You are on page 1of 19

Bahar Ajar

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


(FARMASI KLINIK)

Digunakan Kalangan Internal


Sarjana Farmasi

Dr. Ishak Kenre, SKM.,M.Kes

2022 FARMASI KLINIK 1


BAB II

FARMASI KLINIK

I. Pengertian Farmasi Klinik

Farmasi klinik merupakan ilmu kefarmasian yang relatif baru berkembang di

Indonesia. Istilah farmasi klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, yaitu

suatu disiplin ilmu farmasi yang menekankan fungsi farmasis untuk memberikan asuhan

kefarmasian (Pharmaceutical care) kepada pasien. Bertujuan untuk meningkatkan

outcome pengobatan. Secara filosofis, tujuan farmasi klinik adalah untuk

memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko, meminimalkan biaya pengobatan,

serta menghormati pilihan pasien. Saat ini disiplin ilmu tersebut semakin dibutuhkan

dengan adanya paradigma baru tentang layanan kefarmasian yang berorientasi pada

pasien. Tenaga farmasi yang bekerja di rumah sakit dan komunitas (apotek, puskesmas,

klinik, balai pengobatan dan dimanapun terjadi peresepan ataupun penggunaan obat),

harus memiliki kompetensi yang dapat mendukung pelayanan farmasi klinik yang

berkualitas.

Clinical Resources and Audit Group (1996) mendefinisikan farmasi klinik

sebagai :

“ A discipline concerned with the application of pharmaceutical expertise to

help maximise drug efficacy and minimize drug toxicity in individual patients”.

Menurut Siregar (2004) farmasi klinik didefinisikan sebagai suatu keahlian

khas ilmu kesehatan yang bertanggung jawab untuk memastikan penggunaan obat yang

aman dan sesuai dengan kebutuhan pasien, melalui penerapan pengetahuan dan

berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan pasien yang memerlukan pendidikan

khusus dan atau pelatihan yang terstruktur. Dapat dirumuskan tujuan farmasi klinik

yaitu memaksimalkan efek terapeutik obat, meminimalkan resiko/toksisitas obat,

FARMASI KLINIK 2
meminimalkan biaya obat.

Kesimpulannya, farmasi klinik merupakan suatu disiplin ilmu kesehatan di

mana farmasis memberikan asuhan (“care”; bukan hanya jasa pelayanan klinis) kepada

pasien dengan tujuan untuk mengoptimalkan terapi obat dan mempromosikan

kesehatan, wellness dan prevensi penyakit.

II. Tujuan Farmasi Klinik

1. Memaksimalkan efek terapeutik

Efektivitas terapi meliputi:

a. Ketepatan indikasi

b. Ketepatan pemilihan obat

c. Ketepatan pengaturan dosis sesuai dengan kebutuhan dan kondisi

pasien

d. Evaluasi terapi

2. Meminimalkan resiko

a. Memastikan risiko yang sekecil mungkin bagi pasien

b. Meminimalkan masalah ketidakamanan pemakaian obat meliputi efek

samping, dosis, interaksi, dan kontra indikasi

3. Meminimalkan biaya

Untuk rumah sakit dan pasien

a. Apakah jenis obat yang dipilih adalah yang paling efektif dalam hal

biaya dan rasional ?

b. Apakah terjangkau oleh kemampuan pasien atau rumah sakit ?

c. Jika tidak, alternatif jenis obat apa yang memberikan kemanfaatan dan

FARMASI KLINIK 3
keamanan yang sama

4. Menghormati pilihan pasien

a. Keterlibatan pasien dalam proses pengobatan akan menetukan keberhasilan

terapi.

b. Hak pasien harus diakui dan diterima semua pihan

III. Macam – Macam Aktivitas Farmasi Klinik

Walaupun ada sedikit variasi di berbagai negara, pada prinsipnya aktivitas farmasi

klinik meliputi :

1. Pemantauan pengobatan

Hal ini dilakukan dengan menganalisis terapi, memberikan advis kepada

praktisi kesehatan tentang kebenaran pengobatan, dan memberikan pelayanan

kefarmasian pada pasien secara langsung

2. Seleksi obat

Aktivitas ini dilakukan dengan bekerja sama dengan dokter dan pemegang

kebijakan di bidang obat dalam penyusunan formularium obat atau daftar obat yang

digunakan.

3. Pemberian informasi obat

Farmasis bertanggug-jawab mencari informasi dan melakukan evaluasi literatur

ilmiah secara kritis, dan kemudian mengatur pelayanan informasi obat untuk

praktisi pelayanan kesehatan dan pasien

4. Penyiapan dan peracikan obat

FARMASI KLINIK 4
Farmasis bertugas menyiapkan dan meracik obat sesuai dengan standar dan

kebutuhan pasien

FARMASI KLINIK 5
5. Penelitian dan studi penggunaan obat.

Kegiatan farmasi klinik antara lain meliputi studi penggunaan obat,

farmakoepidemio- logi, farmakovigilansi, dan farmakoekonomi.

6. Therapeutic drug monitoring (TDM).

Farmasi klinik bertugas menjalankan pemantauan kadar obat

7. Uji klinik.

Farmasis juga terlibat dalam perencanaan dan evaluasi obat, serta berpartisipasi

dalam uji klinik.

8. Pendidikan dan pelatihan, terkait dengan pelayanan kefarmasian.

Semua yang dipaparkan di atas adalah gambaran perkembangan profesi

farmasi, khususnya farmasi klinik, yang terjadi di beberapa belahan dunia.

IV. Pelayanan farmasi klinik

1. Konseling

Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait

terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.

Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan

dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau

keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien

dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling Obat bertujuan untuk

mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak

dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya

meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety). Secara

khusus konseling Obat ditujukan untuk: meningkatkan hubungan kepercayaan

antara Apoteker dan pasien; menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap

pasien; membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat; membantu
FARMASI KLINIK 6
pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan Obat dengan

penyakitnya; meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;

mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat; meningkatkan kemampuan

pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi; mengerti permasalahan dalam

pengambilan keputusan; dan membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan

Obat sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu

pengobatan pasien. Kegiatan dalam konseling Obat meliputi: membuka komunikasi

antara Apoteker dengan pasien; mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang

penggunaan Obat melalui Three Prime Questions; menggali informasi lebih lanjut

dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah

penggunaan Obat; memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan

masalah pengunaan Obat; melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek

pemahaman pasien; dan dokumentasi. Baca Juga: Pedoman Konseling Faktor yang

perlu diperhatikan dalam konseling Obat: a. Kriteria Pasien: pasien kondisi khusus

(pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui); pasien dengan

terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dan lain-lain); pasien

yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan

kortiksteroid dengan tappering down/off); pasien yang menggunakan Obat dengan

indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin); pasien yang menggunakan banyak Obat

(polifarmasi); dan pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah. b. Sarana

dan Peralatan: ruangan atau tempat konseling; dan alat bantu konseling (kartu

pasien/catatan konseling).

2. Monitoring ESO

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap

FARMASI KLINIK 7
respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang

digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi.

Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan

kerja farmakologi. MESO bertujuan:

a. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang

berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.

b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang

baru saja ditemukan.

c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi

angka kejadian dan hebatnya ESO.

d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang idak dikehendaki.

e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.

Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:

a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ESO).

b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi

mengalami ESO.

c. Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo.

d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Komite/Tim

Farmasi dan Terapi.

e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.

Faktor yang perlu diperhatikan:

a. kerjasama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi dan ruang rawat

b. ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

FARMASI KLINIK 8
3. Pencampuran obat suntik secara aseptis

Pencampuran obat suntik harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik

aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari

paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.

Dispensing sediaan steril bertujuan: a. menjamin agar pasien menerima Obat sesuai

dengan dosis yang dibutuhkan; b. menjamin sterilitas dan stabilitas produk; c.

melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; dan d. menghindari terjadinya

kesalahan pemberian Obat.

4. Analisa efektivitas biaya

Analisis cost effectiveness (analisis efektivitas biaya) pada prinsipnya adalah

membandingkan output yang dihasilkan dari berbagai kombinasi input, sehingga

bisa diperkirakan kombinasi biaya terendah yang menghasilkan output yang

diharapkan atau bisa pula mengidentifikasi output yang terbaik dari suatu biaya

yang besarannya sudah ditentukan. Kesemuanya mengacu pada prinsip efektifitas.

Analisis cost effectiveness adalah suatu bentuk analisis ekonomi yang

membandingkan biaya dengan hasil (efek) dari dua atau lebih tindakan.

Analisis cost effectiveness berbeda dari analisis cost-benefit (biaya-manfaat) yang

memberikan nilai moneter untuk ukuran dari efek. Analisis cost effectiveness sering

digunakan dalam bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, dimana tidak

memungkinkan untuk menggunakan nilai uang untuk mengukur efek kesehatan dan
FARMASI KLINIK 9
pendidikan.

5. Penentuan kadar obat dalam darah

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil

pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena

indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter. PKOD

bertujuan:

a. Mengetahui Kadar Obat dalam Darah

b. Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.

Kegiatan PKOD meliputi: melakukan penilaian kebutuhan pasien yang

membutuhkan Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD); mendiskusikan

kepada dokter untuk persetujuan melakukan Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah

(PKOD); dan menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

dan memberikan rekomendasi.

6. Penanganan obat sitostatika

Penanganan Sediaan Sitostatik Penanganan sediaan sitostatik merupakan

penanganan Obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan

pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan

terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan

kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat

pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien sampai

pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan

harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai.

Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi: melakukan perhitungan

dosis secara akurat; melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut yang sesuai;

FARMASI KLINIK 10
mencampur sediaan Obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan; mengemas

dalam kemasan tertentu; dan membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku.

Faktor yang perlu diperhatikan: ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi

yang sesuai; lemari pencampuran Biological Safety Cabinet; HEPA filter; Alat

Pelindung Diri (APD); sumber daya manusia yang terlatih; dan cara pemberian

Obat kanker.

7. TPN (Total Parenteral Nutrisi)

Total Parenteral Nutrition (TPN) atau Total Nutrition Admixture (TNA)

merupakan terapi pemberian nutrisi secara intravena kepada pasien yang tidak dapat

makan melalui mulut. Tujuannya adalah mengganti dan mempertahankan nutrisi-

nutrisi penting tubuh melalui infus intravena ketika (dan hanya ketika) pemberian

makanan secara oral bersifat kontraindikasi atau tidak mencukupi. TPN digunakan

ketika diperlukan saja dikarenakan oleh risiko yang terkait dengan terapi ini dan

tingginya biaya untuk melakukan terapi ini.

TPN diberikan pada keadaan-keadaan sebagai berikut:

a. Pasien yang sangat kekurangan gizi tanpa asupan oral lebih dari 1 minggu

b. Pankreatitis berat

c. Radang usus berat (Crohn’s disease dan ulcerative colitis)

d. Operasi usus yang ekstensif

e. Obstruksi usus kecil

f. Kehamilan (pada kasus mual dan muntah yang berat)


FARMASI KLINIK 11
g. Pasien dengan cedera di kepala

Kebutuhan dan Pertimbangan Dasar Terapi TPN

- Nutrisi dan cairan dasar

a. Dekstrosa, sumber utama kalori; 1 gram dekstrosa memberikan energi

sebesar 2,4 kilokalori (kkal)

b. Asam amino, untuk sistesis protein yang dibutuhkan dalam pertumbuhan

dan perbaikan jaringan; 1 gram asam asmino memberikan energi sebesar 4

kkal

c. Lemak, untuk kebutuhan asam lemak esensial dan sebagai sumber kalori; 1

gram lemak memberikan energi sebesar 9 kkal

d. Elektrolit, Na, K, Mg, Ca, fosfat

e. Vitamin

f. Trace elements, Cu, Cr, Zn, Mn, Se

- Antagosis reseptor-H2 histamin, untuk mencegah dan mengobati tukak pada GI

atas dan tukak yang terkait dengan stres; pengobatan ini sering disertakan pada

formulasi TPN.

Agar tidak melebihi batas normal cairan sehari-hari, nutrisi-nutrisi tersebut

biasanya diberikan sebagai larutan hipertonis dengan konsentrasi tinggi.

Kerusakan vena yang diakibatkan oleh pemberian larutan TPN hipertonis

diminimalisasi dengan melakukan pemberian larutan TPN melalui vena pusat

berdiameter besar yang aliran darahnya cepat. Hal ini memungkinkan larutan

TPN menjadi cepat terencerkan karena mengalir ke dalam tubuh.


FARMASI KLINIK 12
a. Jalur Pemberian

TPN diberikan melalui pembuluh vena, yang secara umum dibagi

menjadi dua jalur, yaitu melalui vena sentral (Central Vein Nutrition /

CPN) dan vena perifer (Peripheral Parenteral Nutrition / PPN). PPN

memiliki resiko komplikasi lebih jarang dan biaya lebih murah. Sedangkan

pada pemberian melalui jalur sentral (central line), nutrisi parenteral

dimasukkan mulai vena subklavian menuju vena cava superior melalui

operasi.

Terdapat jalur khusus perifer yang dimasukkan melalui vena median

basilika atau vena sefalis dan berujung di vena subklavian. Jalur ini dapat

digunakan sebagai regimen CPN dengan keamanan menyamai PPN. Jalur

ini disebut Peripherally Inserted Central Catheters (PICC).

Jalur PICC dapat digunakan untuk berbagai suplai makanan dan dapat

diaplikasikan pada bagian manapun yang memungkinkan (Dartford &

Gravesham NHS Trust, 2006).

b. Regimentasi Pemberian

Untuk dewasa, pemberian TPN dimulai dengan tunjangan parsial yang

lalu ditingkatkan untuk mencapai target kalori dalam 24 jam. Salah satu

metode umum untuk memulai terapi adalah dengan menyediakan setengah

dari volume dan nutrien yang diharapkan pada hari pertama kemudian

ditingkatkan untuk memenuhi target hari selanjutnya.

Metode umum kedua ialah menyediakan volume target TPN dengan

nutrien sekitar 50% total target hari pertama. Emulsi lipid harus diberikan

sebagai infus terpisah, paling tidak pada hari pertama. Pemberian hari

selanjutnya ialah untuk memenuhi jumlah nutrien yang ditargetkan

FARMASI KLINIK 13
(Rollins, 2002).

c. Komposisi Total Parenteral Nutrition

TPN ditujukan untuk menyediakan semua nutrisi yang dibutuhkan

seperti pada diet normal. Penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan

pasien secara individual. TPN terdiri dari air, protein, karbohidrat, lemak,

elektrolit, trace elements, dan vitamin.

1. Air

Kebutuhan air pada dewasa normal adalah 30-35 ml/kg/hari. Pasien

dengan kondisi tertentu seperti diare, muntah, berkeringat, dan

demam memerlukan jumlah air yang lebih besar. Kebutuhan air

juga dipengaruhi oleh beberapa penyakit seperti gangguan jantung,

saluran pernafasan, hati, dan ginjal.

2. Energi dan nitrogen

Kebutuhan energi pada pasien sulit ditentukan dan kemungkinan

dapat mencapai 12000 kJ/hari. Kebutuhan energi meningkat pada

pasien dengan luka bakar, sepsis, pireksia dan trauma sehingga

pasien perawatan intensif membutuhkan energi dalam jumlah

besar.

a. Sumber energy

Glukosa adalah sumber karbohidrat yang paling banyak dipilih.

Larutan glukosa pekat diberikan untuk memenuhi kebutuhan

kalori dan diberikan dalam bentuk infus melalui vena sentral

untuk menghindari trombosis. Emulsi lemak menyediakan


FARMASI KLINIK 14
asam lemak esensial bagi tubuh dan berguna sebagai pembawa

vitamin larut lemak. Intralipid adalah emulsi lipid/water yang

menyediakan sumber energi 4600 kJ/L (10%) atau 8400 kJ/L

(20%). Meskipun lipid tidak lazim digunakan sebagai sumber

energi, sebaiknya diberikan setidaknya tiap minggu untuk

mencegah defisiensi asam lemak.

b. Sumber nitrogen

Satu gram nitrogen setara dengan 6,25 gram protein,

yang setara dengan 5-6 gram asam amino. Albumin dibutuhkan

jika terjadi hipoalbuminemia yang sering terjadi pada pasien

dalam kondisi sakit kritis.\ Nutrisi mikro

Elektrolit, vitamin, mineral, dan trace elements penting

untuk menyediakan sumber nutrisi menyeluruh dan mencegah

ketidakseimbangan atau defisiensi yang mungkin timbul.

Larutan elektrolit untuk nutrisi parenteral mengandung

Na, K, Ca, Mg, Cl, dan asetat dalam berbagai konsentrasi, atau

berupa garam elektrolit tunggal. Larutan asam amino dapat

mengandung klorida dan asetat, atau fosfat, dan ada yang

mengandung berbagai jenis elektrolit. Jumlah tiap-tiap

elektrolit yang ditambahkan bersifat individual bergantung

kebutuhan pasien.

Vitamin dibutuhkan tubuh dalam proses metabolisme.

Vitamin-vitamin larut air seperti asam askorbat, vitamin B6,

FARMASI KLINIK 15
niasin, riboflavin, dan vitamin B12 biasanya tersedia dalam

bentuk injeksi tunggal. Sedangkan vitamin larut lemak, seperti

vitamin A, D, E, K dapat ditambahkan ke dalam formulasi

nutrisi parenteral.

Trace elements esensial dibutuhkan oleh tubuh dalam

jumlah yang kecil, yaitu zink, tembaga, mangan, besi, krom,

molibdenum, dan selenium. Trace elements ini berperan

sebagai kofaktor dalam sistem enzim.

Bahan tambahan lain: insulin dibutuhkan bila glukosa

hipertonik diberikan terkait insulin endogen yang tidak

memadai atau adanya resistensi insulin. (James-Chatgilaou,

1998; Rollins, 2002)

FARMASI KLINIK 16
3. Pemantauan penggunaan obat

Pemantauan penggunaan Obat merupakan suatu proses yang

mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman,

efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan

efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak

Dikehendaki (ROTD). Kegiatan dalam PTO meliputi: pengkajian

pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi

Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD); pemberian rekomendasi

penyelesaian masalah terkait Obat; dan pemantauan efektivitas dan

efek samping terapi Obat. Tahapan PTO: pengumpulan data pasien;

identifikasi masalah terkait Obat; rekomendasi penyelesaian

masalah terkait Obat; pemantauan; dan tindak lanjut. Faktor yang

harus diperhatikan: kemampuan penelusuran informasi dan

penilaian kritis terhadap bukti terkini dan terpercaya (Evidence

Best Medicine); kerahasiaan informasi; dan kerjasama dengan tim

kesehatan lain (dokter dan perawat).

4. Pengkajian penggunaan obat

Program evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan

berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan EPO

yaitu:

a. mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola

penggunaan Obat

b. membandingkan pola penggunaan Obat pada periode

waktu tertentu

c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat

d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.

FARMASI KLINIK 17
e. Kegiatan praktek EPO:

a. Mengevaluasi pengggunaan Obat secara kualitatif

b. Mengevaluasi pengggunaan Obat secara kuantitatif.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:

a. Indikator peresepan

b. Indikator pelayanan

c. Indikator fasilitas.

FARMASI KLINIK 18
DAFTAR PUSTAKA

Amstrong dkk. 2005. The contribution of community pharmacy to improving the public’s

helath. Report 3 : An overview of evidence-base from 1990-2002 and recommendations

for action.

Aslam M dkk. 2003. Clinical Pharmacy : Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan

Pilihan Pasien

Ikawati Z. 2010. Pelayanan Farmasi Kinik pada Era Genomik: Sebuah Tantangan

danPeluang. Disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar

FARMASI KLINIK 19

You might also like