You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Mortalitas dan morbiditas padaa wanita hamil dan bersalin adalah

masalah besar di negara berkembang. Kematian pada saat melahirkan biasanya

menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada puncak produktivitasnya.

Menurut Organisasi Dunia atau World Health Organization (WHO)

menjelaskan bahwa angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB)

di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya.

Persalinan dan kelahiran merupakan proses fisiologi yang menyertai

kehidupan hampir setiap wanita. Walaupun proses fisiologi, tetapi pada

umumnya menakutkan, karena disertai nyeri berat, bahkan terkadang

menimbulkan mental yang mengancam jiwa ( Nisman, 2011). Menurut

Cuningham (2004), nyeri persalinan sebagai kontradiksi miometrium, yang

merupakan proses fisiologi dengan intensitas yang berbeda pada masing masing

individu (Naomi F, 2017)

Persalinan yang bersih dan aman serta pencegahan kajian dan bukti ilmiah

menunjukan bahwa asuhan persalinan bersih, aman dan tepat waktu merupakan

salah satu upaya efektip untuk mencegah kesakitan dan kematian.

Penatalaksanaan komplikasi yang terjadi sebelum, selama dan setelah

persalinan. Dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu perlu

diantisipasi adanya keterbatasan kemampuan untuk menatalaksanaakan


konplikasi pada jenjang pelayanan tertentu. Kompetensi petugas, pengenalan

jenis komplikasi dan ketersediaan sarana pertolongan menjadi penentu bagi

kebersihan penatalaksanaan komplikasi yang umumnya akan selalu berada

menurut derajat keadaan dan tempat terjadinya.

Menurut American Pregnancy Assiciation, relaksasi dapat digunakan

selama kehamilan untuk mempersiapkan seorang ibu dalam menghadapi

persalinnya. Relaksasi ini adalah salah satu cara untuk mencoba mengatasi

sejumlah isu mulai dari rasa ketakutan dan kondisi kesehatan yang berhubungan

dengan kehamilan. Untuk kemungkinan mengurangi atau menghilangkan rasa

sakit selama persalinan dengan cara menggunakan metode “hynopsys”.

Relaksasi dalam melahirkan pertama kali diteliti oleh Dr Garantly Dick

Read pada tahun 1990, untuk mengetahui Hynopsis dalam membantu

parawanita pada saat menghadapi tahapan persalinan dan melahirkan bayi yang

sebenarnya dia menemukan kenyataan bahwa ibu yang terlatih relaksasi

menyatakan nyaman, tenang, dan lancar saat melahirkan.(Naomi F, 2017)

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu cara untuk

mengurangi rasa nyeri pada ibu bersalin secara nonfarmakologi. Dengan

menarik nafas dalam-dalam pada saat ada kontraksi dengan menggunakan

pernafasan dada melalui hidung akan mengalirkan oksigen kedarah yang

kemudian dialirkan keseluruh tubuh sehingga ibu bersalin akan merasakan

rileks dan nyaman karena tubuh akan mengeluarkan hormon endorphin yang

merupakan penghilang rasa sakit yang alami didalam tubuh.(W, 2015)


Adapun efek relaksasi menurut Potter & Perry (2010), relaksasi memiliki

beberapa manfaat, yaitu: menurunkan nadi, tekanan darah, dan pernapasan;

penurunan konsumsi oksigen; penurunan ketegangan otot; penurunan

kecepatan metabolisme, peningkatan kesadaran; kurang perhatian terhadap

stimulus lingkungan; tidak ada perubahan posisi yang volunteer; perasaan

damai dan sejahtera; periode kewaspadaan yang santai, terjaga, dan dalam.(Ii,

Pustaka and Pustaka, 2016)


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Persalinan

2.1.2 Pengertian persalinan

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasibelakang

kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun

pada janin (Prawihardjo, 2008)

Persalinan normal WHO adalah persalinan yang dimulai secara spontan

beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama proses

persalinan, bayi dilahirkan spontan dengan presentasi belakang kepada pada usia

kehamilan antara 37 hingga 42 minggu lengkap. Setelah persalinan ibu dan bayi

dalam keadaan baik.

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar

dari uterus ibu. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan

menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) (JNPK-KR

DepKes RI, 2008; 37).

1. Mekanisme Persalinan
Mekanisme persalinan merupakan gerakan-gerakan janin pada proses

persalinan yang meliputi langkah sbb :

a. Turunnya kepala, meliputi :

1) Masuknya kepala dalam PAP Dimana sutura sagitalis terdapat ditengah –

tengah jalan lahir tepat diantara symfisis dan promontorium, disebut

synclitismus. Kalau pada synclitismus os.parietal depan dan belakang sama

tingginya jika sutura sagitalis agak kedepan mendekati symfisis atau agak

kebelakang mendekati promontorium disebut Asynclitismus.

2) Jika sutura sagitalis mendekati symfisis disebut asynclitismus posterior jika

sebaliknya disebut asynclitismus anterior.

b. Fleksi

Fleksi disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya mendapat

tahanan dari pinggir PAP serviks, dinding panggul atau dasar panggul.

c. Putaran paksi dalam

Yaitu putaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah

dari bagian depan memutar ke depan ke bawah symfisis.

d. Ekstensi

Setelah kepala di dasar panggul terjadilah distensi dari kepala hal ini

disebabkan karena lahir pada intu bawah panggul mengarah ke depan dan

keatas sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya.

e. Putaran paksi luar


Setelah kepala lahir maka kepala anak memutar kembali kearah punggung

anak torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.

d. Ekspulsi

Setelah kepala melakukan putaran paksi luar sesuai arah punggung

dilakukan pengeluaran anak dengan gerakan biparietal sampai tampak ¼

bahu ke arah anterior dan posterior dan badan bayi keluar dengan sangga

susur.

e. Ekstensi

Setelah kepala di dasar panggul terjadilah distensi dari kepala hal ini

disebabkan karena lahir pada intu bawah panggul mengarah ke depan dan

keatas sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya.

f. Putaran paksi luar

Setelah kepala lahir maka kepala anak memutar kembali kearah punggung

anak torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.

g. Ekspulsi

Setelah kepala melakukan putaran paksi luar sesuai arah punggung

dilakukan pengeluaran anak dengan gerakan biparietal sampai tampak ¼

bahu ke arah anterior dan posterior dan badan bayi keluar dengan sangga

susur.
2. 1.3Tahapan Persalinan

Pada proses persalinan menurut (Mochtar,R, 2001) di bagi 4 kala yaitu :

A. Kala 1 : Kala pembukaan

Waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap (10 cm).

Dalam kala pembukaan dibagi menjadi 2 fase :

1) Fase laten

1. Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan

pembukaan serviks secara bertahap

2. Pembukaan kurang dari 4 cm

3. Biasanya berlangsung kurang dari 8 jam

2) Fase aktif

a) Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi

adekuat / 3 kali atau lebih dalam 10 menit dan berlangsung selama 40 detik

atau lebih)

b) Serviks membuka dari 4 ke 10, biasanya dengan kecepatan 1cm/lebih

perjam hingga pembukaan lengkap (10)

c) Terjadi penurunan bagian terbawah janin

d) Berlangsung selama 6 jam dan di bagi atas 3 fase, yaitu :

B. Kala II : Kala pengeluaran janin

Waktu uterus dengan kekuatan his ditambah kekuatan mengejan mendorong

janin hingga keluar.


Pada kala II ini memiliki ciri khas :

1) His terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama kira-kira 2-3 menit sekali

2) Kepala janin telah turun masuk ruang panggul dan secara reflektoris

menimbulkan rasa ingin mengejan

3) Tekanan pada rektum, ibu merasa ingin BAB

4) Anus membuka

Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum

meregang, dengan his dan mengejan yang terpimpin kepala akan lahir dan

diikuti seluruh badan janin.

Menurut Kismoyo (2014) lama pada kala II ini pada primi dan multipara

berbeda yaitu :

1) Primipara kala II berlangsung sekitar 2 jam

2) Multipara kala II berlangsung sekitar 1 jam

Pimpinan persalinan

Ada 2 cara ibu mengejan pada kala II yaitu menurut dalam letak berbaring,

merangkul kedua pahanya dengan kedua lengan sampai batas siku, kepala

diangkat sedikit sehingga dagu mengenai dada, mulut dikatup; dengan

sikap seperti diatas, tetapi badan miring kearah dimana punggung janin

berada dan hanya satu kaki yang dirangkul yaitu yang sebelah atas(JNPKR

dan Depkes, 2002)


C. Kala III : Kala uri

Yaitu waktu pelepasan dan pengeluaran uri (plasenta). Setelah bayi lahir
kontraksi rahim berhenti sebentar, uterus teraba keras dengan fundus uteri
setinggi pusat dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2 kali sebelumnya.
Beberapa saat kemudian timbul his pengeluaran dan pelepasan uri, dalam
waktu 1 – 5 menit plasenta terlepas terdorong kedalam vagina dan akan lahir
spontan atau dengan sedikit dorongan (brand androw,seluruh proses biasanya
berlangsung 5 – 30 menit setelah bayi lahir. Dan pada pengeluaran plasenta
biasanya disertai dengan pengeluaran darah kira – kira 100-200cc.

Tanda kala III terdiri dari 2 fase :

1) Fase pelepasan uri


Mekanisme pelepasan uri terdiri atas:
a) Schultze

Data ini sebanyak 80 % yang lepas terlebih dahulu di tengah kemudian


terjadi reteroplasenterhematoma yang menolak uri mula – mula di tengah
kemudian seluruhnya, menurut cara ini perdarahan biasanya tidak ada
sebelum uri lahir dan banyak setelah uri lahir.

b) Dunchan

Lepasnya uri mulai dari pinggirnya, jadi lahir terlebih dahulu dari pinggir
(20%) Darah akan mengalir semua antara selaput ketuban

c) Serempak dari tengah dan pinggir plasenta


2) Fase pengeluaran uri
Perasat-perasat untuk mengetahui lepasnya uri yaitu :

a) Kustner

Meletakkan tangan dengan tekanan pada / diatas simfisis, tali pusat


diregangkan, bila plasenta masuk berarti belum lepas, bila tali pusat diam
dan maju (memanjang) berarti plasenta sudah terlepas.

b) Klien

Sewaktu ada his kita dorong sedikit rahim, bila tali pusat kembali berarti
belum lepas, bila diam/turun berarti sudah terlepas.

c) Strastman

Tegangkan tali pusat dan ketuk pada fundus, bila tali pusat bergetar
berarti belum lepas, bila tidak bergetar berarti sudah terlepas.

d) Rahim menonjol diatas symfisis


e) Tali pusat bertambah panjang
f) Rahim bundar dan keras
g) Keluar darah secara tiba-tiba

D. Kala IV: Kala pengawasan

Yaitu waktu setelah bayi lahir dan uri selama 1-2 jam dan waktu dimana
untuk mengetahui keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post
partum. Pengawasan kala 4 ini dilakukan setelah ibu merasa nyaman. Pada 1
jam pertama, dilakukan pemeriksaan TTV setiap 15 menit sekali. Sedangkan
pada 1 jam kedua dilakukan setiap 30 menit sekali.
2.1.4 Managemen Asuhan Kebidanan Persalinan Normal

1.Varney

a. Pengumpulan data dasar


Pada langkah ini, kegiatan yang dilakukan adalah pengkajian dengan mengumpulkan
semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi klien secara lengkap. Data yang
dikumpulkan antara lain:
1) Keluhan klien
2) Riwayat kesehatan klien
3) Pemeriksaan fisik secara lengkap sesuai dengan kebutuhan
4) Meninjau catatan terbaru atau tahun sebelumnya
5) Meninjau data laboratorium. Pada langkah ini, dikumpulkan semua informasi yang
akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Pada langkah ini
bidan mengumpulkan data dasar awal secara lengkap.
b. Interpretasi data dasar
Pada langkah ini, kegiatan yang dilakukan menginterpretasikan semua data dasar
yang telah dikumpulkan sehingga ditemukan diagnosis atau masalah. Diagnosis yang
dirumuskan adalah diagnosis dalam lingkup praktik kebidanan yang tergolong pada
nomenklatur standar diagnosis, sedangkan prihal yang berkaitan dengan pengalaman
klien dihasilkan dalam pengkajian.
c. Identifikasi diagnosis masalah/ masalah potensial
Pada langkah ini, kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain
berdasarkan rangkaian diagnosis dan asalah yang sudah teridentifikasi. Berdasarkan
temuan tersebut, bidan dapat melakukan antisipasi agar diagnosis/masalah tersebut
tidak terjadi. Selain itu, bidan harus bersiap-siap apalagi diagnosis/masalah tersebut
benar-benar terjadi. Contoh diagnosis/masalah potensial:
1) Potensial Perdarahan Post-partum, apabila diperoleh data ibu hamil kembar,
polihidramnion, hamil besar akibat menderita diabetes.
2) Kemungkinan Distosia Bahu, apabila data yang ditemukan adalah kehamilan
besar.
d. Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera.

Pada langkah ini, yang dilakukan bidan adalah mengidentifikasi perlunya tindakan
segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan
anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. Ada kemungkinan, data
yang kita peroleh memerlukan tindaka yang harus segera dilakukan oleh bidan
sementara kondisi yang lain masih bisa menunggu beberapa waktu lagi. Contohnya
pada kasus-kasus kegawatdaruratan kebidanan, seperti perdarahan yang
memerlukan tindakan KBI dan KBE.

e. Perencanaan asuhan yang menyeluruh


Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan
berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Rencana asuhan yang menyeluruh
yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Rencana asuhan yang
menyeluruh tidak hanya meliputi hal yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien
atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi dilihat juga dari apa yang akan
diperkiran terjadi selanjutnya, apakah dibutuhkan konseling dan apakah perlu
menunjuk klien. Setiap asuhan yang direncanakan harus disetujui kedua belah
pihak, yaitu bidan dan klien.
f. Pelaksanaan
Pada langkah keenam ini, kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan
rencana asuhan yang sudah dibuat pada langkah ke-5 secara aman dan efesian.
Kegiatan ini bisa dilakukan oleh bidan atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika
bidan tidak melakukan sendiri, bidan tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya. Dalam situasi ini bidan harus berkolaborasi dengan
tim kesehatan lain atau dokter. Dengan demikian bidan harus bertanggung jawab
atas terlaksananya rencana asuhan yang menyeluruh yang telah dibuat bersama
tersebut.
g. Evaluasi
Pada langkah terakhir ini, yang dilakukan oleh bidan adalah:
1) Melakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan, untuk menilai
apakah sudah benar-benar terlaksana/terpenuhi sesuai dengan kebutuhan yang
telah teridentifikasi dalam masalah dan diagnosis
2) Mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif untuk
mengetahui mengapa proses manajeen ini tidak efektif.

2. SOAP

Metode pendokumentasian yang digunakan dalam kebidanan meliputi SOAP


yang dimana terdiri dari (subjektif, objektif, assessment, dan planning)
Pendokumentasian metode SOAP merupakan kemajuan informasi yang sistematis
yang mengorganisir penemuan & kesimpulan anda menjadi suatu rencana asuhan.
Metode ini merupakan penyaringan intisari dari proses penatalaksanaan kebidanan
untuk tujuan penyediaan & pendokumentasian asuhan kebidanan.
SOAP merupakan urut-urutan yang dapat membantu anda dalam
mengorganisir pikiran anda & memberikan asuhan yg menyeluruh. SOAP adalah
catatan yg bersifat sederhana, jelas, logis & tertulis. Seorang bidan hendaknya
menggunakan SOAP setiap kali ia bertemu dengan pasiennya.

Catatan ini menggambarkan pendokumentasian


S Data Subjektif :
hasil pengumpulan data melalui anamnesis
yang berhubungan dengan masalah sudut
pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai
kekhawatiran dan keluhannya dicatat sebagai
kutipan langsung atau ringkasan yang
berhubungan dengan diagnosa.

Data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan


O Data Objektif :
fakta yang berhubungan dengan dignosa. Data
fisiologis, hasil observasi yang jujur,
informasikan teknologi (hasil laboratorium,
sinar X, rekaman CTG, USG, dan lain-lain) dan
informasi dari keluarga atau orang lain dapat
dimasukkan dalam kategori ini. Apa yang dapat
diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen
yang berarti dari diagnosa yang akan
ditegakkan.

Masalah atau diagnosa yang ditegakkan


A Analisa atau Pengkajian :
berdasarkan data atau informasi
subjektif maupun objektif yang dikumpulkan
atau disimpulkan karena keadaan pasien terus
berubah dan selalu ada informasi baru baik
subjektif maupun objektif, dan sering
diungkapkan secara terpisah-pisah, maka
proses pengkajian adalah sesuatu proses yang
dinamik. Sering menganalisa adalah sesuatu
yang penting dalam mengikuti perkembangan
pasien dan menjamin sesuatu perubahan baru
cepat diketahui dan dapat diikuti sehingga
dapat diambil tindakan yang tepat.

P Plan/Planning : Membuat rencana tindakan saat itu atau yang


akan datang. Proses ini untuk mengusahakan
Perencanaan, pelaksanaan dan
mencapai kondisi pasien sebaik mungkin atau
evaluasi
menjaga dan mempertahankan
kesejahteraannya. Proses ini termasuk kriteria
tujuan tertentu dari kebutuhan pasien yang
harus dicapai dalam batas waktu
tertentu,tindakan yang diambil harus membantu
pasien mencapai kemajuan dalam kesehatan
dan harus mendukung rencana dokter jika
melakukan kolaborasi. Dalam langkah P dalam
SOAP berisi tentang perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi.

Sumber : Kusuma (2011)

3. Partograf

i. Pengertian Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik (JNPK-KR, 2007).
ii. Tujuan
Adanya tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
1) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan
serviks melalui pemeriksaan dalam.
2) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian
dapat pula mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
3) Data pelengkap yang terkait dengan pemantauian kondisi ibu, kondisi bayi, grafik
kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan,
pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan
yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam
medik ibu bersalin dan bayi baru lahir (JNPK-KR, 2008).

Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong
persalinan untuk:

1) Mencatat kemajuan persalinan.


2) Mencatat kondisi ibu dan janinnya.
3) Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran.
4) Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit
persalinan.
5) Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang
sesuai dan tepat waktu (JNPK-KR, 2008).
iii. Penggunaan Partograf
Partograf harus digunakan:
1) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan eemen
penting dari asuhan persalinan. Parograf harus digunakan untuk semua
persalinan, baik normal maupun patologis. Partograf sangat membantu
penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan
klinik, baik persalinan dengan penyulit.
2) Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas,
klinik bidan swasta, rumah sakit, dll).
3) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan
persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri, Bidan,
Dokter Umum, Residen dan Mahasiswa Kedokteran) (JNPK-KR, 2008).
iv. Pengisian Partograf
Pengisian partograf antara lain:
1) Pencatatan selama fase laten kala I persalinan selama fase laten, semua
asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus dicatat. Hal ini dapat dilakukan
secara terpisah, baik di catatatan kemajuan persalinan maupun di Kartu
Menuju Sehat (KMS) ibu hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap
kali membuat catatan selama fase laten persalinan. Semua asuhan dan
intervensi juga harus dicatatkan. Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan
dicatat dengan seksama, yaitu :
a) Denyut jantung janin: setiap 30 menit
b) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap 30 menit
c) Nadi: setiap 30 menit
d) Pembukaan serviks: setiap 4 jam
e) Penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
f) Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam
g) Produksi urin, aseton dan protein: setiap 2-4 jam
h) Pencatatan selama fase akhir persalinan (JNPK-KR, 2008).
2) Pencatatan selama fase aktif persalinan
Halaman depan partograf mencatumkan bahwa observasi yang dimulai pada
fase ktif persalinan, dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-
hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, meliputi:
a) Informasi tentang ibu
(1) Nama, umur
(2) Gravida, para, abortus
(3) Nomor catatan medik nomor puskesmas
(4) Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika dirumah: tanggal dan
waktu penolong persalinan mulai merawat ibu)
b) Waktu pecahnya selaput ketuban
c) Kondisi janin:
(1) Denyut jantung janin
(2) Warna dan adanya air ketuban
(3) Penyusupan (moulose) kepala janin.
d) Kemajuan persalinan
(1) Pembukaan serviks
(2) Penurunan bagian terbawah janin atau presentase janin
(3) Garis waspada dan garis bertindak
e) Jam dan waktu
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
f) Kontraksi uterus: frekuensi dan lamanya
g) Obat-obatan dan cairan yang diberikan:
(1) Oksitosin
(2) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
h) Kondisi ibu:
(1) Nadi, tekanan darah dan temperatur
(2) Urin (volume, aseton, atau protein)
i) Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom
tersedia disisi partograf atau dicatatan kemajuan persalinan) (Sarwono,
2009).
3) Mencatat temuan pada partograf
Adapun temuan-temuan yang harus dicatat adalah:
a) Informasi tentang ibu
b) Kondisi janin
Bagian atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan Denyut
Jantung Janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan (kepala janin).
i. Denyut Jantung Janin (DJJ)
Nilai dan catat DJJ setiap 30 menit (lebih sering jika ada tanda-tanda
gawat janin). Setiap kotak dibagian atas partograf menunjukan DJJ.
Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan
angka yang menunjukan DJJ. Kemudian hubungkan yang satu dengan
titik lainnya dengan garis tegas bersambung.
Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantra 180 dan 100. Akan
tetapi penolong harus waspada bila DJJ dibawah 120 atau diatas 160.
ii. Warna dan adanya air ketuban
Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan pemeriksaan dalam
dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat semua
temuan-temuan dalam kotak yang sesuai dibawah lajur DJJ. Gunakan
lambang-lambang berikut ini:
U : Selaput ketuban masih utuh (belum pecah).
J : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih.
M : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
mekonium.
D : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah.
K : Selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir lagi
iii. Penyusupan (Molase) tulang kepala janin
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh
kepala bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang)
panggul ibu. Semakin besar derajat penyusupannya atau tumbang
tindih antara tulang kepala (CPD). Ketidakmampuan untuk
berakomodasi atau disporposi ditunjukan melalui derajat
penyusupan atau tumpang tindih (molase) yang berat sehingga
tulang kepala yang saling menyusup, sulit untuk dipisahkan.
Apabila ada dugaan disporposi kepala panggul maka penting untuk
tetap memantau kondisi janin serta kemajuan persalinan.
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai
penyusupan antar tulang (molase) kepala janin. Catat temuan yang
ada dikotak yang sesuai dibawah lajur air ketuban.
Gunakan lambang-lambang berikut ini:
0: Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat
dipalpasi.
1: Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2: Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih
dapat dipiahkan.
3: Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat
(JNPK-KR, 2008).
3.1 Definisi

Teknik Relaksasi adalah salah satu bentuk terapi yang berupa pemberian intruksi
kepada seseorang dalam bentuk gerakan-gerakan yang tersusun secara sistematis untuk
merileksasikan pikiran dan anggota tubuh, seperti otot-otot dan mengembalikan kondisi
dari keadaan tegang ke keadaan rileks, normal dan terkontrol mulai dari gerakan tangan
sampai gerakan kaki.
Teknik relaksasi merupakan salah satu cara untuk mengistirahatkan fungsi fisik
dan mental sehingga menjadi rileks, relaksasi merupakan upaya sejenak untuk melupakan
kecemasan dan mengistirahatkan pikiran dengan cara menyalurkan kelebihan energi atau
ketegangan (psikis) melalui sesuatu kegiatan yang menyenangkan.
Tujuan teknik relaksasi adalah membantu orang menjadi rileks, dengan demikian
dapat memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik. Untuk membantu individu
mengontrol diri dan memfokuskan perhatian sehingga ia saat berada dalam situasi yang
menegangkan. (Zainul, 2007).
Relaksasi merupakan suatu bentuk teknik yang melibatkan pergerakan anggota
badan dan bisa dilakukan dimana saja (Potter & Perry, 2005). Tehnik ini didasarkan
kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang karena nyeri
atau kondisi penyakitnya. Tehnik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis
(Asmadi, 2008)

3.1.1 Jenis-jenis Teknik Relaksa

Ada beberapa jenis dari relaksasi


1. Relaksasi otot
Relaksasi otot bertujuan untuk mengurangi ketegangan dengan cara melemaskan
badan. Dalam latihan relaksasi otot individu diminta menegangkan otot dengan
ketegangan tertentu dan kemudian diminta untuk mengendurkannya.Sebelum
dikendurkan penting dirasakan ketegangan tersebut sehingga individu dapat
membedakan antara otot tegang dan otot lemas.
2. Relaksasi kesadaran indera
Teknik ini individu dapat diberi satu persatu diberi pertanyaan yang tidak dijawab
secara lisan tetapi untuk dirasakan sesuai dengan apa yang dapat atau yang tidak
dapat dalam individu pada waktu intruksi diberikan pengembangan.
3. Relaksasi melalui hipnosa, yoga, dan meditasi
a. Hipnosa ialah kondisi yang menyerupai tidur lelap tetapi lebih aktif, saat
seseorang memiliki sedikit keinginan tahu dari dirinya dan bertindak menurut
sugesti dari orang yang menyebabkan terjadinya kondisi tersebut.
b. Yoga yaitu sebuah sistematika baru yang mampu menjelaskan manusia secara
utuh, bagaiman menjalani hidup secara berimbang serta bagaimana cara bertahan
hidup jika tidak ada keseimbangan.
c. Meditasi adalah suatu teknik latihan dalam meningkatkan kesadaran pada satu
objek stimulasiyang tidak berubah pada waktu tertentu. (Zainul, 2007).

3.1.2 Manfaat Relaksasi

Secara garis besar siswa-siswi TPQ dianjurkan kelapangan sebelum masuk ke kelas
tujuannya, untuk memberikan pengetahuan tentang manfaat relaksasi dengan cara lari-lari
kecil ditempat, mengatur nafas agar selalu rileks dalam mengerjakan sesuatu di dalam
kelas, dengan hal itu telah dijadikan menjadi beberapa manfaat yaitu:
1. Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan
karena adanya stress.
2. Masalah-masalah yang berhubungan dengan stress seperti hipertensi, sakit kepala,
insomania dapat dikurangi atau diobati dengan relaksasi.
3. Mengurangi tingkat kecemasan.
4. Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stress.
5. Mengontrol anticipatory anxiety sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan,
seperti pada pertemuan penting, wawancara atau sebagainya.
6. Penelitian menunjukkan bahwa perilaku tertentu dapat lebih sering terjadi selama
periode stress, misalnya naiknya jumlah rokok yang dihisap, konsumsi alcohol,
pemakaian obat-obatan, dan makanan yang berlebih-lebihan.
7. Meningkatkan penampilan kerja, sosial, dan penampilan fisik.
8. Kelelahan, aktivitas mental dan latihan fisik yang tertunda dapat diatasi dengan
menggunakan ketrampilan relaksasi. (Zainul, 2007).

3.1.3 Teknik-teknik Relaksasi

1. Relaksasi progesif (progressive relaxation training)


Untuk membawa seseorang relaks sampai pada otot-ototnya. Jacobson percaya bahwa
jika seseorang berada dalam keadaan seperti itu, akan terjadi pngurangan timbulnya
reaksi emosi yang bergelora, baik pada susunan syaraf otonom dan lebih lanjut dapat
meningkatkan perasaan segar dan sehat jasmani maupun rohani.
2. Otogenik (autogenic training)
Otogenik adalah latihan untuk merasakan berat dan panaspada anggota gerak,
pengaturan pada jantung dan paru-paru, perasaan panas pada perut dan dingin pada
dahi. Johanes Schultz, memperkenalkan teknik pasif agar seseorang dapat menguasai
munculnya emosi yang bergelora.
3. Sugesti diri (suggestion technique)
Seseorang dapat melakukan sendiri perubahan kefaalan pada dirinya sendiri, juga bias
mengatur permunculan-permunculan dari emosinya pada tingkatan maksimal yang
dikehendaki.

4. Melakukan sendiri (self help)


Seseorang diajarkan untuk melakukannya sendiri dengan mempergunakan alat “bio
feedback” agar pasien mengetahui saat-saat tercapainya keadaan relaks.

3.1.4 Macam-macam Teknik Relaksasi

1. Relaxation Via Tension relaxation


Metode ini digunakan agar individu agar dapat merasakan perbedaan antara saat-saat
tubuhnya tegang dan saat otot dalam keadaan lemas. Selain itu individu dilatih untuk
ncapai keadaan rileks. Otot yang dilatih adalah otot lengan, tangan, biceps, bahu,
wajah, perut dan kaki.
2. Relaxation Via Letting Go
Metode ini biasanya merupakan tahap dari pelatihan Relaxation Via Tension-
Relaxation, yaitu latihan untuk memperdalam dan menyadari relaksasi. Pada metode
ini diharapkan individu dapat lebih peka terhadap ketegangan dan lebih ahli dalam
mengurani ketegangan.
3. Differential relaxation
Relaksasi differensial merupakan salah satu ketrampilan relaksasi progesif. Dalam
pelatihan relaksasidifferensial ini, individu tidak hanya menyadari kelompok otot
yang diperlukan untuk melakukan aktifitas tertentu saja tetapi juga
mengidentifikasikan dan lebih menyadari lagi otot-otot yang tidak perlu melakukan
aktifitas tersebut.

3.1.5 Pelaksanaan Dan Tempat Latihan

Agar efektif hasilnya latihan ini sebaiknya dilakukan ditempat dan situasi yang
memungkinkan latihan tersebut berlangsung dengan baik, antara lain:

1. dilaksanakan ditempat yang tenang, bebas dari hal-hal yang mengganggu kosentrasi,
suara bising, tempat kotor, panas terik, dll.
2. Sebaiknya dilapisi oleh matras yang cukup empuk agar dapat berbaring dengan enak.
3. Dilakukan di tempat yang teduh terhindar dari sengatan langsung matahari
4. Dialunkan musik yang menenangkan jiwa (musik klasik) dalam memberikan
instruksi suara harus betul-betul menenangkan.
5. Harus dilakukan secara sukarela dan tekun dan mempunyai kemampuan kosentrasi
dengan baik

3.1.6 Tahap Pelaksanaan Teknik Relaksasi Progresif

1. Tahap persiapan

Peneliti memposisikan tubuh pasien secara nyaman mungkin. pasien diinstruksikan untuk
duduk semi fowler dengan rileks, mata tertutup, melonggarkan pakaian disekitar leher
dan pinggang.

2. Tahap pelaksanaan
Pada tahapan ini responden melaksanakan latihan relaksasi otot progresif dengan
dibimbing langsung oleh peneliti sendiri.

3. Tahap penutupan

Pada tahapan ini responden bersiap-siap untuk istirahat. Sesudah latihan relaksasi otot
progresif.

4. Tahap evaluasi

Pada tahapan ini peneliti menanyakan kembali perasaan responden dan menjelaskan
bahwa intervensi telah selesai dilakukan.

3.1.7 Langkah Teknik Relaksasi Progresif

Gerakan 1: Ditujukan untuk melatih otot tangan.

1. Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.


2. Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi.
3. Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan relaks selama 10 detik.
4. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien dapat membedakan
perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami.
5. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

Gerakan 2: ditujukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.

1. Tekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot di tangan bagian
belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit.

Gerakan 3: Ditujukan untuk melatih otot biseps (otot besar pada bagian atas pangkal
lengan).

1. Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.


2. Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot biseps akan menjadi
tegang.

Gerakan 4: Ditujukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.

1. Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga menyantuh kedua telinga.

Fokuskan atas, dan leher.

Gerakan 5 dan 6: Ditujukan untuk melemaskan otot-otot wajah (seperti otot dahi, mata,
rahang, dan mulut).

a. Gerakkan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot terasa dan
kulitnya keriput.
b. Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan disekitar mata dan otot-otot yang
mengendalikan gerakan mata.

Gerakan 7: Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot rahang.
Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga terjadi ketegangan disekitar otot
rahang.

Gerakan 8: Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimoncongkan


sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.

Gerakan 9: Ditujukan untuk merileksikan otot leher bagian depan maupun belakang.

a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot leher bagian
depan.
Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.
b) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga dapat
merasakan ketegangan dibagian belakang leher dan punggung atas.
Gerakan 10: Ditujukan untuk melatih otot leher begian depan.

1. Gerakan membawa kepala ke muka.


3. Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian
muka.#

Gerakan 11: Ditujukan untuk melatih otot punggung

a. Angkat tubuh dari sandaran kursi.


b. Punggung dilengkungkan.
c. Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian relaks.
d. Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan otot menjadi lemas.

Gerakan 12: Ditujukan untuk melemaskan otot dada.

a. Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya.


b. Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada sampai turun
ke perut, kemudian dilepas.
c. Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.
d. Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan relaks.

Gerakan 13: Ditujukan untuk melatih otot perut.

a. Tarik dengan kuat perut kedalam.


b. Tahan sampai menjadi kencang dank eras selama 10 detik, lalu dilepaskan bebas.
c. Ulangi kembali seperti gerakan awal perut ini.

Gerakan 14-15: Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha dan betis).

a. Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.


b. Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga ketegangan pindah ke otot
betis.
c. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

You might also like