You are on page 1of 92

PEDOMAN PMKP

UPT RSUD KABUPATEN RAJA AMPAT


2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatnya Pedoman Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) dapat diselesaikan dengan tepat waktu sesuai dengan kubutuhan UPT
RSUD Kabupaten Raja Ampat

Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) ini meliputi sasaran keselamatan pasien,
standar manajemen rumah sakit, program nasional dan standart mutu unit dalam pelayanan di rumah sakit.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun yang telah berjuang untuk menyelesaikan standar ini
dengan baik. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada para kontributor yang telah memberikan
masukan sangat berharga.

Semoga dengan dipergunakan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) ini, mutu
pelayanan dan keselamatan pasien rumah sakit RSUD Kabupaten Raja Ampat dapat lebih baik.

Ketua Komite PMKP RSUD Kab.Raja Ampat

dr. Ade Adrain Sitompul,MARS

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………2


Daftar Isi ………………………………………………………………………………….3
Peraturan Direktur RSUD Kab.Raja Ampat ……………………………………4
I. Pendahuluan ……………………………………………………………………...6
II. Latar Belakang …………………………………………………………………...7
III. Tujuan………………..……………………………………………………………9
A. Tujuan Umum ………………………………………………….………….….9
B. Tujuan Khusus …………………………………………………………..……9
IV. Pengertian ……………………………………………………………………….10
V. Kebijakan ……………………………………………………………………….13
A. Pengelolaan Kegiatan Mutu dan Keselamatan Pasien ………………………13
B. Proses Pemilihan, Pengumpulan, Analisis, Validasi data Indikator Mutu ….14
C. Pelaporan dan analisis validasi keselamatan pasien …………………………22
VI. Pengorganisasian ………………………………………………………………..28
A. Struktur Organisasi …………………………………………………………..28
B. Tata Hubungan Kerja ………………………………………………………..33
VII. Kegiatan …………………………………………………………………………37
A. PPK dan Clinical Pathway …………………………………..………………39
B.Indikator Mutu ……………………………………………………………….42
C.Keselamatan Pasien ………………………………………………………...122
VIII. Metode………………………………………………………………………….143
IX. Pencatatan dan Pelaporan ……………………………………………………...146
X. Monitoring dan Evaluasi ………………………………………………………147
XI. Penutup ………………………………………………………………………...148

3
PEMERINTAH KABUPATEN RAJA AMPAT
DINAS KESEHATAN
UPT RSUD KABUPATEN RAJA AMPAT
Jalan Jend. Basuki Rahmat, Kelurahan Warmasen, Distrik Waisai Kota, Raja Ampat, Papua Barat Daya
Tlp. (0951) 3173358, kode pos. 98481 Pos-el rsudr04@gmail.com

SURAT KEPUTUSAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT UPT RSUD KABUPATEN ARAJA AMPAT

NOMOR: 400.7.3.10/001/SK-Man-4/RSUD-RA/III/2023

TENTANG

PEDOMAN PMKP RUMAH SAKIT UPT RSUD KABUPATEN RAJA AMPAT

DIREKTUR UPT RSUD KABUPATEN RAJA AMPAT

Menimbang : 1. Bahwa dalam rangka memberikan pelayanan yang


bermutu dan aman kepada pasien di RSUD Kab.Raja
Ampat diperlukan upaya-upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien
2. Bahwa agar upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di RSUD Kab.Raja Ampat dapat terlaksana dengan
baik, diperlukan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
Rumah Sakit sebagai komite yang akan melaksanakan
upaya peningkatan dan keselamatan pasien di RSUD
Kab.Raja Ampat
3. Bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut di atas
perlu dibentuk Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
RSUD Kab.Raja Ampat yang ditetapkan dengan Surat
Keputusan Direktur Rumah Sakit.

Mengingat : 1. Undang-undang Kesehatan RI No. 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan
2. Undang-undang Kesehatan RI No. 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan

4
Minimal Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 012 Tahun 2012
Tentang Akreditasi Rumah Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien
6. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR UPT RSUD KABUPATEN
RAJA AMPAT TENTANG PEDOMAN PMKP RUMAH
SAKIT
Pertama : Memberlakukan Peraturan Direktur RSUD Kab.Raja Ampat
Tentang Pedoman PMKP sebagaimana terlampir
Kedua : Mengamanatkan kepada seluruh bagian terkait Tentang
Pedoman PMKP RSUD Kab.Raja Ampat untuk
mensosialisasikan dan melaksanakannya sesuai ketentuan
yang berlaku
Ketiga : Peraturan Direktur ini berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal
ditetapkan

Keempat : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam Peraturan


Direktur ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Waisai

Pada Tanggal : 13 Maret 2023

DIREKTUR

RUMAH RSUD KAB.RAJA AMPAT

MEIDI L.MAPAITELLA,S.Gz

Nip

5
Lampiran :

Peraturan Direktur RSUD Kab.Raja Ampat

Nomor : 400.7.3.10/001/SK-Man-4/RSUD-RA/III/2023

Tentang : Pedoman PMKP

I. PENDAHULUAN

Keselamatan pasien merupakan isu yang sangat penting dalam mengelola pelayanan
kesehatan. Seiring dengan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan maka rumah sakit harus
selalu meningkatkan pelayanan yang memberikan kenyamanan pada pasien dan fokus terhadap
keselamatan pasien. Dahulu rumah sakit menerapkan peningkatan mutu dalam manajemen yang
terpisah. Sekarang manajemen resiko dan peningkatan mutu berjalan selaras dengan
keselamatan pasien. Perawatan pasien akan efektif dan efisien apabila peningkatan mutu dan
keselamatan pasien berjalan bersama-sama.
Seperti tercantum dalam Buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit
Departemen Kesehatan RI tahun 1994, definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah
Sakit adalah: Keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integrative yang
menyangkut struktur, proses dan outcome secara obyektif, sistematik dan berlanjut memantau
dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, menggunakan peluang untuk
meningkatkan pelayanan pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap sehingga
pelayanan yang diberikan di rumah sakit berdaya guna dan berhasil guna.
Secara jelas peningkatan mutu dan keselamatan pasien tertuang dalam visi, misi dan motto
rumah sakit dan menjadi dasar bahwa segala pelayanan di rumah sakit harus selalu berorientasi
pada mutu dan keselamatan pasien yang merupakan bagian dari Renstra rumah sakit, hal ini
tertuang dalam program kegiatan PMKP.

6
I. LATAR BELAKANG

Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator untuk
mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit. Indikator ini setiap tahun
ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan Rumah sakit ini merupakan langkah
awal dari konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA
tradisional dimana monitor dan evaluasi dititikberatkan kepada pencapaian standar, maka pada
CQI diarahkan kepada penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, pelayanan
penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan monitor evaluasi
mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah melaksanakan
kegiatan penilaian mutu berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit
Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya
membuat penialaian mutu atas dasar perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr.
Soetomo menilai mutu melalui penialaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu
pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan obat secara
rasional..rumah Sakit Islam Jakarta pernah menggunakan penegndalian mutu terpadu (TQC) dan
gugus kendali mutu (QCC). Beberapa rumah sakit lainnya juga telah mencoba menerapkan
gugus kendali mutu, walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan.,
Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak alat dan
teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan nonprofesi yang siap memberikan pelayanan
pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak
dikelola dengan baik dapat terjadi KTD.
Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat menerbitkan laporan yang
mengagetkan banyak pihak : “TO ERR IS HUMAN”, building a Safer Health System. Laporan
ini mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan
Colorado ditemukan KTD (Adverse Event) sebesar 2,9 % dimana 6,6% diantaranya meninggal.
Sedangkan di New York KTD adalah sebesar 3,7% dengan angkakematian 13,6%. Angka
kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta
pertahun berkisar 44.000-98.000 pertahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan
angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara: Amerika, Inggris, Denmark dan
Australia, ditemukan KTD rentang 3,2-16,6 %. Dengan data-data tersebut, berbagai Negara
segera melakukan penelitian dan mengembangkan system keselamatan pasien

7
Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (Near Miss) masih langka,
namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”, yang belum tentu sesuai dengan
pembuktian akhir.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RSUD Kab.Raja Ampat dapat seperti yang
diharapkan maka perlu disusun Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD
Kab.Raja Ampat. Buku tersebut akan menjadi acuan bagi pengelola RSUD Kab.Raja Ampat
dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien Rumah Sakit.
Dalam buku pedoman ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah
pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indicator mutu.

Dasar Hukum

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
4. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1691/Menkes/Per/VIII/2001 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Landasan Peraturan
Landasan peraturan Peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit di RSUD Kab.Raja
Ampat adalah:
1. UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. PMK No 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
3. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit tahun 2007
4. Panduan Nasional Keselmatan Pasien edisi 2 tahun 2008
5. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien edisi 2 tahun 2008

8
II. TUJUAN

A. Tujuan umum
Terlaksananya peningkatan mutu pelayanan RS secara berkelanjutan dan berkesinambungan
melalui pengurangan risiko keselamatan pasien

B. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan mutu pelayanan klinis
2. Meningkatkan mutu manajemen
3. Meningkatkan pemenuhan sasaran keselamatan pasien

9
III. PENGERTIAN

 Peningkatan mutu dan keselamatan pasien


Upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan
keselamatan pasien secara terus menerus, melalui pemantauan, analisa dan tindak lanjut
adanya penyimpangan dari standar yang ditentukan.
 Upaya peningkatan mutu
Keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut
struktur, proses dan outcome secara obyektif, sistematik dan berlanjut memantau dan
menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, menggunakan peluang untuk
meningkatkan pelayanan pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap
sehingga pelayanan yang diberikan di rumah sakit berdaya guna dan berhasil guna.
 Keselamatan pasien
Pasien bebas dari harm/ cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari cedera yang
potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik/ sosial/ psikologis/ cacad, kematian dll) terkait
dengan pelayanan kesehatan.
 Clinical pathway
Suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang
diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang
berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dan dalam jangka waktu tertentu selama di
rumah sakit.
 Indikator
Ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indicator merupakan
suatu variable yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indicator yang baik adalah
yang sensitive tapi juga spesifik
 Indikator klinis
Indikator yang terkait dengan area klinik
 Indikator manajemen
Indikator yang terkait dengan area manajemen
 Indikator sasaran keselamatan pasien
Indikator yang terkait dengan sasaran keselamatan pasien
 Sentinel
Kejadian yang mengakibatkan terjadinya kematian yang tidak terduga atau kehilangan
fungsi utama (major) secara permanen yang tidak terkait dengan perjalanan alamiah

10
penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya termasuk juga salah lokasi, salah
prosedur, salah pasien bedah dan bayi yang diculik atau bayi yang diserahkan kepada orang
yang bukan orang tuanya.
 Kejadian tidak diharapkan
Suatu Insiden yang mengakibatkan harm / cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yangseharusnya diambil, dan bukan karena
penyakit dasarnya atau kondisipasien.Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau
bukankesalahan medis yang tidak dapat dicegah.
 Kejadian nyaris cedera
Suatu Insiden yang tidak menyebabkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu
tindakan (commission) atau tidak mengambiltindakan yang seharusnya diambil (omission),
dapat terjadi karena“keberuntungan”
 Kejadian tidak cedera
Suatu insiden yang sudah terpapar kepada pasien, tetapi pasien tidak timbul cedera
 Kondisi potensial cedera
Suatu kondisi atau situasi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum
terjadi insiden
 RCA
Adalah suatu proses berulang yang sistematik dimana faktor-faktor yang berkontribusi
dalam suatu insiden diidentifikasi dengan merekonstruksikronologis kejadian menggunakan
pertanyaan ‘kenapa’ yang diulang hinggamenemukan akar penyebabnya dan penjelasannya.
 Manajemen resiko
Adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan menentukan
dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk
mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, dan memperkirakan dampak yang
ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko
 FMEA
Adalah metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan
sebelum terjadi dan merupakan proses proaktif, dimana kesalahan dapat dicegah dan
diprediksi.

11
IV. KEBIJAKAN

Kebijakan Umum

1. Program mutu dan keselamatan pasien wajib dilakukan di seluruh unit rumah sakit
2. Pelaksanaan indikator mutu dan pelaporan insiden keselamatan pasien wajib dilaporkan,
dianalisis, ditindak lanjuti dan dievaluasi bersama unit terkait di rumah sakit
3. Unit rumah sakit wajib menjalankan pencegahan terjadinya insiden di rumah sakit melalui
pelaporan insiden, tindak lanjut dan solusi guna pembelajaran supaya tidak terulang kembali
4. Seluruh unit di rumah sakit wajib melaksakan peningkatan mutu dan keselamatan pasien

Kebijakan Khusus

A. Pengelolaan Kegiatan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien


1. Direktur rumah sakit membenttuk Komite Mutu dan Keselamatan Pasien untuk mengelola
kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit
2. Direktur rumah sakit menetapkan penanggung jawab data di masing-masing unit kerja
3. Individu didalam Komite PMKP dan penanggung jawab data telah dilatih dan kompeten
4. Rumah sakit memiliki referensi dan informasi terkini yang diperlukan rumah sakit dalam
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien meliputi :
 Literature ilmiah dan informasi lainnya yang dapat dipergunakan untuk mendukung
asuhan pasien terkini
 Literatur ilmiah dan informasi lainnya yang dapat dipergunakan untuk mendukung
terselenggaranya manajemen yang baik
 Informasi lainnya sesuai dengan kebutuhan rumah sakit
 Peraturan perundang-undangan terkait dengan mutu dan keselamatan pasien di rumah
sakit termasuk pedoman-pedoman yang dikeluarkan oleh pemerintah
5. Sistem manajemen data
 Rumah sakit mempunyai regulasi sistem manajemen data, antara lain meliputi :
a. Sistem manajemen data yang didukung dengan teknologi informasi, mulai dari
pengumpulan, pelaporan, analisis, validasi, serta publikasi data untuk internal rumah
sakit dan eksternal rumah sakit. publikasi data dilakukan dengan memperhatikan
kerahasiaan pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan

12
b. Data yang dimaksud meliputi, data dari indicator mutu wajib nasional, mutu unit dan
indicator mutu prioritas rumah sakit
c. Data dari pelaporan insiden keselamatan pasien
d. Data hasil monitoring kinerja staf klinis
e. Data hasil pengukuran budaya keselamatan
f. Integrasi seluruh data diatas baik di tingkat rumah sakit dan unit kerja meliputi
pengumpulan, pelaporan, analisa, validasi dan publikasi indicator mutu
 Rumah sakit menyediakan teknologi, fasilitas dan dukungan lain untuk menerapkan
sistem manajemen data di rumah sakit
 Rumah sakit menjamin keamanan, kerahasiaan data internal dan eksternal serta
benchmark data sesuai aturan dan perundang-undangan
6. Program pelatihan PMKP di rumah sakit :
 Diberikan oleh narasumber yang kompeten yaitu ketua PMKP yang telah mengikuti
pelatihan PMKP eksternal
 Pimpinan rumah sakit termasuk komite medis dan komite keperawatan diberikan
pelatihan PMKP
 Semua individu yang terlibat dalam pengumpulan, analisis, dan validasi data telah
mengikuti pelatihan PMKP, khususnya tentang sistem manajemen data
 Staf di semua unit kerja termasuk staf klinis dilatih sesuai dengan pekerjaan mereka
sehari-hari
B. PROSES PEMILIHAN, PENGUMPULAN, ANALISIS, DAN VALIDASI DATA
INDIKATOR MUTU
1. Komite PMKP memfasilitasi pemilihan prioritas pengukuran pelayanan klinis yang akan
dievaluasi dengan melakukan rapat koordinasi yang dihadiri Direktur RS, para pimpinan RS
(Kepala Bidang dan Kepala Bagian) dan komite PMKP untuk membahas pemilihan dan
penetapan prioritas program PMKP
2. Komite PMKP melakukan koordinasi dan integrasi kegiatan pengukuran mutu di unit
pelayanan dan pelaporannya bersama dengan para kepala unit pelayanan
3. Komite PMKP melakukan supervise terhadap progress pengumpulan data sesuai yang
direncanakan dalam bentuk ceklis-ceklis
4. Pemilihan dan penetapan prioritas pengukuran mutu pelayanan
 Direktur rumah sakit berkoordinasi dengan para kepala bidang/bagian, Komite Medik
dan pimpinan lainnya dalam pemilihan topic prioritas peningkatan mutu (perbaikan)
pelayanan
 Dasar pemilihan topic prioritas:

13
a. Misi dan tujuan strategis RS
b. Data-data permasalahan yang ada di RS
c. Sistem dan proses yang memperlihatkan variasi proses penerapan pelayanan dan
hasil pelayanan yang paling banyak
d. Perbaikan yang berdampak pada efisiensi
e. Dampak pada perbaikan sistem sehingga efek dari perbaikan dapat terjadi di seluruh
RS
 Setelah menetapkan topic prioritas peningkatan mutu (perbaikan) pelayanan maka
tetapkan tujuan
 Menetapkan implementasi prioritas peningkatan mutu pelayanan di unit-unit mana saja
 Menetapkan 5 PPK-CP yang akan dievaluasi di unit-unit area prioritas tersebut
 Menetapkan IAK (Indikator Area Klinik), IAM (Indikator Area Manajemen) dan 6 ISKP
(Indikator Sasaran Keselamatan Pasien)
 Monitoring capaian indikator dan analisa untuk mengetahui dampak kendali mutu dan
kendali biaya
 Topik prioritas peningkatan mutu pelayanan RS Wijaya Kusuma Tahun 2019 adalah
Menurunkan AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi)
 Indikator Prioritas RS
1. Indikator sasaran keselamatan pasien :
- Spesimen tidak diberi label dengan 2 tanda identitas pasien (0 %)
- Pesan lisan di verifikasi dan tanda tangani dokter dalam 24 jam (100%)
- Kepatuhan pemberian label obat yang high alert farmasi (100%)
- Penandaan lokasi operasi (side marker ) (100%)
- Audit kepatuhan hand hygine (80%)
- Kepatuhan pelaksanaan penandaan resiko jatuh pada pasien rawat inap (100%)

2. Indikator pelayanan klinis prioritas


- Angka kepatuhanPPK/CP TB Paru (100%)
3. Indikator sesuai tujuan startegis rumah sakit (KPI)
- Kelengkapan ijin dan registrasi dan tenaga di RS 100%
4. Indikator terkait perbaikan system
- Angka kelengkapan rekam medik 3 x 24 jam (100%)
5. Indikator terkait manajemen resiko
- Pencegahan kesalahan pemberian obat (FMEA)

 Indikator yang dinilai meliputi


a. Indikator Mutu Nasional

14
b. Indikator Mutu Prioritas Rumah Sakit
c. Indikator Mutu Unit
 Setiap indikator yang ditetapkan dilengkapi dengan profil indikator yang meliputi:
a. Judul indikator
b. Definisi operasional
c. Tujuan
d. Dimensi mutu
e. Dasar pemikiran/ alasan pemilihan indikator
f. Numerator
g. Denominator
h. Formula pengukuran
i. Metodologi pengumpulan data
j. Cakupan datanya
k. Frekuensi pengumpulan datanya
l. Frekwensi analisa data
m. Metodologi analisa data
n. Sumber data/ Area monitoring
o. Penanggung jawab pengumpul data
p. Publikasi data
 Direktur rumah sakit dan komite PMKP melakukan supervisi terhadap proses
pengumpulan data
5. Pelaksanaan panduan praktik klinik dan alur klinis (clinical pathway) di prioritas mutu
pelayanan klinis
 Ketua kelompok staf menetapkan prioritas panduan praktik klinis dan clinical pathway
sebagai panduan dari standarisasi proses asuhan klinik yang dimonitor oleh Komite
Medik
 Evaluasi dilakukan pada 6 (enam) prioritas panduan praktik klinis dan Clinical pathway
yaitu Eklampsi, HPP (Hemorrhagic Post Partum), PEB (Pre Eklampsi Berat), Bayi
Asfiksia, Bayi BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) dan TBC
 Audit klinis dan atau audit medis pada panduan praktik klinis/ alur klinis (clinical
pathway) dilakukan setiap tiga bulan sekali untuk menilai efektivitas penerapan panduan
praktik klinik dan alur klinis sehingga dapat dibuktikan bahwa penggunaan panduan
praktik klinik serta alur klinis telah mengurangi variasi proses dan hasil
6. Pemilihan dan penetapan indikator mutu unit

15
 Komite PMKP melakukan koordinasi dan mengorganisasi pemilihan indikator mutu unit
kerja bersama dengan Direktur dan pimpinan unit kerja dan unit pelayanan
 Dalam memilih indikator mutu maka kepala unit kerja dan unit pelayanan harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis di rumah sakit. Indikator mutu yang
dipergunakan untuk mengukur mutu di prioritas pengukuran mutu rumah sakit,
sumber data umumnya dari unit, dan menjadi indikator mutu unit
b. Focus mengukur hal-hal yang ingin diperbaiki di unit
c. Pengukuran mutu nasional, sumber data indikator mutu nasional adalah di unit.
Karena itu indikator mutu nasional menjadi indikator mutu unit
d. Melakukan koordinasi dengan komite medis bila evaluasi penerapan panduan praktik
klinik dan evaluasi kinerja dokter menggunakan indikator mutu
e. Bila di unit ada KSO alat medis, outsourcing pelayanan, maka perlu ada indikator
yang memonitor mutu alat tersebut. Unit akan mengumpulkan datanya. Indikator
menjadi mutu unit
 Sumber indikator mutu unit
a. Indikator mutu nasional (bila ada implementasi di unit)
b. Indikator mutu prioritas RS (bila ada implementasi di unit)
c. Indikator mutu unit
d. Indikator mutu pelayanan yang dikontrakkan (bila ada implementasi di unit)
e. Evaluasi kepatuhan DPJP terhadap PPK (bila ada implementasi di unit)
f. Data untuk penilaian kinerja – PPA (bila ada implementasi di unit)
 Indikator unit kerja yang ditetapkan di RSUD KABUPATEN RAJA AMPAT adalah :
1. IGD : Pemberian pelayanan Gadar yang bersertifikat BTCLS
2. R.Jalan : Waktu tunggu rawat jalan ≤ 60 menit
3. Ponek : Terlaksananya IMD Pada pasien ibu melahirkan
4. ICU : Kepatuhan kelengkapan Assesmen awal ranap inap ≤ 24 jam
5. R.Anak : Angka kejadian phlebitis pada perawatan
6. Bedah : Kepatuhan kelengkapan Assesmen awal ranap inap ≤ 24 jam
7. Penyakit dalam : Kepatuhan kelengkapan Assesmen awal ranap inap ≤ 24 jam
8. Bersalin : Kepatuhan pemakaian APD pada proses pertolongan persalinan
9. Manajemen/kantor : Angka kepuasan staf
10. Laboratorium : Pelaporan hasil nilai kritis laboratorium
11. Radiologi ; Angka pengulangan foto karena kesalahan pemeriksaan
12. Farmasi : Angka peresepan obat keluar IF RS

16
13. Gizi : Angka kesalahan pemberian diet pasien
14. Laundry : Angka kejadian kehilangan linen
15. IPSRS : Kalibrasi Alat Medis RS
16. Perinatologi :
17. Kamar Operasi : Angka penundaan operasi elektif

 Setiap indikator mutu unit dilengkapi dengan profil indikator


 Setiap unit kerja melaksanakan proses pengumpulan data dan pelaporan
 Pimpinan unit kerja melakukan supervise terhadap proses pengumpulan data dan
pelaporan serta melakukan perbaikan mutu berdasarkan hasil capaian indikator mutu
7. Analisis data
 Analisis data meliputi :
a. Penggunaan statistic dalam melakukan analisis data
b. Analisis yang dilakukan yaitu :
1. Membandingkan data di rumah sakit dari waktu ke waktu data (analisis trend),
misalnya dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun
2. Membandingkan dengan rumah sakit lain, bila mungkin yang sejenis, seperti
melalui data base eksternal baik nasional maupun internasional
3. Membandingkan dengan standar-standar, seperti yang ditentukan oleh badan
akreditasi atau organisasi professional ataupun standar-standar yang ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan
4. Membandingkan dengan praktik-praktik yang diinginkan yang dalam literature
digolongkan sebagai best practice (praktik terbaik) atau better practice (praktik
yang lebih baik) atau practice guidelines (panduan praktik klinik)
 Pelaksana analisis data yaitu staf komite PMKP dan penanggung jawab data di unit
pelayanan/kerja yang sudah mempunyai pengalaman, pengetahuan dan ketrampilan yang
tepat sehingga dapat berpartisipasi dalam proses tersebut dengan baik
 Dalam melakukan analisis, komite PMKP berkoordinasi dengan Komite Medik karena
terkait dengan audit medis, bagian keuangan rumah sakit, dan teknologi informasi
(information technology) rumah sakit khususnya untuk billing system sehingga dapat
diketahui telah terjadi kendala biaya
 Hasil analisis data disampaikan kepada Direktur, para kepala Bidang/Bagian dan kepala
unit untuk ditindaklanjuti
8. Direktur mengukur keberhasilan program PMKP prioritas melalui :
 Pengukuran capaian-capaian indikator area klinik dan area manajemen

17
 Pengukuran kepatuhan penerapan sasaran keselamatan pasien
 Pengukuran kepatuhan pelaksanaan PPK-CP sehingga mengurangi variasi dalam
pemberian pelayanan
 Pengukuran penggunaan sumber daya termasuk biaya yang dipergunakan untuk
perbaikan di program prioritas rumah sakit tersebut
9. Validasi data
 Kebijakan data yang harus divalidasi, yaitu :
a. Merupakan pengukuran area klinik baru
b. Bila ada perubahan sistem pencatatan pasien dari manual ke elektronik sehingga
sumber data berubah
c. Bila data dipublikasi ke masyarakat baik melalui web site rumah sakit atau media
lain
d. Bila ada perubahan pengukuran
e. Bila ada perubahan data pengukuran tanpa diketahui sebabnya
f. Bila ada perubahan subjek data seperti perubahan umur rata-rata pasien, protokol
riset diubah, panduan praktik klinik baru diberlakukan, serta terdapat teknologi dan
metodologi pengobatan baru
 Proses validasi data mencakup, namun tidak terbatas sebagai berikut :
a. mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat dalam proses
pengumpulan data sebelumnya (data asli);
b. Menggunakan sampel tercatat, kasus, dan data lainnya yang sahih secara statistik.
Sampel 100% hanya dibutuhkan jika jumlah pencatatan, kasus, atau data lainnya
sangat kecil jumlahnya;
c. Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan ulang;
d. Menghitung keakuratan dengan membagi jumlah elemen data yang ditemukan
dengan total jumlah data elemen dikalikan dengan 100. Tingkat akurasi 90% adalah
patokan yang baik;
e. Jika elemen data yang diketemukan ternyata tidak sama dengan catatan alasannya
(misalnya data tidak jelas definisinya) dan dilakukan tindakan koreksi;
f. Koleksi sampel baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan
tindakan menghasilkan tingkat akurasi yang diharapkan.
 Proses validasi data yang akan dipublikasikan di web site atau media lainnya harus dapat
menjamin kerahasiaan pasien serta keakuratan data
C. PELAPORAN DAN ANALISIS INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
1. Kejadian sentinel di rumah sakit meliputi sekurang-kurangnya:

18
 Kematian yang tidak diduga, termasuk, dan tidak terbatas hanya:
 Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien atau
kondisi pasien ( contoh, kematian setelah infeksi pasca operasi atau emboli paru-
paru)
 Kematian bayi aterm
 Bunuh diri
 Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien atau kondisi pasien
 Operasi salah tempat, salah prosedur, salah pasien
 Terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal akibat transfuse darah atau produk
darah
 Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim kerumah bukan
rumah orang tuanya
 Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan (berakibat kematian atau
kehilangan fungsi secara permanen) atau pembunuhan (yang disengaja) atas pasien,
anggota staf, dokter, mahasiswa praktek, siswa latihan, pengunjung atau vendor/pihak
ketiga ketika berada dalam lingkungan rumah sakit
2. Setiap kejadian sentinel dicatat, dilaporkan dan dianalisa dengan cara melakukan RCA
untuk kemudian diambil tindakan berdasarkan hasil RCA dan tidak melewati waktu 45
hari terhitung sejak terjadi kejadian atau sejak diberi tahu tentang adanya kejadian
3. Analisis secara intensif terhadap data dilakukan jika terjadi penyimpangan tingkatan, pola
atau kecenderungan dari KTD
4. Analisis dilakukan terhadap hal-hal berikut :
 Semua reaksi transfusi berat yang terjadi di rumah sakit
 Semua kejadian serius akibat efek samping obat, yaitu efek samping obat yang
menimbulkan kecacatan atau kematian
 Semua kesalahan pengobatan yang signifikan
 Semua perbendaan besar antara diagnosis praoperasi dan diagnosis pascaoperasi
 Efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau mendalam dan
pemakaian anestesi
 Kejadian-kejadian lain seperti :
 Infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan, seperti IDO (Infeksi Daerah
Operasi)
 Wabah penyakit menular
5. KNC (Kejadian Nyaris Cedera)
 Definisi

19
Suatu Insiden yang tidak menyebabkan cedera pada pasien akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission), dapat terjadi karena “keberuntungan”
 Kejadian yang harus dilaporkan sebagai KNC
1. Insiden kesalahan diagnosis praoperasi
2. Insiden kesalahan jumlah pemberian obat
3. Insiden kesalahan pemberian informasi kepada dokter
4. Insiden kesalahan cara pemberian obat
5. Insiden kesalahan dosis obat
6. Insiden kesalahan pencampuran obat
7. Insiden kesalahan sampling di ruang rawat inap
8. Insiden kesalahan identifikasi pasien pada saat pengambilan sample
9. Insiden kesalahan menginput hasil pemeriksaan laboratorium
10. Insiden kesalahan pengoperasian alat
11. Insiden kesalahan pencampuran Reagan laboratorium
12. Insiden kesalahan golongan darah
13. Insiden kesalahan jenis darah
14. Insiden kesalahan menyampaikan hasil pemeriksaan
15. Insiden kesalahan pengambilan sample di ruang laboratorium
16. Insiden kesalahan pembacaan resep
17. Insiden kesalahan cara penggunaan obat
18. Kesalahan pembacaan foto
19. Kesalahan jenis pemeriksaan radiologi
20. Kesalahan letak marker
6. KTC (Kejadian Tidak Cedera)
 Definisi
Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi
tidak timbul cedera
 Kejadian yang dilaporkan sebagai KTC yaitu
1. Kesalahan mencentang hasil pemeriksaan
2. Salah penimbangan BB anak
3. Tidak memberikan diit kepada pasien
4. Diit pasien tertukar
5. Lupa membatalkan pesananan darah ke PMI
6. Hasil pemeriksaan tidak terlampir di RM pasien

20
7. Kesalahan pengiriman status pasien
8. Salah permintaan obat
9. Salah memberi warna gelang
10. Salah menempel label pada darah pasien
11. Tidak ada label pada tabung sample darah
12. Kesalahan penulisan hasil laboratorium
13. Efek samping obat pasien yang teratasi
14. Kontraindikasi obat pada pasien yang tidak menimbulkan cedera pada pasien
7. Setiap kejadian KNC dan KPC wajib dilaporkan sesuai dengan panduan pelaporan
insiden keselamatan pasien untuk dianalisis oleh komite PMKP dan diambil tindakan
untuk mencegah dan atau mengurangi kejadian KNC dan KTC
8. KPC (Kejadian Potensial Cedera)
 Definisi
Kejadian Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden
 Kejadian yang dilaporkan sebagai KPC adalah
Alat Medis
1. Masa kalibrasi alat terlewati
2. Tensi air raksa rusak
3. Syring pump tidak berfungsi optimal
4. Defibrillator dalam kondisi rusak/ tidak siap pakai
5. Alat monitor rusak/ tidak siap pakai
6. Alat ECG rusak/ tidak siap pakai
7. Alat suction tidak berfungsi dengan baik
8. Pisau/gunting medis tidak tajam
9. Kauter tidak berfungsi dengan baik
10. Senter mati/ tidak ada
11. AC Hepa rusak/ tidak berfungsi
12. Alat analisa darah tidak berfungsi/ rusak
13. Stock reagent yang terbatas
14. Obat high alert tidak tertandai dengan benar
15. Penyimpanan obat high alert yang tidak benar
16. Penyimpanan obat tidak sesuai dengan prosedur
17. Tidak tersedia/ tidak lengkapnya obat emergency setelah digunakan
18. Penyimpanan obat pasien tidak dilakukan dengan benar

21
19. Kesalahan pemberian informasi obat ke pasien
20. Interaksi obat pasien
21. Incubator tidak siap/ rusak
22. Alat dopler tidak berfungsi
23. Tampilan gambar foto tidak jelas
24. Alat X-ray tergantung tegangan tinggi
Alat Non Medis
1. Roda bed/kursi roda rusak
2. Bed pasien berkarat
3. Pembatas pasien rusak
4. Pengunci tiang infuse longgar/ tajam
5. Tiang infuse rusak
6. Tempat duduk pasien rusak
7. Pengatur naik turun bed rusak/ tidak berfungsi
8. Kabel listrik berserakan/ tidak rapi
9. AC bocor/ tidak berfungsi
10. Kunci roda bed tidak berfungsi
11. Kunci roda dalam keadaan tidak terkunci saat berhenti

9. Setiap KPC dicatat dan dilaporkan setiap bulan kepada Komite PMKP untuk dilakukan
tindakan yang diperlukan agar setiap KPC tidak menimbulkan cedera kepada pasien
10. Mencapai dan mempertahankan peningkatan
1. Pimpinan menetapkan area perbaikan yang menjadi prioritas berdasarkan hasil
analisis data peningkatan mutu dan keselamatan pasien
2. Rumah sakit menyediakan sumber daya manusia atau lainnya yang dibutuhkan
untuk melaksanakan perbaikan dan peningkatan
3. Perubahan-perubahan untuk perbaikan dan peningkatan direncanakan dan diuji
4. Perubahan yang berhasil dilakukan, didokumentasikan dan dipertahankan
5. Rumah sakit memberikan penghargaan kepada unit yang telah melaksanakan
kegiatan dengan sangat bagus
6. Rumah sakit wajib melaksanakan manajemen risiko di rumah sakit
7. Rumah sakit bersama Komite mutu dan keselamatan pasien rumah sakit
mengupayakan terlaksananya FMEA (Failure Mode Effect Analysis)
8. Dokumen peningkatan mutu dan keselamatan pasien akan direview tiap tahun

22
9. Program PMKP dibuat oleh Komite mutu dan keselamatan pasien dan disetujui
oleh direktur rumah sakit
10. Surat keputusan ini berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal ditetapkan dan akan
dilakukan evaluasi minimal 1 (satu) tahun sekali
11. Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan dan perbaikan, maka akan
dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya

23
V. PENGORGANISASIAN

A. Struktur Organisasi

STRUKTUR ORAGNISASI
TIM KOMITE MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
DI UPT RSUD KABUPATEN RAJA AMPAT
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN
RAJA AMPAT PAPUA BARAT
Abdul Faris Umlati, SE

DIREKTUR UPT RSUD KABUPATEN RAJA AMPAT


Meidi L. Maspaitella, S.Gz

KETUA KOMITE PENINGKATAN MUTU & KESELAMATAN PASIEN (PMKP)


dr. Ade Adrain Sitompul, MARS

SEKRETARIS DAN DOKUMEN KONTROL PMKP


Serli Usman,A.Md.TR

KETUA SUB MANAJEMEN MUTU KETUA SUB MANAJEMEN PATIENT SAFETY KETUA SUB MANAJEMEN RISIKO
dr. Laura Christanty, M.Sc, Sp.A Ni Ketut Sudiati, SKM Risda Ambarita, S.Farm, Apt

ANGGOTA KOMITE MUTU & KESELAMATAN PASIEN


1. dr. Yudhis Ageng Pringgo U (PMKP) 13. Patma Sangadji, AMK

2. Imelda Djopari, AMK 14. Franiska Randudongkir, S.Kep, NS


3. Bastiana Novita Maniwora, Amd.Keb 15. Agustina Manukrante, Amd.Keb
4. Ritva Fakdawer, S.Kep, NS 16. Maria Magdalena Menanti, Amd.Gz
5. Nurjadsia A.Md.Keb 17. Iptisan Malawat,Amd.Gz
6. Yesim Sino Mirino, S.Kep 18. Alwiyah,Amd.Keb
7. Margareta Kaisepo,S.H 19. Alfahri Reza Mahendra, A.Md.Kes (Rad)
8. Wa Ode Lisnawati, Amd.Keb 20. Ani Dwi A, Amd.PK
9. Lamberta Wanma, Amd.Kep 21. Agnes Kirihio, Amd.Keb
10. Dedi Asyerem, Amd. AK 22. Mariangke Urbinas, AMK
11. Dina Puspita sari, AMK 23. Putuwel Yuda Sosir, SKM
12. Ratna Salaten,AMK

24
1 Nama Jabatan : Ketua Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
Uraian Tugas : 1. Menyusun dan merencanakan pelaksanaan kegiatan
program kerja PMKP
2. Memimpin, mengkoordinir, dan mengevaluasi pelaksanaan
operasional PMKP secara efektif, efisien dan bermutu
3. Mengumpulkan data indikator pelayanan baik dari komite
mutu dan keselamatan pasien maupun dari unit kerja
terkait
4. Menganalisa data indikator mutu pelayanan baik indikator
mutu klinis RS maupun indikator mutu manajerial RS serta
indikator keselamatan pasien
5. Mengevaluasi pelaksanaan 5 (lima) area prioritas yang
sudah ditetapkan oleh direktur dengan focus utama pada
penggunaan PPK, clinical pathway dan atau protocol klinis
6. Melaksanakan analisis terhadap data yang dikumpulkan
dan diubah menjadi informasi
7. Melakukan validasi data PMKP secara internal dan
dilakukan secara periodik
8. Menyebarkan informasi tentang peningkatan mutu dan
keselamatan pasien secara regular melalui papan
pengumuman, bulletin dan rapat staf
9. Meningkatkan pengetahuan anggota dengan memberikan
pelatihan terhadap staf yang ikut serta dalam program
PMKP
Wewenang : 1. Memerintahkan dan menugaskan staf dalam pelaksanaan
Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
2. Meminta laporan pelaksanaan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien dari unit kerja
3. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan
rumah sakit terkait pelaksanaan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien
4. Memberikan pengarahan dalam hal penyusunan,
pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut rekomendasi dari
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
5. Meminta data dan informasi yang berhungan dengan mutu
dan keselamatan pasien dari unit-unit kerja di lingkungan
rumah sakit
Tanggung Jawab : 1. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit
2. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan mutu dan keselamatan pasien
3. Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pelaksanaan
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien kepada
Direktur
4. Bertanggung jawab terhadap ketersediaan data dan
informasi yang berhubungan dengan mutu dan keselamatan

25
pasien rumah sakit
5. Bertanggung jawab dalam pemberian informasi yang
berhubungan dengan mutu dan keselamatan pasien rumah
sakit
6. Bertanggung jawab terhadap disiplin dan kinerja kerja staf
di Komite Mutu dan Keselamatan Pasien

2. Nama Jabatan : Sekretaris Komite Mutu dan Keselamatan Pasien


Uraian Tugas : 1. Mengatur rapat dan jadwal rapat Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien
2. Menyiapkan ruang rapat dan perlengkapan yang diperlukan
3. Membantu meminta laporan indikator kepada unit kerja
terkait
4. Menganalisis data PMKP bersama ketua dan anggota
Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
5. Mendokumentasikan hasil pencapaian indikator area klinis,
manajerial dan indikator sasaran keselamatan pasien
6. Menjadi notulen disetiap kegiatan pertemuan Komite Mutu
dan Keselamatan Pasien
7. Mengorganisir kebutuhan logistik Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien
8. Membantu berkoordinasi dalam kegiatan internal dan
eksternal Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
9. Mengerjakan tugas-tugas administratif dan kesekretariatan
lainnya
Wewenang : 1. Meminta laporan pelaksanaan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien dari unit kerja terkait
2. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan
RS terkait pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien
3. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan
mutu dan keselamatan pasien dari unit-unit kerja di
lingkungan rumah sakit
4. Melakukan komunikasi internal dan eksternal kepada unit
kerja di lingkungan rumah sakit dan pihak luar melalui
surat tertulis, email dan telepon
Tanggung Jawab : 1. Bertanggung jawab terhadap kegiatan administratif di
Komite Mutu dan Keselmatan Pasien
2. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan mutu dan keselamatan pasien
3. Bertanggung jawab melaporkan hasil kegiatan administratif
kepada Komite Mutu dan Keselamatan Pasien

3. Nama Jabatan : Ketua Sub Komite Mutu


Uraian Tugas : 1. Melaksanakan kegiatan program peningkatan mutu di
RSUD Kab.Raja Ampat

26
2. Menyusun profil indikator mutu
3. Membuat metode pemantauan indikator mutu klinis dan
manajerial
4. Menyusun formulir pemantauan indikator mutu
5. Berkoordinasi dengan unit terkait dalam penyelenggaraan
pemantauan indikator mutu dan pelaksanaan Clinical
Pathway
6. Menganalisa hasil pencapaian indikator mutu
7. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator
mutu
8. Melakukan perbandingan hasil pemantauan indikator mutu
secara periodik dengan standar nasional serta rumah sakit
lain yang sejenis
9. Melaksanakan komunikasi secara internal dan eksternal
tentang pencapaian mutu dan pelaksanaan Clinical
Pathway kepada unit kerja di rumah sakit dan pihak luar
melalui surat tertulis, email dan telepon
10. Membantu berkoordinasi dalam kegiatan internal dan
eksternal program Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien
11. Menyusun panduan pelaksanaan validasi data internal
khusus indikator mutu
12. Membuat alat ukur validasi khusus indikator mutu
13. Menyelenggarakan kegiatan validasi hasil pencapaian
indikator mutu berkoordinasi dengan unit terkait
14. Melaksanakan analisis komparatif hasil validasi internal
dengan data unit terkait
15. Membuat laporan hasil validasi internal khusus indikator
mutu
16. Berkoordinasi dengan Humas RS dalam mengunggah hasil
pencapaian indikator mutu yang telah dinyatakan valid dan
direkomendasikan Direktur
Wewenang : 1. Meminta laporan pelaksanaan pemantauan program
indikator mutu dan pelaksanaan Clinical Pathway dari unit
kerja terkait
2. Melakukan koordinasi dengan unti-unit kerja di rumah
sakit terkait pelaksanaan pemantauan indikator mutu serta
pelaksanaan Clinical pathway dan hal-hal lainnya yang
berhubungan dengan mutu rumah sakit
3. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan
mutu dan pelaksanaan Clinical Pathway rumah sakit dari
unit-unit kerja di rumah sakit
Tanggung Jawab : 1. Bertanggung jawab terhadap pemantauan program
indikator mutu dan pelaksanaan Clinical Pathway
2. Bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan
pemantauan indikator mutu dan pelaksanaan Clinical

27
pathway di Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
3. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan inovasi mutu dan pelaksanaan
Clinical pathway di rumah sakit
4. Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pelaksanaan
pemantauan indikator mutu dan pelaksanaan Clinical
pathway serta kegiatan-kegiatan mutu lainnya kepada
Ketua Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
5. Bertanggung jawab terhadap pengolahan data dan
informasi yang berhubungan dengan mutu dan pelaksanaan
Clinical pathway rumah sakit

4. Nama Jabatan : Ketua Manajemen Risiko dan Keselamatan Pasien


Uraian tugas : 1. Melakukan monitoring perencanaan risk manajemen
2. Melakukan monitoring pelaksanaan program
3. Melakukan pendidikan/ edukasi staf tentang
manajemen risiko rumah sakit
4. Monitoring insiden/ kecelakaan karena fasilitas
5. Memberi masukan kepada Direktur penyusunan
Kebijakan Keselamatan Pasien RS sesuai dengan standar
akreditasi
6. Menyusun indikator keselamatan pasien RS
7. Menganalisa hasil pencapaian keselamatan pasien
8. Membuat laporan periodik hasil pemantauan
indikator keselamatan pasien
9. Menyelenggarakan dan menyiapkan kegiatan
sosialisasi internal rumah sakit tentang pencapaian
indikator keselamatan pasien
10. Mengkoordinasikan pendokumentasian, evaluasi dan
upaya tindak lanjut atas Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan Kejadian
Sentinel
11. Melaksanakan koordinasi antar unit bila terjadi KTD
dan KNC
12. Melakukan koordinasi tentang Program Patient
Safety dan manajemen risiko dengan unit terkait dalam
pembuatan RCA dan FMEA
13. Melakukan evaluasi dan revisi program secara berkala
14. Memberikan laporan tahunan kepada Direktur RS
tentang pencapaian program
15. Melakukan pengorganisasian dan pengelolaan secara
konsisten dan terus-menerus
Wewenang : 1. Mengelola tim manajemen risiko dan keselamatan pasien
rumah sakit
2. Melakukan pengawasan dan melaksanakan manajemen
risiko dan keselamatan pasien di seluruh unit kerja di
rumah sakit
3. Memberi masukan dan rekomendasi kepada Direktur

28
rumah sakit dengan tugas kegiatan manajemen risiko dan
keselamatan pasien
Tanggung Jawab : 1. Terlaksananya program manajemen risiko dan keselamatan
pasien rumah sakit
2. Terpenuhinya prosedur-prosedur pelaksanaan dan layanan
yang menjamin pelaksanaan risiko dan keselamatan pasien
di rumah sakit
3. Terkendalinya kondisi-kondisi yang membahayakan
pasien, staf maupun pengunjung serta mendukung
pelaksanaan manajemen risiko rumah sakit
4. Terjaganya komitmen karyawan terhadap manajemen
risiko di rumah sakit

6. Nama Jabatan : Penanggung Jawab Data Unit


Uraian tugas : 1. Melaporkan kegiatan pencatatan sensus harian unit kerja
yang ditunjuk dan masalah-masalah mutu dan keselamatan
pasien yang dihadapi unit kerja untuk dilaporkan dalam
rapat bulanan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
2. Mengumpulkan sensus harian dan laporan PMKP unit kerja
setiap bulan
3. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam
menjalankan prosedur penigkatan mutu dan keselamatan
pasien

Wewenang : 1. Meminta arahan dari ketua untuk melaksanakan tugas


2. Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan program
PMKP di unit kerja
3. Memberikan arahan di unit kerja terkait pelaksanaan
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
Tanggung jawab : 1. Bertanggung jawab dalam pelaporan pencatatan sensus
harian indikator mutu dan keselamatan pasien
2. Bertanggung jawab dalam pengumpulan sensus harian dan
laporan PMKP unit kerja setiap bulan
3. Bertanggung jawab dalam memonitor kepatuhan petugas
kesehatan yang lain dalam menjalankan prosedur PMKP

B. TATA HUBUNGAN KERJA

29
Mengingat kinerja Komite Mutu dan Keselamatan Pasien di rumah sakit sangat luas dan
mencakup hampir seluruh unit di rumah sakit, maka hubungan kerja Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien lebih bersifat koordinatif terhadap berbagai unit di RSUD Kab.Raja Ampat.
Terhadap struktur organisasi rumah sakit, Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
mengkoordinasikan tiap kegiatannya terhadap berbagai unit terkait di rumah sakit, sebagai suatu
struktur fungsional, sebagaimana tampak dalam bagan koordinasi kerja sebagai berikut :
a. Hubungan kerja dengan Komite Medis
 Penyediaan Rekam Medik pasien untuk audit klinis
 Pembahasan Incident Report yang berhubungan dengan insiden kasus medis
 Pembahasan hasil audit klinis SMF terkait untuk dianalisa dan ditindak lanjut temuan
 Penyediaan Panduan klinis, Clinical Pathway dan atau protokol klinis
b. Hubungan kerja dengan Komite PPI
 Integrasi program dengan Komite Pencegahan Infeksi
c. Hubungan kerja dengan Instalasi Gawat Darurat
 Berkoordinasi dalam penerimaan pencatatan dan pelaporan data indikator mutu di
Instalasi Gawat Darurat
 Melakukan rapat secara berkala terhadap hasil pencapaian indikator mutu di Instalasi
Gawat Darurat
 Berkoordinasi dalam pelaporan insiden keselamatan pasien
d. Hubungan kerja dengan Instalasi Kamar Operasi
 Berkoordinasi dalam penerimaan pencatatan dan pelaporan data indikator mutu di
Instalasi Kamar Operasi
 Melakukan rapat secara berkala terhadap hasil pencapaian indikator mutu di Instalasi
Kamar Operasi
 Berkoordinasi dalam pelaporan insiden keselamatan pasien
e. Hubungan Kerja dengan Instalasi ICU
 Berkoordinasi dalam penerimaan pencatatan dan pelaporan data indikator mutu di
Instalasi ICU
 Melakukan rapat secara berkala terhadap hasil pencapaian indikator mutu di Instalasi
ICU
 Berkoordinasi dalam pelaporan insiden keselamatan pasien
f. Hubungan Kerja dengan Instalasi Rawat Jalan
 Berkoordinasi dalam penerimaan pencatatan dan pelaporan data indikator mutu di
Instalasi Rawat Jalan

30
 Melakukan rapat secara berkala terhadap hasil pencapaian indikator mutu di Instalasi
Rawat Jalan
 Berkoordinasi dalam pelaporan insiden keselamatan pasien
g. Hubungan kerja dengan bidang keperawatan (Instalasi Rawat Inap)
 Berkoordinasi dalam penerimaan pencatatan dan pelaporan data indikator mutu di
Instalasi Rawat Inap
 Melakukan rapat secara berkala terhadap hasil pencapaian indikator mutu di Instalasi
Rawat Inap
 Berkoordinasi dalam pelaporan insiden keselamatan pasien
 Berkoordinasi dalam pemantauan pelaksanaan clinical pathway di instalasi rawat inap.
h. Hubungan kerja dengan Instalasi Laboratorium
 Berkoordinasi dalam penerimaan pencatatan dan pelaporan data indikator mutu di
Instalasi Laboratorium
 Melakukan rapat secara berkala terhadap hasil pencapaian indikator mutu di Instalasi
Laboratorium
 Berkoordinasi dalam pelaporan insiden keselamatan pasien
i. Hubungan kerja dengan Instalasi Farmasi
 Berkoordinasi dalam penerimaan pencatatan dan pelaporan data indikator mutu di
Instalasi Farmasi
 Melakukan rapat secara berkala terhadap hasil pencapaian indikator mutu di Instalasi
Farmasi
 Berkoordinasi dalam pelaporan insiden keselamatan pasien
 Berkoordinasi untuk pengamanan obat High Alert
j. Hubungan kerja dengan Instalasi Rekam Medik
 Berkoordinasi dalam penerimaan pencatatan dan pelaporan data indikator mutu di
Instalasi Rekam Medik
 Melakukan rapat secara berkala terhadap hasil pencapaian indikator mutu di Instalasi
Rekam Medik
 Berkoordinasi dalam pelaporan insiden keselamatan pasien
k. Hubungan kerja dengan Instalasi Gizi
 Berkoordinasi dalam penerimaan pencatatan dan pelaporan data indikator mutu di
Instalasi Kamar Operasi
 Melakukan rapat secara berkala terhadap hasil pencapaian indikator mutu di Instalasi
Kamar Operasi

31
 Berkoordinasi dalam pelaporan insiden keselamatan pasien
l. Hubungan kerja dengan Ruang Radiologi
 Berkoordinasi dalam penerimaan pencatatan dan pelaporan data indikator mutu di
Instalasi Radiologi
 Melakukan rapat secara berkala terhadap hasil pencapaian indikator mutu di Instalasi
Radiologi
 Berkoordinasi dalam pelaporan insiden keselamatan pasien
m. Hubungan kerja dengan Bagian Administrasi dan Personalia
 Berkoordinasi dalam pelaksanaan pecatatan dan pelaporan indikator unit kerja
 Pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan-pelatihan
 Pengajuan kebutuhan SDM
n. Hubungan kerja dengan Bagian Keuangan
 Penyediaan anggaran untuk kebutuhan pendidikan dan pelatihan-pelatihan, sarana
pengadaan barang untuk kebutuhan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien
 Berkoordinasi dalam pelaksanaan dan penyediaan data indikator unit
o. Hubungan kerja dengan Bagian Pemeliharaan dan Pelayanan Umum
 Berkoordinasi dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan data indikator PMKP
 Berkoordinasi dalam pelaporan insiden keselamatan pasien

VI. KEGIATAN

32
Definisi mutu RSUD Kabupaten Raja Ampat adalah derajat kesempurnaan pelayanan
RSUD Kabupaten Raja Ampat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di RSUD Kab.Raja Ampat secara wajar,
efisien, efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hokum
dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit dan
masyarakat konsumen
Pihak yang berkepentingan dengan mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, pihak-pihak tersebut adalah :
 Konsumen
 Pembayar atau perusahaan atau asuransi
 Manajemen RSUD Kab.Raja Ampat
 Karyawan RSUD Kab.Raja Ampat
 Masyarakat
 Pemerintah

Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan kepentingannya
terhadap mutu, karena itu mutu adalah multi dimensional

Mutu Terkait Dengan Struktur, Proses dan Outcome

Mutu suatu rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan ketergantungan yang rumit
antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai suatu system. Aspek tersebut terdiri
dari struktur, proses dan outcome

1. Struktur
Adalah sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya keuangan dan sumber daya
lain-lain pada fasilitas pelayanan kesehatan.Baik tidaknya struktur dapat diukur dari
kewajaran, kuantitas, biaya dan mutu komponen-komponen struktur itu.
2. Proses
Adalah apa yang dilakukan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien : evaluasi,
diagnose, perawatan, konseling, pengobatan, tindakan, penanganan jika terjadi penyulit,
follow up. Baik tidaknya proses dapat diukur dari relevansinya bagi pasien, efektifitasnya
dan mutu proses itu sendiri. Pendekatan proses adalah pendekatan paling langsung terhadap
mutu asuhan.
3. Outcome

33
Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien
dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasannya serta kepuasan provider. Outcome
yang baik sebagian besar tergantung kepada mutu struktur dan mutu proses yang baik.
Sebaiknya outcome yang buruk adalah kelanjutan struktur atau proses yang buruk.

RSUD Kab.Raja Ampat adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang komplek, padat
karya dan padat modal.Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di RSUD Kab.Raja Ampat
menyangkut berbagai fungsi pelayanan, psndidikan serta mencakup berbagai tingkatan maupun
jenis disiplin. Agar rumah RSUD Kab.Raja Ampat mampu melaksanakan fungsi yang
demikian kompleks, maka RSUD Kab.Raja Ampat harus memiliki sumber daya manusia yang
professional baik di bidang teknis maupun administrasi. Untuk menjaga dan meningkatkan
mutu, RSUD Kab.Raja Ampat harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan
mutu di semua tingkatan.

Pengukuran mutu medis di RSUD Kab.Raja Ampat sudah diawali dengan penilaian
akreditasi Rumah Sakit yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat struktur dan
proses. Pada kegiatan ini RSUD Kab.Raja Ampat harus melakukan berbagai standard dan
prosedur yang telah ditetapkan. RSUD Kab.Raja Ampat dipacu untuk dapat menilai diri (self
assesment) dangukurn memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada alat ukur yang lain yaitu
instrument mutu dan keselamatan pasien yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil
(outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja RSUD Kab.Raja Ampat tidak dapat mengetahui
apakah struktur dan proses yang baik telah menghasilkan outcome yang baik pula.

Kegiatan yang dilaksanakan RSUD Kab.Raja Ampat untuk melakukan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien yaitu :

A. PPK dan CLINICAL PATHWAY


Sesuai peraturan perundangan, Panduan praktik klinis (PPK) adalah istilah teknis
sebagai pengganti standar prosedur operasional (SPO) yang merupakan istilah
administrative. Penggantian ini untuk menghindarkan kesalahpahaman yang mungkin
terjadi, bahwa “standar” merupakan hal yang harus dilakukan pada semua keadaan.
Penerapan panduan praktik klinis-clinical pathway dipilih oleh masing-masing
kelompok staf medis di unit-unit pelayanan, dimana DPJP memberikan asuhan. Mengacu
pada prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan dievaluasi maka selain
ditetapkan indikator mutu, juga diperlukan standarisasi proses asuhan klinis pada prioritas
pengukuran mutu di RS. Karena itu pimpinan medis bersama-sama dengan komite medis

34
dan kelompok staf medis agar memilih dan menetapkan 5 (lima) panduan praktik klinis, alur
klinis (clinical pathway) dan/ atau protocol klinis dan atau prosedur dan atau standing order
yang dipergunakan untuk pengukuran mutu prioriras RS, dengan mengacu pada PPK dan
alur klinis yang sudah diterapkan oleh KSM di unit-unit pelayanan.
PPK seharusnya dibuat untuk semua jenis penyakit/kondisi klinis yang ditemukan di
Rumah Sakit. Namun dalam pelaksanaannya dibuat secara bertahap, dengan
mengedepankan prioritas pelayanan yang ditingkatkan mutunya

Pemilihan, Penyusunan dan Pelaksanaan PPK memenuhi kriteria :

1. Sesuai dengan populasi pasien yang ada dan misi Rumah Sakit
2. Disesuaikan dengan teknologi, obat, sumber daya lain di RS atau norma professional
yang berlaku secara Nasional
3. Dilakukan asesmen terhadap bukti ilmiahnya dan disahkan oleh pihak berwenang
4. Disetujui resmi atau digunakan oleh Rumah Sakit
5. Dilaksanakan dan di ukur terhadap efektivitasnya
6. Dijalankan oleh staf yang terlatih menerapkan pedoman atau pathways
7. Secara berkala diperbaharui berdasar bukti dan evaluasi dari proses dan hasil proses
Tujuan PPK adalah :
1. Menuntun keputusan dan kriteria mengenai diagnosis, manajemen, dan pengobatan di
Rumah Sakit
2. Menstandardisasi Pelayanan medis
3. Meningkatkan kualitas pelayanan
4. Mengurangi intervensi yang tidak perlu
5. Memberikan opsi pengobatan terbaik
6. Mengurangi beberapa jenis resiko (kepada pasien, ke penyedia layanan kesehatan dan
asuransi kesehatan)
7. Mencapai keseimbangan terbaik antara biaya dan parameter medis seperti efektivitas,
spesifisitas, sensitivitas, dll
8. Penggunaan PPK di Rumah Sakit adalah cara yang efektif untuk mencapai tujuan
tersebut, meskipun hal tersebut bukan satu-satunya

Isi PPK :

1. Pengertian (Definisi)

35
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Tata laksana
9. Edukasi (Hospital Health Promotion)
10. Prognosis
11. Kepustakaan

Clinical Pathway
Alur klinis (Clinical Pathway) memiliki banyak sinonim, diantaranya care pathway, care
map, integrated care pathways, multidisciplinary pathway of care, collaborative care
pathways. CP dibuat untuk memberikan rincian apa yang harus dilakukan pada kondisi
klinis tertentu.
Clinical Pathway adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu/ terintegrasi yang
merangkum setiap langkah yang diberikan pada pasien, yang berdasarkan standar pelayanan
medis, standar pelayanan keperawatan dan standar pelayananan PPA lainnya yang berbasis
bukti dengan hasil terukur, pada jangka waktu tertentu selama pasien dirawat di Rumah
Sakit.

Tujuan Clinical Pathway

1. Mengurangi variasi dalam pelayanan, sehingga biaya lebih mudah diprediksi


2. Pelayanan lebih terstandarisasi, meningkatkan kualitas pelayanan (Quality of Care)
3. Dasar perhitungan “real cost” suatu kasus
4. Meningkatkan kualitas dari informasi yang dikumpulkan
5. Diharapkan dapat mengurangi biaya dengan menurunkan length of stay dan tetap
memelihara mutu pelayanan

Prinsip Dasar Penyusunan Clinical Pathway

1. Pelayanan terpadu/ terintegrasi dan berfokus pasien


2. Melibatkan semua professional pemberi asuhan (dokter, perawat, bidan, farmasis,
nutrisionis, fisioterapis, dll)
3. Mencatat seluruh kegiatan asuhan (rekam medis)

36
4. Penyimpangan kegiatan asuhan dicatat sebagai varians
5. CP berfungsi ganda :
 Sebagai acuan dalam memberikan asuhan pada pasien dari waktu ke waktu
 Sebagai alat monitoring kepatuhan staf klinis

Implementasi dan Kendala

1. Rumah sakit masih merupakan “kerajaan-kerjaan” kecil yang agak sulit menyatukan
prosedur dari berbagai disiplin
2. Perbedaan latar belakang pendidikan, pengalaman dan keyakinan professional, menjadi
kendala penerapan CP yang sudah ditulis
3. Keinginan untuk selalu mengikuti “evidence base medicine” dengan melakukan standar
prosedur terbaik yang dimungkinkan tanpa peduli pada biaya
4. Ketidakpedulian klinisi terhadap biaya pengobatan pasien
5. Keengganan untuk membaca dan menghafal consensus dalam CP

Langkah- Langkah Penyusunan CP

1. Tetapkan jenis pelayanan yang akan dibuat CP


2. Siapkan PPK dari setiap komponen pelaksana asuhan
3. Siapkan formularium obat RS
4. Tetapkan hari rawat sesuai PPK
5. Tetapkan jenis dan urutan kegiatan pelayanan pada setiap hari rawat
6. Beri catatan mana kegiatan wajib dan mana opsional
7. Sediakan tempat untuk mencatat varians

B. INDIKATOR MUTU
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu adalah pemilihan aspek yang akan ditingkatkan
dengan menetapkan indicator dan standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan
RSUD Kab.Raja Ampat
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu maka harus memperhatikan prinsip dasar
sebagai berikut :
1. Indicator yang dipilih
a. Indicator lebih diutamakan untuk nilai outcome daripada struktur dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indicator untuk situasi dan kelompok daripada untuk
perorangan
c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar rumah sakit

37
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada
2. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indicator,
sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu yang tidak
baik
3. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Berdasarkan tren yang menuju kebaikan

Indikator RSUD Kab.Raja Ampat meliputi :

I.INDIKATOR NASIONAL MUTU/INM PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

1. Kepatuhan Kebersihan Tangan

Judul Indikator Kepatuhan Kebersihan Tangan


Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan
Pasien
2. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-
19).
4. Rumah sakit harus memperhatikan kepatuhan
seluruh pemberi pelayanan dalam melakukan cuci
tangan sesuai dengan ketentuan WHO.

Dimensi Mutu Keselamatan


Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi layanan kesehatan
sebagai dasar untuk memperbaiki dan meningkatkan
kepatuhan agar dapat menjamin keselamatan petugas
dan pasien dengan cara mengurangi risiko infeksi yang
terkait pelayanan kesehatan.
Definisi 1. Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan
Operasional menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan
tampak kotor atau terkena cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs)
dengan kandungan alkohol 60-80% bila tangan tidak
tampak kotor.
2. Kebersihan tangan yang dilakukan dengan benar
adalah kebersihan tangan sesuai indikasi dan langkah

38
kebersihan tangan sesuai rekomendasi WHO.
3. Indikasi adalah alasan mengapa kebersihan tangan
dilakukan pada saat tertentu sebagai upaya untuk
menghentikan penularan mikroba selama perawatan.

Definisi
4. Lima indikasi (five moment) kebersihan tangan terdiri
Operasional dari:

a. Sebelum kontak dengan pasien yaitu sebelum


menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien atau
pakaian pasien, sebelum menangani obat-obatan
dan sebelum menyiapkan maknan pasien.
b. Sesudah kontak dengan pasien yaitu setelah
menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien.
c. Sebelum melakukan prosedur aseptik adalah
kebersihan tangan yang dilakukan sebelum
melakukan tindakan steril atau aseptik, contoh :
pemasangan intra vena kateter (infus),
perawatan luka, pemasangan kateter urin,
suctioning, pemberian suntikan dan lain-lain.
d. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien
seperti muntah, darah, nanah, urin, feces,
produksi drain, setelah melepas sarung tangan
steril dan setelah melepas APD.
e. Setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien
adalah melakukan kebersihan tangan setelah
tangan petugas menyentuh permukaan, sarana
prasarana, dan alat kesehatan yang ada di
lingkungan pasien, meliputi: menyentuh tempat
tidur pasien, linen yang terpasang di tempat
tidur, alat-alat di sekitar pasien atau peralatan
lain yang digunakan pasien
f. Peluang adalah periode di antara indikasi di
mana tangan terpapar kuman setelah menyentuh
permukaan (lingkungan atau pasien) atau tangan
menyentuh zat yang terdapat pada permukaan.
g. Tindakan kebersihan tangan yang dilakukan
adalah kebersihan tangan yang dilakukan sesuai
peluang yang diindikasikan.
h. Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis dan
tenaga kesehatan.
i. Penilaian kepatuhan kebersihan tangan adalah
penilaian kepatuhan pemberi pelayanan yang
melakukan kebersihan tangan dengan benar

39
j Observer adalah orang yang melakukan observasi
atau penilaian kepatuhan dengan metode dan
tool yang telah ditentukan.

k Periode observasi adalah kurun waktu yang


digunakan untuk mendapatkan minimal 200 peluang
kebersihan tangan di unit sesuai dengan waktu yang
ditentukan untuk melakukan observasi dalam satu
bulan.
l Sesi adalah waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan observasi maksimal 20 menit (rerata 10
menit).
m Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi adalah
jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
satu periode observasi.
n Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi pada
waktu observasi tidak boleh lebih dari 3 orang agar
dapat mencatat semua indikasi kegiatan yang
dilakukan.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan
(pembilang)
Denominator Jumlah total peluang kebersihan tangan yang
(penyebut) seharusnya dilakukan dalam periode observasi
Target Pencapaian ≥ 85%
Kriteria: Kriteria Inklusi :
Seluruh peluang yang dimiliki oleh pemberi pelayanan
terindikasi harus melakukan kebersihan tangan

Kriteria Eksklusi :
Tidak ada
Formula Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan
X 100
Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya
dilakukan dalam periode observasi
Metode Observasi
Pengumpulan Data
Sumber Data Hasil observasi
Instrumen Formulir Kepatuhan Kebersihan Tangan
Pengambilan Data

40
Besar Sampel Minimal 200 Peluang
Cara Pengambilan Non probability Sampling – Consecutive sampling
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpulan Data
Penyajian Data □ Tabel
□Run chart
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelaporan
Data
Penanggung Komite PPI RS
Jawab

2. Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Judul Indikator Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)


Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan
Pasien.
2. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Fasyankes
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
4. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
5. Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri (APD).
6. Rumah Sakit harus memperhatikan kepatuhan
pemberi pelayanan dalam menggunakan APD
sesuai dengan prosedur
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan 1. Mengukur kepatuhan petugas Rumah Sakit dalam
menggunakan APD

2. Menjamin keselamatan petugas dan pengguna


layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi.

41
Definisi 1. Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat
Operasional yang dirancang sebagai penghalang terhadap
penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk
melindungi pemakainya dari cedera atau transmisi
infeksi atau penyakit.
2. Kepatuhan penggunaan APD adalah kepatuhan
petugas dalam menggunakan APD dengan tepat
sesuai dengan indikasi ketika melakukan
tindakan yang memungkinkan tubuh atau
membran mukosa terkena atau terpercik darah
atau cairan tubuh atau cairan infeksius lainnya
berdasarkan jenis risiko transmisi (kontak, droplet
dan airborne)
3. Penilaian kepatuhan penggunaan APD adalah
penilaian terhadap petugas dalam menggunakan
APD sesuai indikasi dengan tepat saat
memberikan pelayanan kesehatan pada periode
observasi
4. Petugas adalah seluruh tenaga yang terindikasi
menggunakan APD, contoh dokter, dokter gigi,
bidan, perawat, petugas laboratorium.
5. Observer adalah orang yang melakukan observasi
atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool
yang telah ditentukan.
6. Periode observasi adalah waktu yang ditentukan
sebagai periode yang ditetapkan dalam proses
observasi penilaian kepatuhan.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah petugas yang patuh menggunakan APD
(pembilang) sesuai indikasi dalam periode observasi
Denominator Jumlah seluruh petugas yang terindikasi
(penyebut) menggunakan APD dalam periode observasi
Target Pencapaian 100%
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua petugas yang terindikasi harus menggunakan
APDK

Kririteria Eksklusi:

Tidak ada

42
Formula Jumlah petugas yang patuh menggunakan
APD sesuai indikasi dalam periode observasi
X 100
Jumlah seluruh petugas yang terindikasi menggunakan
APD dalam periode observasi

Metode Observasi
Pengumpulan Data
Sumber Data Hasil observasi
Instrumen Formulir Observasi Kepatuhan Penggunaan APD
Pengambilan Data
Besar Sampel
 Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)

 Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)

Cara Pengambilan Non Probability Sampling – Consecutive Sampling


Sampel
Periode Bulanan
Pengumpulan Data
Penyajian Data □ Tabel
□Run chart
Periode Analisis dan Bulanan, Triwulanan, Tahunan

Pelaporan
Data
Penanggung Komite PPI RS
Jawab
3. Kepatuhan Identifikasi Pasien

Judul Indikator Kepatuhan Identifikasi Pasien


Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang
Keselamatan Pasien.
2. Ketepatan identifikasi menjadi sangat penting
untuk menjamin keselamatan pasien selama
proses pelayanan dan mencegah insiden
keselamatan pasien.
3. Untuk menjamin ketepatan identifikasi pasien
maka diperlukan indikator yang mengukur dan
memonitor tingkat kepatuhan pemberi pelayanan
dalam melakukan proses identifikasi. Dengan
adanya indikator tersebut diharapkan pemberi
pelayanan akan menjadikan identifikasi sebagai
proses rutin dalam proses pelayanan.
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan untuk
melakukan identifikasi pasien dalam melakukan
tindakan pelayanan.

43
Definisi 1. Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis dan
Operasional tenaga kesehatan.
2. Identifikasi pasien secara benar adalah proses
identifikasi yang dilakukan pemberi pelayanan
dengan menggunakan minimal dua penanda
identitas seperti: nama lengkap, tanggal lahir,
nomor rekam medik, NIK sesuai dengan yang
ditetapkan di Rumah Sakit.
3. Identifikasi dilakukan dengan cara visual (melihat)
dan atau verbal (lisan).
4. Pemberi pelayanan melakukan identifikasi pasien
secara benar pada setiap keadaan terkait
tindakan intervensi pasien seperti :
• Pemberian pengobatan : pemberian obat,
pemberian cairan intravena, pemberian darah
dan produk darah, radioterapi, dan nutrisi.
• Prosedur tindakan : tindakan operasi atau
tindakan invasif lainnya sesuai kebijakan yang
ditetapkan rumah sakit.
• Prosedur diagnostik : pengambilan sampel,
pungsi lumbal, endoskopi, kateterisasi jantung,
pemeriksaan radiologi, dan lain-lain.
• Kondisi tertentu : pasien tidak dapat
berkomunikasi (dengan ventilator), pasien bayi,
pasien tidak sadar, bayi kembar.
5. Identifikasi pasien dianggap benar jika pemberi
pelayanan melakukan identifikasi seluruh
tindakan intervensi yang dilakukan dengan benar
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan
(pembilang)
identifikasi pasien secara benar dalam periode
observasi
Denominator Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
(penyebut) periode observasi
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan
(pembilang)
identifikasi pasien secara benar dalam periode
observasi
Denominator Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
(penyebut) periode observasi
Target Pencapaian 100%
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua pemberi pelayanan yang memberikan
pelayanan kesehatan.

44
Kriteria Eksklusi:

Tidak ada
Formula Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan identifikasi
pasien secara benar dalam periode observasi
X 100
Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
periode observasi
Metode Observasi
Pengumpulan Data
Sumber Data Hasil observasi
Instrumen Formulir Observasi Kepatuhan Identifikasi Pasien
Pengambilan Data
Besar Sampel  Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
 Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Non Probability Sampling – Consecutive Sampling
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpulan Data
Penyajian Data □ Tabel
□Run chart
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelaporan Data
Penanggung Kepala Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan
Jawab

45
4. Waktu Tanggap Operasi Seksio Sesarea Emergensi

Judul Indikator Waktu Tanggap Operasi Seksio Sesarea Emergensi


Dasar Pemikiran 1. Undang Undang tentang Rumah Sakit

2. Berdasarkan SUPAS tahun 2015, Angka Kematian


Ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2015 adalah 305
per 100.000 kelahiran hidup, ini masih merupakan
yang tertinggi di Asia Tenggara. Kejadian kematian
ibu ini terbanyak ditemukan di rumah sakit sebesar
78%. Tingginya Angka Kematian Ibu ini
mengindikasikan masih perlunya dilakukan
peningkatan tata kelola dan peningkatan mutu
pelayanan antenatal care dan persalinan. Untuk itu
diperlukan indikator untuk memantau kecepatan
proses pelayanan operasi seksio sesarea.
Dimensi Mutu Tepat Waktu, Efektif, Keselamatan
Tujuan Tergambarnya pelayanan kegawatdaruratan operasi
seksio sesarea yang cepat dan tepat sehingga mampu
mengoptimalkan upaya menyelamatkan Ibu dan Bayi
Definisi 1. Waktu tanggap operasi seksio sesarea emergensi
Operasional adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk
mendapatkan tindakan seksio sesarea emergensi
sejak diputuskan operasi sampai dimulainya insisi
operasi di kamar operasi yaitu ≤ 30 menit.
2. Seksio sesarea emergensi adalah tindakan seksio
sesarea yang bertujuan untuk menyelamatkan ibu
dan/atau bayi dan tidak dapat ditunda
pelaksanaannya.
3. Seksio sesarea emergensi kategori I adalah
tindakan seksio sesarea pada keadaan di mana
terdapat ancaman langsung bagi kelangsungan
hidup ibu atau janin.
4. Pengukuran indikator waku tanggap operasi
seksio sesarea emergensi dilakukan oleh rumah
sakit yang memberikan pelayanan seksio sesaria.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien yang diputuskan tindakan seksio
(pembilang) sesarea emergensi kategori I (satu) yang
mendapatkan tindakan seksio sesarea emergensi ≤
30 menit
Denominator Jumlah pasien yang diputuskan tindakan seksio
(penyebut) sesarea emergensi kategori I

46
Target Pencapaian ≥ 80%
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seksio sesarea emergensi kategori I
Misalnya : fetal distress menetap, prolaps tali pusat
atau tali pusat menumbung, gagal vakum/forsep,
ruptur uteri imminent, ruptur uteri, perdarahan ante
partum dengan perdarahan aktif, Persalinan pada
Bekas Seksio Sesarea (PBS)

Kriteria Eksklusi Tidak ada

Formula
Jumlah pasien yang diputuskan tindakan seksio sesarea
emergensi kategori I yang mendapatkan tindakan seksio
sesarea ≤ 30 menit
X 100
Jumlah pasien yang diputuskan tindakan
seksio sesarea emergensi kategori I
Metode Retrospektif
Pengumpulan Data
Sumber Data Data sekunder dari rekam medik, laporan operasi
Instrumen Formulir Waktu Tanggap Seksio Sesarea Emergensi
Pengambilan Data
Besar Sampel Total sampel
Cara Pengambilan Total sampel
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpulan Data
Penyajian Data □ Tabel
□Run chart
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelaporan Data
Penanggung Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan
Jawab

47
5. Waktu Tunggu Rawat Jalan

Judul Indikator Waktu Tunggu Rawat Jalan


Dasar Pemikiran 1. Undang-Undang tentang Rumah Sakit.
2. Rumah Sakit harus menjamin ketepatan
pelayanan kesehatan termasuk di unit rawat
jalan. Walaupun tidak dalam kondisi gawat
maupun darurat namun tetap harus dilayani dalam
waktu yang ditetapkan. Hal ini untuk menjamin
diagnosis dan pengobatan. Waktu tunggu yang
lama dapat menyebabkan ketidakpuasan pasien
dan keterlambatan diagnosis maupun pengobatan
pasien
Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien, tepat waktu
Tujuan Tergambarnya waktu pasien menunggu di
pelayanan sebagai dasar untuk perbaikan proses
pelayanan di unit rawat jalan agar lebih tepat waktu
dan efisien sehingga meningkatkan kepuasan
pasien.
Definisi 1. Waktu tunggu rawat jalan adalah waktu yang
Operasional dibutuhkan mulai saat pasien kontak dengan
petugas pendaftaran sampai mendapat pelayanan
dokter/dokter spesialis.
2. Kontak dengan petugas pendaftaran adalah
proses saat petugas pendaftaran menanyakan dan
mencatat/menginput data sebagai pasien atau
pada saat pasien melakukan konfirmasi kehadiran
untuk pendaftaran online
a. pasien datang langsung, maka dihitung sejak
pasien kontak dengan petugas pendaftaran
sampai mendapat pelayanan dokter/ dokter
spesialis.
b. pasien mendaftar online, maka dihitung sejak
pasien melakukan konfirmasi kehadiran kepada
petugas pendaftaran sesuai jam pelayanan
pada pendaftaran online sampai mendapat
pelayanan dokter/ dokter spesialis.
c. Pasien anjungan mandiri, maka dihitung sejak
bukti pendaftaran tercetak pada anjungan
mandiri sampai mendapat pelayanan dokter/
dokter spesias
Jenis Indikator Proses
Satuan persentase
Pengukuran

48
Numerator Jumlah pasien rawat jalan dengan waktu tunggu ≤ 60
(pembilang) menit
Denominator Jumlah pasien rawat jalan yang diobservasi
(penyebut)
Target Pencapaian ≥ 80%
Kriteria: Kriteria inklusi :
Pasien yang berobat di rawat jalan

Kriteria eksklusi:

 Pasien medical check up, pasien poli gigi


 Pasien yang mendaftar online atau anjungan
mandiri datang lebih dari 60 menit dari waktu yang
sudah ditentukan
 Pasien yang ada tindakan pasien sebelumnya
Formula Jumlah pasien rawat jalan dengan waktu tunggu
≤ 60 menit X 100
Jumlah pasien rawat jalan yang diobservasi
Metode Retrospektif
Pengumpulan Data
Sumber Data Sumber data sekunder antara lain dari:

1. Catatan Pendaftaran Pasien Rawat Jalan


2. Rekam Medik Pasien Rawat Jalan
3. Formulir Waktu Tunggu Rawat Jalan
Instrumen Formulir Waktu Tunggu Rawat jalan
Pengambilan Data
Besar Sampel  Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
 Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Simple Random
Sampel Sampling/Stratified Random sampling (berdasar
poliklinik rawat jalan)
Periode Bulanan
Pengumpulan Data
Penyajian Data □ Tabel
□Run chart
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelaporan Data
Penanggung Jawab Kepala Instalasi Rawat Jalan

49
6. Penundaan Operasi Elektif

Judul Indikator Penundaan Operasi Elektif


Dasar Pemikiran 1. Undang-Undang tentang Rumah Sakit
2. Rumah sakit harus menjamin ketepatan waktu
dalam memberikan pelayanan termasuk tindakan
operasi, sesuai dengan kebutuhan pasien untuk
mendapatkan hasil pelayanan seperti yang
diinginkan dan menghindari komplikasi akibat
keterlambatan operasi.
Dimensi Mutu Tepat waktu, efisiensi, berorientasi pada pasien
Tujuan Tergambarnya ketepatan pelayanan bedah dan
penjadwalan operasi.
Definisi 1. Operasi elektif adalah operasi yang waktu
Operasional pelaksanaannya terencana atau dapat dijadwalkan.
2. Penundaan operasi elektif adalah tindakan
operasi yang tertunda lebih dari 1 jam dari jadwal
operasi yang ditentukan.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien yang jadwal operasinya tertunda lebih
(pembilang) dari 1 jam
Denominator Jumlah pasien operasi elektif
(penyebut)
Target Pencapaian ≤ 5%
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Pasien operasi elektif

Kriteria Eksklusi:
Penundaan operasi atas indikasi medis
Formula
Jumlah pasien yang jadwal operasinya tertunda lebih
dari 1 jam X 100
Jumlah pasien operasi elektif
Metode Retrospektif
Pengumpulan Data
Sumber Data Data sekunder dari catatan pasien yang dijadwalkan
operasi dan data pelaksanaan operasi.

50
Instrumen Formulir Penundaan Operasi Elektif
Pengambilan Data
Besar Sampel  Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
 Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Simple Random Sampling
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpulan Data
Penyajian Data □ Tabel
□Run chart
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelaporan Data

Penanggung Kepala Instalasi Bedah/Bedah Sentral


Jawab

7. Kepatuhan Waktu Visite Dokter

Judul Indikator Kepatuhan Waktu Visite Dokter


Dasar pemikiran 1. Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran
2. Undang-Undang tentang pelayanan publik
3. Pelayanan kesehatan harus berorientasi kepada
kebutuhan pasien, bukan kepada keinginan rumah
sakit.
Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien
Tujuan 1. Tergambarnya kepatuhan dokter melakukan
visitasi kepada pasien rawat inap sesuai waktu
yang ditetapkan.
2. Waktu yang ditetapkan untuk visite adalah pukul
06.00 – 14.00.
Definisi Waktu visite dokter adalah waktu kunjungan dokter
Operasional untuk melihat perkembangan pasien yang
menjadi tanggung jawabnya.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien yang di-visite dokter pada pukul 06.00
(pembilang) – 14.00

51
Denominator Jumlah pasien yang diobservasi
(penyebut)
Target Pencapaian ≥ 80%
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Visite dokter pada pasien rawat inap

Kriteria Eksklusi:

 Pasien yang baru masuk rawat inap hari itu


 Pasien konsul
Formula Jumlah pasien yang di-visite dokter pada pukul 06.00-14.00
X 100

Jumlah pasien yang diobservasi

Metode Retrospektif
Pengumpulan Data
Sumber Data Data sekunder berupa laporan visite rawat inap dalam
rekam medik

Instrumen Formulir Kepatuhan Waktu Visite Dokter


Pengambilan Data
Besar Sampel  Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
 Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Stratified Random Sampling
Sampel (berdasarkan unit pelayanan)

Periode Bulanan
Pengumpulan Data
Penyajian Data □ Tabel
□Run chart
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelaporan
Data
Penanggung Kepala Instalasi Rawat inap
Jawab

52
8. Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium

Judul Indikator Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium


Dasar pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan
Pasien.
2. Kecepatan dan ketepatan pelaporan hasil
laboratorium kritis sangat penting dalam kelanjutan
tata laksana pasien. Hasil kritis menunjukkan
kondisi pasien yang membutuhkan keputusan
klinis yang segera untuk upaya pertolongan
pasien dan mencegah komplikasi akibat
keterlambatan.
Dimensi Mutu Tepat waktu, keselamatan
Tujuan 1. Tergambarnya kecepatan pelayanan laboratorium.
2. Tergambarnya sistem yang menunjukkan
bagaimana nilai kritis dilaporkan dan
didokumentasikan untuk menurunkan risiko
keselamatan pasien.
Definisi Operasional 1. Hasil kritis adalah hasil pemeriksaan yang
termasuk kategori kritis sesuai kebijakan rumah
sakit dan memerlukan penatalaksanaan segera.
2. Waktu lapor hasil kritis laboratorium adalah waktu
yang dibutuhkan sejak hasil pemeriksaan keluar
dan telah dibaca oleh dokter/analis yang diberi
kewenangan hingga dilaporkan hasilnya kepada
dokter yang meminta pemeriksaan.
3. Standar waktu lapor hasil kritis laboratorium adalah
waktu pelaporan ≤ 30 menit.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator Jumlah hasil kritis laboratorium yang dilaporkan ≤ 30
(pembilang) menit
Denominator Jumlah hasil kritis laboratorium yang diobservasi
(penyebut)
Target Pencapaian 100%
Kriteria: Kriteria Inklusi :
Semua hasil pemeriksaan laboratorium yang memenuhi
kategori hasil kritis.

Kriteria Eksklusi : Tidak ada


Formula jumlah hasil kritis laboratorium yang
dilaporkan ≤ 30 menit
X 100
jumlah hasil kritis laboratorium yang diobservasi

53
Metode Pengumpulan Retrospektif
Data
Sumber data Data sekunder dari:
Catatan Data Laporan Hasil Tes Kritis Laboratorium
Instrumen Formulir Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium
Pengambilan Data
Besar Sampel  Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
 Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Simple Random Sampling /
Sampel Systematic Random Sampling
Periode Bulanan
Pengumpulan Data
Penyajian Data □ Tabel
□ Run chart
Periode Analisis dan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Pelaporan Data
Penanggung Jawab Kepala Instalasi Laboratorium

54
9. Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional

Judul Indikator Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional


Dasar pemikiran 1. Keputusan Menteri Kesehatan tentang Formularium
Nasional.
2. Kepatuhan terhadap formularium dapat
meningkatkan efisiensi dalam penggunaan obat-
obatan.
3. Formularium rumah sakit disusun berdasarkan
masukan-masukan pemberi layanan, dan
pemilihannya berdasarkan kepada mutu obat,
rasio risiko dan manfaat, berbasis bukti, efektivitas
dan efisiensi. Pengadaan obat-obatan di rumah
sakit mengacu pada formularium rumah sakit.
Dimensi Mutu Efisien dan efektif
Tujuan Terwujudnya pelayanan obat kepada pasien yang
efektif dan efisien berdasarkan daftar obat yang
mengacu pada formularium nasional.
Definisi Operasional 1. Formularium Nasional merupakan daftar obat
terpilih yang dibutuhkan dan digunakan sebagai
acuan penulisan resep pada pelaksanaan
pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan
program jaminan kesehatan.
2. Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional
adalah peresepan obat (R/ : recipe dalam lembar
resep) oleh DPJP kepada pasien sesuai daftar
obat di Formularium Nasional dalam
penyelenggaraan program jaminan kesehatan.
Jenis Indikator Proses
Satuan pengukuran Persentase
Numerator Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang sesuai
(pembilang) dengan formularium nasional
Denominator Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang
(penyebut) diobservasi
Target Pencapaian ≥ 80%
Kriteria: Kriteria Inklusi :
Resep yang dilayani di RS
Kriteria Eksklusi :
1. Obat yang diresepkan di luar FORNAS tetapi
dibutuhkan pasien dan telah mendapatkan
persetujuan komite medik dan direktur.
2. Bila dalam resep terdapat obat di luar FORNAS
karena stok obat nasional berdasarkan e-katalog
habis/kosong.
Formula Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang
sesuai dengan formularium nasional
X 100
Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang
diobservasi

55
Metode Retrospektif
Pengumpulan Data
Sumber data Lembar resep di Instalasi Farmasi
Instrumen Formulir Kepatuhan Penggunaan Formularium
Pengambilan Data Nasional
Besar Sampel  Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
 Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Simple Random Sampling/
Sampel Systematic random Sampling
Periode Bulanan
Pengumpulan Data
Penyajian Data □ Tabel
□Run chart
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelapora Data
Penanggung Jawab Kepala Instalasi Farmasi

56
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator Jumlah pelayanan oleh PPA yang sesuai dengan
(pembilang) clinical pathway
Denominator Jumlah seluruh pelayanan oleh PPA pada clinical
(penyebut) pathway yang diobservasi
Target Pencapaian ≥ 80%
Kriteria: Kriteria Inklusi :
Pasien yang menderita penyakit sesuai batasan ruang
lingkup clinical pathway yang diukur

Kriteria Eksklusi :

1. Pasien yang pulang atas permintaan sendiri


selama perawatan.
2. Pasien yang meninggal
3. Variasi yang terjadi sesuai dengan indikasi klinis
pasien dalam perkembangan pelayanan.
Formula Jumlah pelayanan oleh pathway
X 100
Jumlah seluruh pelayanan oleh PPA pada clinical
pathway yang diobservasi PPA yang sesuai dengan
clinical

Metode Retrospektif
Pengumpulan Data
Sumber Data Data sekunder dari rekam medis pasien
Instrumen Formulir Kepatuhan Clinical Pathway
Pengambilan Data
Besar Sampel
 Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)

 Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)


Cara Pengambilan Probability Sampling – Stratified Random Sampling
Sampel (berdasarkan masing-masing Clinical Pathway)
Periode Bulanan
Pengumpulan Data
Besar Sampel  Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
 Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Stratified Random Sampling
Sampel (berdasarkan masing-masing Clinical Pathway)
Periode Bulanan
Pengumpulan Data

57
Penyajian Data □ Tabel
□Run chart
Periode Analisis dan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Pelaporan Data

Penanggung Jawab Bidang Pelayanan Medik, Komite Medik, Komite


Keperawatan dan Komite Tenaga Kesehatan lain

11. Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh

Judul Indikator Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh


Dasar Pemikiran Permenkes tentang Keselamatan Pasien
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan dalam
menjalankan upaya pencegahan jatuh agar
terselenggara asuhan pelayanan yang aman dan
mencapai pemenuhan sasaran keselamatan pasien.
Definisi Operasional 1. Upaya pencegahan risiko jatuh meliputi:
a. Asesment awal risiko jatuh
b. Assesment ulang risiko jatuh
c. Intervensi pencegahan risiko jatuh

2. Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh


adalah pelaksanaan ketiga upaya pencegahan
jatuh pada pasien rawat inap yang berisiko tinggi
jatuh sesuai dengan standar yang ditetapkan
rumah sakit.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator Jumlah pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh yang
(pembilang) mendapatkan ketiga upaya pencegahan risiko
jatuh
Denominator Jumlah pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh yang
(penyebut) diobservasi
Target Pencapaian 100%

58
Kriteria Kriteria Inklusi :
Pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh

Kriteria Eksklusi :
Pasien yang tidak dapat dilakukan asesmen ulang
maupun edukasi seperti pasien meninggal, pasien

gangguan jiwa yang sudah melewati fase akut, dan


pasien menolak intervensi
Formula
Jumlah pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh yang

mendapatkan ketiga upaya pencegahan risiko jatuh


X 100

Jumlah pasien rawat inap yang berisiko

tinggi jatuh yang diobservasi

Metode Retrospektif
Pengumpulan Data
Sumber Data Data sekunder menggunakan data dari rekam medis
Instrumen Formulir Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh
Pengambilan Data
Besar Sampel
 Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)

 Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)

Cara Pengambilan Probability Sampling – Stratified Random Sampling


Sampel (berdasarkan Unit Pelayanan)
Periode Bulanan
Pengumpulan Data
Penyajian Data □ Tabel
□Run chart
Periode Analisis dan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Pelaporan Data
Penanggung Jawab Bidang Keperawatan dan Komite Keselamatan pasien

59
12. Kecepatan Waktu Tanggap Komplain

Judul Indikator Kecepatan Waktu Tanggap Komplain


Dasar Pemikiran 1. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit pasal 32 bahwa setiap pasien
mempunyai mengajukan pengaduan atas kualitas
pelayanan yang didapatkan.
2. Rumah sakit berkewajiban memberikan
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti
diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit. Apabila selama
perawatan pasien merasa bahwa rumah sakit
belum menunaikan kewajiban tersebut maka
pasien memiliki hak untuk mengajukan komplain.
3. Untuk itu rumah sakit perlu memiliki unit yang
merespon dan menindaklanjuti keluhan tersebut
dalam waktu yang telah ditetapkan agar keluhan
pasien dapat segera teratasi.
Dimensi Mutu Berorientasi pada Pasien
Tujuan Tergambarnya kecepatan rumah sakit dalam
merespon keluhan pasien agar dapat diperbaiki dan
ditingkatkan untuk sebagai bentuk pemenuhan hak
pasien.
Definisi Operasional 1. Kecepatan waktu tanggap komplain adalah
rentang waktu Rumah sakit dalam menanggapi
keluhan tertulis, lisan atau melalui media massa
melalui tahapan identifikasi, penetapan grading
risiko, analisis hingga tindak lanjutnya.
2. Grading risiko dan standar waktu tanggap
komplain:
a. Grading Merah (ekstrim) ditanggapi dan
ditindaklanjuti maksimal 1 x 24 jam sejak keluhan
disampaikan oleh pasien/ keluarga/pengunjung.
Kriteria: cenderung berhubungan dengan polisi,
pengadilan, kematian, mengancam sistem/
kelangsungan organisasi, potensi kerugian
material, dan lain-lain
b. Grading Kuning (tinggi) ditanggapi dan
ditindaklanjuti maksimal 3 hari sejak keluhan
disampaikan oleh pasien/ keluarga/pengunjung.
Kriteria: cenderung berhubungan dengan
pemberitaan media, potensi kerugian immaterial,
dan lain-lain.
c. Grading Hijau (rendah) ditanggapi dan
ditindaklanjuti maksimal 7 hari sejak keluhan
disampaikan oleh pasien/ keluarga/pengunjung.
Kriteria: tidak menimbulkan kerugian berarti baik
material maupun immaterial.

60
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator Jumlah komplain yang ditanggapi dan ditindaklanjuti
(pembilang) sesuai waktu yang ditetapkan berdasarkan
grading
Denominator Jumlah komplain yang disurvei
(penyebut)
Target Pencapaian ≥ 80%
Kriteria: Kriteria Inklusi :
Semua komplain (lisan, tertulis, dan media massa)

Kriteria Eksklusi : Tidak ada

Formula Jumlah komplain yang ditanggapi dan

ditindaklanjuti sesuai waktu yang

ditetapkan sesuai dengan grading


X 100

Jumlah complain yang disurvei

Metode Retrospektif
Pengumpulan Data
Sumber Data Data sekunder dari catatan Komplain
Instrumen 1. Formulir Komplain
Pengambilan Data 2. Laporan Tindak Lanjut Komplain
Besar Sampel  Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
 Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Probability Sampling – Simple Random Sampling
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpulan Data
Penyajian Data □ Tabel
□Run chart
Periode Analisis dan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Pelaporan Data
Penanggung Jawab Kepala Bagian Humas/Unit Pengaduan/Bagian yang
menangani komplain

61
13. Kepuasan Pasien

Judul Indikator Kepuasan Pasien


Dasar Pemikiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi mengenai Pedoman
Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit
Penyelenggara Pelayanan Publik.
Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien
Tujuan Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai
dasar upaya-upaya peningkatan mutu dan
terselenggaranya pelayanan di semua unit yang
mampu memberikan kepuasan pasien.
Definisi Operasional 1. Kepuasan pasien adalah hasil pendapat dan
penilaian pasien terhadap kinerja pelayanan
yang diberikan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan.
2. Responden adalah pasien yang pada saat survei
sedang berada di lokasi unit pelayanan, atau yang
pernah menerima pelayanan.
3. Besaran sampel ditentukan dengan menggunakan
sampel dari Krejcie dan Morgan.
4. Survei Kepuasan Pasien adalah kegiatan
pengukuran secara komprehensif tentang tingkat
kepuasan pasien terhadap kualitas layanan yang
diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan
kepada pasien.
5. Unsur pelayanan adalah faktor atau aspek yang
terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan
sebagai variabel penyusunan survei kepuasan
untuk mengetahui kinerja unit pelayanan.
6. Unsur survei kepuasan pasien dalam peraturan
ini meliputi:
a. Persyaratan.
b. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur.
c. Waktu Penyelesaian.
d. Biaya/Tarif.
e. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan.
f. Kompetensi Pelaksana.
g. Perilaku Pelaksana.
h. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan.
i. Sarana dan prasarana.
7. Indeks Kepuasan adalah hasil pengukuran dari
kegiatan Survei Kepuasan berupa angka.

62
Jenis Indikator Outcome
Satuan Pengukuran Indeks
Numerator Tidak ada
(pembilang)
Denominator Tidak ada
(penyebut)
Target Pencapaian ≥ 76,61
Kriteria: Kriteria Inklusi :
Seluruh pasien

Kriteria Eksklusi :
Pasien yang tidak kompeten dalam mengisi kuesioner
dan/atau tidak ada keluarga yang mendampingi.
Formula
Total nilai persepsi seluruh responden
X 25
Total unsur yang terisi dari seluruh responden

Metode Survei
Pengumpulan Data
Sumber Data Hasil survei
Instrumen Kuisioner (terlampir)
Pengambilan Data
Besar Sampel Sesuai tabel Sampel Krejcie dan Morgan
Cara Pengambilan Stratified Random Sampling
Sampel
Periode Semesteran
Pengumpulan Data
Penyajian Data □ Tabel
□Run chart
Periode Analisis dan Semesteran, Tahunan
Pelaporan Data
Penanggung Jawab Kepala Bagian Humas

63
VALIDASI INDIKATOR MUTU

Kebijakan data yang harus divalidasi, yaitu :


1. Merupakan pengukuran area klinik baru
2. Bila ada perubahan sistem pencatatan pasien dari manual ke elektronik sehingga
sumber data berubah
3. Bila data dipublikasi ke masyarakat baik melalui web site rumah sakit atau media
alin
4. Bila ada perubahan pengukuran
5. Bila ada perubahan data pengukuran tanpa diketahui sebabnya
6. Bila ada perubahan subjek data seperti perubahan umur rat-rata pasien,protocol riset
diubah, panduan praktik klinik baru diberlakukan, serta terdapat teknologi dan
metodologi pengobatan baru

Proses validasi data mencakup, namun tidak terbatas sebagai berikut :


1. mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat dalam proses
pengumpulan data sebelumnya (data asli);
2. Menggunakan sampel tercatat, kasus, dan data lainnya yang sahih secara statistik.
Sampel 100% hanya dibutuhkan jika jumlah pencatatan, kasus, atau data lainnya
sangat kecil jumlahnya;
3. Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan ulang;
4. Menghitung keakuratan dengan membagi jumlah elemen data yang ditemukan
dengan total jumlah data elemen dikalikan dengan 100. Tingkat akurasi 90% adalah
patokan yang baik;
5. Jika elemen data yang diketemukan ternyata tidak sama dengan catatan alasannya
(misalnya data tidak jelas definisinya) dan dilakukan tindakan koreksi;
6. Koleksi sampel baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan
tindakan menghasilkan tingkat akurasi yang diharapkan.
Proses validasi data yang akan dipublikasikan di web site atau media lainnya harus
dapat menjamin kerahasiaan pasien serta keakuratan data

64
PENCATATAN DAN PELAPORAN INDIKATOR MUTU

Pencatatan adalah melakukan pencatatan dan penyelenggaraan tiap kegiatan indikator


mutu unit dan melaporkan data tersebut kepada Direktur berupa laporan lengkap
pelaksanaan indikator mutu dengan menggunakan format yang ditetapkan.

Pelaporan berisi laporan hasil pelaksanaan indikator mutu pada unit terkait

1. Pengumpulan data dari unit ke Komite Mutu dan Keselamatan Pasien setiap 1 (satu)
bulan
2. Pelaporan Analisa data indikator mutu dari unit ke Komite Mutu dan Keselamatan
Pasien setiap 3 bulan
3. Pelaporan Analisa data indikator mutu dari Komite PMKP ke Direktur Rumah
Sakit setiap 3 (tiga) bulan sekali
4. Pelaporan analisa data insiden keselamatan pasien dari Komite PMKP ke Direktur
RS setiap 6 (enam) bulan
5. Pelaporan dari Direksi RS ke Direksi PT untuk indikator mutu setiap 3 (tiga) bulan
sekali dan untuk insiden keselamatan pasien setiap 6 (enam) bulan sekali

ANALISIS DATA INDIKATOR MUTU

a. Analisis data meliputi :


1. Penggunaan statistic dalam melakukan analisis data
2. Analisis yang dilakukan yaitu :
 Membandingkan data di rumah sakit dari waktu ke waktu data (analisis
trend), misalnya dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun
 Membandingkan dengan rumah sakit lain, bila mungkin yang sejenis,
seperti melalui data base eksternal baik nasional maupun internasional
 Membandingkan dengan standar-standar, seperti yang ditentukan oleh
badan akreditasi atau organisasi professional ataupun standar-standar yang
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan
 Membandingkan dengan praktik-praktik yang diinginkan yang dalam
literature digolongkan sebagai best practice (praktik terbaik) atau better

65
practice (praktik yang lebih baik) atau practice guidelines (panduan
praktik klinik)
b. Pelaksana analisis data yaitu staf komite PMKP dan penanggung jawab data di unit
pelayanan/kerja yang sudah mempunyai pengalaman, pengetahuan dan ketrampilan
yang tepat sehingga dapat berpartisipasi dalam proses tersebut dengan baik
c. Dalam melakukan analisis, komite PMKP berkoordinasi dengan Komite Medik
karena terkait dengan audit medis, bagian keuangan rumah sakit, dan teknologi
informasi (information technology) rumah sakit khususnya untuk billing system
sehingga dapat diketahui telah terjadi kendala biaya
d. Hasil analisis data disampaikan kepada Direktur, para kepala Bidang/Bagian dan
kepala unit untuk ditindaklanjuti

C. KESELAMATAN PASIEN
a. Penerapan 7 langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit, meliputi :
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien

Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil

 Rumah sakit memiliki kebijakan terkait pelaporan insiden keselamatan pasien


 Menumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di
rumah sakit
2. Pimpin dan dukung staf anda

Membangun komitmen dan focus yang kuat dan jelas tentang penerapan program
Keselamatan Pasien di rumah sakit

 Pemilik dan Direksi rumah sakit bertanggung jawab atas keselamatan pasien
dan terlibat di dalam setiap kegiatan keselamatan pasien
 Memprioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan
maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit
 Memasukkan keselamatan pasien dalam semua program pelatihan staf rumah
sakit dan memastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan
asesmen hal yang potensial bermasalah
66
 Menelaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko
klinis dan nonklinis, serta memastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi
dengan kesalamatan pasien dan staf
 Mengembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
yang dapat dimonitor oleh Direksi rumah sakit
 Menggunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif
meningkatkan kepedulian terhadap pasien
4. Kembangkan sistem pelaporan
Memastikan staf rumah sakit agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/
insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada SubKomite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
 Melengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun
ke luar, yang harus dilaporkan ke KKPRS
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien
 Rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan cara-cara
komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan para pasien
dan keluarganya
 Memastikan agar pasien dan keluarga mendapat informasi yang benar dan
jelas bilamana terjadi insiden
 Memberikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar
selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
Mendorong staf rumah sakit untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul
 Memberikan pelatihan kepada seluruh staf rumah sakit untuk melakukan
kajian insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
penyebab
 Mengembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas criteria
pelaksanaan Analisis Akar Masalah (RCA) yang mencakup insiden ya g
terjadi dan minimum satu kali setahun melakukan Failure Modes and Effects
Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi

67
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/ masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan
 Menggunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk
menentukan solusi setempat
 Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan proses),
penyesuaian pelatihan staf dan/ atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan
instrument yang menjmin keselamatan pasien
 Melakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan
 Mensosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite keselamatan Pasien
Rumah Sakit Kemenkes RI
 Memberi umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden yang dilaporkan
b. Pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan pasien
Insiden keselamatan pasien meliputi :
1. Kejadian Sentinel
Kejadian sentinel di rumah sakit meliputi sekurang-kurangnya :
 Kematian yang tidak diduga, termasuk, dan tidak terbatas hanya:
 Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien atau
kondisi pasien ( contoh, kematian setelah infeksi pasca operasi atau emboli
paru-paru)
 Kematian bayi aterm
 Bunuh diri
 Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien atau kondisi
pasien
 Operasi salah tempat, salah prosedur, salah pasien
 Terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal akibat transfuse darah atau
produk darah
 Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim kerumah
bukan rumah orang tuanya
 Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan (berakibat
kematian atau kehilangan fungsi secara permanen) atau pembunuhan (yang

68
disengaja) atas pasien, anggota staf, dokter, mahasiswa praktek, siswa latihan,
pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika berada dalam lingkungan rumah
sakit
2. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Kejadian tidak diharapkan antara lain :
 Semua reaksi transfusi berat yang terjadi di rumah sakit
 Semua kejadian serius akibat efek samping obat, yaitu efek samping obat
yang menimbulkan kecacatan atau kematian
 Semua kesalahan pengobatan yang signifikan
 Semua perbendaan besar antara diagnosis praoperasi dan diagnosis
pascaoperasi
 Efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau
mendalam dan pemakaian anestesi
 Kejadian-kejadian lain seperti :
 Infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan, seperti IDO (Infeksi
Daerah Operasi)
 Wabah penyakit menular
3. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
Kejadian Nyaris Cedera meliputi keadaan sebagai berikut :
 Insiden kesalahan diagnosis praoperasi
 Insiden kesalahan jumlah pemberian obat
 Insiden kesalahan pemberian informasi kepada dokter
 Insiden kesalahan cara pemberian obat
 Insiden kesalahan dosis obat
 Insiden kesalahan pencampuran obat
 Insiden kesalahan sampling di ruang rawat inap
 Insiden kesalahan identifikasi pasien pada saat pengambilan sample
 Insiden kesalahan menginput hasil pemeriksaan laboratorium
 Insiden kesalahan pengoperasian alat
 Insiden kesalahan pencampuran Reagan laboratorium
 Insiden kesalahan golongan darah
 Insiden kesalahan jenis darah
 Insiden kesalahan menyampaikan hasil pemeriksaan

69
 Insiden kesalahan pengambilan sample di ruang laboratorium
 Insiden kesalahan pembacaan resep
 Insiden kesalahan cara penggunaan obat
 Kesalahan pembacaan foto
 Kesalahan jenis pemeriksaan radiologi
 Kesalahan letak marker
4. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
 Kesalahan mencentang hasil pemeriksaan
 Salah penimbangan BB anak
 Tidak memberikan diit kepada pasien
 Diit pasien tertukar
 Lupa membatalkan pesananan darah ke PMI
 Hasil pemeriksaan tidak terlampir di RM pasien
 Kesalahan pengiriman status pasien
 Salah permintaan obat
 Salah memberi warna gelang
 Salah menempel label pada darah pasien
 Tidak ada label pada tabung sample darah
 Kesalahan penulisan hasil laboratorium
 Efek samping obat pasien yang teratasi
 Kontraindikasi obat pada pasien yang tidak menimbulkan cedera pada pasien

5. Kejadian Potensial Cedera


Daftar Kondisi Potensial Cedera RSUD Kab.Raja Ampat :
a. Bangunan
 Atap pecah/bocor
 Tembok retak
 Plafon retak
 Plafon berlubangplafon bocor
 Ubin pecah/berlubang
 Lantai berlumut
 Kaca retak
 Jendela rusak

70
 Pintu rusak
 Pipa air bocor
 Keran air bocor
 Talang air bocor/meluap
 Saluran pembuangan air tersumbat
 Lantai basah/licin
 Tanda peringatan tidak terpasang saat lantai basah
b. Alat Non Medis
 Roda bed/ kursi rusak
 Bed pasien berkarat
 Pembatas pasien rusak
 Pengunci tiang infus longgar/tajam
 Tiang infus rusak
 Tempat duduk rusak
 Pengatur naik turun bed rusak/ tidak berfungsi
 Kabel listrik berserakan/ tidak rapi
 AC bocor atau tidak berfungsi
 Kunci roda bed tidak berfungsi
 Kursi roda dalam keadaan tidak terkunci saat berhenti
c. Alat Medis
 Masa kalibrasi alat terlewati
 Tensi air raksa rusak
 Syring pump tidak berfungsi optimal
 Defibrillator dalam kondisi rusak/ tidak siap pakai
 Alat monitor rusak/ tidak siap pakai
 Alat ECG rusak/ tidak siap pakai
 Alat suction tidak berfungsi dengan baik
 Pisau/gunting medis tidak tajam
 Kauter tidak berfungsi dengan baik
 Senter mati/ tidak ada
 AC Hepa rusak/ tidak berfungsi
 Alat analisa darah tidak berfungsi/ rusak
 Stock reagent yang terbatas

71
 Obat high alert tidak tertandai dengan benar
 Penyimpanan obat high alert yang tidak benar
 Penyimpanan obat tidak sesuai dengan prosedur
 Tidak tersedia/ tidak lengkapnya obat emergency setelah digunakan
 Penyimpanan obat pasien tidak dilakukan dengan benar
 Kesalahan pemberian informasi obat ke pasien
 Interaksi obat pasien
 Incubator tidak siap/ rusak
 Alat dopler tidak berfungsi
 Tampilan gambar foto tidak jelas
 Alat X-ray tergantung tegangan tinggi

Pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan pasien adalah suatu system untuk
mendokumentasikan insiden keselamatan pasien, yang dapat mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. Sistem ini juga
mendokumentasikan kejadian-kejadian yang tidak konsisten dengan operasional
rumah sakit atau asuhan pasien.

c. Sistem Pelaporan Insiden Ke Tim Keselamatan Pasien di Rumah Sakit


(Internal)
1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/ KTD) di rumah sakit, wajib
segeraditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk mengurangi dampak /
akibatyang tidak diharapkan.
2. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan
mengisiFormulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja / shift kepada
Atasanlangsung.(Paling lambat 2 x 24 jam ); jangan menunda laporan.
3. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada Atasan langsung
pelapor.
4. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading
risikoterhadap insiden yang dilaporkan.

72
Matriks Grading Resiko

Dampak
Probabilitas/
Tdk signifikan Minor Moderat Mayor Katastropik
Frekuensi
1 2 3 4 5
Sangat sering terjadi Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
(Tiap mgg /bln)
5
Sering terjadi Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
(Bbrp x /thn)
4
Mungkin terjadi Rendah Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
(1-2 thn/x)
3
Jarang terjadi Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
(2-5 thn/x)
2
Sangat jarang Rendah Rendah Moderat tinggi Ekstrim
terjadi (>5 thn/x)
1

5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang


akandilakukan sebagai berikut :
Grade biru : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 1
minggu.
Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 2
minggu
Grade kuning : Investigasi komprehensif / Analisis akar masalah / RCA oleh
Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
Grade merah : Investigasi komprehensif / Analisis akar masalah / RCAoleh
Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.
6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan
laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS .
7. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan Laporan
insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA)
dengan melakukan Regrading.
8. Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan Analisis akar
masalah / Root Cause Analysis (RCA)
9. Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan
Rekomendasi untuk perbaikan serta “Pembelajaran” berupa : Petunjuk /”Safety
alert” untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
10. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi

73
11. Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan umpan balik
kepada unit kerja terkait.
12. Unit Kerja membuat analisa dan trend kejadian di satuan kerjanya masing-
masing
13. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.

d. Sistem Pelaporan Insiden Ke KKPRS - KOMITE KESELAMATAN PASIEN


RUMAH SAKIT (Eksternal)
1. Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah / RCA yang terjadi
pada pasien dilaporkan oleh Tim KP di RS (internal) / Pimpinan RSke KKP-
RS dengan mengisi Formulir Laporan Insiden Keselamatan Pasien.
2. Laporan dikirim ke KKP-RS lewat POS atau KURIR ke alamat Sekretariat
KKP-RS

e. Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien, meliputi :


1. Ketepatan identifikasi pasien
 Rumah Sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/
meningkatkan ketelitian identifikasi pasien
 Identifikasi menggunakan gelang pasien, identifikasi terdiri dari dua
identitas : nama pasien (eKTP) dan nomor rekam medis
 Pasien laki-laki memakai gelang warna biru, pasien perempuan memakai
gelang warna pink, sedangkan gelang merah sebagai penanda alergi, dan
gelang kuning pananda risiko jatuh, gelang ungu penanda Do Not Resucitate
 Pada gelang identitas pasien : Nama pasien harus ditulis lengkap sesuai eKTP
bila tidak ada gunakan kartu identitas lainnya, bila tidak ada semuanya minta
pasien atau keluarganya untuk menulis pada formulir identitas yang
disediakan Rumah Sakit dengan huruf capital pada kotak huruf yang
disediakan, nama tidak boleh disingkat, tidak boleh salah ketik walau satu
huruf
 Identifikasi pasien pada gelang identitas pasien harus dicetak, tulisan tangan
hanya boleh bila printer sedang rusak/ tidak ada fasilitas untuk itu dan harus
segera diganti bila printer berfungsi kembali
 Petugas melakukan identifikasi pasien dengan dua identitas diatas
Identifikasi dengan cara verbal (menanyakan/mengkonfirmasi nama pasien)
dan visual (melihat gelang pasien)

74
 Semua pasien harus di identifikasi secara benar sebelum dilakukan pemberian
obat, transfusi/produk darah, pengobatan, prosedur/tindakan, diambil sample
darah, urin atau cairan tubuh lainnya), pemberian diit pasien, permintaan
radiologi / laboratorium dan identifikasi terhadap pasien koma.
 Pasien rawat jalan tidak memakai gelang identitas pasien.
Identifikasi pasien untuk non pasien ( tamu, pengunjung, karyawan,
penunggu) menggunakan id card yang telah disiapkan di TPIP dengan
mengisi biodata pada buku yang telah disediakan
 Pasien dengan nama sama harus diberi stiker “HATI-HATI PASIEN
DENGAN NAMA SAMA” pada rekam medik, gelang identitas dan semua
formulir pemeriksaan penunjang, jika salah satu dari pasien yang sama
pulang petugas melepas stiker yang ada pada rekam medik, gelang identitas
dan semua formulir pemeriksaan penunjang.

2. Peningkatan komunikasi yang efektif


a. Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektifitas
komunikasi antar pemberi pelayanan
b. Sistem pelaporan pada dokter/ staff kesehatan lainnya seperti :
 Perintah lisan dan yang melalui telpon ataupun hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
 Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap
ditulis, dibaca kembali oleh penerima perintah dan konfirmasi oleh
individu yang memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut (Metode
TULBAKON, tulis, baca kembali konfirmasi)
 Pelaporan pasien melalui telepon dengan menggunakan metode SBAR
 Situation : situasi dan kondisi yang terkini yang dilihat dan terjadi pada
pasien
 Background : informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi pasien
terkini ( latar belakang yang berkaitan dengan situasi)
 Assessment : hasil pengkajian kondisi pasien terkini ( penilaian atas kondisi
terkait dengan situasi tersebut)
 Recommendation : tindak lanjut yang dianjurkan saat itu
c. Pembacaan ulang
75
 Verifikasi pembacaan ulang instruksi yang lengkap dan hasi tes yang
kritikal oleh petugas yang menerima instruksi secara lisan/per telepon atau
hasil tes yang kritikal
 “Pembacaan ulang” berbeda dengan “pengulangan kembali”. Pada saat
pembacaan ulang, individu yang menerima instruksi atau hasil tes
mendengarkan informasi yang diberikan, mencatatnya kedalam catatan
medik pasien dan kemudian membaca ulang catatan tersebut kepada orang
yang memberi informasi dan mengkonfirmasikan bahwa penerima
instruksi menerima informasi yang telah di catat kedalam catatan medic
dengan tepat
 Penerima “pengulangan kembali” hanya mengulang informasi tanpa
mendokumentasikan di dalam bagian tertentu di rekam medis
 Pada keadaan tertentu pembacaan ulang mungkin tidak dapat dilaksanakan
karena penundaan dapat membahayakan keselamatan pasien, yaitu:
 Kegawat daruratan yang jelas, seperti cardiac arrest
 Pada saat dokter sedang melakukan tindakan steril sehingga
penyampaian instruksi tertulis secara langsung dapat mempengaruhi
perawatan pasien
 Dalam keadaan demikian maka petugas yang melaporkan/memberikan
instruksi/ informasi harus melakukan “pengulangan kembali”
d. Proses penerimaan intruksi lisan dan per telepon
 Penerima instruksi akan mencatat instruksi tersebut dalam formulir
komunikasi lisan dengan telepon dan elektronik lain
 Penerima intruksi akan membaca ulang instruksi tersebut kepada dokter
yang memberi instruksi
 Dokter yang memberi instruksi akan melakukan verifikasi bahwa instruksi
yang diberikan telah diterima dan dicatat dengan tepat atau melakukan
klarifikasi sehingga pembacaan ulang harus dilakukan kembali
 Penerima instruksi kemudian mencatat di formulir komunikasi lisan
dengan telepon dan elektronik lain atau di catatan terintegrasi untuk
kemudian ditandatangani oleh pemberi instruksi dan penerima instruksi
e. Proses penerimaan hasil tes yang kritikal

76
 Semua bagian yang menghasilkan hasil test yang kritikal akan
menyampaikan kepada dokter / bagian yang memberi instruksi semua
hasil test yang jauh diatas nilai normal yang menunjukkan indikasi yang
berbahaya bagi kondisi pasien sehingga memerlukan perhatian segera dari
dokter hasil test yang kritikal selalu dilaporkan melalui telepon
 Individu yang menerima hasil test yang kritikal akan mencatat hasil
tersebut kedalam catatan medic
 Individu yang menerima hasil tersebut akan melakukan pembacaan ulang
kepada individu yang menyampaikan hasil tersebut
 Pelapor akan melakukan verifikasi bahwa penerima laporan telah
menerima dan mencatat hasil dengan tepat atau pelapor akan melakukan
klarifikasi dalam hal ini proses pembacaan ulang harus diulang kembali
 Individu penerima hasil kemudian melakukan dokumentasi bahwa
pembacaan ulang telah dilaksanakan yang menunjukkan bahwa
pembacaan ulang hasil kepada yang melaporkan telah dilaksanakan
 Staf di bagian yang melaporkn hasil yang kritikal per telepon juga akan
mencatat kedalam buku untuk hasil test yang kritikal kepada siapa dan
kapan mereka melaporkan hasil tersebut, untuk itu pada saat menelpon
mereka harus menanyakan nama penerima telepon dan mencatat jam saat
menelepon
 Staf rumah sakit diminta untuk melakukan pembacaan ulang setiap
melakukan komunikasi hasil test yang kritikal secara lisan termasuk
melalui telepon dan staf medis diharapkan untuk menerima pembacaan
ulang tersebut
 Semua hasil test yang dilaporkan per telepon akan dinyatakan sebagai
hasil test yang kritikal (termasuk hasil “cyto test”, laporan “nilai kritikal”,
dan hasil pemeriksaan diagnostic lainnya yang memerlukan tanggapan
segera).

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai


Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki
kemananan obat yang perlu diwaspadai (High Alert) mulai dari peresepan,
penyiapan dan penyimpanan

77
 Obat- obatan yang termasuk dalam high alert medikasi adalah
a. Elektrolit pekat: KCL, MgSO4, Nabic, NaCl 0,3%
b. NORUM (nama obat rupa ucapan mirip)/ LASA (Look Alike Sound
Alike) yaitu obat- obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip.
- Penyimpanan dilokasi khusus dengan akses terbatas dan diberi
penandaan yang jelas berupa stiker berwarna “MERAH”
bertuliskan “High Alert”
- NaCl 0,3% dan KCL atau elektrolit pekat tidak boleh disimpan
diruang perawatan kecuali di unit HCU, OK
- Ruang perawatan yang boleh menyimpan elektrolit pekat harus
dipastikan bahwa elektrolit pekat disimpan dilokasi dengan akses
terbatas dari petugas yang diberi wewenang
- Obat diberi penandaan yang jelas berupa stiker berwarna
“MERAH”bertuliskan “High Alert”dan khusus untuk elektrolit
pekat,harus ditempelkan stiket yang dituliskan” Elektrolit
pekat,harus diencerkan sebelum diberikan”
 Peresepan:
- Instruksi lisan hanya diperbolehkan dalam keadaan emergency.
- Pelaksanaan instruksi lisan sebagai berikut:

Ditulis lengkap  dibacakan kembali  dikonfirmasi dan minta paraf


petugas yang meminta secara lisan

 Penyiapan :
- Apoteker/Asisten Apoteker memverifikasi resep obat high alert
sesuai ketentuan Rumah Sakit
- Menggaris bawahi setiap obat high alert pada lembar resep dengan
tinta merah.
- dilakukan pemeriksaan oleh petugas farmasi yang berbeda sebelum
obat diserahkan kepada perawat.
- Obat diserahkan kepada perawat/pasien disertai dengan informasi
yang memadai.
- Lakukan “ Double Check” antar perawat sebelum pemberian
kepada pasien

78
 Penyimpanan
- Pisahkan obat high alert dari obat lain sesuai dengan daftar obat
high alert.
- Tempelkan stiker berwarna sesuai dengan daftar obat high alert.
- Penyimpanannya disesuaikan dengan suhu yang ditetapkan

Di dalam lemaris es : pada suhu 2-8 ºC

Di dalam ruangan : 25-30 ºC

4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi


Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat
lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
a. Penandaan Lokasi Operasi
1. Penandaan dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality),
multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang
belakang)
2. Perlu melibatkan pasien
3. Tak mudah luntur terkena air/ alkohol/ betadine
4. Mudah dikenali
5. Digunakan secara konsisten di RS
6. Dibuat oleh OPERATOR/ orang yang akan melakukan tindakan
7. Dilaksanakan saat pasien TERJAGA dan SADAR jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat
b. Beberapa prosedur yang tidak memerlukan penandaan
1. Terdapat lukan atau lesi yang jelas dimana luka atau lesi tersebut
menjadi bagian yang akan ditindak
2. Kasus Organ tunggal ( misalnya operasi jantung, operasi Caesar, TUR,
sirkumsisi )
3. Kasus yang melibatkan gigi, mulut (untuk penandaan gigi akan
dilakukan rontgen gigi)
4. Prosedur yang melibatkan bayi prematur dimana penandaan akan
menyebabkan tato permanen

79
c. Kebijakan Verifikasi Pra Operatif
1. Verifikasi lokasi, prosedur dan pasien yang benar
2. Pastikan bahwa semua dokumen, foto, hasil pemeriksaan yang relevan
tersedia, diberi label dan dipampang dengan baik.
3. Verifikasi ketersediaan peralatan khusus atau implant yang dibutuhkan
4. Tahap Time out :
a. Memungkinkan semua pertanyaan/kekeliruan diselesaikan.
b. Dilakukan di tempat tindakan, tepat sebelum dimulai.
c. Melibatkan seluruh tim operasi
5. Menggunakan Surgical Safety Check List ( WHO. 2009 )

d. Surgery Safety Checklist


 Sebelum induksi anesetesi (Sign In)
- Identifikasi pasien, prosedur, informed consent sudah di cek?
- Sisi operasi sudah ditandai?
- Mesin anastesi dan obat obatan lengkap?
- Pulse oxymetri terpasang dan berfungsi?
- Alergi?
- Kemungkinan kesulitan jalan nafas atau aspirasi
- Resiko kehilangan darah ≥ 500ml ( IV Line harus sudah terpasang
dan informed consent untuk transfusi darah sudah di tanda tangani)
 Sebelum insisi kulit (Time Out)
- Konfirmasi Anggota Tim ( Nama dan Peran )
- Konfirmasi Nama Pasien, Prosedur dan Lokasi Insisi
- Antibiotik Profilaksis sudah diberikan dalam 60 menit sebelumnya
- Antisipasi kejadian kritis :
- Dr Bedah : apa langkah, berapa lama, kemungkinan blood lost ?
- Dr Anestesi : apa ada patients spesific concern ( perhatian
khusus) ?
- Perawat Instrumen : Sterilitas, instrumen ?
- Imaging yang diperlukan sudah terpasang?
 Sebelum Pasien Meninggalkan Kamar Operasi (Sign Out)

80
- Perawat Instrumen melakukan konfirmasi secara verbal, bersama
dokter operator dan anastesi
a. Nama Prosedur
b. Instrumen, gas verband, jarum dihitung arus lengkap
c. Spesimen telah diberi label dengan PID tepat
d. Apa ada masalah peralatan yang harus ditangani
- Dokter kepada perawat dan anastesi, apa yang harus diperhatikan
dalam recovery dan manajemen pasien

5. Mengurangi resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan


Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko
infeksi yang terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan resiko pasien jatuh
Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko
pasien dari cedera karena jatuh

Assesmen Pasien Resiko Jatuh

1. Assesmen awal/ skrining


a. Perawat akan melakukan penilaian dengan Assesmen Risiko Jatuh
Morse dalam waktu 4 jam dari pasien masuk RS dan mencatat hasil
assesmen
b. Rencana intervensi akan segera disusun, diimplementasikan, dan
dicatat dalam rencana keperawatan interdisiplin dalam waktu 2 jam
setelah skrining
2. Assesmen Ulang
a. Setiap pasien akan dilakukan assesmen ulang resiko jatuh setiap: dua
kali sehari, saat transfer ke unit laim, adanya perubahan kondisi pasien,
adanya kejadian jatuh pada pasien
b. Penilaian menggunakan Assesmen Resiko Jatuh Morse dan rencana
keperawatan interdisiplin akan diperbarui/ dimodifikasi sesuai dengan
hasil assesmen
c. Untuk mengubah kategori dari resiko tinggi ke resiko rendah,
diperlukan skor <25 dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut

81
Intervensi Pencegahan Jatuh

1. Pengelolaan Pasien Resiko Jatuh Ringan Di Ruang Rawat Inap


 Memastikan tempat tidur/ brandkar dalam posisi serendah mungkin,
dan roda terkunci
 Menutup pagar tempat tidur/ brandkar
 Orientasikan pasien dan keluarga terhadap lingkungan ruang
perawatan dan petugas yang merawat
 Atur posisi tempat tidur senyaman mungkin
 Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (HP, I-phone, air
minum, kacamata)
 Berikan pencahayaan yang adekuat sesuai dengan kebutuhan pasien
 Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
 Lakukan pemantauan terhadap obat-obat yang digunakan
 Anjuran ke kamar mandi secara rutin
 Berikan edukasi pada pasien dan keluarga mengenai pencegahan jatuh
 Ucapkan terimakasih setelah selesai melakukan kegiatan pencegahan
dan sampaikan semoga lekas sembuh
2. Kategori resiko sedang atau tinggi, lakukan tindakan berikut ini
 Perawat memastikan tempat tidur/ brankar dalam posisi rendah dan
roda terkunci
 Menutup pagar tempat tidur/ brankard
 Orientasikan pasien/ penunggu tentang lingkungan/ ruangan
 Atur posisi tempat tidur senyaman mungkin
 Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (HP, I-phone, air
minum, kacamata)
 Berikan pencahayaan yang adekuat sesuai dengan kebutuhan pasien
 Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
 Letakkan stiker tanda “kewaspadaan Jatuh” pada panel nama kamar
diluar kamar pasien dan panel informasi di ruang jaga perawat
 Pastikan pasien memiliki stiker warna kuning penanda resiko jatuh
sedang/ tinggi jatuh pada gelang identifikasi

82
 Lakukan pemasangan fiksasi fisik apabila diperlukan dengan
persetujuan keluarga
 Lakukan pemantauan terhadap obat-obat yang digunakan
 Kunjungi dan amati pasien setiap 2 jam sekali oleh petugas
 Berikan edukasi pada pasien dan keluarga
 Ucapkan terimakasih setelah selesa imelakukan kegiatan pencegahan
dan sampaikan semoga lekas sembuh

f. Manajemen Resiko Klinik


1. Pelaporan insiden sentinel, KTD, KNC dari masing-masing unit kerja
2. Bila terjadi insiden pada unit, maka unit akan melapor kepada komite mutu
dan keselamatan pasien sesuai dengan alur
3. Melakukan Matriks Assesment
4. Sesudah laporan insiden diterima, maka komite mutu akan membuat Risk
Matrix Grading sesuai dengan kasusnya
5. Melakukan rekapitulasi pelaporan insiden untuk dilakukan pembahasan
6. Pembahasan laporan insiden dilakukan sebulan satu kali dengan dihadiri oleh
direktur rumah sakit serta unit terkait
7. Tindak lanjut insiden
8. Dari hasil pembahasan, ditetapkan insiden yang akan dianalisa untuk
ditindaklanjuti. Tindak lanjut yang dilakukan dapat melalui pertemuan dengan
unit/staf terkait atau pembuatan Root Cause Analysis (RCA)/FMEA untuk
dapat dicari akar masalah dari insiden yang terjadi, sehingga dapt diambil
tindakan perbaikan
9. Reassement/ evaluasi keefektifan tindak lanjut
10. Setelah tindakan perbaikan dilakukan, maka perlu dievaluasi keefektifan dari
tindakan yang diambil, bila tidak terulang kejadian yang sama maka dapat
dibuat prosedur untuk mengatur hal tersebut. Bila dari hasil evaluasi, tindakan
perbaikan belum efektif maka perlu dianalisa ulang untuk kembali dicari akar
permasalahannya

g. Root Cause Analysis/ Failure Mode Effect Analysis


1. Membentuk tim

83
Dalam pembuatan RCA/FMEA hal pertama yang dilakukan adalah
pembentukan tim yang perlu terdiri dari unit yang terkait, staf yang
mempunyai keahlian dalam pembuatan RCA/FMEA dan orang yang
mempunyai kompetensi sesuai kasus
2. Mengadakan pertemuan
Mengadakan pertemuan tim untuk membahas insiden yang terjadi/ kejadian
yang potensial menimbulkan sentinel event
3. Menyusun laporan dan rekomendasi
Dari hasil pembahasan tim disusun laporan dan diberikan kepada direktur RS
sebagai wujud keterlibatan pimpinan dalam proses peningkatan mutu dan
kepada unit terkait
4. Tindak lanjut
Hasil tindak lanjut dari unit terkait akan dimonitoring keefektifannya. Bila
didapatkan hasilnya tidak efektif maka akan dilakukan RCA/FMEA ulang

h. Penilaian kinerja
Penilaian kinerja dibagi menjadi dua yaitu penilaian kinerja staf klinis dan
penilaian kinerja staf nonklinis. Penilaian kinerja staf klinis meliputi staf medis, staf
keperawatan (PPA dan vokasi) serta PPA dan staf klinis lainnya. Penilaian kinerja staf
non klinis meliputi staf yang tidak memberi asuhan kepas pasien.
Penilaian kinerja staf nonklinis sesuai dengan uraian tugas dan hasil kerja yang telah
ditetapkan.
Penilaian kinerja staf klinis meliputi :
1. Staf medis : Penilaian kinerja, Profesional berkelanjutana
2. Staf keperawatan : Penilaian kinerj, professional berkelanjutan
3. PPA dan staf klinis lainnya sesuai dengan uraian tugas dan hasil kerja yang telah
ditetapkan

Tujuan penilaian kinerja klinis dari staf klinis adalah untuk menjamin kompetensi
staf klinis demi meningkatkan keselamatan pasien dan menurunkan turn over. Setiap
staf klinis baru dievaluasi pada saat mulai bekerja sesuai tanggung jawabnya. Unit
kerja menyediakan data yang digunakan untuk evaluasi kinerja staf klinis. Evaluasi

84
kinerja staf klinis dilakukan dan didokumentasikan secara berkala minimal 1 (satu)
tahun sekali sesuai dengan ketetapan Rumah Sakit.
Seleksi dilakukan untuk memastikan pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi
staf klinis sesuai dengan kebutuhan pasien. Proses seleksi dilakukan seragam.
Penilaian monitoring dan evaluasi berkelanjutan staf medis meliputi 3 (tiga) area
yaitu:
a. Perilaku
b. Pengembangan professional
c. Kinerja klinis
Penilaian kinerja perawat meliputi :
a. Penilaian perilaku
Keterlibatan dalam menumbuhkan budaya aman (safety culture)
b. Pengembangan professional
Sesuai kompetensi dan kewenangan yang diberikan
c. Kinerja klinis
Berdasarkan proses dan hasil kinerja dari kewenangan klinis yang telah diberikan

Penilaian perilaku
Staf klinis terlibat dalam menumbuhkan budaya aman (safety culture)
Budaya aman :
1. Partisipasi penuh dari semua staf untuk melaporkan bila ada insiden keselamatan
pasien, tanpa ada rasa takut untuk melaporkan dan disalahkan (no blame culture)
2. Sangat menghormati satu sama lain, antar kelompok professional
3. Tidak terjadi sikap saling menggangu
Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan
1. Perilaku yang tidak layak (inappropriate) seperti kata-kata atau Bahasa tubuh yang
merendahkan atau menyinggung perasaan sesame staf, misalnya mengumpat dan
memaki
2. Perilaku yang menggangu (disruptive) antara lain perilaku tidak layak yang
dilakukan secara berulang
3. Perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, dan suku
termasuk gender
4. Pelecehan seksual

85
Evaluasi perilaku
a. Evaluasi apakah seorang staf klinis mengerti dan mendukung kode etik dan
disiplin profesi dan rumah sakit serta dilakukan identifikasi perilaku yang dapat
atau tidak dapat diterima maupun perilaku yang mengganggu
b. Tidak adanya laporan anggota staf klinis tentang perilaku yang dianggap tidak
dapat diterima atau mengganggu
c. Mengumpulkan, analisis, menggunakan data dan informasi berasal dari survei
lainnya tentang budaya aman di rumah sakit.

i. Diklat PMKP
Diklat PMKP dilaksanakan secara internal dan external untuk Direksi RS, para pimpinan
RS, Komite Mutu dan Keselamatan Pasien serta PIC/PJ pengumpul data di unit kerja.
Pelatihan external dilakukan dengan mengirim pimpinan RS dan Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien untuk mengikuti pelatihan PMKP yang diadakan oleh KARS.
Pelatihan internal PMKP dilakukan dengan :
1. Pelatihan untuk karyawan baru tentang program PMKP dilaksanakan untuk semua
karyawan baru di Rumah Sakit
2. Pelatihan untuk karyawan lama tentang program PMKP dilakukan minimal satu tahun
sekali

j. Program PMKP di unit kerja


Program kerja yang disusun oleh unit kerja harus menampilkan indikator mutu yang
dinilai oleh unit dan insiden yang mungkin terjadi di unit kerja

VII. METODE

Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk
menjamin tercapainya insiden perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan
yang diproduksi. Pengendalian kualitas mutu pada dasarnya adalah pengendalian kualitas
kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan yang dilakukan di
RSUD Kab.Raja Ampat

86
Pengertian pengendalian kualitas mutu di atas mengacu pada siklus pengendalian
(Control Circle) dengan memakai siklus “Plan – Do – Study – Action” (P – D – S – A)
( rencanakan – laksanakan – pembelajaran – aksi). PDSA adalah alat yang bermanfaat
untuk melakukan perbaikan secara terus menerus ( continues improvement) tanpa
berhenti
Konsep PDSA tersebut merupakan pedoman bagi setiap manajer untuk proses perbaikan
kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke
keadaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian, seperti tampak pada gambar
Keempat tahapan siklus PDSA :
Plan : perubahan yang akan diuji atau diterapkan
Do : melakukan tes atau perubahan
Study : data sebelum dan setelah perubahan dan merefleksikan apa yang telah
dipelajari
Act : rencana perubahan siklus berikutnya atau implementasi penuh
Dalam gambar tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian
sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta.
Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan
keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk
memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan
selanjutnya rumah sakit harus menetapkan standar pelayanan
Hubungan pengendalian kualitas medis dengan peningkatan perbaikan berdasarkan siklus
PDSA.
Perubahan apa yang dapat kita buat yang akan menghasilkan perbaikan ?
Ada banyak potensi perubahan yang bisa kita laksanakan di tim kita. Namun bukti dari
literatur ilmiah dan program perbaikan sebelumnya menunjukkan bahwa ada sejumlah
kecil perubahan yang paling mungkin untuk menghasilkan perbaikan.
Pengendalian kualitas berdasarkan siklus PDSA hanya dapat berfungsi jika sistem
informasi berjalan dengan baik. Pelaksanaan PDSA dengan enam langkah dapat
dijelaskan sebagai berikut:

a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran Plan

87
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Direktur rumah sakit atau kepala bagian.
Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi
Sasarann ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan
dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah
tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan,
semakin rinci informasi
b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan  Plan
Penetapan tujuan dan insiden dengan tepat beum tentu akan berhasil dicapai tanpa
disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus
rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
menggunakannnya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan
perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti
oleh semua karyawan.
c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan  Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat
dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program pelatihan para karyawan untuk memahami
standar kerja dan program yang ditetapkan
d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan  Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan
standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondsi yang selalu dapat berubah. Oleh
karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar
untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena
ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan
e. Langkah 5. Memeriksa akibat pelaksanaan  Study
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik
atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat dibaikan. Hal yang harus
disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar
dapat dibedakan manakah penyimpangan dana manakah yang bukan penyimpangan,
maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami
dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui

88
penyimpangan, dapat dilihat darin akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan
setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah
mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian
kualitas pelayanan.

Konsep PDSA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif
untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan
dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses.
Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan
kesungguhan, yaitu sikap yang menolak cara berfikir dan cara berbuat yang semata-mata
bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya
insiden yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai
insiden tersebut.

Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua


jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas
kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pelompok
ngendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadapa
output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat
dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan
manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja
dari kelompok, sebagai mana rantai dari suatu proses

VIII. PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. PENCATATAN
 Pencatatan kegiatan PMKP dilakukan dalam bentuk form harian indikator mutu
yang dilakukan di masing-masing unit

89
 Pencatatan insiden keselamatan pasien dilakukan oleh unit setiap ada insiden
dengan mengisi formulir laporan insiden

B. PELAPORAN
 Alur laporan data indikator mutu
Laporan data indikator mutu dari unit kerja kepada komite mutu dan keselamatan
pasien untuk diteruskan kepada direktur RS dan dilanjutkan kepada pemilik RS
 Feed back data hasil analisa indikator mutu dari komite mutu dan keselamatan
pasien kepada unit kerja
 Alur laporan insiden keselamatan pasien
Pelaporan insiden keselamatan pasien dari unit kerja kepada komite mutu dan
keselamatan pasien untuk diteruskan kepada direktur RS dan dilanjutkan kepada
pemilik RS

IX. MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring

90
Monitoring program PMKP oleh direktur dilakukan melalui rapat koordinasi dengan
komite mutu secara rutin

Evaluasi Kegiatan
Evaluasi dilaksanakan setiap triwulan untuk ditindak lanjuti sesuai masalah/ kendala
yang ada. Jika pencapaian tidak sesuai dengan target yang sudah ditetapkan, maka
direktur mengambil tindakan yang diperlukan, termasuk didalamnya melakukan
perubahan terhadap program ataupun proses/SPO yang ada saat ini

X. PENUTUP

91
Pedoman upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien ini kami susun agar dapat
digunakan sebagai acuan komite mutu dan keselamatan pasien dalam merencanakan,
melaksanakan, monitoring dan evaluasi program upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien di RSUD Kab.Raja Ampat
Namun demikian upaya-upaya ini akan lebih berhasil jika didukung oleh pimpinan
rumah sakit dan kerjasama yang baik dari seluruh unit kerja di RSUD Kab.Raja Ampat

Menyetujui Waisai,13 Maret 2023

Meidi L.Maspaitella,S.Gz dr.Ade Adra Sitompul,MARS


Direktur RSUD Kab.Raja Ampat Ketua Komite Mutu dan Keselamatan
Pasien

92

You might also like