You are on page 1of 19

MAKALAH

LAPORAN KASUS DENGAN MOLA HIDATIDOSA


(KURET PADA HAMIL ANGGUR)
PADA Ny. N DI RSUD PANYABUNGAN

DISUSUN OLEH :

RINA JULI YANI


NIM : 2216014

STIKes NAMIRA MADINA


TA. 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Kasus tentang Mola hidatidosa . Shalawat serta salam semoga tercurah
kepada Rasulullah SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya kelak.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapatkan bantuan serta
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah, serta teman-teman yang
sudah memberikan konstribusinya dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari dalam penyusunan malakah ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan menambah pengetahuan tentang Mola hidatidosa .
Wassalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Panyabungan, 05 Januari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ...........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
2.1 Konsep Teori ................................................................................................ 3
A. Pengertian Mola hidatidosa ...................................................................3
B. Etiologi/Penyebab .................................................................................. 3
C. Klasifikasi .............................................................................................. 5
D. Manifest Klinis ...................................................................................... 6
E. Fatopisiologi .......................................................................................... 6
F. Pemeriksaan Penunjang .........................................................................7
G. Penatalaksaan ........................................................................................ 8
H. Pemeriksaan Tindak Lanjut ...................................................................9
I. Komplikasi............................................................................................. 10
2.2 Asuan Keperawatan pada Klien ....................................................................10
A. Pengkajian ............................................................................................ 10
B. Diagnosa Keperawatan .........................................................................13
C. Implementasi Keperawatan ..................................................................13
D. Evaluasi Keperawatan ..........................................................................14
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 15
3.1 Simpulan ......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan yang sehat merupakan kehamilan yang ditandai dengan adanya
pertumbuhan dan perkembangan janin secara normal didalam rahim. Namun ada
beberapa keadaan dimana pertumbuhan dan perkembangan janinnya tidak
berkembang dengan baik, apabila terjadi kegagalan kehamilan tergantung pada
tahap dan bentuk gangguannya. Kegagalan ini bisa berupa abortus, kehamilan
ektopik, prematuritas, kehamilan janin dalam rahim, atau kelainan kongenital.
Semuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi, juga termasuk trofoblas
(Martadisoebrata, 2010).
Penyakit trofoblas merupakan penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas. Sel
trofoblas banyak ditemukan pada wanita hamil. Sel trofoblas juga dapat ditemukan
diluar kehamilan berupa teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas dalam
kehamilan disebut Gestational Trophoblastic Disease (Martasdisoebrata, 2010).
Penyakit trofoblas, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Pada
penyakit trofoblas dikenal dengan nama mola hidatidosa atau hamil anggur
(Prawirohardjo, 2010).
Mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan yang perkembangan dan
pertumbuhan janinnya tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan
berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu pertama
kehamilan. Sel telur yang seharusnya berkembang menjadi janin justru terhenti
perkembangan nya, yang terus berkembang justru sel-sel trofoblas yaitu berupa
degenerasi hidropik dari jonjot korion sehingga menyerupai gelembung-gelembung
berisi cairan, mirip anggur. Ukuran gelembung ini pun bervariasi. Ada yang
berdiameter 1 milimeter sampai 1-2 sentimeter. Jika dilihat dari mikroskop,
ditemukan edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili, dan proliferasi
sel-sel trofoblas ( jumlah sel nya bertambah ) (Prawirohardjo, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud Mola hidatidosa?
2. Apa etiologi dari penyakit Mola hidatidosa?

1
3. Apa patofisiologi dari Mola hidatidosa?
4. Apa manifestasi klinis dari Mola hidatidosa?
5. Apa sajakah komplikasi yang ditimbulkan ?
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang digunakan ?
7. Bagaimana cara pencegahan dari penyakit Mola hidatidosa?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan Mola hidatidosa.
2. Mengetahui etiologi dan patofisiologi dari penyakit Mola hidatidosa.
3. Mengetahui apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Mola
hidatidosa.
4. Mengetahui pencegahan dari penyakit Mola hidatidosa.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP TEORI
A. Pengertian Mola hidatidosa / Hamil Anggur
Hamil mola adalah suatu kehamilan di mana setelah fertilisasi hasil
konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili
koriales disertai dengan degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang
menjadi lebih cepat dari usia gestasi yang normal, tidak dijumpai adanya janin,
kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur
(Saifuddin, 2009).
Mola hidatidosa atau yang disebut juga dengan hamil anggur adalah suatu
bentuk tumor jinak dari sel-sel trofoblas (yaitu bagian dari tepi sel telur yang
kelak terbentuk menjadi ari-ari janin) atau merupakan suatu hasil pembuahan
yang gagal. Jadi dalam proses kehamilannya mengalami hal yang berbeda
dengan kehamilan normal, dimana hasil pembuahan sel sperma dan sel telur
gagal terbentuk dan berubah menjadi gelembung- gelembung semakin banyak
bahkan bisa berkembang secara cepat. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan kadar HCG (dengan pemeriksaan GM titrasi) atau dapat dilihat dari
hasil laboratorium beta sub unit HGG pada ibu hamil tinggi. Pemeriksaan USG
kandungan akan terlihat keadaan kehamilan yang kosong tanpa janin dan
tampak gambaran seperti badai salju dalam bahasa medis disebut “snow storm”
(Sukarni, 2014).

B. Etiologi / Penyebab
Menurut Purwaningsih, 2010 penyebab terjadinya mola hidatidosa adalah
pembengkakan vili (degenerasi pada hidrofibik) dan poliferasi trofoblas.
Faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain :
a. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan. Spermatozoa memasuki ovum yang telah
kehilangan nukleusnya atau ada serum memasuki ovum tersebut
sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan
b. Imunoselektif dari trofoblas, yaitu dengan kematian fetus, pembuluh

3
darah pada stoma vili menjadi jarang dan stroma vili menjadi
sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia sel-sel trofoblast
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, dalam masa kehamilan
keperluan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan
sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi gizi yang
diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan
dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya
d. Paritas tinggi, ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan
mola hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan
transmisi. Secara genetic yang dapat diidentifikasi dan penggunaan
stimulan drulasi seperti menotropiris (pergonal).
e. Kekurangan protein, protein adalah zat untuk membangun jaringan
bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, rahim.
Keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat
apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan akan lahir
lebih kecil dari normal.
Menurut Sukarni, 2014 faktor lain yang mempengaruhi wanita untuk
kehamilan mola yaitu berkaitan dengan genetika dan riwayat reproduksi.
Berikut faktor resiko untuk kehamilan mola hidatidosa :
a. Riwayat kehamilan mola hidatidosa sebelumnya
Wanita yang pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa memiliki
resiko 2 kali lipat dibandingkan dengan yang belum pernah mengalami
kehamilan mola hidatidosa.
b. Riwayat genetik
Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kehamilan mola
hidatidosa memiliki penyebab genetik terkait dengan mutasi gen
c. Faktor makanan
Asupan rendah karotene dan rendah lemak hewani dikaitkan peningkatan
resiko kehamilan mola hidatidosa sempurna, termasuk juga kekurangan
vitamin A.

4
C. Klasifikasi
Klasifikasi atau pengelompokan mola hidatidosa menurut
Sastrawinata, 2007 :
1. Mola hidatidosa komplet (MHK)
Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali
pusat, atau membrane. Kematian terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi
plasenta. Vili korionik berubah menjadi vesikel hidropik yang jernih yang
menggantung bergerombol pada pedikulus kecil, dan memeberi tampilan
seperti seikat anggur. Ukuran vesikel bervariasi, dari yang sulit dilihat
sampai yang berdiameter beberapa sentimeter.
Pada kehamilan normal, trofoblas meluruhkan desidua untuk
menambahkan hasil konsepsi. Hal ini berarti bahwa mola yang sedang
berkembang dapat bepenetrasi ke tempat implantasi. Miometrium dapat
terlibat, begitu pula dengan vena walaupun jarang terjadi ruptur uterus
dengan perdarahan massif merupakan salah satu akibat yang dapat
terjadi.
Secara sitogenik umumnya bersifat diploid 46XX, sebagai hasil
pembuahan satu ovum, tidak berinti atau intinya tidak aktif, dibuahi oleh
sperma yang mengandung 23X kromosom, yang kemudian mengadakan
duplikasi menjadi 46XX. Jadi, umunya MHK bersifat homozigot, wanita
dan berasal dari bapak (Andogenetik ).

2. Mola hidatidosa parsial (MHP)


Pada MHP, embrio biasanya mati sebelum trimester pertama.
Walaupun pernah dilaporkan adanya MHP dengan bayi aterm. Secara
histologi, membedakan antara mola parsial dan keguguran laten
merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini memiliki signifikan klinis
karena walaupun resiko ibu untuk menderita koriokarsinoma dari mola
parsial hanya sedikit, tetapi pemeriksaan tindak lanjut tetap menjadi hal
yang sangat penting. Seperti pada MHK, tetapi disini masih ditemukan
embrio yang biasanya mati pada masa dini. Degenerasi hidropik dan vili

5
bersifat setempat, dan yang mengalami hiperplasi hanya sinsito trofoblas
saja. Gambaran yang khas adalah crinkling atau scalloping dari vili dan
stromal trophoblastic inclusions

D. Manifestasi Klinis
Menurut Winknjosastro, 2007 gejala mola tidak berbeda dengan
kehamilan biasa, yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat
keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya, perkembangannya lebih cepat,
sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari pada umur kehamilan.
Ada pula kasus kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walau
jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan
trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya
dying mole. Pada pasien mola biasa nya akan terjadi :
 Nyeri/kram perut
 Muka pucat/keuning-kuningan
 Perdarahan tidak teratur
 Keluar jaringan mola
 Keluar secret pervaginam
 Muntah-muntah
 Pembesaran uterus dan uterus lembek
 Balotemen tidak teraba
 Fundus uteri lebih tinggi dari kehamilan normal
 Gerakan janin tidak terasa
 Terdengar bunyi dan bising yang khas
 Penurunan berat badan yang khas

E. Patofistologi
Jonjot-jonjot tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-
kista anggur, biasanya didalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik
kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal.
Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah: satu janin tumbuh dan yang
satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai

6
dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola parliasis adalah bila
dijumpai janin dan gelembung-gelembung
mola.Secara mikroskopik terlihat :
 Proliferasi dan trofoblas
 Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban
 Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Sel-sel langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya
sel sinsial giantik. Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista
lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih ( 25- 60%). Kista lutein akan
berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh (Mochtar, 2010).
Sel telur seharusnya berkembang menjadi janini justru terhenti
perkembangannya karena tidak ada buah kehamilan atau degenerasi sistem
aliran darah terhadap kehamilan pada usia 3-4 minggu. Pada fase ini sel
seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas atau
pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya
pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Selain itu sel trofoblas
juga mengeluarkan hormon HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan
muntah. Pada mola hidatidosa juga terjadi perdarahan pervaginam, ini
dikarenakan poliferasi trofoblas yang berlebihan, pengeluaran darah ini kadang
disertai juga dengan gelembuung vilus yang dapat memastikan dignosis mola
hidatidosa (Purwaningsih,2010).

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Purwaningsih, 2010 ada beberapa pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada pasien mola hidatidosa dengan
1. HCG : nilai HCG meningkat dari normal nya. Nilai HCG normal pada
ibu hamil dalam berbagai tingkatan usia kehamilan berdasarkan haid
terakhir :
a. 3 minggu : 5-50 mlU/ml
b. 4 minggu : 5-426 mlU/ml
c. 5 minggu : 18-7,340 mlU/ml

7
d. 6 minggu : 1.080-56,500 mlU/ml
e. 7-8 minggu : 7,650-229,000 mlU/ml
f. 9-12 minggu : 25,700-288,000 mlU/ml
g. 13-16 minggu : 13,300-254,000 mlU/ml
h. 17-24 minggu : 4,060-165,400 mlU/ml
i. 25-40 minggu : 3,640-117,000 mlU/ml
j. Tidak hamil : <5.0 mlU/ml
k. Post-menopause : < 9.5 mlU/ml
2. Pemeriksaan rontgen : Tidak ditemukan kerangka bayi
3. Pemeriksaan USG : Tidak ada gambaran janin dan denyu jantung
janin
4. Uji sonde : Pada hamil mola, sonde mudah masuk, sedangkan pada
kehamilan biasa, ada tahanan dari janin.

G. Penatalaksanaan
Karena mola hidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang
disertai penyulit yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera
dikeluarkan. Terapi mola hidatidosa terdiri dari tiga tahap, yaitu :
 Perbaikan keadaan umum
Adalah transfusi darah untuk mengatasi syok hipovolemik atau anemi,
pengobatan terhadap penyulit, seperti pre eklampsi berat atau
tirotoksikosis. Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa,
yaitu :
1. Koreksi dehidrasi
2. Transfusi darah bila ada anemia ( Hb 8 ggr % atau kurang )
3. Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati
sesuai dengan protokol penangan dibagian obstetrik dan
Gynekologi
4. Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian
penyakit dalam.

8
 Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi.
Kuretase pada pasien mola hidatidosa :
a. Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah
rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan
mola sudah keluar spontan
b. Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan
laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian
c. Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan
pasang infuse dengan tetasan oksitosin 10 IU dalam 500 cc
dektrose 5%.
d. Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval minimal 1 minggu
e. Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA
f. Histerektomi. Syarat melakukan histerektomi adalah :
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan
cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi adalah
karena umur tua dan paritas tinggi merupan faktor predisposisi untuk
terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun
dengan anak hidup tiga (Saifuddin, 2011).

 Evakuasi
Pada umumnya evakuasi jaringan mola dilakukan dengan kuret vakum,
kemudian sisanya dibersihkan dengan kuret tajam.Tindakan kuret hanya
dilakukan satu kali.Kuret ulangan dilakukan hanya bila ada indikasi
(Martaadisoebrata, 2007). Segerakan lakukan evakuasi jaringan mola dan
sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin
dalam 500 ml NS atau RL dengan kecepatan 40- 60 tetes per menit
(sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas
kontraksi terhadap pengosongan uterus secara cepat) (Saifuddin, 2014).

H. Pemeriksaan Tindak Lanjut


Menurut Sujiyatini, 2009 pemeriksaan tindak lanjut pada pasien
mola hidatidosa meliputi :

9
 Lama pengawasan 1-2 tahun
 Selama pengawasan, pasien dianjurkan untuk memakasi alat kontrasepsi
kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan
setiap kali pasien datang untuk kontrol
 Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan setiap minggu sampai
ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut
 Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai ditemukan
kadarnya yang normal 6 kali berturut-turut
 Bila telah terjadi remisi spontan (kadar beta HCG, pemeriksaan fisik, dan
foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien tersebut dapat
berhenti menggunakan kontrasepsi dan dapat hamil kembali
 Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat dan
pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis
maka pasien harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.

I. Komplikasi
 Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong
dapat akibat fatal
 Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
 Infeksi sekunder
 Perforasi karena keganasan dan karena tindakan
 Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus, akan menjadi
mola destruens atau kariokarsinoma. (Mochtar, 2010).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Mola hidatidosa


A. Pengkajian
a) Identitas pasien
Nama : Ny “N”
Umur : 26 Tahun
Pendidikan : SMA
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : IRT

10
Alamat : Panyabungan

b) Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : Biasanya klien datang dengan keluhan nyeri
atau kram perut disertai dengan perdarahan pervaginam, keluar
secret pervaginam, muntah-muntah
2. Riwayat kesehatan sekarang : Biasanya keluhan pasien akan
mengalami perdarahan pervaginam diluar siklus haidnya, terjadi
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
3. Riwayat kesehatan dahulu :
 Penyakit Menular : Tidak Pernah Menderita Penyakit Menular
Seperti AIDS/HIV, TBC, Dan Hepatitis B,
 Penyakit Menahun : Tidak Pernah Menderita Penyakit Menahun
Seperti TBC, Asma
 Penyakit Keturunan : Tidak Pernah Menderita Penyakit
Keturunan Seperti Diabetes, Jantung, Asma, Dan Hipertensi.

4. Status obstetri ginekologi


a. Usia saat hamil , sering terjadi pada usia produktif 25 – 45 tahun,
berdampak bagi psikososial, terutama keluarga yang masih
mengharapkan anak.
b. Riwayat persalinan yang lalu, Apakah klien melakukan proses
persalinan di petugas kesehatan atau di dukun, melakukan
persalinan secara normal atau operasi.
c. Riwayat penggunaan alat kontrasepsi, seperti penggunaan IUD.
d. Adanya keluhan haid, keluarnya darah haid dan bau yang
menyengat. Kemungkinan adanya infeksi.
e. Riwayat kesehatan keluarga :Hal yang perlu dikaji kesehatan
suami, apakah suami mengalami infeksi system urogenetalia,
dapat menular pada istri dan dapat mengakibatkan infeksi pada
celvix.

11
c) Pola aktivitas sehari – hari
1. Pola nutrisi : Biasanya pada klien mola hidatidosa terjadi penurunan
nafsu makan, karena pasien biasanya akan mengalami mual dan
muntah akibat peningkatan kadar hCG dalam tubuh.
2. Eliminasi : Biasanya pada BAB klien ini dapat menimbulkan resiko
terhadap konstipasi itu diakibatkan karena penurunan peristaltik usus,
imobilisasi, obat nyeri, adanya intake makanan dan cairan yang
kurang. Sehingga tidak ada rangsangan dalam pengeluaran feces.
Pada BAK klien mengalami output urine yang menurun < 1500ml/hr,
karena intake makanan dan cairan yang kurang.
3. Personal hygiene : Biasanya akibat banyak nya perdarahan yang
dialami pasien akan mengalami kelemahan fisik, pasien akan
mengalami pusing dan dapat mengakibatkan pembatasan gerak, takut
mlakukan aktivitas, karena kemungkinan akan timbul nya nyeri,
sehingga dalam personal hygiene tergantung pada orang lain.
4. Pola aktivitas (istirahat tidur) : Biasanya terjadi gangguan istirahat,
nyeri akibat luka post op atau setelah kuratese

d) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Biasanya keadaan umum kllien akan tampak
pucat, lemah, lesu, dan tampak mual atau muntah
2. Pemeriksaan kepala dan leher : Biasanya muka dan mata pucat,
conjungtiva anemis
3. Pemeriksaan leher dan thorak : tanda-tanda mola hidatidosa tidak
dapat di identifikasikan melalui leher dan thorax
4. Pemeriksaan abdomen : Biasanya hampir 50 % pasien mola
hidatidosa uterus lebih besar dari yang diperkirakan dari lama nya
amenore.Pada 25% pasien uterus lebih kecil dari yang
diperkirakan.Bunyi jantung janin tidak ada. (Prawirohardjo, 2010)
5. Pemeriksaan genetalia : Biasanya sebelum dilakukan tindakan
operasi pada pemeriksaan genetalia eksterna dapat ditemukan adanya

12
perdarahan pervaginam.
6. Pemeriksaan ekstremitas : Pada ekstrimitas atas dan bawah biasanya
ditemukan adanya akral dingin akibat syok serta tanda-tanda
cyanosis perifer pada tangan dan kaki.

e) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan HCG
2. Pemeriksaan USG

B. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
pervaginam
b. Nyeri berhubungan dengan perdarahan, proses penjalaran penyakit
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan asupan oral, ketidaknyamanan mulut, mual
sekunder akibat peningkatan kadar HCG
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai darah ke otak dan suplai nutrisi ke jaringan
e. Resiko infeksi
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan fungsi peran (Nanda, 2017).

C. Implementasi Keperawatan
Menurut Perry & Potter (2009) implementasi merupakan tahap keempat
dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana
keperawatan. Perencanaan keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis
yang tepat. Tindakan keperawatan diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil
yang diinginkan untuk mendukung dan mengingatkan status kesehatan klien.
Tindakan keperawatan merupakan bentuk penanganan yang dilakukan oleh
perawat berdasarkan pertimbangan dan pengetahuan klinis yang bertujuan
untuk meningkatkan hasil perawatan klien. Proses tindakan keperawatan
memerlukan pengkajian ulang terhadap klien. Saat melakukan tindakan
keperawatan, perawat akan berfokus untuk melakukan tindakan pencegahan

13
terjadinya perdarahan, atau mengupayakan agar klien tidak mengalami
kekurangan volume cairan. Bisa dilakukan dengan melakukan transfusi darah,
pemenuhan cairan melalu infus. Serta pemantauan tanda-tanda vital pasien
(Purwaningsih, 2010).

D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses kontiniu yang terjadi saat perawat melakukan
kontak dengan pasien. Setelah melaksanakan tindakan keperawatan,
kumpulkan data subjectif dan objektif dari klien, keluarga, dan anggota tim
kesehatan. Selain itu perawat juga dapat meninjau ulang pengetahuan tentang
status terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya, pemulihan, dan hasil yang
diharapkan. Proses evaluasi keperawatan dari data yang didapatkan diharapkan
pada pasien mola hidatidosa tidak terjadi lagi perdarahan, klien tidak anemis,
tanda-tanda vital dalam batas normal (Purwaningsih, 2010). Jika hasil telah
terpenuhi, berarti tujuan untuk klien juga telah terpenuhi. Bandingkan perilaku
dan respon klien sebelum dan setelah dilakukan asuhan keperawatan (Perry &
Potter, 2009)

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada pasien mola
hidatidosa di RSUD Panyabungan, Pengkajian Hasil pengkajian pada Ny. N
mengalami perdarahan pervaginam, disertai nyeri perut bagian bawah, dan
penurunan nafsu makan, wajah tampak pucat, konjungtiva anemis, turgor kulit tidak
elastis. terjadi penurunan kadar hemoglobin (Hb) dan terjadi peninigkatan
hematokrit (Ht) disertai dengan data-data wajah tampak pucat, konjungtiva anemis,
turgor kulit tidak elastis yang menimbulkan masalah resiko syok berhubungan
dengan hipovolemia.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada teori pada Ny. N terdapat
6 diagnosa keperawatan, seperti kekurangan volume cairan dan elektrolit, nyeri
akut, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas,
resiko infeksi, ansietas namun pada kasus ini namun pada kasus NY. N didapatkan
diagnosa resiko syok berhubungan dengan hipovolemia, nyeri akut,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada teori pada Ny. Y terdapat 6 diagnosa keperawatan,
seperti kekurangan volume cairan dan elektrolit, nyeri akut, ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas, resiko infeksi, ansietas,
namun pada kasus ini diagnosa keperawatan yang muncul 5 diagnosa diantaranya
resiko syok berhubungan dengan hipovolemia, ketidakefektifan jaringan perfusi
perifer berhubungan dengan suplai O2 ke sel dan jaringan berkurang , nyeri akut,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M. 2011. Ilmu kandungan Edisi 3. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo
Buleeecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. 2013.
Niersing Intervention Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta:
Macomedia
Cunningham, Macdonald PC.2007. Obstetri William ( William’s Obstetri ) Edisi
XVIII Jakarta : EGC
Damongilala S, Tendean HMM, Loho M. Profil Mola Hidatidosa Di BLU RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic.
Dinarti, dkk.2009. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: CV Trans Info Medika
Herdman, H, Kamitsuru, S. 2015. Diagnosis KeperawaatannDefenisi dan
Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC
Kemenkes RI.2010. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010. Jakarta
Martaadisoebrata, D. 2005. Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas Gestasional.
Jakarta: EGC
Nursalam. 2015. Metedologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 4. Jakarta :
Salemba Medika

16

You might also like