You are on page 1of 254

ILMU DAN AMAL

A. Pengertian Ilmu dan Amal

Jika hendak mengerjakan suatu amalan, mestilah mengetahui ilmunya,


jangan sampai hanya meraba-raba atau mengira-ngira, sebab jika beramal
tanpa mengetahui ilmunya dengan yakin dan pasti, tentu amal tersebut
ditolak, tidak akan mendapat ganjaran pahala dari Allah Ta`ala. Dalam kitab
Zubad Ibnu Ruslan menyatakan, “Setiap orang yang beramal tanpa ilmu,
maka amalnya akan ditolak, tidak diterima.” (Kitab Sifat Dua Puluh).
Prasangka atau mengira-ngira dalam suatu amal menurut Al Qur’an tidak
bermanfaat bagi kebenaran, sebagaimana firman Allah :
             
   
“Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. mereka
tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang Sesungguhnya
persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.” (QS. An
Najm ; 28).

Rasulullah saw. Juga bersabda:

“Waspadailah prasangka (mengira-ngira), karena prasangka adalah


perkataan yang paling dusta.” (HR. Bukhari - Muslim).

Betapa pentingnya ilmu dalam pandangan al Qur’an, sehingga Allah


tunjukkan dengan lima ayat yang pertama kali diturunkan, yaitu :
          
        
    
“ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS. Al Alaq : 1-5)

Diantara maksud ayat-ayat tersebut adalah Allah mengajar manusia dengan


perantaraan baca dan tulis. Inilah yang dimaksud dengan ilmu.

Menuntut ilmu penting dengan segala hikmah dan fadhilahnya, namun tidak
kalah pentingnya bagaimana ilmu yang kita pelajari dapat kita amalkan.
Pepatah Arab mengatakan (artinya): “Ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa
buah.”. Ilmu apabila tidak diamalkan, baik untuk diri sendiri maupun bagi
orang lain (umat), maka selain tidak bermanfaat, juga akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt kelak diakhirat. Sedangkan ilmu
apabila diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, maka Allah telah berjanji
dalam firman-Nya :
         
       

1
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam Keadaan beriman, maka akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS. An Nahl ; 97).

Menurut bahasa (etimlogi) Ilmu artinya pengetahuan. Ilmu Agama yaitu


pengetahuan tentang agama. Sedangakan Amal artinya perbuatan atau
pekerjaan. Sedangkan menurut istilah (terminologi/syariah), Ilmu artinya
segala petunjuk-petunjuk yang berasal dari Allah SWT melalui Rasulullah
saw. Sedangkan Amal adalah segala perbuatan yang dicontohkan oleh
Rasulullah saw.

Pemilik ilmu adalah Allah maka Ia akan memberikan-nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dengan disertai kebaikan dan kemudahan memahaminya
dalam soal agama, tentunya yang dimaksudkan adalah ilmu pengetahuan
secara luas, tidak seperti pandangan Barat yang sekuler. Pada prinsifnya ilmu
pengetahuan dipandang sebagai kesatuan, kemudian dipisahkan sesuai
dengan objeknya, dan pembidangan ilmu pengetahuan bertujuan untuk
merumuskan spesialisasinya serta menunjukkan bentuk dan sifat ilmu. Dalam
hadis ini terlihat bahwa, pertama, fungsi atau tujuan ilmu adalah membuat
kebaikan, ilmu adalah untuk kemaslahatan, bukan ilmu untuk ilmu. Kedua,
ada hubungan kebaikan dengan kefahaman, khususnya kefahaman ilmu
agama, dimana dasar ilmu agama memberikan sifat kebaikan meskipun
seseorang itu menguasai ilmu-ilmu lainnya, demikian pentingnya dasar ilmu
agama bagi dasar penguasaan ilmu pengetahuan, lemahnya dasar ilmu
agama maka penguasaan ilmu pengetahuan menyebabkan kerusakan,
kesombongan dan kesewenang-wenangan. Dasar ilmu agama itu adalah
pengetahuan tentang Allah sebagai satu-satunya sesembahan (Tuhan).
      
“ Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan)
selain Allah (QS. Muhammad : 19)

Hadis berikut menjelaskan amal yang uatama dalah berilmu mengenai Allah,
merupakan dasar kefahaman agama dan dasar ilmu pengetahuan.

‫افضل االعمال العلم با هلل ان العلم ينفعك معه قليل العمل وكثيره وان الجهل الينفعك معه قليل‬
‫العمل وال كثير‬

Amal yang paling utama adalah berilmu mengenai Allah, sesungguhnya ilmu
itu mendatangkan manfaat bagimu (bila engkau) bersamanya sedikit maupun
banyak amal. Dan sesungguhnya bodoh itu tidaklah mendatangkan manfaat
bagimu (bila engkau) bersamanya, sedikit maupun banyak amal itu (HR.
Hakim, Turmudzi dalam Nawaadir dan ibnu Abdil Baar dan lain keduanya dari
Anas ra)
Anas meriwayatkan bahwa seorang laki-lakin datang menemui Nabi saw. Dia
berkata; Apa amal yang utama ?, beliau menjawab; Berilmu mengenai Allah.
Kemudian dia bertanya lagi (setelah datang kedua kalinya), lalu beliau
menjawab seperti itu juga.Maka laki-laki itu berkata; Ya Rasulallah,
sesungguhnya aku bertanya padamu mengenai amal. Maka Nabi saw.,
meneruskan : Sesungguhnya ilmu itu mendatangkan manfaat bagimu ….. dan
seterusnya bunyi hadits.

2
Hadits ini diterangkan sebagai berikut :

Allah swt.Berfirman ; Sesungguhnya Allah bersaksi bahwa tiada Tuhan


kecuali Dia. Dia dan para malaikat serta orang-orang yang berilmu
menegakkan keadilan.
         
         
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang
berilmu* (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali
Imran : 18)
* Ayat ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu.

Firman Allah lainnya :


           
“ Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun. (QS. Faathir : 28)

[1258] Yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui
kebesaran dan kekuasaan Allah.
        

Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada
yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (QS. Al Ankabut : 43)
        
        
        
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran. (QS. Az Zumar : 9)

B. Maksud dan Tujuan Ilmu

Yaitu untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dalam setiap saat dan


keadaan sesuai cara Rasulullah saw dalam kehidupan sehari-hari. Mentaati
Perintah Allah dan Rasul-Nya merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim,
sebagaimana Allah tegaskan di dalam al Qur’an
          

“ Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS. Ali Imron : 32)

C. Kewajiban dan Keutamaan Menuntut Ilmu

3
Menuntut Ilmu di dalam ajaran Islam hukumnya Fardhu `Ain, artinya
kewajiban yang dibebankan kepada setiap individu muslim dan jika tidak
dilakukan disamping berdosa juga akan merugikan diri sendiri, karena selain
akan menjadi bodoh, juga tidak dapat membedakan mana yang hak dan
bathil, mana yang benar atau salah, mana yang halal atau haram, sehingga
akan tersesatlah kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat. Rasulullah
saw sendiri selalu menuntut ilmu melalui wahyu Allah yang diajarkan oleh
Malaikat Jibril as, dan beliau diperintahkan untuk belajar dengan adab-adab
yang baik, serta senantiasa berdoa, sebagaimana difirmankan Allah :
          
       
“Maka Maha Tinggi Allah Raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu
tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya
kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan." (QS. Thaha ; 114).

Maksud ayat tersebut: Nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan
bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai
membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad s.a.w. menghafal dan
memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.
Kewajiban menuntut ilmu bagi kita sebagaimana telah disabdakan oleh
Rasulullah saw:
)‫َط َلُب اْلِع ْلم َفِر ْي َض ٌة َع َلى ٌك ِّل ٌمْس ِلٍم (َر َو اٌه ابن ماجه‬

“ Menuntut Ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Adapun keutamaan menuntut ilmu dan mengajarkannya menurut al Qur’an


maupun as-Sunnah sangat banyak sekali, berikut ini uraian beberapa
diantaranya, sbb :

a. Memiliki derajat yang tinggi

Sesungguhnya manusia makhluk yang lemah dan bodoh di sisi Allah, ia tidak
mengetahui apapun selain yang diajarkan oleh Allah SWT, oleh karenanya
akan berbeda bagi orang yang telah diberi ilmu oleh Allah dengan orang yang
tidak berilmu. Orang yang berilmu lebih tinggi derajatnya di sisi Allah
dibandingkan dengan orang tidak berilmu, sebagaimana firman Allah berikut:
        
       
          

“ Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
mamang benar orang-orang yang benar!". Mereka menjawab: "Maha suci
Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana." (QS Al Baqarah : 31-32)
         
  

4
“Katakanlah : Adakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang
yang tidak mengetahui “. (QS. Az Zumar : 9)
       
     
“Allah akan meninggikan (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujadalah ; 11)

b. Memudahkan masuk syurga

Orang berilmu adalah orang yang paling takut kepada Allah, karenanya ia
akan diselamatkan dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah
(maksiat), dan ia senantiasa akan menuju kepada ketaatan kepada-Nya, hal
ini telah dijelaskan oleh Allah dalam Al Qur-an :
           

“ Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama*. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
(QS. Faathir : 28)
* Yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran
dan kekuasaan Allah.

Oleh karena itu Nabi saw bersabda :

‫َم ْن َس َلَك َط ِر ْي ًقا َي ْط ُلُب ِفْيِه ِع ْلًما َس َلَك ُهلّلا ِبِه َط ِر ْي ًقا ِاَلى اْلَج َّن ِة َو َإَّن اْلَم َالِئَك َة َلَت َض ُع َأْج َن َح َت َه ا ِر ًض ى‬
‫ (أخرجه أبو داود والترمذي‬. ‫ِلَط اِلِب اْلِع ْلِم‬

“Barang siapa yang melewati jalan untuk keperluan menuntut ilmu, maka
Allah akan memudahkan baginya berjalan menuju syurga. Dan sesungguhnys
para malaikat akan membentangkan sayapnya karena senang kepada
penunutut ilmu. (HR. Abu Daud & Tirmidzi).

‫ع بن انس عن‬..‫ر بي‬..‫حدثنا نصربن علي اخبرنا خا لد بن يزيد العتلي عن ابي جعفر الرازي عن ال‬
‫تي‬..‫بلى هللا ح‬..‫و في س‬..‫رج في طلب علم فه‬..‫انس بن مالك قال رسول هللا صلي هللا عليه وسلم من خ‬
‫يرجع‬

Nasr bin Ali menceritakan kepada kami , Khalid bin Yazid al-Attall
memberitahukan kepada kami, dari Abu Ja’far ar-Razi dari ar-Rabi bin Anas,
dari Anas bin malik Rasulullah saw. Berkata : “Barang siapa keluar (dari
rumahnya) untuk mencari ilmu maka dia jihad di jalan Allah sehingga ia
kembali (Hadis ini Hasan Garib dan sebahagian ahli hadis meriwayatkan
hadis ini tapi tidak meriwayatkannya secara marfu)

“Seorang mukmin tidak akan pernah merasa kenyang dari kebaikan (ilmu)
yang ia dengar . Ia terus terus mendengar pembicaraan ilmu tersebut hingga
ia masuk ke dalam syurga.” (HR. Thirmidzi).

“Kebaikan di dunia dan akhirat beserta ilmu, kemuliaan di dunia dan akhirat
juga dengan ilmu, dan seorang yang alim lebih besar keutamaannya bagi
Allah Ta`ala dari pada seribu pejuang yang mati syahid “.

5
Masih banyak lagi fadhilah atau keutamaan ilmu, yang tidak mungkin ditulis
semua dalam buku ini. Maka sangat dianjurkan untuk mempelajari ilmu ini
kepada ulama-ulama (guru-guru) yang beriman dan bertakwa kepada Allah
swt, sebab apabila kita belajar kepada mereka, bukan hanya mendapatkan
ilmu semata, tetapi doa untuk muridnya, serta keberkahan ilmu yang mereka
ajarkan akan menjadi keberkahan bagi kehidupan kita, sehingga bermanfaat
bagi diri dan umat di dunia dan akhirat.

D. Cara Mendapatkan Ilmu

Agar kita memiliki kekuatan untuk menuntut ilmu dan mengamalkannya, maka
harus ditempuh dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Tawajjuh dan bersungguh-sungguh ketika berada di majlis-majlis ilmu


b. Senantiasa menanamkan sifat belum tahu ketika mendengar pembahasan
masalah ilmu yang disampaikan alim ulama.
c. Menda’wahkan (memudzakarahkan) pentingnya ilmu, baik ilmu masa’il
(syariah/hukum Islam), maupun ilmu fadha’il (keutamaan beramal) kepada
orang yang kita jumpai.
d. Berlatih diri dan mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama,
dengan jalan membuat majlis ta’lim.
e. Banyak bertanya kepada ‘alim ‘ulama, baik masalah dunia maupun agama
(akhirat)
f. Menghadirkan fadhilah ilmu (keutamaan) dalam setiap beramal, dengan
maksud untuk memotivasi diri agar bertambah semangat dalam
mengamalkan perintah Allah dan Rasul-Nya.
g. Senantiasa berdoa’a kepada Allah agar diberikan kemudahan (hajat)
dalam menuntut dan mengamalkan ilmu.

E. Adab-adab Menuntut Ilmu

Di antara adab-adab dalam menuntut ilmu adalah sebagai berikut :

a. Adab Seorang Guru (Ustadz)

1. Selalu sabar, teliti, dan hati-hati dalam setiap perka


2. Duduk dengan tenang sambil menundukan pandangan
3. Jangan sombong kepada siapapun kecuali kepada orang yang dzholim
dan sombong
4. Kasih sayang kepada penuntut ilmu
5. Berbuat baik kepada penuntut ilmu yang memiliki daya tangkap yang
lemah dengan memberikan nasihat dan pengarahan dalam mempelajari
pelajaran
6. Jangan merasa malu untuk mengatakan,” Saya tidak tahu atau belum
tahu,” apabila benar-benar tidak tahu atau belum tahu dalam suatu
masalah
7. Memusatkan perhatian apabila ada pertanyaan dari penutut ilmu

6
8. Menerima dan mengikuti suatu kebenaran walaupun dari orang yang lebih
rendah ketika mengalami suatu kesalahan
9. Melarang penuntut ilmu untuk menggunakan ilmunya kepada tujuan selain
mencari ridho Allah dan kebahagian akhirat
10. Memperbaiki dhohir dan bathinnya dengan taqwa agar menjadi tauladan
bagi penuntut ilmu

b. Adab Seorang Murid (Santri)

1. Memulai mengucapkan salam apabila bertemu dengan gurunya


2. Jangan banyak bicara yang mubah di depan gurunya
3. Jangan mulai bicara sebelum ditanya atau dipersilahkan gurunya
4. Jangan bertanya sebelum minta ijin atau dipersilahkan oleh gurunya
5. Jangan sekali-kali berkata “Itu si fulan punya pendapat yang berbeda
dengan pendapat anda” (yakni untuk menentang pendapat gurunya)
6. Jangan menunjukan sikap yang memberi kesan seolah-olah lebih tahu dari
gurunya
7. Jangan berbicara, bertanya atau bermusyawarah dengan teman ketika
gurunya sedang memberikan materi
8. Jangan mudah berburuk sangka ketika melihat perbuatan gurunya yang
dhohirnya bertentangan dengan syari`at agama
9. Jangan bertanya ketika gurunya sedang di jalan, tetapi menunggu sampai
duduk di majlisnya
10. Jangan banyak bertanya ketika gurunya sedang susah atau sangat lelah

F. Hubungan Ilmu Dengan Amal

Ilmu adalah karunia paling berharga yang diberikan Allah swt., kepada
manusia. Kemuliaan ilmu ini banyak ditegaskan oleh Al-Qur'an maupun hadis
Rasulullah SAW seperti hadis yang mewajibkan seluruh umat Islam, baik laki-
laki maupun perempuan, atau keharusan menuntut ilmu dari sejak manusia
dilahirkan hingga meninggal dunia (long life education).

Sedangkan ilmu tidak dapat dikatakan ilmu jika ia tidak dihubungkan dengan
amal perbuatan manusia. Rasulullah SAW mengibaratkan hubungan ilmu dan
amal ini dengan pohon dan buahnya. Jika ilmu adalah sebatang pohon maka
amal adalah buahnya. Jika ilmu tidak disertai dengan amal kebajikan maka
ilmu tersebut tidak banyak berguna laksana pohon yang tak berbuah.

Dalam sebuah ayat Al-Quran Allah swt, menjelaskan tentang kedudukan ilmu
ketika beramal :

          
     
“Dan janganlah engkau turut apa-apa yang engkau tidak ada ilmu padanya,
sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan ditanya,”
(QS. Al Isra : 36).

Ayat Al-Quran tersebut menjelaskan bahwa ilmu merupakan dasar dari


segala tindakan manusia. Karena tanpa ilmu segala tindakan manusia
menjadi tidak terarah, tidak benar dan tidak bertujuan.

7
Dan diterangkan juga dalam hadits tentang hubungan ilmu dan pentingnya
mengamalkan ilmu, diantaranya :

‫العالم والعلم والعمل في الجنه فان لم يعمل العالم بما يعلم كان العلم والعمل في الجنه وكان العالم‬
‫فى النار‬

Orang ‘alim, ilmu dan amalnya berada dalam syurga, apabila seorang ‘alim
tidak mengamalkan ilmunya maka yang berada dalam syurga hanyalah ilmu
dan amalnya saja, sedang orang ‘alimnya berada dalam neraka.

Hadis ini seiring dengan ancaman Allah swt., dalam Al Quran yang berbunyi :
         
        
“ Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu
yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. Ash Shaaf : 2-3)

Ancaman bagi orang yang menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan


keduniaan.

‫حدثنا ابواالشعث احمدبن المقدام العجلى البسرى اخبرنا امية بن خالد اخبرنا اسحاق بن يحي بن‬
‫ول من‬.‫لم يق‬.‫ه وس‬.‫لى هللا علي‬..‫طلحة حدثى ابن كعب بن مالك عن ابيه قال سمعت رسول هللا ص‬
‫طلب العلم ليجارى به العلماء اوليمارى به السفهاء ويصرف به وجوة الناس اليه ادخله هللا النار‬
Abu al Asy`ats Ahmad bin al Miqdam al `AJili al Basri, menceritakan kepada
kami Umayyah bin Khalid, memberitahukan kepada kami Ishaq bin Yahya
bin Thalhah, memberitahukan kepada kami Ibnu Ka`ab bin Malik dari
ayahnya berkata; Aku mendengar Rasulullah saw., bersabda : Barang siapa
mencari ilmu agar diperlakukan sebagai seorang yang pandai atau untuk
berbantah dengan orang-orang yang bodoh atau menarik perhatian manusia
kepadanya niscaya kelak Allah memasukkannya ke neraka (hadis ini gharib)

‫وبي‬.‫ارك عن اي‬.‫ا علي بن المب‬.‫ائي اخبرن‬.‫اد الهن‬.‫دبن عب‬.‫ا محم‬.‫ربن علي احبرن‬..‫دثنا علي بن نص‬.‫ح‬
‫ا‬..‫ال من تعلم علم‬..‫لم ق‬..‫ه وس‬..‫لى هللا علي‬..‫بي ص‬..‫ر عن الن‬..‫ك عن ابن عم‬..‫دبن دري‬..‫ختيانى عن خال‬..‫الس‬
‫لغيرهللا او اراد به غيرهللا فليتبوا مقعده من النار‬

Ali bin Nasr bin Ali menceritakan kepada kami Muhammad bin Abbad al-
Hunaini, memberitahukan kepada kami Ali al Mubarak dari Ayyub as-
Shakhutiyani dari Khalid bin Duraik dari ibnu Umar dari Nabi saw,
Bersabda : Barang siapa belajar ilmu karena selain Allah atau menghendaki
dengan ilmu itu selain Allah, maka hendaklah ia menyiapkan tempat
duduknya di neraka

Dalam kitab Ta`limul Muta`allim, Syekh az-Zarnuji, menerangkan bahwa


banyak sekali umat Islam di masanya yang mengalami kegagalan dalam
menuntut ilmu. Kegagalan yang dimaksud bukanlah kegagalan lulus atau
tidak lulus dalam ujian sekolah. Akan tetapi lebih jauh lagi merupakan
kegagalan sebab tidak dapat menjadikan ilmu yang diperoleh bermanfaat bagi
masyarakat luas. Dengan kata lain, ilmu yang tidak dapat dipetik buahnya.

8
Menurut Syekh Zarnuji, kegagalan ini disebabkan oleh kekeliruan motivasi
menuntut ilmu (niat), memilih disiplin ilmu, guru dan teman, kurangnya
penghormatan terhadap guru dan orang yang berilmu, kemalasan dalam
belajar, kurangnya ibadah dan rendahnya sikap tawakkal (berserah diri
kepada Allah swt.,), wara` (menjauhi memakan barang haram), zuhud
(melepaskan ketergantungan terhadap materi). Sementara seluruh hal di atas
merupakan syarat-syarat dan jalan yang dibutuhkan oleh setiap pelajar dalam
mencapai ilmu pengetahuan yang diridhai Allah SWT.

Dari syarat-syarat keberhasilan mendapatkan ilmu di atas, terlihat jelas bahwa


sebenarnya pendidikan dalam Islam memberikan perpaduan yang indah
antara ilmu dan amal. Bersendikan pada kesungguhan dalam mengasah
potensi intelektual dan keikhlasan dalam beramal.

Barangsiapa yang berhasil memenuhi syarat-syarat dan benar dalam cara


menuntut ilmu niscara mereka akan tercerahkan hati dan pikirannya. Mereka
akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat baik bagi dirinya sendiri juga bagi
masyarakt luas serta akan selalu berada di bawah petunjuk Allah SWT.

Sebaliknya mereka yang meninggalkan syarat-syarat yang diperlukan dalam


menuntut ilmu dan belajar dengan jalan yang salah maka sudah dapat
dipastikan mereka akan mengalami kegagalan dalam memadukan antara ilmu
dan amal. Dalam dunia pendidikan Islam terdapat sebuah slogan yang sangat
populer :
‫من زاد علما ولم يزدد هدا لم يزدد من هللا اّالبعدا‬

”Man zada ilman wa lam yazdad hudan lam yazdad minallahi illa bu`dan.”

Barangsiapa yang bertambah ilmunya akan tetapi tidak bertambah


petunjuknya maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali semakin jauh
dari Allah.

Hilangnya Ilmu Dengan Diwafatkannya Ulama

‫ه عن‬..‫روه عن ابي‬..‫ام ين ع‬..‫ليمان عن هش‬..‫ا عبدهللا بن س‬..‫داني اخبرن‬..‫حاق الهم‬..‫حدثنا هارون بن اس‬
‫عبدهللا بن عمر وبن العاص قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ان هللا اليقبض العلم انتزاعا‬
‫ا‬..‫اس رؤس‬..‫ذ الن‬..‫ا اتخ‬..‫ترك عالم‬..‫تى اذا لم ي‬..‫اء ح‬..‫ى العلم‬..‫ينتزعه من الناس ولكن يقبض العلم بقبض‬
‫جهاالء فسئلوا فافتوا بغير علم فضّلوا واضّلوا‬

Harun bin Ishak al-Hamdani mencerirtakan kepada kami, Abdallah bin


Sulaiman memberitahukan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya
dari Abdullah bin Umar al-Ash berkata : Rasulullah saw. Bersabda : “
Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan mencabutnya dari
manusia tetapi Allah mengambil ilmu dengan cara mengambil para ulama,
sehingga jika Dia tidak meninggalkan seorang alim, maka orang-orang
menjadikan pemimpin mereka dari orang-orang yang bodoh lalu mereka
ditanya maka mereka menjawab tanpa dengan ilmu, kemudian mereka sesat
dan menyesatkan.

9
AL ISLAM

A. Pengertian Agama & Al Islam

Pengertian “agama” menurut bahasa, berasal dari bahasa Sanksakerta ‘gam’


yang berarti pergi. Kemudian mendapat awalan a dan akhiran a (a-gam-a)
artinya menjadi jalan, dalam bahasa Inggris gam sama dengan to go artinya
pergi. Menurut pendapat lain agama adalah kata Sanksekerta a artinya tidak
dan gam artinya pergi, berubah atau bergerak. Jadi menurut bahasa agama
artinya sesuatu (ajaran) yang tidak berubah sesuatu yang abadi atau tetap
dan diwariskan secara turun temurun. Ada pula yang memberikan pengertian
agama ini a artinya tidak dan gama artinya kacau, jadi agama berarti tidak
kacau.
Dari beberapa teori yang telah dikemukakan di atas dapatlah disimpulkan
bahwa arti agama dari segi bahasa adalah :

1. Pedoman/Peraturan mengenai perintah ataupun larangan Tuhan untuk


manusia
2. Suatu jalan yang harus diikuti, supaya manusia dapat sampai ke suatu
tujuan yang mulia dan suci.

10
3. Sesuatu yang tidak berubah (kekal).
4. Suatu jalan yang tidak kacau, tenang, tentram dan teratur.
5. Suatu cara untuk mencapai keridhaan Tuhan.

Kata lain dari agama adalah religion (Inggris) artinya mengumpulkan dan
membaca atau mengikat. Dengan demikian agama berarti kumpulan cara-
cara mengabdi manusia yang terikat dengan Tuhan-nya, yang tertulis dalam
suatu kitab suci dan hanya dapat diketahui dengan cara membaca.
Sedangkan dalam bahasa Arab kata agama disebut dengan “Dien” atau
“Millah.”
Akan tetapi baik dien maupun millah memiliki pengertian yang sama dalam
materinya. Perbedaannya hanya dalam kesan, yaitu dien dinisbatkan kepada
Allah, misalnya “Dienullah” (dien atau agama yang diturunkan Allah). Millah
dinisbatkan kepada Nabi tertentu, misalnya “Millata Ibrahim” (dien atau agama
yang dibawa oleh Nabi Ibrahim).
Melihat dari berbagai pengertian di atas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa
agama adalah peraturan-peraturan Tuhan untuk manusia melalui para Rasul-
Nya (utsan-Nya) untuk mengapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

B. Klasifikasi Agama

Ditinjau dari sumbernya, agama di bagi ke dalam dua golongan, yaitu Agama
Wahyu dan Agama Budaya. Agama Wahyu disebut juga Agama Samawi
(agama langit), sedangkan Agama Budaya disebut Agama Ardhi (agama
bumi). Kedua macam agama tersebut memiliki ciri-ciri yang sangat berbeda,
yaitu :

1. Agama Wahyu (samawi)

a. Berasal dari wahyu Allah, jadi bukan ciptaan manusia atau siapapun selain
Allah swt.
b. Ajaran Ke-Tuhanannya monotheisme (Tauhid) mutlak.
c. Disampaikan oleh para Rasul atau Nabi.
d. Mempunyai kitab suci yang otentik (asli), bersih dari campur tangan
manusia.
e. Ajaran-ajarannya bersifat tetap, tidak berubah-ubah.

2. Agama Budaya (Ardhi)

a. Hasil pemikiran atau perasaan manusia.


b. Ajaran Ke-Tuhanannya dinamisme (dua tuhan) atau politheisme (banyak
tuhan).
c. Tidak disampaikan oleh Nabi atau Rasul Allah.
d. Pada umumnya tidak memiliki kitab suci, kalaupun ada adalah hasil
pemikiran manusia yang suka mrngalami perubahan-perubahan.

Yang termasuk Agama Wahyu adalah Agama Islam (masih asli), Nasrani dan
Yahudi (yang asli) sekarang kedua agama ini sudah tidak asli lagi.

C. Pengertian Al Islam

11
Mempelajari dan memahami Islam secara utuh dan menyeluruh adalah
penting walaupun tidak secara detail. Hal ini dimaksudkan agar tidak
menimbulkan kesalah pahaman yang akan menimbulkan pandangan dan
sikap negatif terhadap Islam. Disamping itu untuk menumbuhkan sikap
hormat bagi pemeluk agama lain.

Menurut Nasruddin Razak dalam bukunya “Dienul Islam”, menyatakan bahwa


untuk memahami Islam secara benar adalah dengan cara-cara sebagai
berikut :

Pertama, Islam harus dipelajari dari sumbernya yang asli yaitu Al Qur’an dan
Sunnah Rasulullah saw,. Kekeliruan memahami Islam dapat terjadi jika
manusia hanya mengenal dan mempelajarinya dari sebagian orang dan
pemeluk-pemeluknya yang telah jauh dari pimpinan Al Qur’an dan Sunnah.

Kedua, Islam harus dipelajari secara integral, tidak dengan cara partial,
artinya Islam harus dipelajari secara menyeluruh sebagai suatu kesatuan
yang utuh, tidak sebagian saja. Apabila Islam dipelajari secara partial saja dari
ajarannya, apalagi yang bukan ajaran pokok, dan hanya dalam bidang-bidang
khilafiyah, maka tentulah pengetahunnya tentang Islam sebatas apa yang
dipelajarinya, yaitu bagian kecil dari masalah dalam Islam dan bukan pokok,
sehingga apabila hal ini terjadi maka seseorang akan merasa skeptis (ragu,
bimbang) terhadap Islam, dengan adanya hal-hal yang nampaknya
mengandung antagonisme.

Nama Islam mempunyai perbedaan yang luar biasa dengan agama dan
ajaran kepercayaan lainnya. Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan
orang atau golongan manusia bahkan dari suatu negara tertentu. Tetapi Islam
adalah agama wahyu dari Allah swt, dan juga satu-satunya agama yang
diridhoi-Nya, maka untuk mempelajarinya terlebih dahulu diperlukan
pemahaman terhadap makna atau pengertian Islam, sehingga tidak keliru
dalam menafsirkan atau memberi definisi tentang Islam itu, karena akan
ditemukan akar kata dari kata Islam itu sendiri.

a. Menurut Bahasa (Etimologi)

Secara umum pengertian Islam berasal dari kata “Aslama”, yang berarti
tunduk, patuh dan berserah diri. Islam adalah nama dari agama wahyu yang
diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat
manusia. Agama Islam berisi ajaran-ajaran Allah yang mengatur hubungan
manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.

Pengertian “Islam” yang lainnya menurut bahasa berasal dari bahasa Arab
“Salima”, yang berarti selamat, maksudnya selamat dunia dan akhirat.
         
       
“Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-
Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan
orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang
dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al Maa-
idah ; 16).

12
Dari asal kata itu dibentuk kata “aslama”, yang artinya menyerah atau tunduk,
mentaati atau mematuhi, maksudnya adalah menyerah, mentaati atau
mematuhi segala perintah Allah SWT.
          
        
“ Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya. (QS. An Nisaa : 65)

Kemudian bentuk lain adalah “silmun” artinya damai, maksudnya damai


dengan Allah dan damai dengan makhluk Allah.
       
        
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan,
dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah ; 208).

b. Menurut Istilah (Terminologi)

Menurut Istilah, pengertian Islam adalah tunduk dan menyerah kepada Allah
baik lahir maupun bathin dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan
meninggalkan segala larangan-Nya, sesuai cara Rasulullah saw., untuk
kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.

D. Ciri-ciri Dienul Islam

Terdapat beberapa ciri khas Dienul (Agama) Islam yang harus difahami oleh
semua manusia, sehingga tidak terjadi kesalah fahaman, antara lain :

a. Robbaniyah

Maksudnya adalah bahwa Islam bersumber dari Robb Semesta Alam (Allah
swt) bukan dari manusia atau makhluk lainnya.
         
         
         
          

“Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu:
Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat
berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. Asy
Syuura ; 13).

Yang dimaksud agama di sini ialah meng-Esakan Allah s.w.t., beriman


kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta mentaati
segala perintah dan larangan-Nya. Tujuan pertama dan terakhir Dienul Islam
13
adalah agar manusia menyembah Allah swt,. Sebagaimana yang difirmankan
di dalam kitab suci Al Qur-anul Karim, sebagai berikut :
      
“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyaat : 56)

b. Insaniyyah ‘alamiyyah (kemanusiaan dan universal)

Maksud kemanusiaan yang universal adalah bahwa dienul Islam diturunkan


sebagai petunjuk untuk seluruh manusia bukan khusus suatu kaum atau
golongan.
.     
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” (QS. Al Anbiyaa` ; 107).
       
   
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Sabaa ; 28).

         
          
       
   
“Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu semua, Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi;
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan
mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang
Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-
kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk.” (QS. Al
A`raaf ; 158).

c. Syamil (lengkap dan mencakup)

Maksudnya adalah bahwa hukum dan ajaran Islam mencakup seluruh aspek
kehidupan. Tidak ada suatu aktifitas, baik yang kecil maupun besar, kecuali
Islam telah menerangkan hukumnya.
          
           

“Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang
terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu.
Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (QS. Al An`aam ; 38).

Sebahagian mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz


dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan)
dalam Lauhul mahfudz. dan ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran
dengan arti: dalam Al-Quran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma,
hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di
dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.

14
          
        
     
“(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu
(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan
kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri.” (QS. An Nahl ; 89).

d. Al Basathoh (mudah)

Maksudnya adalah bahwa ajaran Islam mudah untuk dikerjakan, tidak ada
kesulitan sedikitpun, sebab islam tidak membebankan manusia kecuali
sebatas kemampuannya.
          
          
        
       
       
 
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-
benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk
kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim.
Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu
dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas
dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali
Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan
sebaik- baik penolong.” (QS. Al Hajj ; 78).

Maksudnya: dalam Kitab-Kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi


sebelum Nabi Muhammad saw.
       
     
         
           
       
        
       
  
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika
kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau
kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al
Maa-idah ; 6).
15
           
           
          
           
       
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya
dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa):
"Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami
tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban
yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum
kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak
sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap
kaum yang kafir." (QS. Al Baqarah ; 286).

e. Al ‘Adalah (keadilan mutlak)

Maksudnya bahwa tujuan dien Islam adalah untuk menegakkan keadilan


mutlah dan mewujudkan persaudaraan dan persamaan di tengah kehidupan
manusia, serta memelihara darah, kehormatan, harta, akal dan dien mereka,
sebagaimana telah dijelaskan dalam al Qur’an berikut:
        
         
          
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maaidah ; 8).

         
        
           
        
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang
melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka
hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan
penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar
kamu ingat.” (QS. Al An’am ; 152).

       


        
          
          


16
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, Maka Allah
lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan
(kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah
Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An nisaa ; 135).

f. Tawazun (keseimbangan)

Yaitu seluruh ajaran dien islam menjaga keseimbangan antara kepentingan


pribadai dan umum, antara jasad dan ruh, antara dunia dan akhirat.

Sabda Nabi saw :

“Sesungguhnya badanmu memiliki hak atasmu jiwamu memiliki hak atasmu


dan keluargamu juga memiliki hak atasmu, maka berikanlah setiap yang
mempunyai hak, haknya”.

Sebagaimana firman Allah :


          
           
      
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al Qashash ; 77).

g. Perpaduan antara Tsabat (tidak berubah) dan Marunah (menerima


perubahan)

Tsabat pada pokok-pokok dan tujuannya, sedangkan Marunah pada cabang,


sarana dan cara-caranya, sehingga dengan sifat Marunahnya dien Islam
dapat menyesuaikan diri dan dapat menghadapi perkembangan zaman, serta
sesuai dengan segala keadaan yang baru timbul.

E. Fungsi dan Peranan Dienul Islam

Dienul Islam adalah agama yang memiliki sifat “Rahmatan Lil’alamin –


Rahmat bagi seluruh alam”, oleh karenanya juga memilki fungsi dan peranan
penting bagi manusia maupun Jin, bahkan alam semesta. Islam memiliki
fungsi dimensial, tidak hanya sekedar menghambakan diri kepada Allah
(hablun-minallah), atau berhubungan dengan manusia (hablun-minannaas)
saja, namun juga berfungsi terhadap hubungan dengan alam semesta. Simak
penjelasan berikut.

a). Ajaran Islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya,

Ajaran Islam meliputi tentang kepercayaan dan penyembahan. Sebab itu


Islam mengajarkan tentang sistem iman dan sistem ibadah, dimana sistem

17
pertama disebut rukun-rukun iman, sedangkan yang kedua disebut rukun-
rukun Islam. Secara garis besar, pokok-pokok Ajaran Islam meliputi tiga
bidang, yaitu Aqidah, Syari’ah dan Akhlak. Masing-masing ajaran pokok
tersebut memiliki unsur-unsurnya, sebagaimana digambarkan dalam skema di
bawah ini. Peraturan Allah yang mengatur manusia dengan Tuhan disebut
Ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama dan alam
semesta disebut Mu’amalah.

b). Ajaran Islam mengatur hubungan dengan sesamanya dan alam


semesta.

Karenanya Islam mempunyai ajaran-ajaran tentang: sosial, ekonomi, politik,


kebudayaan, perkawinan, harta-pusaka, jihad, perang, dan damai, kesehatan
dan sebagainya. Alam adalah segala sesuatu selain Allah, alam ialah yang
diciptakan (makhluk), sedangan Allah adalah yang menciptakan (Khalik).
Maka di dalam al Qur’an Allah bergelar “Rabbul ‘Alamin”, artinya Tuhan alam
semesta. Selain kata ‘alamin, al Qur’an juga menggunakan kalimat
“assamawati wal ardh” artinya semua langit dan bumi, atau semua apa yang
ada di langit dan bumi. Alam semesta merupakan satu kosmos (laws of
nature), atau dalam Islam disebut sunnatullah.

c). Perbedaan Dienul Islam dengan Jahiliyah

1. Dienul Islam

a. Berasal dari Allah swt.


         
         
         
          
“Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu:
Tegakkanlah agama* dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat
berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. Asy
Syuura ; 13).

*Yang dimaksud: agama di sini ialah meng-Esakan Allah Swt. beriman kepada-Nya, kitab-
kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan larangan-Nya.

b. Agama yang hak (dienul hak), Inilah yang mengantarkan manusia ke jalan
hidayah

18
           
           
       
“Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada yang menunjuki
kepada kebenaran (hak)?" Katakanlah "Allah-lah yang menunjuki kepada
kebenaran". Maka Apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran
itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk
kecuali (bila) diberi petunjuk? mengapa kamu (berbuat demikian)?
Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS. Yunus ; 35).

c. Kebenaran yang mutlak


      
“(apa yang telah Kami ceritakan itu), Itulah yang benar, yang datang dari
Tuhanmu, karena itu janganlah kamu Termasuk orang-orang yang ragu-
ragu.” (QS. Ali Imran ; 60)
.
       
“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu
Termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. Al Baqarah ;147).
     
“Alif laam raa. Inilah ayat-ayat Al Quran yang mengandung hikmah.” (QS.
Yunus ; 94).
          
     
“Alif laam miim raa. ini adalah ayat-ayat Al kitab (Al Quran). dan kitab yang
diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu itu adalah benar: akan tetapi
kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya).” (QS. Ar Ra`d ; 1).

Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-
surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan
sebagainya. diantara Ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya
kepada Allah karena dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada
pula yang menafsirkannya. golongan yang menafsirkannya ada yang
memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa
huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian Para Pendengar
supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al
Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-
huruf abjad. kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah
dan hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka
buat semacam Al Quran itu, niscaya mereka tidak akan mampu membuatnya,
walau meminta bantuan seluruh manusia, jin dan makhluk-makhluk lainnya di
seluruh dunia.

2). Dien Jahiliyah

a. Produk buatan manusia (selain Allah)


Agama Jahiliyah jelas bukan produk yang berasal dari Allah, tetapi buatan
manusia, contoh patung, dan berhala-berhala yang mereka sembah, ada
yang terbuat dari batu, kayu, bahkan tepung, dan sebagainya.
b. Berdasarkan sangkaan/dugaan

19
            
     
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain
hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta (terhadap Allah).” (QS. Al an`am ; 116).

Seperti menghalalkan memakan apa-apa yang telah diharamkan Allah dan


mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan Allah, menyatakan bahwa
Allah mempunyai anak.
         
          
           
      
“Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan: "Jika Allah
menghendaki, niscaya Kami dan bapak-bapak Kami tidak mempersekutukan-
Nya dan tidak (pula) Kami mengharamkan barang sesuatu apapun." demikian
pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para Rasul)
sampai mereka merasakan siksaan kami. Katakanlah: "Adakah kamu
mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya
kepada kami?" kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu
tidak lain hanyalah berdusta.” (QS. Al Anam ; 148).

            
            

“Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan
semua yang ada di bumi. dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu
selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). mereka tidak mengikuti
kecuali prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga.” QS. Yunus
; 66).

          
     
“Dan mereka berkata: "Jikalau Allah yang Maha Pemurah menghendaki
tentulah Kami tidak menyembah mereka (malaikat)". mereka tidak
mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang itu, mereka tidak lain hanyalah
menduga-duga belaka.” (QS. Az Zukhruf; 20).

c. Undang-undang/peraturan bathil
          
 
“Maka (Zat yang demikian) Itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; Maka
tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka Bagaimanakah
kamu dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS. Yunus ; 32).

           
           
       
“Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada yang menunjuki
kepada kebenaran?" Katakanlah "Allah-lah yang menunjuki kepada

20
kebenaran". Maka Apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran
itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk
kecuali (bila) diberi petunjuk? mengapa kamu (berbuat demikian)?
Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS. Yunus ; 35).

F. Yang Membatalkan Ke Islaman Seseorang

Faktor-faktor yang membatalkan Islamnya seseorang antara lain :

a. Seluruh bentuk syirik


            
       
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu)
dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan
Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS. An Nisaa ;
116)

b. Mengingkari hukum-hukum Allah

Berikut ini ayat-ayat Allah yang menjelaskan hukuman bagi hambanya yang
mengingkari hukum (keputusan) Allah swt., diantaranya :
         
      
         
         
        
       
       
            
   
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan
perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah,
oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan
mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi
saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi)
takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan
harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. Dan Kami
telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga
dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya.
Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu
(menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang
yang dzhalim. (QS. Al Maa-idah : 44-45)

           
    

21
“Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa
yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang
yang fasik. (QS. Al Maa-idah : 47)

         


 
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?(QS. Al Maa-
idah : 50)

Penjelasan :

Pengikut-pengikut Injil itu diharuskan memutuskan perkara menurut apa yang


diturunkan Allah didalam Injil itu, sampai pada masa diturunkan Al Quran.

Orang yang tidak memutuskan perkara menurut hukum Allah, ada tiga macam
:

a). Karena benci dan ingkarnya kepada hukum Allah, orang yang semacam ini
kafir
         
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al Maa-idah : 44).

b). Karena menurut hawa nafsu dan merugikan orang lain dinamakan dzhalim
         
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (QS. Al Maa-idah : 45).

c). Karena Fasik


         
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik*. (QS. Al Maaidah ; 47)
*Orang yang tidak memutuskan perkara menurut hukum Allah, ada tiga macam: a. karena benci dan
ingkarnya kepada hukum Allah, orang yang semacam ini kafir (surat Al Maa-idah ayat 44). b. karena
menurut hawa nafsu dan merugikan orang lain dinamakan zalim (surat Al Maa-idah ayat 45). c. karena
Fasik sebagaimana ditunjuk oleh ayat 47 surat ini.

         



“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?”(QS.
Al Maa-idah : 50)

c. Membenci ajaran yang dibawa oleh Rasuluuah saw


       
“Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka benci kepada apa
yang diturunkan Allah (Al Quran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala)
amal-amal mereka.” (QS. Muhammad ; 9)

22
d. Beranggapan bahwa manusia dapat leluasa keluar dari syariat yang
dibawa Rasulullah saw,
          
.   
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-
orang yang rugi.(QS. Al Maa-idah : 85)

e. Mencemoohkan agama Allah, mengejek pahala dan siksa


         
       
         
    
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan
itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya Kami hanyalah
bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu
minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. jika Kami memaafkan
segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab
golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu
berbuat dosa.(QS. At Taubah ; 65-66)

f. Percaya kepada Sihir


         
      
        
          
        
           
          
          
 
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca* oleh syaitan-syaitan pada masa
kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu
mengerjakan sihir**), Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir),
hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka
mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua
orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak
mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan:
"Sesungguhnya Kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu
kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan
sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan
isterinya***. dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan
sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan mereka
mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak
memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa
Barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, Tiadalah
baginya Keuntungan di akhirat, dan Amat jahatlah perbuatan mereka menjual
dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al Baqarah ;102).

Keterangan ayat :

23
* Yang dibaca syaitan-syaitan maksudnya: Kitab-Kitab sihir.
**Syaitan-syaitan itu menyebarkan berita-berita bohong, bahwa Nabi Sulaiman menyimpan
lembaran-lembaran sihir (Ibnu Katsir).
***Berbacam-macam sihir yang dikerjakan orang Yahudi, sampai kepada sihir untuk
mencerai-beraikan masyarakat seperti mencerai-beraikan suami isteri.

g. Memberi pertolongan kepada kaum musyrik untuk memerangi orang


Islam
      
        
        
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu
mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu
Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zalim. “ (QS. Al Maaidah ; 51)

h. Berpaling dari dienullah (Islam), tidak mau belajar serta tidak mau
mengamalkannya.
           
 
“Dan siapakah yang lebih dzhalim daripada orang yang telah diperingatkan
dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya?
Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang
yang berdosa. “ (QS. As Sajdah ; 22)

i. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik dengan kemusyrikannya, atau


menyangsikan kekafiran mereka, bahkan membenarkan ajaran mereka.
j. Berkeyakinan bahwa petunjuk selain dari petunjuk yang datang dari
Rasulullah saw., lebih sempurna dan lebih baik. Meyakini ada suatu
hukum atau undang-undang yang lebih baik dibandingkan dengan syariat
Rasulullah saw., serta mengutamakan hokum thoghut (buatan manusia)
dibandingkan ketetapan Rasulullah saw..
k. Mengingkari Nabi Muhammad saw, sebagai Khotamul Anbiyaa wal
mursaliin serta meyakini ada Nabi setelah wafatnya Rasulullah saw.

24
AQIDAH & SYARI`AH

A. Pengertian Aqidah

Pengertian Menurut Bahasa (Etimologi) berasal dari kata “aqoda - ya’qidu –


‘uqdatan – wa ’aqidatan, yang berarti :

1. Ikatan (al-rabthu)
2. Janji (al-ahdu)
3. Keyakinan yang mantap (al-jazmu)

Sedangkan pengertian menurut Istilah (Terminologi), berarti perkara-perkara


yang dibenarkan oleh jiwa dan hati merasa tenang karenanya serta menjadi
suatu keyakinan bagi pemiliknya yang tidak dicampuri keraguan sedikitpun.

Dalam Islam aqidah identik dengan iman atau kepercayaan, sumbernya


adalah Al Qur’an dan As-Sunnah atau Hadist mutawattir ya’ni hadist yang
diriwayatkan oleh banyak orang yang tidak mungkin mereka sepakat untuk
berdusta dalam meriwayatkannya.

Menurut Sayyid Sabiq, pengertian aqidah itu tersusun dari enam perkara :

1. Ma’rifat kepada Allah, yaitu mengenal Allah dengan nama-nama-Nya


yang mulia dan sifat-sifat-Nya yang tinggi. Juga ma’rifat dengan bukti-bukti

25
wujud atau adaNya serta kenyataan sifat keagunganNya dalam alam
semesta atau di dunia ini.
2. Ma’rifat dengan alam yang ada dibalik alam semesta ini Yakni alam
yang tidak dapat dilihat. Demikian pula kekuatan-kekuatan kebaikan yang
terkandung didalamnya yakni yang berbentuk malaikat, juga kekuatan-
kekuatan jahat yang berbentuk iblis dan sekalian tentaranya dari golongan
syaithan. Selain itu pula ma’rifat dengan apa yang ada didalam alam yang
lain lagi seperti jin dan ruh.
3. Ma’rifat dengan kitab-kitab Allah Ta’ala yang diturunkan olehNya
kepada para rasul. Kepentingannya ialah dijadikan sebagai batas untuk
mengetahui antara yang hak dan yang bathil, yang baik dan yang jelek,
yang halal dan yang haram, juga antara yang bagus dan yang buruk.
4. ma’rifat dengan nabi-nabi serta rasul-rasul Allah Ta’ala yang dipilih
olehNya untuk menjadi pembimbing kearah petunjuk serta pemimpin
seluruh mahluk guna menuju kepada yang hak.
5. Ma’rifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disaat
itu seperti kebangkitan dari alam kubur (hidup lagi sesudah mati),
memperoleh balasan, pahala atau siksa, surga atau neraka.
6. Ma’rifat kepada takdir (qadha dan qadar) yang diatas landasannya
itulah berjalannya peraturan segala yang ada dialam semesta ini, baik
dalam penciptaan atau cara mengaturnya.

Inilah yang merupakan pengertian pokok dalam keimanan, yakni aqidah yang
menyatakan dan memberitahukan serta menyiarkannya itulah Allah Ta’ala
menurunkan kitab-kitab suci-Nya, mengutus semua rasul-rasul-Nya dan
dijadikan sebagai wasiat-Nya baik untuk golongan awwalin (orang-orang
dahulu) dan golongan akhirin (orang-orang belakangan).

Itulah aqidah yang merupakan kesatuan yang tidak akan berubah-ubah


karena pergantian zaman atau tempat tidak pula berganti-ganti karena
perbedaan golongan atau masyarakat. Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur-an
:
          
         
         
          

“ Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu:
Tegakkanlah agama* dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya
(jangan berselisih didalam melaksanakannya). Amat berat bagi orang-orang
musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).(QS. Asy Syura : 13)

*Yang dimaksud: agama di sini ialah meng-Esakan Allah s.w.t., beriman kepada-Nya, kitab-
kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan larangan-Nya.

Jelaslah dari ayat diatas itu bahwa agama yang disyari’atkan oleh Allah ta’ala
kepada kita itu adalah sebagaimana yang pernah diwasiatkan kepada Rasul-
rasul-Nya yang dahulu-dahulu, yakni agama yang merupakan pokok-pokok

26
aqidah dan tiang-tiang atau rukun-rukun keimanan. Jadi bukannya cabang-
cabangnya agama atau syari’at-syari’atnya yang berupa amalan. Sebabnya
ialah karena setiap umat itu tentu memiliki syari’at-syari’at amaliah yang
sesuai dengan keadaan mereka sendiri, hal Ihwal serta jalan fikiran serta
kerohanian mereka itu pula. Hal ini diterangkan dalam firman Allah Ta’ala
yang berbunyi :
       
          
         
         
        
        

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian* terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang
telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu**, Kami berikan
aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,(QS. Al Maa-idah : 48)

*Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang
diturunkan dalam Kitab-Kitab sebelumnya.
**Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.

 RUKUN IMAN

Sebagaimana kita ketahui bahwa rukun iman itu ada 6 perkara :

1. Iman Kepada Allah

Beriman kepada Allah merupakan dasar daripada dasar keimanan. Dari


ajaran Asas ini timbullah bagian-bagian atau rukun-rukun iman yang lain.
Bahwa beriman kepada wujud Allah adalah beriman kepada yang ghaib, dan
beiman kepada yang ghaib memerlukan dalil-dalilyang rasional untuk
membuktikan kebenaran keimanan itu. Dalam hal ini berbeda dengan
kepercayaan tentang adanya hal-hal yang empiris karena dapat dibuktikan
dengan sentuhan indra. Dalil-dalil tentang wujud Allah ada yang berdasarkan
akal (dalil aqli) dan ada juga yang berdasarkan wahyu (dalil naqli) yang
merupakan dalil yang lengkap bagi pengetahuan kita tentang Allah swt,..
Sebab, sesuatu yang ghaib pada dasarnya sangat sukar dapat diliputi oleh
akal manusia yang terbatas, dan karena itu hanya Allah swt., sendirilah yang
maha tahu akan diri-Nya.

Dalil-dalil rasional dalam berbagai bentuknya mengenai wujud Allah swt.,


telah pernah dibuat orang, terutama para filosof, dan ini merupakan warisan
yang sangat berharga bagi ummat beragama. Semua dalil itu menunjukkan

27
kesepakatan mereka bahwa Allah swt., itu wajib ada dan Dia adalah Maha
Pencipta dan Maha Pengendali alam semesta.

Al Qur-an sebagai sumber pokok ajaran Islam telah memberikan pedoman


kepada ummat Islam dalam mengenal Allah swt. Demikianlah pula
dikemukannya bukti-bukti yang pasti tentang kekuaasaan-Nya bersama
seluruh sifat keagungan-Nya. Bahwa Allah swt. Adalah Zat Yang Maha Suci,
suci dari pada sifat yang serupa dengan alam. Dia tidak dapat diserupakan
dalam bentuk apapun juga, Dia juga tidak bersatu dengan makhluq-Nya dan
tidak bertempat pada sesuatu benda yang dijadikan-Nya. Konsep Ketuhanan
menurut Al Qur-an berdasar atas firman Allah swt. :
            
    
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."(QS. Al
Ikhlash : 1-4)
            
          
     
“ Dialah Allah Tuhan kamu, tidak Tuhan melainkan Dia, Pencipta segala
sesuatu, karena itu sembahlah Dia oleh kamu dan Dialah yang menguasai
segala sesuatu. Dia tidak terlihat oleh pandangan mata, tetapi Dia sendiri
Maha Melihat dan Dialah Zat Yang Lemah Lembut lagi Maha Mengetahui.”
(QS. Al An `am : 102-103)

Pengetahuan manusia kepada Allah swt, adalah sejalan dengan sejarahnya


sendiri. Itulah pengetahuan yang pertama kali diterima oleh manusia pertama,
Adam as yang diajarkan oleh Penciptanya, yang kemudian dia ajarkan
kepada anak cucunya. Bahkan manusia telah menyatakan keimanannya
kepada Allah swt, sejak mereka berada di alam arwah. Firman Allah dalam Al
Qur-an :
         
          
       
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",(QS.
Al A`raf : 172)

Dalam sejarah kehidupan manusia, manusia jahiliyah juga mengenal Allah.


Mereka mengerti bahwa yang menciptakan alam semesta dan yang harus
disembah adalah Zat yang bernama Allah. Al Qur-an mengungkapkan
sebagaimana yang termaktub di dalam firman-Nya :
        
        
          


28
“ Katakanlah ! Siapakah yang memberi Rizki kepadamu dari langit dan bumi,
atau siapakah yang berkuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan,
dan siapakah yang megeluarkan yang hidup dari yang mati dan
mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur
segala urusan ? Maka mereka menjawab : “ Allah “. Maka katakanlah : “
Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya ? “.(QS. Yunus : 31)
       
  
“ Dan jika kamu tanya mereka itu (orang-orang jahiliyah), siapakah yang
menjadikan langit dan bumi, niscaya mereka menjawab, yang
menciptakannya ialah Tuhan Yang Maha Gagah lagi Maha Mengetahui “.
(QS. Az Zuhruf : 9)

Demikianlah pengakuan orang-orang jahiliyah ! Mengapa mereka


menyembah berhala-berhala di samping mengakui Allah sebagai Rabb
pencipta, penjaga dan pemelihara serta pemberi rizki seluruh makhluq
ciptaan-Nya ? Mereka menjawab bahwa berhala-berhala itu semata-mata
berfungsi sebagai perantara untuk mendekatkan mereka kepada Allah. Al
Qur-an mengungkapkan jawaban mereka dalam firman Allah swt. “
         
           
         
       
“ Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah".
Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru
selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepada-Ku,
Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau
jika Allah hendak memberi rahmat kepadaKu, Apakah mereka dapat
menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". kepada-Nyalah
bertawakkal orang-orang yang berserah diri.(QS. Az Zumar : 38)

Dalam kehidupan moderenpun akan kita jumpai hal-hal yang hakikatnya sama
dengan keadaan manusia jahiliyah. Menurut cara yang primitif masyarakat
jahiliyah menyembah patung-patung, pohon-pohon, gunung-gunung, sungai-
sungai dan sebagainya dengan dalih sebagai perantara. Sedangkan dalam
kehidupan masyarakat moderen cara tersebut nampak pada penghormatan-
penghormatan pada monumen-monumen, pusaka-pusaka, tongkat-tongkat
keramat dan sebagainya. Bahkan ada diantara sebagian mereka mengambil
dukun-dukun sebagai tempat konsultasi untuk menyelesaikan berbagai
masalah mereka dalam berbagai asfek dan persoalan baik pribadi, sosial,
politik, karir, dan kedudukan penting dalam negara dan pemerintahan. Yang
semua itu hakikatnya sama seperti keimanan masyarakat jahiliyah yang
hukumnya adalah syirik dan merupakan dosa yang paling besar disisi Allah
swt.

Masalah Iman kepada Allah adalah masalah yang paling azas dan yang
paling pokok. Alim ulam berkata, “Permulaan agama adalah mengenal
Allah.``. Firman Allah swt,. :
        

29
“ Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama
yang satu* dan aku adalah Tuhanmu, Maka sembahlah aku.(QS. Al Anbiyaa`
: 92)

*Maksudnya: sama dalam pokok-pokok kepercayaan dan pokok-pokok Syari'at.


Cara Beriman Kepada Allah

Orang yang tidak mengenal Allah adalah orang yang tidak mengenal dirinya.
Jika tidak mengenal dirinya, tentu ia tidak akan mengetahui hakikat mana
yang baik dan mana yang buruk bagi kehidupannya. Untuk itu sangatlah perlu
bagi kita untuk mengetahui cara mengimani Allah swt melalui dua macam,
yaitu :

1. Secara Ijmali /ringkas


2. Secara Tafshili/terperinci

Beriman kepada Allah swt. Secara ijmali artinya kita meyakini, bahwa Allah itu
tiada bandingan-Nya, yang memiliki segala sifat ke-Tuhanan dengan segala
sifat Keindahan, Keagungan dan Kesempurnaan-Nya. Maha Suci dari sifat-
sifat kekurangan, kelemahan, kerendahan, dan sebagainya.

Sedang beriman kepada Allah secara tafshili artinya, dengan satu persatu.
Yaitu mempercayai dan meyakini bahwa : Allah itu Ada, Allah itu Kekal, Allah
itu berlainan dengan sekalian makhluk, Allah Berdiri dengan sendiri-Nya, Allah
itu Maha Tunggal, Allah itu Maha Berkuasa, Allah itu Maha Berkehendak,
Allah itu Maha Mengetahui, Allah itu Maha Hidup, Allah itu Maha Mendengar,
Allah itu Maha Melihat, Allah itu Berkata-kata.

I. Beriman akan adanya Allah.

Mengimani adanya Allah ini bisa dibuktikan dengan :

 Bahwa manusia mempunyai fitrah mengimani adanya Tuhan.

Tanpa harus di dahului dengan berfikir dan sebelumnya. Fitrah ini tidak akan
berubah kecuali ada sesuatu pengaruh lain yang mengubah hatinya. Nabi
Shallahu’alaihi wa sallam bersabda :

”Tidaklah anak itu lahir melainkan dalam keadaan fitrah, kedua orangtuanya
lah yang menjadikan mereka Yahudi, Nashrani, atau Majusi.” (HR. Bukhori)

Bahwa makhluk tersebut tidak muncul begitu saja secara kebetulan, karena
segala sesuatu yang wujud pasti ada yang mewujudkan yang tidak lain adalah
Allah, Tuhan semesta alam. Allah berfirman,
        
”Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)?” (QS. Ath-Thur : 35)

Maksudnya, tidak mungkin mereka tercipta tanpa ada yang menciptakan dan
tidak mungkin mereka mampu menciptakan dirinya sendiri. Berarti mereka
pasti ada yang menciptakan, yaitu Allah yang maha suci. Lebih jelasnya kita
ambil contoh, seandainya ada orang yang memberitahu anda ada sebuah

30
istana yang sangat megah yang dikelilingi taman, terdapat sungai yang
mengalir di sekitarnya, di dalamnya penuh permadani, perhiasan dan
ornamen-ornamen indah. Lalu orang tersebut berkata kepada anda, istana
yang lengkap beserta isinya itu ada dengan sendirinya atau muncul begitu
saja tanpa ada yang membangunnya. Maka anda pasti segera mengingkari
dan tidak mempercayai cerita tersebut dan anda menganggap ucapannya itu
sebagai suatu kebodohan.Lalu apa mungkin alam semesta yang begitu luas
yang dilengkapi dengan bumi, langit, bintang, dan planet yang tertata rapi,
muncul dengan sendirinya atau muncul dengan tiba-tiba tanpa ada yang
menciptakan?

 Adannya kitab-kitab samawi

Yang membicarakan tentang adanya Allah. Demikian pula hukum serta aturan
dalam kitab-kitab tersebut yang mengatur kehidupan demi kemaslahatan dan
kebahagiaan manusia, ini menunjukkan bahwa kitab-kitab tersebut berasal
dari Tuhan Yang Maha Esa.

 Adanya orang-orang yang dikabulkan do’anya.

Ditolongnya orang-orang yang sedang mengalami kesulitan, ini menjadi bukti-


bukti kuat adanya Allah. Allah berfirman :
        
   
”Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan kami
memperkenankan doanya, lalu kami selamatkan dia beserta keluarganya dari
bencana yang besar.” (QS. Al-Anbiya’: 76)

 Adanya tanda-tanda kenabian seorang utusan

Yang disebut mukjizat adalah suatu bukti kuat adanya Dzat yang mengutus
mereka yang tidak lain Dia adalah Allah Azza wa Jalla.

Misalnya: Mukjizat Nabi Musa ’Alahissalam. Tatkala belau diperintah


memukulkan tongkatnya ke laut sehingga terbelahlah lautan tersebut menjadi
dua belas jalan yang kering dan air di antara jalan-jalan tersebut laksana
gunung. Firman Allah,
        
    
”Lalu kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”.
Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang
besar” (QS. Asy-Syu’ara’: 63)

Contoh lain adalah mukjizat yang diberikan kepada Nabi Isa ’Alaihis
salam yang berupa burung yang terbuat dari tanah, kemudian meniupnya
dengan izin Allah dapat hidup dan terbang menjadi burung yang sebenarnya,
menyembuhkan orang buta sejak lahirnya dan orang yang berpenyakit
sopak/kusta (sejenis penyakit kulit), menghidupkan orang mati dan
mengeluarkan dari kuburannya atas izin Allah. Allah berfirman :
          
         

31
       
       
“Sesungguhnya Aku Telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu
tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu Aku membuat untuk kamu dari tanah
berbentuk burung; Kemudian Aku meniupnya, Maka ia menjadi seekor burung
dengan seizin Allah; dan Aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari
lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan Aku menghidupkan orang
mati dengan seizin Allah; dan Aku kabarkan kepadamu apa yang kamu
makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. ” (QS. Ali Imran: 49)

II. Mengimani sifat rububiyah Allah (Tauhid Rububiyah)

Yaitu mengimani sepenuhnya bahwa Allah-lah memberi rizki, menolong,


menghidupkan, mematikan dan bahwasanya Dia itu adalah Zat Pencipta alam
semesta, Raja dan Penguasa segala sesuatu.

III. Mengimani sifat uluhiyah Allah (Tauhid Uluhiyah)

Yaitu mengimani hanya Dia lah sesembahan yang tidak ada sekutu bagi-Nya,
mengesakan Allah melalui segala ibadah yang memang disyariatkan dan
diperintahkan-Nya dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun
baik malaikat, nabi, wali maupun yang lainnya.

Tauhid rububiyah saja tanpa adanya tauhid uluhiyah belum bisa dikatakan
beriman kepada Allah karena kaum musyrikin pada zaman
Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam juga mengaku mengimani tauhid
rububiyah saja tanpa mengimani tauhid uluhiyah, mereka mengakui bahwa
Allah yang memberi rizki dan mengatur segala urusan tetapi mereka juga
menyembah sesembahan selain Allah. firman Allah :
        
        
          

“Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rizki kepadamu, dari langit dan bumi,
atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang
mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala
urusan.’ Maka, mereka men-jawab: ‘Allah.’ Maka, katakanlah: ‘Mengapa
kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?’ (QS. Yunus : 31)

       


“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan
dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan
lain ).” (QS. Yusuf : 106)

IV. Mengimani Asma’ dan Sifat Allah swt

Yaitu menetapkan apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya telah tetapkan atas diri-
Nya baik itu yang berkenaan dengan nama-nama Allah maupun sifat-sifat-
Nya, tanpa takhriif, ta’thiil, tanpa takyiif, dan tanpa tamtsiil serta tasybih.

32
Takhriif (‫) تخريف‬
.
Tahriif secara bahasa ialah merubah Adapun menurut istilah ialah merubah nash dari segi lafazh atau
maknanya. Perubahan pada lafazh yang disertai merubah maknanya dan terkadang tidak merubah
maknanya, sehingga terbagi menjadi tiga jenis :

a. Takhriif pada Lafazh sekaligus merubah makna ; Sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang
terhadap firman Allah ta’ala :
‫َو َك َّلَم ُهَّللا ُموَس ٰى َتْك ِليًما‬
“Dan Allah telah berbicara dengan langsung” (QS. An Nisaa` : 164)

Mereka me-nashab-kan (fat-hah) [ ‫ ]َو َك َّلَم َهَّللا‬lafazh Allah agar yang berbicara adalah Musa.
b. Takhriif pada lafazh tanpa disertai perubahan makna; Seperi mem-fathah-kan huruf dal pada
firman Allah ta’ala:
‫اْلَح ْم ُد ِهّلل َر ِّب اْلَع اَلِميَن‬
“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam” (QS. Al-Fatihah: 2)

Hal ini pada umumnya tidak terjadi kecuali dari seorang yang bodoh, karena pada dasarnya
mengandung maksud atau tujuan yang buruk dari pelakunya.
c. Takhriif Ma’nawi
Yaitu menyimpangkan sebuah lafazh dari zhahirnya tanpa disertai dalil, seperti tahrif makna “Kedua
tangan” yang disandarkan kepada Allah ta’ala menjadi “kekuatan”, “nikmat” dan sejenisnya.

Ta’thiil (‫) تعطيل‬.

Ta’thil menurut arti bahasa ialah mengosongkan. Adapun menurut istilah ialah mengingkari apa yang
wajib ditetapkan untuk Allah dari asma’ dan shifat-Nya atau mengingkari sebagiannya saja, sehingga
ta’thil terbagi menjadi dua jenis :

a. Ta’thiil Keseluruhan
Sebagaimana ta’thil yang dilakukan sekte sesat Jahmiyyah yang mengingkari semua shifat Allah
dan bahkan sekte ekstrim mereka mengingkari nama-nama (asma’) Allah pula.
b. Ta’thiil Sebagian
Sebagaimana ta’thil yang dilakukan oleh Asy’ariyyah yang mengingkari sebagian shifat saja.
Orang pertama yang dikenal melakukan ta’thil dari ummat ini adalah Ja’d bin Dirham.

Takyiif (‫) تكيف‬


.
Takyiif adalah menjabarkan cara atau bentuk shifat Allah, seperti perkataaan seseorang ; “Seperti apa
bentuk tangan Allah?”, atau “Bagaimana cara Allah turun ke langit dunia?”, caranya adalah begini dan
begitu.

Tamtsiil (‫ ) تمثيل‬dan Tasybiih (‫)تشبيه‬.

Tamtsiil adalah menetapkan sesuatu serupa dengan sesuatu yang lainnya. Tasybiih adalah
menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain.

Tamtsiil mengandung persamaan dari segala segi dan Tasybiih mengandung persamaan pada
sebagian besar shifat. Keduanya itu terkait satu sama lainnya, adapun perbedaan antara keduanya
dengan Takyiif dari dua sisi :

a. Takyiif ialah mengilustrasikan kaifiyah (bagaimananya) secara umum maupun khusus dan
menyamakannya dengan sesuatu yang lain. Tamtsiil & Tasybiih menunjukkan bentuk atau cara
yang dipersempit dengan menyamakannya atau menyerupakannya dengan sesuatu. Di sini takyiif
bersifat umum, karena setiap pelaku tamtsiil di saat yang sama melakukan takyiif pula, bukan
sebaliknya.
b. Takyiif Khusus pada masalah shifat, adapun Tamtsiil terjadi pada masalah ukuran (kadar), shifat
dan dzat.Di sini tamtsiil menjadi lebih umum, karena berkaitan dengan dzat, sifat dan ukuran.

Adapun Tasybiih yang telah menyesatkan sebagian orang terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Menyerupakan makhluk dengan Khaliq (Pencipta)


Maksudnya ialah menetapkan bagi makhluk sesuatu yang khusus dimiliki Allah berupa perbuatan,
hak, dan shifat.

a. Seperti perbuatan orang yang melakukan kesyirikan dalam tauhid Rububiyah yang menyangka ada
pencipta lain bersama Allah.

33
b. Seperti perbuatan kaum musyrikin terhadap berhala-berhala mereka, yang mana mereka
menganggap berhala-berhala itu memiliki hak untuk diibadahi sehingga mereka menyembahnya
seperti menyembah Allah ta’ala.
c. Seperti perbuatan orang-orang yang berlebihan dalam memuji Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
atau lainnya. Seperti perkataan Al-Mutanabbi ketika memuji Abdullah bin Yahya Al-Bahturi :

“Maka jadilah seperi yang engkau kehendaki, wahai yang tiada sesuatu pun yang menyamainya.”

Jadilah bagaimanapun yang engkau kehendaki, karena tak ada satu makhluk pun yang
menyamaimu.

2. Menyerupakan Khaliq (Pencipta) dengan makhluk.


Maksudnya ialah menetapkan bagi Allah dalam dzat-Nya atau Shifat-Nya berupa kekhususan-
kekhususan seperti yang dimiliki makhluk. Seperti perkataan seseorang bahwa tangan Allah seperti
tangan para makhluk dan bersemayam-Nya di atas Arsy-Nya seperti bersemayamnya makhluk dan
perkataan-perkataan serupa lainnya.
Ada yang berkata: bahwa yang pertama kali dikenal melakukan hal ini adalah Hisyam bin Hakam,
seorang Rafidhah. Wallahu a’lam

Dua Prinsip dalam meyakini sifat Allah Subhanahu wa ta’ala,

 Allah Subhanahu wa ta’ala wajib disucikan dari semua sifat-sifat


kekurangan secara muthlak, seperti ngantuk, tidur, lemah, bodoh, mati,
dan lainnya.
 Allah mempunyai nama dan sifat yang sempurna yang tidak ada
kekurangan sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang
menyamai Sifat-Sifat Allah.

Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata : “ Di dalam Al Qu`an disebutkan " ‫يد‬
‫( " هللا‬Tangan Allah) memiliki tangan, "‫"وجه هللا‬, (Wajah Allah), dan lainnya.
Maka apa yang disebutkan oleh Allah swt., tentang wajah, tangan dan diri
menunjukkan bahwa Allah swt., mempunyai sifat yang tidak boleh direka-reka
bentuknya oleh manusia. Beliau juga berkata : “Allah tidak serupa dengan
makhluk-Nya, dan makhluk-Nya juga tidak serupa dengan Allah swt.. Allah
swt., itu tetap akan selalu memiliki nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Allah swt.,
berfirman :
       
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.” (QS. Asy-Syuura’ : 11)

Iman kepada Allah `Azza wa Jall merupakan pokok keimanan yang menjiwai
seluruh rukun iman lainnya yakni suatu kepercayaan yang mantap dan
kepercayaan itu menyebabkan orang tersebut melakukan kehidupannya
sesuai dengan keimanannya itu. Keimanan seseorang tidak dapat diketahui
dari kepercayaan dan ucapannya saja, keimanan seseorang dapat diketahui
dari perbuatannya dalam menjalani hidup. Karena itu dalam sejumlah ayat al
Qur’an disebutkan bahwa kata iman senantiasa diikuti dengan “amal shalih”.
Dari perilaku tersebut sebatas manusia dapat mengenali bagaiman kualitas
iman seseorang yang jelas berbeda dengan ukuran Allah Yang Maha Tahu.

Adapun keenam rukun iman yaitu iman kepada Allah, iman kepada malaikat,
iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada para rasul, iman kepada hari
akhir, dan iman kepada qadlha’ dan qadar merupakan landasan atau fondasi
bagi orang yang menyatakan dirinya sebagai muslim beserta
konsekwensinya. Dari landasan kepercayaan yang kokoh sesuai dengan
petunjuk Allah ini seseorang disebut memiliki aqidah. Aqidah merupakan
keyakinan yang keluar dari interpretasi ajaran yang dipastikan kebenarannya

34
(berdasarkan wahyu). Dari aqidah inilah dibangun syari’ah dan etika moral
yang menjadikan kesempurnaan hidup manusia sebagai hamba Allah yang
mampu melakukan hubungan vertikal dengan benar dan baik kepada Dzat
Yang Maha Sempurna, dan melakukan hubungan baik dengan sesama
manusia.

Sifat-sifat Allah

Untuk mengantarkan seseorang tidak terkecuali dia sebagai pendidik dan


tenaga kependidikan yang berperan sebagai uswah hasanah (contoh yang
baik) bagi anak didiknya, Islam mengajarkan agar memahami, menghayati
dan melakukan kebaikan yang bersumber dari sifat-sifat Allah dengan cara
yang sesuai dengan batas-batas kemanusiaannya. Misalnya :

I. Sifat Nafsiyah (Sifat Kepribadian):

Yaitu sifat yang berhubungan dengan Zat Allah swt,. Maksudnya sesuatu
yang tidak bisa diterima oleh akal jika Allah tidak disifatkan dengan sifat ini.
Atau bisa juga dikatakan sifat wujubul wujud, Allah wajib ada, dan sifat ini
untuk menentukan adanya Allah swt,. Sedangkan keberadaan alam ini, atau
adanya setiap makhluk ada yang membuatnya (Khalik) yaitu Allah swt,..
Adapun yang tergolong sifat ini hanya satu yaitu sifat :

1. Sifat Wujud, artinya Ada, maka Mustahil bersifat `Adam artinya tidak ada.
Allah Taala itu ada. Mustahil Allah itu tiada.

II. Sifat Salbiyah :

Sifat yang menolak yang tidak layak bagi Allah swt., atau sifat yang digunakan
untuk meniadakan sesuatu yang tidak layak bagi Allah swt., dan dengan sifat
ini meniadakan sebaliknya, hukum kausalitas (hukum sebab akibat), Sifat
Salbiyah ini ada lima, yaitu Sifat Qidam (Lebih dahulu), Baqa’ (Kekal),
Mukhalafatu Lil Hawaditsi (berbeda dengan Makhluk-Nya), Qiyamuhu
binafsihi (berdiri sendiri), Wahdaniyah (Esa).

1. Sifat Qidam artinya : Sedia/terdahulu/tidak ada permulaanya, Mustahil:


bersifat Huduts artinya : Baharu

Allah Taala itu sedia/terdahulu, tidak ada permulaanya. Mustahil Allah itu
didahului oleh ‘Adam (Tiada), maupun Huduts (ada permulaanya).

2. Sifat Baqa’ artinya Kekal. Mustahil bersifat : Fana` artinya : Binasa

Allah itu wajib bersifat kekal dan mustahil bagi Allah dikatakan fana
(binasa)

3. Sifat Mukhalafah Lilhawaditsi artinya : Tidak sama dengan yang baru dan
mustahil bersifat : Mumatsilatu Lilhawaaditsi artinya Sama (Serupa)
dengan yang baharu

Allah itu tidak mempunyai sifat-sifat yang baru yakni dijadikan dan
dihancurkan. Mustahil bersamaan dengan yang baru.

35
4. Sifat Qiyamuhu Binafsihi artinya : Berdiri dengan dirinya sendiri dan
mustahil bersifat Ihtiyaj Ila Mahal Wa Mukhashshash artinya memerlukan
kepada tempat tertentu.
Allah Taala itu berdiri sendiri. Mustahil tidak berdiri dengan dirinya sendiri
atau berdiri pada lainnya dan berdirinya tidak memerlukan tempat tertentu

5. Sifat Wahdaniyah artinya : Esa dan mustahil bersifat : Ta’addud artinya


bebilang-bilang

Allah itu Maha Esa Dzat-Nya , Esa Sifat-Nya dan Esa juga Perangai-Nya.
Mustahil ia mempunyai Dzat, Sifat dan Perangai yang berbilang-bilang.

III. Sifat Ma`ani

Sifat yang diwajibkan bagi zat Allah suatu hukum atau sifat yang memastikan
yang disifati itu bersifat dengan sifat tersebut ada pada Dzat Allah. Sifat ini
terdiri dari tujuh sifat yaitu, Qudrat (Maha Berkuasa), Iradah (Maha
Berkehendak), Ilmu (Maha Mengetahui), Hayat (Maha Hidup), Sama’ (Maha
Mendengar), dan Bashar (Maha Melihat).

1. Sifat Qudrat artinya : Kuasa dan mustahil : bersifa ’Ajz artinya : Lemah

Alah Taala itu Maha Berkuasa, apapun bisa dilakukannya. Mustahil Allah
itu lemah atau tidak berkuasa.

2. Sifat Iradat artinya : Menentukan dan mustahil bersifat : Karahah artinya :


Terpaksa

Allah itu Menentukan segala-galanya, semua terjadi dengan ketentuan


Allah, Mustahil Allah Taala itu terpaksa dan dipaksa menentukan segala
galanya

3. Sifat ’Ilim artinya : Mengetahui dan mustahil bersifat : Jahil artinya : Bodoh

Allah Taala itu teramat sangat mengetahui segala-galanya. Mustahil Allah


tidak mengetahu atau bodoh.

4. Sifat Hayat artinya : Hidup dan mustahil bersifat : Maut artinya : Mati

Allah Taala itu sentiasa hidup yakni sentiasa ada. Mustahil Allah Taala itu
bisa mati, dianiyaya atau dibunuh.

5. Sama’ artinya : Mendengar dan mustahil bersifat : Shamam artinya : Tuli

Allah Taala itu mendengar. Mustahil Allah tuli atau tidak mendengar.

6. Sifat Bashar artinya : Melihat dan mustahil bersifat : ’Ama artinya : Buta

Allah Taala itu sentiasa melihat. Mustahil Allah Taala itu buta.

7. Sifat Kalam artinya : Berkata-kata dan mustahil bersifat : Bakam artinya :


Bisu
36
Allah Taala itu berkata-kata atau berbicara. Mustahil Allah Taala itu tidak
berbicara atau bisu.

IV. Sifat Ma’nawiyah :

Ma`nawiyah adalah sifat Allah yang dilazimkan atau tidak bisa dipisahkan
dengan Sifat Ma’ani. Sifat Ma’nawiyah sifat yang mulazimah atau menjadi
akibat dari sifat ma’ani, sifat yang bergantung dan berhubungan dengan sifat
ma’ani. Tiap-tiap ma’ani tentu ada sifat ma’nawiyah, yakni kelanjutan daripada
sifat ma’ani dan bukan merupakan sifat tersendiri. Sifat ma’nawiyah ada tujuh
yaitu : Kaunuh Qadiran (Maha Kuasa), kaunuh Muridan (Maha Berkehendak),
Kaunuhu Aliman (Maha Mengetahui), Kaunuhu Hayyan (Maha Hidup),
Kaunuh Sami-’an (Maha Mendengar), Kaunuhu Bashiran (Maha Melihat), dan
Kaunuhu Mutakalliman (Maha berfirman).

1. Sifat Kaunuhu Qodiran artinya : Keberadaan Allah Maha Kuasa dan


mustahil bersifat : Kaunuhu ’Ajizan artinya : Keberadaan Allah lemah (tidak
berkuasa)

Allah Taala keberadaanya amat berkuasa sifatnya. Mustahil bagi Allah


memiliki sifat lemah atau tidak berkuasa.

2. Sifat Kaunuhu Muridan artinya : Menentukan dan mustahil bersifat :


Kaunuhu Mukrahan artinya : Terpaksa

Allah Taala itu berkuasa menentukan apa yang dikehendakinya. Mustahil


sifatnya terpaksa atau dipaksa

3. Sifat Kaunuhu ‘Aliman artinya : Maha Mengetahui dan mustahil bersifat :


Kaunuhu Jahilan artinya : Bodoh

Allah Taala itu maha mengetahui. Mustahil Allah Taala itu jahil/bodoh atau
tidak mengetahui.

4. Sifat Kaunuhu Hayyan artinya : Hidup dan mustahil bersifat : Kaunuhu


Mayyitan artinya : binasa

Allah Taala itu Maha Hidup dan menghidupkan alam ini. Mustahil Allah itu
bisa mati atau dibunuh.

5. Sifat Kaunuhu Sami’an artinya : Mendengar dan mustahil bersifat :


Kaunuhu Ashamma artinya : Tuli

Allah Taala itu maha mendengar. Mustahil jika Allah Taala tidak
mendengar atau tuli.

6. Sifat Kaunuhu Bashiran artinya : Melihat dan mustahil bersifat : Kaunuhu


A’ma artinya: Buta

Allah Taala itu melihat semua kejadian di muka bumi. Mustahil jika sifat
Allah itu tidak melihat atau buta.

37
7. Sifat Kaunuhu Mutakalliman artinya : Maha Berkata-kata dan mustahil
bersifat Kaunuhu Abkama artinya : Bisu

Allah Taala itu berkata-kata. Mustahil jika Allah Ta’ala bisu atau tidak bisa
berkata-kata.

Sifat Jaiz bagi Allah

Selain memiliki Sifat Wajib dan Mustahil, Allah swt. juga memiliki sifat jaiz.
Menurut bahasa jaiz artinya boleh, maka sifat jaiz boleh ada dan boleh tidak
ada pada Allah swt.

Sifat Jaiz bagi Allah swt., hanya ada satu, yaitu : ( ‫ “ (كّل ممكن اوتركهفعل‬Fi'lu
Kulli Mumkinin Au Tarkuhu.” yang berarti menjadikan sesuatu yang mungkin
terjadi atau meninggalkannya (tidak menjadikannya). Maksudnya bahwa Allah
berwenang untuk menciptakan dan berbuat sesuatu sesuai kehendak-Nya,
atau tidak menciptakan dan berbuat sesuatu sesuai kehendak-Nya.

Melalui pemahaman terhadap sifat-sifat Allah, kita dapat megambil hikmah


antara lain sebagai berikut :

 Pertama, menghiasi diri dengan sifat-sifat yang baik sebatas


kemanusiaannya, sebab manusia dengan keterbatasannya berusaha
untuk melakukan yang terbaik sesuai dengan petunjuk Allah SWT;
 Kedua, menumbuhkan rasa kagum, iman dan taqwa kepada Allah SWT.,
melalui sifat-sifat-Nya Yang Agung, dengan demikian kita merasa sebagai
makhluk kecil, lemah, tidak berdaya, hanya Allah Yang Maha Besar dan
Maha Segalanya;
 Ketiga, menempatkan diri sebagai hamba Allah yang taat dan senantiasa
berbuat baik, sebab Allah SWT., menyediakan balasan bagi siapa saja
yang taat dengan balasan tertentu maupun yang ma’shiat kepada-Nya
akan mendapat adzab-Nya;
 Keempat, menumbuhkan rasa kasih sayang, menghormati sesama, jujur,
pemaaf, tawakal, qana’ah, optimis, kreatif dan bertanggung jawab
sehingga sikap dan perilaku kita akan terkontrol dengan baik;
 Kelima, mengingat Allah SWT., kapan dan di mana saja kita berada.

Asma`ul Husna

Kebaikan dan kasih sayang Allah swt., tersebut tergambar pada seluruh Al-
Asma’ul Husna. Rasulullah saw., menjelaskan bahwa Al-Asma’ul Husna
(nama-nama yang baik) ada 99 nama, sebagaimana yang beliau saw.,
sabdakan :

)‫اّن هلل تسعة وتسعين اسما مائة اال واحدا من احصاها دخل الجنة (رواه البخاري ومسلم‬

“ Seseungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, yaitu


seratus kurang satu, barangsiapa menghitungnya, niscaya ia masuk surga.
(H.R. Bukhari dan Muslim)

Jumlahnya 99, sebagaimana diterangkan dalam hadits berikut: Dari

38
sembilan puluh sembilan nama tersebut semuanya menjelaskan dan
menggambarkan betapa baiknya dan sempurnannya Allah swt., tersebut. Al-
Asma’ul Husna hanya milik Allah SWT. Manusia sebagai makhluk ciptaan-
Nya hanya dapat memahami, mempelajari dan meniru kandungan makna dari
nama-nama yang baik tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
diucapkan ketika berdzikir atau berdoa. Ketika berdoa, nama-nama dalam Al-
Asma’ul Husna kita baca dan kita pilih sesuai dengan permintaan kita.
Misalnya kita mohon diberi sifat kasih sayang, maka bacalah Ar-Rahman,
artinya Maha Pengasih. Bila kita mohon petunjuk, maka yang kita baca adalah
Al-HAdi, yang berarti Maha Pemberi Petunjuk, dan demikian selanjutnya
dengan nama-nama yang lain. Al Asma ul Husna adalah nama-nama baik
milik Allah yang mengandung makna sangat dalam jika kita mampu
menggalinya pada setiap nama tersebut. Disebutkan dalam ayat al Qur’an :

        


      
“Hanya milik Allah Al-Asma’ul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut Al-Asma’ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya.nanti
mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS. Al A’raaf : 180)

Ayat tersebut mengandung beberapa maksud sebagai berikut :

a. Allah pemilik nama-nama yang baik.


b. Sumber kebaikan yang tak tertandingi dan terbantahkan.
c. Memohon kepada Allah melalui nama-namaNya Yang Baik.
d. Larangan menyebut nama-nama lain yang menyesatkan keimanan dan
kebenaran.
e. Balasan baik bagi orang yang menyebut, mengingat, berdoa dengan
namaNya disertai dengan iman, dan sebaliknya bagi orang yang
mengingkari akan mendapatkan balasan atas perbuatannya.

Daftar 99 Asmaul Husna atau Nama-Nama yang Baik itu adalah sebagai
berikut :

No Nama Arab Indonesia


.
Allah ‫هللا‬ Allah
1 Ar Rahman ‫الرحمن‬ Yang Maha Pengasih
2 Ar Rahiim ‫الرحيم‬ Yang Maha Penyayang
3 Al Malik ‫الملك‬ Yang Maha Merajai/Memerintah
4 Al Quddus ‫القدوس‬ Yang Maha Suci
5 As Salaam ‫السالم‬ Yang Maha Memberi Kesejahteraan

39
6 Al Mu`min ‫المؤمن‬ Yang Maha Memberi Keamanan
7 Al Muhaimin ‫المهيمن‬ Yang Maha Pemelihara
8 Al `Aziiz ‫العزيز‬ Yang Maha Perkasa
9 Al Jabbar ‫الجبار‬ Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
10 Al Mutakabbir ‫المتكبر‬ Yang Maha Megah, Yang Memiliki
Kebesaran
11 Al Khaliq ‫الخالق‬ Yang Maha Pencipta
12 Al Baari` ‫البارئ‬ Yang Maha Melepaskan (Membuat,
Membentuk, Menyeimbangkan)
13 Al Mushawwir ‫المصور‬ Yang Maha Membentuk Rupa (makhluk-
Nya)
14 Al Ghaffaar ‫الغفار‬ Yang Maha Pengampun
15 Al Qahhaar ‫القهار‬ Yang Maha Memaksa
16 Al Wahhaab ‫الوهاب‬ Yang Maha Pemberi Karunia
17 Ar Razzaaq ‫الرزاق‬ Yang Maha Pemberi Rezeki
18 Al Fattaah ‫الفتاح‬ Yang Maha Pembuka Rahmat
19 Al `Aliim ‫العليم‬ Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20 Al Qaabidh ‫القابض‬ Yang Maha Menyempitkan (makhluk-
Nya)
21 Al Baasith ‫الباسط‬ Yang Maha Melapangkan (makhluk-Nya)
22 Al Khaafidh ‫الخافض‬ Yang Maha Merendahkan (makhluk-Nya)
23 Ar Raafi` ‫الرافع‬ Yang Maha Meninggikan (makhluk-Nya)
24 Al Mu`izz ‫المعز‬ Yang Maha Memuliakan (makhluk-Nya)
25 Al Mudzil ‫المذل‬ Yang Maha Menghinakan (makhluk-Nya)
26 Al Samii` ‫السميع‬ Yang Maha Mendengar
27 Al Bashiir ‫البصير‬ Yang Maha Melihat
28 Al Hakam ‫الحكم‬ Yang Maha Menetapkan
29 Al `Adl ‫العدل‬ Yang Maha Adil
30 Al Lathiif ‫اللطيف‬ Yang Maha Lembut
31 Al Khabiir ‫الخبير‬ Yang Maha Mengenal
32 Al Haliim ‫الحليم‬ Yang Maha Penyantun
33 Al `Azhiim ‫العظيم‬ Yang Maha Agung
34 Al Ghafuur ‫الغفور‬ Yang Maha Pengampun
35 As Syakuur ‫الشكور‬ Yang Maha Pembalas Budi
(Menghargai)

40
36 Al `Aliy ‫العلى‬ Yang Maha Tinggi
37 Al Kabiir ‫الكبير‬ Yang Maha Besar
38 Al Hafizh ‫الحفيظ‬ Yang Maha Memelihara
39 Al Muqiit ‫المقيت‬ Yang Maha Pemberi Kecukupan
40 Al Hasiib ‫الحسيب‬ Yang Maha Membuat Perhitungan
41 Al Jaliil ‫الجليل‬ Yang Maha Mulia
42 Al Kariim ‫الكريم‬ Yang Maha Mulia
43 Ar Raqiib ‫الرقيب‬ Yang Maha Mengawasi
44 Al Mujiib ‫المجيب‬ Yang Maha Mengabulkan
45 Al Waasi` ‫الواسع‬ Yang Maha Luas
46 Al Hakiim ‫الحكيم‬ Yang Maha Maka Bijaksana
47 Al Waduud ‫الودود‬ Yang Maha Mengasihi
48 Al Majiid ‫المجيد‬ Yang Maha Mulia
49 Al Baa`its ‫الباعث‬ Yang Maha Membangkitkan
50 As Syahiid ‫الشهيد‬ Yang Maha Menyaksikan
51 Al Haqq ‫الحق‬ Yang Maha Benar
52 Al Wakiil ‫الوكيل‬ Yang Maha Memelihara
53 Al Qawiyyu ‫القوى‬ Yang Maha Kuat
54 Al Matiin ‫المتين‬ Yang Maha Kokoh
55 Al Waliyy ‫الولى‬ Yang Maha Melindungi
56 Al Hamiid ‫الحميد‬ Yang Maha Terpuji
57 Al Muhshii ‫المحصى‬ Yang Maha Mengkalkulasi
58 Al Mubdi` ‫المبدئ‬ Yang Maha Memulai
59 Al Mu`iid ‫المعيد‬ Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60 Al Muhyii ‫المحيى‬ Yang Maha Menghidupkan
61 Al Mumiitu ‫المميت‬ Yang Maha Mematikan
62 Al Hayyu ‫الحي‬ Yang Maha Hidup
63 Al Qayyuum ‫القيوم‬ Yang Maha Mandiri
64 Al Waajid ‫الواجد‬ Yang Maha Penemu
65 Al Maajid ‫الماجد‬ Yang Maha Mulia
66 Al Wahiid ‫الواحد‬ Yang Maha Tunggal
67 Al Ahad ‫االحد‬ Yang Maha Esa
68 As Shamad ‫الصمد‬ Yang Maha Dibutuhkan, Tempat

41
Meminta
69 Al Qaadir ‫القادر‬ Yang Maha Menentukan, Maha
Menyeimbangkan
70 Al Muqtadir ‫المقتدر‬ Yang Maha Berkuasa
71 Al Muqaddim ‫المقدم‬ Yang Maha Mendahulukan
72 Al Mu`akkhir ‫المؤخر‬ Yang Maha Mengakhirkan
73 Al Awwal ‫األول‬ Yang Maha Awal
74 Al Aakhir ‫األخر‬ Yang Maha Akhir
75 Az Zhaahir ‫الظاهر‬ Yang Maha Nyata
76 Al Baathin ‫الباطن‬ Yang Maha Ghaib
77 Al Waali ‫الوالي‬ Yang Maha Memerintah
78 Al Muta`aalii ‫المتعالي‬ Yang Maha Tinggi
79 Al Barri ‫البر‬ Yang Maha Penderma
80 At Tawwaab ‫التواب‬ Yang Maha Penerima Tobat
81 Al Muntaqim ‫المنتقم‬ Yang Maha Pemberi Balasan
82 Al Afuww ‫العفو‬ Yang Maha Pemaaf
83 Ar Ra`uuf ‫الرؤوف‬ Yang Maha Pengasuh
84 Malikul Mulk ‫مالك الملك‬ Yang Maha Penguasa Kerajaan
85 Dzul Jalaali ‫ ذو الجالل و‬Yang Maha Pemilik Kebesaran dan
Wal Ikraam ‫اإلكرام‬ Kemuliaan

86 Al Muqsith ‫المقسط‬ Yang Maha Pemberi Keadilan


87 Al Jamii` ‫الجامع‬ Yang Maha Mengumpulkan
88 Al Ghaniyy ‫الغنى‬ Yang Maha Kaya
89 Al Mughnii ‫المغنى‬ Yang Maha Pemberi Kekayaan
90 Al Maani ‫المانع‬ Yang Maha Mencegah
91 Ad Dhaar ‫الضار‬ Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92 An Nafii` ‫النافع‬ Yang Maha Memberi Manfaat
93 An Nuur ‫النور‬ Yang Maha Bercahaya (Memberi
Cahaya)
94 Al Haadii ‫الهادئ‬ Yang Maha Pemberi Petunjuk
95 Al Baadii ‫البديع‬ Yang Indah Tidak Mempunyai Banding
96 Al Baaqii ‫الباقي‬ Yang Maha Kekal
97 Al Waarits ‫الوارث‬ Yang Maha Pewaris
98 Ar Rasyiid ‫الرشيد‬ Yang Maha Pandai

42
99 As Shabuur ‫الصبور‬ Yang Maha Sabar

2. Iman Kepada Para Malaikat Allah

Beriman kepada malaikat-malaikat Allah merupakan rukun ke II dari rukun


iman yang harus kita imani dan yakini, bahwa malaikat adalah salah satu
makhluk ciptaan Allah Ta`ala yang dijadikan Allah swt., sebagai pesuruh-Nya
yang senantiasa selalu ta`at dalam menjalankan segala perintah yang telah
diwajibkan kepadanya. Malaikat diciptakan Allah swt., dari badan yang halus (
‫)جسم الّلطيف‬, dengan tidak berayah, tidak beribu, tidak berjenis kelamin, dan
tidak memiliki hawa nafsu tetapi hanya memiliki akal. Oleh sebab itu mereka
tidak pernah mendurhakai Allah swt., dari sejak diciptakannya sampai hari
kiamat. Mereka memenuhi langit dan bumi dan tidak memerlukan tempat
khusus sebagaimana makhluk-makhluk lainnya, sebab diciptakan Allah swt.,
dari nur (cahaya) dan jumlah mereka teramat sangat banyak hanya Allah
sajalah yang mengetahui jumlahnya. Adapun yang wajib kita ketahui ada
sepuluh malaikat, yaitu :

a. Malaikat Jibril, bertugas menyampaikan wahyu kepada para nabi dan


rasul.
b. Malaikat Mikail, bertugas menyampaikan rezeki kepada makhluk hidup,
termasuk juga menurunkan hujan dan angin.
c. Malaikat Isrofil, bertugas meniupkan terompet yang sangat besar (nafakh),
terompet tersebut ditiupkan dua kali jika telah tiba waktunya; tiupan
pertama mematikan seluruh makhluk dan menghancurkan alam ini, dan
tiupkan kedua menghidupkan segala yang telah mati.
d. Malaikat izroil, bertugas mencabut roh (nyawa). Karena tugasnya
mencabut nyawa, maka malaikat Izrail disebut juga Malaikat Maut.
e. Malaikat raqib, bertugas mencatat amal baik dari bangsa jin dan manusia.
f. Malaikat Atid, bertugas mencatat amal buruk dari bansa jin dan manusia
g. Malaikat Munkar,
h. Malaikat Nakir, kedua malaikat ini bertugas sebagai penanya perbuatan
baik dan buruk manusia di dalam kubur.
i. Malaikat Malik, bertugas sebagai penjaga neraka
j. Malaikat Ridwan, bertugas sebagai penjaga surga

3. Iman Kepada Kitab-kitab yang diturunkan Allah swt.

Beriman kepada kitab-kitab Allah bermakna mengimani dan meyakini akan


semua kitab yang diwahyukan dan diturunkan Allah swt., kepada rasul-Nya itu
banyak dan hanya Allah swt., sajalah yang mengetahuinya, sedangkan yang
wajib kita ketahui hanya 4 buah kitab dan 100 shuhuf.

Sebelum membahas tentang kitab-kitab yang diturunkan Allah swt., dan juga
Al Qur’an ada baiknya penulis sajikan pengetahuan tentang wahyu Allah.
Dimana Allah swt menurunksn wahyu kepada para Rasul melalui perantaraan
Malaikat atau tidak melalui Malaikat. Materi wahyu merupakan sistem nilai
dan norma Ilahi (Wad`un Ilaahiyun) yang melandasi sistem berfikir dan
berprilaku yang mengatur tata cara hubungan manusia kepada Khaliq
(Pencipta), manusia dengan dirinya, manusia dengan manusia, manusia

43
dengan alam dan manusia dengan makhluq lainnya yang melahirkan karya
budaya dan peradaban untuk mencapai ridha Allah swt.

A. Pengertian Wahyu dan Ilham

Wahyu dalam arti bahasa mempunyai pengertian isyarat yang cepat, menurut
terminologi Islam wahyu berarti petunjuk yang disampaikan dan atau
diresapkan kepada Rasul. Sedangkan llham adalah daya gerak yang
diberikan Allah untuk memahami atau melakukan sesuatu. Dan menurut
sifatnya llham dapat diterima oleh setiap orang yang dikehendaki oleh Allah
swt.. Perbedaan antara wahyu dengan llham bahwa wahyu hanya diberikan
kepada Rasul saja.

Meskipun demikian di dalam Al Qur-an terdapat penggunaan kata wahyu


dalam pengertian yang lain, seperti terdapat di dalam surat dan ayat Al Qur’an
berikut :
         
  
“Dan Tuhanmu telah mewahyukan (memberi petunjuk dengan insting) kepada
lebah : Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di
tempat-tempat yang dibikin manusia.“ (QS. An Nahl : 68)
        
        
     
“(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat:
“Sesungguhnya aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-
orang yang telah beriman. “ Kelak Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati
orang-orang kafir, maka penggalah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap
ujung jari mereka. “(QS. Al Anfal : 12)
         
          
  
“Dan Kami ilhamkan kepada Ibu Musa ; “Susukanlah dia, dan apabila kamu
khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke dalam sungai (Nil). Janganlah
kamu khawatir dan janganlah pula bersedih hati, karena sesungguhnya Kami
akan mengembalikanya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari
para Rasul. “(QS. Al Qashash : 7)

44
AL QUR’AN

A. Pengertian Kitab & Shuhuf

Pengertian Kitab menurut bahasa berati sesuatu yang ditulis. Sedang menurut
terminologi Islam Kitab berarti himpunan perintah atau ketentuan-ketentuan.
Sehingga Kitabullah merupakan himpunan perintah atau ketentuan-ketentuan
Allah swt.

Di samping itu ada juga yang disebut shuhuf yang berarti wahyu-wahyu Allah
yang diturunkan kepada para Rasul yang dikumpulkan dalam lembaran-
lembaran seperti shuhuf yang diberikan kepada Nabi Adam as., Ibrahim as.,
Syits as., Musa as., sebelum turunnya Taurat, dan sebagainya. Jadi wahyu-
wahyu Allah swt., disamping berbentuk kitab ada juga yang berbentuk
lembaran-lembaran atau shuhuf-shuhuf seperti tersebut di atas, sedang 4

45
kitab-kitab besar yang wajib ketahui dan diimani ada 4 yaitu : Taurat, Zabur,
Injil, dan Al Qur-anul Karim.

Abu Dzar ra. Bercerita, “Saya bertanya kepada Rasulullah saw, “Berapa
banyakkah kitab yang telah diturunkan Allah swt.? Jawab Beliau saw. ,
“Seratus shuhuf atau mushhaf dan 4 kitab suci. Lima puluh shuhuf diturunkan
kepada Nabi Syits as. , Tiga puluh shuhuf kepada Nabi Idris as., Sepuluh
shuhuf kepada Nabi Ibrahim as. , dan Sepuluh shuhuf diturunkan kepada Nabi
Musa as., sebelum diturunkan kepadanya Kitab Taurat. Dan selain shuhuf-
shuhuf tersebut, ada empat kitab suci yang diturunkan, Taurat, Zabur, Injil,
dan Al Qur-an. “

Lalu Abu Dzar ra., bertanya lagi, “Apa isi kandungan shuhuf-shuhuf yang
diturunkan kepada Nabi Ibrahim as. ? Jawab Beliau saw., “Isinya
mengandung pribahasa-pribahasa, misalnya, “ Wahai raja yang kuat dan
angkuh. Aku tidak melantikmu untuk mengumpulkan harta, tetapi Aku
melantikmu untuk mencegah sampainya doa seseorang yang didzholimi
sebelum kamu memperbaikinya, karena Aku tidak menolak doa orang yang
didzholomi walaupun doa seorang musyrik.’’

Abu Dzar ra., bertanya lagi, “Ya Rasulullah, apa kandungan shuhuf yang
diturunkan kepada Nabi Musa as.? “Jawab Beliau saw., “Semua
mengandung pelajaran-pelajaran, misalnya, “Aku sangat heran kepada
seseorang yang mencari kesenangan dari sesuatu yang lain, padahal ia
meyakini adanya maut. Aku heran kepada seseorang yang meyakini
kematiannya, tetapi ia masih tertawa. Aku heran kepada seseorang yang
selalu memperhatikan kejadian-kejadian, perubahan-perubahan, dan gejolak-
gejolak dunia, tetapi ia masih mencari ketenangan darinya. Aku heran
terhadap seseorang yang meyakini takdir, tetapi ia masih berduka cita dan
bersedih hati. Aku heran kepada seseorang yang meyakini hisab itu dekat,
tetapi ia tidak beramal sholeh.’’

B. Macam-Macam Kitabullah

Bagi setiap muslim wajib hukumnya untuk mengimani semua kitab-kitab yang
diturunkan Allah swt., karena kitab-kitab tersebut termaktub di dalam Al
Qur’an seperti :

1. Taurat, Kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa as. Allah firmankan :
       
“Dan (Ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al Kitab (Taurat) dan
keterangan yang membedakan antara yang hak dan yang bathil, agar kamu
mendapat petunjuk.” (QS. Al Baqarah : 53)
       
  
“Dia menurunkan Al Kitab ( Al Qur-an ) kepadamu dengan sebenarnya,
membenarkan kitab yang telah diturnkan sebelumnya dan menurunkan
Taurat dan Injil.’’ (QS. Ali Imran : 3)

2. Zabur, Kitab yang diturunkan kepada Nabi Daud as. Firman Allah :

46
        
      
       
  
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana
Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya
dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, lsmail, lshaq,
Ya`qub dan anak cucunya, Isa, Ayub, Yunus, Harun, dan Sulaiman dan Kami
berikan Zabur kepada Daud.’’ (QS. An Nisaa : 163)
         
      
“Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan
sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian
(yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud.’’ (QS. Al lsraa : 55)

3. lnjil, Kitab yang diturunkan kepada Nabi lsa as. Sebagaimana yang telah
Allah firmankan dalam surat Ali Imran ayat 3 (lihat di atas).

4. Al Qur’an, Kitab yang diturunkan kepada Nabi Besar Muhammad saw.


        
“Kita (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya ; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa.’’ (QS. Al Baqarah : 2)
       
     
“Demikianlah Kami menurunkan Al Qur’an dalam bahasa Arab, dan Kami
telah menerangkan dengan berulang kali di dalamnya sebahagian dari
ancaman agar mereka bertaqwa atau agar Al Qur’an itu menimbulkan
pengajaran bagi mereka.’’ (QS. Thaha : 113)

Sekalipun setiap muslim wajib beriman kepada semua kitab-kitab yang


termaktub tadi, seorang muslim hendaknya hati-hati karena hanya Kitabullah
Al Qur’an saja yang berlaku syariatnya pada zaman ini sampai hari kiamat,
sebagaimana risalah Nabi Muhammad saw., yang telah menutup risalah-
risalah sebelumnya. Maka Al Qur-anpun telah menghapus seluruh syariat
kitab-kitab sebelumnya. Disamping itu Al Qur’an adalah satu-satunya Kitab
Suci yang terjamin keaslian dan kemurniaannya, karena yang menjaga dan
yang memeliharanya adalah Allah swt. , sedang kitab-kitab lain selain dari Al
Qur’an sudah dicampur oleh hasil tangan manusia, baik Taurat, Zabur
maupun lnjil. Perhatikan firman Allah berikut (Bukti jaminan kemurnian Al
Qur’an) :

Ketidak aslian atau dicampurnya oleh hasil tangan manusia, kitab lain selain
Al Qu’ran baik Taurat maupun lnjil diberitahukan dalam Al Qu’ran, firman Allah
:
       
       
        
        
    

47
“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-
tempatnya. Mereka berkata : Kami mendengar, tetapi kami tidak mau
menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula) : “Dengarlah ‘’semoga kamu
tidak dapat mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan) “ Ra`ina, dengan
memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan
: “Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami, “
tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah
mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali
dengan keimanan yang sangat tipis.’’ (QS. An Nisaa : 46)
       
         
          
       
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami
jadikan hati mereka keras membatu. mereka suka merobah Perkataan (Allah)
dari tempat-tempatnya[407], dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari
apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad)
Senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara
mereka (yang tidak berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan
mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS.
Al Maaidah ; 13)
       
           
     
“ Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al kitab
dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan
maksud) untuk memperoleh Keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu.
Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh
tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat
apa yang mereka kerjakan. (QS. Al Baqarah : 79)
        
          
   
“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kalian Rasul Kami,
menjelaskan kepada kalian banyak dari isi Al Kitab yang kalian sembunyikan,
dan banyak ( pula yang ) dibiarkannya. Seseungguhnya telah datang kepada
kalian cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.’’ (QS. Al maaidah :
15)

Sesuai dengan kedudukannya seabagi wahyu Allah yang terakhir, maka Al


Qur-an merupakan Kitabullah yang paling terlengkap dan paling sempurna
yang berfungsi menyempurnakan dan mengoreksi kita-kitab sebelumnya.

C. Pengertian Al Qur’an

Menurut lughat atau bahasa, Al Qur-an berarti bacaan. Arti ini dapat diketahui
atau dilihat dalam firman-Nya, sebagai berikut :
    .   


48
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu)
dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya, maka ikutilah bacaan itu.’’(QS. Al Qiyamah : 17-18)

Adapun definisi/arti Al Qur’an menurut Istilah, adalah : Kalam Allah swt., yang
diwahyukan kepada Nabi dan Rasul terakhir Muhammad saw., sebagai
mu`zijat dan membacanya adalah ibadah.’’
,,,
Berdasarkan definisi di atas, maka wahyu atau kalam-kalam Allah yang lain
yang diturunkan kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad
saw., tidak dinamakan Al Qur’an dan membacanya tidak dianggap sebagai
ibadah.

Al Qur’an diturunkan dalam dua periode :

1. Periode Makkah
2. Periode Madinah.

Periode pertama ialah ayat-ayat yang turun ketika Nabi muhammad saw.,
masih bermukim di Makkatul Mukarromah sejak sa`at pengangkatannya
menjadi Rasul sampai hijrahnya ke Madinah, selama 12 tahun dan 13 hari.

Ayat-ayat yang turun dalam periode Mekkah terdebut dinamakan aya-ayat


“Makiyah.’’ yang meliputi 19/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas 86 surat, dengan
jumlah ayat sebanyak 4.780 ayat.

Sedang periode kedua adalah ayat-ayat yang turun ketika Nabi saw. telah
memindahkan tempat pusat perjuangan dan da`wahnya di Madinatul
Munawwarah, walaupun ada ayat yang diturun tidak di Kota Madinah sendiri,
tetapi tetap ayat-ayat tersebut dinamakan ayat-ayat “Madaniyah‘’ meliputi
11/30 dari isi Al Qur-an, terdiri dari 28 surat, dengan jumlah ayat sebanyak
1.456 ayat.

Namun demikian antara ayat-ayat Makiyah dan ayat-ayat Madaniyah memiliki


ciri yang berbeda, dengan perbedaan-perbedaan sebagai berikut :

Pertama, ayat-ayat Makiyah umumnya pendek-pendek, sedang ayat-ayat


Madaniyah panjang-panjang.

Kedua, dalam surat-surat Makiyah terdapat perkataan ( ‫ “ )ياأّيهاالّن اس‬Yaa


ayyuhan naas.‘’ (wahai manusia), sedang dalam surat-surat Madaniyah
terdapat perkataan ) (‫“ياأّيها اّلذين آمنوا‬Yaa Ayyuhal ladziina aamanuu‘’ ( wahai
orang-orang yang beriman ) dengan ada beberapa buah saja perkataan “ Yaa
ayyuhannaas ‘’.

Ketiga, ayat-ayat Makiyah mengandung hal-hal yang berhubungan dengan


tauhid, iman, taqwa, ancaman dan pahala, serta sejarah bangsa-bangsa
terdahulu. Sedang ayat-ayat Madaniyah mengandung tentang : hukum-
hukum, kemasyarakatan, kenegaraan, perang, hukum internasional, hukum
antar agama, muamalah dan lain-lain.

49
Urutan turunnya Al Qur’an tidak sebagaimana susunan yang ada sekarang,
tetapi AlQur’an turun terpencar. Ayat-ayat yang turun itu ada kalanya karena
suatu sebab dan ada kalanya tanpa sebab apapun. Setiap turun ayat baru,
Rasulullah saw., selalu memernintahkan mencatatnya dan
menggandengkannya dengan ayat-ayat yang ditunjukkan oleh beliau sendiri.
Rasulullah saw., mempunyai beberapa orang shahabat yang menjadi
sekretaris untuk mencatatkan wahyu-wahyu yang turun. Rasulullah selalu
mengadakan persesuaian bacaan bacaan surat dengan Jibril as., dan begitu
pula beliau selalu melakukan kontrol bacaan terhadap para shahabatnya. Jadi
mengenai susunan Al Qur’an dan tertib surat adalah berdasarkan bimbingan
langsung dari Allah swt., melalui Jibril as yang selalu mengontrol dan
membacakannya kepada Rasulullah saw.

Mengenai susunan Al Qur’an dan tertib surat yang ada sampai sekarang ini,
adalah menyusul, dilakukan oleh sebuah panitia penyusun mushaf yang
diketahui oleh Zaid bin Tsabit selaku sekretaris pencatat wahyu di zaman
Rasulullah saw., dibentuk oleh Khalifah ke III, Utsman bin Affan ra., yang
sebenarnya usaha lanjutan yang telah dirintis oleh Khalifah I, Abu Bakar
Shidiq ra. Dahulu yang hasil penyusunan pertama itu dinamakan Shahiifah,
dimana kodifikasi pertama juga dipimpin oleh Zaid bin Tsabit.

Karenanya Al Qur’an yang sekarang ini, dalam susunan dan urutan surat hasil
usaha kodifikasi Khalifah Utsman ra., yang sangat besar jasanya sehingga di
manapun kita pergi di seluruh permukaan bumi ini, pasti kita temukansatu
macam dan satu macam sistem Al Qur’an yaitu : satu ejaan, satu susunan
surat-surat dan satu bacaan yang disebut dengan Mushhaf Utsmany.

Dan suatu keluar biasaan Kitab Suci Al Qur’an ini, bahwa sejak masa hidup
Rasulullah saw., menyusul zaman Khalifah yang empat, terdapat ratusan
bahkan ribuan shahabat yang menghafal Al Qur’an di luar kepala, hatta pada
kurun kita sekarang ini terdapat ribuan bahkan ratusan ribu ummat Islam yang
menghafal Al Qur’an dengan baik. Tidak pernah terdapat di dunia ini suatu
buku yang terhafal dengan teliti sebagaimana halnya Al Qur’an.

D. Fungsi dan Kedudukan Al Qur’an

a. Fungsi Al Qur’an :

Allah swt., menurunkan Al Qur-an sebagai Kitabullah yang terakhir dan


merupakan satu-satunya kitab yang paling lengkap dan sempurna yang
memiliki fungsi sebagai berikut :

1) Rahmat dan petunjuk bagi manusia dalam hidup dan kehidupan


       
  
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-
orang yang berserah diri. “(QS. An-Nahl: 89).
       
 

50
“Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (Al Quran) kepada
hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.”
(QS. Al- Furqan:1).

2) Menyempurnakan dan mengoreksi kitab-kitab sebelumnya.

b. Kedudukan Al Qur’an

Al Qur’an juga memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama yakni sebagai
sumber hukum yang utama dan pertama yang absolut, sebagaimana
dijelaskan dalam Al Qur’an.
         
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. al-Maidah: 44).

Ayat ini menegaskan kepada kita untuk selalu berpegang teguh pada Al
Qur’an dan hadits sebagai dasar dan sumber hukum-hukum islam dan
melarang kita untuk menetapkan suatu perkara yang tidak sesuai dengan Al
Qur’an dan hadis serta dilarang untuk mendurhakai Allah dan Rasul-Nya.

Sistematika Hukum Dalam Al-Qur’an


Sebagai sumber hukum yang utama, maka al-Qur’an memuat sisi-sisi hukum
yang mencakup berbagai bidang. Secara garis besar al-qur’an memuat tiga
sisi pokok hukum yaitu :

1) Hukum-hukum I’tiqodi, yaitu: hukum-hukum yang berhubungan dengan


akidah dan kepercayaan
2) Hukum-hukum Akhlak, yaitu: hukum-hukum yang berhubungan dengan
tingkah laku, budi pekerti.
3) Hukum-hukum Amaliyah, yaitu: hukum-hukum yang berhubungan dengan
perbuatan-perbuatan para mukalaf, baik mengenai ibadat atau adat,
mu’amalah madaniyah dan maliyahnya, ahwalusy syakhshiyah, jinayat
dan uqubat, dusturiyah dan dauliyah, jihad dan lain sebagainya.

Selanjutnya Al Qur’an juga menerangkan tentang kedudukan dan fungsinya,


sebagaimana ayat-ayat berikut:

1. Sebagai Keterangan/Penjelasan yang nyata


         
           
  
“Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al Quran kepada mereka,
mereka berkata: "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?" Katakanlah:
"Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku
kepadaku. Al Quran ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS. Al A’raf ; 203).

2. Untuk diikuti
         
    

51
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil
pelajaran (daripadanya).” (QS. Al A’raf ;3)

3. Sebagai Sebagai Penguat Hati


        
    
“Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu
dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan
menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri
(kepada Allah)". (QS. An Nahl ; 102)

4. Petunjuk bagi orang yang bertakwa


         
“Inilah Al Kitab (Al Qur-an ini) yang tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai
petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.’’ ( QS. Al Baqarah : 2)

5. Sebagai Alat Da`wah. Firman Allah :


      
     
“Agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka ( Al Qur-an ), dan supaya mereka memikirkan.’’ ( QS. An Nahl
: 44 )
6. Pelajaran dan Penyembuh Penyakit bagi manusia
        
    
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu
dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada...’’ ( QS.
Yunus : 57 )

7. Sebagai Peringatan
          
       
“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka
ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu
dalam menyampaikan (Al-Quran)." Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan
untuk seluruh ummat.” (QS. Al An’am ; 90).

8. Petunjuk dan Pembeda Antara Haq dan Bathil


        
   
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al
Baqarah ; 185).

9. Penyelamat Dari Kegelapan Kepada Nur


         
      
52
“Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu
mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang
dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa
lagi Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim ;1)

10. Pembela bagi yang mengamalkannya

: ‫ول‬..‫َلم يق‬.‫ه وس‬..‫ّلى هللا علي‬.‫ سمعت الّنبّي ص‬: ‫عن الّنواس ابن سمعان الكالبّي رضي هللا عنه يقول‬
‫ (رواه‬.‫ران‬..‫رة وآل عم‬..‫ورة البق‬..‫ه س‬..‫ تقدم‬,‫ه‬..‫ون ب‬..‫انوا يعمل‬..‫يؤتى بالقرآن يوم القيامة وأهله اّلذين ك‬
)‫المسلم‬

Dari Nawwas bin sam`an Al Kilabiy ra., berkata, Aku mendengar Rasulullah
saw. Bersabda : “Pada hari kiamat, akan didatangkan Al Qur-an dan orang-
orang yang mengamalkannya di dunia. Didahului oleh surat Al Baqarah dan
Ali lmran akan membela dan mempertahankan orang yang menta`atinya.’’
( HR. Muslim )

Dan masih banyak lagi fungsi dan kedudukan lainnya.

E. Adab dan Keutamaan Al Qur’an

1). Adab-adab Membaca dan Belajar Al Qur’an

Di antara adab dan keutamaan dalam memuliakan Al Qur’an, menunaikan


hak-hak Al Quran, dan mengamalkan isinya, maka Al Qur’an akan
membelanya dihadapan Allah swt., memberinya syafa`at serta menaikan
derajat orang-orang yang memuliakan dan mengamalkannya. Al Qur’an akan
memohon kepada Allah swt., agar memberikan keutamaan kepada siapa saja
yang menunaikan hak-haknya, maka Allah memberinya mahkota karomah.
Tetapi Al Qur’an meminta tambahan lagi kepada Allah swt., lalu Allahpun
mengaruniakan kepadanya segala kemuliaan dan keutamaan. Al Qur’an pun
berkata; “Ya Allah, Engkau ridhoilah ia.’’ Maka Allah pun menyatakan
keridhoan-Nya kepadanya.” ( HR. Tirmidzi )

Di dalam kitab Ihya tertulis bahwa jika seseorang mulai membaca suatu surat
dari Al Qur’an, dengan dipenuhi adab kepada Al Qur’an, maka Malaikat mulai
memohonkan rahmat untuknya dan mereka terus berdoa untuknya sampai ia
selesai membaca Al Qur’an. Tetapi ada pula seseorang yang mulai membaca
suatu surat dari Al Qur’an dan malaikat pun mulai melaknatnya, demikian
seterusnya, sehingga ia selesai membaca, ini disebabkan karena ketiadaan
adab kepada Al Qur’an.

Adab-adab dalam membaca Al Qur’an antara lain :

Setelah bersiwak dan berwudhu, hendaknya duduk di tempat yang suci


dengan penuh hormat dan kerendahan hati dengan menghadap kiblat dan
letakannlah Al Qur’an pada tempat yang lebih tinggi di lekar atau di atas
bantal, jangan diletakkan di bawah. Hadirkan hati dengan khsyu’,
membacanya dengan perasaan seakan-akan sedang mendengarkan bacaan
Al Qur’an langsung dari Allah swt. Jika kita mengerti maknanya, sebaiknya
kita membacanya dengan tadabbur dan tafakkur. Dalam hal ini alim ulama
membagi adab dalam membaca Al Qur-an dengan dua adab yaitu :

53
Adab Lahiriyah, di antaranya :

1. Membacanya dengan penuh rasa hormat, dalam keadaan wudhu`, dan


menghadap kiblat.
2. Membacanya dengan tartil dan tajwid
3. Berusaha menangis, walaupun terpaksa berpura-pura menangis
4. Memenuhi hak ayat-ayat adzab dengan memohon perlindungan Allah,
sedang dengan ayat-ayat rahamat dengan doa dan harapan
mendapatkannya
5. Membacanya suara pelan jika dikhawatirkan riya`. Jika tidak maka,
sebaiknya membacanya dengan suara yang keras
6. Dengan suara yang merdu, karena banyak hadits yang menjelaskan
tentang itu

Adab Bathiniyah, diantaranya :

1. Mengagungkan Al Qur-an di dalam hati sebagai Kalam yang tertinggi


2. Memasukkan keagungan dan kebesaran Allah swt., karena Al Qur-an
adalah Kalam-Nya
3. Menjauhkan rasa bimbang dan ragu dari hati kita
4. Membacanya dengan merenungkan makna setiap ayat dengan penuh
kenikmatan, Rasulullah saw., pernah berdiri sepanjang malam sambil
berulang-ulang membaca ayat :
         
 
“Jika Engkau mengadzab mereka, mereka itu adalah hamba-Mu dan jika
Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Maha Perkasa
dan Maha Bijaksana.’’ (QS. Al Maa-idah : 118)

Pada suatu malam, Said bin Jubair rah.a. membaca satu ayat dari surat
Yaasiin
   
“Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir); “ Berpisahlah kamu dari (orang-
orang Mu`min ) pada hari ini, wahai orang-orang yang berbuat jahat.’’ (QS.
Yaasiin : 59)

5. Hati hendaknya mengikuti ayat-ayat yang kita baca. misalnya, jika yang
kita baca ayat-ayat rahmat, hendaknya hati merasa gembira. Sebaliknya
ketika membaca ayat-ayat adzab hendaknya merasa takut.
6. Telinga benar-benar ditawajuhkan seolah-olah Allah sendiri sedang
berbicara dengan kita melalui Kalamnya dan kita mendengarkannya

2). Keutamaan Mempelajari dan Membaca Al Qur’an

Keutamaan-keutamaan dalam membacanya, diantaranya adalah Al Qur’an


akan mensyafa`atinya pada hari kiamat.

Sabda Rasulullah saw. :

54
‫اّل‬..‫ال الح‬..‫ل؟ ق‬..‫ال االفض‬..‫ول هللا أّي االعم‬..‫ا رس‬..‫ال ي‬..‫ا أّن رجال ق‬..‫ي هللا عنهم‬..‫عن ابن عّب اس رض‬
‫ قال يا رسول هللا ماالحاّل المرتحل؟ قال صاحب القران يضرب من أّوله حّتى يبلغ آخره‬,‫المرتحل‬
)‫ (رواه الّترمذّي‬.‫ومن آخره حّتى يبلغ أّوله كّلما حّل ارتحل‬

Dari Ibnu `Abbas r. anhuma berkata : Seseorang telah bertanya kepada


Rasulullah saw., Ya Rasulullah amalan apakah yang paling utama?
Rasulullah saw., menjawab ; Alhaalulmurtahil (“Sebaik-baik orang adalah
orang yang datang dan pergi). Orang itu bertanya lagi, apakah yang
dimaksud dengan “Alhaalulmurtahil.” Rasulullah saw., menjawab, “ Yaitu
orang yang mulai membaca Al Qur’an, mengkhatamkannya lalu memulainya
lagi sampai khatam, lalu memulai lagi, begitu seterusnya.’’ (HR. Tirmidzi)

“Barang siapa membaca Al Qur’an, maka dia adalah orang kaya.’’ (HR. Ibnu
Ady)

“Membaca (Al Qur-an) itu suatu kekayaan dan tiada lagi kemiskinan
sesudahnya.”’ (HR. Thabrani)

‫ خيركم من تعّلم‬: ‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسّلم‬: ‫عن عسمان ابن عّفان رضي هللا عنه قال‬
)‫ (رواه البخاري وأبوداود والّترمذّي والّنساء وابن ماجه‬.‫القرآن وعّلمه‬

Dari Sayyidina `Utsman ibnu Affan ra, berkata : bersabda Rasulullah saw.,
“Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al Qur’an dan
mengajarkannya.” (HR. Bukhari, Abu Dawud, Thirmidzi, Nasa’I dan Ibnu
Majah).

Sahl Tastari ra.ha., berkata; “Tanda-tanda kecintaan Allah kepada hambanya


adalah, Allah masukkan rasa cinta kepada Al Qur’an dalam hati hambanya.’’

Hak-Hak Al Qur`an

Disamping adab-adab dalam membacanya, Al Qur’an juga mempunya hak-


haknya yang harus kita perhatikan dan tunaikan, adapun hak-hak tersebut
adalah :

1. Memuliakannya
2. Membacanya, minimal 2 kali khatam dalam setahun
3. Memahami maknanya
4. Mengamalkan isinya
5. Menyebarkan dan mengajarkanya kepada orang lain.

Dalam hak-hak tersebut adalagi hak yang terpentingnya adalah kewajiban


dalam menghafalkanya. Dalam hal menghafalkan seluruh ayat dan surat Al
Qur’an alim ulama memberi batasan hukumnya adalah fardhu kifayah. Yang
berarti mestilah ada pada tiap-tiap kampung seorang atau beberapa orang
yang hafal Al Qur’an, jika tidak ada seorangpun yang menjadi hafidz Al
Qur’an, maka berdosalah semua penduduknya. Dan hukum menghafalkan
ayat-ayat Al Qur’an untuk kepentingan shalat ulama menghukumi dengan
fardhu `ain, kewjiban bagi setiap individu muslim dan jika tidak maka
berdosalah individu tersebut.

55
Allah swt., sendiri menyatakan bahwa seorang hafidz Al Qur’an adalah ahli
atau keluarga Allah. Sebagaimana Sabda Nabi saw:

“Barang siapa yang mengajarkan anaknya membaca Al Qur’an, maka dosa-


dosa yang akan datang dan yang terdahulu akan diampuni. Dan barang siapa
yang mengajarkan anaknya sehingga menjadi hafidz Al Qur’an, maka pada
hari Kiamat ia akan dibangkitkan dengan wajah yang bercahaya seperti
cahaya bulan purnama, dan ia akan berkata kepada anakanya, “Mulailah
membaca Al Qur’an.’ Ketika anak mulai membaca satu ayat Al Qur’an, maka
orang tuanya dinaikan satu derajat oleh Allah swt., sehingga terus bertambah
tinggi sehingga tamat bacaannya.’’ (HR. Thabrani)

Sabda Nabi lainya :

“Pada malam aku diisra`kan, aku mendengar Al Haq berseru,; “Hai


Muhammad, serulah ummatmu agar memuliakan tiga kelompok manusia,
yaitu : (1) Orang Tuanya, (2) Orang ‘Alim, (3) Orang yang Hafal Al Qur-an.
Hai Muhammad takutilah mereka itu dari menjadikan mereka marah dan dari
menghina mereka, karena Aku sangat marah kepada orang yang menjadikan
mereka marah dan menghina mereka. Hai Muhammad, ahli Al Qur’an adalah
ahli-Ku dan telah Aku ciptakan mereka bersamamu di dunia sebagai
penghormatan bagi penghuni dunia dan kalau sekiranya tidak karena
wujudnya Al Qur’an itu terjaga di dada-dada mereka niscaya rusaklah dunia
dan binasalah penduduknya. Hai Muhammad orang yang hafal Al Qur’an itu
tidak disiksa dan tidak dihisab pada hari kiamat. Hai Muhammad, apabila
orang yang hafal Al Qur’an meninggal dunia, maka menangislah langit-Ku,
bumi-Ku dan para Malaikat-Ku. Hai Muhammad, sungguh surga itu
merindukan tiga orang yaitu : Kamu sendiri, dua orang shahabatmu yakni Abu
Bakar dan Umar serta orang yang hafal Al Qur’an.’’ ( Mau`idzhoh Hasanah ).

Maka atas hal inilah Rasulullah saw., mengancam, sebagaimana sabdanya :

‘’Barang siapa tidak menghormati ketiga orang ini, yaitu ; Orang tua muslim,
ulama, dan hafidz Al Qur’an, maka mereka bukanlah golonganku.’’ (HR.
Thabrani)

Anjuran untuk mengamalkan Al Qur-an bagi setiap muslim, Allah dan


Rasulnya menghendaki agar 100% Al Qur’an dapat wujud dalam kehidupan
kaum muslimin. Firman Allah swt. :

       


       
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam lslam secara
kaffah (sempurna).’’ ( QS. Al Baqarah : 208 )

Ketika Aisyah r.ha., ditanya tentang akhlak Rasulullah saw., jawabnya, ‘’


Akhlak beliau adalah Al Qur’an.’’

Sabda Rasulullah saw. :

“Belajarlah Al Qur’an dan bacalah, sesungguhnya perumpamaan Al Qur’an


bagi orang yang mempelajarinya adalah seperti sebuah mangkuk terbuka

56
yang penuh dengan kasturi, baunya semerbak menyebar ke seluruh tempat.
Dan orang belajar Al Qur’an, tetapi tidur sedangkan Al Qur’an berada dalam
hatinya, adalah seperti mangkuk yang penuh dengan kasturi, tetapi mulutnya
tertutup.’’ (HR. Tirmidzi, Nasa`i, Ibnu Majah).

Hasan Basri rah.a. berkata: “Orang-orang dahulu menganggap Al Qur’an


benar-benar perintah Allah swt., mereka menghabiskan malamnya dengan
tafakkur dan tadabbur atas Al Qur’an, dan siangnya mereka sibuk
mengamalkannya. Sedang kita pada hari ini hanya memperhatikan huruf,
fathah, dan dhomahnya saja, namun tidak bersungguh-sungguh
memahaminya, bahwa ayat-ayat itu adalah perintah Allah swt., untuk kita,
sehingga kurang tafakkur dan tadabbur atasnya. ‘’

Cara Mengamalkan Al Qur’an

Berat atau mudahnya mengamalkan Al Qur’an secara sempurna itu


tergantung dengan keimanan dan suasana lingkungan kita. Kadang-kadang
sesuatu yang sangat sulit, namun karena sering dibicarakan, sering
diperdengarkan, sering diusahakan dan diwujudkan suasananya, maka akan
menjadi mudah dan terbiasa. Sebagaiman yang pernah wujud di zaman para
shahabat Rasulullah saw., mereka mudah mengamalkan Al Qur’an secara
sempurna karena ada usaha peningkatan iman dan mewujudkan suasana
amal Al Qur’an.

4 Iman Kepada Para Rasul (Utusan) Allah.

Beriman kepada Rasul-Rasul Allah, bermakna mengimani dengan


pembenaran yang pasti, bahwasanya Allah swt., telah mengutus rasul-rasul-
Nya pada tiap-tiap ummat dari golongan mereka, untuk memimpin dan
membimbing ummat manusia agar mengetahui maksud dan tujuan
keberadaan dan diciptakannya di dunia ini hanya untuk mengenal dan
beribadah kepada Allah swt., semata, dan mengingkari sesuatu yang
diibadahi selain-Nya. Para rasul adalah manusia pilihan yang memilik sifat-
sifat mulia dan ma`shum. Mereka merupakan manusia-manusia yang jujur,

57
terpercaya, pandai, bijak, paling taat, berbakti, pemberi petunjuk, yang diberi
petunjuk serta diamanahkan untuk menyampaikan risalahnya kepada ummat
manusia agar dapat bahagia, sukses, jaya hidupnya di dunia akhirat serta
terselamat dari petaka dunia yang sementara dan akhirat yang Abadan
abadaa. Para nabi dan rasul adalah manusia terbaik dan suci dari
mempersekutukan Allah dari sejak lahir hingga wafatnya.

Jumlah keseluruhan nabi dan rasul secara pastinya sangat banyak, tetapi
ulama beritahukan ada sekitar 124.000,- nabi dan 313 rasul, ada yang
kisahnya diketahui dan adapula yang tidak diketahui semua ini disebutkan
dalam kitab-Nya Al Qur-anul Kariim.

         
           
          
 
“Dan Sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di
antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada
(pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. tidak dapat bagi seorang Rasul
membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; Maka apabila telah
datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. dan ketika itu
rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil. (QS. Al Mu`min : 78)

Dari sekian banyak nabi dan rasul yang Allah swt., telah utus ada 25 nabi dan
Rasul yang wajib kita ketahui, yaitu :

1. Adam 2. Idris 3. Nuh 4. Hud 5. Luth


6. Shalih 7. Ibrahim 8. Ismail 9. Ishak 10. Ya`qub
11. Yusuf 12. Ayyub 13. Syu`aib 14. Musa 15. Harun
16. Ilyas 17. Ilyasa 18. Dzul Kifli 19. Daud 20. Sulaiman
21. Yunus 22. Zakaria 23. Yahya 24. Isa 25. Muhammad SAW

Bagi ummat Islam tidak boleh membeda-bedakan antara para rasul dan para
nabi satu dengan lainnya, karena mereka semua adalah manusia pilihan Allah
swt., yang semuanya Allah hiasi dalam diri-diri mereka 4 sifat mulia, yaitu :

1. Shiddiq
Artinya setiap Rasul itu wajib berkata, bersikap, dan berbuat benar dalam
kehidupannya, mustahil para Rasul sebagai utusan Allah swt., itu berdusta
didalam menyampaikan wahyu yang datangnya dari Allah, karena para
Rasul itu senantiasa terjaga dari perbuatan dosa (maksum).

2. Amanah
Artinya setiap Rasul yang diutus oleh Allah swt., wajib berlaku amanah
baik terhadap Allah SWT maupun terhadap umatnya, tidak mungkin para
Rasul itu berkhianat terhadap yang diamanatkan oleh Allah kepadanya

3. Tabligh
Artinya Para utusan Allah swt., pasti menyampaikan wahyu yang ia terima
kepada umatnya. Ia tidak menambah atau mengurangi wahyu Allah swt.,
tersebut. Ia sampaikan semua wahyu Allah kepada semua manusia tanpa

58
melihat suku, ras , atau pangkat dan kedudukan. Seorang Rasul tidak
mungkin menyembunyikan apa yang ia peroleh dari wahyu Allah swt.

4. Fathanah
Tugas para Rasul itu sangat berat, berbagai rintangan, tantangan, dan
hambatan senantiasa berada di depan mereka pada saat melaksanakan
misi dakwah, para Rasul dituntut untuk bisa menyelesaikan dan mengatasi
berbagai persoalan yang ada pada umatnya, untuk itu para Rasul diberi
sifat fathonah (kecerdasan) oleh Allah swt., sehingga dapat
menyelesaikan semua persolan yang dihadapinya, mustahil para utusan
Allah itu bersifat bodoh (baladah).

Sifat Jaiz Bagi Rasul

Yang dimaksud dengan sifat jaiz bagi rasul adalah semua sifat kemanusiaan
yang ada pada diri rasul sebagai seorang manusia dan tidak mengurangi
kedudukannya sebagai utusan Allah SWT. Sifat jaiz tersebut ada pada diri
rasul dan juga ada pada diri manusia biasa. Sifat tersebut antara lain adalah
seperti rasa lapar, haus, sakit, tidur, sedih, senang, berkeluarga dan lain
sebagainya. Bahkan seorang rasul tetap meninggal dunia karena mereka
adalah seorang manusia yang diciptakan oleh Allah swt,. Allah swt.,
berfirman :
‫َم ا َهَذ آ ِإَّال َبَش ٌر ِّم ْثُلُك ْم َيْأُك ُل ِمَّم ا َتْأُك ُلْو َن ِم ْنُه َو َيْش َر ُب ِمَّم ا َتْش َر ُبْو َن‬
“(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan seperti apa
yang kamu makan dan ia minum seperti apa yang kamu minum.” (QS. Al
Mu’minun : 33).

Di ayat yang lain Allah swt., berfirman :

‫ْأ‬
‫َو َم آ َأْر َس ْلَنا ِم ْن َقْبِلَك ِم َن اْلُم ْر َسِلْيَن ِإَّال َأَّنُهْم َلَي ُك ُلْو َن الَّطَع اَم َو َيْم ُش ْو َن ِفى اَألْس َو اِق‬
“Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelum kamu melainkan mereka
sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.” (QS. Al Furqon :
20).

Sifat Jaiz bagi Rasul/Nabi ada satu macam saja, yaitu : A’radhul
Basyariyah artinya sifat-sifat sebagaimana sifat manusia akan tetapi sifat-sifat
tersebut tidak sampai mengurangi derajat kemuliaan para Rasul.

5. Iman Kepada Hari Kemudian (Akhirat).

Beriman kepada hari kemudian (Hari Kiamat) bermakna mempercayai dengan


pembenaran yang pasti akan adanya dan terjadinya kiamat (hari akhir),
termasuk percaya dengan kematian dan hal-hal yang terjadi setelah kematian,
seperti adanya soalan (pertanyaan alam) kubur, ni`mat kubur, siksa kubur,
percaya dengan adanya tiupan sangkakala, adanya hari berbangkit,
dikumpulkannya seluruh manusia di padang makhsyar untuk menghadap
Rabbul Izzah, mempercayai akan adanya lembaran amal yang dibentangkan,
mizan, shirath, haudh dan syafaat serta pembalasan akhir ke surga atau
neraka.

59
6. Iman Kepada Qadar / Taqdir.

Beriman kepada qadar, yakni meyakini tentang taqdir atau ketentuan Allah
swt., bahwa segala yang terjadi dan menimpa atas diri seorang manusia, baik
ataupun buruk itu semuanya dari Allah swt., yakni karena telah ditakdirkan
Allah swt., dan sesungguhnya Allah berbuat dan menentukan segala yang
terjadi atau yang akan terjadi sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya.
Rasulullah saw., bersabda :

‫ه‬..‫انت رحمت‬..‫و رحمهم ك‬..‫ ول‬,‫الم لهم‬..‫ير ظ‬..‫و غ‬..‫لو أّن هللا عّذ ب أهل سمواته وأهل أرضه عذبهم وه‬
‫در‬.‫ؤمن بالق‬.‫تى ت‬.‫ك ح‬.‫ه هللا من‬.‫ا قبل‬.‫بيل هللا م‬.‫ ولو أنفقت مثل احد ذهبا فى س‬,‫خيرا لهم من أعمالهم‬
‫ذا‬..‫ير ه‬..‫و مّت على غ‬..‫يبك ول‬..‫اك لم يكن ليص‬..‫ا أخط‬..‫ وأّن م‬,‫ك‬..‫ابك لم يكن ليخطئ‬..‫ا أص‬..‫وتعلم أّن م‬
)‫(رواه أحمد وأبو داود‬.‫لدخلت الّنار‬

“Seandainya Allah menyiksa penduduk langit dan bumi, maka adzab-Nya itu
bukanlah merupakan kedzhaliman terhadap mereka, begitu juga seandainya
Allah memberikan rahmat-Nya atas mereka, maka rahmat-Nya itu lebih baik
dari semua amal kebajikan mereka sendiri. Seandainya engkau menginfaqkan
emas sebesar gunung Uhud di jalan Allah, maka Allah tidak akan
menerimanya sehingga engkau beriman kepada taqdir, dan engkau
mengetahui (meyakini) bahwa apa saja yang menimpamu tidak akan mungkin
meleset darimu, dan apa saja yang terluput darimu, tidak akan mungkin
menimpamu. Kalau engkau meninggal dunia di atas selain keyakinan ini,
niscaya engkau masuk nerak. (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Dan bagi manusia hanya ada usaha dan ikhtiar. Usaha dan ikhtiar manusia itu
tidak dapat tercapai, jika tidak sesuai dengan kehendak Allah Robbul
`Aalaamin. Semua rancangan dan usaha-usaha manusia yang telah tercapai
bukanlah asbab kepandaiannya, namun semuanya itu memang telah
ditentukan Allah Yang Maha Adil dan Maha Kuasa. Bahkan pikiran dan akal
yang ada pada manusia merupakan karunia dan anugrah dari Allah swt.. Oleh
karena itu, setiap manusia yang benar-benar mengimani qadha dan qadar
Allah Ta`aalaa, pasti tidak akan menyesali dengan apa saja yang telah
menimpanya dan tidak akan sombong ketika memperoleh kesenangan dan
keberhasilan di dunia ini, karena dia yakin itu semua berasal dari Allah swt.,
dan bukan karena kepandaian dan kehebatan yang ada pada dirinya.

Setiap manusia memang Allah berikan kehendak, keinginan serta pilihan,


akan tetapi semua itu tidak keluar dari kehendak dan ketentuan Allah swt.,
Allah firmankan dalam Al Qur-an :
        
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila
dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.(QS. At Takwir : 29)

Beriman kepada qadar, mencakup empat perkara, yaitu :

1. Meyakini bahwa Allah swt., mengetahui segala sesuatu, baik secara global
maupun rinci.
2. Meyakini bahwasanya Allah swt., telah menulis hal tersebut di dalam
Lauhil Makhfudzh. Nabi saw., bersabda :

)‫ (رواه مسلم‬.‫كتب هللا مقادير الخالئق قبل ان يخلق الّسموات واالرض بخمسين الف سنة‬
60
“Allah swt., telah menulis taqdir seluruh makhluknya lima puluh ribu tahun
sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. “(HR. Muslim)

3. Meyakini bahwa kehendak Allah yang berlaku tidak dapat ditolak oleh
apapun juga, dan kekuasaan-Nya tidak akan dapat dikalahkan oleh
apapun juga. Setiap apa saja yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan
setiap apa saja yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi
4. Yakin bahwa hanya Allah-lah Sang Maha Pencipta, yang menciptakan
segala sesuatu, adapun selain Allah adalah makhluk ciptaan-Nya.

Beriman dengan rukun iman yang keenam ini, dapat mendidik dan membina
manusia agar sabar terhadap bencana yang menimpa dirinya dan agar
senantiasa dapat mensyukuri atas karunia dan ni`mat-ni`mat yang
dianugrahkan Allah swt., kepadanya.

AS-SUNNAH

A. Pengertian As-Sunnah

Pengertian As-sunnah menurut bahasa berarti tradisi, kebiasaan, adat


istiadat, termasuk adat istiadat masyarakat Arab dalam masa pra Islam, baik
tentang agama, sosial maupun hukum. Karena itu adat istiadat zaman
jahiliyah disebut sunnah jahiliyah. Sedangkan secara terminologi Islam,
sunnah berarti perkataan (qauliyah), perbuatan (fi’liyah) dan perizinan atau
ketetapan (taqririyah) Nabi Muhammad saw. Pengertian sunnah tersebut di

61
atas sama dengan Al Hadist. Yang dalam bahasa Al Hadist itu artinya bahasa
atau kabar.

Ada yang menganggap beda pengertian As-sunnah dengan Al Hadist. As-


Sunnah diartikan sebagai perbuatan, perkataan dan keizinan nabi Muhammad
saw yang asli, dan Al Hadist adalah catatan tentang perbuatan, perkataan,
dan keizinan nabi yang sampai kepada kita sekarang secara tersurat. Namun
semua itu adalah sumber hukum dan sumber pedoman hidup setiap muslim.
Tetapi tidak semua hadist menjadi sumber hukum dan sumber pedoman
hidup, sebab ternyata ada hadist yang makbul (dapat diterima) dan ada hadist
yang mardud (tidak dapat diterima). Namun demikian hendaknya juga diakui
terminilogi ilmu Islam antara Al-Hadist dan As-Sunnah sudah di anggap
identik.

Bicara tentang sunnah, sering ditemukan perkataan Sunnatullah, padahal


maksud Sunnah Rasulullah berbeda dengan Sunnahtullah.

1. Sunnatullah adalah ketentuan Allah; yaitu hukum-hukum yang berlaku bagi


alam sebagai hukum objektif yang pasti. Seperti hukum bahwa setiap
benda yang dilempar keatas dalam ketinggian tertentu akan mendapatkan
daya tarik bumi. Ini termasuk sunnatullah.
2. Sunnah adalah perkataan Nabi (sabda-sabda), pekerjaannya dan
ketetapan-ketetapanya. Sedang Al Qur’an juga melalui ucapan Nabi. Al
Qur’an adalah wahyu Allah yang isi dan redaksinya bukan dari Nabi, beliau
hanya bertugas menghafal dan yang menyampaikannya. Setiap turunya
wahyu Nabi memerintahkan untuk menuliskannya. Sedangkan hadist isi
dan redaksinya ditetapkan dan disusun oleh Nabi, dengan bimbingan Allah
swt, juga terdapat hadist Qudsi, yaitu firman Allah yang isinya dari Allah
sedang redaksinya disusun oleh Nabi dan beliau tidak memerintahkan
untuk menulisnya pada waktu itu.

Selain hal tersebut di atas, terdapat beberapa terminologi yang ada sangkut
paut dengan As-Sunnah atau Al-Hadist, seperti :

1. Atsar, yaitu perbuatan dan perkataan sahabat-sahabat Nabi, yang kadang


disebut hadist Mauquf.
2. Khabar, yaitu menyangkut semua berita, dari manapun datangnya. Maka
sering hadist Nabipun disebut Khabar.

3. Fungsi dan Kedudukan As-Sunnah

a. Fungsi As-Sunnah

1. As Sunnah/Hadits adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al


Qur’an.
2. Berfungsi sebagai tafsiran Al Qur’an

b. Kedudukan As-Sunnah

Perintah untuk menjadikan As Sunnah/Hadits sebagai salah satu sumber


hukum Islam, berasal dari Al Qur’an, diantaranya sebagai berikut :

62
 Setiap mu`min wajib ta`at kepada Allah dan kepada Rasul-Nya serta
kepada apa yang diturunkan kepadanya. Firman Allah swt., :
       
  
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan Rasl-Nya, dan
janganlah kalian berpaling dari pada-Nya sedang kalian mendengar (perintah-
perintah-Nya).” (QS. Al Anfal : 20)
       
 
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada
Rasul dan janganlah kalian merusakkan (pahala) amal-amal kalian. “ (QS.
Muhammad ; 33)
       
          
         

“Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian, kemudian jika kalian berselisih
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an)
dan Rasul-Nya (As Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik
akibatnya. “ (QS. An Nisa ; 59)
          

“Katakanlah : “ Ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu berpaling,
maksesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir. “(QS. Ali Imran:
32)

 Keta`atan dan kepatuhan kepada Rasulullah berarti patuh dan cinta


kepada Allah. Firman Allah :
          
 
“Barang siapa yang menta`ati Rasul, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah.
Dan barang siapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak
mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. “ (QS. An Nisaa : 80)
         
    
“Katakanlah : “ Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku niscaya
Allah mengasihi kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. “Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (QS. Ali Imran : 31)

 Orang yang menyalahi sunnah akan mendapat siksa. Firman Allah swt., :
         
   
“(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka
menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barang siapa menentang Allah dan
Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. “ (QS. Al
Anfal : 13)

63
         
        

“Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya pasti
mendapat kehinaan sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah
mendapat kehinaan. Sesungguhnya Kami telah menurunkan bukti-bukti yang
nyata. Dan bagi orang-orang yang kafir ada siksa yang menghinakan. “ ( QS.
Al Mujaadilah : 5 )

 Menjadikan As Sunnah sebagai sumber hukum adalah tanda orang yang


beriman. Firman Allah swt., :
          
       
“Maka demi Tuhanmu, mereka pada (hakikatnya) tidak beriman sehingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu
keta`atan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisaa : 65)
As Sunnah berfungsi sebagai tafsiran, syarahan dan penjelasan terhadap
ayat-ayat Al Qur’an. Menerangkan ayat-ayat yang sangat umum dan global,
misalnya hadits :

“Hai Bilal, berdirilah, lalu kumandangkanlah adzan untuk shalat.” (HR.


Muslim).

Adalah penjelasan dari ayat Al Qur’an “Aqiimush sholaah“. Di samping itu ada
juga hadits yang hanya memperkokoh pernyataan Al Qur’an seperti , hadits :

“Berpuasalah kalian karena melihat bulan dan beridul fitrilah dengan melihat
bulan .” (Al Hadist)

adalah pengokohan pernyataan Al Qur’an yang berbunyi :


        
         

“ ........ Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu ....... “
(QS. Al Baqarah : 185)

c. Perbedaan Kedudukan As Sunnah / Al Hadits Dengan Al Qur’an

Perbedaan kedudukan hadits dengan Al Qur’an dalam menetapkan sesuatu.


Walaupun Al Qur’an dan As Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum
Islam, tetapi mempunyai perbedaan-perbedaan tertentu, yaitu :

a) Segala yang ditetapkan oleh Al Qur’an absolut nilainya, sedang apa yang
ditetapkan hadits tidak semuanya bersifat absolut, ada yang bersifat
absolut, ada yang nisbi, ada yang tidak perlu dan bahkan ada yang tidak
boleh digunakan.

64
b) Penerimaan seorang muslim terhadap Al Qur’an adalah dengan
keyakinan, sedang terhadap As Sunnah, sebagian besar hanyalah dengan
dugaan-dugaan yang kuat.
c) Kedudukan As Sunnah sebagai dasar tasyri` (sumber hukum) serimg
menjadi bahan pembicaraam di kalangan ulam pemikir Islam . Hal ini
disebabkan karena adanya kebijaksanaan di zaman Rasulullah saw. yang
tidak memerintahkan para sahabatnya untuk menulis dan membukukan
hadits.

Penerimaan seorang muslim terhadap hadits dengan dugaan-dugaan yang


kuat, bukan berarti ragu terhadap Rasulullah saw. akan tetapi ragu-ragu
apakah hadits itu berasal dari Rasulullah saw. Artinya keraguan itu timbul
karena akibat proses sejarah kodifikasi hadits yang tidak cukup memberikan
jaminan keyakinan, sebagaimana jaminan keyakinan terhadap Al Qur’an.
Karena pengalaman sejarah yang berbeda dengan pengalaman sejarah
kodifikasi Al Qur’an, maka timbul usaha di bidang seleksi hadits yang
kemudian melahirkan ilmu hadits.

Pembukuan hadits baru dilakukan setelah lama Nabi Muhammad saw, wafat.
Tepatnya usaha penulisan hadits secara resmi baru dimulai sekitar tahun 100
Hijriyah, yaitu pada pemerintahan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz, khalifah
kedelapan dari bani umayah. Dan kitab kitab yang ditulis sa`at itu juga tidak
sampai ke tangan kita sekarang. Kitab-kitab hadits yang sampai kepada kita
sekarang adalah kita-kitab hadits yang lahir pada priode-priode berikutnya.

Kenyataan-kenyataan sejarah seperti itu penting untuk diketahui dan disadari,


agar kita dapat memberikan penilaian yang wajar terhadap hadits sebagai
sumber hukum Islam yang kedua.

Namun demikian sangat sulit bahkan haram hukumnya bagi seorang muslim
untuk menolak seluruh hadits-hadits Rasulullah saw yang ada sekarang, dan
menjadikan Al Qur’an sebagai satu-satunya sumber hukum. Hal ini
disebabkan, oleh :

1. Perintah mematuhi Rasul dan mengikuti ajaran-ajarannya serta perintah


untuk mengikuti pola hidupnya adalah jelas menunjukkan sangat perlunya
orang Islam menggunakan As Sunnah sebagai sumber hukum.
2. Dari segi lain, apabila kita tidak menggunakan As Sunnah sebagai sumber
hukum, maka kita akan mendapatkan kesulitan melakukan beberapa
pelaksanaan ibadah, seperti sholat, haji dan lainnya yang peraturan-
peraturan tekhnisnya diterangkan oleh hadits/sunnah.
3. Di samping itu juga terdapat peraturan-peraturan yang diterangkan dalam
Hadits yang tidak terdapat di dalam Al Qur-an, seperti kebolehannya
memakan bangkai ikan dan belalang yang di dalam Al Qur’an hukum
bangkai adalah haram.
4. Larangan penulisan Hadits oleh Rasulullah saw. di zaman beliau masih
hidup disebabkan karena kekhawatiran beliau kalau-kalau Hadits
bercampur dengan Al Qur’an, yang waktu itu Al Qur’an sendiri dalam
proses penulisan. Hal ini dibuktikan dengan adanya izin dari Rasulullah
untuk shahabat Abdullah yang menuliskan hadits-hadits pada catatan
pribadinya.

65
Para Ulama ahli hadits (Muhadditsiin) terdahulu telah melakukan seleksi
hadits, sehingga menghasilkan rumusan-rumusan seleksi yang kita kenal
sekarang dengan ilmu hadits dan ilmu musthalahul hadits, dan lahirrnya
sejumlah kitab-kitab hadits yang dinilai selektif seperti yang dihimpun oleh
Imam Bukhari dan Muslim.

Berdasarkan penelitian para ulama ahli hadits, mereka mencapai konsensus


untuk menetapkan Kitab Shohih Bukhari dan Shohih Muslim sebagai
himpunan kitab hadits yang terbaik, dan dijadikan sebagai pegangan kedua
setelah Al Qur’an.

4. Pembagian As-Sunnah

Sunnah atau Al Hadist dapat dibagi kedalam beberapa macam, sesuai


klasifikasinya masing-masing :

a. Ditinjau dari segi bentuknya terbagi kepada :

1. Sunnah qauliyah yaitu perkataan Nabi, maksudnya apa-apa yang


diucapkan oleh Nabi berdasarkan hadits-hadits beliau
2. Sunnah fi’liyah, yaitu perbuatan Nabi, maksudnya apa-apa yang dilakukan
oleh Nabi dalam kehidupan sehari-hari beliau
3. Sunnah taqririyah, yaitu keizinan atau ketetapan Nabi, artinya perbuatan
para sahabat yang disaksikan oleh Nabi dan oleh Nabi tidak ditegurnya.

b. Ditinjau dari segi penyampaiannya hadist terbagi pada :

1) Mutawatir, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh orang banyak yang menurut
akal tidak mungkin mereka bersepakat dusta serta disampaikan melalui
jalan indra.
2) Masyhur, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang bayak kepada orang
banyak tetapi tidak sampai kepada derajat mutawatir, baik karena
jumlahnya maupun karena tidak dengan indra.
3) Ahad, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh seseorang atau lebih yang tidak
sampai kepada tingkat masyhur maupun mutawatir. Ada sementara ulama
yang memasukkan masyhur pada bagian hadist khabar ahad.

c. Ditinjau dari kualitas hadits terbagi kepada :

1) Shahih, yaitu hadist yang sehat, yang diriwayatkan oleh orang-orang yang
baik dan persambungan sanadnya dapat dipertanggung jawabkan, tidak
punya cacat dan tidak bertentangan dengan dalil yang lebih.
2) Hasan, yaitu hadist yang memenuhi persyaratan hadist shahih kecuali dari
segi hafalan pembawaanya yang kurang baik.
3) Dla’if, yaitu hadist lemah, baik karena terputus salah satu sanadnya atau
karena salah seorang pembawanya kurang baik dan lain-lain.
4) Maudlu, yaitu hadis palsu, hadist yang dibikin oleh seseorang dan
dikatakan sebagai sabda atau perbuatan rasul.

d. Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya, hadist terbagi kepada :

1. Maqbul, yaitu hadist yang harus diterima.

66
2. Mardud, yaitu hadis yang harus ditolak.

e. Ditinjau dari orang yang berperan dalam berbuat atau berkata, terbagi
menjadi :

1) Marfu, yaitu benar-benar Nabi berperan (bersabda dan lain-lain).


2) Mauquf, yaitu sahabat Nabi yang berperan dan Nabi tidak menyaksikan.
3) Maqthu` yaitu tabi’in yang berperan. Artinya perkataan tabi’in yang
berhubungan dengan soal-soal agama.

f. Pembagian lain yang disesuaikan dengan jenis, sifat, redaksi tekhnis


penyampaian dan lain-lain, seperti :

 Hadist yang banyak menggunakan kata-kata “ ‘an” (dari) menjadi hadist


mu’an’an.
 Hadist yang banyak menggunakan kata “anna” (sesungguhnya) menjadi
hadist muanna.
 Hadist yang menyangkut perintah disebut hadist awamir.
 Hadist yang menyangkut larangan disebut hadist nawahi.
 Hadist yang sanad (sandaran) nya terputus disebut hadist munqathi.

5. Pentingnya Mengamalkan Dan Menda`wahkan As Sunnah.

Tiada tokoh panutan dan metode hidup yang dapat menjamin kesuksesan
hidup dunia dan akhirat, selain contoh dan teladan hidup Rasulullah saw.
Adalah dusta yang sangat besar jika seseorang mengaku mencintai
Rasulullah saw., tetapi tidak bersedia mengikuti dan mengamalkan
sunnahnya. Karena kehidupan yang sesuai dengan cara Sunnah Rasulullah
adalah kehidupan yang terbimbing langsung dari yang Maha Pencipta,
kehidupan yang mendapat garansi sukses dari Allah Robb Pemilik dan
Pencipta seluruh `alam. Allah swt. Berfirman :
           
    
“Sungguh telah ada bagi kalian dalam diri Nabi saw. contoh teladan yang
baik, yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah.“ (QS. Al Ahzab :
21)

Keutamaan dan keuntungan dari mengamalkan dan menda`wahkan As


Sunnah Rasulullah saw. di antarannya :

1. Dimasukkan ke Syurga. Sebagaimana Firman Allah :


           
       
“Barang siapa menta`ati Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya
ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai .” ( QS. An Nisaa :
13 )

2. Dikaruniai Rahmat. Firman Allah :


    
“Dan ta`atilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat .“ (QS. Ali lmran :
132)

67
3. Mendapat Kemuliaan dan Karunia Ummat Akhir Zaman. Firman Allah :
          
     
       
“Sesunnguhnya Allah telah memuliakan orang-orang yang beriman ketika
Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka
sendiri . “ (QS. Ali lmran : 164)

Sabda Rasulullah saw. :

“Semua ummatku akan masuk syurga, kecuali yang menolak.“ Ditanya,


“Siapakah yang menolak, ya Rasulullah ? “Jawab Nabi; “Siapa yang
menta`atiku masuk syurga. Dan barang siapa yang menentangku (berarti ia
menolak. “ (HR. Bukhori)

“Barang siapa berpegang teguh dengan sunnahku pada zaman fasadnya


ummat ini, maka mendapatkan pahala syahid .” ( HR. Thabrani )

“Barang siapa yamg menghidupkan sunnahku berati cinta kepadaku, dan


barang siapa yang cinta padaku pasti masuk syurga bersamaku.”

“Sampaikanlah dariku walauoun hanya satu ayat.“ (HR. Bukhori, Ahmad,


Tirmidzi)
Disamping keutamaan dan keuntungan mengamalkan dan menda`wahkan
Sunnah Rasulullah di atas, sebenarnya sangat banyak lagi manfa`at dan
keuntungan lainnya tentang pentingnya mengamalkan Sunnah Rasulullah
saw, dan menda`wahkanya kepada ummat, karena hanya dengan Sunnah
Rasulullah saw, manusia akan jaya di dunia dan akhiara. Maka dengan
menda`wahkan Sunnah agar wujud dalam semua asfek kehidupan ummat
berarti mengajak ummat untuk sukses di dunia dan akhirat.

Kerugian dan akibat yang buruk pasti akan kita dapatkan tatkala kita tidak lagi
mau mentaati dan mengambil cara hidup Nabi Muhammad Saw, diantara
akibat tersebut antara lain, yaitu :

1. Ditimpa cobaan dan Adzab yang Pedih. Allah berfirman :


        
  
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.“ ( QS. An Nur : 63 )

2. Menjadi Sesat. Firman Allah :


          
          
  
“Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia
telah sesat, dengan kesesatan yang nyata. “ (QS. Al Ahzab : 36)

3. Dimasukkan ke Dalam Neraka. Firman Allah :

68
         
        
 
“Dan barang siapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan orang-orang mu`min. Kami biarkan ia berkuasa
atas kesesatan yang dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam neraka
Jahannam.“ (QS. An Nisaa : 115)
        
   
“Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api
neraka, sedang ia kekal di dalamnya.“ (QS. An Nisaa : 14)

4. Dilaknat Allah swt. Sabda Rasulullah saw., :

“Akan datang suatu kaum, mereka mematikan sunnah dan berlebih-lebihan


dalam agama, maka atas mereka laknat Allah dan laknatnya para pelaknat
dan para malaikat dan manusia seluruhnya. “ ( HR. Dailami )

5. Ditolak Amalannya. Sabda Rasulullah saw., :

“Barang siapa berbuat dalam urusan kami ini, yang bukan darinya (contoh
Nabi), maka tertolak (HR. Bukhari – Muslim)

6. Bukan Golongan Nabi Muhammad saw. Sabda Rasulullah saw. :

“Bukanlah dari golonganku siapa yang beramal dengan sunnah selainku.”


(HR. Dailami)

Mengenai hal ini kita harus bertanggung jawab penuh. Syeh Maulana Zakaria
rah.a. menuliskan bahwa jika kita bandingkan kehidupan ummat (kaum
muslimin) sekarang ini dengan kehidupan ummat muslim di zaman kekasih
kita Muhammad saw., kita terpaksa mengakui bahwa setiap sunnah, tanpa
segan lagi telah dibuang dan disingkirkan secara halus. Yang sangat
menyedihkan adalah bahwa setiap sunnah ditentang, dan mereka yang ingin
mengembalikan perhatian terhadap sunnah dicap sebagai kuno, jahil, kolot,
dan bid`ah. Inilah kedzoliman yang paling hebat dan yang sangat menakutkan
dalam kehidupan ummat Islam.

69
HUKUM

A. Pengertian Hukum & Pembagiannya

Hukum artinya adalah sekumpulan peraturan yang menetapkan suatu


perbuatan dan melarang suatu perbuatan. Jika seseorang telah melanggar
salah satu dari hukum peraturan tersebut, maka ia akan dikenakan sanksi,
atau diambil tindakan oleh undang-undang yang tertera dan tercatat di dalam
peraturan itu sendiri. Hukum yang dibicarakan di sini terbagi atas tiga bagian :

1. Hukum Syar’i (Syari’at / Fiqih) : Hukum yang berkaitan dengan perintah


dan larangan Allah.
2. Hukum ‘Adi (Adat/Kebiasaan) : Hukum yang berkaitan dengan adat atau
kebiasaan manusia.
3. Hukum ‘Aqli : Hukum yang berkaitan dengan akal manusia.

 Hukum Syar`i

Hukum Syar’i adalah hukum yang berkaitan dengan perintah dan larangan
Allah terhadap manusia. Hukum syar’i tentu bidangnya lebih lengkap dan
luas. Kelengkapan ini timbul karena hukum syar’i tidak dibuat oleh manusia
dan tidak dipengaruhi oleh perbuatan manusia, murni dari Allah. Hukum ini
dibuat dan ditentukan oleh syara’ atau agama. Maka tidak ada suatu apapun
dari kehidupan manusia yang tidak diatur oleh agama Islam. Hukum Syar’i
ialah hukum-hukum Islam yang merupakan perintah dan larangan Allah dan
setiap muslim mukallaf yakni yang sudah akil baligh dan ber’akal sehat wajib
baginya untuk mengetahui hukum-hukum tersebut. (Penjelasannya akan
dibahas setelah hokum aqli)

 Hukum ’Adi (Hukum Adat/Kebiasaan)

Hukum ‘Adi atau Hukum Adat/Kebiasaan ialah menetapkan sesuatu bagi


sesuatu yang lain, atau menolak sesuatu karena sesuatu itu sudah ada
karena kejadian yang berulang-ulang.

Misalnya api itu panas dan dapat membakar kertas. Jika orang berpegang
teguh pada kebiasaan yang telah diketahui secara berulang-ulang itu, maka
ditetapkan suatu hukum bahwa setiap api itu panas dan mesti dapat

70
membakar segala macam kertas. Dan apabila dikatakan sebaliknya maka
adalah muhal atau mustahil, atau hal yang aneh atau tidak bisa dipercaya dan
tidak diterima oleh akal.

Kejadian diatas merupakan kepastian dari kebiasaan yang telah terbukti


kepastiannya dengan berulang kali. Adapun menurut pendapat akal, kejadian
itu masih harus disebut hal yang mungkin saja terjadi, dan mungkin saja tidak
terjadi.

Maka dari itu, jelas bahwa hukum adat/kebiasaan tidak sama dengan hukum
akal. Menurut akal, masih perlu diselidiki apakah yang menyebabkan adanya
adat atau kebiasaan itu? Apakah yang menyebabkan api itu panas dan dapat
membakar? Dan apakah yang menyebabkan air mengalir ke tempat yang
rendah? Dan apa yang menyebabkan tiap-tiap zat mempunyai sifat dan tabiat
yang berlainan? Demikian seterusnya.

 Hukum Aqli (Hukum Akal)

Arti hukum Akal itu, adalah menetapkan sesuatu keadaan untuk adanya
sesuatu. Atau mentiadakan sesuatu karena ketidakadaanya sesuatu itu.

Misalnya, tidak mungkin ada sebuah rumah jika tidak ada tukang pembuat
rumah tersebut. Maka jatuhlah hukum mustahil adanya. Karena tidak mungkin
rumah itu bisa membentuk dirinya sendiri. Jadi harus ada yang membentuk
rumah itu. Rumah merupakan bukti nyata akan keberadaanya tukang
pembuat rumah. Demikian pula kayu tidak mungkin akan bisa menjadi kursi
dengan sendirinya jika tidak ada tukang kayu yang memotong kayu lalu
membuatnya menjadi kursi. Jadi kursi merupakan bukti nyata akan
keberadaannya tukan kayu. Demikianlah suatu contoh pengambilan hukum
akal. Dan kita bisa mengkiyaskan dengan contoh contoh yang lainya sehingga
selanjutnya menjadi berkembang pengertiannya yang kemudian menjadi
suatu cabang ilmu yang sangat penting bagi masyarakat.

Dari contoh contoh diatas kita bisa menggambil bukti akan keberadaan Allah.
Allah itu ada karena adanya ciptaan yang diciptakan-Nya. Adanya langit, bumi
dan seisi isinya merupakan bukti kuat akan keberadaan Allah. Tidak mungkin
langit, bumi dan seisi isinya jadi dengan sedirinya. Sudah pasti ada yang
menciptakannya.yaitu Allah.

Ada satu kisah menarik. Seorang Arab Badui (Arab dari pegunungan) ditanya
”Dari mana kamu mengetahui bahwa Allah itu ada” . kebetulan di muka orang
Badui tadi ada segunduk kotoran unta. Badui itu menjawab ”Kamu lihat
kotoran unta ini! Setiap ada kotoran unta pasti ada untanya”.

Jadi yang dinamakan akal yang sempurna ialah suatu cahaya yang gemilang
dan terletak di dalam hati seorang mukmin dan dengan akal yang jernih itu
kita akan bisa membagi hukum akal ini menjadi tiga bagian :

1. Wajib
2. Mustahil
3. Jaiz (Mungkin)

71
Wajib aqli yaitu sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal akan
ketidakberadaanya. Wajib di sini terbagi atas dua bagian :

a. Wajib Dharuri yaitu sesuatu yang bisa dimengerti tanpa bukti, atau sesuatu
yang tidak bisa diterima oleh akal akan ketidak beradaanya tanpa
memerlukan dalil atau keterangan secara rinci. Contohnya setiap dzat
yang hidup itu wajib ada nyawanya, jika tidak bernyawa maka sudah pasti
ia tidak akan bisa hidup alias mati.
b. Wajib Nadhari yaitu sesuatu yang bisa dimengerti setelah menggunakan
bukti, atau sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal akan ketidak
beradaanya dengan bersandarkan kepada dalil atau keterangan. Misalnya
Allah itu wajib ada. Hal ini memerlukan dalil dan keterangan yang kuat.

Mustahil aqli merupakan kebalikan dari wajib yaitu sesuatu yang tidak bisa
diterima akal akan keberadaanya. Mustahil juga dibagai menjadi dua bagian :

a. Mustahil Dharuri yaitu sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal akan
keberadaanya tanpa memerlukan dalil atau keterangan. Misalnya mustahil
seorang anak melahirkan Ibunya. Mustahil keberadaan sang ibu berasal
dari anaknya. Bukankah ini sesuatu yang mustahil? Sudah pasti ini
merupakan hal yang mustahil terjadi tanpa menggunakan dalil atau
keterangan.
b. Mustahil Nadhari yaitu suatu yang tidak bisa diterima oleh akal akan
keberadanya dengan memerlukan dalil atau keterangan. Misalnya Allah itu
mustahil mempunyai anak. Ini memerlukan dalil dan keterangan yang kuat.

Jaiz aqli yaitu sesuatu yang mungkin saja ada atau mungkin tidak adanya.
Jaiz ini pula dibagi dua :

a. Jaiz Dharuri yaitu jaiz yang tidak memerlukan dalil atau keterangan,
contohnya, ada seorang ibu melahirkan anak kembar sebanyak 4.
Kejadian seperti ini mungkin saja bisa terjadi atau mungkin saja tidak
terjadi tanpa menggunakan dalil atau keterangan lebih dahulu.
b. Jaiz Nadhari: yaitu Jaiz yang memerlukan dalil atau keterangan yang kuat.
Contohnya sebuah batu mungkin bisa berobah menjadi emas. Hal ini
memerlukan dalil dan keterangan yang kuat. Contoh lainya sebuah tongkat
mungkin bisa berobah mejadi ular. Kemungkinan ini memerlukan dalil dan
keterangan yang kuat. Tentu semua ini terjadi dengan seizin Allah tapi
harus menggunakan dalil dan keterangan yang kuat.

Yang tertera diatas adalah pengambilan contoh pada hukum akal. Dan kita
bisa mengembangkannya jauh lebih luas lagi, sehingga benar-benar bisa
menjadi pelajaran yang mendalam tentang ilmu tauhid.

jika ada orang mengatakan wajib atas tiap tiap Mukallaf (akil dan baligh)
maksudnya adalah wajib menurut hukum syara’. Dan jika orang mengatakan
wajib bagi Allah dan Rasul-Nya maksudnya adalah wajib menurut hukum
akal. Dan jika orang mengatakan wajib bagi makhluk Nya, maksudnya adalah
wajib menurut hukum ‘adi atau hukum adat/kebiasaan, dan seterusnya.
Wallahua’lam

72
SYARI`AH ISLAM

A. Pengertian Syari`ah Islam

Syariah adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi


manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam
rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariah Islam adalah tata
cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhoan
Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an, yaitu :
          
         
         
          

“Dia telah mensyariahkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-
Nya kepada Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa
yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah
menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). “(QS. Asy
Syura : 13).

           
         
  
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyariahkan untuk mereka agama yang tidak diijinkan Allah ? sekiranya tak
ada ketetapan yang menentukan (dari Allah tentukanlah mereka dibinasakan.
Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang
pedih. (QS. Asy Syura : 21)

        


    
Kemudian kami jadikan kamu berada di atas syariah (peraturan) dari urusan
(agama) itu, maka ikutilah syariah itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu
orang-orang yang tidak mengetahui.(QS. Al Jatsiyah : 18)

73
Adapun pengertian syariah secara etimologis kata Syari’ah berakar
kata syara’a yang berarti “sesuatu yang dibuka secara lebar kepadanya”. Dari
sinilah terbentuk kata syari’ah yang berarti “sumber air minum”. Kata ini
kemudian dikonotasikan oleh bangsa Arab dengan jalan yang lurus yang
harus diikuti. Secara terminologis, Muhammad Ali al-Sayis mengartikan
syari’ah dengan jalan “yang lurus”. Kemudian pengertian ini dijabarkan
menjadi: “Hukum Syara’ mengenai perbuatan manusia yang dihasilkan dari
dalil-dalil terperinci”. Syekh Mahmud Syaltut mengartikan syari’ah sebagai
hukum- hukum dan tata aturan yang disyariahkan oleh Allah bagi hamba-Nya
untuk diikuti.

B. Tujuan Syari`ah Islam

Tujuan dari syariah adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan kita.
Paling tidak ada 8 tujuan .

1. Memelihara Kemaslahatan Agama (hifzh al-din)

Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-
jawab yang hendak merusak aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran Islam
memberikan kebebasan untuk memilih agama, seperti ayat Al-Quran: “Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)..” QS. Al-Baqarah:256.

2 Memelihara Jiwa (hifzh al-nafsi)

Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu,


diberlakukanlah hukum Qishash yang merupakan suatu bentuk hukum
pembalasan. Seseorang yang telah membunuh orang lain akan dibunuh,
seseorang yang telah mencederai orang lain, akan dicederai, seseorang yang
yang telah menyakiti orang lain, akan disakiti secara setimpal. Dengan
demikian seseorang akan takut melakukan kejahatan.

3. Memelihara Akal (hifzh al-’aqli)

Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal


manusia dibutuhkan untuk memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan
kauniah (sunnatullah) menuju manusia kamil. Salah satu cara yang paling
utama dalam memelihara akal adalah dengan menghindari khamar (minuman
keras) dan judi.

4. Memelihara Keturunan dan Kehormatan (hifzh al-nashli)

Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam


Syariah Islam telah jelas ditentukan siapa-siapa yang boleh dinikai, dan siapa
yang tidak boleh di nikahi. Syariah Islam akan menghukum dengan tegas
secara fisik (dengan cambuk) dan emosional (dengan disaksikan banyak
orang) agar para pezina bertaubat.

5. Memelihara Harta Benda (hifzh al-mal)

Dengan adanya Syariah Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa
lebih aman, karena Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan

74
dan/atau kaki. Dengan demikian Syariah Islam akan menjadi andalan dalam
menjaga suasana tertib masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian.

6. Melindungi kehormatan seseorang

Termasuk melindungi nama baik seseorang dan lain sebagainya, sehingga


setiap orang berhak dilindungi kehormatannya di mata orang lain dari upaya
pihak-pihak lain melemparkan fitnah, misalnya. Kecuali kalau mereka sendiri
melakukan kejahatan. Karena itu betapa luarbiasa Islam menetapkan
hukuman yang keras dalam bentuk cambuk atau “Dera” delapan puluh kali
bagi seorang yang tidak mampu membuktikan kebenaran tuduhan zinanya
kepada orang lain.

7. Melindungi rasa aman seseorang

Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang harus aman dari rasa lapar dan
takut. Sehingga seorang pemimpin dalam Islam harus bisa menciptakan
lingkungan yang kondusif agar masyarakat yang di bawah kepemimpinannya
itu “tidak mengalami kelaparan dan ketakutan”

8. Melindugi kehidupan bermasyarakat dan bernegara

Islam menetapkan hukuman yang keras bagi mereka yang mencoba


melakukan “kudeta” terhadap pemerintahan yang sah yang dipilih oleh ummat
Islam “dengan cara yang Islami”. Bagi mereka yang tergolong Bughot ini,
dihukum mati, digantung atau dipotong secara bersilang supaya keamanan
negara terjamin.

C. Ruang Lingkup Syari`ah

Ruang lingkup syariah antara lain mencakup peraturan-peraturan sbb :

1. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung


dengan Allah swt., (ritual), yang terdiri dari :

 Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa,


dan haji.
 Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rukun Islam.
 Badani (bersifat fisik) : bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum,
pengaturan menghilangkan najis, peraturan air, istinja, adzan, qomat,
I’tikaf, do’a, sholawat, umroh, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan mayit,
dan lain-lain.
 Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah,
hibbah, dan lain-lain.

2. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan


yang lainnya dalam hal yang berkaitan dengan keperluan perekonomian
dan keperluan hidup yang searti dengan perekonomian seperti : tukar-
menukar harta (jual beli), pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama
dagang, simpanan, penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-

75
piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah, titipan, jizyah, pesanan, dan
lain-lain.
3. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan
orang lain dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan
dengannya), diantaranya : perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah,
penyusunan, memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin,
berkabung dari suami yang wafat, meminang, khulu’, li’am dzilar, ilam
walimah, wasiyat, dan lain-lain.
4. Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya : qishsash,
diyat, kifarat, pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad, khianat dalam
perjuangan, kesaksian dan lain-lain.
5. Siyasah, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan
(politik), diantaranya : ukhuwa (persaudaraan) musyawarah (persamaan),
‘adalah (keadilan), ta’awun (tolong menolong), tasamu (toleransi), takafulul
ijtimah (tanggung jawab sosial), zi’amah (kepemimpinan) pemerintahan
dan lain-lain.
6. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur,
sabar, tawadlu, (rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen),
syaja’ah (berani), birrul walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-
lain.
7. Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan, minuman, sembelihan,
berburu, nazar, pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim,
mesjid, da’wah, perang, dan lain-lain.

D. Sumber-Sumber Dan Klasifikasi Syari`ah

Sumber-sumber syariah ialah :

1. Al Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad


untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang
terang benderang. Ia adalah sumber pertama bagi hukum-hukum pokok
syariah Islam. Jika kita menjumpai suatu permasalahan, maka pertamakali
kita harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari hukumnya. Sebagai
contoh :

a. Bila kita ditanya tentang hukum khamer (miras), judi, pengagungan


terhadap bebatuan dan mengundi nasib, maka jika kita merujuk
kepada Al Qur’an niscaya kita akan mendapatkannya dalam firman
Allah swt :
     
      
  
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah*,
adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al Maaidah :
90)
*Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan
anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan Apakah mereka akan melakukan suatu
perbuatan atau tidak. Caranya Ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai
bulu. setelah ditulis masing-masing Yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang
ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila

76
mereka hendak melakukan sesuatu Maka mereka meminta supaya juru kunci ka'bah
mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti Apakah mereka akan melakukan atau
tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang
terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi.

b. Bila kita ditanya tentang masalah jual beli dan riba, maka kita dapatkan
hukum hal tersebut dalam Kitab Allah
        
       
        
        
         
     
“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba* tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila**. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu*** (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya. (QS. Al Baqarah : 275).
*Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang
disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan
barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan
mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan
sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum
terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.

**Maksudnya: orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan
syaitan.

***Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.

Dan masih banyak contoh-contoh yang lain yang tidak memungkinkan untuk
di perinci satu persatu.

2. Al-Hadist (As-Sunnah), yaitu semua yang bersumber dari Nabi berupa


perkataan, perbuatan atau persetujuan. Dan merupakan sumber hukum
kedua yang memberikan penjelasan dan rincian terhadap hukum-hukum
Al-Qur’an yang bersifat umum.

Contoh perkataan/sabda Nabi :

“Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah


kekufuran” (HR. Bukhari no.46,48, Muslim no. .64,97, Tirmidzi
no.1906,2558, Nasa’I no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad
no.3465,3708)

77
Contoh perbuatan:

Apa yang diriwayatkan oleh Bukhari (Bukhari no.635, juga diriwayatkan


oleh Tirmidzi no.3413, dan Ahmad no.23093,23800,34528) bahwa ‘Aisyah
pernah ditanya: apa yang biasa dilakukan Rasulullah dirumahnya ? Aisyah
menjawab:

“Beliau membantu keluarganya; kemudian bila datang waktu shalat, beliau


keluar untuk menunaikannya.”

Contoh persetujuan :

apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (Hadits no.1267) bahwa Nabi
pernah melihat seseorang shalat dua rakaat setelah sholat subuh, maka
Nabi berkata kepadanya:

“Shalat subuh itu dua rakaat” orang tersebut menjawab, “sesungguhnya


saya belum shalat sunat dua rakaat sebelum subuh, maka saya kerjakan
sekarang.” Lalu Nabi saw terdiam”

Maka diamnya beliau berarti menyetujui disyari’atkannya shalat sunat


qabliah subuh tersebut setelah shalat subuh bagi yang belum
menunaikannya.
As-Sunnah adalah sumber kedua setelah al Qur’an. Bila kita tidak
mendapatkan hukum dari suatu permasalahn dalam Al Qur’an maka kita
merujuk kepada as-Sunnah dan wajib mengamalkannya jika kita
mendapatkan hukum tersebut. Dengan syarat, benar-benar bersumber
dari Nabi e dengan sanad yang sahih. As Sunnah berfungsi sebagai
penjelas al Qur’an dari apa yang bersifat global dan umum. Seperti
perintah shalat; maka bagaimana tatacaranya didapati dalam as Sunnah.
Oleh karena itu Nabi bersabda:

“shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” (Bukhari no.595)

Sebagaimana pula as-Sunnah menetapkan sebagian hukum-hukum yang


tidak dijelaskan dalam Al Qur’an. Seperti pengharaman memakai cincin
emas dan kain sutra bagi laki-laki.

3. IJMA’ bermakna: Kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat


Muhammad saw dari suatu generasi atas suatu hukum syar’i, dan jika
sudah bersepakat ulama-ulama tersebut baik yang terdapat pada generasi
sahabat atau sesudahnya akan suatu hukum syari’at maka kesepakatan
mereka adalah ijma’, dan beramal dengan apa yang telah menjadi suatu
ijma’ hukumnya wajib.

Dan dalil akan hal tersebut sebagaimana yang dikabarkan Nabi saw, bahwa
tidaklah umat ini akan berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan, dan apa
yang telah menjadi kesepakatan adalah hak (benar).

78
Dari Abu Bashrah ra, bahwa Nabi saw bersabda :

“Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan ummatku atau ummat Muhammad


berkumpul (besepakat) di atas kesesatan” (Tirmidzi no.2093, Ahmad 6/396)

Contohnya:

Ijma para sahabat ra bahwa kakek mendapatkan bagian 1/6 dari harta
warisan bersama anak laki-laki apabila tidak terdapat bapak.

Ijma’ merupakan sumber rujukan ketiga. Jika kita tidak mendapatkan didalam
Al Qur’an dan demikian pula sunnah, maka untuk hal yang seperti ini kita
melihat, apakah hal tersebut telah disepakatai oleh para ulama muslimin,
apabila sudah, maka wajib bagi kita mengambilnya dan beramal dengannya.

4. QIYAS, yang maksud qiyas bermakna : Mencocokan perkara yang tidak


didapatkan di dalam hukum syar’i dengan perkara lain yang memiliki nash
yang sehukum dengannya, dikarenakan persamaan sebab/alasan antara
keduanya.

Pada qiyas inilah kita meruju’ apabila kita tidak mendapatkan nash dalam
suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Qur’an, sunnah
maupun ijma’. Ia merupakan sumber rujukan keempat setelah Al Qur’an, as
Sunnah dan Ijma’.

Rukun Qiyas

Qiyas memiliki empat rukun, yaitu :

1. Dasar (dalil),
2. Masalah yang akan diqiyaskan,
3. Hukum yang terdapat pada dalil,
4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan.

Contoh:

Allah mengharamkan khamer dengan dalil Al Qur’an, sebab atau alasan


pengharamannya adalah karena ia memabukkan, dan menghilangkan
kesadaran. Jika kita menemukan minuman memabukkan lain dengan nama
yang berbeda selain khamer, maka kita menghukuminya dengan haram,
sebagai hasil Qiyas dari khamer. Karena sebab atau alasan pengharaman
khamer yaitu “memabukkan” terdapat pada minuman tersebut, sehingga ia
menjadi haram sebagaimana pula khamer.

Inilah sumber-sumber yang menjadi rujukan dalam perkara-perkara hukum


syariah Islam, kami sebutkan semoga mendapat manfaat, adapun lebih
lengkapnya dapat dilihat di dalam kitab-kitab usul fiqh Islam ( fiqhul ‘ala
manhaj imam syafi’i)

79
 Hukum Syariah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Wajib / Fardhu
2. Haram
3. Mandub / Sunnah
4. Makhruh
5. Mubah

Wajib (Fardhu)

Wajib merupakan suatu hal yang wajib atau harus dilakukan atas diri setiap
muslim mukallaf (akil dan baligh) baik laki-laki atau perempuan. Wajib atau
Fardhu ialah suatu hukum yang apabila dilakukan mendapat pahala atau
balasan baik dari Allah dan jika ditinggalkan maka akan berdosa dan
mendapat ganjaran siksaan di akhirat.

Wajib ada dua macam :

I. Wajib A`in (Fardhu ’Ain)

Wajib ‘Ain atau Fardhu ‘Ain: ialah wajib yang harus dilakukan atas diri setiap
muslim mukalaf (berakal sehat dan baligh) baik ia laki-laki atau perempuan.
Karena ia mengandung wajib yang berat, maka harus dilakukan dan tidak
boleh ditinggalkan terkecuali memiliki udzur yang kuat, itupun wajib dilakukan
walaupun dengan isyarat, atau menggantinya pada hari yang lain, atau
membayar fidhyah. Contohnya sholat lima waktu sehari semalam. Sholat ini
wajib dilakukan oleh setiap muslim akil dan baligh, laki laki atau perempuan
dalam keadaan apapun sholat ini wajib dilakukan, jika memiliki udzur
sholatnya wajib atau harus dilakukan, walaupun dengan isyarat hukum sholat
ini wajib atau harus dilakukan. Jika sudah tidak mampu sama sekali untuk
dilakukan maka wajib diganti dengan membayar fidyah. Begitu pula puasa
pada bulan Ramadhan, membayar zakat setelah sampai nishabnya dan
melaksanakan ibadah haji jika mampu dan lain sebagainya.

II. Wajib Kifayah (Fardhu Kifayah)

Wajib Kifayah atau Fardhu Kifayah: yaitu pekerjaan yang wajib dilaksanakan
oleh setiap muslim mukallaf (berakal sehat dan baligh). Tetapi jika sudah ada
satu diantara sekian banyak orang yang sanggup melaksanakannya, maka
terlepaslah kewajibannya untuk dilakukan. Contohnya: mendirikan sholat
jenazah. Sholat ini wajib dilakukan oleh setiap muslim. Jika tidak dilakukan
sholat bagi mayat maka semua muslim akan berdosa dan jika salah seorang
telah melakukanya maka terlepaslah kewajiban bagi semuanya.

Haram

Haram ialah suatu larangan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan
jika dilakukan akan berdosa. Setiap pelanggaran dari perbuatan yang dilarang
itu dinamakan perbuatan ma’siat dan dosa, diantaranya: minum arak, berzina,
membunuh, berjudi, berdusta, menipu, mencuri, mencaci maki dan masih
banyak lagi contoh contoh lainnya. Dengan sangsi, jika seorang muslim mati

80
dan belum sempat bertaubat, menurut hukum syara’ ia akan disiksa karena
dosa-dosa yang telah diperbuatnya.

Mandub (Sunnah)

Mandub atau Sunnah ialah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan


mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Sesuatu yang mandub
atau sunnah akan lebih baik jika dilaksanakan karena bisa menambal sulam
kekurangan ibadah kita. Mandub atau Sunnat ini sering juga disebut
Mustahab yaitu sesuatu perbuatan yang dicintai Allah dan Rasul Nya. Hukum
Mandub / Sunnat terbagi 4 bagian :

I Sunnah ‘Ain : yaitu suatu perbuatan yang dianjurkan untuk dilaksanakan


oleh setiap muslim, seperti sholat sunat rawatib. (sebelum atau sesudah
sholat fardhu), sholat tahajjut, sholat tasbih, sholat dhuha dan sholat-sholat
yang banyak lagi.
II Sunnah Kifayah: yaitu suatu pekerjaan yang dianjurkan untuk
dilaksanakan oleh setiap muslim, namun sunnah ini cukup jika telah
dilaksanakan oleh satu orang. Misalnya memberi salam, menjawab orang
yang bersin dan lain-lain.
III Sunnah Muakkadah yaitu suatu pekerjaan yang selalu dilaksanakan oleh
Rasulullah saw seperti sholat Idul Fitri dan sholat Idul Adhha dan
sebagainya.
IV Sunnah Ghairu Muakkadah: yaitu segala sunat yang tidak selalu
dikerjakan oleh Rasulullah saw, misalnya puasa tasua’ pada tanggal 9
Muharram yang ingin dilaksanakan oleh Nabi saw namun belum sempat
dilakukannya beliau keburu wafat, kemudian para sahabat melanjutkannya
berpuasa pada tanggal tersebut. Dan masih banyak lagi yang kita bisa cari
dalam kitab fiqih

Ada yang perlu diketahui bahwa di dalam Wajib ada yang terkandung
Sunnah, contohnya, sebelum shalat dianjurkan untuk berwudhu’. Dan
berwudhu’ itu wajib hukumnya, adapun meratakan air ke tempat anggota
wudhu’ adalah sunah. Begitu pula sebaliknya di dalam Sunnah ada yang
terkandung Wajib. Contohnya: jika seseorang melaksanakan sholat sunnat
tanpa wudhu’, maka sudah pasti sholatnya tidak sah. Karena wudhu’
merupakan perbuatan yang wajib dilakukan oleh seseorang sebelum
melaksanakan sholat, tidak perduli apakah itu sholat sunnat atau sholat wajib.
Sebagaimana wajib Berwudhu’, wajib pula menghadap kiblat, wajib pula
membaca surat Fatihah dalam sholat, wajib pula ruku’ dan sujud dan wajib
pula salam. Demikian seterusnya.

Makruh

Makruh ialah sesuatu perbuatan yang dibenci didalam agama Islam, tetapi
tidak berdosa jika dilakukan, dan berpahala jika ditinggalkan, misalnya
memakan makanan yang membuat mulut menjadi bau seperti memakan
bawang putih, jengkol dan petai, juga merokok dan lain sebagainya.

81
Mubah

Mubah dalam Syara’ ialah sesuatu pekerjaan yang boleh dilakukan atau boleh
juga ditinggalkan. Jika ditinggalkan tidak berdosa dan jika dikerjakan tidak
berpahala, misalnya makan, minum, tidur, mandi dan masih banyak lagi
contoh contoh lainya. Mubah dinamakan juga Halal atau Jaiz. Namun,
kadang-kadang yang mubah itu, bisa menjadi sunnah. Umpamanya, kita
makan tetapi diniatkan untuk menguatkan tubuh agar lebih giat beribadah
kepada Allah, atau berpakaian yang bagus dengan niat untuk menambah
bersihnya dalam beribadah kepada Allah, bukan untuk ria’ atau menunjukkan
kesombongan dalam berpakaian, dan lain sebagainya. (lihat kitab Ad-Durusul
Fiqhiyyah juz ke 4 oleh Habib Abdurahman bin Saggaf Assagaf)

E. Prinsip-Prinsip Syari`ah Islam

1. Tidak Mempersulit (‘Adam al-Haraj)

Dalam menetapkan syariah Islam, al-Quran senantiasa memperhitungkan


kemampuan manusia dalam melaksanaknnya. Itu diwujudkan dengan
mamberikan kemudahan dan kelonggaran (tasamuh wa rukhsah) kepada
mansusia, agar menerima ketetapan hukum dengan kesanggupan yang
dimiliknya.

2. Mengurangi Beban (Taqlil al-Taklif)

Prinsip kedua ini merupakan langkah prenventif (penanggulangan)


terhadap mukallaf dari pengurangan atau penambahan dalam kewajiban
agama. Al-Quran tidak memberikan hukum kepada mukallaf agar ia
menambahi atau menguranginya, meskipun hal itu mungkin dianggap wajar
menurut kacamata sosial. Hal ini guna memperingan dan menjaga nilai-nilai
kemaslahatan manusia pada umumnya, agar tercipta suatu pelaksanaan
hukum tanpa dasari parasaan terbebani yang berujung pada kesulitan. Umat
manusia tidak diperintahkan untuk mencari-cari sesuatu yang justru akan
memperberat diri sendiri.

3. Penetapan Hukum secara Periodik

Al-Quran merupakan kitab suci yang dalam prosesi tasyri’ sangat


memperhatikan berbagai aspek, baik natural, spiritual, kultural, maupun sosial
umat. Dalam menetapkan hukum, Al-Quran selalu mempertimbangkan,
apakah mental spiritual manusia telah siap untuk menerima ketentuan yang
akan dibebankan kepadanya?. Hal ini terkait erat dengan prinsip kedua, yakni
tidak memberatkan umat. Karena itulah, hukum syariah dalam Al-Quran tidak
diturunkan secara serta merta dengan format yang final, melainkan secara
bertahap, dengan maksud agar umat tidak merasa terkejut dengan syariah
yang tiba-tiba. Karenanya, wahyu Al-Quran senantiasa turun sesuai dengan
kondisi dan realita yang terjadi pada waktu itu.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan kami kemukakan tiga periode tasryi’ Al-
Quran, yaitu :

82
a. Mendiamkan, yakni ketika Al-Quran hendak melarang sesuatu, maka
sebelumnya tidak menetapkan hukum apa-apa tapi memberikan contoh
yang sebaliknya.
b. Menyinggung manfaat ataupun madlharatnya secara global. Dalam
contoh khamr di atas, sebagai langkah kedua, turun ayat yang
menerangkan tentang manfaat dan madlarat minum khamr. Dalam ayat
tersebut, Allah menunjukkan bahwa efek sampingnya lebih besar daripada
kemanfaatannya
         
       
         
  
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar* dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari
keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berfikir,(QS. Al Baqarah : 219)
*Segala minuman yang memabukkan.

yang kemudian segera disusul dengan menyinggung efek khamr bagi


pelaksanaan ibadah

       


   
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan,… (QS. An Nisaa : 43)

c. Menetapkan hukum tegas. Kewajiban shalat misalnya. Tahap pertama


terjadi permulaan Islam (di Mekah), di saat ummat Islam banyak menuai
siksaan dan penindasan dari penduduk Mekah, kewajiban shalat hanya
dua raka’at, yaitu pada pagi dan sore. Itu pun dilakukan secara sembunyi-
sembunyi, khawatir terjadi penghinaan yang semakin menjadi-jadi dari
suku Qurasy.

4. Sejalan dengan Kemaslahatan Universal

Islam bukan hanya doktrin belaka yang identik dengan pembebanan, tetapi
juga ajaran yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia. Karenanya,
segala sesuatu yang ada di mayapada ini merupakan fasilitas yang berguna
bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya.

5. Persamaan dan Keadilan (al-Musawah wa al-Adalah)

Persamaan hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariah Islam, baik
yang berkaitan dengan ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut tidak
hanya berlaku bagi umat Islam, tatpi juga bagi seluruh agama. Mereka diberi
hak untuk memutuskan hukum sesuai dengan ajaran masing-masing, kecuali
kalau mereka dengan sukarela meminta keputusan hukum sesuai hukum
Islam.

83
ARKANUL ISLAM

84
A. Pengertian Arkanul Islam

Arkanul Islam berasal dari kata : “Arkan dan Islam” Arkan berasal dari rukun
yang berarti bagian yang inheren (tidak terpisahkan) berbeda dengan syarat
yang berarti kondisi yang harus ada pada rukun sehingga suatu peribadatan
menjadi sah. Rukun atau arkanul Islam bagian-bagian dari pada suatu
kebulatan Islam.

Pelaksanaan rukun-rukun Islam yang merupakan pelaksanaan ibadah yang


menghubungkan hamba dengan Allah (ibadah dalam arti khusus). Juga
kewajiban terhadap manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, yang disebut
muamalah. Seorang muslim yang melaksanakan ibadah dan muamalah
tersebut dipandang sudah melaksanakan Syari’ah Islam.

Islam berasal dari kata aslama yang berarti menyerah / menyerahkan diri
kepada Allah dan dari kata salima yang berarti selamat/ mendapat
keselamatan dari Allah.

B. Rukun Islam adalah lima, yaitu :

1. Mengucapkan dua kalimah syahadat.


2. Mengerjakan Shalat
3. Membayar Zakat
4. Mengerjakan puasa Ramadhan
5. Mengerjakan haji bagi yang mampu.

Tanda Islam ada empat, yaitu :

 Mentaati perintah Allah swt., dan meninggalkan segala larangan-Nya,


yang telah ditetapkan dalam Agama Islam
 Suci lidahnya dari perkataan dusta (bohong)
 Suci perutnya dari barang-barang yang haram
 Suci tubuhnya dari segala macam ma`shiat dan sifat tamak

Syarat Islam Islam ada empat, yaitu :

 Sabar terhadap hukum Allah swt,.


 Ridha dengan qadha` (ketentuan) Allah swt,.
 Yakin dan Ikhlash menyerahkan diri hanya kepada Allah swt,.
 Mengikuti firman Allah swt., dan sabda baginda Rasulullah saw., serta
menjauhi segala larangan-Nya.

Adapun yang dapat merusak Islam ada empat, yaitu :

 Beramal tanpa ilmu, yaitu melaksanakan ibadah dengan kebodohan


 Mengetahui segala perintah dan larangan tetapi tidak dikerjakan
 Tidak tahu dan tidak mau bertanya
 Mencela orang yang berbuat kebajikan

a. Pengertian Syahadatain

85
1. Syahadatain berasal dari kata syahadah yang berarti persaksian atau
pengakuan. Jadi syahadatain artinya dua persaksian/ pengakuan, yaitu
syahadah Ilahiyah (Syahadat Tauhid) dan syahadah kerasulan (Syahadat
Rasul). Dua kalimat syahadat ialah :

‫أشهد ان الاله اّالهللا وأشهد اّن محمدا رسول هللا‬

“ Asy-Hadu al laa ilaaha illallaahu wa Asy-Hadu anna Muhammadar


rasuulullaahu.”

“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

a. Dua kalimah Syahadah di atas mengandung pengertian bahwa Allah itu


nyata ada-Nya. Maha pencipta yang dapat dibuktikan dengan seluruh
ciptaan-Nya, meskipun orang tidak dapat melihat Allah dengan
penglihatan mata biasa. Allah Tuhan Yang Esa, Maha Kuasa (seluruh
mahluk bergantung kepada-Nya), tidak melahirkan, dilahirkan, dan tak ada
sekutu satupun bagi-Nya.
            
     
“Katakanlah : “Dialah Allah, Yang Maha Esa” (1) “Allah adalah tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu“ (2) “Dia tiada beranak dan tiada
pula diperanakan” (3) “Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan
Dia”.(4) (Q.S Al-Ikhlash (112) ayat 1- 4)

b. Muhammad adalah Rasul / utusan Allah.


        
         
         
        
      
        
      
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan
dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama
mereka kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaanNya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas
sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka taurat dan sifat-sifat mereka dalam injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah di dan tegak lurus di atas
pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-
orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-oang yang beriman dan
mengerjakan amal yang shokeh di antara ampunan dan pahala yang besar.”
(Q.S Al-Fath : 29)

Muhammad pembawa risalah yaitu agama sebagai pesan Allah yang abadi.
Agama adalah merupakan sistem nilai dan norma yaitu ketentuan dasar dan
peraturan pelaksana yang disebut akidah dan syari’ah.

86
          
         
         
          

“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu
dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu :
Tegakkanlah agama dan janganlah kamu terpecah belah tentangnya. Amat
berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendakiNya dan memberi
petunjuk kepada (agama)Nya orang yang kembali (kepadaNya).”(QS. Asy
Syuura : 13)

Itulah sebabnya seorang muslim harus mendasarkan seluruh ibadah dan


mu’amalahnya berdasarkan rukun tersebut yang mengandung tauhid atau
keesaan Allah yang bertentangan dengan syirik yaitu tindakan menyekutukan
Allah (musyrik). Syirik adalah perbutan dzhalim terbesar, yang menjauhkan
seseorang dari keimanan dan keislaman (kufur).

Syahadat merupakan proses yang ditumbuhkan dari keimanan dengan


dibuktikan melalui amal perbuatan yaitu ibadah dan mu’amalah.

Rukun Syahadat ada empat perkara, yatu :

1. Menetapkan Dzat Allah swt., (berdiri dengan sendirinya)


2. Menetapkan sifat Allah swt., (berkuasa muthlaq)
3. Menetapkan af`al Allah swt., (berbuat dengan sekehendak-Nya)
4. Menetapkan kebenaran Rasulullah saw,.

Syarat-syarat kesempurnaan Syahadat ada empat perkara, yaitu :

1. Memahami maksud syahadat


2. Diikrarkan dengan lisan, yakni dibaca dari permulaan hingga akhirnya
3. Meyakini dalam hati, yakni tanpa ada keraguan sedikitpun
4. Diaplikasikan melalui perbuatan anggota badan, yakni hati dan perbuatan
wajib menolak segala sesuatu yang bertentangan dan menyalahi atas arti
maksud dua kalimat syahadat itu.

Yang Merusak syahadat ada empat, yaitu :

1. Menyekutukan Allah swt,.


2. Ragu akan adanya Allah swt,.
3. Menyangkal bahwa dirinya diciptakan Allah swt,.
4. Menyangkal bahwa peredaran alam semesta ini diatur oleh Allah swt,.

Pelaksanaan rukun-rukun Islam yang merupakan pelaksanaan ibadah yang


menghubungkan hamba dengan Allah (ibadah dalam arti khusus). Juga
kewajiban terhadap manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, yang disebut
muamalah. Seorang muslim yang melaksanakan ibadah dan muamalah
tersebut dipandang sudah melaksanakan Syari’ah Islam.

87
IBADAH PRAKTIS (THAHAROH)

A. Pengertian Thaharah

Definisi/Arti : menurut bahasa thaharah berarti bersih dan suci dari segala
kotoran, baik yang nyata seperti najis maupun yang tidak nyata contohnya
sperti aib. Menurut syariat, thaharah artinya; melakukan sesuatu agar diijinkan
shalat atau hal-hal lain yang sehukum dengannya, seperti wudlu, mandi wajib,
dan menghilangkan najis dari pakaian, tubuh dan tempat shalat.

88
       
     
         
           
       
        
       
   
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika
kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit* atau dalam perjalanan atau
kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh** perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al; Maa-
idah : 6)

*Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena air.** Artinya: menyentuh. menurut jumhur Ialah: menyentuh sedang
sebagian mufassirin Ialah: menyetubuhi.

Dalil naqli Allah SWT berfirman,


  
“ Dan pakaianmu bersihkanlah.” (Al Muddatsir:4)
      
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang gemar bertaubat, dan
menyukai orang-orangyangmensucikandiri.(AlBaqarah:222).

)‫ (رواه المسلم‬. ‫الطهور سطر االيمان‬

“Bersuci adalah separuh dari iman.(HRMuslim)

HikmahBersuci :

1. Thaharah termasuk tuntutan fitrah. Fitrah manusia cenderung kepada


kebersihan dan membenci kotoran serta hal-hal yang menjijikkan.
2. Memelihara kehormatan dan harga diri. Karena manusia suka berhimpun
dan duduk bersama. Islam sangat menginginkan, agar orang muslim
menjadi manusia terhormat dan punya harga diri di tengah kawan-
kawannya.
3. Memelihara kesehatan. Kebersihan merupakan jalan utama yang
memelihara manusia dari berbagai penyakit, karena penyakit lebih sering
cepat tersebar disebabkan kotoran. Dan membersihkan tubuh, membasuh
wajah, kedua tangan, hidung dan kedua kaki sebagai anggota tubuh yang
paling sering berhubungan langsung dengan kotoran, akan membuat
tubuh terpelihara dari berbagai penyakit.
4. Beribadah kepada Allah dalam keadaan suci. Allah menyukai orang-orang
yang gemar bertaubat dan bersuci.

B. Thaharah ada dua macam :

89
1. Bersuci dari najis, dan
2. Bersuci dari hadats.

 Bersuci dari najis seperti, istinja` dan izalatun najasah (membersihkan


najis yang terdapat pada pakaian, tubuh, maupun tempat). Contoh :
mencuci pakaian yang terkena kencing, membersihkan badan yang
terkena kotoran binatang dsb.
 Bersuci dari hadats seperti, wudhu` , mandi, dan tayammum.

Macam Air yang Digunakan untuk bersuci ;

1. Air yang turun dari langit, contohnya air hujan, air es, dsb. Dasar
hukumnya. Firman Allah : :
       
       
      
(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu
penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari
langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari
kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan
mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu)*. (QS. Al Anfaal :11)

* Memperteguh telapak kaki disini dapat juga diartikan dengan keteguhan hati dan keteguhan
pendirian.

2. Air yang keluar dari dalam bumi, contohnya air laut, air sumur, air sungai,
air dari mata air.

Sabda Rasulullah saw,. :

“ Karena laut itu sangat suci airnya dan halal bangkainya. ( Hadits Riwayat
Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I ,Ibnu Majah dan Ahmad)

Pembagian/klasifikasi air :

1. Air suci lagi mensucikan (Thahir Muthahhir) adalah Air mutlak, yaitu air
yang masih tetap pada sifat keasliannya sebagaiman yang diciptakan
Allah swt (HR Bukhari)
2. Air suci mensucikan tetapi makruh. (Thahir Muthahhir Makruh). Air
musyammas, yaitu air yang terkena panas matahari.Air ini akan menjadi
makruh bila;

 Jika berada di negeri yang sangat panas,


 Jika air itu diletakkan di bejana logam selain logam emas dan perak,
seperti besi, tembaga dan logam apapun yang bisa ditempa,
 Jika air itu digunakan pada tubuh manusia atau binatang (Dari Umar
r.a, As Syafi’i)

3. Air suci tapi tidak mensucikan ( Thahir Ghoiru Muthahhir ). Adalah air
sedikit yang sudah digunakan untuk bersuci yang fardhu. ( Bukhari,
Muslim ).

90
4. Air terkena najis. ( Mutanajjis ), yaitu air yang kemasukan najis. Air ini
terbagi menjadi dua macam:

 Air sedikit, yaitu yang kurang dari 2 kulah. Air ini akan otomatis menjadi
najis, begitu kemasukan najis meskipun sedikit dan tidak merubah
sifat-sifat air seperti warna, bau dan rasa. (HR Muslim, Kitab Al
Khamis). Ukuran 2 kulah= 60cm x 60cm x 60 cm.
 Air banyak, yaitu air 2 kulah atau lebih. Air ini tidak otomatis menjadi
najis jika kemasukan najis. Air ini baru menjadi najis, jika najis tersebut
mampu merubah salah satu sifat-sifat dasar air yang tiga yaitu warna,
rasa atau baunya. (Ibnu Mundzir, Imam Nawawi)

NAJIS

Definisi najis menurut bahasa, Apa saja yang kotor, sedangkan menurut
Syara` berarti kotoran yang mengakibatkan shalat tidak sah, Contoh ; darah
dan air kencing.

Jenis najis yang terpenting ada 7 macam :

1. Khamer dan cairan apapun yang memabukkan. (QS.Al Maa-idah : 90).


Setiap yang memabukkan itu khamer, dan setiap khamer itu haram. (HR.
Muslim).

      


      
 
“ Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah*, adalah Termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan. (QS. Al Maa-idah : 90)

* Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak
panah yang belum pakai bulu untuk menentukan Apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau
tidak. Caranya Ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis masing-
masing Yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan
dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila mereka hendak melakukan sesuatu Maka
mereka meminta supaya juru kunci ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti
Apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah
yang diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali
lagi.

2. Anjing dan babi. (HR Muslim, Daruqutni).


3. Bangkai. Yaitu setiap binatang yang mati tanpa disembelih secara syar’i.
Firman Allah :

       


     
      
“ Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah*, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul,
yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat
kamu menyembelihnya **, (QS. Al Maa-idah : 3)

91
* Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat
145.
** Maksudnya Ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan
yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati.

Kecuali bangkai-bangkai yang tidak dihukumi najis, yaitu antara lain :

 Bangkai manusia, karena Allah telah memuliakan manusia. Firman Allah :


        
      
  
“ Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. Al Israa : 70)

 Jasad orang Islam. (Sesungguhnya orang Islam itu tidak najis). (HR.
Bukhari),
 Bangkai ikan dan belalang. (HR Ibnu Majah:” Dihalalkan 2 macam bangkai
dan dua macam darah, yaitu bangkai ikan dan belalang. Dan darah hati
serta anak limpa)

4. Darah yang mengalir termasuk nanah, karena kotor. Firman Allah :


           
          
            
    
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu,
sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali
kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -
karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas
nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. Al
An`am : 145)

5. Kencing dan kotoran manusia maupun binatang. (HR Bukhari, Muslim).


6. Setiap bagian tubuh yang terlepas dari binatang yang masih hidup. Apa-
apa yang terpotong dari seekor binatang, adalah bangkai. (HR Hakim),
Kecuali rambut dan bulu binatang yang halal dimakan dagingnya, adalah
suci. Firman Allah :
         
       
      

“ Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan
Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang
ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan
waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta
dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai)
sampai waktu (tertentu). (QS. An Nahl : 80)

92
7. Susu hewan yang haram dimakan dagingnya, seperti keledai, karena
hukum susunya sama dengan dagingnya. Sedangkan dagingnya itu najis.

Tingkatan Najis:

1. Najis Mughallazhah (Kelas Berat), ialah najisnya anjing dan babi.


2. Najis Mukhaffafah (Ringan), ialah kencing bayi laki-laki yang belum
memakan makanan selain susu, dan belum berumur 2 tahun. (HR Bukhari,
Muslim)
3. Najis Muthawassithah. (Pertengahan), yaitu najis selain anjing dan babi
dan selain kencing bayi laki-laki yang baru hanya makan susu. Contoh
kencing manusia, tahi binatang dan darah.
4. Najis yang dimaafkan, yaitu contohnya :

a. Percikan air kencing yang sangat sedikit, yang tidak bisa ditangkap oleh
mata telanjang.
b. Sedikit darah, nanah, darah kutu, tahi lalat, tahi cicak dan sejenisnya,
selagi hal itu bukan perbuatan yang disengaja.
c. Darah dan nanah dari luka, sekalipun banyak, dengan syarat berasal dari
orang itu sendiri, bukan atas perbuatan yang disengaja, dan najis itu tidak
melampaui dari tempatnya yang biasa.
d. Tahi binatang yang mengenai biji-bijian ketika ditebah, dan tahi binatang
ternak yang mengenai susu ketika diperah, asalkan sedikit dan tidak
merubah sifat susu itu.
e. Tahi ikan dalam air apabila tidak sampai merubahnya dan tahi burung-
burung di tempat yang biasa mereka datangi, seperti burung-burung di
Masjidil Haram di Makkah dan Madinah dan yang lainnya. Karena tahi
hewan itu tersebar merata dimana-mana sehingga sulit untuk dihindari.
f. Darah yang mengenai baju tukang potong hewan, asalkan sedikit.
g. Darah yang menempel di daging, asalkan sedikit.
h. Mulut anak kecil yang terkena najis muntahannya sendiri, ketika ia
menetek dari ibunya.
i. Debu yang menerpa di jalanan.
j. Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir, seperti lalat, lebah, semut,
dengan syarat binatang itu tercebur sendiri dan tidak merubah sifat air
yang dimasukinya. (HR. Bukhari)

C. Cara Bersuci dari Najis pada Pakaian, Tubuh dan Tempat :

1. Najis Mughallazhah: Hanya bisa disucikan dengan dibasuh 7 x, salah satu


di antaranya dicampur dengan tanah, baik pada pakaian, tubuh ataupun
tempat shalat.
2. Najis Mukhaffafah (Ringan). Caranya ialah dengan diperciki air sampai
merata.
3. Najis Muthawassithah. (Pertengahan). Hanya dapat disucikan jika dialiri air
yang dapat menghilangkan bekasnya, sehingga wujud dan sifat-sifat najis
itu hilang. Dan tidak mengapa jika masih tersisa warnanya seandainya
memang amat sulit dihilangkan, seperti darah.
4. Kulit bangkai selain anjing dan babi. Disucikan dengan cara disamak,
maksudnya dihilangkan cairannya yang dapat merusaknya jika dibiarkan,
dengan menggunakan bahan pedas dan sepat, sehingga jika kulit itu
direndam di dalam air, tidak akan busuk dan rusak. (HR Muslim). Catatan;

93
sesudah disamak, kulit itu masih wajib dicuci dengan air bersih, karena ia
telah bertemu dengan obat-obatan yang najis, yang digunakan untuk
menyamaknya.

Adab Qadho-ul Hajat (Masuk & Keluar Kamar Mandi/ WC)

Dalam kehidupan sehari hari kita tentu tak bisa tidak harus ke kamar mandi/
wc, baik tujuannya untuk bersuci, membersihkan diri ataupun buang hajat.
Maka sudah selayaknya kita memperhatikan sunnah sunnah Nabi ketika
masuk dan keluar dari kamar mandi, diantaranya :

Anjuran ketika hendak masuk ke WC :

1. Menggunakan sandal atau alas kaki untuk menghindari najis. (Imam


Nawawi). Akan lebih baik, di dalam WC atau kamar mandi disediakan
sandal khusus, dan sebaiknya tidak dibawa keluar WC/ Kamar mandi.
2. Dianjurkan memakai tutup kepala ketika di dalam WC, dan baru
membukanya jika kita hendak membasahi rambut. (Ibnu Sa’ad). Jika tidak
ada penutup kepala, hendaknya ditutup dengan lengan baju. (Imam
Nawani).
3. Buang air kecil/besar hendaknya dengan jongkok, jangan berdiri seperti
orang Yahudi dan Nasrani. (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i).
Caranya adalah dengan duduk bertumpu di atas kaki kiri dan kaki kanan
tegak di atas tanah. Hal ini akan lebih memudahkan najis keluar dan
mengistirahatkan anggota tubuh utama, seperti lambung, dsb. (Imam
Nawawi).
4. Hati-hati dengan cipratan air kencing, terutama jika kencing berdiri.
Banyak orang yang disiksa di dalam kubur, karena tidak hati-hati ketika
istinja dan tidak sempurna ketika berwudhu. (HR Bukhari, Muslim, Ibnu
Majah).
5. Sunnah menuntaskan sisa air kencing dengan berdehem dan memijit-mijit
kemaluan dari pangkal sampai ujung, 3 kali.(Bagi kaum laki-laki) (Imam
Nawawi).
6. Jangan menggunakan jari telunjuk dan jempol untuk istinja. Setelah
selesai hendaknya tangan digosokkan ke tanah atau dinding untuk
menghilangkan bau, lalu dicuci dengan air. (Imam Nawawi).
7. Kamar mandi dan WC sebaiknya dipisah.

Adab Masuk Kamar Mandi (WC)

1. Tidak membawa sesuatu dari tulisan berlafadz Allah dan Rasul-Nya,

، ‫َع ْن َأَنِس ْبِن َم اِلٍك َرِض َي ُهللا َع ْن ُه َأَّن الَنِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو آِل ِه َو َس َّلَم َك اَن ِإَذ ا َد َخ َل اْلَخ الَء‬
)‫َو َض َع َخاَتَم ُه (حسن صحيح غريب الترمذي‬

Dari Anas bin Malik ra, telah diriwayatkan sesungguhnya Nabi saw jika
memasuki WC beliau melepaskan cincinya (HR at-Tirmidzi). Cincin beliau
tertulis ”Mumammad Rasulallah”

2. Masuk WC/ Kamar mandi dengan melangkahkan kaki kiri telebih dulu. (HR
Tirmidzi). Memasuki tempat najis, maka seharusnya ia mendahulukan kaki
kiri. Berbeda halnya ketika memasuki tempat yang terhormat dan mulia,
94
hendaknya ia mendahulukan kaki kanan, misalnya masuk ke masjid.
Setiap pekerjaan baik dan mulia hendaknya di mulai dengan sebelah
kanan. Dan apabila pekerjaan itu sebaliknya, maka di dahului yang
sebelah kiri, salah satunya ketika hendak masuk ke kamar mandi/wc.
3. Kamar mandi/wc adalah tempat tinggal setan. Karena karena itu
hendaknya kita memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan
laki laki dan perempuan dengan mengucapkan do’a :

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam jika hendak masuk wc beliau


membaca

‫بسم هللا ياهللا‬

“ Bismillaahi Yaa Allaahu.”

“ Dengan nama Allah. Ya Allah” (HR.Ibn Abi Syaibah (2902) dari Anas bin
Malik. shahih al-jami’ (4714), Dzikir ini berfungsi untuk menutup aurat
manusia dari penglihatan jin.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah bersabda :

Mafhumnya “Penutup aurat anak Adam dari Pandangan jin ketika ia


masuk wc adalah dengan mengucapkan bismillah.” (shahih al-jami’
halaman 675 hadist no:3610)

Atau doa lengkapnya sbb :

‫بسم هللا الَّلُهَّم ِإِّن ي َأُعوُذ ِبَك ِمْن اْلُخ ُبِث َو اْلَخ َباِئِث‬
Allahumma inniy a'udzubika minal khubusi walkhobaais

” Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari godaan setan


laki-laki dan perem-puan”.(HR. Ahmad dari Anas bin Malik).

‫ا‬..‫ ِس ْتُر م‬: ‫َع ْن َع ِلِّي ابن َأِبي َطاِلٍب َر ِض ي ُهَّللا َع ْنُه َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو آِلِه َو َس َّلَم َقاَل‬
‫ناده ليس‬..‫ذي و إس‬..‫َبْيَن َأْع ُيِن الِج ّن َو َعْو َر اِت َبِني آَد َم إَذ ا َد َخ َل الَك ِنيَف أْن َيُقوَل باْس ِم ِهَّللا (الترم‬
)‫بالقوة‬

Dari Ali bin Abi Thalib ra, bahwa Rasulallah saw bersabda: penutup
(dinding) antara Jin dan aurat manusia jika memasuki WC ia berkata:
“bismillah” (HR at-Tirmidzi).

‫ َك اَن الَنِبُّي َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو آِل ِه َو َس َّلَم ِإَذ ا َد َخ َل الَخ َالَء‬: ‫َع ْن َأَنِس ْبِن َم اِلٍك َر ِض َي ُهللا َع ْنُه َقاَل‬
)‫ الَّلُهَّم ِإِّني َأُعوُذ ِبَك ِم ْن اْلُخ ُبِث َو اْلَخ َباِئِث (رواه الشيخان‬: ‫َقاَل‬

Hadits lainnya dari Anas bin Malik ra sesungguhnya Rasulallah saw jika
memasuki WC beliau berkata ”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari godaan syetan laki- laki dan syetan perempuan” (HR
Bukhari Muslim)

95
Doa masuk WC/Kamar mandi (dianjurkan baca doanya di luar pintu
WC/Kamar mandi, kira-kira 3 langkah)

4. WC adalah tempat berkumpul syetan. Tidak dianjurkan berlama-lama di


dalamnya. Jika selesai hajatnya, secepatnya keluar dari WC. (HR Nasa’I,
Ibnu Majah).
5. Keluar dari WC disunnahkan dengan mendahulukan kaki kanan, Sebab
sebelah kanan selalu di dahulukan dalam melakukan setiap perkara yang
baik. Keluar dari kamar mandi/wc berarti berpindah dari tempat yang kotor
ke tempat yang bersih. Oleh karena itu mendahulukan kaki kanan ketika
keluar, dengan membaca doa :
‫غفرانك‬
“ Ghufroonaka,”

“Aku minta ampun kepadaMu” (HR.Ahmad (VI/155), Abu Dawud (30), An-
Nasaa’I dalam kitab Al-Kubra (9907), At Tirmidzi (7), dan ia
menghasankan hadist ini, Ibn Majah (300), Ibnu Hibban (1441) Ihsaan, Al-
Hakim (I/158), Ad-Daarimi (I/174), Ibn Jaaruud (42), Al_Bukhari dalam
Adabul Mufraad (693/97), Ibnu As-Sunni (23), dari ‘Aisyah
radhiallahu’anha. Shaihi al-jami’ (4707).)

Atau lengkapnya sbb :

‫َذ‬ ‫َّل َأْذ‬


‫ُغ ْف َر اَن َك ْالَح ْم ُد ِهَّلِل ا ِذي َهَب َع ّنِي األ ى و َع اَف انِي‬
“ Ghufroonaka. Alhamdulillahilladzii adzhaba ‘anil adzaa wa ‘aafanii.”

Aku memohon ampnan-Mu Ya Allah. Segala puji bagi Allah yang telah
menghilangkan penyakit dariku dan telah menyembuhkanku (HR Tirmidzi,
Nasa’i, Ibnu Majah)

‫ َم ا َخ َر َج َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو آِلِه َو َس َّلَم ِم َن اْلَغاِئِط ِإال‬: ‫َع ْن َعاِئَش َة َر ِض َي ُهللا َع ْنُها َقاَلْت‬
)‫ ُغ ْفَر اَنَك ” (أبو داود وابن ماجه والترمذي‬: ‫َقاَل‬

Sesuai dengan hadits dari Aisyah ra, ia berkata: Rasulallah saw tidak
keluar dari WC kecuali beliau berkata ”pengampunan-Mu ya Allah” (HR
Abu Daud, Ibnu Majah, At-Tirmidzi).

: ‫َع ْن َأِبي َذ ٍّر َر ِض َي ُهَّللا َع ْنُه َأَّن الَنِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو آِلِه َو َس َّلَم َك اَن ِإَذ ا َخ َر َج ِم ْن اْلَخ اَل ِء َق اَل‬
)‫اْلَحْم ُد ِهَّلِل اَّلِذ ي َأْذ َهَب َع ِّني اَأْلَذ ى َو َعاَفاِني (ابن ماجه ضعيف يعمل به في الفضائل‬

Hadits lainnya dari Abu Dzarr ra sesungguhnya Rasulallah saw jika keluar
dari WC beliau berkata: ”Segala puji bagi Allah yang telah mengeluarkan
kotoran dariku dan memberikan kepadaku kesehatan ” (HR Ibnu Majah,
dhaif untuk pelengkap ibadah)

6. Membaca do’a dalam hati sewaktu beristinja’ (cebok)

‫الَّلُهَّم َح ِّصْن َفْر ِج ي ِمْن اْلَفَو اِح ِش َو َط ِّهْر َق ْلِبي ِمْن الِّن َفاِق‬

96
Ya Allah jagalah kemaluanku dari perbuatan keji dan bersihkanlah hatikau
dari nifak

7. Hendakhnya beristinja hanya dengan tangan kiri. Jangan menyentuh


kemaluan dengan tangan kanan. (HR Bukhari, Nasa’i, Muslim, Tirmidzi).
8. Sunnah/ amat dianjurkan menghemat air. Gunakan secukupnya. Nabi saw
biasa menggunakan air dengan ukuran, seperti ukuran air wudhu, ukuran
untuk buang air kecil dan untuk mandi. (HR Tirmidzi).

Adab Qodhaa-ul Hajat (Buang Air) di Tempat Terbuka & Larangannya

1. Bersembunyi atau berjauhan dari pandangan manusia agar tidak


terdengar suara atau terhendus bau dari yang keluar.

‫ َأَّن الَن ِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو آِلِه َو َس َّلَم َك اَن ِإَذ ا َذ َهَب ِإَلى اْلَغ اِئِط َأْب َع َد (صحيح‬، ‫َع ْن َي ْع َلى ْب ِن ُمَّر َة‬
)‫أحمد والترمذي وغيرهما‬

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw jika hendak buang air besar maka
beliau pergi jauh. (HR Ahmad, At-Tirmidzi dll).

‫ َم ْن َأَت ى الَغ اِئ َط‬: ‫َع ْن َأِبي هَر ْي َر َة َر ِض َي ُهللا َع ْن ُه َأَّن الَن ِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو آِل ِه َو َس َّلَم َق اَل‬
)‫َف ْلَي ْس َت ِتْر َفِإْن َلْم َي ِج ْد إَّال َأْن َي ْج َمَع َك ِثيبًا ِمْن َر ْم ٍل َف ْلَي ْس َت ِتْر ِبِه (أحمد و أبو داود بأسانيد حسنة‬

Dari Abu Hurairah ra, Rasulallah saw bersabda “ Barangsiapa yang hendak
buang hajat maka hendaklah bertabir. Kalau dia tidak mendapatkan tabir (tutup)
hendaklah dengan cara mengumpulkan pasir (untuk dijadikan tabir), maka lakukanlah"
(HR Ahmad, Abu Daud dengan sanad baik)

2. Jangan buang air di air tenang/tergenang.

‫َع ْن َج اِبٍر َر ِض َي ُهللا َع ْن ُه َأَّن َر ُس ْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو آِل ِه َو َس َّلَم َن َه ى أْن ُيَب اَل في الَم اِء‬
)‫الَّر اِكِد (رواه مسلم‬

Dari Jabir ra, bahwa Rasulallah saw telah melarang seseorang itu kencing di air
yang tenang. (HR Muslim)

3. Jangan buang air di lubang karena kemungkinan ada jin dan binatang.

‫ َع ْن َعْبِد ِهللا ْب ِن َس ْر ِج َس َأَّن َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو آِل ِه َو َس َّلَم َن َه ى َع ِن اْلَب ْو ِل‬، ‫َع ْن َقَت اَد َة‬
)‫في اْلُجْح ِر (صحيح أحمد وأبو داود والنسائي والحاكم والبيهقي‬
Dari Qatadah ra, dari Abdullah bin Sarjis ra, sesungguhnya Rasulullah saw telah
melarang seseorang kencing di suatu lubang" (Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'I, Al-Hakim,
dan Al-Baihaqi)

4. Jangan buang air di jalanan orang dan di tempat orang berteduh.

. ‫ ِاَّتُق وا اللَّع اَن يْن‬: ‫ َق اَل َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو آِلِه َو َس َّلَم‬، ‫َع ْن َأِبي هَر ْي َر َة َر ِض َي ُهللا َع ْن ُه‬
‫ ” اَّل ِذي َي َت خَّلى في َط ِر ْي ِق الَّن اِس َأْو ِفي ِظ ِّلِه ْم ” (رواه‬: ‫ َو َم ا الَلَّع اَن اِن َي ا َر ُسْو َل هللا؟ َق اَل‬:‫َق اُلْو ا‬
)‫مسلم‬

97
Dari Abu Hurairah ra, Rasulallah saw bersabda “Jauhilah dua (perbuatan) yang
menyebabkan laknat, yaitu buang hajat (besar/kecil) di jalan umum atau diperteduhan
mereka" (HR Muslim)

5. Jangan buang air di bawah pohon ridang atau berbuah dan di tempat yang
ada angin kencang
6. Jangan berbicara disaat buang air.

‫ اَل َي ْخ ُرْج‬: ‫ َس ِمْع ُت الَن ِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو آِل ِه َو َس َّلَم َق اَل‬: ‫َع ْن َأِبي َس ِعْيٍد َر ِض َي ُهَّللا َع ْن ُه َق اَل‬
‫الَّر ُج اَل ِن َي ْض ِر َب اِن اْلَغ اِئَط َك اِش َفْي ِن َع ْن َع ْو َر ِتِه َم ا َي َت َح َّد َث اِن َف ِإَّن َهَّللا َع َّز َو َج َّل َي ْم ُقُت َع َلى َذ ِل َك‬
)‫(رواه أحمد و أبو داود‬

Dari abu Said ra, ia mendengar Rasulallah saw bersabda ” Tidaklah dua
orang laki-laki keluar bersama untuk buang hajat lalu mereka membuka aurat mereka dan
bercakap-cakap, maka sungguh Allah murka atas hal itu" (HR Ahmad,Abu Dawud)

Termasuk menjawab salam pun tidak dianjurkan. Menjawabnya cukup


dengan isyarat/ berdehem. (HR Muslim, Tirmidzi, Nasa’i).

8. Jangan menghadap ke kiblat atau membelakanginya disaat buang air


kalau bukan di WC.

‫ ِإَذ ا‬: ‫ َق اَل َر ُس ْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو آِل ِه َو َس َّلَم‬، ‫َع ْن َأِبي َأُّيوَب اَألْن َص اِر َّي َر ِض َي ُهَّللا َع ْن ُه‬
)‫َذ َهَب َأَح ُد ُك ُم الى اْلَغ اِئَط َفَال َي ْس َت ْق ِبِل اْل ِقْب َلَة َو َال َي ْس َتْد ِبْر َه ا ِلَغاِئٍط َأْو َب ْو ٍل (صحيح الشافعي‬

Rasulallah saw bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian pergi untuk buang
hajat, maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang air besar
dan kecil" (HR shahih Syafie)

Maksud menghadap atau membelakangi kiblat adalah, menyingkapkan


qubul atau dubur ke arah kiblat atau membelakanginya. (Imam Nawawi).

8. Harus meniriskan kecing hingga bersih dengan mengurut auratnya bagi


laki- laki dan berdehem bagi perempuan.
9. Tidak boleh berdua/ berduaan di dalam satu kamar mandi, kecuali suami
istri. (HR Ibnu Majah, Abu Dawud)
10.Jangan makan, bernyanyi dan bersiul saat berada di dalam WC, meskipun
tidak sedang buang hajat atau mandi. (HR Ibnu Majah, Abu Dawud).
11.Laki-laki tidak boleh melihat aurat sesama laki-laki, begitu pula wanita tidak
boleh melihat aurat sesama wanita. (HR. Ibnu Asakir).
12.Makruh buang air kecil di kamar mandi, karena dikhawatirkan sisa air
kencing akan mengenai badan orang yang mandi.(HR Tirmidzi). Kamar
mandi dan WC sebaiknya dipisah.
13. Jangan memandang ke langit, melihat ke arah kemaluan atau melihat
kotoran yang keluar darinya. Dan makruh bagi orang yang sedang buang
hajat itu, berbicara atau sambil melakukan pekerjaan/ aktifitas lain, selagi
membuang hajatnya. (HR Muslim, Abu Dawud).
14.Boleh buang air dengan memakai pispot. Nabi saw biasa meletakkannya di
dekat tempat tidur Beliau. (HR Nasa’i).

Istinja’ (Cebok)

98
Istinja’ dalam bahasa Arab artinya mencari keselamatan dan dalam ilmu fiqih
ialah menghilangkan najis yang keluar dari kedua aurat depan dan belakang
dengan memakai air atau batu dan hukumnya wajib.

Beristinja’ ada tiga cara, yaitu :

1. Cara pertama dengan mengunakan air dan batu, ini merupakan cara yang
paling sempurna dan disunahkan karena bisa menghilangkan bekas najis
secara keseluruhan.
2. Cara kedua dengan menggunakan air saja, ini merupakan cara yang
cukup. Cara ini pernah dilakukan oleh Nabi saw.

‫ َك اَن َر ُسوُل َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو آِلِه َو َس َّلَم َيْأِتي‬: ‫َع ْن َأَنِس ْبِن َم اِلٍك َر ِض َي ُهللا َع ْنُه َقاَل‬
)‫ َفَأْتَبَع ُه َأَنا َو ُغ َالٌم ِم َن اَألْنَص اِر ِبِإَداَو ٍة ِم ْن َم اٍء َفَيْسَتْنِج ي ِبَها (رواه الشيخان‬، ‫اْلَخَالَء‬

Sesuai dengan Hadits dari Anas bin Malik ra, ia berkata: Bahwa Rasulullah
saw. pernah memasuki kebun, diikuti olehku dan seorang anak muda yang
membawa kendi berisi air, maka beliau beristinja dengan air. (HR Bukhari
Muslim)

3. cara ketiga dengan menggunakan batu saja ini merupakan cara yang
paling ringan atau sedikitnya.

‫ ِإَّنَم ا َأَن ا َلُك ْم ِم ْث ُل‬: ‫َع ْن َأِبي هَر ْيَر َة َرِض َي ُهللا َع ْن ُه َأَّن الَنِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو آِل ِه َو َس َّلَم َق اَل‬
‫ َو ْلَيْسَتْنِج‬، ‫ َو ال َيْس َتْد ِبْر َها ِلَغاِئٍط َو ال َبْو ٍل‬، ‫ َفِإَذ ا َذ َهَب َأَح ُد ُك ْم ِإَلى اْلَغاِئِط َفال َيْسَتْقِبِل اْلِقْبَلَة‬، ‫اْلَو اِلِد‬
)‫ِبَثالَثِة َأْح َج اٍر (الشافعي وأبو داود والنسائي وابن ماجه‬

Rasulallah saw bersabda: “Sesungguhnya aku bagi kamu seperti bapak


maka apabila engkau ke WC, janganlah menghadap kiblat atau
membelakanginya ketika kencing atau buang air besar dan bersucilah
(ceboklah) dengan tiga batu” (HR asy-Syafie, Abu Daud, an-Nasai, Ibnu
Majah).

Dalam hal ini Rasulallah saw melarang cebok dengan menggunakan


kotoran/tahi binatang yang kering atau tulang dan melarang beristinja’ (cebok)
dengan tangan kanan.

Syarat Beristinja’ Dengan Batu :

1. Beristinja’ sebelum najisnya kering


2. Beristinja’ di tempat keluarnya najis
3. Tidak tersentuh oleh sesuatu
4. Tidak pindah najisnya dari kedua aurat (lubang tempat keluar najis)
5. Beristinja paling sedikit dengan tiga batu.

‫ َأَم َر َن ا َر ُس ْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو آِل ِه َو َس َّلَم َأْن َال‬: ‫َع ْن َس ْلَم ان الَفاِر ِسِّي َر ِض َي ُهللا َع ْنُه َق اَل‬
)‫َيْج َتِزَئ بأقِّل ِم ْن َثَالَثِة َأْح َج اٍر (رواه مسلم‬

Sesuai dengan hadits dari Salman al-Farisi ra, ia berkata: “Rasulallah saw
memerintahkan kami untuk tidak beristinja’ (cebok) kurang dari tiga batu”
(HR Muslim)

99
Benda-benda yang diperbolehkan untuk beristinja, yaitu :

air, batu, tanah liat yang keras, dan kertas/ tissue. Digunakan sebanyak 3 kali
atau jumlah ganjil. (HR Bukhari, Ibnu Majah). Jika sudah suci pada kali yang
ke-2, sempurnakan dengan yang ke-3. Jika sudah merasa suci di tahap ke-4,
maka sempurnakan dengan kelima, dst. Lebih diutamakan menggunakan
gabungan batu dengan air (Imam Nawawi).

Benda-benda yang tidak sah untuk beristinja:

a. Benda-benda najis atau terkena najis. (Bukhari)


b. Makanan manusia, seperti roti dan sebagainya. Atau makanan jin, seperti
tulang. (HR Muslim, Tirmidzi).
c. Tidak boleh beristinja menggunakan tulang atau kotoran hewan yang telah
kering. Benda-benda itu adalah makanan jin. (HR Muslim, Nasa’i).
d. Benda-benda terhormat, seperti bagian tubuh binatang yang belum
terpisah darinya, terlebih lagi bagian tubuh manusia. Tetapi jika telah
terpisah darinya dan suci, seperti rambut binatang yang halal dimakan
dagingnya dan kulit bangkai yang telah disamak, maka boleh untuk istinja.

MANDI

Yang dimaksud dengan “ mandi’’ di sini adalah mengalirkan air ke seluruh


tubuh secara merata dengan niat khusus. Dalam hal mandi ada dua macam,
ada mandi wajib dan ada mandi yang sunnah. Apa itu Mandi Wajib ? Definisi
Mandi Wajib berdasarkan firman Allah :
    
“ Dan jika kamu junub, maka mandilah.”(QS. AlMaidah : 6)

Definisi Mandi Sunnah, berdasarkan hadits Nabi saw :

“ Adalah kewajiban setiap muslim kepada Allah, mandi pada setiap


minggunya sehari (Seminggu sekali), dimana ia membasuh kepala dan
tubuhnya.” (HR. Bukhari - Muslim).

Kenapa harus Mandi Wajib ?

Mandi wajib dikerjakan disebababkan terjadinya penyebab wajibnya mandi, di


antaranya :

1. Jika dua kemaluan, laki-laki dan wanita bertemu.


2. Keluar mani dengan sebab apapun, baik mimpi, mengkhayal, bergurau,
bermimpi, dsb. Sedangkan jika bermimpi tapi tidak keluar mani, maka tidak
diwajibkan mandi.
3. Setelah melahirkan (wiladah)
4. Setelah berhenti dari keluar darah haidh dan selesai nifas. (HR.Tirmidzi)
5. Mandi bagi mayit (HR. Bukhari)
6. Mualaf (orang kafir yang baru masuk Islam) wajib mandi.(HR. Bukhari),
Mandi termasuk dalam rangkaian bersuci (HR. Bukhari - Muslim).

Hal yang harus diperhatikan berhubungan dengan darah. Di antara beberapa


kewajiban kaum wanita ialah mempelajari hukum-hukum yang berkaitan

100
dengan darah haid, nifas, dan istihadhah, sebab hal yang demikian sangat
banyak sangkut pautnya dengan amal-amal ibadat dan pergaulan antara
suami istri. Jika suaminya pandai dalam hal ini wajiblah untuk mengajarkan
istrinya dan putri-putrinya, jika tidak maka wajiblah baginya untuk belajar
kepada orang lain yang dapat dipercaya.

Darah – Darah Yang Keluar Dari Rahim Wanita

Karena terdapa beberapa hukum yang penting berkaitan dengan beberapa


macam darah yang keluar dari rahim wanita, sangat perlu diketahui satu
persatu perbedaan-perbedaanya, karena dengan mengetahuinya dapatlah
disesuaikan hukum yang berkenaan dengan keadaan darah masing-masing.
Adapun darah-darah yang keluar dari rahim wanita itu ada empat yaitu :

1. Darah Haid ( Mentruasi )

Yaitu darah yang keluar dari rahim wanita yang telah sampai umur atau baligh
dengan tidak ada penyebabnya, melainkan memang sudah menjadi
kebiasaan yang sehat, yang juga merupakan ketentuan dari Allah swt., atas
tiap-tiap wanita keterunan Adam. Wanita mulai mengalami haid ketika
berumur sekurang-kurangnya 9 tahun dan biasanya akan berhenti sendiri
ketika telah berumur 60 tahun keatas. Lamanya haid akan dialami oleh wanita
adalah sedikit-dikit sehari semalam, umumnya satu minggu, dan paling
lamanya adalah 15 hari 15 malam. Suci antara dua haid paling sedikit 15 hari
15 malam, sebanyak-banyaknya tidak terbatas karena ada sebagian wanita
hanya satu kali haid dalam seumur hidupnya. Menurut penelitian ulama-ulama
terdahulu, hal ini dinamakan “ Istiqa`.’’

2. Darah Nifas

Yaitu darah yang keluar dari rahim wanita setelah melahirkan anak. Masa
nifas sedikitnya sekejap, golibnya atau umumnya selama 40 hari, dan selama-
lamanya 60 hari.

3. Darah Wiladah

Yaitu darah yang keluar dari rahim wanita yang keluarnya beriringan saat
melahirkan bayi.

4. Darah Istihadhah ( Darah Penyakit )

Yaitu darah yang keluar dari rahim wanita karena suatu penyakit, bukan
diwaktu haid atau nifas. Wanita yang mengalami keadaan seperti ini wajib
mengerjakan shalat, dan ibadah lainnya, sebagaimana yang diwajibkan bagi
orang yang berpenyakit lainnya. Dalam keadaan seperti ini, maka hendaklah
wanita yang bersangkutan mengejakan sebagai berikut, sabda Rasulullah
saw. :
a. Jika ia dapat membedakan antara dua jenis darah dengan sifat-sifatnya,
hendaklah ia mengerjakan kewajiban-kewajibannya menurut keadaan
sifat-sifat itu. Kalau kelihatan darah haid, hendaklah ia berhenti shalat.
Sebaliknya jika kelihatan sifat-sifat darah istihadhah, hendakalah ia
mengerjakan shalat.

101
‫ول هللا‬.‫ا رس‬.‫ال له‬.‫تحاض فق‬.‫انت تس‬.‫بيش ك‬.‫ة بنت ابي ح‬.‫ا ان فاطم‬.‫عن عائشة رضي هللا عنه‬
‫اذا‬..‫ فاذا كان ذالك فامسكى عن الصالة ف‬,‫ ان دم الحيض دم اسود يعرف‬: ‫صلى هللا عليه وسلم‬
)‫كان أخر فتوْض ي وصلي (رواه ْابو داود والنسائ‬

“Dari Aisyah r.ha. Sesungguhnya Fatimah binti Abi Hubaisy telah berdarah
penyakit. Rasulullah saw., berkata kepadanya, “ Sesungguhnya darah
haid itu berwarna hitam, dikenal oleh wanita. Maka apabila ada darah
semacam itu, hendaklah enkau tinggalkan shalat ; apabila keadaan darah
tidak seperti itu, hendaklah engkau berwudhu` dan kerjakanlah shalat.’’
(HR. Abu Daud dan Nasaa`i)
b. Jika darah haid keluar tetap pada waktunya sebelum darah isthiadhah,
umpamanya selalu di awal bulan atau di akhir bulan, maka hendaklah ia
mempergunakannya sebagai ketentuan itu. Maksudnya waktu haidnya
yang dahulu ditetapkan menjadi waktu haid sekarang dan ia tidak boleh
shalat selain pada waktu yang dipandang sebagai waktu sucinya. Sabda
Rasulullah saw. :

‫لم‬..‫ه وس‬..‫عن عائشة رضي هللا عنها ان أم حبيبة بنت جحش شكت الى رسول هللا صلى هللا علي‬
‫الة (رواه‬..‫ل ص‬..‫ئ لك‬..‫لى وتوض‬..‫تك ثم اغتس‬..‫ك حيض‬..‫انت تحبس‬..‫ا ك‬..‫در م‬..‫الدم فقال لها امكثي ق‬
)‫البخارى ومسلم‬

“Dari Aisyah r.ha, bahwa Ummu Habibah binti Jahsy r.ha., telah bertanya
kepada Rasulullah saw., tentang hukum darah. Beliau bersabda kepada
Ummu Habibah, “ Diamlah engkau selam masa haidmu yang biasa,
kemudian hendaklah engkau mandi dan berwudhu` untuk tiap-tiap shalat.’’
(HR. Bukhari - Muslim)

c. Jika tidak dapat membedakan darah haid dan istihadhah dan juga waktu
haidnya yang biasa tidak menurut waktunya yang tetentu, atau ia lupa
waktunya. Maka waktu golib atau kebiasaan kebanyakkan wanita dalam
haid, yaitu enam atau tujuh hari. Hendaklah ia meninggalkan shalat dan
ibadah lainnya selama enam atau tujuh hari tiap-tiap bulan dan wajib
melaksanakan shalat dan melakukan ibadat lainnya selama 23 atau 24
hari tiap-tiap bulan.

‫ْاتيت‬.‫ديدة ف‬..‫يرة ش‬..‫ة كث‬..‫ كنت استحاض حيض‬: ‫عن حمنة بنت ابي جحش رضي هللا عنها قالت‬
‫ام او‬..‫تة اي‬..‫ي س‬..‫يطان فتحيض‬..‫ة من الش‬..‫ا هي ركض‬..‫النبي صلى هللا عليه وسلم استفتيه فقال انم‬
‫لي‬..‫سبعة ايام ثم اغتسلي فاذا استنقْات فصلي اربعة وعشرين او ثالثة وعشرين وصومي وص‬
)‫ (رواه البخارى ومسلم‬. ‫فان ذالك يجزئك وكذالك فافعلي كل شهركما تحيض النسْا‬
“Dari Hamnah binti Jahsy r.ha. Ia berkata, “Saya pernah haid yang sangat
banyak (lama), maka saya datang kepada Nabi saw., untuk
menanyakannya. Beliau bersabda, “Sesungguhnya itu tipu daya (godaan)
syaithan. Oleh karenanya jadikanlah haidmu enam atau tujuh hari,
sesudah itu hendaklah engkau mandi. Apabila telah cukup bilangan hari
haidmu, hendaklah engkau shalat 24 atau 23 hari, lalu puasa dan
shalatlah. Sesungguhnya yang demikian sah untukmu, dan juga
hendaklah engkau lakukan tiap-tiap bulan sebagaimana haid wanita yang
lain.’’ ( HR. Bukhari - Muslim )

Hukum Wanita Yang Sedang Haid atau Nifas


Diharamkan bagi wanita yang sedang haid atau nifas dalam 8 hal, yaitu :
102
1. Shalat
2. Puasa
3. Membaca Al Qur-an
4. Menyentuh dan membawa Al Qur-an
5. Masuk dan Berdiam di masjid
6. Thawaf
7. Bersetubuh (melakukan Hubungan suami/istri)
8. Bersenang-senang tubuh antara pusat dan lutut

Darah istihadhah adalah darah yang keluar pada selain hari-hari haidh dan
nifas. Wanita yang mengeluarkan darah istihadhah hukumnya berbeda
dengan wanita haid atau nifas. Wanita yang istihadhah tetap wajib shalat,
puasa, dan suaminya boleh mempergaulinya walaupun disertai dengan
keluarnya darah. Wanita yang istihadhah yang ingin melaksanakan shalat
diharuskan melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Membersihkan najis di tubuhnya, baik darah maupun najis-najis lainnya


2. Menyumpal tempat keluarnya darah dengan kain atau lainnya, kecuali jika
terasa sakit, atau sedang berpuasa, karena hal itu bisa membatalkan
puasanya. Jika tidak cukup sumpalan itu, wajib untuk dibalut lagi di
atasnya.
3. Setelah itu, dia harus segera berwudhu` setelah masuk waktu shalat, dan
dilakukan bersambung tanpa berhenti
4. Bersegera untuk shalat dan tidak boleh menunda-nundanya, kecuali
penundaannya untuk kepentingan shalat, seperti menjawab adzan, atau
melaksanakan shalat qabliyah, dsb.

Perbedaan antara air mani, madzi, dan wadi, yaitu :

1. Mani berwarna putih pekat (keruh), keluarnya memancardan ada


kelezatan, jika masih basah baunya seperti adonan roti dan jika telah
kering baunya seperti putih telur.
2. Madzi berwarna putih samar dan lengket, keluar disebabkan hasrat
seksual sebelum hasrat betul-betul sempurna.
3. Wadi berwarna putih tebal, keluar setelah kencing, atau ketika membawa
beban barng yang berat.

Hukumnya :

 Mani mewajibkan mandi, tidak membatalkan wudhu` dan hukumnya suci


 Madzi dan wadi hukumnya sama seperti air kencing (hukumnya
membatalkan wudhu` dan najis)

Hikmah disyariatkannya mandi:

1. Memperoleh pahala, karena bersuci adalah bagian dari iman (HR. Muslim)
2. Memperoleh kebersihan (HR. Bukhari, Muslim)
3. Memperoleh semangat dan kesegaran.

Fardhu atau Rukun Mandi Janabah :

103
1. Niat mandi menghilamgkan hadats besar
2. Memgalirkan dan meratakan air ke seluruh tubuh

Prosedur yang dianjurkan dalam mandi:

1. Terlebih dahulu berniat untuk mandi, untuk menghilangkan hadats besar.


Niat adalah amalan hati dan talafudzh biniyyat (melafadzhkan niat)
hukumnya sunnah. Lafadzh niatnya sbb :

‫نويت الغسل لرفع الحدث االصغر عن جميع البدني فرضا هلل تعالى‬

“Nawaitul ghusla lirof-`il hadatsil ashghori `an jamii-`il badanii fardhal


lillaahi ta`aalaa.”

“Aku berniat mandi untuk mengangkat hadats besar dari seluruh tubuhku
fardhu karena Allah Ta`aalaa.”

2. Mencuci kedua telapak tangan, lalu membasuh kemaluan dan telapak


tangan digosokkan ke tanah atau ke dinding.
3. Dianjurkan untuk berwudlu terlebih dulu, yaitu berkumur, beristinsyaq
(memasukkan air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya), mencuci muka
dan kedua hasta tangan, kemudian mengalirkan air di atas kepala
sebanyak 3 x. Selanjutnya mengalirkan air ke seluruh tubuh. Terakhir
adalah mencuci kedua kaki. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i)
4. Wanita berambut panjang, boleh hanya dengan menyiramkan air 3 x ke
atas rambutnya ketika mandi wajib. (HR. Muslim)
5. Sunnah (dianjurkan) untuk mendahulukan bagian tubuh sebelah kanan
ketika menyiram badan, lalu bagian sebelah kiri, selanjutnya bagian depan
dan terakhir bagian belakang. (HR. Nasa’i)
6. Boleh mandi junub dengan berendam di dalam air, asalkan semua
anggota badan terkena air. (HR. Asy Syafi’i).
7. Dalam mandi wajib, air harus mengenai semua pori-pori badan, kemudian
meratakannya, sekaligus membersihkannya. (HR. Tirmidzi)
8. Sebaiknya berwudlu terlebih dahulu sebelum tidur. Dan cukup sekali
mandi setelah menggauli beberapa istri ataupun beberapa kali. Akan tetapi
dianjurkan berwudlu lebih dulu sebelum melakukan yang kedua kalinya.
(HR.Tirmidzi). Dan boleh langsung mandi setelah berhubungan atau tidak
langsung mandi, menangguhkannya hingga bangun dari tidur. (Nasa’i).
9. Usahakan jangan sampai menyentuh kemaluan dengan telapak tangan
jika sudah selesai mandi. Jika menyentuh, maka batallah wudlunya.
(Nasa’i).
10. Nabi saw menolak memakai handuk setelah mandi. (Nasa’i).
11. Usahakan menutup aurat ketika mandi (tidak telanjang bulat). Sebaiknya
memakai kain khusus basahan saat mandi.

Sunnah-sunnah Mandi :

1. Membaca “ Bismillah ‘’ pada permulaan mandi


2. Intinja` dan Berwudhu` sempurna sebelum mandi
3. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri dan menggosoknya dengan
tangan
4. Berturut-turut

104
Mandi yang disunnahkan, antara lain :

 Mandi pada dua Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adhha (Imam Malik),
 Hari Jum’at (Tirmidzi, Bukhari, Muslim),
 Saat terjadi gerhana matahari dan bulan,
 Sesudah memandikan jenazah (Imam Ahmad, Tirmidzi),
 Setelah kembali dari peperangan (Muslim),
 Mandi tatkala hendak ihram haji atau ihram umrah (Bukhari),
 Ketika wuquf di Arafah (Bukhari),
 Ketika memasuki kota Makkah (Bukhari, Abu Dawud).
 Mandi hendak shalat Istisqa (shalat mohon hujan)
 Mandi bagi orang pingsan setelah sadar
 Mandi untuk thawaf (qudum, ifadhah, dan wada`)
 Orang kafir setelah masuk Islam
 Mandi orang gila apabila sembuh dari penyakit gilanya
 Mandi untuk memasuki Madinah
 Mandi untuk sai
 Mandi melempar tiga Jumroh
 Mandi hendak bermalam di Mudzdalifah

Hal –hal yang dimakruhkan ketika mandi :

a. Boros air. Nabi saw mandi dengan 1 sha’ air atau 5 mud. (1 sha’ = 4 mud
= 40 cm3). (Bukhari - Muslim),
b. Mandi di air yang tergenang. (Muslim). Jika terpaksa, harus diambil
dengan hati-hati agar tidak mustakmal.

Pekerjaan Yang Dilarang Ketika Berhadats

 Hal-hal yang dilarang karena hadats kecil, di antaranya :


1. Mengerjakan shalat, baik shalat fardhu, nafil maupun sunnat
2. Sujud tilawah, sujud syukur, dan khutbah jum`at
3. Thawaf, baik thawaf fardhu ataupun thawaf sunnat
4. Menyentuh, membawa atau mengangkat Mushhaf kecuali dalam keadaan
darurat.

Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak ada halangan bagi orang yang
berhadats kecil untuk menyentuh Al Qur-an, dikarenakan tidak ada dalil yang
kuat menurut pendapat mereka.

 Hal yang dilarang karena hadats besar karena junub, di antaranya :

1. Shalat, baik fardhu, nafil maupun sunnat


2. Thawaf fardhu maupun sunnat
3. Menyentuh, membawa, dan membaca Al Qur-an
4. Diam di masjid

 Hal yang dilarang karena hadats besar karena haid dan nifas :

a. Shalat, baik fardhu, nafil maupun sunnat


b. Thawaf fardhu maupun sunnat
105
c. Menyentuh, membawa, dan membaca Al Qur-an
d. Diam di masjid
e. Puasa fardhu ataupun sunnat
f. Suami haram menthalak istrinya yang sedang haid atau nifas
g. Haram bersetubuh ketika dalam keadaan haid atau nifas sampai suci dan
sudah mandi

WUDHU`

Wudhu` adalah satu amalan yang menjadi bagian dari syarat sahnya shalat.
Awal perintah wajib wudhu` bersamaan dengan perintah wajibnya shalat lima
waktu, yaitu satu setengah tahun sebelum Hijriyah. Sebagaiman yang
termaktub di dalam Al Qur-an yang berbunyi, sbb :
       
     
  
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. Al Maa-idah : 6).

Adab dan Kaifiat ( Tata Cara ) Wudhu` :

 Niat. Karena wudhu adalah ibadah dan harus diawali dengan niat, ibadah
bisa dibedakan dari pekerjaan biasa. Rasulullah saw. bersabda,
“Sesungguhnya amal itu bergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya
setiap orang hanya akan memperoleh apa yang ia niatkan.” (Bukhari,
Muslim).
 Niat bersuci dari hadats kecil. Jangan sampai tertinggal niat, hingga
membasuh muka. (As-Syafi’i). * Sebaiknya berniat bukan hanya untuk
mensucikan badan, tetapi juga membersihkan kotoran hati. (Imam Hanafi).
 Disunnahkan berwudhu di rumah sebelum pergi ke masjid, sebab setiap
langkah yang dilangkahkan ke masjid dalam keadaan wudhu yang
sempurna akan berpahala menghapus dosa dan mengangkat derajat.
(Bukhari).
 Memulai wudhu dengan membaca basmalah. (Tirmidzi, Ibnu Majah,
Nasa’i).

‫اللهم اني اعوذ بك من همزات الشياطين واعوذ بك رب ان يحضرون‬

Alloohumma innii a-`uudzu bika min Hamazaatisy syayaathiini wa a-`uudzu bika


robbi ay yahdhuruun.

“ Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan


syetan, dan aku berlindung kepada-Mu kalau-kalau mereka datang
kepadaku.’’
‫بسم هللا العظيم والحمدهلل على دين االسالم‬
Bismillaahil `adzhiimi wal hamdulillaahi `alaa diinil islaam

“ Dengan nama Allah Yang Maha Agung, dan segala puji bagi-Nya ( karena
telah memeliharaku tetap ) di dalam agama Islam.’’
106
‫اللهم اغفرلي ذنبي ووسعلي في داري وباركلي في رزقي‬

Alloohummagh firlii dzanbii wa wassi`lii fii daarii wa baariklii fii rizqii

“ Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku, anugrahkanlah kelapangan di dalam


rumahku dan berikanlah keberkahan dalam rezekiku

 Dianjurkan menghadap kiblat ketika berwudhu. (Imam Nawawi).


 Ditekankan bersiwak setiap berwudhu. Jika tidak ada, dapat menggunakan
jari telunjuk. (Bukhari, Muslim). * Bersiwak dapat menjadi wajib, jika
setelah memakan bawang putih atau merah pada hari Jum’at. (Imam
Nawawi).
 Setiap bersiwak, disunnahkan lebih dahulu membasuh kedua tangan
sampai pergelangan tangan sebanyak tiga kali. Kemudian berkumur,
menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya, membasuh muka,
menyela-nyela janggut dengan jari yang basah, membasuh kedua lengan
dari ujung tangan hingga ke atas siku, lalu mengusap kepala sekali,
membasuh telinga sekali dan terakhir membasuh kedua kaki sampai mata
kaki. (Bukhari, Muslim, Nasa’i).
 Cara mengusap kepala satu kali dalam berwudhu adalah: Meletakkan
sebagian jari jemari telapak tangan di bagian depan ujung kepala tempat
tumbuhnya rambut, lalu ditarik ke belakang sampai ke tengkuk, kemudian
dikembalikan lagi ke depan ke bagian yang pertama tadi. (Abu Dawud). *
Membasuh khusus tengkuk bukanlah bagian wudhu. (Imam Nawawi).
 Jangan membasuh muka dengan menyiram air langsung. Baik ditampung
dulu di kedua telapak tangan, lalu diusapkan ke muka. (Imam Nawawi).
 Cara membasuh kedua telinga satu kali dalam wudhu yaitu: Dua jari
telunjuk diletakkan di lubang telinga, lalu diputarkan ibu jari membasuh
bagian luar telinga. (Abu Dawud). * Membasuh telinga hendaknya dengan
air yang baru, bukan dengan air setelah membasuh kepala. (Imam
Nawawi).
 Cara mencuci kaki dalam berwudhu ialah; Renggangkan jari-jari kaki dan
disela-sela dengan jari-jari tangan dari kelingking kanan ke kiri. (Abu
Dawud) . * Lebih utama jika mencucinya hingga ke betis. (Abu Hurairah).
 Hendaknya berwudhu dengan tertib, berurutan, dan sempurna. Jangan
tertinggal walaupun setitik bagian wudhu. Kebanyakan adzab kubur
disebabkan wudhu yang tidak sempurna. Termasuk berhati-hati dan
memperhatikan bagian di bawah kuku dan cincin agar tidak tertinggal
wudhu. (Bukhari, Muslim).
 Sunnah membasuh bagian wudhu tiga kali. Jangan menambah lebih dari
tiga kali. Barangsiapa menambahnya, berarti telah menzhalimi din sendiri.
(Nasa’i, Ibnu Majah, Abu Dawud). * Boleh membasuh kurang dari tiga kali,
jika memang ada udzur, seperti; Waktu sempit, air sedikit, dsb. (Imam
Nawawi).
 Disunnahkan mendahulukan anggota sebelah kanan ketika berwudhu,
kemudian bagian sebelah kiri. (Bukhari, Muslim, Nasa’i).
 Sunnah shalat dua rakaat sunat Syukur Wudhu setiap selesai wudhu. Dan
dilakukan tanpa diselingi oleh pembicaraan. (Bukhari, Muslim, Nasa’i). *
Antara shalat Syukur Wudhu dan shalat wajib sebaiknya memperbanyak
istighfar. (Ahmad).

107
 Jangan berwudhu di tempat orang buang air. Khawatir ada air najis yang
tersisa, sehingga mengenai badan kita ketika berwudhu. (Tirmidzi,
Dailami). * Bila terpaksa wudhu di WC, siramlah dulu sampai bersih
sebelum berwudhu.
 Sunnah menjaga kelangsungan wudhu dan menggantinya setiap batal.
(Hakim). * Menjaga wudhu berarti menjaga kelangsungan kelapangan
rezeki. Allah berfirman, “Hai Musa, jika engkau mengalami musibah
sedang engkau tidak dalam keadaan wudhu, maka jangan engkau
menyalahkan kecuali dirimu.” (Hadits Qudsi).
 Dianjurkan agar melamakan ‘ghurah’ dan ‘tahjil’. (Muslim, Bukhari). *
Ghurrah, adalah membasuh sebagian dari kepala bagian depan. Sedang
‘Tahjil’ adalah membasuh sebelah atas siku, ketika membasuh kedua
tangan, dan sebelah atas mata kaki ketika membasuh kedua kaki.
“Sesungguhnya umat ini akan diseru pada hari Kiamat dalam keadaan
cemerlang kening, kedua tangan dan kedua kaki mereka, karena bekas-
bekas wudhu. (Bukhari, Muslim).
 Diwajibkan berwudhu ketika akan melaksanakan shalat, membaca
Alquran, sa’i, wuquf, jumrah, baligh, setelah tertawa keras dalam shalat.
 Dan disunnahkan berwudhu ketika akan tidur (Bukhari), akan mengulangi
persetubuhan dengan istri (Abu Dawud), menengok orang sakit (Bukhari),
setelah makan sesuatu yang dimasak (Muslim), setelah memakan daging
kambing dan unta (Muslim), setelah menyentuh kemaluan (Baihaqi), ketika
marah, agar reda marahnya (Ahmad, Abu Dawud), keluar dari WC
(Ahmad), akan adzan, akan menziarahi kubur Nabi saw., mempelajari
hadits atau tafsir, setelah berghibah atau berbohong.
 Jangan berbicara ketika berwudhu. (Nasa’i).
 Jangan boros. Dianjurkan menggunakan air sehemat mungkin. (Bukhari,
Ibnu Majah, Abu Dawud). Nabi saw. bersabda, “Hematlah dalam memakai
air walaupun di atas lautan. (Ahmad, Ibnu Majah).
 Air bekas wudhu dapat dipakai sebagai obat (Bukhari). Air bekas wudhu
dapat menyembuhkan tujuh puluh penyakit (Dailami). * Caranya: Kita
berwudhu di atas ember, sehingga air bekas wudhu itu akan jatuh ke
dalam ember. Kemudian air itu diminumkan kepada si sakit.
 Sebaiknya jangan berwudhu dibantu orang lain. (Ibnu Najjar, Al-Bazzar).

Doa memulai wudhu :

‫اللهم اغفرلي ذنبي ووسعلي في داري وباركلي في رزقي‬

“ Allaahummaghfirlii dzanbii wa wasi`lii fii daarii wa baariklii fii rizqii ”.

“Ya Allah, ampunilah segala dosaku, lapangkanlah rumah tanggaku, dan


berkatilah rezeki untukku.” (HR. Dailami, Ibnu Asakir).

Fardhu-Fadhu Whudu`

Fardhu atau hal-hal yang wajib dalam wuduh` ada 6 perkara, yaitu :

1. Niat. Dengan mengatakan dalam hati dan sunnah melafadzhkannya :

Lafadzh Niat Wudhu`


‫نويت الوضؤ لرفع الحدث اْالصغر فرضا هلل تعالى‬
108
Nawaitul wudhu`a lirof-il hadatsil ashghori fardhol lillaahi ta`alaa

“Saya niat wudhu` untuk menghilangkan hadats kecil, fardhu karena Allah
Ta`alaa.”

Atau dengan lafadz


‫نويت الوضؤ الستباحة الصالة‬

“ Saya niat wudhu` agar membolehkan melaksanakan shalat.”

Waktu berniat adalah bersamaan ketika awal membasuh muka

2. Membasuh wajah. Batas wajah yang wajib dibasuh adalah antara tempat
tumbuhnya rambut kepala, hingga akhir dagu (batas memanjang), dan
antara dua telinga (batas melebar)
3. Membasuh dua tangan sekaligus kedua siku
4. Menyapu sebagian kepala
5. Membasuh kedua kaki sekaligus kedua mata kaki
6. Tertib/Berurutan

Kaifiat (Tata Cara) Wudhu` :

1. Memulai wudhu` dengan Ta-`awudz & Basmallah (HR. Tirmidzi, lbnu


Majah, Nasaa`i

‫اللهم اني اعوذ بك من همزات الشياطين واعوذ بك رب ان يحضرون‬

“Alloohumma innii a-`uudzu bika min Hamazaatisy syayaathiini wa a-


`uudzu bika robbi ay yahdhuruun.

“ Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan


syetan, dan aku berlindung kepada-Mu kalau-kalau mereka datang
kepadaku.’’
‫بسم هللا العظيم والحمدهلل على دين االسالم‬

Bismillaahil `adzhiimi wal hamdulillaahi `alaa diinil islaam

“ Dengan nama Allah Yang Maha Agung, dan segala puji bagi-Nya
( karena telah memeliharaku tetap ) di dalam agama Islam.’’

2. Membaca doa sebelum wudhu` dengan doa :

‫اللهم اغفرلي ذنبي ووسعلي في داري وباركلي في رزقي‬

Alloohummagh firlii dzanbii wa wassi`lii fii daarii wa baariklii fii rizqii


“ Ya Allah, ampunilah segala dosa-dosaku, lapangkanlah rumah tinggalku,
dan berkatilah rezekiku untukku.’’ (HR. Dailami, lbnu Asakir)
3. Ditekankan untuk selalu bersiwak setiap berwudhu`. Jika tidak ada siwak
dapat menggunakan jari telunjuk. (HR. Bukhar –Muslim)
4. Bersiwak dapat menjadi wajib jika habis memakan bawang mentah pada
hari Jum`at. (Imam Nawawi)

109
Doa Bersiwak :
‫اللهّم طّهر فمي ونّور قلبي وطّهر بدني وحّرم جسدي على الّنار‬

“ Allaahumma thohhiv famii wa nawwir qolbii wa thohhir badanii wa harrim


jasadii `alan naar. “

Ya Allah sucikanlah mulutku, sinarilah hatiku, sucikanlah badanku, dan


haramkanlah jasadku dari api neraka,
5. Setiap bersiwak, disunnahkan terlebih dahulu membasuh kedua tangan
sampai pergelangan sebanyak tiga kali. Dengan doa :

‫اللهم اني اسالك اليمنى والبراكة واعوذ بك من الشؤم والهالكة‬

“ Alloohumma innii as-alukal yumna wal barokata wa a-`uudzu bika minasy


syuumi wal halaakah. “

“ Ya Allah, aku mohon kepada-Mu kebaikan dan keberkahan ( kedua


tanganku ) dan aku memohon perlindungan-Mu dari kesialan dan
kehancuran.’’

6. Kemudian berkumur, seraya membaca doa sbb :

‫اللهم اعني على تالوة كتابك وكثرة الذكر لك وشكرلك‬

“ Alloohumma a-`innii `alaa tilaawati kitaabika wa katsrotidz dzikri laka


wasy syukri laka.“

“ Ya Allah, tolonglah aku di dalam membaca kitab-Mu dan di dalam banyak


berdzikir serta bersyukur kepada-Mu.’’

7. menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya (istinsyaq & istinsyar),


dengan doa :
‫اللهم ارحني رائحة الجنة وانت عني راض واعوذ بك من روائح النار ومن سوء الدار‬
‫ومن سوء القرار‬

“ Alloohumma arihnii roo-ihatal jannati wa anta `annii roodhin wa a-`uudzu


bika mir rowaa-ihin naari wa min suu-id daari wa min suu-il qoroor. “

“ Ya Allah, hembuskanlah untukku harum-haruman surga sedangkan


Engkau ridha kepadaku dan aku berlindung kepada-Mu dari baunya
neraka dan dari keburukkan tempat tinggal dan keburukkan tempat
kembali.

8. Membasuh seluruh muka, menyela-nyela janggut dengan jari yang basah,


dengan doa :

‫اللهم بيض وجهي بنور هدايتك يىم تبيض وجوه اوليائك والتسود وجهي بظلومتك يوم تسود‬
‫وجوه اعدائك‬

110
“ Alloohumma bayyidh wajhii bi nuuri hidayatika yauma tubayyidhu
wujuuha auliyaa-ika wa laa tusawwid wajhii bi dzhuluumatika yauma
tusawwidu wujuuha a`daa-ika. “

“ Ya Allah, cemerlangkanlah wajahku dengan nur hidayah-Mu pada hari


Engkau cemerlangkan wajah-wajah kekasih-Mu dan jangan hitamkan
wajahku dengan kegelapan-Mu pada hari Engkau hitamkan wajah-wajah
musuh-Mu.’’

9. Membasuh tangan kanan, dimulai dari ujung jari tangan sampai ke atas
siku,seraya membaca :
‫اللهم اعطني كتابي بيمني وحاسبني حسابا يسيرا‬

“ Alloohumma a`thinii kitaabii bi yamiinii wa haasibnii hisaabay yasiiroo.”

“ Ya Allah, berikanlah buku catatan amalku melalui tangan kananku dan


hisablah aku dengan hisab yang ringan.’’

10. Membasuh tangan kiri sampai siku, sama seperti membasuh tangan
kanan
‫اللهم اني اعوذ بك ان تعطيني كتاب بسمالي او من وراء ظهري‬

“ Alloohumma innii a-`uudzu bika an tu`thiyanii kitaabii bi simaalii aw miw


waroo-I dzhohri.”

“ Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari diberikannya buku catatan


amalku melalui tangan kiriku atau dari belakang punggungku.’’

11. Menyapu/mengusap kepala, dengan doa :

‫اللهم غشني برجمتك واظلني تحت ظل عرشك يوم ال ظل اال ظل عرشك‬

“ Alloohumma ghossinii bi rohmatika wa adzhillanii tahta dzhilli `arsyika


yauma laa dzhilla illaa dzhillu `arsyik

“ Ya Allah, cucurilah aku dengan rahmat-Mu dan berikanlah aku naungan


dari perlindungan di bawah Arsy-Mu pada hari tidak ada naungan selain
naungan dari Arsy-Mu.’’

12. menyapu kedua telinga

‫اللهم اجعلني من الذين يستمعون القول فيتبعون احسنه اللهم اسمعني منادي الجنة مع‬
‫االبرار‬

“ Alloohummaj `alnii minal ladziina yastami-`uunal qaula fayattabi-`uuna


ahsanahu, Alloohumma asmi`nii munaadiyal jannati ma-`al abroor.”

“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan mereka yang mendengarkan


ucapan baik dan mengikuti apa yang terbaik padanya. Ya Allah jadikanlah
aku termasuk yang mendengar pernyataan dari surga bersama orang-
orang yang shalih.’’

111
13. Ketika mengusap tengkuk

‫اللهم فك رقبتي من النار واعوذ بك من السالسل واالغالل‬

“Alloohumma fukka roqobatii minan naari wa a-`uudzu bika minas


salaasili wal aghlaal
“ Ya Allah, peliharalah tengkukku dari api neraka dan aku berlindung
kepada-Mu dari rantai-rantai dan belenggu neraka.’’

14. Ketika membasuh kaki kanan


‫اللهم ثبت قدمي على صراطك المستقيم‬

“ Alloohumma tsabbit qodamayya `alaa shiroothikal mustaqiim

“ Ya Allah, peliharalah kakiku agar tetap teguh di atas shirath-Mu ( jalan-


Mu ) yang lurus.’’

15. Ketika membasuh kaki kiri

‫اللهم اني اعوذ بك ان تزل قدمي على الصراط يوم تزل اقدام المنافقين فى النار‬

“Alloohumma innii a-`uudzu bika an tazilla qodamayya `alash shiroothi


yauma tazilla aqdaamul munaafiqiina fin naar

“ Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari tergelincirnya kakiku di atas


shirath pada hari ketika kaki-kaki munafiq tergelincir ke dalam neraka
jahannam.’’

16. Berwudhu`dengan tertib, berurutan, dan secara sempurna. Jangan


tertinggal walaupun setitik dari bagian wudhu`. Karena kebanyakan adzab
kubur disebabkan wudhu` tidak sempurna. Termasuk berhati-hati dan
memperhatikan bagian tumit, bawah kuku dan bagian dalam yang ada
cincinnya agar tidak tertinggal dalam wudhu`. (HR. Bukhari Muslim)
17. Setelah selesai wudhu` disunnahkan melihat ke langit, lalu membaca doa
selesai wudhu :

‫أشهد ان الاله االهللا وحده الشريك له وأشهد اّن محّمدا عبده ورسوله اللهّم اجعلني من‬
‫الّتوابين واجعلني من المتطّهرين واجعلني من عبادك الّصالحين‬

“ Asyhadu al laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu wa asyhadu


anna Muhammadan `abduhu wa rosuuluhu, Allaahummaj `alnii minat
tawwaabiina waj `alnii minal mutathohhiriina waj `alnii min `ibaadikash
shoolihiin.”

“ Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah diriku dari golongan
orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah diriku dari golongan orang
yang bersuci,” (Muslim). * Barangsiapa membaca doa di atas setelah
wudhu, niscaya akan dibukakan baginya delapan pintu surga yang
darimana saja ia dapat memasukinya. (Tirmidzi, Nasa’i).

112
Hal-Hal Yang Membatalkan Wudhu :

1. Ada sesuatu yang keluar dari salah satu di antara dua jalan, seperti
kencing, tahi, darah atau angin. (An-Nisa’: 443 - Bukhari, Muslim). * Allah
tidak menerima shalat seorang apabila berhadats, sebelum ia berwudhu.
       
         
          
       
     
       
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan
junub*, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu
sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air,
Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha
Pengampun. (QS. An Nisaa : 43)
* Menurut sebahagian ahli tafsir dalam ayat ini termuat juga larangan untuk bersembahyang bagi
orang junub yang belum mandi.

2. Tidur yang tidak mantap. Maksud mantap ialah tidur sambil duduk, dan
pantat menempel rapat di tempat duduk. Dan tidak mantap, yaitu jika
pantat renggang dari tempat duduk. Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa
tidur, maka hendaklah berwudhu.” (Abu Dawud). * Tidur dengan sikap
mantap, tidak membatalkan wudhunya. (Bukhari, Muslim).
3. Hilang akal, baik dikarenakan mabuk, pingsan, sakit, ataupun gila.
4. Bersentuhan antara laki-laki dengan istrinya atau wanita asing, tanpa ada
penghalang. Firman Allah :
       
         
          
       
     
       
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan
junub[301], terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika
kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air
atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat
air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha
Pengampun. (QS. An Nisaa : 43)

5. Menyentuh farji/ alat vital sendiri atau farji orang lain, baik dubur maupun
qubul(penis/vagina), dengan telapak tangan atau jari-jari, tanpa adanya
penghalang.

113
Hal-Hal Yang Dimakruhkan Ketika Wudhu`

a. Berlebihan dalam menggunakan air dari yang seharusnya


b. Meninggalkan sunnah-sunnah wudhu`
c. Mendahulukan anggota wudhu` yang kiri dari anggota yang kanan
d. Meminta tolong kepada orang lain untuk membasuhkan anggota wudhu`
tanpa adanya udzur
e. Melebihi dari tiga kali dalam membasuh atau mengusap

Apakah Yang Dimaksud Dengan Maharim ?

Maharim adalah semua wanita yang haram dinikahi dan hukumnya tidak
membatalkan wudhu` apabila bersentuhan dengan salah seorang dari
mereka. Mereka itu adalah :

1. Ibu 2. Anak 3. Saudara (adik atau kakak) 4. Saudara Ayah


5. Saudara Ibu 6. Anak Saudara Laki-Laki 7. Anak Saudara Perempuan
8. Ibu Tiri 9. Anak Tiri 10. Mertua, 11. Menantu

Tayammum

Seseorang boleh bertayammum untuk bersuci dari hadats besar dan hadats
kecil jika tidak bisa mendapatkan air, atau airnya lebih dibutuhkan untuk
minum, atau tubuh dan jiwanya akan mengalami bahaya jika terkena air, atau
ada binatang buas dan musuh yang dapat membahayakan keselamatannya di
tempat air itu berada.

Arti tayammum secara lughat/etimologi berarti menyengaja. Sedangkan


menurut syara`, tayammum berarti menyapukan tanah ke wajah dan kedua
tangan dengan syarat-syarat tertentu. Allah SWT, berfirman :
          
       
        
  
“” Dan jika kamu sakit atau datang dari gha`ith (buang hajat), atau kamu telah
menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapatkan air, maka
bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah wajahmu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS.
An Nisa` : 43)

Syarat Syah Tayammum :

1. Apabila ada uzur dalam perjalanan atau dalam keadaan sakit


2. Dilakukan setelah masuk waktu shalat. Karena, tayammum merupakan
pengganti yang bersifat darurat dan hanya syah dikerjakan saat darurat
pula, yaitu setelah masuk waktu shalat

114
3. Tidak mendapatkan air sama sekali, atau sulit mendapatkannya, atau
terlalu mahal untuk mendapatkannya, atau air lebih dibutuhkan untuk
minum. Dan kondisi ini masih berlangsung setelah ikhtiar yang maksimal.
4. Menggunakan tanah yang suci dan ada debunya. Tidak syah
menggunakan bongkahan tanah, atau lumpur, atau tanah yang terkena
najis. Tayammum dapat dilakukan dengan pasir atau dengan menpukkan
dua telapak tangan ke bumi, lalu meniupnya sebelum mengusapkannya ke
muka dan tangan. Alasannya berdasarkan hadits Nabi saw, yang
diriwayatkan oleh Sayyidina Hudzaifah r.a, “ Untukku, bumi ini dijadikan
Rabb sebagai yang bersih suci, serta sebagai tempat sujud.” (HR.
Bukhori-Muslim)
5. Tubuh telah suci dari najis

Fardhu Tayammum :

1. Niat
2. Mengusap muka
3. Mengusap kedua tangan sampai sikut

Sunnah Tayammum :

1. Membaca basmalah
2. Mendahulukan wajah bagian atas daripada bagian bawah dan
mendahulukan tangan yang kanan daripada yang kiri
3. Dilakukan langsung, yakni sambung menyambung

Yang Membatalkan Tayammum :

1. Semua hal yang membatalkan dalam wudhu`


2. Apabila telah melihat dan mendapatkan air. Orang yang telah
melaksanakan shalat dengan tayammum, kemudian setelah shalatnya
selesai ia mendapatkan air, ia tidak wajib mengulangi shalatnya. Namun
apabila setelah tayammum ia mendapatkan air sebelum melaksanakan
shalat, maka tayammumnya batal

IBADAH PRAKTIS (SHALAT)

A. Pengertian Shalat
115
Shalat menurut bahasa artinya : do’a. Dinamakan dengan shalat karena di
dalamnya meliputi doa-doa, bahkan hampir semua isi dari aktifitas ucapan
dalam shalat tidak terlepas dari doa, pujian dan permohonan. Sedang arti
menurut istilah syara` : Perbuatan & perkataan yang diajarkan oleh syariah
yang dimulai dengan takbir (Takbiratul ihram mengucapkan lafadzh “Allahu
Akbar”. {‫بر‬..‫ }هللا اك‬tatkala berdiri dengan mengangkat kedua tangan keatas
sejajar dengan telinga), dan diakhiri dengan salam (mengucapkan
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh).” serta wajib
melaksanakannya pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Karena shalat
merupakan tiang agama. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., :
‫الّصالة عماد الّد ين فمن اقامها فقد اقام الّد ين ومن تركها فقد هدم الّد ين‬
Shalat itu tiang agama, barang siapa yang mendirikannya maka
sesungguhnya telah menegakkan agama dan barang siapa yang
meninggalkannya maka sesungguhnya telah menghancurkan agama.
Dan Shalat dalam ajaran Islam juga memiliki kedudukan yang sangat penting
terlihat dari pernyataan-pernyataan terdapat pada Al Qur’an dan sunnah Nabi,
antara lain :

 Shalat adalah amalan yang pertama kali yang akan dihisab pada hari
qiyamat (Hadist Nabi)
 Sebagai barometer baiknya amal yang lain
 Kewajiban pertama setelah iman adalah Shalat.
 Perintah yang langsung Nabi saw sendiri yang menerimanya dari Allah swt
sedangkan perintah yang lainnya melalui malaikat Jibril (peristiwa Isra
mi’raj)
 Shalat merupakan kewajiban universal yang telah diwajibkan kepada nabi-
nabi sebelum Nabi Muhammad saw.
 Shalat merupakan wasiat Nabi yang terakhir.
 Shalat adalah ciri dari orang yang taqwa.
      
 
“ (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib**, yang mendirikan shalat,
dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka
(QS. Al Baqarah : 3)

 Shalat merupakan ciri dari orang yang berbahagia.


         
“ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.” Yaitu orang-orang
yang khusyu dalam shalatnya.” (QS. Al Mu`minuun : 1-2)

 Shalat mempunyai peranan menjauhkan diri dari perbuatan jahat &


mungkar.
Shalat-Shalat Yang Difardhukan

Ada lima shalat yang difardhukan dalam sehari semalam untuk dikerjakan
ummat Islam, yaitu :

1. Shalat Dzhuhur dikerjakan sebanyak 4 raka`at


2. Shalat Ashar dikerjakan sebanyak 4 raka`at
3. Shalat Maghrib dikerjakan sebanyak 3 raka`at
4. Shalat Isya` dikerjakan sebanyak 4 raka`at

116
5. Shalat Shubuh dikerjakan 2 raka`at

Waktu-Waktu Shalat

1. Shalat Dzhuhur

Waktu sholat dzhuhur mulai dari tergelincirnya matahari hingga panjang


bayang-bayang sesuatu sama dengan tingginya.

‫ َأَّمِني ِج ْب ِر يُل ِع ْن َد الَبْيِت‬: ‫َع ِن اْب ِن َع َّباٍس َر ِض َي ُهللا َع ْن ُهَم ا َأَّن الَن ِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو آِلِه َو َس َّلَم َق اَل‬
‫ ُثَّم َص َّلى الَع ْص َر ِحيَن َك اَن‬، ‫ َفَص َّلى الُّظ ْه َر ِفي اُألوَلى ِم ْن ُهَم ا ِحيَن َك اَن الَفْي ُء ِم ْث َل الِّش َر اِك‬، ‫َم َّر َت ْي ِن‬
‫ ُثَّم َص َّلى الِع َش اَء ِحيَن‬،‫ ُثَّم َص َّلى الَم ْغ ِر َب ِحيَن َو َج َبِت الَّش ْم ُس َو َأْفَط َر الَّص اِئُم‬،‫ُك ُّل َش ْي ٍء ِم ْث َل ِظ ِّلِه‬
‫ َو َص َّلى الَم َّر َة الَّث اِنَي َة‬، ‫ ُثَّم َص َّلى الَفْج َر ِحيَن َبَر َق الَفْج ُر َو َح ُر َم الَّط َع اُم َع َلى الَّص اِئِم‬، ‫َغ اَب الَّش َفُق‬
‫ ُثَّم َص َّلى الَع ْص َر ِحيَن َك اَن ِظ ُّل ُك ِّل‬، ‫الُّظ ْه َر ِحيَن َك اَن ِظ ُّل ُك ِّل َش ْي ٍء ِم ْث َلُه ِلَو ْق ِت الَع ْص ِر ِباَألْم ِس‬
‫ ُثَّم‬، ‫ ُثَّم َص َّلى الِع َش اَء اآلِخ َر َة ِحيَن َذ َهَب ُثُلُث الَّلْي ِل‬، ‫ ُثَّم َص َّلى الَم ْغ ِر َب ِلَو ْق ِت ِه اَألَّو ِل‬،‫َش ْي ٍء ِم ْث َلْيِه‬
‫ َه َذ ا َو ْق ُت اَألْن ِبَي اِء ِمْن‬، ‫ َي ا ُم َح َّم ُد‬: ‫ َفَقاَل‬،‫ ُثَّم اْل َتَفَت ِإَلَّي ِج ْب ِر يُل‬، ‫َص َّلى الُّصْب َح ِحيَن َأْس َفَر ِت اَألْر ُض‬
)‫ َو الَو ْق ُت ِفيَم ا َب ْي َن َه َذ ْي ِن الَو ْق َت ْي ِن (صحيح أبو داود والترمذي وغيرها‬، ‫َق ْب ِلَك‬

Sesuai dengan hadits dari Ibnu Abbas ra, Rasulallah saw bersabda: “Jibril
datang mengimamiku di sisi Baitullah sebanyak dua kali. Pertama kali, ia
shalat dhuhur ketika kadar bayangan matahari semisal tali sandal. Ia shalat
ashar ketika bayangan benda sama dengan bendanya. Ia shalat maghrib
ketika orang yang puasa berbuka. Ia shalat isya ketika syafaq telah
tenggelam. Ia shalat fajar bersamaku ketika makan dan minum telah
diharamkan bagi orang yang puasa. kemudian Jibril kembali shalat dhuhur
yang kedua kalinya. Ia shalat dhuhur saat bayangan benda sama dengan
bendanya. Ia shalat ashar saat bayangan benda dua kali bendanya. Ia shalat
maghrib seperti waktu shalat pertama (ketika orang yang puasa berbuka). Ia
shalat isya ketika telah berlalu sepertiga malam. Dan ia shalat fajar ketika
bumi kemerah-merahan. Kemudian ia menoleh kepadaku seraya berkata,
“Wahai Muhammad, inilah waktu shalat para nabi sebelummu dan waktunya
berada di antara dua waktu yang ada.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dll)

2. Shalat Ashar

Waktu shalat ashar mulai dari keluarnya waktu shalat dhuhur (hadist tersebut
di atas), hingga terbenam matahari.

‫َأ‬ ‫َّل‬ ‫َّل‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬


‫ َم ْن ْد َر َك ِمْن الُّص ْب ِح‬: ‫َع ْن ِبي هَر ْي َر َة َر ِض َي ُهللا َع ْن ُه َّن الَن ِبَّي َص ى ُهللا َع َلْي ِه َو آِل ِه َو َس َم َق اَل‬
‫ َو َم ْن َأْد َر َك َر ْك َع ًة ِمْن اْلَع ْص ِر َق ْب َل َأْن َتْغ ُر َب‬، ‫َر ْك َع ًة َقْب َل َأْن َت ْط ُل َع الَّش ْم ُس َفَق ْد َأْد َر َك الُّص ْب َح‬
)‫الَّش ْم ُس َفَقْد َأْد َر َك اْلَع ْص َر (رواه الشيخان‬

Dari Abu Hurairah ra, Rasulallah saw bersabda: “Barangsiapa shalat Subuh
satu raka’at sebelum terbit matahari maka ia telah mendapatkannya, dan
barangsiapa shalat Ashar sebelum tenggelam matahari maka ia telah
mendapatkanya” (HR Bukhari Muslim)

3. Shalat Maghrib

117
Waktu shalat maghrib mulai dari terbenam matahari (hadits tersebut di atas)
hingga hilang sinar merah ketika matahari tenggelam.

‫ َو َو ْق ُت َص اَل ِة اْلَم ْغ ِر ِب َم ا َلْم َي ِغْب الَّش َفُق (رواه‬: ‫ِلَم ا َص َّح َأَّن الَن ِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو آِلِه َو َس َّلَم َقاَل‬
)‫مسلم‬

Rasulallah saw bersabda: “Waktu shalat Maghrib sebelum tenggelamnya


syafaq” (HR Muslim)

4. Shalat Isya’

Waktu shalat isya’ dimulai jika telah hilang syafaq yaitu sinar merah di langit
(hadist tersebut di atas) sampai terbit fajar shadiq (fajar kedua).

‫ إَّن ُه َلْي َس ِفي الَّن ْو َت ْف يٌط إَّن َم ا الَّتْف يُط‬: ‫ َقاَل َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو آِلِه َو َس َّلَم‬، ‫َع ْن َأِبي َقَت اَد َة‬
‫ِر‬ ‫ِم ِر‬
)‫َع َلى َم ْن َلْم ُيَص ِّل الصالَة َح َّت ي َي ِج ْي َئ َو ْق ُت اُأْلْخ َر ى (رواه مسلم‬

Dari Abi Qatadah ra, Rasulallah saw bersabda: “Orang yang ketiduran tidak
dikatakan tafrith (meremehkan). Sesungguhnya yang dinamakan
meremehkan adalah orang yang tidak mengerjakan shalat sampai datang
waktu shalat berikutnya.” (HR. Muslim)

5. Shalat Subuh

Shalat subuh dimulai dari terbitnya fajar shadiq yaitu fajar kedua (hadits
tersebut di atas) hingga terbit matahari.

‫َأ‬ ‫َّل‬ ‫َّل‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬


‫ َم ْن ْد َر َك ِمْن الُّص ْب ِح‬: ‫َع ْن ِبي هَر ْي َر َة َر ِض َي ُهللا َع ْن ُه َّن الَن ِبَّي َص ى ُهللا َع َلْي ِه َو آِل ِه َو َس َم َق اَل‬
)‫َر ْك َع ًة َقْب َل َأْن َت ْط ُلَع الَّش ْم ُس َفَقْد َأْد َر َك الُّصْب َح (رواه مسلم‬

Dari Abu Hurairah ra, Rasulallah saw bersabda: “Barangsiapa shalat Subuh
satu raka’at sebelum terbit matahari maka ia telah mendapatkannya” (HR
Muslim)

Waktu Diharamkan Sholat Sunah Tanpa Sebab

Shalat yang terlarang dilaksanakannya pada waktu-waktu tersebut dibawah


ialah shalat sunah mutlaq, yaitu shalat sunah yang dapat dilakukan tanpa
sebab tertentu dan kapan saja kecuali waktu-waktu yang diharamkan untuk
mengerjakan shalat. Jumlah rakaatnya tidak terbatas dimulai dengan 2
raka’at. Karenanya pada waktu-waktu terlarang ini, boleh mengqadha’ shalat
yang terlupakan.

Adapun waktu-waktu yang diharamkan untuk mengerjakan shalat :

1. Setelah sholat subuh sampai terbit matahari


2. Setelah sholat Ashar sampai terbenam matahari.

‫ َأَّن الَن ِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو آِل ِه َو َس َّلَم َن َه ى َع ِن الَّص َالِة َب ْع َد‬، ‫َع ْن َأِبي هَر ْي َر َة َر ِض َي ُهللا َع ْن ُه‬
)‫الَع ْص ِر َح َّت ى َتْغ ُر َب الَّش ْم ُس َو َب ْع َد الُّصْب ِح َح َّت ى َت ْط ـُلَع الَّش ْم ُس (رواه مسلم‬
118
Sesuai dengan hadits Rasulallah saw dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya
beliau melarang shalat setelah ashar sampai matahari tenggelam dan setelah
shalat subuh sampai terbit matahari” (HR. Muslim).

3. waktu terbit matahari sampai terangkat naik setinggi tombak


4. Saat tergelincirnya matahari
5. Sejak menguningnya matahari sampai benar benar terbenam.

‫ َث َالُث َس اَع اٍت َك اَن َر ُسوُل ِهّللا َي ْن َه اَن ا َأْن ُنَص ِّلَي ِفيِه َّن َأْو‬: ‫َع ْن ُع ْق َب َة اْب ِن َعاِم ٍر َر ِض َي ُهَّللا َع ْن ُه َق اَل‬
‫ َو ِحيَن َي ُقوُم َق اِئُم الَّظ ِه يَر ِة َح َّت ى َت ِميَل‬. ‫ ِحيَن َت ْط ُلُع الَّش ْم ُس َب اِز َغ ًة َح َّت ى َت ْر َت ِفَع‬:‫َأْن َن ْق ُبَر ِفيِه َّن َم ْو َت اَن ا‬
)‫ َو ِحيَن تضّيُف الَّش ْم ُس ِلْلُغ ُروِب َح َّت ى َتْغ ُر َب (رواه مسلم‬. ‫الَّش ْم ُس‬

Sesuai dengan hadits dari ‘Uqbah bin ‘Amir ra, ia berkata: “Ada tiga waktu di
mana Nabi saw melarang kami untuk melaksanakan shalat di tiga waktu
tersebut atau menguburkan jenazah kami, yaitu ketika matahari terbit sampai
tinggi, ketika seseorang berdiri di tengah hari saat matahari berada tinggi di
tengah langit (tidak ada bayangan di timur dan di barat) sampai matahari
tergelincir dan ketika matahari miring hendak tenggelam sampai benar-benar
tenggelam.” (HR. Muslim)

Keterangan :

1. Tidak diharamkan shalat waktu tergelincirnya matahari di hari jumat


karena dianjurkan menunaikan shalat sunnah semampunya pada hari
jumat dan tiada yang menghalanginya kecuali pada waktu datangnya
khathib.

‫ اَل َي ْغ َت ِس ُل‬: ‫ َق اَل َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو آِل ِه َو َس َّلَم‬، ‫َع ْن َس ْلَم ان الَفاِر ِس ِّي َر ِض َي ُهللا َع ْن ُه‬
‫َر ُجٌل َي ْو َم اْلُجُم َع ِة َو َي َت َط َّهُر َم ا اْس َت َط اَع ِمْن ُط ْه ٍر َو َي َّد ِهُن ِمْن ُد ْه ِن ِه َأْو َيَم ُّس ِمْن ِط يِب َبْيِت ِه ُثَّم‬
‫َي ْخ ُرُج َف اَل ُيَفِّر ُق َب ْي َن اْث َن ْي ِن ُثَّم ُيَص ِّلي َم ا ُك ِتَب َلُه ُثَّم ُيْن ِص ُت ِإَذ ا َتَك َّلَم اِإْلَم اُم ِإاَّل ُغ ِفَر َل ُه َم ا َب ْي َن ُه‬
)‫َو َب ْي َن اْلُجُم َع ِة اُأْلْخ َر ى (رواه البخاري‬

Dari Salman al-Farisi ra, Rasulallah saw bersabda: “Tidaklah seseorang


mandi pada hari Jum’at, lalu bersuci dengan sungguh-sungguh, memakai
minyak atau wangi-wangian di rumahnya, kemudian keluar (dan rumahnya
menuju masjid) dan dia tidak memisahkan di antara dua orang (yang
duduk), kemudian shalat semampunya, lalu dia diam ketika khathib (Imam)
khutbah, melainkan pasti diampuni dosa-dosanya yang dilakukan antara
Jum’at itu dengan Jum’at berikutnya.” (HR Bukhari).

2. Semua yang tersebut diatas diharamkan sholat kecuali bagi orang yang
berada di Masjidil Haram Makkah. Hal ini karena kemuliaan dan
keagungan tempatnya.

‫ َي ا َب ِني َع ْب ِد‬: ‫َع ْن ُج َب ْي ِر ْب ِن ُم ْط َع ٍم َر ِض َي ُهللا َع ْن ُه َأَّن الَن ِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو آِل ِه َو َس َّلَم َق اَل‬
‫و‬jj‫َم َن اٍف اَل َت ْم َن ُعوا َأَح ًد ا َط اَف ِبَه َذ ا اْل َبْيِت أَو َص َّلى ِفْيِه َأَّي َس اَع ٍة ِمْن َلْي ٍل َأْو َن َه اٍر (مسلم و أب‬
)‫داود و غيرهما‬

119
Dari Jubair bin Muth’am ra, Rasulallah saw bersabda: “Wahai Bani Abdi
Manaf, janganlah kalian melarang seseorang thawaf di Baitullah ini dan
shalat kapan saja, baik malam ataupun siang.” (HR Muslim, Abu Daud dll).

Kesempurnaan Shalat

Shalat merupakan rukun Islam yang kedua. Mengetahui ilmu tentang shalat
adalah fardhu `ain (wajib bagi setiap individu). Karena, shalat wajib dikerjakan
oleh setiap Muslim yang baligh dan berakal. Shalat dapat dinilai apabila
memenuhi semua syarat dan rukun-rukunnya. Kewajiban shalat sama halnya
dengan kewajiban lainnya dalam Islam, dengan ini seseorang dipandang
sebagai subyek hukum atau mukalaf (kewajiban melaksanakan peraturan
Allah), yaitu apabila :

1) Ajaran Islam sudah sampai kepadanya.


2) Berakal (sehat, tidak gila dan sebagainya)
3) Baligh (berumur 15 tahun, pernah mimpi bagi laki dan menstruasi bagi
wanita).

Syarat sah shalat ringkasnya ada empat perkara sebagai berikut:

a. Bersuci (thaharah)
b. Mengetahui masuknya waktu,
c. Menutup Aurat,
d. Menghadap Kiblat. Firman Allah :
         
        
        
    
“ Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah
wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali
orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada
mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku
atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (QS. Al Baqarah : 150)

Tiga Hal Yang Disunnahkan Sebelum Shalat

Tiga hal yang disunnahkan sebelum shalat, yaitu: Adzan, iqamat, dan
memasang sutrah (penghalang). (HR. Bukhari, Muslim).

Rukun-Rukun Shalat (Prosedur Pokok)

Rukun shalat ada tujuh belas, yaitu :

1. Niat. Sesungguhnya setiap perbuatan itu bergantung pada niatnya. (HR.


Bukhari, Muslim). * Sahnya niat shalat, harus berbareng dengan Takbiratul
Ihram dan hati sadar betul bermaksud akan shalat, dengan mengingat apa

120
yang dilakukan shalat, juga tentang kefardhuannya. Dan tidak
dipersyaratkan menggerakkan lidah dalam berniat.
2. Berdiri dalam shalat fardhu jika mampu. Jika kamu tidak mampu karena
udzur, boleh duduk. Jika tidak mampu juga, maka berbaringlah miring.
(HR. Bukhari). * Berdiri adalah tegak lurus. Tidak boleh membungkuk
tanpa udzur. Boleh duduk dalam shalat sunnah, baik ia mampu ataupun
tidak. (HR. Bukhari).
3. Takbiratul Ihram. Kunci shalat ia bersuci, tahrimnya ialah takbir, dan
tahlilnya ialah mengucapkan salam. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud).
4. Membaca Al-Fatihah. Tidak sah shalat seseorang tanpa membaca Al-
Fatihah. (HR. Bukhari, Muslim).
5. Ruku’. Minimal menunduk seukuran yang memungkinkan orang yang
shalat meletakkan telapak tangannya di lututnya. Ruku’ yang sempurna
ialah menunduk sehingga punggung menjadi rata. (Al-Hajj: 77, HR.
Bukhari,-Muslim).
6. Thuma’ninah (diam sebentar) ketika ruku’.
7. Berdiri Tegak Sesudah Ruku’ (I’tidal). Yaitu berdiri tegak memisahkan
antara ruku dan sujud. (HR. Bukhari, Muslim).
8. Thuma’ninah ketika i’tidal.
9. Sujud Dua Kali Pada Setiap Rakaat. (Al-Hajj: 77, HR. Bukhari).
10. Thuma’ninah ketika sujud.
11. Duduk Antara Dua Sujud
12. Thuma’ninah ketika duduk.
13. Duduk Terakhir. Yaitu duduk pada akhir rakaat yang terakhir dari shalat
itu, diakhiri dengan salam.
14. Tasyahhud Pada Duduk Terakhir. Wajib membaca Tasyahhud. (HR.
Bukhari, Muslim, Baihaqi, Daruquthni). * Terdapat berbagai riwayat
mengenai ucapan tasyahud yang semuanya shahih.
15. Shalawat Atas Nabi saw.. Yaitu membaca shalawat atas Nabi Muhammad
saw. sesudah membaca tasyahud di atas, sebelum salam. (Al-Ahzab: 56 –
HR. Ibnu Hibban, Hakim, Tirmidzi, Abu Dawud, Bukhari, Muslim).
16. Salam Yang Pertama. Yaitu mengucapkan “Assalamu ‘alaikum Wa
rahmatullah..” Dua kali. Sekali sambil menengok ke sebelah kanan dan
sekali lagi sambil menengok ke sebelah kiri, hingga terlihat pipinya dari
belakang. (HR. Muslim, Abu Dawud Tirmidzi).
17. Tertib. Yakni dimulai dengan niat dan Takbiratul ihram, kemudian
membaca Al-Fatihah, lalu ruku’, i’tidal, sujud..... .dan seterusnya.

Lafadzh-Lafadzh Niat Shalat-Shalat Fardhu :

I. Shala Dzhuhur

‫أصّلى فرض الّظ هر اربع ركعات مستقبل القبلة اداء هلل تعالى‬

Ushallii fardhadzh dzhuhri arba`a raka`aatin mustaqbilal qiblati adaa-an


lillaahi ta`aalaa

II. Shalat Ashar


‫أصّلى فرض العصر اربع ركعات مستقبل القبلة اداء هلل تعالى‬

Ushallii fardhal `ashri arba`a raka`aatin mustaqbilal qiblati adaa-an lillaahi


ta`aalaa

121
III. Shalat Maghrib
‫أصّلى فرض المغرب ثالث ركعات مستقبل القبلة اداء هلل تعالى‬

Ushallii fardhal maghribi tsalaatsa raka`aatin mustaqbilal qiblati adaa-an


lillaahi ta`aalaa

IV. Shalat Isya


‫أصّلى فرض العشاء اربع ركعات مستقبل القبلة اداء هلل تعالى‬

Ushallii fardhal isyaa-I arba`a raka`aatin mustaqbilal qiblati adaa-an


lillaahi ta`aalaa

V. Shalat Shubuh
‫أصّلى فرض الّصبح ركعتين مستقبل القبلة اداء هلل تعالى‬

Ushallii fardhash shubhi rak-`ataini mustaqbilal qiblati adaa-an lillaahi


ta`aalaa

Adab & Kaifiyat Shalat

 Amalan yang paling utama adalah shalat tepat pada waktunya. (HR.
Bukhari, Muslim). * Hendaknya sedih, jika tertinggal shalat tepat pada
waktunya.
 Wajib khusyu’ di dalam shalat. Dan Allah menyediakan neraka ‘Wail’ bagi
orang-orang yang tidak khusyu’ dalam shalatnya. Firman Allah swt., :
.         
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang
yang lalai dari shalatnya,(QS. Al Maa-uun : 4-5)

 Disunnahkan melaksanakan shalat dengan menggunakan sutrah


(pembatas di depan). (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud).
 Jangan shalat menghadap kuburan. (HR. Muslim).
 Jangan bertempat khusus di masjid, kecuali imam. (HR. Ahmad, Ibnu
Hibban, Hakim).
 Makmum tidak bersamaan dengan imam dalam gerakan shalat,
hendaknya menunggu imam sempurna gerakannya. (HR. Bukhari,
Muslim).
 Jangan membatalkan shalat tanpa udzur. (HR. Jama’ah, kecuali Tirmidzi).

Kaifiyat Shalat (Tata Cara Pelaksanaan Shalat) :

1) Niat.

Niat. Sesungguhnya setiap perbuatan itu bergantung pada niatnya. (Bukhari,


Muslim).

Sahnya niat shalat, harus berbareng dengan Takbiratul Ihram dan hati sadar
betul bermaksud akan shalat, dengan mengingat apa yang dilakukan dalam
shalat, juga tentang kefardhuannya. Dan tempat niat adalah hati, adapun
122
melafadzhkannya dalam lisan adalah sunnah dan waktu memulainya ketika
Takbiratul Ihram, dengan mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu,
posisi ibu jari setinggi anak telinga menghadap ke arah kiblat.

Contoh lafadzh niat dalam shalat :

‫أصّلي فرض الّصبح ركعتين مستقبل القبلة اداء اماما (مْاموما) هلل تعالى‬

“Ushollii fardhosh shubhi raka`ataini mustaqbilal qiblati ada-an


imaaman/ma`muuman lillaahi ta`aalaa.”

A. Hukum Melafadzhkan Niat Dalam Shalat

Melafazdkan Niat dengan lisan (Sebelum Takbir/sebelum shalat) adalah


sunnah (tidak wajib) menurut madzab Syafii, Hambali dan Hanafi. Sedangkan
menurut pengikut madzhab Imam Malik (Malikiyah) bahwa melafalkan niat
shalat sebelum takbiratul ihram tidak disyari’atkan kecuali bagi orang yang
terkena penyakit was-was (peragu terhadap niatnya sendiri).

 Niat (dalam hati bersamaan dengan takiratul ula) adalah wajib.

B. Tujuan Melafadzhkan Niat

Tujuan dari talafudzh binniyah menurut kitab-kitab fiqh ahlus sunnah adalah :

1. Liyusaa’idal lisaanul qalbu (agar lidah menolong hati)


2. Agar menjauhkan dari was-was
3. Keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya

C. Dasar Talaffudz binniyah (Melafadzkan Niat Sebelum Takbir)

Firman Allah swt :


        
Tidaklah seseorang itu mengucapkan suatu perkataan melainkan disisinya
ada malaikat pencatat amal kebaikan dan amal kejelekan (QS. Qaaf : 18).

Dengan demikian melafadzhkan niat dengan lisan akan dicatat oleh malaikat
sebagai amal kebaikan.
      
Kepada-Nya (Allah) jualah naiknya kalimat yang baik (QS. Faathir : 10).

Malsudnya segala perkataan hamba Allah yang baik akan diterima oleh Allah
(Allah akan menerima dan meridhoi amalan tersebut) termasuk ucapan
lafadzh niat melakukan amal shalih (niat shalat, haji, wudhu, puasa dsb).

Hadits-Hadist Tentang Talaffudzh Binniyah :

1. Diriwayatkan dari Abu bakar Al-Muzani dari Anas Ra. Beliau berkata :

‫َع ْن َأَن ٍس َر ِض َي هللاُ َع ْن ُه َق اَل َس ِمْع ُت َر ُسْو َل ِهللا َص َّلى هللاُ َع َلْيِه َو َس ّلَم َي ُقْو ُل َلَّبْي َك ُعْم َر ًة َو َح ًّج ا‬

123
“Aku pernah mendengar rasulullah Saw. Melakukan talbiyah haji dan umrah
bersama-sama sambil mengucapkan : “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah
untuk melaksanakan haji dan umrah”. (HR. Muslim – Syarah Muslim Juz VIII,
hal 216)).
Hadits ini menunjukan bahwa Rasulullah Saw. Mengucapkan niat atau
talafudz binniyah diwaktu beliau melakukan haji dan umrah.

Imam Ibnu Hajar mengatakan dalam Tuhfah, bahawa Usholli ini diqiyaskan
kepada haji. Qiyas adalah salah satu sumber hukum agama.

2. Hadits Riwayat Bukhari dari Umar ra. Bahwa beliau mendengar Rasulullah
bersabda

Ketika tengah berada di wadi aqiq :”Shalatlah engkau di lembah yang


penuh berkah ini dan ucapkanlah “sengaja aku umrah didalam haji”. (HH.
ImamBukhari, Sahih BUkhari I hal. 189 – Fathul Bari Juz IV hal 135)

Semua ini jelas menunjukan lafadzh niat. Dan hukum sebagaimana dia tetap
dengan nash juga bisa tetap dengan qiyas.

3. Diriwayatkan dari Aisyah Ummul Mukminin R. ha. Beliau berkata :

“Pada suatu hari Rasulullah saw., Berkata kepadaku : “Wahai aisyah,


apakah ada sesuatu yang dimakan? Aisyah r,ha. Menjawab : “Wahai
Rasulullah, tidak ada pada kami sesuatu pun”. Mendengar itu rasulullah
Saw. Bersabda : “Kalau begitu hari ini aku puasa”. (HR. Muslim).

Hadits ini mununjukan bahwa Rasulullah Saw. Mengucapkan niat atau


talafudz bin niyyah di ketika Beliau hendak berpuasa sunnat.

4. Diriwayatkan dari Jabir, beliau berkata :

“Aku pernah shalat idul adha bersama Rasulullah Saw., maka ketika beliau
hendak pulang dibawakanlah beliau seekor kambing lalu beliau
menyembelihnya sambil berkata : “Dengan nama Allah, Allah maha besar,
Ya Allah, inilah kurban dariku dan dari orang-orang yang tidak sempat
berkurban diantara ummatku” (HR Ahmad, Abu dawud dan turmudzi)

Hadits ini menunjukan bahwa Rasulullah mengucapkan niat dengan lisan atau
talafudz binniyah diketika beliau menyembelih qurban.
D. Pendapat Imam-Imam ahlus sunnah (sunni) mengenai melafadzkan
niat

1. Didalam kitab Az Zarqani yang merupakan syarah dari Al Mawahib Al


Laduniyyah karangan Imam Qatshalani jilid X/302 disebutkan sebagai
berikut :

“Terlebih lagi yang telah tetap dalam fatwa para shahabat (Ulama
syafiiyyah) bahwa sunnat melafadzhkan niat (ushalli) itu. Sebagian Ulama
mengqiyaskan hal tersebut kepada hadits yang tersebut dalam shahihain
yakni Bukhari – Muslim.

124
Pertama : Diriwayatkan Muslim dari Anas Ra. Beliau berkata :

‫َع ْن َأَن ٍس َر ِض َي هللاُ َع ْن ُه َق اَل َس ِمْع ُت َر ُسْو َل ِهللا َص َّلى هللاُ َع َلْيِه َو َس ّلَم َي ُقْو ُل َلَّبْي َك ُعْم َر ًة َو َح ًّج ا‬

“Aku pernah mendengar rasulullah Saw. Melakukan talbiyah haji dan umrah
bersama-sama sambil mengucapkan : “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah
untuk melaksanakan haji dan umrah”.

Kedua, Hadits Riwayat Bukhari dari Umar ra. Bahwa beliau mendengar
Rasulullah bersabda ketika tengah berada di wadi aqiq :”Shalatlah engkau di
lembah yang penuh berkah ini dan ucapkanlah “sengaja aku umrah didalam
haji”.

Semua ini jelas menunjukan lafadzh niat. Dan hukum sebagaimana dia tetap
dengan nash juga bisa tetap dengan qiyas.”

2. Berkata Ibnu hajar Al-haitsami dalam Tuhfatul Muhtaj II/12

“Dan disunnahkan melafadzkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir


agar supaya lisan dapat menolong hati dan juga untuk keluar dari khilaf orang
yang mewajibkannya walaupun (pendapat yang mewajibkan ini) adalah syaz
yakni menyimpang. Kesunatan ini juga karena qiyas terhadap adanya
pelafadzan dalam niat haji”.

3. Berkata Imam Ramli dalam Nihayatul Muhtaj Jilid I/437 :

“Dan disunnatkan melafadzhkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir


agar supaya lisan menolong hati dan karena pelafadzhan itu dapat
menjauhkan dari was-was dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang
mewajibkannya.”

4. DR. Wahbah Zuhaili dalam kitab Al-fiqhul islam I/767 :

“Disunnatkan melafadzkan niat menurut jumhur selain madzab maliki.”

Adapun menurut madzab maliki diterangkan dalam kitab yang sama jilid I/214
bahwa :

“Yang utama adalah tidak melafadzkan niat kecuali bagi orang-orang yang
berpenyakit was-was, maka disunnatkan baginya agar hilang daripadanya
keragu-raguan”.

E. Niat sebagai Rukun Syahnya Shalat

1. Niat di dalam hati ketika mengucapkan takbiratul ihram (‫)ُهللَا َاْك َبُر‬

 Apabila shalatnya Fardhu maka :

1. wajib qashad, artinya “sahjaku Shalat”.


2. wajib ta’ridh lilfardhiyah, artinya menyebut kata “fardhu”
3. wajib ta’yin, artinya menentukan waktu “Dzhuhur” atau “Ashar” atau
lainnya.

125
Adapun jikalau Shalat Sunnat yang ada waktunya atau ada sebabnya,
maka wajib qashad dan wajib ta’yin saja. Sedangkan jikalau Shalat Sunnat
yang tidak ada waktu dan tidak ada sebabnya, yaitu nafal muthlaq maka wajib
qashad saja, sebagian lagi mengatakan wajib maqarinah ‘arfiyah yaitu wajib
mengadakan qashad ta’ridh ta’yin di dalam hati ketika mengucapkan ‫ُهللَا َاْك َب ُر‬
(takbiratul ihram).

Artinya maqarinah ‘arfiyah yakni dengan mengucapkan ketiga-tiganya itu di


dalam hati seluruhnya, atau beraturan maka jangan ada yang keluar daripada
masa mengucapkan ‫ُهللَا َاْك َب ر‬.

Adapun jikalau Shalat berjama’ah maka wajib hukumnya atas ma’mum


menambah lagi niat ‫( َم ْأُمْو ًما‬artinya mengikuti imam)

Adapun jikalau Shalat Jum’at maka wajib hukumnya atas imam menambah
niat ‫ ِاَم اًما‬artinya menjadi imam.

Sedangkan pada Shalat yang lain seperti Shalat Dzhuhur atau Ashar atau
lainnya, maka hukumnya Sunnah bagi imam niat ‫ِاَم اًما‬.

F. Kesimpulan-Kesimpulan

Lihatlah bagaimana fatwa dari para Imam Mujtahid baik dari madzhab Syafii,
Hambali dan Hanafi bahwa melafadzkan niat adalah sunnah. Sedangkan
menurut madzab Maliki disunnahkan bagi orang yang berpenyakit was-was.

Oleh sebab itu, berhati-hatilah dengan ucapan fitnah pemecah-belah barisan


sunni yakni dari golongan anti madzhab yang selalu menebarkan isu-isu
khilafiyah yang selalu mengambil fatwa-fatwa bertentangan dengan pegangan
mayoritas ummat sunni agar ummat terjauh dari mengikuti ulama yang haq
dan terjauh dari kitab imam-imam mujtahid ahli sunnah.

2) Takbiratul lhram. Yaitu Dengan Mengucapkan “ Allaahu Akbar”.

Memulai shalat dengan membentangkan tangan dan mengangkatnya ke atas


sambil membaca takbir. (HR. Tirmidzi). * Mengangkat tangan dalam bertakbir
bagi laki-laki sampai batas telinga dan bagi wanita sampai batas dada. (HR.
Bukhari, Muslim, Tirmidzi).Takbiratul lhram. Yaitu Dengan Mengucapkan
lafadzh “ Allaahu Akbar”. (‫)هللا اكبر‬, Sesuai dengan apa yang diperintahkan
Allah swt., sebagaiman yang Allah firmankan :
  
“ Dan Tuhanmu agungkanlah.” (QS. Al Mudatsir : 3)

Rasululla saw., bersabda :


‫اذا قمت الى الصالة فاسبغ الوضؤ ثم استقبل القبلة فكبر‬
“ Apabila engkau hendak mendirikan shalat, maka sempurnakanlah wudhu`
kemudian menghaplah ke kiblat dan bertakbirlah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah,
Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah r.a)
“ Diriwayatkan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a, dari Nabi saw. Bahwa
ketika melaksanakan shalat fardhu, beliau memulai dengan bertakbir dan
mengangkat kedua tangan beliau hingga sejajar bahu. Beliau saw, melakukan

126
hal yang sama ketika telah selesai membaca bacaan sebelum ruku` , juga
ketika bangkit dari ruku`, Beliau tidak melakukan hal tersebut saat duduk,
akan tetapi jika bangkit setelah dua kali sujud beliau mengangkat kedua
tangannya kembali seraya bertakbir.” (HR. Abu Daud, Ahmad dan Tirmidzi)

Syarat-syarat Takbiratul Ihram :

a. Mengucapkan Takbiratul Ihram ( Ucapan ‘Allohu Akbar’ saat pertama kali


mulai sholat ) sambil berdiri, dan tidak sah diucapkan ketika bangkit
b. Mengucapkannya seraya menghadap kiblat.
c. Takbiratul ihram dalam bahasa Arab. Bagi orang yang tidak mampu dan ia
tidak mungkin belajar, boleh dengan maknanya. Namun ia wajib belajar
mengucapkan Takbir dengan bahasa Arab.
d. Semua huruf dalam Takbiratul Ihram harus terdengar oleh dirinya sendiri,
jika ia sehat pendengarannya.
e. Diucapkan berbarengan dengan niat.

3) Berdiri Bagi Orang Yang Mampu, Pada Shalat Fardhu

Rasulullah saw, melakukan shalat fardhu maupun sunnah dengan berdiri,


demi memenuhi perintah Allah SWT,
      
 .        
       
“ Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa *. Berdirilah
untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. Jika kamu dalam Keadaan
takut (bahaya), Maka Shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. kemudian
apabila kamu telah aman, Maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana
Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al
Baqarah : 238-239)
* Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang
berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar. menurut
kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan
sebaik-baiknya.

Rasululla saw., bersabda :

)‫صل قائما فان لم تستطع فقاعدا فان لم تستطع فعلى جنب (رواه البخاري‬
“ Shalatlah dengan berdiri jika engkau tidak mampu, maka shalatlah dengan
duduk dan jika tidak mampu, maka shalatlah engkau dengan berbaring.” (HR.
Bukhari)

4) Meletakkan Tangan Kanan Di Atas Tangan Kiri

Sebagaimana diriwayatkan dari Sayyidina Jabir r.a, dalam sebuah hadits :

‫ فانتزعها‬,‫ وقد وضع يده اليسرى على اليمنى‬,‫مررسول هللا صلى هللا عليه وسلم برجل وهويصلي‬
‫ووضع اليمنى على اليسرى‬
“Rasulullah saw. Pernah berjalan melewati seorang yang sedang shalat.
Orang tersebut, meletakkan tangan kirinya di atas tangan kanannya, lalu

127
beliau saw, melepaskan tangan tersebut dan meletakkan tangan kanannya di
atas tangan kirinya “. (HR. Ahmad dengan sanad yang sahih)

5) Mengarahkan Pandangan Ke Tempat Sujud

Hal ini berdasarkan keterangan Al Baghawiy dalam syarhus sunnah :

‫ واالحسن ان يكون نظره الى موضع سجوده‬,‫اما النظر الى الشيء فال بْاس به فى الصالة‬

“Melihat sesuatu tidak masalah di dalam shalat, akan tetapi yang lebih afdhal
adalah mengarahkan pandangan ke tempat sujud.”

6) Membaca Doa Iftitah

Sabda Rasulullah saw :

“Setelah Rasulullah saw. Bertakbiratul lhrom dalam shalat, maka beliau saw,
berdiam sejenak sebelum membaca (Al Fatihah), aku bertanya : “wahai
Rasulullah saw, demi ayah dan ibu engkau, tidakkah engkau beritahukan
diamnya engkau di antara Takbiratul lhram dan membaca surat, apakah yang
engkau ucapkan ? Beliau saw, menjawab, aku mengucapkan :

‫ا‬..‫ا كم‬..‫ني من الخطاي‬.‫رب اللهم نق‬..‫رق والمغ‬..‫دت بين المش‬.‫اللهم باعض بيني وبين خطاياي كما باع‬
‫ينقث ثوب ابيض من الدنس اللهم اغسل خطاياي بالثلج والماء والبرد‬

Allaahumma baa-`idh bainii wa baina khothooyaaya kamaa baa-`adta bainal


masyriqi wal maghribi. Allaahumma naqqinnii minal khothooyaa kamaa
yunaqqots tsauba abyadho minad danasi, Allaahummaghsil khothooyaaya
bits salji wal maa-I wal bard.

“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana


Engkau telah menjauhkan ufuk timur dari ufuk barat, Ya Allah sucikanlah aku
sebagaimana disucikannya kain putih dari kotoran, sucikanlah aku dengan
air, air salju dan air dingin.”
Beberapa Do`a lftitah Yang Dibaca Rasulullah saw., & Shahabat r.anhum
di antaranya :

1. Diriwayatkan dan diamalkan oleh Sayyidina Ali r.a, “Apabila Rasulullah


saw, berdiri untuk shalat, beliau mengucapkan :

‫وجهت وجهي للذي فطرالسموات واالرض حنيفا مسلما وما انا من المشركين ان صالتي ونسكي‬
‫ك‬..‫لمين اللهم انت المل‬..‫ا من المس‬..‫رت وان‬..‫ذالك ام‬..‫ه وب‬..‫ومحياي ومماتي هلل رب العالمين ال شريك ل‬
‫ا‬...‫بي جميع‬...‫اغفرلي ذن‬...‫ذنبي ف‬...‫ترفت ب‬...‫ي واع‬...‫دك ظلمت نفس‬...‫ا عب‬...‫ه اال انت انت ربي وان‬...‫الال‬
‫ني‬...‫رف ع‬...‫نها اال انت واص‬...‫دي الحس‬...‫ن االخالق اليه‬...‫دني الحس‬...‫ذنوب االانت واه‬...‫اليغفرال‬
‫ك‬..‫سيئهااليصرف عني سيئها االانت لبيك وسعديك والخير كله في يديك وشرليس اليك انا بك والي‬
‫تباركت وتعليت استغفرك واتوب اليك‬

Wajjahtu wajhiya lilladzii fatharossamawati wal ardha haniifam muslimaw


wamaa ana minl musyrikiin inna sholaati wa nusukii wa mahyaaya wa
mamaatii lillaahi robbil `aalamiin. Laa syariika lahuu wa bidzaalika umirtu wa
ana minal muslimn. Allaahumma antal mulku laa ilaaha illaa anta, anta robbii
128
wa ana `abduka dzholamtu nafsii wa`taroftu bidzanbii faghfirlii dzabii jamii-`an
laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta wahdinii li-ahsanil akhlaaqi laa yahdii li-
ahsanihaa illa anta, washrif `annii sayyi-ahaa laa yashrifu `annii sayyi-ahaa
illaa anta, labaika was a`daika wal khoiru kulluhu fii yadaika wa syarru laisa
ilaika ana bika wa ilaika, tabaarokta wa ta-`alaita astaghfiruka wa atuubu
ilaiaka.

“Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Pencipta seluruh langit dan bumi
dengan penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
syirik. Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku, dan matiku semata-mata
untuk Allah, Tuhan semestea alam, tiada sesuatupun yang menyekutui-Nya.
Demikianlah aku diperintah dan aku termasuk orang-orang menyerah diri
(muslim). Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Tuhan selain Engkau semata.
Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah menganiaya diriku
dan aku mengakui dosa-dosaku. Oleh karena itu, ampunilah semua dosa-
dosaku. Sesungguhnya hanya engkaulah yang berhak mengampuni semua
dosa. Berilah aku petunjuk kepada akhlak yang terbaik, karena hanya
Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada akhlak yang terbaik dan
jauhkanlah diriku dari akhlak yang buruk karena hanya Engkaulah yang dapat
menjauhkannya dariku. Aku menjawab seruan-Mu dan aku memohon
pertolongan-Mu. Segala kebaikan dalam gemgaman-Mu, sedang segala
keburukan tidak datang dari-Mu. Aku berada dalam kekuasaan-Mu dan akan
kembali kepada-Mu. Engkaulah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi, aku
memohon ampun kepada-Mu dan bertobat kepada-Mu.” (HR. Ahmad, Muslim,
dan Tirmidzi, danTarmidzi menshohihkannya)

2. Dalam riwayat lmam Bukhari, Muslim, dan Ibnu Abi Syaibah bisebutkan
bahwa Rasulullah saw, membaca doa sebagai berikut dalam shalat fardhu
(shalat shubuh)

‫كي‬..‫وجهت وجهي للذي فطرالسموات واالرض جميعا مسلما وماانامن المشركين ان صالتي ونس‬
‫ك‬..‫لمين اللهم انت المل‬..‫ا اول المس‬..‫رت وان‬..‫ذالك ام‬..‫ه وب‬..‫ومحياي ومماتي هلل رب العالمين الشريك ل‬
‫ه في‬..‫ير كل‬..‫ذنبي والخ‬..‫ترفت ب‬..‫الاله االانت سبحانك وبحمدك انت ربي واناعبدك ظلمت نفسي واع‬
‫يديك وشر ليس اليك والمهدي من هديت انابك واليك المنجا والملجئ منك االاليك تبركت وتعليت‬
‫استغفرك واتوب اليك‬

Wajjahtu wajhiya lilladzii fatharos samawaati wal ardh, haniifam muslimaw


wamaa ana minal musyrikiin inna sholaati wa nusukii wa mahyaaya wa
mamaatii lillaahi robbil `aalamiin. Laa syariika lahuu wa bidzaalika umirtu wa
ana minal muslimin. Allaahumma antal maliku laa ilaaha illaa anta, anta
subhaanaka wa bihamdika anta robbii wa ana `abduka dzholamtu nafsii
wa`taroftu bidzanbii wal khoiru kulluhuu fii yadaikaka wa syarru laisa ilaika
walmahdii man hadaita anabika wa ilaika wa laa manjaa wa laa malja-a minka
illaa ilaika tabaarokta wa ta-`alaita astaghfiruka wa atuubu ilaiaka.

“Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Pencipta seluruh langit dan bumi
dengan penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
syirik. Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku, dan matiku semata-mata
untuk Allah, Tuhan semestea alam, tiada sesuatupun yang menyekutui-Nya.
Demikianlah aku diperintah dan aku termasuk orang-orang pertama berserah
diri kepada Allah (muslim). Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Tuhan selain

129
Engkau semata. (Engkau Maha Suci dan Maha Terpuji). Engkaulah Tuhanku
dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah menganiaya diriku dan aku mengakui
dosa-dosaku. Oleh karena itu, ampunilah semua dosa-dosaku.
Sesungguhnya hanya engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa.dan
segala kebaikan ada dalam gemgaman-Mu, sedang segala keburukan
tidaklah bersumber dari-Mu. (orang yang terpimpin adalah orang yang
Engkau beri petunjuk), aku berada dalam kekuasaan-Mu dan kembali
kepada-Mu, (tiada tempat memohon keselamatan dan perlindungan dari
siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata) . Engkau Maha Mulia dan Maha
Tinggi, aku mohon ampun kepada-Mu dan bertobat kepada-Mu.” (Sifat Shalat
Nabi : 110)

3. Hadits yang diriwayatkan dari beberapa jalur dengan sanad yang shahih.

‫سبحانك اللهم وبحمدك وتبارك اسمك وتعالى جدك والاله االهللا غيرك‬

Subhaanakallaahumma wa bihamdika watabaarokasmuka wata-`aalaa


jadduka wa laa ilaaha illallaahu ghoiruka.

“Maha Suci Engkau, Ya Allah, Maha Terpuji lagi Maha Mulia nama-Mu serta
Maha Tinggi Kehormatan-Mu, tiada Tuhan selain Engkau semata.” (HR. Abu
Daud dan Hakim, disahkan oleh Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi [Shifat
Shalat Nabi : 112])

Rasulullah saw, bersabda , “Kalimat ini yang paling Allah cintai untuk
diucapkan oleh hamba-Nya.” (HR. Nasa`i)

4. Redaksinya seperti di atas, tetapi dengan tambahan kalimat, Laa llaaha


llallaahu 3 X, Allaahu Akbar 3 X. (Sifat Shalat Nabi : 113)
5. Doa lftitah berikut ini pernah dibaca seorang shahabat, kemudian
Rasulullah saw, bersabda, (bahwa Allah SWT, menyambut dengan firman-
Nya): “ Aku menyenanginya, Aku bukakan semua pintu langit karena doa
ini. “ (HR. Muslim dan Abu `Awanah, disahkan oleh Tirmidzi. Abu Nu`aim –
dalam Al Akhbar – meriwayatkan dari Jabir bin Muth`im. Ia mendengar
Rasulullah saw, mengucapkan doa tersebut dalam shalat sunnah, doa
adalah sbagai berikut :

‫هللا أكبر كبيرا والحمد هلل كثيرا وسبحان هللا بكرة واصيال‬

Allaahu akbar kabiiroo walhamdu lillaahi katsiiroo wa subhaanallaahi


bukrotaw wa ashiilaa

Keterangan :

Sebelum membaca kalimat Wajjahtu……, atau Allaahumma ba`id bainii….,


akan lebih afdhal membaca Allaahu Akbar Kabiiroo….., seperti yang
dinyatakan dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar r.a huma, “Suatu kali kami
shalat bersama Rasulullah saw., tiba-tiba seoarang dari jam`ah membaca
Allaahu Akbar kabiiro wal hamdulillaahi katsiiro………., Usai shalat Rasulullah
saw, bertanya, “siapa yang mengucapkan kalimat itu ? Lalu laki-laki itu
menjawab, “Saya, Ya Rasulullah.` Kemudian Rasulullah saw, bersabda, “Aku
kagum pada kalimat itu, pintu-pintu langit terbuka karenanya. “Ibnu Umar

130
Berkata, “Semenjak itu, aku tidak tinggalkan membaca kalimat tersebut. “
(HR. Muslim [Fiqh Syafiiyah I : 186])

7) Membaca Surat Al Fatihah

Setelah membaca doa lftitah dilanjutkan dengan membaca suratul fatihah.


Sayyidina `Ubadah bin Ash Shamit r.a, meriwayatkan bahwa Nabi saw, telah
bersabda:

“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al Fatihah.“ (HR. Jama`ah)

Dalam redaksi lain disebutkan,

“Tidak cukup shalat bagi orang yang tidak membaca Al Fatihah. “ (HR.
Daruquthni)

Aisyah r.ha. berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw, bersabda,


“Barang siapa shalat dengan tidak membaca Ummul Qur’an (Al Fatihah)
maka shalatnya tidak sempurna. “ (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Abu Hurairah r.a, Nabi saw. Sungguh menyuruhnya keluar untuk


mengumumkan bahwa tidak ada shalat kecuali dengan membaca Al Fatihah.
“(HR. Ahmad dan Abu Daud). Beliau juga menyatakan, “Orang yang shalat
tanpa membaca Al Fatihah, shalatnya buntung, shalatnya buntung, shalatnya
buntung, tidak sempurna. “ (HR. Muslim dan Abu `Awwanah)

Membaca Al Fatihah wajib dalam semua shalat, baik shalat sir maupun shalat
jahr dalam setiap raka`at, baik bagi imam maupun ma`mum, ataupun dalam
shalat sendirian. Perhatikan mengenai hal-hal dalam surat Al Fatihah, berikut:

a. Basmalah Merupakan Bagian dari Al Fatihah

Basmalah wajib dibaca di awal suratul fatihah saat shalat, karena basmalah
merupakan ayat pertama darinya. Ada beberapa hadits shahih dan kuat dari
Rasulullah saw, yang menjadi argumen atau dalil tentangnya.

Abu Hurairah r.a, meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda. “Jika kamu
hendak membaca Alhamdulillaah (alfatihah), bacalah Bismillaahir rohmaanir
rohiim, karena sesungguhnya Alhamdulillaah adalah induk Al Qur’an, induk Al
Kitab, Sab`ul Matsanii (tujuh ayat yang diulang-ulang), dan Bismillaahir
rohmaanir rohiim merupakan salah satu ayatnya.” (HR. Ad Daruquthni [I:312],
Imam Baihaqi [II:45], dan yang lainnya dengan isnad shahih, [Fiqih
Syafi`iyyah] 149])

Ummu Salamah r.ha, berkata, “Nabi saw, membaca bismillaahir rohmaanir


rohiim di awal al fatihah dalam shalat, dan beliau menghitungnya sebagai
salah satu ayatnya.” (HR. Ibnu Huzaimah dan Baihaqi)

131
Disunnahkan membaca basmalah dengan keras apabila bacaan fatihahnya
keras dan membacanya dengan pelan jika jika bacaan fatihahnyapun pelan.
Ibnu Abbas r.a huma, berkata. “Nabi saw, mengeraskan bacaan bismillaahi
rohmaanir rohiim.” (HR. Ad Daruquthni dalam Sunan Abu Daud), dan yang
lainnya dengan sanad shahih.
         
        
       
       


b. Syarat-syarat Membaca Al Fatihah :

1. Tertib urutannya
2. Berkesinambungan
3. Memelihara huruf-hurufnya
4. Memelihara tasydid-tasydidnya
5. Tidak menyengaja diam dalam jeda antar ayat dengan maksud memutus
bacaan
6. Tidak lahn (salah pengucapan)
7. Dilakukan saat berdiri dalam shalat fardhu
8. Dengan suara minimal yang bisa didengar diri sendir
9. Tidak menyelingi pembacaan antar ayat dengan dzikir yang lain

c. Membaca Isti`adzah Atau Ta`awwudz

Allah Ta`ala berfirman :


       
“Maka apabila kamu hendak membaca Al Qur-an, hendaklah memohon
perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. An Nahl [16] :98)

Abu Sa`id Al Khudri r.a, meriwayatkan bahwa bila Nabi saw, berdiri shalat,
beliau membaca doa lftitah, lalu membaca a`uudzu billaahis samii`il `aliimi
minasy syaithoonir rojiimi min hamadziihi wa nafhihii wa nafaatsihii (aku
berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui dari
godaan setan yang terkutuk, dari godaannya, dari tipuannya, dan dari
semburannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah saw, membaca a`uudzu


billaahis samii`il `aliimi minasy syaithonir rojiim, setelah iftitah sebelum
membaca Al Fatihah. Dikarenakan adanya salah satu periwayatnya yang
terkena wahm (diragukan), maka Al Hafidz Ibnu Hajar menyandarkan untuk
pembacaan ta`aawudz sebelum fatihah adalah ayat Al Qur’an yang termaktub
dalam surat An Nahl, ayat 98, yaitu “ a`uudzu billaahi minasy syaithoonir
rojiim.”

d. Membaca Aamiin

Usai membaca fatihah, disunnahkan mengucapkan aamiin. Abu Hurairah r.a,


berkata, “Rasulullah saw., apabila selesai membaca Ummul Qur’an, beliau
saw, mengeraskan suaranya dan membaca aamiin.” (HR. Ad Daruquthni, dan

132
ia menghasankannya, sedangkan Hakim mengesahkannya. (Bulughul Maram,
hadits no. 271)

8) Membaca Surat-Surat Lain Setelah Al Fatihah Pada Rakaat Kesatu


Dan Kedua.

Dalam shalat apapun, disunnahkan membaca surat setelah selesai membaca


Al Fatihah pada rakaat pertama dan kedua. Utamanya membaca satu surat
secara lengkap, seperti :

‫بسم هللا الّرحمن الّرحيم‬

          
           
       

Atau surat lainnya, seperti :


   
        
   
Disunnahkan ‘saktah’ atau berhenti sejenak pada dua tempat :

o Setelah bertakbir hingga membaca Al-Fatihah.


o Setelah membaca Al-Fatihah dan surat ketika akan ruku’. (HR. Ibnu
Majah, Abu Dawud, Bukhari).
o Diwajibkan ‘Thuma’ninah’ (tenang) dalam setiap rukun.
o Tidak boleh terburu-buru dalam mengerjakan shalat. (HR. Tirmidzi).
o Dan disunnahkan bertakbir setiap perpindahan dari rukun ke rukun.(HR.
Muslim)

9) Melakukan Ruku` Atau Membungkukkan Badan Dan Thuma`ninah

Allah swt berfirman;


      
   
“Wahai orang-orang yang beriman, ruku` dan sujudlah kamu, dan sembahlah
Tuhanmu, serta lakukanlah kebaikan supaya kamu sekalian beruntung. “ (QS.
Al Hajj [22] : 77)

Secara lughat, ruku` adalah al-Inbina`(condong atau miring). Rasulullah saw.,


bersabda:

“Sesungguhnya shalat seseorang tidak sempurna sebelum menyempurnakan


wudhu`nya seperti yang diperintahkan Allah swt., kemudian bertakbir,
bertahmid, mengagungkan Allah, membaca ayat Al Qur-an yang dihafalnya,
kemudian bertakbir, ruku` dengan thuma`ninah hingga ruas tulang
belakangnya mapan dan lurus…, “ (HR. Abu Dawud dan Nasa`i)

Thuma`ninah artinya berhenti sejenak setelah bergerak. Thuma`ninah dalam


ruku` termasuka rukun shalat

133
a. Cara Ruku` Dan Batas Minimalnya

Rifa`ah bin Rafi` meriwayatkan bahwa Nabi saw., bersabda: “Dan apabila
kamu ruku`, letakkanlah kedua tapak tanganmu di kedua lututmu. “ (HR. Abu
Dawud). Rasulullah saw., bersabda, “Jika kamu ruku`, letakkanlah tanganmu
pada lutut dan luruskanlah punggungmu serta tekankan tanganmu untuk
ruku`. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Batas minmal ruku` adalah memiringkan badan sampai pada suatu kondisi
sekira ia meletakkan kedua telapak tangan pada lutut, lengannya akan lurus
dan betisnya tegak. Setiap orang yang shalat, mestilah menjaga ruku` dan
tidak meninggalkannya, lebih dari itu, ia juga wajib thuma`ninah dalam
ruku`nya. Sedangkan ruku` yang sempurna adalah yang dimulai dengan
takbir intiqal bersamaan dengan mengangkat kedua belah tangan sampai
sejajar dengan bahu dan ujung jari mendekati anak telinga. Setelah itu badan
dimiringkan ke depan berbarengan dengan turunnya kedua belah tangan
hingga meletak pada lutut dengan jemari terbuka renggan. Punggung, leher
serta kepala dibuat merata seperti garis lurus. Siku direnggangkan (bagi laki-
laki, dan dirapatkan bagi perempuan), mata memandang ke tempat sujud,
tidak menengadah dan tidak menoleh ke kiri atau ke kanan. Kemudian diam
sejenak tanpa gerakan badan dalam posisi ini, seraya membaca tasbih dan
doa ruku` .

Syarat-syarat Ruku’:

a. Menunduk minimal telapak tangan mencapai lutut. (HR. Bukhari)


b. Menunduk, tidak bertujuan lain, selain ruku’.
c. Tenang (thuma’ninah) minimal selama kira-kira membaca tasbih, (HR.
Bukhari). * Seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri shalatnya,
yaitu sujud dan ruku’ tidak sempurna.” (HR. Ahmad Thabrani).
d. Ruku’ yang paling sempurna ialah apabila pungung rata dengan leher
secara horizontal lagi lurus, tidak melengkung, memekarkan jari-jari, dan
mengucapkan dengan tenang sebanyak tiga kali, “Subhaana Rabbiyal
Azhim.” (HR. Muslim, Tirmdzi, Abu Dawud).

b. Beberapa BacaanTasbih Dan Doa dalam Ruku`

‫سبحان ربي العظيم‬


Sub-haana robbiyal `adzhiim

Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung

Sayyidina Hudzaifah lbnu Al Yamani r.a, berkata, “Aku pernah shalat berama
Nabi saw., dan dalam ruku`nya beliau membaca subhaana robbiyal adzhiim
(Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung), dan dalam sujudnya beliau
membaca subhaana robbiyal a`laa (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi).
(HR. oleh lmam yang lima)

Sayyidina `Uqbah bin `Amir r.a, berkata: “Ketika ayat fasabbih bismi robbikal
`adzhiim turun, Rasulullah saw, bersabda kepada kami, jadikanlah ia sebagai

134
bacaan dalam ruku`mu.` dan ketika ayat yang berbunyi subhaana robbiyal
a`laa turun beliau bersabda, “Jadikanlah ia bacaan dalam ruku`mu.` (HR.
Ahmad, Abu Daud, dan lbnu Majah)

Aun bin `Abdullah bin `Uthbah meriwayatkan dari Sayyidina Ibnu Mas`ud r.a,
bahwa Nabi saw., bersabda, “ Apabila salah seorang dari kalian ruku`, dan
dalam ruku`nya membaca subhaana robbiyal adzhiim 3 X, berarti telah
sempurna ruku`nya, dan itulah yang terpendek. Apabila sujud ia membaca
subhaana robbiyal a`laa 3 X, berarti telah sempurna sujudnya, dan itulah
yang terpendek. “ (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dan lbnu Majah).` Tetapi hadits
ini dianggap mursal, karena `Aun tidak pernah berjumpa dengan Sayyidina
Abdullah ibnu Mas`ud r.a.

‫سبحان ربي العظيم وبحمده‬

Sub-haana robbiyal `adzhiimi wa bihamdih 3x

Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung dan dengan memuji-Nya

Dalam hadits hasan yang diriwayatkan Abu Dawud, Daruquthni, Ahamad, dan
Baihaqi, bacaan ruku` itu adala subhaana robbiyal `adzhiimi wa bihamdih
(Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung dengan segala puji-Nya) 3 X.

‫سبح قدس رب المال ئكة والروح‬

Subbuuhun qudduusun robbul malaa-ikati war ruuh 3 X

Sayyidatina `Aisyah r.ha, meriwayatkan, “Sungguh Rasulullah saw, pernah


dalam ruku` dan sujudnya membaca subbuhun qudduusun robbul malaa-ikati
war ruuh.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa`i).

‫سبحانك اللهم ربنا وبحمدك اللهم اغفرلي‬

Sub-haanakalloohumma robbunaa wa bihamdika Alloohummaghfirlii

Sayyidatina `Aisyah r.ha, berkata, “ Dalam ruku` dan sujudnya Rasulullah


saw, seringkali membaca subhaanakallaahumma robbanaa wa bihamdika
Allaahummaghfirlii.” (HR. Jama`ah, kecuali Tirmidzi).

‫اللهم لك ركعت وبك ْامنت ولك ْا سلمت خشع لك سمعي وبصري ومخي وعظامي وعصبي‬

Alloohumma laka roka`tu wa bika aamantu wa laka aslamtu khosa`a laka


sam-`ii wa bashorii wa mukhkhii wa `idzhoomii wa `ashobii

Sayyidina `Ali r.a, berkata, “Apabila Nabi saw, ruku`, beliau membaca “Ya
Allah hanya kepada-Mu aku ruku`, hanya kepada-Mu aku beriman, hanya
kepada-Mu aku berserah diri, pendengaranku, penglihatanku, otakku, tulang
belulangku, dan pembuluh darahku khusu` kepada-Mu.” (HR. Muslim).

Dalam beberapa Sunan ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah


saw., membaca :

135
‫خشع سمعي وبصري ومخي وعظمي ومااستقلت به قدمي هلل رب العالمين‬

“Pendengaranku, penglihatanku, otakku, tulang belulangku, dan apapun yang


dilakukan dengan bantuan kakiku, seluruhnya khusu`, kepada Allah, Tuhan
semesta `alam.” (Al Adzkar : 133-134)

Dan dalam riwayat lmam Nasaa-i, redaksinya sebagai berikut :

‫سبحان ذي الجبروت والكبرياء والعظمة‬

Sub-haana dzil jabaruuti wal malakuuti wal kibriyaa-i wal `adzhomati

‫اللهم ركعت وبك امنت ولك اسلمت وعليك توكلت انت ربي جشع سمعي وبصري ودمي ولهمي‬
‫وعظمي وعصبي هلل رب العالمين‬

Alloohumma roka`tu wa bika aamantu wa laka aslamtu wa `alaika tawakkaltu


anta robbii khosa-`a sam-`ii wa bashorii wa damii wa lahmii wa `adzhmii wa
`ashobii lillaahi robbil `aalamiin.

“ Pendengaranku, penglihatanku, otakku, tulang belulangku, dan apapun


yang dilakukan dengan bantuan kakiku, seluruhnya khusu`, kepada Allah,
Tuhan semesta `alam.” (HR. Muslim, Al Adzkar : 133-134)
Dan dalam riwayat lmam Nasaa-i, redaksinya sebagai berikut :

‫سبحان ذي الجبروت والكبرياء والعظمة‬


Sub-haana dzil jabaruuti wal malakuuti wal kibriyaa-i wal `adzhomati

‫اللهم ركعت وبك امنت ولك اسلمت وعليك توكلت انت ربي جشع سمعي وبصري ودمي ولهمي‬
‫وعظمي وعصبي هلل رب العالمين‬

Alloohumma roka`tu wa bika aamantu wa laka aslamtu wa `alaika tawakkaltu


anta robbii khosa-`a sam-`ii wa bashorii wa damii wa lahmii wa `adzhmii wa
`ashobii lillaahi robbil `aalamiin

Sunnah merenggangkan jari-jari ketika ruku’ dan menekankannya di atas


lutut. (Abu Dawud, Tirmidzi). Pinggul dan kepala hendaknya rata ketika ruku’,
jangan berdiri sebelum sempurna ruku’nya. (HR. Muslim, Tirmidzi). * Jangan
membaca Alquran ketika ruku’. (HR. Nasa’i).

10)Kemudian berdiri tegak (i’tidal) serta Thuma`ninah sambil


mengucapkan
‫سمع هللا لمن حمده‬

Sami’allahu liman hamidah – (Allah maha mendengar bagi siapa yang


memujiNya.).

Dan dilanjutkan membaca :

136
‫ربنا لك الحمد ملءالسموات واالرض وملء ما شئت من شئ بعد اهل الثناء والمجد احق ما قال‬
‫العبد وكلنا لك عبد اللهم ال مانع لما اعطيت والمعطي لما منعت وال ينفع ذاالجد منك الجد‬

Robbanaa lakal hamdu mil-us samaawaati wal ardhi wa mil-u ma syi`ta min
syai-im ba`du, ahlats tsanaa-I wal majdi ahaqqu maa qoolal `abdu wa
kullunaa laka `abdun. Alloohumma laa mani-`a lima a`thoita wa laa mu`thiya
lima mana`ta wa laa yanfa-`u dzal jaddi minkal jadd

“(Ya Tuhan kami, hanya milik-Mu segala puji sepenuh langit dan sepenuh
bumi, dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki setelah itu, Engkaulah
yang paling berhak mendapat sanjungan dan (pemilik) keagungan; (Itulah)
yang paling benar (hak) yang dikatakan seorang hamba, dan masing-masing
kami adalah hamba-Mu Ya Allah, tak ada yang dapat mencegah apa yang
Engkau berikan dan tak ada yang dapat member apa yang Engkau cegah
(untuk diberikan). Tak ada manfaat orang yang mempunyai keagungan (dan
kekuasaan) di hadapan-Mu; dari Engkaulah keagungan itu).”

Makna kata al jadd adalah keagungan dan kebesaran, seperti yang termaktub
dalam firman Allah ta`alaa dalam surat Al Jinn ayat 3, yang berbunyi :
        
“Dan bahwasanya Maha Tinggi Kebesaran Tuhan kami; Dia tidak beristri dan
tidak (pula) beranak.”

Dalam redaksi yang diriwayatkan dari Sayyidina Abu Sa`id Al Khudri r.a,
bacaan tersebut berawal dengan Allaahuma, tidak langsung pada kata
rabbanaa lakal hamd….. (HR. Muslim). Sedangkan dalam hadits Sayyidina
Ibnu Abbas r.a huma, yg diriwayatkan Imam Muslim redaksinya hanya sampai
pada kalimat Syai`im ba`du.’’

Bahkan dalam riwayat lain sebagaimana yang diceritakan oleh Rifa`ah bin
Rafi` az-Zarqi r.a, “Suatu hari kami melaksanakan shalat dibelakang Nabi
saw. Manakala beliau mengangkat kepalanya dari ruku`, beliau membaca
sami`allaahu liman hamidah, lalu seorang lelaki dibelakang kami
menyambutnya dengan ucapan rabbanaa wa lakal hamd, hamdan katsiiran
thayyibban mubaarakan fiih. Usai shalat, Nabi bertanya tentang siapa yang
mengucapkan dzikir tadi, dan setelah orang itu mengaku, beliau saw,
bersabda, “ Kulihat lebih dari 30 malaikat berebut untuk menjadi yang paling
awal mencatatnya.” (HR. Bukhari)

I`tidal artinya bangun (bankit-tegak) dari ruku`, dan berdiri tegak kembali
seperti sebelum ruku`. Adapun thuma`ninah ketika I`tidal adalah sekedar diam
sejenak untuk membaca doa yang disunnahkan padanya. Batas minimal
I`tidal adalah kembalinya tulang punggung atau tulang belakang seperti
sebelum ruku`. Abu Humaid as-Sa`idi r.a, menerangkan sifat-sifat shalat Nabi
saw., “…… Maka ketika beliau saw., bangkit (mengangkat kepalanya), beliau
tegak sehingga setiap (sendi) punggung kembali ke tempat (semula).” (HR.
Bukhari)

I`tidal yang sempurna adalah bangkit dibarengi dengan mengangkat kedua


tangan sampai setentang bahu seraya mengucapkan sami`allaahu liman
hamidah ( Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya).

137
Abu Hurairah r.a., berkata, “ Ketika Rasulullah saw., mengangkat
punggungnya dari ruku`, beliau saw, berucap sami`allaahu liman hamidah,
dan setelah tegak berdiri (I`tidal) beliau berucap rabbanaa wa lakal hamd.”
(HR. Bukhari-Muslim)

Syarat-syarat I’tidal :

a. Bangkit dari ruku’ tanpa ada maksud lain selain ibadat.


b. Tenang (thuma’ninah) selama i’tidal selama kira-kira bacaan tasbih.
c. Tidak terlalu lama berdiri dalam i’tidal, sampai melebihi bacaan Al-
Fatihah.

11)Melakukan Sujud serta Thuma`ninah

Sujud disertai thuma`ninah dilakukan dua kali pada tiap-tiap raka`at.

Dasar-Dasar Perintah Sujud. Allah Ta`ala berfirman dalam Al Qur-an :


      
   
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.’
(QS. Al Hajj ; 77)
        
  
“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara
orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang
kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al Hijr ; 98-99).

Abu Hurairah r.a, meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Saat


seorang hamba paling dekat dengan Tuhannya adalah sat sujud, oleh karena
itu banyak-banyaklah berdoa pada saat itu. “ (HR. Muslim)
Ibnu Abbas r. anhuma, meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., bersabda,”
Adapun (sat) ruku` , agungkanlah Tuhan, sedang (saat) sujud, maka
bersungguh-sungguhlah berdoa, “ maka pasti akan dikabulkan.” (HR. Muslim)

a. Syarat-Syarat Sujud

Di dalam kitab syarah Kaasyifatus Sajaa `alaa Safiinatun Najah diterangkan


oleh Syaikh Nawawi Al Jaawi bahwa syarat-syarat sujud ada tujuh, yaitu :

1. Dengan tujuh anggota tubuh


2. Dengan dahi terbuka
3. Kepala ditekan sedikit
4. Tidak turun untuk tujuan lainnya
5. Tidak terhalang oleh sesuatu yang bergerak dengan gerak tubuhnya
(pakaian shalatnya)
6. Bagian bawah (pantat) lebih tinggi dari bagian atas (kepala)
7. Diam sejenak tanpa gerak dalam posisi tersebut (Thuma`ninah)

Ketujuh anggota yang dimaksud dalam point 1 adalah : dahi, bagian dalam,
telapak tangan, dua lutut, bagian dalam jemari kedua kaki.

138
Abbas bin Abdul Mutholib r.a, pernah mendengar Rasulullah saw., bersabda:
“Apabila seorang hamba sujud, bersamanya tujuh anggota tubuh: dahinya,
dua telapak tangannya, dua lututnya, dan dua kakinya.” (HR. Jama`ah,
kecuali Bukhari)
Ibnu `Abbas r.a huma, berkata, “Nabi saw, memerintahkan supaya
(seseorang) sujud dengan tujuh tulang dan tidak terhalang oleh rambut dan
baju, yaitu: dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua kaki.” (HR. Bukhari-
Muslim)

b. Tata Cara Sujud

Pertama, mengucapkan takbir ketika turun dari posisi I`tidal untuk sujud tanpa
mengangkat tangan, diterangkan, “Bila hendak sujud, Nabi saw.,
mengucapkan takbir (dan merenggangkan tangan dari lambungnya),
kemudian sujud.”

Hadits yang digunakan sebagai hujjah tidak mengangkat tangan ketika sujud
adalah riwayat dari Sayyidina Abdullah ibnu Umar r.anhuma., “Saya melihat
Rasulullah saw., membuka shalat dengan takbir dan beliau mengangkat
kedua tangannya…….., tetapi beliau tidak melakukan hal itu ketika akan
bersujud, juga tidak melakukannya ketika mengangkat kepalanya dari sujud.”
(HR. Bukhari).

Kedua, meletakkan lutut ke tempat sujud lebih dahulu, disusul dengan dua
tangan, dahi dan hidung secara berurut. Ada perbedaan pendapat dalam
masalah ini, apakah tangan yang lebih dahulu turun, atau lutut. Perbedaan ini
muncul karena ada dua hadits yang tampak seperti bertentangan.

Hadits dari Wa`il bin Hujr, “Aku pernah melihat Rasulullah saw (Shalat),
apabila sujud beliau meletakkan kedua lututnya sebelum tangannya, dan bila
bangkit (dari sujud), beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua
lututnya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Hadits dari Sayyidina Abu Hurairah r.a, “Rasulullah saw., bersabda, “ Apabila
salah seorang kalian sujud, jangan turun seperti unta menderum, tetapi
hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum lututnya.” (HR. Ahmad,
Abu Dawud dan Nasa`i)

Imam Tirmidzi berkata, “Untuk mengamalakan hadits tersebut (menurut


jumhur ulama) saat hendak sujud, adalah meletakkan kedua lutut sebelum
kedua tangannya”, sebagaimana disebutkan dalam hadits Wa`il bin Hujr.

Dalam mendirikan shalat, dilarang menyerupai binatang. Jika unta akan


menderum, ia mendahulukan kedua tangannya (kaki depannya), lalu turun
(merebahkan badannya) dengan kedua tangannya itu, sementara kedua
kakinya (yang belakang) tetap tegak untuk diturunkan.

Dalam Kitab Subulus Salam diterangkan bahwa Ibnu Qoyyim telah


membahas hadits Wa`il bin Hujr dan hadits Abu Hurairah secara mendalam,
karena sekalipun kedua hadits tersebut shahih dan kuat, isinya seakan
berlawanan. Beliau berkata bahwa hadits Abu Hurairah yang terbalik letak
sebagian matannya oleh yang merawikannya (Abu Dawud dan Tirmidzi).

139
Akhir matan hadits itu berbunyi: …. “Hendaklah ia meletakkan kedua
tangannya sebelum kedua lututnya.“ Meletakkan tangan sebelum lutut itu
seperti unta menderum, dan itu dilarang oleh Nabi saw., sebagaimana
diterangkan dalam bagian awal hadits yang sama. Oleh karena itu,
seharusnya susunan matan bagian akhir hadits tersebut adalah:…….
Hendaklah ia meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya.”

c. Posisi Tangan Ketika Sujud

Dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi disebutkan bahwa Rasulullah
saw., meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya saat sujud. Sedangkan
dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Nasa`i dengan sanad shahih,
dikemukakan, “Terkadang beliau saw., meletakkan tangannya sejajar dengan
daun telinga.”

Rasulullah saw., bersabda; “Apabila engkau sujud, letakkanlah telapak


tanganmu dan angkatlah sikut lenganmu.” (HR. Muslim dan Abu `Awanah).
“Sujudlah dengan lurus, jangan membentangkan lenganmu seperti anjing
membentangkan kakinya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad)
 Telapak Tangan Terbuka Melekat Rata Ke Alas, Jemari Dirapatkan Serta
Dihadapkan Ke Kiblat

Terkadang Nabi saw., meletakkan telapak tangannya (dan membukannya)


serta merapatkan jari-jarinya serta menghadapkannya ke arah kiblat. “ (HR.
Abu Dawud dan Hakim)

d. Posisi Lutut Dan Kaki

Rasulullah saw., menekankan kedua lututnya dan bagian depan telapak


kakinya ke tanah. “(HR. Baihaqi) “. … beliau saw., menghadapkan (punggung
kedua kakinya dan) ujung-ujung jari kakinya ke kiblat.” (HR. Bukhari dan Abu
Dawud)

 Kedua Belah Kaki Direnggangkan

Abu Humaid As Sa`idi r.a, berkata, “Apabila sujud Rasulullah saw.,


merenggangkan kedua kakinya.” (HR. Abu Dawud dan Baihaqi), tetapi dalam
hadits riwayat Thahawi, Ibnu Khuzaimah, dan Hakim disebutkan bahwa
“beliau merapatkan tumitnya.” Dan dalam riwayat Baihaqi disebutkan, “beliau
menegakkan telapak kakinya.”

Dalam Kitab Al Majmu` disebutkan bahwa bagi wanita, saat sujud


disunnahkan merapatkan sikut kearah dada. Al Imam As Syafi`i berkata,
“Disunnahkan bagi laki-laki merenggangkan kedua sikutnya dari lambungnya
dan mengangkat perutnya agar tidak merapat ke paha. Sedangkan bagi
wanita disunnahkan merapatkan sebagian bagian-bagian tersebut.”

e. Posisi Dahi, Hidung, dan kedua Telapak Tangan

Ditekan sedemikian rupa, serta tidak terhalangi, sebagaimana diriwayatkan


oleh Imam Ahmad bin Hambal hadits dari Wa`il, “Aku pernah melihat

140
Rasulullah saw., sujud di bumi sambil meletakkan dahi dan hidungnya dalam
sujud itu.”

“Apabila engkau sujud, tekanlah wajahmu dan kedua tanganmu ke tanah


sehingga stiap ruas tulangmu kembali ke tempatnya.” (HR. Ibnu Huzaimah)

“Tidak sah shalat seseorang bila hidung dan dahinya tidak menekan ke
tanah.” (HR. Daruquthni, Thabrani, dan Abu Nu`aim)

Shalih As Siba`i meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., pernah melihat


seseorang di samping beliau yang bersujud dengan dahi tertutup, lalu
Rasulullah saw., menyingkapkan penutup itu dari dahinya.” (HR. Baihaqi)
f. Posisi Punggung Dan Kepala

Saat sujud, ujung punggung harus lebih tinggi dari kepala, sebagaimana yang
termaktub dalam hadits `Amar bin Abdullah r.a., Al Barra` bin `Azib pernah
menerangkan kepada kami tentang sifat shalat Rasulullah saw., Ia
meletakkan kedua tangannya dan bertumpu pada kedua lututnya sambil
mengangkat tulang punggung paling bawah. Lalu ia berkata, “Demikianlah
Rasulullah saw., sujud.” (HR. Ahmad)
g. Sujud Yang Sempurna

Diawali dengan takbir intiqal tanpa perlu mengangkat kedua tangan. Lalu
meletakkan tujuh anggota sujud secara berurutan sesuai tempat dan caranya
masing-masing, sebagaimana yang telah diuraikan. Kemudian diam sejenak
pada posisi tersebut serta diisi dengan dzikir tasbih dan doa sujud.

h. Bacaan Dalam Sujud

Beberapa untaian redaksi tasbih dan doa yang biasa dibaca dalam sujud di
antaranya :

Pertama,

‫سبحان ربي االعلى‬


Subhaana Robbiyal A’laa

(Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi).

Nabi saw., bersabda, “Apabila salah seorang kalian sujud, ucapkanlah


Subhaana Rabbiyal A`laa (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi) x3.”
Sedangkan dalam redaksi hadits shahih yang diriwayatkan Abu Dawud,
Daruquthni, Ahmad, dan Baihaqi, ada tambahan kata wa bihamdihi di
akhirnya.
‫سبحان ربي االعلى وبحمده‬
Subhaana Robbiyal A’laa wa bihamdihi

(Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi dan dengan memuji-Nya).

Kedua,
‫سبحانك اللهم ربنا وبحمدك اللهم اغفرلي‬

141
Subhaanaka Allahumma Robbanaa Wabihamdika Faghfirlii

(Maha Suci Engkau, Ya Allah Tuhan Kami, dan dengan semua puji-Mu, Ya
Allah, ampunilah aku).” (HR. Abu Dawud, Daruquthni, Ahmad, dan Baihaqi)

Ketiga,
‫سبح قدس رب المالئكة والروح‬

Subbuhun quddusur robbul malaa-ikati war ruuh

Keempat,

Sayyidina Ali r.a, meriwayatkan bahwa saat ruku` dan sujud, Rasulullah saw,
membaca

‫اللهم سجدت لك امنت ولك اسلمت وجهي للذي خلقه وصوره وسق سمعه وبصره تبارك هللا‬
‫احسن الخالقين‬

Alloohumma sajadtu laka wa bika aamantu wa laka aslamtu waj-hii lilladzii


kholaqahu wa showwarohu wa saqqo sam-`ahu wa bashorohu
tabaarokalloohu ahsanul khooliqiin

“ Ya Allah hanya kepada-Mu aku bersujud, kepada-Mu aku beriman dan


kepada-Mu aku berserah diri. Wajahku bersujud kepada Dia yang telah
menciptakannya, membentuk rupa dan membukakan pendengaran serta
penglihatannya. Maha Suci Allah sebaik-baik Pencipta.” (HR. Muslim)

Kelima
‫سبحان ذي الجبروت والمالكة والكبرياءوالعظمة‬

Subhaana dzil jabaruuti wal malakuuti wal kibriyaa-i wal `adzhomah

“ Maha Suci Sang Pemilik kuasa alam malaikat, kebesaran dan keagungan. “
(HR. Abu Daud, Nasaa-i, dan Tirmidzi)

Keenam
‫اللهم اغفرلي ذنبي كله ودقه وجله واوله واخره وعالنيته وسره‬

Alloohummaghfirlii dzambii kullahu wa diqqohu wa jillahu wa awwalahu wa


aakhirohu wa `alaaniyatahu wa sirrohu

“ Ya Allah ampunilah semua dosaku, yang kecil maupun yang besar, yang
telah lalu maupun yang akan dating, yang tampak maupun yang
tersembunyi.” (HR. Muslim dan Abu Daud)

Ketujuh
‫سبحانك اللهم وبحمدك الاله االانت‬

Subhaanakalloohuma wa bihamdika laa ilaaha illaa anta

142
“ Maha Suci Engkau Ya Allah, dengan segala puji-Mu tiada Tuhan selain
Engkau.” (HR. Muslim, Abu `Awwanah, Nasaa-i, dan Ibnu Nashr

Kedelapan
‫اللهم اغفرلي ما اسررت ومااعلنت‬

Alloohumaghfirlii maa asrortu wa maa a`lantu

“ Ya Allah ampunilah dosa-dosaku yang kuperbuat secara sembunyi dan


terang-terangan.” (HR. Ibnu Syaibah dan Nasaa-i)

Kesembilan

‫اللهم اني ْاعوذبك برضاك من سختك وْاعوذبك بمعافتك من عقوبك وْاعوذبك الْاحصي ثناء عليك‬
‫ْانت ْاثنيت على نفسك‬

Alloomma inii a-`uudzu bika biridhooka min sakhothika wa a-`uudzu bika


bimu-`aafatika min `uquubika wa a-`uudzu bika laa uhshii tsanaa-an `alaika
anta kamaa atsnaita `alaa nafsika
“ Ya Allah sungguh aku berlindung dengan ridho-Mu dari kemurkaan-Mu, dan
aku berlindung dengan kemaafan-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung
kepada-Mu, yang tak sanggup aku menghitung pujian bagi-Mu. Engkau
sebagaimana Kau puji diri-Mu sendiri.” (HR. Muslim, Abu Awwanah, dan Ibnu
Abi Syaibah)

Usai sujud yang pertama, duduklah dengan tenang sejenak (thuma`ninah)


untuk kemudian sujud yang kedua. Duduk ini dinamakan duduk di antara dua
sujud.

12) Kemudian duduk diantara dua sujud dengan membaca :

Syarat-syarat Duduk Antara Dua Sujud :

5. Duduk itu bermaksud ibadat.


6. Duduk tidak terlalu lama, tidak melebihi duduk tasyahud yang terpendek.
7. Tenang (thuma’ninah) selama paling sedikit bacaan tasbih.

Pertama,

Hudzaifah r.a, meriwayatkan bahwa Nabi saw, pernah membaca doa berikut
dalam duduk antara dua sujutnya,
‫اللهم اغفرلي اللهم اغفرلي‬

Allaamummaghfirlii – Allaahummaghfirlii

“ Ya Allah Ya Tuhanku ampunilah aku – Ya Allah Ya Tuhanku ampunilah


aku.” (HR. Nasaa-i dan lbnu Majah)

Kedua,

lbnu Abbas r.anhuma meriwayatkan, Rasulullah saw, membaca :


143
‫اللهم اغفرلي وارحمني وانصرني واهدني وارزقني‬

Alloohumaghfirlii war hamnii wan shurnii wahdinii warzuqnii

“ Ya Allah, ampunilah aku, berilah aku rahmat, tolonglah aku, pimpinlah aku,
dan limpahi aku rezeki. “ (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)

Ketiga
‫ربي اغفرلي وارحمني واجبرني وارفعني واهدني وعافني وارزقني‬

Robbighfirlii war hamnii waj-burnii warfa`nii wahdinii wa `aafinii warzuqnii

“ Ya Tuhanku, ampuilah aku, kasihilah aku, lindungi aku, angkatlah derajatku,


berilah aku petunjuk, jadikanlah aku sehat, dan limpahilah aku rezeki.” (HR.
Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim)

Keempat
‫ربي اغفرلي وارحمني واجبرني وارفعني وارزقني واهدني وعافني واعف عني‬

Robbighfirlii war hamnii waj burnii war fa`nii war zuqnii wah dinii wa `aafinii
wa`fu `annii

“Ya Tuhanku ampunilah aku, kasihanilah aku dan cukupkanlah segala


kekuranganku dan tinggikanlah derajatku dan berilah aku rezeki, petunjuk dan
kesehatan serta maafkanlah aku.”

13)Kemudian sujud lagi,

Dan membaca tasbih lagi seperti pada sujud pertama, usai sujud yang kedua
dengan thuma`ninah, bangkit untuk meneruskan raka`at berikutnya, namun
sebelum berdiri, disunnahkan untuk duduk sejenak (duduk istirahat) setelah
sujud. Duduknya seperti duduk iftirasy, hal ini berdasarkan pada beberapa
riwayat hadits, di antaranya hadits Malik bin Al Huwairits, “ .. Pada raka`at witir
(ganjil), beliau tidak langsung berdiri (setelah sujud kedua) tanpa terlebih
dahulu duduk dengan tegak.” (HR. Bukhori).

Abu Humaid As Saidi r.a, berkata, “ …. Lalu beliau mengucapkan Allaahu


Akbar, membengkokkan kaki (kirinya) seraya duduk (sejenak) dengan tegak
hingga setiap tulang kembali ke tempatnya, kemudian bangkit berdiri. Beliau
melakukan hal yang sama pada raka`at kedua.” (HR. Tirmidzi)

Di kalangan ahli fiqih, duduk semacam ini dinamakan duduk istirah,


sebagaimana dinyatakan Imam Syafi`I dan Imam Ahmad. Imam Nawawi
berkata, “ Ketahuilah, bahwa selayaknya setiap orang yang melaksanakan
shalat mendawamkan sejenak duduk istirah itu. Karena Rasulullah saw.,
seperti diisyaratkan beberapa hadits shahih, selalu mengamalkan duduk
istirah. Dan Allah swt berfirman :
         
    

144
“ Katakanlah (hai Muhammad) : Jika kalian benar mencintai Allah, maka
ikutilah aku, pasti Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian ,“
dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali lmron : 31)

14) Tasyahud Awal Selain Pada Shalat Shubuh

Pada shalat dzhuhur, ashar, maghrib, dan isya, disunnahkan duduk iftirosy
sambil membaca Tasyahud sebelum bangkit berdiri memasukki raka`at ketiga
setelah sujud kedua pada raka`at kedua. Tasyahud awal ini hukumnya
sunnah, tidak wajib. Nabi saw, pernah langsung bangkit berdiri setelah sujud
kedua pada raka`at kedua tanpa kembali duduk untuk tasyahud awwal.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Bukhori dan Muslim dari
Abdullah bin Buhainah r.a. Tentang hadits ini, Al Hafidz Ibnu Hajjar Al
Asqalani mengatakan bahwa, kalaulah tasyahud awwal itu wajib, pasti
Rasulullah saw., akan kembali duduk sebelum meneruskan shalatnya pada
raka`at ketiga.” (fathul baari jilid II hal : 310)

Ketika Duduk Tasyahud

“ Aisyah r.anha., berkata, “ Bila Rasulullah saw., mengangkat kepalanya dari


sujud (pertama), beliau saw., tidak kembali sujud sebelum duduknya lurus.
Dan pada setiap dua raka`at beliau membaca at-taahiyat.” (HR. Abu Daud
dan Muslim)
“ Nabi saw, membaca tahiyyat pada tiap dua raka`at.” (HR. Ibnu Abi Syaibah
dan Nasaa-i). “ Yang pertama kali Nabi ucapkan ketika duduk (pada raka`at
kedua) adalah At Tahiyyatulillaahi.” (HR. Muslim dan Abu Awanah)

Syarat Tasyahud:

1. Terdengar oleh diri sendiri, apabila pendengarannya sehat.


2. Dibaca berturut-turut. Tidak berhenti atau diam lama.
3. Tasyahud dibaca sambil duduk, kecuali udzur, boleh dibaca dengan cara
apapun yang mungkin.
4. Dengan bahasa Arab. Jika tidak dapat, boleh dengan terjemahan bahasa
apa saja. Dan ia wajib belajar tasyahud berbahasa Arab.
5. Memelihara makhraj-makhraj dan syiddah-syiddah.
6. Kalimat tasyahhud harus tertib, sesuai dengan dalilnya.

Beberapa Macam Bacaan Dalam Tasyahud

Nabi saw, mengajarkan para shahabat-shahabatnya berbagai macam bacaan


tasyahud:

Pertama,

Ibnu Mas`ud r.a, bekata : “ Rasulullah saw, mengajarkan tasyahud kepadaku


sambil menggemgam telapak tanganku, sebagaimana bila beliau
mengajarkan suatu surat Al Qur-an.

‫ا وعلى‬..‫الم علين‬..‫ه الس‬..‫االنبي ورحمةهللا وبركات‬..‫ك ْايه‬..‫الم علي‬..‫التحيات هلل والصلوات والطيبات الس‬
‫عبادهللا الصالحين ْاشهد ان الاله االهللا وْاشهدان محمدا عبده ورسوله‬

145
“ At tahiyyaatu lillaahi wash sholawaatu wath thoyyibaatu. Assalamu `alaika
ayyuhan nabiyyu wa rohmatulloohi wa barokaatuhu, assalaamu `alainaa wa
`alaa `ibaadillaahish shoolihiin. Asy-hadu allaa ilaaha illalloohu wa asy-hadu
anna muhammadan `abduhu wa rosuuluh.”

“ Semua penghormatan, pengaguman, dan segala sumber kebaikan/pujian


hanyalah milik Allah. Segala pemeliharaan dan pertolongan Allah untukmu,
wahai Nabi, begitu pula rahmat Allah dan segala karunia-Nya. Semoga
perlindungan dan pemeliharaan diberikan kepada kami dan semua hamba
Allah yang sholih. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.” (HR.
Bukhori, Muslim, ibnu Abi Syaibah, Siraj, dan Abu Ya`la)

Kedua,

Ibnu Abbas r.anhuma, berkata,” Rasulullah saw, telah mengajarkan kepada


kami tasyahud sebagaimana beliau mengajarkan kepada kami suatu surat Al
Qur-an,”

‫التحيات المباركة الصلوات الطيبات هلل السالم عليك ْا يهاالنبي ورحمة هللا وبركاته السالم علينا‬
‫وعلى عبادهللا الصالحين أشهد ان الاله اّالهللا وأشهد ان محمدا رسول هللا‬

Attahiyyaatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah. Assalaamu


`alaika ayyuhan Nabiyyu wa rohmatulloohi wa barokaatuh. Assalaamu
`alainaa wa `alaa `ibaadillaahish shoolihiin. Asy-hadu allaa ilaaha illalloohu wa
asy-hadu anna Muhammadar rosuululloohi

“ Segala penghormatan, segala karunia, segala pengagungan dan pujian


hanyalah milik Allah. Semua perlindungan dan pemeliharaan untukmu, wahai
Nabi, begitu pula rahmat Allah dan segenap karunia-Nya. Semua
perlindungan dan pemeliharaan semoga diberikan kepada kami dan hamba-
hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Ketiga,

lbnu Umar r.anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah saw, mengucapkan


kalimat berikut dalam tasyahudnya :

‫التحيات هلل والصلوات والطيبات السالم عليك ايهاالنبي ورحمةهللا‬


“ Attahiyyaatu lillaahi wash sholawaatu wath thoyyibaatu. Assalaamu `alaika
ayyuhan Nabiyyu wa rohmatulloohi.”

Ibnu Umar r.anhuma berkata,” pada bacaan ini aku tambahkan kalimat :

‫ السالم علينا وعلى عبادهللا الصالحين ْاشهد ان الاله االهللا‬- ‫وبركاته‬

Wa barokaatuhu – Assalaamu `alaina wa `alaa baadillaahish shoolihiin. Asy-


hadu allaa ilaaha illalloohu, lalu kutambahkan lagi kalimat :

‫وحداه الشريك له واشهد ان محمدا عبده ورسوله‬

146
Wahdahu laa syariika lahu. Wa asy-hadu anna Muhammadan `abduhu wa
rosuuluhu.”

Dua tambahan dari lbnu Umar ini sah, karena datang dari Nabi saw., tidak
murni dari lbnu Umar. Ia menerima dari shahabat-shahabat lainnya yang
meriwayatkan dari Nabi saw. Jadi, tambahan pada bacaan tersebut
didengarnya dari nabi saw, secara langsung.

Keempat,

Abu Musa Al Asy-`ari r.a berkata,” Rasulullah saw, bersabda ,“ .. Jika


seseorang duduk tahiyyat, hendaklah ucapan pertama yang diucapkannya
adalah :

‫ا وعلى‬..‫الم علين‬..‫ه الس‬..‫ة هللا وبركات‬..‫االنبي ورحم‬..‫ك ايه‬..‫الم علي‬..‫التحيات الطيبات الصلوات هلل الس‬
‫عبادهللا الصالحين اشهد ان الاله االهللا وحده الشريك له وأشهد اّن محمدا عبده ورسوله‬
“ Attahiyyaatuth thoyyibaatush sholawaatu lillaahi. Assalaamu `alaika ayyuhan
Nabiyyu wa rohmatulloohi wa barokaatuhu. Assalaamu `alainaa wa `alaa
`ibaadillaahish shoolihiin. Asy-hadu allaa ilaaha illalloohu wahdahu laa
syariika lahu wa asy-hadu anna Muhammadan `abduhu wa rosuuluhu,”

Kelima,

`Umar bin Khoththob r.a, mengajarkan redaksi tasyahud berikut kepada orang
banyak :

‫ التحيات هلل الزكيات هلل الطيبات هلل السالم عليك‬.........................

“ Attahiyyatu lillaahi azzaakiyaatu lillaahi ath thoyyibaatu lillaahi. Assalaamu


`alaika ……

Keenam
,
Qosim bin Muhammad berkata, “ Aisyah r.anha pernah mengajari kami
bacaan tasyahud. Sambil member isyarat dengan tangannya ia berucap :

‫التحيات الطيبات الصلوات الزاكيات هلل السالم على النبي‬

“ Attahiyyaatuth thoyyibaatush sholawaatuz zaakiyaatu lillaahi. Assalaamu


`alan Nabiy……

Imam syafi`I rah, berkata,” Dalam tasyahud awwal ini disunnahkan pula
bershalawat kepada Nabi saw., dan tidak atas keluarganya.”

Berisyarat Dengan Jari Telunjuk

Apabila duduk dalam tasyahud, Rasulullah saw, meletakkan tangan kirinya di


atas lutut kiri dan tangan kanan di atas lutut yang kanan, seraya
menggemgamkan jari tangan kanannya selain ibu jari dan telunjuknya, lalu
berisyarat dengan mengangkat telunjuknya yang kanan tatkala mengucapkan
Asy-hadu allaa ilaaha illalloohu dalam pembacaan syahadat .
147
“ Nabi saw., meletakkan telapak tangan kirinya di atas lutut kirinya dengan
mengembang, tetapi beliau saw, menggemgamkan semua jari tangan
kanannya dan mengacungkan jari telunjknya kea rah kiblat dan megarahkan
pandangan matanya pada telunjuk kananya.” (HR. Baihaqi dan Hakim)

“ Ketika beliau saw., mengacungkan jari telunjuk kanannya, ibu jarinya


memegang jari tengah.” (HR. Muslim dan Abu `Awanah)
Berisyarat dengan jari telunjuk ketika tasyahud adalah sunnah. Demikian
pendapat kebanyakkan ulama ahli sunnah wal jama`ah, berdasarkan sunnah
yang diajarkan Rasulullah saw, sebagaimana yang diriwayatkan Imam
Muslim,

“ Jika Nabi saw., duduk tasyahud, beliau saw., meletakkan tangan kirinya di
atas lutut kirinya, dan tangan kanannya di atas lutut kanannya serta
mengepalkan jarinya seakan membentuk angka 53, lalu berisyarat dengan
jari telunjuknya.” (HR, Muslim)

Membaca Shalawat Atas Nabi saw.

Shalawat Atas Nabi saw.. Yaitu membaca shalawat atas Nabi Muhammad
saw. sesudah membaca tasyahud di atas, sebelum salam. (QS. Al Ahzab :
56, HR. Ibnu Hibban, Hakim, Tirmidzi, Abu Dawud, Bukhari, Muslim).
        
    
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi*. Hai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya**. (QS. Al Ahzab : 56)
*Bershalawat artinya: kalau dari Allah berarti memberi rahmat: dari Malaikat berarti memintakan
ampunan dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan
perkataan:Allahuma shalli ala Muhammad.
**Dengan mengucapkan Perkataan seperti:Assalamu'alaika ayyuhan Nabi artinya: semoga keselamatan
tercurah kepadamu Hai Nabi.

Nabi saw., membaca shalawat atas dirinya pada tasyahud awwal dan
tasyahud akhir. Beliau juga menganjurkan kepada ummatnya agar
mengucapkan shalawat setelah mengucapkan salam kepadanya. Hukum
mengucapkan shalawat pada Nabi pada tasyahud awwal adalah sunnah, dan
fardhu dalam tasyahud akhir serta harus membacanya dengan lengkap
termasuk untuk keluarganya. Tentang redaksi shalawat ada terdapat
beberapa riwayat.

Menurut lbnu Qoyyim, madzhab yang benar dalam hal kewajiban membaca
shalawat dalam tasyahud akhir ketika shalat adalah madzhab Syafi`i, menurut
lbnu Qoyyim, dalam tasyahud awwal pun dituntut untuk membaca shalawat,
namun tidak sekeras tuntutan dalam tasyahud akhir (membaca shalawat
dalam tasyahud awwal hukunya sunnah sedangkan dalam tasyahud akhir
hukumnya wajib).

148
Rasulullah saw., bersabda,” Apabila seseorang di antara kalian bershalawat
setelah tasyahud dalam shalat, hendaklah ia mengucapkan :

)‫اللهم صل على محمد (سّيدنا) وعلى ال (سّيدنا) محمد كما صليت وباركت وترحمت على (سّيدنا‬
‫ابراهيم وعلى ال (سّيدنا) ابراهيم انك حميد مجيد‬

“ Alloohumma sholli `alaa (Sayyidinaa) Muhammadin wa `ala aali Sayyidinaa


Muhammadin, kamaa shollaita wa baarokta wa tarohhamta `alaa Sayyidina
lbroohiima wa aali Sayyidina lbroohiima innaka hamiidum majiid.”

“ Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad,


sebagaiman Engkau telah limpahkan shalawat, dan memberkati serta
mengasihi lbrahim dan keluarga lbrahim. Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji lagi Maha Mulia. “

Syarat-syarat Shalawat :

1. Bacaan shalawat terdengar oleh diri sendiri, apabila pendengarannya


sehat.
2. Menggunakan kata ‘Muhammad’, atau ‘An-Nabiy’ atau 'Ar-Rasul.’ Tidak
sah jika menggunakan kata ‘Ahmad’ umpamanya.
3. Menggunakan bahasa Arab, jika tidak mampu, boleh dengan
terjemahannya bahasa apapun yang dia kehendaki. Tetapi, ia wajib
belajar bershalawat dengan bahasa Arab.
4. Tertib dalam mengucapkan shalawat. Dan tertib antara shalawat itu
dengan tasyahud. Tidak sah jika shalawat didahulukan daripada tasyahud.

15) Duduk Terakhir Yang mengiringi Salam

Apabila orang yang melaksanakan shalat telah sampai pada raka`at terakhir,
maka ia wajib duduk, yaitu duduk yang mengiringi salam. Cara duduknya
dinamakan duduk tawarruk, yaitu duduk dengan kaki melintang kea rah kanan
dan telapaknya di bawah betis kanan, pinggul merapat ke bumi, telapak kaki
kanan tegak dengan jemarinya yang ditekan dan menghadap kiblat. Duduk
tawarruk ini hukumnya sunnah.

Abu Humaid berkata, “ …… saat duduk pada raka`at terakhir, beliau saw,
memajukan (melintangkan) kaki kirinya dan menegakkan yang lain (yang
kanan) sambil duduk dengan pantat merapat ke bumi (duduk tawarruk).” (HR.
Bukhari)

Hukum Tasyahud Dan Bershalawat Pada Saat Duduk Tahiyyat Terakhir

Tasyahud yang dibaca pada saat duduk terakhir sama dengan yang dibaca
pada tahiyyat awwal. Hanya saja cara duduknya yang sedikit berbeda,
sebagaimana telah diuraikan di atas. Demikian pula posisi tangan dan letak-
letaknya. Membaca tasyahud akhir hukumnya wajib, karena termasuk salah
satu rukun daripada rukun shalat. Ketika membaca syahadat, tepatnya ketika
mengucapkan illallaah disunnahkan mengangkat jari telunjuk kanan sebagai

149
isyarat tauhidullah, sebagaimana dibaca pada tasyahud awwal. Jari telunjuk
terus dalam keadaan terangkat sampai mengucapkan salam.

Sebagaimana membaca tasyahud pada saat duduk terakhir, membaca


shalawat juga hukumnya wajib, karena membaca shalawat pada duduk
tahiyyat akhir termasuk dari salah rukun shalat. Barang siapa mendirikan
shalat tanpa bershalawat, maka shalatnya tidak sah. Nabi saw., pernah
mendengar seseorang memanjatkan doa dalam shalatnya, tanpa
mengucapkan puji-pujian kepada Allah swt., dan bershalawat kepada Nabi
saw. Maka Beliau saw., berkata,” Orang ini tergesa-gesa. “ Lalu beliau saw.,
memanggilnya dan berkata kepadanya (juga kepada yang lain), “ Jika
seseorang di antara kalian shalat, hendaklah memulai dengan memuji dan
memuja Allah, Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Perkasa. Kemudian
bershalawatlah kepada Nabi saw., baru setelah itu memohon dengan doa
apapun yang disukainya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, lbnu Khuzaimah, dan
Hakim)

Rasulullah saw., bersabda, “ Tidak shalat bagi orang yang tidak bershalawat
kepadaku …. “
Shalat dan doa seseorang akan tergantung di antara langit dan bumi sebelum
pelakunya bershalawat kepada Nabi saw.

Imam Ja`far Ash Shadiq meriwayatkan dari lbnu Mas`ud r.a, dari Nabi saw., “
Barang siapa mengerjakan shalat tanpa membaca shalawat bagiku dan ahli
baitku maka shalatnya tidak diterima.”

Imam Daaruquthni berkata, “ Redaksi yang benar dari riwayat Ja`far Ash
Shadiq bin `Ali bin Husain r.a, itu adala, Jika aku shalat tanpa bershalawat
kepada Nabi saw., dan ahlu baitnya, aku menganggap shalat itu tidak
sempurna.”

Beberapa Bacaan Shalawat Dalam Shalat Yang Diajarkan Rasulullah saw., di


antaranya :
Rasulullah saw., bersabda,” Apabila seseorang di antara kalian bershalawat
setelah tasyahud dalam shalat, hendaklah ia mengucapkan :

)‫اللهم صل على (سّيدنا) محمد وعلى ال (سّيدنا) محمد كما صليت وباركت وترحمت على (سّيدنا‬
‫ابراهيم وعلى ال (سّيدنا) ابراهيم انك حميد مجيد‬

“ Alloohumma sholli `alaa (Sayyidinaa) Muhammadin wa `ala aali (Sayyidinaa)


Muhammadin, kamaa shollaita wa baarokta wa tarohhamta `alaa (Sayyidinaa)
lbroohiima wa aali (Sayyidinaa) lbroohiima innaka hamiidum majiid.”

“ Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga


Muhammad, sebagaiman Engkau telah limpahkan shalawat dan memberkati,
serta mengasihi lbrahim dan keluarga lbrahim. Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji lagi Maha Mulia.

Abdur Rahman bin Abu laila berkata, “ Suatu hari, aku berjumpa Ka`ab bin
Ujrah r.a, ia berkata kepadaku, “Apakah kau senang apabila kuhadiahkan
sesuatu yang kudapat dari Rasulullah saw ?, “Aku menjawab, “ya. Hadiahkan
padaku !” kemudian ia berkata, “ Aku pernah memohon kepada Rasulullah

150
saw., ( “Ya Rasulullah, bagaimana cara membaca shalawat bagimu dan ahli
baitmu ?”) dan beliau saw., menjawab, ucapkanlah:

‫راهيم وعلى ال‬..‫ّيدنا) اب‬..‫اللهم صل على (سّيدنا) محمد وعلى ال (سّيدنا) محمد كما صليت على (س‬
‫ا‬..‫د كم‬..‫ّيدنا) محم‬..‫د وعلى ال (س‬..‫ّيدنا) محم‬..‫ارك على (س‬..‫د اللهم ب‬..‫د مجي‬..‫ك حمي‬..‫راهيم ان‬..‫(سّيدنا) اب‬
‫باركت على (سّيدنا) ابراهيم وعلى ال (سّيدنا) ابراهيم انك حميد مجيد‬

“ Alloohumma sholli `alaa (Sayyidinaa) Muhammadin wa `alaa aali


(Sayyidinaa) Muhammadin, kamaa shollaita `alaa (Sayyidinaa) lbroohiima wa
`alaa aali (Sayyidinaa) lbroohiima innaka hamiidum majiid Alloohumma baarik
`alaa (Sayyidinaa) Muhammadin wa `allaa aali (Sayyidinaa) Muhammadin
kamaa baarokta `alla (Sayyidinaa) lbroohiima wa `allaa aali (Sayyidinaa)
lbroohiima innaka hamiidum majiid

“ Ya Allah sampaikan shalawat/kesejahteraan kepada Muhammad dan


keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan
shalawat/kesejahteraan kepada lbrahim dan keluarga lbrahim. Sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung. Berkatilah Muhammad dan keluarga
Munammad, sebagaimana telah Engkau berkati lbrahim dan keluarga lbrahim.
Sesungguhnya Engkau Mah Terpuji lagi Maha Agung. “ (HR. Muslim dan
Ahmad)

Mengenai shalawat, tidak ada ketentuan khusus dalam hal bentuknya. Usai
membaca shalawat, sebelum salam disunnahkan untuk membaca doa, baik
doa yang berkaitan dengan kepentingan dunia maupun ukhrawi, teapi yang
terutama dalam kesempatan ini, lebih diutamakan doa untuk kepentingan
kemaslahatan akhirat sebagaimana yang doa yang diajarkan Rasulullah
kepada shahabat-shahabatnya, di antaranya :

Sayyidina Ali r.a, mengatakan bahwa Nabi mengucapkan untaian doa sebagai
berikut di antara tasyahud dan salam.

‫اللهم اغفرلي قدمت وما ْاخرت وما ْاسررت وما ْاعلنت وما ْاسرفت وما ْانت ْاعلم به مني ْانت‬
‫المقدم وْانت المؤخر الاله االْانت‬

“ Alloohummaghfirlii maa qoddamtu wa maa akhkhortu wa maa asrortu wa


maa a`lantu wa maa asroftu wa maa anta a`lamu bihii minnii antal
muqoddimu wa antal muakhkhiru laa ilaaha illaa anta.”

“ Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang telah berlalu dan yang akan datang,
yang kulakukan dalam sembunyi, yang terang-terangan dan berlebihan, serta
semua dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada diriku, Engkaulah
yang mendahulukan ajal seseorang dan Engkau pula yang mengakhirkannya.
Tidak ada Tuhan selain Engkau.”

Abu Hurairah r.a, meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., bersabda, “Jika


seseorang di antara kalian membaca tasyahud, hendaklah ia berlindung
kepada Allah dari empat jenis bahaya (fitnah). Dari siksa neraka (jahannam),
pedihnya siksa kubur, fitnah(petaka kehidupan dan kematian, serta dari
kejahatan (fitnah) al-Masihud Dajjal si pembohong.”

151
Dalam hadits riwayat Imam Nasaa-i, melalui sanad yang shahih disebutkan,
bila seseorang di antara kalian usai membaca tasyahud, hendaklah ia
memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara : (Ya Allah, sungguh
aku berlindung kepada-Mu) dari siksa neraka jahannam, dari siksa jubur, dari
fitnah hidup dan mati, dan dari fitnah Dajjal. Kemudian memohonlah untuk
dirinya sendiri sesuai kebutuhannya.”

Dalam riwayat lmam Muslim, Abu `Awanah, Nasaa-i, dabn lbnu Jarud
disebutkan bahwa Nabi saw., biasa membaca doa tersebut dalam tasyahud
akhirnya, kemudian beliau mengajarkannya kepada para shahabatnya seperti
mana beliau mengajarkan surat Al Qur-an kepada mereka.

Di antara Doa-Doa Sebelum Salam Yang Diajarkan Rasulullah saw,. :

Pertama,

Dari hadits riwayat Bukhari dan Muslim :

‫ا‬..‫ة المحي‬..‫ك من فتن‬..‫وذ ب‬.‫دجال وْاع‬..‫يح ال‬..‫اللهم اني ْاعوذبك من عذاب القبر وْاعوذ بك من فتنة المس‬
‫والممات اللهم اني ْاعوذ بك من المْاثم والمغرم‬

Alloohumma innii a`uudzubika min `adzaabil qobri wa a`uudzubika min fitnatil


masiihid dajjaali wa a`uudzubika min fitnatil mahyaa wal mamaati
Alloohumma innii a`uudzu bika minal ma’-tsami wal maghrom.”

“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur, aku belindung kepada-
Mu dari fitnah Dajjal, aku belindung kepada-Mu dari fitnah hidup dan mati. Ya
Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari dosa-dosa dan terbelit
hutang.”

Kedua,

Dari riwayat Nasa-i, dengan sanad yang shahih :

‫اللهم اني ْا عوذ بك من شر ما عملت ومن شر ما لم ْاعلم‬


“ Alloohumma innii a`uudzu bika min syarri maa `amiltu wa min syarri maa lam
a`lam.”

“ Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keburukkan


perbuatan yang telah aku perbuat dan yang bekum kuperbuat.”

Ketiga,

Dari hadits riwayat Ahmad dan Hakim :


‫اللهم حاسبني حسابا يسيرا‬
“ Alloohumma haasibnii hisaabay yasiiroo.”

152
“ Ya Allah, hisablah aku dengan hisab yang mudah.”

Keempat,

Nabi saw., mengajarkan bacaan berikut ini kepada Sayyidina Abu Bakar
Shidiq r.a :

‫ات‬..‫انت الوف‬..‫ني اذا ك‬..‫اللهم بعلمك الغيب وقدرتك على الخلق احيني ما عملت الحياة خيرا لي وتوف‬
‫ب‬..‫دل فى الغض‬..‫ق والحكم والع‬..‫ة الح‬..‫خيرا لي اللهم اسْالك خشيتك فى الغيب والشهادة واسْالك كلم‬
‫ع‬..‫د وال تنقط‬..‫والرضى واسْالك القصد فى الفقر والغنى واسْالك نعيما التبيد واسْالك قرة عين التنف‬
‫ْالك‬. ‫ك واس‬..‫واسْالك الرضى بعد القضاء واسْالك برد العيش بعد الموت واسْالك لذة النظر الى وجه‬
‫داة‬.‫ا ه‬.‫ان واجعلن‬.‫ة االيم‬.‫الشوق الى لقائك فى غير الضراء مضرة وال فتنة مضلين اللهم زينا بزين‬
‫مهتدين‬

“ Alloohumma bi `ilmikal ghoibi, wa qudrotika `alal kholqi ahyinii maa `amiltal


hayaatan khosyataka fil ghoibi wasy syahaadati, wa as-aluka kalimatal haqqi
wal hikami, wal `adla fil ghodhobi war ridhoo, wa as-alukal qoshda fil faqri wal
ghinaa wa as-aluka na`iiman laa tabiidu, wa as-aluka qurrota `aini laa tanfadu
wa laa tanqothi`u, wa as-alukar ridhoo ba`dal qodhoo-I, wa as-aluka bardal
`aisyi ba`dal mauti, wa as-aluka ladzdzatan nadzhori ilaa wajhika, wa as-
alukasy syauqo ilaa liqoo-ika fii ghoiri dhorroo-i mudhirrotin wa laa fitnatin
mudhilltin. Alloohumma zayyinnaa bi ziinatil iimaani waj-`alnaa hudaatan
muhtadiin.

“ Ya Allah, dengan ilmu-Mu yang ghoib dan kuasa-Mu atas semua makhluk,
hidupkanlah aku jika menurut Engkau hidup ini lebih baik bagiku; matikanlah
aku jika kematian ini lebih baik bagiku, Ya Allah aku memohon kepada-Mu
rasa takut kepada-Mu di saat sendiri maupun di tengah orang banyak, dan
aku memohon kepada-Mu agar aku dapat berlaku adil pada waktu marah atau
senang. Aku memohon kepada-Mu keserhanaan di dalam kekurangan dan
kecukupan serta menjadi terlalu kaya. Aku memohon kepada-Mu kenikmatan
yang tidak akan hancur dan kesenangan yang tidak terputus. Aku memohon
kepada-Mu dijadikan ridho menerima ketetapan-Mu. Aku memohon kepada-
Mu hidup yang menyenangkan setelah mati. Aku memohon kepada-Mu
kelezatan memandang wajah-Mu dan kerinduan untuk berjumpa dengan-Mu,
bukan karena bencana dan bukan karena fitnah. Ya Allah hiasilah hidupku
dengan iman dan kumpulkan aku dengan golongan orang yang mendapat
petunjuk.”

‫اللهم اني ظلمت نفسي ظلما كثيرا وال يغفرالذنوب اال ْانت فاغفرلي مغفرة من عندك وارحمني‬
‫انك ْانت العفور الرحيم‬

“ Alloohumma innii dzholamtu nafsii dzholman katsiiron wa laa yaghfirudz


dzunuuba illaa anta faghfirlii maghfirotan min `indika, war hamnii innaka antal
ghofuurur rohiim.”

“ Ya Allah, sesungguhnya aku banyak menganiaya diriku sendiri dan tidak


ada yang dapat mengampuni dosa-dosaku selain Engkau, maka berila aku
pengampunan-Mu dan kasihanilah aku, sesungguhnya Engkau Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”

153
16) Mengucapkan Salam

Mengucapkan salam yang pertama dilakukan ketika akan keluar dari shalat
hukumnya wajib karena termasuk di antara rukun shalat. Setelah
mengucapkan salam yang wajib juga disunnahkan untuk mengucapkan salam
yang kedua. Wajib mengucapkan salam dalam keadaan duduk, minimal
dengan ucapan Assalaamu `alaikum, satu kali. Dan yang sempurnanya
adalah :
‫السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

“ Assalaamu `alaikum wa rohmatulloohi wa barokaatuhu,” dua kali (sambil


menengok ke kanan dan ke kiri).

Ibnu Mas`ud meriwayatkan bahwa Nabi saw., biasa mengucapkan,

‫السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

“ Assalaamu `alaikum warohmatulloohi wa barokaatuhu,” dua kali

sampai putih pipi beliau saw., tampak (HR. Imam yang lima dan dishahihkan
oleh lmam Tirmidzii)

Jabir bin Samurah r.a, berkata, “ Apabila kami shalat bersama Rasulullah
saw., beliau selalu mengucapkan :

‫ السالم عليكم ورحمة هللا‬- ‫السالم عليكم ورحمة هللا‬

“ Assalaamu `alaiku wa rohmatullooh – Assalaamu `alaikum wa rohmatullooh.

Ketika mengucapkan salam, di antara shahabat r.anhum., ada yang


menggerakkan tangan kanannya ke kanan dan tangan kirinya ke kiri, hal ini
diketahui Rasulullaah saw., lalu beliau saw, bersabda, “ Mengapa kalian
berisyarat denga tangan kalian seperti ekor kuda larat*. Kalian cukup
meletakkan tangan di atas paha, lalu memberi salam kepada saudara kalian
yang berada di sebelah kanan dan kiri. “ (HR. Ahmad dan Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan, “ Kami pernah shalat di belakang Nabi saw.,
lalu Nabi saw., bertanya, “ Mengapa mereka memberi salam dengan tangan
mereka seperti ekor kuda larat ? Sebenarnya cukup bagi salah seorang di
antara kalian meletakkan tangannya di atas paha, kemudian mengucapkan

‫السالم عليكم – السالم عليكم‬

“ Assalaamu `alaikum – Assalaamu `alaikum,” (HR. Nasaa-i)

Abu Hurairah r.a, mengatakan bahwa Nabi saw., bersabda, “ Mengeraskan


salam itu sunnah.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Saat mengucapkan salam pertama, disunnahkan meniatkan keluar (selesai)


dari shalat, dan memberi salam kepada lmam, kepada malaikat penjaga di
kanan kita, dan kepada kaum muslimin yang hadir, bila kita berjama`ah.
Demikian juga saat mengucapkan salam sunnah (kedua), tapi tanpa niat
154
keluar shalat, karena sudah diniatkan pada saat mengucapkan salam yang
pertama.

Pengertian Rukun, Sunnah Ab'ad, dan Sunnah Haiat dalam Sholat

Dalam rangkaian pelaksanaan ibadah sholat, di dalamnya ada istilah rukun


sholat, sunnah ab'ad, dan sunnah haiat. Agar ibadah sholat yang kita
laksanakan sehari-hari bisa lebih sempurna, perlu kita tahu perbedaan
diantara ketiganya.

Rukun Sholat adalah sesuatu yang harus terpenuhi di dalam sholat yang
seandainya tidak terpenuhi maka akan bisa mengakibatkan sholatnya tidak
sah apabila sampai selesai salam belum juga terpenuhi. (Untuk rukun telah
dijelaskan di atas)

Sunnah Ab’ad adalah kesunnahan-kesunnahan yang terdapat pada sholat


yang apabila ditinggalkan maka disunnahkan menggantinya dengan
melakukan sujud syahwi.

Cara Melakukan Sujud Sahwi

Cara melakukan sujud syahwi adalah sujud dua kali sebelum salam dengan
membaca :
‫سبحان من الينم واليسح‬

“Subhana man laa yanamu wa laa yashu.”

Maha suci Dzat yang tidak tidur dan tidak lupa."

Sunnah ab’ad sholat ada tujuh :

1. Tasyahud awal.
2. Duduk tasyahud awal.
3. Membaca shalawat untuk Nabi Muhammad saw ketika tasyahud awal.
4. Membaca shalawat untuk keluarga nabi ketika tasyahud akhir.
5. Do’a qunut.
6. Berdiri ketika do’a qunut.
7. Membaca shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad saw, keluarga dan
sahabat ketika do’a qunut.

Bacaan Doa Qunut

)‫ا‬..‫ارك لي(ن‬..‫وّليت وب‬..‫ا) فيمن ت‬..‫ وتوّل ني(ن‬,‫ وعافني (نا) فيمن عافيت‬,‫اللهّم اهدني (نا) فيمن هديت‬
,‫ذّل من واليت‬.‫ وإّن ه الي‬,‫ك‬.‫ى علي‬.‫ي وال يقض‬.‫ فإّن ك تقض‬,‫يت‬.‫ّر ما قض‬.‫ا) ش‬.‫ني(ن‬.‫ وق‬,‫ا أعطيت‬.‫فيم‬
‫ فأستغفر(فنستغفرك) وأتوب‬,‫ فلك الحمد على ما قضيت‬,‫ تباركت رّبنا وتعاليت‬,‫واليعّز من عاديت‬
‫ وصّلى هللا على سّيدنا محّم د اّنبّي االّمّي وعلى اله وصحبه وبرك وسّلم‬,‫(ونتوب) إليك‬.
Allaahummah dinii (naa) fii man Hadait, wa `aafinii (naa) fii man `aafait, wa
tawallanii (naa) fii man tawallait, wa baariklii (lanaa) fii maa a`thoit, wa qinnii
(naa) syarro maa qodhoit, fa-innaka taqdhii wa laa yuqdhoo `alaik, wa innahu
laa yadzillu maw waalaita, wa laa ya-`izzu man `aadait, tabaarokta robbanaa
wa ta-`aalait, falakal hamdu `alaa maa qodhoit, faastaghfiruka

155
(fanastaghfiruka) wa atuubu (wanatuubu) ilaik, wa sholallaahu `alaa
sayyidinaa muhammadin nabiyyil ummiyyi wa `alaa aalihi wa shohbihii wa
baroka wasallam.

Ya Allah tunjukkanlah akan daku (kami) sebagaimana mereka yang telah


Engkau tunjukkan, berilah kesehatan kepadaku (kami) sebagimana mereka
yang Engkau telah berikan kesehatan, peliharalah daku (kami) sebagaimana
orang yang telah Engkau telah peliharakan, berilah keberkahan bagiku (kami
pada apa-apa yang telah Engkau karuniakan, dan selamatkanlah aku (kami
dari bahaya kejahatan yang Engkau telah tentukan. Maka sesungguhnya
Engkau yang menghukum dan bukan kena hukum, maka sesungguhnya tidak
hina orang yang Engkau pimpin dan tidaklah mulia orang yang Engkau
memusuhinya. Maha Suci Engkau wahai Tuhan Kami dan Maha Tinggi
Engkau. Bagi Engkaulah segala pujian di atas yang Engkau hukumkan, aku
(kami) memohon ampun dari-Mu dan aku (kami) bertaubat kepada Engkau.
Dan semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan sejahtera ke atas
junjungan kita Muhammad Nabi yang ummiy dan keselamatan serta
keberkahan atas keluarga dan shahabatnya.

 Sunnahnya Membaca Doa Qunut Pada Shalat Shubuh

A. Hukum Membaca Qunut Subuh

Di dalam madzhab Syafi`i sudah disepakati bahwa membaca doa qunut


dalam shalat shubuh pada i’tidal rakaat kedua adalah sunnah ab’ad. Sunnah
Ab’ad artinya diberi pahala bagi yang mengerjakannya dan bagi yang lupa
mengerjakannya disunnahkan menggantinya dengan sujud syahwi. Tersebut
dalam Al majmu’ syarah muhadzdzab jilid III hal. 504 sebagai berikut :

“Dalam madzhab syafi`i disunnatkan qunut pada waktu shalat shubuh baik
ketika turun bencana atau tidak. Dengan hukum inilah berpegang mayoritas
ulama salaf dan orang-orang yang sesudah mereka. Dan diantara yang
berpendapat demikian adalah Abu Bakar Ash Shidiq, Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Barra’ bin Azib r.anhum
ajma`iin, Ini diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang shahih. Banyak
pula orang-orang dari kalangan tabi’in dan yang sesudah mereka
berpendapat demikian. Inilah madzhabnya Ibnu Abi Laila, Hasan bin Shalih,
Malik dan Daud.”

Dalam kitab Al Umm jilid I hal. 205 disebutkan bahwa Imam Syafi`I rah.a.,
berkata :

“Tidak ada qunut pada shalat lima waktu selain shalat shubuh. Kecuali jika
terjadi bencana, maka boleh qunut pada semua shalat jika imam menyukai”.

Imam Jalaluddin Al Mahalli berkata dalam kitab Al Mahalli jilid I hal. 157 :

“Disunnahkan qunut pada I’tidal di rakaat kedua pada shalat shubuh dan dia
adalah “Allahummahdinii fiman hadait….hingga akhirnya”. Demikian
keputusan hukum tentang qunut shubuh dalam Madzhab Syafii.

156
Sesuai dengan ketentuan-ketentuan diatas, shalat akan menjadi batal
apabila :

1) Gugur salah satu syarat, seperti batal wudhu, terbuka aurat dan
sebagainya.
2) Meninggalkan dan menambah rukun dengan sengaja seperti
meninggalkan rukun, sujud dan sebagainya.
3) Dengan sengaja mengeluarkan suara di luar bacaan shalat.
4) Makan dan minum.
5) Banyak bergerak.

Dalam pelaksanaan shalat ada keringanan (rukhsah) diantaranya :

1) Apabila shalat tidak dapat dilakukan berdiri, maka boleh duduk, dan
apabila duduk tidak mampu boleh dilakukan sambil berbaring (bagi orang
sakit) sesuai dengan kemampuan.
2) Menyatukan shalat (jama’) yaitu menyatukan shalat dzuhur dengan ashar
dan magrib dengan Isya, apabila dilakukan waktu shalat yang pertama
disebut jama’ taqdim (shalat dzuhur dahulu kemudian shalat ashar) dan
pada waktu yang kedua disebut jama’ takhir ( shalat ashar kemudian
shalat dzuhur). Hal ini boleh dilakukan dalam perjalanan jauh atau sakit.
3) Meringkas shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat (qashar), dan
pelaksanaanya bisa disatukan dengan jama’ (jama qashar) dilakukan
apabila dalam perjalanan jauh atau sakit.

Kesempurnaan shalat hendaknya dilakukan dengan cara antara :

 Niat dengan Ikhlas hanya untuk mencari ridho Allah swt.


 Khusyu yaitu melaksanakannya dengan sungguh-sungguh, konsentrasi
batin dengan menghadirkan keagungan Allah kedalam hati.
 Ketika berdiri pandangan diarahkan ke tempat sujud.
 Khusus shalat fardu, selain hal diatas dianjurkan juga untuk
melaksanaknnya di masjid, pada awal waktu dan berjamaah.

Membayar (Mengqadha) Shalat

Membayar (mengqadha) shalat yang ditinggalkan hukumnya wajib, baik


karena lupa, lalai atau pun tertidur.

‫ َم ْن َن اَم َع ْن َص اَل ٍة َأْو َم ْن َن ِس َيَه ا َفْلُيَص ِّل ِإَذ ا‬: ‫َقاَل َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو آِلِه َو َس َّلَم‬
)‫َذ َك َر َه ا (رواه الشيخان‬
Rasulallah saw bersabda: “Siapa yang tertidur atau lupa shalat, maka
shalatlah ketika ingat” (HR Bukhari Muslim).

Dalam hadits lainya:

157
‫ ُكَّن ا ِفي َس َفٍر َم َع الَّن ِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه‬: ‫َع ْن ِع ْم َر اَن اْب ِن ُح َص ْين َر ِض َي ُهَّللا َع ْن ُه َقاَل‬
‫َأ‬ ‫َأ‬
‫ َو ِإَّن ا ْس َر ْي َن ا َح َّت ى ُكَّن ا ِفي آِخِر الَّلْي ِل َو َقْع َن ا َو ْق َع ًة َو اَل َو ْق َع َة ْح َلى ِع ْن َد اْلُم َس اِفِر‬، ‫َو َس َّلَم‬
‫ ُيَس ِّميِه ْم‬، ‫ِم ْن َه ا َفَم ا َأْي َقَظ َن ا ِإاَّل َح ُّر الَّش ْم ِس َو َك اَن َأَّو َل َم ْن اْس َت ْي َقَظ ُفاَل ٌن ُثَّم ُفاَل ٌن ُثَّم ُفاَل ٌن‬
‫ َو َك اَن الَّن ِبُّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم‬،‫َأُبو َر َج اٍء َفَن ِس َي َع ْو ٌف ُثَّم ُع َم ُر ْبُن اْلَخ َّط اِب الَّر اِبُع‬
‫ َفَلَّم ا‬،‫ِإَذ ا َن اَم َلْم ُيوَقْظ َح َّت ى َي ُك وَن ُه َو َي ْس َت ْي ِقُظ َأِلَّن ا اَل َن ْد ِر ي َم ا َي ْح ُد ُث َل ُه ِفي َن ْو ِم ِه‬
‫َأ‬ ‫َأ‬
‫اْس َت ْي َقَظ ُع َم ُر َو َر ى َم ا َص اَب الَّن اَس َو َك اَن َر ُج اًل َج ِليًد ا َفَك َّب َر َو َر َف َع َص ْو َت ُه ِب الَّتْك ِبيِر‬
، ‫َفَم ا َز اَل ُيَك ِّبُر َو َي ْر َفُع َص ْو َت ُه ِبالَّتْك ِبيِر َح َّت ى اْس َت ْي َقَظ ِبَص ْو ِتِه الَّن ِبُّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم‬
‫ َفاْر َت َح َل‬،)‫ اْر َت ِحُلوا‬-‫َأْو اَل َيِض يُر‬- ‫ (اَل َض ْي َر‬: ‫ َقاَل‬، ‫َفَلَّما اْس َت ْي َقَظ َشَك ْو ا ِإَلْي ِه اَّلِذي َأَص اَب ُهْم‬
‫ (رواه‬،‫َفَس اَر َغ ْي َر َب ِعيٍد ُثَّم َنَز َل َفَد َع ا ِباْلَو ُضوِء َفَت َو َّض َأ َو ُنوِدَي ِبالَّص اَل ِة َفَص َّلى ِبالَّن اس‬
)‫الشيخان‬
Dari Imran bin Hushain ra, ia berkata: “Pernah kami pada suatu perjalanan
bersama dengan Nabi saw dan kami berjalan malam hari sehingga larut
malam. Lalu kami tidur dan tidak ada tidur yang lebih nyenyak dari itu bagi
orang musafir, dan tidak ada yang membangunkan kami selain panas
matahari.

Orang yang pertama bangun adalah Fulan, kemudian Fulan, dan kemudian
Fulan (nama-nama orang itu ada disebutkan oleh Abu Raja’ yang menerima
hadits ini dari ‘Imran, tetapi ‘Auf yang menerima hadits ini dari Abu Raja’ telah
lupa), kemudian setelah itu Umar bin Khathab orang yang keempat bangun.

Nabi saw apabila beliau tidur tidak dibangunkan sampai beliau bangun
sendirinya, kami tidak tahu apa yang sedang terjadi dalam tidurnya. Setelah
umar bangun dan dilihatnya apa yang terjadi pada orang banyak (mereka
masih tidur sementara matahari telah tinggi) maka umar yang berkepribadian
keras lalu bertakbir dan dikeraskannya suaranya membaca takbir itu hingga
bangunlah Nabi Saw;

Setelah Nabi bangun, mereka mengadukan kepada Nabi hal kesiangan


mereka; Jawab Nabi saw: tidak mengapa dan mari kita berangkat! lalu Nabi
berangkat dan setelah berjalan tidak seberapa jauh, Nabi berhenti dan
meminta air untuk berwudhu’, lalu Nabi berwudhu’ dan orang banyakpun
dipanggil untuk sholat, maka sholatlah Nabi bersama mereka (HR. Al-Bukhari
Muslim)

Hikmah dan Keutamaan Shalat

Agar setiap amal termotivasi dalam melakukannya, maka perlu menghadirkan


fadhilah atau keutamaannya, demikian juga apabila shalat di lakukan dengan
tertib dan benar sesuai tuntunan Rasulullah saw, sebagaimana dalam
sabdanya :

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”, maka akan


mendatangkan fadhilah atau keutamaan yang sangat besar dan banyak, baik
untuk kepentingan dunia maupun akhirat. Berikut ini diantara sekian banyak
keutamaan shalat.

1. Sebagai Pengampunan Dosa

158
Dari Abu Hurairah ra berkata. “Aku mendengar Rasulullah saw, bersabda;
“Apakah pendapat kalian jika ada sebuah sungai didepan pintu rumah
seseorang dari kalian, lalu ia mandi di dalamnya lima kali sehari, apakah
kotoran masih melekat di tubuhnya?, para Sahabat menjawab; “tidak akan
melekat kotoran di tubuhnya. Beliau bersabda, ‘Itulah perumpamaan shalat
lima waktu, dengan mengerjakannya, Allah akan menghapuskan dosa-
dosanya.” (HR. Ibnu Majah- at Targhib).

Dari Jabir ra berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda; “Perumpamaan shalat


lima waktu bagaikan sungai yang dalam mengalir didepan pintu rumah salah
seorang diantara kalian, yang ia mandi di dalamnya lima kali sehari.” (HR.
Muslim).

2. Mencegah Perbuatan Keji dan Munkar


         
        
    
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat)
adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Ankabut ; 45).

3. Mendatangkan Keberkahan Rizki


         
    
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah
kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah
yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang
yang bertakwa.” (QS. Thaaha ; 132).

4. Mendapatkan Pahala 27 Derajat

Rasulullah adalah seorang Nabi yang ma’shum (bersih dari dosa) dan sudah
dijamin masuk syurga, tapi beliau tidak pernah meninggalkan shalat fardhu
diawal waktu dengan berjamaah di Masjid. Karena memiliki keutaman yang
sangat besar dibandingkan dengan shalat di akhir waktu dan sendirian,
sebagaiman sabda beliau:

Dari Ibnu Umar r.a. huma, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “Shalat
berjamaah 27 derajat lebih utama daripada shalat sendirian.” (HR. Bukhari,
Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i).

Sebagian ulama berpendapat, tidak diterimanya shalat fardhu seorang laki-


laki apabila dikerjakan di rumah, di toko, atau di kantor (tidak di
Masjid/Mushalla) berdasarkan sabda Nabi saw:

Dari Ibnu Abbas r.huma berkata, bahwa Rasulullah saw, bersabda; “Barang
siapa mendengar seruan adzan, tetapi tidak memenuhinya tanpa suatu uzur
yang menghalanginya, maka shalat yang dikerjakannya tidak akan diterima.”

159
Para sahabat bertanya, “Apakah uzurnya?, Beliau menjawab, “Ketakutan atau
sakit” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

Maksud tidak diterima shalatnya adalah ia tidak mendapatkan pahala dari


shalatnya, meskipun kewajibannya telah tertunaikan.

Menurut Imam Syafi’i ; “Bagi perempuan justru lebih utama mengerjakan


shalat di rumah, bahkan lebih baik di mihrab (dikamar)-nya”, apabila
mengerjakannya di awal waktu dan tidak menunda-nundanya, maka akan
mendapatkan pahala 27 derajat juga. Karena apabila shalat dikerjakan tidak
tepat pada waktunya atau menunda-nunda, bahkan sampai melalaikannya,
diancam oleh Allah dengan neraka wail.
         
 
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang
lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.” (QS. Al Ma’un ; 4 – 6)

Terlalu banyak ayat Al Qur’an maupun Hadits-hadits Nabi saw yang


menerangkan tentang fadhilah shalat, namun seberapa banyaknya-pun
diungkapkan, bagi orang yang tidak beriman atau belum mendapatkan
hidayah, tetap tidak akan tertarik untuk mengamalkannya, padahal shalat
bukan hanya sekedar tiang agama, tetapi juga sebagai barometer bagi amal
yang lainnya apakah diterima atau tidak tergantung pada kualitas shalatnya.
Nabi bersabda:

“Yang pertama kali akan dihisab (ditanya) amal seorang hamba oleh Allah
pada hari kiamat adalah shalat, apabila shalatnya baik, maka baiklah semua
amalnya, dan apabila shalatnya rusak, maka rusaklah semua amalnya.” (Al
Hadts).

Cara Memelihara Shalat

Karena shalat merupakan amalan yang paling utama setelah iman, maka
wajib bagi setiap Muslim, terutama yang mukallaf untuk memelihara shalat
agar tetap diamalkan sampai akhir hayatnya, dimana ia sudah tidak bisa lagi
shalat, tetapi di shalatkan oleh orang lain, caranya :

1. Da’wahkan tentang pentingnya mendirikan shalat

Ajak siapapun yang kita jumpai untuk mengamalkan shalat, sehingga


kekuatan shalat akan masuk ke dalam diri kita, ibarat melempar bola
didinding, semakin kuat lemparannya, maka bola akan kemabali kepada kita.
Demikian juga semakin kuat kita mengajak orang lain untuk mendirikan
shalat, maka kita akan semakin kuat mengamalkannya.

2. Memelihar shalat harus dengan ilmu

Sehebat apapun amal seseorang, tidak akan diterima apabila tidak disertai
dengan ilmu. Banyak sekali ilmu-ilmu yang berkaitan dengan shalat,
sebagaimana telah diterangkan di atas. Demikian juga ketika shalat harus
memperhatikan gerakan-gerakan dan bacaan-bacaan shalat yang
dicontohkan Nabi Muhammad saw.

160
Lima hal yang membuat kita khusyu’ :

1. Yakin kepada Allah bahwa shalat menyelesaikan segala masalah.


2. Mengikuti cara shalat Nabi saw.
3. Mengetahui nilai dan keuntungan shalat.
4. Menjaga tawajuh/ konsentrasi di dalam empat rukun, yaitu: ketika berdiri
atau qiyam, ketika ruku’, ketika sujud, ketika duduk. Sebaiknya masa-
masa tersebut diperlama dan sekurang-kurangnya tiga kali merasa bahwa
Allah melihat kita.
5. Ikhlas lillahi Ta’ala. Jangan sampai timbul riya di dalam hati ataupun ingin
dilihat orang lain. (Maulana Yusuf rah. a).

Yang Dibolehkan Dalam Shalat :

a. Menangis terharu atas bacaan Alquran. (Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i).


b. Membunuh ular dan kalajengking. (Ahmad, Ashhabus sunan).
c. Menggendong anak, jika sangat sulit ditinggalkan. (Ahmad, Nasa’i).
d. Bergerak sedikit, apabila sangat terpaksa. (Bukhari, Ahmad, Baihaqi).
e. Bertasbih dan bertepuk tangan mengingatkan imam ketika lupa.
Meneruskan bacaan ayat Alquran untuk mengingatkan imam, apabila
imam terlupa atau salah. (Abu Dawud).

Hal-hal Yang Membatalkan Shalat :

1. Berbicara sengaja, selain tasbih, takbir dan baca Alquran. (Muslim)


2. Perbuatan yang banyak, apabila perbuatan itu banyak dan berturut-turut.
3. Terkena najis pada pakaian atau badan, kecuali karena tertiup angin atau
semisalnya dan bisa di buang seketika, maka shalat tidak batal.
4. Sebagian aurat terbuka dengan sengaja. Jika tidak sengaja, tidak batal
shalatnya asal segera ditutup seketika.
5. Makan dan minum, para fuqaha membuat ukuran makanan yang banyak
adalah seukuran kacang kedelai. Sisa-sisa makanan di sela-sela gigi yang
tidak sebesar ukuran ini, lalu tertelan ludah tanpa sengaja, maka hal itu
tidak membatalkan shalat.
6. Hadats sebelum salam yang pertama, karena salah satu syarat sah shalat
adalah suci dari hadats sebelum semua rukun shalat disempurnakan.
7. Berdehem, tertawa, menangis, dan merintih sampai mengeluarkan dua
suku kata, sekalipun tidak dipahami artinya. Tersenyum tidak
membatalkan shalat, tetapi dzikir dan doa untuk berbicara kepada orang
lain membatalkan shalat.
8. Berubah niat, apabila ada niat keluar dari shalat, maka shalat menjadi
batal.
9. Membelakangi kiblat.

Yang Dibenci Dalam Shalat:

a. Membunyikan sendi tangan ketika shalat. (Ibnu Majah),


b. Menutupi mulut dalam shalat. (Ibnu Majah),
c. Shalat di depan makanan. (Muslim), Menahan kentut atau buang air.
(Muslim),
d. Memandang ke atas atau ke langit. (Bukhari),

161
e. Menguap, karena syetan akan masuk jika menguap terbuka. (Thabrani,
Ibnu Majah),
f. Mengantuk (Jamaah),
g. Menoleh atau melihat sesuatu yang melalaikan shalat, seperti; gambar-
gambar di dinding, dan sebagainya. (Bukhari, Muslim).

Cara Memperbaiki Kualitas Shalat :

 Perhatikan dzhohir, kesucian,gerakan, dan bacaan.


 Perhatikan bathin (hilangkan hasad, riya, uzub, dll)
 Berlatih lagi dan lagi agar tawajjuh sampai ketawajuhan kita tak mengingat
apa-apa kecuali hanya Alloh SWT.
 Dzikir seorang diri denga tawajjuh, taqarrub dan hadirkan hati seolah-olah
Alloh sedang melihat kita
 Membaca Al Qur’an dengan tawajjuh seolah membacanya dihadapan
Alloh seperti murid membacanya di hadapan guru.
 Bersyukur kepada Alloh dan menganggap sholat yang kita kerjakan
semata-mata taufiq dan rahmat dari Alloh SWT bukan karena kekuatan
kita.
 Sering berbicara tentang kehebatan Alloh SWT diluar sholat dan duduk di
majlis Iman dengan tawajjuh agar masuk keyakinan yang benar,karena
orang yang sholat dengan yakin yang diterima Allah, jika fasad maka
sholatnya tak diterima.
 Mendakwahkan Qudrotulloh kepada setiap orang sampai hakikat yakin
masuk kedalam hati.
 Banyak Istighfar agar diberi jalan keluar untuk dapat sholat dengan
khusyu’.
 Tidak banyak berkata yang sia-sia diluar sholat dan tidak mengghibah.
 Tidak makan uang riba’
 Memperhatikan makanan harus benar-benar halal.
 Ketika adzan berbunyi maka langsung kita merenungi perintah-perintah
Alloh yang berkenaan dengan sholat baik yang terdapat dalam Al Qur’an
maupun Al Hadits.
 Hadirkan Enam Perkara dalam Amalan, yaitu :

1. Yakin yang Shoheh,


2. Niat semata karena Alloh,
3. Cara mengikuti Rosululloh SAW
4. Dihan/tawajjuh saat beramal merasa dilihat Alloh ,
5. Hadirkan Fadhilah,
6. Mujahadah atas Nafsu (Adab dari awal sampai akhir amal).

162
SHAUM (PUASA) DAN ADAB-ADABNYA

A. Pengertian Shaum (Puasa)

Menurut bahasa, shaum berasal dari kata : “shooma – yashuumu –


shauman/shiyaaman”, artinya menahan dari sesuatu. Hal ini diungkapkan
oleh Allah swt dalam firman-Nya:
  
“…… diwajibkan atas kamu berpuasa (bershaum)…..”.(QS. Al Baqarah ; 183).

Sedangkan menurut istilah (terminologi), “Shaum berarti menahan yang


tertentu dari sesuatu tertentu pada masa tertentu dari orang tertentu” (Imam
Nawawi dalam Al Ma’mu’). Ada pula yang mengartikan ; “menahan sesuatu
karena Allah dari segala yang membatalkan puasa dari sejak terbit fajar
sampai terbenam matahari (maghrib).”.
        
         
“ dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang)
malam,(QS. Al Baqarah : 187)

B. Maksud dan Tujuan Puasa

1. Menjalankan perintah Allah, terutama puasa wajib, sebagaimana firm-Nya:


        
    
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.” (QS. Al Baqarah ; 183).

2. Meraih predikat takwa, sehingga akan mudah mengamalkan semua


perintah Allah dan menjauhi larangannya di masa yang akan datang
dengan asbab berlatih menahan diri dalam berpuasa. (QS. Al Baqarah ;
183).

163
3. Mendapatkan ampunan dari Allah swt, sebagaimana sabda Nabi saw,
berikut:

“Barang siapa yang berpuasa disertai iman dan mengharap pahala dari
Allah, maka dosa-dosanya di masa lalu diampuni.” (HR. Ahmad).

4. Dapat mengekang hawa nafsu (syahwat), sabda Nabi saw:

“Hai para pemuda barang siapa diantara kamu mampu kawin (menikah) ,
maka kawinlah. Karena sesungguhnya dia dapat menundukkan dan dapat
menjaga kemaluan, dan barang siapa tidak mampu maka hendaklah ia
berpuasa, karena berpuasa itu merupakan pengekang baginya.” (HR.
Muslim).

C. Kesempurnaan Dalam Puasa

Kesempurnaan dalam puasa bukan hanya menahan diri dari makan, minum,
dan bersetubuh atau menjaga dari segala sesuatu yang membatalkan puasa
disiang hari saja, tetapi juga mengandung maksud menahan diri dari segala
sesuatu dari yang membatalkan pahala puasa atau segala sesuatu yang tidak
sesuai dengan hikmah dan tujuan puasa. Karena Nabi bersabda dalam
haditsnya:

“Betapa banyak orang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari


puasanya, kecuali lapar dan haus saja.” (HR. Bukhari).

“Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan jelek, maka
Allah tidak akan menerima puasanya.” (HR. Bukhari).

Di samping itu kesempurnaan ibadah puasa adalah dengan memperhatikan


syarat dan rukun puasa, antara lain:

 Syarat Wajib Mengerjakan Shaum (Puasa)

Syarat wajib mengerjakan puasa itu ada 5 macam, yaitu :

1. Beragama Islam
2. Berakal sehat, sehingga dapat membedakan mana yang hak mana yang
bathil, mana yang baik dan mana yang buruk
3. Sudah baligh, akan tetapi walaupun demikian, orang tua dianjurkan untuk
melatih dan mengajari anak-anaknya yang belum baligh untuk berpuasa
walaupun tidak sampai sehari penuh
4. Mampu untuk mengerjakannya (tidak dalam keadaan sakit atau udzur
lainnya menurut syara`. Seperti sakit atau bepergian jauh)
5. Suci dari haidh dan nifas (bagi wanita)

 Syarat-Syarat Sahnya Shaum (Puasa)

Syarat-syarat sahnya puasa adalah sebagai berikut :

164
1. Wajib berniat di waktu malam untuk puasa fardhu bukan puasa sunnah,
maka boleh berniat untuk puasa sunnah sebelum matahari tergelincir. Dan
menentukannya pula niat fardhu dalam puasa fardhu dan menentukan
sunnah dalam shaum sunnah
2. Tidak melakukan hubungan suami istri dan melakukan onani
3. Tidak menyegaja muntah
4. Menjaga dari masuknya sesuatu ke dalam lubang, seperti lubang telinga,
lubang kemaluan, dengan syarat masuknya melalui jalan terbuka.

D. Rukun-Rukun Shaum (Puasa)

Adapun ruku-rukun puasa itu ada 2 nacam, yaitu :

1. Niat di dalam hati untuk mengerjakan puasa


Niat puasa wajib dilakukan di malam hari atau sebelum datang terbit fajar, hal ini
sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw:

“Barang siapa tidak berniat akan berpuasa pada sebelum fajar, tidak ada
puasa baginya.” (HR. Jamaah).

2. Menahan diri dari makan, minum, dan apapun yang dapat membatalkan
puasa dari semenjak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, Firman
Allah :
        
         
       
        
        
         
          
       
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah
pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat
menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka
itu, sedang kamu beri'tikaf[115] dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS. Al Baqarah ; 187).

Kaifiyat Shaum (Tata Cara Berpuasa)

 Sunnah memulai puasa dengan sahur. Dan disunnahkan untuk


melambatkan sahur serta menyegerakan berbuka. Melambatkan sahur
yaitu mendekati waktu Shubuh. Dan mempercepat berbuka yaitu
secepatnya membatalkan puasa setelah waktu Maghrib. Ini lebih baik dari
pada mempercepat sahur dan melambatkan berbuka. (Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah). Sunnah memulai berbuka dengan buah

165
kurma. Jika tidak ada, cukup dengan minum air. (Tirmidzi. Nasa’i, Ibnu
Majah).
 Puasa dimulai dari terbit Fajar Shubuh sampai Maghrib tiba. (HR. Bukhari,
Muslim, Nasa’i, Ibnu Majah).
 Berpuasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menjaga
lidah, mata, telinga, dan pikiran dari perbuatan yang dilarang agama. (HR.
Bukhari, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah)
 Jika ditawari makanan ketika berpuasa, sunnah menyatakan, ‘aku sedang
berpuasa’. (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah).
 Haram bagi wanita berpuasa tanpa seijin suaminya, kecuali puasa yang
wajib, seperti puasa Ramadhan. (HR. Muslim)..
 Ketika berbuka puasa disunnahkan berdoa, sbb :

‫َذ َه َب الَّظ َم اُء َو اْب َتَلِت اْلُعُرْو ُق َو َثَبَت اَآلْج ُر ِإْن َش اَء اهلل‬

“Dzahabadzh dzhomaa-u wabtalatil `uruuqu wa tsabatal ajru Insyaa Allah.”

“Telah lenyap dahaga, dan telah basah urat-urat, dan tetap berpahala
Insya Allah.” (HR. Nasa’i). atau beberapa doa berikut,

‫الَّلُه َّم َلَك ُص ْم ُت َو ِبَك أَم ْن ُت َو َع َلى ِر ْز ِق َك َأْفَط ْر ُت‬

“Allaahumma laka shumtu wa bika aamantu wa `alaa rizqikq afthortu.”

“Ya Allah, karena Engkau aku berpuasa dan kepada Engkau aku beriman,
dan atas rezeki Engkau aku berbuka puasa.” (HR. Ibnu Majah).

)‫ (رواه الّدار قطنى‬. ‫اللهّم َلَك ُص ْم ُت َو َع َلى ِر ْز ِق َك َأْفَط ْر ُت َف َتَق َّبل ِم َّنا ِإَّنَك َأْن َت الَّس ِم ْيُع اْلَع ِلْيُم‬

“ Allaahumma laka shumtu wa `alaa rizqikq afthortu fataqobbal minnaa


ilaika innaka antas samii`ul `aliim.”

“Ya Allah Ya Tuhanku, hanya untuk-Mu aku berpuasa, dan dengan rizqi-
Mu aku berbuka maka terimalah dari kami. Sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (HR. Ad Daaru Quthni)

‫الَّلُه َّم َلَك ُص ْم ُت َو ِبَك أَم ْن ُت َو َع لْي َك َتَو َّك لُت وَع َلى ِر ْز ِق َك َاْفَط ْر ُت‬

“ Allaahumma laka shumtu wa bika aamantu wa `alaika tawakkaltu wa


`alaa rizqikq afthortu.”

“Ya Allah Ya Tuhanku, hanya untuk-Mu aku berpuasa dan hanya dengan-
Mu aku beriman dan hanya kepada-Mu aku bertwakkal, dan atas rizki-
Mulah aku bernuka.”

‫الَّلُه َّم ِإِّني َأْس َأُلَك ِبَرْح َم ِتَك اَّلِتي َو ِس َع ْت ُك َّل َش ٍئ َأْن َتْغ ِف ْر ِلْي‬
“Allaahumma innii as-aluka birohmatikal latii wasi`at kulla syai-in
antaghfirlii.”

166
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang luas, yang
meliputi segala sesuatu, agar Engkau mengampuni aku.”

‫َيا َو اِس َع اْلَف ْض ِل ِاْغ ِف ْر ِلْي‬


“Yaa waasi`al Fadhli ighfirlii.”

“Wahai Engkau Pemilik karunia yang luas, ampunilah aku.”

E. Sunnah-Sunnah Dalam Shaum (Puasa)

Sunnah-sunnah dalam puasa antara lain, yaitu :

1. Berdoa ketika berbuka


2. Menyegerakan berbuka jika sudah tiba waktu berbuka’
“Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka mempercepat
berbuka.” (HR. Bukhari-Muslim)
3. Berbuka dengan yang manis
“Jika salah seorang diantaramu berbuka, hendaklah berbuka dengan
kurma, jika tidak ada maka berbukalah dengan air. Air itu membersihkan.”
(HR. Abu Daud, Tirmidzi)
4. Mengakhirkan makan sahur
Sabda Nabi saw., “bersegera dalam berbuka dan akhirkan sahur.” (HR.
Thabrani). Sabda lainnya : “bersahurlah kamu di akhir malam.” (HR.
Tirmidzi, Hakim)
5. Memperbanyak ibadah, misalnya tilawat Al Qur`an, shalat tarawih, i`tikaf,
dan sebagainya
6. Memperbanyak shadaqah

Makna Sahur & Keutamaannya

Sahur artinya, makan menjelang fajar yang dimulai setelah lewat tengah
malam (Mirqat). Syaikh `Aini rah.a telah mengutip demikian banyak fadhilah
dalam makan sahur dari tujuh belas orang sahabat yang berbeda.
Diantaranya ialah :

 Dirahmati Allah dan Para Malaikat


Sabda Rasulullah saw.,“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya
mengirimkan rahmat ke atas orang-orang yang makan sahur.” (HR.
Thabrani, Ibnu Hibban)
 Pembeda Antara Non Muslim
Sabda Rasulullah saw., “Perbedaan antara puasa kita dengan puasa ahli
kitab adalah kita bersahur sedangkan mereka tidak.”
 Ada Keberkahan
“Senantiasalah bersahur karena di dalamnya terdapat berkah yang besar.”
Hadits lainya, keberkahan terdapat dalam tiga perkara, yaitu :
a. Dalam berjama`ah
b. Dalam makan tsarid (roti dicampur kuah daging)
c. Dalam makan sahur.”
167
 Menguatkan Shaum
“Makanlah sahur dan kuatkanlah dirimu untuk berpuasa.” Hadits lainya,
“Meskipun tidak ada makanan, maka bersahurlah walau dengan sebiji
kurma atau seteguk air.”
 Saat Sahur Saat Doa-Doa Dikabulkan

Batasana Waktu Sahur

“Sesungguhnya bila adzan pada waktu malam untuk membangunkan orang


yang tidur waktu malam. Makan dan minumlah sampai terdengar adzan Ibnu
Ummi Maktum.” (HR. Bukhari-Muslim). Sabda lainnya, “Fajar itu ada dua, fajar
awwal adalah tidak mengharamkan makan dan tidak menghalalkan shalat
shubuh, dan fajar yang kedua adalah yang mengharamkan makan dan
menghalalkan shalat.”(HR. Hakim)

F. Hal-Hal Yang Membatalkan Shaum (puasa)

Dalam shaum ada hal-hal yang membatalkan shaum yang secara umum
dibagi kedalam dua kategori :

1. Hal yang membatalkan puasa itu sendiri, seperti :

 Makan dan minum dengan sengaja atau memasukkan sesuatu ke dalam


rongga badan dengan sengaja, dan sebagainya
 Melakukan hubungan suami istri di siang hari
 Keluar mani dengan sengaja
 Muntah dengan sengaja
 Hilang akal
 Kedatangan haidh atau nifas (bagi wanita)
 Murtad

2. Hal yang membatalkan pahala puasa, seperti :

 Bersumpah palsu
 Berdusta
 Mengumpat atau mencela orang lain
 Nadzhru bi syahwat (memandang dengan gairah nafsu)
 Emosi yang berlebihana, dll. Sehingga puasanya tidak mendapatkan apa-
apa. Sebagaimana sabda Nabi saw :

“Berapa banyak orang yang puasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari
puasanya, kecuali lapar dan dahaga.” (HR. Bukhari).

168
G. Keutamaan Ibadah Shaum.

Shaum adalah ibadah yang memiliki sekian banyak keutamaan, di antaranya :

1. Sebagai pondasi agama

 “Islam didirikan atas lima dasar, salah satunya adalah Shaum Ramadhan.
(HR. Bukhari-Muslim)
 Hadits lainya “ Azas Islam ada tiga, barang siapa meninggalkan salah
satunya, berarti ia telah mengingkari dasar-dasar itu, di antaranya, yaitu
Shaum Ramadhan.” (HR. Abu Ya`la & Dailami)

2. Mendapatkan Allah, sabda Rasulullah saw., Allah berfirman “Puasa itu


untuk-Ku, dan Aku sendiri yang membalasnya.”(HR. Tirmidzi)
3. Bau mulut orang yang shaum harum disisi Allah swt., Sabda Rasulullah
saw., “Demi Allah yang diriku (Muhammad saw)di tangan-Nya, bau mulut
orang yang shaum lebih harum di sisi Allah dari kasturi.
4. Mendapatkan dua kegembiraan : 1. Ketika berbuka 2. Kebahagian ketika
berjumpa dengan Allah swt.” (HR. Bukhari)
5. “Puasa itu Separuh sabar.” (HR. Ibnu Majah)
6. Memberikan syafa`at yang syafaatnya diterima (HR. Ahmad)
7. Disediakan pintu khusus di surge yang dinamakan Ar Royyan. (HR.
Bukhari-Muslim)
8. Menghapuskan dosa-dosa (HR. Ahmad, Baihaqi)
9. Puasa itu tiada bandingnya (HR. Ahmad, Nasa`i)
10. Puasa tameng dari neraka (HR. Baihaqi, Ahmad, Nasa`i. Ibnu Majah)
11. Setiap sesuatu itu ada zakatnya, dan zakatnya tubuh adalah puasa.(HR.
Baihaqi, Muslim)
12. Ketika orang yang shaum berbuka, maka malaikat akan bershalawat
untuknya sampai selesai makannya.(HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi)
13. Doanya dikabulkan (HR. Hakim)
14. Bershaumlah kamu, kamu akan sehat (HR. Abu Nu`aim), sabda lainnya “
sesungguhnya Allah swt., mewahyukan kepada seorang Nabi bani Israil,
“Beritahukanlah kaummu bahwa tidak ada hamba yang berpuasa pada
suatu hari semata-mata untuk-Ku kecuali Aku sehatkan jasmaninya dan
Aku besarkan pahalanya. (HR. Baihaqi)
15. Makanannya tidak dihisab. Makanan orang yang puasa, makanan sahur,
dan makanan orang yang berjaga fi sabilillaah. (HR. Thabrani)
16. Ibadah yang murni (HR. Thabrani)
17. Berpahala samapai kiamat (HR. Dailami)
18. Disediakan makanan yang istimewa (HR. Dailami)

Alasan Ibadah Shaum Memiliki Keutamaan-Keutamaan Seperti Di Atas

Keutamaannya dapat dilihat dari beberapa alasan, yaitu :

 Suatu amalan ibadah yang tersembunyi, sehingga terselamat dari riya`


 Suatu cara untuk menundukkan musuh Allah, karena syahwat adalah
sarana setan menggelincirkan manusia kepada perbuatan dosa dan
syahwat menjadi kuat disebabkan makan dan minum. Selama syahwat
tetap subur, maka setan dapat bebas menjerumuskan manusia.

169
 Shaum amalan yang lebih mujahadah dari ibadah lainnya. Dalam ihram
yang tidak diperbolehkan hanya berhubungan dengan istri, tetapi makan
dan minum tetap dibolehkan, dalam shalat hanya sebentar saja kita
menahan diri tetapi dalam bershaum terasa benar kesulitan menahan
makan, minum, mendekati istri serta hal-hal lainnya yang dilarang dalam
bershaum.

Kiat Agar Kuat Berpuasa

Rasulullah saw., bersabda : “Barang siapa makan sebelum minum dan


bersahur kemudian mengoleskan minyak wangi, ia akan kuat berpuasa.” (HR.
Baihaqi). Sabda lainnya, “Tiga Hal, siapa yang melakukannya akan kuat
berpuasa, yaitu,

a. Makan sebelum minum, b. Bersahur, dan c. Qailullqh (tidur siang)

Puasa Wajib, Sunnah, Haram, dan Makruh

Ditinjau dari kedudukan hukumnya, puasa di bagi tiga, yaitu puasa wajib,
sunnah dan puasa haram.

1. Puasa wajib

Puasa wajib adalah puasa yang harus dikerjakan oleh para mukallah
(dewasa/baligh) dan ia akan mendapatkan pahala, sedangkan apabila
ditinggalkannya, maka akan berdosakecuali mengkodonya atau membayar
fidyah bagi yang tidak mampu berpuasa. Puasa wajib itu ada 3, seperti
berikut:

Shaum Fardhu (Romadhan)

Hukumnya wajib bagi setiap muslim dan muslimah yang sudah baligh serta
tidak mempunyai halangan tertentu untuk tidak shaum. Sebagaimana firman
Allah :
          
     
…. Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa),
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (QS. Al
Baqarah : 185)
        
     
“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa. (QS. Al Baqarah : 183)

Mafhum Hadits Rasulullah saw.,

“ Islam didirikan atas lima dasar, salah satunya adalah Shaum Ramadhan.
(HR. Bukhari-Muslim)

170
Mafhum Hadits lainya

“ Azas Islam ada tiga, barang siapa meninggalkan salah satunya, berarti ia
telah mengingkari dasar-dasar itu, di antaranya, yaitu Shaum Ramadhan.”
(HR. Abu Ya`la & Dailami)

Cara Berpuasa Ketika Safar

Hamzah bin Amru bertanya kepada Nabi saw., tentang berpuasa ketika safar,
Rasulullah saw., mejawab : “Jika kamu mau berpuasalah jika tidak
berbukalah.” (HR. Muslim). Sabda lainya, “Bukanlah kebaikan ketika
safar.”(HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa-i)

Oleh karena itu ada rukhshoh bagi yang kesulitan dalam mejalani puasa
ketika safar.

Adab Menyambut Bulan Ramadhan

Kebiasaan Rasulullah saw., dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan,


yaitu :

 Banyak Berpuasa Pada Bulan Sebelumnya


Rasulullah saw., memperbanyak puasa mulai dari bulan Sya’ban. Aisyah
r.anha, berkata :”Terkadang Rasulullah saw., terus menerus berpuasa,
hingga kami berkata, beliau saw., tidak berbuka-buka, dan terkadang
terus-menerus berbuka, hingga kami berkata, beliau tidak pernah puasa
sunnah. Namun demikian, saya tidak pernah melihat Rasulullah saw.,
menyempurnakan puasa sebulan penuh selain bulan Ramadhan, dan
saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa seperti puasa bulan
Sya`ban.”(HR. Bukhari)
 Berkhutbah Pada Akhir Bulan Sya`ban, dengan beliau sbb :
Dari Salman r.a. ia berkata,” Pada akhir bulan Sya’ban, Rasulullah saw
berkhutbah kepada kami. Beliau bersabda,’ Wahai manusia, telah dekat
kepadamu bulan yang agung lagi penuh berkah. Bulan yang di dalamnya
terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Bulan yang di
dalamnya Allah menjadikan puasa sebagai fardhu dan bangun malam
sebagai sunnah. Barangsiapa mendekatkan dirinya dengan beramal
sunnah, maka ( pahalanya ) sama seperti orang yang beramal fardhu di
bulan lainnya. Dan barangsiapa beramal fardhu di dalamnya, maka
pahalanya seperti orang yang beramal tujuh puluh amalan fardhu pada
bulan lainnya. Inilah bulan kesabaran, dan pahala sabar adalah surga.
Inilah bulan kasih sayang, bulan saat rezeqi seorang mukmin ditambah.
Barangsiapa memberi makanan berbuka kepada orang yang berpuasa,
maka itu menjadi ampunan bagi dosa-dosanya dan mendapatkan pahala
yang sama tanpa mengurangi pahala orang ( yang diberi makanan buka )
itu sedikitpun’. Mereka berkata, ‘ Ya Rasulullah, tidak setiap kami memiliki
makanan untuk diberikan kepada orang yang berbuka puasa.’ Beliau
bersabda, ‘Allah memberi pahala kepada orang yang memberikan
makanan untuk berbuka puasa, meskipun sebutir kurma, seteguk air, atau
sesisip susu. Inilah bulan yang awalnya penuh rahmat, tengahnya penuh
ampunan, dan di akhirnya adalah kebebasan dari api neraka. Barangsiapa
meringankan beban hamba-hamba sahayanya pada bulan itu, maka Allah

171
akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka.
Perbanyaklah empat amalan pada bulan itu. Dua di antaranya
menyenangkan Tuhannya, dan dua lainnya kamu pasti akan
memerlukannya. Adapun dua perkara yang dengannya kamu akan
menyenangkan Tuhanmu adalah: Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah, dan kamu memohon ampunan-Nya. Dan dua perkara yang pasti
kamu akan memerlukannya adalah: kamu memohon surga kepada Allah
dan kamu berlindung kepada-Nya dari api neraka. Barangsiapa memberi
minum kepada orang yang berpuasa, maka Allah akan memberinya
seteguk minum dari telagaku yang ia tidak akan haus hingga ia masuk
surga.”(HR. Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, Ibnu Hibban)
 Mengucapkan Tahniyah Atas Kedatangan Bulan Ramadhan
Nabi saw., dalam tahniyahnya dalam menyambut datangnya bulan suci
Ramadhan selalu dengan kata-kata yang menyenamgkan sahabat-
sahabatnya. Yaitu dengan ucapan, “Sesungguhnya telah datangkepadamu
bulan Ramadhan, bulan yang diberkati. Allah swt., memerintahkanmu agar
berpuasa di dalamnya.” Beliau saw., juga bersabda, “Telah datamg
kepadamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan, maka sampaikanlah
ucapan selamat datang kepadanya. Telah datang bulan puasa pembawa
segala keberkahan, maka alangkah mulianya tamu yang datang itu.” (HR.
Thabrani)

Keutamaan Bulan Ramadhan

Disebabkan demikian banyaknya keutamaan bulan Ramadhan, sehingga


Nabi saw., bersabda : “Seandainya manusia mengetahui kebajikan-kebajikan
yang terdapat pada bulan Ramadhan, tentulah mereka berharap agar
Ramadhan berlaku sepanjang tahun.”(HR. Ibnu Abi Dunya)

Dan diantara keutamaan Ramadha, adalah :

 Penghapus Dosa
Sabda Rasulullah saw., “Dari Ramadhan ke Ramadhan menutupi dosa-
dosa yang telah dilakukan diantaranya, selama ia menjauhi dosa-dosa
besar.”(HR. Muslim)
 Diturunkannya Al Qur`an
       
        
          
         
      
  
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu
hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu

172
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur.(QS. Al Baqarah : 185)
 Beberapa Keutamaan Lainya :
Sabda Rasulullah saw., “Telah diberikan kepada ummatku di bulan
Ramadhan lima hal yang belum pernah diberikan kepada seorang Nabi
sebelumku, yaitu :

a. Pada permulaan bulan Ramadhan Allah memandang kepada ummatku,


Barangsiapa Allah memandang kepadanya, niscaya tidak diadzab
selamanya
b. Bau mulut mereka di petang hari lebih wangi disisi Allah daripada bau
kasturi
c. Para malaikat memohonkan amapun untuk mereka di setiap hari dan
malam
d. Allah memerintahkan kepada jannah serta berkata kepadanya.
“Bersiapalah kamu dan berhiaslah kamu untuk hamba-hamba-Ku. Mereka
hamper beristirahat dari kekayaan dunia, menuju ke negeri-Ku dan
kemuliaan-Ku
e. Pada akhir bulan Ramadhan, Allah mengampuni semua dosa-dosa
mereka.”(HR. Ahmad, Al Bazzar, Baihaqi)

H. Orang-Orang Yang Diperboehkan Tidak Melaksanakan Puasa


Ramadhan

Beberapa orang yang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa, mereka itu
adalah :

1. Orang sakit, yang apabila ia berpuasa akan dapat membahayakan


kesehatannya (orang yang seperti ini wajib menqodho`nya di waktu yang
alain)
2. Orang yang menempuh perjalanan jauh (wajib mengqodho di waktu lain)
           
Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain… (QS. Al Baqarah : 184)

3. Wanita hamil atau menyusui, yang apabila berpuasa dapat


membahayakan kesehatan dirinya atau bayinya (wajib mengqodho`nya di
waktu lain)

Keterangan :

Untuk wanita hamil dan menyusui, maka hukum atasnya dalam hal shaum
Ramadhan ada beberapa hukum, yaitu :

a. Apabila dapat membahayakan kesehatan ibu & bayinya, atau dapat


membahayakan kesehatan ibunya saja, maka cukup atasnya membayar
fidyah
b. Jika hanya khawatir atas kesehatan bayinya, maka atasnya wajib untuk
membayar fidyah serta mengqodho` puasanya di waktu yang lain
c. Untuk mengetahui ahwal kesehatan yang bersangkutan harus
dikonsultasikan pada dokter-dokter muslim yang mengerti hukum-hukum

173
syari`at tentang shaum, sehingga seseorang tidak langsung begitu saja
memutuskan masalah ini menurut pendapatnya sendiri, jika kita mau jujur
dan mau menteladani generasi-generasi awwal maka kita akan malu pada
diri-diri kita, sebagai kejadian yang terjadi pada zaman Rasulullah saw.,
sebagaimana dikisahkan di bawah ini :

“ Kisah mengenai Rubayyi binti Muawwidz r.anhuma., ia meriwayatkan


bahwa ketika Rasulullah saw., mengumumkan, “Sekarang adalah hari
`Asyura, hendaklah kalian berpuasa.” Maka mulai sat itu kami selalu
berpuasa dan melatih anak-anak kami berpuasa. jika anak-anak kami
menangis kelaparan, kami akan menghiburnya dengan permainan agar
mereka diam hingga saat berbuka puasa tiba, itulah kebiasaan kami.” (HR.
Bukhari-Muslim)

‘’ Disebutkan juga dalam sebagian kitab-kitab hadits bahwa, ibu-ibu yang


sedang menyusuipun tidak menyusui anak-anaknya pada saat itu.
Keadaan mereka saat itu memang sangat kuat, beda dengan kita
sekarang ini yang sangat lemah, anak-anak kita pun tidak dapat menahan
lapar. Namun yang patut diperhatikan adalah seberapa jauh kita memiliki
kemampuan, maka sejauh itulah yang patut kita lakukan. Dan sangat
penting menyesuaikan diri dengan kemampuan, tetapi jika seseorang
memiliki kemampuan lalu tidak mengerjakannya, maka itu sungguh tidak
pantas.
4. Orang tua yang sudah sangat lemah dan sakit-sakitan yang tidak dapat
lagi diharapkan kesembuhannya (tidak wajib qodho` tetapi wajib
membayar fidyah)
      
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak
berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin.(QS.
Al Baqarah : 184)

Mafhum Hadits :

Rasulullah saw., bersabda : “Orang tua jompo diberi keringanan


untukuntuk memberi makan orang miskin setiap hari (pengganti untuk
membayar puasanya) dan tidak wajib qodho` atasnya.” (HR. Ad Daarul
Quthni).

Sabda lainya “Orang tua renta (yang tidak kuat lagi untuk berpuasa) yang
orang tahu jika lapar dan haus akan mati.” (HR. Dailami)

I. Hukuman Bagi Seseorang Yang Melakukan Hubungan Suami Istri Di


Siang Hari Ramadhan

Salah satu hal yang dapat membatalkan puasa adalah melakukan hubungan
suami-istri (bersetubuh) pada siang hari di Bulan Ramadhan. Apabila ada
seseorang yang tidak mampu mengendalikan dirinya sehingga melakukan hal
yang demikian, maka hukumannya adalah :

1. Ia wajib mengqodho` puasanya

174
2. Ia wajib membayar kifarat, yaitu dengan :

 membebaskan seorang budak, jika tidak mampu maka


 harus berpuasa selama 2 bulan berturut-turut, dan jika tidak mampu juga,
 maka ia harus memberi makan kepada 60 orang fakir miskin (tiap-tiap
orang sebanyak 1 mud atau sekitar 575 gram beras)

Shaum Qadha

Puasa Qadha, yaitu puasa yang wajib dikerjakan, untuk mengganti puasa di
bulan Ramadhan yang ditinggalkan karena alasan syar’i (disebabkan sakit
atau musafir, dll). Sebagaimana firman Allah swt, berikut:
            
       
      
“Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah
baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari
yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah ; 185).

Adapun cara mengqadha shaum Romadhan boleh dilakukan berturut-turut,


boleh juga dipisah-pisahkan sesuai dengan kemampuan masing-masing (HR.
Daruquthni).

Shaum Nazar

Yaitu puasa yang diwajibkan kepada seorang muslim disebabkan bernadzar,


misalnya ; jika lulus ujian, saya akan berpuasa selama 7 hari berturut-turut,
maka apabila berhasil wajiblah baginya berpuasa.
      
“Mereka menunaikan Nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata
di mana-mana.” (QS. Al Insan ; 7).

Nabi bersabda :

“Barang siapa yang bernadzar akan mentaati Allah, maka hendaklah ia


mentaatinya. Dan barang siapa bernadzar akan mengerjakan kemaksiatan
kepada Allah, maka janganlah dilakukan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Puasa Kifarat

Yaitu puasa yang dikerjakan akibat pelanggaran-pelanggaran tertentu, seperti


sumpah palsu, dll.
        
        
          
        
        
  

175
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak
dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu,
ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa
kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka
atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan
yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu
adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu
langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu
hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al Maidah ;
89).

2. Shaum (Puasa) Sunnah & Keutamaannya

Di samping puasa wajib , ada beberapa macam puasa sunnah yang


dikerjakan oleh setiap muslim/mah. Puasa sunnah adalah puasa yang apabila
dikerjakan akan mendapatkan pahala, jika tidak menjadi rugi (karena
kehilangan pahala). Puasa sunnah disebut juga Puasa Tathawwu. Banyak
sekali macam-macam puasa sunnah yang dilakukan oleh Rasulullah saw.,
dan memiliki banyak keutamaannya, di antaranya sbb :

 Keutamaan Puasa Daud dijauhkan wajahnya dari api neraka sejauh tujuh
puluh tahun perjalanan. Dan maksimal berpuasa adalah berpuasa sehari
dan berbuka sehari (Puasa Dawud). (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i).
 Disunnahkan Puasa Asyura dan Tasu’a yaitu berpuasa pada tanggal 10
dan 9 Muharram. (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i). * Di antara
keuntungannya ialah Allah akan menghapuskan dosa-dosanya pada tahun
lalu. (HR. Muslim).
 Sunnah Puasa Yaumul Bidh [tiga hari pada pertengahan bulan Hijriah].
(HR. Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah). * Di antara keuntungannya ialah akan
disamakan pahalanya seperti berpuasa setahun penuh. (Alquran – HR.
Ahmad, Tirmidzi).
 Sunnah Berpuasa enam hari pada bulan Syawal. (Muslim, Tirmidzi,
Nasa’i, Ibnu Majah). * Di antara keuntungannya ialah :

a. Disamakan pahala berpuasa selama setahun penuh. (HR.Jamaah).


b. Dihapuskan seluruh dosa-dosanya, seolah-olah baru dilahirkan
kembali. (HR. Thabrani).

 Puasa Pada Hari Arafah. Disunnahkan berpuasa pada hari Arafah bagi
yang sedang tidak berhaji. (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, Ibnu Majah).
Keuntungannya ialah Dihapuskan dosa-dosa dua tahun yang lalu dan
tahun-tahun yang akan datang. (HR. Muslim).

 Puasa Arafah dimakruhkan bagi orang yang sedang wukuf di Arafah.


(HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah).

 Puasa Senin Kamis. Disunnahkan berpuasa pada hari Senin dan Kamis.
(HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa’i). Keuntungannya ialah pada “hari Senin
Kamis manusia diperiksa amalnya. Nabi saw. senang jika diperiksa
amalnya dalam keadaan berpuasa. (HR. Tirmidzi).

176
 Puasa Pada Bulan Sya’ban. Sunnah berpuasa di pertengahan bulan
Sya’ban. (HR. Nasa’i, Baihaqi, Ibnu Majah). Rasulullah saw. selalu
berpuasa sebulan penuh pada bulan Sya’ban hingga bersambung ke bulan
Ramadhan. (HR. Imam yang Lima).
 Puasa Pada Bulan Dzulhijjah. Sunnah berpuasa sepuluh hari di awal
bulan Dzulhijjah, yaitu dari tanggal 1 sampai tanggal 9 Dzulhijjah. (HR.
Bukhari). Di antara keuntungannya ialah akan disamakan pahalanya
dengan puasa setahun penuh. (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi).

3. Puasa Yang Tidak Dibolehkan/Diharamkan

Puasa-puasa yang diharamkan atau tidak dibolehkan, di antaranya :

 Tidak boleh berpuasa sehari sebelum dan sesudah bulan Ramadhan,


kecuali bagi orang yang biasa melakukannya. (HR. Bukhari, Muslim,
Tirmidzi).
 Dilarang berpuasa wishal (yaitu berpuasa dua hari terus menerus tanpa
berbuka. (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad).
 Tidak boleh berpuasa setahun penuh. (HR. Bukhari, Muslim). * Walaupun
mampu, itu akan melemahkan badan, sehingga kewajiban-kewajiban lain
terbengkalai.
 Haram berpuasa pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. (HR. Bukhari,
Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah).
 Haram berpuasa pada hari Tasyriq, yaitu tanggal 11,12, 13 Dzulhijyah.
(HR. Muslim, Nasa’i, Tirmidzi).
 Jangan berpuasa pada hari Jum’at saja. Hendaknya diiringi sehari
sebelumnya (hari Kamis) atau sesudahnya (hari Sabtu). (HR. Bukhari,
Muslim).
 Makruh berpuasa pada hari yang diragukan (ragu antara akhir bulan
Sya’ban atau awal bulan Ramadhan). (HR. Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah).
 Pada bulan Rajab sepenuhnya, sabda Nabi saw., “Dilarang berpuasa
Rajab sepenuhnya.”(HR. Ibnu Majah, Thabrani)
 Pada hari Sabtu, sabda Nabi saw., “Dilarang berpuasa di hari Sabtu.”(HR.
Bukhari-Muslim). Kecuali puasa fardhu
 Hari Arafah di Arafah, “Dilarang berpuasa Arafah di Arafah.”(HR. Abu
Daud, Ibnu Majah)
4. Puasa Makruh

a. Puasa sunnah yang dikerjakan dengan susah payah (karena sakit,


diperjalanan, dll)
b. Puasa sunnah yang dikerjakan pada hari Jum’at saja atau hari Sabtu saja,
kecuali pada hari itu yang disunnahkan puasa atau dimulai satu hari
sebelumnya atau ditambah satu hari setelahnya.

J. Hikmah Puasa

1. Disiplin Rohaniah
Ibadah puasa merupakan ibadah rahasia bagi diri sendiri, hubungannya
hanya dengan Allah, ia puasa hanya karena Allah, merasa diawasi oleh
Allah, harapannya hanya dari dan kepada Allah. Ia tetap bersabar atas
hukum dan ketentuan Allah. Oleh karenanya orang yang puasa seperti itu
tidak akan membatalkannya, walaupun dalam keadaan sendirian dan ia

177
merasa mampu untuk berbuka, inilah puasa yang akan melatih
kedisiplinan rohaninya.

“Puasa adalah separuh dari kesabaran, dan sabar itu sebagian dari iman.”
(HR. Baihaqi).

2. Membentuk Akhlakul Karimah


Orang yang berpuasa dididik untuk berbuat yang baik dan mulia, karena
perbuatan buruk dan kemungkaran akan membatalkan puasa atau
pahalanya, sehingga orang yang berpuas dapat melengkapi akhlak dalam
kehidupannya sehari-hari kepada tingkat moral yang lebih baik, kepada
Allah maupun sesama.
3. Memiliki Nilai-nilai Sosial
Rasa haus dan lapar selama satu hari dengan menahannya karena Allah,
mendidik orang yang berpuasa untuk merasakan penderitaan orang lain,
sehingga niala-nilai sosial akan muncul terhadap orang lain, fakir, miskin,
dll, sehingga akan melahirkan persaudaran dan kesadaran kehidupan
bermasyarakat (sosial).
4. Jasmani Menjadi Sehat
Puasa menjadikan anggota tubuh sehat, karena memberikan kesempatan
untuk beristirahat dalam mengolah makanan yang berlebihan selama
sebelas bulan. Ahli Hikmah mengatakan: “Berpuasalah, karena dengan
berpuasa tubuh menjadi sehat.”
Menanamkan rasa kasih sayang terhadap fakir miskin
5. Mendidik manusia agar tidak terbelenggu oleh nafsu duniawi, dan nafsu
syahwat yang nantinya dapat menjerumuskan manusia ke dalam jurang
kehinaan
6. Mendidik manusia agar kuat mental dan jiwanya dalam menghadapi
cobaan dan penderitaan hidup
7. Melatih jiwa dalam menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan
8. Melatih jiwa dalam mengembankan amanat yang dipikulkan padanya
9. Menanamkan disiplin
10. Menghidupkan rasa syukur
11. Memperluas rasa kemanusiaan
12. Sarana latihan untuk meninggikan akhlak, dll.

K. Bagaimanakah Sebaiknya Kita Sempurnakan Dalam Bershaum

Kesempurnaan dalam puasa bukan hanya menahan diri dari makan, minum
serta bersetubuh saja atau hanya menjaga diri dari sesuatu yang
membatalkan puasa di siang hari tetapi juga mengandung maksud menahan
diri dari segala yang membatalkan pahala puasa atau segala sesuatu yang
tidak sesuai dengan hikmah dan tujuan puasa. Karena Rasulullah saw
bersabda dalam haditsnya :

,‫(رواه ابن ماجه‬. ‫ُر َّب َص اِئٍم َليَس َلُه ِمْن ِص َياِمِه ِاَآل اْلُج ْو ِع َو ُر َّب َقاِئٍم َلْيَس َلُه ِمْن ِقَياِمِه ِاَآلَس ْهُر‬
)‫النسائ وابن خزيمه‬

“Banyak orang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya


kecuali lapar dan banyak orang yang bangun malam, tetapi tidak
mendapatkan apa-apa dari bangunnya kecuali terjaga.”(HR. Ibnu Majah, An
Nasa-I dan Ibnu Khuzaimah)

178
)‫(رواه البخاري‬. ‫َك ْم ِمْن َص اِئٍم َلْيَس َلُه ِمْن ِص َياِمِه ِاآلْلُج ْو ِع َو اْلَع ْط َس‬

“ Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari
puasanya, kecuali lapar dan haus saja.” (HR. Bukhori)

“ Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan jeleknya,


maka Allah tidak akan menerima puasanya.” (HR. Bukhari)

Oleh karena itu, berpuasa yang baik adalah dengan kita tunaikan segala
adab-adab dalam bershaum, alim ulama mengarahkan kepada kita untuk
memelihara kesempurnaan ibadah shaum yang kita lakukan,minimal ada
enam hal yang harus kita perhatikan dalam bershaum, diantaranya, sbb :

1. Menjaga pandangan dari hal-hal yang tidak boleh dilihat,walaupun


memandang kepada istri sendiri jika dengan pandangan syahwat
2. Memelihara lisan. Yaitu, dari berbohong, gnibah,berbicara sia-sia,
memfitnah, bertengkar, maupun mengumpat. Rasulullah saw., bersabda :
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan “zuur.” Maka tiada hajat
bagi Allah atas mereka yang berpuasa.” (HR, Bukhari). Sabda lainnya :
“Puasa itu perisai selama tidak dirusaknya dengan dusta atau umpat,” (HR,
Thabrani)
“Zuur, adalah kata-kata yang berupa dusta, umpat, fitnah, rebut dan
seluruh perkataan yang tidak disukai Allah swt,
3. Menjaga telinga, yaitu menghindari pendengaran yang haram dan makruh
4. Menjaga perut, yaitu hendaknya tidak memenuhinya ketika berbuka dan
sahur dengan makanan, walaupun makanan halal. Firman Allah swt.
        
,         
“ Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki)
mesjid*, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan**.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
(QS. Al A`raaf : 31)
*Maksudnya Tiap-tiap akan mengerjakan shalat ataupun thawaf keliling
ka'bah atau ibadat-ibadat yang lain.** Maksudnya: janganlah melampaui
batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas
makanan yang dihalalkan.

5. Menjaga anggota badan lainnya dari perbuatan maksiat


6. Menjaga rasa takut dan harap. Setelah berpuasa hendaklah khawatir
apakah puasanya diterima atau tidak

Tingkatan Orang Yang Berpuasa

Tingkatan puasa, bagi orang-orang yang melaksanakannya, terbagi menjadi


tiga jenis tingkatan, yaitu :

1. Tingkatan Puasa Umum, yaitu puasa yang hanya menahan perut dari
makan, minum, dan menahan nafsu syahwat saja.
2. Tingkatan Puasa Khusus, yaitu selain menjaga hal-hal di atas, juga
menjaga pandangan, pendengaran, dan anggota badan lainnya dari hal-hal
yang dilarangan agama.

179
3. Tingkatan Puasa Istimewa, yaitu kedua hal-hal yang diatas dan menjaga
hati dari berpaling kepada selain Allah swt,.

Yang Dibolehkan Dalam Berpuasa

Hal-hal yang dibolehkan ketika sedang berpuasa, di antaranya :

 Suami istri boleh berciuman selama tidak menimbulkan birahi. (HR.


Bukhari, Muslim, Nasa’i, Ibnu Majah). * Namun dianjurkan agar
menghindari hal-hal yang dapat membangkitkan syahwat.
 Menurut madzhab Imam Syafi’i, orang yang berpuasa dibolehkan bersiwak
sampai waktu dzhuhur, dan makruh bersiwak setelah dzhuhur.
 Boleh menyiramkan air ke kepala karena panas. (HR. Ahmad, Abu
Dawud).
 Makan minum karena lupa tidak membatalkan puasa. (HR. Nasa’i).
 Boleh memakai celak mata. (HR. Ibnu Majah).

Yang Tidak Dibolehkan Dalam Berpuasa

Di antara hal-hal yang dilarang dilakukan ketika berpuasa, adalah :

 Haram bersetubuh pada siang hari ketika berpuasa. (HR. Jamaah)


 Makruh berbekam dan membekam orang lain ketika berpuasa. (HR.
Tirmidzi Ahmad, Ibnu Majah).
 Makruh berciuman bagi pasangan muda suami istri yang sedang
berpuasa. (HR. Ibnu Majah).

Kerugian Orang Yang Membatalkan puasa Ramadhan Tanpa Ada Udzur


Syar`i

Kerugian orang yang berbuka dengan sengaja (membatalkan puasa)


Ramadhannya dengan sengaja tanpa adanya rukhshoh syar`i, walaupun
sehari tidak akan dapat menggantikannya walaupun ia berpuasa sepanjang
hayat. Mafhum hadits Rasulullah saw., menyatakan sbb :

. ‫َم ْن َاْفَط َر َيْو ًم ا َر َم َض اَن ِمْن َغ ْيِر ُر ْخ َص ٍة َو َال َمَر ٍض َلْم َيْقِض ِه َص ْو ُم الَّدْه ِر ُك ِّل ِه َو ِإْن َص اَم ُه‬
)‫(رواه أحمد والترمذي وابو داود وابن ماجه‬

“Barang siapa yang berbuka walau hanya sehari pada bulan Ramadhan
tanpa ada rukhshah (kebolehan menurut syari`at) atau sakit, maka ia tidak
akan dapat menggantinya walaupun ia berpuasa hingga akhir hayatnya.”(HR.
Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud & Ibnu Majah)

180
ZAKAT, INFAQ & SHADAQAH (ZIS)

A. Pengertian Zakat

Zakat menurut lughat/bahasa mempunyai beberapa arti, diantaranya :

1. An-Nama (tumbuh dan berkembang), artinya bahwa harta yang


dikeluarkan zakat darinya, tidaklah akan berkurang, Justru akan tumbuh
dan berkembang lebih banyak. Faktanya sudah sangat banyak.
2. Ath-Thaharah (suci), artinya bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya, akan
menjadi bersih dan membersihkan jiwa yang memilikinya dari kotoran
hasad, dengki dan bakhil.

3. Ash-Sholahu (baik), artinya bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya, akan


menjadi baik dan zakat sendiri akan memperbaiki kwalitas harta tersebut
dan memperbaiki amal yang memilikinya.

181
Sedangkan menurut istilah zakat adalah sejumlah harta tertentu yang
pemiliknya diwajibkan untuk memberikannya kepada orang-orang yang
berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu juga

Awal dimulainya zakat :

1. Kalau menurut ahli Fiqih, tahun dimulainya zakat yaitu pada tahun ke 2
Hijriyah di bulan Sya' ban.
2. Kalau menurut ahli hadist, tahun dimulainya zakat yaitu pada tahun ke 2
Hijriyah di bulan Syawal.
3. Kalau zakat fitir (zakat fitrah), yakni 2 hari sebelum hari pada bulan
Romadlon tahun ke 2 Hijriyah.

B. Pengertian Infak

Infak dari akar kata : Nafaqa (Nun, Fa’, dan Qaf), yang mempunyai arti keluar.
Dari akar kata inilah muncul istilah Nifaq-Munafiq, yang mempunyai arti orang
yang keluar dari ajaran Islam.
Kata (infaq), yang huruf akhirnya mestinya “Qaf”, oleh orang Indonesia
dirubah menjadi huruf “ Kaf ”, sehingga menjadi (infak). Maka, Infaq juga
bisa diartikan mengeluarkan sesuatu (harta) untuk suatu kepentingan yang
baik, maupun kepentingan yang buruk. Ini sesuai dengan firman Allah yang
menyebutkan bahwa orang-orang kafirpun meng "infak" kan harta mereka
untuk menghalangi jalan Allah :
         
        
   
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk
menghalangi (orang) dari jalan Allah. mereka akan menafkahkan harta itu,
kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. dan ke
dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan” (Qs. Al Anfal :
36)

Sedangkan Infak secara istilah adalah : Mengeluarkan sebagian harta untuk


sesuatu kepentingan yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala,
seperti : menginfakkan harta untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Infak
sering digunakan oleh Al Qur'an dan Hadits untuk beberapa hal, diantaranya :

I. Untuk menunjukkan harta yang wajib dikeluarkan, yaitu zakat. Infak dalam
pengertian ini berarti zakat wajib.

II. Untuk menunjukkan harta yang wajib dikeluarkan selain zakat, seperti
kewajiban seorang suami memberikan nafkah untuk istri dan anak-
anaknya. Kata infak disini berubah menjadi nafkah atau nafaqah.

III. Untuk menunjukkan harta yang dianjurkan untuk dikeluarkan, tetapi tidak
sampai derajat wajib, seperti memberi uang untuk fakir miskin,
menyumbang untuk pembangunan masjid atau menolong orang yang
terkena musibah. Mengeluarkan harta untuk keperluan-keperluan di atas
disebut juga dengan infak.

Biasanya infak ini berkaitan dengan pemberian yang bersifat materi.

182
C. Pengertian Sedekah.

Sedangkan “Sedekah“ secara bahasa berasal dari akar kata (shodaqa) yang
terdiri dari tiga huruf (Shod- dal- qaf), yang berarti sesuatu yang benar atau
jujur. Kemudian orang Indonesia merubahnya menjadi Sedekah.Sedekah bisa
diartikan mengeluarkan harta di jalan Allah, sebagai bukti kejujuran atau
kebenaran iman seseorang. Maka Rasulullah menyebut sedekah sebagai
burhan (bukti), sebagaimana sabda Rasulullah saw., :

‫ َقاَل رسوُل اهلل صلى اهلل‬: ‫وعن أبي مالٍك الحارث بن عاصم األشعرِّي رضي اهلل عنه َقاَل‬
‫ َو ُس ْبَح اَن اهلل والَح مُدهلل َتمَأل نى‬، ‫ والَح مُد هلل َتْم ُأل الميَز اَن‬،‫ الُّط ُه وُر َش ْط ُر اِإليمان‬: ‫عليه وسلم‬
‫ْو َتْم ُأل َم اَبيَن الَّس موا ت واالرِض والَّص الُة نوٌر والصدقة برهان والصبر ضياء والقرأن حج**ة‬
)‫لك اوعليك كّنا لنا سيغد وقبائعن فسهف معتقها اوموبقها (رواه مسلم‬

Dari Abu Malik Al harits Bin Ashim Al As 'ariy ra.. ia berkata: Rasulullah saw
bersabda: "Bersuci adalah sebagian dari iman, membaca Al-hamdulillah
dapat memenuhi timbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah dapat memenuhi
semua yang ada diantara langit dan bumi, shalat adalah cahaya, sedekah itu
adalah bukti iman, sabar adalah pelita dan AlQuran untuk berhujjah
terhadap yang kamu sukai ataupun terhadap yang tidak kamu sukai. Semua
orang pada waktu pagi menjual dirinya, kemudian ada yang membebaskan
dirinya dan ada pula yang membinasakan dirinya.”(HR. Muslim).

Sedekah bisa diartikan juga dengan mengeluarkan harta yang tidak wajib di
jalan Allah. Tetapi kadang diartikan sebagai bantuan yang non materi, atau
ibadah-ibadah fisik non materi, seperti menolong orang lain dengan tenaga
dan pikirannya, mengajarkan ilmu, bertasbih, berdzikir, bahkan melakukan
hubungan suami istri, disebut juga sedekah. Ini sesuai dengan hadits :

‫ ُيَص ُّلوَن َك َم ا‬، ‫ َذ َهَب أهُل الُّد ُثور باُألُجوِر‬،‫ َي ا َر ُسوَل هللا‬: ‫عْن َأِبي َذ ارٍّ رضي هللا عنه أّن َ ناسًا قالوا‬
‫ َأَو َليَس َق ْد َج َع َل ُهللا َلُك ْم َم ا‬: ‫ َق اَل‬، ‫ َو َي َت َص َّد ُقوَن ِبُفُض وِل أْم َو اِلِه ْم‬،‫ َو َي ُصوُموَن َك َم ا َن ُص وُم‬،‫ُنَص ِّلي‬
، ‫ َو ُك ّلِ َت ْهِليَلٍة َص َد َق ًة‬، ‫ َو ُك ِّل َت حِميَد ٍة َص َد َق ًة‬، ‫َو ُك ِّل َت كبيَر ٍة َص َد َق ًة‬، ‫ إّن َ ِبُك ِّل َت ْس ِبيَح ٍة َص َد قًة‬: ‫َت َص َّد ُقوَن ِبِه‬
‫ أَي أِتي‬،‫ َي ا رسواَل ِهلل‬: ‫ وفيُبْض ِع َأَح ِد ُك ْم َص َد َق ٌة قالوا‬، ‫ َو َن هٌي َع ِن الُم ْن َك ِر َص َد َق ٌة‬، ‫َو أْمٌربالَم ْع ُروِف َص َد َق ٌة‬
‫ أَر أيُتْم َلْو َو َض َعَه ا في َح راٍم َأَك اَن َع َليِه ِو زٌر؟ فكَذ ِلَك‬: ‫َأَح ُد َن ا َش ْه َو َت ُه َو َي ُك وُن َلُه ِفيَه ا أْج ٌر؟ َق اَل‬
)‫ِإَذ اَو َض َعَه افي الَح الِل َك اَن َلُه َأْج ٌر (رواه مسلم‬

Dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu : Sesungguhnya sebagian dari para sahabat
berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Wahai Rasulullah, orang-
orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat
sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa,
dan mereka bershadaqah dengan kelebihan harta mereka”. Nabi bersabda :
“Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershadaqah?
Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shadaqah, tiap-tiap tahmid adalah
shadaqah, tiap-tiap tahlil adalah shadaqah, menyuruh kepada kebaikan
adalah shadaqah, mencegah kemungkaran adalah shadaqah dan
persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah
shadaqah“. Mereka bertanya : “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah
seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab“ Tahukah engkau jika
seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian

183
pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”.
(HR. Muslim)

 Kesimpulan

Zakat kalau disebut dalam al-Qur’an dan Hadist berarti zakat wajib yang
dikenal kaum muslimin sebagai rukun Islam ketiga. Sedangkan Infaq kadang
dipakai untuk menyebut infaq wajib (zakat), kadang dipakai untuk menyebut
infaq wajib selain zakat (nafkah keluarga). Kadang dipakai untuk menyebut
infaq yang tidak wajib. Begitu juga Sedekah, kadang berarti zakat wajib,
kadang untuk sesuatu yang tidak wajib. Wallahu A’lam.
      
       
          
“ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah
dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS.
At Taubah : 60)
* Yang berhak menerima zakat Ialah: 1. orang fakir: orang yang Amat sengsara hidupnya, tidak
mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak
cukup penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas
untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam
dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup
juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang
berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun
orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat,
walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan
Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup
juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang
yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
       
          
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan* dan mensucikan** mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui(QS. At Taubah : 103) .
* Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada
harta benda
** Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan
harta benda mereka.

D. PEMBAGIAN ZAKAT

a. Zakat Harta Kekayaan (Zakat Mal). Ialah zakat dari harta yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun harta kekayaan tersebut antara
lain :

a. Hewan ternak (An 'am) : yaitu kambing, sapi, kerbau dan unta.

Syarat wajib zakat An'am :

1. Sampainya Nishob (keterangan nishob ada di bawah).

184
2. Memelihara dan memiliki selama 1 tahun penuh (kurang dari satu jam,
tidak wajib mengeluarkan zakat).
3. Digembala / diangon / diberi makan di padang rumput umum (tidak
bertuan), maksudnya diberi makan yang tanpa mengeluarkan biaya.
4. Tidak dibuat tunggangan (dibuat mencari penghasilan).

 Nishob Hewan Ternak

 Kambing

1. 40-120 ekor kambing mengeluarkan ekor anak kambing berumur 1 tahun


(jantan / betina) kalau domba berumur 1 tahun / kambing kacang berumur
2 tahun.
2. 121-200 ekor kambing mengeluarkan 2 ekor anak kambing berumur 1
tahun (jantan / betina), kalau domba berumur 1 tahun / kambing kacang
berumur 2 tahun.
3. 201 - 299 ekor kambing mengeluarkan 3 ekor anak kambing berumur 1
tahun (jantan / betina) kalau domba berumur 1 tahun/kambing kacang
berumur 2 tahun.
4. 400 ekor kambing mengeluarkan 4 ekor anak kambing berumur 1 tahun
(jantan / betina) kalau domba berumur 1 tahun / kambing kacang berumur
2 tahun.
5. Selebihnya setiap 100 ekor kambing mengeluarkan 1 ekor anak kambing
berumur 1 tahun

 Sapi atau Kerbau (Banteng)

1. 30 ekor sapi mengeluarkan 1 ekor anak sapi yang berumur 1 tahun (jantan
/ betina).
2. 40 ekor sapi mengeluarkan 1 ekor anak sapi yang berumur 2 tahun
(betina).
3. 60 ekor sapi mengeluarkan 2 ekor anak sapi yang berumur 1 tahun
(jantan)
4. Selebihnya setiap 30 ekor sapi mengeluarkan 1 ekor sapi jantan yang
berumur 1 tahun.
5. Selebihnya setiap 40 ekor sapi mengeluarkan 1 ekor sapi betina yang
berumur 2 tahun.

Keterangan :

Mengeluarkan zakat harus sehat tanpa aib / penyakit (cacat, korengan, hilang
mata satu / penyakit mata, dan hilang tanduk satu dan juga hilangnya satu
testis / sangklir)

KHULTO (Join/bagi hasil) : dua orang/lebih, maka wajib mengeluarkan zakat


apabila semua setuju dan dengan adil dalam pengeluaran zakatnya.

 Unta

1. 5 ekor unta mengeluarkan 1 ekor kambing berumur 1 tahun atau


mengeluarkan 1 ekor kambing kacang yang berumur 2 tahun.

185
2. 10 ekor unta mengeluarkan 2 ekor kambing domba.
3. 15 ekor unta mengeluarkan 3 ekor kambing domba.
4. 20 ekor unta mengeluarkan 4 ekor kambing domba.
5. 25 ekor unta mengeluarkan 1 ekor anak unta yang berumur 1 tahun.
6. 36 ekor unta mengeluarkan 1 ekor anak unta yang berumur 2 tahun.
7. 46 ekor unta mengeluarkan 1 ekor anak unta yang berumur 3 tahun.
8. 61 ekor unta mengeluarkan 1 ekor anak unta yang berumur 4 tahun.
9. 76 ekor unta mengeluarkan 2 ekor anak unta yang berumur 2 tahun.
10. 91 ekor unta mengeluarkan 2 ekor anak unta yang berumur 3 tahun.
11. 121 ekor unta mengeluarkan 3 ekor anak unta yang berumur 2 tahun.
12. 130 ekor unta mengeluarkan 1 ekor anak unta yang berumur 3 tahun dan
1 ekor anak unta yang berumur 2 tahun.
13. Kelebihan dari 130 setelah itu setiap 40 ekor unta + mengeluarkan 1 ekor
anak unta yang berumur 2 tahun.
14. Setiap 50 ekor unta + mengeluarkan 1 ekor anak unta yang ber umur 3
tahun.

Keterangan : Dalam zakat unta yang dizakatkan adalah unta betina.

b. Perhiasan (Waqdan), yaitu berupa emas dan perak

Syarat wajib zakat waqdan yaitu :

1. Tidak berupa sesuatu perhiasan yang dipakai, seperti kalung, gelang,


cincin, anting-anting, gigi emas walaupun jumlahnya banyak dan dipakai
sebulan sekali.
2. Sampai nishob. Nishob emas yaitu 84 gram (mengeluarkan zakat 2.5 %)
Nishob perak yaitu 588 gram (mengeluarkan zakat 2.5 %)
3. Sampai ke khoul atau dimiliki selama 1 satu tahun penuh.

Keterangan :

 Perhiasan di atas yang tidak diperjual-belikan tidak wajib mengeluarkan


zakat.
 Kalau diperjual-belikan atau disewakan wajib mengeluarkan zakat.

c. Perdagangan (‘Urudud Tijaroh)

Makna dari berdagang yaitu suatu kegiatan yang menghasilkan keuntungan.


Syarat wajib zakat Perdagangan :

1. Berupa barang (berwujud).


2. Mempunyai niat untuk berdagang.
3. Niat berdagang bersamaan dengan memiliki barang dagangannya.
4. Memiliki barang dengan timbal balik (Modal).
5. Tidak memutuskan niat untuk berdagang (menukar barang dagangan
sebelum 1 satu tahun penuh).
6. Berjalan 1 tahun penuh dan dihitung sejak awal yang dimiliki.
7. Sampai ke nishob. Nishob dagangan yaitu seharga emas 84 gram atau
seharga perak 588 gram, maka wajib mengeluarkan zakat 2.5 %.

Keterangan :
186
Abdullah berdagang dimulai dari tanggal 1 Januari 2007 sampai tanggal 31
Desember 2007 (1 satu tahun penuh dengan tidak memutuskan niat atau
tidak berganti dagangan) maka jumlah barang dan uang yang ada pada
tanggal 31 Desember 2007 dijumlah dan dikurskan dengan harga emas atau
perak, apabila masuk nishob maka wajib mengeluarkan zakat 2.5 %.

d. Tanaman (Muasarot)

Jenis tanaman dibagi 2 dua yaitu :

1. Biji-bijian yaitu beras, sagu, gandum.


2. Buah-buahan yaitu anggur dan kurma.

Syarat wajib zakat yaitu : Telah sampai nishob, dan nishobnya yaitu 825 kg
hasil panen.

Keterangan :

1. Kalau tanaman tersebut disirami dengan mengeluarkan uang, maka


zakatnya 5%.
2. Kalau disirami tanpa mengeluarkan uang, maka zakatnya 10%.
3. Kalau ½ pengeluaran uang atau ½ tidak mengeluarkan uang, maka
zakatnya 7,5%.

e. Harta temuan/harta karun (Rikaz)

Yaitu harta yang terpendam di dalam tanah (harta karun). Syarat wajib zakat
yaitu :

1. Terdiri dari emas dan perak.


2. Di tempat yang tidak dimiliki oleh seseorang (tak bertuan) dan bukan pada
zaman Islam.
3. Sampai ke nishobnya yaitu nishob emas atau perak. Nishobnya yaitu 5 %.

Keterangan :

Dimaksud zaman Islam adalah terdapat label yang tertera 559 M atau
sebelumnya, maka masuk harta jahiliyah, maka wajib mengeluarkan zakat
5%, tetapi setelah 559 M dan tertera bahasa Arab maka wajib mengeluarkan
zakat 20 %, diberikan untuk fakir miskin, muslimin yang ada ditempat
tersebut, atau yang lainnya akan tetapi kalau tidak tertera bahasa Arab
mengeluarkan zakat 5% dan apabila tidak ada label tahun maka
mengeluarkan zakat 5 %.

f. Hasil tambang (Ma`dan)

Yaitu hasil tambang yang di keluarkan dari tanah umum (emas, perak). Syarat
wajib zakat Ma'dan yaitu :

187
1. Berupa emas dan perak, maka selain itu tidak wajib dizakati.
2. Sampai ke nishob emas dan perak.
Wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 2.5%.

g. Zakat Fitrah

Zakat Fitrah Adalah Zakat yang diwajibkan kepada setiap muslim sebagai
santunan kepada orang-orang miskin, tanda berakhirnya bulan Ramadlan
sebagai pembersih dari hal-hal yang mengotori puasa. Kewajiban membayar
zakat fitrah bersamaan dengan disyariatkan puasa Ramadhan, yaitu pada
tahun kedua Hijriyah. Kewajiban membayar zakat fitrah dibebankan kepada
setiap muslim dan muslimah, baligh atau belum, kaya atau tidak, dengan
ketentuan bahwa dia masih hidup pada malam hari raya dan memiliki
kelebihan dari kebutuhan pokoknya untuk sehari. Zakat fitrah ini dibayarkan
maksimal sebelum shalat idul fitri.Waktu-waktu pembayaran zakat fitrah
terbagi atas :

 Waktu Fadhilah (utama), yaitu setelah adzan subuh hari raya sampai
sebelum, sholat 'ied, kalau tidak bisa maka malam harinya.
 Waktu Jawaz (diperbolehkan), yaitu dari awal Romadlon.
 Waktu Karohah (dimakruhkan), yaitu setelah sholat Iedul Fitri sampai
terbenam matahari.
 Waktu Tahrim (Haram), yaitu setelah terbenam matahari di hari raya,
maka tidak dinamakan zakat Fitrah tetapi sodakoh.

Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau
gandum atas orang muslim baik budak dan orang biasa, laki-laki dan wanita,
anak-anak dan orang dewasa, Beliau memerintahkan membayar zakat fitrah
sebelum berangkat (ke masjid) untuk shalat idul fitri. (HR Bukhari - Muslim)

Syarat wajib zakat :

1. Islam: maka orang kafir dan murtad tidak wajib zakat


2. Khuriyah : merdeka / bukan budak (pesuruh yang tidak dibayar dan dimiliki
selamanya, didapatkan dalam peperangan orang Islam melawan orang
kafir).
3. Harta yang dimiliki : kalau harta orang lain tidak wajib di zakati.
4. Harta yang dimiliki dengan utuh (sempurna).
5. Yakin dalam memiliki zakat : wakaf janin atau harta warisan tidak wajib di
keluarkan.

Kaifiyat Wajib zakat (tata cara mengeluarkan zakat fitrah)

Yang mengeluarkan Zakat yaitu :

1. Islam
2. Niat, supaya membedakan antara zakat wajib dan shodaqoh.
Caranya : Sambil memegang beras zakat fitrah atau boleh tidak
memegang beras dan mengucap ini zakat fitrahku.
3. Yang memiliki pangan dari hari raya sampai malamnya.
4. Besar atau kecil laki-laki atau perempuan.

188
Yang ditanggung zakat fitrah yaitu :

1. Bagi orang tua, yaitu anaknya yang belum mampu.


2. Bagi suami, yaitu istri.
3. Kalau dari 2 dua orang yang diatas mempunyai pembantu, maka wajib
ditanggung kalau semua yang ada di atas mampu, kalau tidak maka tidak
wajib.

Penerima Zakat Fitrah

Ada 8 golongan yang berhak menerima zakat fitrah dan zakat harta, yaitu
sesui dengan firman Allah SWT :
      
       
          
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah
dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.
At Taubah : 60)

Delapan golongan yang berhak menerima zakat sesuai ayat diatas adalah :

1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta
dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam
keadaan kekurangan .
3. Amil/Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan
membagikan zakat. (kalau tidak dibayar atau tidak mengharap bayaran
atau ikhlas).
4. Mu’allaf: orang kafir yang ada harapan masuk islam yang imannya masih
lemah.
5. Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang
ditawan oleh orang-orang kafir.
6. Orang berhutang : orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang
bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang
berhutang untuk memelihara persatuan umat islam dibayar hutangnya itu
dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7. Orang yang berjuang dijalan Allah (sabilillah) : yaitu untuk keperluan
pertahanan islam dan kaum muslimin. Diantara mufasirin ada yang
berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingn
umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, da`wah, dan lain-lain.
8. Ibnu Sabil/Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat
mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya. (termasuk orang yang
berdakwah ke luar kota yang kehabisan bekal walaupun pada dasarnya
dia kaya)

Besarnya zakat fitrah adalah 1 sha’ yaitu 2176 gram atau 2,2 kg beras atau
makanan pokok. Dalam prakteknya jumlah ini digenapkan menjadi 2,5 kg,

189
karena untuk kehati-hatian . Hal ini di anggap baik oleh para ulama. atau
dikeluarkan sebanyak 3 Kg, (kenapa 3 kg? karena wajib zakat fitrah yaitu 4
Amdad nabawi, 1 Mud Nabawi ukurannya belum ada yang bisa memastikan
(1 satu mud yaitu 2 telapak tangan digabungkan jadi satu) dan Ulama' belum
bisa memastikan, maka Al Imam Al Habib Zein bin Smit mengambil 3 kg untuk
menjaga kekurangannya dan sesuatu yang lebih itu lebih afdhol. (Jika
ditimbang kurang lebih 2,75 kg dan ada yang menjumlah 2,80 kg). Zakat
Fitrah harus berupa beras (kalau zakat Mal boleh berupa uang).

Keterangan :

Dalam pembagian boleh rata atau dibagikan menurut kebutuhan orang di


sekelilingnya. Bagi seorang yang mewakili, maka dia tidak boleh diwakilkan
kepada orang lain lagi. Muktamat Madzhab Syafi'i.
Contoh:

Si A mengeluarkan zakat dan kemudian diwakilkan si B, dan si B tidak boleh


diwakilkan kepada orang lain dan si B harus menyebutkan bahwa ini Zakat si
A

1. Menurut madzhab Hanafi, diperbolehkan mengeluarkan zakat fitrah


dengan uang, jika dianggap lebih bermanfaat bagi mustahik. Waktu
mengeluarkan zakat fitrah adalah sejak awal bulan Ramadlan hingga
sebelum shalat ‘idul fitri. Jika mengeluarkan zakat fitrah setelah shalat ‘idul
fitri maka dianggap sedekah sunnah. Rasulullah SAW bersabda,
"Barangsiapa mengeluarkan (zakat fitrah ) sebelum shalat (‘idul fitri)
maka zakatnya sah. Baransiapa mengeluarkan setelah shalat maka
dianggap sedekah sunah.” (HR. ibnu Majah)
2. Zakat fitrah boleh dikeluarkan langsung kepada mustahik atau dibayarkan
melalui amil zakat.
3. Amil zakat boleh membagikan zakat kepada mustahik setelah shalat ‘idul
fitri.
4. Jika terjadi perbedaan Hari Raya, maka amil zakat fitrah yang berhari raya
terlebih dahulu tidak boleh menerima zakat fitrah setelah mereka
mengerjakan shalat ‘idul fitri.
5. Amil zakat fitrah hendaknya mendoakan kepada orang yang membayar
zakat, agar ibadahnya selama bulan Ramadlan diterima dan mendapat
pahala. Do’a yang sering dibaca oleh yang menerima zakat, diantaranya :
‫آَج َر َك ُهللا ِفْي َم ا َأْع َط ْيَت َو َب اَر َك ِفْي َم ا َأْب َقْيَت َو َج َع َلُه َلَك َط ِه ْو ًر ا‬
“ Semoga Alla SWT memberi pahala kepadamu atas apa saja yang telah
kamu berikan, mudah-mudahan Allah memberi berkah kepadamu atas
semua yang masih ada padamu dan mudah-mudahan Allah menjadikan
kesucian bagimu.”

Menunaikan Zakat Fitrah Menggunakan Uang

Ada khilafiyah di kalangan fuqaha dalam masalah penunaian zakat fitrah


dengan uang.

Pertama, pendapat yang membolehkan. Ini adalah pendapat sebagian ulama


seperti Imam Abu Hanifah, Imam Tsauri, Imam Bukhari, dan Imam Ibnu
Taimiyah. (As-Sarakhsi, al-Mabsuth, III/107; Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-

190
Fatawa, XXV/83).Dalil mereka antara lain firman Allah SWT ,”Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka.” (QS at-Taubah [9] : 103).

Menurut mereka, ayat ini menunjukkan zakat asalnya diambil dari harta (mal),
yaitu apa yang dimiliki berupa emas dan perak (termasuk uang). Jadi ayat ini
membolehkan membayar zakat fitrah dalam bentuk uang. (Rabi’ Ahmad
Sayyid, Tadzkir al-Anam bi Wujub Ikhraj Zakat al-Fithr Tha’am, hal. 4).

Mereka juga berhujjah dengan sabda Nabi SAW,”Cukupilah mereka (kaum


fakir dan miskin) dari meminta-minta pada hari seperti ini (Idul Fitri).” (HR
Daruquthni dan Baihaqi).

Menurut mereka, memberi kecukupan (ighna`) kepada fakir dan miskin dalam
zakat fitrah dapat terwujud dengan memberikan uang. (Abdullah Al-Ghafili,
Hukm Ikhraj al-Qimah fi Zakat al-Fithr, hal. 3).

Kedua, pendapat yang tidak membolehkan dan mewajibkan zakat fitrah dalam
bentuk bahan makanan pokok (ghalib quut al-balad). Ini adalah pendapat
jumhur ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. (Al-Mudawwanah al-
Kubra, I/392; Al-Majmu’, VI/112; Al-Mughni, IV/295)

Karena ada dua pendapat yang berbeda, maka kita harus bijak dalam
menyikapinya. Ulama sekaliber Imam Syafi’i, mujtahid yang sangat andal saja
berkomentar tentang pendapatnya dengan mengatakan, ”Bisa jadi
pendapatku benar, tapi bukan tak mungkin di dalamnya mengandung
kekeliruan. Bisa jadi pendapat orang lain salah, tapi bukan tak mungkin di
dalamnya juga mengandung kebenaran.”

Dalam masalah ini, sebagai orang awam (kebanyakan), kita boleh bertaqlid
(mengikuti salah satu madzhab yang menjadi panutan dan diterima oleh
umat). Allah swt., tidak membebani kita di luar batas kemampuan yang kita
miliki.
      
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya…” (QS. Al-Baqarah : 286).

Sesungguhnya masalah membayar zakat fitrah dengan uang sudah menjadi


perbincangan para ulama salaf, bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja. Imam
Abu Hanifah, Hasan Al-Bisri, Sufyan Ats-Tsauri, bahkan Umar bin Abdul Aziz
sudah membincangkannya, mereka termasuk orang-orang yang
menyetujuinya. Ulama Hadits seperti Bukhari ikut pula menyetujuinya, dengan
dalil dan argumentasi yang logis serta dapat diterima.

Menurut kami, membayar zakat fitrah dengan uang itu boleh, bahkan dalam
keadaan tertentu lebih utama. Bisa jadi pada saat Idul Fitri jumlah makanan
(beras) yang dimiliki para fakir miskin jumlahnya berlebihan. Karena itu,
mereka menjualnya untuk kepentingan yang lain. Dengan membayarkan
menggunakan uang, mereka tidak perlu repot-repot menjualnya kembali yang
justru nilainya menjadi lebih rendah. Dan dengan uang itu pula, mereka dapat
membelanjakannya sebagian untuk makanan, selebihnya untuk pakaian dan
keperluan lainnya. Wallahu a’lam bish-shawab.

191
Macam-Macam Zakat Lainnya

1. Zakat Profesi

Zakat Profesi adalah zakat atas penghasilan yang diperoleh dari


pengembangan potensi diri yang dilakukan atas pekerjaan yang dimiliki oleh
seorang muzakki, baik sebagai pegawai, pekerja mandiri atau pengusaha dan
pemilik modal, dengan cara yang sesuai syariat.

 Landasan Hukum Zakat Profesi

Firman Allah SWT:


        
         
          
 
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian hasil usaha kamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk
kamu” (QS. Al Baqarah : 267)
Hadist Nabi SAW :

“ Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu”.
(HR. Al Bazzar dan Baihaqi)

 Perhitungan Nishabnya

Nishab adalah batas minimal harta yang dimiliki sehingga wajib dikeluarkan
zakatnya. Nishab zakat profesi/ penghasilan adalah diqiyaskan dengan nishab
zakat hasil pertanian yakni sebesar 5 wasaq atau 653 kg berupa gabah atau
setara 520 kg berupa beras. Jika harga beras yang biasa dimakan, misalnya
(yang paling murah) seharga Rp.6.500/kg, maka nishab zakat profesi adalah
520kg x Rp.6.500 setara dengan Rp.3.380.000,-

Rasulullah SAW bersabda: “Hasil tanaman yang kurang dari lima wasaq tidak
wajib zakat” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi)

 Waktu Mengeluarkan Zakatnya

Penghasilan profesi yang telah mencapai nishab, zakatnya wajib dikeluarkan


pada setiap kali menerimanya, disandarkan/ diqiyaskan dengan waktu
pengeluaran zakat hasil pertanian yakni setiap kali panen.
Firman Allah swt., :
    
“Dan tunaikanlah haknya (zakatnya) di hari memetik hasilnya (panennya)”.
(QS. Al An’am : 141)

 Kadar Zakat Yang Dikeluarkannya


Karena penghasilan atau pendapatan profesi lazimnya diterima dalam bentuk
uang, maka dalam menentukan kadar zakatnya diqiyaskan kepada kadar
zakat emas dan perak, yakni 2,5 %. Dijelaskan dalam hadist Nabi SAW,

192
“Bila engkau memiliki 20 dinar (emas) dan sudah mencapai satu tahun, maka
zakat yang wajib dikeluarkan adalah setengah dinar (2,5%)”. (HR. ahmad,
Abu Daud dan al-Baihaqi).
Rasulullah SAW bersabda:
“berikanlah zakat perak dari 40 dirham dikeluarkan satu dirham., Tidak ada
zakat pada 190 dirham (perak), dan jika telah mencapai 200 dirham maka
dikeluarkan lima dirham”. (HR. Ashabus Sunan)

 Cara Menghitung Zakatnya

Terdapat 2 (dua) cara dalam menghitung zakat profesi, yaitu :

1. Langsung dari Pendapatan Kotor. Zakat dihitung 2,5 % dari penghasilan


kotor secara langsung pada saat menerima. Artinya hartanya dibersihkan
terlebih dahulu dengan mengeluarkan zakatnya sebelum digunakan untuk
kebutuhan lainnya. Contoh perhitungan : Ahmad adalah seorang karyawan
swasta dengan gaji/ pendapatan Rp. Rp. 3.750.000/ bulan. Gaji tersebut
melebihi nishab yang telah ditetapkan di awal yaitu Rp.3.380.000,-.
Dengan demikian, maka Ahmad wajib membayar zakat sebesar Rp. 2,5 %
x Rp.3.750.000,- = Rp.93.750,- dan dibayarkan pada saat menerimanya.
2. Dari Pendapatan Bersih Setelah dipotong Kebutuhan Pokok. Zakat
dihitung 2,5 % dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Contoh
perhitungan : Ahmad adalah seorang karyawan swasta. Ia memiliki
seorang istri dan 2 orang anak. Penghasilannya per bulan sebesar
Rp.4.750.000,-. Pengeluaran untuk kebutuhan pokok rutin setiap bulan
(makan, hutang, biaya pendidikan, dll) Rp. 3.250.000,- maka ia wajib
membayar zakat sebesar: Rp. 2,5 % x (4.750.000 – 3.250.000) =
Rp.37.500,- dan dibayarkan pada saat menerimanya

2. Zakat Harta Simpana (Tabungan & Deposito)

Harta simpanan berupa uang, baik dalam bentuk tabungan, deposito, emas,
perak, perhiasan yang berharga dan lain-lain, dikenakan kewajiban zakat
maal (zakat harta).

Landasan Hukumnya adalah firman Allah swt., :


        
   
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (QS. At Taubah : 34)
Hadist Nabi SAW :

“Tiadalah bagi pemilik harta simpanan yang tidak menunaikan zakatnya,


kecuali dibakar di dalam neraka jahannam ”.(HR.Muslim)

 Syarat Wajib Zakat Uang Simpanan

Zakat maal wajib dikeluarkan apabila memenuhi 2 syarat : Pertama, telah


mencapai nishabnya (yakni setara dengan 85 gram emas) , Kedua, telah
dimiliki penuh selama masa satu tahun (haul).

193
Hadist Nabi SAW :

“Tidak ada kewajiban zakat atas harta sehingga telah berlalu satu tahun.”
(HR. Abu Daud).
Apabila harga emas saat ini adalah Rp.400.000,- per gram, maka nishab uang
simpanan adalah 85 gram x Rp.400.000,- = Rp.34.000.000,- Artinya jika
jumlah harta simpanan yang dimiliki sama dengan atau lebih dari Rp.34 Juta
selama satu tahun, maka wajib dikeluarkan zakatnya.
 Cara Menghitung Zakat Uang Simpanan
Tabungan Uang Simpanan di Bank Syariah
Contoh : Pak Jamal mempunyai Deposito di Bank Syariah Mandiri dengan
setoran awal tanggal 20 Ramadhan 1432 H sebesar Rp.75.000.000,- dengan
jumlah bagi hasil Rp.3.850.000 setahun. Maka zakatnya wajib dikeluarkan
pada tanggal 19 Ramadhan 1433 H, jika deposito tersebut melebihi nishab
yaitu sebesar Rp.34.000.000,-. Dengan demikian, zakat yang harus
dikeluarkan Pak Sabar sebesar : Rp.75.000.000 (pokok) + Rp.3.850.000 (bagi
hasil) = Rp.78.850.000,-x 2,5% = Rp.1.971.250.

Catatan :

Jika bagi hasil yang ada di tabungan BSM selama ini sudah melalui
pemotongan zakat, maka zakat yang harus dikeluarkan adalah dari pokoknya
saja.

Tabungan Uang Simpanan di Bank Konvesional

Jika masih memiliki tabungan di Bank Konvensional, menurut pendapat


sebagian besar ulama, zakat yang dihitung harus dikeluarkan terlebih dahulu
bunga banknya. Karena bunga bank adalah termasuk yang dikategorikan
sesuatu yang diharamkan, maka bunga bank tidak terkena wajib zakat
meskipun bunga bank yang terkumpul mencapai satu nishab (demikian
pendapat para ulama). Maka harta dari bunga bank tersebut tetap dianjurkan
untuk disalurkan bagi pembangunan fasilitas umum dan kegiatan sosial
lainnya (non konsumsi), namun tidak dapat dianggap sebagai sedekah oleh
Allah swt.

Contoh :

Pak Faishal memiliki tabungan di Bank Konvensional Rp.65.000.000, dengan


bunga Rp.3.150.000,- setahun, sehingga saldo tabungannya sebesar
Rp.68.150.000,- Maka zakat yang harus dikeluarkannya adalah : saldo akhir –
bunga = Rp.65.000.000,-x 2,5%= Rp.1.625.000,-

Firman Allah SWT :


         
      
         
   

194
(“Bersedekahlah) bagi orang-orang fakir yang terikat pada jalan Allah, mereka
tidak dapat berusaha dibumi mencari penghidupan. Orang yang tidak tahu,
mengira mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Engkau
dapat mengetahui dengan tanda-tanda mereka, tidak meminta kepada orang
secara mendesak. Dan apa-apa yang kamu nafkahkan dari harta maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui” ( QS. Al Baqarah : 273)

3. Beberapa Keutamaan Berzakat Dan Shadaqah

Ada beberapa keutamaan yang Allah berikan kepada orang-orang yang


menunaikan zakat, di antaranya :

1. Tertunaikan kewajiban atas harta

Sabda Nabi saw., “Jika kamu telah menunaikan zakat, maka sudah
tertunaikan kewajibanmu (atas hartamu).” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud)

2. Menyucikan harta dan diri

Sabda Nabi saw., “Tunaikanlah zakat wajib, sesungguhnya zakat itu


berfungsi sebagai pencuci yang akan menyucikanmu.”(HR. Baihaqi)

3. Sempurna Iman dan shalat

Sabda Nabi saw., “ Allah tidak menerima iman dan shalat, kecuali dengan
zakat.” (HR. Dailami)

4. Zakat sebagai benteng

Sabda Nabi saw., “Bentengilah harta kalian dengan zakat.” (HR. Abu Daud
dan Thabrani)

5. Penolak bencana

Sabda Nabi saw., “Jika kalian telah tunaikan zakat harta kalian, berarti
kalian telah singkirkan bahayanya.” (HR. Hakim dan Ibnu Khuzaimah)

6. Dijauhkan dari murka Allah swt,.


7. Selamat dari kutukan
8. Rezekinya diberkahi
9. Memperbanyak harta
10. Terselamat dari neraka
11. Dapat menyenangkan hati orang miskin
12. Mendapatkan naungan Allah swt.
13. Mengurangi beban hisab
14. Memberatkan timbangan amal shalih

195
15. Memudahkan melintasi shirath
16. Meningkatkan derajat di dalam jannah, dll.

4. Bahayanya Tidak Menunaikan Zakat

Ada beberapa ancaman bahaya yang ditimpakan bagi orang yang enggan
menunaikan zakat, di antaranya :

1. Tanda Orang Munafik

Sabda Rasulullah saw., : “Terhadap shalat mereka menerima, terhadap


zakat mereka menolak. Mereka itulah orang-orang Munafik. “(HR. Al
Bazzar)

2. Hartanya akan berubah menjadi seekor ular


Sabda Rasulullah saw., : “Barang siapa diberi harta oleh Allah swt., dan ia
tidak menunaikan zakatnya, maka hartanya akan menjadi seekor ular yang
berambut rontok baginya.” (HR. Bukhari)

3. Tidak diturunkan hujan

Sabda Rasulullah saw., : “Tidaklah suatu kaum yang enggan berzakat


kecuali akan dihentikan curahan hujan dari langit bagi mereka.
Seandainya bukan karena binatang pasti tidak akan turun hujan.”(HR.
Thabrani)

4. Mendatangkan kecelakaan yang besar

Sabda Rasulullah saw., : “Tidaklah bercampur harta dengan harta zakat,


kecuali pasti akan membinasakan pemiliknya.”(HR. Ibnu Adi)

Sabda Rasulullah saw.,lainya : “Tiada seorangpun yang memiliki emas


atau perak yang tidak ditunaikan zakatnya, melainkan pada hari kiamat
akan dibentuk berupa lempengan-lempengan dan dibakar dalam api
neraka, kemudian disetrikakan ke pinggang, dahi, dan punggungnya.
Setiap sudah menjadi dingin, diulang lagi siksaan demikian itu dalam
masa sehari yang sama lamanya dengan 50.000,- tahun, sampai selesai
semua putusan semua hamba, baru ditunjukkan jalannya ke surge atau
neraka.

5. Waktu Yang Paling Utama Untuk Bershadaqah

Rasulullah saw., bersabda :

“ Hendaklah kalian bershadaqah ketika kalian dalam keadaan sehat, kikir,


takut miskin, dan sedang mengharapkan kaya. Janganlah kalian menunda-
nunda, sehingga nyawa sudah sampai di tenggorokan, kalian baru berkata :
“si fulan mendapat sekian, dan si fulan mendapat sekian.” Padahal harta itu
memang sudah bakal menjadi si fulan.” (HR. Bukhari-Muslim)

Bagaimanakah Sebaiknya Melaksanakan Zakat ?

196
Dalam melasanakan pembayaran zakat hendaklah juga menunaikan adab-
adabnya, di antara adab-adab yang harus ditunaikan adalah sebagai berikut :

1. Memahami maksud zakat yang sebenarnya


2. Menjaga penyakit-penyakit rohani yang dapat timbul dari zakat
3. Tidak merusak zakatnya dengan menyebut-nyebut dan menyakiti hati
penerima zakat
4. Berterima kasihlah kepada penerima zakat karena telah berhasil
menyelamatkannya dari harta yang bukan haknya
5. Menganggap remeh terhadap perbuatannya dalam mengeluarkan zakat,
dengan maksud untuk lebih bertakwa kepada Allah swt., seorang hamba
patut menganggap segala amalnya itu tidak berharga disisi Allah.
Sehingga akan terus selalu berusaha untuk lebih menyempurnakan
amalannya.
6. Memilih hartanya yang paling halal, paling baik, dan paling dicintainya,
sesuai dengan ayat yang Allah firmankan :
       
         
        
    
“ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-
buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak
mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al
Baqarah : 267).

7. Mendatangi dan menyeleksi sendiri orang-orang yang akan menerima


zakatnya
8. Sertakan juga penunaian zakat yang wajib dengan shodaqah sunnah

7. Prioritas Dari 8 Golongan Yang Berhak Menerima Zakat

Orang yang terbaik untuk menerima zakat dari 8 golongan ashnaf zakat yang
mesti diprioritaskan adalah :

1. Muttaqien Yang Sibuk Dalam Keshalihan

Zakat yang diberikan dapat menambah ketakwaannya. Dan yang berzakat


akan mendapatkan pahala keshalihannya.

2. Orang Yang Sibuk Dalam Ilmu Agama

Membantu tegaknya agama, dan pahalanya dapat mengalir kepada


pemberi

3. Orang Yang Tidak Terpengaruh Dengan Kebesaran Makhluk


4. Orang Yang Menutupi Kefakirannya. Orang yang terlihat berkecukupan,
padahal sangat memerlukan bantuan. Namun tidak pernah mengeluh atas
keadaannya. Orang seperti ini diberitakan Allah dalam firman-Nya :

197
        
       
         
    
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan
Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu
menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta.
kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta
kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.
(QS. Al Baqarah : 273)

5. Orang Yang Terdesak Keperluannya. Seperti kepada orang yang sakit,


terlilit utang, atau kepada orang yang terkena musibah
6. Memiliki Hubungan Kekerabata (Sanak Famili). Kepada mereka yang
memberikan zakat, maupun shadaqahnya kepada mustahik seperti ini
akan mempunyai dua pahala, yaitu pahala zakat/shadaqah dan pahala
silaturrahmi

8. Sikap Yang Sebaiknya Ada Bagi Penerima Zakat/Shadaqah

Kalau kepada pemberi zakat ada adab-adab dalam mengeluarkan zakat,


maka demikian pula kepada yang berhak menerima zakatpun ada beberapa
kewajiban atas mereka, di antaranya :

1. Menyakini bahwa semua yang didapatkan tersebut dari Allah swt., dan
wajiblah bersyukur kepada-Nya.

Sabda Nabi saw., “ Barang siapa diberi kenikmatan hendaklah bersyukur.”


(HR. Baihaqi). Sehingga sangatlah patut baginya untuk menambah
ketaatannya kepada Allah swt,.

2. Berterima kasih kepada si pemberi dan mendoakannya

Sabda Nabi saw., “ Barang siapa yang suka tidak berterima kasih kepada
manusia, hakikatnya ia tidak berterima kasih kepada Allah.”
Sabda lainnya. “ Siapa yang berbuat kebaikan kepada kalian, maka
balaslah kebaikan itu. Jika kalian tidak mampu maka doakanlah orang
tersebut, sehingga kalian mengetahui bahwa kalian telah dapat
membalasnya.”

3. Wajib berani menolaknya, jika mengetahui harta yang dikeluarkan itu tidak
halal
4. Tanamkan sifat rasa cukup dan mengambilnya hanya sekedar
keperluannya saja
5. Mendoakannya dengan mengucapkan “ Jazaakallaahu Khair.”

198
IBADAH PRAKTIS (HAJI & UMRAH)

I. Latar Belakang Ibadah Haji

Orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji ini yang
mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan
disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih tetap ada,
seperti thawaf, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja pelaksanaannya
banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang sebenarnya. Untuk itu,
Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang salah dan tetap menjalankan
apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syara' (syariat), sebagaimana
yang diatur dalam al-Qur'an dan sunnah rasul.

Ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh
nabi-nabi dalam agama Islam, terutama Nabi Ibrahim as., (nabinya agama
Tauhid). Ritual thawaf didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan
oleh umat-umat sebelum nabi Ibarahim. Ritual sa'i, yakni berlari antara bukit
Shafa dan Marwah (daerah agak tinggi di sekitar Ka'bah yang sudah menjadi
satu kesatuan Masjid Al Haram, Makkah), juga didasarkan untuk mengenang
ritual istri kedua nabi Ibrahim ketika mencari susu untuk anaknya nabi Ismail.
Sementara wukuf di Arafah adalah ritual untuk mengenang tempat
bertemunya nabi Adam dan Siti Hawa di muka bumi, yaitu asal mula dari
kelahiran seluruh umat manusia. Setiap jamaah bebas untuk memilih jenis
ibadah haji yang ingin dilaksanakannya. Rasulullah SAW memberi kebebasan
dalam hal itu, sebagaimana hadis berikut yang artinya: Aisyah RA berkata:
Kami berangkat beribadah bersama Rasulullah SAW dalam tahun hajjatul
wada. Diantara kami ada yang berihram, untuk haji dan umrah dan ada pula
yang berihram untuk haji. Orang yang berihram untuk umrah ber-tahallul
ketika telah berada di Baitullah. Sedang orang yang berihram untuk haji jika ia
mengumpulkan haji dan umrah. Maka ia tidak melakukan tahallul sampai
dengan selesai dari nahar.

II. Pengertian Ibadah Haji

Pengertian Haji secara lughat mempunyai arti menyengaja dan secara istilah
syariah berarti menyengaja mengunjungi Ka’bah untuk mengerjakan ibadah
yang meliputi thawaf, sa’i, wuquf dan ibadah-ibadah lainnya untuk memenuhi
perintah Allah SWT dan mengharap keridlaan-Nya dalam masa yang tertentu,
sebagaimana yang termaktub dalam firman-Nya :

199
          
          
      
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim*;
Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang
sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah**. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu) dari semesta alam.(QS. Ali Imran : 97)
*Ialah: tempat Nabi Ibrahim a.s. berdiri membangun Ka'bah.
**Yaitu: orang yang sanggup mendapatkan perbekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani
dan perjalananpun aman.

Dari Ibnu Abbas telah bersabda Nabi SAW hendaklah kamu bersegera
mengerjakan haji, maka sesungguhnya seseorang tidak akan menyadari
suatu halangan yang akan merintanginya. (HR. Ahmad)

III. Hukum Ibadah Haji

Haji merupakan rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada setiap muslim
yang mampu untuk mengerjakan. Jumhur Ulama sepakat bahwa awal
mulanya disyari’atkan ibadah haji tersebut pada tahun ke enam Hijrah, tetapi
ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijrah.

Ibadah Haji hukumnya adalah wajib ‘ain bagi yang mampu memenuhi rukun
Islam ke lima. Setiap muslim/mah hanya diwajibkan mengerjakan ibadah haji
satu kali saja dalam seumur hidupnya, tetapi tidak ada larangan untuk
mengerjakan lebih dari satu kali. untuk haji sunnah, yang dikerjakan pada
kesempatan selanjutnya,

Dalil wajibnya haji adalah firman Allah swt., yang menyatakan sebagai
berikut :
          
     
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi)
orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah*. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran : 97)
*Yaitu: orang yang sanggup mendapatkan perbekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani
dan perjalananpun aman.

Hadits Rasulullah saw., di antaranya :

Nabi bersabda di dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh imam Ahmad yang
mafhumnya sebagai berikut :

“Dari ibnu Abbas, telah berkata Nabi SAW : Hendaklah kamu bersegera
mengerjakan haji, maka sesungguhnya seseorang tidak akan menyadari,
sesuatu halangan yang akan merintanginya”. (H.R. Ahmad)

A. Syarat Wajib Haji

200
Syarat wajibnya haji (Criteria Orang Yang Wajib Haji) itu ada 7 perkara,
menurut sebagian keterangan, yaitu :

1) Islam,tidak sah haji selain orang islam


2) Baligh (sudah dewasa), tidak wajib bagi anak-anak
3) Berakal sehat,tidak wajib bagi orang gila atau orang bodoh
4) Merdeka,bukan hamba sahaya
5) Istitha’ah (mampu),orang yang belum mampu/tidak mampu
tidak diwajibkan menunaikan ibadah haji

B. Rukun dan Wajib Haji

 Rukun Haji

1. Ihram yaitu berpakaian ihram,berniat untuk memulai mengerjakan


rangkaian ibadah haji.
2. Wukuf (hadir) di Padang Arafah mulai dari tergelincir matahari (waktu
dzuhur) tanggal 9 dzulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 dzulhijjah (bulan
haji).Orang yang sedang melaksanakan haji wajib berada di padang
arafah tersebut.
3. Thawaf, thawaf untuk haji (tawaf ifadhah),yakni mengelilingi ka’bah
sebanyak 7 kali dengan posisi ka’bah berada di sebelah kiri orang
thowaf,dan di mulai dari hajar aswad.
   
“Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah
yang tua itu (Baitullah)” (QS. Al-Hajj : 29)

i. Sa’i yaitu lari-lari kecil antara shafa dan marwah di mulai dari bukit shafa
dan di sudahi di bukit marwah,dilakukan sebanyak 7 kali.

Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah, aku
(Nabi) mulai dengan apa yang dimulai dengan Allah. (Al-Hadits)

2. Tahallul; artinya mencukur atau menggunting rambut sedikitnya 3 helai


untuk kepentingan ihram
        
       
   
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang
kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya
kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan
aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang
kamu tidak merasa takut. (QS. Al-Fath : 27)

6. Tertib yaitu berurutan ( maksudnya antara rukun yang satu dengan yang
lainnya dikerjakan secara berurutan ).

 Wajib Haji

Yaitu sesuatu yang perlu dikerjakan, tapi sahnya haji tidak tergantung
atasnya, karena boleh diganti dengan dam (denda) yaitu menyembelih

201
binatang. Berikut berapa hal yang termasuk wajib haji yang mesti dikerjakan,
yaitu :

1. Ihram dari Miqat, yaitu memakai pakaian Ihram (tidak berjahit), dimulai dari
tempat-tempat yang sudah ditentukan, terus menerus sampai selesainya
ibadah haji.
   
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang ditentukan” (QS. Al
Baqarah: 197)

2. Bermalam di Muzdalifah sesudah wukuf, pada malam tanggal 10


Dzulhijjah.
3. Bermalam di Mina selama 2 atau 3 malam pada hari tasyriq (tanggal 11,
12 dan 13 Dzulhijjah).
4. Melempar jumrah ‘aqabah tujuh kali dengan batu pada tanggal 10
Dzulhijjah dilakukan setelah lewat tengah malam 9 Dzulhijjah dan setelah
wukuf.
5. Melempar jumrah ketiga-tiganya, yaitu jumrah Ula, Wustha dan
‘Aqabah pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah dan melemparkannya tujuh
kali tiap-tiap jumrah.
6. Meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan karena ihram.

Sunnah-sunnah Haji

a. Ifrad, yaitu mendahulukan urusan haji terlebih dahulu baru mengerjakan


atas ‘umrah.
b. Membaca Talbiyah yaitu :

‫لبْيك الّلهّم لبْيك لبْيك الشريك لك لبْيك إَن الحمد والّنعمة لك والملك الشريك لك‬

“Labbaika Allaahumma labbaik labaik laa syariika laka labbaika innal


hamda wanni’mata laka walmulka laa syariika laka”.

c. Tawaf Qudum, yaitu tawaaf yang dilakukan ketika permulaan datang di


tanah haram, dikerjakan sebelum wukuf di ‘Arafah.
d. Shalat sunat ihram 2 raka’at sesudah selesai wukuf, utamanya dikerjakan
dibelakang makam nabi Ibrahim.
e. Bermalam di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah
f. Thawaf wada’, yakni tawaf yang dikerjakan setelah selesai ibadah haji
untuk memberi selamat tinggal bagi mereka yang keluar Mekkah.
g. Berpakaian ihram dan serba putih.
h. Berhenti di Mesjid Haram pada tanggal 10 Dzulhijjah.

C Macam – Macam Haji

Macam-macam haji yang dimksud di sini ialah dilihat dari segi cara
pelaksanaannya. Haji dibagi kepada tiga macam; haji ifrad, tamattu, dan haji
qiran. Pembagian ini didasarkan kepada hadis Nabi saw sebagai berikut :

‫عن عاءشة ٔانها قالت َخ َر ْج نَا مع رسول هللا صلي هللا عليه وسلم َح َّج ًة اْلَو َداع َفِم َّن َاَم ْن َٔاَه َّل ِبُع ْم َر ِة‬
‫ّل‬..‫العمرة فح‬..‫ّل ب‬..‫ومّنامن ٔاهّل بحّج وعمرة ومّنا من ٔاهّل بالحّج ؤاهّل رسول هللا بالحّج فٔاّم ا من ٔاه‬

202
‫د‬..‫ر (رواه ٔاحم‬..‫وم الّنح‬..‫ان ي‬..‫ّل حّتي ك‬..‫رة فلم يح‬..‫ع بين الحّج والعم‬..‫بقدومه ؤاّم امن ٔاهّل بحّج وجم‬
)‫والبخاري ومسلم‬

Dari ‘Aisyahra. Berkata: “Kami berangkat untuk haji bersama Rasulullah SAW
dalam haji wada’; di antara kami ada yang melakukan ihram untuk umrah,
dan ada pula yang melakukan ihram untuk haji dan umrah, dan ada pula yang
ihram untuk haji saja. Sedang Rasul SAW ihram untuk haji. Orang yang
melakukan ihram untuk umrah tahallul ketika tiba di Baitullah, sedang yang
ihram untuk haji atau untuk haji bersama umrah tidak melakukan tahallul
sampai selesai pada hari Nahar.”( HR Ahmad,al-Bukhori dan Muslim).

Dalam hadis di atas dijelaskan tiga macam bentuk pelaksanaan ihram,


pertama ihram untuk umah, ihram untuk haji, ihram untuk haji dan umrah.
Berikut ini dijelaskan secara ringkas dari ketig macam haji tersebut:

1. Haji Ifrad
Ifrad dalam bahasa Arab berarti menyendirikan. Disebut haji ifrad karena
seseorang melakukan haji dan umrah secara sendiri- sendiri atau satu
persatu, tidak melakukan keduanya sekaligus. Haji ifrad dapat dilakukan
dengan cara menyendirikan haji atau umrah, dan dalam hal ini yang
didahulukan adalah melakukan ibadah haji.
2. Haji Tamattu’
Secara bahasa tamattu’ berarti bersenang-senang. Dalam konteks haji
tamattu’ diartikan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan haji, yaitu yang
dimulai dengan melakukan umrah di bulan-bulan haji dan setelah itu
melakukan ibadah haji di tahun ketika ia melakukan umrah tersebut.
Dinamakan haji tamattu’ karena melakukan dua ibadah (haji dan umrah)
di bulan-bulan haji dalam tahun yang sama tanpa kembali ke negeri
asalnya lebih dahulu.

Lafadz niat haji tamattu yaitu :

Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji.

3. Haji Qiran
Qiran dalam bahasa Arab diartikan dengan menyertakan atau
menggabungkan. Dalam konteks haji, qiran diartikan sebgai ibadah haji
dan umrah yang niatnya digabungkan ketika ihram dengan lafal labbaika
bi hajj wa’umrah (Aku datang memenuhi panggilan-Mu dengan niat haji
dan umrah). Sejak ihram dari miqat ia tetap dalam keadaan berpakaian
ihram sampai seluruh kewajiban haji dan umrah selesai ditunaikan atau
sampai tahallul dengan mencukur atau memotong rambut kepala setelah
melontar jumrah’aqabah.

Niatnya :

Artinya: aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji dan berumrah.

Golongan ini memperkuat pendapat mereka dengan hadits Nabi saw.,


berikut :

203
‫رة‬..‫ك عم‬..‫ول لّبي‬..‫رة يق‬..‫الحّج ِو لعم‬..‫لم يلّبي ب‬..‫ه وس‬..‫لي هللا علي‬..‫بي ص‬..‫ك ٔان الن‬..‫عن ٔانس بن مال‬
)‫وحّجة (رواه البخاري ومسلم‬

Dari Anas ra., berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW ihram dengan
haji dan umrah dan dia berkata:”Aku datang memenuhi panggilan-Mu
dengan niat haji dan umrah.”( HR Bukhari dan Muslim).

D Kaifiyat Haji (Tata Cara Pelaksanaan) Haji

Di Mekkah (pada tanggal 8 Djulhijjah)

1. Mandi dan berwudlu


2. Memakai kain ihram kembali
3. Shalat sunat ihram dua raka’at
4. Niat haji : “Labbaika Allahumma hajjan”
5. Berangkat menuju ‘Arafah membaca talbiyah, shalawat dan do’a

‫لبْيك الّلهّم لبْيك لبْيك الشريك لك لبْيك إَن الحمد والّنعمة لك والملك الشريك لك‬

“Labbaika Allaahumma labbaik labaik laa syariika laka labbaika innal


hamda wanni’mata laka walmulka laa syariika laka”.

Di Arafah

1. Waktu masuk Arafah hendaklah berdo’a


2. Menunggu waktu wukuf
3. Wukuf (pada tanggal 9 Djulhijjah)
4. Sebagai pelaksanaan rukun haji seorang jamaah harus berada di Arafah
pada tanggal 9 Djulhijjah meskipun hanya sejenak
5. Waktu wukuf dimulai dari waktu Dzuhur tanggal 9 Djulhijjah sampai terbit
fajar tanggal 10 Djulhijjah
6. Doa wukuf
7. Berangkat menuju muzdalifah sehabis Maghrib
8. Agar tidak terlalu lama menunggu waktu sampai lewat tengah malam
(mabit) di Muzdalifah hendaknya jamaah meninggalkan Arafah sesudah
Maghrib (shalat maghrib & isya dikerjakan dengan jama` takdim)
9. Waktu berangkat dari Arafah hendaknya berdo’a

Di Muzdalifah (pada malam tanggal 10 Djulhijjah)

1. Waktu sampai di Muzdalifah berdo’a


2. Mabit, yaitu berhenti di Muzdalifah untuk menunggu waktu lewat tengah
malam sambil mencari batu krikil sebanyak 49 atau 70 butir untuk
melempar jumrah
3. Menuju Mina

Di Mina

1. Sampai di Mina hendaklah berdo’a .


2. Selama di Mina kewajiban jama’ah adalah melontar jumroh dan bermalam
(mabit)
3. Waktu melempar jumroh
204
4. Melontar jumroh aqobah waktunya setelah tengah malam , pagi dan sore.
Tetapi diutamakan sesudah terbit matahari tanggal 10 Djulhijjah
5. Melontar jumroh ketiga-tiganya pada tanggal 11,12,13 Dzulhijjah
waktunya pagi, siang, sore dan malam. Tetapi diutamakan sesudah
tergelincir matahari.
6. Setiap melontar 1 jumroh 7 kali lontaran masing-masing dengan 1 krikil
7. Pada tanggal 10 Djulhijjah melontar jumroh Aqobah saja lalu tahallul
(awal). Dengan selesainya tahallul awal ini, maka seluruh larangan ihram
telah gugur, kecuali menggauli isteri. setelah tahallul tanggal 10 Djulhijjah
kalau ada kesempatan hendaklah pergi ke Mekkah untuk thawaf ifadah
dan sa’i tetapi harus kembali pada hari itu juga dan tiba di mina sebelum
matahari terbenam.
8. Pada tanggal 11, 12 Djulhijjah melontar jumroh Ula, Wustha dan Aqobah
secara berurutan, kemudian kembali ke mekkah. itulah yang dinamakan
naffar awal.
9. Bagi jama’ah haji yang masih berada di Mina pada tanggal 13 Djulhijjah
diharuskan melontar ketiga jumroh itu lagi, lalu kembali ke mekkah. itulah
yang dinamakan naffar tsani.
10.Bagi jama’ah haji yang blm membayar dam hendaklah menunaikannya
disini dan bagi yang mampu, hendaklah memotong hewan kurban.
11.Beberapa permasalahan di Mina yang perlu diketahui jama’ah adalah
sebagai berikut :

 Masalah Mabit di Mina


 Masalah melontar jumroh
 Melontar malam hari
 Melontar dijamakkan
 Tertunda melontar jumroh Aqobah
 Mewakili melontar jumroh

Kembali ke Mekkah

1. Thawaf Ifadah
2. Thawaf Wada
3. Selesai melakukan thawaf wada bagi jama’ah gelombang pertama,
berangkat ke Jeddah untuk kembali ke tanah air.

E. Hikmah Melaksanakan Haji

 Setiap perbuatan dalam ibadah haji sebenarnya mengandung rahasia,


contoh seperti ihrom sebagai upacara pertama maksudnya adalah bahwa
manusia harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya mengahadap
diri kepada Allah Yang Maha Agung.
 Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT karena dalam ibadah
tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu’an
 Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid yang tinggi
 Ibadah haji adalah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental
dan akhlak yang mulia.
 Ibadah haji adalah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia
menjadi umat yang satu karena mempunyai persamaan atau satu akidah.

205
 Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam sedunia, yang
peserta-pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan Ka’bahlah
yang menjadi symbol kesatuan dan persatuan.
 Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah haji maupun umrah
merupakan ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik yang kuat,
biaya besar dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam
menghadapi segala godaan dan rintangan.
 Menumbuhkan semangat berkorban, karena ibadah haji maupun umrah,
banyak meminta pengorbanan baik harta, benda, jiwa besar dan pemurah,
tenaga serta waktu untuk melakukannya.
 Dengan melaksanakan ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membina
persatuan dan kesatuan umat Islam sedunia.

IV. Pengertian Umrah

Umrah, artinya mengunjungi Ka”bah atau meramaikan Masjidil Haram.


Karena ibadah itu di lakukannya hampir bersamaan, maka di sebut juga haji
kecil. Seperti haji, umrah hukumnya fardu’ain bagi setiap muslim, baik laki-
laki maupun perempuan apabila telah memenuhi syarat dan rukunya.

a. Rukun Umrah

1. Ihram
2. Thawaf
3. Sa’i
4. Tahallul
5. Tertib

b. Syarat wajib umrah

1. Ihram dari miqat (ketentuan tempat dan waktu)


2. Meninggalkan larangan- larangan

perbedaan antara haji dan umrah adalah jika umrah dapat dikerjakan
sepanjang tahun, sedangkan ibadah haji hanya boleh dilakukan dalam waktu
yang telah di tentukan, yaitu mulai tanggal 08 sampai 13 Dzulhjjah.

Jika di perhatikan keterangan di atas, maka ihram ada 2 macam, yaitu ihram
untuk umrah dan haji. Ihram untuk umrah di mulai miqat kemudian di
teruskan dengan tawaf, sa’i, dan tahallul. Sedang ihram untuk haji dikerjakan
ketika berangkat ke padang arafah pada tanggal 8 Djulhijjah.

c. Perjalanan haji dan umrah di Indonesia

Umat islam adalah bagian terbesar bangsa Indonesia. Setiap tahun ratusan
ribu orang melaksanakan ibadah haji & umrah ke tanah
suci. Penyelenggaraan dan pengaturan ibadah haji umat Islam Indonesia
merupakan tugas pemerintah yang pada dasarnya bertujuan supaya berjalan
lancar, tertib, aman dan sempurna ibadahnya.

Keterlibatan pemerintah dalam pemberangkatan perjalanan ibadah haji umat


islam Indonesia cukup besar, karena urusan haji merupakan amanat rakyat

206
yang bertuang dalam GHBN yang pada dasarnya berisi kehendak nasional
dalam melanjutkan usaha-usaha peningkatan pelayanan sesuai dengan
kemampuan masyarakat atas dasar itu pemerintah mengatur mulai dari
proses pemberangkatan, dalam perjalanan selama menunaikan ibadah haji
sampai kembali ke tanah air.

c. Cara Mendaftarkan Haji dan Umrah

Pendaftaran haji dan umrah di laksanakan di kantor koordinator urusan haji


Kementerian Agama RI pada tingkat Kabupaten atau Kota Madya di seluruh
Indonesia. Setelah terlebih dahulu menyetorkan uang ONH pada Bank-Bank
yang telah ditunjuk pemerintah.

207
AKHLAK

A. Pengertian Akhlak

Akhlak dari segi bahasa : berasal daripada perkataan 'khulq' yang


berarti perilaku, perangai atau tabiat. Maksud pengertian ini bersumber dari
perkataan Sayyidatina Aisyah r.anha, berkaitan dengan pertanyaan sahabat
tentang akhlak Rasulullah saw,.? Maka beliau jawab : "Akhlaknya (Rasulullah)
adalah Al Qur`an." Akhlak Rasulullah yang dimaksudkan di dalam kata-kata di
atas ialah kepercayaan, keyakinan, pegangan, sikap dan tingkah laku
Rasulullah saw yang semuanya merupakan manisfestasi dari pelaksanaan
ajaran al-Quran. Akhlak dari segi istilah memiliki beberapa pengertian
sebagaimana yang didefinisikan beberapa ulama, di antaranya :

 Menurut Imam Al Ghazali, "Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam


dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan
mudah tanpa memerlukan pertimbangan terlebih dahulu."
 Menurut Ibnu Maskawih, "Akhlak ialah keadaan jiwa seseorang yang
mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa
pertimbangan akal fikiran terlebih dahulu."
 Menurut Profesor Dr Ahmad Amin, "Akhlak ialah kehendak yang
dibiasakan dan ia akan menjadi kebiasaan yang mudah dilakukan."

Dari beberapa definisi tersebut dapat kita fahami bahwa akhlak merupakan
suatu perlakuan yang tetap sifatnya di dalam jiwa seseorang yang tidak
memerlukan daya pemikiran di dalam melakukan sesuatu tindakan. Akhlak
dapat disebut juga sebagai tingkah laku atau sikap seseorang yang
dimanisfestasikan kedalam perbuatan.

Sikap seseorang mungkin saja tidak digambarkan dalam perbuatan atau tidak
tercermin dalam perilakunya sehari-hari, dengan perkataan lain adanya
kontradiksi antara sikap dan tingkah laku. Oleh karena itu meskipun secara
teoritis hal itu terjadi tetapi dipandang dari sudut ajaran Islam itu tidak boleh
terjadi atau kalaupun itu terjadi menurut ajaran Islam itu termasuk iman yang
rendah. Kehidupan muslim yang baik adalah yang dapat menyepurnakan
akhlaknya sesuai dengan akhlak yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw
(akhlakul karimah).

B. Akhlak Rasulullah saw.

Nabi Muhammad saw adalah seorang Rasul Allah yang terakhir, beliau diutus
untuk menyempurnakan akhlak manusia yang sebelumnya sangat rusak dan
bodoh (jahiliyah), sebagaimana sabdanya :

)‫اّنما بعثت التّمم مكارماالخالق (رواه احمد والبيهاقي‬

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Ahmad dan


Baihaki).

208
Allah sendiri menyatakan dalam Al Qur’an, bahwa beliau adalah orang yang
memiliki akhlak yang mulia dan agung yang perlu dicontoh oleh manusia,
dengan ungkapan “uswatun hasanah”, (teladan paling baik) bagi manusia.
Sebagaimana dalam firman-Nya:
           
     
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab ; 21).

Sebagai umat Rasulullah saw, maka wajib hukumnya mencintai dan


mencontoh kehidupan beliau, agar kelak mendapat syafaat atau pertongan
darinya di akhirat, karena bukti mencintai Allah adalah dengan mengikuti
Rasulullah saw, dalam kehidupan sehari-hari.
         
    
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran ; 31)

Kenapa Rasulullah harus dicontoh dan diikuti? Karena di dalam diri beliau
terdapat akhlak yang mulia, sehingga tidak ada satu akhlak-pun yang buruk,
baik dimasa kanak-kanak yang sering mendapatkan jululkan “al amiin, as-
shiddiq, dsb,” dan tidak nampak akhlak yang buruk padanya. Berikut ini
beberapa akhlak yang mulia dalam diri Rasulullah saw:

1. AkhlakHasanah (akhlak yang baik)


Yaitu akhlak dimana seseorang berbuat baik kepada Nabi, maka di balas
dengan kebaikan yang sama.

2. Akhlak Karimah (akhlak yang mulia)


Yaitu akhlak dimana seseorang berbuat baik kepada Nabi dibalas dengan
kebaikan yang lebih baik

3. Akhlak ‘Adzhimah (akhlak yang agung)


Yaitu akhlak dimana seseorang berbuat baik atau jahat kepada Nabi, tetap
di balas dengan kebaikan.

Di samping akhlak-akhlak tersebut di atas, ada beberapa tauladan yang juga


harus kita wujudkan dalam diri-diri kita, sehingga dapatlah kita
menyempurnakan amal-amal agama demi kebahagiaan hidup dunia akhirat
kita. Berikut ini adalah tauladan-tauladan yang harus kita wujudkan, karena
merupakan panduan bagaimana kita dalam berperilaku baik kepada Allah
selaku Kholiq maupun kepada makhluk ciptaan-Nya. Tauladan-tauladan
tersebut adalah sebagai berikut :

I. Akhlak yang berhubungan dengan Allah

Allah SWT adalah Dzat yang selalu menyertai kita dimanapun kita berada, di
rumah, dalam perjalanan, ketika terjaga & juga tidur, ketika hidup maupun
setelah meninggal; Allah swt., selalu mengawasi gerak gerik kita,
mendengarkan bisikan & permohonan kita. Untuk lebih mengenal Allah SWT,

209
sehingga tidak ada yg kita cintai selain Allah, tidak ada yg kita takuti selain
Allah, tidak ada yg kita mintai kecuali Allah & tidak ada yang kita maksud
(tuju) kecuali Allah maka perlunya kita mengetahuh akhlak & adab-adab kita
kepada Allah kemudian mengamalkan & menjaganya setiap hari pada setiap
saat dan keadaan, diantaranya :

1. Menundukan wajah/muka & menjaga pandangan

2. Meluruskan tujuan & bersandar hanya kepada Allah dalam setiap amalan

3. Bersikap tenang & banyak diam dari perkataan yang sia-sia

4. Cepat-cepat & bersegera di dalam melaksanakan perintah & menjauhi


larangan agama

5. Tidak menentang dalam perkara yang telah diputuskan Allah (Qodar)


walaupun kita tidak menyukainya

6. Berusaha selalu mengingat Allah & memikirkan keagungan-Nya

7. Berusaha membela yang haq & menentang yang batil

8. Memutuskan rasa thoma' (pengharapan) kepada mahkluk

9. Tawadhu' (rendahhati) semata-mata karena takut kepada Allah

10. Tidak condong & terlalu percaya kepada usaha-usaha keduniaan semata-
mata hanya karena yakin & percaya kepada jaminan Allah dalam masalah
rezekinya

11. Selalu menghadirkan perasaan takutk arena belum bisa menunaikan hak-
hak Allah secara sempurna

12. Mentauhidkan Allah (QS. Al Ikhlas : 1- 4)

13. Taqwa (QS. An Nisaa : 1 )

14. Berdo’a (QS. Al Mu’minun : 60)

15. Dzikrullah (QS. Al Baqarah : 152 dan QS. Ar Ra’du : 28)

16. Tawakal (QS. Ali Imran : 159)

Dalam beramal, akhlak & adab atau tertib beramal tidak kalah pentingnya
untuk diperhatikan, karena amalan yang baik kalau tidak dikerjakan dengan
akhlak & adab / tertib yang betul, maka amalan tersebut akan rusak & tidak
ada faedahnya. Karenanya catatan di atas mengajak kepada kita semua
untuk menjaga adab / tertib dalam beramal sehingga apa yang telah Allah
berikan kepada orang-orang terdahulu akan Allah berikan juga kepada kita
semua. Bersikap baik terhadap Allah swt adalah suatu kewajiban, karena
manusia sebagai hamba yang diciptakan, dipelihara dan diberi rizki oleh Allah,
maka sudah sewajarnyalah berakhlak yang baik kepada-Nya.

210
III. Akhlak Yang Berhubungan Dengan Manusia

 Berakhlak dengan Rasulullah : iaitu beriman dengan penuh keyakinan


bahwa nabi Muhammad saw adalah benar-benar nabi dan Rasul Allah
yang menyampaikan risalah kepada seluruh manusia dan mengamalkan
sunnah-sunnahnya baik yang shurah, sirah, maupun sarirah, berbentuk
suruhan ataupun larangan.
 Dengan ibubapa : iaitu berbuat baik (berbakti) ke pada ibu bapa. Berbuat
baik di sini mengandungi arti meliputi dari segi perbuatan, perkataan dan
tingkah laku. Contohnya berkata dengan sopan dan hormat, merendahkan
diri, berdoa untuk keduanya dan menjaga keperluan hidupnya apabila
mereka telah udzur dan sebagainya. Firman Allah swt yang bermaksud :
        
     
      
          
  
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, Ibnu sabil[295] dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri,(QS. An Nisaa : 36)
[294] Dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan
kekeluargaan, dan ada pula antara yang Muslim dan yang bukan Muslim.
[295] Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan ma'shiat yang kehabisan
bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya.

 Dengan guru : Maksud dari sebuah hadith Nabi saw: "Muliakanlah orang
yang kamu belajar daripadanya." Setiap murid dikehendaki memuliakan
dan menghormati gurunya kerana peranan guru mengajarkan sesuatu ilmu
yang merupakan perkara penting di mana dengan ilmu tersebut manusia
dapat menduduki tempat yang mulia dan terhormat dan dapat mengatasi
berbagai kesulitan hidup sama ada kehidupan di dunia ataupun di akhirat.
 Dengan tetangga : Umat Islam dituntut supaya berbuat baik terhadap
jiran tetangga. Contohnya tidak menyusahkan atau mengganggu mereka
seperti membunyikan radio kuat-kuat, tidak membuang sampah di muka
rumah jiran, tidak menyakiti hati mereka dengan perkataan-perkataan
kasar atau tidak sopan dan sebagainya. Malah berbuat baik terhadap jiran
tetangga dalam pengertiannya itu dapat memberikan sesuatu pemberian
kepada mereka sama ada sokongan moral atau material.
 Hubungan suami-isteri : Firman Allah swt yang bermaksud : "Dan
gaulilah olehmu isteri-isteri itu dengan baik."
 Dengan anak-anak : Islam menetapkan peraturan terhadap anak-anak,
yaitu dengan memeliharanya dengan penuh kasih sayang tanpa
membedakan satu dengan lainnya baik itu anak laki-laki ataupun wanita
dengan tidak berprilaku seperti orang-orang kafir sebagaiman yang Allah
swt., firmankan dalam., :
        
          
          

211
Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak
perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan Dia sangat
marah.Dia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan
buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah Dia akan
memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan
menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ?. ketahuilah, Alangkah
buruknya apa yang mereka tetapkan itu.(QS. An Nahl : 58-59)

Peliharalah karunia Allah swt., dengan penuh kasih sayang dan


tunaikanlah hak-haknya dengan pengajaran dan didikan akhlak yang
baik sebagaiman sabda Rasulullah saw yang bermaksud :

"Kanak-kanak lelaki disembelih aqiqahnya pada hari ketujuh dari


kelahirannya dan diberi nama dengan baik-baik dan dihindarkan ia
daripada perkara-perkara yang memudharatkan. Apabila berusia enam
tahun hendaklah diberi pengajaran dan pendidikan akhlak yang baik."

 Dengan Keluarga & Kaum Kerabat : Firman Allah yang bermaksud :


        
      
  
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.(QS. An Nahl : 90)
      
       
       
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS. At Tahrim : 6)
   
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,(QS. Asy
Syu`ara : 214)

 Akhlak Terhadap Diri Sendiri


a. Sabar (Al-Baqarah ayat 153)
b. Syukur (An-Nahl ayat 14)
c. Tawadhu / rendah hati (Luqman ayat 18)
d. Benar (At-Taubah ayat 119)
e. Iffah / menahan diri dari melakukan yang terlarang
f. Hilmun/ menahan diri dari marah
g. Amanah/ Jujur.
h. Syaja’ah
i. Qana’ah/ merasa cukup dengan apa yang ada

 Akhlak Terhadap Masyarakat


a. Ukhuwah / persaudaraan (Al-Hujuraat ayat 10)
b. Ta’awun / menolong (Al-Maidah ayat 2)

212
c. Adil (An-Nisaa ayat 58)
d. Pemurah (Ali-Imran ayat 92)
e. Penyantun (Ali-Imran ayat 133-134)
f. Pemaaf (Ali-Imran ayat 159)
g. Menepati janji (Al-Isra ayat 34)
h. Musyawarah (Ali-Imran ayat 159 dan Asy-syura ayat 38)
i. Wasiat didalam kebenaran (Al-ashr ayat 1-3)

IV. Akhlak Yang Berhubungan Dengan Makhluk Selain Manusia :

 Malaikat :Akhlak Islam menuntut seseorang muslim supaya menghormati


para malaikat dengan menutup kemaluan walaupun bersendirian dan tidak
ada orang lain yang melihat.
 Jin : Adab terhadap golongan jin antaranya Rasulullah melarang
membuang hadats kecil di dalam lubang-lubang di bumi kerana ia adalah
kediaman jin. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud :"Jangan kamu
beristinjak dengan tahi kering dan jangan pula dengan tulang-tulang
kerana sesungguhnya tulang-tulang itu adalah makanan saudara kamu
dari kalangan jin."
 Hewan peliharaan/ternakan : Hewan yang digunakan untuk membuat
bekerja, maka tidak boleh dibebani di luar kesanggupan mereka atau
dianiaya atau disakiti. Malah ketika hendak menyembelih untuk dimakan
sekalipun, maka hendaklah penyembelihan dilakukan dengan cara yang
paling baik iaitu dengan menggunakan pisau yang tajam, tidak mengasah
pisau di hadapan haiwan tersebut atau menyembelih haiwan di samping
haiwan-haiwan yang lain.
 Hewan bukan peliharaan : tidak menganiaya hewan-hewan bukan
peliharaan/ternakan seperti mencederakannya dengan menggunakan batu
dan sebagainya.
 Alam : Manusia diperintahkan untuk memakmurkan sumber-sumber alam
demi kebaikan bersama. Islam menetapkan bahawa alam ini tidak boleh
dicemari dengan kekotoran yang boleh merosakkan kehidupan manusia
dan kehidupan lainnya.Firman Allah :
        
          
          
 
Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami
berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". lalu memancarlah
daripadanya dua belas mata air. sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui
tempat minumnya (masing-masing)[55]. Makan dan minumlah rezki (yang
diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan
berbuat kerusakan.(QS. Al Baqarah : 60)
[55] Ialah sebanyak suku Bani Israil sebagaimana tersebut dalam surat Al A'raaf ayat 160.

       


  
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(QS. Ali Imran : 190)

213
         
    
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah
bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi
peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman".(QS. Yunus : 101)

DZIKIR DAN DOA

Doa adalah induknya ibadah, kekuatan doa akan membawa manusia kepada
kesuksesan dunia dan akhirat. Kadang-kadang kita seperti orang sombong
yang seolah-olah bisa menyelesaikan suatu masalah dengan kemampuan
sendiri, padahal apapun aktifitas dan kemapuan manusia pasti ada campur
tangan Allah. Termasuk juga shalat, maka ketika sang muadzin
mengumandangkan suara adzan, dari takbir Allahu Akbar sampai Asyhadu
anna Muhammadar-Rosulullah, diperintahkan untuk menjawab dengan
kalimat yang sama, namun ketika kalimat Hayya ‘alas-shalah dan Hayya ‘alal
214
falah, maka disunnahkan menjawabnya dengan kalimat Laa hawla walaa
quwwata illaa billah (tiada daya dan upaya kecuali dari Allah). Ini menandakan
manusia adalah makhluk yang lemah, dan seseorang yang bisa
melaksanakan shalat bukan karena kesehatannya, kekuatannya, bahkan
ilmunya, tetapi karena rahmat dan hidayah dari Allah swt,.

Maka berdoa untuk dikekalkan hidayah agar dapat melaksanakan shalat


merupakan hal yang wajib kita panjatkan kepada Allah, karena Allah swt.,
memerintahkan kepada hambanya untuk berdoa, dan menjamin untuk
mengabulkan doa yang dipanjatkan kepada-Nya.

A. Pengertian Dzikir dan Doa Menurut Ulama


Ada ungkapan yang mengatakan lengket seperti perangko, dua sisi mata
uang, atau ada gula ada semut, begitulah kira-kira ungkapan yang
menggambarkan eratnya kaitan antara dzikir dan doa, di mana kedua amal
baik tersebut tak bisa dipisahkan satu sama lain.

 Hubungan Dzikir dan Doa

Seperti yang sudah disebutkan, antara dzikir dan doa sangat erat kaitannya,
bahkan sering diidentikkan. Setiap muslim yang berdoa kepada Allah Swt.,
misalnya meminta barakah dan keselamatan di dunia dan akhirat, maka
secara otomatis muslim tersebut telah berdzikir kepada Allah swt,. Oleh
karena itu, sebagian ulama ada yang mengatakan doa adalah dzikir karena
identiknya.

Meskipun demikian, baik secara lughah (bahasa) dan istilah, tentu saja
pengertian dzikir dan doa berbeda, meskipun keduanya identik dan sama-
sama amal baik. Berikut ini penjelasan mengenai pengertian dari dzikir dan
doa menurut para ulama.

 Pengertian Dzikir

Dzikir secara bahasa adalah mengingat, artinya bersifat umum. Setiap


aktivitas pikiran ketika mengikat sesuatu secara bahasa bisa disebut dzikir.
Mengingat utang berarti dzikir utang, mengingat istri dan anak bagi yang
sudah berkeluarga artinya dzikir keluarga, dan aktivitas pikiran lainnya jika
mengingat sesuatu artinya dzikir secara bahasa. Lain bahasa, lain istilah.
Menurut istilah agama Islam, dzikir adalah mengingat Allah swt., dalam setiap
saat dan keadaan dengan menghadirkan segala keagungan-nya. Cukupkah
hanya dengan mengingat Allah bisa diartikan dzikir? Tentu saja tidak. Sebab,
dzikir adalah bagian dari iman. Sehingga, bagi umat Islam yang merasa
beriman harus berdzikir kapan pun dan di mana pun.

Lalu, bagaimana gambaran besarnya dzikir yang diperintahkan oleh Allah


swt.? Yaitu dengan cara melaksanakan seluruh perintah-Nya dan
meninggalkan segala larangan-Nya. Sampai di sini, sudah cukup jelas bahwa
dzikir bukan hanya aktivitas pikiran ketika mengingat Allah Swt., tapi sekaligus
aktivitas perasaan dan perbuatan sebagaimana yang telah dijelaskan.

 Fadhilah Dzikir

215
1. Orang yang lidahnya senantiasa sibuk dengan dzikrullah akan memasuki
surga sambil tersenyum
2. Dzikrullah adalah amalan yang dapat meninggikan derajat ke peringkat
paling tinggi dan lebih mulia disisi Allah swt daripada menafkahkan emas
dan perak dijalan Allah swt dan lebih utama daripada menghadapi musuh
di tengah-tengah medan jihad.
3. Dzikrullah lebih utama 700.000 X daripada membelanjakan sesuatu pada
jalan Allah swt.
4. Barangsiapa berdzikir sebanyak-banyaknya maka akan selamat dari
kemunafikan dan akan mengecap nikmat-nikmat surga dengan sepuas-
puasnya.
5. Jamaah yang duduk sambil berdzikir akan diberikan sakinah, dicucuri
rahmat, dikelilingi oleh malaikat dan mereka disebut-sebut oleh Allah swt
dihadapan majlis para malaikat.
6. Orang yang berkumpul berdzikrullah untuk mendapatkan ridha Allah swt.,
maka malaikat akan berseru dari langit bahwa dosa-dosa mu telah
diampunkan dan kejahatan-kejahatanmu telah digantikan dengan
kebaikan.
7. Orang yang datang berkumpul di suatu tempat lalu mencintai Allah swt
dengan berdzikrullah, akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan muka
cemerlang menyilaukan mata dan mereka berada di mimbar-mimbar
mutiara sementara orang banyak memcemburui dan beriri hati, sedangkan
mereka bukan nabi atau syahid
8. Jika seseorang tidak berani untuk beramal di malam hari, tidak dapat
membelanjakan hartanya di jalan Allah swt dan tidak dapat berjuang di
jalan Allah karena takut, maka hendaklah berdzikir sebanyak-banyaknya
9. Barangsiapa yang mengingat Allah swt sebanyak-banyaknya di tengah-
tengah jalan, di rumah dan ketika berada di keramaian atau
diperkampungan, maka ia akan mempunyai pembela-pembela yang
banyak sekali dihari hisab.
10. Dzikir di dalam hati yang tidak terdengar oleh malaikat sekalipun adalah 70
X lebih utama dari pada dzikir jihri (terdengar jelas).
11. Barangsiapa mengingat kepada Allah swt dalam kesenangan, maka Allah
swt akan ingat kepadanya ketika dia dalam kesusahan / kesempitan.
12. Barangsiapa mengerjakan shalat dan duduk di tempat shalatnya tanpa
berbicara apa-apa lalu membaca :

‫الاله اّالاهلل وحده الشريك له له الملك وله الحمد يحي ويميت وهوعلى كّل شئ قدير‬

Maka akan dituliskan baginya 100 kebaikan, dima`afkan 100 kejahatan,


dinaikkan baginya 100 derajat di dalam surga dan dia dipelihara
disepanjang hari itu dari godaan syetan dan dari perbuatan-perbuatan
yang tidak baik dan diberi pahala seperti memerdekakan 10 hamba
sahaya.

13. Barangsiapa setelah shalat shubuh dan ashar membaca istighfar 3 X ,


maka dosa- dosanya akan diampuni.
14. Malaikat akan memohonkan ampunan bagi orang yang selalu berdzikir
15. Tiada seseorang yang mengerjakan suatu amalan yang lebih selamt dari
siksa kubur baginya daripada dzikrullah.
16. Dengan dzikrullah lidah akan terpelihara dari mengumpat, mencela dan
berdusta serta dari berbicara sia-sia

216
17. Kelebihan& Keutamaan : :

 100 X membaca Alhamdulillah, pahalanya seperti bersedekah 100


kuda untuk fisabilillah.
 100 X membaca Subhanallah, pahalanya seperti memerdekakan
budak bani isra`il
 100 X membaca Allahuakbar, pahalanya seperti mengorbankan 100
unta yang makbul / diterima
 100 X membaca Laailaahaillallaah, pahalanya seperti antara bumi dan
langit penuh tanda kasih sayang pada Allah swt

18. 100 X bertasbih pada pagi dan petang hari adalah tanda sayang / cinta
pada Allah swt
19. 100 X bershalawat pada pagi dan petang hari adalah tanda sayang / cinta
pada Rasulullah saw dan banyak bershalawat akan mendapatkan lidah
hikmah serta tidak akan haus dan lapar di hari kiamat.
20. 100 X beristighfar pada pagi dan petang hari sebagai tanda kasih sayang
pada diri kita dan merasa banyak dosa.
21. Majlis dzikrullah adalah sumber kekuatan agama yang akan bersinar,
kekusutan dan keraguan hatinya akan lenyap sehingga hatinya akan kuat.
22. Dzikir yang termulia adalah Laailaahaillallaah dan do`a yang terbaik
adalah Alhamdulillah.
23. Orang yang mengucapkan kalimah Laailaahaillallaah dengan hati yang
ikhlash adalah orang yang akan mencapai kebahagiaan dan keuntungan
akhirat.
24. Sebaik-baiknya dzikir ialah dzikir khafi dan sebaik-baik rizki ialah yang
mencukupi ( tidak kurang sampai membukakan pintu kepapaan dan tidak
lebih yang akan bisa mendatangkan takabur dan melemparnya dalam
kejahatan).
25. Barangsiapa membaca laa ilaaha illallaah pada waktu malam dan siang
hari niscaya segala dosa dari perbuatannya akan terhapus dan digantikan
dengan kebaikan.
26. Bacalah 10 X

‫الاله اّالاهلل وحده الشريك له له الملك وله الحمد يحي ويميت وهوعلى كل شئ قدير‬

Setelah shalat karena merupakan suatu amalan yang akarnya tertancap


jauh kedalam bumi dan cabang-cabangnya menjulang ke langit.

27. Takutlah kepada Allah swt jika kamu terlanjur melakukan suatu keburukan,
hendaklah mengerjakan kebaikan sebagai kifarahnya agar keburukan itu
dapat dihapuskan. Bacaan laa ilaaha illallaah adalah suatu kebaikan yang
afdhal.
28. Jika 7 lapis langit dan 7 lapis bumi ditimbang dengan kalimat laa ilaaha
illallaah, maka timbangan kalimat itu akan lebih berat.
29. Yang akan mencapai kebahagiaan dan leuntungan melalui syafaatku ialah
orang yang mengucapkan kalimah laa ilaaha illallaah.
30. Barangsiapa yang mengucapkan kalimah laa ilaaha illallaah dengan ikhlas
maka akan dimasukkan ke alam surga (ikhlas yang mencegah dari
melakukan perbuatan-perbuatan yang haram dan yakin pada kalimat itu).
31. Barangsiapa yang mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah tanpa campur
aduk, maka wajiblah surga baginya (campur aduk = mencintai dunia dan

217
berusaha dengan sungguh hati untuk mendapatkannya/orang yang
berbicara seperti orang `alim tapi berbuat seperti orang dzalim dan
sombong ).
32. Tiada seorang hamba yang mengucapkan laa ilaaha illallaah melainkan
dibukakan baginya pintu-pintu langit sehingga kalimat itu terus menuju
arasy, kecuali orang yang terlibat dalam dosa besar.
33. Kalimat laa ilaaha illallaah mempunyai tempat disamping arasy yang tak
terhingga luasnya dan Allahu akbar adalah cahaya yang mengisi seluruh
bumi dan langit.
34. Kalimah laa ilaaha illallaah adalah anak kunci surga.
35. Ahli laa ilaaha illallaah tidak akan berduka cita di dalam kubur dan padang
mahsyar.
36. ada sebuah tiang nur dihadapan arasy Illahi, manakala seorang hamba
mengucapkan laa ilaaha illallaah maka tiang itu bergoyang-goyang,
kamudian Allah swt., menyuruh tiang itu berhenti tapi tiang itu berkata,
bagaimana aku akan berhenti sedangkan yang mengucapkan kalimat itu
belum lagi diampunkan, maka Allah swt berfirman : “sesungguhnya Aku
telah mengampuninya.”, lalu tiang itupun berhenti.
37. Barangsiapa mengucapkan laai laaha illallaah 100 kali, maka dia akan
dibangkitkan oleh Allah swt didalam keadaan yang mukanya bercahaya
seperti bulan purnama.

Adab berdzikir :

 Dalam keadaan berwudhu


 Menghadap kiblat
 Tidak boleh sambil bercakap
 Sebutlah dengan betul dan ketahui maknanya
 Tundukkan pandangan.

Manfaat Dzikir :

 Membuat hati tenang


 Memperbaiki hati, ihsan dan diri
 Allah swt akan dekat dengan kita.
 Dianggap orang yang hidup

Kerugian tidak Berdzikir :

 Hati gelisah
 Maksiat merajalela.
 Dianggap sebagai orang yang mat

B. Aktivitas Pikiran, Perasaan, dan Perbuatan

Jika dzikir bukan sekadar aktivitas pikiran, namun sekaligus aktivitas


perasaan dan perbuatan, maka dzikir pada praktiknya yang sahih (benar) tak
bisa mengandalkan satu pilar saja, yaitu mengingat. Namun harus dibantu
oleh pilar lainnya, yaitu merasa dan melakukan. Sebagimana firman Allah swt.
       
         

218
          
   
“ Dan bersabarlah Engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru
Tuhanya pada pagi dan senja hari dengan mengharapkan keridaan-Nya; dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang
hatinya Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta mengikuti keinginannya dan
keadaannya sudah melewati batas.”(QS. Al Kahfi : 28)

Selanjutnya, para ulama memperluas pengetian dzikir menjadi dua bagian,


yaitu sebagai berikut :

 Dzikir qalbi adalah dzikir yang dilakukan untuk mengingat Allah Swt.
dengan hati. Sebagaimana kita tahu, hati manusia sangat mudah sekali
berubah. Baru saja senang, tak lama kemudian sedih. Tadi terharu,
sekarang tiba-tiba kecewa, bahkan tanpa alasan yang jelas. Begitulah hati
manusia yang rapuh dan labil. Alangkah mulianya Rasulullah saw. yang
menganjurkan umat Islam untuk selalu berdoa untuk menjaga keimanan
dan stabilitas hatinya supaya senantiasa tenang, ikhtiar, dan tawakal.
Adapun doanya adalah, “Wahai yang membolak-balikkan hati (Allah Swt.),
tetapkanlah hati kami dalam agama-Mu”

 Dzikir lisani adalah dzikir yang dilakukan untuk mengingat Allah Swt.
dengan lisan. Sebagimana tadi sudah dijelaskan bahwa dzikir adalah
bagian dari iman. Sementara iman adalah membenarkan dengan hati,
mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan.
Maka, setantiasa menjaga lisan dan ucapan, menyaringkan dzikir setelah
salat, dan amal baik lainnya melalui lisan bisa dikategirikan dzikir lisani

 Pengertian Doa

Secara bahasa, doa adalah permintaan atau permohonan. Dalam ilmu ushul
fiqih, paling tidak, ada 3 jenis permintaan yang ditinjau dari hubungan
berbeda, sehingga istilahnya pun berbeda, yaitu sebagai berikut :

 Permintaan dari Allah swt., kepada hamba-Nya, istilahnya adalah perintah.

 Permintaan dari hamba kepada hamba yang lain, istilahnya adalah iltimas.

 Permintaan atau permohonan dari hamba kepada Allah Swt., istilahnya


adalah doa.

Dari penjelasan singkat di atas, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa doa
adalah permintaan atau permohonan dari seorang hamba kepada Tuhannya.
Tentu caranya pun khusus dan istimewa supaya doanya dikabulkan.

Para ulama kemudian pemperluas pengertian doa sebagai permohonan umat


manusia kepada Allah swt., dengan diiringi sikap tawadhu` (rendah hati),
khusu` (fokus), tadharu` (sepenuh hati), ketika menghadapkan diri kepada-
Nya supaya memantaskan diri seorang hamba yang sedang memerlukan
bantuan Tuhannya dan memohon untuk dikabulkan permintaannya.

219
Berdoa dengan sepenuh hati banyak sekali dijelaskan dalam ayat-ayat Al-
Quran. Di sana dijelaskan bahwa timbulnya rasa sepenuh hati ketika berdoa
hanya bisa terwujud jika berdoa disertai keikhlasan. Sebagaimana firman
Allah Swt. dalam Al Qur-an :
         
“ Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah hati dan dengan suara yang
lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampui batas.”
(QS. Al A`raaf : 55)

Doa yang disertai keikhlasan adalah kebiasaan yang dilakukan oleh orang
yang shaleh. Mengapa berdoa harus dengan sepenuh hati? Sebab dengan
sikap itu akan memantapkan jiwa umat Islam, menjaga lisan, dan selalu
menghiasinya dengan untaian doa, baik ketika senang maupun sedih, ketika
bahagia maupun menderita, ketika lapang maupun dalam keadaan sempit,
ketika mudah maupun kesulitan.

Tak hanya berdoa sepenuh hati dan ikhlas, Al-Quran pun menjelaskan orang-
orang yang taat beribadah selalu taqarub (mendekatkan diri) dengan cara
terus-menerus memanjatkan doa. Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa
dikabulkannya doa dalam tiga bentuk, yaitu sebagai berikut :

 Dikabulkan sesuai dengan permintaan bahkan dalam waktu yang relatif


cepat.
 Dikabulkan dalam bentuk yang lain dan lebih baik.
 Dicatat sebagai amal baik dan sebagai simpanan yang diberikan ketika di
akhirat.

Ibadah sangat luas ruang lingkupnya, doa pun termasuk ibadah. Ibadah yang
dimaksud di sini, jika diibaratkan seperti tiang masjid, pilar bangunan, bagian
yang berfungsi untuk memperkuat bagian yang lain. Dikatakan demikian,
sebab doa adalah bentuk lain dari pengakuan seorang hamba kepada
Tuhannya disertai kebersihan jiwanya agar terhindar dari musibah dan
diselamatkan di dunia dan akhirat.

C. Pelajaran & Hikmah Dari Dzikir Dan Doa

Pada dasarnya, manusia mengharapkan kebahagiaan, kebaikan, dan


keuntungan. Sayangnya, kehidupan di dunia seperti putaran roda. Jika
kesedihan, keburukan, dan kerugian datang, tebal atau tipisnya keimanan
seorang hamba yang akan membedakan bagaimana menyikapi kenyataan
pahit hidupnya. Orang yang tipis imannya besar kemungkinan mereka akan
frustasi dan rawan sekali menyekutukan Allah swt.

Lain halnya dengan orang yang tebal imannya. Mereka punya perisai untuk
melindungi dirinya sekaligus pedang sebagai atau tombak sebagai senjat
untuk menyerang balik musuhnya. Mengapa demikian ? karena orang yang
kuat imannya mempunyai dzikir dan doa.

Ikhtiar disertai dzikir dan doa, kemudian menyerahkan hasil akhirnya kepada
Allah swt., (tawakkal) bagi orang yang kuat imannya merupakan solusi bagi

220
semua permasalahannya sehingga terasa ringan, walaupun kenyataannya
berat dan sulit.

Sikap tawakal tersebut kini semakin jarang. Sekarang, semakin banyak orang
yang menganggap dzkir dan doa hanyalah omong kosong, sehingga sudah
menjadi barang langka. Padahal, bukankah Allah Swt. telah berfirman dalam
Al Qur-an :
        
     
“ Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku* akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina
dina".(QS. Al Mu`min : 60)
* Yang dimaksud dengan menyembah-Ku di sini ialah berdoa kepada-Ku.

TEKNIK PELAKSANAAN OML & TM BERIKUT CONTOH


MATERINYA

TEKNIS PELAKSANAAN

A. Orientasi Masjid dan Lingkungan (OML) bagi kelompok Putra, yang


dilaksanakan di Masjid lain di luar kegiatan perkuliahan pendidikan agama,
minimal selama 2 sampai 3 hari/semester, dengan jumlah kelompok per
OML maksimal 1 (satu) kelompok.

B. Ta’lim Masturot (TM) bagi kelompok Putri, dilaksanakan minimal selama 1


hari (pagi sampai ashar)/semester, di pondok pesantren yang ditunjuk
LP3I, di Kampus dengan berhijab, atau tempat lain yang disetujui
koordinator cabang.

 Materi kegiatan
221
a. Orientasi Masjid dan Lingkungan (OML) : Diawali dengan bayan hidyah
(pembekalan OML), sesampainya di lokasi OML, maka dilaksanakan
musyawarah program, diteruskan dengan program Ta’lim Fadilah A’mal
(seluruh fadhilah), Halakah (tahsin) Qur’an (10 surat pendek, An-Naas –
Al-Fiil), dan Mudzakarah 6 sifat Sahabat, waktu yang ditempuh selama 2,5
jam. Dilanjutkan dengan Shalat dzuhur berjamaah dan Ta’lim fadhilah
shalat (5-10 menit), selepas shalat ba’diyah Mudzakarah (materi sesuai
musyawarah), Makan dan istirahat, Shalat Ashar berjamaah dilanjutkan
dengan ta’lim fadhilah dzikir dan tablig (5-10 menit), Dzikir petang (10
menit), Mudzakarah (materi sesuai musyawarah), Silaturrahim dengan
masyarakat sekitar Masjid, Shalat Maghrib berjamaah, dilanjutkan dengan
Bayan (taushiyah) sampai Isya, Setelah shalat Isya berjamaah, makan
malam, menjelang tidur Mudzakarah adab tidur/lainnya dan targhib
pentingnya shalat Tahajjud, lalu istirahat, Bangun di sepertiga malam akhir
untuk Tahajjud, dzikir dan do’a, Setelah shalat subuh berjamaah
mendengarkan Bayan subuh (30 menit), dilanjutkan dengan dzikir pagi
dan musyawarah program, demikian seterusnya sampai hari terakhir.
Ditutup dengan bayan wabsyi (nasehat pembekalan pulang dan doa.
b. Ta’lim Masturot (TM) : Mahasiswi dan pembimbingnya berkumpul di satu
tempat (tertutup/berhijab), tidak boleh ada satu laki-lakipun di dalamnya, di
awali dengan bayan hidayah (pembekalan TM), diberikan mudzkakarah
adab-adab majlis (15 menit), Ta’lim Fadilah A’mal (seluruh fadhilah),
Halakah (tahsin) Qur’an (10 surat pendek, An-Naas – Al-Fiil), dan
Mudzakarah 6 sifat Sahabat, waktu yang ditempuh selama 2,5 jam. Shalat
dzuhur di awal waktu, dilanjutkan dengan Mudzakarah adab sehari-hari
(materi sesuai musyawarah), setelah makan siang dilanjutkan dengan
mudzakarah, kemudian Bayan Masturot/Tausiyah tentang peranan wanita
shalihah oleh seorang ustadz (laki-laki) yang ditunjuk dari balik hijab,
ditutup dengan do’a. Selepas shalat ashar di awal waktu, TM ditutup
(selesai).

 Biaya OML / TM

Biaya kegiatan OML maupun TM, seperti transport, makan, dll, ditanggung
oleh mahasiswa masing-masing, kecuali apabila pihak lembaga (cabang)
telah meng-anggarkan sebelumnya sebagai bagian dari biaya kuliah, maka
biaya wajib dikeluarkan oleh lembaga. Apabila belum, maka dianjurkan
kepada pihak lembaga untuk berinfak guna membantu kekurangan dana
kegiatan dimaksud (secara suka rela), dengan cara diajukan oleh pihak
penyelenggara melalui kordinator pendidikan agama kepada pihak kampus
tersebut.
Adapun bagi pembimbing (Dosen) diberikan penggantian uang transport dan
biaya makan selama kegiatan tersebut berlangsung, sesuai kebijaksanaan
cabang, dan honor mengajar dihitung sebanyak 3 (dua) kali pertemuan .

222
JADWAL KEGIATAN TA’LIM MUSLIMAH POLTEK LP3I KRAMAT RAYA
Hari / Tanggal Waktu Materi Keterangan
Gelombang I 09.00 – Bayan Hidayah/Petunjuk Jamaah digabung
09.30 Ta’lim Kitabi: Jamaah dibagi 3
09.30 – 1. Fadhilah Al Qur’an dan kelompok
11.30 Halaqah (masing-masing
10 Surat (An-Naas – Al Fiil) kelompok di pimpin oleh
2. Fadhilah Shalat salah satu ustadzah
3. Fadhilah Dzikir yang ditunjuk)
4. Fadhilah Tabligh
5. Kisah Sahabat dan
Sahabiyah
6. Mudzakarah 6 sifat sahabat Targhibiyah dan Taqrar
11.30 – Coffee Break dan Shalat Jamaah satu kelompok
12.30 Dzuhur Tho’am/ Makan siang Jamaah satu kelompok
12.30 – Mudzakarah: Sesuai kelompok
13.00 1. Adab istinja, masing-masing
13.00 – 2. Adab mandi
15.00 3. Adab Wudhu
4. Adab Rumah Tangga
Persiapan dan Shalat Ashar
Coffee Break Jamaah satu kelompok
Mudzakarah: Sesuai kelompok

223
15.00 – 1. Adab makan/minum masing-masing
15.30 2. Adab tidur
15.30 – 3. Adab berpakaian muslimah
15.45
15.45 –
17.00
Gelombang II 09.00 – Ta’lim Kitabi: Sesuai kelompok
11.30 1. Fadhilah Al Qur’an dan masing-masing
Halaqah
10 Surat (di hafal)
2. Fadhilah Shalat
3. Fadhilah Dzikir
4. Fadhilah Tabligh
5. Kisah Sahabat dan Taqrar 2-3 orang
Sahabiyah Jamaah satu kelompok
11.30 – 6. Mudzakarah 6 sifat sahabat Jamaah satu kelompok
12.00 Coffee Break dan Shalat Sesuai kelompok
12.00 – Dzuhur masing-masing
13.00 Tho’am/makan siang
13.00 – Mudzakarah: Jamaah satu kelompok
14.00 1. Pentingnya Shalat awal
waktu
2. Adab mendidik anak Islami
14.00 – Bayan /Taushiyah dan doa
15.00

Tata Tertib Ta’lim :

1. Semua mahasiswi muslimah LP3I Kramat wajib mengikuti program ini


2. Masing-masing membawa mukena, Al Qur’an, dan peralatan tulis menulis
3. Peserta dilarang keluar masuk ruangan ta’lim, kecuali untuk buang hajat/wudhu, dan
segera kembali ke ruang ta’lim
4. Hal-hal yang belum diatur, akan diatur kemudian

JADWAL KEGIATAN OML POLTEK LP3I KRAMAT RAYA

Hari I / Jum’at .

1. 08.00 : Kumpul di Masjid LP3l


2. 08.00 – 09.00 : Pembekalan
3. 09.00 – 10.00 : Absensi dan persiapan berangkat
4. 10.30 : Tiba di masjid tujuan
5. 10.30 – 11.30 : Pembukaan & Tata tertib selama kegiatan PPAI
6. 11.30 – 12.00 : Persiapan Shalat Jum’at
7. 12.00 – 13.00 : Shalat Jum’at
8. 13.00 – 15.00 : Makan siang & Materi I (Ta’lim, Mudzakkarah adab
kehidupan sehari – hari)
9. 15.00 – 15.40 : Persiapan untuk Shalat & Shalat Ashar berjama’ah
10. 15.40 – 16.30 : Keperluan Pribadi (MCK)
11. 16.30 – 18.00 : Tilawah Al Qur-an & Tahsin tajwid
12. 18.00 – 19.00 : Shalat Maghrib berjama’ah & Dzikir Taushiyah Agama
13. 19.00 – 19.30 : Shalat Isya berjama’ah
14. 19.30 – 20.30 : Makan malam
15. 20.30 – 22.30 : Materi II
224
16. 22.30 – 02.30 : Istirahat (Tidur)

Hari II / Sabtu

17. 02.30 – 03.00 : Persiapan Qiyamullail


18. 03.00 – 04.00 : Shalat tahajjud
19. 04.00 – 04.30 : Persiapan Shalat Shubuh
20. 04.30 – 05.00 : Shalat Shubuh berjama’ah & Dzikir
21. 05.00 – 06.00 : Taushiyah Shubuh
22. 06.00 – 07.30 : Sarapan pagi
23. 07.30 – 08.30 : Keperluan pribadi
24. 08.30 – 09.00 : Persiapan Shalat Dhuha
25. 09.30 – 11.30 : Materi III (Tahsin Al Qur-an , keutamaan shalat, dzikir,
silaturahmi & ta’at kepada kedua orang tua )
26. 11.30 – 12.30 : Persiapan & shalat Dzhuhur jama’ah
27. 12.30 – 13.30 : Makan siang
28. 13.30 – 14.45 : Mudzakkarah & persiapan istirahat siang
29. 15.00 – 15.45 : Persiapan untuk shalat Ashar jama’ah
30. 15.45 – 16.30 : Materi IV
31. 16.30 – 17.30 : Keperluan Pribadi
32. 17.30 – 19.00 : Persiapan Shalat maghrib jama’ah, dzikir & taushiah

Hari III / Ahad : Kegiatannya sama seperti pada kegiatan Hari Sabtu

Contoh Materi Program

I. Kalam Dakwah

Kejayaan, kebahagiaan, kemuliaan, dan kesuksesan makhluk ada dalam


kekuasaan Allah SWT. Allah yang menciptakan. Allah yang memelihara. Allah
yang memberi rizki. Allah menciptakan suasana dan keadaan. Allah
menciptakan sesuatu dengan kudrat dan iradat Nya tanpa bantuan makhluk.

Segala yang nampak ataupun yang tidak nampak berasal dari khazanah
Allah. Untuk kejayaan, kebahagiaan, kemuliaan, dan keselamatan umat
manusia Allah telah menghantarkan Agama Islam yang sempurna. Agama
adalah seluruh perintah Allah ikut sunnah Rasulullah saw. Ketiadaan dan
kekurangan dalam amal agama akan menyebabkan kerugian, penderitaan,
kegagalan, dan kehinaan baik di dunia maupun di akhirat yang kekal abadi
selama-lamanya.

Agama penting namun usaha atas agama jauh lebih penting. Agama lebih
penting dari tanah, air, api, dan udara. Bagaimana agama dapat wujud dalam
diri kita dan seluruh umat serta dapat tersebar ke seluruh alam sampai hari
kiamat? Jawabnya : Hanya ada satu cara, yaitu dengan usaha dan cara

225
Rasulullah saw, tidak dapat dengan cara lain. Sebagaimana kita melihat
hanya dengan mata, mendengar dengan telinga, berbicara dengan mulut,
berjalan dengan kaki, dan sebagainya.

Rasulullah saw adalah penutup para Nabi. Allah SWT tidak akan menurunkan
Nabi lagi, tetapi tugas kenabian harus tetap berlanjut sampai hari kiamat.
Siapakah yang akan meneruskan Usaha Kenabian? Maka Allah telah memilih
dan menerima umat ini bertanggungjawab untuk meneruskan Usaha
Kenabian.

Apakah Usaha Rasulullah saw itu? Usaha Rasulullah saw adalah kumpulan
dari beberapa usaha amal, yaitu :

ii. Usaha Dakwah ila Allah


iii. Usaha menghidupkan Taklim wa Ta’allum
iv. Usaha Dzikir Ibadah dan menambah kekuatan Doa
v. Usaha Khidmat (bergaul sesama makhluk dengan akhlak Rasulullah saw.

Sebagai contoh usaha pertanian ialah kumpulan dari beberapa hal yaitu harus
ada sawah, air, benih, alat, dan petani. Apabila salah satu unsurtadi tidak ada
maka usaha pertanian tidak dapat berjalan. Demikian juga dengan Usaha
Rasulullah saw, apabila salah satu amalan tidak dapat dihidupkan maka
Usaha Rasulullah tidak dapat berjalan.

Usaha Rasulullah saw dapat dijalankan dengan 5 amal Maqami, yaitu :

 Musyawarah Harian
 Luangkan Waktu 2,5 jam Untuk Silaturrahmi
 Hidupkan Amalan Ta`lim di Masjid dan Ta`lim di Rumah
 Jaulah di masjid sendiri dan jaulah di masjid tetangga
 Infaqkan Waktu Selam 3 Hari Setiap Bulan Untuk Hidupkan Suasana
Agama di Masjid Kampung Terdekat dengan Kampung Kita

Agar Usaha dan amalan tersebut dapat terwujud harus dijalankan dengan 6
sifat dalam diri kita, yaitu :

1. Iman Yang Benar kepada Allah SWT


2. Cara Rasulullah saw
3. Mengetahui Nilai `Amal
4. Tawajuh Kepada Allah
5. Ikhlash
6. Mujahadah Nafsu

Untuk menjalankan Usaha Rasulullah harus dikerjakan dengan berjamaah,


karena Nusratullah bersama dengan jemaah.

Apakah Jamaah itu ?

Jemaah adalah berkumpulnya ahlul haq dalam suatu tempat yang memiliki
syarat-syarat tertentu yaitu :

2. Fikir yang sama sebagaimana fikir Rasulullah saw

226
2. Maksud dan tujuan yang sama
3. Semangat dan gerak yang sama
4. Pembicaraan yang sama dalam perkara yang sama
5. Kefahaman agama yang sama atas perkara yang sama
6. Satu hati dan kasih sayang

Apabila Usaha, Amalan, Sifat, dan Syarat-Syarat tersebut dapat wujud pada
diri seseorang, satu jemaah, rumah, tempat usaha, masjid dan
kampungselama 24 jam, maka :

1. Allah akan jadikan asbab turunnya hidayah bagi semua umat di seluruh
alam sampai hari kiamat.
2. Allah akan menjaga rumah, tempat usaha, masjid, dan kampung kita
sebagaimana Allah menjaga baitullah dari serangan tentara Abrahah.
3. Allah menjaga keluarga dan keturunan kita sebagaimana Allah menjaga
keturunan Nabi Ibrahim
4. Allah akan memberikan keberkahan rizki dan rizki yang tidak disangka-
sangka
5. Allah akan tegakkan yang haq dan hancurkan yang bathil
6. Allah akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang adil.
7. Allah akan jaga diri kita dari fitnah dunia dan fitnah dajjal.

Agama penting namun usaha atas agama jauh lebih penting. Bagaimana
menjadikan agama dan usaha atas agama menjadi maksud dan tujuan hidup
kita. Pentingnya usaha dan cara tersebut di atas, maka setiap orang apapun
profesinya dan strata sosialnya perlu untuk mempelajarinya.

Untuk memahami usaha dan cara tersebut diperlukan pengorbanan fikir,


waktu, diri, dan harta. Kepahaman kita terhadap usaha dan cara tersebut
tergantung pada seberapa besar pengorbanan kita. Semakin besar
pengorbanan kita maka semakin banyak kepahaman yang akan Allah SWT
berikan kepada kita.

Kepahaman dalam usaha dakwah yaitu bagaimana maksud hidup kita untuk
usaha dakwah. Usaha untuk menjadikan :

1. Masjid kita seperti masjid Nabawi dizaman Rasulullah saw


2. Kampung kita seperti Kampung Madinah di zaman Rasulullah saw
3. Rumah kita seperti Rumah shahabat.

Untuk tahap awal. Usaha dan cara tersebut dengan meluangkan waktu :

1. 2,5 jam setiap hari


2. 3 hari setiap bulan
3. 40 hari setiap tahun
4. 4 bulan seumur hidup

II. Ushul-Ushul Da`wah

Ushul dakwah adalah tertib yang dipakai jamaah dalam da`wah sewaktu
keluar fisabilillah maupun amal maqomi

227
 Empat Yang Diperbanyak
:
1. Dakwah illallah
2. Ta'lim wa'talum
3. Dzikir Ibadah
4. Khidmat

 Empat Yang Dikurangi :

1. Kurangi makan dan minum


2. Kurangi tidur dan istrirahat
3. Kurangi keluar dari lingkungan masjid
4. Kurangi bicara yang sia-sia

 Empat Yang Dijaga

1. Jaga Ta`at Pada Amir Selama Tidak Ma`shiyat Kepada Allah


2. Utamakan `Amalan Ijtima`I dan Jaga `Amalan Infirodi
3. Jaga Kehormatan Masjid
4. Jaga Sifat Shabar & Tahan Uji

 Empat Yang Ditinggalkan :

1. Tinggalkan mengharap kepada makhluk mengharap hanya kepada Allah


swt
2. Tinggalkan meminta kepada makhluk meminta hanya kepada Allah
3. Tinggalkan menggunakan barang orang lain tanpa izin
4. Tinggalkan boros / mubazir

 Empat Yang Tidak Disentuh :

1. Masalah Politik praktis baik dalam maupun luar negeri


2. Khilafiyah
3. Status Sosial
4. Sumbangan dan Derma

 Empat Yang Harus Didekati:

1. Ulama Pondok Pesantren


2. Da'i
3. Ahli Dzikir
4. Mushonifiin (Pengarang Kitab)

III Mudzakarah 6 Sifat Shahabat

Allah SWT meletakkan kesuksesan dan kebahagiaan hidup manusia di dunia


dan akhirat hanyalah pada agama Islam yang sempurna. Agama Islam yang
sempurna adalah agama yang dibawa oleh Rasululloh SAW. Meliputi Iman,
Ibadah, Muamalah, Mu’asyarat dan Akhlaq. Pada saat ini umat Islam tidak
ada kekuatan dan kemampuan untuk mengamalkan agama secara sempurna.
Para sahabat RA telah sukses dan jaya dalam mengamalkan agama secara

228
sempurna karena mereka memiliki sifat-sifat dasar yang terkandung dalam
enam sifat sahabat yang meliputi,

1. Yakin atas kalimah thoyyibah “laa ilaaha illallah muhammadurrasulullah”


2. Sholat khusyu’ dan khudlu’
3. Ilmu ma’adzikir
4. Ikromul Muslimin
5. Tashihun niat
6. Da’wah dan tabligh khuruj fi sabilillah.

Enam sifat sahabat RA tersebut bukan merupakan wujud agama yang


sempurna, karena agama yang sempurna terkandung dalam al qur’an dan al
hadits, tetapi apabila enam sifat para sahabat tersebut ada dalam diri kita
maka Allah SWT akan memberikan kemudahan kepada kita untuk
mengamalkan agama secara sempurna.

 Yakin atas kalimah thoyyibah “laa ilaaha illallah muhammadurrasulullah“.

Arti dari kalimat tersebut adalah, “ Tidak ada yang berhak disembah selain
Allah Swt., dan Baginda Muhammad saw., adalah utusan Allah swt,.

Maksud dari kalimat Laa ilaha illallah

Adalah mengeluarkan keyakinan pada mahluk dari dalam hati dan


memasukkan keyakinan hanya kepada Allah swt., di dalam hati.

Fadhilahnya :

1. Barang siapa yang mati sedangkan dia yakin tidak ada yang berhak
disembah selain Allah Swt., maka dijamin masuk surga.
2. Barang siapa yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain
Allah dan hatinya membenarkan lisannya, maka dipersilahkan masuk
surga dari pintu mana yang dia suka.
3. Sekecil-kecil iman dalam hati maka akan Allah berikan surga yang luasnya
10 kali dunia.

Cara mendapatkan :

1. Dakwahkan pentingnya iman yakin.


2. Latihan dengan cara memperbanyak halaqoh-halaqoh / majlis iman yakin
(bicara atau dengar).
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat iman dan yakin.

Maksud dari kalimat Muhammadur rasulullah

Meyakini hanya satu-satunya jalan untuk mencapai kejayaan dunia dan


akherat hanya dengan cara ikut sunnah Rasulullah Saw.

Fadhilah :

229
1. Rasulullah Saw. bersabda, Tidak akan masuk neraka seseorang yang
bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan Aku
(Muhammad) sebagai utusan Allah.
2. Rasulullah Saw. bersabda barang siapa yang berpegang teguh dengan
sunnahku dikala rusaknya ummatku maka baginya pahala 100 orang mati
syahid.
3. Rasulullah Saw. Bersabda barang siapa menghidupkan sunnahku
sungguh dia cinta padaku, dan barangsiapa yang cinta padaku maka akan
bersamaku didalam surga.

Cara mendapatkan :

1. Dakwahkan pentingnya menghidupkan sunnah Rasulullah Saw.


2. Latihan , yaitu dengan cara menghidupkan sunnah Rasulullah Saw. Dalam
kehidupan kita selama 24 jam.
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk menghidupkan
sunnah.

 Sholat khusyu’ dan khudlu’

Artinya shalat khusu` wal khudlhu` adala shalat dengan konsentrasi batin dan
merendahkan diri dengan mengikut cara yang dicontohkan oleh Rasulullah
saw.

Maksud Shalat Khusu dan Khudu

Yaitu membawa sifat-sifat ketaatan kepada Allah Swt didalam shalat kedalam
kehidupan sehari-hari.

Fadhilah :

1. Allah berfirman : Sesungguhnya shalat dapat mencegah dari perbuatan


keji dan mungkar.
2. Allah berfirman : Carilah pertolongan Allah dengan sabar dan shalat.
3. Rasulullah Saw. Bersabda : shalat adalah milahnya orang beriman.

Cara mendapatkan :

1. Dakwahkan pentingnya shalat


2. Latihan dengan cara :

a. Memperbaiki dhahirnya shalat.


b. Menghadirkan keagungan Allah
c. Belajar menyelesaikan masalah dengan shalat

3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat shalat khusyu dan khudu.

 Ilmu ma’adzikir

230
Arti Ilmu : Semua petunjuk yang dating dari Allah Swt melalui Baginda
Rasulullah saw. Dan arti Dzikir adalah mengingat Allah swt., sebagaimana
agungnya Allah.

Maksud Ilmu ma’adzikir

Mengamalkan perintah Allah Swt. Pada setiap saat dan keadaan dengan
menghadirkan keagungan Allah didalam hati dan ikut cara Rasulullah Saw.

Fadhilah Ilmu :

1. Apabila Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka akan


Allah fahamkan dirinya pada masalah agama.
2. Barangsiapa berjalan mencari ilmu maka akan Allah mudahkan untuknya
jalan menuju surga.
3. Barangsiapa mempelajari satu ayat Al Quran maka nilainya adalah lebih
baik daripada shalat sunnah 100 rakaat. Barangsiapa mempelajari satu
bab dari ilmu maka lebih baik nilainya daripada shalat sunnah 1000 rakaat.

Fadhilah Dzikir :

1. Perumpamaan orang yang berdzikir dengan orang yang tidak berdzikir


adalah seperti orang yang hidup dibandingkan dengan orang yang mati.
2. Allah berfirman : Dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tenang.
3. Allah berfirman : Ingatlah pada Ku niscaya Aku akan ingat kepadamu.

Cara mendapatkan ilmu fadhail :

1. Dakwahkan pentingnya ilmu fadhail


2. Latihan dengan cara :

a. Duduk dalam halaqoh fadhail di masjid dan di rumah.


b. Ajak manusia untuk duduk dalam halaqoh fadhail
c. Hadirkan fadhail dalam setiap amalan .

3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat ilmu fadhail.

Cara mendapatkan ilmu masa-il :

1. Dakwahkan pentingnya ilmu masail


2. Latihan dengan cara :

a. Duduk dalam halaqoh masail dengan para alim ulama.


b. Bertanya kepada ulama baik untuk masalah agama maupun dunia.
c. Sering berziarah kepada para alim ulama .

3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat ilmu masail.

Cara mendapatkan dzikir :

1. Dakwahkan pentingnya dzikir kepada Allah Swt.


2. Latihan dengan cara :

231
a. Setiap hari membaca Al Quran (usahakan 1 juz).
b. Membaca tasbihat, shalawat dan istigfar masing-masing 100 X.
c. Ketika membaca tasbihat maka hadirkan kemahasucian Allah,
d. Ketika membaca shalawat maka ingat jasa-jasa Rasulullah kepada kita,
dan
e. ketika membaca istigfar maka hadirkan sifat Maha Pengampunnya Allah.
c. Amalkan doa-doa masnunah (harian) .

3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat dzikir.

 Ikromul Muslimin

Artinya memuliakan sesama orang islam / muslim.

Maksud ikramul muslimin adalah menunaikan hak-hak semua orang islam


tanpa meminta hak daripadanya.

Fadhilah :

1. Allah akan menolong seorang hamba selagi dia menolong saudaranya.


2. Barang siapa menutup aib saudaranya yang muslim maka Allah akan
menutup aibnya dan barang siapa membuka aib saudaranya yang muslim
maka Allah akan membuka aibnya sampai dia akan dipermalukan di
rumahnya sendiri.
3. Senyummu didepan saudaramu adalah sedekah.

Cara mendapatkan :

1. Dakwahkan pentingnya ikram


2. Latihan dengan cara :

a. Memberi salam kepada orang yang kita kenal ataupun yang tidak kita
kenal.
b. Menyayangi yang muda, menghormati yang tua, memuliakan uloama dan
menghormati sesama.
c. Berbaur dengan semua orang yang berbeda-beda wataknya.

3. Berdoa kepada Allah agar diberikan ahlaq sebagaimana ahlaq Baginda


Rasulullah Saw.

 Tashhihun niat

Artinya membetulkan / meluruskan niat

Maksud dari tashihun niat adalah membersihkan niat pada setiap amalan
semata-mata karena Allah Swt.

Fadhilah :

1. Sesungguhnya Allahtidak akan menerima amalan seseorang kecuali


dengan ikhlas.

232
2. Sesungguhnya Allah tidak memandang pada rupamu dan hartamu tetapi
Dia akan memandang pada hatimu dan amalanmu.
3. Baginda Rasulullah Saw. Bersabda : Wahai Muadz jagalah keihklasan
karena amal yang ikhlas walau sedikit akan mencukupi.

Cara mendapatkan :

1. Dakwahkan pentingnya ikhlas.


2. Latihan dengan cara : setiap beramal periksa niat kita, sebelum beramal,
ketika beramal dan setelah beramal, bersihkan niat agar semata-mata
hanya karena Allah.
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat ikhlas dalam beramal.

 Da’wah dan tabligh khuruj fi sabilillah

Arti Dakwah adalah mengajak, Tabligh menyampaikan dan khuruj fisabilillah


adalah keluar di jalan Allah.

Maksud

1. Memperbaiki diri, yaitu bagaimana agar dapat menggunakan harta diri dan
waktu sebagaimana yang diperintahkan Allah.swt,.
2. Menghidupkan agama secara sempurna pada diri sendiri dan semua
manusia diseluruh alam dengan menggunakan harta dan diri sendiri.

Fadhilah :

1. Allah berfirman : dan adakah yang perkataannya lebih baik daripada


seseorang yang mengajak manusia kepada Allah.
2. Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk kebaikan dia akan
mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkan.
3. Sepagi sepetang dijalan Allah lebih baik daripada mendapatkan dunia dan
seisinya.

Cara mendapatkan :

1. Dakwahkan pentingnya dakwah dan tabligh.


2. Latihan dengan cara : keluar dijalan Allah minimal 4 bulan seumur hidup,
40 h setiap tahun, 3 hari setiap bulan dan 2,5 jam setiap hari. Tingkatkan
pengorban dengan cara bertahap-tahap menjadi 4 bulan setiap tahun, 10
hari setiap bulan dan 8 jam setiap hari.
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat dakwah dan tabligh yaitu
dapat menggunakan harta, diri dan waktu untuk kepentingan agama.

V. Adab-Adab Makan Dan Minum

Firman Allah SWT,. :

        


          

233
        
     

“ Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya


Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah
bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu,
anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan
buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk
binatang-binatang ternakmu.”(QS. `Abasa : 24-32)

Apabila akan duduk untuk menghadapi hidangan makan, hendaknya


menanamkan keyakinan yang shahih bahwa makan adalah salah satu dari
perintah Allah swt., oleh karena itu perintah tersebut harus dilaksanakan
sesuai dengan apa yang disyari`atkan Allah swt., melalui Nabi-Nya. Salah
satu perintah-Nya adalah agar melihat pada makanan yang akan dimakan,
dengan menghadirkan qudrat (kekuasaan) Allah dalam hati dan juga
memasukkan yakin bahwa makanan yang dimakan adalah suatu ni`mat yang
datang dari Allah swt., yang diberikan pada makhluk-Nya dan makhluk tidak
memiliki daya upaya (untuk mendatangkannya).

Agar dalam aktifitas makan mendatangkan ridha` dan manfaat yang lebih,
hendaklah kita memperhatikan beberapa adab-adab yang diajarkan Baginda
Rasulullah saw., di antaranya sebagai berikut :

 Makanan dan minuman bersumber dari yang halal dan cara


mendapatkannya juga halal.
 Makruh mencicipi makanan yang berbau kurang sedap.
 Niat makan bukan untuk mengenyangkan perut saja tetapi agar kuat
beribadah.
 Tidak makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang.
 Tidak berlebih-lebihan (isyraf) dalam makan dan minum.
 Segera makan jika dipersilahkan sehingga orang yang mengajak makan
tidak berulang-ulang memanggil.
 Berwudhu, menutup kepala, dan makanlah dengan berjamaah.
 Mencuci tangan dengan air yang mengalir agar kotoran dan kuman-kuman
akan jatuh bersama air.
 Gunakan alas (suprah) agar makanan yang jatuh bisa diambil kembali.
 Disunnahkan untuk menunggu makanan, apabila makanan telah tiba
maka berdoa :

‫الّلهّم بارك لنا فيما رزقتنا وقنا عذاب الّنار‬

” Allaahumma baariklanaa fii maa rojaqtanaa wa qinaa `adzaaban naar ”

“Ya Allah berkahilah untuk kami rezeki yang telah Engkau karuniakan
kepada kami dan selamatkanlah kami dari siksa nerak.”

 Duduk pada lantai dan tidak bersandar dengan cara kaki kiri dan lutut di
tegakkan agar perut terlipat menjadi 3 bagian : sepertiga bagian untuk
makanan, sepertiga bagian untuk air dan sepertiga bagian lagi untuk
udara.

234
 Tidak mencium makanan dan meniup makanan yang masih panas tunggu
hingga layak untuk disantap.
 Makan dan minum dengan menggunakan tangan kanan.
 Sebelum makan disunnahkan mencicipi garam dengan jari manis.
 Makan diawali dengan ucapan :

‫بسم هللا وعلى بركة هللا‬

” Bismillaahi wa `alaa barakatillaah ”.

 Jika ada buah-buahan yang dihidangkan, dianjurkan mencicipinya terlebih


dahulu dengan doa :

‫الّلهّم بارك لنا في ثمرنا‬

“ Allaahumma baarik lanaa fii samarinaa ”.

 Apabila kita lupa berdoa sebelum makan dan teringat ketika makan maka
ucapkanlah :

‫بسم هللا أّوله وأخره‬

” Bismillaahi awwalahuu wa aakhirohu ”.

 Disunnahkan dengan tiga jari (tiga suapan pertama) dan seterusnya boleh
dengan lima jari.
 Disunnahkan memuji makanan.
 Meminum air putih diawali dengan tiga kali tegukan. Pada setiap tegukan
diawali dengan Basmalah dan di akhiri dengan Hamdalah selanjutnya
boleh dengan sekali teguk.
 Hindari minum pada gelas atau suatu yang bibir gelasnya pecah atau retak
dengan meletakkan mulut pada tempat yang pecah itu.
 Tidak menggunakan wadah makanan dan minuman yang terbuat dari
emas dan perak.
 Dibolehkan minum susu dengan sekali teguk.
 Disunnahkan berkumur-kumur sesudah minum susu.
 Disunnahkan meminum air Zam-Zam dengan berdiri.
 Mendoakan orang yang memberi makanan atau minuman.
 Makanan yang pernah dimakan oleh Nabi saw., adalah : semangka, labu,
kurma, manisan, tepung roti/roti gandum, bekatul, anggur, ketimun, daging
unta, daging kambing, daging ayam, daging kelinci, daging burung
khubara, belalang, susu murni, madu, air tepung gandum dan air
rendaman kurma.
 Rasulullah saw., menyukai dlhafaf (makanan yang banyak tangan
memakannya)
 Membaca doa yang bermaksud :

“ Dengan nama Allah, Ya Allah Ya Tuhanku! jadikanlah hidangan ini


nikmat yang disyukuri yang sampai nikmat syurga ke atasnya “.

235
 Makan cara hamba semasa duduk makan, baginda merapatkan antara
kedua lututnya dan antara kedua tapak kakinya, tapak kaki kanan di atas
tapak kaki kiri.
 Tidak memakan makanan yang sangat panas karena tidak (ada) berkah
(diumpamakan memakan api).
 Tidak makan dengan dua anak jari karena cara demikian adalah cara
makan syaitan.
 Menyukai kueh faludzaj, ramuan, minyak samin, madu lebah, dan tepung
gandum.
 Menyukai roti syair, mentimun dan ruthab (kurma yang belum kering)
ditambah dengan garam.
 Menyukai anggur dan semangka dimakan bersama roti dan gula atau
ruthab.
 Makan ruthab dengan tangan kanan dan biji di tangan kiri baginda diberi
makan kepada kambing yang lalu lalang di tempat baginda makan.
 Makan anggur dengan memegang tangkainya sehingga air anggur
kelihatang pada janggutnya seperti benang mutiara.
 Menyukai susu dengan tamar (al-athyabin – dua yang terbaik)
 Menggemari daging – penghulu makanan di dunia dan di akhirat – khasiat
menguatkan pendengaran.
 Menyukai roti berkuah dengan daging dan buah labu dan bersabda bahwa
labu itu adalah pohon Nabi Allah Yunus a.s. Beliau saw., pernah
menyarankan Aisyah r.ha memasak gulai dengan membanyakkan labu –
akan menguatkan hati orang yang berduka
 Menyukai daging burung (tetapi tidak pula ikut menangkap burung).
 Tidak menundukkan kepala saat makan daging burung tetapi
mengangkatkan daging ke mulutnya dan menggigitnya.
 Menyukai roti dengan minyak samin.
 Menggemari daging kambing – bagian lengan dan bahu, kurma madinah
(al-ajwah – berasal dari syurga) – penawar racun dan sihir – adalah antara
yang paling digemari di kalangan tamar.
 Sayur-sayuran yang digemari baginda pula adalah al-handaba, al-badzaruj
dan al-hamqa’/ar-rajlah.
 Tidak menyukai bagian daging seperti : buah pinggang, zakar, biji zakar,
ghudad, darah empedu dll.
 Tidak menyukai bawang putih, bawang merah dan daun bawang prei (al-
kurrats).
 Tidak pernah mencela makanan kalau disukai, dimakan kalau tidak
disukai, ditinggalkan.
 Tidak menggemari dhab.
 Suka menghabiskan sisa makanan dengan anak jarinya, makanan yang
penghabisan banyak barakahnya.
 Menjilat sisa makanan pada anak jari, yang tidak diketahui makanan mana
yang paling berkat.
 Tidak menyapu dengan sapu tangan.
 Selesai makan dibaca

“ Segala puji-pujian bagi Allah. Ya Allah Ya Tuhanku, bagi-Mu segala


pujian. Engkau anugerahkan makanan, maka Engkau anugerahkan
kekenyangan. Engkau anugerahkan kepuasan (kehilangan haus). Bagi
Engkau segala pujian yang tidak dimungkiri keutamaannya, yang tidak
ditinggalkan dan yang diperlukan kepadanya.

236
 Membasuh tangan dan menyapu sisa air ke muka.
 Minum dengan tiga kali teguk dan dibaca sebelum setiap teguk : Bismillah
dan selepas setiap teguk : Alhamdulliah.
 Minum senafas dan tidak bernafas dalam bekas minuman yang diminum
melainkan semasa menghisap.
 Memberikan kelebihan air kepada orang yang lebih mulia kedudukannya
baik di sisi di kiri atau di kanan baginda dan bersabda kepada orang yang
tidak mendapat air bahwa sunnah mengutamakan (orang yang lebih mulia
kedudukannya).
 Tidak menyukai air susu dan madu diminum bersama karena tidak
melambangkan tawadhu`
 Pemalu dalam perihal makan, tidak meminta kepada keluarga baginda
makanan/minuman tetapi kalau diberi baru baginda makan atau minum.
Kadangkala bangun sendiri untuk mendapatkan makanan/minuman.

V. ADAB - ADAB TIDUR

Tidur merupakan salah satu nikmat yang Alloh swt berikan kepada hamba-
hambanya. Alloh swt berfirman :
       
     
" Dan Karena rohmat-Nya, dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya
kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari
karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya". (QS.
Al Qoshosh : 73).
   
" Dan kami jadikan tidurmu untuk istirahat". (QS. An Naba' : 9)

Dalam keheningan malam (tidur), seorang hamba dapat beristirahat dengan


tenang setelah sehari penuh bergelut dengan berbagai aktifitas hingga dapat
merasakan kenikmatan hidup dan dia pun dapat memulihkan tenaganya
sebagai persiapan untuk menyongsong aktifitas baru disaat fajar
menyingsing. Oleh karena itu hendaklah seorang hamba (muslim)
memperhatikan adab-adab tidur, sehingga tidurnya tidak sekedar pelepasan
lelah namun juga sebagai suatu ibadah. Diantara adab-adab tersebut adalah :

Adab Sebelum Tidur

 Tidak mengakhirkan waktu tidur (bergadang) kecuali untuk hal-hal yang


mendadak (mendesak) seperti mengulang pelajaran, berbincang-bincang
dengan tamu atau bercengkrama dengan anggota keluarganya.
 Selalu menjaga wudhu' saat hendak tidur.

Rosululloh saw bersabda :


‫اذا اتيت مضجعك فتوضاء وضؤك للصالة‬

Idzaa ataita madhja `aka fatawadhdha` wudhu` - aka lish sholaati.”

" jika kamu hendak merebahkan diri kepembaringanmu, berwudhu'lah

sebagaimana engkau berwudhu' untuk sholat". (HR. Bukhori:6311 dan


Muslim:2710)

237
Berbaring dengan lambung kanan dan menghadap kiblat.

‫ُثَّم اْض َط َج َع َع َلى ِش ِّقَك اَألْي َم ان‬


“Tsummadhtho ji` `alaa syiqqikal aimaan.”

"… kemudian berbaringlah diatas pinggang sebelah kanan".)HR. Bukhori:


6311 dan Muslim: 2710).

 Tidak berbaring dengan posisi tengkurap.


 Berdzikir dan berdo'a.

Diantara dzikir, do'a dan perbuatan yang biasa dilakukan Rosululloh saw
adalah :

a. Membaca suart Al-Ikhlas, Al-Falaq dan AnNaas, kemudian ditiupkan pada


telapak tangan (dengan sedikit meludah). Sesudah itu diusapkan ke
anggota tubuh mulai dari kepala, wajah dan lainnya yang dapat dijangkau
tangan, dan dilakukan sebanyak tiga kali.(lihat hadits Bukhori:6319)
b. Membaca Ayat Kursi. (lihat Hadits Bukhori: 5010).
             
            
           
         
         
" Alloh, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup
kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak
tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat
memberi syafa'at di sisi Alloh tanpa izin-Nya? Alloh mengetahui apa-apa yang
di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui
apa-apa dari ilmu Alloh melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Alloh
meliputi langit dan bumi. dan Alloh tidak merasa berat memelihara keduanya,
dan Alloh Maha Tinggi lagi Maha besar". (QS. Al-Baqoroh: 255).

c. Membaca dua ayat terakhir surat Al-Baqoroh.


         
        
         
           
         
         
            
        
   
"Rosul Telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari
Robbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman
kepada Alloh, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rosul-rosul-Nya.
(mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun
(dengan yang lain) dari rosul-rosul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami
dengar dan kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Robb kami dan
kepada Engkaulah tempat kembali."Allah tidak membebani seseorang

238
melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari
kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Robb kami, janganlah Engkau hukum
kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Robb kami, janganlah Engkau
bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan
kepada orang-orang sebelum kami. Ya Robb kami, janganlah Engkau
pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah
Kami; ampunilah Kami; dan rohmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (QS. Al Baqoroh: 285-286)
d. Meletakkan tangan kanan dibawah pipi (tangan kanan sebagai bantalnya).
e. Berdo'a dengan do'a tidur.
‫بسمك الّلهّم أموت وأحيا‬
“ Bismika Alloohumma amuutu wa ahyaa “.

"Dengan nama-Mu, Ya Alloh aku mati dan hidup"

‫الّلهّم قّني عذابك يوم تبعث عبادك‬

“ Allaahumma qinnii `adzaabaka yauma tub`atsu `ibaadaka “.

"Ya Alloh, jauhkan aku dari siksaanMu pada hari engkau membangkitkan
hamba-hambaMu". (dibaca tiga kali) (lihat shohih Tirmidzi: 3/ 143).

Adab Disaat Tidur :

 Berusaha menghindari posisi tidur tengkurap.


 Apabila hendak membalikkan tubuh, berdo'a :

‫الاله االهللا الوحد القهار رب السموات واالرض وما بينهما عزيزالغفار‬

“ Laa ilaaha illalloohul waahidul qohhaaru robbus samaawaati wal ardho wa


maa bainahumaa `aziizul goffaar.”

"Tidak ada iIlah selain Alloh, Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa, Rob Yang
Menguasai langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya, Yang Maha
Mulia lagi Maha Pengampun". (HR. Hakim dan lihat Shohihul Jami': 4/231).

 Jika melihat sesuatu yang menakutkan dalam tidur, maka berdo'alah :

‫اعوذ بكلمات هللا التامات من غضبه وعقابه وشر عباده ومن همزات اشيطان ان يحضرون‬

“ A-`uudzu bikalimaatillaahit taammaati min ghodhobihii wa `iqoobihii wa


syarri ibaadihii wa min hamazaatisy syayaathiini wa ay yahdhuruun.”

"Aku berlindung dengan kalimat Alloh yang sempurna, dari kemarahan dan
siksaanNya, dan dari kejahatan hamba-hambaNya dan dari godaan syaithon
dan agar jangan sampai mereka hadir dihadapanku". (HR. Abu Daud: 4/12
dan lihat Shohih Tirmidzi: 3/ 171).

 Jika bermimpi baik, jangan diceritakan kecuali kepada orang yang senang
mendengarkannya

239
 Jika bermimpi buruk, meludahlah kekiri tiga kali (dengan sedikit percikan)
dan berta'awudz (berlindung kepada Alloh) tiga kali :

‫ْاستعيذ باهلل من الشيطان ومن شر ما ارى‬

“Asta`iidzu billaahi minasy syaithooni wa min syarri maa aroo.”

“ Aku berlindung kepada Alloh dari (godaan syaithon) dan dari keburukan apa
yang aku lihat.”
.
 Tidak menceritakan kepada orang lain.
 Mengubah posisi tidur

Adab setelah tidur.

 Berdo'a dengan do'a bangun tidur :

‫الحمد هلل الذي ْاحيانا بعد ما ْاماتنا واليه النشور‬

“ Alhamdulillaahil ladzii ahyaanaa ba`da maa amaatanaa wa ilaihin nusyuur.

"segala puji bagi Alloh yang membangunkan kami setelah ditidurkan-Nya.


Dan kepada-Nya kami dibandingkan".

 Bangun dan sholat malam paling sedikit sholat witir satu roka'at

VI. Mudzakkarah Adab Masjid

Dasar utama mendirikan masjid adalah takwa. (Alquran). * Barangsiapa


mendirikan masjid, Allah akan mendirikan baginya bangunan seperti itu di
surga. (HR. Muslim).

Maksud dan tujuan masjid didirikan, adalah sebagai :

1. Tempat shalat. (HR. Muslim),


2. Tempat dzikir. (HR. Muslim),
3. Tempat tilawat Alquran. (HR. Muslim),
4. Tempat majelis agama. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi),
5. Tempat ta’lim Alquran. (HR. Thabrani, Al Bazzar),
6. Tempat ta’lim masail. (HR. Thabrani),
7. Pusat dakwah Islamiyah. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud).

 Masjid hendaknya dibangun di tempat yang dekat dengan masyarakat


yang mudah dikunjungi. (HR. Ahmad, Abu Dawud).
 Masjid hendaknya sederhana, tidak terlalu mewah seperti orang Yahudi
dan Nasrani yang memperelok gereja. (HR. Abu Dawud). * Abu Darda ra.
berkata, “Jika kamu mengukir-ukir masjid, maka kehancuran akan
menimpamu.”
 Berlomba-lomba memperindah masjid, mengakibatkan riya dan berbangga
diri. Akhirnya jauh dari maksud sebenarnya mendirikan masjid. Sabda
Nabi saw., “Akan datang kepada manusia satu masa, dimana mereka

240
akan berbangga-bangga dalam membangun masjid, tetapi mereka tidak
meramaikannya, kecuali sebagian kecil saja.” (HR. Syarhus Sunnah)
 Jika melihat masjid hendaklah membaca basmallah dan shalawat atas
Nabi saw.. (HR. Ahmad, Ibnu Majah).
 Masuk masjid hendaknya mendahulukan kaki kanan dengan niat I’tikaf.
(HR. Ibnu Nu’aim, Abu Dawud). Lafadzh niat I’tikaf, ialah :

‫نويت أن أعتكف فى هذاالمسجد سّن ة هلل تعالى‬

“Aku niat beri’tikaf di dalam masjid ini semata-mata karena Allah.”

Caranya : Melepaskan sendal kaki kiri dan diinjak oleh kaki kiri. Kemudian
lepaskan sendal kaki kanan dan melangkah masuk. (Imam Nawawi).
Masuk masjid disunnahkan membaca doa :

‫اللهّم افتح لي ابواب رحمتك‬

“Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu.” (HR. Abu Dawud,


Nasa’i).

Keluar masjid hendaknya mendahulukan kaki kiri, dengan membaca doa :

‫اللهّم إّني أسألك من فضلك‬

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon karunia dari-Mu. (HR. Abu


Dawud, Nasa’i).

* Caranya : Melangkah keluar dengan kaki kiri dan injak sendal bagian
kiri. Kemudian masukkan kaki kanan ke sendal kanan, lalu masukkan kaki
kiri ke sendal kiri. (Imam Nawawi).

 Sunnah memberi wewangian di masjid. (HR. Nasa’i).


 Sunnah shalat dua rakaat Tahiyyatul Masjid ketika masuk masjid sebelum
duduk. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi). * Kecuali di Masjidil Haram, lebih
utama dimulai dengan thawaf untuk menghormatinya.
 Jika tidak sempat melakukan shalat Tahiyyatul Masjid, maka bacalah;
‘Subhanallah, walhamdulillah walaa ilahaillallah wallahu akbar’. empat kali.
 Di masjid hendaknya hidup empat amalan di dalamnya, yaitu: 1) Dakwah
(HR. Bukhari, Muslim), 2) Ta’lim wa ta’alum. (HR. Muslim), 3) Dzikir
ibadah, (HR. Muslim), 4) Khidmat.
 Selama di masjid hendaknya selalu menutup aurat. (HR. Nasa’i).
 Sebaik-baik tempat shalat bagi laki-laki adalah di masjid dan sebaik-baik
tempat shalat bagi wanita adalah di dalam rumahnya.
 Masyarakat di sekitar masjid hendaknya menghormati tamu-tamu yang
berziarah ke masjidnya, karena mereka adalah tamu Allah swt.. (HR. Abi
Syaibah).

Hal-hal Yang Dibolehkan

 Boleh mengeluarkan orang yang membawa bau-bauan tidak enak dari


masjid (HR. Nasa’i).
 Boleh tidur di dalam masjid dengan niat i’tikaf. (HR. Bukhari, Muslim).
241
 Sunnah membuat kemah di dalam masjid untuk beri'’ikaf pada sepuluh
hari terakhir bulan Ramadhan. (HR. Nasa’i).
 Boleh menjadikan tempat ibadah umat lain sebagai masjid. Dan boleh
membongkar kuburan untuk dijadikan masjid. (HR. Nasa’i). * Maksudnya
kuburan dipindahkan ke tempat lain untuk dijadikan masjid.
 Boleh tidur, makan, dan minum di masjid asalkan dengan niat i’tikaf. (HR.
Nasa’i)

Hal-hal Yang Tidak Dibolehkan

 Tidak boleh menjadikan kuburan sebagai masjid. (HR. Nasa’i). * Sebelum


dibongkar (dipindahkan), tempat itu tidak boleh dijadikan masjid.
 Tidak boleh meludah di dalam masjid. (HR. Nasa’i).
 Tidak boleh bersyair dan bernyanyi di dalam masjid. Jika mendengar
orang bernyanyi di dalam masjid, dianjurkan berdoa, “Semoga Allah
menghancurkan mulutnya.” Tiga kali. (HR. Ibnu Sina, Nasa’i).
 Tidak boleh mengadakan jual beli di masjid. Jika melihat orang berjual beli
di masjid, hendaknya berdoa, “Semoga Allah merugikan
perdagangannya.” (HR. Tirmidzi, Nasa’i).
 Tidak boleh mencari barang hilang di dalam masjid. Jika melihat orang
mencari barang hilang di dalam masjid, disunnahkan berdoa, “Ya Allah,
semoga barangnya tidak ditemukan...” (HR. Muslim, Ibnu Majah).
 Tidak boleh membawa senjata terhunus ke dalam masjid. (HR. Thabrani,
Nasa’i).
 Masjid tidak boleh dijadikan jalan lintasan untuk lewat. (HR. Bukhari,
Muslim).
 Tidak boleh menyatukan pintu masjid untuk wanita dan laki-laki. Wanita
tidak boleh masuk dari pintu laki-laki dan sebaliknya. (HR. Abu Dawud).
 Tidak boleh bersuara keras, tertawa, bersenda gurau, berbicara sia-sia
dan makruh membawa bau-bauan yang tidak enak, seperti: bau bawang,
rokok, jengkol, pete, dan lain-lain, ke masjid. (HR. Bukhari, Muslim). *
Termasuk jangan buang angin di dalam masjid. (HR. Muslim).
 Tidak boleh memotong dan membersihkan kuku, rambut, mengibaskan
kain dengan keras, menyisir rambut dan janggut, atau bersiwak di dalam
masjid. Perbuatan itu akan mengotori masjid. Dan jika ada kotoran,
disunnahkan mengeluarkannya dari masjid. (HR. Abu Dawud).

242
VII. Mudzakkarah Keutamaan Menjadi Wanita Sholehah

Point-point dari halaman ini terdapat di dalam kitab Kanzul ‘Ummal, Misykah,
Riadlush Shalihin, Uqudilijjain, Bhahishti Zewar, Al-Hijab, dan lain-lain,
checking satu persatu belum dibuat. Mudah-mudahan dapat diambil ibrah
darinya.

Doa wanita lebih maqbul dari laki-laki karena sifat penyayang yang lebih kuat
dari laki-laki. Ketika ditanya kepada Rasulallah SAW akan hal tersebut, jawab
baginda “Ibu lebih penyayang dari bapak dan doa orang yang penyayang
tidak akan sia-sia.”

Wanita yang sholehah itu lebih baik dari 1,000 orang laki-laki yang tidak
sholeh. Seorang wanita solehah lebih baik dari 70 orang wali. seorang wanita
solehah lebih baik dari 70 laki-laki sholeh.

Barangsiapa yang menggembirakan anak perempuannya, derajatnya


diibaratkan seperti orang yang senantiasa menangis karena takut kepada
Allah SWT dan orang yang takut Allah SWT akan diharamkan api neraka ke
atas tubuhnya.

Barang siapa yang membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah)
lalu diberikan kepada keluarganya, maka pahalanya seperti bersedakah.
Hendaklah mendahulukan anak perempuan terhadap anak laki-laki. Maka
barangsiapa yang menyukakan anak perempuan seolah-olah dia
memerdekakan anak Nabi Ismail AS

Tidaklah seorang wanita yang haidh itu, kecuali haidhnya merupakan kifarah
(tebusan) untuk dosa-dosanya yang telah lalu, dan apabila pada hari pertama
haidhnya membaca “Alhamdulillahi’alaa Kulli Halin Wa Astaghfirullah”. Segala
puji bagi Allah dalam segala keadaan dan aku mohon ampun kepada Allah
dari segala dosa.”; maka Allah menetapkan dia bebas dari neraka dan dengan
mudah melalui shiratul mustaqim yang aman dari seksa, bahkan AllahTa’ala
mengangkat derajatnya, seperti derajatnya 40 orang yang mati syahid,
apabila dia selalu berzikir kepada Allah selama haidhnya.

Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku


(Rasulullah SAW.) di dalam syurga.

243
Barang siapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan
atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bersikap
ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh
rasa taqwa serta bertanggung jawab, maka baginya adalah syurga.

Dari ‘Aisyah r.ha. “Barang siapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak
perempuannya, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan
menjadi penghalang baginya dari api neraka.”

Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.

Apabila memanggil kedua ibu bapamu, maka jawablah panggilan ibumu


dahulu.
Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu
neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pintu yang
dia kehendaki dengan tidak dihisab.

Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara,
malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama
mana dia taat kepada suaminya dan meredhainya. (serta menjaga
sembahyang dan puasanya)

‘Aisyah r.ha. berkata “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW. siapakah yang
lebih besar haknya terhadap wanita ?” Jawab baginda, “Suaminya”. “Siapa
pula berhak terhadap laki-laki ?” Jawab Rasulullah SAW. “Ibunya”.

Seorang wanita yang apabila mengerjakan solat lima waktu, berpuasa wajib
sebulan (Ramadhan), memelihara kehormatannya serta taat kepada
suaminya, maka pasti akan masuk syurga dari pintu mana saja yang dia
kehendaki.

Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah
SWT memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu dari suaminya (10,000
tahun).

Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka


beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah SWT mencatatkan baginya
setiap hari dengan 1,000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000
kejahatan.

Dua rakaat solat dari wanita yang hamil adalah lebih baik dari 80 rakaat solat
wanita yang tidak hamil. Wanita yang hamil akan dapat pahala berpuasa pada
siang hari. Wanita yang hamil akan dapat pahala beribadah pada malam hari.

Seorang wanita yang mengalami sakit saat melahirkan, maka Allah SWT
memberi pahala kepadanya seperti pahala orang yang berjihad dijalan Allah
SWT
Wanita yang melahirkan akan mendapat pahala 70 tahun solat dan puasa dan
tiap rasa sakit dan pada satu uratnya Allah memberikan satu pahala haji.

244
Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia dari dosa-dosa
seperti keadaan ibunya melahirkannya. Wanita yang meninggal dalam masa
40 hari sesudah melahirkan akan dianggap syahid.

Wanita yang memberi minum susu kepada anaknya dari badannya (susu
badan) akan dapat satu pahala dari tiap-tiap titik susu yang diberikannya.

Jika wanita menyusui anaknya sampai cukup (2 1/2 tahun), maka malaikat-
malaikat di langit akan memberikan kabar gembira bahwa syurga adalah
balasannya. Jika wanita memberi susu badannya kepada anaknya yang
menangis, Allah akan memberi pahala satu tahun solat dan puasa.

Wanita yang habiskan malamnya dengan tidur yang tidak nyaman karena
menjaga anaknya yang sakit akan mendapat pahala seperti membebaskan 20
orang hamba. Wanita yang tidak cukup tidur pada malam hari karena
menjaga anak yang sakit akan diampunkan oleh Allah akan seluruh dosanya
dan bila dia menghibur hati anaknya Allah memberi 12 tahun pahala ibadat.
Apabila seorang wanita mencucikan pakaian suaminya, maka Allah
mencatatkan baginya seribu kebaikan, dan mengampuni dua ribu
kesalahannya,bahkan segala sesuatu yang disinari matahari akan
memohonkan ampun untuknya, dan Allah mengangkatkannya seribu darjat.

Seorang wanita yang solehah lebih baik dari seribu orang laki-laki yang tidak
soleh, dan seorang wanita yang melayani suaminya selama seminggu, maka
ditutupkan baginya tujuh pintu neraka dan dibukakan baginya delapan pintu
syurga, yang dia dapat masuk dari pintu mana saja tanpa dihisab.

Mana-mana wanita yang menunggu suaminya hingga pulang, disapukan


mukanya, dihamparkan duduknya atau menyediakan makan minumnya atau
memandang ia pada suaminya atau memegang tangannya, memperelokkan
hidangan padanya,memelihara anaknya atau memanfaatkan hartanya pada
suaminya karena mencari keridhaan Allah, maka disunatkan baginya akan
tiap-tiap kalimat ucapannya,tiap-tiap langkahnya dan setiap pandangannya
pada suaminya sebagaimana memerdekakan seorang hamba. Pada hari
Qiamat kelak, Allah kurniakan Nur hingga tercengang wanita mukmin
semuanya atas kurniaan rahmat itu. Tiada seorang pun yang sampai ke
mertabat itu melainkan Nabi-nabi.
Tidakkan putus ganjaran dari Allah kepada seorang isteri yang siang dan
malamnya menggembirakan suaminya.

Wanita yang melihat suaminya dengan kasih sayang dan suaminya melihat
isterinya dengan kasih sayang akan di pandang Allah dengan penuh rahmat.

Jika wanita melayan suami tanpa khianat akan mendapat pahala 12 tahun
solat.
Wanita yang melayani dengan baik kepada suami yang pulang ke rumah
dalam keadaan letih akan medapat pahala jihad.

Jika wanita memijat suami tanpa disuruh akan mendapat pahala 7 emas dan
jika wanita memijat suami bila disuruh akan mendapat pahala perak.

245
Dari Hadrat Muaz ra.: Wanita yang berdiri atas dua kakinya membakar roti
untuk suaminya hingga muka dan tangannya kepanasan oleh api,maka
diharamkan muka dan tangannya dari bakaran api neraka.

Tsabit Al Banani berkata : Seorang wanita dari Bani Israel yang buta sebelah
matanya sangat baik khidmatnya kepada suaminya. Apabila ia
menghidangkan makanan dihadapan suaminya, dipegangnya pelita sehingga
suaminya selesai makan. Pada suatu malam pelitanya kehabisan sumbu,
maka diambilnya rambutnya dijadikan sumbu pelita. Pada keesokkannya
matanya yang buta telah celik. Allah kurniakan keramat (kemuliaan pada
perempuan itu karena memuliakan dan menghormati suaminya).

Pada suatu ketika di Madinah, Rasulullah SAW. keluar mengiringi jenazah.


Beliau menemukan beberapa orang wanita dalam majelis itu. Rasulullah SAW
lalu bertanya, “Apakah kamu menyolatkan jenazah ?” Jawab mereka,”Tidak”.
Sabda Rasulullah SAW “Sebaiknya kalian semua tidak usah ikur berziarah
dan tidak ada pahala bagi kamu. Tetapi tinggallah di rumah dan
berkhidmatlah kepada suami niscaya pahalanya sama dengan ibadat-ibadat
orang laki-laki”.

Wanita yang memerah susu binatang dengan “Bismillah” akan didoakan oleh
binatang itu dengan doa keberkatan.
Wanita yang membuat adonan tepung gandum dengan “Bismillah” , Allah
akan berkahkan rezekinya.

Wanita yang menyapu lantai dengan berzikir akan mendapat pahala seperti
meyapu lantai di Baitullah.

“Wahai Fatimah, untuk setiap wanita yang mengeluarkan peluh ketika


membuat roti, Allah akan mejadikan 7 parit diantara dirinya dengan api
neraka, jarak diantara parit itu ialah sejauh langit dan bumi.”

“Wahai Fatimah, bagi setiap wanita yang memintal benang, Allah akan
mencatatkan untuknya perbuatan baik sebanyak utus benang yang dibuat dan
memadamkan seratus perbuatan jahat.”

“Wahai Fatimah, untuk setiap wanita yang menenun kain, Allah telah
menentukan satu tempat khusus untuknya di atas tahta di hari akhirat.”
“Wahai Fatimah, bagi setiap wanita yang memintal benang dan kemudian
dibuat pakaian untuk anak-anaknya maka Allah akan memberikan pahala
sama seperti orang yang memberi makan kepada 1000 orang lapar dan
memberi pakaian kepada 1000 orang yang tidak berpakaian.”

“Wahai Fatimah, bagi setiap wanita yang meminyakkan rambut


anaknya,menyikatnya, mencuci pakaian mereka dan memandikan anaknya,
Allah akan memberikan pahala kebaikan sebanyak helai rambut mereka dan
menghapus sebanyak itu pula dosa-dosanya dan menjadikan dirinya kelihatan
berseri di mata orang-orang yang memerhatikannya.”

Sabda Nabi SAW: “Ya Fatimah barang mana wanita meminyakkan rambut
dan janggut suaminya, memotong kumis (misai) dan mengerat kukunya, Allah
akan memberinya minum dari sungai-sungai serta diringankan Allah baginya

246
sakaratul maut dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari
taman- taman syurga dan dicatatkan Allah baginya kelepasan dari api neraka
dan selamatlah ia melintas Titian Shirat.”

Jika suami mengajarkan isterinya satu hal akan mendapat pahala 80 tahun
ibadat.

Wanita yang menyebabkan suaminya keluar dan berjuang ke jalan Allah dan
kemudian menjaga adab rumah tangganya akan masuk syurga 500 tahun
lebih awal dari suaminya, akan menjadi ketua 70,000 malaikat dan bidadari
dan wanita itu akan dimandikan di dalam syurga, dan menunggu suaminya
dengan menunggang kuda yang dibuat dari yakut.

Semua orang akan dipanggil untuk melihat wajah Allah di akhirat,tetapi Allah
akan datang sendiri kepada wanita yang memberati auratnya iaitu memakai
purdah di dunia ini dengan istiqamah.

Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan ialah wanita (isteri)
yang solehah.
Salah satu tanda keberkatan wanita itu ialah cepat perkahwinannya,cepat
pula kehamilannya dan ringan pula maharnya (mas kahwin).

VIII. Mudzakkarah Keutamaan Menikah

“Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang isterinya (dengan kasih-


sayang) dan isterinya juga memandang suaminya (dengan kasih-sayang),
maka Allah akan memandang keduanya dengan pandangan kasih-sayang.
Dan apabila seorang suami memegangi jemari isterinya (dengan kasih-
sayang) maka berjatuhanlah dosa-dosa dari segala jemari keduanya” (HR.
Abu Sa’id)

“Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik,
daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan)” (HR. Ibnu Ady
dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah)
        
         
  
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir” (QS. Ar-Ruum : 21)
      
           

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-
orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-
hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN
MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas
(pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur : 32)
       

247
“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu
mengingat kebesaran Allah” (QS. Adz Dzariyaat : 49)
         
“Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu
jalan yang buruk” (QS. Al-Isra : 32)
          
 
“Dialah yang menciptakan kalian dari satu orang, kemudian darinya Dia
menciptakan istrinya, agar menjadi cocok dan tenteram kepadanya” (QS. Al-
A’raf : 189)
     
      
      
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang
keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik
adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-
wanita yang baik (pula)” (QS. An-Nur : 26)
         
     
“Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan” ( An Nisaa : 4)

“Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku” (HR.
Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)

“Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang,


memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)

“Janganlah seorang laki-laki berdua-duan (khalwat) dengan seorang


perempuan, karena pihak ketiga adalah syaithan” (Al Hadits)

“Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk
kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa
yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya
puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhori-Muslim)

“Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat, sebab syaithan


menemaninya. Janganlah salah seorang di antara kita berkhalwat, kecuali
wanita itu disertai mahramnya” (HR. Imam Bukhari dan Iman Muslim dari
Abdullah Ibnu Abbas ra).

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah tidak
melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya,
karena sesungguhnya yang ketiga adalah syetan” (Al Hadits)

“Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup
adalah istri yang sholihah” (HR. Muslim)

“Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau senangi agama dan
akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan putrimu). Jika kamu tidak menerima

248
(lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di bumi dan kerusakan yang luas”
(H.R. At-Turmidzi)

“Barang siapa yang diberi istri yang sholihah oleh Allah, berarti telah ditolong
oleh-Nya pada separuh agamanya. Oleh karena itu, hendaknya ia bertaqwa
pada separuh yang lain” (Al Hadits)

“Jadilah istri yang terbaik. Sebaik-baiknya istri, apabila dipandang suaminya


menyenangkan, bila diperintah ia taat, bila suami tidak ada, ia jaga harta
suaminya dan ia jaga kehormatan dirinya” (Al Hadits)

“Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : a. Orang yang berjihad /
berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c.
Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram”
(HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)

“Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia


nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara” (HR.
Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)

“Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak.


Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang
terbanyak” (HR. Abu Dawud)

“Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan


perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya
jumlahmu di tengah umat yang lain” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi)

“Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat


kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari)

“Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan
kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih
hidup membujang” (HR. Abu Ya،¦la dan Thabrani)

“Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu
dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan
perempuan terhormat” (HR. Ibnu Majah,dhaif)

“Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian


diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan
rezeki, dan menambah keluhuran mereka” (Al Hadits)

“Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki


meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan
itu dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena
kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang
menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan,
Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan
menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya
karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin

249
mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan menambah
kebarakahan itu padanya” (HR. Thabrani)

“Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja


kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta /
tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan
tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang
shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama” (HR. Ibnu Majah)

“Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda : Sesungguhnya


perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan
kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama” (HR. Muslim dan Tirmidzi)

“Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya”
(HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih)

“Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di


dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali
pernikahannya.” (HR. Ashhabus Sunan)

“Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah yang sederhana belanjanya


(maharnya)” (HR. Ahmad)

“Dari Anas, dia berkata : ” Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan
mahar berupa keIslamannya” (Ditakhrij dari An Nasa’i)

“Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing.” (HR.


Bukhari dan Muslim)

IX. Mudzakarah Azas Usaha Dakwah :

Azas usaha da`wah, di antaranya :

1. Usaha melalui individu atau usaha berjamaah dan bukan usaha ijtima
besar-besaran. Usaha dakwah ini tidak mengandalkan bayan atau
ceramah atau kefasihan dalam berbicara akan tetapi kerja, zuhud. Inilah
usaha yang mesti dikerjakan oleh setiap individu, atau mesti dilakukan
dalam berjemaah.
2. Usaha melalui hati dan bukan pikiran. Sejauh mana hatimu menangis,
sejauh mana hatimu risau atau sejauh mana terbakarnya hati, atau sejauh
mana risau runsingnya hati bukan bagaimana pemikiranmu bekerja, atau
bagaimana pemikiranmu membuat rancangan, atau bukan bagaimana
pemikiranmu membuat rencana atau bukan bagaimana pemikiran filosofi
yang tinggi-tinggi untuk mendapatkan gagasan-gagasan.
3. Usaha melalui qadam dan bukan kalam. Azas usaha ini adalah
pergerakan kaki dan bukan penamu. Sejauhmana kakimu bergerak,
sejauh mana anda bergerak melalui kaki-kakimu. Sebab anda mesti pergi
kepada khalayak ramai. Mereka yang sudah datang ke mesjid mereka
mencintai agama. Sedangkan mereka yang belum datang ke mesjid belum
mencintai agama. Oleh karena itu maksud dakwah adalah untuk orang-
250
orang ini. Jamaah yang sudah datang ke mesjid kita beri ta'lim. Usaha
ta'lim dengan duduk dalam majlis. Akan tetapi dakwah dengan terjun ke
bawah, kita datang dari orang ke orang, dari toko ke toko, maksudnya
sejauh mana anda bergerak dengan kaki-kakimu, karena kerja ini
bukanlah kerja 'sastrawan'. Anda harus berenang dalam lautan manusia,
menyelam dalam laut dan mendapatkan mutiara-mutiara. Kita berusaha
mendapatkan sedemikian orang yang dapat menerima fikir iman dan amal.
4. Usaha melalui Jasad dan bukan Mal, usaha melalui diri bukan harta.
Mal (harta) adalah keperluan bagi kita, mal untuk kesenangan kita.
Sebagai umpama: jika anda hendak menghafalkan surat Fathihah, apakah
anda mesti membelanjakan ratusan ribu atau jutaan rupiah untuk
menghafal? Tentu tidak! yang diperlukan adalah masa dan kesungguhan.
Karena itu tasykil (ajakan) kita adalah orangnya bukan uangnya atau
hartanya. Apabila anda hendak mentasykil, seseorang katakan bahwa
"kami memerlukan diri anda dan bukan uang anda".
5. Usaha dengan tawadhu` dan bukan ananiah. Azas usaha dakwah adalah
merendah diri dan bukan sombong atau membanggakan diri. Sombong
adalah sifat syaitan. Kita mesti merasa tidak ada apa-apanya. Saya ini
kecil. Kita mesti merendah. Sebagaimana pohon apabila sarat dengan
buahnya maka ia merunduk. Atau seperti timba apabila hendak menimba
air, maka harus dicemlungkan. Demikian pula apabila anda hendak
merunduk hatinya maka anda akan dapat buat usaha dalam semua
kalangan masyarakat, jika tidak anda akan mengalami berbagai kesulitan.
6. Usaha dakwah dengan damai dan bukan perang (bermusuhan). Anda
mesti berdamai dengan semua orang baru anda akan dapat buat usaha.
7. Usaha melalui ittihad dan bukan ikhtilaf. Azas usaha dakwah adalah
kesatuan dan bukan perbedaan-perbedaan. Anda berusaha menjauhi
perbedaan-perbedaan. Banyak perkara yang dapat kita cari yang
membawa pada persatuan. Jikalau anda hendak menyatukan umat, maka
sedapat mungkin menjauhkan hal-hal yang membawa kepada
perpecahan.
8. Usaha melalui musyawarah dan bukan melalui kediktatoran. Musyawarah
adalah mengambil usulan (cadangan) atau pendapat sebelum membuat
keputusan. Apabila sudah diambil keputusan maka semua bersifat sami'na
waatho'na. Tetapi seorang diktator tidak memerlukan musyawarah, tidak
memerlukan pendapat orang lain. Dalam perkara-perkara kolektif yang
menyangkut ummat, maka musyawarah adalah sangat penting.
9. Usaha melalui amru bil ma'ruf bermuatan nahi anil munkar. Azas usaha
dakwah kita adalah yad'una ilakhoir, menyeru kepada yang baik.
Sebagaimana enam sifat kita semua ma'ruf. Apabila gelap maka
adakanlah lampu. Apabila amal yang baik hidup maka amal-amal buruk
akan pergi. Ketika muadzin melaungkan adzan, apa yang ia serukan? Ia
tidak membuat larangan-larangan atau jangan buat ini atau itu. Dengan
demikian usaha dakwah kita yaitu mengajak manusia: Hai saudara!
marilah ke mesjid, mari duduk ta'lim, mari hadir dalam mesyuwarah, mari
duduk dalam majlis, mari ikut jaulah, mari ikut keluar khuruj di jalan Allah,
251
inilah dakwah kita. Bayi yang baru lahir memerlukan ASI (Air Susu Ibu)
yang segar dari ibunya bukan daging dan buah-buahan.
10. Bicara Ushul dan bukan Furu`. Azas usaha dakwah kita adalah usaha
atas akar dan bukan cabang-cabangnya.
11. Azas usaha dakwah kita adalah Kulliyat dan bukan Juz'iyah. Hal-hal yang
bersifat universal, hukum-hukum yang umum akan diterima oleh semua
orang, tetapi hati-hati karena diantaranya terdapat banyak masalah yang
membawa kepada khilafiah. Sebagai contoh: mengajak kepada shalat
dapat diterima oleh semua orang, tetapi bahasan shalat secara detail
terdapat masalah masail.
12. Azas usaha dakwah kita adalah Ijmali dan bukan Tafshili. Ijmal artinya
singkat, tepat, pendek dan bukan tafsir artinya uraian-uraian secara
panjang lebar, penjelasan, argumentasi secara mendetail. Usaha dakwah
adalah deklarasi (keterangan atau maklumat), karena itu mesti pendek,
tepat dan ringkas.
13. Azas usaha kita adalah Tabshir bukan Tanzir. Tabshir artinya kabar
gembira dan bukan tanzir artinya kabar buruk, kebencian. Dalam usaha
dakwah ini kita sampaikan kabar gembira. Memberitahukan keutamaan-
keutamaan, pahala-pahala, fadhilah-fadhilah, menyampaikan perkara-
perkara yang manis, supaya semua orang dapat menerimanya. Jangan
kita mengkritik, menyakiti perasaan orang lain dan kita mencerca atau
melukai.
14. Azas usaha dakwah kita adalah Istisar dan bukan Idzhtihar. Istisar
maknanya secara senyap-senyap dan bukan Idzhtihar artinya propaganda
dengan publikasi untuk pamer kehebatan. Maulana Ilyas rah.a berkata:
"Sekiranya usaha ini telah berjalan 1000 km tetapi kita mesti merasa
masih pendek." Usaha ini adalah kerja kerohanian yang berkaitan dengan
iman yakin, dan ikhlas. Sifat-sifat ini ada di dalam hati dan bukan untuk
kemasyhuran.
15. Azas usaha dakwah kita adalah Akhirat dan bukan Dunia. Setiap orang
berfikir untuk memperbaiki kehidupan dunia mereka, kebalikan dari ini
dimana semua nabi memberitahu manusia tentang kesenangan akhirat.
Setiap orang berfikir bagaimana dunia saya dapat lebih baik, kebalikan
dari ini, Da'i berfikir bagaimana akhirat saya menjadi lebih baik.

Wallahu a'lam.

252
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,


2. Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an, Terjemah Al-Qur’an. (Jakarta. 2006)
3. Abu Bakar, Bahrun. Terjemah Tafsir Jalalain. (Bandung: Sinar Baru
Algensindo. 2004)
4. Al Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakaria, Fadha-ilul Amal.
(Jogyakarta. Ash Shaf, cet II, Mei 2007)
5. Al Kandahlawi, Maulana Muhammad Yusuf. Muntakhab Ahadits.
(Jogyakarta. Ash Shaf, Juni 2011)
6. Imam Nawawi, Riyadhus Shalihiin Jilid I, Pustaka Amani Jakarta, 1996
7. Mudlor, Ahmad. Iman dan Taqwa dalam Perspektif Filsafat. (Malang:
UIN Malang Press. 2008)
8. Andi A. Rahman, Adab-Adab Sunnah Sehari-hari, Pustaka Nabawi, 2002
9. Idris Ahmad, Fiqih Syafii, Karya Indah, 1985
10. Syahratsani. Al Milal Wa Nihal. Cet. 1. Pen. Aswadi Syakur. (Surabaya:
Bina Ilmu. 2006)
11. Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, CV Diponegoro Bandung, 1997
12. Ahmad, A. Abdurrahman. Lelaki Shalih I & II. (Cirebon : Pustaka Nabawi,
Cet. I. Muharram 1421 H)
13. Tim Depag RI. Ensiklopedia Islam. (Jakarta: CV. Anda Utama. 1993)
14. Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia (Jakarta: Hidakarya
Agung, 1990)
15. Muhammad Syata ad-Dimyati,I’anah atthalibin (Bandung: al-Ma’arif, tt.)
16. ‘Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala Mazahibil Arba’ah, (Beirut: Dar al-
Fikr,tt.)
17. Ibn Qasim al-Ghaza, Hasyiah al-Bajuri (Semarang : Riyadh Putra, tt)
18. Jalaluddin al-Mahalli, Al-Mahalli, (Indonesia: Nur Asia, tt)
19. Departemen Agama RI,Kompilasi Hukum Islam (Surabaya: Karya
Anda,tt.)
20. Muhammad Hasbi ash –Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1991)
21. Departemen Agama RI, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Proyek Pembinaan
Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi IAIN, 1984)
22. Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abi Bakr as-Suyuthi, Al-Asybah wa al-
Nadzhair, (Semarang: Thoha Putra, tt)
23. Ahmad Ropiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press,
1998)
24. M. Abdul Aziz al Hallawi, Fatwa dan Ijtihad Umar Bin Khaththab,
(Surabaya: Risalah Gusti, cet. II, 2003)
25. Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah terj. M Tholib , (Bandung: Al-Maarif, Cet.9.
1994)
26. Nasruddin Razak, Dienul Islam, PT Al Ma`arid Bandung, 1973

253
27. Mahmud Syaltut dan Ali As-Sayis, (Perbandingan Madzhab Dalam
Masalah Fikih, Bandung : Al-Ma’arif, 1973)
28. Daradjat, Zakiah, Ilmu Fiqih, Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995.
29. Hasan, M. Ali, Perbandingan Mazhab Fiqih, Jakarta: Grafindo Persada,
1997.
30. Nur, Djamaan, Fiqih Munakahat, Semarang: Dina Utama, 1993).
31. Daradjat, Zakiah, dkk. Dasar-Dasar Agama Islam, Bulan Bintang, 1999
32. Rifa’i, Moh. Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: Toha Putra, 1978
33. Shahih Bukhari-Muslim, Jabal Bandung, 2010
34. Ibn Rusyd al Hafid, Bidayatul Mujtahid, Dar Ihya Kutubil Arabiyyah

254

You might also like