You are on page 1of 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Film disebut juga gambar hidup (motion pictures), yaitu serangkaian

gambar diam (still pictures) yang meluncur secara cepat dan diproyeksikan

sehingga menimbulkan kesan hidup dan bergerak. Film merupakan media

yang menyajikan pesan audiovisual dan gerak. Oleh karenanya, film

memberikan kesan yang impresif bagi pemirsanya1.

Sebagai gambar yang bergerak, film adalah reproduksi dari kenyataan

seperti apa adanya. Ketika film ditemukan, orang datang berbondong-

bondong ke gedung bioskop hanya untuk melihat bagaimana kenyataan

ditampilkan kembali sama persis dengan realitas yang terjadi di depan

matanya sendiri. Namun agaknya pengertian realitas sudah di depan mata itu

tidak pernah menjadi tuntas. Meskipun gambar sudah bergerak, tapi gambar

apa yang masuk ke dalam bingkai adalah suatu pilihan: gambar bergerak yang

dilihat oleh seseorang bukanlah kenyataan apa adanya, namun itulah

pandangan subyektif atas apa yang diandaikan sebagai kenyataan obyektif.

Dengan begitu sebuah film tentu mewakili pula pandangan pembuatnya, dan

seseorang membuat film untuk mengkomunikasikan pandangan itu.2

Film memiliki kemampuan untuk menarik perhatian orang, terlebih

lagi dikarenakan film memiliki kemampuan mengantar pesan secara unik.

1
Susilana, Rudi dan Cepi. MEDIA PEMBELAJARAN: Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan,
Dan Penilaian. Bandung: Wacana Prima. 2009. hal 22.
2
Cheah, Philip & Tony Rayns. Membaca Film Garin. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002. Hlm
102.

1
Film merupakan salah satu bentuk media massa yang umumnya bersifat

menghibur. Film menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian

teknis lain kepada khalayak.3 Dalam komunikasi massa proses penyebaran

pesan ditujukan kepada massa yang abstrak, di mana komunikasi tidak

mengetahui ataupun mengenal khalayak yang menerima pesan mereka. Begitu

pesan disampaikan, tidak diketahui apakah pesan tersebut diterima, dimengerti

ataupun dilakukan oleh khalayak. Demikian juga dengan khalayak film.4

India merupakan salah satu negara yang memiliki pengaruh dalam

dunia perfilman terhadap negara-negara lain. Salah satu pengaruh tersebut

adalah budayanya. Dalam filmnya, India selalu menampilkan kebudayaan

yang khas dari negara tersebut, baik dari kebudayaan simbol dan lambang

agama seperti patung dewa maupun tentang tradisinya seperti cara berpakaian

dan nyanyian. Jika ditelusuri lebih lanjut dalam sejarah mengenai agama-

agama yang ada di dunia, pluralistik dalam beragama dan pemahaman yang

dikenal sekarang bukan merupakan hal yang baru. Pluralitas telah muncul di

India sejak abad ke-15 dalam gagasan-gagasan Kabir (1440-1518) dan guru

Nana (1469 – 1538) sebagai pendiri agama Sikhisme. Namun gagasan tentang

pluralitas ini belum dapat diterima oleh negara lain, sehingga hanya populer di

India. Ketika arus globalisasi semakin kuat, kemudian muncullah peneliti

yang tertarik dengan kultural Barat – Timur yang menimbulkan adanya

interaksi antar kebudayaan dan agama di dunia. Gagasan mengenai pluralitas

ini bukan hanya pemikiran dari Barat, namun pemikiran agama di Timur juga

3
Dennis Mc Quail, TEORI KOMUNIKASI MASSA suatu pengantar, Jakarta: Erlangga, 1996, hlm 13.
4
Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi, Bandung,:Remaja Rosdakarya, 2002, hlm 56.

2
memiliki pengaruh yang sangat kuat, khususnya dari India. Hal ini dibuktikan

dengan munculnya gerakan-gerakan pembaharuan socio – religion di wilayah

ini. Beberapa peneliti dari Barat seperti Parrinder dan Sharpe, justru

menganggap bahwa pencetus gagasan pluralisme agama adalah tokoh-tokoh

dan pemikir berbangsa India.5

Ancaman besar bagi sebuah bangsa yang memiliki pluralitas

kebudayaan dan agama adalah potensi konflik antar kelompok yang dapat

berakibat perpecahan didalam negara. Potensi konflik ini antara lain dapat

berupa bentuk kekerasan, pemaksaan kehendak, perusakan tempat ibadah, dan

lain sebagainya. Seperti yang terjadi pada tahun 1947 yaitu insiden perang dan

konflik India dengan Pakistan. Meskipun konflik tersebut terjadi dikarenakan

perebutan perbatasan, namun setelah di telusuri lebih lanjut pembagian

perbatasan tersebut terdapat unsur agama yang mempengaruhinya. Perebutan

wilayah Kashmir menjadi konflik terlama yang dihadapi oleh kedua negara.

Perselisihan atas wilayah Kashmir menyangkut persoalan agama dan

politik.hal tersebut berdampak buruk terhadap perekonomian pengembangan

Pakistan sehingga sangat mempengaruhi kelangsungan hidup di negara

tersebut.6 India didominasi oleh penganut agama Hindu, sementara Kashmir

dan Pakistan didominasi oleh orang beragama Islam. Kemudian konflik antar

negara ini semakin kuat dengan munculnya kelompok militan Kashmir yang

menentang segala keputusan pemerintah Hindu India yang tidak berpihak

5
Anis Malik Toha , TREN PLURALISMEE AGAMA Tinjauan Kritis, Jakarta: Perspektif, 2005, hal 19.
6
Muqarrab Akbar, 2015. Pakistan: An Islamic State or a State for Muslims? A Critical Appraisal of
Islam’s Role in Pakistan, Pakistan Journal of Islamic Research Vol 15,.
http://www.bzu.edu.pk/PJIR/vol15/eng2.pdf

3
pada rakyat Kashmir. Insiden ini memberikan cerminan bahwa kerukunan

antar umat beragama dan kebebasan untuk memeluk agama dan keyakinan

yang berbeda masih menjadi persoalan bagi sebagian negara.7

Berbagai pesan mengenai pluralitas agama dapat disampaikan melalui

media apapun, salah satunya melalui film. Industri film India sering kali

disebut sebagai Bollywood untuk menganalogikan dengan Hollywood, yang

merupakan industri film terbesar di Amerika. Bollywood adalah salah satu

unsur penting yang membentuk seluruh struktur industri perfilman India.

Bollywood ini menunjuk kepada terminology film-film berbahasa India, di

mana bahasa ini merupakan bahasa nasional India. Pada dasarnya India

merupakan negara pertama yang “melek sinema”. Hal ini dibuktikan pada

tahun 1896, setelah kamera film di temukan di Perancis, gambar hidup itu

dipertunjukkan oleh penemunya, Lumiere bersaudara, di Mumbai, yang

dulunya bernama Bombay, dan dari kata inilah terbentuk kata Bollywood.8

Perfilman India semakin diperhitungan oleh negara lain dengan

masuknya salah satu yaitu “3 idiot” yang menjadi film box office setelah film

Hollywood berjudul avengers: age of ultron.9 Film yang berdurasi 164 menit

tersebut disutradarai oleh Rajkumar Hirani dan rilis pada tahun 2009.

Meskipun Film 3 Idiot ini tidak ditayangkan di seluruh bioskop seluruh

7
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_dan_konflik_India-Pakistan diakses pada tanggal 28
oktober 2015, pukul 13.55 WIB.
8
Irwan Suhanda. 2007. Kumpulan Artikel Kompas. India: Bangkitnya Raksasa Baru Asia: Calon
Pemain Utama Dunia Di Era Globalisasi. Jakarta: Buku Kompas. Hlm 80.
9
Henry Hens. 2015. Film Aamir Khan”PK” Pecahkan Rekor Box Office Di China. Bintang.com.
http://www.bintang.com/film/read/2239068/film-aamir-khan-pk-pecahkan-rekor-box-
office-di-china diakses pada tanggal 28 oktober 2015 pukul 14.00 WIB.

4
Indonesia karena kurangnya promosi kepada khalayaknya. Film ini hanya

ditayangkan di Blitz Mall Of Indonesia dan tersebar melalui mulut ke mulut

dan melalui jejaring sosial Twitter.10

Setelah laris dengan filmnya 3 Idiot, Rajkumar Hirani kembali

mengeluarkan film yang berjudul “PK”. Film yang berdurasi selama 153

menit ini mulai ditayangkan di bioskop pada tanggal 19 Desember 2014. Sama

halnya dengan film sebelumnya, film ini juga tidak tayang di seluruh bioskop

Indonesia, karena terdapat unsur yang menyinggung agama dalam pesan yang

disampaikan melalui Film ini. Film yang dibintangi oleh Aamir Khan dan

Anushka Sharma ini merupakan film komedi yang mengisahkan tentang orang

yang berasal dari planet lain atau alien yang diturunkan ke bumi untuk sebuah

penelitian.11 Meskipun demikian, film PK sukses menembus box office dunia.

Film ini mendapat total keuntungan Rp 8,2 miliar dalam 2 hari penayangan.

Hal ini merupakan keuntungan paling besar untuk ukuran film Bollywood. PK

menjadi salah satu dari empat film tersukses di Amerika Utara setelah The

Hobbit: The Battle of Five Armies, Gone with the Bullets, Might at the

Museum: Secret of the Tomb. Suatu prestasi tersendiri bagi film produksi

India, sebagai bagian dari Asia.12

10
Nunuy Nurhayati. 2010. Gebrakan Boolywood. Seleb Tempo. http://seleb.tempo .co/read/news
/2010/05/01/111244763/gebrakan-bollywood diakses pada tanggal 29 oktober 2015,
pukul 19.00 WIB.
11
Endro Priherdityo. 2015. Ya Fenomena, Ya Controversial. CNN Indonesia.
http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20150120202049-220-26069 /film-pk-ya-
fenomenal-ya-kontroversial/ diakses pada tanggal 29 oktober 2015, pukul 22.15 WIB.
12
Vega Probo. 2014. Jadi Elien Pencari Tuhan, Aamir Khan Di Gugat. CNN Indonesia. http://
www.cnnindonesia.com/hiburan/20141230140027-220-21334/jadi-alien-pencari-
tuhan-aamir-khan-digugat/ diakses pada tanggal 29 oktober 2015, pukul 22.15 WIB.

5
Peneliti tertarik untuk meneliti salah satu film India ini karena film-

film India merupakan produksi film yang memiliki sebuah alur cerita yang

khas, dengan romantismenya, dengan konflik antara keluarga bahkan dengan

khas tarian dan lagu-lagunya. Namun, peneliti menemukan hal yang menarik

dan berbeda tentunya dengan film-film Bollywood pada umumnya. Meskipun

film ini memiliki genre komedi, film PK ini sebenarnya merupakan kritikan

terhadap suatu kelompok agama yang mayoritas dianut oleh bangsa India,

yaitu agama Hindu.13 Saat ini banyak film yang bergenre religious, mulai

dari film India berjudul My Name Is Khan yang mengusung peristiwa

penyerangan teroris 11 September 2001 yang terjadi di AS. Dalam film My

Name Is Khan ini dapat terlihat gambaran bagaimana kehidupan kaum muslim

di AS yang mendapatkan berbagai perlakuan negatif setelah peristiwa

tersebut. Akan tetapi film ini hanya mengangkat dan mengfokuskan pada satu

agama yaitu Islam. Berbeda dengan PK, meskipun PK menampilkan sebuah

kepercayaan yang dominan di India, film ini tetap menggambarkan bagaimana

agama lain berkomunikasi dengan Tuhannya.

Unsur-unsur khas dalam film Bollywood ini masih tetap dipertahankan,

bahkan dapat dikatakan masih menonjol, seperti scene pembuka dengan

menyanyi dan dilanjutkan dengan scene-scene berikutnya. Tidak lupa unsur

komedi dimasukan pada tiap scene-nya sama seperti film yang telah dibuat

oleh Rajkhumar pada produksi sebelumnya. Tidak lupa persoalan percintaan


13
Vika Chorianti. 2015. PK (peekay) Komedi Satir Para Pencari Tuhan Ala India – Sebuah Resensi
Film. Kompasiana. http://www.kompasiana.com /devika/pk-peekay-komedi-satir-
para-pencari-tuhan-ala-india-sebuah-resensi-film_553b394e6ea8347c 3fda42ea
diakses pada tanggal 22 oktober 2015,pukul 09.00 WIB.

6
juga diangkat dalam film ini, meskipun tidak menjadi faktor utama, namun

dapat menentukan alur cerita di tengah permasalahan utama dalam film

tersebut. Sehingga kisah percintaan yang terdapat didalamnya tidak picisan

dan tidak hanya menonjolkan seksualitas semata.14

India memang merupakan suatu negara yang sangat kental akan

kepercayaan dan budayanya. Dalam setiap film yang diproduksi oleh negara

ini, tidak lepas dari gambaran kepercayaan yang bercampur dengan budaya

seperti cara bersembahyang, pakaian yang dikenakan, sesaji yang selalu

dipersembahkan untuk dewa-dewa, nyanyian-nyanyian yang selalu

dilantunkan. Gambaran tentang kebudayaan tersebut menimbulkan pesan

yang berbeda bagi penontonnya. Pada film ini, sutradara menampilkan

bagaimana pluralitas yang ada di India. Dalam film ini banyak mengandung

pesan yang tersirat dari setiap scene yang ditampilkan. Sutradara

menyimbolkan seseorang yang tidak memiliki agama dengan datangnya alien

dari luar angkasa untuk melakukan penelitian dibumi. Dalam film ini, tokoh

utama mencoba untuk mencari “Tuhan” yang bisa membantunya untuk

menemukan batu yang telah dicuri oleh manusia di bumi. Dan dalam mencari

“Tuhan” yang di maksud, alien harus mempelajari dan memahami setiap

kepercayaan yang terdapat di India. Film tentang kritik agama ini

menampilkan bagaimana setiap kepercayaan mengajarkan cara berkomunikasi

kepada Tuhannya dengan cara yang berbeda-beda.15

14
Ibid.,
15
Ibid.,

7
Film ini mengenai keyakinan yang dimiliki oleh setiap kelompok

agama. Secara keseluruhan film PK ini memberikan gambaran pluralismee

agama di sebuah negara. Menurut Alim Bakhtiar, seorang pengamat dan

pemerhati film, film ini berhasil mengkritik tentang cara pandang seseorang

terhadap agama lain, dimana cara pendang tersebut menimbulkan pembenaran

atas keyakinan masing-masing agama.

PK mengisahkan tentang seorang wanita yang mencintai laki-laki

yang berbeda agama. Namun mendapat pertentangan oleh tokoh agama yang

diyakininya. Tak lama kemudian wanita tersebut bertemu dengan PK, seorang

alien yang sedang mencari Tuhan. Karena wanita berprofesi sebagai

wartawan, wanita tersebut tertarik untuk meliputnya dan menjadikannya

sebuah berita. Alien yang berpostur seperti manusia tersebut menceritakan

tentang pengalamannya dalam mencari Tuhan. Dari pengalamannya inilah, PK

mulai mengerti tentang Tuhan yang selama ini masyarakat yakini. Banyak

kesalahan yang dibuat oleh masyarakat tentang memahami adanya Tuhan.

Film ini menarik untuk diteliti karena mengangkat hal yang sederhana

seperti agama yang dimiliki oleh setiap individu dan merupakan film pertama

yang berani mengkritik bagaimana setiap individu mempercayai keyakinannya

dan memperlihatkan bagaimana setiap individu berkomunikasi dengan

Tuhannya masing-masing. Banyak perbedaan pandangan hidup yang dapat

dijadikan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari khusunya dalam hal

beragama dan tentunya memiliki makna tersendiri.

8
Sebagai bentuk pesan, film ini terdiri dari berbagai tanda dan simbol

yang membentuk sebuah makna. Yang paling penting dalam film ini lambang

dan simbol yang dengan jelas diperlihatkan sebagai bentuk makna yang ingin

disampaikan oleh sutradara. Dalam sebuah film tidak semua maksud dari

makna disampaikan melalui dialog. Dengan kata lain, dalam film juga kita

jumpai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal yang disampaikan

dalam sebuah film dapat berupa ekspresi wajah pemain (facial expressions),

gerak-gerik (gesture), sikap (posture), dan simbol-simbol (symbols). 16

Oleh karena itu dalam hal ini analisis semiotik sangat berperan.

Dengan semiotik tanda-tanda dan simbol-simbol dianalisa dengan kaidah

berdasarkan pengkodean yang berlaku. Semiotika akan menemukan makna

yang terselubung dalam sebuah pesan. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan model semiotika Charles Sanders Pierce yang menyatakan

bahwa kebudayaan merupakan sebuah kumpulan dari tanda atau sign. Dalam

membedakan lambang, Pierce membagi menjadi 3 kategori, yaitu ikon (icon),

indeks (index), dan simbol (symbols). Dengan demikian analisis semiotika

merupakan metode yang tepat untuk mengintepretasikan sebuah tanda dan

digunakan dalam menemukan makna dan pesan yang tersembunyi dalam

sebuah film. Peneliti menggunakan kajian ilmu komunikasi dalam hal pesan,

di mana pesan merupakan suatu proses komunikasi yang disampaikan

pengirim kepada penerima. Melalui pesan, penerima memiliki otoritas mutlak

dalam menentukan makna-makna yang di terimanya, sehingga pesan tentang

16
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003, Hal 128.

9
pluralitas dalam elemen agama dapat menempel dalam benak penonton dan

dapat menjadi dasar sikap penonton dalam mempersepsi agama lain.17 Oleh

karena itu penulis ingin melakukan kajian semiotik tentang makna pluralitas

dalam elemen agama pada film “PK” melalui pesan-pesan yang tersirat

melalui simbol keagamaan.

B. Rumusan masalah

Setelah melihat pemaparan di atas, maka peneliti ingin menganalisis

makna dan simbol keagamaan yang terkandung dalam film PK yang ditinjau

dari pendekatan semiotik. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimanakah makna pluralitas dalam elemen agama yang diinterpretasikan

melalui lambang dan simbol dalam film PK melalui studi analisis semiotik?

C. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis makna pluralitas

dalam elemen agama yang diinterpretasikan melalui lambang dan simbol yang

di tampilkan pada berbagai adegan dalam film PK melalui studi semiotik.

D. Manfaat penelitian

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat akademis

Memberikan sumbangan terhadap kajian semiotik tentang makna dan

simbol keagamaan, sekaligus untuk mendorong munculnya kajian

penelitian semiotika selanjutnya dalam film serupa.

2. Manfaat praktis

17
John Fiske, Cultural And Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komperehensif,
Yogyakarta:Jalasutra, 2004 Hal 8.

10
a. Penelitian ini diharapkan akan memberikan wacana kepada

khalayak akademis dan masyarakat umumnya tentang makna dan

simbol keagamaan yang direpresentasikan dalam sebuah film.

b. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada

masyarakat berupa analisis bagaimana makna dan nilai keagamaan

tersebut dipahami dan dapat dijadikan pedoman sesuai dengan

kepercayaan yang diyakininya.

E. Telaah Pustaka

1. Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris Communication

berasal dari kata latin communication, dan berseumber dari kata communis

yang berarti sama.18 Sama disini maksudnya adalah sama dalam makna.

Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss mendefinisikan komunikasi sebagai

proses penciptaan makna antara dua orang atau lebih. Lebih lanjut lagi,

menurut Pace dan Faules, terdapat dua bentuk umum tindakan yang

dilakukan oleh orang yang terlibat dalam komunikasi, yaitu penciptaan

pesa dan penafsiran pesan. Pesan yang dimaksud tidak harus berupa kata-

kata atau pesan verbal, namun juga berupa pesan nonverbal.19

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat

dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip

paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The

Structure And Function Of Communication In Society. Paradigma


18
Deddy Mulyana, ILMU KOMUNIKASI Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003,
Hal 41.
19
Ibid., hal 59

11
Lasswell tersebut menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur

yaitu:20

a. Komunikator

b. Pesan

c. Media

d. Komunikan

e. Efek

Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut komunikasi adalah

proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui

media yang dapat menimbulkan efek tertentu.21

John Fiske dalam bukunya yang berjudul Cultural Communication:

Sebuah Pengantar, paling kompreherensif membagi studi komunikasi

dalam dua mazhab utama. Mazhab pertama melihat komunikasi sebagai

suatu transmisi pesan, yaitu bagaimana pengirim dan penerima

mengkonstruksi pesan dan menerjemahkannya dan dengan bagaimana

transmiter menggunakan saluran dalam media komunikasi. Sedangkan

mazhab kedua adalah melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran

makna, yaitu bagaimana pesan atau teks berinteraksi dengan orang-orang

dalam kebudayaan. Mahzab ini disebut dengan mazhab semiotika karena

lebih menekankan pada pertukaran makna yang disampaikan. Bagi

mahzab ini studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan.

Pengirim yang didefinisikan sebagai transmitter pesan, menurun arti


20
Onong Uchjana Effendi , Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Rosdakarya, 2004, Hlm
35.
21
Ibid.,

12
pentingnya. Penekanan bergeser pada teks dan bagaimana teks tersebut

“dibaca”. Dan, membaca adalah proses menemukan makna yang terjadi

ketika pembaca berinteraksi atau bernegosiasi dengan teks. Negosiasi ini

terjadi ketika pembaca membawa aspek-aspek pengalaman budayanya

untuk berhubungan dengan kode dan tanda yang menyusun teks.22

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan mazhab yang kedua yaitu

mazhab yang melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna

dan menggunakan metode studi utama dalam mahzab ini yaitu semiotika,

di mana peneliti menggunakan film sebagai objek dalam pertukaran

makna kepada khalayaknya. Penelitian ini melihat makna dari pluralitas

dalam elemen agama melalui simbol dan lambang yang terdapat dalam

film PK. dan dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai penerima

pesan, oleh karena itu pemaknaan pluralitas dalam elemen agama pada

film PK dipengaruhi oleh referensi peneliti yang berupa pengalaman-

pengalaman dan budaya peneliti.

2. Komunikasi Massa dan Film

John Fiske memberikan 5 asumsi yang mendasar untuk membantu

melakukan studi komunikasi:23

a. Studi komunikasi membutuhkan sejumlah pendekatan agar dapat

melakukan penelitian secara komperhensif.

b. Fenomena komunikasi meliputi tanda-tanda dan kode-kode, tanda

merupakan tindakan yang merujuk pada sesuatu yang lain yang

22
John Fiske, Op.Cit. hal 7.
23
Ibid., hal 8.

13
ditandai olehnya. Sedangkan kode merupakan system tanda yang

tersusun secara teratur dan menentukan bagaimana tanda-tanda

tersebut saling berhubungan satu sama lain.

c. Tanda-tanda dan kode-kode tersebut mampu ditransmisikan dan

dibuat oleh komunikator dan diterima oleh komunikasn sebagai

suatu komunikasi yang merupakan praktik hubungan sosial.

d. Komunikasi merupakan unsur pokok bagi kehidupan kebudayaan.

Tanpa komunikasi tidak ada kebudayaan. Maka konsekuensi logis

bagi suatu studi komunikasi meliputi pula studi budaya yang

terintergrasi.

e. Komunikasi sebagai interaksi sosial melalui pesan.

Proses komunikasi pada awalnya dibagi menjadi 2 kategori, yaitu

komunikasi antarpersonal dan komunikasi massa.24 Little John

menyatakan bahwa komunikasi massa merupakan proses dimana

organisasi-organisasi media memproduksi dan menyampaikan pesan-

pesan kepada khalayak luas dan proses dimana pesan-pesan dicari,

digunakan, dipahami dan dipengaruhi oleh khalayak.25

Para ahli komunikasi membatasi pengertian komunikasi massa

pada komunikasi dengan media massa, misalnya surat kabar, majalah,

radio, televisi atau film.26 Namun demikian, surat kabar,radio, televisi

atau film, sebenarnya hanya merupakan alat teknis. Komunikasi massa

24
Elvirano Ardianto Dan Lukiati Komala Erdiyana, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,
Bandung, Remaja Rosdakarya. 2007. Hal 2
25
Pawito Ph.D., Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2007. Hal
155.
26
Onong Uchjana, Op. cit. hal 9.

14
yang dimaksud disini bukan semata-mata komunikasi dengan bantuan

teknologi modern. Meskipun teknologi modern selalu digunakan dalam

proses komunikasi massa, tetapi penggunaan alat-alat teknis ini tidak

selalu menunjukan komunikasi yang disebut komunikasi massa.27 Seperti

Contoh pada film India “PK” yang disiarkan pada stasiun televisi adalah

komunikasi massa, tetapi rekaman video pernikahan seseorang yang

diputar di ruangan keluarga bukan sebuah komunikasi massa.

Film adalah sebuah gambar bergerak yang memiliki bentuk

dominan dari komunikasi massa. Film merupakan sebuah industri bisnis

yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang

bertujuan memperoleh estetika. Secara umum, informasi yang diperoleh

oleh manusia didapatkan dari indra penglihatan. Oleh sebab itu, film-film

dan informasi yang diberikan melalui televisi memiliki pengaruh besar

untuk menyampaikan propaganda, dibandingkan dengan makalah atau

media cetak. Sebagai representasi dari realitas, film membentuk dan

“menghadirkan kembali” realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-

konvensi dan ideology dari kebudayaan. Sebuah film mewakili pandangan

dari pembuatnya, dan seseorang membuat film untuk mengkomunikasikan

pandangan tersebu.28

Marselli Sumarno juga mengungkapkan bahwa film adalah bentuk

komunikasi antara pembuat dan penonton. Oleh karena itu dapat dikatakan

bahwa film berhubungan langsung dengan masyarakat atau massa.

27
Charles R Wright. Sosiologi Komunikasi Massa. Bandung :Remadja Karya, 1985. Hal 3.
28
Cheah, Philip. Op. cit, hlm 44

15
Pembuat film ingin menyampaikan sesuatu kepada penonton. Sesuatu

tersebut memiliki tujuan untuk memproduksi sebuah makna. Ciri-ciri

dalam film:

a. Sifat informasi. Film lebih dapat menyajikan informasi yang

matang dalam konteks relative lebih utuh dan lebih lengkap. Pesan-

pesan film tidak bersifat topical dan terputus-putus tetapi dapat

ditunjang oleh pengembangan masalah yang tuntas.

b. Kemampuan distorsi. Sebagai media informasi, film dibatasi oleh

ruang dan waktu tertentu. Untuk mengatasinya, media ini

menggunakan distorsi dalam proses konstruksinya, baik tingkat

fotografi atau pemanduan gambar yang dapat menempatkan

informasi, membesarkan ruang atau melompat batas waktu.

c. Situasi komunikasi. Film dapat membawakan situasi komunikasi

yangkhas dan menambah intensitas dan keterlibatan khalayak. Film

dapat menimbulkan keterlibatan yang seolah-olah sangat intim

dengan memberikan gambaran wajah atau bagian badan yang

sangat dekat.

d. Kredibilitas. Situasi komunikasi film dan keterlibatan emosional

penonton dapat menambah kredibilitas pada suatu produk film.

Karena penyajian film disertai oleh perangkat kehidupan yang

mendukung (pranata sosial manusia dan perbuatannya serta

hubungan antar peran dan sebagainya), umumnya penonton dengan

16
mudah mempercayai keadaan yang digambarkan walaupun

kadang-kadang tidak logis atau tidak berdasar kenyataan.29

3. Film Sebagai Reperesentasi Realitas Khalayak

Sebagai salah satu media komunikasi, film mengandung berbagai

pesan yang ingin disampaikan oleh produser terhadap khalayknya. Pesan-

pesan tersebut dibangun dari berbagai macam tanda. Menurut Margija

Mangunharja, film memuat pesan-pesan yang disampaikan melalui tanda-

tanda atau lambang-lambang. Pesan dan lambang ini diharapkan dapat di

tangkap dan dipahami oleh khalayak sebagai penikmat film. Melalui film,

sang sutradara dapat menyampaikan gagasanya sekaligus mengajak para

penontonnya untuk dapat menerima data, fakta, gagasan, pandangan,

pemikirannya dan saling berbicara dengannya.30 Film juga dapat

diakatakan sebagai sebuah potret dari masyarakat dimana film tersebut

dibuat. Film selalu merekam relitas yang yang tumbuh dan berkembang

dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikan kedalam layar.

Film yang merupakan suatu alat media massa juga berfungsi

sebagai representasi dari realitas masyarakat yang ada. Menurut Turner,

makna film sebagai representasi dari realitas masyarakat. Sebagai

representasi dari realitas, film membentuk dan “menghadirkan kembali”

realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi dan ideology dari

kebudayaan. Film dalam mereprensentasikan realitas akan selalu

29
Marselli Sumarno, Dasar-Dasar Apresiasi Film, Jakarata: PT Gramedia Pustaka Jaya, 1996, Hal
27.
30
Tanti Widiarini, Potret Perempuan Dalam Film Pasir Berbisik, Jurusan Ilmu Komunikasi
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2004

17
terpengaruh oleh lingkup sosial dan ideology, dimana film tersebut dibuat

dan akan berpengaruh bagi masyarakatnya. Graeme Turner menyebutkan

bahwa perspektif yang dominan dalam sebuah studi tentang hubungan film

dan masyarakat sebagai pandangan yang refleksionis, yaitu film dilihat

sebagai cermin yang memantul kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai

dominan dalam kebudayaan.31

Dalam hal ini, “PK” merupakan sebuah film fiksi yang memiliki

genre komedi, drama dan musikal yang didalamnya mengusung isu sosial

yang berskala besar, yaitu mengenai sebuah cara individu dalam Bergama

dan berkomunikasi kepada Tuhan. Film “PK” menghadirkan sebuah

realitas obyektif tentang kehidupan beragama yang benar-benar nyata

terjadi di tengah masyarakat, khususnya India dan dihadirkan kembali

melalui film dengan rekaan-rekaan yang muncul dari dorongan subyektif

pembuat film. Sehingga realitas yang direpresentasikan dalam film India

“PK” termasuk ke dalam kategri realitas simbolik, di mana realitas

obyektif mengenai agama dalam masyarakat dihadirkan kembali dalam

bentu-bentuk simbol yang sudah dikemas dengan cerita komedi dan

ideology sutradara. Di sini cerita menjadi kemasan bagi pembuat film

dalam menghadirkan realitas rekaan (realitas media) yang menjadi

alternative dari realitas bagi penikmatnya.

31
Budi Irawan, Film, Ideology, Dan Militer, Yogyakarta: Media Pressindo,, 1999, Hal 15

18
4. Semiotik Dalam Film

Analisis semiotik merupakan cara atau metode untuk menganalisis

atau memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat

suatu paket lambing-lambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud dalam

hubungan ini adalah segala bentuk serta system lambang baik yang

terdapat pada media massa (seperti berbagai paket tayangan televisi,

karikatur media cetak, film, sandiwara, radio, dan berbagai bentuk iklan)

maupun yang terdapat di luar media massa (seperti karya lukis, patung,

candi , monumen, fashion show, dan menu makanan pada suatu food

festival. Urusan analisis semiotik adalah melacak makna-makna yang

diangkut dengan teks berupa lambang. Dengan kata lain, pemaknaan

terhadap lambang-lambang dalam tekslah yang menjadi pusat perhatian

analisis semiotik.32

Kendati sebagai suatu metode ilmiah, analisis semiotik dapat

dikatakan relatif baru, namun analisis ini memiliki sejarah yang panjang.

John Locke (1960) mengembangan pemahaman untuk menguraikan

tentang bagaimana manusia memahami sesuatu melalui lambang-lambang

dalam karyanya yang berjudul Essay Conserning Human Understading.

Berikut ini merupakan beberapa tokoh yang memberikan kontribusi

terhadap analisis semiotika:33

32
Pawito, Op. cit, hal 155.
33
Ibid., hal 157-164

19
a. Charles Sanders Pierce (1839-1914)

Charles Sanders Pierce adalah seorang ahli matematika dari

AS yang sangat tertarik dengan lambang atau simbol. Charles

melakukan kajian mengenai semiotika dari perspektif logika dan

filsafat dalam upaya melakukan sistematisasi terhadap

pengetahuan. Pierce membedakan lambang menjadi tiga kategori

pokok, yaitu ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol).

Maksud dari ikon adalah suatu lambang yang ditentukan (cara

pemaknaannya) oleh objek yang dinamis karena sifat-sifat internal

yang ada. Hal-hal, seperti kemiripan, kesesuaian, tiruan, dan kesan-

kesan atau citra menjadi kata kunci untuk memberikan makna-

makna terhadap lambang yang bersifat ikonik. Sedangkan istilah

indeks menunjuk pada lambang yang cara penggunaannya lebih

ditentukan oleh objek dinamis dengan cara mengaitkan dengan

yang nyata. Proses pemaknaan lambang-lambang bersifat indeks

tidak dapat bersifat langsung, tetapi dengan cara memikirkan serta

mengkaitkannya. Dan yang terakhir adalah simbol. Dalam konteks

semiotika biasanya dipahami sebagai suatu lambang yang

ditentukan oleh objek dinamisnya dalam arti objek tersebut harus

benar-benar diinterpretasi. Interpretasi ini dalam upaya pemaknaan

tehadap lambang-lambang simbolik melibatkan dari unsur-unsur

proses belajar dan tumbuh atau berkembangnya pengalaman serta

kesepakatan-kesepakatan dalam masyarakat.

20
b. Ferdinand de Saussure

Tokoh ini merupakan tokoh filsuf yang berjasa dalam

upaya pengembangan analisis semiotika. Ferdinand merupakan

seorang ahli ilmu bahasa dari swiss, yang menyarankan bahwa

studi tentang bahasa selayaknya menjadi bagian dari area yang ia

sebut sebagai semiology. Ferdinand mendasarkan pemikiran

demikian pada keyakinan bahwa studi tentang bahasa pada

dasarnya adalah studi tentang sistem lambang-lambang. Ferdinand

menggunakan istilah semiologi dengan makna suatu ilmu yang

mempelajari selu beluk lambang-lambang yang ada atau digunakan

dalam masyarakat. Dengan pemaknaan semiologi yang demikian

bermaksud meberi penekanan pada perihal yang ikut membentuk

atau menentukan lambang-lambang dan hukum-hukum atau

adanya ketentuan-ketentuan bagaimana yang mengaturnya.

Ferdinand mengelompokan lambang menjadi dua jenis,

yaitu signifier dan signified. Signifier menujuk pada aspek fisik

dari lambang, seperti ucapan, gambar, lukisan, sedangkan signified

menunjuk pada aspek mental dari lambang, yakni pemikiran

bersifat asosiasif tentang lambang. Kedua lambang ini saling

berkaitan, sehingga tidak dapat dipisahkan.

c. Roland Barthes

Roland barthes juga memberian kontribusi terhadap

perkembangan analisis semiotika. Pemikiran Barthes dipengaruhi

21
oleh Ferdinand. Jika Ferdinand memperkenalkan istilah signifier

dan signified yang berkenaan dengan lambang-lambang atau teks

dalam suatu paket pesan, maka Barthes menggunakan istilah

denotasi dan konotasi untuk menunjuk tingkatan makna. Makna

denotasi adalah makna tingkat pertama yang bersifat objektif yang

dapat diberikan terhadap lambang-lambang, yakni dengan

mengaitkan secara langsung antara lambang dengan realitas atau

gejala yang ditunjuk. Sedangkan makna konotasi adalah makna

yang dapat diberikan pada lambang-lambang yang mengacu

diberikan pada nilai-nilai budaya yang karenanya berada pada

tingkatan kedua. Dalam analisis semiotika, barthes juga

menggunakan istilah mitos, yaitu rujukan bersifat cultural

(bersumber dari budaya yang ada) yang digunakan untuk

menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk dengan lambang-

lambang penjelasan yang mana notabene adalah mana konotatif

dari lambang-lambang yang ada dengan mengacu sejarah

(disamping budaya).34

Ketiga tokoh tersebut merupakan tokoh yang memiliki peran dalam

terciptanya metode semiotika. Semiotika sendiri sebenarnya memiliki dua

founding father yaitu Charles Sanders Pierce dan Ferdinand de Saussure.

Namun keduanya mengembangkan semiotika dalam basis yang berbeda.

Pierce mengembangkan semiotika dalam basis logika dan mendefinisikan

34
Ibid., hal 164.

22
semiotika sebagai suatu hubungan antara tanda, objek dan makna.35

Sedangkan Saussure mengembangkan semiotika dalam basis linguistic.

Saussure memperkenalkan konsep semiotika dengan dikotomi system

tanda, yaitu penanda dan petanda. Jika salah satu aspek disebut atau

ditunjuk, maka aspek yang lain akan turut hadir dalam penunjukan

tersebut.36

Kemudian muncullah tokoh yang melengkapi dari Charles dan

Saussure yaitu Roland Barthes. Barthes mencoba mengembangkan

pemikiran Saussure dengan tidak hanya berhenti pada penanda dan

petanda, namun Barthes tertuju pada gagasan tentang signifikasi dua

tahap, yaitu menggabungkan antara penanda dan petanda dengan

menyebutnya sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda.37 Dan

kemudian signifikasi tahap kedua yaitu konotasi yang menggambarkan

interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi

para pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya. Dengan kata lain, denotasi

adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah obyek, sedangkan

konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.38

Meskipun telah disempurnakan dan dikembangkan oleh Roland

Barthes, tetapi dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis

semiotika Charles Sanders Pierce, karena pendekatan ini sesuai dengan

film PK, di mana film ini banyak memperlihatkan tanda atau komunikasi
35
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, hlm 17.
36
Riyadi Santoso, SEMIOTIKA SOSIAL; Pandangan Terhadap Bahasa, Surabaya: Pustaka Eureke,
2003, hal 2.
37
Alex Sobur, Analisis teks Media, Bandung: Remaja Rosdarkarya, 2001, hal 127.
38
Ibid., hal 128

23
non-verbal, tanpa menggunakan komunikasi verbal. Bagi Pierce, tanda

adalah “sesuatu yang mewakili sesuatu”.39 Sehingga metode Pierce

merupakan metode yang tepat untuk melihat bagaiamana makna dari

pluralitas dalam elemen agama.

5. Pluralitas

Pluralitas merupakan realitas yang mewujud dan tidak mungkin

dipungkiri, yaitu suatu hakikat perbedaan dan keragaman yang timbul

semata karena memang adanya kekhususan dan karakteristik yang

diciptakan Allah SWT dalam setiap ciptaan-Nya. Pluralitas yang

menyangkut agama berarti pengakuan akan cksistensi agama-agama yang

berbeda dan beragam dengan seluruh karakteristik dan kekhususannya,

dan menerima ke-"lain"-an yang lain beserta haknya untuk berbeda dalam

beragama dan berkeyakinan. Bahkan dalam teks wahyu yang dirujuk,

menegaskan bahwa perbedaan dan keberagaman bangsa-bangsa, syariat

dan falsafah hidup memang dikehendaki oleh Allah SWT, dan sampai

beberapa ulama tafsir menyatakan bahwa perbedaan dan keberagaman ini

merupakan alasan penciptaan.40

Pluralitas agama merupakan kenyataan yang sudah ada sejak setiap

agama bertemu dengan agama lain. Pluralitas agama ditunjukkan oleh

adanya perbedaan-perbedaan dalam hal ajaran, upacara, struktur

hirearkhis, praksis moral, dan kitab suci.41 Dalam Al-Quran dijelaskan

39
Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, Jakarta: Komunitas Bambu, 2011, hal
19.
40
Anis Malik, Op. Cit, hal 1.
41
A. Sudiardja, Agama (Dizaman) Yang Berubah, Yogyakarta: Kanusius, 2006, Hal 18.

24
bahwa Pluralitas merupakan sebuah kebijakan Tuhan agar manusia saling

mengenal dan membuka diri untuk bekerja sama adalah sesuatu yang asasi

bagi kehidupan manusia. 42

Isu keberagaman atau pluralitas agama telah mendapatkan

perhatian yang cukup besar sepanjang sejarah. Isu ini merupakan

fenomena yang hadir ditengah keanekaragman klaim kebenaran absolute

antar agama yang saling bersebrangan.43 Pluralitas dapat dijadikan petensi

positif bagi pembangunan dan kemajuan peradaban melalui pemenuhan

kebebasan, namun disisi lain jika tidak dikelola dengan baik, pluralitas

tersebut menjadi masalah dalam membangun negara, ketika pluralitas

malah membelenggu kebebasan sesama warga negara, terutama jika terjadi

kelompok mayoritas mendiskriminasi minoritas.44

6. Makna Agama

Menurut Jalaludin, agama merupakan sebuah keyakinan yang

dimiliki setiap manusia untuk menjadi pedoman dalam kehidupan. Agama

berasal dari bahasa Sanskerta yang tersusun dari kata a yang berarti

“tidak” dan gam berarti “pergi”. Dalam bentuk harfiah yang terpadu, kata

“agama” berarti tidak pergi, tetap di tempat, langgeng, abadi yang

diwariskan secara terus-menerus dari satu generasi kepada generasi yang

lainnya.45

42
Budhy Munawar Ranchman, Argument Islam Untuk Pluralisme, Jakarta: Grasindo, 2010, Hal 1.
43
Anis Malik Toha,.Op.Cit.
44
Budhy munawar., Op.Cit. Hal 121
45
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2014, hal 38.

25
Secara terminologi, agama merupakan sebuah fenomena yang sulit

didefinisikan. Tidak sedikit para cendikiawan yang mencoba untuk

mengartikan agama, seperti:46

a. Emile Durkheim yang mengartikan agama sebagai kesatuan sistem

kepercayaan dan pengalaman terhadap suatu yang sakral, kemudian

kepercayaan dan pengalaman tersebut menyatu ke dalam suatu

komunitas moral.

b. Karl Marx berpendapat bahwa agama adalah keluh-kesah dari makhluk

yang tertekan hati dari dunia yang tak berhati, tertekan dari jiwa dari

keadaan yang tidak berjiwa. Menurutnya agama sebagai candu bagi

masyarakat.

c. Spencer mengatakan bahwa agama adalah kepercayaan akan suatu

yang Mahamutlak.

d. Dewey menyebutkan bahwa agama sebagai pencarian manusia

terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan pada

tantangan yang dapat mengancam jiwanya. Agama adalah pengenalan

manusia terhadap kekuatan gaib yang hebat.

e. Sebagian pemikir mengatakan bahwa apa saja yang memiliki tiga khas

berikut dapat disebut sebagai agama:

1) Keyakinan bahwa dibalik alam materi ini ada alam yang lain.

2) Penciptaan alam yang memiliki tujuan.

3) Alam memiliki konsep etika

46
Ibid.

26
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa agama merupakan

kepercayaan terhadap sesuatu yang agung di luar alam. Agama adalah

kepercayaan adanya Tuhan yang menurunkan wahyu kepada nabi-Nya

untuk umat manusia demi kebahagiannya di dunia dan akhirat. Dari sini,

dapat disimpulkan bahwa agama memiliki tiga bagian yang tidak dapat

dipisahkan, yaitu akidah (kepercayaan hati), syariat (perintah dan larangan

Tuhan), dan akhlak (konsep untuk meningkatkan sisi rohani manusia

untuk dekat kepada-Nya).47

Setiap manusia dilahirkan bebas dan setara martabat serta haknya.

Setiap manusia dipengaruhi akal budi dan kesadaran serta harus bertindak

satu sama lain dalam semangat persaudaraan. Emile Durkheim

menyatakan bahwa manusia “menciptakan” Tuhan sebagai

pengejawantahan semua moralitas sosial. Moralitas tersebut sebagai

bentuk kewajiban setiap orang kepada orang lain dan semua kepada

standar kelompok yang tidak dapat dipisahkan dari agama. System

kepercayaan dan praktik-praktik yang berkaitan dengan moralitas tersebut

dinamakan agama. Agama adalah suatu ciri kehidupan sosial manusia

yang universal dalam arti bahwa semua masyaakat mempunyai cara

berfikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk disebut

agama. Akan tetapi, karena agama juga mengandung komponen ritual,

maka sebagian agama tergolong dalam struktur sosial. Oleh karena itu,

upaya dalam memahami kehidupan agama di masyarakat tidak cukup

47
Ibid., hal 47.

27
hanya berfokus pada persoalan-persoalan keagamaan namun juga tidak

luput dari factor-faktor sosial.48

Agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup.

Pada hakekatnya agama merupakan sebuah kepercayaan terhadap adanya

Tuhan yang telah menurunkan wahyu kepada umat manusia demi

kebahagiaan di dunai maupun diakhirat.49 Agama di pandang sebagai

sumber nilai yang mengandalikan perilaku individu-individu sebagai

anggota masyarakat. Pandangan ini mengakui bahwa individu-individu

anggota masyarakat memiliki kebebasan yang bersifat instinctual. Dengan

kata lain, incividu-individu berupaya mempertahankan eksistensinya

didalam kehidupannya.

Pada sisi lain, upaya individu memenuhi kebutuhannya tersebut

tidak terlepas dari interaksinya dengan orang-orang lain di masyarakatnya.

Sehingga, setiap upaya individu untuk mempertahankan eksistensi

personalnya tidak terlepas dari menyelamatkan eksistensi dalam

kehidupan sosialnya. Dalam hal ini, perilaku individu dalam kehidupan

sosialnya harus dibingkai dengan mengikuti preferensi tertentu. Agama

merupakan salah satu komponen sistem sosial yang membingkai perilaku

individu guna menyelamatkan eksistensi kehidupannya. Keberhasilan

agama dalam membingkai dorongan instinktual individu-individu tersebut

menghasilkan individu-individu yang berpola erzats instinst, yakni

mengendalikan perilaku individu-individu dalam pola instink buatan.


48
Purwanto, Pemikiran Masyarakat Sebagai Jiwa Agama: Identitas Kegamaan Suatu Masyarakat,
Jurnal Religio Volume 1, Nomor 1, Maret 2011.
49
Koko Abdul Kodir, Op.Cit, Hal 39.

28
Dalam hal ini, agama berkedudukan sejajar dengan unsur-unsur budaya

lain dalam mensistematisasi perilaku individu: pendidikan, tradisi, politik,

dan ideologi. Pilihan individu pada agama atau sistem sosial-budaya

tertentu dilandasi pertimbangan pilihannya tersebut memberikan

penyelamatan eksistensi sosialnya.50

7. Elemen Agama

Secara spesifik, agama merupakan seperangkat kepercayaan-

kepercayaan, simbol-simbol, dan ritual-ritual yang diampu bersama dan

bersifat stabil yang berfokus pada kesakralan. Menurut Conklin, stabilitas

itu diartikan bahwa agama merupakan suatu institusi yang dipertahankan

sepanjang masa oleh pengikutnya. Masjid, gereja, dan vihara mempakan

institusi-institusi yang sama dengan yang ada pada beberapa abad yang

lalu, meskipun dalam perjalanannya mengalami perubahan elemen-elemen

isi—misalnya: kepercayaan, simbol, dan ritual—maupun pergantian secara

total pengikutnya antar waktu. Agama sangat menekankan sharing atas

elemen-elemen agama tersebut oleh para pengikutnya. Sistem keyakinan

pribadi atau falsafah hidup individu tak dapat disamakan dengan agama

karena tidak diampu bersama dengan orang lain. Sehingga dapat

disimpulkan terdapat elemen atau elemen agama yang memiliki pengaruh

masyarakat dalam menunjukan eksistensi diri dalam suatu kehidupan dan

lingkungan, seperti kepercayaan, simbol-simbol dan ritual-ritual.51

50
Purwanto, Op. Cit., hal 74
51
Ibid., hal 83 – 86.

29
a. Kepercayaan atau keyakinan

Kepercayaan agama merupakan sebuah persoalan persoalan

seperti alam semesta, asal mula dunia dan penghuninya, tujuan hidup,

serta keberadaan setelah mati. Karena kepercayaan itu menghadapi

dunia non-empiris, sehingga tidak dapat diuji validitasnya. Tidak ada

cara ilmiah untuk menguji secara empiris kepercayaan reinkarnasi,

dosa, malaikat, bahkan keberadaan sorga atau neraka. Kepercayaan itu

meliputi kepercayaan pada Tuhan, ruh, hantu, atau keyakinan-

keyakinan lainnya. Sejumlah agama percaya pada makhluk

supernatural yang memiliki sifat-sifat manusia yaitu bisa marah,

menghukum orang, menyukai hadiah, dan melindungi kaum beriman

dari malapetaka. Salah satu jenis kepercayaan agama adalah mitos,

yakni suatu cerita yang mendefinisikan hubungan pengikutnya dengan

leluhurnya, dengan alam, atau dengan kehidupan setelah mati. Cerita-

cerita ini disakralkan melalui penceritaan mengenai aktivitas-aktivitas

para dewa atau mengenai prinsip-prinsip moral yang dikemukakan

oleh orang suci. Cerita itu juga menerangkan asal mula dunia dan

penghuninya, makna kehidupan, serta hakikat kebajikan dan kejahatan.

Mitos memiliki makna simbolik, yakni makna-makna yang

tersembunyi dari apa yang tertuang dalam cerita.52

Beberapa agama memiliki perbedaan dalam hal isi

kepercayaan. Beberapa di antaranya merefleksikan suatu keyakinan

52
Ibid.

30
mengenai kekuatan-kekuatan baik dan jahat yang impersonal yang

menempati obyek-obyek tertentu. Sistem kepercayaan lainnya

meyakini adanya roh jahat dan roh baik serta hantu yang aktif di dunia

dan memiliki sifat manusia, tetapi tidak disembah sebagai Tuhan atau

dewa. Sistem kepercayaan yang lain mengedepankan keseluhuran etika

yang abstrak, suatu cara berpikir dan berperilaku yang suci, dan

bukannya tentang Tuhan atau dewa. Di samping itu, beberapa agama

memiliki sistem kepercayaan theism, yakni sistem kepercayaan tentang

Tuhan atau dewa-dewa yang sangat berkuasa ketimbang manusia dan

harus disembah.53

Kepercayaan dan pemikiran-pemikiran mengenai dunia ini

merupakan elemen utama dalam kehidupan keagamaan. Praktik-

praktik keagamaan—tradisi dan ritualnya—itu bersifat sekunder, yakni

mengikuti dari dan bergantung pada kepercayaan-kepercayaan. Secara

logis, kepercayaan itu muncul sebelum ritual, atau pemikiran yang

menyebabkan praktik. Namun demikian, ritual-ritual keagamaan

memiliki prioritas, yakni selalu menjadi dasar dan secara aktual

menciptakan kepercayaan yang menyertainya. Agar sesuatu yang

bermuatan agama bersifat abadi, maka masyarakat selalu memerlukan

upacara-upacara—aktivitas seremonial pembaharuan dan pengabdian

ulang. Melalui upacara ritual itu orang-orang diingatkan kembali

bahwa kelompok agama selalu ada, bukan hanya sekedar ada

53
Ibid.

31
pemeluknya. Meskipun fungsi sosial ritual keagamaan selalu tetap

konstan, muatan intelektual kepercayaan agama selalu dapat berubah.

Dalam setiap masyarakat, upacara-upacara ritual merupakan ikatan riil

yang menyatukan umat. Upacara-upacara ritual menyingkapkan makna

yang sebenarnya tentang agama.54

b. Simbol-simbol

Simbol adalah sesuatu yang mengandung arti sesuatu yang lain.

Simbol itu memiliki makna bagi orang-orang yang tersosialisasi dalam

budaya yang sama. Makna dari suatu simbol itu berkembang dari

perilaku antar pribadi, atau melalui interaksi sosial. Joint of action atau

perilaku sosial muncul ketika seseorang mempertimbangkan pada apa

yang dilakukan tiap orang dan menyesuaikan perilakunya secara tepat

Untuk membangun joint of action, seseorang dapat berpijak pada

sejumlah makna yang telah mereka bangun interaksi-interaksi di masa

lalu. Blumer (dalam Purwanto) menyimpulkan tiga premis

interaksionisme simbolik, yaitu:55

1) Orang-rang bertindak atas dasar makna yang dimiliki oleh

sesuatu itu menurut mereka. Kata-kata, isyarat tubuh, dan

obyek-obyek itu memiliki makna simbolik, yakni hal itu berarti

atau merepresentasikan sesuatu bagi orang-orang yang

bersepakat dengan maknanya. Sejumlah makna yang berbeda

dapat dilekatkan pada obyek yang sama. Misalnya seperti salib

54
Ibid.
55
Ibid.

32
memiliki satu makna bagi umat Kristiani, dan memiliki makna

yang berbeda bagi anggota masyarakat kesukuan yang

menyembah banyak dewa. Begitu pula sapi memiliki satu

makna bagi umat Hindu, tetapi memiliki makna lain bagi umat

agama yang berbeda. Makna yang diberikan kepada suatu

obyek sering kali dianggap benar (taken for granted) dan

tampak jelas pada mereka yang berbagi suatu budaya yang

menjamin pembenaran itu.

2) Makna suatu obyek muncul dari interaksi sosial antar orang-

orang, bukannya makna intrinsik obyek itu. Menurut Blumer,

seseorang itu menginterpretasikan dan mempertimbangkan

tindakan orang lain dengan memandang pada suatu obyek dan

menyesuaikan perilakunya secara sesuai. Contoh: Makna

pepohonan bergantung pada bagaimana orang lain

memperlakukan pepohonan itu. Para blandhong akan

menganggap pepohonan yang berbeda, dengan anggota LSM

pecinta lingkungan penganjur kebun kota, dan bermakna lain

pula bagi para pencari wangsit.

3) Makna obyek itu dimodifikasi melalui proses interpretatif yang

digunakan oleh individu-individu dalam mengatasi obyek yang

mereka hadapi. Makna tidak sekedar timbul dalam pribadi

seseorang dan diterapkan pada obyek itu. Agaknya, orang-

orang menciptakan makna melalui menginterpretasikan dunia,

33
bukan hanya karena menanggapinya. Orang harus mencatat dan

mempertimbangkan sesuatu itu yang memiliki makna baginya.

Pencatatan dan pertimbangan merupakan bagian dari proses

sosial karena orang memberikan respon pada reaksi orang

orang lain pada suatu obyek. Dalam proses interpretasi ini,

individu-individu "menyeleksi, mengecek, menyingkirkan,

mengelompokkan kembali, dan mentransformasikan makna

(dari suatu obyek) dipandang dari sudut situasi di mana dia

tinggal dan arah tindakannya".

Salah satu jenis simbol yang disakralkan adalah totem,

yakni suatu obyek yang disembah oleh komunitas umatnya.

Binatang, tanaman, dan obyek-obyek tertentu sering kali memiliki

pengaruh totemic pada agama-agama masyarakat praindustri.

Simbol-simbol sakral memperoleh makna kesuciannya dari

kepercayaan yang diampu bersama oleh kelompok pengikutnya.

Simbol-simbol itu memainkan suatu bagian yang penting dalam

praktik ritual keagamaan, yang selanjutnya memperkuat

kepercayaan yang diampu bersama.56

Semakin tinggi nilai kesakralan suatu signifikasi simbol,

semakin kokoh kesadaran kolektif dan integrasi atau solidaritas

sosial umat. Meskipun sistem simbol pada agama tertentu berlaku

universal, tetapi nilai tingkat kesakralannya bersifat kontekstual.

56
Ibid.

34
Kitab suci adalah simbol sakral bagi umat beragama, tetapi

perlakuan umat kepada kitab suci itu berbeda. Pada kelompok umat

tertentu menyentuh kitab suci harus bersuci (dari hadas) terlebih

dahulu, sedangkan kelompok umat yang lain tidak harus demikian.

Namun, manakala umat beragama lain melecehkan nilai kesakralan

kitab suci umat beragama tertentu, umat beragama penganutnya

akan memberikan reaksi secara serempak. Hal ini disebabkan

sistem signifikasi simbol sakral yang mendominasi kehidupan

umat beragama merupakan alat legitimasi tindakan keagamaannya.

Jika sistem signifikasi simbol yang mendominasi kehidupan

anggota masyarakat memaknai pemimpin agama sebagai wakil

Tuhan, maka menentang pemimpin agama dinilai sebagai melawan

agama dan membela pemimpin agama dinilai sebagai jihad

membela agama.57

c. Ritual-ritual

Ritual merupakan praktik keagamaan yang khas dan tradisional

yang mendefinisikan hubungan umat dengan yang disakralkan.

Praktik-praktik itu menghidupkan kembali mitos agama, memperkuat

kepercayaan, dan mempersatukan umat melalui partisipasi kolektifnya

dalam persembahyangan. Ritual juga membantu seseorang untuk

57
Ibid.

35
mengatasi ketegangan dan ketidakpastian, dan digunakan untuk

menandai perubahan-perubahan status dalam lingkaran kehidupan.58

Ritual dapat berbentuk meminta sesuatu kepada makhluk yang

didewakan, tetapi praktik lainnya dirancang untuk menentramkan

makhluk yang disakralkan agar tidak murka atau sebagai perwujudan

rasa syukur atas nikmat yang diberikannya. Bersembahyang

merupakan salah satu ritual yang sering kali dilakukan secara sendiri.

Sejumlah ritual melibatkan umat secara individual, sedangkan ritual

yang lain melibatkan anggota pemimpin agama. Ritual lain dilakukan

dengan kehadiran sejumlah umat, misalnya aktivitas persembahan,

selamatan, atau upacara keagamaan. Ritual-ritual ini membangkitkan

emosi pengikutnya, memungkinkan seseorang mengekspresikan

keyakinannya dan mempertunjukkan komitmen mereka pada agama,

dan membangun keterikatan sesama pemeluknya.59

Elemen keagamaan dapat menjadi elemen penting bagi banyak

orang dan dapat pula menjadi sumber utama dalam sebuah konflik.

Selain itu agama sebagai elemen menekankan pada afiliasi dengan

kelompok yang berhubungan dengan keluarga, etnisitas, ras atau

kebangsaan, di mana elemen agama tersebut dapat diperoleh setelah

adanya proses belajar, berdoa atau refleksi.60

58
Ibid.
59
Ibid.
60
Ibid.,hal 87.

36
F. Definisi Konseptual

1. Film

Film adalah sebuah gambar bergerak yang memiliki bentuk

dominan dari komunikasi massa. Film merupakan sebuah industry bisnis

yang diproduksi secara kreatif dan memnuhi imajinasi orang-orang yang

bertujuan memperoleh estetika. Secara umum, informasi yang diperoleh

oleh manusia didapatkan dari indra penglihatan. Oleh sebab itu, film-film

dan informasi yang diberikan melalui televisi memiliki pengaruh besar

untuk menyampaikan propaganda, dibandingkan dengan makalah atau

media cetak. Turner menggambarkan film sebagai sebuah praktik sosial

dan dimaknai sebagai ekspresi dari elemen-elemen pendukung proses

produksi dan distribusi. Lebih luas lagi, perspektif ini mengasumsikan

interaksi antara film dengan ideology kebudayaan dimana film tersebut

diproduksi dan dikonsumsi.61

Marselli Sumarno juga mengungkapkan bahwa film adalah bentuk

komunikasi antara pembuat dan penonton. Sehingga dapat dikatakan

bahwa film berhubungan langsung dengan masyarakat atau massa.

Pembuat film ingin menyampaikan sesuatu kepada penonton. Sesuatu

tersebut memiliki tujuan untuk memproduksi sebuah makna.62

2. Pluralitas

Pluralitas dalam agama merupakan kenyataan yang sudah ada

bahwa setiap agama akan bertemu dengan agama lain. Pluralitas dalam

61
Budi Irawanto, Op.Cit., Hal 1.
62
Marselli Sumarno, Op. cit., hal 27.

37
agama ditunjukan oleh adanya perbedan-perbedaan dalam hal ajaran,

upacara, struktur hierarkhis, praksis moral, dan kitab suci.63 Dalam alquran

dijelaskan bahwa pluralitas adalah sebuah kebijakan Tuhan agar manusia

saling mengenal dan membuka diri untuk bekerja sama merupakan suatu

asasi bagi kehidupan manusia.64 Hal ini terdapat dalam Al-Quran :” Hai

manusia, kami telah menciptakanmu dari seorang laki-laki dan

perempuan dan kami membuat anda sebagai bangsa dan suku-suku

supaya kamu dapat mengenali satu sama lain”. Ini berarti bahwa

pembagian manusia ke dalam bangsa, ras, kelompok dan suku adalah demi

perbedaan, sehingga orang dari satu rasa atau suku dapat bertemu dan

berkenalan dengan orang-orang ras lain dan untuk bekerja sama satu

dengan yang lain.65

3. Elemen agama

Secara spesifik, agama merupakan seperangkat kepercayaan-

kepercayaan, simbol-simbol, dan ritual-ritual yang diampu bersama dan

bersifat stabil yang berfokus pada kesakralan. Menurut Conklin, stabilitas

itu diartikan bahwa agama merupakan suatu institusi yang dipertahankan

sepanjang masa oleh pengikutnya. Masjid, gereja, dan vihara mempakan

institusi-institusi yang sama dengan yang ada pada beberapa abad yang

lalu, meskipun dalam perjalanannya mengalami perubahan elemen-elemen

isi—misalnya: kepercayaan, simbol, dan ritual—maupun pergantian secara

63
A. Sudiardja.Op.Cit, Hal 18.
64
Budhy Munawar Ranchman,. Op.Cit, Hal 1.
65
Rizvi, Afroz Haider. 2015. Universal versus Islamic Human Rights: A Philosophical Study,
Journal of Philosophy, Culture and Religion, Journal Vol.14. hal 55-67

38
total pengikutnya antar waktu. Agama sangat menekankan sharing atas

elemen-elemen agama tersebut oleh para pengikutnya. Sistem keyakinan

pribadi atau falsafah hidup individu tak dapat disamakan dengan agama

karena tidak diampu bersama dengan orang lain. Sehingga dapat

disimpulkan terdapat elemen atau elemen agama yang memiliki pengaruh

masyarakat dalam menunjukan eksistensi diri dalam suatu kehidupan dan

lingkungan, seperti kepercayaan, simbol-simbol dan ritual-ritual.66

d. Kepercayaan atau keyakinan

Kepercayaan dan pemikiran-pemikiran mengenai dunia ini

merupakan elemen utama dalam kehidupan keagamaan. Praktik-

praktik keagamaan—tradisi dan ritualnya—itu bersifat sekunder, yakni

mengikuti dari dan bergantung pada kepercayaan-kepercayaan. Secara

logis, kepercayaan itu muncul sebelum ritual, atau pemikiran yang

menyebabkan praktik. Namun demikian, ritual-ritual keagamaan

memiliki prioritas, yakni selalu menjadi dasar dan secara aktual

menciptakan kepercayaan yang menyertainya. Agar sesuatu yang

bermuatan agama bersifat abadi, maka masyarakat selalu memerlukan

upacara-upacara—aktivitas seremonial pembaharuan dan pengabdian

ulang. Melalui upacara ritual itu orang-orang diingatkan kembali

bahwa kelompok agama selalu ada, bukan hanya sekedar ada

pemeluknya. Meskipun fungsi sosial ritual keagamaan selalu tetap

konstan, muatan intelektual kepercayaan agama selalu dapat berubah.

66
Purwanto.,Op.Cit hal 83 – 86.

39
Dalam setiap masyarakat, upacara-upacara ritual merupakan ikatan riil

yang menyatukan umat. Upacara-upacara ritual menyingkapkan makna

yang sebenarnya tentang agama.67

e. Simbol-simbol

Simbol adalah sesuatu yang mengandung arti sesuatu yang lain.

Simbol itu memiliki makna bagi orang-orang yang tersosialisasi dalam

budaya yang sama. Salah satu jenis simbol yang disakralkan adalah

totem, yakni suatu obyek yang disembah oleh komunitas umatnya.

Binatang, tanaman, dan obyek-obyek tertentu sering kali memiliki

pengaruh totemic pada agama-agama masyarakat praindustri. Simbol-

simbol sakral memperoleh makna kesuciannya dari kepercayaan yang

diampu bersama oleh kelompok pengikutnya. Simbol-simbol itu

memainkan suatu bagian yang penting dalam praktik ritual keagamaan,

yang selanjutnya memperkuat kepercayaan yang diampu bersama.68

f. Ritual-ritual

Ritual merupakan praktik keagamaan yang khas dan tradisional

yang mendefinisikan hubungan umat dengan yang disakralkan. Ritual

dapat berbentuk meminta sesuatu kepada makhluk yang didewakan,

tetapi praktik lainnya dirancang untuk menentramkan makhluk yang

disakralkan agar tidak murka atau sebagai perwujudan rasa syukur atas

nikmat yang diberikannya. Bersembahyang merupakan salah satu

ritual yang sering kali dilakukan secara sendiri. Sejumlah ritual

67
Ibid.
68
Ibid.

40
melibatkan umat secara individual, sedangkan ritual yang lain

melibatkan anggota pemimpin agama. Ritual lain dilakukan dengan

kehadiran sejumlah umat, misalnya aktivitas persembahan, selamatan,

atau upacara keagamaan. Ritual-ritual ini membangkitkan emosi

pengikutnya, memungkinkan seseorang mengekspresikan

keyakinannya dan mempertunjukkan komitmen mereka pada agama,

dan membangun keterikatan sesama pemeluknya.69

Elemen keagamaan dapat menjadi elemen penting bagi banyak

orang dan dapat pula menjadi sumber utama dalam sebuah konflik. Selain

itu agama sebagai elemen menekankan pada afiliasi dengan kelompok

yang berhubungan dengan keluarga, etnisitas, ras atau kebangsaan, di

mana elemen agama tersebut dapat diperoleh setelah adanya proses

belajar, berdoa atau refleksi.70

4. Semiotika

Analisis Semiotika merupakan sebuah cara atau metode

menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang

yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks. Teks yang

dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta system lambang

(signs) baik yang terdapat pada media massa (seperti berbagai paket yang

tayangan televisi, karikatur media cetak, film, sandiwara radio dan

berbagai bentuk iklan). Semiotika sendiri digunakan sebagai pendekatan

untuk menganalisis teks media dengan asumsi bahwa media itu sendiri

69
Ibid.
70
Ibid.,hal 87.

41
dikomunikasikan melalui seperangkat tanda, di mana teks media yang

tersusun dari seperangkat tanda tersebut tidak pernah membawa makna

tunggal.71 Analisis dalam penelitian ini lebih menekankan pada hubungan

antara tanda, objek dan makna yang dikembangkan oleh Charles Sanders

Pierce.

G. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran tersebut akan menjelaskan secara garis besar alur

berjalannya dari penelitian ini. Hal ini berarti menempatkan masalah yang

telah di identifiaksi tersebut ke dalam kerangka teoritis yang relevan, yang

mampu menangkap, menerangkan, dan menunjukan perspektif dalam masalah


72
tersebut. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana sebuah

film menginterpretasikan pluralitas dalam elemen agama di dalam alur

ceritanya. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan

sebagai berikut:

Film PK

Pluralitas dalam Ikon


(Purwanto, 2011)
Elemen Agama: Analisis
 Kepercayaan Indeks
Pemaknaan Semiotika
 Simbol-simbol
Pierce Simbol
 Ritual-ritual

Hasil Pemaknaan
Pluralita Dalam
Elemen Agama

71
Pawito, Op.Cit. hlm 155.
72
Arief Subyantoro & FX. Suwarto, Metode & Teknik Penelitian Sosial, Yogyakarta: ANDI, 2006,
hal 120.

42
Film PK merupakan sebuah film yang menjadi objek dalam penelitian

ini. Peneliti akan menganalisis mengenai pluralitas dalam elemen agama yang

tesirat dalam film tersebut. Pluralitas dalam elemen agama tersebut merupakan

sebuah kepercayaan yang dianut, simbol-simbol yang menunjukkan agama

tertentu, dan ritual-ritual dalam persembayangan yang diperuntukkan kepada

Tuhan. Kemudian peneliti menganalisa setiap adegan yang terdapat unsur

elemen agama dengan menggunakan salah satu teori semiotika yaitu teori

Charles Sanders Pierce. Dalam terori ini, Pierce menghubungkan lambang

dengan ikon, indeks dan simbol sehingga dapat menghasilkan makna dari film

tersebut.

H. Penelitian Terdahulu

Dalam menyusun penelitian mengenai pluralitas agama dalam film ini

peneliti menemukan penelitian sebelumnya yang ditulis oleh Yustika Era

Prihatiningtyas berjudul Studi Analisis Semiotika Tentang Pluralitas Agama

Sebagai Factor Pembentuk Sekat Dalam Kehidupan Manusia Yang

Direpresentasikan Melalui Simbol-Simbol Di Dalam Film Cin(T)a. Penelitian

ini betujuan untuk mengetahui bagaimana pluralitas agama sebagai faktor

pembentuk sekat dalam kehidupan manusia yang direpresentasikan melalui

simbol-simbol di dalam film Cin(T)a. Penelitian yang hanya berfokus pada

film cinta ini, memperoleh data dengan melakukan pemilihan scene-scene

yang terdiri dari beberapa shot yang dominan yang mengarah pada tujuan

peneliti serta adegan-adegan yang lain yang dianggap relevan dengan hal yang

akan diteliti. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan

43
menggunakan pendekatan Analisis Semiotika Roland Barthes, di mana data-

data yang telah diperoleh oleh peneliti dari proses pengumpulan data

kemudian dianalisis dari aspek sosial melalui tahapan denotasi, konotasi dan

kemudian mitos. Dalam penelitian ini hasilnya ditunjukan dengan berbagai

scene yang menggambarkan perbedaan-perbedaan dalam hubungan personal

antara seseorang dengan Tuhannya sesuai dengan ajaran agama orang tersebut

dan bagaimana ajaran masing-masing agama dalam mengatur hubungan

dengan penganut agama lain serta batasan-batasan apa yang tidak

diperbolehkan. Secara umum, film ini merupakan sebuah film yang

mengangkat topik utama mengenai percintaan dua insan yang tidak bisa

bersatu karena terdapat sekat agama di antara mereka. Untuk mendukung

topik utama dari film ini, maka penulis membagi beberapa kategori yang dapat

menggambarkan topic utama yang koheren dan utuh. Kategori-kategori

tersbut antara lain:

a. Factor Internal Pembentuk Sekat

b. Factor Eksternal Pembentuk Sekat

c. Bentuk-Bentuk Sekat Didalam Kehidupan Manusia Karena Adanya

Pluralitas Agama

Selain itu peneliti juga menemukan penelitian lain yang membahas

mengenai pluralitas berjudul Representasi Pluralisme Dalam Film “?” yang

ditulis oleh Cecilia Ratna Intanni. Penelitian ini merupakan studi analisis

semiotika mengenai makna pluralitas yang direpresentasikan melalui

lambang-lambang dalam film “?”. Tujuan dalam penelitian ini untuk

44
mengetahui bagaimana makna pluralitas yang direpresentasikan melalui

lambang-lambang dalam film “?”. Dalam menganalisis data, peneliti

menggunakan Semiotika Menurut Roland Barthes. Melalui intertekstualitas

sebagai relasi diantara teks tertentu dengan teks-teks lain dan

intersubyektifitas dimana pengarang dilihat sebagai satu subyektivitas yang

memproduksi teks dan pembaca adalah subyektivitas lain yang

mengkonsumsi teks itu, nantinya akan berkaitan erat dengan keutuhan makna.

Peneliti menggunakan beberapa langkah, yaitu peneliti melakukan

pengamatan terhadap film tersebut hingga beberapa kali, peneliti memaknai

adegan-adegan yang mewakili permasalahan yang mereprensentasikan

pluralism, peneliti mengadakan analisa terhadap adengan-adegan melalui

intertekstualitas dan intersubyektifitas, peneliti melakukan analisis dari aspek

sosialnya melalui tahapan pemaknaan denotasi dan konotasi yang kemudian

dari makna denotasi dan konotasi tersebut akan diarahkan pada mitos yang

selanjutnya ditarik kesimpulan seperti apakah pemaknaan dari simbol-simbol

yang terkandung dalam film. Untuk membatasi dalam menganalisis scene

yang terpilih, penulis mengfokuskan penelitian dengan memberikan kerangka

konsep. Peneliti membaginya menjadi tiga hal, yaitu:

a. Representasi pluralism sebagai bentuk adanya sikap mengakui dan

menghargai perbedaan ditengah keberagaman agama.

b. Aspek sosial dalam film merupakan aspek yang berkenaan dengan

kondisi sosial yang terdapat salam sebuah film. Dalam memaknai

aspek sosial, peneliti membagi menjadi dua, yaitu:

45
1) Toleransi beragama

a) Toleransi Dalam Perspektif Agama Islam

b) Toleransi Dalam Perspektif Agama Katolik

c) Toleransi Dalam Perspektif Agama Kristen Protestan

d) Toleransi Dalam Perspektif Agama Hindu

e) Toleransi Dalam Perspektif Agama Budha

f) Toleransi Dalam Perspektif Agama Konghucu

2) Humanism

c. Aspek teknis dalam film seperti kamera, pencahayaan dan suara, di

mana aspek ini saling berkaitan satu sama lain untuk membentuk unsur

sinematik secara keseluruhan.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa penganut agama Islam

lebih bersikap toleran daripada penganut agama lain yaitu Kristiani dan Kong

Hucu. Hal ini terlihat dari adanya scene-scene dalam film, di mana apa yang

dilakukan seorang Kristiani maupun penganut Kong Hucu kepada pemeluk

agama lain tidak sebanding dengan apa yang dilakukan seorang muslim.

Hubungan kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-

sama membahas tentang studi analisis semiotika dan pemaknaan simbol

tentang agama dalam sebuah film. Bagaimanakah film tersebut

menginterpretasikan sebuah agama di dalam sebuah film.

46
I. Metodologi Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif

dengan menggunakan pendekatan analisis semiotika Charles Sanders

Pierce. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat

sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau frekuensi adanya hubungan

tertentu antara suatu gejala dengan gejala lain di masyarakat. Data

deskriptif dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka

statistic.73 Sedangkan Penelitian kualitatif juga dimaksudkan untuk

mengemukakan gambaran dan atau pemahaman mengenai bagaimana dan

mengapa suatu gejala atau realitas tersebut terjadi. Kualitatif merujuk pada

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

atau pemaknaan mengenai tanda-tanda.74 Maka dari itu Peneliti akan

menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif karena data-data yang

didapat dalam film “PK” berupa simbol yang bersifat kualitatif.

Kemudian peneliti memilih teori Charles Sanders Pierce. Konsep

teori Pierce terfokus kepada indeks, ikon, dan simbol. Meskipun dalam

sebuah film terdapat banyak simbol dan bahasa yang saling berhubungan,

akan tetapi pada film “PK” ini sutradara menyajikannya hanya dengan

gambar dan hanya sedikit menggunakan komunikasi verbal. Pesan yang

ingin disampaikan dapat terlihat dari setiap gerakan para tokoh dalam film

73
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002, Hal 4.
74
Pawito., Op. Cit, hal 35.

47
tanpa menggunakan bahasa. Maka teori Pierce yang paling tepat untuk

menganalisis penelitian ini.

2. Metode Penelitian

Untuk mencapai titik pemaknaan pesan yang berkaitan dengan

penelitian ini, maka peneliti menggunakan metode analisis semiotik.

Metode ini memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek

kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode

dibalik tanda dan objek yang diteliti. Metode analisis pendekatan semiotik

bersifat interpretatif kualitatif, maka secara umum teks analisis datanya

menggunakan alur yang lazimnya dikonversikan ke dalam bentuk-bentuk

narasi yang bersifat deskriptif sebelum dianalisis, diinterpretasi dan

kemudian disimpulkan.75 Dalam hubungan ini, lambang-lambang yang

terdapat pada film India “PK”, dianalisis dan dimaksud dalam frame

elemen agama. Data dikumpulkan dengan menonton film India “PK”

disertai data-data film tersebut yang dapat kita ambil dari berbagai buku,

jurnal dan internet yangterkait sebagai referensi, kemudian kita

interpretasikan melalui teori-teori semiotika agar dapat disimpulkan.

3. Objek penelitian

Objek penelitian merupakan variable atau apa yang menjadi titik

perhatian suatu penelitian.76 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan

dengan mengambil adegan-adegan dalam film India “PK” yang diproduksi

oleh Vinod Chopra Production dan disutradarai oleh Rajkumar Hirani


75
Ibid., hal 37
76
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
1998, hal 15.

48
pada tahun 2014. Film ini menggambarkan tentang pluralitas dalam

elemen agama di India. Film ini dibuat di dua tempat yang berbeda, yaitu

di negara India dan Belgia sebagai pembuka film. Film ini memiliki 2

tokoh utama yaitu PK sebagai alien yang mencari Tuhan dan Jaggu

sebagai peran pembantu tokoh utama yang memiliki peran untuk

membawa alur cerita. Film ini berdurasi cukup lama yaitu sekitar 153

menit.

4. Sumber Data

Sumber data merupakan subyek dari mana data tersebut dapat kita

peroleh atau tempat didapatkannya data yang kita inginkan. Sumber data

merupakan hal yang penting untuk diketahui agar tidak terjadi kesalahan

dalam hal memilih sumber data yang sesuai dengan tujuan penelitian.77

Sumber data dikategorikan menjadi dua, yaitu:

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung

seperti melalui wawancara, kuesioner, dan kelompok focus. Dalam

penelitian ini peneliti tidak menggunakan data primer karena

peneliti tidak mengumpulkan data secara langsung baik melalui

wawancara dengan sutradara atau pemain maupun kuesioner.

b. Data sekunder

77
Afriani Anita. 2013. sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, pengumpulan data
kualitatif dan skala ukuran. Academia. http://www.academia.edu/4726733/SUMBER_
DATA_METODE_DAN_TEKNIK_PENGUMPULAN_DATA_PENGUMPULAN_DATA_KUALIT
ATIF_DAN_SKALA_UKURAN diakses pada tanggal 22 oktober 2015 pukul 10.00 WIB.

49
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber

yang sudah tersedia, yaitu melalui orang lain maupun melalui lewat

dokumen. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan data

sekunder, di mana peneliti menggunakan data utama berupa film

India “PK”, yang kemudian peneliti hubungkan dengan sumber

lain, seperti buku, jurnal, internet yang terkait yang di dalamnya

terdapat hubungan dengan elemen agama.

5. Teknik Pengumpulan Data

Analisis Charles Sanders Pierce digunakan untuk menganalisis

simbol-simbol dan makna yang terkandung pada pluralitas dalam elemen

agama di film PK. Sebelum melakukan analisis, peneliti terlebih dahulu

melakukan pengumpulan data dengan tahapan sebagai berikut:

a. Penulis membuat daftar scene yang terdapat di dalam film tersebut dan

penulis memilih scene mana yang akan diteliti sesuai dengan tujuan

penelitian ini.

b. Dari scene yang ada, penulis membaginya ke dalam shot-shot agar

mempermudah dalam menganalisis.

c. Kemudian shot-shot yang terpilih dianalisa menggunakan studi analisis

semiotika Pierce.

6. Analisis |Data

Analisis data merupakan pengolahan data dan penafsiran data agar

menjadi lebih sederhana sehingga data tersebut lebih mudah dibaca dan di

50
interpretasikan.78 Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis data dari

tanda-tanda yang terdapat pada pesan-pesan komunikasi dalam film India

“PK” dengan menggunakan analisis semiotik Charles Sanders Pierce.

Langkah analisis data dalam penelitian ini, yaitu pertama, mengamati

secara mendalam setiap scene atau adegan yang dianggap mengandung

unsur pluralitas dalam elemen agama yaitu keyakinan/kepercayaan, simbol

dan ritual. Kedua, penulis menganalisis setiap scene yang telah dipilih dan

mendukung di mana terdapat elemen agama seperti kepercayaan atau

keyakinan, simbol dan ritual, yang kemudian peeliti menyimpulkan apa

yang telah dianalisis, yaitu hasil pemaknaan pluralitas dalam elemen

agama.

7. Validitas Data

Untuk menguji validitas data, peneliti menggunakan teknik

triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik yang menganalisis

jawaban subyek dengan meneliti kebenarannya dengan data empiris

(sumber data lainnya) yang tersedia. Di sini jawaban subyek di cross-

check dengan dokumen lainnya.79 Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan teknik triangulasi teori. Teori ini merupakan sebuah upaya

peneliti untuk mengakses sumber-sumber yang yang lebih variatif.

Triangulasi teori adalah penggunaan sejumlah perspektif atau teori dalam

menafsirkan seperangkat data. Penggunakan beragam teroi ini dapat

membantu memberikan pemahaman yang lebih baik saat memahami data,


78
http://www.academia.edu/8032367/analisis_data_penelitian_kuantitatif_analisis_data diakses
pada tanggal 22 Oktober 2015, pukul 10.00 WIB.
79
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta : Kencana, 2008, Hal 70.

51
jika beragam dari teroi menghasilkan analisis yang sama, maka validitas

ditegakan. Peneliti menguji data yang diperoleh dari satu sumber dengan

data dari sumber lain, yaitu dengan mengkaitkan antara scene yang

diperoleh dari film PK baik dengan buku penelitian sosial, jurnal

keagamaan, dan informasi berupa artikel yang diperoleh dari internet

tentang film PK. Dengan cara ini peneliti dapat memberikan gambaran

yang lebih memadai atau beragam perspektif mengenai masalah yang

diteliti.80

80
Pawito., Op. cit. hal 99.

52

You might also like