You are on page 1of 4

pembukaan tugas sejarah desain

Seni rupa murni merupakan karya seni yang tercipta bebas dengan fungsi yang lebih mengutamakan
keindahan dari pada fungsi.

Seni rupa murni di Indonesia memiliki perkembangan yang cukup lama dan panjang, karena secara
data tidak ditemukan dengan pasti kapan pertama kali muncul.

Seni rupa murni di Indonesia banyak dijumpai melalui karya seni budaya yang ada di dalam adat
masyarakatnya. Karya seni yang mengiringi kepentingan masyarakatnya pada acara tertentu.

Keberadaan seni rupa diawali pada masa prasejarah dan berkembang pesat hingga sekarang.

Perkembangan seni rupa Indonesia di masa lampau

Seni rupa zaman prasejarah

Zaman prasejarah di Indonesia terbagi atas zaman batu dan zaman logam. Pada waktu itu karya-
karya seni umumnya sebagai media upacara dan bersifat simbolis

Zaman batu merupakan zaman karya seni rupa yang banyak ditemkan terbuat dari batu. Pada zaman
batu terdiri dari zaman batu tua (Paleolitik) yang karya seni rupanya berupa serpihan batu, alat-alat
tulang.

Pada zaman batu tengah (Mesolitik) karya seninya berupa lukisan di gua, kapak pendek dan serpihan
batu yang sudah halus.

Sedangkan zaman batu muda (Neolitik) karya seninya berupa tembikar, kapak persegi, atau kapak
lonjong.

Kehidupan pada zaman tersebut membuat alat yang bisa digunakan untuk berburu dan menggali.

Batu yang dipecahkan, tulang binatang diasah dan yang lainnya menjadi bentuk seni rupa murni
pada masa ini.

Manusia yang berkembang kebutuhannya, akhirnya membuat karya seni mereka ikut berkembang
dengan membuat lukisan yang ditemukan pada dinding-dinding gua.
Lukisan dengan motif tangan, telapak kaki, gambar manusia sederhana, dan gambar binatang
menjadi bukti adanya peradaban masa lampau.

Baca juga: Seni Rupa Terapan Nusantara: Pengertian dan Sejarahnya

Bentuk karya seni rupa prasejarah yang ditemukan di Indonesia antara lain:

Kriya batu (Kapak genggam)

Kriya tanah liat atau gerabah (Mesolitik-Neolitik)

Lukisan dinding gua (Mesolitik-Megalitik)

Bangunan megalitik (menhir, dolmen, sarkopak)

Ragam hias prasejarah yang menyatu dengan benda kriya

Peninggalan Seni Rupa Prasejarah di Sulawesi Selatan

Tradisi Megalitik (bangunan batu besar, menhir, meja batu)

Zaman perunggu (Kria Perunggu atau Seni Dongson (genderang perunggu), kapak perunggu, patung
perunggu, ragam hias Prasejarah atau tradisi pada karya perunggu).

Pengaruh seni rupa modern di Indonesia

Kelahiran seni rupa modern Indonesia tidak terlepas dari perkembangan

Sejarah kolonialisme dan imperialisme pada abad 18 hingga awal abad 20.

Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa awal yang didukung oleh perluasan

Kolonialisme akhirnya melahirkan orientalisme. Salah satu bentuk dari

Orientalisme adalah gambaran wilayah-wilayah taklukan yang jauh dari tanah


Eropa sebagai dunia yang eksotik, diam dan tak dapat mengemukakan atau

Mendefinisikan diri. Dalam kasus Indonesia, menurut Bujono dan Wicaksono

Hubungan antara pihak kolonialis di bidang seni rupa dimulai dengan kepergian

Raden Saleh Sjarief Boestaman (1814-1880) ke Belanda untuk mempelajari

Teknik seni lukis realistik disana. Raden Saleh Syarif Bustaman, dinyatakan

Sebagai perintis perjalanan seni lukis modern Indonesia, karena ia telah

Menanamkan tonggak pertama perjalanan seni lukis Indonesia. Setelah R. Saleh

Pada awal abad 20 muncul pelukis Abdullah Soerjosoebroto (1878-1941) yang

Juga pernah belajar seni rupa di negeri Belanda. Lalu pelukis Mas Pirngadie

(1865-1931) dan Wakidi yang lahir pada tahun 1889. Corak dan gaya lukisan

Raden Saleh menggambarkan wajah manusia dan simbol-simbol dalam taferil

(bidang gambar) kehidupan dengan gaya naturalis yang berjiwa romantis, atau

Dengan kata lain naturalisme-romantis.

PERSAGI (PERSATUAN AHLI GAMBAR INDONESIA

Persatuan Ahli Gambar Indonesia atau Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia (disingkat Persagi)
adalah organisasi para ahli gambar di Indonesia yang didirikan pada tahun 1937 atau dalam sumber
lain bulan Oktober 1938.[1] Persagi didirikan oleh Agus Djaya yang berlaku sebagai ketua, S.
Sudjojono sebagai sekretaris.[2] Anggota Persagi antara lain: Ramli, Abdulsalam, Otto Djaya, S. Tutur,
Emiria Soenassa, L. Setijoso, S. Sudiardjo, Saptarita Latif, Herbert Hutagalung, Sindusisworo, TB.
Ateng Rusyian, Syuaib Sastradiwilja, Sukirno, dan Suromo.[3]
Persagi didirikan untuk membatasi hegemoni para peseni Belanda dan Eropa yang tinggal di
Indonesia.[2] Pada masa itu seni rupa hanya bertema keindahan alam Hindia Belanda atau dikenal
dengan mooi Indie karena memang ditujukan untuk promosi wisata saja dan berkebalikan dengan
kondisi masyarakat kala itu.[2]

Sebelum Jepang masuk ke Indonesia, penetrasi propaganda sudah dilakukan dalam berbagai bentuk
dan bidang di antaranya dalam bidang seni rupa.[4] Kebijakan propaganda Jepang ini dirancang
sedemikian rupa agar para seniman seni rupa juga turut memprograndakan gerakan nasionalis dan
memasukkan tema Indonesia di dalamnya.[4] Persekutuan politik ini juga didasarkan atas visi
nasionalis bangsa yang otonom dan bebas, serta bertujuan untuk pengembangan seni rupa di
kalangan masyarakat Indonesia dengan “gaya Indonesia Baru”.[4] Gaya tersebut mengadopsi teknik
bangsa Eropa pada awal abad kedua puluh dengan materi garapan gaya Indonesia. Ketika Jepang
menyerbu Indonesia, Persagi dibubarkan oleh Pemerintahan Jepang bersama dengan organisasi
lainnya.[4]

Karakteristik seni persagi

PERSAGI berupaya dan menggali nilai – nilai yang yang mencerminkan kepribadian Indonesia yang
sebenarnya.

PERSAGI mempunyai tujuan agar para seniman lukis Indonesia dapat menciptakan karya seni yang
kreatif dan berkepribadan Indonesia. Yuk cari tau Tujuan berlandaskan pada misi untuk mencari
sintesis dari lukisan tradisional dan modern, serta mengembangkan gaya mereka sendiri yang
bercirikan ke-Indonesiaan.* senang

Ciri – ciri lukisan pada periode PERSAGI :

· Mementingkan nilai psikologis

· Bertema perjuangan rakyat

· Tidak terikat pada obyek alam yang nyata

· Memiliki kepribadian Indonesia

· Didasari oleh semangat dan keberanian

You might also like