You are on page 1of 40

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN


JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN”

DISUSUN OLEH:

ADRIANI SAHBANDAR 2021081


ASRIYANI RUBAK
FITRAH
INDAH PURWASARI 2021094
PALANGAN
JULISTI PRICILIYA YOKA 2021095
JUMASTAN 2021096
NADA 2021104

PRODI DIII KEPERAWATAN


AKPER SAWERIGADING PEMDA LUWU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunianya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah berjudul “Asuhan

Keperawatan pada Pasien Gangguan Jiwa dengan Perilaku Kekerasan”.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu kritik serta saran yang membangun bagi penulis sangat diharapkan

sekali untuk perbaikan kedepannya. Dalam penyusunan makalah ini penulis

mengalami banyak hambatan dan kesulitan. Namun berkat doa, bimbingan,

bantuan serta dorongan dari berbagai pihak kesulitan itu dapat penulis atasi. Oleh

sebab itu, pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati, penulis

menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dosen Keperawatan Jiwa.

2. Rekan-rekan satu kelompok dan seperjuangan yang selalu bersemangat serta

menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini.

3. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan Makalah

ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga amal baik yang telah diberikan mendapatkan balasan yang berlipat dari

Allah SWT, di dunia maupun di akhirat. Amin.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN.........................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG........................................................................................1
1.2. PENGERTIAN..................................................................................................2
1.3. RENTANG RESPON MARAH........................................................................3
1.4. TANDA DAN GEJALA....................................................................................4
1.5. FAKTOR PENYEBAB.....................................................................................4
1.6. MEKANISME KOPING...................................................................................7
1.7. POHON MASALAH.........................................................................................7
1.8. PROSES KEPERAWATAN..............................................................................8
BAB II SPTK..............................................................................................................19
2.1. SP 1 KONTROL DENGAN TEKNIK NAFAS DALAM...............................19
2.2. SP 2 KONTROL DENGAN PUKUL KASUR DAN BANTAL.....................23
2.3. SP 3 KONTROL SECARA VERBAL............................................................26
2.4. SP 4 KONTROL DENGAN SPIRITUAL......................................................30
2.5. SP 5 KONTROL DENGAN OBAT................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................37
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, serta
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Adanya kelemahan
atau ketidakmampuan pada 3 unsur tersebut dapat menyebabkan jiwa seseorang
terganggu bahkan bisa menjadi gangguan jiwa.
Pada mulanya gangguan jiwa dianggap suatu hal yang gaib, sehingga
penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi
pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi dan
intelegensi. Tidak sedikit masyarakat yang beranggapan bahwa individu yang
sakit jiwa adalah aib dan memalukan, tidak bermoral bahkan tidak beriman.
Pada umumnya ada 7 masalah keperawatan antara lain gangguan konsep
diri: harga diri rendah, isolasi sosial: menarik diri, gangguan sensori persepsi:
halusinasi, perubahan proses pikir: waham, resiko perilaku kekerasan, resiko
bunuh diri dan deficit perawatan diri.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagaian caman bagi individu (Stuart dan Sundeen,
1995). Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan kunstruktif pada saat
terjadi dapat melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti
perasaan yang sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress
dan merasa bersalah, dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Dalam hal ini peran serta keluarga dalam membantu menyelesaikan masalah
sangat berperan penting, karena keluarga merupakan orang yang terdekat. Namun
peran perwat merupakan ujung tombak dalam pelasanan kesehatan jiwa.

Masalah perilaku kekerasan banyak ditemukan pada pasien gangguan jiwa,


sering terjadi pada alasan masuk keluarga mengatakan pasien mengamuk,

1
marahmarah, merusak, mengancam bahkan melukai orang lain. Hal tersebut
memerlukan penanganan yang spesifik untuk mengarahkan pasien dalam
mengelola rasa marah yang maladaptive menjadi adative dan konstruktif.

1.2. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka
perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam 2 bentuk yaitu
saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan.
Adapun beberapa definisi lain mengenai perilaku kekerasan yaitu:
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada diri
sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan. (Depkes
RI, 2006)
Prilaku kekerasan suatu keadaan dimensi seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahyakan, secara fisik baik pada diri sendiri maupun orang lain
(Iyus yosep, 146:2007).
Prilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh
seseorang, yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan baik
pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz,
2000).
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996). Ekspresi marah yang
segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan
karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan.
Perilaku kekerasan dapat disimpulkan yaitu suatu keadaan emosi secara
mendalam dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik pada diri sendiri maupun orang lain dan merusak lingkungan.

2
1.3. RENTANG RESPON MARAH

Respon adaptif
Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif


Kekerasan

1.3.1 Rentang Respon Adaptif


1) Asertif
Adalah suatu respon marah dimana individu mampu mengatakan atau
mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau menyakiti
orang lain yang akan memberikan kelegaan pada individu.
2) Frustasi
Adalah suatu respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan,
kepuasan atau rasa aman, individu tidak dapat menunda sementara atau
menemukan alternative lain.
1.3.2 Respon Maladaptif
Respon Maladaptif adalah respon yang di berikan individu dalam
menyelesaikan masalahnya menyimpang dari norma-norma sosial
dan kebudayaannya suatu tempat.
Respon Maladaptif yaitu :
1) Pasif
Adalah perilaku yang ditandai dengan perasan tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya, merasa
kurang mampu, HDR, pendiam, malu, dan sulit diajak bicara.
2) Agresif
Adalah suatu bentuk perilaku yang menyertai marah dan merupakan
dorongan mental untuk bertindak dan masih terkontrol.
3) Perilaku Amuk

3
Adalah perasaan marah di sertai dengan rasa permusuhan yang kuat dan
hilang kontrol, di mana individu dapat merusak diri orang lain dan lingkungan
(Dalami, 2009).
1.4. TANDA DAN GEJALA
Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau wawancara
tentang perilaku pada pasien. Berikut adalah beberapa tanda dan gejala pasien
dengan perilaku kekerasan: 1.4.1 Data Objektif (DO)
1) Muka merah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Otot tegang
4) Mengatupkan rahang dengan kuat
5) Nada suara tinggi, menjerit atau berteriak
6) Berbicara kasar
7) Berdebat, mengancam secara verbal dan fisik
8) Sering memaksakan kehendak
9) Melempar makanan/memukul jika senang
1.4.2 Data Subjektif (DS)
1) Mengeluh perasaan terancam
2) Mengungkapkan perasaan tidak berguna
3) Mengungkapkan perasaan jengkel
4) Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik,
dada sesak dan bingung.

1.5. FAKTOR PENYEBAB


1.5.1 Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan,
diantaranya:
1) Faktor psikologis
Phsycoanalytical theory; teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang diekspresikan

4
dengan seksualitas, dan kedua insting kematian yang diekspresikan dengan
agresivitas.
Frustration-aggresion theory; teori yang dikembangkan oleh pengikut
Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu
tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada
gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau
objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan
tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup. Ini
mengguanakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping
yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut :
a. Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan secara efektif
b. Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa
kanakkanak, atau seduction parenteral, yang mungkin telah merusak
hubungan saling percaya (trust) dan harga diri.
c. Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola
pertahanan atau koping.
2) Faktor Sosial budaya
Social-Learning Theory; teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) ini
mengemukakan bahwa “agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain.
Agresi dapat dipelajari melaluli observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pembelajaran ini biasa diinternal atau
eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak

5
dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah
dengan cara yang asertif.
3) Faktor Biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai
dasar biologis.
Penelitian neurobiology mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus (yang berada ditengah system limbik) binatang
ternyata menimbulkan perilaku agresif. Perangsangan yang diberikan terutama
pada nucleus periforniks hypothalamus dapat menyebabkan seekor kucing
mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, medesis, bulunya berdiri,
menggeram, matanya terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menerkam tikus
atau objek yang ada disekitarnya. Jadi kerusakan fungsi system limbik (untuk
emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal
(untuk interpretasi indera penciuman dan memori).
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif : serotonin,
dopamine, norepinephrine, acetilcolin, dan asam amino gaba.
Faktor-faktor yang mendukung :
a. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
b. Sering mengalami kegagalan
c. Kehidupan yang penuh tindakan agresif
d. Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
1.5.2 Faktor Presipitasi
Secara umum seorang akan merespon terhadap masalah apabila merasa
dirinya terancam. Bila dilihat dari sudut perawat klien, maka factor yang
mencetuskan terjadinya PK adalah terbagi 2, yaitu:
a. Klien : kelemahan fisik, keputus asaan, ketidak berdayaan/ kurang PD.
b. Lingkungan : ribut, kehilangan orang/ objek yang berharga, konflik interaksi
social. (Yosep, 2007)
Faktor –faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali
berkaitan dengan:

6
a. Ekspresi diri: ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol solidarias seperti
dalam sebuah konser, penonton sepakbola, geng sekolah, perkelahian masal
dst.
b. Ekpresi diri tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi.
c. Ketidak siapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidak mampuan
menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

1.6. MEKANISME KOPING


Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan
ego seperti:
a. Displacement (pemindahan): pengalihan emosi yang semula ditujukan pada
seseorang atau benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam
dirinya.
b. Sublimasi: mengganti keinginan atau tujuan yang terhambat dengan cara
yang dapat diterima oleh masyarakat.
c. Proyeksi: pengalihan buah pikiran atau impuls kepada orang lain yang tidak
dapat di toleransi.
d. Represi: pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran dari kesadaran
seseorang.
e. Denial (penyangkalan): menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas
tersebut.
f. Reaksi formasi: pengembangan sikap dan perilaku yang ia sadari, yang
bertentangan dengan apa yang ia rasakan atau ingin lakukan. (Abdul Nasir,
2011)
1.7. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Perilaku Kekerasan

Gangguan sensori persepsi Halusinasi

7
1.8. PROSES KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang meliputi 5 tahapan yaitu: Pengkajian, Diagnosa Keperawatan,
perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang
masingmasing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan
professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah metoda ilmiah yang digunakan dalam
memberikan asuhan keperawatan klien pada semua tatanan pelayanan kesehatan
dan merupakan salah satu tekhnik penyelesaian masalah (Problem Solving.)
(Keliat, 2006)
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama
dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa, karena peran
perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk dapat
menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. (Keliat, 2006)
Dalam penyusunan asuhan keperawatan melalui tahapan yaitu pengkajian,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
1.7.1 Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Pengumpulan data
yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan klien dan
pola pertahanan klien mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta
merumuskan diagnosis keperawatan. (Keliat, 2006)
I. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien
Data yang perlu dikaji dalam identitas klien terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, agama, suku bangsa, pekerjaan, status perkawinan, nomor
rekam medik, ruangan, tanggal masuk dan tanggal dikaji, diagnosis medik dan
alamat serta identitas penanggung jawab.(Keliat, 2006)
2) Alasan Masuk
Kaji dan tanyakan pada klien dan keluarga, apakah yang menyebabkan
klien dibawa ke RSJ, upaya apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk
mengatasi masalah perilaku kekerasan dan bagaimana hasilnya. (Keliat, 2006)

8
3) Faktor Predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa sebelumnya, jika pernah tanyakan apakah pengobatan yang telah diberikan
berhasil sehingga klien dapat beradaptasi di masyarakat tanpa gejala-gejala
gangguan jiwa, tanyakan pada klien apakah klien pernah melakukan dan atau
mengalami dan atau menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, tanyakan pula
kepada klien/keluarga apakah ada anggota kluarga yang lain yang mengalami
gangguan jiwa jika ada tanyakan bagaimana hubungan klien dengan anggota
keluarga tersebut serta tanyakan tentang pengalaman yang tidak menyenangkan
(kegagalan, kehilangan /perpisahan / kematian, trauma selama tumbuh kembang)
yang pernah dialami klien pada masa lalu. (Keliat, 2006)
4) Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang diekspresikan oleh individu sebagai suatu tantangan,
ancaman, tuntutan yang memerlukan energi ekstra yang digunakan untuk koping.
5) Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ, observasi
tandatanda vital, tinggi dan berat badan, apakah ada penurunan atau kenaikan
berat badan, dan kaji lebih lanjut tentang system dan fungsi organ serta jelaskan
sesuai dengan keluhan yang ada (Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan
bisanya terlihat gelisah, amuk atau kemarahan disertai peningkatan tanda-tanda
vital. 6) Psikososial a. Genogram
Genogram minimal 3 generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien
dan keluarga, pola komunikasi dalam keluarga, pengambilan keputusan dan pola
asuh (Keliat, 2006). b. Konsep diri
(1) Citra tubuh: tanyakan pada klien mengenai persepsi klien terhadap
tubuhnya, bagian tubuh yang disukai dan tidak disukainya. (Keliat, 2006)

(2) Identitas diri: tanyakan pada klien mengenai status dan posisi klien sebelum
dirawat, kepuasan terhadap status dan posisinya, serta kepuasan sebagai laki-
laki atau perempuan. (Keliat, 2006)

9
(3) Peran: tanyakan mengenai tugas dan peran yang diemban dalam
keluarga/masyarakat serta kemampuannya dalam melaksanakan tugas
tersebut. (Keliat, 2006)
(4) Ideal diri: tanyakan tentang harapan terhadap tubuh, posisi, status,
tugas/peran: harapan terhadap lingkungannya dan harapan terhadap
penyakitnya. (Keliat, 2007)
(5) Harga diri: tanyakan hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan no
1,2,3,4 serta penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan
kehidupannya. (Keliat, 2006)
c. Hubungan sosial
Orang terdekat dalam kehidupan klien, tempat mengadu, tempat bicara,
minta bantuan atau sokongan. Kelompok apa saja yang diikuti klien dalam
masyarakat. Sejauh mana klien terlibat dalam kelompok di masyarakat. (Keliat,
2006)
d. Spiritual
(1) Nilai keyakinan: pandangan dan keyakinan, terhadap gangguan jiwa sesuai
dengan norma budaya dan agama yang dianut, pandangan masyarakat
setempat tentang gangguan jiwa.
(2) Kegiatan ibadah : kegiatan ibadah di rumah secara individu dan kelompok.
Pendapat klien/keluarga tentang gangguan jiwa. (Keliat, 2006)
e. Status Mental
(1) Penampilan: observasi penampilan dari ujung rambut sampai ujung kaki,
apakah penampilan rapi, penggunaan baju sesuai atau tidak serta cara
berpakaian sesuai atau tidak. (Keliat, 2006)
(2) Pembicaraan: amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, gagap, membisu,
apatis dan atau lambat (Keliat, 2006). Pada umumnya klien dengan perilaku
kekerasan pembicaraannya cepat, keras, mendominasi pembicaraan, berkata-
kata dengan ancaman, pembicaran kacau.

(3) Aktivitas motorik : kaji melalui observasi dan wawancara terhadap keluarga
mengenai ekspresi lesu, tegang, gelisah, agitasi (gerakan motorik yang
menunjukan kegelisahan), tik (gerakan-gerakan kecil pada otot muka yang

10
tidak terkontrol), grimasen (gerakan otot-otot muka yang berubah-ubah dan
tidak terkontrol), tremor, konfulsif (kegiatan yang dilakukan berulang-ulang)
(Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan mengalami agitasi,
peningkatan kegiatan motorik, mondar mandir dan gelisah.
(4) Alam perasaan: observasi keadaan sedih, putus asa, gembira berlebih,
ketakutan dan khawatir (Keliat, 2006). Pada klien dengan perilaku kekerasan
akibat skizofrenia paranoid biasanya gembira, sedih berlebihan tidak sesuai
dengan situasi saat ini, alam perasaan tidak sejalan dengan perilaku, ekpresi
raut muka terlihat marah.
(5) Afek: observasi keadaan afek apakah datar, tumpul, labil, serta tidak sesuai
(Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan emosi labil dan cepat
berubah-ubah.
(6) Interaksi selama wawancara meliputi: Bermusuhan atau tidak koperatif atau
mudah tersinggung, kontak mata kurang depensif dan curiga (Keliat, 2006).
Pada saat berinteraksi dengan klien dengan perilaku kekerasan akibat
skizofrenia paranoid kemungkinan sifat bermusuhan dan curiga akan
muncul, klien mudah tersinggung, mendominasi pembicaraan, berusaha
mempertahankan pendapat, mudah curiga terhadap orang lain yang mencoba
mendekatinya dan tidak mudah percaya terhadap orang lain.
(7) Persepsi : kaji apakah klien mengalami halusinasi, jika iya kaji isi halusinasi,
frekuensi gejala yang tampak pada saat klien berhalusinasi, dan perasaan
klien terhadap halusinasinya (Keliat, 2006). Perilaku kekerasan dapat
disebabkan oleh adanya halusinasi pendengaran.
(8) Proses pikir : kaji apakah terdapat adanya sirkumtansial (pembicaraan
berbeli-belit tetapi sampai pada tujuan), tangensial (pembicaraan berbelibelit
dan tidak sampai pada tujuan), kehilangan asosiasi (pembicaraan yang tidak
memiliki hubungan antar satu kalimat dengan kalimat lainnya), flight of
ideas (pembicaraan yang meloncat-loncat dari satu topik ke topik lainnya,
ada hubungan yang tidak logis), blocking (pembicaraan terhenti tiba-tiba
tanpa adanya gangguan ekternal, perseverasi (pembicaraan yang
diulangulang) (Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan pada saat

11
berbicara diulang berkali-kali dan tidak dimengerti, berbicara terus menerus
dan tidak mampu menyusun pikiran dan idenya.
(9) Isi pikir: kaji dari data hasil wawancara apakah terdapat obsesi (pemikiran
yang selalu muncul walaupun klien berusaha untuk menghilangkannya);
Fobia (ketakutan yang patologis/ tidak logis terhadap objek/situasi tertentu);
Hipokondria (keyakinan terhadap adanya gangguan pada organ dalam tubuh
yang sebenarnya tidak ada); Depersonalisasi (perasaan klien yang asing
terhadap diri sendiri, orang, atau lingkungannya); Ide yang terkait
(keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi di lingkungan, bermakna,
dan terkait pada dirinya); Pikiran magis (keyakinan klien tentang
kemampuannya melakukan hal-hal yang mustahil / diluar kemampuannya);
(Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan akibat skizofrenia paranoid
biasanya mengalami waham curiga, obsesi dan pikiran magis. Waham
(keyakinan yang berlebih dan tidak sesuai dengan kenyataannya, baik
waham agama, somatik, kebesaran, curiga, nihilistik).
(10) Tingkat kesadaran: pengkajian dapat dilakukan melalui wawancara dan
observasi, yaitu tentang keadaan bingung dan sedasi (melayang-layang
antara sadar dan tidak); stupor (gangguan motorik, seperti kekakuan,
gerakan yang diulang-ulang sikap canggung) dilakukan melalui observasi ;
dan orientasi waktu, orang dan tempat didapat melalui wawancara (Keliat,
2006).
(11) Memori: kaji apakah terjadi gangguan pada daya ingat jangka panjang,
jangka pendek, daya ingat saat ini, konfabulasi (cerita atau pembicaraan
yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya ingatnya) (Keliat, 2006).
Kemungkinan akibat perilaku kekerasan yang dialami mengalami gangguan
memori daya ingat jangka panjang, pendek maupun saat ini.
(12) Kemampuan penilaian: kaji apakah terjadi gangguan kemampuan penilaian
ringan (dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan orang
lain), atau terjadi gangguan kemampuan penilaian bermakna (tidak dapat
mengambil keputusan yang sederhana walaupun dengan bantuan orang lain)
(Keliat, 2006).

12
(13) Tingkat konsentrasi dan berhitung: kaji mengenai konsentrasi, perhatian dan
kemampuan dalam berhitung (Keliat, 2006).
(14) Daya tilik diri: kaji apakah klien mengingkari penyakit yang diderita dengan
adanya perilaku mengkritik diri sendiri dan/atau orang lain (Keliat, 2006).
Klien dengan perilaku kekerasan berpandangan mengingkari penyakit.
f. Kebutuhan Persiapan Pulang
(1) Makan : observasi dan tanyakan tentang: frekuensi, jumlah, variasi, macam
(suka/tidak suka/pantang) dan cara makan; serta observasi kemampuan klien
dalam menyiapkan dan membersihkan alat makan.
(2) Defekasi/berkemi: observasi kemampuan klien untuk pergi ke WC,
menggunakannya, membersihkannya; serta kemampuan dalam
membersihkan diri dan merapihkan pakaian.
(3) Mandi: observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi,
cuci rambut, gunting kuku, cukur (kumis, rambut, dan jenggot); observasi
kebersihan tubuh dan bau badan.
(4) Berpakaian: observasi kemampuan klien untuk mengambil, memilih, dan
mengenakan pakaian serta alas kaki; observasi penampilan dandanan klien;
tanyakan dan observasi frekuensi ganti pakaian.
(5) Istirahat dan tidur: observasi dan tanyakan tentang lama dan waktu tidur
siang dan malam; persiapan sebelum tidur; aktivitas sesudah tidur.
(6) Penggunaan Obat: observasi dan tanyakan tentang penggunaan obat
(frekuensi, jenis, dosis, waktu dan cara pemberian); reaksi obat.
(7) Pemeliharaan kesehatan: tanyakan pada klien dan keluarga tentang apa,
bagaimana, kapan, dan tempat perawatan lanjutan; siapa sistem pendukung
yang dimiliki.
(8) Aktivitas di dalam rumah: tanyakan kemampuan klien dalam merencanakan,
mengolah, dan menyajikan makanan; merapihkan rumah; mencuci pakaian;
mengatur kebutuhan sehari-hari.

(9) Aktivitas di luar rumah: tanyakan kemampuan klien berbelanja untuk


keperluan sehari-hari; melakukan perjalanan mandiri (berjalan kaki,

13
menggunakan kendaraan pribadi dan umum); aktivitas lain yang dilakukan
di luar rumah (Keliat, 2006)
g. Mekanisme koping
Data didapatkan dari melalui wawancara pada klien atau keluarga tentang
koping yang biasa digunakan baik adaptif maupun mal adaptif. h. Masalah
psikososial dan lingkungan
Masalah psikososial dan lingkungan didapatkan melalui wawancara dengan
klien atau keluarga tentang masalah-masalah berhubungan dengan dukungan
kelompok lingkungan pendidikan pekerjaan, perumahan ekonomi pelayanan
kesehatan dan lain-lain. i. Pengetahuan
Pengetahuan didapat dari hasil tanya jawab dengan klien atau keluarga
tentang penyakit jiwa, faktor predisposisi, faktor presipitasi, penggunaan
obatobatan penyakit fisik, mekanisme koping dan lain-lain (Keliat, 2006 : 85) j.
Daftar masalah keperawatan
Daftar masalah keperawatan ditulis sesuai dengan masalah yang ditemukan
pada saat melakukan pengkajian baik data subjektif maupun objektif. Adapun
masalah keperawatan yang mungkin muncul antara lain:
(1) Resiko Mencederai : diri, orang lain / lingkungan.
(2) Perilaku kekerasan
(Kumpulan Materi Keperawatan Jiwa RSJ Provinsi Jawa Barat, 2010).
II. Analisa Data
Dari data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokan menjadi dua
macam yaitu data objektif yang ditemukan secara nyata (data ini didapat melalui
observasi dan periksaan secara langhsung) dan data subjektif yang disampaikan
secara lisan oleh klien dan keluarganya (data ini didapat dari wawancara perawat
kepada klien dan keluarga). Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah
klien dari kelompok data yang di kumpulkan yaitu :

a. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan, klien hanya memerlukan


pemeliharaan kesehatan dan memerlukan follow up secara periodik karena
tidak ada masalah serta klien telah mempunyai pengetahuan untuk antisipasi
masalah.

14
b. Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya preventif dan
promotif sebagai program antisipasi terhadap masalah.
c. Ada masalah dengan kemungkinan resiko terjadi masalah karena sudah ada
faktor yang dapat menimbulkan masalah atau aktual, terjadi masalah
disertai data pendukung (Keliat, 2006 : 4).
1.7.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (Status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan,
membatasi, mencegah, dan merubah (Nursalam, 2001).
Diagnosa keperawatan adalah suatu pertimbangan klinis tentang respon
individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan
yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar bagi
pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung
gugat perawat (Doenges, 2007).
Diagnosa keperawatan ditetapkan melalui tahapan:
1) Analisa data yang ditemukan baik data subjektif maupun data objektif
2) Tetapkan rumusan diagnosis dalam bentuk rumusan diagnosis tunggal
Diagnosis keperawatan dirumuskan dalam bentuk rumusan tunggal.
Rumusannya adalah rumusan “problem”, etiologi dari diagnosa tidak perlu
dicantumkan tetapi cukup dimengerti dan dipahami. Rumusan diagnosa ditunjang
oleh semua data mayor dan satu atau lebih data minor. Adapun data yang
diperoleh sesuai dengan diagnosanya, antara lain:

Tabel 1.1

Diagnosa keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan


No Diagnosa Deskripsi Data Mayor Data Minor
Keperawatan

15
1 Perilaku Kemarahan Subjektif : Subjektif :
kekerasan yang a.Mengancam a.mengatakan ada
diekspresikan b.Mengumpat yang mengejek,
secara c.Bicara mengancam
berlebihan dan keras dan b.mendengar
tidak kasar. suara yang
terkendali baik Objektif : menjelekkan
secara verbal a. Agitasi c.merasa orang
maupun b.Meninju lain mengancam
tindakan c.Membanting dirinya.
dengan
d.Melempar Objektif :
mencederai
orang lain dan a.menjauh dari
atau merusak orang lain
lingkungan
b.katatonia

Menurut buku Satuan Asuhan Keperawatan Jiwa oleh RSJ Cimahi tahun
2007 sesuai dengan Musyawarah Nasional menerangkan bahwa, diagnosa
keperawatan terdiri dari satu komponen yaitu P (problem) saja (single diagnosis).
(Workshop : Standar Proses Keperawatan Jiwa, 2007).
Dari masalah perilaku kekerasan dapat ditemukan diagnosa keperawatan
sebagai berikut:
a. Perilaku kekerasan
b. Isolasi sosial
c. Gangguan persepsi sensori halusinasi
d. Defisit perawatan diri

1.7.3 Perencanaan
Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu klien
dalam mencapai kriteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan
komponen penyebab dari diagnosa keperawatan (Nursalam, 2001 : 57)

16
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat
mencapai tiap tujuan. Rencana tindakan keperawatan disesuaikan standar asuhan
keperawatan jiwa. Dalam membuat suatu perencanaan harus sesuai dengan
keadaan agar mendukung terlaksananya rencana asuhan keperawatan meliputi
tujuan, tindakan keperawatan dan evaluasi, adapun tujuannya adalah sebagai
berikut :
a) Klien mampu berorientasi kepada realitas secara bertahap
b) Klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
c) Klien mampu minum obat dengan prinsip 5 benar

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah ….x SP I
- Mengidentifikasi pertemuan, pasien - Identifikasi penyebab, tanda dan
penyebab dan mampu : gejala serta akibat perilaku
tanda perilaku - Menyebutkan kekerasan
kekerasan penyebab, - Latih cara fisik 1 : Tarik nafas
- Menyebutkan tanda, gejala dan dalam
jenis perilaku akibat perilaku - Masukkan dalam jadwal harian
kekerasan yang kekerasan pasien
pernah dilakukan - Memperagakan
- Menyebutkan cara fisik 1 untuk
akibat dari mengontrol
perilaku perilaku
kekerasan yang kekerasan
dilakukan
- Menyebutkan
cara mengontrol Setelah ….x SP 2
perilaku pertemuan, pasien - Evaluasi kegiatan yang lalu
kekerasan mampu : (SP1)
- Mengontrol - Menyebutkan - Latih cara fisik 2 : Pukul kasur /
perilaku kegiatan yang bantal
kekerasannya sudah dilakukan - Masukkan dalam jadwal harian
dengan cara : - - Memperagakan pasien
Fisik cara fisik untuk
- Sosial / mengontrol
perilaku

- verbal kekerasan
- Spiritual

17
Terapi Setelah ….x SP 3
psikofarmak pertemuan pasien - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1
a (patah mampu : dan 2)
obat) - Menyebutkan - Latih secara sosial / verbal
kegiatan yang - Menolak dengan baik
sudah - Meminta dengan baik
dilakukan - Mengungkapkan dengan baik
- Memperagakan - Masukkan dalam jadwal harian
cara sosial / pasien
verbal untuk
mengontrol
perilaku
kekerasan
Setelah ….x SP 4
pertemuan, pasien - Evaluasi kegiatan yang lalu
mampu : (SP1,2&3)
- Menyebutkan - Latih secara spiritual:
kegiatan yang - Berdoa
sudah - Sholat
dilakukan - Masukkan dalam jadwal harian
- Memperagakan pasien
cara spiritual
Setelah ….x SP 5
pertemuan pasien - Evaluasi kegiatan yang lalu
mampu : (SP1,2,3&4)
- Menyebutkan - Latih patuh obat :
kegiatan yang - Minum obat secara teratur
sudah dengan prinsip 5 B
dilakukan - Susun jadwal minum obat secara
- Memperagakan teratur
cara patuh obat - Masukkan dalam jadwal harian
pasien

BAB II
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

18
2.1. SP 1 KONTROL DENGAN TEKNIK NAFAS DALAM

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PERILAKU


KEKERASAN

Nama Mahasiswa :
Nama Klien / Ruangan :
No. CM :
Hari/tanggal :
Pertemuan Ke/Hari ke :
Fase : SP I

I. Proses Keperawatan
A. Kondisi Klien
Data Subjektif:
• Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
• Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
• Klien mengatakan tidak punya teman
Data Objektif
• Mata merah, wajah agak merah.
• Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
• Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
• Merusak dan melempar barang-barang.
B. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
C. Tujuan keperawatan
• Terciptanya BHSP dengan pasien.
• Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
• Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

19
• Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
• Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
• Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya dengan teknik nafas dalam
D. Tindakan keperawatan
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang
lalu.
3) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada
saat marah.
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
6) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan.
7) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik latihan menarik
nafas dalam.
8) Masukan latihan menarik nafas dalam ke dalam jadwal harian.

II. Strategi komunikasi terapeutik


A. Orientasi
• Salam terapeutik dan perkenalan diri
Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Fajar. Nama bapak siapa ?
• Membuka pembicaraan
Bagaimana perasaan bapak sekarang? Apakah tidur semalam nyenyak pak?
Kegiatan apa yang sudah bapak lakukan pagi ini?

• Kontrak (Waktu, tempat, topik)


Baiklah pada hari ini saya akan membantu bapak untuk menyelesaikan
maslaah bapak, nanti kita akan berbincang-bincang sebentar mengenai
masalah bapak, katanya bapak masih suka merasa kesal ya. Bagaimana
apakah bapak bersedia? Mau berapa lama kita bincang-bincangnya?

20
Bagaimana kalau 10 menit pak? bagaimana kalau kita berbincang di depan
ruangan saya ya pak, bagaimana apakah setuju pak?
• Tujuan
Tujuan kita berbincang-bincang hal ini agar mengetahui tentang perasaan
kesal bapak dan berlatih cara mengontrolnya yaitu dengan menarik nafas
dalam.
B. Fase kerja
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah
marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya,
apakah ada penyebab lain yang membuat bapak marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan
atau masalah uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak
rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah,
membanting pintu dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini
stress bapak hilang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang bapak
lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang pecah. Menurut bapak adakah
cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan
kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya
adalahlah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa
marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu
perlahan–lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba
lagi, tarik dari hidung, bagus, tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5

21
kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita masukan latihan teknik menarik nafas
dalam ke dalam jadwal harian bapak yaa? Mau berapa kali sehari? Iya baik
kita catat ya, nanti jangan lupa di praktikan ya!”
C. Fase terminasi
• Evaluasi
Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tentang
kemarahan bapak dan latihan nafas dalam tadi?” Evaluasi objektif
“Nah sekarang coba bapak sebutkan lagi tanda-tanda kemarahannya! Iya
bagus pak, sekarang coba ulangi latihan yang tadi sudah dilakukan! Iya
bagus pak.”
• Rencana tindak lanjut
“Nanti jika saya tidak ada, bapak latihan sendiri yaa sesuai yang
dijadwalkan tadi.”
• Kontrak yang akan datang
Topik
“Bagaimana kalau besok kita ketemu kembali?Nanti kita akan latihan cara
yang ke dua yaitu memukul bantal”
Waktu
“Waktunya mau jam berapa pak? Bagaimana kalau jam 10.00? Kita
berbincang-bincang lagi ya selama 15 menit.”

Tempat
“Tempatnya mau dimana pak? Bagaimana kalau di taman? Sampai jumpa,
sampai bertemu lagi ya besok.”

22
2.2. SP 2 KONTROL DENGAN PUKUL KASUR DAN BANTAL

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


PERILAKU KEKERASAN

Nama Mahasiswa :
Nama Klien / Ruangan :
No. CM :
Hari/tanggal :
Pertemuan Ke/Hari ke :
Fase : SP II

I. Proses Keperawatan
A. Kondisi Klien
Data Subjektif:
• Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
• Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
• Klien mengatakan tidak punya teman
Data Objektif
• Mata merah, wajah agak merah.
• Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
• Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
• Merusak dan melempar barang-barang.
B. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
C. Tujuan keperawatan
• Mengevaluasi kegiatan harian pasien.
• Pasien mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 2 yaitu
pukul kasur / bantal.

23
• Pasien mampu memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan yang ke 2
ke dalam jadwal harian pasien.
D. Tindakan keperawatan
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
2) Latih cara fisik 2 : Pukul kasur / bantal
3) Masukkan dalam jadwal harian pasien

II. Strategi komunikasi terapeutik


A. Orientasi
• Salam terapeutik dan perkenalan diri
Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Fajar. Nama bapak siapa ?
• Membuka pembicaraan
Bagaimana perasaan bapak sekarang? Apakah tidur semalam nyenyak pak?
Kegiatan apa yang sudah bapak lakukan pagi ini?
• Kontrak (Waktu, tempat, topik)
Baiklah sesuai dengan kontrak kita kemarin pada hari ini kita akan
berbincang-bincang mengenai cara mengontrol perasaan marah dengan
kegiatan fisik yang ke dua yaitu memukul kasur dan bantal. Bagaimana
apakah bapak bersedia? Mau berapa lama kita bincang-bincangnya?
Bagaimana kalau 10 menit pak? bagaimana kalau kita berbincang di depan
ruangan saya ya pak, bagaimana apakah setuju pak?
• Tujuan
Tujuan kita berbincang-bincang ini adalah berlatih cara mengontrol perasaan
marah bapak dengan cara kedua yaitu dengan memukul kasur dan bantal.
B. Fase kerja
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
berdebar-debar, mata melotot, apa yang bapak lakukan? Iya benar sekali
pak, nah selain bapak dapat melakukan nafas dalam bapak juga dapat
melakukan pukul kasur dan bantal, ini adalah cara yang kedua yang dapat
bapak lakukan untuk mengontrol kemarahan bapak.”

24
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kasur bapak?
Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan
lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Ya bagus
sekali bapak melakukannya.”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita masukan latihan teknik memukul kasur dan
bantal ke dalam jadwal harian bapak yaa? Mau berapa kali sehari? Iya baik
kita catat ya, nanti jangan lupa di praktikan ya!”
C. Fase terminasi
• Evaluasi
Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tentang latihan
teknik memukul kasur dan bantal tadi?”
Evaluasi objektif
“Nah sekarang coba ulangi latihan yang tadi sudah dilakukan! Iya bagus
pak.”
• Rencana tindak lanjut
“Nanti jika saya tidak ada, bapak latihan sendiri yaa sesuai yang
dijadwalkan tadi.”
• Kontrak yang akan datang
Topik
“Bagaimana kalau besok kita ketemu kembali?Nanti kita akan latihan cara
yang ketiga yaitu mengontrol secara verbal”
Waktu
“Waktunya mau jam berapa pak? Bagaimana kalau jam 10.00? Kita
berbincang-bincang lagi ya selama 15 menit.”

Tempat

25
“Tempatnya mau dimana pak? Bagaimana kalau di taman? Sampai jumpa,
sampai bertemu lagi ya besok.”

2.3. SP 3 KONTROL SECARA VERBAL

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


PERILAKU KEKERASAN

Nama Mahasiswa :
Nama Klien / Ruangan :
No. CM :
Hari/tanggal :
Pertemuan Ke/Hari ke :
Fase : SP III

I. Proses Keperawatan
A. Kondisi Klien
Data Subjektif:
• Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
• Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
• Klien mengatakan tidak punya teman
Data Objektif
• Mata merah, wajah agak merah.
• Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
• Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
• Merusak dan melempar barang-barang.
B. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan

C. Tujuan keperawatan

26
• Mengevaluasi kegiatan harian pasien, SP I, SP II.
• Pasien mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal.
• Pasien mampu memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara verbal.
D. Tindakan keperawatan
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP I, SP II)
2) Latih cara mengontrol marah dengan cara verbal 3)
Masukkan dalam jadwal harian pasien.

II. Strategi komunikasi terapeutik


A. Orientasi
• Salam terapeutik dan perkenalan diri
“Selamat pagi pak, masih ingat dengan saya? Iya benar sekali, nama saya
Fajar.”
• Membuka pembicaraan
“Bagaimana perasaan bapak sekarang? Apakah tidur semalam nyenyak
pak?Bagaimana pak sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam dan pukul
kasur bantal? Kegiatan apa yang sudah bapak lakukan pagi ini? Coba saya
liat jadwal hariannya.”
• Kontrak (Waktu, tempat, topik)
Baiklah sesuai dengan kontrak kita kemarin pada hari ini kita akan
berbincang-bincang mengenai cara mengontrol perasaan marah dengan cara
verbal yaitu menolakk, meminta, dan mengungkapkan perasaan marah
dengan baik. Bagaimana apakah bapak bersedia? Mau berapa lama kita
bincang-bincangnya? Bagaimana kalau 10 menit pak? bagaimana kalau kita
berbincang di depan ruangan saya ya pak, bagaimana apakah setuju pak?
• Tujuan
Tujuan kita berbincang-bincang ini adalah berlatih cara mengontrol perasaan
marah bapak dengan cara verbal, yaitu menolak, meminta, dan
mengungkapkan persasaan marah dengan baik.

27
B. Fase kerja
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
berdebar-debar, mata melotot, apa yang bapak lakukan? Iya benar sekali
pak, nah selain bapak dapat melakukan nafas dalam dan pukul kasur bantal
bapak juga dapat melakukan dengan cara yang ketiga secara verbal yaitu
menolak, meminta, dan mengungkapkan perasaan marah bapak dengan
baik.”
“Sekarang mari kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalm, dan pukul kasur
bantal dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat
kita marah. Ada tiga caranya pak:
“1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta
tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin kan bapak bilang penyebab
marah bapak karena minta uang sama istri tidak dikasih. Coba bapak minta
uang dengan baik: “Bu, saya perlu uang buat beli rokok.” Nanti bisa bapak
coba untuk meminta baju, obat dan lain lain, coba bapak praktekan!” “2.
Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya katakana: “maaf saya tidak bisa melakukannya.”
“3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal bapak dapat mengatakan: “Saya jadi ingin marah karena
perkataanmu tadi itu.” Coba bapak praktekan!”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita masukan latihan dengan cara verbal ini ke
dalam jadwal harian bapak yaa? Mau berapa kali sehari? Iya baik kita catat
ya, nanti jangan lupa di praktikan ya!”

C. Fase terminasi

28
• Evaluasi
Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tentang cara
verbal tadi?” Evaluasi objektif
“Nah sekarang coba ulangi latihan yang tadi sudah dilakukan! Iya bagus
pak.”
• Rencana tindak lanjut
“Nanti jika saya tidak ada, bapak latihan sendiri yaa sesuai yang
dijadwalkan tadi.”
• Kontrak yang akan datang
Topik
“Bagaimana kalau besok kita ketemu kembali?Nanti kita akan latihan cara
yang keempat yaitu mengontrol kekeasan secara spiritual” Waktu
“Waktunya mau jam berapa pak? Bagaimana kalau jam 10.00? Kita
berbincang-bincang lagi ya selama 15 menit.” Tempat
“Tempatnya mau dimana pak? Bagaimana kalau di taman? Sampai jumpa,
sampai bertemu lagi ya besok.”

2.4. SP 4 KONTROL DENGAN SPIRITUAL

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


PERILAKU KEKERASAN

29
Nama Mahasiswa :
Nama Klien / Ruangan :
No. CM :
Hari/tanggal :
Pertemuan Ke/Hari ke :
Fase : SP IV

I. Proses Keperawatan
A. Kondisi Klien
Data Subjektif:
• Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
• Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
• Klien mengatakan tidak punya teman
Data Objektif
• Mata merah, wajah agak merah.
• Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
• Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
• Merusak dan melempar barang-barang.
B. Diagnosa Keperawatan Perilaku Kekerasan
C. Tujuan keperawatan
• Mengevaluasi kegiatan harian pasien (SP I, SP II, SP III).
• Pasien mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara keempat yaitu
spiritual.

• Pasien mampu memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan yang


keempat yaitu dengan cara spiritual ke dalam jadwal harian pasien.
D. Tindakan keperawatan
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SPI, SP II, SP III) 2)
Latih cara keempat yaitu spiritual.
3) Masukkan dalam jadwal harian pasien

30
II. Strategi komunikasi terapeutik
A. Orientasi
• Salam terapeutik dan perkenalan diri
“Selamat pagi pak, masih ingat dengan saya? Iya benar sekali, nama saya
Fajar.”
• Membuka pembicaraan
“Bagaimana perasaan bapak sekarang? Apakah tidur semalam nyenyak
pak? Bagaimana pak latihan yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara rutin?Bagus sekali, bagaimana rasa
marahnya?”
• Kontrak (Waktu, tempat, topik)
Baiklah sesuai dengan kontrak kita kemarin pada hari ini kita akan
berbincang-bincang mengenai cara mengontrol perasaan marah dengan
kegiatan fisik yang keempat yaitu mencegah rasa marah dengan cara ibadah.
Bagaimana apakah bapak bersedia? Mau berapa lama kita
bincangbincangnya? Bagaimana kalau 10 menit pak? bagaimana kalau kita
berbincang di depan ruangan saya ya pak, bagaimana apakah setuju pak?
• Tujuan
Tujuan kita berbincang-bincang ini adalah berlatih cara mengontrol perasaan
marah bapak dengan cara keempat yaitu dengan ibadah.
B. Fase kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan! Bagus, mana
yang mau dicoba? Nah kalau kala bapak sedang marah coba bapak langsung
duduk dan tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan
agar rileks. Jika tidak reda juga ambil air wudhu kemudian sholat.” “Nah,
sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”. “Coba
bapak sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba
sebutkan caranya ! Bagaimana kalau sekarang kita masukan latihan ibadah

31
ke dalam jadwal harian bapak yaa? Iya baik kita catat ya, nanti jangan lupa
di praktikan ya!”
C. Fase terminasi
• Evaluasi
Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tentang latihan
teknik spiritual yaitu ibadah tadi?”
Evaluasi objektif
“Nah sekarang coba ulangi latihan yang tadi sudah dilakukan! Iya bagus
pak.”
• Rencana tindak lanjut
“Nanti jika saya tidak ada, bapak latihan sendiri yaa sesuai yang
dijadwalkan tadi.”
• Kontrak yang akan datang
Topik
“Bagaimana kalau besok kita ketemu kembali?Nanti kita akan latihan cara
yang kelima yaitu mengontrol perilaku kekerasan dengan obat” Waktu
“Waktunya mau jam berapa pak? Bagaimana kalau jam 10.00? Kita
berbincang-bincang lagi ya selama 15 menit.” Tempat
“Tempatnya mau dimana pak? Bagaimana kalau di taman? Sampai jumpa,
sampai bertemu lagi ya besok.”

2.5. SP 5 KONTROL DENGAN OBAT

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


PERILAKU KEKERASAN

Nama Mahasiswa :
Nama Klien / Ruangan :
No. CM :
Hari/tanggal :

32
Pertemuan Ke/Hari ke :
Fase : SP V

I. Proses Keperawatan
A. Kondisi Klien
Data Subjektif:
• Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
• Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
• Klien mengatakan tidak punya teman
Data Objektif
• Mata merah, wajah agak merah.
• Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
• Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
• Merusak dan melempar barang-barang.
B. Diagnosa Keperawatan Perilaku Kekerasan
C. Tujuan keperawatan
• Mengevaluasi kegiatan harian pasien(SP I, SP II, SP III, SP IV).
• Pasien mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara kelima yaitu
dengan obat.

• Pasien mampu memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan yang


kelima yaitu obat ke dalam jadwal harian pasien.
D. Tindakan keperawatan
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SPI, SP II, SP III, SP IV) 2)
Latih cara kelima yaitu mengonsumsi obat.
3) Masukkan dalam jadwal harian pasien

II. Strategi komunikasi terapeutik


A. Orientasi
• Salam terapeutik dan perkenalan diri

33
“Selamat pagi pak, masih ingat dengan saya? Iya benar sekali, nama saya
Fajar.”
• Membuka pembicaraan
“Bagaimana perasaan bapak sekarang? Apakah tidur semalam nyenyak
pak? Bagaimana pak sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur
bantal, bicara yang baik serta sholat? Apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara rutin? Coaba kita lihat jadwal kegiatannya.”
• Kontrak (Waktu, tempat, topik)
Baiklah sesuai dengan kontrak kita kemarin pada hari ini kita akan
berbincang-bincang mengenai cara kelima yaitu cara meminum obat yang
benar untuk mengatasi rasa marah. Bagaimana apakah bapak bersedia? Mau
berapa lama kita bincang-bincangnya? Bagaimana kalau 10 menit pak?
bagaimana kalau kita berbincang di depan ruangan saya ya pak, bagaimana
apakah setuju pak?
• Tujuan
Tujuan kita berbincang-bincang ini adalah berlatih cara mengontrol perasaan
marah bapak dengan cara kelima yaitu meminum obat dengan benar.
B. Fase kerja
“Bapak sudah dapat obat dari dokter? Berapa macam obat yang bapak
minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa bapak minum obat?
Bagus!”
“Obatnya ada 3 macam pak, yang warna oranye adalah CPZ gunanya agar
pikiran tenang. Yang putih ini namanya THP agar rileks dan tenang, dan
yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah
berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari, jam 7, jam 1
siang, dan jam 7 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa mengisap ngisap es batu. Bila mata terasa
berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu.
Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label dikotak obat,
apakah benar nama bapak tertulis di situ, berapa dosis yang harus diminum,

34
dan jam berapa saja harus diminum. Baca juga nama obatnya apakah sudah
benar? Disini minta obatnya sama perawat kemudian cek lagi apakah benar
obatnya.”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan
dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Nah, sekarang kita masukan waktu minum obatnya ke dalam jadwal ya
pak, Jangan lupa minum obat sesuai jadwal pak!”
C. Fase terminasi
• Evaluasi
Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tentang cara
meminum obat yang benar tadi?”
Evaluasi objektif
“Nah sekarang coba ulangi jenis obat yang bapak minum! Bagaimana cara
meminum obat yang benar? Iya bagus pak.”  Rencana tindak lanjut
“Nanti jika saya tidak ada, bapak minum obat sendiri yaa sesuai yang
dijadwalkan tadi.”

• Kontrak yang akan datang


Topik
“Bagaimana kalau besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauh mana
bapak melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah”
Waktu
“Waktunya mau jam berapa pak? Bagaimana kalau jam 10.00? Kita
berbincang-bincang lagi ya selama 15 menit.” Tempat
“Tempatnya mau dimana pak? Bagaimana kalau di taman? Sampai jumpa, sampai
bertemu lagi ya besok.”

35
DAFTAR PUSTAKA

Budi Ana Keliat. (1992). Peran serta Keluarga dalam Perawatan Klien
Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC

Budi Ana Keliat, dkk (1998). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Dermawan, Deden . (2013). Keperawatan jiwa, konsep dan kerangka kerja


asuhan keperawatan. Yogyakarta Goyen Publishing.

Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

36
37

You might also like