You are on page 1of 38

WALK THROUGH SURVEY

PT. AJINOMOTO MOJOKERTO JAWA TIMUR


TANGGAL 25 OKTOBER 2018

KELOMPOK 2
KESEHATAN DAN ERGONOMI

Disusun oleh :

dr. Afita Wihda Infaati dr. Imam Hakim Suryono

dr. Anang Ova Pradipta dr. Kadek Bagus Ramanda Sandra

dr. Anggun Prima Saputra dr. Khiki Zhakaria

dr. Anugrah Akbar Pambudi dr. Monica Bethari Primanesa

dr. Arabella Vonia Sari dr. Niken Suci Ningrum

dr. Christopher Edwin Marijono dr. Rifka Nur Laili

dr. Desiana Putri Qomariya dr. Robitha Kartika Sari

dr. Elsya Natalia Pariury dr. Yenni Purnamasari Setiawan

dr. Fandy Limawan

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


KEMENTERIAN TENAGA KERJA RI
PERIODE 22-26 OKTOBER 2018
SURABAYA

1
DAFTAR ISI

Cover........................................................................................................

Daftar Isi...................................................................................................

BAB 1. PENDAHULUAN...........................................................................
1. 1. Latar Belakang Masalah.............................................................
1. 2. Dasar Hukum.............................................................................
1. 3. Profile Perusahaan.....................................................................
1. 4. Alur Produksi..............................................................................
1. 5. Landasan Teori..........................................................................

BAB 2. PELAKSANAAN...........................................................................
2. 1. Tanggal dan Waktu Pengamatan...............................................
2. 2. Lokasi Pengamatan....................................................................
2. 3. Dokumen Pengamatan...............................................................

BAB 3. HASIL PENGAMATAN.................................................................


3. 1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan..................................................
3. 2. Program Kesehatan...................................................................
3. 3. Pencegahan HIV AIDS dan Narkoba.........................................
3. 4. Pemeriksaan Kesehatan............................................................
3. 5. Kesesuaian Pekerja dengan Alat...............................................
3. 6. Program Pemenuhan Gizi Pekerja.............................................
3. 7. 10 Besar Penyakit pada Pelayanan Kesehatan.........................
3. 8. Penyakit Akibat Kerja.................................................................
3. 9. Sarana P3K................................................................................
3. 10. Personil Kesehatan....................................................................

BAB 4. PEMECAHAN MASALAH.............................................................

2
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................

BAB 6. PENUTUP.....................................................................................

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kesehatan Kerja (KK) mempunyai pengertian spesialisasi dalam
ilmu kesehatan/kedokteran berserta praktiknya yang bertujuan
agar tenaga kerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial dengan cara promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif terhadap penyakit yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta
terhadap penyakit umum untuk menuju peningkatan produktivitas
sebagaimana telah diamanatkan dalam UU no. 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja. Seperti yang telah diketahui,
kecelakaan kerja tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga
menimbulkan kerugian 0bagi pekerja dan pengusaha,
mengganggu proses produksi perusahaan, dan merusak
lingkungan yang akhirnya berpengaruh terhadap masyarakat luas.
Oleh karena itu, upaya yang nyata untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja (KK) dan penyakit akibat kerja (PAK) harus
dilakukan secara maksimal. Apabila analisis dilakukan secara
mendalam, maka kecelakaan kerja (seperti peledakan, kebakaran)
dan penyakit akibat kerja umum yang disebabkan oleh
ketidakpedulian akan sistem manajemen K3 (SMK3) dengan baik
dan benar dapat di kurangi resikonya.
Ergonomi merupakan salah satu hazard yang dapat berpotensi
menimbulkan penyakit akibat kerja (PAK). Ergonomi berasal dari
bahasa Yunani, yaitu ergos = kerja dan nomos = norma, aturan.
Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha menyerasikan
pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya, dengan
tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-

4
tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-
optimalnya.
Laporan kunjungan perusahaan di PT. Ajinomoto ini dibuat
sebagai salah satu syarat tugas pelatihan HIPERKES periode 22
Oktober - 26 Oktober 2018, dalam rangka mempelajari K3
khususnya aspek kesehatan dan ergonomi.

1.2 Dasar Hukum


Dengan alasan untuk melindungi para tenaga kerja dan
pengembangan usaha demi tercapainya tidak adanya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja maka ada beberapa landasan yang
digunakan oleh perusahaan, sebagai berikut :

1. UU No.I tahun 1970 tentang kesehatan dan keselamatan kerja.


2. UU Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 pasal 86 dan 87
tentang ketenagakerjaan.
3. PP No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3)
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan
Koperasi No. Per 01/MEN/1967 tentang Wajib Latihan Hiperkes
Bagi Dokter Perusahaan.
5. Permenakertrans No.01/Men/1979 tentang Kewajiban Pelatihan
Hiperkes bagi Paramedic Perusahaan.
6. Permenakertrans No. Per 13/MEN/X/2011 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.
7. UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
8. UU No 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
9. Permenakertrans No.03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja.
10. Kepres RI No.22 tahun 1993 tentang Penyakit yang
Disebabkan oleh Pekerjaan atau Lingkungan Kerja.

5
11. Kepmenakertrans No.68 tahun 2004 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.
12. Permenakertrans No.11/Men/VI/2005 tentang Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
di Tempat Kerja.
13. Permenakertrans No.Per 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelanggaraan Keselamatan
Kerja.
14. Permenakertrans No.Per 03/Men/1983 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja.
15. SE.Menakertrans No.SE.01/Men/1979 tentang Pengadaan
Kantin dan Ruang Makan.
16. SE.Dirjen binawas No.SE.86/BW/1989 0tentang Perusahaan
Catering yang Mengelola Makanan bagi Tenaga Kerja.
17.Permenakertrans No.Per 05/MEN/VIII/2008 tentang
Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di Tempat Kerja.

1.3 Profil Perusahaan


a. Sejarah Perusahaan
PT Ajinomoto Indonesia berdiri tahun 1969 di Jakarta.
Pada tahun 1970 mendirikan pabrik pertamanya di
Mojokerto-Jawa Timur dengan produk utama penyedap rasa
dengan merek AJI-NO-MOTO® yang dipasarkan ke seluruh
wilayah Indonesia.
Pabrik kedua di Karawang didirikan pada tahun 2012
dengan tujuan memenuhi kebutuhan produk-produk bumbu
masak bagi masyarakat Indonesia. Di tahun 2015, PT.
Ajinomoto Bakery Indonesia resmi didirikan. Pabrik di
Karawang timur dengan Japan Technology dan Japanese
Staff yang berpengalaman akan mulai beroperasi di Agustus
2016.

6
Saat ini selain AJI-NO-MOTO®, group Ajinomoto
Indonesia memproduksi Masako® bumbu kaldu penyedap,
Sajiku® bumbu prakts siap saji, SAORI® bumbu masakan
Asia dan Mayumi® mayonanaise yummy.
Sekarang Group Ajinomoto Indonesia terdiri dari PT
Ajinomoto Indonesia, PT Ajinomoto Bakery Indonesia, PT
Ajinex International, PT Ajinomoto Sales Indonesia.PT
Ajinomoto Sales Indonesia yang memiliki cabang penjualan
di Jakarta, Surabaya, dan Medan.

b. Visi dan Misi Perusahaan


Visi :
Menjadi pabrik yang actrativ untuk berkontribusi di
Indonesia dan masyarakat muslim global.

Misi :
Menyediakan produk dengan nilai-nilai 5A untuk
pelanggan melalui produksi yang stabil :

1. Available
2. Applicable
3. Affordable
4. Acceptable
5. Attractive

c. Jumlah Pegawai Perusahaan


Jumlah pekerja sebanyak ± 2350 orang pekerja,
dimana pekerja laki-laki 2150 orang dan pekerja perempuan
200 orang. Jam kerja pekerja laki-laki dibagi menjadi 3 shift
dan perempuan menjadi 1 shift.

d. Sektor Usaha

7
PT. Ajinomoto beroperasi di sektor industri produksi
bahan dasar bumbu dapur dan penyedap masakan yang
menyediakan banyak produk olahan diantaranya: Sajiku,
Delito, Masako, Saori, Umami, dan Mayumi.

e. Jam Kerja
Pabrik :
Jam Kerja
Shift I : 07.00 - 15.00 WIB
Shift II : 15.00 - 23.00 WIB
Shift III : 23.00 - 07.00 WIB
Kantor
Jam Kerja : 07.00 - 15.00 WIB

f. Asuransi
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

g. Sertifikasi Perusahaan
SNI ISO 9001 : 2015

h. Kelembagaan P2K3
PT. Ajinomoto mempunyai kelembagaan P2K3.
Penanganan pertama pada kecelakaan kerja, akan
ditangani pertama kali oleh PPGD yang berada di setiap unit
bagian, yang kemudian akan dibawa ke klinik P2K3 yang
berada di dalam lingkungan pabrik. Jika di klinik tidak dapat
ditangani, pekerja dapat dirujuk ke rumah sakit yang bekerja
sama dengan perusahaan PT. Ajinomoto, yaitu RS Gatoel
Mojokerto.

i. Personil Keselamatan Kerja


PT. Ajinomoto membentuk kelembagaan P2K3.
Dimana anggota P2K3 juga mempunyai bagian devisi

8
bersertifikasi yaitu umum, kimia, kebakaran, dan listrik, yang
tiap anggota per sertifikasi diletakkan di tiap unit yang
sesuai dengan unit yang resiko tinggi guna mempersiapkan
saat terjadi tanda bahaya.
Terdapat dua dokter bersertifikat hiperkes, dua
paramedic bersertifikat hiperkes yang di letakkan di klinik
serta lima petugas P3K bersertifikat Kementrian dan
delapan puluh petugas P3K bersertifikat PMI yang di
letakkan di tiap unit bagian sebagai PPGD.

j. Prasarana Kerja
PT. Ajinomoto Indonesia memiliki 5 kamar mandi, 1
masjid, loker untuk karyawan serta tempat parkir untuk
karyawan. Untuk mempermudah mobilisasi pegawai
disediakan sepeda per unit ruangan dimana setiap unitnya
berjumlah 5 buah. Untuk memudahkan memindahkan
barang terdapat mobil barang dan forklift yang dapat
digunakan oleh karyawan. Mesin produksi yang dimiliki oleh
PT. Ajinomoto sebanyak 3 mesin per unit ruangan

k. Alur Produksi

9
1.4 Landasan Teori
a. Landasan Teori Ergonomi
Ergonomi menurut Badan Buruh Internasional
(International Labor Organization/ILO) adalah penerapan
ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk
mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan
manusia secara optimum agar bermanfaat demi efisiensi
dan kesejahteraan. Pada prosesnya dibutuhkan kerjasama
antara lingkungan kerja (ahli hiperkes), manusia (dokter dan
paramedik), serta mesin perusahaan (ahli tehnik).
Kerjasama ini disebut segitiga ergonomi. Tujuan dari
ergonomi adalah efisiensi dan kesejahteraan yang berkaitan
erat dengan produktivitas dan kepuasan kerja. Adapun
sasaran dari ergonomi adalah seluruh tenaga kerja baik
sektor formal, informal, maupun tradisional.
Pendekatan ergonomi mengacu pada konsep total
manusia, mesin, dan lingkungan yang bertujuan agar
pekerjaan dalam industri dapat berjalan secara efisien,
selamat, dan nyaman. Dengan demikian, dalam
penerapannya harus memperhatikan beberapa hal yaitu:
tempat kerja, posisi kerja, dan proses kerja.
Tujuan penerapan ergonomi adalah sebagai berikut:
(1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental,
dengan meniadakan beban kerja tambahan (fisik
dan mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan
meningkatkan kepuasan kerja;
(2) Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan jalan
meningkatkan kualitas kerjasama sesama
pekerja, pengorganisasian yang lebih baik dan

10
menghidupkan sistem kebersamaan dalam
tempat kerja
(3) Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional
antara aspek-aspek teknik, ekonomi, antropologi,
dan budaya dari sistem manusia-mesin untuk
tujuan meningkatkan efisiensi sistem manusia-
mesin.

Manfaat pelaksanaan ergonomi adalah menurunnya


angka kesakitan akibat kerja, menurunnya kecelakaan kerja,
biaya pengobatan dan kompensasi berkurang, stress akibat
kerja berkurang, produktivitas membaik, alur kerja
bertambah baik, rasa aman karena bebas dari gangguan
cidera, kepuasan kerja meningkat.

Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara


lain meliputi:
(1) Teknik
(2) Fisik
(3) Pengalaman psikis
(4) Anatomi, terutamanya yang berhubungan dengan kekuatan
dan gerakan otot dan persendian;
(5) Anthropometri
(6) Sosiologi
(7) Fisiologi, terutama berhubungan dengan temperatur tubuh,
oxygen up take dan aktivitas otot;
(8) Disain; dan sebagainya.

Aplikasi Ergonomi pada Tenaga Kerja


(1) Posisi kerja
Terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri. Posisi duduk
yang baik yaitu kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan

11
posisi stabil selama bekerja. Posisi berdiri yang baik yaitu
posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu
secara seimbang pada dua kaki.
(2) Proses kerja
Terdiri dari bagaimana posisi yang benar tubuh dalam
menjalankan poses bekerja, cara para pekerja dapat
menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu
bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus
dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.
(3) Tata letak tempat kerja
Terdiri dari pencahayaan, tata letak barang yang benar
serta memudahkan pekerjaan dan tidak berbahaya. Dalam
pencahayaan harus sesuai dengan luas kamar dan tata
letak barang sehingga display harus jelas terlihat jelas pada
waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan simbol yang
berlaku secara internasional lebih banyak digunakan
daripada kata-kata.
(4) Mengangkat beban
Terdiri dari bagaimana cara yang benar dalam mengangkat
barang dan beban yang sesuai dengan tubuh pekerja.
Bermacam-macam penilaian dalam mengangkat beban
yakni, dengan mengamati kepala, bahu, tangan, punggung,
dan lain-lain. Beban yang diangkat dengan cara yang salah
dan juga beban yang tidak sesuai diterima per tubuh dapat
menimbulkan kekakuan pada muscullus, cedera tulang
punggung, jaringan otot, dan persendian.

b. Supervisi Tenaga Kerja


Semua pekerja secara kontinyu mendapat supervisi
medis teratur.

12
Supervisi medis yang biasanya dilakukan terhadap pekerja
antara lain:
(1) Pemeriksaan sebelum kerja bertujuan untuk menyesuaikan
pekerja baru terhadap beban kerjanya.
(2) Pemeriksaan berkala bertujuan untuk memastikan pekerja
sesuai dengan pekerjaannya dan mendeteksi bila ada
kelainan.
(3) Nasihat harus diberikan tentang higiene dan kesehatan

c. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah upaya penyeserasian antara
kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap
pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan
dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar
diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan 1992
Pasal 23). Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental
dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat yang
berada di lingkungan perusahaan. Aplikasi kesehatan kerja
berupa upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Promosi kesehatan merupakan ilmu pengetahuan dan seni
yang membantu seseorang untuk mengubah gaya hidup
menuju kesehatan yang optimal, yaitu terjadinya keseimbangan
kesehatan fisik, emosi, spiritual dan intelektual. Tujuan promosi
kesehatan di tempat kerja adalah terciptanya perilaku dan
lingkungan kerja sehat juga produktivitas yang tinggi. Tujuan
dari promosi kesehatan yaitu:
(1) Mengembangkan perilaku kerja sehat
(2) Menumbuhkan lingkungan kerja sehat
(3) Menurunkan angka absensi sakit
(4) Meningkatkan produktivitas kerja

13
(5) Menurunnya biaya kesehatan
(6) Meningkatnya semangat kerja
Upaya preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh alat/mesin dan
masyarakat yang berada di sekitar lingkungan kerja ataupun
penyakit menular umumnya yang bisa terjangkit pada saat
melakukan pekerjaan yang diakibatkan oleh pekerja. Upaya
preventif diperlukan untuk menunjang kesehatan optimal
pekerja agar didapat kepuasan antara pihak pekerja dan
perusahaan sehingga menimbulkan keuntungan bagi kedua
belah pihak. Aplikasi upaya preventif diantaranya pemakaian
alat pelindung diri dan pemberian gizi makanan bagi pekerja.
Upaya kuratif merupakan langkah pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan bagi pekerja. Upaya penatalaksanaan
penyakit yang timbul pada saat bekerja merupakan langkah
untuk meningkatkan kepuasan pekerja dalam bekerja,
sekaligus memberi motivasi untuk pekerja supaya memiliki
kesehatan yang optimal. Penyakit yang sering timbul dalam
suatu lokasi pekerjaan dapat menjadi tolak ukur dalam
mengambil langkah promosi dan pencegahan, sehingga tujuan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan kerja optimal
dilaksanakan.
Salah satu aspek yang harus diimplementasikan dalam
kesehatan kerja adalah adanya pemeriksaan kesehatan bagi
tenaga kerja, baik sejak awal sebelum bekerja, selama bekerja,
maupun sesudah bekerja. Tujuan dari pemeriksaan kesehatan
ini ditujukan agar selain tenaga kerja yang diterima di awal
berada dalam kondisi kesehatan setinggi-tingginya, juga untuk
memantau status kesehatan pekerja dan juga meminimalisir
dan mendeteksi dini apakah ada penyakit akibat kerja yang
ditimbulkan akibat proses produksi.

14
Sarana P3K di tempat kerja diatur dalam Permenakertrans
RI No. 15/MEN/VIII/2008. Dalam Permenakertrans tersebut,
dijabarkan bahwa Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di
tempat kerja (P3K) adalah upaya memberikan pertolongan
pertama secara cepat dan tepat kepada pekerja/buruh/dan/atau
orang lain yang berada di tempat kerja, yang mengalami sakit
atau cidera di tempat kerja.
Fasilitas P3K yang dimaksud dalam Permenakertrans ini
meliputi ruang P3K, kotak P3K dan isinya sesuai standar, alat
evakuasi dan alat transportasi, fasilitas tambahan berupa alat
pelindung diri dan/atau peralatan khusus di tempat kerja yang
memiliki potensi bahaya yang bersifat khusus. Pengusaha wajib
menyediakan ruang P3K dalam hal proses produksi
mempekerjakan pekerja/buruh 100 orang atau lebih atau
kurang dari 100 orang dengan potensi bahaya tinggi.
Ruang P3K juga diatur standarnya, salah satunya meliputi
lokasi yang harus dekat dengan toilet/kamar mandi, jalan
keluar, mudah dijangkau, dan dekat dengan tempat parkir
kendaraan.
Kotak P3K juga harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut, yaitu terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibawa,
berwarna dasar putih dengan lambang P3K berwarna putih
dengan lambang P3K berwarna hijau dengan isi kotak sesuai
dengan Permenakertrans yang mengatur. Penempatan kotak
P3K juga harus pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau
dengan diberi tanda arah yang jelas dan cukup cahaya serta
mudah diangkat apabila digunakan dan disesuaikan dengan
jumlah tenaga kerja yang ada, dan dalam hal tempat kerja
dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih masing-masing
unit kerja harus menyediakan kotak P3K sesuai jumlah
pekerja/buruh.

15
d. Gizi Pekerja

Gizi kerja adalah gizi/nutrisi yang diperlukan oleh tenaga


kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis
pekerjaan dan beban kerja tambahan. Gizi kerja menjadi
masalah disebabkan beberapa hal yaitu rendahnya kebiasaan
makan pagi, kurangnya perhatian pengusaha, kurangnya
pengetahuan tenaga kerja tentang gizi, tidak mendapat uang
makan, serta jumlah, kapan dan apa dimakan tidak diketahui.
Efek dari gizi kerja yang kurang bagi pekerja adalah:
(1) Pekerja tidak bekerja dengan maksimal

16
(2) Pertahanan tubuh terhadap penyakit berkurang
(3) Kemampuan fisik pekerja yang berkurang
(4) Berat badan pekerja yang berkurang atau berlebihan
(5) Reaksi pekerja yang lamban dan apatis,
(6) Pekerja tidak teliti
(7) Efisiensi dan produktivitas kerja berkurang

Jenis pekerjaan dan gizi yang tidak sesuai akan


menyebabkan timbulnya berbagai penyakit seperti obesitas,
penyakit jantung koroner, stroke, penyakit degenerative,
arteriosklerotik, hipertensi, kurang gizi dan mudah terserang
infeksi akut seperti gangguan saluran nafas. Ketersediaan
makanan bergizi dan peran perusahaan untuk memberikan
informasi gizi makanan atau pelaksanaan pemberian gizi kerja
yang optimal akan meningkatkan kesehatan dan produktivitas
yang setinggi-tingginya.

e. Penyakit Akibat Kerja


Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja.
Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit
yang artifisial atau man made disease.
Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara
kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap
pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan
dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar
diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan
Tahun 1992 Pasal 23).
WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja:
(1) Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan,
misalnya Pneumoconiosis

17
(2) Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan,
misalnya Karsinoma Bronkhogenik.
(3) Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu
penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya,
misalnya Bronkhitis khronis.
(4) Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi
yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.

Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat


hubungan pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO
(International Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan
definisi menyangkut Penyakit Akibat Kerja sebagai berikut:
(1) Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai
penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan
pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab yang sudah diakui.
(2) Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan adalah
penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab,
dimana faktor pekerjaan memegang peranan bersama
dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya
penyakit yang mempunyai etiologi kompleks

Penyebab beberapa penyakit akibat kerja timbul karena


suatu faktor, tergantung pada bahan yang digunakan dalam
proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga
tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor
penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:
(1) Golongan fisik
Contoh :suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin),
tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu
yang kurang baik.

18
(2) Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam
proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan
kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau
kabut.
(3) Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur.
(4) Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan
tempat kerja dan cara kerja.
(5) Golongan psikososial : lingkungan kerja yang
mengakibatkan stress.

Penyakit akibat kerja juga perlu dilakukan beberapa tahap


diagnose, yang sebelumnya perlu dilakukan pendekatan
sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasinya secara tepat yaitu sebagai berikut :
(1) Tentukan Diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu,
dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang
ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis
suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru
dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
(2) Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama
ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh
seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat
menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya.
Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat
pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
a) Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah
dilakukan oleh penderita secara khronologis
b) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
Bahan yang diproduksi

19
c) Materi (bahan baku) yang digunakan
d) Jumlah pajanannya
e) Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
f) Pola waktu terjadinya gejala
g) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada
yang mengalami gejala serupa)
h) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan
yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)
(3) Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat
menyebabkan penyakit tersebut.
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan
yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami
menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam
kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang
menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam
kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih
lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat
menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi,
jumlah, lama, dan sebagainya).
(4) Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup
besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada
keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami
pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih
lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang
ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat
kerja.
(5) Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin
dapat mempengaruhi

20
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun
riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan
pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya
pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya
meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan
(riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih
rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.
(6) Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan
penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab
penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain
yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit.
Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu
dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di
tempat kerja.
(7) Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan
oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu
dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah
didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan
merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-
kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi
yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada
waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan
dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila
tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan
tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut
pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan
memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada
atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung

21
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya
memperberat penyakit
f. HIV, AIDS dan Narkotika
Banyak sekali orang mendengar kata narkoba,tetapi mereka
tak tahu apa itu narkoba,banyak yang mengartikan narkoba
adalah kepanajangan dari kata narkotika dan obat
berbahaya,namun itu kepnjangan yang salah,yang benar
adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan aditif
lainnya.
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan
berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan
khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesiaa
adalah napza yang merupakan singkatan dari Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif .Semua istilah ini, baik "narkoba"
ataupun "napza", mengacu pada kelompok senyawa yang
umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya.
Menurut pakar kesehatan,narkoba sebenarnya adalah
senyawasenyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk
membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk
penyakit tertentu.
Melalui pertolongan dokter, banyak jenis narkoba yang
bermanfaat untuk kesembuhan dan keselamatan manusia.
Masalahnya, apabila narkoba disalahgunakan, bukan manfaat
yang didapat, melainkan malapetaka. Jadi,yang harus hindari
adalah penyalahgunaannya, bukan narkobanya. Jasa narkotika
dan psikotropika sangat besar dimasa lalu, masa kini, dan
masa yang akan datang.
Tindakan oprasi (pembedahan) yang dilakukan oleh dokter
harus didahului dengan pembiusan, padahal obat bius
tergolong narkotika. Kemudian, Orang yang mengalami stress

22
atau gangguan jiwa diberi obat-obatan yang tergolong
psikotropika oleh dokter agar dapat sembuh.
Dengan perhatian seperti itu, narkoba tidak selalu
memberikan dampak buruk. Banyak sekali jenis-jenis narkoba
yang bermanfaat dalam bidang kedokteran. Maka, sikap anti
narkoba adalah keliru, yang benar adalah anti
penyalahgunaanya. Jadi, yang harus kita hindari bukanlah
narkoba, melainkan penyalahgunaannya.
Narkoba memiliki berbagai jenis diantaranya narkotika,
psikotropika, dan bahan aditif lainnya.
Prinsip – prinsip kunci dari ILO tentang HIV/AIDS dan dunia
kerja yang berlaku bagi semua aspek pekerjaan dan semua
tempat kerja, termasuk sektor kesehatan:
(1) Isu Tempat Kerja
HIV/ AIDS adalah isu tempat kerja, karena dia
mempengaruhi angkatan kerja, dan karena tempat kerja
dapat memainkan peran vital dalam membatasi
penularan dan dampak epideminya.
(2) Non Diskriminasi
(3) Tidak ada diskriminasi terhadap pekerja berdasarkan
status HIV yang nyata atau dicurigai.
(4) Kesetaraan gender
Hubungan gender yang lebih setara dan
pemberdayaan wanita adalah penting untuk
mencegah penularan HIV dan membantu masyarakat
mengelola dampaknya
(5) Lingkungan kerja yang sehat
Tempat kerja harus meminimalkan risiko pekerjaan,
dan disesuaikan dengan kesehatan dan kemampuan
pekerja.
(6) DialogSosial

23
Kebijakan dan program HIV/AIDS yang sukses
membutuhkan kerjasama dan saling percaya antara
pengusaha, pekerja dan pemerintah. Tidak boleh
melakukan skrining untuk tujuan rekrutmen Tes HIV di
tempat kerja harus dilaksanakan secara sukarela dan
rahasia, tidak boleh digunakan untuk menskrining
pelamar atau pekerja.
(7) Kerahasiaan
Akses kepada data perseorangan, termasuk status
HIV pekerja, harus dibatasi oleh aturan dan
kerahasiaan.
(8) Melanjutkan hubungan pekerjaan
Pekerja dengan penyakit yang berkaitan dengan HIV
harus dibolehkan bekerja dalam kondisi yang sesuai
selama dia mampu secara medik.
(9) Pencegahaan
Mitra sosial mempunyai posisi yang unik untuk
mempromosikan upaya pencegahan melalui
informasi, pendidikan dan dukungan bagi perubahan
perilaku.
(10) Kepeduliaan terhadap dukungan
Pekerja berhak mendapat pelayanan kesehatan yang
terjangkau.

24
BAB 2
PELAKSANAAN

2. 1. Tanggal dan Waktu Pengamatan


Kunjungan perusahaan ke PT. Ajinomoto ini dilakukan pada
hari Kamis, 25 Oktober 2018 pukul 09.00-12.30 WIB.

2. 2. Lokasi Pengamatan
PT. Ajinomoto beralamat di Jl. Raya Mlirip, Gedong, Mlirip, Jetis,
Mojokerto, Jawa Timur 61352.

2. 3. Dokumen Pengamatan

25
26
g.

27
BAB 3
HASIL PENGAMATAN

3. 1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di PT. Ajinomoto,
yaitu :
A) 1 Klinik
B) K3
C) PPGD
D) 1 unit Ambulan
E) 1 Tandu

3. 2. Personil Kesehatan
Terdapat dua dokter bersertifikat hiperkes, dua paramedic
bersertifikat hiperkes, lima petugas P3K bersertifikat Kementrian dan
delapan puluh petugas P3K bersertifikat PMI.

3. 3. Program Kesehatan
a Program Promotif
Terdapat pemasangan spanduk kampanye K3 dan pada hari
ulang tahun K3 diadakan acara-acara lomba pemadaman
kebakaran, dilakukan training tiap satu bulan sekali kepada
petugas P3K, lomba PPGD, lomba cerdas cermat, lomba K3
Poster, lomba presentasi K3, lomba fotografi, lomba pemadaman
kebakaran dan breathing apparatus + PPGD di PT Petrokimia-
Gresik.
b Program Preventif
Terdapat beberapa program prefentif yaitu :
(1) Perusahaan mengharuskan dilakukannya Medical
Check Up (MCU) 15 menit sebelum jam masuk shift.
(2) Dilakukan patroli safety tiap 1 bulan sekali oleh seksi
lain.

28
(3) Contractor safety management system
(4) Medical check-up 1 tahun sekali
(5) Penempelan sticker safety riding
(6) Inspeksi motor 4 kali dalam setahun
(7) Training BLS tiap 1 tahun sekali
(8) Pengiriman pegawai untuk study hiperkes tiap 1 tahun
sekali

c Program Kuratif
Terdapat dua dokter bersertifikat hiperkes, dua paramedic
bersertifikat hiperkes, lima petugas P3K bersertifikat Kementrian
dan delapan puluh petugas P3K bersertifikat PMI dan terdapat
PPGD, 1 klinik di dalam lingkungan pabrik dan 1 RS rujukan yang
bekerja sama dengan perusahaan, yaitu: RS Gatoel Mojokerto.

d Program Rehabilitatif
Apabila terjadi kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja
maka karyawan tersebut akan diberikan kompensasi oleh
perusahaan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. 4. Sarana P3K
Perusahaan telah menyediakan sarana P3K di pos keamaan.
Adapun isi dari kotak P3K tersebut terdiri dari : pembalut steril (kassa
gulung steril), plester, betadine, kapas, gunting, alkohol 70% dan
obat-obatan. Kotak P3K digunakan jika terjadi kecelakaan akibat
kerja yang dapat ditangani sendiri dengan bantuan alat P3K atau
sebelum dirujuk ke Rumah Sakit terdekat.

3. 5. Pemeriksaan Kesehatan
Pada perusahaan melakukan pemeriksaan di awal, di lakukan
pemeriksaan berkala maupun khusus. Pemeriksaan kesehatan awal
meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-

29
paru, dan laboratorium rutin serta pemeriksaan lain yang dianggap
perlu sesuai dengan jenis pekerjaan.

3. 6. Sepuluh Besar Penyakit Pada Pelayanan Kesehatan


Penyakit terbanyak yang diderita tenaga kerja perusahaan PT.
Ajinomoto, yaitu:
a. Rhinitis alergi
b. Tinnitus
c. Gangguan refraksi ODS
d. ISPA
e. Asma
f. LBP
g. CTS
h. Torticolis
i. Varises
j. Dermatitis statis

3. 7. Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja yang terjadi di PT. Ajinomoto sampai saat ini
adalah ISPA dan HNP Lumbalis.

3. 8. Pencegahan HIV AIDS dan Narkoba


Perusahaan melakukan program pencegahan HIV/IDS dan
narkoba dengan mengadakan program penyuluhan kepada semua
pekerja mengenai HIV/AIDS tiap 1 bulan sekali.

3. 9. Program Pemenuhan Gizi


Perusahaan memiliki program pemenuhan gizi, karyawan
diberikan makan 1 kali dalam tiap shift.

3. 10. Kesesuaian Pekerja dengan Alat


a Sikap Kerja

30
Hasil pengamatan mengenai sikap kerja dari tenaga kerja
dibeberapa unit tertentu menunjukkan kurang sesuai dengan
aspek ergonomis, terbukti dengan tidak sesuainya tinggi meja dan
kursi dengan tubuh pekerja sehingga bagi pekerja yang tubuhnya
tinggi posisi duduk agak membungkuk dan kepala terlalu
menunduk. Tidak disediakan kursi yang adjustable tinggi dan
pendeknya yang bisa disesuaikan dengan tinggi badan pekerja.

b Cara Kerja
Hasil pengamatan mengenai cara kerja, tenaga kerja lebih
banyak berdiri selama proses kerja.
Cara kerja diamati dari 2 sisi yaitu;
1. Posisi kerja kurang ergonomis karena pekerja yang
tinggi harus agak membungkuk dan menunduk.
2. Proses kerja didapatkan satu sampai dua pekerja yang
tidak menggunakan sarung tangan.
3. Pada saaat memindahkan barang ada beberapa pekerja
yang tidak ergonomis dimana pekerja hanya memutar
pinggannya dan itu berisiko, harusnya semua badan
memutar.

c Beban Kerja
Hasil pengamatan didapatkan, karyawan pabrik bekerja dari
hari Senin sampai Jumat dengan jam kerja:
Waktu kerja :
Pabrik :
Jam Kerja : Shift I 07.00 – 15.00 WIB
Shift II 15.00 – 23.00 WIB
Shift III 23.00 - 07.00 WIB
Kantor
Jam Kerja : 07.00 - 15.00 WIB

31
d Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja luas kurang lebih 36 hektar sehingga
karyawan dapat bergerak leluasa dan efisien. Penempatan
tempat duduk dan pendingin ruangan tersedia. Lingkungan kerja
karyawan pabrik dipenuhi dengan mesin sehingga menghasilkan
kebisingan dan berbau sehingga diperlukan pemakaian APD
selama bekerja di lingkungan kerja.

32
BAB 4
PEMECAHAN MASALAH

4. 1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Dalam pelayanan fasilitas kesehatan PT. Ajinomoto dapat
dikatakan lengkap dan sangat baik. Sehingga dari pengamatan kami
tidak ada masalah dalam program fasilitas pelayanan kesehatan.
Sehingga program tersebut dalam dilakukan lebih lanjut dan
konsisten.

4. 2. Personil Kesehatan
Personil kesehatan PT. Ajinomoto di bidang kesehatan cukup
banyak dan seimbang di letakkan per unit dan juga terorganisir
peletakannya. Sehingga dari pengamatan kami tidak ada masalah
dalam personil kesehatan karena para personil dibekali dengan
sertifikat-sertifikat dan pelatihan khusus. .

4. 3. Program Kesehatan
Pada program kesehatan PT. Ajinomoto dapat dikatakan lengkap
dan sangat baik. Sehingga dari pengamatan kami tidak ada masalah
dalam program kesehatan. Sehingga program tersebut dalam
dilakukan lebih lanjut dan konsisten.

4. 4. Sarana P3K
Pada sarana P3K PT. Ajinomoto dapat dikatakan lengkap dan
cukup memadai. Sehingga dari pengamatan kami tidak ada masalah
dalam sarana P3K. Sehingga program tersebut dalam dilakukan lebih
lanjut dan konsisten.

4. 5. Pemeriksaan Kesehatan
Pada pemeriksaan kesehatan PT. Ajinomoto dapat dikatakan
cukup terorganisasi dengan adanya pemeriksaan awal, berkala dan
khusus. Dan dapat dikataka sangat baik dikarenakan adanya

33
pemeriksaan kesehatan awal yang dilakukan 15 menit sebelum
pekerja masuk shift. Sehingga dari pengamatan kami tidak ada
masalah dalam pemeriksaan kesehatan. Sehingga program tersebut
dalam dilakukan lebih lanjut dan konsisten.

4. 6. Sepuluh Besar Penyakit Pada Pelayanan Kesehatan


Sepuluh besar penyakit pada pekerja PT. Ajinomoto dalam
pelayanan kesehatan dapat dikatakan bervariasi jenisnya. Namun
jumlah per kasus sangat sedikit dan bahkan jarang terjadi. Mungkin
penyakit tersebut dapat dikatakan terjadi karena kelalaian per
seorang pekerja. Sehingga sepuluh besar penyakit pada pelayanan
kesehatan dapat dikurangi bahkan diminimalisir terjadinya dengan
cara pemberian edukasi per pekerja akan kesehatan pribadi dan
harus mengikuti peraturan yang sudah ada.

4. 7. Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja PT. Ajinomoto dalam pelayanan kesehatan
dapat dikatakan bervariasi jenisnya. Namun jumlah per kasus sangat
sedikit dan bahkan jarang terjadi. Mungkin penyakit tersebut dapat
dikatakan terjadi karena kelalaian per seorang pekerja. Sehingga
sepuluh besar penyakit pada pelayanan kesehatan dapat dikurangi
bahkan diminimalisir terjadinya dengan cara pemberian edukasi per
pekerja akan kesehatan pribadi dan harus mengikuti peraturan yang
sudah ada.

4. 8. Pencegahan HIV AIDS dan Narkoba


Pada program pencegahan HIV AIDS dan Narkoba pada PT.
Ajinomoto dikatan cukup baik dengan cara diadakan penyuluhan.
Maka menurut kami program ini dapat dilanjutkan dengan konsisten.

4. 9. Program Pemenuhan Gizi


Pada program pemenuhan gizi pada PT. Ajinomoto dikatakan
sangat baik dengan cara diberikannya fasilitas kantin bersih dengan

34
makanan bergizi di tiap shift kerjanya. Maka menurut kami program
ini dapat dilanjutkan dengan konsisten.

4. 10. Kesesuaian Pekerja dengan Alat


Kesesuaian pekerja dengan Alat pada PT. Ajinomoto dapat
dikatakan cukup baik. Karena tiap orang kurang lebih memegang 2
alat dan terdapat leader yang dapat menggantikan apabila ada
keperluan mendadak. Namun dalam proses dan posisi pekerja dalam
bekerja kurang baik. Oleh karena itu diperlukan penyuluhan atau
bimbingan kepada pekerja bagaimana posisi dan cara bekerja yang
baik untuk tubuh agar dapat meminimalisir penyakit akibat kerja yang
akan terjadi nanti.

35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil walk though survey yang kami lakukan, maka
kesimpulan yang dapat ditarik adalah :
- Dari aspek ergonomi masih ada dibeberapa unit yang
belum sesuai dengan tenaga kerja, sudah ada penyuluhan
tentang kerja ergonomis namun tidak disediakannya meja
yang bisa diatur tingginya sesuai dengan tinggi badan
pekerja.
- Dari aspek pemenuhan gizi pekerja, pekerja disediakan
kantin yang steril untuk kebutuhan tiap 1 kali makan pekerja
dalam satu shiftnya.
- Dari aspek pemeriksaan kesehatan sudah sesuai dengan
aturan, perusahaan melakukan medical check up pada
pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus.
- Dari aspek program kesehatan, perusahaan sudah
mengadakan penyuluhan berkala untuk mengedukasi
pekerja tentang risiko kesehatan lain yang mungkin dapat
diderita oleh pekerja.
- Dari aspek pencegahan HIV, AIDS, dan narkoba,
perusahaan tidak melakukan pemeriksaan pada pekerja
sesuai peraturan pemerintah.
- Ditinjau dari segi sarana P3K sudah tersedia namun dan
ada penunjuk lokasi P3K yang mudah terlihat.
- Ditinjau dari segi personil kesehatan tersedia 2 dokter, 2
paramedis, 85 petugas P3K.
- Ditinjau dari segi 10 besar penyakit akibat kerja,
perusahaan memiliki data.

36
- Ditinjau dari segi penyakit akibat kerja yang dialami, ISPA
dan HNP Lumbalis.

5.2 Saran
Dari hasil walkthrough survey yang kami lakukan, maka kami
ajukan beberapa saran yaitu :
- Perusahaan harus segera mengganti meja yang bisa diatur
tingginya sesuai dengan tinggi badan pekerja dibeberapa unit
yang masih tidak ergonomis.
- Melakukan kegiatan pemeriksaan HIV/AIDS kepada
pekerja sebagai bentuk deteksi dini penyakit, penentuan
terapi dan penetapan prognosis terhadap pekerja. Karena
hanya dilakukan penyuluhan saja sebelumnya.
- Mengganti kursi yang bisa diatur tingginya sesuai tinggi
badan pekerja agar lebih ergonomis dibeberapa unit yang
masih belum sesuai standar.

37
BAB 6
PENUTUP

PT. Ajinomoto Dari hasil walkthrough survey yang kami


laksanakan, perusahaan telah mengimplementasikan sistem manajemen
kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3), namun masih terdapat
kekurangan.
Semoga makalah ini dapat membantu dalam menyikapi
permasalahan yang ada dan perbaikan perusahaan dalam aspek
kesehatan dan keselamatan kerja.

38

You might also like