Professional Documents
Culture Documents
Makalah Hubbai Buya Dahmul
Makalah Hubbai Buya Dahmul
DI SUSUN OLEH:
M HUBBAI BAIHAQI
NPM:2003030010
HARITS AL MUHASIBY IRSYA
NPM:2003030004
FAKULTAS:
DAKWAH
PRODI:
KOMINIKASI PENYIARAN ISLAM
DOSEN:
BUYA DAHMUL
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang
“pendekatan dakwah berbasis Masyarakat”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang ‘pendekatan dakwah
berbasi masyarakat’ ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1.LATAR BELAKANG
2.RUMUS MASALAH
PEMBAHASAN
1. Pengertian Tipologi Masyarakat
2. Prinsip-Prinsip Dasar Pendekatan Dakwah Berbasis Masyarakat
3. Model-model pendekatan dakwah Berbasis Masyarakat
PENUTUP
1.KESIMPULAN
2.SARAN
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ajaran Islam adalah konsepsi yang sempurna dan kompeherensif, karena ia meliputi
segala aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Islam secara
teologis merupakan sistem nilai dan dan ajaran yang bersifat ilahiah dan transenden.
Sedangkan dari aspek sosiologis , Islam merupakan fenomena peradaban, kultural, dan
realistis sosial dalam kehidupan manusia.
Selanjutnya salah satu aktivitas keagamaan yang secara langsung digunakan untuk
mensosialisasikan ajaran Islam bagi penganutnya dan umat manusia pada umumnya adalah
aktivitas dakwah. Aktivitas ini dilakukan baik melalui lisan, tulisan, maupun perbuatan nyata.
[dakwah bi al-lisan, wa al-qalam wa bi al-hal]
Secara kualitatif dakwah Islam bertujuan untuk mempengaruhi dan
mentransformasikan sikap batin dan perilaku warga masyarakat menuju suatu tatanan
kesalehan individu dan kesalehan sosial. Dakwah dengan pesan-pesan keagamaan dan pesan-
pesan sosialnya juga merupakan ajakan kepada kesadaran untuk senatiasa memiliki
komitmen [istiqomah] di jalan yang lurus. Dakwah adalah ajakan yang dilakukan untuk
membebaskan individu dan masyarakat dari pengaruh eksternal nilai-nilai syaitaniah dan
kejahiliahan menuju internalisasi nilai-nilai ketuhanan. Disamping itu, dakwah juga bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman keagamaan dalam berbagai aspek ajarannya agar
diaktualisasikan dalam bersikap, berpikir dan bertindak.
B. Rumusan Masalah
Secara etimologi, kata tipologi berasal dari bahasa yunani, yaitu “typos” dan “logos”
yang berarti imu pengelompokan. Dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia) KBBI tipologi
diartikan sebagai ilmu watak tentang bagian manusia dalam golongan-golongan menurut
corak watak masing-masing. Dengan demikian, tipologi dapat didefinisikan sebagai kajian
suatu bidang ilmu dalam mendeskripsikan kelompok-kelompok yang didasarkan atas
kesamaan karakter atau watak.
Sementara itu, kata masyarakat dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia) KBBI
diartikan sebagai sejumlah manusia dalam arti yang seluas-luasnya yang terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama. Maclver dan page mendefinisikan masyarakat
sebagai suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerja sama antara
berbagai kelompok dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia.
Tipologi merupakan sekumpulan sifat-sifat yang relatif sama, sementara sifat
merupakan satuan-satuan tipe yang tidak dikumpulkan. Dengan pengertian tersebut, tipologi
kepribadian islam yang dimaksudkan disini adalah satu pola karakteristik berupa sekumpulan
sifat-sifat yang sama, yang berperan sebagai penentu ciri khas seorang muslim dan yang
membedakan dengan yang lain. Perbedaan pola karakteristik yang disebut itu adalah baik
antara sesama muslim atau antara seorang muslim dengan non muslim.1[1]
Jadi, berdasarkan paparan di atas, maka yang dimaksud dengan tipologi masyarakat
adalah pengelompokan masyarakat beragama kedalam jenis-jenis kelompok yang didasarkan
atas kesamaan corak, watak, dan karakteristik tertentu yang menandainya.
2. Prinsip-Prinsip Dasar Pendekatan Dakwah Berbasis Masyarakat
Yaitu acuan prediktif yang menjadi dasar berpikir dan bertindak realisasikan bidang
dakwah yang mempertimbangkan aspek budaya dan keragamanya ketika berinteraksi dengan
mad’u dalam rentangan ruang dan waktu seusai perkembangan masyarakat.
Dalam Al-Qur’an tersebar ayat-ayat yang mengisyaratkan adanya makna fungsional
sebagai metode juga memuat prinsip-prinsip dakwah baik secara implisit maupun eksplisit.
1
Misalnya, dalam Al-quran surat An-nahl ayat 125. Apabila diperinci satu persatu berdasarkan
isyarat ayat terrsebut, maka prinsip-prinsip dakwah termasuk dakwah antar budaya meliputi,
antaralain sebagai berikut:
a. Prinsip Tauhid
Prinsip tauhid, yakni keharusan mengajak, bukan mengejek, kepada jalan Allah SWT
(ila sabili rabbi). Meskipun dakwah telah memiliki konotasi sebagai upaya-upaya
pemahaman, gerakan, dan perorganisasian dalam menyampaikan pesan-pesan islam, dalam
praktiknya tak semudah seperti yang dipikirkan. Oleh karena itu, perlu penegasan lebih lanjut
mengingat pertimbangan-pertimbangan psikologis maupun sosiologis da’i dan mad’u.
Secara psikologis, nurani tindakan berdakwah merupakan panggilan bagi setiap orang
yang beriman dan berilmu (da’i) seusai kecakapanya masing-masing. Sementara bagi mad’u
harus mengikut seruan-seruan tersebut. Hal ini mesti tertanam dalam benak batin orang-orang
yanag beriman. Kekuatan keyakinan akan dakwah islam sebagai implementasi iman dan
aktivitas sholeh akan teraktulisasikan melalui aktivita-aktivitas keseharianya. Aktivitas-
aktivitas sholeh tersebut dalam dinamika dan ragamnya terpantul secara konkret tak hanya
berbentuk aktivitas fisik, tetapi juga melalui munculnya ide-ide atau gagasan. Kemudian dari
ide-ide tersebut berkembang dan melembaga sehingga terjadi kelembagaan pranata
masyarakat atau proses institusionalisasi dakwah yang pada akhrinya akan membentuk suatu
arah terbentuknya masyarakat damai, bermoral, teratur dan beradab. Meskipun begitu, tetap
harus mengikuti prisip-prinsip dakwah berikutnya.
b. Prinsip Bil Hikmah (Kearifan)
Hikmah adalah sikap mendalam sebagai hasil renungan yang teraktulisasikan pada
cara-cara tertentu untuk mempengaruhi orang lain atas dasar pertimbangan psiko-sosio-
kultural mad’u secara rasional. Hikmah adalah suatu syarat mutlak suksesnya pencapaian
tujuan dakwah. Prinsip hikmah ini terutama ditujukan bagi mad’u golongan cerdik cendikia,
tetapi menolak kebenaran dalam ranah dakwah mujadalah (berdebat/diskusi) dan hikmah
ukhuwah hasanah (contoh, tauladan yang baik) dalam ranah kondisi mad’u orang awam.
Hikmah itu sendiri menurut Ali Mahfoed, adalah karunia Allah kepada orang yang
dicintainya. Allah (Al Hakim) memberi karunia kepada seseorang, maka ia akan banyak
memperoleh kebaikan dan kebajikan. Kebajikan tersebut biasanya tidak untuk dirinya sendiri,
tetapi juga untuk orang lain. Dekat dengan hikmah (kebijaksanaan adalah sifat atau perilaku
adil). Karenanya perilaku adil juga harus merupakan bagian dari sikap da’i dalam berdakwah,
baik menyangkut metode, mad’u maupun materi dakwah.
c. Prinsip Bil Mau’idzah Hasanah
Bil mau’idzah hasanah adalah menasehati seseorang dengan tujuan tercapainya suatu
manfaat atau maslahat baginya. Bil mau’idzah hasanah merupakan cara berdakwah yang
disenangi, mendektkan manusia kepada-Nya dan tidak menyesatkan meraka, memudahkan
dan tidak menyulitkan. Alhasil, bil mau’idzah hasanah adalah perkataan ynag masuk kedalam
kalbu dengan penuh kasih sayang sehingga perasaan menjadi lembut. Tidak berupa larangan
terhadap sesuatu yang tidak harus dilarang dan tidak menjelek-jelekan atau membongkar
kesalahan. bil mau’idzah hasanah atau tutur kata yang baik, minimal tidak menyinggung ego
dan melukai perasaan hati orang lain, maksimal memberi kepuasan hati orang lain, baik
dengan sengaja maupun tidak.
d. Prinsip wajadilhum bilati hiya ahsan (berdebat dengan cara yang paling indah atau tepat dan
akurat).
Prinsip wajadilhum bilati hiya ahsan yakni prinsip pencarian dan
kebenaran yang mengedepnkan kekutan argumentasi logis bukan kemenangan emosi yang
membawa bias, terutama yang menyangkut materi dan keyakinan seseorang, idola dalam
hidup dan tokoh panutan.
e. Prinsip Universalitas
Islam adalah ajaran tauhid. Kalimat tauhid la ilahailaah (tiada tuhan selain Allah)
adalah landasan universalisme islam. Tidak ada seusatu kecenderungan (illah/ lil/ elohim/
hanif) kecuali hanya kecenderungan benar kepada-Nya.
Prinsip nilai-nilai universalitas dapat dilihat juga dalam khotbah terakhir Nabi
Muhammad Saw : “…semua kalian adalah keturunan Adam, dan Adam berasal dari tanah.
Orang arab tak lebih mulia dibanding non arab, begitu pula orang kulit putih atas orang
kulit hitam, kecuali ketakwaan iman nya…” Penggalan isi pidato nabi ini baru menjadi isu
aktual para pemimpin dunia sekarang ini, jauh puluhan abad Muhammad telah
megumandangkan. Dan semua manusia berkewajiaban menangggapi seruaan Allah dengan
penuh kesadaran dan penuh ketaatan.
f. Prinsip Liberation (Pembebasan)
Pembebasan disini memiliki dua arti, pertama, bagi da’i yang melaksanakan tugas
dakwah harus bebas dari segala ancaman terror yang mengancam kesalamatanya, terbebas
dari segala kekurangan materi untuk menghindari fitnah yang merusak citra da’i dan harus
benar-benar yakin bahwa kebenaran ini hasil penilaianya sendiri. Kedua, kebebasan terhadap
mad’u tidak ada paksaan dalam agama.
Dalam berdakwah memang sudah seharusnya tidak bersifat memaksa apalagi
tindakan intimidasi dan terror. Yang diharapkan dari mad’u adalah pesetujuan bukan
paksaan. Tujuannya adalah meyakinkan bahwa islam adalah benar.
g. Prinsip Rasionalitas
Merupakan respon asasi terhadap masyarakat yang menggunakan prinsip amal
hidupnya dengan prinsip-prinsip rasional, seperti yang sedang terjadi pada masyarakat
sekarang. Hubungan antara individu dengan masyarakat lainya terikat kontrak dalam situasi
fungsional terutama ukuran-ukuran yang bersifat materi. Posisi da’i dalam peranya
mengahadapi mad’u yang rasional ini adalah megimbanginya denganp pendekatan-
pendekatan yang rasional baik dalam pemahaman nilai agama, maupun prakrik keagamaan.
Sikap proaktif seoarang da’i dalam proses bimbinganya serta ikut partisipasi dalam setiap
perkembangan yang terjadi dimasyarakat adalah bentuk empirik sikap rasional.
h. Prinsip yatlu’ alaihim ayatihi (membacakan)
Yatlu ’alaihim ayatihi, adalah suatu prinsip penahapan dalam berdakwah.
Pengungkapan mealui ketajaman sensualitas indra lisan masih sangat diperlukan, bahkan
masih menjadi prinip utama hingga dewasa ini.
i. Prinsip wa yuzkihim wa yualimuhumal-kitab wa la-hikmah (pencucian jiwa dengan
pengajaran al-kitab dan al hikmah)
wa yuzkihim wa yualimuhumal-kitab wa la-hikmah (pencuccian jiwa dengan
pengajaran al-kitab dan al hikmah) adalah prinsip pencucian dari anasir-anasir jahiliyah dan
kebodohan. Hal ini merupakan prioritas dalam aktivitas dakwah dan mengisinya dengan ilmu
yang berlandaskan keimanan adalah solusi yang paling tepat dan strategis.
j. Prinsip Mengakan Etika Atas Dasar Kearifan Budaya
mengakkan etika atas dasar kearifan budaya yang megacu pada pemikiran teologi
qurani, yaitu prinsip moral dan etik yang diturunkan dalam isyarat al-quran dan as-sunnah
tentang nilai baik buruk dan keharusan perilaku ketika melaksanakan dakwah islam termasuk
didalam nya bidang dakwah antar budaya.2[2]
3.Model-model pendekatan dakwah Berbasis Masyarakat