You are on page 1of 8

MAKALAH

HUKUM DAN PEMBANGUNAN

Disusun Oleh:

Fidayati

NIM:

231090200

PROGRAM STUDI

MAGISTER HUKUM

PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALU

2024
A. Pengertian Hukum
Hukum adalah suatu sistem peraturan yang di dalamnya terdapat norma-norma dan
sanksi-sanksi yang bertujuan untuk mengendalikan perilaku manusia, menjaga
ketertiban dan keadilan, serta mencegah terjadinya kekacauan.
Ada juga yang mengatakan bahwa definisi hukum adalah suatu peraturan atau
ketentuan yang dibuat, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, dimana isinya
mengatur kehidupan bermasyarakat dan terdapat sanksi/ hukuman bagi pihak yang
melanggarnya. Keberadaan hukum bertujuan untuk melindungi setiap individu dari
penyalahgunaan kekuasaan serta untuk menegakkan keadilan. Dengan adanya hukum
di suatu negara, maka setiap orang di negara tersebut berhak mendapatkan keadilan
dan pembelaan di depan hukum yang berlaku.

B. Pengertian Pembangunan
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system
sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi,
kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan
pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah
proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat
pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja
melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam
struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan
produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap
pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan
menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi
dan modernisasi ekonomi.
Pembangunan hukum merupakan tindakan atau kegiatan yang dimaksudkan untuk
membentuk kehidupan hukum ke arah yang lebih baik dan kondusif. Sebagai bagian
dari pembangunan nasional, pembangunan hukum harus terintegrasi dan bersinergi
dengan pembangunan bidang lain, serta memerlukan proses yang berkelanjutan.

C. Teori Hukum Pembangunan


Teori hukum pembangunan merupakan hasil modifikasi dari Teori Roscoe Pound
Law as a tool of social enginering yang di negara Barat yang dikenal sebagai aliran
Pragmatig legal realism yang kemudian diubah menjadi hukum sebagai sarana
pembangunan. Hukum sebagai sarana pembangunan adalah bahwa hukum dalam arti
kaidah atau peraturan hukum berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana
pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia kearah yang dikehendaki
oleh pembangunan disamping fungsi hukum untuk menjamin adanya kepastian dan
ketertiban (order).
Pengembangan teori hukum sebagai sarana pembangunan masyarakat di Indonesia
memiliki jangkauan dan ruang lingkup yang lebih lebih luas jika dibandingkan dari
tempat asalnya sendiri karena beberapa alasan, yaitu: Pertama, bahwa dalam proses
pembaruan hukum di Indonesia lebih menonjolkan pada perundang-undangan
walaupun yurisprudensi juga memegang peranan, berbeda dengan keadaan di
Amerika dimana teori Roscoe Pound ditujukan pada pembaruan dari keputusan-
keputusan pengadilan khususya Supreme Court sebagai mahkamah tertinggi. Kedua,
bahwa dalam pengembangan di Indonesia, masyarakat menolak pandangan aplikasi
mechanistis yang teradapat pada konsepsi Law as a tool of social engineering yang
digambarkan dengan kata tool yang akan mengakibatkan hasil yang tidak banyak
berbeda dengan penerapan legisme dalam sejarah hukum yang dahulu pernah
diterapkan oleh Hindia Belanda, namun masyarakat Indonesia lebih memaknai hukum
sebagai sarana pembangunan serta dipengaruhi pula oleh pendekatan-pendekatan
filasafat budaya dari Northrop dan pendekatan Policy oriented. Ketiga, bahwa bangsa
Indonesia sebenarnya telah menjalankan asas hukum sebagai alat pembaruan,
sehingga pada hakikatnya konsepsi tersebut lahir dari masyarakat Indonesia sendiri
berdasarkan kebutuhan yang mendesak dan dipengaruhi faktor-faktor yang berakar
dalam sejarah masyarakat bangsa Indonesia.
Berdasarkan pokok-pokok pemikiran dari teori hukum pembangunan Mochtar
Kusumaatmadja yang telah diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa teori hukum
pembangunan didukung oleh aliran-aliran filsafat hukum mulai sejak era Yunani
hingga ke era moderen yaitu ; Pertama, hukum itu berlaku universal dan abadi
sebagaimana dipelopori oleh Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas dan lain-lain,
Kedua, aliran hukum positif (Positivisme hukum) yang berarti hukum sebagai
perintah penguasa seperti pemikiran John Austin atau oleh kehendak negara seperti
yang dikatakan oleh Hans Kelsen. Ketiga, hukum itu tidak dibuat melainkan tumbuh
dan berkembang bersama masyarakat (living law) dimana pemikiran ini dipelopori
oleh Carl Von Savigny. Keempat, aliran Sociological yurisprudence yang dipelopori
oleh Eugen Ehrlich di Jerman dan dikembangkan di Amerika Serikat oleh Roscoe
Pound. Kelima, aliran Pragmatig legal realism yang merupakan pengembangan
pemikiran Roscoe Pound di mana hukum dilihat sebagai alat pembaharuan
masyarakat. Keenam, aliran Marxis Jurisprudence dipelopori oleh Karl Marx dengan
gagasan hukum harus memberikan perlindungan bagi masyarakat golongan rendah.
Ketujuh, aliran Antropological Jurisprudence dipelopori oleh Northop dan Mac
Dougall di mana aliran ini hukum harus dapat mencerminkan nilai sosial budaya
masyarakat dan mengadung sistem nilai. Teori hukum pembangunan Mochtar
Kusumaatmadja kemudian direvisi oleh Romli Atmasasmita dengan melakukan
pendekatan BSE (Bureucratic and Social Engineering) yang kemudian disebut dengan
nama teori hukum pembangunan generasi II (1980). Konsep pendekatan BSE
(Bureucratic and Social Engineering) dalam pembangunan nasional hanya dapat
dilaksanakan secara efektif jika baik aparat penyelenggara negara dan warga negara
telah memahami fungsi dan peranan hukum sebagai berikut :
1. Hukum tidak dipandang sebagai seperangkat norma yang harus di patuhi oleh
masyarakat melainkan juga harus dipandang sebagai sarana hukum yang
membatasi wewenang dan perilaku aparat hukum dan pejabat publik;
2. Hukum bukan hanya diakui sebagai sarana pembaharuan masyarakat semata-
mata, akan tetapi juga sebagai sarana pembaharuan birokrasi.
3. Kegunaan dan kemanfaatan hukum tidak hanya dilihat dari kacamata kepentingan
pemengan kekuasaan (negara) melainkan juga harus dilihat dari kacamata
kepentingan-kepentingan pemangku kepentingan (stakeholder), dan kepentingan
korban-korban (victims);
4. Fungsi hukum dalam kondisi masyarakat yang rentan (vulnerable) dan dalam
masa peralihan (transisional), baik dalam bidang sosial, ekonomi dan politik,
tidak dapat dilaksanakan secara optimal hanya dengan menggunakan pendekatan
preventif dan represif semata, melainkan juga diperlukan pendekatan restoratif
dan rehabilitatif;
5. Agar fungsi dan peranan hukum dapat dilaksanakan secara optimal dalam
pembangunan nasional, maka hukum tidak semata-mata dipandang sebagai wujud
dari komitmen politik melainkan harus dipandang sebagai sarana untuk mengubah
sikap dan cara berpikir (mindset) dan perilaku (behavior) aparatur birokrasi dan
masyarakat bersama-sama.
Dalam perkembangannya selanjutnya, teori hukum pembangunan I oleh
Mochtar Kusumaatmadja dan teori hukum pembangunan II kemudian
dimodifikasi kembali oleh Romli Atmasasmita dengan menambahkan teori hukum
progresif yaitu teori yang diperkenalkan oleh seorang ahli hukum yaitu Satjipto
Rahardjo kedalam teori hukum pembangunan Mochtar Kusumaatmadja. Secara
substansial, baik hukum progresif maupun hukum pembangunan tidak berhenti
pada hukum sebagai sistem norma yang hanya bersandar pada rules and logic
saja, melainkan juga hukum sebagai sistem perilaku. Kesamaan pandangan
keduanya terletak pada fungsi dan peranan hukum dalam bekerjanya hukum
dihubungkan dengan pendidikan hukum, namun demikian, kedua model hukum
tersebut berbeda terutama pada tolak pangkal pemikirannya. Mochtar
Kusumaatmadja beranjak dari bagaimana menfungsikan hukum dalam proses
pembangunan nasional, sedangkan Satjipto Rahardjo beranjak dari kenyataan dan
pengalaman tidak bekerjanya hukum sebagai sistem perilaku. Perbedaan lain
terlihat pada bagaimana hukum pembangunan menegaskan bahwa kepastian
hukum dalam arti keteraturan/ketertiban (order) dipertahankan sebagai pintu
masuk menuju arah kepastian hukum dan keadilan, sedangkan hukum progresif
menegaskan bahwa demi kepentingan manusia hukum tidak dapat memaksakan
ketertiban kepada manusia, tetapi hukumlah yang harus ditinjau kembali.
Perbedaan lain, dalam hukum pembangunan, bahwa hukum seyogyanya
diperankan sebagai sarana (bukan alat) pembaruan masyarakat (Law as a tool of
social engineering), akan tetapi Satjipto Rahardjo lebih menegaskan bahwa model
pemeranan hukum demikian dikhawatirkan menghasilkan Dark engineering jika
tidak disertai dengan hati nurani manusianya dalam hal ini penegak hukumnya.
[14] Sehingga dari hasil analisis terhadap dua model hukum tersebut, kemudian
Romli Atmasasmita merumuskan sebuah sintesis yang disebut model hukum
integratif yang memberikan alternatif solusi dari persoalan hukum dalam
masyarakat. Prinsip hukum model integratif tersebut diyakini dapat memberikan
konstribusi yang signifikan terhadap pembangunan nasional terutama dalam
pembentukan hukum dan penegakan hukum

D. Keterkaitan Hukum dan Pembangunan


Hukum sangat dibutuhkan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat di
berbagai aspek, aspek sosial, politik, budaya, pendidikan, dan kegiatan ekonomi.
Dalam kegiatan ekonomi, hukum sangat diperlukan karena sumber-sumber ekonomi
yang terbatas, sedangkan permintaan atau kebutuhan akan sumber ekonomi tidak
terbatas dan cenderung naik seiring kenaikan jumlah penduduk, sehingga sering
terjadi konflik antara sesama warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi
tersebut akan sering terjadi (Suhardi, 2002). Berdasarkan pengalaman, peranan hukum
tersebut harus terukur sehingga tidak mematikan inisiatif dan daya kreasi manusia
yang menjadi daya dorong utama dalam pembangunan ekonomi. Muncul pertanyaan
sampai sejauh mana hukum harus berperan, dengan cara bagaimana hukum itu
seharusnya berperan dan kepada siapa hukum itu mendelegasikan peranannya dalam
kegiatan nyata dalam kehidupan ekonomi warganya (Ismail, 2008). Hal yang terakhir
ini perlu diperjelas karena hukum itu sendiri merupakan adagium yang abstrak
meskipun dinyatakan dalam simbol-simbol bahasa yang lebih dapat bersifat aktif dan
nyata bila dilakukan oleh suatu institusi atau lembaga yang ditunjuknya (Suhardi,
2002).
Beberapa negara yang sekarang ini disebut negara-negara maju menempuh
pembangunanannya melalui tiga tingkat: unifikasi, industrialisasi, dan negara
kesejahteraan. Pada tingkat pertama yang menjadi masalah berat adalah bagaimana
mencapai integtarsi politik untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional.
Tingkat kedua, perjuangan untuk pembangunan ekonomi dan modernisasi politik.
Akhirnya dalam tingkat ketiga, tugas negara yang terutama adalah melindungi rakyat
dari sisi negatif industrialisasi, membetulkan kesalahan pada tahap sebelumnya,
dengan menekankan kesejahteraan masyarakat. Tingkat-tingkat tersebut dilalui secara
berurutan (consecutive) dan memakan waktu relatif lama. Persatuan Nasional adalah
prasyarat untuk memasuk tahap industrialisasi. Industrialisasi merupakan jalan untuk
mencapai negara kesejahteraan (Rajagukguk, 1997).
Perubahan di bidang ilmu pengetahuan bersifat turbulen, yaitu terjadi terus
menerus dan berlangsung sangat cepat pada akhir abad 20 dan dilanjutkan pada abad
21. Di masa lalu, revolusi industri yang bersifat mekanistis seperti penemuan mesin
uap yang mengantarkan Inggris ke abad revolusi industri, kemudian penemuan listrik,
kemudian akhir-akhir ini mulai dengan revolusi bioteknologi yang dapat menciptakan
produk-produk pertanian transgenik dan kloning pada hewan. Selain perkembangan
dalam bidang bioteknologi, revolusi yang amat dominan adalah dalam bidang
teknologi informasi yang mampu mengubah dunia menjadi sebuah desa besar (big
village) sehingga batas-batas wilayah negara menjadi tidak berarti (borderless).
Semua perubahan ini tidak mungkin terjadi jika manusia tidak mempunyai
kesempatan dan keluasan untuk berpikir dan berkreasi. Karenanya diperlukan aturan
yang mengatur bagaimana manusia agar bisa melaksanakan kegiatannya dengan
aman, tidak saling mengganggu atau bahkan saling menghancurkan sehingga
kesempatan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan menjadi terhambat. Dengan
demikian, dapat di simpulkan bahwa hukum amat berperan dalam melindungi,
mengatur dan merencanakan kehidupan ekonomi sehingga dinamika kegiatan
ekonomi itu dapat diarahkan kepada kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh
masyarakat (Thomas Aquinas dalam Suhardi, 2002).
Hukum bukan hanya bisa membatasi dan menekan saja, akan tetapi juga
memberi kesempatan bahkan mendorong para warga untuk menemukan berbagai
penemuan yang dapat menggerakkan kegiatan ekonomi negara. Berbagai penemuan
dan kemajuan itu bahkan dilindungi dengan undang-undang negara tentang HAKI
dengan tujuan untuk merangsang penemuan lebih canggih lagi. Fungsi hukum dan
peranan ahli hukum biasanya berhubungan erat satu sama lain, sekalipun keduanya
tidak perlu saling berkaitan atau saling tergantung. Hukum dapat dibuat oleh para
pemimpin politik yang tidak terdidik ataupun yang tidak menaruh perhatian terhadap
bidang itu sebagai disiplin ilmu pengetahuan atau ideologi (Friedman dalam Lubis,
1986). Pada dasarnya setiap kegiatan atau aktivitas manusia perlu diatur oleh suatu
instrumen yang disebut sebagai hukum. Hukum disini direduksi pengertiannya
menjadi perundang-undangan yang dibuat dan dilaksanakan oleh negara (Juwana,
2002).
Hukum memiliki peran yang sangat sentral dalam keberhasilan pembangunan
ekonomi suatu negara, khususnya dalam memberikan kepastian usaha dan investasi.
Kasus yang diungkapkan dalam ilustrasi memberikan bukti bahwa ketika aturan
perundang-undangan tidak konsisten dan tumpang tindih, maka sebuah usaha
(pelabuhan) tidak akan mencapai tingkatan kinerja yang diharapkan, dan pada
gilirannya bahkan menghambat pembangunan sektor lain, karena sektor pelabuhan
berhubungan erat dengan berbagai sektor lainnya. Dengan kata lain, adalah sudah
menjadi satu keniscayaan, bahwa pembangunan ekonomi di suatu negara, apalagi
secara khusus negara berkembang, hukum memiliki peranan yang besar untuk turut
memberi peluang pembangunan ekonomi. Pelaksanaan roda pemerintahan dengan
demokratis, dengan menggunakan hukum sebagai instrumen untuk merencanakan dan
melaksanakan program pembangunan yang komprehensirf, akan membawa negara ini
menuju masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang di cita-citakan

E. Tujuan Pembangunan dalam Bidang Hukum


Hukum sebagai sarana pembangunan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau
peraturan hukum berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam
arti penyalur arah kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan
disamping fungsi hukum untuk menjamin adanya kepastian dan ketertiban.
Pembangunan dalam lapangan hukum mengandung dua arti; Pertama, sebagai upaya
untuk memperbarui hukum positif (modernisasi hukum). Kedua, sebagai usaha untuk
memfungsionalkan hukum yakni dengan cara turut mengadakan perubahan sosial
sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun. Agar fungsi dan
peranan hukum dapat dilaksanakan secara optimal dalam pembangunan nasional,
maka hukum tidak semata-mata dipandang sebagai wujud dari komitmen politik
melainkan harus dipandang sebagai sarana untuk mengubah sikap dan cara berpikir
(mindset) dan perilaku (behavior) aparatur birokrasi dan masyarakat bersama-sama.

You might also like