You are on page 1of 21

AGENDA I

1. MODUL WAWASAN KEBANGSAAN DAN NILAI-NILAI BELA NEGARA


A. WAWASAN KEBANGSAAN

Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka mengelola
kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation character)
dankesadaran terhadap sistem nasional (national system) yang bersumber dari Pancasila,
UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapi bangsa dan negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil,
makmur, dan sejahtera.
Fakta-fakta sejarah dapat dijadikan pembelajaran bahwa Kebangsaan Indonesia
terbangun dari serangkaian proses panjang yang didasarkan pada kesepakatan dan
pengakuan terhadap keberagaman dan bukan keseragaman serta mencapai puncaknya pada
tanggal 17 Agustus 1945. Sejak awal pergerakan nasional, kesepakatan-kesepakatan tentang
kebangsaan terus berkembang hinggga menghasilkan 4 (empat) konsensus dasar serta n
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Indonesia sebagai alat
pemersatu, identitas, kehormatan dan kebanggaan bersama.
Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu, kebangsaan Indonesia merupakan
sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan
dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaanyang berakar pada sejarah
perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan
cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. NILAI –NILAI BELA NEGARA


Bela Negara adalah tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik secara
perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara
dariberbagai Ancaman.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya
Nasional untuk Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (3), nilai dasar Bela Negara meliputi : a.
cintatanah air; b. sadar berbangsa dan bernegara; c. setia pada Pancasila sebagai ideologi
negara; d. rela berkorban untuk bangsa dan negara; dan e. kemampuan awal Bela Negara.

C. SISTEM ADMINISTRASI NEGARA KESATUAN REPUBLIK


INDONESIA
Bentuk Negara kesatuan yang disepakati oleh para pendiri bangsa dan kemudian
ditetapkan berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memiliki makna
pentingnya kesatuan dalam sistem penyelenggaraan Negara. Perspektif sejarah Negara
Indonesia mengantrakan pada pemahaman betapa pentingnya persatuan dan kesatuan
bangsa yang didasarkan pada prinsip-prinsip persatuan dan kesatuan bangsa dan
nasionalisme.

Kebijakan publik dalam format keputusan dan/atau tindakan administrasi


pemerintahan (SANKRI) memiliki landasan idiil yaitu Pancasila landasan konstitusionil ,
UUD 1945 sebagai sistem yang mewadahi peran Aparatur Sipil Negara (ASN)
Berdasarkan UU No.5 Tahun 2014 tentang aparatur Sipil Negara.

1. MODUL ANALISIS ISU KONTEMPORER


A. PERUBAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS

Ditinjau dari pandangan Urie Brofenbrenner (Perron, N.C., 2017) ada empat level
lingkungan strategis yang dapat mempengaruhi kesiapan PNS dalam melakukan
pekerjaannya sesuai bidang tugas masing-masing, yakni: individu, keluarga (family),
Masyarakat pada level lokal dan regional (Community/ Culture), Nasional (Society), dan
Dunia (Global).
Perubahan cara pandang individu tentang tatanan berbangsa dan bernegara (wawasan
kebangsaan), telah mempengaruhi cara pandang masyarakat dalam memahami pola
kehidupan dan budaya yang selama ini dipertahankan/diwariskan secara turun temurun.

Perubahan lingkungan masyarakat juga mempengaruhi cara pandang keluarga sebagai


miniature dari kehidupan sosial (masyarakat). Tingkat persaingan yang keblabasan akan
menghilangkan keharmonisan hidup di dalam anggota keluarga, sebaga akibat dari
ketidakharmonisan hidup di lingkungan keluarga maka secara tidak langsung membentuk
sikapego dan apatis terhadap tuntutan lingkungan sekitar.
Oleh karena itu, pemahaman perubahan dan perkembangan lingkungan stratejik pada
tataran makro merupakan faktor utama yang akan menambah wawasan PNS. Wawasan
tersebut melingkupi pemahaman terhadap Globalisasi, Demokrasi, Desentralisasi, dan Daya
Saing Nasional, Dalam konteks globalisasi PNS perlu memahami berbagai dampak positif
maupun negatifnya; perkembangan demokrasi yang akan memberikan pengaruh dalam
kehidupan sosial, ekonomi dan politik Bangsa Indonesia; desentralisasi dan otonomi daerah
perlu dipahami sebagai upaya memperkokoh kesatuan nasional, kedaulatan negara, keadilan
dan kemakmuran yang lebih merata di seluruh pelosok Tanah Air, sehingga pada akhirnya
akan membentuk wawasan strategis bagaimana semua hal tersebut bermuara pada tantangan
penciptaan dan pembangunan daya saing nasional demi kelangsungan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam lingkungan pergaulan dunia yang semakin
terbuka, terhubung, serta tak berbatas.

D. ISU-ISU STRATEGIS KONTEMPORER

Saat ini konsep negara, bangsa dan nasionalisme dalam konteks Indonesia sedang
berhadapan dengan dilema antara globalisasi dan etnik nasionalisme yang harus disadari
sebagai perubahan lingkungan strategis. Termasuk di dalamnya terjadi pergeseran
pengertian tentang nasionalisme yang berorientasi kepada pasar atau ekonomi global. Pada
perubahan ini perlu disadari bahwa globalisasi dengan pasar bebasnya sebenarnya adalah
sesuatu yang tidak terhindarkan dan bentuk dari konsekuensi logis dari interaksi peradaban
dan bangsa.
Isu lainnya yang juga menyita ruang publik adalah terkait terorisme dan radikalisasi
yang terjadi dalam sekelompok masyarakat, baik karena pengaruh ideologi laten tertentu,
kesejahteraan, pendidikan yang buruk atau globalisasi secara umum. Bahaya narkoba
merupakan salah satu isu lainnya yang mengancam kehidupan bangsa. Bentuk kejahatan
lainadalah kejahatan saiber (cyber crime) dan tindak pencucian uang (money laundring).
Bentuk kejahatan saat ini melibatkan peran teknologi yang memberi peluang kepada pelaku
kejahatan untuk beraksi di dunia maya tanpa teridentifikasi identitasnya dan penyebarannya
bersifat masif.
Berdasarkan penjelasan di atas, perlu disadari bahwa PNS sebagai Aparatur Negara
dihadapkan pada pengaruh yang datang dari eksternal juga internal yang kian lama kian
menggerus kehidupan berbangsa dan bernegara: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka
Tunggal Ika sebagai konsensus dasar berbangsa dan bernegara. Fenomena tersebut
menjadikan pentingnya setiap PNS mengenal dan memahami secara kritis terkait isu-isu
strategis kontemporer diantaranya; korupsi, narkoba, paham radikalisme/ terorisme, money
laundry, proxy war, dan kejahatan komunikasi masal seperti cyber crime, Hate Speech, dan
Hoax, dan lain sebagainya. Isu-isu yang akan diuraikan berikut ini:

a. Korupsi

Secara etimologis, Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema
Andrea: 1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Kata “corruptio” berasal
dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian
dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/
korruptie” (Belanda). Secara harfiah korupsi mengandung arti :

kebusukan, keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap. Kamus Umum Bahasa


Indonesia karangan Poerwadarminta “korupsi” diartikan sebagai: “perbuatan yang
buruk seperti: penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya”.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “korupsi” diartikan sebagai
penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara (perusahaan) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain.

b. Narkoba

Di kalangan masyarakat luas atau secara umum dikenal istilah Narkoba atau
Napza, dimana keduanya istilah tersebut mempunyai kandungan makna yang sama.
Kedua istilah tersebut sama-sama digunakan dalam dunia obat-obatan atau untuk
menyebutkan suatu hal yang bersifat adiktif, yaitu dapat mengakibatkan ketergantungan
(addiction) apabila disalahgunakan atau penggunaannya tidak sesuai dosis yang
dianjurkan oleh dokter. Narkoba adalah merupakan akronim Narkotika, Psikotropika,
dan Bahan Adiktif lainnya, sedangkan Napza adalah akronim dari Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. Kedua istilah tersebut juga biasa disebut narkotika
an-sich, dimana dengan penyebutan atau penggunaan istilah ”narkotika” sudah dianggap
mewakili penggunaan istilah narkoba atau napza. Sebagai contoh ”penamaan” institusi
yang mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk melaksanakan pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) di Indonesia
menggunakan Istilah Badan Narkotika Nasional (BNN). Istilah yang digunakan bukan
”Narkoba”, melainkan ”Narkotika”, padahal BNN tugasnya tidak hanya yang terkait
dengan Narkotika an-sich, tetapi juga yang berkaitan dengan Psikotropika dan bahkan
Prekursor Narkotika (Bahan Dasar Pembuatan Narkotika).

c. Terorisme dan Radikalisme


Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat
menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau
kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau
fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Radikalisme merupakan suatu sikap yang mendambakan perubahan secara total
dan bersifat revolusioner dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis
lewat kekerasan (violence) dan aksi-aksi yang ekstrem. Ciri-ciri sikap dan paham radikal
adalah: tidak toleran (tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain); fanatik
(selalu merasa benar sendiri; menganggap orang lain salah); eksklusif (membedakan diri
dari umat umumnya); dan revolusioner (cenderung menggunakan cara kekerasan untuk
mencapai tujuan).

d. Money Laundry
“Money laundery” dalam terjemahan bahasa Indonesia adalah aktivitas
pencucian uang. Terjemahan tersebut tidak bisa dipahami secara sederhana (arti perkata)
karena akan menimbulkan perbedaan cara pandang dengan arti yang populer, bukan
berarti uang tersebut dicuci karena kotor seperti sebagaimana layaknya mencuci pakaian
kotor. Oleh karena itu, perlu dijelaskan terlebih dahulu sejarah munculnya money
laundering dalam perspektif sebagai salah satu tindak kejahatan.
Dalam Bahasa Indonesia terminologi money laundering ini sering juga dimaknai
dengan istilah “pemutihan uang” atau “pencucian uang”. Kata launder dalam Bahasa
Inggris berarti “mencuci”. Oleh karena itu sehari-hari dikenal kata “laundry” yang berarti
cucian. Dengan demikian uang ataupun harta kekayaan yang diputihkan atau dicuci
tersebut adalah uang/harta kekayaan yang berasal dari hasil kejahatan, sehingga
diharapkan setelah pemutihan atau pencucian tersebut, uang/harta kekayaan tadi tidak
terdeteksi lagi sebagai uang hasil kejahatan melainkan telah menjadi uang/harta kekayaan
yang halal seperti uang-uang bersih ataupun aset-aset berupa harta kekayaan bersih
lainnya. Untuk itu yang utama dilakukan dalam kegiatan money laundering adalah upaya
menyamarkan, menyembunyikan, menghilangkan atau menghapuskan jejak dan asal-usul
uang dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana tersebut. Dengan
proses kegiatan money laundering ini, uang yang semula merupakan uang haram (dirty
money) diproses dengan pola karakteristik tertentu sehingga seolah- olah menghasilkan
uang bersih (clean money) atau uang halal (legitimate money).
Secara sederhana definisi pencucian uang adalah suatu perbuatan kejahatan yang
melibatkan upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau harta
kekayaan dari hasil tindak pidana/kejahatan sehingga harta kekayaan tersebut seolah -
olah berasal dari aktivitas yang sah.

e. Proxy war
Menurut pengamat militer dari Universitas Pertahanan, Yono Reksodiprojo
menyebutkan Proxy War adalah istilah yang merujuk pada konflik di antara dua
negara, di mana negara tersebut tidak serta-merta terlibat langsung dalam peperangan
karena melibatkan ‘proxy’ atau kaki tangan. Lebih lanjut Yono mengatakan, Perang
Proksi merupakan bagian dari modus perang asimetrik, sehingga berbeda jenis
dengan perang konvensional. Perang asimetrik bersifat irregular dan tak dibatasi oleh
besaran kekuatan tempur atau luasan daerah pertempuran. “Perang proxy
memanfaatkan perselisihan eksternal atau pihak ketiga untuk menyerang
kepentingan atau kepemilikan teritorial lawannya,” ujarnya.

f. Kejahatan Mass Communication (Cyber Crime, Hate Speech, Dan Hoax)


Cyber crime atau kejahatan saiber merupakan bentuk kejahatan yang terjadi
danberoperasi di dunia maya dengan menggunakan komputer, jaringan komputer dan
internet. Pelakunya pada umumnya harus menguasai teknik komputer, algoritma,
pemrograman dan sebagainya, sehingga mereka mampu menganalisa sebuah sistem
dan mencari celah agar bisa masuk, merusak atau mencuri data atau aktivitas
kejahatan lainnya.

Hate speech atau ujaran kebencian dalam bentuk provokasi, hinaan atau hasutan yang
disampaikan oleh individu ataupun kelompok di muka umum atau di ruang publik
merupakan salah satu bentuk kejahatan dalam komunikasi massa. Dengan
berkembangnya teknologi informasi, serta kemampuan dan akses pengguna media
yang begitu luas, maka ujaran-ujaran kebencian yang tidak terkontrol sangat
mungkin terjadi. Apalagi dengan karakter anonimitas yang menyebabkan para
pengguna merasa bebas untuk menyampaikan ekspresi tanpa memikirkan efek
samping atau dampak langsung terhadap objek atau sasaran ujaran kebencian.
Hoax adalah berita atau pesan yang isinya tidak dapat dipertangung jawabkan
atau bohong atau palsu, baik dari segi sumber maupun isi. Sifatnya lebih banyak
mengadu domba kelompok-kelompok yang menjadi sasaran dengan isi pemberitaan
yang tidak benar. Pelaku hoax dapat dikategorikan dua jenis, yaitu pelaku aktif dan
pasif. Pelaku aktif melakukan atau menyebarkan berita palsu secara aktif membuat
berita palsu dan sengaja menyebarkan informasi yang salah mengenai suatu hal
kepadapublik. Sedangkan pelaku pasif adalah individu atau kelompok yang secara
tidak sengaja menyebarkan berita palsu tanpa memahami isi atau terlibat dalam
pembuatannya.

E. TEKNIK ANALISIS ISU


Setelah memahami berbagai isu kritikal yang dikemukakan di atas, maka selanjutnya
perlu dilakukan analisis untuk bagaimana memahami isu tersebut secara utuh dan kemudian
dengan menggunakan kemampuan berpikir konseptual dicarikan alternatif jalan keluar
pemecahan isu. Untuk itu di dalam proses penetapan isu yang berkualitas atau dengan kata
lain isu yang bersifat aktual, sebaiknya Anda menggunakan kemampuan berpikir kiritis yang
ditandai dengan penggunaan alat bantu penetapan kriteria kualitas isu. Alat bantu penetapan
kriteria isu yang berkualitas banyak jenisnya, misalnya menggunakan teknik tapisan dengan
menetapkan rentang penilaian (1-5) pada kriteria; Aktual, Kekhalayakan, Problematik, dan
Kelayakan. Aktual artinya isu tersebut benar-benar terjadi dan sedang hangat dibicarakan
dalam masyarakat.
Kekhalayakan artinya Isu tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak. Problematik
artinyaIsu tersebut memiliki dimensi masalah yang kompleks, sehingga perlu dicarikan
segera solusinya secara komperehensif, dan Kelayakan artinya Isu tersebut masuk akal,
realistis, relevan, dan dapat dimunculkan inisiatif pemecahan masalahnya.
Alat bantu tapisan lainnya misalnya menggunakan kriteria USG dari mulai sangat USG
atautidak sangat USG. Urgency: seberapa mendesak suatu isu harus dibahas, dianalisis dan
ditindaklanjuti. Seriousness: Seberapa serius suatu isu harus dibahas dikaitkan dengan akibat
yang akan ditimbulkan. Growth: Seberapa besar kemungkinan memburuknya isu tersebut
jika tidak ditangani segera.

2. MODUL KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA


A. KERANGKA KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA

Menurut asal kata, kesamaptaan sama maknanya dengan kata kesiapsiagaan yang berasal
dari kata: Samapta, yang artinya: siap siaga atau makna lainnya adalah siap siaga dalam
segala kondisi. Dari makna ini dapat diartikan dan kita samakan bahwa makna kesamptaan
sama dengan makna kesiapsiagaan. Selanjutnya menurut Sujarwo (2011:4) ― Samapta yang
artinya siap siaga.
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesiapsiagaan merupakan suatu
keadaan siap siaga yang dimiliki oleh seseorang baik secara fisik, mental, maupun sosial
dalammenghadapi situasi kerja yang beragam.
Selanjutnya konsep bela negara menurut kamus besar bahasa Indonesia berasal dari
kata bela yang artinya menjaga baik-baik, memelihara, merawat, menolong serta
melepaskan dari bahaya.

B. KEMAMPUAN AWAL BELA NEGARA


Salah satu nilai-nilai dasar bela negara adalah memiliki kemampuan awal bela negara,
baik secara fisik maupun non fisik. Secara fisik dapat ditunjukkan dengan cara menjaga
kesamaptaan (kesiapsiagaan) diri yaitu dengan menjaga kesehatan jasmani dan rohani.
Sedangkan secara non fisik, yaitu dengan cara menjaga etika, etiket, moral dan
memegang teguh kearifan lokal yang mengandung nilai-nilai jati diri bangsa yang luhur
dan terhormat.
Dengan demikian, maka untuk bisa melakukan internalisasi dari nilai-nilai dasar bela
negaratersebut, kita harus memiliki kesehatan dan kesiapsiagaan jasmani maupun mental
yang mumpuni, serta memiliki etika, etiket, moral dan nilai kearifan lokal sesuai dengan jati
diri bangsa Indonesia.

C. KEGIATAN KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA

a. Peraturan Baris Berbaris


Pengertian Baris Berbaris (PBB) adalah suatu wujud latihan fisik, diperlukan
guna menanamkan kebiasaan dalam tata cara hidup dalam rangka membina dan
kerjasama antar peserta Latsar, salah satu dasar pembinaan disiplin adalah
latihan PBB, jadi PBB bertujuan untuk mewujudkan disiplin yang prima, agar
dapat menunjang pelayanan yang prima pula, juga dapat membentuk sikap,
pembentukan disiplin, membina kebersamaan dan kesetiakawanan dan lain
sebagainya.

b. Keprotokolan

Dari berbagai literatur dan sumber referensi, disebutkan bahwa istilah


“Protokol”pada awalnya dibawa ke Indonesia oleh bangsa Belanda dan Inggris
pada saat mereka menduduki wilayah Hindia Belanda, yang mengambil dari
Bahasa perancis Protocole. Bahasa Perancis mengambilnya dari Bahasa Latin
Protokollum, yang aslinya berasal dari Bahasa Yunani, yaitu dari kata-kata
protos dan kolla. Protos berarti “yang pertama” dan kolla berarti “Lem” atau
“perekat”. Atau perekat yang pertama. Artinya, setiap orang yang bekerja pada
suatu institusi tertentu akan bersikap dan bertindak mewakili institusi nya jika
yang bersangkutan berada di dalam negeri dan akan mewakili negara jika ia
berada di luar negeri atau forum internasonal (Rai dan Erawanto, 2017).

c. Kewaspadaan Dini

Kemampuan kewaspadaan dini ialah kemampuan yang dikembangkan untuk


mendukung sinergisme penyelenggaraan pertahanan militer dan pertahanan
nirmiliter secara optimal, sehingga terwujud kepekaan, kesiagaan, dan antisipasi
setiap warga negara dalam menghadapi potensi ancaman. Di sisi lain,
kewaspadaan dini dilakukan untuk mengantisipasi berbagai dampak ideologi,
politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang bisa menjadi ancaman bagi kedaulatan,
keutuhan NKRI dan keselamatan bangsa.

d. Membangun Tim

PNS yang samapta adalah PNS yang mampu meminimalisir terjadinya hal-
hal yang tidak diinginkan terkait dengan pelaksanaan kerja. Dengan memiliki
kesiapsiagaan yang baik maka PNS akan mampu mengatasi segala ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan baik dari dalam maupun dari luar. Sebaliknya
jika kesiapsiagaan yang dimiliki oleh PNS akan mudah sulit mengatasi adanya
ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan. Oleh karena itu melalui Latsar
CPNS ini, Anda diberikan pembekalan berupa pengetahuan dan internalisasi
nilai- nilai kesiapsiagaan melalui berbagai macam permainan yang berguna untuk
membangun tim yang efektif dalam setiap melaksanakan kegiatan yang
memerlukan kerjasama 2 orang atau lebih.

e. Caraka Malam Dan Api Semangat Bela Negara

1. Caraka malam

Caraka “malam” atau jurit malam bertujuan untuk menanamkan disiplin,


keberanian, semangat serta loyalitas dan kemampuan peserta Latsar CPNS dalam
melaksanakan tugas dengan melewati barbagai bentuk godaan, cobaan serta
kemampuan memegang/penyimpanan rahasia organisasi dan rahasia negara.
Selain itu peserta Latsar CPNS bisa menghafal/ mengingat/ menyimpan berita
yang diberikan pada pos Start, dan akan disampaikan pada Pos yang telah
ditentukan.
Peserta mampu melampaui berbagai rintangan/hambatan peserta
bisa/dapat menyampaikan berita hanya kepada yang dituju di Pos Finish.

2. Api Semangat Bela Negara (ASBN)

Api unggun adalah api di luar ruang yang didapat dari sengaja menyalakan kayu bakar,
potongan kayu, atau kumpulan dahan, ranting, jerami, atau daun-daun kering. Api
unggun merupakan salah satu bentuk kegiatan di alam terbuka khususnya pada malam
hari. Pada mulanya api unggun digunakan sebagai tempat pertemuan disamping
sebagai penghangat badan dan menjauhkan diri dari gangguan binatang buas. Dalam
kegiatan Latsar CPNS api unggun dilaksanakan dengan tujuan untuk mendidik dan
melatih keberanian dan kepercayaan pada diri sendiri.
AGENDA II

1. MODUL BERORIENTASI PELAYANAN

A. KONSEP PELAYANAN PUBLIK


Definisi dari pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU Pelayanan Publik
adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik.
Agus Dwiyanto (2010:21) menawarkan alternatif definisi pelayanan publik sebagai
semua jenis pelayanan untuk menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat
yang memenuhi kriteria yaitu merupakan jenis barang atau jasa yang memiliki eksternalitas
tinggi dan sangat diperlukan masyarakat serta penyediaannya terkait dengan upaya
mewujudkan tujuan bersama yang tercantum dalam konstitusi maupun dokumen
perencanaan pemerintah, baik dalam rangka memenuhi hak dan kebutuhan dasar warga,
mencapai tujuan strategis pemerintah, dan memenuhi komitmen dunia internasional. Dalam
penjelasan lebih lanjut, Dwiyanto (2010:22) mengatakan bahwa dari segi mekanisme
penyediaannya, pelayanan publik tersebut tidak harus dilakukan oleh pemerintah sendiri,
akan tetapi dapat dilakukan oleh sektor swasta (mekanisme pasar).
Adapun penyelenggara pelayanan publik menurut UU Pelayanan Publik adalah setiap
institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan
undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk
semata- mata untuk kegiatan pelayanan publik. Dalam batasan pengertian tersebut, jelas
bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah salah satu dari penyelenggara pelayanan publik,
yang kemudian dikuatkan kembali dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara (UU ASN), yang menyatakan bahwa salah satu fungsi ASN adalah sebagai pelayan
publik.

B. BERORIENTASI PELAYANAN

Dalam penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah wajib mendengar dan memenuhi


tuntutan kebutuhan warga negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis
pelayanan publik yang mereka butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme
penyelenggaraan layanan, jam pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan.
Sebagai klien masyarakat, birokrasi wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan
masyarakat.
Dalam lingkungan pemerintahan banyak faktor yang mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya inovasi pelayanan publik, diantaranya komitmen dari pimpinan, adanya
budaya inovasi, dan dukungan regulasi. Adanya kolaborasi antara pemerintah, partisipasi
masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya perlu dibangun sebagai strategi untuk
mendorong tumbuh dan berkembangnya inovasi.

2. AKUNTABEL
A. POTRET PELAYANAN PUBLIK NEGERI INI
Dalam konteks kehidupan bermasayarakat, Kita sebagai individu ataupun ASN pun
mungkin sudah bosan dengan kenyataan adanya perbedaan ‘jalur’ dalam setiap pelayanan.
Proses mengurus sebuah dokumen, dengan harga, misal, 100.000, membutuhkan waktu 3
hari,tapi pada kenyataanya, banyak orang yang dapat memperoleh dokumen tersebut dalam
hitungan jam dengan tambahan dana yang ‘beragam’. Di beberapa negara, konsep ini
memang dilakukan dalam konteks pelayanan publik, namun, dengan format yang lebih
terstruktur, transparan dan akuntabel. Bahkan, sejak kecil, mungkin sebagian Kita tidak sadar
bahwa contoh pelayanan berbeda kelas itu sudah Kita lakukan. Tiket ‘Terusan’ di objek
wisata favorit Dunia Fantasi, Ancol, Jakarta, adalah contoh kecil yang dapat Kita ambil.
Tiket tersebut memungkinkan Kita menaiki anjungan permainan tanpa mengikuti antrian
orang-orang yang menggunakan Tiket Reguler. Sebelum era Taksi Online, di Singapura,
untuk mendapatkan taksi tanpa ikut antri di Taxi Line yang cukup panjang di jam-jam
tertentu, Kita dapat menggunakan fasilitas pemesanan melalui SMS dengan tambahan
beberapa dolar. Intinya, format layanan dengan harga berbeda tersebut memang sudah
banyak dilakukan, namun, dengan terstruktur dan diikuti oleh semua pihak.

B. KONSEP AKUNTABILITAS

Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak mudah untuk
dipahami. Ketika seseorang mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas adalah sesuatu yang
sangat penting, tetapi tidak mengetahui bagaimana cara mencapainya. Dalam banyak hal,
kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau tanggung jawab. Namun
pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah
kewajiban untuk bertanggung jawab yang berangkat dari moral individu, sedangkan
akuntabilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang
memberikan amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas adalah kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya sebagai pelayan publik kepada
atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik (Matsiliza dan Zonke, 2017).

C. PANDUAN PERILAKU AKUNTABEL


Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas tersendiri. Mekanisme ini dapat
diartikan secara berbeda- beda dari setiap anggota organisasi hingga membentuk perilaku
yang berbeda-beda pula. Contoh mekanisme akuntabilitas organisasi, antara lain sistem
penilaian kinerja, sistem akuntansi, sistem akreditasi, dan sistem pengawasan (CCTV, finger
prints, ataupun software untuk memonitor pegawai menggunakan komputer atau website
yang dikunjungi).
Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang akuntabel, maka
mekanismeakuntabilitas harus mengandung dimensi:
• Akuntabilitas kejujuran dan hukum (accountability for probity and legality)
Akuntabilitas hukum terkait dengan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang
diterapkan.
• Akuntabilitas proses (process accountability) Akuntabilitas proses terkait dengan:
apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam
hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur
administrasi? Akuntabilitas ini diterjemahkan melalui pemberian pelayanan publik
yang cepat, responsif, dan murah. Pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas proses
dilakukan untuk menghindari terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme.
• Akuntabilitas program (program accountability) Akuntabilitas ini dapat
memberikan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat tercapai, dan
Apakah ada alternatif program lain yang memberikan hasil maksimal dengan biaya
minimal.
• Akuntabilitas kebijakan (policy accountability) Akuntabilitas ini terkait dengan
pertanggungjawaban pemerintah atas kebijakan yang diambil terhadap DPR/DPRD
dan masyarakat luas.
D. AKUNTABEL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAHAN

Mulgan (1997) mengidentifikasikan bahwa proses suatu organisasi akuntabel karena


adanya kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan informasi dan data yang dibutuhkan
oleh masyarakat atau pembuat kebijakan atau pengguna informasi dan data pemerintah
lainnya.
Informasi ini dapat berupa data maupun penyampaian/penjelasan terhadap apa yang
sudah terjadi, apa yang sedang dikerjakan, dan apa yang akan dilakukan. Jadi, akuntabilitas
dalam hal ini adalah bagaimana pemerintah atau aparatur dapat menjelaskan semua
aktifitasnya dengan memberikan data dan informasi yang akurat terhadap apa yang telah
mereka laksanakan, sedang laksanakan dan akan dilaksanakan. Hal yang tidak kalah
pentingnya adalah akses dan distribusi dari data dan informasi yang telah dikumpulkan
tersebut, sehingga pengguna/stakeholders mudah untuk mendapatkan informasi tersebut.

3. KOMPETEN
A. TANTANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS

Situasi dunia saat ini dengan cirinya yang disebut dengan “Vuca World”, yaitu dunia
yang penuh gejolak (volatility) disertai penuh ketidakpastian (uncertainty). Demikian halnya
situasinya saling berkaitan dan saling mempengaruhi (complexity) serta ambiguitas
(ambiguity) (Millar, Groth, & Mahon, 2018). Faktor VUCA menuntut ecosystem organisasi
terintegrasi dengan berbasis pada kombinasi kemampuan teknikal dan generik, dimana setiap
ASN dapat beradaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan dan tuntutan masa depan
pekerjaan.
Dalam hal ini, berdasarkan bagian isu pembahasan pertemuan Asean Civil Service
Cooperation on Civil Service Matters (ACCSM) tahun 2018 di Singapura, diingatkan tentang
adanya kecenderungan pekerjaan merubah dari padat pekerja (labor intensive) kepada padat
pengetahuan (knowledge intensive).

B. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN APARATUR

Sesuai dengan kebijakan Undang Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014, prinsip dasar
dalam pengelolaan ASN yaitu berbasis merit. Dalam hal ini seluruh aspek pengelolaan ASN
harus memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja. Termasuk dalam
pelaksanaanya tidak boleh ada perlakuan diskriminatif, seperti karena hubungan agama,
kesukuan atau aspek- aspek primodial lainnya yang bersifat subyektif.

A. PENGEMBANGAN KOMPETENSI

Kompetensi adalah deskripsi pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang diperlukan


dalam melaksanakan tugas jabatan (Pasal 1 PermenpanRB Nomor 38 Tahun 2017), dan
kompetensi menjadi faktor penting untuk mewujudkan pegawai profesional dan kompetitif.
Dalam hal ini ASN sebagai profesi memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan
kompetensi dirinya, termasuk mewujudkannya dalam kinerja.

B. PERILAKU KOMPETEN

Terkait dengan perwujudan kompetensi ASN dapat diperhatikan dalam Surat


Edaran Menteri PANRB Nomor 20 Tahun 2021 dalam poin 4, antara lain, disebutkan
bahwa panduan perilaku (kode etik) kompeten yaitu: a. Meningkatkan kompetensi diri
untuk menjawab tantangan yang selalu berubahi; b. Membantu orang lain belajar; dan c.
Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik. Perilaku kompeten ini sebagaiamana dalam
poin 5 Surat Edaran MenteriPANRB menjadi bagian dasar penguatan budaya kerja di
instansi pemerintah untuk mendukung pencapaian kinerja individu dan tujuan
organisasi/instansi.

4. HARMONIS
A. KEANEKARAGAMAN BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA

Dari Sabang di ujung Aceh sampai Merauke di tanah Papua, Indonesia terdiri dari
berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Berdasarkan rumpun bangsa (ras), Indonesia
terdiri atas bangsa asli pribumi yakni Mongoloid Selatan/Austronesia dan Melanesia di
mana bangsa Austronesia yang terbesar jumlahnya dan lebih banyak mendiami Indonesia
bagian barat.
Secara lebih spesifik, suku bangsa Jawa adalah suku bangsa terbesar dengan populasi
mencapai 42% dari seluruh penduduk Indonesia. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka
tunggal ika" ("Berbeda-beda namun tetap satu"), bermakna keberagaman sosial-budaya yang
membentuk satu kesatuan/negara. Selain memiliki populasi penduduk yang padat dan
wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat
keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia 30 juta jiwa.

B. MEWUJUDKAN SUASANA HARMONIS DALAM LINGKUNGAN BEKERJA


DANMEMBERIKAN LAYANAN KEPADA MASYARAKAT

Dalam dunia nyata upaya mewujudkan suasana harmonis tidak mudah. Realita
lingkungan selalu mengalami perubahan sehingga situasi dan kondisi juga mengikutinya.
Ibarat baterai yang digunakan untuk menggerakkan motor atau mesin suatu masa akan
kehabisan energi dan perlu di ‘charge’ ulang. Oleh karena itu upaya menciptakan suasana
kondusif yang harmonis bukan usaha yang dilakukan sekali dan jadi untuk selamanya.
Upaya menciptalkan dan menjaga suasana harmonis dilakukan secara terus menerus.

5. LOYAL
A. KONSEP LOYAL
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang
dimaknaibahwa setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara, dengan panduan perilaku: a) Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang
sah; b)Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta c) Menjaga
rahasia jabatan dan negara.

B. PANDUAN PERILAKU LOYAL

ASN sebagai profesi, salah satunya berlandaskan pada prinsip Nilai Dasar
sebagaimana termuat pada Pasal 4 UU ASN. Beberapa Nilai-Nilai Dasar ASN yang dapat
diwujudkan dengan Panduan Perilaku Loyal yang pertama ini diantaranya: 1) Memegang
teguh ideologi Pancasila; 2)Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah; 3) Mengabdi kepada negara
dan rakyat Indonesia; dan 4) Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan
program pemerintah.
C. LOYAL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH

Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari
serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan (loyalitas),
ketenteraman, keteraturan, dan ketertiban. Sedangkan Disiplin PNS adalah kesanggupan
PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan. Dampak negatif yang dapat terjadi jika seorang PNS tidak disiplin
adalah turunnya harkat, martabat, citra, kepercayaan, nama baik dan/atau mengganggu
kelancaran pelaksanaan tugas Unit Kerja, instansi, dan/atau pemerintah/negara. Oleh karena
itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil. Hanya PNS-PNS yang memiliki loyalitas yang tinggilah yang dapat
menegakkan kentuan-ketentuan kedisiplinan ini dengan baik.

6. ADAFTIF
A. MENGAPA ADAFTIF

Adaptif merupakan salah satu karakter penting yang dibutuhkan oleh individu
maupun organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Terdapat alasan
mengapa nilai-nilai adaptif perlu diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas-tugas jabatan
di sektor publik, seperti di antaranya perubahan lingkungan strategis, kompetisi yang
terjadi antar instansi pemerintahan, perubahan iklim, perkembangan teknologi dan lain
sebagainya.

B. MEMAHAMI ADAPTIF

Adaptif adalah karakteristik alami yang dimiliki makhluk hidup untuk bertahan hidup
dan menghadapi segala perubahan lingkungan atau ancaman yang timbul. Dengan demikian
adaptasi merupakan kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan tetapi
juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri). Sejatinya tanpa
beradaptasi akan menyebabkan makhluk hidup tidak dapat mempertahankan diri dan
musnah pada akhirnya oleh perubahan lingkungan. Sehingga kemampuan adaptif
merupakan syarat penting bagi terjaminnya keberlangsungan kehidupan.
C. PANDUAN PERILAKU ADAPTIF

Salah satu praktik perilaku adaptif adalah dalam hal menyikapi lingkungan yang
bercirikan ancaman VUCA. Johansen (2012) mengusulkan kerangka kerja yang dapat
digunakan untuk menanggapi ancaman VUCA, yang disebut VUCA Prime, yaitu Vision,
Understanding, Clarity, Agility.

D. ADAPTIF DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH

Pemerintahan adaptif bergantung pada jaringan yang menghubungkan individu,


organisasi,dan lembaga di berbagai tingkat organisasi (Folke et al, 2005). Bentuk pemerintahan
ini juga menyediakan pendekatan kolaboratif fleksibel berbasis pembelajaran untuk mengelola
ekosistem yang disebut sebagai "pengelolaan bersama adaptif". Sistem sosial-ekologis selama
periode perubahan mendadak/krisis dan menyelidiki sumber sosial pembaruan reorganisasi.

7. KOLABORATIF
A. KONSEP KOLABORASI

Berkaitan dengan definisi, akan dijelaskan mengenai beberapa definisi kolaborasi dan
collaborative governance. Dyer and Singh (1998, dalam Celik et al, 2019) mengungkapkan
bahwa kolaborasi adalah “ value generated from an alliance between two or more firms aiming
to become more competitive by developing shared routines”.
Sedangkan Gray (1989) mengungkapkan bahwa : Collaboration is a process though
which parties with different expertise, who see different aspects of a problem, can
constructively explore differences and find novel solutions to problems that would have been
more difficult to solve without the other’s perspective (Gray, 1989).

B. PRAKTIK DAN ASPEK NORMATIF KOLABORASI PEMERINTAH

Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan bahwa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga pemerintah adalah kepercayaan,
pembagian kekuasaan, gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi pada
pencapaian kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas public.
AGENDA III

1. SMART ASN
A. LITERASI DIGITAL

Sesuai dengan 5 arahan presiden dalam upaya percepatan transformasi digital,


pengembangan SDM merupakan salah satu fokus Presiden. Berdasarkan petunjuk khusus
dariPresiden pada Rapat Terbatas Perencanaan Transformasi Digital, bahwa transformasi
digital di masa pandemi maupun pandemi yang akan datang akan mengubah secara struktural
cara kerja, beraktivitas, berkonsumsi, belajar, bertransaksi yang sebelumnya luring dengan
kontak fisik menjadi lebih banyak ke daring yang akan dihadapi oleh semua lapisan
masyarakat termasuk ASN.
Ruang digital adalah lingkungan yang kaya akan informasi. Keterjangkauan
(affordances) yang dirasakan dari ruang ekspresi ini mendorong produksi, berbagi,
diskusi, dan evaluasi opini publik melalui cara tekstual (Barton dan Lee, 2013).
Affordance berarti alat yang memungkinkan kita untuk melakukan hal-hal baru, berpikir
dengan cara baru, mengekspresikan jenis makna baru, membangun jenis hubungan baru
dan menjadi tipe orang baru. Affordance dalam literasi digital adalah akses, perangkat,
dan platform digital.

B. PILAR LITERASI DIGITAL


Terdapat dua poros yang membagi area setiap domain kompetensi yang termasuk
dalam pilar-pilar literasi digital. Poros pertama, yaitu domain kapasitas ‘single–kolektif’
memperlihatkan rentang kapasitas literasi digital sebagai kemampuan individu untuk
mengakomodasi kebutuhan individu sepenuhnya hingga kemampuan individu untuk
berfungsi sebagai bagian dari masyarakat kolektif/societal. Sementara itu, poros berikutnya
adalah domain ruang ‘informal– formal’ yang memperlihatkan ruang pendekatan dalam
penerapan kompetensi literasi digital.
Ruang informal ditandai dengan pendekatan yang cair dan fleksibel, dengan instrumen
yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai sebuah kelompok
komunitas/masyarakat. Sedangkan ruang formal ditandai dengan pendekatan yang lebih
terstruktur dilengkapi instrumen yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai
‘warga negara digital.’ Blok- blok kompetensi semacam ini memungkinkan kita melihat
kekhasan setiap modul sesuai dengan domain kapasitas dan ruangnya.

C. IMPLEMENTASI LITERASI DIGITAL DAN IMPLIKASINYA

Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita. Berbagai fasilitas dan
aplikasi yang tersedia pada gawai sering kita gunakan untuk mencari informasi bahkan solusi
dari permasalahan kita sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian masyarakat Indonesia
hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII, 2020). Angka ini melampaui
waktu rata-rata masyarakat dunia yang hanya menghabiskan 6 jam 43 menit setiap harinya.
Bahkan menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun
2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat Indonesia mengakses internet lebih
dari 8 jam sehari. Pola kebiasaan baru untuk belajar dan bekerja dari rumah secara daring ikut
membentuk perilaku kita berinternet. Literasi Digital menjadi kemampuan wajib yang harus
dimiliki oleh masyarakat untuk saling melindungi hak digital setiap warga negara.

2. MANAJEMEN ASN
A. KEDUDUKAN, PERAN, HAK dan KEWAJIBAN, dan KODE ETIK ASN

Untuk menjalankan kedudukannya tersebut, maka Pegawai ASN berfungsi sebagai


berikut:
a) Pelaksana kebijakan public; b) Pelayan public; dan c) Perekat dan pemersatu bangsa. Agar
dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dapat meningkatkan
produktivitas, menjamin kesejahteraan ASN dan akuntabel, maka setiap ASN diberikan hak.
Setelah mendapatkan haknya maka ASN juga berkewajiban sesuai dengan tugas dan
tanggungjawabnya.
Kode etik dan kode perilaku berisi pengaturan perilaku agar Pegawai ASN: 1)
melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggungjawab, dan berintegritas tinggi; 2)
melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin; 3) melayani dengan sikap hormat, sopan,
dan tanpa tekanan; 4) melaksnakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -
undangan 5) melaksnakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang
Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
etika pemerintahan; 6) menjaga kerahasian yang menyangkut kebijakan Negara; 7)
menggunakan kekayaan dan barang milik Negara secara bertanggungjawab, efektif, dan
efisien; 8) menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya).
memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang
memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan; 10) tidak menyalahgunakan
informasi intern Negara, tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau
mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain; 11) memegang
teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN; dan 12)
melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai disiplin Pegawai ASN.

B. KONSEP SISTEM MERIT DALAM PENGELOLAAN ASN


Konsep Sistem Merit menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan
ASN. Apa sebenarnya arti sistem merit itu? Mengapa dibutuhkan? Adalah
pertanyaanpertanyaan yang sering muncul terkait sistem ini. Sistem merit pada dasarnya
adalah konsepsi dalam manajemen SDM yang menggambarkan diterapkannya obyektifitas
dalam keseluruhan semua proses dalam pengelolaan ASN yakni pada pertimbangan
kemampuan dan prestasi individu untuk melaksanakan pekerjaanya (kompetensi dan
kinerja). Pengambilan keputusan dalam pengelolaan SDM didasarkan pada kemampuan
dan kualifikasi seseorang dalam atau untuk melaksanakan pekerjaan dan tidak berdasarkan
pertimbangan subyektif seperti afiliasi politik, etnis, dan gender. Obyektifitas dilaksanakan
pada semua tahapan dalam pengelolaan SDM (rekruitmen, pengangkatan, penempatan, dan
promosi). Sistem ini biasanya disandingkan dengan spoil sistem, dimana dalam penerapan
manajemen SDM-nya lebih mengutamakan pertimbangan subyektif.

C. MEKANISME PENGELOLAAN ASN

Pengelolaan atau manajemen ASN pada dasarnya adalah kebijakan dan praktek dalam
mengelola aspek manusia atau sumber daya manusia dalam organisasi termasuk dalam hal ini
adalah pengadaan, penempatan, mutasi, promosi, pengembangan, penilaian dan penghargaan.
UU No 5 tentang ASN secara detail menyebutkan pengelolaan pegawai ini baik untuk PNS
maupun PPPK seperti disebutkan pada bagian Merit sistem.

You might also like