You are on page 1of 16
141. Pola kromatografi Lakukan Kromatografi lapis tipis seperti tertera pada Kromatografi <61> dengan parameter sebagai berikut: Fase gerak : Toluen Peetil asetat P (93:7) Fase diam Silika get 60 Fase Larutan uji : 10% dalam efanol P, gunakan Larutan uji KLT seperti tertera pada Kromatografi <61> Larutan pembanding : Eugenol 1% dalam etanol P| Volume penotolan —: 3 yl Larutan wjiidan 1 iL Larutan pembanding Deteksi : Anisaldehid-asam sulfat LP, panaskan lempeng pada suhu 100° ‘selama 5-10 menit dan sinar tampak Keterangan: S: Simplisia rimpang jahe P: Pembanding eugenol Ry pembanding eugenol 0,82 Ry 1. 0,7 Ry2. 0,82 Ry3. 0,86 s P ‘Susut pengeringan <111> Tidak lebih dari 10% ‘Abu total <81> Tidak lebih dari 4,2% Abu tidak larut asam <82> Tidak lebih dari 3,2% Sari larut air <91> Tidak kurang dari 15,8% Sari larut etanol <92> Tidak kurang dari 5,7% Kandungan Kimia Simplisia Kadar minyak atsiri Tidak kurang dari 0,80% v/b Lakukan penetapan kadar sesuai dengan Penetapan Kadar Minyak Atsiri <71>. +270- Keterangan: S: Simplisia rimpang kunyit P: Pembanding kurkumin Ry pembanding kurkumin 0,62 Ry 1. 0,09 Rp2. 0,24 Ry 3. 0,62 s P ‘Susut pengeringan Tidak lebih dari 10% Abu total <81> Tidak lebih dari 8,2% Abu tidak larut asam <82> Tidak lebih dari 0,9% Sari larut air <91> Tidak kurang dari 11,5% Sari larut etanol <92> Tidalc kurang dari 11,4% Kandungan Kimia Simplisia Kadar minyak atsiri Tidak kurang dari 1,85% v/b lakukan penetapan kadar sesuai dengan Penetapan Kadar Mingak Atsiri <71> Kadar kurkumin Tidak kurang dari 3,82% lakukan penetapan kadar seperti tertera pada Spektrofotometri <5 1>. Larutan uji Timbang seksama lebih kurang 20 mg serbuk simplisia, masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml. etanol P, vorteks selama 30 menit dan diamkan selama 1 jam. Saring dengan kertas saring ke dalam labu tentukur 10-mL. Tambahkan melalui kertas saring etanol P sampai tanda. Larutan pembanding Timbang seksama lebih kurang 10 mg kurkumin, masukkan ke dalam abu tentukur 10-mL, tambahkan etanol P sampai tanda. Buat seri pengenceran larutan pembanding dengan kadar berturat-turut 100, 60, 40, 20, 10,dan 2 ug/ml. Larutan blangko Etanol P Prosedur Pipet secara terpisah 3 ml. Larutan wii, masing-masing seri Larutan pembanding dan Larutan blangko ke dalam wadah yang sesuai. Ukur serapan pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 420 nm. Buat larva kalibrasi. Hitung kadar kurkumin dalam serbuk simplisia dengan kurva baku atau dengan rumus: FARMAKOPE HERBAL INDONESIA 1D 2017 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Mutu Ekstrak 711 Salah satu bahan alam yang dimanfaatkan dalam bentuk ekstrak adalah kar: benguk (Mucuna pruriens (L.) DC.). Sejauh ini, untuk mendapatkan ekstrak kering bi kara benguk yang akan dijadikan sediaan tablet, dilakukan dengan cara penambahan serosil terhadap ekstrak pekat (Nurrosyidah, 20 14:46 dan Sussana 2014:40). Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah pada penel \dalah bagaimana pengaruh metode pengeringan menggunakan oven, lemari pengering dan pengering vakum terhadap mutu ekstrak biji kara benguk(Mucuna pruriens (L.) DC.).Tujuan dilakukannyapenelitian ini adalah mendapatkan metode pengeringan ekstrak yang dapat menghasilkan ekstrak kering dengan kualitas yang paling baik, B.— Landasan Teori Kara benguk (Mucuna pruriens (L.) DC.) telah lama dikenal sebagian besar penduduk di Indonesia. Beberapa jenis Mucuna mempunyai bulu-bulu halus pada buahnya yang dapat memberikan rasa gatal yang luar biasa pada tubuh manusia (Purwanto, 2007:40), Bentuk biji kara benguk membulat seperti biji kacang-kacangan yang lain, tetapi berukuran lebih besar. Selain itu bijinya mempunyai warna yang cukup banyak, yaitu: hitam, merah, merah muda, cokelat, putih dan lain-lain (Ezeagu, dkk., 2003 dalamBudiyati, dkk.,2013:124). Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam kara benguk alkaloid 0,53%, kumarin, flavonoid 0,55%, mentionin (0,75 g/16 g protein), (5.17 g/16 g protein) dan alkilamin yang mempunyai aktivitas meningkatkan antioksidan (Winarni dkk., 201 1:64). Sel kara benguk mengandung senyawa L-Dopa yang bisa dimanfaatkan sebagai obat herbal, antara lain untuk pengobatan penyakit gangguan syaraf (parkinson), anti bisa ular, meningkatkan bobot dan kekuatan otot, vitalitas seksual pria dan obat cacing pada manusia (Bilitta, dkk., 2000 dalam Budiyati, dkk., 2013:123-124).Menurut Handajani dkk., (1996, dalam Pramita, 2008:6) kandungan HCN dalam biji segar adalah 11,05 mg/100g. Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah cari bahan yang tidak dapat larut. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai ia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain (Depkes RI, 2000:1). Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Supaya proses ekstraksi sempurna, umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali(Depkes RI, 2000:11) Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV ekstrak merupakan suatu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau ia hewani. Ekstrak diperoleh menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian hampir semua atau semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa ciperlakukan sedemikian baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000:5). C. — Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penel bahan yang digunakan adalah kara benguk yang diperoleh cari Desa Sirnarasa, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Bagian tanaman yang digunakan adalah bijinya, mengingat biji kara benguk berdasarkan Formas) Gelombang 2, Tahun Akademi 2015-2016 Prosiding Farmast 1554; 2460-6472 Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Mutu Ekstrak Biji Kara Benguk (Mucuna pruriens (L.) DC.) yang Dihasilkan ‘The Drying Method Influence toward The Production of Velvet Bean Quality (Mucuna pnuriens (L.) DC.) ‘Ade Sutriandi, * Indra Topik Maulana,’ Bsti Rachmawati Sadiyah "2Sprodi Farmasi, Fakultas Matematika dan Inu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung, J. Tamansari No.1 Bandung 40116 email" adesutriandi@ gmail.com, “indra.topik @ gmail.com, 'esti_sadiyah@ymail.com Abstract.Dried extract ofthe plant material is usually used in pharmaceutical preparations such as abe. “To collet the dried extract of eet bean (Mucuna prurins(L.) DC.) seeds, tee methods of drying was conducted in this research, that areoven method, ‘cabinet diyers and vacuum dryers, so the test drying method which ean producea dry extract with the most excellent quality was chosen, The results showedthat oven drying method took approximately 105 minutes, the temperature of 60°C, powder Coloured. yellowish brown, powder size relatively less uniform, 1.79% humidity and flow properties of TL seconds. Using the method of drying cabinets needed ss than 120 mimies, the temperature of 60°C. owder coloured yellowish brown, powder size relatively less uniform, 116% humility and flow Troperties of 14.88 seconds, While using a vacuam method it took approxinately 6D rninites, the temperature was 40°C, sravsh brown-clored powder, reat powder size uniform, 1.368% hunsiity and flow properties of 10.46 seconds Keywords: Velvet bean(Mucuna pruriens (L.) DC.) the method of drying, tablet. [Abstrak.Pada sediaan farmssi seperti tablet, umumaya bahan aku yang digunakan yait berupa ekstak Jering, Untuk mendapathan ekstrak kering bit kara benguk (Mucunapruriens (L) DC.), pata penelitian ini dilskukan pengeringan ekstrak menggunakan lat pengering oven, lemai pengering dan vakum, sehingga didapatkan metode pengeringan ekstrak yang dapat menghasilkan ekstrak kering dengan kualtas Jang paling baik. Adapun hasil yang diperoleh dasi ketiga metode tersebut menunjukan bahwa pada pengeringan ekstrak dengan metode oven diperlukan waktu kurang lebih 105 menit, sul 60°C, serbuke berwama cokla kekuningan, ukuran serbuk relaifkurang seragao, Kelembaban 179% dan sifat ali 11.88 ‘tik. Menggunakan metode lemari pengering diperlukan waktu kurang lebib'120 menit, suhu 60°C, serbuk berwama coklat Kekuningan, ukuran serbuk zelaif kurang seragam, Kelembaban 1,169% dan sifat alr 14,88 deik. Menggunakan metode vakunn dipeslukan waktu kurang lebih 6D ment, sub 40°C, serbuk berwama cokla keabu-abuan,ukuran sebukreaifseragam, Kelembaban 1,368 dan sifat air 10,46 det. Kata Kunci: Kara benguk (Mucuna pruriens (L.) DC.), metode pengeringan, tablet. A. Pendahuluan Pada sediaan farmasi seperti tablet, umumnya bahan baku yang digunakan yaitu berupa ekstrak kering. Jika ekstrak masih kental, maka dalam penetapan dosis ‘akan mengalami kesulitan karena bahan kurang homogen dan bahan masih lengket sehingga sulit dalam pengambilannya (Sembiring, 2009 dalamMagrina, 2014:21) Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dilakukan proses pengeringan menjadi ekstrak kering. Saat ini ada beberapa jenis pengering yang telah digunakan secara meluas dalam masyarakat, industri dan juga UKM (Usaha Kecil Menengah), mulai dari yang tradisional sampai yang moderen seperti pengeringan dengan matahari, sistem oven, mikrowave, pengering vakum, dan Freeze dryer (Hu, 1988 dalamPrasetyaningrum, 2010:48). Penggunaan alat-alat pengering moderen tersebut mempunyai efektifitas pengeringan yang baik, tapi mempunyai kekurangan yaitu mahal, sehingga kurang efisien jika digunakan di indstri kecil atau industri rumah tangga. 730 sMpr GI we Jumal Mandala Pharmacon Indonesia, Vol 6.No.1 Juni 2020 at wor jurnal-pharmaconnw.co Pengukuran Parameter Sp: Matoa (Pometia pinnata J.R & G.Fors sifik Dan Non Sp sifik Ekstrak Etanol Daun Fadillah Maryam, Burhanuddin Taebe, Deby Putrianti Toding Sekolah Tinggi ilmu Farmasi Makassar ABSTRAK Tanaman matoa (Pometia pinnata J.R. & G.Forst) telah dikenal memiliki banyak efek farmakologis dan digunakan sebagai obat tradisional. Salah satu dari tanaman matoa yang dimanfaatkan adalah daunnya yang berfungsi sebagai antibakteri, diuretik, analgesik dan lain-ain. Agar dapat dijadikan sebagai bahan baku _obat tradisional maka perlu dilakukan. standardisasi, ‘Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh nili-nilai standar parameter spesifik dan non spesifik. Ekstrak etanol daun matoa diperoleh dengan cara ekstraksi__metode — maserasi menggunakan etanol 70% — menghasilkan, rendamen sebesar 12,98%. Ekstrak yang dihasilkan merupakan ekstrak kering, berwarna, coklat memiliki rasa pahit dan berbau khas serta, mengandung metabolit sekunder berupa alkaloid, flavonoid, steroid, tanin dan saponin dengan pola, kromatogram yang — menunjukkan —adanya, beberapa noda dengan nilai RF yang berbeda, PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga saat ini, tercatat 7000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya namun kurang dari 300 tanaman yang digunakan sebagai _bahan secara baku industri farmasi regular. Sekitar jenis tanaman telah diidentifikasi dari aspek botani sistematik tumbuhan dengan baik (Saifuddin, dkk.,2011). 1000 Kadar senyawa yang terlarut pada pelarut air sebesar 32,21%, Sedangkan kadar senyawa yang. larut dalam etanol sebesar 38,56%. Susut pengeringan sebesar 7,03%. Bobot jenis ekstrak sebesar 0,9013%. Kadar abu total sebesar 2.46%, sedangkan kadar abu tidak larut asam sebesar 0,049%. Kadar air ekstrak sebesar 5%. Total cemaran bakteri sebanyak 7,8x10* koloni/g dan cemaran kapang sebesar 55x10 koloni/g, Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat beberapa parameter spesifik dan non spesifik memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Kata Kunci: Daun Matoa, Parameter Spesifik dan Non Spesifik Penulis Koresponden: Fadillah Maryam Sekolah Tinggi imu Farmasi Makassar illa.guerjel@yahoo.co.id Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah matoa (Pometia pinnata J.R. & G. Forst). Matoa merupakan jenis tanaman suku Sapindaceae yang tersebar di wilayah Asia Tenggara (Malaysia dan Indonesia) (Sudarmono, 2000). Tanaman ini telah dimanfaatkan oleh Bangsa Asia (Papua, Malaysia dan Indonesia) sebagai salah satu bahan obat tradisional yang diketahui mengandung golongan senyawa berupa flavonoid, tanin dan saponin (Dalimartha, 2005). ‘Tabel4. Hasil Pengukuran Kadar Senyawa Dalam Pelarut Tertentu Parames [Radar | Ra ‘Tabel 5. Hasil Pengukuran Susut Pengering yyarat ter T >a par] cw |” Penguji Kadar (%) __[Rerat Sari Tarik a ian Tn Tarr] 6) Sarat 26,24|34.48 |35,92 | 32,01 ‘Susut Pen =i0 air "i 82 | 6,99 | 6,28] 7. geringan | 7 9 | 6,28] 7.03 | “Qf Sarma] aol ange | tanat | 428 | 382] 449] 9856 | Parameter senyawa terlarut dalam air dan etanol bertujuan untuk mengetahui jumlah senyawa yang terlarut dalam air (bersifat polar) maupun etanol (bersifat semi polar-non polar) —_(Saifudin, dkk,2011). Kedua pelarut ini dan campuran keduanya merupakan cairan pelarut yang — diperbolehkan dan memenubi syarat kefarmasian. Hasil yang diperoleh yaitu sebesar 32,21% untuk kadar senyawa larut air. Sedangkan untuk kadar senyawa larut etanol scbesar 38,56%. Penjumlahan hasil kadar sari larut air dan etanol juga memenuhi syarat yaitu tidak melebihi 100%. Penjumlahan kadar sari larut air dan kadar sari larut ctanol suatu ekstrak seharusnya tidak akan lebih dari 100% — (Saifudin, dkk,2011). Dapat dilihat juga ekstrak lebih banyak terlarut dalam etanol dibandingkan air menunjukkan senyawa aktif dalam ekstrak lebih cenderung mudah tersari dalam etanol dibanding air karena pelarut etanol merupakan pelarut universal schingga mampu_ menarik senyawa polar dan non polar sedangkan air hanya mampu menarik senyawa yang bersifiat polar. ; . Nilai susut pengeringan yang diperoleh dari ekstrak daun matoa adalah sebesar 7,03%. Hal ini menunjukkan besarnya kadar air dan senyawa-senyawa yang hilang selama proses pengeringan ‘Tabel 6. Hasil Pengukuran Kadar Air Kadar (%) | Rerata Syarat TT] a] ce Pengujian Kadarair [5 [5 ]5][ 5 | <10% Penetapan kadar air dilakukan untuk menetapkan residu air setelah proses pengentalan atau pengeringan. Hasil penetapan kadar air ekstrak daun matoa sebesar 5%. Range kadar air tergantung jenis ekstrak, untuk ekstrak kering kadar air <10% (Voight, 1995). Kadar air menentukan stabilitas suatu ekstrak, ‘Maryam dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1};2020 : 112 101 Jurnal Pharmascience, Vol. 08, No.01, Februari 2021, hal: 101-110 ISSN-Print, 2355 - 5386 ISSN-Online. 2460 — 9560 huips://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/pharmascience Research Article Standardisasi Simplisia dan Ekstrak Daun Matoa (Pometia pinnata J.R Forst & G. Forst) Asal Kalimantan Selatan Sutomo!*", Norijatil Hasanah?, Arnida*, Agung Sriyono* "Pusat Studi Obat Berbasis Bahan Alam, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Kalimantan Selatan *Program Studi Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas LambungMangkurat, Banjarbaru, Kalimantan Selatan ®Penelitian dan Pengembangan Kebun Raya Banua Kalimantan Selatan Email: sutomo0 | @ulm.ac.id ABSTRAK Matoa (Pometia pinnata) merupakan salah satu tumbuhan yang dapat tumbuh dengan baik di Kalimatan dan diketahui mengandung metabolit sekunder yang berpotensi sebagai obat. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan standardisasi berdasarkan parameter spesifik dan nonspesifik dari simplisia dan ekstrak. Pengambilan sampel daun P. pinnata dilakukan pada tiga tempat tumbuh yaitu Desa Pemuda, Kebun Raya Banua, dan Tahura Sultan Adam. Metode standardisasi yang digunakan mengacu pada Farmakope Herbal Indonesia dan Parameter Standar Umum Ekstrak. Pengamatan organoleptik simplisia yaitu berwarna hijau muda, rasa pahit, berbau khas. Pengamatan mikroskopik menunjukkan adanya dinding sel, floem, xilem, stomata, dan inti sel. Kadar sari larut etanol (19,07-19,27)%; kadar sari larut air (20,93-21,17)%; susut pengeringan (6,17-6,23)%; kadar abu total (4,63-4,73)%; kadar Pb (0,014-0,022) ppm; kadar Cd (0,014-0,015)ppm; dan kadar Hg <0,00004ppm. Pemerian ekstrak yaitu berwarna hijau Kehitaman, berbau Khas, rasa pahit. Ekstrak etanol daun P. pinnata mengandung alkaloid, flavonoid, steroid, tanin, glikosida, saponin, antrakuinon yang ditegaskan pada profil KLT menunjukkan kesamaan kandungan senyawa kimia pada tiap tempat tumbuh. Rendemen yang didapat (11,19-14,68)%; kadar air (5,57-5,97)%; kadar abu total (1,19-1,24)%; dan kadar abu tidak larut asam (0,41-0,44)%. Hasil uji parameter spesifik dan nonspesifik simplisia dan ekstrak daun P. pinnata dari tiga tempat tumbuh telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh MMI dan BPOM RI. Kata Kunci: Standardisasi, Matoa, Pometia pinata, Simplisia, Ekstrak lain terpenoid, alkaloid, fenol, glikosida, lilin, lipid, dan minyak mudah menguap 106 (Hardiana er al., 2012 ; Khotimah, 2016; Zalharmita et al., 2012). Tabel I, Hasil parameter standardisasi simplisia daun P. pinnata No. Parameter Standardisasi Thasil ‘Syarat Desa Pemuda Keun Raya Tahura = (MMI & BPOM Banua RD 1 Kad sani Tartar TEITEO IS 21W02010% DIO S16, 00% 2 Kadar sari larutetanol 19072015 % — 19,2020,10% 19.27012% 8.00% 3. Susut pengeringan 6172015 % 6.234015 % — 62340,12% 10% 4 Kadar abu total 4732010 % — 4,6620,11 % — 4,6320.09 % 516.6% 5. Kadar abu tidak larut sam 11820,17 % — 1.1620,14% ——1.1430,17% 2% 6 — Kadar Pb 0,016 ppm 0,022 ppm 04014 ppm <<10 ppm 7. Kadar Ca 0.015 ppm 0.014 ppm 04014 ppm -<03 ppm 8 Kadar Hig -<0,00004 ppm _<0,00004 ppm _<0.00004 ppm __<.5 ppm simplisia daun P. pinnate. Hal tersebut Penentuan kadar abu total tersebut ‘menunjukkan senyawa anorganik yang terdapat pada simplisia daun P. pinata, semakin tinggi kadar abu total pada sutau sampel maka semakin buruk kualitas 1989; Nugraheni ef af., 2015). Penetapan kadar sampel (Apriyantono ef —al., abu tidak larut asam menunjukkan adanya senyawa anorganik tidak larut asam seperti tanah atau pasir yang masih melekat pada dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi yang terjadi melalui udara atau tempat perlakuan selama proses pengambilan daun hingga menjadi serbuk. sampel Penetapan kadar abu merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam evaluasi bahan baku obat tradisional, ‘arena berkaitan dengan tingkat keamanan penggunaan simplisia tersebut- menjadi bahan baku obat tradisional. Kadar Pb dari simplisia daun P. pinnata pada Kebun Raya Banua memiliki kadar Pb paling tinggi diantara dua tempat lainnya yaitu 0,022 ppm. Hal tersebut dikarenakan lokasi_ tempat tumbuh P. pinata berdekatan dengan aktivitas pembangunan ——danau, pembangunan ‘mesin-mesin yang intensif bergerak, Aktivitas tersebut — menggunakan dimana salah satu sumber pencemaran Pb yaitu dari hasil pembakaran bahan bakar kendaraan (Reffiane et al.. 2011). Logam Pb tersebut dapat_mencemari tanaman EAISSN - 2477-6521 Vol 7(1) Februari 2022 (128-137) Jurnal Endurance : Kajian Imiah Problema Kesehatan Available Online http:/ /ejournal. kopertis10.or.id/index.php/endurance STANDARDISASI SIMPLISIA PADA PROSES PEMBUATAN SERBUK HERBALDASAWISMA MATAHARI YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGOBATAN DI PUSKESMAS RASIMAH AHMAD ‘Tika Afriani™”, Rahma Yulia’, Rezi Sanola* '23program Studi Farmasi, Universitas Mohammad Natsir, Bukittinggi, Indonesia “Email korespondensi: tika.afriani91 @gmail.com! Submitted :02-01-2022, Reviewed: 31-01-2022, Accepted: 05-03-2022 DOK: hup://doi,org/10,229 1 6/endurance,v7i1,789 ABSTRACT The use of plants as alternative medicine has become a trendin recent years. The aim of this study is to standardization the process of making herbal powders of rhizome plants according to the quality requirements of traditional medicines. The ingredients are red ginger, white ginger, galangal, turmeric, ‘and curcuma. The research steps included observing the process of making herbal powders, macrascopic observations, microscopic observations, drying lasses, microbial contamination, and water content esting. The results showed that macroscopic and microscopic observations of the rhizomes has met the standards of the Indonesian Herbal Pharmacopoeia. Observation of red ginger revealed the loss on drying was 0.0189% the total microbial contamination was 44x10" colonies/g, and the water content was 0.82% Observation of white ginger revealed the loss on drying was 0.056% total microbial contamination was 4.810 colonies/g, and water content was 2.2633% Observation of galangal revealed the loss on drying was 0.1239%, the total microbial contamination was 4x10* colonies/g, and the water content was 0.856% Observation of turmeric revealed the loss on drying was 0.0409%, the total nicrobial contamination was 37x10" colonies/g, and the water content was 0.626% Observation of ‘curcuma revealed the loss on drying was 0.0173% total microbial contamination was 2.4x10* colonies/g, ‘and water content was 1.1833%, The herbal powder used as an alternative treatment at the Rasimah Abad Community Health Center has met the requirements for the manufacturing process so that it can be a reference in the identification and quality control. Keywords: Standardization process, Herbal powder, Rhizome plant ABSTRAK Penggunaan tanaman sebagai alternative pengobatan menjadi suatu tren dalam beberapa tahun belakangan. Standardisasi proses pembuatan serbuk herbal dari tanaman rimpang penting dilakukan untuk menjanin mutu dan keamanannya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan standardisasi proses pada pembuatan serbuk herbal tanaman rimpang sesuai dengan persyaratan mutu obat tradisional. Bahan yang digunakan yaitu rimpang jake merah, jahe putih, kencur, kuryit dan temulawak. Langkah penelitian meliputi pengamatan proses pembuatan serbuk herbal, penganatan makroskopik, pengamatan nikroskopik, susut pengeringan, cemaran mikroba dan pengujian kadar air. Hasil penelitian ‘menunjukkan bahwa pada pengamatan makroskopik dan mikroskopik rimpang jahe merah, jahe putih, kencur, kunyit dan temulawak telah memenuhi standar Farmakope Herbal Indonesia. Pada jahe merah LLDIKTI Wilayah X 128 Ta Afriani et al | Standardisasi Simplisia Pacla Proses Pembuatan Serbuk Herbaldasawisma Matahari Yang Digunakan Sebagai Alternatif Pengobatan Di Puskesmas Rasimah Ahmad 1128-137) susut pengeringan sebesar 0,0189% total cemaran mikroba 4,4x10* koloni/g, kadar air sebesar 0,82% Pada jake putih susut pengeringan sebesar 0,0569%, total cemaran mikroba 4,810" koloni/g, kadar air sebesar 2,2633% Pada kencur susut pengeringan sebesar 0,1239% total cemaran mikroba 4x10! koloni/e, kadar air sebesar 0,8565%. Pada kunyit susut pengeringan sebesar 0,0409%, total cemaran nikroba 37x10" koloni/g, kadar air sebesar 0,6266% Pada temulawak susut pengeringan sebesar 0,0173% total cermaran mikroba 2,4x10° koloni’g, kadar air sebesar 1,1833%. Dari hasil yang diperoleh dapat dapat di simpulkan bakwa serbuk herbal yang digunakan sebagai alternatif pengobatan di puskesmas Rasimath Ahmad telah memenuhi syarat proses pembuatannya sehingga dapat menjadi acuan dalam identifikasi dan kualitas kontrol Kata Kunci : Standardisasi proses; Serbuk herbal; Tanaman rimpang PENDAHULUAN Kecendrungan penggunaan obat bahan alam oleh masyarakat global dewasa ini kian meningkat, baik untuk memelihara esehatan maupun untuk mengobati suatu penyakit. Hal ini didukung oleh pesatnya perkembangan ilmu —pengetahuan dan teknologi, terutama teknik ekstraksi dan formulasi, serta makin banyaknya dukungan penelitian atas manfaat obat bahan alam (POM, 2020) Menurut data World Health Organization (WHO) 80% masyarakat di Afrika dan Asia masih mengandalkan pemanfaatan obat herbal atau obat yang bersifat alami pada pelayanan Kesehatan primer (Sahoo et al, 2010). Bagian dari tanaman obat tradisional yang banyak digunakan atau dimanfaatkan- masyarakat adalah akar, rimpang, batang, buah, daun anbun ga, ‘elompok dasawisma mat bertempat di Bukit Apit merupakan salah satu. dasawisma binaan Puskesmas Rasimah Ahmad yang sudah memanfaatkan TOGA. LLDIKTI Wilayah X (Tanaman — Obat_—-Keluarga) dan mengolahnya menjadi serbuk yang bernilai jual atau ekonomis. Tanaman rimpang yang paling sering digunakan adalah jahe merah, Jahe putih, Kencur, kunyit dan temulawak. Penggunaan serbuk herbal yang tinggi Karena minimnya efek samping yang ditimbulkan, faktor budaya, keyakinan dan kepercayaan akan khasiat obat herbal menjadi fuktor penyebab berkembangnya penggunaan obat herbal (BPOM., 2020). Pengembangan serbuk — herbal juga didukung oleh Peraturan— Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 88 Tahun 2013 tentang fitofarmaka yang berarti diperlukan adanya pengendatian mutu simplisia yang akan digunakan untuk bahan baku obat atau sediaan galenik (POM, 2013) Salah satu kendala wtama yang dihadapi adalah kualitas, kuantitas dan kontinuitas bahan bakuobat tradisional. Permasalahan bahan baku adalah terbatasnya ketersediaan bahan tanaman dan teknologi pengolahan yang umumnya masih secara_tradisional. ‘Teknik pengolahan dan penyimpanannya masih menggunakan cara sederhana, tidak higienis dan jauh dibawah standar cara pengolahan (Kemenkes, 2013) ‘Salah satu upaya yang harus dilakukan dalam pengembangan obat bahan alam yaitu melakukan standardisasi terhadap bahan baku (simplisia dan hasil sarian ekstrak) dan 129 SKRIPST EFEKTIFITAS PEMBERIAN MINUMAN KUNYIT ASAM DAN MINUMAN JAHE TERHADAP PENURUNAN DISMINORHEA PADA SISWI DI SMAN 03 KOTA BENGKULU TAHUN 2019 DISUSUN OLEH : SERLY PUTRI FEBRIANI EKASARI NIM P0 5140417 043 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES BENGKULU PROGRAM STUDI DIPLOMA IV JURUSAN KEBIDANAN 2018 33 Gambar 2.3 Skala Face Rating Scale ‘Sumber : Judha, dkk (2012) D. Kunyit 1. Profil Kunyit Kunyit (Indonesia) adalah suatu tanaman yang sudah dikenal di berbagai belahan dunia, Nama lain tanaman ini antara Iain saffron (nggris), kurkwma (Belanda), kunir (Jawa), konyet (Sunda), dan lain sebagainya Olivia, ef al., 2006). Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak Junak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10- 40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan wama hijau pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih atau kekuningan, Ujung dan pangkal daun 3. Kandungan Kunyit- mengandung protein (6,3%), lemak (6,1%), mineral (3.5%), Karbohidrat (69.4%), dan moisture (13,19). Terdapat minyak esensial _(5,8%) yang dliperoleh_ melalui distilasi_ wap dari rhizomeskimpang tanaman kunyit yang mendandung phellandrene (1%), sabinene (0.6%), cineol (1%), borneol (0.5%), zingiberene (25%) dan sesquiterpenes (53%). Curcumin (diferuloylmethane) (34%) membuat ‘warna rhizoma kunyit menjadi kuning dan terdiri dari curcumin 1 (94%), curcumin IL (6%) dan eureumin IM (0.3%). Derivat dari curcumine, berupa demethoxy, bisdemethoxy, dan curcumenol juga diperoleh melalui distilasi uap rhizomanya (Chattopadhyay, et al., 2004). cengan semakin banyaknya Konsentrasi asam jawa yang ditambahkan. ‘Kombinasi rempah- rempah dan buah asam dapat meningkatkan resistensi 1 38 Morfologi Tanaman jahe merupakan salah satu famili Zingiberaceae. Kedudukan jahe dalam sistematika atau taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut: ‘Tabel 2.2 Taksonomi Tumbuhan Jahe Kingdom Plantae Divis ‘Hernatophyta ‘Subaivi ‘Angiospermae Kelas ‘Ondo Zingiberales Fam Zingiberaceae Genus Zingiber ‘Spesies = Gingiber offi Tiongkokle Rose Smber? Rakmana, 2016 “Tanuman jabe merupakan tanaman tema berbatang semu, tumbu tegak {ingginya 30-100 cm, berdaun tunggal yang bentuknya lanset dengan panjang 15.23 mm, Iebar 8-15 mm, Rimpang jabe bermacam variainya mulai dari tentuk agak pipih, sampai gemuk atau bult panjang. Kult simpang jahe agak tebal berwama putih Kekuningan hingga kemerah-merahan, Kulit membungkus caging umbi yang berserat dan beraroma khas (Rukmana, 2016). Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis ‘Tumbuhan jahe mempunyai bau aromatik, rasa pedas, hangat dan tidak beracun. Rimpang jahe mengandung minyak asiri, Minyak asiri tersebut terditi atas n-nonylaldehyde, d-camphene, d-B-phellandrene, ‘methyl heptenone, cineol, d-borneol, geraniol, lonalool, acetates, 39 caprylate, citral, chavicol, genggerol, shogaol dan zingiberene (Nuraini, 2017). Hfek farmakologis jahe adalah menambah nafsu akan, ‘memperkuat lambung, peluruh kentut, peluruh keringat, pelancar sirkulasi caah, penurun kolestrol, anti muntah, anti radang, antibatuk dan ‘memperbaiki pencernaan (Hariana, 2015). beberapa zat gizi penting seperti kalsium, magnesium, zat besi, beta karoten dan vitamin C. Zat besi yang terkandung dapat mengcegah anemia saat haid. Kalsium dan vitamin C berguna untuk menenagkan saraf dan mengurangi rasa nyeri. Senyawa shogaol dan gingerol dapat berfungsi ssebagai anti mual dan memiliki sifat antioksidan yang lebih tinggi dari vitamin E. Saat tubuh mengalami suatu reaksi peradanganvinflamasi, tubuh memprooduksi zat yang disebut prostaglandin yang memicu rasa nyeri. Obat golongan NSAIDs digunakan Karena dapat memblok _produksi prtaglandin sehingga nyeri akan mereda. Penelitian menunjukan bahwa jahe memiliki efektivitas yang sama dengan ibuprofen dan asam ‘mefenamat dalam mengurangi .

You might also like