Professional Documents
Culture Documents
Makalah Kelompok 3 Tentang K3 Hiperkes 2019
Makalah Kelompok 3 Tentang K3 Hiperkes 2019
KESELAMATAN KERJA
Disusun oleh:
KELOMPOK III
A. Latar Belakang
Perkembangan nasional disektor industri berkembang semakin pesat.
Dampak yang diberikannya bervariasi ada yang positif dan negatif. Dampak
positifnya adalah terciptanya lapangan pekerjaan. Namun, dampak negativenya
resiko timbulnya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan kejadian kecelakaan juga akan
meningkat, bila tidak dikuti dengan penerapan standar K3.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan standar kerja yang harus
dipenuhi oleh suatu perusahaan guna menciptakan tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif dengan mengendalikan berbagai resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja.
Tujuan dari penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat
kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, dan kondisi lingkungan
kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah, mengurangi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Salah satu caranya adalah menciptakan perusahaan yang
HIGIENIS agar lingkungan kerja menjadi aman, selamat dan sehat bagi pekerja.
Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) (1998),
higene industri adalah ilmu tentang antisipiasi, rekognisi/pengenalan, evaluasi dan
pengendalian kondisi tempat kerja yang dapat menyebabkan tenaga kerja
mengalami kecelakaan kerja dan atau penyakit akibat kerja. Higene industri
menggunakan metode pemantauan dan analisis lingkungan untuk mendeteksi
luasnya tenaga kerja yang terpapar. Higene industri juga menggunakan pendekatan
teknik, pendekatan administratif dan metode lain seperti penggunaan alat pelindung
diri (APD), desain cara kerja yang aman untuk mencegah paparan berbagai bahaya
di tempat kerja.
Di Indonesia, UU no 14 tahun 1969 higiene perusahaan adalah lapangan
kesehatan yang ditujukan kepada pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan
tenaga kerja, dilakukan dengan mengatur pemberian pengobatan, perawatan pekerja
yang sakit, mengatur persediaan tempat, cara dan syarat untuk pencegahan penyakit
baik akibat kerja maupun umum serta menetapkan syarat-syarat kesehatan
perumahan tenaga kerja. Higene industri didefinisikan sebagai spesialisasi dalam
ilmu higene beserta prakteknya yang dengan mengadakan penilaian kepada faktor-
faktor penyebab penyakit kualitatif dan kuantitatif dalam lingkungan kerja dan
perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar tindakan
korektif kepada lingkungan tersebut serta bila perlu pencegahan, agar pekerja dan
masyarakat sekitar suatu perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja (Suma’mur,
1999).
Sehingga, setiap perusahaan diharapkan mampu menerapkan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam perusahaannya
masing-masing dari penerapan K3, evaluasi dan peningkatan berkelanjutan.
Penentuan hazard atau potensi bahaya yang terdapat pada perusahaan
merupakan salah satu tindakan yang penting dilakukan untuk mengidentifikasi
faktor risiko bagi tenaga kerja, baik dari faktor fisika, kimia dan biologi. Faktor lain
yang juga harus diperhatikan adalah penggunaan alat perlindungan diri (APD),
sebagai upaya mencegah kecelakaan kerja.
B. Dasar Hukum
a. Sejarah perusahaan
c. Jumlah pegawai
d. Sektor usaha
e. Jam kerja
f. Asuransi
g. Sertifikasi perusahaan
h. Kelembagaan P2K3
D. Alur Produksi
E. Landasan Teori
Keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan
sehingga manusia dapat merasakan kondisi yang aman atau selamat dari
penderitaan, kerusakan, atau kerugian terutama untuk para pekerja.
Salah satu faktor penting dalam menjamin keselamatan kerja adalah
manajemen risiko yang mendetil. Proses awal dari manajemen risiko yang cukup
krusial adalah identifikasi risiko. Berikut adalah berbagai macam hazard:
1. Faktor Fisika
Faktor Fisika misalnya karena suara yang tinggi atau bising bisa
menyebabkan ketulian. Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak
dikehendaki, misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan
sebagainya atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya
hidup. Kebisingan yang dapat diterima oleh tanaga kerja tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu
tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu yaitu 85 dB(A)
(KepMenNaker No.51 Tahun 1999, KepMenKes No.1405 Tahun 2002).
Agar kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu
diambil tindakan seperti penggunaan peredam pada sumber bising, penyekatan,
pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, pembuatan bukit buatan ataupun
pengaturan tata letak ruang dan penggunaan alat pelindung diri sehingga
kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan.
Temperatur atau suhu yang tinggi dapat menyebabkan berbagai keluhan dan
penyakit mulai dari yang ringan sampai berat misalnya: hyperpireksi, heat
cramp, heat exhaustion, heat stroke, yang hal ini diakibatkan oleh keluarnya
cairan tubuh dan elektrolit yang berlebihan dari tubuh tenaga kerja. Faktor
Fisika lain adalah radiasi sinar elektromagnetik misalnya: sinar infra merah
menyebabkan katarak, ultra violet menyebabkan conjungtivitis. Tekanan udara
yang tinggi menyebabkan caisson’s diseases, penerangan mempengaruhi daya
penglihatan dan getaran menyebabkan reynaud’sdiseases (penyempitan
pembuluh darah).
2. Faktor Biologi
Dasar hukum faktor biologis yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah
Kepres No. 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja (point)
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat
dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminan khusus.
Biological hazard adalah semua bentuk kehidupan atau mahkluk hidup dan
produknya yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Potensi
bahaya yang mungkin terjadi di lingkungan kerja dapat disebabkan oleh adanya
mikroorganisme penyebab.
3. Faktor Kimia
Di dalam berbagai jenis industri misalnya industri pupuk, pestisida, kertas,
pengolahan minyak, gas bumi, obat-obatan dan lain sebagainya, banyak yang
mempergunakan bahan kimia sebagai bahan baku maupun bahan pembantu dan
atau memperoduksi bahan kimia tersebut berpotensi menimbulkan bahaya
misalnya kebakaran, peledakan, iritasi dan keracunan. Dilaporkan terdapat 70%
penyakit akibat kerja disebabkan oleh bahan kimia yang masuk melalui
pernafasan, kulit maupun termakan.
1. Iritasi
Iritasi diartikan suatu keadaan yang dapat menimbulkan bahaya
apabila tubuh kontak dengan bahan kimia. Bagian tubuh yang terkena
biasanya kulit, mata dan saluran pernapasan.
Iritasi melalui kulit, apabila terjadi kontak antara bahan kimia tertentu
dengan klulit, bahan itu akan merusak lapisan yang berfungsi sebagai
pelindung. Keadaan ini disebut dermatitis (peradangan kulit).
Iritasi melalui mata kontak yang terjadi antara bahan-bahan kimia
dengan mata bisa menyebabkan rusaknya mulai yang ringan sampai
kerusakan permanen.
Iritasi saluran pernapasan oleh karena bahan-bahan kimia berupa bercak-
bercak cair, gas atau uap akan menimbulkan rasa terbakar apabila
terkena pada daerah saluran pernapasan bagian atas (hidung dan
Kerongkongan).
2. Asfiksia
Adalah istilah sesak napas dihubungkan dengan gangguan proses
oksigensi dalam jaringan tubuh yaitu ada dua jenis: Simple asphyxiantion
dan chemical asphyxiantion
Simple asphyxiation (sesak napas yang sederhana) karena ini
berhubungan dengan kadar oksigen di udara yang digantikan dan
didominasi oleh gas seperti nitrogen, karbon dioksida, ethane, hydrogen
atau helium yang kadar tertentu mempengaruhi kelangsungan hidup.
Chemical asphyxiation (sesak napas karena bahan-bahan kimia). Pada
situasi ini, bahan-bahan kimia langsung dapat mempengaruhi dan
mengganggu kemampuan tubuh untuk mengangkut dan menggunakan
zat asam, sebagai contoh adalah karbon monoksida.
BAB II
PELAKSANAAN
B. Lokasi pengamatan
Pengamatan dilaksanakan di PT. Panca Permat Wiranusa di Jl. Penggilingan,
perkampungan Industri Kecil Blok E14-18 Barak Kerja, Jakarta Timur.
BAB III
HASIL PENGAMATAN
B. INSTALASI LISTRIK
Pengamatan Standard
Alat Pemadam api ringan (APAR) Memiliki tim penanggulangan kebakaran yang
jumlahnya masih kurang yaitu terlatih
dijumpai dua (2) buah APAR yang
tempatnya di ujung ruangan dan sulit
terlihat
Namun adapun yang belum sesuai Memiliki sistem proteksi kebakaran. Dan
dengan Permenakertrans terdapat APAR yang pemasangannya sesuai
No.Per-04/MEN/1980, adalah tidak dengan Permenakertrans no.Per-04/MEN/1980
terdapat lemari atau peti tempat
penyempitan tabung tersebut
A. KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan, secara keseluruhan PT. Panca Permata belum
menjalankan program K3 dengan cukup baik, memenuhi standar, dimana beberapa
hal yang perlu diperbaiki antara lain:
1. Tata ruang yang kurang rapi, dimana barang barang yang berantakan
sehingga dapat menghalangi akses jalan, yang telah disesuaikan dengan
prosedur K3.Selain itu tidak terdapat tanda peringatan pada tempat-tempat
tertentu yang merupakan tempat dengan risiko tinggi (resiko jatuh) Tanda
peringatan juga tidak terdapat pada alat-alat yang dapat memberi resiko
bahaya tertentu.Di bagian pengemasan terdapat pegawai yang bertugas
dengan tidak menaati SOP
2. Tidak semua pekerja di PT. Panca Permata mengetahui cara penggunaan
alat-alat penanggulangan kebakaran.
3. Tidak semua pekerja di PT. Panca Permata menggunakan APD
4. Titik evakuasi kurang memadai, serta belum tersedianya route map maupun
petunuk evakuasi
5. Pada PT. Panca Permata belum dibentuknya personil keselamatan kerja
B. SARAN
Dari pemaparan makalah di atas, maka beberapa saran yang dapat diajukan
untuk PT. Panca Permata adalah:
PENUTUP
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan
perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun
emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan
keselamatan kerja tidak selalu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental,
psikologis dan emosional.
Karena masih ada beberapa perusahaan yang belum memenuhi standar keselamatan
dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja, perlu dilakukannya
sosialisasi dan peningkatan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di
masyarakat ini sehingga tercapainya terciptanya lingkungan kerja yang aman dan nyaman
sehingga dapat meningkatkan produktivitas.