You are on page 1of 16

LAPORAN

PRAKTIKUM FARMASI KOMUNITAS KLINIS

KASUS PADA PELAYANAN RESEP

SILVIA MORENO
20.01.01.051

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI BHAKTI PERTIWI
PALEMBANG 2022/2023

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pharmaceutical care adalah suatu konsep yang melibatkan tanggung jawab

farmasis dalam menjamin terapi optimal terhadap pasien secara individu sehingga

pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat (quality of life). Unsurunsurnya

berkaitan dengan medikasi (medication related/ drug relatet problem/ DRP). DRP

merupakan masalah yang terkait dengan pengobatan pasien. Antara lain ada 8

masalah yang umumnya muncul yakni, indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi,

dosis kurang, dosis lebih, pemilihan obat yang kurang tepat, reaksi yang tidak

dikehendaki, gagal mendapatkan obat, interaksi obat.

Farmasi komunitas berperan dalam membantu memperbaiki dan

mempromosikan kesehatan, mengedukasi pasien mengenai penyakit yang diderita,

menyediakan informasi mengenai penggunaan obat yang tepat dan efek samping

yang potensial, menganjurkan kepatuhan, serta mengidentifikasi, menyelesaikan,

dan mencegah masalah terkait terapi obat dengan berkolaborasi bersama penyedia

layanan kesehatan yang lain.Untuk menjamin mutu pelayanan farmasi kepada

masyarakat, telah dikeluarkan standar pelayanan farmasi komunitas (apotek) yang

meliputi antara lain sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pelayanan resep

(tidak hanya meliputi peracikan dan penyerahan obat tetapi juga termasuk

pemberian informasi obat), konseling, pengawasan penggunaan obat, edukasi,

promosi kesehatan, dan evaluasi terhadap pengobatan (antara lain dengan

membuat catatan pengobatan pasien). Semakin pesatnya perkembangan pelayanan

apotek dan semakin tingginya tuntutan masyarakat, menuntut pemberi layanan


apotek harus mampu memenuhi keinginan dan selera masyarakat yang terus

berubah dan meningkat (Depkes RI, 2006).

Praktek farmasi klinik memerlukan metodologi yang tepat guna dan tepat

sasaran. Penggunaan SOAP untuk menulis di rekam medis pasien merupakan

salah satu cara efektif untuk mengkomunikasikan hasil telaah apoteker farmasi

klinik terhadap pasien. Sebelum menulis di rekam medis, hendaknya apoteker

farmasi klinik mengumpulkan data-data sebagai bahan bakunya. Data tersebut

dapat bersumber dari pemeriksaan laboratorium maupun keluhan pasien secara

langsung. Metode SOAP akan sangat membantu apoteker farmasi klinik di dalam

menyusun kerangka pikir bertindak dan sebagai alat untuk mempermudah proses

telaah status pasien di hari berikutnya.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg

pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahat/tenang (Kemenkes, 2017). Peningkatan tekanan darah yang berlangsung

dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal

(gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke)

bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak

pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus

meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai

bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan

agar hipertensi dapat dikendalikan (Yulanda, 2017).


Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu jenis penyakit

yang mematikan di dunia dan faktor risiko paling utama terjadinya hipertensi yaitu

faktor usia sehingga tidak heran penyakit hipertensi sering dijumpai pada usia

senja/ usia lanjut (Fauzi, 2014). Peningkatan kasus hipertensi di masyarakat

mengakibatkan peningkatan penggunaan obat antihipertensi, dimana hal ini

berdampak pada meningkatnya potensi ketidakrasionalan dalam penggunaan obat

antihipertensi (Probosiwi, 2018). Penggunaan obat antihipertensi yang rasional

sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan terapi. Penggunaan obat

antihipertensi yang rasional dapat ditinjau dari kriteria tepat diagnosis, tepat

indikasi, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat informasi, tepat harga, tepat

cara dan lama pemberian, serta waspada efek samping (Kemenkes, 2011).

Penyakit diabetes melitus (DM) merupakan ancaman kesehatan masyarakat

global, sekitar 90% dari semua pasien yang menderita DM di seluruh dunia adalah

DM tipe 2 (American Diabetes Association, 2017). Angka insidensi dan prevalensi

DM tipe 2 di dunia cenderung meningkat 1,5% - 2,3% setiap tahun (Kemenkes RI,

2016).

Pasien dengan diabetes melitus jugadapat disertai dengan penyakit hipertensi.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan tekanan darah sistolik

melebihi 140 mmHg dan tekanan darah diastolik melebihi 90 mmHg. Hipertensi

merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor resiko

yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak

dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang

dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola
konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh (Petri, 2019).

Hipertensi dan DM adalah dua penyakit yang memiliki kaitan sangat erat. Dua

keadaan ini adalah masalah yang membutuhkan pengelolaan yang tepat dan

seksama (Cheung, 2019).

Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan

terjadinya berbagai komplikasi. Komplikasi diabetes melitus tipe 2 yang paling

umum terjadi adalah retinopati diabetik dan merupakan penyebab kebutaan yang

paling sering. Pasien dengan diabetes melitus juga dapat disertai dengan penyakit

hipertensi. Hipertensi dan DM adalah dua penyak it yang memiliki kaitan sangat

erat (Perdana, 2019).

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada

umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu

keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,

pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa

dialisis atau transplantasi ginjal.

Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat

kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena preeklampsia

berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan namun juga menimbulkan

masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai organ, seperti risiko

penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya. Tingginya Angka Kematian Ibu

(AKI) masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan juga mencerminkan

kualitas pelayanan kesehatan selama kehamilan dan nifas. Tiga penyebab utama
kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan

infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di

negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di Negara

maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% - 18%.

Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.

Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya

penurunan yang nyata terhadap insiden preeklampsia, berbeda dengan insiden

infeksi yang semakin menurun sesuai dengan perkembangan temuan antibiotik.

Preeklamsia merupakan suatu kejadian pada ibu yang mengalami kehamilan

>20 minggu dengan di tandai seperti hipertensi, proteinuria maupun edema.

Hipertensi pada preeklamsia dapat di katakana sebagai penyebab meningkatnya

tekanan darah sistolik sekitar ≥140 mmHg atau dapat dikatakan sebagai tekanan

diastolic sekitar ≥90 mmHg. Sedangkan Proteinuria merupakan urin yang

mengandung protein berlebihan. Tetapi edema di anggap tidak spesifik dalam

mendiagnosa preeklamsia. (Prawirohardjo,S., 2011).

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa mampu menganalisis permasalahan terkait penggunaan obat

2. Mahasiswa mampu menjelaskan alternatif rekomendasi terapi dan monitoring

terapi menggunakan EBM, pedoman terapi dan/atau kajian farmakoekonomi


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik melebihi 140

mmHg dan tekanan darah diastolik melebihi 90 mmHg pada dua kali pengukuran

dengan selang waktu lima menit pada keadaan cukup istirahat atau tenang

(Kemenkes, 2019). Menurut data dari WHO, sekitar satu milyar orang di dunia

menderita hipertensi. Berdasarkan Riskedas pada tahun 2018 di Indonesia tercatat

8,4% penduduk terdiagnosis hipertensi dengan Sulawesi Utara tercatat peringkat

tertinggi dengan penduduk yang terdiagnosis hipertensi yaitu 13,2%.


BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


1. Buku / referensi
2. Laptop
3. In focus

3.2 Prosedur kerja


1. Kerjakan kasus menggunakan format isian yang telah disediakan dan
disiapkan dalam bentuk power point
2. Berdasarkan keluhan pasien dan obat yang diresepkan dokter, lakukan
pengerjaan resep berikut:
a) Lakukan skrining resep (skrining, administratif, farmasetis dan
klinis), dengan mengisi form yang telah disediakan
b) Lakukan analisa resep dengan menggunakan format SOAP
(Subjective, Objective, Assesment, dan Plan)
 S (Subyektif) = data yang bersumber dari pasienatau keluarga
yang tidak dapat di konfirmasikan secara independent.
 O (Obyektif) = data yang bersumber dari hasil observasi,
pengukuran yang dilakukan oleh profesi Kesehatan lain.
 A (Assesment) = Assemen terhadap masalah medic berdasarkan
informasi subyektif dan obyektif serta data terapi dihubungkan
dengan prinsip farmakoterapi, guideline/ pedomanterapi dan
EBM. Problem medik yang ditemui diklasifikasikan sesuai
kategori DRPs dan dipikirkan peluang untuk meningkatkan dan
atau menjamin keamanan, efektivitas terapi serta obat serta
peluang menminimalkan DRPs.
 P (Plan) = Memformulasikan rencana pelayanan kefarmasian
sesuai dengan DRPs yang ditemukan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
A. Resep 1

No Kasus/Resep Resep
1 Pasien Tn. Y (34th) datang ke Puskesmas dr. Ronaldo
dengan keluhan pusing, nyeri ulu hati, Jl. Ariodillah 77 telp 746544
malaise, mual, muntah, batuk. Tekanan SIP : 1456/PTSP/2016
darah pasien 150/90 mmhg. GDS
180mg/dl. Palembang, 30 April 19

Hasil diagnosa dokter Hipertensi stage 1


R/ Captopril 25 mg
Stdd1
R/ Ranitidin
SbddI
R/ Antasida I FL
Stdd C I PC

Pro : Tn. Y
Umur : 34 tahun
BB :-
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jakabaring

2.Pertimbangan Klinis
Perhitungan dosis :
No Nama Obat Dosis Pakai Dosis Lazim Perhitungan dosis Keterangan
1 Captopril DP 1x = 25 mg Dosis awal 25 mg PO DL 1x = 25 mg Sesuai
1H = 25 mg x 3 setiap 8-12 jam, 1H = 25 mg x 3
=75 mg tingkatkan secara = 75 mg (MEDSCAPE)
bertahap berdasarkan
respons (mungkin DL 1x = 25 mg
mulai lebih rendah
1H = 25 mg x 2
pada beberapa pasien.
= 50 mg
(MEDSCAPE)

2 Ranitidin DP 1x = 150 mg 150 mg PO setiap 12 DL 1x = 150 mg Sesuai


1H = 150 mg x 2 jam atau 50 mg 1H = 150 mg x 2
= 300 mg IM/IV setiap 6-8 jam. = 300 mg (MEDSCAPE)

(MEDSCAPE)
3 Antasida 1 FL DP 1x = 15 mL 10 – 20 mL PO antara DL 1x = 10 - 20 mL Sesuai
1H = 15 mL x 3 waktu makan dan 1H = 10 – 20 mL
= 45 mL setiap hari sebelum (MEDSCAPE)
tidur

( MEDSCAPE)
SOAP Assesment
Problem medik Subjektif & Objektif Terapi Analisis DRP
Hipertensi Stage 1 Subjektif : 1. Captopril Captopril dapat memperparah Dapat diganti dengan
lemas, pusing mual, 2. Ranitidin batuk pasien karena efek diuretik thiazid
tidak nafsu makan, 3. Antasida 1 FL samping dari captopril salah (PPK,2022)
batuk kering satunya batuk.

Objektif : Belum ada obat untuk


Tekanan darah pasien mengatasi pusing pasien Untreated indication
150/90 mmhg. GDS
180mg/dl.

Plan
No Nama Obat Bentuk dan Jumlah Signa & aturan Rencana monitoring
Kekuatan Sediaan minum (ac, dc, pc)
1 Hydroclorothiazide Tablet 25 mg 3 kali sehari 1 tab pc
• Direkomendasikan penggunaan hydrochlorotiazid
pada pagi hari setelah atau sebelum makan
2 Ranitidin Tablet 150 mg 2 kali sehari 1 tab pc • Direkomendasikan penggunaan ranitidin pada
malam hari sebelum tidur

• Disarankan pasien menjaga pola makan, mengurangi


3 Antasida 1 FL Suspensi 1 botol 3 kali sehari 1 sendok mengkonsumsi gula, rajin berolahraga
takar pc

4 Paracetamol Kablet 500 mg 3 kali sehari 1 kap pc

3. Interaksi Obat
1. Hidroklorotiazid + Magnesium hidroksida (MINOR)
Hidroklorotiazid menurunkan kadar Magnesium hidroksida dengan meningkatkan pembersihan ginjal. Minor/Signifikan tidak
diketahui
4.2 PEMBAHASAN

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg

pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahat/tenang (Kemenkes, 2017). Peningkatan tekanan darah yang berlangsung

dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal

(gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke)

bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak

pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus

meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai

bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan

agar hipertensi dapat dikendalikan (Yulanda, 2017).

Pada praktikum kali ini kami sebagai mahasiswa mempelajari bagaimana cara

pelayanan resep yang sesuai dengan SOAP, kegiatan pengkajian resep meliputi

Administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Penggunaan SOAP

untuk menulis di rekam medis pasien merupakan salah satu cara efektif untuk

mengkomunikasikan hasil telaah apoteker farmasi klinik terhadap pasien. Metode

SOAP akan sangat membantu apoteker farmasi klinik di dalam menyusun

kerangka pikir bertindak dan sebagai alat untuk mempermudah proses telaah

status pasien di hari berikutnya.


BAB V
KESIMPULAN

Praktek farmasi klinik memerlukan metodologi yang tepat guna dan tepat

sasaran. Penggunaan SOAP untuk menulis di rekam medis pasien merupakan

salah satu cara efektif untuk mengkomunikasikan hasil telaah apoteker farmasi

klinik terhadap pasien. Sebelum menulis di rekam medis, hendaknya apoteker

farmasi klinik mengumpulkan data-data sebagai bahan bakunya. Data tersebut

dapat bersumber dari pemeriksaan laboratorium maupun keluhan pasien secara

langsung. Metode SOAP akan sangat membantu apoteker farmasi klinik di dalam

menyusun kerangka pikir bertindak dan sebagai alat untuk mempermudah proses

telaah status pasien di hari berikutnya.

Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswa mampu melakukan

skrining resep yang meliputi skrining administratif, farmasetis dan klinis secara

tepat dan secara SOAP, mampu menjelaskan alternatif rekomendasi terapi dan

monitoring terapi menggunakan EBM, pedoman terapi dan/atau kajian

farmakoekonomi, mampu menyiapkan obat dengan tepat berdasarkan resep.

You might also like