Professional Documents
Culture Documents
Pengaruh Hedonic Shopping Motivations Dan Faktor Demografis Terhadap Impulsive Buying Pengunjung Mal
Pengaruh Hedonic Shopping Motivations Dan Faktor Demografis Terhadap Impulsive Buying Pengunjung Mal
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh :
Yunie Amalia
1113070000008
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2017 M
MOTTO
Persembahan:
Karya skripsi ini, saya persembahkan untuk orang-orang paling berharga dalam
hidup saya, Mamaku, Mbah Uti, dan sahabat-sahabatku. Terimakasih atas segala
doa dan dukungannya, semoga kehidupan kami senantiasa diberkahi oleh Allah
SWT. Aamiin.
v
ABSTRAK
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari
variabel hedonic shopping motivations dan faktor demografis dengan nilai
signifikasi sebesar 0.000 atau p<0.05 terhadap impulsive buying. Jadi, hipotesis
nihil (H0) yang ada pada hipotesis mayor dalam penelitian ini ditolak. Hasil uji
hipotesis minor yang menguji pengaruh dari delapan imdependent variable,
hanya ada tiga variabel yang signifikan, yaitu variabel gratifications shopping,
idea shopping, dan jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
impulsive buying. Sedangkan adventure shopping, role shopping, value
shopping, social shopping, dan usia tidak berpengaruh terhadap impulsive
buying. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan agar penelitian
selanjutnya menganalisis pengaruh variabel eksternal sehingga proporsi
varians yang lebih tinggi bisa didapatkan.
vi
ABSTRAK
This study uses a quantitative approach with the multiple regression analysis
method at significance level of 0.005 or 5%. The totalled sample 220 visitors
mall in Tangerang Raya, sample were taken with a non-probability sampling,
namely accidental sampling. Instrument of collection data uses Impulsive
Buying Tendency Scale (IBTS) by Verplanken and Herabadi (2001), and
Hedonic Shopping Motivations Scale by Arnold by Reynold (2003).
The result showed that there was a significant effect from the variable hedonic
shopping motivations and demographic factors with significant value of 0.000
or p<0.05 to impulsive buying. Thus, the null hypothesis (H0) that exist in the
major hypothesis in this study was rejected. The results of minor hypothesis
test that examines the effect of eight independent variable, there are only three
independent variable significant effect to impulsive buying, that is the variable
gratifications shopping, idea shopping, and gender, while variable adventure
shopping, role shopping, value shopping, social shopping, and age recognition
does not affect to impulsive buying. Based on these result, it is suggested to
future research analyse the effect of external variables so that the proportion or
variance is high can be obtained.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Hedonic Shopping Motivations dan Faktor Demografis terhadap
Impulsive Buying Pengunjung Mal”. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW kepada keluarga, sahabat, tabiin,
tabiut tabiin, dan umat Islam yang memegang teguh ajarannya.
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
2. Ibu Desi Yustari Muchtar, M. Si, Psi dan Ibu Nia Tresniasari, M.Si, selaku
Dosen Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah meluangkan waktu
disela-sela kepadatan jadwal untuk membimbing, mengarahkan, serta
memberikan saran serta ide-ide kepada penulis agar mampu menghasilkan
skripsi yang bermutu dan berkualitas.
3. Ibu Dr. Natris Indriyani, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik, dan
juga seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan banyak ilmu selama proses pembelajaran maupun diluar
pembelajaran.
4. Seluruh responden yang telah meluangkan waktunya untuk membantu dalam
pengisian skala pengukuran penelitian ini.
5. Mama dan Mbah Uti yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga
skripsi ini bisa selesai. Terima kasih atas doa yang tiada hentinya, serta
kesabaran yang sudah mau melihat anak dan cucunya berproses.
viii
6. TEN (Nichellia Ayu Putri, Dewi Hardiyanti, Dinda Lutfia, Aisya Dewi
Nashtya, Nadhila Yaomil Amalina, Yushiva Maulidha Rachma, Siti Fauziah,
Ardisa Citradewi, dan Fitri Aulia) teman seperjuangan sejak semester 1.
Terima kasih sudah membantu dan memotivasi untuk terus bersemangat
dalam menyelesaikan skripsi ini. Saranghae
7. Ratna Oetami Putri, sahabat sejak SD, yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan bantuan kepada penulis selama proses penulisan skripsi
ini. Terima kasih atas segala bantuan dan motivasinya, semoga diberikan
kelancaran dan kemudahan dalam penyelesaian tugas akhirnya.
8. ONZE, terima kasih atas motivasinya dalam menyelesaikan skripsi ini,
semoga kalian diberikan kemudahan serta kelancaran dalam menyelesaikan
skripsinya.
9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan doa pada
penulis selama penyelesaian skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan dari seluruh pihak
kepada penulis. Tidak ada hal yang sempurna di dunia ini, begitupun dalam proses
penyelesaian skripsi ini sehingga penulis menerima adanya saran dan kritik atas
penelitian yang dilakukan. Pada akhirnya penulis mengucapkan semoga karya tulis
ini dapat bermanfaat untuk seluruh pihak.
Penulis
Info: yun.yunamlia@gmail.com
ix
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
Belanja merupakan suatu aktivitas yang dilakukan bagi setiap individu untuk
aktivitas yang menyenangkan sehingga dapat menjadi kebiasaan dan sulit untuk
yang diperlukan, tetapi saat ini belanja dapat pula menunjukkan status sosial
juta per bulan, sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat yang tinggal di daerah
sehingga mengalami defisit sebesar 35%. Hal ini berarti anggaran belanja yang
mereka keluarkan lebih besar dari pada penghasilannya, sehingga hampir seluruh
terlebih dahulu. Mereka membeli karena apa yang mereka “lihat”, bukan yang
barang yang berpenampilan menarik, warna yang indah, serta tampilan toko yang
1
2
unik (Youn & Faber, 2000). Pembelian menjadi tidak terkontrol ketika seseorang
tidak sadar akan apa yang harus dan tidak penting untuk dibeli. Hal ini dapat
Impulsive buying bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Termasuk pada
saat seorang penjual menawarkan suatu produk kepada calon konsumen. Dimana
Jakarta, dan Surabaya, menunjukkan sekitar 85% pembeli kadang atau selalu
sesuai dengan rencana dan tidak terdorong membeli produk tambahan hanya
pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat
dan tidak direncanakan, dipicu oleh adanya konflik pikiran dan dorongan
emosional. Pembeli seringkali tidak sadar ketika melakukan impulsive buying, hal
menunjang penampilan atau sebagai identitas diri serta yang berhubungan dengan
mengunjungi mal yang berada di Tangerang Raya pada bulan Mei 2017, dari hasil
terhadap produk fashion, seperti baju, sepatu, dan tas. Oleh karena itu, penulis
memberikan nilai guna dan menawarkan nilai hedonis bagi konsumen sebagai
identifikasi diri, selain itu baju, sepatu, dan tas merupakan produk yang dipakai
oleh laki-laki maupun perempuan. Ketika konsumen berusaha untuk selalu tampil
fashionable atau mengikuti tren yang ada, hal ini akan mendorong konsumen
untuk selalu mengikuti perubahan dan perkembangan fashion yang ada. Hal
2015).
diikuti dengan tren yang silih berganti. Dampak perkembangan fashion tersebut
tentu saja membuat masyarakat mau tidak mau mengikuti tren yang ada. Bahkan
bukan hanya sekedar mengikuti tetapi sudah menjadi suatu kebutuhan bagi
masyarakat modern saat ini untuk tampil trendy dan stylish (Utami, 2016).
buying yang bersumber dari hasil wawancara dengan sejumlah responden dalam
kerugian finansial, 37% mengatakan bahwa mereka sangat kecewa dengan produk
4
yang dibeli secara impulsif, 20% merasa sangat menyesal telah melakukan
impulsive buying, dan sebanyak 19% responden mengaku dijauhi oleh orang-
perilaku impulsive buying. Menurut Youn dan Faber (dalam Dawson & Kim,
internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti emosi, ketersediaan waktu
dan uang, jenis kelamin, dan motivasi hedonis. Faktor eksternal seperti atmosfir
indah, atau musik yang menyenangkan (Verplanken & Herabadi, 2001). Sebagian
Petrić (2011) mengungkapkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari hedonic
shopping motivations terhadap impulsive buying. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Gültekin dan Ozer (2012) yang menyatakan bahwa hedonic
yang berarti semakin tinggi hedonic shopping motivations seseorang maka akan
semakin tinggi pula impulsive buying yang terjadi. Penelitian yang dilakukan oleh
masalah yang dimiliki, dapat berkomunikasi dengan orang lain, dan mempelajari
mal sengaja menciptakan suasana yang hedonis. Penciptaan suasana hedonis ini
berlama-lama di dalam mal dan dapat membelanjakan uangnya, hal ini dapat
buying, ternyata faktor demografis seperti usia dan jenis kelamin juga
kelamin dalam impulsif konsumen sebagian bisa mencerminkan fakta bahwa pria
dan wanita biasanya berbelanja untuk berbagai jenis produk yang berbeda. Pada
umumnya di dalam toko atau mal konsumen dapat menemukan produk laki-laki,
produk perempuan, dan produk anak-anak. Perbedaan usia dan jenis kelamin
Penelitian yang dilakukan oleh Bellenger et al. (dalam Kacen & Lee,
terhadap impulsive buying dibandingkan dengan mereka yang memiliki usia lebih
dari 35 tahun. Individu yang memiliki usia muda memiliki skor yang lebih tinggi
pada tindakan impulsif dibandingkan dengan orang yang lebih tua dan
menunjukkan kurang kontrol diri dibandingkan dengan orang dewasa (Logue &
Chavarro, dalam Kacen & Lee, 2002). Hal ini sesuai dengan pendapat Verplanken
dan Herabadi (2011) bahwa pada usia 18 hingga 39 tahun merupakan usia yang
tahun. Hal ini dapat disebabkan karena individu yang berusia di atas 40 tahun
telah memiliki pendapatan yang tetap dan lebih menyukai untuk membelanjakan
uang untuk diri sendiri. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilihat
populasi dan juga kenaikan daya beli, mendorong meningkatnya kebutuhan pusat
belanja. Tak terkecuali di Tangerang Raya yang mencakup Kota dan Kabupaten
Tangerang, serta Kota Tangerang Selatan. Data yang dimiliki oleh Asosiasi
terdapat 18 pusat belanja yang beroperasi di Tangerang Raya. Jumlah ini lebih
dari separuh dari 30 mal yang dimiliki provinsi Banten. Tidak termasuk ruang
tempat untuk berkumpul baik dengan keluarga ataupun teman serta rekan kerja.
Mal tidak hanya dirancang sebagai tempat belanja, tetapi juga sebagai tempat
hangout bagi pengunjung. Lokasi yang stategis serta sarana lengkap yang tersedia
di dalam mal, mulai dari resto, butik, fashion, toko buku, sampai salon dan spa,
membuat mal sudah seperti “rumah kedua” bagi pengunjung. Saat ini mal
Survei online Rakuten terhadap 1000 responden (50% wanita dan 50%
pria), mengungkapkan fakta bahwa salah satu tempat yang paling digemari orang
Indonesia untuk rekreasi adalah pusat perbelanjaan atau mal. Orang Indonesia
menyukai kepraktisan yang ditawarkan mal –mereka bisa menemukan banyak hal
8
untuk banyak orang dalam satu tempat. Survei ini juga mengungkap bahwa orang
(Hidayat, 2015). Selain itu, dengan berbelanja di mal konsumen dapat merasakan
experience shopping yang tidak bisa diberikan oleh e-commerce atau online
shopping. (Kurniawan, 2015). Mal bukan lagi sekadar tempat untuk membeli. Mal
bersosialisasi.
ingin mengkaji lebih lanjut pengaruh Hedonic Shopping Motivations, dan Faktor
Dalam batasan masalah agar fokus pembahasan lebih terarah, penelitian ini
terhadap impulsive buying produk fashion pada pengunjung mal. Adapun batasan
1. Impulsive buying dalam penelitian ini adalah pembelian yang tidak rasional
buying dalam penelitian ini yaitu terhadap produk fashion, seperti baju,
9
sepatu, dan tas. Dimensi-dimensi dari impulsive buying yaitu cognitive dan
yaitu:
pengunjung mal?
10
mal?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengui pegaruh hedonic shopping motivations
dan faktor demografis terhadap impulsive buying produk fashion pada pengunjung
mal.
juga diharapkan dapat menjadi acuan dan memberikan manfaat berupa kerangka
Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menghasilkan temuan yang
bermanfaat baik bagi konsumen. Sehingga temuan dari penelitian ini dapat
dijadikan masukan dan bahan pertimbangan bagi konsumen agar dapat lebih
LANDASAN TEORI
Impulsive buying merupakan bagian dari teori perilaku yang berkembang sekitar
tahun 1970-an (Arifianti, Kartini, Sendjaja, & Yunizar, 2010). Menurut Rook
dorongan yang tetap untuk membeli sesuatu dengan segera. Selain itu impulsive
impulsif.
Beatty dan Ferrel (1998) memperluas definisi dari Rook (1987), bahwa
impulsive buying adalah pembelian tiba-tiba dan langsung tanpa niat sebelum
berbelanja baik untuk membeli produk tertentu atau untuk memenuhi tugas
atau unplanned purchase merupakan suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa
direncanakan terlebih dahulu dan keputusan pembelian dilakukan pada saat berada
di dalam toko. Hausman (2000) juga menjelaskan yang sama, bahwa impulsive
buying merupakan bagian dari pembelian yang tidak terencana, tanpa melihat
11
12
adalah pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang
cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik pikiran dan dorongan
emosional. Perilaku impulsive buying dari Verplanken dan Herabadi (2001) ini
melibatkan dua sistem yaitu affective (emosi) dan cognitive. Affective dan
bekerja secara bersama. Namun, dalam beberapa hal sisi emosi sering menjadi hal
dari Verplanken dan Herabadi (2001) untuk dijadikan landasan penelitian. Teori
ini dipilih karena memiliki definisi yang paling sesuai untuk menjabarkan
Verplanken dan Herabadi (2001) membagi impulsive buying menjadi dua dimensi,
yaitu:
tidak direncanakan atau tidak akan dibahas karena berbagai alasan, sebagai
dengan, atau sesudah impulsive buying terjadi. Emosi yang paling menonjol,
13
kegembiraan.
1. Faktor eksternal
Menurut Youn dan Faber (dalam Dawson & Kim, 2009) faktor eksternal
yaitu lingkungan toko. Beberapa variabel yang ada di lingkungan toko antara
tambahan seperti harumnya toko, warna yang indah atau music yang
2. Faktor internal
Menurut Kacen dan Lee (dalam Dawson & Kim, 2009) faktor internal
memiliki waktu dan uang), maupun hanya perasaan saja (hanya merasa
mood.
c. Sex. Identitas diri konsumen seperti jenis kelamin merupakan salah satu
berkaitan dengan kepuasan hedonis. Sifat dasar hedonis itu sendiri yaitu,
Setiap orang memiliki tingkat impulsive buying yang berbeda, untuk mengetahui
Pada penelitian ini, alat ukur yang digunakan dalam mengukur impulsive buying
(2001) bernama Impulse Buying Tendency Scale (IBTS). Alat ukur ini sudah
reliabel dan mengukur dua dimensi dari impulsive buying yaitu dimensi cognitive
dan affective. Koefisien alpha dari dua subskala ini adalah 0.91 untuk dimensi
cognitive dan 0.83 untuk dimensi affective. Verplanken dan Herabadi (2001) telah
mengembangkan item-item dengan melakukan dua kali studi yang pada akhirnya
item dimodifikasi agar sesuai dengan fokus dan populasi penelitian, yaitu
Menurut To, Liao, dan Lin (2007) hedonic shopping motivations adalah perilaku
belanja adalah karena mereka menikmati proses belanja. Bukan bertujuan untuk
Menurut Boedeker (dalam Trang, Tho, & Barret, 2006) hedonic shopping
stres atau melupakan masalah yang dimiliki, dapat berkomunikasi dengan orang
lain, dan mempelajari tren serta berbagai pengalaman personal dan sosial lainnya.
Menurut Sproles dan Kendall (dalam Arifianti et.al, 2010) hedonic shopping
berbelanja.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah dijelaskan oleh para ahli, maka
(2003) karena definisi tersebut menurut penulis paling lengkap untuk menjelaskan
Menurut Arnold dan Reynolds (2003) terdapat enam dimensi dari hedonic
perjalanan berbelanja.
memberikan pengaruh pada perasaan dan suasana hati pembelanja, dan juga
melihat penjualan, mencari diskon, dan berburu harga yang paling murah.
mengikuti tren dan fashion terbaru, dan untuk melihat produk dan inovasi
terbaru.
modifikasi skala baku dari Arnold dan Reynolds (2003). Arnold dan Reynolds
penyusunan alat ukur ini dilakukan melakui dua tahapan, yaitu kualitatif dan
value shopping, social shopping dan idea shopping. Selanjutnya, dari keenam
dimensi, Arnold dan Reynold mulai membangun alat ukur dari hedonic shopping
alpha dari enam dimensi ini adalah 0.77 sampai 0.87. Pada alat ukur ini setiap
dimensinya diwakili oleh 3 item. Namun pada penelitian ini, untuk mendapatkan
2.3.1. Usia
pada setiap jenjang hidup manusia. Penelitian yang dilakukan oleh Bellenger et al.
(dalam Kacen & Lee, 2002) mengungkapkan bahwa pembeli di bawah usia 35
tahun lebih rentan terhadap impulsive buying dibandingkan dengan mereka yan
memiliki usia lebih dari 35 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Verplanken dan
Herabadi (2011) bahwa pada usia 18 hingga 39 tahun merupakan usia yang
Sedangkan menurut Yang, Huang, dan Feng (2011) pada usia 40 tahun
lebih tinggi dibandingkan usia di bawah 40 tahun. Hal ini dapat disebabkan karena
individu yang berusia di atas 40 tahun telah memiliki pendapatan yang tetap dan
lebih menyukai untuk membelanjakan uang untuk diri sendiri. Untuk itu perlu
untuk diteliti lebih lanjut mengenai pengaruh usia dalam impulsive buying.
buying, tingkat impulsive buying lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki
19
(Verplanken & Herabadi, 2001; Činjarević, 2010). Hal ini dapat terjadi karena
perempuan memiliki tuntutan yang lebih tinggi dari lingkungan belanja. Secara
umum, perempuan lebih betah berlama-lama mengelilingi toko dan untuk melihat-
lihat barang, perempuan juga cenderung tertarik untuk melihat-lihat sesuatu yang
Menurut Dittmar et al. (dalam Kacen & Lee, 2002) perempuan melakukan
pembelian berdasarkan emosi dan untuk menunjukkan identitas diri mereka dalam
dahulu. Mereka membeli karena apa yang mereka “lihat”, bukan yang mereka
“butuhkan”. Pembelian menjadi tidak terkontrol ketika seseorang tidak sadar akan
apa yang harus dan tidak penting untuk dibeli. Hal ini dapat menyebabkan
impulsive buying adalah pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan
pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik pikiran
dan dorongan emosional. Perilaku impulsive buying dari Verplanken dan Herabadi
(2001) ini melibatkan dua sistem yaitu affective (emosi) dan cognitive.
sering kali di alami oleh individu, dan hampir seluruh konsumen menyadari jika
20
nantinya. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa konsumen tidak dapat menghindar
Impulsive buying sering terjadi karena adanya pengaruh internal atau dari
dapat berkomunikasi dengan orang lain, dan mempelajari tren serta berbagai
shopping, social shopping, dan idea shopping (Arnold & Reynold, 2003).
konsumen untuk petualangan, perasaan gairah dan merasa berada di dunia sendiri
ketika berbelanja. Dapat dikatakan bahwa konsumen pergi berbelanja hanya untuk
hampir pada setiap toko yang dilaluinya. Hal ini membuat tingginya resiko
impulsive buying.
yang negatif, dan perlakuan istimewa untuk diri sendiri. Menurut data World
Indonesia memiliki banyak masalah kesehatan jiwa, salah satunya yaitu stres.
Stres dapat terjadi tidak hanya oleh orang dewasa yang memiliki banyak
menyebabkan suasana hati pun menjadi ikut berubah menjadi negatif. Sehingga
salah satu cara untuk melepaskan kepenatannya yaitu dengan mengunjungi tempat
besar untuk melakukan impulsive buying, karena emosi lebih dominan daripada
kognitifnya.
negatif, konsumen pergi berbelanja juga untuk perlakuan istimewa bagi dirinya
22
sendiri. Perlakuan istimewa untuk diri sendiri sering kali melatar belakangi
konsumen dalam melakukan impulsive buying. Hal ini dapat terjadi karena adanya
pola asuh dari orangtua yang sejak kecil menanamkan pemberian reward pada
anak. Sehingga pola asuh ini terus tertanam di dalam diri anak bahkan hingga
untuk orang lain. Dapat dikatakan bahwa, konsumen pergi berbelanja untuk
merasakan kenikmatan dari berbelanja untuk orang lain. Kegiatan ini bisa dalam
bentuk membelikan hadiah untuk orang lain, atau berbelanja barang titipan dari
orang lain. Ketika konsumen mengunjungi tempat perbelanjaan atau mal dan
dapat menemukan hadiah yang pas atau sempurna untuk orang lain, maka hal ini
dapat pengaruh pada perasaan dan suasana hatinya. Dengan demikian, hal ini
tempat perbelanjaan atau mal, karena disana terdapat berbagai macam jenis
untuk melihat sale, mencari diskon, dan berburu harga yang paling murah. Pusat
perbelanjaan atau mal merupakan salah satu tempat dimana sering terdapat sale
atau obral, dan bahkan diskon besar-besaran. Hal ini dapat memicu affective
konsumen untuk berburu harga yang paling murah di dalam mal. Ketika
akan tinggi. Ditambah lagi jika barang atau merek yang sedang sale atau diskon
keluarga, dan juga orang lain dan menjalin ikatan dengan orang lain saat
berbelanja. Konsumen dengan social shopping yang tinggi hanya berfokus kepada
dengan orang lain. Hal ini dapat menyebabkan konsumen tidak memperdulikan
atau tidak memfokuskan dirinya kepada “apa yang ia beli”, sehingga pembelian
yang dilakukan dapat menjadi tidak terkontrol. Dalam hal ini, ada kemungkinan
yang merupakan motivasi belanja konsumen untuk mengikuti tren dan fashion
terbaru, dan untuk melihat produk dan inovasi terbaru yang tersedia. Pada zaman
sekarang penampilan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, tidak hanya
oleh remaja, bahkan orang dewasa dan lansia pun ingin terlihat menarik.
Ditambah lagi saat ini tren fashion di Indonesia terus mengalami perkembangan,
hal ini menyebabkan konsumen tidak ingin disebut “old fashion”. Konsumen
dengan idea shopping yang tinggi akan memiliki kecenderungan yang tinggi
untuk melakukan impulsive buying ketika berkunjung ke mal. Saat ini mal
perbelanjaan atau mal saat ini merupakan pusat dari tren dan produk fashion.
Segala jenis dan merek produk fashion yang sedang tren ada di mal.
variable lain yang diperhatikan dalam meneliti impulsive buying adalah faktor
demografis. Variabel demografis yang diteliti dalam penelitian ini adalah usia dan
jenis kelamin. Dimensi pertama dari faktor demografis yaitu usia. Menurut
Verplanken dan Herabadi (2001), konsumen dengan usia muda yaitu 19-39 tahun,
dengan usia lebih dari 39 tahun. Sedangkan menurut Yang, Huang, dan Feng
Hal ini disebabkan karena konsumen yang berusia di atas 40 tahun sudah
memiliki pendapatan yang tetap dan akan cenderung untuk membelanjakan uang
untuk keperluan diri sendiri. Dapat dikatakan bahwa faktor demografis yaitu usia
masing.
Ditmar et.al (dalam Kaceen & Lee, 2002) konsumen perempuan lebih sering
fungsi atau kegunaan dari suatu barang. Sehingga dapat dikatakan bahwa jenis
impulsive buying, maka bagan kerangka berpikir yang digunakan penulis dalam
Faktor Demografis
Usia
Jenis Kelamin
shopping, social shopping, dan idea shopping) dan faktor demografis (usia
pengunjung mal.
Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan adventure shopping pada variabel hedonic
Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan role shopping pada variabel hedonic
Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan value shopping pada variabel hedonic
Ha5 : Ada pengaruh yang signifikan social shopping pada variabel hedonic
Ha6 : Ada pengaruh yang signifikan idea shopping pada variabel hedonic
Ha7 : Ada pengaruh yang signifikan usia pada variabel hedonic shopping
Ha8 : Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin pada variabel hedonic
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah pengunjung mal di Tangerang Raya yang
mencakup Kota dan Kabupaten Tangerang, serta Kota Tangerang Selatan. Alasan
penulis memilih Tangerang Raya karena Tangerang Raya merupakan kota yang
mendominasi jumlah mal yang ada di provinsi Banten. Sampel dalam penelitian
sampling, artinya peluang terpilihnya dari setiap responden anggota populasi tidak
3. Lebih dari 5 kali berbelanja produk fashion, yaitu baju, sepatu, dan tas, di
mal yang berada di Tangerang Raya yang mencakup Kota dan Kabupaten
Dalam penelitian ini terdapat delapam variabel bebas atau Independent Variable
(IV) yang diberi simbol X dan variabel terikat atau Dependent Variable (DV).
28
29
shopping, value shopping, social shopping, dan idea shopping, kemudian variabel
faktor demografis dengan dimensi usia dan jenis kelamin. Berikut akan diuraikan
yaitu:
1. Impulsive buying
Impulsive buying adalah pembelian yang tidak rasional dan tidak direncanakan
oleh individu, dan terdapat konflik pikiran dan dorongan emosional. Impulsive
melakukan pembelian.
berbelanja, bukan hanya untuk memperoleh suatu hal yang dibutuhkan namun
perbelanjaan, dapat berkomunikasi dengan orang lain, dapat mempelajari tren, dan
ketika berbelanja.
bersosialisasi bersama teman, keluarga, dan juga orang lain dan menjalin
trend dan fashion terbaru, dan untuk melihat produk dan inovasi terbaru.
31
3. Faktor demografis
Adapun variabel demografis dalam penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin.
kuesioner. Kuesioner adalah salah satu jenis alat pengumpul data berupa sejumlah
daftar yang berisi suatu rangkaian pernyataan. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini berbentuk model skala likert, yaitu sangat tidak sesuai (STS), tidak
Subjek diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang
dengan keadaan yang dirasakan oleh subjek. Model skala likert ini terdiri atas
pernyataan yang sesuai dengan indikator (favorable) dan pernyataan yang tidak
Tabel 3.1
Skor Pengukuran Skala
Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable
Sangat Tidak Sesuai (TST) 1 4
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sesuai (S) 3 2
Sangat Sesuai (SS) 4 1
32
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas tiga skala,
Pada skala ini, penulis menggunakan skala yang dikembangkan oleh Verplanken
dan Herabadi (2001) bernama Impulse Buying Tendency Scale (IBTS). Alat ukur
terdiri dari 20 item yang dibagi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi cognitive
Indonesia. Selanjutnya item dimodifikasi agar sesuai dengan fokus dan populasi
Tabel 3.2
Blue Print Skala Impulsive Buying
No Dimensi Indikator Fav Unfav Jumlah
1 Cognitive Kurang 3, 9,10 1,2,4, 10
perencanaan dan 5,6,7,
pertimbangan 8
ketika melakukan
pembelian
2 Affective Ada perasaan 11,12, 14 10
senang dan 13,15,
gembira ketika 16,17,
melakukan 18,19,
pembelian 20
Adanya dorongan
untuk membeli
Kesulitan untuk
mengabaikan hal-
hal yang bagus
Adanya rasa
penyesalan setelah
melakukan
pembelian
Total 20
33
Pada skala ini, penulis memodifikasi skala baku hedonic shopping motivations
dari Arnold & Reynolds (2003). Alat ukur ini terdiri dari 18 item yang mengukur
value shopping, social shopping, dan idea shopping. Namun pada penelitian ini,
Tabel 3.3
Blue Print Skala Hedonic Shopping Motivations
No Dimensi Indikator Fav Jumlah
1 Adventure Belanja untuk petualangan, 1, 7, 13, 5
Shopping perasaan gairah dan merasa 19, 25
berada di dunia sendiri
ketika berbelanja.
hedonic shopping motivations. Untuk menguji validitas konstruk alat ukur pada
bantuan software Lisrel 8.70. Adapun logika dari CFA yang dikemukakan Umar
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-
itemnya. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun
juga tiap subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun
2. Dengan data yang tersedia, dapat diestimasi matriks korelasi antar item yang
maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ - matriks S atau bisa
diterima bahwa item ataupun sub tes instrument hanya mengukur satu faktor
saja.
4. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan
atau mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika
hasil t-test tidak signifikan (t<1.96) atau koefisien muatan faktornya negatif,
maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak
dan positif. Maka, selanjutnya item-item yang signifikan (t>1.96) dan positif
artinya benar hanya mengukur impulsive buying. Berdasarkan hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit, dengan Chi-
berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukkan apakah item tertentu
perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
Tabel. 3.4
Muatan Faktor Item Impulsive Buying
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 1 0.48 0.06 7.54 √
Item 2 0.60 0.06 9.80 √
Item 3 0.59 0.06 9.18 √
Item 4 0.55 0.06 8.52 √
Item 5 0.67 0.06 11.09 √
Item 6 0.79 0.06 12.81 √
Item 7 0.09 0.07 1.32 X
Item 8 0.63 0.06 10.55 √
Item 9 0.45 0.06 6.96 √
Item 10 0.81 0.06 14.06 √
Item 11 0.55 0.06 8.85 √
Item 12 0.68 0.06 11.41 √
Item 13 0.37 0.07 5.25 √
Item 14 0.47 0.06 7.24 √
Item 15 -0.01 0.07 -0.14 X
Item 16 0.25 0.07 3.65 √
Item 17 0.41 0.06 6.37 √
Item 18 0.65 0.06 11.02 √
Item 19 0.71 0.06 11.29 √
Item 20 0.79 0.06 13.66 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Pada tabel diatas, penulis dapat melihat item yang memiliki muatan faktor
negatif. Berdasarkan tabel diatas, pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang
memiliki muatan negatif dan item yang memiliki t-value dibawah 1.96 (t <1.96)
adalah item 7 dan 15. Item-item tersebut harus dieliminasi atau di-drop dan tidak
Penulis menguji apakah 30 item yang terdiri dari 6 aspek hedonic shopping
artinya benar hanya mengukur ke enam aspek dari hedonic shopping motivations.
Pada bagian ini penulis menguji apakah 5 item adventure shopping bersifat
hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit
dengan Chi- Square = 16.50, df= 5, P-value = 0.00556, RMSEA= 0.102. Setelah
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item Adventure Shopping
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 1 0.58 0.07 8.88 √
Item 7 0.69 0.07 10.42 √
Item 13 0.70 0.07 10.59 √
Item 19 0.66 0.07 9.39 √
Item 25 0.81 0.06 12.45 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
38
Pada tabel diatas, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada
salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item tersebut dapat
Pada bagian ini penulis menguji apakah 5 item gratification shopping bersifat
Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata
tidak fit dengan Chi- Square = 30.70, df= 5, P-value = 0.00001, RMSEA= 0.153.
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Gratification Shopping
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 2 0.83 0.06 14.36 √
Item 8 0.85 0.06 14.24 √
Item 14 0.65 0.06 10.30 √
Item 20 0.83 0.06 14.70 √
Item 26 0.87 0.06 15.60 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
39
Pada tabel diatas, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada
salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item tersebut dapat
Pada bagian ini penulis menguji apakah 5 item role shopping bersifat
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Role Shopping
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 3 0.68 0.08 8.05 √
Item 9 0.62 0.08 7.57 √
Item 15 0.46 0.09 5.23 √
Item 21 0.50 0.08 6.30 √
Item 27 0.39 0.08 4.87 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
40
Pada tabel diatas, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada
salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item tersebut dapat
Pada bagian ini penulis menguji apakah 5 item value shopping bersifat
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Value Shopping
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 4 0.58 0.07 8.83 √
Item 10 0.79 0.07 12.03 √
Item 16 0.80 0.06 12.34 √
Item 22 0.76 0.06 12.21 √
Item 28 0.61 0.06 9.46 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
41
Pada tabel diatas, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada
salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item tersebut dapat
Pada bagian ini penulis menguji apakah 5 item social shopping bersifat
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Social Shopping
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 5 0.74 0.07 10.50 √
Item 11 0.72 0.07 11.10 √
Item 17 0.73 0.07 10.35 √
Item 23 0.69 0.07 10.49 √
Item 29 0.55 0.07 8.05 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
42
Pada tabel diatas, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada
salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item tersebut dapat
Pada bagian ini penulis menguji apakah 5 item idea shopping bersifat
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Idea Shopping
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 6 0.80 0.06 13.51 √
Item 12 0.95 0.06 17.17 √
Item 18 0.57 0.06 8.75 √
Item 24 0.66 0.07 9.55 √
Item 30 0.70 0.06 11.46 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
43
Pada tabel diatas, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada
salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item tersebut dapat
Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini
statistik, maka hipotesis penelitian yang ada diubah menjadi hipotesis nihil.
Hipotesis nihil inilah yang akan diuji dalam analisis statistik nantinya. Pada
penelitian ini digunakan analisis regresi berganda di mana terdapat lebih dari satu
variabel bebas untuk memprediksi variabel terikat. Pada penelitian ini terdapat
(variabel terikat). Ada pun persamaan regresi berganda untuk penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Keterangan:
keseluruhan.
R2 = (2)
Dimana :
sampel. Apabila nilai F itu siginifikan (p<0.05), maka berarti seluruh independent
45
dependent variable.
melalui uji t (t-test) terhadap setiap koefisien regresi. Jika nilai t > 1.96 maka
t= (4)
adalah standar deviasi sampling dari bi. Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil
regresi yang akan dilakukan oleh penulis nantinya. Adapun seluruh perhitungan
Setiap kali dilakukan analisis regresi akan diperoleh nilai R2. Setiap kali
signifikan.
46
itulah analisis regresi secara sequential seperti ini dikenal dengan sebutan
stepwise regression.
sampel penelitian.
Jika nilai F yang dihasilkan signifikan berarti proporsi varian yang dapat
ditambahkan adalah signifikan secara statistik. Jadi rumus ini bisa diuji signifikan
variable sekaligus. Misalnya untuk menguji hipotesis mayor dalam penelitian ini,
shopping, social shopping, dan idea shopping) signifikan atau tidaknya secara
HASIL PENELITIAN
Berikut ini akan diuraikan gambaran responden berdasarkan usia dan jenis
kelamin. Subjek dalam penelitian ini adalah 220 pengunjung mal di Tangerang
perkembangan, yaitu remaja (<20 tahun), dewasa awal (20 – 40 Tahun), dan
Tabel 4.1
Subjek Penelitian
Kategori Jumlah Persentase
Usia < 20 Tahun 38 17.3%
20 – 40 Tahun 167 75.9%
41 – 60 Tahun 15 6.8%
Jenis kelamin Laki-laki 72 32.7%
Perempuan 148 67.3%
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa untuk mengetahui gambaran subjek
(75.9%), diikuti oleh pengunjung dengan rentang usia dibawah 20 tahun (17.3%),
dan paling sedikit dengan rentang usia 41 – 60 tahun (6.8%). Sehingga dapat
48
49
laki-laki memiliki persentase sebesar 32.7% (72 orang), dan responden perempuan
responden seperti usia dan jenis kelamin serta kaitannya dengan impulsive buying
(Dependent Variable).
Tabel 4.2
Gambaran jumlah subjek penelitian berdasarkan data demografi dan kaitannya
dengan impulsive buying (Dependent Variable)
Frekuensi (%)
Kategori
Rendah Sedang Tinggi
Usia < 20 Tahun 3 (7.9%) 28 (73.7%) 7 (18.4%)
20 – 40 Tahun 20 (12.6%) 121 (72.5%) 26 (14.9%)
41 – 60 Tahun 3 (20.0%) 11 (73.3%) 1 (6.7%)
Jenis kelamin Laki-laki 8 (11.1%) 56 (77.8%) 8 (11.1%)
Perempuan 20 (14.1%) 105 (70.9%) 23 (15%)
Tabel diatas memberikan informasi mengenai kategori usia yang telah dibagi
berdasarkan usia perkembangan yaitu remaja, dewasa awal, dan dewasa madya.
Pada remaja (<20 Tahun) sebesar 18.4% memiliki impulsive buying cenderung
tinggi. Untuk dewasa awal (20 – 40 Tahun) sebesar 14.9% memiliki impulsive
buying cenderung tinggi. Terakhir, dewasa madya (41 – 60 Tahun) sebesar 20.0%
dalam kategori impulsive buying cenderung tinggi sebesar 15%. Untuk laki-laki
buying yang masuk dalam kategori cenderung tinggi ada pada pengunjung
perempuan, dan pada pengunjung remaja (<20 Tahun) dan dewasa awal (20 – 40
Tahun).
Sebelum diuraikan secara detail mengenai beberapa sub bab selanjutnya, perlu
dijelaskan bahwa skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah skor murni
(t-score) yang merupakan hasil proses konversi dari raw score. Proses ini
variabel-variabel yang diteliti. Dengan demikian semua raw score pada setiap
variabel harus diletakkan pada skala yang sama. Secara teknis komputasinya yang
ditempuh adalah dengan melakukan transformasi dari raw score menjadi z-score.
skala T yang semuanya positif dengan menetapkan harga mean = 50 dan standar
deviasi = 10.
deskiptif dari variabel-variabel dalam penelitian ini, indeks yang menjadi patokan
adalah nilai minimal dan maksimal, mean, dan standar deviasi (SD) dari masing-
Tabel 4.3
Analisis Deskriptif
Variabel N Min Max Mean SD
Impulsive buying 220 25.62 80.40 49.99 9.99
Adventure shopping 220 24.70 72.76 50.00 10.00
Gratification shopping 220 29.51 72.82 50.00 10.00
Role shopping 220 14.69 75.75 50.00 10.00
Value shopping 220 13.37 69.57 50.00 10.00
Social shopping 220 18.01 73.69 50.00 10.00
Idea shopping 220 23.94 72.83 50.00 10.00
Valid N (listwise) 220
Pada tabel 4.3 didapat informasi mengenai responden yang terlibat dalam
penelitian ini sebanyak 220 orang. Dependen variabel yaitu impulsive buying
memiliki skor terendah sebesar 25.62 dan skor tertinggi sebesar 80.40. Variabel
adventure shopping memiliki skor terendah sebesar 24.70 dan tertinggi sebesar
72.76. Variabel gratification shopping memiliki skor terendah sebesar 29.51 dan
tertinggi sebesar 72.82. Variabel role shopping memiliki skor terendah sebesar
14.69 dan tertinggi sebesar 75.75. Variabel value shopping memiliki skor
terendah sebesar 13.37 dan tertinggi sebesar 69.57. Variabel social shopping
memiliki skor terendah sebesar 18.01 dan tertinggi sebesar 73.69. Variabel idea
shopping memiliki skor terendah sebesar 23.94 dan tertinggi sebesar 72.83. Nilai
rata-rata yang diperoleh keseluruhan variabel adalah 50.00 dan standar deviasi
10.00.
atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi
tingkat rendah, sedang dan tinggi, penulis terlebih dahulu menetapkan norma
Tabel 4.4
Norma Kategorisasi Skor Variabel
Rumus Kategorisasi
X < Mean – SD Rendah
Mean – SD ≤ X ≤ Mean + SD Sedang
X > Mean + SD Tinggi
Tabel 4.5
Kategorisasi Skor Variabel
Frekuensi (%)
Variabel
Rendah Sedang Tinggi
Impulsive buying 30 (13.6%) 159 (72.3%) 31 (14.1%)
Adventure shopping 34 (15.5%) 158 (71.8%) 28 (12.7%)
Gratification shopping 31 (14.1%) 154 (70.0%) 35 (15.9%)
Role shopping 38 (17.3%) 151 (68.6%) 31 (14.1%)
Value shopping 31 (14.1%) 154 (70.0%) 35 (15.9%)
Social shopping 30 (13.6%) 166 (75.5%) 24 (10.9%)
Idea shopping 29 (13.1%) 144 (65.5%) 47 (21.4%)
Berdasarkan tabel 4.5, impulsive buying pengunjung mal di Tangerang Raya tidak
cenderung tinggi. Social shopping pengunjung mal cenderung rendah, dan idea
Pada tahapan ini penulis menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi
berganda dengan menggunakan software SPSS 17. Seperti yang sudah disebutkan
pada bab 3, dalam regresi ada 3 hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R-square
untuk mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan
variable.
berapa persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent
variable.
Tabel 4.6
Tabel R-Square
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square
Square the Estimate
1 0.583a 0.340 0.315 8.27840
a. Predictors: (Constant), JK, USIA, IDEA, ROLE, VALUE, GRATIFICATION, SOCIAL,
ADVENTURE
Dari tabel 4.6, dapat dilihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.340 atau 34.0%
artinya proporsi varians dari impulsive buying yang dijelaskan oleh adventure
idea shopping, usia, dan jenis kelamin adalah sebesar 34.0%, sedangkan sisanya
variable terhadap impulsive buying. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7
Tabel Anova
Sum of Mean
Model df F Sig.
Squares Square
Regression 7439.728 8 929.966 13.570 0.000a
1 Residual 14460.227 211 68.532
Total 21899.955 219
a. Predictors: (Constant), JK, USIA, IDEA, ROLE, VALUE, GRATIFICATION, SOCIAL,
ADVENTURE
b. Dependent Variable: IMPULSIVEBUYING
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat pada kolom Sig bahwa (sig < 0.05), maka
hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari
shopping, idea shopping, usia, dan jenis kelamin terhadap impulsive buying
shopping, usia, dan jenis kelamin terhadap impulsive buying produk fashion.
variabel pada kolom signifikan. Jika signifikansi <0.05 maka koefisien regresi
berpengaruh secara signifikan terhadap impulsive buying. Ada pun tabel koefisien
regresi dari setiap Independent Variable terhadap kinerja ditampilkan pada tabel
4.8 berikut:
55
Tabel 4.8
Tabel Koefisien Regresi Independent Variable
Unstandardized Standardized
coefficients coefficients t Sig.
B Std. error Beta
1 (Constant) 27.134 4.602 5.897 0.000
Adventure shopping 0.170 0.102 0.170 1.679 0.095
Gratification shopping 0.333 0.090 0.333 3.691 0.000
Role shopping -0.101 0.070 -0.101 -1.451 0.148
Value shopping -0.026 0.066 -0.026 -0.390 0.697
Social shopping -0.096 0.071 -0.096 -1.340 0.182
Idea shopping 0.190 0.075 0.190 2.545 0.012
Usia 0.020 0.067 0.017 0.301 0.764
Jenis kelamin -3.583 1.250 0.168 2.865 0.005
a. Dependent Variable: IMPULSIVEBUYING
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dipaparkan persamaan regresi sebagai berikut:
shopping* – 0.101 role shopping – 0.026 value shopping – 0.096 social shopping
sebagai berikut:
0.095 (sig > 0.05), artinya Ha1 yang menyatakan tidak adanya pengaruh yang
0.000 (sig < 0.05), artinya Ha2 yang menyatakan tidak adanya pengaruh yang
pengunjung mal.
0.148 (sig > 0.05), artinya Ha3 yang menyatakan tidak adanya pengaruh yang
0.697 (sig > 0.05), artinya Ha4 yang menyatakan bahwa tidak adanya
mal.
57
0.182 (sig > 0.05), artinya Ha5 yang menyatakan tidak adanya pengaruh yang
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.190 dengan signifikansi 0.012 (sig
< 0.05), artinya Ha6 yang menyatakan tidak adanya pengaruh yang signifikan
impulsive buying, dimana semakin tinggi idea shopping, maka semakin tinggi
7. Variabel usia
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.020 dengan signifikansi 0.764 (sig
> 0.05), artinya Ha7 yang menyatakan tidak adanya pengaruh yang signifikan
dari usia terhadap impulsive buying pengunjung mal “diterima”. Artinya, usia
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -3.593 dengan signifikansi 0.005 (sig
< 0.05), artinya Ha8 yang menyatakan tidak adanya pengaruh yang signifikan
buying. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
perempuan dalam hal impulsive buying produk fashion pada pengunjung mal.
Karena nilai koefisien regresi yang negatif, dapat diartikan bahwa seseorang
yang berjenis kelamin laki-laki meemiliki impulsive buying yang lebih rendah
Tabel 4.9
Proporsi Varians Variabel Setiap Independent Variable
Change Statistics
Adjuste
R Std. Error of Sig. F
R dR R Square
Square the Estimate F Change df1 df2 Chan
Square Change
ge
1 0.494a 0.244 0.240 8.71495 0.244 70.346 1 218 0.000
2 0.530b 0.281 0.275 8.51757 0.037 11.220 1 217 0.001
3 0.543c 0.294 0.285 8.45725 0.013 4.107 1 216 0.044
4 0.543d 0.294 0.281 8.47666 0.000 0.012 1 215 0.914
5 0.544e 0.296 0.280 8.48644 0.002 0.505 1 214 0.478
6 0.560f 0.313 0.294 8.40187 0.017 5.330 1 213 0.022
7 0.560f 0.314 0.291 8.41799 0.001 0.185 1 212 0.667
8 0.583h 0.340 0.315 8.27840 0.026 8.210 1 211 0.005
Predictors: (Constant), ADVENTURE, GRATIFICATION, ROLE, VALUE, SOCIAL, IDEA, USIA, JK
Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa dari 8 independent variable terdapat
lima variabel yang memberikan sumbangan terbesar dan signifikan. Berikut akan
dijelaskan mengenai hasil proporsi varians dari setiap variabel penelitian, yaitu:
59
gratification shopping (3.7%), jenis kelamin (2.6%), idea shopping (1.7%), dan
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab 4, maka kesimpulan
yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan dari
shopping, role shopping, social shopping, value shopping, dan idea shopping) dan
faktor demografis (usia dan jenis kelamin) terhadap impulsive buying produk
shopping, usia, dan jenis kelamin ada tiga variabel independen yang dinyatakan
5.2. Diskusi
Pada bagian ini penulis akan membahas diskusi mengenai kedelapan independent
shopping, usia, dan jenis kelamin terhadap dependent variable yaitu impulsive
61
62
tersebut.
diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara hedonis shopping
shopping, social shopping, dan idea shopping) dan faktor demografis (usia dan
jenis kelamin) terhadap impulsive buying produk fashion pada pengunjung mal
terhadap variabel dependen sebesar 0.340 atau 34%, ini menunjukkan bahwa
sebesar 34% dan sisanya 66% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
shopping, value shopping, social shopping, dan usia, semua komponen tersebut
fashion.
pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying produk fashion. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gültekin dan Ozer (2012) yang
mempengaruhi impulsive buying. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Ratih
yang akan diterima. Selain itu konsumen dengan hedonic shopping motivations
yang tinggi akan membeli suatu barang hanya didasarkan atas kesenangan dan
tanpa melihat sudut pandang manfaat dari suatu barang. Konsumen hanya
mementingkan keinginan dari pada kebutuhan yang akan dipenuhi demi mencapai
suatu kesenangan.
impulsive buying. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gültekin
dan Ozer (2012) yang menyatakan bahwa gratification shopping dan idea
dengan koefisien variabel menunjuk arah positif. Berdasarkan hasil tersebut, dapat
semakin tinggi impulsive buying produk fashion, begitu pula sebaliknya. Sehingga
dapat dikatakan bahwa pengunjung mal di Tangerang Raya (Kota dan Kabupaten
64
Tangerang, serta Kota Tangerang Selatan) memiliki tingkat stres yang cukup
tinggi sehingga dapat mempengaruhi suasana hati mereka menjadi negatif. Oleh
karena itu, pengunjung mal di Tangerang Raya menyukai untuk melepaskan stres
buying yang telah diuraikan dalam bab 4, dapat dikatakan bahwa pengunjung mal
di Tangerang Raya yang memiliki gratification shopping yang tinggi ada pada
pengunjung perempuan, dan dengan usia remaja (<20 Tahun) dan dewasa awal
(20 – 40 Tahun). Pada remaja sumber stres dapat berasal dari tugas-tugas
disekolah serta tuntutan nilai dari orangtua. Sedangkan pada dewasa awal sumber
stres dapat berasal dari tekanan-tekanan yang datang dari tugas perkuliahan
ataupun tugas ditempatnya bekerja. Hal ini menyebabkan konsumen remaja dan
dewasa awal melepaskan stres yang dimiliki dengan cara berbelanja di mal.
motivations pada hasil penelitian ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi idea shopping yang
dimiliki pengunjung mal, maka akan semakin tinggi impulsive buying produk
fashion yang terjadi, begitu pula sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa
pengunjung mal di Tangerang Raya, baik remaja maupun dewasa awal gemar
mal. Konsumen remaja maupun dewasa awal dalam penelitian ini menyukai untuk
65
selalu tampil fashionable atau mengikuti tren yang ada, sehingga hal ini
adventure shopping, role shopping, value shopping, dan social shopping dari
variabel hedonic shopping motivations pada hasil penelitian ini tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying. Hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Činjarević et.al (2011) yang
menyatakan bahwa hanya role shopping dan social shopping saja yang memiliki
berkeliling di dalam mal. Sehingga hal ini membuat pengunjung mal di Tangerang
Raya ketika berbelanja untuk orang lain, bisa dalam bentuk membelikan hadiah
atau berbelanja barang titipan dari orang lain tidak membuat pengunjung menjadi
“gelap mata” dan melakukan impulsive buying. Dalam situasi tertentu, konsumen
66
dalamnya terdapat tugas untuk mencocokkan hadiah yang ia lihat dengan selera
dari orang yang ingin diberi hadiah. Hal ini menyebabkan konsumen menjadi
berhati-hati dalam memilih hadiah dan berbelanja barang titipan untuk orang lain,
dan membuat konsumen penuh dengan pertimbangan dan tidak terbawa dengan
tidak berpengaruh secara langsung terhadap impulsive buying. Hal ini dapat
disebabkan karena sale dan diskon yang ditawarkan di mal yang ada di Tangerang
Raya kurang menarik bagi pengunjung mal, seperti harga sale dan diskon yang
tetap mahal, atau barang yang sedang sale dan diskon tidak disukai oleh
pengunjung mal, hal ini membuat cognitive dari pengunjung lebih dominan
impulsive buying.
impulsive buying. Hal ini dapat disebabkan karena keputusan membeli yang
keluarga yang pergi bersama dengannya ke mal. Dengan adanya orang lain, baik
itu teman, keluarga, ataupun pengunjung lain, dapat mempengaruhi pikiran dari
67
di Tangerang Raya menjadi tidak impulsive buying dikarenakan adanya orang lain
produk fashion. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Činjarević (2010) yang menyatakan bahwa faktor demografis, yaitu usia dan jenis
ini dapat disimpulkan bahwa setiap pengunjung mal, dengan usia dan jenis
demografi dan kaitannya terhadap impulsive buying yang telah diuraikan dalam
bab 4, dapat diketahui bahwa pengunjung mal di Tangerang Raya yang memiliki
impulsive buying cenderung tinggi ada pada pengunjung dengan usia remaja (<20
Tahun) dan dewasa awal (20 – 40 Tahun). Hal ini sesuai dengan pendapat
berbelanja. Penelitian yang dilakukan oleh Bellenger et al (dalam Kacen & Lee,
2002) juga mengungkapkan hal yang sama, yaitu pembeli di bawah usia 35 tahun
memiliki usia lebih dari 35 tahun. Hal ini dapat disebabkan karena konsumen
68
ini memiliki impulsive buying cenderung rendah. Hasil ini tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Yang, Huang, dan Feng (2011) yang menyatakan
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen dengan usia dewasa madya
memiliki kontrol diri yang lebih baik dibandingkan konsumen dengan usia muda.
Sehingga dapat dikatakan bahwa konsumen dengan usia dewasa madya lebih
berhati-hati dan penuh pertimbangan ketika berbelanja, dan juga tidak mudah
ini dimensi jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulsive
buying. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dittmar et al
(dalam Kacen & Lee, 2002) yang menyatakan bahwa jenis kelamin dapat
dapat terjadi pada laki-laki dan juga perempuan, keduanya memiliki alasan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hasil ini sejalan dengan
dimana perempuan memiliki nilai yang lebih tinggi terhadap impulsive buying
Keterbatasan serta kelemahan dalam penelitian ini seperti, kondisi dan situasi saat
pengisian skala yang tidak dapat dikontrol oleh penulis sehingga mungkin tidak
kondusif, responden yang kurang serius dalam proses pengisian skala sehingga
respon menjadi tidak berpola, serta kemungkinan tidak semua item dapat
dipahami dengan baik oleh responden. Selain itu, kurang spesifiknya responden
5.3. Saran
Pada proses penulisan penelitian ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kelemahan dalam penelitian ini, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai
1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa proporsi varians dari impulsive buying
sedangkan sisanya 66% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
yang lebih besar disarankan untuk meneliti dan menganalisis variabel lain
seperti: atmosfir toko, ketersediaan waktu dan uang, tingkat stres, dan
yang lebih spesifik, seperti konsumen dengan usia dewasa awal atau dewasa
penelitian yang lebih spesifik, agar dapat diperoleh hasil yang lebih akurat.
71
shopping, idea shopping, dan jenis kelamin, sehingga dapat disarankan sebagai
berikut:
menjadi lebih positif. Namun, dalam prosesnya individu juga harus memiliki
kontrol diri yang baik, sehingga gratification dilakukan dalam batas yang
maka akan memberikan dampak negatif bagi dirinya sendiri, seperti kerugian
anak dapat berlatih untuk mengontrol dirinya ketika berbelanja. Bagi dewasa
awal disarankan untuk dapat mengontrol diri ketika berbelanja, salah satunya
72
dengan cara membawa uang cash saja ketika berbelanja, dan meninggalkan
kartu debit dan kredit dirumah. Selain itu, tidak terburu-buru ketika
fashion di mal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat anggaran
belanja dan daftar belanja tetap, agar pembelian yang dilakukan menjadi
DAFTAR PUSTAKA
Arifianti, R., Kartini, D., Sendjaja, T. P., & Yunizar. (2010). Gaya hidup
hedonis. Bandung: Unpad Press.
Beatty, S. E., & Ferrel, M. E. (1998). Impulse buying: modelling its precursors.
Journal of Retailing. 74(2), 169-191.
Činjarević, M., Tatić, K., & Petrić, S. (2011). See it, like it, buy it!. Hedonic
shopping motivations and impulse buying. Journal of Economics and
Business. 9(1), 1-14.
Dawson, S., & Kim, M. (2009). External and internal trigger cues of impulse
buying online. International Journal. 3(1), 20-34.
Engel, J. F., Blackwell, R. D., & Miniard, P. W. (1994). Perilaku konsumen.
Edisi ke-6 Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.
Fadliyah, L. (2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi impulsive buying pada
konsumen jilbab di pasar johar Semarang. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang.
Febriana, R. (2015). Uji validitas kosntruk pada instrument PASS
(Procrastinstion Assessment Scale for Student) dengan metode
confirmatory factor analysis (CFA). Jurnal Pengukuran Psikologi dan
Pendidikan Indonesia. 4 (3), 267-277.
Gültekin, B., & Ozer, L. (2012). The influence of hedonic motives and browsing
on impulse buying. Journal of Economics and Behavioral Studies. 4(3),
180-189.
74
Assalamualaikum Wr.Wb.
Selamat pagi/siang/sore
Saya mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saat ini saya
sedang melakukan penelitian untuk penyusunan tugas akhir penelitian (skripsi).
Saya meminta ketersediaan Anda untuk mengisi sejumlah angket di bawah ini.
Dalam pengisian angket tidak ada jawaban benar dan salah. Setiap orang memiliki
jawaban yang berbeda, oleh karena itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan
diri Anda. Semua jawaban Anda akan dijaga kerahasiaannya dan hanya
dipergunakan untuk keperluan penelitian saja. Bantuan Anda dalam mengisi
angket ini merupakan bantuan yang berarti bagi keberhasilan penelitian ini. Atas
perhatian dan kerja samanya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Hormat Saya,
Yunie Amalia
Identitas Responden
Nama/Inisial :
Usia : tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Pendidikan : SD SMP SMA D3/S1 S2/S3
Pekerjaan :
Penghasilan : < 1.000.000
1.000.000 – 2.000.000
2.000.001 – 3.000.000
3.000.001 – 4.000.000
4.000.001 – 5.000.000
> 5.000.000
Status : Menikah
Belum Menikah
………………………………..
(Nama/Inisial dan tanda tangan)
77
Contoh
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya lebih sering berbelanja di mall √
dari pada di pasar tradisional
Skala A
Skala B
No Pernyataan STS TS S SS
1 Berbelanja produk fashion di mal merupakan
petualangan bagi saya.
2 Ketika suasana hati saya sedang buruk, saya akan
pergi ke mal untuk berbelanja produk fashion agar
membuat saya merasa lebih baik
3 Saya suka berbelanja produk fashion di mal untuk
orang lain karena ketika mereka merasa bahagia,
saya juga bahagia.
4 Saya sering berbelanja produk fashion ketika sedang
ada sale atau obral di mal.
5 Saya berbelanja produk fashion di mal bersama
79
di mal.
25 Menghabiskan waktu dengan berbelanja produk
fashion di mal menimbulkan sensasi tersendiri bagi
saya.
26 Saya pergi berbelanja produk fashion di mal ketika
saya ingin melupakan masalah dan kepenatan.
27 Saya senang berbelanja barang titipan dari orang
lain.
28 Saya merasakan kepuasan tersendiri apabila berhasil
membeli produk fashion di mal dengan harga yang
murah.
29 Berbelanja merupakan cara saya untuk meluangkan
waktu bersama dengan orang terdekat.
30 Saya suka membeli produk fashion di mal yang
sedang popular.
81
JK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
USIA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
LAKILAKI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
PEREMPUAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
3.00 23 15 15 100.0
REMAJA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
DEWASAAWAL
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
DEWASAMADYA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
IMPULSIVEB GRATIFICATI
UYING ADVENTURE ON ROLE VALUE SOCIAL IDEA
Missing 0 0 0 0 0 0 0
IMPULSIVEBUYING
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
ADVENTURE
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
GRATIFICATION
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
ROLE
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
VALUE
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
SOCIAL
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
IDEA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tabel R-Square
Model Summary
Change Statistics
a. Predictors: (Constant), JK, USIA, IDEA, ROLE, VALUE, GRATIFICATION, SOCIAL, ADVENTURE
Tabel Anova
ANOVAb
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model Summary
Change Statistics