You are on page 1of 3

Kemuliaan Anak Domba

Oleh: Pdt. William Liem

Bacaan Alkitab: Wahyu 5:6-14


Salah satu usaha yang dilancarkan oleh musuh-musuh kekristenan untuk membasmi
kekristenan pada abad permulaan adalah penganiayaan. Kesebelas rasul Tuhan Yesus
ditangkap dan dibunuh. Hanya Rasul Yohanes yang selamat dari kematian, tetapi dibuang ke
pulau Patmos. Dia meninggal dunia dalam usia yang sudah lanjut, lebih dari 90 tahun. Ketika
berada di pulau Patmos, Allah memberikan banyak penglihatan kepada Rasul Yohanes, salah
satu yang paling menakjubkan adalah tentang kemuliaan Anak Domba.
Penglihatan tentang kemuliaan Anak Domba itu diawali ketika Rasul Yohanes melihat Tuhan
Allah duduk di atas takhta-Nya, dan di sebelah kanan-Nya adalah sebuah gulungan kitab yang
telah dimeterai dengan 7 meterai. Lalu Rasul Yohanes melihat seorang malaikat yang gagah
perkasa, berseru dengan suara nyaring, “Siapakah yang layak membuka gulungan kitab itu dan
meterai-meterainya?”
Setelah ditunggu cukup lama, ternyata tidak ada jawaban, suasana yang hening, terasa amat
mencekam pada waktu itu. Rupanya tidak ada seorang pun yang di sorga, di bumi, atau yang
ada di bawah bumi, yang dapat membuka gulungan kitab itu. Karena itu, menangislah Rasul
Yohanes dengan amat sedih, karena tak seorang pun yang dianggap layak untuk membuka
gulungan kitab itu. Namun kemudian, berkatalah seorang dari tua-tua itu kepada Rasul Yohanes,
“Jangan engkau menangis! Sesungguhnya, singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah
menang, sehingga Ia dapat membuka gulungan kitab itu dan membuka ketujuh meterainya” (ay.
5).
Maka Rasul Yohanes melihat di tengah-tengah takhta dan keempat makhluk itu dan di
tengah-tengah tua-tua itu, berdiri seekor Anak Domba seperti telah disembelih, bertanduk tujuh
dan bermata tujuh. Lalu datanglah Anak Domba itu dan menerima gulungan kitab itu dari tangan
Dia yang duduk di atas takhta itu. Ketika Anak Domba mengambil gulungan kitab itu,
tersungkurlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu,
masing-masing memegang satu kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan kemenyan: itulah
doa orang kudus. Selanjutnya Rasul Yohanes menyaksikan tiga gelombang pujian dan pemujaan
kepada Anak Domba.
Gelombang I: Keempat makhluk dan 24 tua-tua, berkata, “Engkau layak menerima gulungan
kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-
Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan
bangsa …” (ay. 9-10).
Siapakah keempat makhluk itu? Mereka adalah para Cherubim yang dengan setia melayani
Tuhan di sekitar tahta-Nya. Masing-masing makhluk itu mempunyai enam sayap: dua sayap
menutupi muka (melambangkan kerendahan hati); dua sayap menutupi kaki (melambangkan
ketaatan), dua sayap untuk terbang (melambangkan siap melayani setiap saat). Di bagian luar
dan dalam dipenuhi dengan mata, menyatakan mata rohani yang sangat jeli dan terang, yang
dengan cepat dan tepat mengenal kehendak Allah dan melaksanakan-Nya. Jika dipahami secara
harafiah, keempat mahkluk itu sangat aneh dan menakutkan. Mereka mirip“dewa bertangan
seribu” dan “dewa bermata seribu” dalam agama Hindu. Tetapi sesungguhnya mereka bukan
dewa, melainkan malaikat yang siap melayani Tuhan.
Gelombang II: Malaikat-malaikat yang jumlahnya berlaksa-laksa dan beribu-ribu laksa. Kata
mereka, “Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan
hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!”(ay. 12).
Gelombang III: Semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi
dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata, “Bagi Dia yang duduk di atas takhta
dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-
lamanya!” (ay. 13). Ketiga gelombang pemujaan kepada Anak Domba itu dikonfirmasi oleh
keempat makhluk di atas dengan perkataan “Amin.” Dan para tua-tua itu jatuh tersungkur dan
menyembah. Selanjutnya yang perlu kita pikirkan, mengapa Anak Domba itu mendapatkan pujian
dan pemujaan yang begitu tinggi dari semua makhluk yang ada di sorga? Ada tiga penjelasan
yang penting:

Pertama, Anak Domba itu telah keluar sebagai pemenang.


Dalam Wahyu 5:5 dikatakan, salah satu tua-tua itu berkata kepada Rasul Yohanes, “Jangan
engkau menangis! Sesungguhnya, singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah menang,
sehingga Ia dapat membuka gulungan kitab itu.” Ungkapan “singa dari Yehuda” dapat dilihat
kembali dari Kejadian 49:9, di mana salah satu putra Yakub, yakni Yehuda, disebut sebagai anak
singa. Tapi dalam ayat ini, Kristus yang merupakan keturunan dari Yehuda bukan lagi menjadi
anak singa, tetapi singa yang perkasa.
Singa adalah raja dan penguasa hutan. Kekuatan dan auman singa menempatkannya
sebagai penguasa hutan yang menggentarkan siapa pun. Ungkapan “singa” ini menggambarkan
Kristus sebagai pemenang. Istilah “tunas Daud” menyatakan Kristus adalah keturunan Daud,
Mesias yang dijanjikan.
Dengan demikian, kedua istilah di atas, yaitu “singa dari Yehuda” dan tunas Daud”, memiliki
latar belakang Yahudi yang kental. Kedua sebutan yang menunjuk kepada Mesias telah datang,
di mana Kristus secara gemilang telah melakukan tugas sebagai Mesias, sehingga Dia layak
dipuji, dipuja dan dimuliakan.
Suatu waktu, Henry Standley bertemu dengan Pdt. David Livingstone, seorang misionari
besar Inggris yang telah menghabiskan hidupnya selama 30 tahun di hutan Afrika, tapi
dinyatakan hilang selama dua tahun. Setelah bertemu Livingstone, Henry Standley mengajaknya
pulang ke Inggris bersamanya, tetapi Livingstone menolaknya. Dua hari kemudian, Livingstone
menulis dalam buku hariannya: “19 Maret adalah hari ulang tahunku, Yesusku, Raja hidupku.
Semua milikku, sekali lagi saya persembahkan seluruh hidupku kepada-Mu. Terimalah saya, dan
kabulkan doa saya, oh Bapa yang murah hati, sehingga dalam satu hari ke depan saya boleh
menyelesaikan semua tugas-tugas yang Engkau serahkan padaku. Dalam Yesus saya
memohon, amin.”
Setahun kemudian, salah seorang pembantunya menemukan Livingstone mati dalam
keadaan berlutut berdoa. Pada saat pemakaman, begitu banyak orang yang datang memberikan
hormat yang begitu besar. Dalam salah satu bukunya dia menulis, “Begitu banyak orang
berbicara tentang pengorbanan yang saya lakukan dengan menghabiskan begitu banyak waktu
saya di Afrika. Dapatkah disebut sebagai suatu pengorbanan bila hanya membayar kembali
sedikit dari begitu besar utang saya kepada Tuhan kita, yang tidak dapat kita bayar kembali? Apa
yang saya lakukan bukan pengorbanan, tapi suatu hak istimewa – privilege.” Di tempat yang lain,
dia juga menulis, “Saya tidak pernah melakukan pengorbanan. Kita tidak boleh membicarakan
pengorbanan ketika kita teringat akan pengorbanan besar di mana Kristus telah meninggalkan
takhta sorga untuk berkorban bagi kita, orang yang berdosa.”

Kedua, Anak Domba telah terlebih dahulu menderita.


Dalam puji-pujian gelombang I dan II dikatakan bahwa Anak Domba layak membuka
gulungan kitab dan menerima segala kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan
hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian, karena Ia “telah disembelih”. Yesaya 53:7 mencatat: “Dia
dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba
yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang yang
mengunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.”
Demikian pula dalam Markus 10:45 dikatakan, “Karena Anak Manusia juga datang bukan
untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan
(lutron) bagi banyak orang.” Kata “layak” (worthy) dihubungkan dengan seseorang yang
memenuhi persyaratan karena telah melaksanakan suatu tugas dengan sempurna. Jadi, alasan
mengapa Anak Domba itu begitu dimuliakan adalah karena Anak Domba itu terlebih dahulu mau
berkorban, yakni membiarkan diri disembelih. Tanpa ada penderitaan, tidak ada kemuliaan.
Pada waktu Perang Dunia II, terjadi pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang begitu
mengerikan di Lithuania. Ada seorang Konsul Kristen Jepang bernama Sugihara, yang dengan
menempuh risiko kemungkinan dipecat oleh pemerintah Jepang, menerbitkan 300 visa setiap
hari untuk menolong orang-orang Yahudi lari ke Eropa, kemudian ke Cina, dan akhirnya ke
Amerika. Perbuatan Sugihara ini akhirnya diketahui oleh pemerintah Jepang. Maka pada tahun
1945, tanpa suatu upacara yang layak, dia dipecat. Karirnya di bidang diplomatik berhenti. Dari
seorang diplomat yang mempunyai masa depan yang begitu cemerlang, akhirnya hanya menjadi
penerjemah. Selanjutnya selama 20 tahun ke depan, dia bekerja sebagai manajer suatu
perusahaan ekspor yang mempunyai basis di Moskow.
Inilah nasib seorang yang demi menyelamatkan ribuan manusia dari pembantaian, dia sendiri
menderita kerugian kehilangan pekerjaan. Sugihara meninggal pada tahun 1986, tidak dikenal
dan dihargai siapa pun sampai kepahlawanannya diketahui pada tahun-tahun berikutnya. Ketika
ditanya mengapa dia mau melakukan pengorbanan ini, maka jawabannya – yang kemudian
menjadi terkenal – adalah, “Dalam hal ini, saya terpaksa harus tidak taat kepada pemerintah
saya, sebab jika saya melakukan sebaliknya, itu berarti saya tidak taat kepada Allah.”
Telah banyak usul dilontarkan agar kehidupan dan pengorbanan Sugihara ini diangkat ke
layar lebar (film). Saya percaya bahwa di tahun-tahun mendatang pengorbanan Sugihara akan
mendapatkan penghormatan yang besar di mata manusia. Tapi kalau tidak sekali pun, Sugihara
telah mendapatkan penghargaan yang amat tinggi dari Allah. C. T. Studd berkata, “Tidak ada
pengorbanan yang terlalu besar yang kita perbuat untuk Dia yang menyerahkan hidup-Nya untuk
kita.”

Ketiga, Anak Domba itu telah dipulihkan.


Dalam Wahyu 5:6, dikatakan bahwa Anak Domba yang seperti telah disembelih itu,
bertanduk tujuh dan bermata tujuh. Dalam ayat-ayat firman Tuhan yang dipakai dalam PB, kata
“domba” yang dipakai untuk Kristus adalah Amnos. Amnos adalah anak domba yang kelu yang
dibawa ke tempat pembantaian dan dipersembahkan sebagai korban. Ini seperti yang
digambarkan dalam Yesaya 53:7, “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak
membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang
kelu di depan orang-orang yang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.”
Tetapi dalam Wahyu 5:6, Anak Domba ini mempunyai tanduk tujuh dan mata tujuh. Maka
istilah domba yang dipakai di sini bukan lagi Amnos, tapi Arnion. Walau Domba itu masih
mempunyai bekas disembelih, tapi sekarang Dia mempunyai tanduk dan mata tujuh. Kata “tujuh”
menunjukkan kesempurnaan. Tanduk tujuh berarti Kristus mempunyai kekuatan yang sempurna.
Mata menunjukkan kemahatahuan Kristus. Dengan demikian, itu berarti Kristus memiliki
keperkasaan dan pengetahuan yang lengkap tentang apa pun yang ada di sorga dan di dunia.
Dia adalah Anak Allah yang sudah dipulihkan.
Dari penyembahan keempat makhluk, kedua puluh empat tua-tua, dan seluruh makhluk yang
ada di sorga yang begitu memuji dan memuja Anak Domba, maka seharusnya dalam beribadah
di gereja, kita pun perlu memiliki ekspresi yang sama. Tidak cukup dalam hidup kita hanya
tergesa-gesa membaca Alkitab, berdoa, setelah itu terlibat lagi dengan aktivitas-aktivitas sehari-
hari. Kita perlu menyediakan waktu yang cukup, apakah itu kita ada dalam ibadah pribadi atau
ibadah keluarga atau ibadah bersama dalam gereja, untuk memuji dan memuja Tuhan Yesus.
Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, kekayaan, hikmat, kekuatan,
hormat, kemuliaan, dan puji-pujian dari kita semua. Amin. •

You might also like