengajaran Kristus Tentang Perceraian
 Dalam PB, Kristus mengajarkan prinsip penting perceraian; bukan hanya
mengingatkan orang Yahudi yang mencobai-Nya, Kristus juga menegaskan prinsip
seharusnya dilakukan dalam pernikahan sesuai kehendak Allah
 Beberapa bagian mencatat tentang pengajaran Kristus tersebut ditemukan dalam
Markus 5:10-12, Lukas 16:18, dan Matius 5:27-32, 19:3-9.
 Dalam Markus dan Lukas, keduanya sama-sama menegaskan bahwa mereka yang
bercerai, lalu menikah lagi dengan orang lain, keduanya hidup dalam perzinahan.
 Hal ini menegaskan bahwa perceraian merupakan suatu tindakan yang tidak berkenan
dan dibenci oleh Allah.
 Ketika Matius menuliskan kitab Injilnya demi menjawab pertanyaan orang-orang
Farisi, para ahli sepakat bahwa Matius menuliskan Injilnya tidak terlepas dari naratif
Markus.21 Perbedaan naratif perceraian Matius dan Markus pada frase \"kecuali
karena zinah.\" Berikut dua model terjemahan berdasarkan teks asli dari Matius 19:9:
Mayoritas Teks Yunani (Bizantium): Sekarang Aku berkata kepadamu bahwa siapa
pun yang memecat istrinya - tidak melakukan percabulan - dan akan menikah dengan
orang lain, dia berzinah.
 Perceraian tidak pernah menjadi pilihan, dan tidak termasuk dalam Ulangan 24:4,
yang menjelaskan (tidak mengatur) bagaimana orang Ibrani bercerai hanya karena
alasan non-modal.
 Oleh karena itu Yesus menggunakan frasa 'tidak melakukan percabulan' untuk
mencakup semua penyebab yang tidak melibatkan hukuman mati, dimana laki-laki
menceraikan istrinya.
 Jika melihat dari teks asli maka frase 'not over fornication' dan 'apart from the matter
of zina' yang diterjemahkan 'kecuali karena zina' tidak boleh diartikan sebagai klausa
permisif atau celah melegalkan suatu perceraian, tetapi merupakan suatu klarifikasi
yang jelas bahwa segala sesuatu tentang perzinahan dibahas di dalam hukum
perzinahan.
 Jadi jelas jawaban Tuhan Yesus tidak sedang memberikan opsi melakukan perceraian
karena pada perzinahan ada hukumnya sendiri, konsekuensi perzinahan (hukuman
mati)
 Pada saat ungkapan itu diucapkan tidak ada kontradiksi antara Markus, Lukas dan
Matius yaitu Tuhan Yesus tidak menghendaki perceraian.
 Demikian ketika orang-orang Yahudi mengangkat soal perceraian, Tuhan Yesus
memberikan jawaban keras, apa yang dilakukan Musa bukan upaya untuk menyetujui
sebuah perceraian ataupun upaya melanggar kehendak Allah tetapi itu karena
ketegaran hati orang-orang Israel pada saat itu .25 Kristus menyatakan Ia tidak
mendukung perceraian bentuk apa pun
SIMPULAN
 Beberapa prinsip penting bagi umat Tuhan dan pemaknaannya zaman sekarang
berkaitan dengan topik perceraian..
 Tujuan Allah bagi pernikahan adalah menyatukan dua orang menjadi satu "selama
mereka berdua harus hidup. " Kehendak Allah sampai hari ini tetap sama bahwa
pernikahan dirancang-Nya permanen, menjadi sumber kegembiraan dan kepuasan
bagi kedua belah pihak menggenapi kehendak -Nya melalui setiap pernikahan.
 Kristus memberikan penegasan bahwa apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh
diceraikan manusia.
 Kejatuhan menyebabkan manusia menyimpang dari tujuan Allah.
 Mengingat keberdosaan manusia, terlebih lagi di masa Perjanjian Lama ketika kaum
perempuan berada dalam posisi rendah sehingga perceraian begitu mudah terjadi,
maka ketika hukum diberikan bukan untuk memberikan izin perceraian tetapi untuk
mengendalikan keadaan tidak menjadi semakin buruk - perceraian yang gegabah,
sehingga kaum wanita tetap bisa mendapatkan perlindungan di tengah-tengah
kebiasaan dan budaya yang dipraktikkan saat itu.
 Hal ini didukung oleh pendapat Wright: "Efek praktis dari hukum ini adalah
melindungi perempuan yang tidak beruntung dari semacam "marital football," dioper
sanasini oleh laki- laki. Dalam konteks inilah perceraian saat itu dilihat sebagai suatu
alternatif yang diterima, tetapi sebenarnya tidak sesuai dengan rencanaNya.
 Tuhan Yesus memberikan teguran keras bahwa Musa memberikan surat cerai
bukanlah kehendak Allah tetapi semata-mata karena ketegaran hati orang-orang
Yahudi.
 Kristus menyatakan pasangan yang bercerai dan menikah kembali, keduanya hidup
dalam perzinahan.
 Jika perceraian tidak terhindarkan akibat pelanggaran dosa/ketegaran hati, maka
umatNya hendaklah tetap hidup sendiri dalam kekudusan, rekonsiliasi menjadi opsi
terbaik namun dalam pertobatan yang benar.
 Pembimbingan pernikahan yang benar menjadi perhatian utama harus dilakukan oleh
setiap orang percaya, gereja dan hamba-hamba Tuhan dengan tujuan membentuk satu
pernikahan kudus yang mencerminkan hubungan Kristus dan gereja-Nya.
 Allah di dalam sejarah tidak pernah meninggalkan umatNya yang berulang kali
mendukakan hatiNya, bahkan Allah menyatakan kesetiaanNya dan memaafkan umat-
Nya untuk mendapatkan rekonsiliasi.
 Tidak ada penjelasan lain akan karya Kristus bagi mempelai perempuan, yaitu gereja-
Nya, selain keajaiban kasih dan menceritakan anugerah-Nya.

Tanggapan
1. Menurut pendapat saya, dengan membaca judul artikel ini “Perceraian Dalam
Perjanjian Lama Dan Implikasinya Dalam Kekristenan Masa Kini”
timbulpemikiran apakah penulis dalam tulisannya akan menerapkan perceraian dalam
kekristenan masa kini ?. Menurut saya sebaiknya implikasi diubah menjadi peran
antisipatif para hamba Tuhan/gereja.
2. Judul artikel ini adalah Perceraian Dalam Perjanjian Lama Dan Implikasinya Dalam
Kekristenan Masa Kini. Namun dalam pembahasan tidak dipaparkan implikasinya.
3. Dalam kaidah penulisan abstrak jurnal, didalamnya harus memuat pokok masalah,
tujuan,metode, serta kesimpulan dalam bentuk paragraf. Namun dalam abstrak jurnal
ini, tidak memuat memuat metode yang digunakan dan kesimpulan penelitian ini.
4. Dalam pendahuluan dilaporkan persentase tingkat perceraian menurut Survei dari The
Barna Group , Ventura, CA menunjukkan angka signifikan, namun data tersebut tidak
dimuat dalam tulisan jurnal ini.

5. Penulis mengutip pendapat dari buku berbahasa Inggris namun tidak memberi
penjelasan maksud kutipan tersebut sehingga pembaca yang tidak mengerti bahasa
inggris kurang dapat memahami apa yang.
6. Metode Penelitian tidak dijelaskan dalam tulisan ini.
7. Seharusnya simpulan tidak lagi mengutip pendapat ahli melainkan simpulan penulis
sendiri dari seluruh hasil pembahasan.

Kelebihan Jurnal :

1. Tujuan penelitian dipaparkan untuk memahami teologi yang benar tentang


pernikahan dan perceraian sesuai dengan Alkitab
2. Memaparkan secara jelas tentang latarbelakang peceraian berdasarkan kitab
Perjanjian Lama dan didukung oleh kutipan ahli sejarah Perjanjian Lama.
3. Poin-poin dalam pembahasan cukup jelas menggambarkan isi yang hendak
diungkapkan namun perlu ada keterangan dari setiap kutipan berbahasa Inggris.
4. Telah diakui dan publish

You might also like