Professional Documents
Culture Documents
Close Fraktur Femur
Close Fraktur Femur
B. Klasifikasi
1. Fraktur Collum Femur
Leher femur merupakan tempat paling sering terkena fraktur pada dewasa tua. Fraktur
collum atau leher femur adalah suatu keadaan terputusnya atau hancurnya leher femur
yang disebabkan oleh trauma. Fraktur collum femur terjadi akibat jatuh pada daerah
trokanter, baik karena kecelakaan lalu lintas maupun jatuh dari tempat yang tidak terlalu
tinggi.
2. Fraktur Intertrochanter Femur
Fraktur intertrochanter femur adalah patah tulang yang bersifat ekstrakapsular. Fraktur
interkonter disebabkan oleh jatuh langsung pada trokanter mayor atau oleh cedera
pemuntiran tidak langsung.
3. Fraktur Subtrachanter Femur
Fraktur subtrachanter femur adalah fraktur dimana garis patahnya berada 5cm distal dari
trochanter minor. Fraktur subtrokanter biasanya terjadi pada usia muda yang disebabkan
oleh trauma berkekuatan tinggi atau pada lanjut usia dengan osteoporosis atau penyakit-
penyakit lain yang mengakibatkan kelemahan pada tulang.
4. Fraktur Batang Femur
Fraktur batang femur merupakan fraktur yang sering terjadi pada dewasa muda, biasanya
terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.
Patah tulang pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak yang
dapat mengakibatkan terjadi nya syok.
5. Fraktur Supracondylar Femur
Daerah supracondylar adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas
metafisis dengan diafisis femur. Fraktur pada supracondylar femur biasanya terjadi pada
dewasa muda yang disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga
terjadi gaya aksial dan stress valgus atau varus dan disertasi gaya rotasi.
6. Fraktur Intercondylar Femur
Cedera langsung atau jatuh dari ketinggian dapat mendorong tibia naik ke fosa
interkondilus. Satu kondilus femur akan mengalami fraktur dan terdorong ke atas atau
kedua kondilus pecah terbelah.
C. Etiologi
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan kekuatan langsungan, tulang
dapat pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak serta
kerusakan pada kulit.
2. Akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan
berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon tantara yang berbasis atau
berjalan dalam jarak jauh.
3. Fraktur patalogik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak (misalnya oleh
tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus,edema lokal, serta perubahan warna. Namun, tidak semua gejala ini ada
pada setiap fraktur dan kebanyakan justru tidak terdapat pada fraktur linear (fisur) atau
fraktur impaksi permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Berikut adalah gejala
fraktur yaitu
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang dimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan
luar biasa) setelah terjadinya fraktur. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan
mebandingkan dengan ekstermitas norma. Ektermitas tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot tergantung pada intergritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan bawah tempat fraktu. Fragmen sering saling melengkapi satu
sama lainnya sampai 2,5-5cm (1-2 inci).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitus yang teraba karena adanya gesekan antar fragmen satu dengan yang lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Edema dan perubahan warna local pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang
menyertai fraktur. Edema dan perubahan warna biasanya terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera terjadi.
E. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a) Syok : dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema
b) Emboli lemak : dapat terjadi 24-72 jam
c) Syndrome kompartemen : perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan
d) Infeksi dan tromboemboli
2. Komplikasi Lanjutan
a) Non-union : akibat imobilisasi yang tidak sempurna atau adanya fraktur patologis
b) Mal-union : penyembuhan dengan angulasi yang buruk
c) Delayed-union : umumnya terjadi pada orang-orang karena aktivitas osteoblast
menurun
d) Distraksi fragmen-fragmen tulang karena reposisi kurang baik, misalnya traksi terlalu
kuat atau fiksasi internal kurang baik
e) Defisiensi vitamin C dan D
f) Fraktur patologik
g) Adanya infeksi
F. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan dikulit. Sewaktu
tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah kedalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan alirahan darah ketempat tersebut, aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstermitas dan
mengakibaatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia
yang mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom compartement.
G. WOC
Trauma pada tulang Tekanan yang berulang Kelemahan tulang abnormal
Fraktur Femur
Jepitan saraf siatika Tulang menembus pemb. darah Px dan keluarga cemas Px dan keluarga tidak
mengetahui kondisi px
MK. Resiko Perdarahan MK. Ansietas
Terputusnya Kerusakan
MK. Kurang
kontiunitas jalur saraf
Pengetahuan
jaringan
I. Penatalaksanaan Medis
1. Reduksi
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit dilakukan bila
cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur,
pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur, dan analgetika diberikan sesuai
ketentuan, mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dilakukan
manipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang
diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang. Alat imobilisasi akan menjaga
reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Reduksi terbuka
digunakan pada fraktur tertentu dengan memakai alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang. yang solid terjadi. Traksi
dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
2. Traksi
Traksi adalah cara penyembuhan fraktur yang bertujuan untuk mengembalikan
fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin. Metode pemasangan
traksi terdiri dari traksi manual dan traksi mekanik. Traksi mekanik ada dua macam yaitu
traksi kulit dan traksi skeletal. Traksi kulit dipasang pada dasar sistem skeletal untuk
struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban kurang
daru 5 kg. Traksi skeletal merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal
atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
3. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu. Metode fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat, paku, atau batangan logam.
4. Pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya
mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi
terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.
Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal
kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat
ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu ;
a) Rekognisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan kemudian
dirumah sakit
b) Reduksi, yaitu usaha serta Tindakan memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin untuk Kembali seperti letak asalanya
c) Retensi, yaitu aturan umum dalam pemasangan gips yang dipasang untuk
mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas dan sendi dibawah fraktur
d) Rehabilitasi, yaitu pengobatan dan penyembuhan fraktur.
Aini, L., & Reskita, R. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan
Nyeri pada Pasien Fraktur. 9(2013), 262–266.
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/8936/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
diakses pada tanggal 15 Januari 2023 pada pukul 15.00 WITA
NASKAH_PUBLIKASI.pdf (ums.ac.id) diakses pada tanggal 15 Januari 2023 pada pukul 15.00
WITA
Pranata dkk. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POSTOPERASI FRAKTUR
FEMUR DENGAN MASALAH KEPERAWATANDEFISIT PERAWATAN DIRI
(MANDI)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI
VIII. Diagnosa Keperawatan
1. ……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
2. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
3. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
4. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
5. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
6. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
7. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
8. ……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
9. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
10. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….