You are on page 1of 28

LAPORAN PENDAHULUAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN MASALAH DIAGNOSA MEDIK : CLOSE FRAKTUR COLUMN


FEMUR
RSUAD ABDOEL WAHAB SJAHRANIE
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Dosen Koordinator : Ns. Chrisyen Damanik., M.Kep

Kartika Neni Azzahhra


P2205058

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2023
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan
luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah, dan
luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis danluasnya, terjadinya fraktur jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya. fraktur femur
adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung
maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas
tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang
disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan
fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat disimpulkan bahwa
fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan kontinuitas tulang
femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung disertai
dengan adanya kerusakan jaringan lunak.

B. Klasifikasi
1. Fraktur Collum Femur
Leher femur merupakan tempat paling sering terkena fraktur pada dewasa tua. Fraktur
collum atau leher femur adalah suatu keadaan terputusnya atau hancurnya leher femur
yang disebabkan oleh trauma. Fraktur collum femur terjadi akibat jatuh pada daerah
trokanter, baik karena kecelakaan lalu lintas maupun jatuh dari tempat yang tidak terlalu
tinggi.
2. Fraktur Intertrochanter Femur
Fraktur intertrochanter femur adalah patah tulang yang bersifat ekstrakapsular. Fraktur
interkonter disebabkan oleh jatuh langsung pada trokanter mayor atau oleh cedera
pemuntiran tidak langsung.
3. Fraktur Subtrachanter Femur
Fraktur subtrachanter femur adalah fraktur dimana garis patahnya berada 5cm distal dari
trochanter minor. Fraktur subtrokanter biasanya terjadi pada usia muda yang disebabkan
oleh trauma berkekuatan tinggi atau pada lanjut usia dengan osteoporosis atau penyakit-
penyakit lain yang mengakibatkan kelemahan pada tulang.
4. Fraktur Batang Femur
Fraktur batang femur merupakan fraktur yang sering terjadi pada dewasa muda, biasanya
terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.
Patah tulang pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak yang
dapat mengakibatkan terjadi nya syok.
5. Fraktur Supracondylar Femur
Daerah supracondylar adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas
metafisis dengan diafisis femur. Fraktur pada supracondylar femur biasanya terjadi pada
dewasa muda yang disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga
terjadi gaya aksial dan stress valgus atau varus dan disertasi gaya rotasi.
6. Fraktur Intercondylar Femur
Cedera langsung atau jatuh dari ketinggian dapat mendorong tibia naik ke fosa
interkondilus. Satu kondilus femur akan mengalami fraktur dan terdorong ke atas atau
kedua kondilus pecah terbelah.

C. Etiologi
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan kekuatan langsungan, tulang
dapat pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak serta
kerusakan pada kulit.
2. Akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan
berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon tantara yang berbasis atau
berjalan dalam jarak jauh.
3. Fraktur patalogik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak (misalnya oleh
tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus,edema lokal, serta perubahan warna. Namun, tidak semua gejala ini ada
pada setiap fraktur dan kebanyakan justru tidak terdapat pada fraktur linear (fisur) atau
fraktur impaksi permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Berikut adalah gejala
fraktur yaitu
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang dimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan
luar biasa) setelah terjadinya fraktur. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan
mebandingkan dengan ekstermitas norma. Ektermitas tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot tergantung pada intergritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan bawah tempat fraktu. Fragmen sering saling melengkapi satu
sama lainnya sampai 2,5-5cm (1-2 inci).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitus yang teraba karena adanya gesekan antar fragmen satu dengan yang lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Edema dan perubahan warna local pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang
menyertai fraktur. Edema dan perubahan warna biasanya terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera terjadi.

E. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a) Syok : dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema
b) Emboli lemak : dapat terjadi 24-72 jam
c) Syndrome kompartemen : perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan
d) Infeksi dan tromboemboli
2. Komplikasi Lanjutan
a) Non-union : akibat imobilisasi yang tidak sempurna atau adanya fraktur patologis
b) Mal-union : penyembuhan dengan angulasi yang buruk
c) Delayed-union : umumnya terjadi pada orang-orang karena aktivitas osteoblast
menurun
d) Distraksi fragmen-fragmen tulang karena reposisi kurang baik, misalnya traksi terlalu
kuat atau fiksasi internal kurang baik
e) Defisiensi vitamin C dan D
f) Fraktur patologik
g) Adanya infeksi

F. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan dikulit. Sewaktu
tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah kedalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan alirahan darah ketempat tersebut, aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstermitas dan
mengakibaatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia
yang mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom compartement.
G. WOC
Trauma pada tulang Tekanan yang berulang Kelemahan tulang abnormal

Fraktur Femur

Jepitan saraf siatika Tulang menembus pemb. darah Px dan keluarga cemas Px dan keluarga tidak
mengetahui kondisi px
MK. Resiko Perdarahan MK. Ansietas
Terputusnya Kerusakan
MK. Kurang
kontiunitas jalur saraf
Pengetahuan
jaringan

Menekan saraf Kemampuan Tirah baring MK. Defisit Aktifitas simpatis


pergerakan otot lama Perawatan Diri terhambat
perasa nyeri
sendi menurun
Dekubitus
Stimulasi MK. Hambatan
Neurotransmitter Mobilitas Fisik MK. Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan
nyeri

Pelepasan mediator Perubahan permebilitas kapiler


Prostaglandin

Daerah sekitar Kehilangan cairan ekstra sel


Respon nyeri fraktur edema ke jaringan yang rusak
hebat dan akut
MK. MK. Resiko Syok
Hipervolemia
MK. Nyeri
Akut
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur/trauma
2. Scan tulang, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung darah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau
organ jauh pada trauma multiple.
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple atau
cidera hati. Golongan darah dilakukan sebagai persiapan transfuse darah jika ada
kehilangan darah yang bermakna akibat cidera atau Tindakan pembedahan

I. Penatalaksanaan Medis
1. Reduksi
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit dilakukan bila
cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur,
pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur, dan analgetika diberikan sesuai
ketentuan, mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dilakukan
manipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang
diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang. Alat imobilisasi akan menjaga
reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Reduksi terbuka
digunakan pada fraktur tertentu dengan memakai alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang. yang solid terjadi. Traksi
dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
2. Traksi
Traksi adalah cara penyembuhan fraktur yang bertujuan untuk mengembalikan
fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin. Metode pemasangan
traksi terdiri dari traksi manual dan traksi mekanik. Traksi mekanik ada dua macam yaitu
traksi kulit dan traksi skeletal. Traksi kulit dipasang pada dasar sistem skeletal untuk
struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban kurang
daru 5 kg. Traksi skeletal merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal
atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
3. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu. Metode fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat, paku, atau batangan logam.
4. Pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya
mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi
terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.
Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal
kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat
ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu ;
a) Rekognisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan kemudian
dirumah sakit
b) Reduksi, yaitu usaha serta Tindakan memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin untuk Kembali seperti letak asalanya
c) Retensi, yaitu aturan umum dalam pemasangan gips yang dipasang untuk
mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas dan sendi dibawah fraktur
d) Rehabilitasi, yaitu pengobatan dan penyembuhan fraktur.

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian pasien dengan fraktur adalah :
1) Identitas
Meliputi ; nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi golongan darah, nomor
register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan diagnosis medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa nyeri.Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa nyeri pasien, perawat dapat
menggunakan PQRST.
3) Riwayat Kesehatan saat ini
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh trauma/kecelakaan
degenerative dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan
sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna
kulit dan kesemutan.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur femur) atau pernah punya
penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita osteoporosis, arthritis, dan
tuberkolosis/penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
6) Riwayat Alergi
Mengkaji apakah pasien mempunyai riwayat alergi obat, makanan, minuman, dll.
b. Pengkajian Data Bio-Psiko-Sosio-Kultural-Spiritual
1) Pola Pernafasan
Pada kasus fraktur yang keluhan gangguan pernafasan efek dari nyeri
2) Pola Nutrisi
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun menu
berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan ketika di RS
disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
3) Pola Eliminasi
Kebiasaan miksi/defkasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi dikarenakan
imobilisasi.
4) Aktivitas dan Istirahat
Semua pasien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur pasien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur. Karena timbulnya nyeri, keterbatasan
gerak, maka semua bentuk kegiatan pasien menjadi berkurang dan kebutuhan
pasien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas pasien terutama pekerjaan pasien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.
5) Psiko-sosial-spiritual
Pasien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
pasien harus menjalani rawat inap Dampak yang timbul pada pasien fraktur yaitu
timbul ketakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
6) Pola Seksual dan Reproduksi
Dampak pada pasien fraktur yaitu, pasien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami pasien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya.
7) Sistem Nilai dan Kepercayaan
Pada pasien fraktur yang menjalani rawat inap perlu dikaji siapa atau apa yang
menjadi sumber kekuatannya .apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk
dirinya,kegiatan agama apa yang biasa dilakukan dan yang ingin dilakukan
selama di rumah sakit.
c. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Keadaan umum : kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada
angguan baik fungsi maupun bentuk.
2) Kesadaran: apatis, stupor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan
klien.
3) Otot: flaksia/lemah, tonus berkurang, tidak mampu bekerja.
4) Sistem saraf: bingung, rasa terbakar, paresthesia, reflex menuru
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perdarahan b.d tindakan pembedahan dan trauma
b. Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri dan kekhawatiran mengalami kegagalan
yang d.d merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak gelisah,
tampak tegang dan sering berkemih.
c. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi yang d.d menanyakan masalah
yang dihadapi, menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukan persespsi
yang keliru terhadap masalah, mejalani pemeriksaan yang tidak tepat dan
menunjukkan perilaku berlebihan (mis. Apatis, bermusuhan, agitasi dan histeria)
d. Defisit perawatan diri b.d gangguan muskoloskeletel yang d.d menolak melakukan
perawatan diri, tidak mampu mandi atau mengenakan pakaian/makan/ke toilet dan
berhias secara mandiri, minat melakukan perawatan diri berkurang.
e. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang dan gangguan
musculoskeletal yang d.d mengeluh sulit menggerakan ekstermitas, nyeri saat
bergerak, enggan melakukan pergerakan, kekuatan otot menurun, rentang gerak
(ROM) menurun, gerakan terbatas dan fisik lemah.
f. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d penurunan mobilitas yang d.d kerusakan
jaringan atau lapisan kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan dan hematoma.
g. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (trauma, prosedur operasi) yang d.d mengeluh
nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, tekanan
darah meningkat, menarik diri, berfokus pada diri sendiri.
h. Hypervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi yang d.d kadar hb/ht menurun.
i. Resiko syok b.d hipoksemia, hipoksia, hipotensi, kekurangan volume cairan, sepsis,
dan sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS)
3. Implementasi

NO SDKI SLKI SIKI


1 Resiko perdarahan b.d Setelah diberikan Pencegahan Perdarahan
tindakan pembedahan dan asuhan keperawatan Observasi
trauma selama 1x24 jam 1. Monitor tanda dan
diharapkan Tingkat gejala perdarahan
perdarahan menurun 2. Monitor nilai
dengan kriteria hasil : hematokrit/hemoglobin
1. Kelembapan sebelum dan setelah
membarane mukosa kehilangan darah.
meningkat 3. Monitor tanda-tanda
2. Kelembapan kulit vital ortostatik
meningkat 4. Monitor koagulasi
3. Kognitif meningkat (mis. Prothrombin
4.Hemoptisis menurun time,fibrinogen,
5. Hematemesis degradasi fibrin)
menurun Terapeutik
6. Hematuri menurun 1. Pertahankan bed rest
7. Perdarahan anus selama perdarahan
menurun 2. Batasi tindakan
8. Distensi abdomen invasif, jika perlu
menurun 3. Gunkan kasur
9. Perdarahan vagina pencegah decubitus
menurun 4. Hindari pengukuran
10. Perdarahan pasca suhu rektal
operasi menurun Edukasi
11. Hemoglobin 1. Jelaskan tanda dan
membaik gejala perdarahan
12. Hematokrit 2. Anjurkan
membaik menggunakan kaus
kaki saat ambulasi
3. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan untuk
menghindari konstipasi
4. Anjurkan
menghindari aspirin
atau antikoagulan
5. Anjurkan
meningkatkan makanan
dan vitamin
6. Anjurkan segera
lapor segera jika
terjadiperdarahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol perdarahan,
jika perlu
2. Kolaborasi
pemberian produk
darah, jikaperlu
3. Kolaborasi
pemberian pelunak
tinja, jikaperlu
2 Ansietas b.d ancaman Setelah dilakukan Reduksi ansietas
terhadap konsep diri dan tindakan keperawatan 1. Monitor tanda-tanda
kekhawatiran mengalami selama 1x24 jam ansietas
kegagalan yang d.d merasa diharapakan kecemasa 2. Ciptakan suasana
khawatir dengan akibat nmenurun atau pasien terapeutik
dari kondisi yang dihadapi, dapat tenang dengan untukmenumbuhkan
tampak gelisah, tampak kriteria : kepercayaan
tegang dan sering Tingkat ansietas 3. Pahami situasi yang
berkemih. 1. Menyingkirkan tanda membuat ansietas
kecemasaan. 4. Diskusikan
2.Tidak terdapat perencanaan realistis
perilaku gelisah tentangperistiwa yang
3.Frekuensi napas akan datang
menurun 5. Anjurkan
4. Frekuensi nadi mengungkapkan
menurun perasaan danpersepsi
5. Menurunkan stimulasi 6. Anjurkan keluarga
lingkungan Ketika untuk selaludisamping
cemas. dan mendukung pasien
6. Menggunakan teknik 7. Latih teknik
relaksasi untuk relaksasi
menurunkan cemas.
7. Konsentrasi membaik
8. Pola tidur membaik
3 Defisit pengetahuan b.d Setelah diberikan Edukasi Kesehatan
kurang terpapar informasi asuhan keperawatan Observasi :
yang d.d menanyakan selama 1x24 jam 1. Identifikasi
masalah yang dihadapi, diharapkan tingkat kesiapan dan
menunjukkan perilaku pengetahuan meningkat kemampuan
tidak sesuai anjuran, dengan kriteria hasil : menerima informasi
menunjukan persespsi yang 1. Perilaku sesuai 2. Identifikasi
keliru terhadap masalah, anjuran meningkat faktor-faktor yang
mejalani pemeriksaan yang 2. Verbalisasi minat dapat meningkatkan
tidak tepat dan dalam belajar meningkat dan menurunkan
menunjukkan perilaku 3. Kemampuan motivasi perilaku-
berlebihan (mis. Apatis, menjelaskan perilaku hidup bersih
bermusuhan, agitasi dan pengetahuan tentang dan sehat
histeria) suatu topik meningkat Terapeutik :
4. Kemampuan 1. Sediaakan
menggambarkan materi dan media
pengalaman sebelumnya pendidikan kesehatan
yang sesuai topik 2. Jadwalkan
meningkat pendidikan kesehetan
5. Perilaku sesuai sesuai kesepakatan
dengan pengetahuan 3. Berikan
6. Pertanyaan tentang kesempatan untuk
masalah yang dihadapi bertanya
menurun Edukasi :
7. Persepsi yang keliru 1. Jelaskan faktor
terhadap masalah resiko yang dapat
menurun mempengaruhi
8. Menjalani kesehatan
pemeriksaan yang tidak 2. ajarkan
tepat menurun perilaku hidup bersih
9. Perilaku membaik dan sehat
3. ajarkan strategi
yang dapat digunakan
untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih
dan sehat
4 Defisit perawatan diri b.d Setelah diberikan Dukungan Perawatan
gangguan muskoloskeletel tindakan keperwatan Diri
yang d.d menolak selama 1x24 jam Observasi :
melakukan perawatan diri, diharapkan perawatan 1. Identifikasi
tidak mampu mandi atau diri meningkat dengan kebiasaan aktivitas
mengenakan kriteria hasil : perawatan diri sesuai
pakaian/makan/ke toilet 1. Kemampuan mandi usia
dan berhias secara mandiri, meningkat 2. Monitor tingkat
minat melakukan 2. Kemampuan kemandirian
perawatan diri berkurang. mengenakan pakaian 3. Identifikasi
meningkat kebutuhan alat bantu
3. Kemampuan makan kebersihan diri,
meningkat berpakaian, berhias,
4. Kemampuan ke toiliet dan makan
(BAB/BAK) meningkat Terapeutik
5. Verbalisasi keinginan 1. Sediakan lingkungan
melakukan perawatan terapeutik (suasana
diri meningkat hangat, rileks, provasi)
6. Minat melakukan 2. Siapkan keperluan
perawatan diri pribadi-
meningkat 3. Dampingi dalam
7. Mempertahankan melakukan perawatan
kebersihan diri dirisampai mandiri
meningkat 4. Fasilitasi untuk
8. Mempertahankan menerima keadaan
kebersihan mulut ketergantungan
5. Fasilitasi
kemandirian, bantu jika
tidak mampu
melakukan perawatan
diri
6. Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi
1. Anjurkan
melakukan perawatan
diri secara konsisten
sesuai kemampuan
5 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
b.d kerusakan integritas tindakan keperawatan Observasi
struktur tulang dan 1x24 jam diharapkan 1. Identifikasi adanya
gangguan musculoskeletal mobilitas fisik nyeri atau keluhan fisik
yang d.d mengeluh sulit meningkat dengan lainnya
menggerakan ekstermitas, kriteria hasil : 2. Identifikasi toleransi
nyeri saat bergerak, enggan 1. pergerakan fisik melakukan
melakukan pergerakan, ekstermitas meningkat ambulasi
kekuatan otot menurun, 2. kekuatan otot 3. Monitor frekuensi
rentang gerak (ROM) meningkat jantung dan tekanan
menurun, gerakan terbatas 3. Nyeri menurun darah sebelum memulai
dan fisik lemah. 4. Kaku sendi menurun ambulasi
5. gerakan terbatas 4. Monitor kondisi
menurun umum selama
6. kelemahan fisik melakukan ambulasi
menurun Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis. tongkat,
kruk)
2. Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi
1 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)
6 Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan Integritas
kulit/jaringan b.d asuhan keperawatan Kulit
penurunan mobilitas yang selama 1x24 jam Observasi:
d.d kerusakan jaringan atau diharapkan intergritas 1. Identifikasi
lapisan kulit, nyeri, kulit dan jaringan penyebab gangguan
perdarahan, kemerahan dan meningkat dengan integritas kulit
hematoma. kriteria hasil : Terapeutik:
1. elasitisitas meningkat 1. Ubah posisi tiap 2
2. hidrasi meningkat jam jika tirah baring
3. perfusi jaringan 2. Gunakan produk
meningkat berbahan petrolium
4. kerusakan jaringan atau minyak padakulit
menurun kering
5. kerusakan lapisan 3. Hindari produk
kulit menurun berbahan dasar alkohol
6. nyeri menurun pada kulit
7. perdarahan menurun Edukasi
8. hematoma menurun 1. Anjurkan
9. kemerahan menurun menggunakan
10. pigmentasi abnormal pelembab
menurun 2. Anjurkan minum air
11. jariang parut yang cukup
menurun 3. Anjurkan
12. nekrosisi menurun meningkatkan asupan
13. abrasi kornea nutrisi
menurun 4. Anjurkan
14. suhu kulit membaik menghindari terpapar
15. sensasi membaik suhu ekstrem
16. tekstur membaik 5. Anjurkan mandi dan
17. pertumbuhan rambut menggunkan sabun
membaik secukupnya
7 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
pencedera fisik (trauma, asuhan keperawatan Observasi
prosedur operasi) yang d.d selama 1 x 24 jam 1. Identifikasi lokasi,
mengeluh nyeri, tampak diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi,
meringis, bersikap pada pasien berkurang frekuensi, kualitas,
protektif, gelisah, frekuensi dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
nadi meningkat, tekanan 1. Nyeri berkurang 2. Identifikasi skala
darah meningkat, menarik dengan skala 2 nyeri
diri, berfokus pada diri 2. Pasien tidak 3. Identifikasi respon
sendiri. mengeluh nyeri nyeri nonverbal
3. Pasien tampak tenang 4. Identifikasi factor
4. Pasien dapat tidur yang memperingan dan
dengan tenang memperberat nyeri
5. Frekuensi nadi dalam 5. Identifikasi
batas normal (60-100 pengetahuan dan
x/menit) keyakinan tentang
6. Tekanan darah dalam nyeri
batas normal (90/60 6. Identifikasi budaya
mmHg – 120/80 mmHg) terhadap respon nyeri
7. RR dalam batas 7. Identifikasi pengaruh
normal (16-20 x/menit) nyeri terhadap kualitas
hidup pasien
8. Monitor efek
samping penggunaan
analgetic
9. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
Terapeutik
1. Fasilitasi istirahat
tidur
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
nyeri ( missal: suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan).
3.Beri teknik non
farmakologis untuk
meredakan nyeri
(aromaterapi, terapi
pijat, hypnosis,
biofeedback, teknik
imajinasi
terbimbimbing, teknik
tarik napas dalam dan
kompres hangat/
dingin)
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
4. Anjurkan monitor
nyeri secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
8 Hypervolemia b.d Setelah diberikan Manajemen
gangguan mekanisme intervensi selama 1x24 Hypovolemia
regulasi yang d.d kadar jam maka status cairan Observasi
hb/ht menurun. membaik, dengan 1. Periksa tanda dan
kriteria hasil : gejala hypovolemia
1. Kekuatan nadi (mis. Frekuensi nadi
meningkat meningkat, nadi terba
2. Turgor kulit lemah, tekanan darah
meningkat menurun tekanan nadi
3. Ortopnea menurun menyempit, turgor kulit
4. Dyspnea menurun menurun, membrane
5. Frekuensi nadi mukosa kering, volume
membaik urin menurun,
6. Tekanan darah hematocrit meningkat,
membaik haus, lemah)
7. Tekanan nadi 2. Monitor intake dan
membaik output cairan
8. Membrane mukosa Terapeutik
membaik 1. Hitung kebutuhan
9. Kadar hb membaik cairan
10. Kadar ht membaik 2. Berikan posisi
11. Intake cairan mified tredelenburg
membaik 3. Berikan asupan
cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
2. Anjurkan
menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCl,
RL)
2. Kolaborasi
pemberiancairan IV
hipotonis (mis.
Glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
3. Kolaborasi
pemberian cairan
koloid (mis. Albumin,
plasmanate)
4. Kolaborasi
pemberian produk
darah
9 Resiko syok b.d Setelah dilakukan Manajemen Syok
hipoksemia, hipoksia, tindakan keperawatan Observasi
hipotensi, kekurangan 1x24 jam diharapkan 1. Monitor status
volume cairan, sepsis, dan tingkat syok menurun kardiopulmonal
sindrom respons inflamasi dengan kriteria hasil : (frekuensi dan
sistemik (SIRS) 1. kekuatan nadi kekuatan nad, frekuensi
meningkat napas, TD, MAP)
2. output urine 2. Monitor status
meningkat oksigenasi (oksimetri
3. tingkat kesadaran nadi, AGD)
meningkat 3. Monitor status cairan
4. saturasi oksigen (masukan dan haluaran,
meningkat turgor kulit, CRT)
5. akral dingin menurun 4. Monitor tingkat
6. pucat menurun kesadaran dan respon
7. rasa haus menurun pupil
8. tekanan nadi 5. Periksa seluruh
membaik permukaan tubuh
9. frekuensi nadi terhadap adanya DOTS
membaik (deformity/deformitas,
10. frekuensi napas open wound/luka
membaik terbuka,
tendemess/nyeri tekan,
swelling/bengkak)
Terapeutik
1. Pertahankan jalan
napas paten
2. Berikan oksigen
untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
3. Persiapkan Intubasi
dan ventilasi mekanis,
jika perlu
4. Berikan posisi syok
(modified
Trendelenberg)
5. Pasang jalur IV
Pasang kateter urine
untuk menilai produksi
urine
6. Pasang selang
nasogastrik untuk
dekompresi lambung
Kolaborasi
1. Kolaborast
pemberlan infus cairan,
kristalold 1 – 2 L pada
dewasa
2. Kolaborasi
pemberian infus cairan
kristaloid 20 mL/kgBB
pada anak
3. Kolaborasi
pemberian transfusi
darah, jika perlu:
DAFTAR PUSTAKA

Aini, L., & Reskita, R. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan
Nyeri pada Pasien Fraktur. 9(2013), 262–266.
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/8936/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
diakses pada tanggal 15 Januari 2023 pada pukul 15.00 WITA
NASKAH_PUBLIKASI.pdf (ums.ac.id) diakses pada tanggal 15 Januari 2023 pada pukul 15.00
WITA
Pranata dkk. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POSTOPERASI FRAKTUR
FEMUR DENGAN MASALAH KEPERAWATANDEFISIT PERAWATAN DIRI
(MANDI)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI
VIII. Diagnosa Keperawatan

1. ……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
2. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
3. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
4. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
5. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
6. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
7. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
8. ……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
9. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
10. ……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….

You might also like