You are on page 1of 4

ANEMIA APLASTIK

Batasan
Anemia refrakter yang ditandai dengan anemia berat, leukopenia,
trombositopenia, dan disertai dengan sumsum tulang aplastik atau
hipoplastik
Anemia aplastik berat jika terdapat selularitas sumsum tulang <25%
dan memenuhi dua dari kriteria: jumlah granulosit <500/mm 3,
trombosit <20.000/mm3, retikulosit <20.000/mm3
Anemia aplastik sangat berat jika memenuhi kriteria anemia aplastik
berat dengan jumlah granulosit <200/mm3
Klasifikasi
Kongenital
Didapat
Etiologi
Terdapat idiopatik
Obat: kloramfenikol, antikanker, sulfa, fenilbutazon, dan lainnya
Infeksi: hepatitis, mononukleosus infeksiosa
Radiasi
Diagnosis
Anamnesis
Riwayat pucat, lemah, lesu, dan perdarahan
Panas badan (infeksi)
Pemeriksaan Fisis
Purpura, petekia, ekimosis, epistaksis, perdarahan saluran cerna
Tanpa limfadenopati dan hepatosplenomegali
Laboratorium
Darah tepi ditemukan trias anemia, leukopenia, dan trombositopenia
(pansitopenia)
Retikulosit ↓
Morfologi eritrosit: normokrom normositer
Sumsum tulang → hiposelular (aplasia/hipoplasia sumsum tulang)
Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi: Hb, leukosit, trombosit, eritrosit, retikulosit, morfologi
darah
Pungsi sumsum tulang
Diagnosis Banding
Preleukemia
Penyulit
Infeksi
Perdarahan hebat
347
Terapi
Umum
Mencari dan menghindarkan bahan yang mungkin menjadi
penyebab
Mencegah perdarahan dengan cara menghindari trauma →
istirahat dan pembatasan aktivitas
Mencegah infeksi dengan menghindari kontak
Makanan gizi seimbang (mulai makanan lunak)
Khusus
Terapi imunosupresor
Antithymocyte globulin (ATG)
Dosis 20 mg/kgBB/hr (1×/hr) dengan continuous infusion
dalam 12 jam selama 10 hr
Kortikosteroid
Metilprednisolon 2 mg/kgBB/hr i.v. tiap 6 jam diberikan dari
hr 1–8
Prednisolon 1,5 mg/kgBB/hr (2×/hr) pada hr ke-9 dan 10, 1
mg/kgBB/hr (2×/hr) pada hr ke-11–12, 0,5 mg/kgBB/hr
(2×/hr) pada hr ke-13–14 (2×/hr), 0,25 mg/kgBB/hr pada hr
ke-15 (1×/hr)
Siklosporin A
Dosis 10–12 mg/kgBB/hr p.o. dibagi 2 dosis, dengan
memantau kadar siklosporin dalam 2 mgg pertama. Terapi
dilanjutkan sampai 1 th untuk mengurangi kemungkinan
kambuh, kemudian dosis ↓ 2,0 mg/kgBB setiap 2 mgg.
Apabila didapatkan kadar kreatinin ↑ >30% di atas normal,
dosis ↓ 2 mg/kgBB/hr setiap mgg sampai kadar kreatinin
kembali normal
G-CSF, 5 μg/kgBB s.k. sekali sehari, dimulai pada hr ke-5,
dilanjutkan sampai penderita tidak bergantung pada transfusi
selama 2 bl, hitung neutrofil absolut >1.000/mm3, Ht ≥25% dan
hitung trombosit ≥40.000/mm3. Kemudian ↓ bertahap G-CSF
bergantung pada hitung neutrofil
Transplantasi sumsum tulang/stem cell dari saudara sekandung
dengan human leukocyte antigen (HLA) identik
Terapi suportif
Transfusi darah
Packed red cell (PRC) 10–15 mL/kgBB untuk mengatasi
anemia, indikasi Hb <7 g/dL
Fresh whole blood (FWB) 10–15 mL/kgBB bila anemia
disebabkan oleh perdarahan hebat
Suspensi trombosit 1 IU/5 kgBB pada perdarahan akibat
trombositopenia (tiap IU diharapkan dapat ↑ jumlah
trombosit 50.000–100.000/mm3)
Suspensi trombosit profilaksis diberikan bila jumlah trombosit
<10×109/L (atau <20×109/L)
Transfusi granulosit pada penderita dengan sepsis dan
granulositopenia
348
Pada keadaan kelebihan besi akibat transfusi berulang: terapi
kelasi besi
Antibiotik spektrum luas yang tidak mendepresi sumsum tulang
(misalnya ampisilin 100 mg/kgBB/hr dan gentamisin 5 mg/kgBB/hr)
sampai 3 hr bebas panas untuk mengatasi infeksi
Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF
atau G-CSF) pada neutropenia berat
Terapi profilaksis
Antibiotik profilaksis diberikan bila hitung neutrofil <0,2×109/L
Amfoterisin i.v. diberikan bila demam menetap saat antibiotik
spektrum luas sudah diberikan
Kelasi besi bila serum feritin >1.000 μg/L
Prognosis
Bila tidak diobati angka kematian 50% dalam 6 bl sesudah diagnosis
Infeksi dan perdarahan sering → kematian 6–12 bl sesudah diagnosis
ditegakkan
Bila transplantasi sumsum tulang berhasil → survival rate = 90%
Surat Persetujuan
Diperlukan
Bibliografi
1. Bacigalupo A, Passweg J. Diagnosis and treatment of acquired
aplastic anemia. Hematol Oncol Clin North Am. 2009;23(2):159–70.
2. Bacigalupo A. Aplastic anemia: pathogenesis and treatment.
Hematology Am Soc Hematol Educ Program. 2007;2007(1):23–8.
3. Führer M, Rampf U, Baumann I, Faldum A, Niemeyer C, JankaSchaub G, dkk.
Immunosuppressive therapy for aplastic anemia
in children: a more severe disease predicts better survival. Blood.
2005;106(6):2102–4.
4. Guinan EC. Aplastic anemia: management of pediatric patients.
Hematology Am Soc Hematol Educ Program. 2005;2005(1):104–9.
5. Guinan EC. Diagnosis and management of aplastic anemia.
Hematology Am Soc Hematol Educ Program. 2011;2011(1):76–81.
6. Hord JD. The acquired pancytopenias. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders; 2007. hlm.
2053–5.
7. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology.
Edisi ke-5. London: Elsevier; 2011.
8. Marsh JCW, Ball SE, Cavenagh J, Darbyshire P, Dokal I, GordonSmith EC, dkk.
Guidelines for the diagnosis and management of
aplastic anaemia. Br J Haematol. 2009;147:43–70.
9. Niemeyer C, Baumann I. Classification of childhood aplastic
anemia and myelodysplastic syndrome. Hematology Am Soc
Hematol Educ Program. 2011;2011(1):84–9.
349
10. Scheinberg P, Wu CO, Nunez O, and Young NS. Long-term
outcome of pediatric patients with severe aplastic anemia
treated with antithymocyte globulin and cyclosporine. J Pediatr.
2008;153(6):814–9.
11. Scheinberg P, Young NS. How I treat acquired aplastic anemia.
Blood. 2012;120:1185–96.
12. Scheinberg Ph, Wu CO, Nunez O, Scheinberg Pr, Boss C, Sloand
EM, dkk. Treatment of severe aplastic anemia with a
combination of horse antithymocyte globulin and cyclosporine,
with or without sirolimus: a prospective randomized study.
Haematologica. 2009;94:348–54.
13. Yoshida N, Yagasaki H, Hama A, Takahashi Y, Kosaka Y, Kobayashi
R, dkk. Predicting response to immunosuppressive therapy in
childhood aplastic anemia. Haematologica. 2011;96(5):771–4.
14. Young NS, Calado RT, Scheinberg P. Current concepts in the
pathophysiology and treatment of aplastic anemia. Blood.
2006;108(8):2509–19.

You might also like