You are on page 1of 14

ARSITEKTUR KOTA

( P E N G E N D A L I A N P E R A N C A N G A N
K O T A )

KELOMPOK 3
MERY A NA A. LINOME (19060 9 0 0 01 )
MA RGA RETHA A. POTE (19060 9 0 03 5)
MA RIO A. T. TEFA (1906 0 9 0 0 50)
MA RYO V. J. MISSA (19060 9 0 03 )
DA NIEL GIDEON ROHI KORE (19060 9 0 3 2)
PIETER T. OEMATAN (1806 0 9 0 0 1 5)
BENI S. RAGAL AY (18060 9 0 0 3 3)
P E N D A H U L U A N

Dalam proses perancangan kota, kebutuhan akan perancangan sebuah kota atau
kawasan kemudian melahirkan berbagai produk perancangan. Para perancang
pasti sangat menginginkan rancangan yang dibuat dapat diterapkan secara
lengkap dalam proses aplikasi rancangan. Dalam pelaksanaanya, ditemukan
berbagai permasalahan dalam aplikasi rancangan dalam pembangunan
kota/kawasan. Kondisi ini menyebabkan aplikasi rancangan tidak berjalan
seperti yang dirancang semula. Terdapat celah antara ide rancangan dengan
aplikasi rancangan. Untuk itu, dibutuhkan pengendalian pemanafaatan ruang.
Modul ini membahas permasalahan pengendalian pemanfaatan ruang kota dan
pengalaman pengendalian pemanfaatan ruang di Amerika.
7 . 2 . 1 PERMASALAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN
RUANG ATAU GUNA LAHAN KOTA
Manusia menggunakan bangunan-bangunan dan ruang diantaranya, dimana pengaturan dan
penampakannya memiliki dampak terhadap aspek fungsional dan kesenangan kehidupan manusia sehari-
hari. Untuk menjamin terciptanya lingkungan fisik yang berkualitas, menjamin aspek fungsional dan estetika
dalam kehidupan manusia sehari-hari tersebut maka dibutuhkan pengendalian.
-Hall, 1996
Pengendalian pembangunan (development control) merupakan mekanisme untuk menjamin pembangunan dan
implementasi perencanaan berjalan sesuai dengan perencanaan ruang yang telah ada sejak lama, bahkan
dikatakan bahwa salah satu instrumennya yaitu land use control sudah ada jauh sebelum adanya land use planning
- Leung (1989 dalam Neonufa, 2010)

Pengendalian pembangunan (development control) memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu mengendalikan lokasi,
ukuran, dan dampak lingkungan dari berbagai tipe pemanfaatan lahan.

Dasar pengendalian pembangunan meliputi keseluruhan cakupan public interest, yang terdiri atas aspek
kesehatan, keamanan, keselamatan, kenyamanan sampai dengan kelayakan ekonomi dan sosial.
7 . 2 . 1 PERMASALAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN
RUANG ATAU GUNA LAHAN KOTA
CONTOH
Di Amerika dan Kanada, instrumen utama yang digunakan adalah zoning.
Di Inggris digunakan planning permission

Selain intrumen lainnya seperti


- Subdivision control
- Site plan control
- Building codes
- Traffic by-laws dan property maintenance by-law
- (Leung, 1989 dalamNeonufa, 2010).

Di Indonesia, sesuai hirarki produk tata ruang kota dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, aspek pengendalian didasarkan pada Sistem Zonasi dalam bentuk Peraturan Zonasi/Zoning Regulation
dalam rencana pemanfaatan ruang (rencana guna lahan), dimana perencanaanya pemanfaatan ruangnya tertera
dalam dokumen rencana kota (RDTRK), menjadi alat pengendali pembangunan fisik kota lewat perijinan lokasi
dan ijin mendirikan bangunan. Peta rencana pemanfaatan ruang menunjukkan lokasi/zona/kawasan dengan
guna lahan atau guna ruang tertentu
7 . 2 . 1 PERMASALAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN
RUANG ATAU GUNA LAHAN KOTA
Dalam implementasinya, terdapat dua cara interpretasi rencana pemanfaatan ruang kota, yaitu:
1) Cara "eksklusif“
Yaitu misal bila zona diperuntukkan untuk permukiman maka permohonan peruntukan yang
lain untuk suatu lokasi di zona tersebut akan ditolak (usulan peruntukan yang berbeda dengan
yang telah direncanakan tidak diperbolehkan sama sekali).
2) Cara "dominasi“
Yaitu misal bila zona diperuntukkan untuk permukiman maka bila ada permohonan peruntukan
lain maka akan dilihat apakah peruntukan lain tersebut mendominasi zona tersebut atau tidak.
Bila tidak mendominasi atau dengan kata lain dominasi guna lahan masih sesuai dengan
rencana, maka usulan peruntukan yang berbeda tersebut masih akan dikabulkan.

Untuk beberapa peruntukan yang penting, seperti industri, hotel, diperlukan AMDAL (Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan), yang dapat menjadi alat kendali lain di samping rencana pemanfaatan ruang. Tetapi,
peruntukan yang "kecil-kecil", seperti bengkel, warung, tidak diharuskan mendapat kajian AMDAL; dan yang
"kecil-kecil" ini bila terjadi dalam jumlah banyak di suatu tempat juga akan dapat "mewarnai" suatu zona
(yang kebetulan direncanakan untuk peruntukan lain).
7 . 2 . 2BELAJAR DARI PENGALAMAN PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG DI AMERIKA
Di Amerika Serikat, dipakai dua katagori tindakan untuk membentuk ruang kota, yaitu
(menurut Levy, 1997: 113 dalam Djunaedi, 2000):
1) Pembangunan prasarana dan fasilitas umum (public capital investment), antara lain:
jaringan jalan, jaringan utilitas kota, sekolah, dan gedung pemerintahan.
2) Pengendalian oleh Pemerintah terhadap penggunaan lahan oleh perorangan/ swasta
(land-use controls). Pengendalian ini umumnya dilakukan lewat perijinan dan pelarangan
pembangunan fisik (penggunaan lahan). Terdapat dua katagori pengendalian ini, yaitu:
a) peraturan pengkaplingan lahan luas menjadi persilpersil (subdivision regulations), dan
b) peraturan pemintakatan (zoning ordinances) yaitu penetapan peruntukan guna lahan bagi
persil-persil.
7 . 2 . 2BELAJAR DARI PENGALAMAN PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG DI AMERIKA
a. Pembangunan prasarana dan fasilitas umum
• Investasi pembangunan prasarana atau fasilitas umum oleh Pemerintah
mempengaruhi nilai tanah di sekitar pembangunan.
• Faktor aksesibilitas (pencapaian) merupakan penentu terpenting perubahan nilai
tanah, yang pada gilirannya nilai tanah akan menentukan intensitas penggunaan
lahan.
• Nilai tanah yang tinggi akan memaksa pembangun/pengembang untuk
menggunakan lahan lebih intensif (misal untuk bangunan berlantai banyak).
• Karena industri biasanya memerlukan lahan luas, maka dicari lahan dengan harga
yang lebih murah (meskipun terletak di luar kota atau pinggiran kota).
• Pembangunan prasarana atau fasilitas umum di bagian kota yang belum
berkembang (misal: di pinggiran) lebih banyak mendorong perubahan nilai lahan
dibandingkan pembangunan serupa di bagian kota yang telah padat.
• Dalam pandangan dunia usaha, lahan yang nyaman untuk didatangi pembeli/
pelanggan merupakan lahan yang bernilai tinggi. Seperti lahan di pinggir jalan
besar terlebih dekat dengan perempatan jalan
• Dari pembahasan di atas, pembangunan prasarana dan fasilitas umum dapat
dipakai oleh Pemerintah sebagai alat pengendali pemanfaatan ruang kota.
• Rencana pembangunan prasarana dan fasilitas tersebut telah tertera dalam rencana
kota, sehingga rencana kota diharapkan dapat berfungsi untuk mengarahkan tata
ruang kota menuju keadaan yang diinginkan.
7 . 2 . 2BELAJAR DARI PENGALAMAN PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG DI AMERIKA
b. Peraturan Pengkaplingan Lahan (Subdivision Regulations)
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Derah Kabupaten/Kota dalam Pasal 7 ayat (2) menyebutkan
urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan daerah
kabupaten/kota salah satunya meliputi penataan ruang dan perumahan serta pertanahan.
Contoh:
Pengaturan Pengkaplingan Tanah Untuk Perumahan di Kabupaten Tabanan
Penerbitan Keputusan Bupati Tabanan Nomor 673 Tahun 2002 tentang Pengaturan Pelaksanaan
Pengkaplingan Tanah Di Kabupaten Tabanan didasarkan atas kewenangan yang diberikan oleh Undang
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 14 huruf a dan b yang meliputi : Urusan wajib uang menjadi
kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala
kabupaten/kota dan tolak ukur dalam pengkaplingan tanah untuk perumahan di Kabupaten
Tabanan
Adapun hal hal yang di tentukan dalam Keputusan Bupati Tabanan Nomor 673 Tahun 2002 tentang
Pengaturan Pelaksanaan Pengkaplingan Tanah Di Kabupaten Tabanan, pasal 2 menyebutkan “Luas
tanah keseluruhan yang akan dikapling maksimal 1(satu) hektar (10.000 M2),2) Luas tanah perkaplingan
maksimal 500 M2”
7 . 2 . 2BELAJAR DARI PENGALAMAN PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG DI AMERIKA
b. Peraturan Pengkaplingan Lahan (Subdivision Regulations)

Dalam pengaturan pengkaplingan ini juga disebutkan dalam Pasal 5 bahwa fasilitas-
fasilitas permukiman seperti pembukaan badan jalan, pengerasan/pengaspalan jalan,
jaringan listrik, air dan sebagainya sepenuhnya beban dan tanggung jawab
pengembang terhadap konsumennya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam
Pasal 6 juga disebutkan Perorangan/Badan Hukum yang melaksanakan pengkaplingan
tanah diluar kawasan LC wajib menyediakan tanah untuk fasilitas umum dan fasilitas
sosial seluas minimal 30% x luar tanah keseluruhan, untuk kepentingan warga yang
berada pada lokasi dimaksud
Orang/Badan Hukum yang melakukan kegiatan pengkaplingan harus memperoleh
Persetujuan Prinsip Membangun dari Bupati dalam rangka pengkaplingan tanah, pemohon
mengajukan permohonan kepada Bupati cq, kantor Pertanahan Kabupaten Tabanan diatur
dalam Pasal 8.
7 . 2 . 2BELAJAR DARI PENGALAMAN PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG DI AMERIKA
b. Peraturan Pengkaplingan Lahan (Subdivision Regulations)
PEJABAT YANG BERWENANG MENGAWASI PELAKSANAAN PENGKAPLINGAN TANAH
UNTUK PERUMAHAN
Pengawasan berhubungan erat dengan suatu perencanaan, pelaksanaan tentang standar yang hendak dicapai. Pengawasan tanpa
perencanaan tidak mungkin dapat dilaksanakan karena tidak ada pedoman untuk melakukan pengawasan tersebut. Pengawasan mutlak
dilakukan dalam penyelenggaraan pemerintahan, mengingat tujuan pemberi otonomi kepala daerah bukan semata-mata untuk
mewujudkan pembangunan, tetapi telah ditekankan kepada tujuan memberdayakan masyarakat. Dalam pelaksanaan pengkaplingan
tanah di Kabupaten Tabanan setiap orang/Badan Hukum yang melaksanakan kegiatan pengkaplingan wajib mendapatkan segala jenis izin
yang harus dipenuhi dalam kegiatan pengkaplingan tanah, serta peruntukan lahan untuk kepentingan perumahan dan pemukiman,
sehingga perlu adanya kontrol dari aparat pemerintah, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pengawasan sebagai kontrol dari aparat perizinan, dapat dilaksanakam dengan pengawasan tidak langsung, yaitu berupa pemeriksaan
yang dilakukan tanpa turun langsung ke lapangan, biasanya dapat berwujud tindakan dari aparat perizinan dengan antara lain
menganalisa dan meneliti segala dokumen yang menyangkut tentang kegiatan pengkaplingan tanah. Pengawasan langsung, yang berupa
pemeriksaan yang dilakukan dengan turun langsung ke lapangan untuk mengecek kegiatan pengkaplingan tersebut.
Dinas Perizinan juga melakukan pengawasan dengan cara menganalisa kegiatan pengkaplingan berdasarkan dokumen-dokumen yang
telah diajukan, adapun pihak ,lain yang memiliki kewenangan untuk mengawasi kegiatan pengkaplingan tersebut adalah SatPol PP yang
yang melakukan pengawasan secara langsung pembangunan dalam kegiatan pengkaplingan tanah
7 . 2 . 2BELAJAR DARI PENGALAMAN PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG DI AMERIKA
c. Peraturan Pemintakan (Zoning Ordinance)
Secara umum, menurut Levy (1997:117) • Syarat perparkiran
• Papan nama
peraturan pemintakatan terdiri dari dua
• Persyaratan karakteristik bangunan (mencakup
bagian, yaitu:
antara lain: tinggi maksimum, jumlah lantai
- Peta yang membagi wilayah kota menjadi zona-zona maksimum, floor area ratio/FAR atau jumlah luas
- Teks peraturan untuk tiap katagori zona, yang umumnya lantai berbanding dengan luas persil).
meliputi:
• Guna bangunan yang diijinkan (misal: R1 untuk
• Persyaratan lay-out tapak permukiman satu lantai,R2 permukiman bertingkat,
• Luas persil minimal C1 perdagangan eceran, C2 perdagangan grosir dan
pergudangan). Dalam hal ini, syarat lain dapat
• Lebar dan panjang persil minimum ditambahkan, misal: dalam C2 hanya boleh untuk
• Sempadan (depan, samping, belakang) gudang perdagangan dan gudang industri ringan).
• Building coverage atau maksimum % tapak • Prosedur perijinan (pengajuan, penilaian dan
yang tertutup bangunan keputusan, naik banding, dan sebagainya).
• Jalan masuk ke persil
7 . 2 . 2BELAJAR DARI PENGALAMAN PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG DI AMERIKA
c. Peraturan Pemintakan (Zoning Ordinance)

Zoning atau pemintakatan banyak dikritik antara lain


(menurut Petterson, 1979: 29-30 dalam Djunaedi, 2000)
karena:
1. Sulit diterapkan pada daerah atau kawasan yang
sudah terlanjur terbangun dengan cukup padat;
2. Zoning seringkali menyebabkan harga lahan naik
dratis setelah ditetapkan menjadi katagori zona yang
lebih menguntungkan untuk dunia usaha;
3. Sulit untuk menjembatani penggunaan saat ini dan
rencana penggunaan lahan jangka panjang (rencana kota
jangka panjang); zoning hanya dapat dikaitkan
dengan tahap rencana yang terpendek/terdekat.
7 . 2 . 2BELAJAR DARI PENGALAMAN PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG DI AMERIKA
c. Peraturan Pemintakan (Zoning Ordinance)
Kelemahan pemintakatan mendorong munculnya alternatif-alternatif, yaitu (menurut Levy, 1997:129-135 dalam Djunaedi, 2000).
1.Pemintakatan bonus atau insentif ("bonus" or "incentive" zoning).
Beberapa kota memberi bonus dengan memperingan persyaratan (misal: meninggikan kepadatan bangunan real-estate) kepada pengembang bila pengembang
sanggup membangun sesuai keperluan kota meskipun merugikan pengembang (misal: membangun juga perumahan murah sederhana dalam kompleks perumahan
mewah). Contoh lain: membangun plaza untuk umum di persil mall, maka pengembangan dapat bonus tambahan jumlah lantai diatas maksimum jumlah lantai yang
diijinkan.
2. Pengalihan hak membangun (transfer of development right).
Pengalihan hak membangun bermaksud memberi peluang bagi para pengembang untuk memindahkan atau menukarkan hak membangun dari lokasi yang tidak
disukai ke lokasi lain yang lebih menarik atau karena alasan yang lain. Alasan lain termasuk misal: suatu persil yang kebetulan masuk zona dengan maksimum
jumlah lantai 10, karena pada persil tersebut terdapat bangunan bersejarah satu lantai yang terkena peraturan pelestarian bangunan, maka pemilik tidak dapat
menggunakan hak membanguan tambahan 9 lantai lainnya. Dalam hal ini, hak membangun 9 lantai tersebut dapat dipindahkan ke lokasi lain (dalam arti hak
tersebut dapat diperjual-belikan).
3. Kawasan terpadu (planned unit development/PUD),
Yaitu kawasan dengan guna bangunan campuran, meskipun tidak sesuai dengan zona yang telah ditetapkan. Kawasan terpadu diijinkan asal kawasan direncanakan
secara terpadu dan memenuhi syarat (dievaluasi oleh Pemerintah Daerah).
4. Permintakatan rumpun (cluster zoning)
Pemintakatan rumpun bermaksud memberi keluwesan bagi perancang tapak dengan syarat yang saling menguntungkan antara perancang dengan Pemerintah. Misal:
dalam zona perumahan yang minimal luas tiap persil 120 m2 ,perancang boleh mengurangi luas minimal sampai dengan 90 m2 asal sisa yang 30 m2 kali sejumlah
rumah yang akan dibangun dikumpulkan pada suatu lokasi dan disitu dibangun fasilitas umum tambahan di luar persyaratan pada umumnya.
5. Pemintakatan kinerja (performance zoning),
Pemintakatan kinerja mensyaratkan hasil kerja atau kinerja atau dampak yang terjadi saja; dengan memberi keleluasaan untuk memilih cara untuk mencapai hasil
atau dampak tersebut. Misal: yang penting adalah FAR sekian, dan perancang bebas menentukan sempadan, tinggi bangunan, dan lain-lain asalkan hasil akhirnya
diukur FAR-nya tidak melanggar FAR yang diijinkan. Contoh lain: industri ringan boleh dibangun di manapun di dalam kota asal semua dampak dan polusi (udara,
air, suara) yang keluar dari persil tidak melanggar batas dan aturan yang ditetapkan Pemerintah.
6. Denda pelanggaran (exactions)
Beberapa jenis pelanggaran pemintakatan diperbolehkan asal pelanggar aturan tersebut membayar sejumlah denda tertentu. Besar denda tersebut dimaksudkan
untuk membayar investasi pembangunan untuk mengatasi dampak atau polusi yang terjadi akibat pelanggaran tersebut.
P E N U T U P
Pengendalian pembangunan (development control) merupakan mekanisme untuk
menjamin pembangunan dan implementasi perencanaan berjalan sesuai dengan
perencanaan ruang Pengendalian pembangunan memiliki beberapa instrumen. Di
Amerika dan Kanada, instrumen utama yang digunakan adalah zoning, sedangkan
di Inggris digunakan planning permission, selain intrumen lainnya seperti
subdivision control, site plan control, building codes, traffic bylaws dan property
maintenance by-law. Di Indonesia, sesuai hirarki produk tata ruang kota dalam
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, aspek
pengendalian didasarkan pada Sistem Zonasi dalam bentuk Peraturan
Zonasi/Zoning Regulation dalam rencana pemanfaatan ruang (rencana guna lahan),
dimana perencanaanya pemanfaatan ruangnya tertera dalam dokumen rencana
kota (RDTRK), menjadi alat pengendali pembangunan fisik kota lewat perijinan
lokasi dan ijin mendirikan bangunan.

You might also like