141.
Pola kromatografi
Lakukan Kromatografi lapis tipis seperti tertera pada Kromatografi <61> dengan parameter
sebagai berikut:
Fase gerak : Toluen Peetil asetat P (93:7)
Fase diam Silika get 60 Fase
Larutan uji : 10% dalam efanol P, gunakan Larutan uji KLT seperti tertera pada
Kromatografi <61>
Larutan pembanding : Eugenol 1% dalam etanol P|
Volume penotolan —: 3 yl Larutan wjiidan 1 iL Larutan pembanding
Deteksi : Anisaldehid-asam sulfat LP, panaskan lempeng pada suhu 100°
‘selama 5-10 menit dan sinar tampak
Keterangan:
S: Simplisia rimpang jahe
P: Pembanding eugenol
Ry pembanding eugenol 0,82
Ry 1. 0,7
Ry2. 0,82
Ry3. 0,86
s P
‘Susut pengeringan <111> Tidak lebih dari 10%
‘Abu total <81> Tidak lebih dari 4,2%
Abu tidak larut asam <82> Tidak lebih dari 3,2%
Sari larut air <91> Tidak kurang dari 15,8%
Sari larut etanol <92> Tidak kurang dari 5,7%
Kandungan Kimia Simplisia
Kadar minyak atsiri Tidak kurang dari 0,80% v/b
Lakukan penetapan kadar sesuai dengan Penetapan Kadar Minyak Atsiri <71>.+270-
Keterangan:
S: Simplisia rimpang kunyit
P: Pembanding kurkumin
Ry pembanding kurkumin 0,62
Ry 1. 0,09
Rp2. 0,24
Ry 3. 0,62
s P
‘Susut pengeringan Tidak lebih dari 10%
Abu total <81> Tidak lebih dari 8,2%
Abu tidak larut asam <82> Tidak lebih dari 0,9%
Sari larut air <91> Tidak kurang dari 11,5%
Sari larut etanol <92> Tidalc kurang dari 11,4%
Kandungan Kimia Simplisia
Kadar minyak atsiri Tidak kurang dari 1,85% v/b
lakukan penetapan kadar sesuai dengan Penetapan Kadar Mingak Atsiri <71>
Kadar kurkumin Tidak kurang dari 3,82%
lakukan penetapan kadar seperti tertera pada Spektrofotometri <5 1>.
Larutan uji Timbang seksama lebih kurang 20 mg serbuk simplisia, masukkan ke dalam
tabung reaksi, tambahkan 10 ml. etanol P, vorteks selama 30 menit dan diamkan selama 1
jam. Saring dengan kertas saring ke dalam labu tentukur 10-mL. Tambahkan melalui kertas
saring etanol P sampai tanda.
Larutan pembanding Timbang seksama lebih kurang 10 mg kurkumin, masukkan ke dalam
abu tentukur 10-mL, tambahkan etanol P sampai tanda. Buat seri pengenceran larutan
pembanding dengan kadar berturat-turut 100, 60, 40, 20, 10,dan 2 ug/ml.
Larutan blangko Etanol P
Prosedur Pipet secara terpisah 3 ml. Larutan wii, masing-masing seri Larutan pembanding dan
Larutan blangko ke dalam wadah yang sesuai. Ukur serapan pada panjang gelombang
serapan maksimum lebih kurang 420 nm. Buat larva kalibrasi. Hitung kadar kurkumin
dalam serbuk simplisia dengan kurva baku atau dengan rumus:FARMAKOPE
HERBAL
INDONESIA
1D
2017
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPengaruh Metode Pengeringan Terhadap Mutu Ekstrak 711
Salah satu bahan alam yang dimanfaatkan dalam bentuk ekstrak adalah kar:
benguk (Mucuna pruriens (L.) DC.). Sejauh ini, untuk mendapatkan ekstrak kering bi
kara benguk yang akan dijadikan sediaan tablet, dilakukan dengan cara penambahan
serosil terhadap ekstrak pekat (Nurrosyidah, 20 14:46 dan Sussana 2014:40).
Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah pada penel \dalah
bagaimana pengaruh metode pengeringan menggunakan oven, lemari pengering dan
pengering vakum terhadap mutu ekstrak biji kara benguk(Mucuna pruriens (L.)
DC.).Tujuan dilakukannyapenelitian ini adalah mendapatkan metode pengeringan
ekstrak yang dapat menghasilkan ekstrak kering dengan kualitas yang paling baik,
B.— Landasan Teori
Kara benguk (Mucuna pruriens (L.) DC.) telah lama dikenal sebagian besar
penduduk di Indonesia. Beberapa jenis Mucuna mempunyai bulu-bulu halus pada
buahnya yang dapat memberikan rasa gatal yang luar biasa pada tubuh manusia
(Purwanto, 2007:40),
Bentuk biji kara benguk membulat seperti biji kacang-kacangan yang lain,
tetapi berukuran lebih besar. Selain itu bijinya mempunyai warna yang cukup banyak,
yaitu: hitam, merah, merah muda, cokelat, putih dan lain-lain (Ezeagu, dkk., 2003
dalamBudiyati, dkk.,2013:124).
Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam kara benguk
alkaloid 0,53%, kumarin, flavonoid 0,55%, mentionin (0,75 g/16 g protein),
(5.17 g/16 g protein) dan alkilamin yang mempunyai aktivitas meningkatkan
antioksidan (Winarni dkk., 201 1:64). Sel kara benguk mengandung senyawa
L-Dopa yang bisa dimanfaatkan sebagai obat herbal, antara lain untuk pengobatan
penyakit gangguan syaraf (parkinson), anti bisa ular, meningkatkan bobot dan
kekuatan otot, vitalitas seksual pria dan obat cacing pada manusia (Bilitta, dkk., 2000
dalam Budiyati, dkk., 2013:123-124).Menurut Handajani dkk., (1996, dalam Pramita,
2008:6) kandungan HCN dalam biji segar adalah 11,05 mg/100g.
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah
cari bahan yang tidak dapat larut. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai
ia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan
lain-lain (Depkes RI, 2000:1).
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya selama waktu
tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Supaya proses ekstraksi sempurna, umumnya dilakukan pengulangan
proses pada residu pertama sampai 3-5 kali(Depkes RI, 2000:11)
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV ekstrak merupakan suatu sediaan
kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau
ia hewani. Ekstrak diperoleh menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
hampir semua atau semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
ciperlakukan sedemikian baku yang telah ditetapkan (Depkes RI,
2000:5).
C. — Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada penel bahan yang digunakan adalah kara benguk yang diperoleh
cari Desa Sirnarasa, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Bagian
tanaman yang digunakan adalah bijinya, mengingat biji kara benguk berdasarkan
Formas) Gelombang 2, Tahun Akademi 2015-2016Prosiding Farmast 1554; 2460-6472
Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Mutu Ekstrak Biji Kara
Benguk (Mucuna pruriens (L.) DC.) yang Dihasilkan
‘The Drying Method Influence toward The Production of Velvet Bean Quality (Mucuna
pnuriens (L.) DC.)
‘Ade Sutriandi, * Indra Topik Maulana,’ Bsti Rachmawati Sadiyah
"2Sprodi Farmasi, Fakultas Matematika dan Inu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung,
J. Tamansari No.1 Bandung 40116
email" adesutriandi@ gmail.com, “indra.topik @ gmail.com, 'esti_sadiyah@ymail.com
Abstract.Dried extract ofthe plant material is usually used in pharmaceutical preparations such as abe.
“To collet the dried extract of eet bean (Mucuna prurins(L.) DC.) seeds, tee methods of drying was
conducted in this research, that areoven method, ‘cabinet diyers and vacuum dryers, so the
test drying method which ean producea dry extract with the most excellent quality was chosen, The
results showedthat oven drying method took approximately 105 minutes, the temperature of 60°C, powder
Coloured. yellowish brown, powder size relatively less uniform, 1.79% humidity and flow properties of
TL seconds. Using the method of drying cabinets needed ss than 120 mimies, the temperature of 60°C.
owder coloured yellowish brown, powder size relatively less uniform, 116% humility and flow
Troperties of 14.88 seconds, While using a vacuam method it took approxinately 6D rninites, the
temperature was 40°C, sravsh brown-clored powder, reat powder size uniform, 1.368% hunsiity and
flow properties of 10.46 seconds
Keywords: Velvet bean(Mucuna pruriens (L.) DC.) the method of drying, tablet.
[Abstrak.Pada sediaan farmssi seperti tablet, umumaya bahan aku yang digunakan yait berupa ekstak
Jering, Untuk mendapathan ekstrak kering bit kara benguk (Mucunapruriens (L) DC.), pata penelitian
ini dilskukan pengeringan ekstrak menggunakan lat pengering oven, lemai pengering dan vakum,
sehingga didapatkan metode pengeringan ekstrak yang dapat menghasilkan ekstrak kering dengan kualtas
Jang paling baik. Adapun hasil yang diperoleh dasi ketiga metode tersebut menunjukan bahwa pada
pengeringan ekstrak dengan metode oven diperlukan waktu kurang lebih 105 menit, sul 60°C, serbuke
berwama cokla kekuningan, ukuran serbuk relaifkurang seragao, Kelembaban 179% dan sifat ali 11.88
‘tik. Menggunakan metode lemari pengering diperlukan waktu kurang lebib'120 menit, suhu 60°C,
serbuk berwama coklat Kekuningan, ukuran serbuk zelaif kurang seragam, Kelembaban 1,169% dan sifat
alr 14,88 deik. Menggunakan metode vakunn dipeslukan waktu kurang lebih 6D ment, sub 40°C, serbuk
berwama cokla keabu-abuan,ukuran sebukreaifseragam, Kelembaban 1,368 dan sifat air 10,46 det.
Kata Kunci: Kara benguk (Mucuna pruriens (L.) DC.), metode pengeringan, tablet.
A. Pendahuluan
Pada sediaan farmasi seperti tablet, umumnya bahan baku yang digunakan
yaitu berupa ekstrak kering. Jika ekstrak masih kental, maka dalam penetapan dosis
‘akan mengalami kesulitan karena bahan kurang homogen dan bahan masih lengket
sehingga sulit dalam pengambilannya (Sembiring, 2009 dalamMagrina, 2014:21)
Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dilakukan proses pengeringan menjadi
ekstrak kering.
Saat ini ada beberapa jenis pengering yang telah digunakan secara meluas
dalam masyarakat, industri dan juga UKM (Usaha Kecil Menengah), mulai dari yang
tradisional sampai yang moderen seperti pengeringan dengan matahari, sistem oven,
mikrowave, pengering vakum, dan Freeze dryer (Hu, 1988 dalamPrasetyaningrum,
2010:48). Penggunaan alat-alat pengering moderen tersebut mempunyai efektifitas
pengeringan yang baik, tapi mempunyai kekurangan yaitu mahal, sehingga kurang
efisien jika digunakan di indstri kecil atau industri rumah tangga.
730sMpr
GI
we
Jumal Mandala Pharmacon Indonesia, Vol 6.No.1 Juni 2020
at wor jurnal-pharmaconnw.co
Pengukuran Parameter Sp:
Matoa (Pometia pinnata J.R & G.Fors
sifik Dan Non Sp
sifik Ekstrak Etanol Daun
Fadillah Maryam, Burhanuddin Taebe, Deby Putrianti Toding
Sekolah Tinggi ilmu Farmasi Makassar
ABSTRAK
Tanaman matoa (Pometia pinnata J.R. & G.Forst)
telah dikenal memiliki banyak efek farmakologis
dan digunakan sebagai obat tradisional. Salah
satu dari tanaman matoa yang dimanfaatkan
adalah daunnya yang berfungsi sebagai
antibakteri, diuretik, analgesik dan lain-ain. Agar
dapat dijadikan sebagai bahan baku _obat
tradisional maka perlu dilakukan. standardisasi,
‘Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
nili-nilai standar parameter spesifik dan non
spesifik. Ekstrak etanol daun matoa diperoleh
dengan cara ekstraksi__metode — maserasi
menggunakan etanol 70% — menghasilkan,
rendamen sebesar 12,98%. Ekstrak yang
dihasilkan merupakan ekstrak kering, berwarna,
coklat memiliki rasa pahit dan berbau khas serta,
mengandung metabolit sekunder berupa alkaloid,
flavonoid, steroid, tanin dan saponin dengan pola,
kromatogram yang — menunjukkan —adanya,
beberapa noda dengan nilai RF yang berbeda,
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu
negara dengan kekayaan hayati terbesar
di dunia yang memiliki lebih dari 30.000
spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga
saat ini, tercatat 7000 spesies tanaman
telah diketahui khasiatnya namun kurang
dari 300 tanaman yang digunakan
sebagai _bahan
secara
baku industri farmasi
regular. Sekitar jenis
tanaman telah diidentifikasi dari aspek
botani sistematik tumbuhan dengan baik
(Saifuddin, dkk.,2011).
1000
Kadar senyawa yang terlarut pada pelarut air
sebesar 32,21%, Sedangkan kadar senyawa yang.
larut dalam etanol sebesar 38,56%. Susut
pengeringan sebesar 7,03%. Bobot jenis ekstrak
sebesar 0,9013%. Kadar abu total sebesar 2.46%,
sedangkan kadar abu tidak larut asam sebesar
0,049%. Kadar air ekstrak sebesar 5%. Total
cemaran bakteri sebanyak 7,8x10* koloni/g dan
cemaran kapang sebesar 55x10 koloni/g,
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat
beberapa parameter spesifik dan non spesifik
memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan.
Kata Kunci: Daun Matoa, Parameter Spesifik
dan Non Spesifik
Penulis Koresponden:
Fadillah Maryam
Sekolah Tinggi imu Farmasi Makassar
illa.guerjel@yahoo.co.id
Salah satu tanaman yang dapat
dimanfaatkan sebagai obat tradisional
adalah matoa (Pometia pinnata J.R. & G.
Forst). Matoa merupakan jenis tanaman
suku Sapindaceae yang tersebar di
wilayah Asia Tenggara (Malaysia dan
Indonesia) (Sudarmono,
2000). Tanaman ini telah dimanfaatkan
oleh Bangsa Asia (Papua, Malaysia dan
Indonesia) sebagai salah satu bahan obat
tradisional yang diketahui mengandung
golongan senyawa berupa flavonoid,
tanin dan saponin (Dalimartha, 2005).‘Tabel4. Hasil Pengukuran Kadar
Senyawa Dalam Pelarut Tertentu
Parames [Radar | Ra ‘Tabel 5. Hasil Pengukuran Susut Pengering
yyarat
ter T >a par] cw |” Penguji Kadar (%) __[Rerat
Sari Tarik a ian Tn Tarr] 6) Sarat
26,24|34.48 |35,92 | 32,01 ‘Susut Pen =i0
air "i 82 | 6,99 | 6,28] 7.
geringan | 7 9 | 6,28] 7.03 | “Qf
Sarma] aol ange |
tanat | 428 | 382] 449] 9856 |
Parameter senyawa terlarut dalam air
dan etanol bertujuan untuk mengetahui
jumlah senyawa yang terlarut dalam air
(bersifat polar) maupun etanol (bersifat
semi polar-non polar) —_(Saifudin,
dkk,2011). Kedua pelarut ini dan
campuran keduanya merupakan cairan
pelarut yang — diperbolehkan dan
memenubi syarat kefarmasian. Hasil yang
diperoleh yaitu sebesar 32,21% untuk
kadar senyawa larut air. Sedangkan untuk
kadar senyawa larut etanol scbesar
38,56%. Penjumlahan hasil kadar sari
larut air dan etanol juga memenuhi syarat
yaitu tidak melebihi 100%. Penjumlahan
kadar sari larut air dan kadar sari larut
ctanol suatu ekstrak seharusnya tidak
akan lebih dari 100% — (Saifudin,
dkk,2011). Dapat dilihat juga ekstrak
lebih banyak terlarut dalam etanol
dibandingkan air menunjukkan senyawa
aktif dalam ekstrak lebih cenderung
mudah tersari dalam etanol dibanding air
karena pelarut etanol merupakan pelarut
universal schingga mampu_ menarik
senyawa polar dan non polar sedangkan
air hanya mampu menarik senyawa yang
bersifiat polar.
; . Nilai susut pengeringan yang
diperoleh dari ekstrak daun matoa adalah
sebesar 7,03%. Hal ini menunjukkan
besarnya kadar air dan senyawa-senyawa
yang hilang selama proses pengeringan
‘Tabel 6.
Hasil Pengukuran Kadar Air
Kadar (%) | Rerata
Syarat
TT] a] ce
Pengujian
Kadarair [5 [5 ]5][ 5 | <10%
Penetapan kadar air dilakukan untuk
menetapkan residu air setelah proses
pengentalan atau pengeringan. Hasil
penetapan kadar air ekstrak daun matoa
sebesar 5%. Range kadar air tergantung
jenis ekstrak, untuk ekstrak kering kadar
air <10% (Voight, 1995). Kadar air
menentukan stabilitas suatu ekstrak,
‘Maryam dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1};2020 : 112101
Jurnal Pharmascience, Vol. 08, No.01, Februari 2021, hal: 101-110
ISSN-Print, 2355 - 5386
ISSN-Online. 2460 — 9560
huips://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/pharmascience
Research Article
Standardisasi Simplisia dan Ekstrak Daun Matoa
(Pometia pinnata J.R Forst & G. Forst) Asal
Kalimantan Selatan
Sutomo!*", Norijatil Hasanah?, Arnida*, Agung Sriyono*
"Pusat Studi Obat Berbasis Bahan Alam, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru,
Kalimantan Selatan
*Program Studi Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas LambungMangkurat, Banjarbaru,
Kalimantan Selatan
®Penelitian dan Pengembangan Kebun Raya Banua Kalimantan Selatan
Email: sutomo0 | @ulm.ac.id
ABSTRAK
Matoa (Pometia pinnata) merupakan salah satu tumbuhan yang dapat tumbuh
dengan baik di Kalimatan dan diketahui mengandung metabolit sekunder yang
berpotensi sebagai obat. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan standardisasi
berdasarkan parameter spesifik dan nonspesifik dari simplisia dan ekstrak. Pengambilan
sampel daun P. pinnata dilakukan pada tiga tempat tumbuh yaitu Desa Pemuda, Kebun
Raya Banua, dan Tahura Sultan Adam. Metode standardisasi yang digunakan mengacu
pada Farmakope Herbal Indonesia dan Parameter Standar Umum Ekstrak. Pengamatan
organoleptik simplisia yaitu berwarna hijau muda, rasa pahit, berbau khas. Pengamatan
mikroskopik menunjukkan adanya dinding sel, floem, xilem, stomata, dan inti sel. Kadar
sari larut etanol (19,07-19,27)%; kadar sari larut air (20,93-21,17)%; susut pengeringan
(6,17-6,23)%; kadar abu total (4,63-4,73)%; kadar Pb (0,014-0,022) ppm; kadar Cd
(0,014-0,015)ppm; dan kadar Hg <0,00004ppm. Pemerian ekstrak yaitu berwarna hijau
Kehitaman, berbau Khas, rasa pahit. Ekstrak etanol daun P. pinnata mengandung
alkaloid, flavonoid, steroid, tanin, glikosida, saponin, antrakuinon yang ditegaskan pada
profil KLT menunjukkan kesamaan kandungan senyawa kimia pada tiap tempat
tumbuh. Rendemen yang didapat (11,19-14,68)%; kadar air (5,57-5,97)%; kadar abu
total (1,19-1,24)%; dan kadar abu tidak larut asam (0,41-0,44)%. Hasil uji parameter
spesifik dan nonspesifik simplisia dan ekstrak daun P. pinnata dari tiga tempat tumbuh
telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh MMI dan BPOM RI.
Kata Kunci: Standardisasi, Matoa, Pometia pinata, Simplisia, Ekstraklain terpenoid, alkaloid, fenol, glikosida,
lilin, lipid, dan minyak mudah menguap
106
(Hardiana er al., 2012 ; Khotimah, 2016;
Zalharmita et al., 2012).
Tabel I, Hasil parameter standardisasi simplisia daun P. pinnata
No. Parameter Standardisasi Thasil ‘Syarat
Desa Pemuda Keun Raya Tahura = (MMI & BPOM
Banua RD
1 Kad sani Tartar TEITEO IS 21W02010% DIO S16, 00%
2 Kadar sari larutetanol 19072015 % — 19,2020,10% 19.27012% 8.00%
3. Susut pengeringan 6172015 % 6.234015 % — 62340,12% 10%
4 Kadar abu total 4732010 % — 4,6620,11 % — 4,6320.09 % 516.6%
5. Kadar abu tidak larut sam 11820,17 % — 1.1620,14% ——1.1430,17% 2%
6 — Kadar Pb 0,016 ppm 0,022 ppm 04014 ppm <<10 ppm
7. Kadar Ca 0.015 ppm 0.014 ppm 04014 ppm -<03 ppm
8 Kadar Hig -<0,00004 ppm _<0,00004 ppm _<0.00004 ppm __<.5 ppm
simplisia daun P. pinnate. Hal tersebut
Penentuan kadar abu total tersebut
‘menunjukkan senyawa anorganik yang
terdapat pada simplisia daun P. pinata,
semakin tinggi kadar abu total pada sutau
sampel maka semakin buruk kualitas
1989;
Nugraheni ef af., 2015). Penetapan kadar
sampel (Apriyantono ef —al.,
abu tidak larut asam menunjukkan adanya
senyawa anorganik tidak larut asam seperti
tanah atau pasir yang masih melekat pada
dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi
yang terjadi melalui udara atau tempat
perlakuan selama proses
pengambilan daun hingga menjadi serbuk.
sampel
Penetapan kadar abu merupakan salah satu
parameter yang sangat penting dalam
evaluasi bahan baku obat tradisional,
‘arena berkaitan dengan tingkat keamanan
penggunaan simplisia tersebut- menjadi
bahan baku obat tradisional.
Kadar Pb dari simplisia daun P.
pinnata pada Kebun Raya Banua memiliki
kadar Pb paling tinggi diantara dua tempat
lainnya yaitu 0,022 ppm. Hal tersebut
dikarenakan lokasi_ tempat tumbuh P.
pinata berdekatan dengan aktivitas
pembangunan ——danau,
pembangunan
‘mesin-mesin yang intensif bergerak,
Aktivitas
tersebut — menggunakan
dimana salah satu sumber pencemaran Pb
yaitu dari hasil pembakaran bahan bakar
kendaraan (Reffiane et al.. 2011). Logam
Pb tersebut dapat_mencemari tanamanEAISSN - 2477-6521
Vol 7(1) Februari 2022 (128-137)
Jurnal Endurance : Kajian Imiah Problema Kesehatan
Available Online http:/ /ejournal. kopertis10.or.id/index.php/endurance
STANDARDISASI SIMPLISIA PADA PROSES PEMBUATAN SERBUK
HERBALDASAWISMA MATAHARI YANG DIGUNAKAN
SEBAGAI ALTERNATIF PENGOBATAN
DI PUSKESMAS RASIMAH AHMAD
‘Tika Afriani™”, Rahma Yulia’, Rezi Sanola*
'23program Studi Farmasi, Universitas Mohammad Natsir, Bukittinggi, Indonesia
“Email korespondensi: tika.afriani91 @gmail.com!
Submitted :02-01-2022, Reviewed: 31-01-2022, Accepted: 05-03-2022
DOK: hup://doi,org/10,229 1 6/endurance,v7i1,789
ABSTRACT
The use of plants as alternative medicine has become a trendin recent years. The aim of this study is to
standardization the process of making herbal powders of rhizome plants according to the quality
requirements of traditional medicines. The ingredients are red ginger, white ginger, galangal, turmeric,
‘and curcuma. The research steps included observing the process of making herbal powders, macrascopic
observations, microscopic observations, drying lasses, microbial contamination, and water content
esting. The results showed that macroscopic and microscopic observations of the rhizomes has met the
standards of the Indonesian Herbal Pharmacopoeia. Observation of red ginger revealed the loss on
drying was 0.0189% the total microbial contamination was 44x10" colonies/g, and the water content
was 0.82% Observation of white ginger revealed the loss on drying was 0.056% total microbial
contamination was 4.810 colonies/g, and water content was 2.2633% Observation of galangal revealed
the loss on drying was 0.1239%, the total microbial contamination was 4x10* colonies/g, and the water
content was 0.856% Observation of turmeric revealed the loss on drying was 0.0409%, the total
nicrobial contamination was 37x10" colonies/g, and the water content was 0.626% Observation of
‘curcuma revealed the loss on drying was 0.0173% total microbial contamination was 2.4x10* colonies/g,
‘and water content was 1.1833%, The herbal powder used as an alternative treatment at the Rasimah
Abad Community Health Center has met the requirements for the manufacturing process so that it can
be a reference in the identification and quality control.
Keywords: Standardization process, Herbal powder, Rhizome plant
ABSTRAK
Penggunaan tanaman sebagai alternative pengobatan menjadi suatu tren dalam beberapa tahun
belakangan. Standardisasi proses pembuatan serbuk herbal dari tanaman rimpang penting dilakukan
untuk menjanin mutu dan keamanannya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan standardisasi proses
pada pembuatan serbuk herbal tanaman rimpang sesuai dengan persyaratan mutu obat tradisional.
Bahan yang digunakan yaitu rimpang jake merah, jahe putih, kencur, kuryit dan temulawak. Langkah
penelitian meliputi pengamatan proses pembuatan serbuk herbal, penganatan makroskopik, pengamatan
nikroskopik, susut pengeringan, cemaran mikroba dan pengujian kadar air. Hasil penelitian
‘menunjukkan bahwa pada pengamatan makroskopik dan mikroskopik rimpang jahe merah, jahe putih,
kencur, kunyit dan temulawak telah memenuhi standar Farmakope Herbal Indonesia. Pada jahe merah
LLDIKTI Wilayah X 128Ta Afriani et al | Standardisasi Simplisia Pacla Proses Pembuatan Serbuk Herbaldasawisma
Matahari Yang Digunakan Sebagai Alternatif Pengobatan Di Puskesmas Rasimah Ahmad
1128-137)
susut pengeringan sebesar 0,0189% total cemaran mikroba 4,4x10* koloni/g, kadar air sebesar 0,82%
Pada jake putih susut pengeringan sebesar 0,0569%, total cemaran mikroba 4,810" koloni/g, kadar air
sebesar 2,2633% Pada kencur susut pengeringan sebesar 0,1239% total cemaran mikroba 4x10!
koloni/e, kadar air sebesar 0,8565%. Pada kunyit susut pengeringan sebesar 0,0409%, total cemaran
nikroba 37x10" koloni/g, kadar air sebesar 0,6266% Pada temulawak susut pengeringan sebesar
0,0173% total cermaran mikroba 2,4x10° koloni’g, kadar air sebesar 1,1833%. Dari hasil yang diperoleh
dapat dapat di simpulkan bakwa serbuk herbal yang digunakan sebagai alternatif pengobatan di
puskesmas Rasimath Ahmad telah memenuhi syarat proses pembuatannya sehingga dapat menjadi acuan
dalam identifikasi dan kualitas kontrol
Kata Kunci : Standardisasi proses; Serbuk herbal; Tanaman rimpang
PENDAHULUAN
Kecendrungan penggunaan obat bahan
alam oleh masyarakat global dewasa ini kian
meningkat, baik untuk memelihara
esehatan maupun untuk mengobati suatu
penyakit. Hal ini didukung oleh pesatnya
perkembangan ilmu —pengetahuan dan
teknologi, terutama teknik ekstraksi dan
formulasi, serta makin banyaknya dukungan
penelitian atas manfaat obat bahan alam
(POM, 2020)
Menurut data World Health
Organization (WHO) 80% masyarakat di
Afrika dan Asia masih mengandalkan
pemanfaatan obat herbal atau obat yang
bersifat alami pada pelayanan Kesehatan
primer (Sahoo et al, 2010). Bagian dari
tanaman obat tradisional yang banyak
digunakan atau dimanfaatkan- masyarakat
adalah akar, rimpang, batang, buah, daun
anbun ga,
‘elompok dasawisma mat
bertempat di Bukit Apit merupakan salah
satu. dasawisma binaan Puskesmas Rasimah
Ahmad yang sudah memanfaatkan TOGA.
LLDIKTI Wilayah X
(Tanaman — Obat_—-Keluarga) dan
mengolahnya menjadi serbuk yang bernilai
jual atau ekonomis. Tanaman rimpang yang
paling sering digunakan adalah jahe merah,
Jahe putih, Kencur, kunyit dan temulawak.
Penggunaan serbuk herbal yang tinggi
Karena minimnya efek samping yang
ditimbulkan, faktor budaya, keyakinan dan
kepercayaan akan khasiat obat herbal
menjadi fuktor penyebab berkembangnya
penggunaan obat herbal (BPOM., 2020).
Pengembangan serbuk — herbal juga
didukung oleh Peraturan— Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 88
Tahun 2013 tentang fitofarmaka yang
berarti diperlukan adanya pengendatian
mutu simplisia yang akan digunakan untuk
bahan baku obat atau sediaan galenik
(POM, 2013)
Salah satu kendala wtama yang dihadapi
adalah kualitas, kuantitas dan kontinuitas
bahan bakuobat tradisional. Permasalahan
bahan baku adalah terbatasnya ketersediaan
bahan tanaman dan teknologi pengolahan
yang umumnya masih secara_tradisional.
‘Teknik pengolahan dan penyimpanannya
masih menggunakan cara sederhana, tidak
higienis dan jauh dibawah standar cara
pengolahan (Kemenkes, 2013)
‘Salah satu upaya yang harus dilakukan
dalam pengembangan obat bahan alam yaitu
melakukan standardisasi terhadap bahan
baku (simplisia dan hasil sarian ekstrak) dan
129SKRIPST
EFEKTIFITAS PEMBERIAN MINUMAN KUNYIT ASAM
DAN MINUMAN JAHE TERHADAP PENURUNAN
DISMINORHEA PADA SISWI DI SMAN 03
KOTA BENGKULU
TAHUN 2019
DISUSUN OLEH :
SERLY PUTRI FEBRIANI EKASARI
NIM P0 5140417 043
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
JURUSAN KEBIDANAN
201833
Gambar 2.3 Skala Face Rating Scale
‘Sumber : Judha, dkk (2012)
D. Kunyit
1. Profil Kunyit
Kunyit (Indonesia) adalah suatu tanaman yang sudah dikenal di
berbagai belahan dunia, Nama lain tanaman ini antara Iain saffron
(nggris), kurkwma (Belanda), kunir (Jawa), konyet (Sunda), dan lain
sebagainya Olivia, ef al., 2006).
Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm.
Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang
dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak
Junak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-
40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan wama hijau
pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang
semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5
cm, berwarna putih atau kekuningan, Ujung dan pangkal daun3. Kandungan
Kunyit- mengandung protein (6,3%), lemak (6,1%), mineral
(3.5%), Karbohidrat (69.4%), dan moisture (13,19). Terdapat minyak
esensial _(5,8%) yang dliperoleh_ melalui distilasi_ wap dari
rhizomeskimpang tanaman kunyit yang mendandung phellandrene (1%),
sabinene (0.6%), cineol (1%), borneol (0.5%), zingiberene (25%) dan
sesquiterpenes (53%). Curcumin (diferuloylmethane) (34%) membuat
‘warna rhizoma kunyit menjadi kuning dan terdiri dari curcumin 1 (94%),
curcumin IL (6%) dan eureumin IM (0.3%). Derivat dari curcumine,
berupa demethoxy, bisdemethoxy, dan curcumenol juga diperoleh melalui
distilasi uap rhizomanya (Chattopadhyay, et al., 2004).
cengan semakin banyaknya Konsentrasi asam jawa yang ditambahkan.
‘Kombinasi rempah- rempah dan buah asam dapat meningkatkan resistensi1
38
Morfologi
Tanaman jahe merupakan salah satu famili Zingiberaceae.
Kedudukan jahe dalam sistematika atau taksonomi tumbuhan
diklasifikasikan sebagai berikut:
‘Tabel 2.2 Taksonomi Tumbuhan Jahe
Kingdom Plantae
Divis ‘Hernatophyta
‘Subaivi ‘Angiospermae
Kelas
‘Ondo Zingiberales
Fam Zingiberaceae
Genus Zingiber
‘Spesies = Gingiber offi Tiongkokle Rose
Smber? Rakmana, 2016
“Tanuman jabe merupakan tanaman tema berbatang semu, tumbu tegak
{ingginya 30-100 cm, berdaun tunggal yang bentuknya lanset dengan panjang
15.23 mm, Iebar 8-15 mm, Rimpang jabe bermacam variainya mulai dari
tentuk agak pipih, sampai gemuk atau bult panjang. Kult simpang jahe agak
tebal berwama putih Kekuningan hingga kemerah-merahan, Kulit membungkus
caging umbi yang berserat dan beraroma khas (Rukmana, 2016).
Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis
‘Tumbuhan jahe mempunyai bau aromatik, rasa pedas, hangat dan
tidak beracun. Rimpang jahe mengandung minyak asiri, Minyak asiri
tersebut terditi atas n-nonylaldehyde, d-camphene, d-B-phellandrene,
‘methyl heptenone, cineol, d-borneol, geraniol, lonalool, acetates,39
caprylate, citral, chavicol, genggerol, shogaol dan zingiberene (Nuraini,
2017).
Hfek farmakologis jahe adalah menambah nafsu akan,
‘memperkuat lambung, peluruh kentut, peluruh keringat, pelancar sirkulasi
caah, penurun kolestrol, anti muntah, anti radang, antibatuk dan
‘memperbaiki pencernaan (Hariana, 2015).
beberapa zat gizi penting seperti kalsium, magnesium, zat besi, beta
karoten dan vitamin C. Zat besi yang terkandung dapat mengcegah
anemia saat haid. Kalsium dan vitamin C berguna untuk menenagkan
saraf dan mengurangi rasa nyeri. Senyawa shogaol dan gingerol dapat
berfungsi ssebagai anti mual dan memiliki sifat antioksidan yang lebih
tinggi dari vitamin E.
Saat tubuh mengalami suatu reaksi peradanganvinflamasi, tubuh
memprooduksi zat yang disebut prostaglandin yang memicu rasa nyeri.
Obat golongan NSAIDs digunakan Karena dapat memblok _produksi
prtaglandin sehingga nyeri akan mereda. Penelitian menunjukan bahwa
jahe memiliki efektivitas yang sama dengan ibuprofen dan asam
‘mefenamat dalam mengurangi .