Professional Documents
Culture Documents
Sistemtanampaksa 141123070323 Conversion Gate01
Sistemtanampaksa 141123070323 Conversion Gate01
Kelompok 1
Latar Belakang Tanam Paksa
PenghapusanTanam Paksa
Kesimpulan
Latar Belakang Timbulnya Sistem Tanam
Paksa
Sejak awal abad ke-19,pemerintah Belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiayai
peperangan, sehingga Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar.
Maka pada tahun 1830, untuk menyelamatkan Belanda dari bahaya kebrangkrutan maka Johanes Van den
Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok menggali dana semaksimal
mungkin untuk mengisi kekosongan kas negara, membayar hutang, dan membiayai perang. Untuk
melaksanakan tugas yang sangat berat itu, Van den Bosch memusatkan kebijaksanaannya pada peningkatan
produksi tanaman ekspor dengan tanam paksa.
Sistem Tanam Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch
pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi
ekspor, khususnya kopi,tebu, dan tarum (nila).
Ciri utama dari pelaksanaan sistem tanam paksa adalah keharusan bagi rakyat untuk membayar pajak
dalam bentuk pajak in natura, yaitu dalam bentuk hasil-hasil pertanian mereka.
Setelah tiba di Indonesia Van den Bosch menyusun program yang termuat pada lembaran negara
(Staatsblad) Tahun 1834 No.22 sebagai berikut:
1. Orang-orang Indonesia akan menyediakan sebagian dari tanah sawahnya untuk ditanami tanaman
yang laku di pasar Eropa seperti kopi,teh,tebu,dan nila.Tanah yang diserahkan itu tidak lebih dari
seperlima dari seluruh sawah desa.
2. Bagian tanah yang disediakan sebanyak seperlima luas sawah itu bebas dari pajak.
3. Pekerjaan untuk memelihara tanaman tersebut tidak boleh melebihi lamanya pekerjaan yang
diperlukan untuk memelihara sawahnya sendiri.
4. Bagian tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebasakan dari pembayaran
pajak tanah.
5. Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada Pemerintah Belanda dan ditimbang. Jika harganya
ditaksir melebihi harga sewa tanah yang harus dibayar oleh rakyat,maka lebihnya tersebut akan
dikembalikan kepada rakyat. Hal ini bertujuan untuk memacu para penanam supaya bertanam dan
memajukan tanaman ekspor.
6. Tanaman yang rusak akibat bencana alam,dan bukan akibat kemalasan atau kelalaian
rakyat,maka akan ditangggung oleh pihak pemerintah.
7. Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pegawai-pegawai pribumi,dan pihak pegawai Eropa
hanya sebagai pengawas.
Aturan-Aturan Tanam Paksa
Sistem tanam paksa yang diajukan oleh Van den Bosch pada dasarnya merupakan gabungan dari
sistem tanam wajib (VOC) dan sistem pajak tanah (Raffles) dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Penduduk desa yang punya tanah diminta menyediakan seperlima dari tanahnya untuk ditanami
tanaman yang laku di pasaran dunia.
2. Tanah yang disediakan bebas dari pajak.
3. Hasil tanaman itu harus diserahkan kepada pemerintah Belanda. Apabila harganya melebihi
pembayaran pajak maka kelebihannya akan dikembalikan kepada petani.
4. Waktu untuk menanam tidak boleh melebihi waktu untuk menanam padi.
5. Kegagalan panenan menjadi tanggung jawabpemerintah.
6. Wajib tanam dapat diganti dengan penyerahan tenaga untuk dipekerjakan di pengangkutan,
perkebunan, atau di pabrik-pabrik selama 66 hari.
7. Penggarapan tanaman di bawah pengawasan langsung oleh kepala-kepala pribumi, sedangkan pihak
Belanda bertindak sebagai pengawas secara umum.
Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa
Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa banyak menyimpang dari ketentuan pokok. Oleh karena itu,
Sistem Tanam Paksa mengakibatkan penderitaan bagi rakyat pedesaan di Pulau Jawa. Adapun
penderitaan bangsa Indonesia akibat pelaksanaan sistem Tanam Paksa diantaranya:
1. Rakyat makin miskin karena sebagian tanah dan tenaganya harus disumbangkan secara cuma-cuma
kepada Belanda.
2. Sawah dan ladang menjadi terlantar karena kewajiban kerja paksa yang berkepanjangan
mengakibatkan penghasilan menurun.
3. Beban rakyat makin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panen, membayar
pajak, mengikuti kerja rodi, serta menanggung risiko apabila panen gagal.
4. Akibat bermacam-macam beban, menimbulkan tekanan fisik dan mental yang berkepanjangan.
5. Bahaya kelaparan dan wabah penyakit timbul di mana-mana sehingga angka kematian meningkat
drastis. Bahaya kelaparan yang menimbulkan korban jiwa terjadi di daerah Cirebon (1843), Demak
(1849), dan Grobogan (1850). Kejadian itu telah mengakibatkan penurunan jumlah penduduk secara
drastis. Di Demak jumlah penduduknya yang semula 336.000 jiwa turun sampai dengan 120.000
jiwa, di Grobogan dari 89.500 turun sampai dengan 9.000 jiwa. Demikian pula yang terjadi di
daerah-daerah lain, penyakit busung lapar juga merajalela.
Pelaksanaan Tanam Paksa Penyelewengan Tanam Paksa
Penyelewengan-penyelewengan yang timbul dalam sistem tanam
paksa antara lain sebagai berikut :
Melihat aturan-aturannya, sistem tanam 1. Pemberlakuan cultuur procenten, yaitu bonus untuk para pegawai
paksa tidak terlalu memberatkan, namun pemerintah Belanda yang mampu menyerahkan pajak lebih banyak.
pelaksanaannya sangat menekan dan 2. Para pegawai pemerintah Belanda dapat mengambil lebih dari 1/5
bagian tanah rakyat dan dapat memilih jenis tanah yang subur untuk
memberatkan rakyat. Adanya cultuur tanaman ekspor.
procenten menyangkut upah yang diberikan 3. Kewajiban rakyat yang tidak memiliki tanah untuk bekerja di pabrik
atau perkebunan Belanda yang melewati ketentuan.
kepada penguasa pribumi berdasarkan 4. Pembebanan pajak tanah kepada para petani.
besar kecilnya setoran,ternyata cukup 5. Waktu pengerjaan cultuur stelsel ternyata lebih dari 3 bulan.
6. Tidak ada pengembalian kelebihan hasil produksi pertanian.
memberatkan beban rakyat. Untuk 7. Pembebanan kepada para petani atas kerusakan atau kerugian akibat
mempertinggi upah yang diterima, para gagal panen.