You are on page 1of 16

KONSEP DASAR PRODUK PENYALURAN DANA BANK SYARIAH

Bank syariah harus selalu mengikuti konsep syariah dalam


menjalankan operasionalnya, baik produk maupun operasionalnya. Konsep
syariah memainkan peran penting dalam semua aspek perbankan syariah. Di
Indonesia, lembaga keuangan syariah disebut lembaga keuangan syariah dan
berperan memfasilitasi mekanisme perekonomian sektor riil melalui
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Yang dimaksud dengan
penanaman modal, berdasarkan kaidah perjanjian hukum Islam antara bank
dengan pihak lain, dengan tujuan untuk menyimpan dana, membiayai
kegiatan usaha, atau kegiatan lain yang sesuai dengan nilai-nilai syariah;
Termasuk membeli, menjual, dan kegiatan lainnya.
Secara umum, kegiatan Muamalat dapat dibagi ke dalam tiga bagian
utama, yaitu politik, sosial, dan ekonomi. Dalam bidang ekonomi, terdapat
tiga turunan tambahan yaitu konsumsi, simpanan, dan investasi. Islam
mengajarkan pola konsumsi yang moderat, tidak berlebihan atau keterlaluan,
berbeda dengan sistem lainnya. Al-Qur'an surat Al-Isra (17) ayat 27 dengan
tegas melarang perbuatan tabdzir, dan menyatakan bahwa orang-orang yang
melakukannya adalah seperti saudara-saudara syaitan.
Doktrin Al-Qur'an ini dalam konteks ekonomi mengedepankan peningkatan
surplus konsumen melalui akumulasi simpanan yang nantinya akan
digunakan untuk mendukung investasi dalam perdagangan, manufaktur, dan
jasa.
Dalam kondisi seperti ini, keberadaan lembaga keuangan yang
berperan sebagai perantara antara pemberi dana dan pihak yang
membutuhkan dana menjadi sangat penting. Interaksi antara perilaku
konsumen, tabungan, investasi dan lembaga keuangan dapat digambarkan
pada diagram berikut:

1
ISLAM

AKHLAK MUAMALAH AQIDAH

KEGIATAN KEGIATAN KEGIATAN


POLITIK EKONOMI SOSIAL

MANUFACTURE

POLA POLA POLA


TRADE
KONSUMSI SIMPANAN INVESTASI

SERVICE

KEGIATAN

LEMBAGA KEUANGAN

Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga keuangan


dalam Islam memiliki peran yang vital dalam menjalankan kegiatan bisnis
dan menggerakkan roda ekonomi. Tanpanya, kegiatan tersebut tidak akan
dapat berjalan dengan lancar.1
Seperti yang kita ketahui, bank syariah mengumpulkan dana dari
masyarakat dan tentu saja juga mengalirkan dana tersebut kembali ke
masyarakat. Salah satu tugas utama perbankan adalah menjadi perantara
antara individu atau entitas yang memiliki kelebihan dana dengan mereka
yang membutuhkan dana tambahan.
Dalam proses penyaluran dana kepada masyarakat, bank syariah
menggunakan prinsip perbankan prudential (prinsip kehati-hatian) sebagai
penyalur dana. Karena seluruh dana yang terhimpun di bank syariah adalah
milik para pemangku kepentingan (pemilik dana, penabung, dan pemegang
rekening). Selain prinsip di atas, bank syariah punya perbedaan mendasar
dengan perbankan konvensional, yaitu semua produk penyaluran dana itu
hanya ditujukan untuk pembelian barang atau usaha yang halal oriented

1
.Zainudin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), Hal 20

2
(diperbolehkan secara syariah) dan terbebas dari maysir (perjudian), gharar
(ketidakjelasan) dan riba (bunga).
Umumnya, penyaluran dana di bank syariah dibagi menjadi dua
kategori:
a. Pertama, Pembiayaan Konsumtif
Ini adalah sumber dana yang digunakan untuk membeli atau
memperoleh barang. Pembiayaan ini difokuskan pada analisis
kemampuan nasabah untuk membayar angsuran pembelian berdasarkan
penghasilan bulanan mereka. Sementara itu, keuntungan yang akan
diperoleh oleh bank telah ditetapkan sebelumnya dengan margin yang
telah disepakati oleh bank syariah dan nasabah untuk pembiayaan
murabahah.
Berbagai jenis akad yang digunakan dalam pembiayaan konsumtif ini
meliputi akad murabahah (jual beli), salam, dan istishna. The term
Murabahah is derived from the word ribhun, which means profit. Dalam
istilah yang digunakan, murabahah merujuk pada saling mendapat
keuntungan, yang berarti bahwa ini adalah kegiatan di mana bank
bertindak sebagai pembeli pada satu sisi dan penjual pada sisi lain.
Untuk penjelasan lebih lanjut, pembiayaan murabahah merupakan
perjanjian jual beli antara bank syariah dan nasabah. Bank syariah
membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah dan kemudian
menjualnya kepada nasabah dengan harga perolehan ditambah
margin/keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Dalam praktek perbankan syariah, jenis pembiayaan ini digunakan untuk
berbagai tujuan, termasuk pembiayaan konsumtif seperti pembelian
sepeda motor dan mobil, pembiayaan investasi seperti properti, serta
pembiayaan dagang dan modal kerja.
Pembiayaan murabahah dianggap sebagai bagian dari teori kontrak
kepastian pertukaran alami. Ini adalah untuk memastikan bahwa
keuntungan dan jangka waktu pembayaran dibayarkan di awal kontrak.
Sehingga bank syariah memiliki kepastian pembayaran yang dapat
melindungi mereka dari risiko yang tidak diinginkan. Dalam hal aliran
kas, itu telah atau akan disepakati pada awal kontrak, dan objek
pertukarannya juga telah ditetapkan secara pasti dalam hal jumlah,
kualitas, waktu, dan harga. Berdasarkan fenomena yang terjadi di dunia
perbankan syariah di seluruh dunia, secara umum jenis pembiayaan ini
menjadi yang paling diminati dan disukai dibandingkan dengan jenis
pembiayaan berbasis bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.
Kedua, menyambut pendanaan. Ini adalah kontrak di mana
pembayaran di muka dilakukan untuk produk yang akan dikirim nanti.
Harga jual bank bagi nasabah yang diam adalah harga dasar ditambah

3
margin keuntungan dan dapat dibayar tunai atau dicicil. Penerapan
keuangan Bank Syariah adalah untuk pembiayaan produk-produk
industri dan sektor pertanian, serta pembelian barang-barang tertentu,
yang dijual secara tunai atau dicicil sesuai kesepakatan antara Bank
Syariah dengan nasabah kredit mikro.
Ketiga, Pembiayaan Istishna, Yaitu salah satu pengembangan prinsip
bai‟as-salam, dimana waktu penyerahan barang dilakukan dikemudian
hari sementara pembayaran dapat dilakukan melalui cicilan atau
ditangguhkan.2 Dalam hal ini biasanya bank syariah memberikan fasilitas
pembiayaan Istishna’ pada sektor manufaktur dan konstruksi.3
Spesifikasi produk yang dipesan harus jelas seperti jenis, variasi,
ukuran, kualitas dan kuantitas. Harga jual yang disepakati dituangkan
dalam akad istishna dan tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
Jika kriteria dan harga pesanan berubah setelah berakhirnya kontrak,
semua biaya tambahan akan ditanggung oleh pelanggan.4
b. Kedua, Pembiayaan Produktif.
Yakni pembiayaan yang ditujukan untuk modal kerja dan
pengembangan usaha. Fokus analisis perbankan syariah dalam
pembiayaan ini adalah kemampuan usaha nasabah dalam
mengembalikan aset keuangan. Dan keuntungan bank syariah
bergantung pada kinerja bisnis nasabah keuangan mudharabah pada
akhir periode keuangan. Oleh karena itu, bank syariah harus secara ketat
memilih beberapa basis bisnis nasabah pembiayaan mudharabah ketika
menyalurkan pembiayaan ini. Pengalokasian dana pada perbankan
syariah biasa disebut dengan pembiayaan, berbeda dengan istilah yang
digunakan pada perbankan konvensional. Mengenai akad, terdapat
perbedaan latar belakang terjadinya transaksi. Akad yang digunakan
bank syariah untuk membiayai murabahah adalah akad jual beli,
sehingga bank syariah bertindak sebagai penjual dan nasabah keuangan
bertindak sebagai pembeli. Dalam hal ini keuntungan bagi bank syariah
adalah dari margin transaksi ribhun atau murabahah. Jika bunga
diterapkan pada bank konvensional, hal ini dikarenakan akad yang sah
adalah akad pinjam meminjam uang. Jika dilihat sekilas memang
terdapat kemiripan, sehingga masih banyak masyarakat muslim yang
masih menyamakan perbankan syariah dengan perbankan konvensional.
Selain itu, pembiayaan produktif perbankan syariah juga terlihat
serupa dengan kredit produktif perbankan konvensional. Ternyata
perbedaan mendasarnya terletak pada sisi kontrak kesepakatannya. Jika
2
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Zikrul Hakim,
2003), hlm: 41
3
Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, (Zikrul Hakim ), hlm:
25
4
Ibid., hlm: 25

4
bank syariah menggunakan sistem bagi hasil, maka bank konvensional
masih menggunakan sistem bunga. Hal inilah yang harus menjadi bahan
dan fokus edukasi masyarakat mengenai perbankan syariah.
Analogi yang dapat kita ambil sebagai contoh permasalahan di atas
adalah seperti dua orang yang sedang melakukan hubungan suami istri,
jika keduanya adalah pasangan suami istri yang sah, maka tentu saja
mereka tidak akan memiliki keraguan atau penyesalan dalam hatinya
untuk melakukan hal tersebut dan mereka tidak akan melakukan hal
tersebut. dia. lakukan itu Aku benci kalau mereka pergi ke suatu tempat
bersama. Namun jika dilakukan oleh pasangan yang belum menikah, jelas
mereka tidak suka dengan banyaknya orang yang mengetahui apa yang
mereka lakukan. Maka dasar diperbolehkannya hubungan suami istri
tidak lain adalah adanya perjanjian di awal akad (dalam hal ini perjanjian
pranikah). Ini menentukan keabsahan dan kehalalan kegiatan syariah
Islam. Begitu pula setiap transaksi dalam dunia perbankan syariah harus
dilandasi dan diawali dengan akad yang baik. Jika terjadi akad jual beli
(murabahah), maka jelas diperoleh margin keuntungan. Jika ada
kesepakatan bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), jelas nisbah
diperoleh. Jika akadnya ijarah (sewa), wakalah, hiwalah, upah (ujrah)
diterima. Bank Islam bukan hanya lembaga keuangan sosial. Namun bank
syariah juga merupakan lembaga komersial untuk meningkatkan
perekonomian negara. Oleh karena itu, uang yang dikumpulkan
masyarakat harus disalurkan sebagai pinjaman kepada masyarakat
miskin. Pinjaman kepada masyarakat disebut juga pembiayaan.
Pendanaan merupakan suatu sarana yang disediakan oleh bank syariah
bagi masyarakat yang membutuhkan uang, yang dihimpun oleh bank
syariah dari masyarakat yang mempunyai surplus.
Arah keuangan bank syariah adalah untuk memperluas dan/atau
meningkatkan pendapatan nasabah dan bank syariah. Semua sektor
usaha seperti pertanian, industri rumahan, perdagangan dan jasa
menjadi objek pembiayaan. Bank syariah telah mengembangkan
berbagai jenis pembiayaan, yang baru-baru ini mengembangkan
pembiayaan kontraktual, diantaranya yaitu:
a) Akad syirkah (penyertaan dan bagi hasil)
b) Akad tijarah (jual beli)
c) Akad ijarah (sewa menyewa)

Dari ketiga akad dasar ini, dikembangkan sesuai dengan kebutuhan


yang dikehendaki oleh bank syariah dan nasabah. Diantara pembiayaan
yang sudah umum, dikembangkan oleh bank syariah maupun lembaga
keuangan Islami lainnya adalah:
1) Pembiyaan Bai’u Bithaman Ajil (BBA)

5
Pembiayaan berakad jual beli, adalah suatu perjanjian
pembiayaan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah,
dimana bank syariah menyediakan dananya untuk sebuah
investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotnya
yang kemudian proses pembayarannya diakukan secara mencicil
atau angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan
peminjam adalah jumlah atas harga barang modal dan mark-up
yang disepakati (untuk di Indonesia produk ini tidak lagi
dikembangkan di bank syariah)

2) Pembiayaan murabahah (MBA)

Pembiayaan berakad jual beli. Pembiayaan mudharabah pada


dasarnya merupakan kesepakatan antara bank syariah sebagai
pemebri modal dan nasabah (debitur) sebagi penjamin.
Murabahah (al-bai bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai
murabahah saja. Murabahah berasal dari kata ribhu
(keuntungan), adalah transaksi jual belil di mana bank menyebut
jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual,
sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli
bank dari pemasok ditambah keuntungan (marjin). Prinsip yang
digunakan adalah sama seperti pembiyaaan bai’u bithaman ajil,
hanya saja proses pengembaliannya dibayarkan pada saat jatuh
tempo pengembaliannya.

Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka


waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli
dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya
akad. Dalam perbankan murabahah selalu dilakukan dengan cara
pembayaran cicilan (bi tsaman ajil, atau muajjal). Dalam transaksi
ini barang diserahkan segera setelah akad, sementara
pembayaran dilakukan secara tangguh/cicilan.

Gambar skema pembiayaan murabahah

6
3) Pembiayaan mudhrabah (MDA)

Pembiayaan dengan akad syirkah, adalah suatu perjanjian


pembiayaan antara bank syariah dan nasabah dimana bank
syariah menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja,
sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk
pengembangan usahanya. Jenis usaha yang dimungkinkan untuk
diberikan pembiayaan adalah usaha-usaha kecil seperti pertanian,
industri rumah tangga, dan perdagangan.

Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang populer dalam


produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah
adalah bentuk kerja sama anatara dua atau lebih pihak di mana
pemilik modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja
sama dalam paduan kontribusi 100% modal kas dari shahib al-
maal dan keahlian dari mudharib.

Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahib al-


maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang
kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan
bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat
kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahib al-maal dia diharapkan
untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan
laba optimal.

Perbedaan yang essensial dari musyarakah dan mudharabah


terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan
atau salah satu di anatara itu. Dalam mudharabah, modal hanya
berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal
berasal dari dua pihak atau lebih.

Musyarakah dan dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk


perjanjian kepercayaan (uqud al-amanah) yang menuntut tingkat
kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya
masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan
bersama dan setiap usaha dari masingn-masing pihak untuk
melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan
betul-betul akan merusak ajaran Islam.

7
Gambar Skema Pembiayaan Mudharabah

Ketentuan umum skema pembiayaan mudharabah adalah sebagai


berikut:
a) Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku
pengelola modal harus diserahkan tunai, dan dapat berupa
uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang.
Apabila modal diserahkan secara bertahap harus jelas,
tahapannya dan disepakati bersama.
b) Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat
diperhitungkan dengan cara, yakni:
 Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
 Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
c) Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad,
pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku
pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat
kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti
penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.
d) Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan
namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha
nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja, misalnya
tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran
kewajiban, maka ia dapat dikenakan sanksi administrasi.Jasa
Perbankan Syariah.

4) Pembiayaan musyarakah (MSA)

Pembiayaan akad syirkah merupakan pernyataan bank syariah


sebagai pemilik modal perusahaan, dimana resiko dan
keuntungan dibagi rata dengan versi saham. Bentuk bagi hasil
yang umum adalah musyarakah (syirkah atau syariah). Transaksi
musyarakah didasari oleh keinginan para pihak untuk secara
bersama-sama meningkatkan nilai harta milik bersama. Segala

8
bentuk bisnis yang melibatkan dua pihak atau lebih yang
menyatukan seluruh sumber daya berwujud dan tidak berwujud.
Kontribusi kolaborator dapat berupa keuangan, properti bisnis,
kewirausahaan, keterampilan, properti, peralatan atau aset tidak
berwujud (seperti paten atau goodwill), kepercayaan atau
reputasi (kelayakan kredit), dan hal-hal lainnya. yang bisa dinilai
dengan uang. Menggabungkan semua kombinasi bentuk taruhan
masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu, produk
ini sangat fleksibel.

Gambar Skema Pembiayaan Musyarakah

Ketentuan umum Pembiayaan Musyarakah adalah sebagai


berikut:
a) Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek
musyawarah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik
modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha
yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal
dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah dan tidak
boleh melakukan tindakan seperti:
 Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
 Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa
izin pemilik modal lainnya.
 Memberi pinjaman kepada pihak lain
 Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerja sama
apabila:
 Menarik diri dari perserikatan
 Meninggal dunia,

9
 Menjadi tidak cakap hukum
b) Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka
waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi
sesuai porsi kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai
dengan porsi kontribusi modal.
c) Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad.
Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut
bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

5) Pembiayaan ijarah muntahia bittamlik (IMBT)

Pembiayaan dengan perjanjian sewa adalah pembiayaan yang


ditawarkan kepada nasabah untuk menyewakan real estate,
dimana pada akhir masa sewa, bank memberikan izin kepada
penyewa untuk memiliki (membeli) properti tersebut. Transaksi
ijarah didasarkan pada transfer manfaat. Pada dasarnya prinsip
ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya
terletak pada objek transaksinya. Jika dalam jual beli objek
perdagangannya adalah barang, maka dalam ijarah objek
perdagangannya adalah jasa.

Gambar Skema Pembiayaan Ijarah

Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang


disewakan kepada nasabah. Oleh karena itu, dalam perbankan
syariah dikenal dengan istilah ijarah mutanhiyah bittamlik
(perjanjian sewa yang diikuti dengan pengalihan kepemilikan).
Harga sewa dan harga jual disepakati di awal kontrak.

6) Pembiayaan Salam

Salam merupakan transaksi jual beli dimana barang yang


diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, jika membayar tunai,
barang dikirim terlambat. Bank bertindak sebagai pembeli,
sedangkan nasabah bertindak sebagai penjual. Transaksi ini

10
sekilas mirip dengan jual beli terkait, namun dalam transaksi ini
harus ditentukan kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan
barang. Dalam praktek perbankan, setelah barang diserahkan
kepada bank, bank menjualnya secara tunai atau dicicil kepada
rekanan nasabah atau nasabah itu sendiri. Harga jual yang
ditentukan oleh bank adalah harga beli dari bank nasabah
ditambah keuntungan. Dalam hal ini bank menjualnya secara
tunai yang biasa disebut dengan bridge financing. Sedangkan jika
bank menjualnya secara mencicil.

Ketentuan umum Pembiayaan Salam adalah sebagai berikut:

a) Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya


secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya.
Misalnya jual beli 100kg mangga harum manis kualitas "A"
dengan harga Rp. 5000/kg, akan diserahkan pada panen dua
bulan mendatang.
b) Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai
akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab
dengan cara antara lain mengambilkan dana yang telah
diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan
pesanan.
c) Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau
dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka
dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada
pihak ketiga (pembeli kedua), seperti BULOG, pedagang pasar
induk atau rekanan. Mekanisme seperti ini disebut
sebagai paralel salam.

7) Pembiayaan Istishna’

Produk istishna' menyerupai produk salam, tapi dalam istishna',


bank dapat melakukan pembayaran dengan beberapa syarat
pembayaran. Skim istishna' di dalam perbankan syariah sering
digunakan dalam pembiayaan produksi dan konstruksi.

11
Gambar Skema Pembiayaan Istishna’

Ketentuan umum Pembiayaan Istishna' adalah spesifikasi barang


pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan
jumlahnya. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan daam
akad Istishna' dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad.
Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi
perubahan harga setelah akad ditandatangani, seluruh biaya
tambahan tetap ditanggung nasabah.

8) Pembiayaan Al-Qordhul Hasan (pembiayaan dengan akad


ibadah), adalah perjanjian pembiayaan antara bank syariah.5

Akad pelengkap di kembangkan sebagai akad pelayanan jasa.


Akad ini dioperasionalkan dengan pola sebagai berikut:

a) Alih utang piutang (al hiwalah)

Transaksi pengalihan piutang. Fasilitas Hiwalah biasa digunakan


di perbankan untuk membantu pemasok mendapatkan uang tunai
agar dapat melanjutkan produksi. Bank menerima kompensasi
atas jasa restrukturisasi utang. Mekanisme kerja Al Hiwalah dapat
dirangkum pada diagram di bawah ini.

5
.Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil Dan Profit Margin Pada Bank Syariah,
(Yogyakarta: UII Press Yogyakarta Tahun 2004), Hal 9

12
2. invoice
5. bayar

3. bayar
4. tagih

1. Suplai barang

b) Gadai (Rahn)
Memberikan jaminan pengembalian pada saat memberikan
pinjaman kepada bank. Barang yang digadaikan harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Milik nasabah sendiri.
b. Jelas ukuran, sifat dan ukurannya ditentukan berdasarkan nilai
rill pasar
c. Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
c) Al Qardh

Pinjaman Baik. Al Qardh memberikan layanan untuk membantu


nasabah dalam keuangannya dengan cepat dan dalam waktu
singkat. Produk ini digunakan untuk mendukung usaha kecil dan
kegiatan sosial. Dana tersebut diperoleh dari dana Zakat, Infaq dan
Sodaqoh.

13
1)

Perjanjian Qardh

NASABAH Bank Syariah

PROYEK
keahliah Modal 100%

PROYEK
PROYEK
Keuntungan

d) Wakalah

Pelanggan memberi wewenang kepada bank itu sendiri untuk


melakukan tugas layanan tertentu, seperti pengiriman uang.

e) Kafalah,

Garansi bank membantu memastikan pemenuhan kewajiban


pembayaran. Bank mungkin mengharuskan nasabah untuk
menyetor sejumlah tertentu untuk fasilitas ini. Bank juga dapat
menerima dana tersebut sesuai dengan prinsip Wadia. Bank dapat
mengganti biaya untuk layanan yang diberikan. Mekanisme kerja
Al-Kafala dapat dilihat pada diagram berikut:

Jaminan Kewajiban

Bank Nasabah
(Penanggung) (Ditanggung)

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Zikrul
Hakim.

Muhammad. 2005. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP


AMP YKPN

Muhammad. 2004. Teknik Perhitungan Bagi Hasil Dan Profit Margin Pada
Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta

Sunarto Zulkifli. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul


Hakim

Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin. Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep Dan
Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Zainudin Ali. 2008. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika

15
BIODATA PENULIS

Muhammad Elsa Tomisa, S.EI.,M.E.Sy.


Dosen Program Studi Perbankan Syari’ah
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Syari’ah Bengkalis

Penulis lahir di Muntai tanggal 12 Juli 1983. Penulis adalah dosen


tetap pada Program Studi Perbankan Syari’ah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Syariah Bengkalis. Menyelesaikan pendidikan S1 pada Jurusan Keuangan dan
Perbankan Syari’ah dan melanjutkan S2 pada Jurusan Ekonomi Syari’ah.
Penulis juga merupakan seorang direktur pada Badan Usaha Milik Desa
Muntai Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis.

16

You might also like