You are on page 1of 14

MAKALAH ILMU KESEHATAN TERNAK

HOG CHOLERA (

SAKINA JULIANTI
GIGIN OKTALIANSYAH
HAERUL AKBAR
ANNISA RIZQIA

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS SAMAWA
SUMBAWA BESAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya yang memberi kesempatan kepada penyusun sehingga makalah ini dapat tersusun
dengan baik sesuai dengan yang direncanakan.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang penyakit
pada ternak yaitu hog chollera. Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dari segi
manapun, oleh sebab itu penyusun mengucapkan mohon maaf. Terima kasih yang sebesar-
besarnya atas bantuan teman-teman yang memberi sumber materi, penyusun juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampuh mata kuliah ilmu kesehatan ternak yang
telah banyak memberi tugas makalah ini.

Demikianlah penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua yang ikut


berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................................

KATA PENGANTAR.................................................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................

I.1 Latar Belakang.........................................................................................................................

I.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................

I.3 Tujuan .....................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................

BAB III PENUTUP......................................................................................................................

3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................

3.2 Saran........................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Babi merupakan salah satu hewan ternak yang dapat dikembangkan dalam bidang
peternakan. Babi adalah komunitas hewan ternak yang memiliki potensi dan daya tarik untuk
dikembangkan populasinya oleh masyarakat. Babi memiliki banyak manfaat diantaranya adalah
laju pertumbuhan yang cepat, jumlah anak perkelahiran (litter size) yang tinggi dan adaptasi
yang tinggi makanan dan lingkungan (Podung dan Adiani, 2018). Menurut Ratundima et al.,
(2012) beternak babi dapat meningkatkan usaha rumah tangga sebagai sumber penghasilan.
Babi juga memiliki nilai gizi yang tinggi dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi (Sampurna
et al., 2011). Babi banyak dijadikan sebagai hewan ternak di Indonesia, digunakan baik dalam
kegiatan keagamaan (sebagai hewan kurban), kebudayaan, maupun sosial. Populasi babi di
Indonesia tersebar dibeberapa daerah anatara lain yaitu Bali, Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara
Timur (NTT), Sulawesi dan Papua (Soewandi dan Talib, 2015). Mahardika dan Sudiastra (2017)
menyebutkan bahwa babi mempunyai sifat yang tidak terlalu selektif terhadap pakan, sehingga
babi sangat berpotensi untuk ditingkatkan produktifitasnya, selain itu babi juga mempunyai
karkas yang baik. Babi memiliki presentase karkas yaitu sekitar 65%-80%, dibandingkan dengan
hewan tenak lainnya (Sampurna et al., 2012). 2 Peningkatan populasi ternak menjadi ukuran
menajemen dan kualitas ternak yang baik. Pada umumnya masyarakat Indonesia beternak babi
secara tradisional. Masyarakat memiliki pengetahuan beternak babi yang masih kurang dalam
aspek manajemen, kesehatan, pakan dan perkandangan. Hal tersebut menyebabkan banyaknya
masyarakat mengalami kegagalan dalam beternak babi (Dharmawan, 2011).
Salah satu yang mempengaruhi keberhasilan dalam beternak babi dalam aspek
manajemen adalah factor kesehatan dan kontrol penyakit. Hewan ternak babi sangat peka
terhadap penyakit, salah satunya adalah penyakit Hog Cholera (Podung dan Adiani, 2018).
Penyakit Hog Cholera adalah salah satu penyakit hewan yang menular berdasarkan Kepdirjen
No 59/Kpts/PD.610/05/2007, yang menjadi prioritas dalam usaha pencegahan, pengendalian
dan pemberantasan. Hal tersebut dikarenakan penyakit Hog Cholera merupakan penyakit yang
menimbulkan dampak ekonomi yang cukup besar.
Penyakit Hog Cholera (HC) atau Clasiccal Swine Fever adalah penyakit pada babi yang
sangat ganas (Tenaya dan Diarmita, 2013). Di dunia menurut klasifikasi OIE (Office
Internasionale Epizooticae) penyakit Hog Cholera dikategorikan sebagai penyakit dengan
daftar list A penyakit pada hewan, sedangkan di Indonesia Hog Cholera merupakan penyakit
yang termasuk kedalam 12 jenis penyakit hewan menular. Hog Cholera adalah penyakit
infeksius yang efeksius penting pada babi yang disebabkan oleh swine faver virus (CSFV) yang
termasuk genus Pestivirus, famili Flaviviridae. Penyakit Hog Cholera penyakit yang diakibatkan
karena virus yang dapat menyerang babi domestik maupun babi liar, karena penyakit ini
memiliki 3 mortalitas dan morbiditas yang tinggi yang rentan terhadap hewan ternak (Welndy
et al., 2020). Penularan penyakit Hog Cholera dapat terjadi secara alami melalui kontak
langsung antar babi positif dan babi sehat, melalui cairan mulut, hidung, mata, kemih dan
tinja. Penularan secara mekanis terjadi karena kontaminasi dari pengunjung kandang babi,
sepatu, truk ataupun alat-alat yang digunakan di kandang (Tarigan et al.,1997). Kementan
(2012) melaporkan angka kesakitan ataupun kematian yang disebabkan karena penyakit Hog
Cholera berkisar 95-100%. Peternak babi di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
sebagian besar masih dikelola secara tradisional. Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta
melaporkan bahwa adanya penyebaran penyakit Hog Cholera pada hewan ternak babi di
Daerah Istimewa Yogyakarta, hal tersebut menjadi alasan penulis tertarik untuk meneliti
Potensi Kerugian Akibat Penyakit Hog Cholera pada Babi di Wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Hog Cholera (HC) atau Classical swine fever adalah penyakit viral pada babi yang
sangat ganas dan sangat menular. Penyakit ini dikenal sebagai penyakit yang paling merugikan
pada babi sehingga sangat ditakuti terutama oleh peternak babi . Sejak pertama ditemukan
sekitar 2 abad yang lalu sampai tahun 1960-an penyakit ini epizootik di Eropa dan Amerika,
benua yang memiliki populasi babi tertinggi . Sejak tahun 1970-an banyak negara di Eropa
Barat dan Amerika Utara telah berhasil memberantas penyakit tersebut . Sebelum tahun 1995,
HC tidak ditemukan di Indonesia. Bebasnya Indonesia dari penyakit ini dikukuhkan oleh Surat
keputusan Menteri pertanian No 81 /Kpts/TN . 560/1/1994 tanggal 31 Januari 1994. Akan
tetapi, tidak lama setelah surat keputusan tersebut dikeluarkan wabah yang diduga keras HC
terjadi di Indonesia. Pada bulan Maret 1995 terjadi wabah penyakit babi di lokasi peternakan
Kapuk Jakarta . Gejala klinis dan kelainan patologi pada babi penderita sangat khas untuk
penyakit tersebut . Sejak kejadian di Kapuk, wabah penyakit telah menyebar ke berbagai pulau
di Indonesia. Keadaan demikian merupakan masalah yang besar bagi pembangunan
peternakan, khususnya peternakan babi di Indonesia . Mengingat penyakit tersebut
merupakan penyakit baru, tentu saja pengetahuan kita akan penyakit tersebut sangat minim.
Padahal untuk memulai suatu program pengendalian, pengetahuan yang cukup tentang
penyakit tersebut mutlak diperlukan. Pada tahun 1981, Direktorat Kesehatan Hewan
menerbitkan beberapa jilid buku yang berjudul : 'Pedoman penyakit menular', salah satu
penyakit yang dibahas adalah penyakit HC. Akan tetapi, sejak penerbitan buku tersebut telah
banyak hasil penelitian di luar negeri yang dipublikasi . Salah satu tujuan penulisan tinjauan
pustaka ini adalah untuk melengkapi dan meng update tulisan pada buku tersebut. Dalam
tulisan ini ulasan dititikberatkan pada karakteristik virus, epidemiologi, patogenesis, gejala
klinis, patologi,, :d agnosis dan pengendalian HC.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Mengetahui potensi kerugian akibat penyakit Hog Cholera pada babi


?2. Mengetahui upaya pencegahan akibat penyakit Hog Cholera pada babi di Wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta?

1.3 Tujuan
a. Mahasiswa mengatahui potensi kerugian akibat penyakit Hog Cholera pada babi
Mahasiswa dapat mengetahui upaya pencegahan akibat penyakit Hog Cholera pada babi serta
Acuan untuk meningkatkan manajemen pemeliharaan ternak babi bagi mahasiswa,
masyarakat serta peternak/petugas dalam upaya pencegahan penyakit Hog Cholera.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Etiologi

Klasifikasi virus Hog Cholera :

Famili : Flaviviridae
Kelas : Kelas IV
Genus : Pestivirus
Spesies : Classical swine fever virus
Bentuk : Bundar dengan diameter berkisar antara 40-50 nm
Materi genetik : RNA berbentuk singel stranded yang mempunyai sebuah
selubung (envelope).

B. Defenisi Hog Cholera

Hog Cholera adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Classical


swine fever virus (CSF). Penyakit ini dapat menyerang babi pada semua
umur dan semua golongan. Penyakit hog cholera bersifat akut yang
menyerang alat pencernaan dan pernapasan, dapat menyebabkan kematian
secara tiba-tiba, dengan tingkat morbilitas (penularan) 40-100%. Tingkat
kematian babi karena penyakit ini bervariasi antara 0-100% tergantung pada
kerentanan kawanan ternak, starin virus dan umur ternak. Kandang yang
kotor, udara sekitar kandang lembap dan sistem pemeliharaan yang tidak
hiegenis turut menjadi pemicu timbulnya penyakit ini. Hewan yang rentan
terhadap penyakit ini adalah babi (hutan & piaraan).

C. Penularan
Penularan penyakit ini ada 2 cara yaitu kontak langsung :
 Kontak langsung : dari babi yang sakit ke babi yang sehat yang
berada dalam satu kandang.
Babi yang sakit menyebarkan virus terutama melalui sekresi
oronasal dan lakrimal(RESSANG, 1973). Jumlah atau konsentrasi
virus dalam sekresi tersebut dan lamanya babi mengeluarkan
virus tergantung kepada virulensi virus. Babi yang terinfeksi oleh
virus yang virulen akan mengeluarkan virus kedalam lingkungan
sebelum timbul gejala klinis sampai babi mati atau sampai
terbentuk antibodi bagi babi yang bertahan hidup. Sedangkan babi
yang terinfeksi oleh virus yang virulensinya sedang ataupun
rendah biasanya mengeluarkan virus dalam jumlah yang lebih
rendah dan dalam kurun waktu yang lebih pendek. Oleh karena
itu, strain virus yang virulen biasanya menularnya lebih cepat dan
menimbulkan morbiditas yang jauh Iebih tinggi dibandingkan
dengan strain yang kurang virulen.

 Kontak tak langsung : lewat makanan yg tercemar sekreta &


ekskret, alat yang tercemar, hewan / manusia, cacing paru sapi,
dan perlu diingat bahwa babi yang sembuh bisa menjadi carrier.
Virus HC dapat bertahan dalam waktu yang lama dalam daging
babi dan beberapa produk olahannya, terutama dalam keadaan
dingin atau beku. Masuknya HC ke negara atau daerah yang
bebas HC sering akibat impor daging babi atau produknya ke
negara atau daerah tersebut . Wabah HC bisa terjadi apabila babi
diberi makan dengan sisa dapur yang mengandung daging babi
tercemar tersebut tanpa dimasak terlebih dahulu.

D. Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit ini 5-10 hari, dengan tanda-tanda luar pertama
penyakit ini adalah :
1. Ternak babi tidak aktif (lamban) dan kehilangan nafsu
makan.
2. Suhu tubuh meningkat 40,6⁰-41,7⁰C.
3. Peradangan pada mata disertai air mata keluar banyak.
4. Berkerumun dan menumpuk di atas satu sama lain.
5. Inkoordinasi dengan jalannya sempoyongan.
6. Sering duduk dengan posisi duduk seperti posisi anjing.
7. Mengangkat kaki dengan gerakan seperti mengayuh.
8. Sembelit yang kemudian diikuti dengan diare (menceret)
cair kuning kelabu yang parah dan kadang-kadang
menimbulkan cairan kekuning-kuningan.
9. Pendarahan dan sianosis di kulit.
10.Semakin berlanjut dengan terlihat adanya perubahan seperti
terjadinya perubahan warna seluruh kulit perut, telinga,
hidung dan bagian dalam kaki menjadi kelabu gelap.
Gambar 1. Posisi duduk seperti anjing

Gambar 2.Posisi kaki mengayuh (Padding)

Gambar 3.Pendarahan dan sianosis pada kulit


Gambar 4.Perubahan warna kulit

E. Distribusi penyakit di Indonesia


Kasus pertama Hog Cholera di Indonesia ditemukan di Provinsi
Sumatera Utara pada 1995 dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang
sangat tinggi, sehingga sangat merugikan secara ekonomis. Diduga
disebabkan oleh masuknya babi pejantan dari Semenanjung Malaysia.
Berjangkitnya wabah Classical Swine Fever/Hog Cholera di Indonesia
ditetapkan dengan SK Menteri Pertanian
No.455/TN.510/Kpts/Djp/Deptan/1996, 24 Juni 1996. Wabah terakhir di
Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur pada tahun 2011
Beberapa propinsi telah melakukan berbagai upaya pembebasan
terhadap Hog Cholera. Salah satunya adalah Sumatera Barat. Sumatera
Barat memiliki keuntungan bahwa jumlah populasi babi terlokalisir
sehingga memudahkan dalam melakukan surveillans. Salah satu
kebijakan di Sumatera Barat, adalah tidak melakukan vaksinasi, sehingga
dalam pemeriksaan serologis dapat dipastikan bahwa jika ditemukan hasil
positif maka hewan tersebut adalah murni karena infeksi alami dan dapat
dengan segera dimusnahkan. Sedangkan untuk Pulau Mentawai
merupakan wilayah yang bebas secara historis, dan sejak beberapa tahun
ini telah dilakukan pengambilan sampel di wilayah tersebut untuk detect
disease. Kegiatan surveilans dan detect disease di wilayah yang bebas
secara historis akan dilanjutkan hingga tahun 2013, diharapkan hasil dari
kegiatan tersebut adalah negatif antigen Hog Cholera sehingga Sumatera
Barat dapat segera dinyatakan bebas.
F. Patogenesis
 Infeksi oleh virus virulensi tinggi.
Virus yang masuk kedalam tubuh babi yang secara alamiah melalui
rute oronasal, mengalami proses absorbsi dan multiplikasi awal pada sel
epitel tonsil, kemudian menyebar ke bagian jaringan limforetikuler dari
target organ primer ini. Virus dapat diisolasi dari organ ini sekitar 7 jam
setelah inokulasi peroral (RESSANG, 1973) . Setelah mengalami
replikasi pada tonsil,virus menyebar ke limfoglandula regional
(limfoglandula mandibula, retrofaringeal, parotid dan cervical) . Virus
dalam limfoglandula tersebut dapat diisolasi kembali sekitar 16 jam
setelah inokulasi peroral . Setelah mengalami replikasi di limfoglandula
ini, virus masuk kedalam peredaran darah yang mengakibatkan terjadinya
viraemia awal . Virus tertahan dan mengalami multiplikasi yang cepat
pada limpa yang merupakan target organ sekunder. Multiplikasi virus
yang cepat ini berakibat viraemia bertambah hebat . Selanjutnya virus
tertahan dan menginvasi limfoglandula visceral dan superfisial, sumsum
tulang dan jaringan-jaringan limfoid lain di mukosa usus. Virus mencapai
seluruh tubuh 5-6 hari setelah inokulasi peroral . Pada akhir stadium
viramia, virus menetap dan menginvasi seluruh organ tubuh yang sering
berakibat kematian (WOOD et ai., 1988) . Selain menginvasi sel limfold,
virus ini juga menyebabkan degenerasi dan nekrosa pada sel endotel
pembuluh darah . Kerusakan pada pembuluh darah, thrombocytopenia
dan gangguan sintesa fibrinogen mengakibatkan perdarahan berupa
petechiae dan ecchymosa yang meluas, yang merupakan salah satu
kelainan patologis yang menonjol pada penyakit ini.

 Infeksi oleh virus virulensi sedang dan rendah


Infeksi oleh virus dengan virulensi sedang mengikuti pola yang
sama seperti virus virulensi tinggi tetapi prosesnya berjalan lebih lambat
dan konsentrasi virus dalam darah dan organ-organ tubuh lebih rendah.
Infeksi oleh virus virulensi rendah terbatas hanya pada fase limfatik .
Fase viraemia terjadi sangat singkat sekali . Infeksi oleh virus dengan
virulensi sedang atau rendah sering berakibat HC kronis (MANGELING
dan PACKER,1969)

 Infeksi in utero
Babi bunting yang terkena HC dapat menulari embrio atau fetus
yang dikandungnya . Virus HC dapat menembus barier plasenta pada
semua umur kehamilan. Virus menyebar secara hematogenous pada
plasenta kemudian menyebar kesemua fetus (VAN OIRSCHOT, 1979) .
Selanjutnya, perkembangan virus pada fetus ini sama dengan
perkembangan virus virulen pada infeksi post natal seperti diuraikan
diatas. Akibat infeksi in utero pada fetus tergantung pada saat terjadinya
infeksi dan virulensi dari virus . Fetus yang terinfeksi pada saat 45 hari
pertama kebuntingan lebih mudah mengalami kematian prenatal
dibandingkan dengan fetus yang terinfeksi saat umur kebuntingan 65 hari
atau lebih . Disamping itu, fetus yang terinfeksi oleh virus virulensi
sedang pada kehamilan 45 hari terakhir kebuntingan berpeluang lebih
besar untuk memperlihatkan gejala klinis HC pada saat atau beberapa saat
setelah kelahiran . Sedangkan, fetus yang terinfeksi oleh virus virulensi
rendah pada saat kebuntingan yang sama biasanya tidak berakibat buruk
karena fetus dapat mengeliminasi virus tersebut (VAN OIRSCHOT,
1979) .

G. Pengendalian,pengobatan dan diagnosis


1. Pengendalian
a. Kandang harus dalam keadaan bersih dan kering.
b. Komposisi pakan yang sesuai dengan berat badan.
c. Desinfeksi alat dan kandang secara teratur dengan desinfektan.
d. Vaksinasi yang teratur sesuai petunjuk dinas peternakan.
Anak babi dari induk yang belum pernah divaksin, bisa dilakukan
vaksinasi umur 2 mingu, anak babi dari induk yang divaksin &
mendapat kolostrum terlindungi sampai umur 6 minggu dilakukan
vaksinasi umur 6-8 minggu, dan Induk babi bunting yang divaksin
menyebabkan anak menjadi carrier. Vaksinasi paling aman yaitu
induk divaksin 2 minggu sebelum kawin.
e. Bila terlihat adanya gejala penyakit hog cholera, segera laporkan
kepada tenaga kesehatan hewan yang ada, dan untuk melindungi
babi lainnya sebaiknya babi yang terserang di sendirikan di
kandang karantina.

2. Pengobatan
Untuk kasus penyakit cholera yang parah atau telah berlanjut
biasanya ternak babi yang telah terserang tidak adalagi harapan untuk
dapat disembuhkan. Namun untuk kasus penyakit yang baru tahap awal
besar harapan untuk sembuh melalui pengobatan dengan serum anti
cholera babi diberikan 1,25 sampai 1,50 kali dosis yang biasa
dicampurkan untuk pencegahan. Selain dari serum teramycin (1 mg/10 kg
berat badan/hari selama 3-4 hari) hendaknya diberikan pada babi yang
terserang untuk mencegah inveksi sekunder.
3. Diagnosis
Penyakit Hog Cholera bisa didiagnosa laboratorium berdasarkan
gejala klinis, patologi anatomi, Uji Virus Neutralization, Uji FAT
untuk deteksi antigen, Uji ELIZA untuk deteksi antibody.
Diagnose banding penyakit ini adalah African swine fever : paling
mirip tetapi button ulcer & infark limpa jarang , Erisipelas , Infeksi
Salmonella, Infeksi Streptococcus, Pasteurellosis, Infeksi E. coli
(Colibacillossis), Pseudorabies , Teschen disease (Infectious porcine
cephalomyelitis).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit HC merupakan salah satu penyakit yang sangat penting di
seluruh dunia . Sejak pertama kali ditemukan sekitar dua abad yang lalu
sampai sekarang penyakit ini tetap merupakan penyakit epizootik
disebagian besar dunia . Walaupun virus penyebab penyakit ini hanya
satu serotype saja dan vaksin yang efektif telah tersedia sejak lama,
banyak negara mengalami kesulitan untuk membebaskan negaranya dari
penyakit ini . Kesulitan tersebut kemungkinan berhubungan dengan
sulitnya mencegah masuknya olahan daging babi yang tercemar virus HC
dari luar negeri. Kemungkinan kedua adalah kesulitan dalam
memberantas penyakit HC pada babi liar atau babi hutan, dan mencegah
penularan dari babi liar ke babi piaraan.

B. Saran

1) Perhatikan kebersihan kandang


2) Berikan komposisi pakan pada ternak sesuai dengan bobot
badannya
3) Desinfeksi kandang dan peralatan kandang
4) Lakukan vaksinasi secara teratur.
Daftar Pustaka

http://www.fao.org/docrep/003/t0756e/T0756E05.htm, diakses pada


tanggal 08 Maret 2013.

http://cybex.deptan.go.id/lokalita/pencegahan-dan-pengobatan-penyakit-
hog- cholera-pada-ternak-babi-1, diakses pada tanggal 09 Maret 2013.

http://www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?cfile=htm/bc/53400.ht
m, diakses pada tanggal 09 Maret 2013.

You might also like