You are on page 1of 126

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP

PRODUK CAIRAN ROKOK ELEKTRIK (E-LIQUID)


KADALUWARSA DI KOTA SEMARANG

SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh
Lindu Aji Pamungkas
8111417046

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Cairan Rokok

Elektrik (E-Liquid) Kadaluwarsa di Kota Semarang” karya Lindu Aji

Pamungkas NIM 8111417046 ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk

diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi.

Semarang, 16 Maret 2023


Pembimbing

Andry Setiawan, S.H., M.H.


NIP. 197403202006041001

iii
PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Cairan

Rokok Elektrik (E-Liquid) Kadaluwarsa di Kota Semarang” yang disusun oleh:

Nama : Lindu Aji Pamungkas

NIM : 8111417046

Prodi : Ilmu Hukum

Telah dipertahankan dalam ujian skripsi pada hari …, tanggal …, tahun 2023.

Tim Penguji
Ketua Penguji
Nama:
NIP :
Sekretaris
Nama:
NIP :
Penguji I
Nama:
NIP :
Penguji II
Nama:
NIP :
Penguji III/Pembimbing
Nama:
NIP :

iv
PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Lindu Aji Pamungkas

NIM : 2501417136

Program Studi : Ilmu Hukum

menyatakan bahwa skripsi berjudul Perlindungan Hukum Bagi Konsumen

Terhadap Produk Cairan Rokok Elektrik (E-Liquid) Kadaluwarsa di Kota

Semarang Semester Gasal Tahun 2020/2021 di Jurusan Ilmu Hukum

UNNES ini benar-benar karya saya sendiri bukan jiplakan dari karya orang

lain, baik Sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan atau pihak lain

yang terdapat dalam skripsi ini telah dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah.

Semarang, 16 Maret 2023

Lindu Aji Pamungkas


NIM. 8111417046

v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai aktivitas akademik Universitas Negeri Semarang, saya yang bertanda


tangan di bawah ini :

Nama : Lindu Aji Pamungkas

Nim : 8111417046

Fakultas : Hukum

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Negeri Semarang Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas skripsi saya yang berjudul :

“Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Cairan Rokok


Elektrik (E-Liquid) Kadaluwarsa di Kota Semarang”, beserta perangkat yang
ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Ekslusif ini, Universitas
Negeri Semarang berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas
akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan
sebagai Pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Semarang
Pada tanggal : 16 Maret 2023
Yang menyatakan,

Lindu Aji Pamungkas


NIM 8111417046

vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:

Hidup itu seperti halnya kamu bersepeda agar tetap seimbang kita harus tetap

bergerak dan hidup juga seperti kita naik angkutan umum injakan dan pegangan

kita harus kuat.

Persembahan:

Karya skripsi ini saya persembahan untuk :

1. Orang tua saya, Bapak Sunarto dan Ibu Umiyati yang tidak pernah berhenti

selalu memberikan kasih sayang, semangat, motivasi, dan doa.

2. Kakak saya, Leni Yuniar, Nurdien dan Rahmat Hidayanto yang selalu

mendukung, memberikan motivasi, dan doa.

3. Dina Witri Setyaningsih yang selalu mendukung, memberikan motivasi, dan

doa

4. Keluarga besar yang selalu memberikan semangat, motivasi, serta senantiasa

selalu mendoakan.

5. Almamater Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang dan semua pihak

yang telah memberikan motivasi serta bantuan bagi penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

dan melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi yang

berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Cairan

Rokok Elektrik (E-Liquid) Kadaluwarsa di Kota Semarang”, dapat

terselesaikan. Penyelesaian skripsi ini bertujuan untuk melengkapi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Negeri

Semarang. Penyelesaian penelitian hingga tersusunnya skripsi ini atas bantuan

dari berbagai pihak, sehingga dengan rendah hati penulis sampaikan terimakasih

kepada:

1. Allah SWT, atas curahan kasih, sayang, serta rahmat-Nya yang telah

memberikan kekuatan dan sandaran kepada penulis selama pembuatan

skripsi hingga saat ini.

2. Prof. Dr. S Martono, M.Si., selaku Rektor Universitas Negeri Semarang.

3. Dr. Rodiyah, S.pd., S.H., M.Si., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Negeri Semarang.

4. Prof. Dr. Martitah, M.Hum., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik

Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.

5. Dr. Ali Mahsyar, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan Bidang Umum dan

Keuangan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.

6. Tri Sulistiyono, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan

Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.

viii
7. Aprilia Niravita, S.H., M.Kn., selaku Ketua Bagian Perdata Fakultas

Hukum Universitas Negeri Semarang.

8. Andry Setiawan, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, motivasi, bantuan, dan saran serta senantiasa

meluangkan waktunya untuk membimbing berbagai ilmu dengan penuh

kesabaran.

9. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Fakultas Hukum Universitas Negeri

Semarang.

10. Orang tua saya Bapak Sunarto dan Ibu Umiyati yang tidak pernah

berhenti selalu memberikan kasih sayang, semangat, motivasi, dan doa.

11. Adik dan Kakak saya, Leni Yuniar, Nurdien dan Rahmat Hidayanto yang

selalu mendukung, memberikan motivasi, dan doa kepada penulis.

12. Dina Witri Setyaningsih yang selalu mendukung, memberikan motivasi,

dan doa.

13. Teman-teman Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.

14. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

berkenan memberikan segala bantuannya.

Semarang, 22 Februari 2023


Penulis

Lindu Aji Pamungkas

ix
ABSTRAK
Pamungkas, Lindu Aji. 2023. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap
Produk Cairan Rokok Elektrik (E-Liquid) Kadaluwarsa di Kota Semarang.
Skripsi Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang. Dosen Pembimbing Andry Setiawan, S.H., M.H.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum; Konsumen; E-Liquid.
Indonesia mempunyai aturan perundang-undangan mengenai perlindungan
konsumen yaitu Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana perlindungan hukum bagi
konsumen terhadap cairan rokok elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan
tanggal kadaluwarsa? 2) Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha cairan rokok
elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa?
Penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif dengan menggunakan
pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan ialah bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan
data dengan teknik pengambilan data observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Keabsahan data dilakukan dengan menggunakan teknik trianggulasi. Proses
analisis data menggunakan pendekatan analistis dan analistis data kualitatif.
Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa: 1) Perlindungan hukum bagi
konsumen terhadap cairan rokok elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan
tanggal kadaluwarsa adalah dapat dikatakan bahwa regulasi yang ada tidak
memberikan jaminan kepastian hukum terhadap produk cairan liquid bagi
konsumen pengguna vape, karena tidak sejalan dengan UUPK terutama Pasal 1
angka 1 yang menyatakan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen. 2) Tanggung jawab pelaku usaha cairan rokok elektrik atau liquid
yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa yaitu setiap pelaku usaha wajib
bertanggung jawab atas kerugian konsumen dengan memberikan kompensasi atau
ganti rugi berupa pengembalian uang atau penggantian barang yang terkait dengan
pemasaran cairan liquid yang tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa. Apabila
pelaku usaha yang telah terbukti merugikan konsumen tidak mau bertanggung
jawab atas perbuatannya maka konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku
usaha melalui badan peradilan ditempat kedudukan konsumen tersebut sesuai
dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 23 UUPK.
Simpulan pada penelitian ini adalah 1) Perlindungan terhadap konsumen
terkait dengan penjualan cairan liquid yang tidak mencantumkan tanggal
kadaluarsa tercantum dalam Pasal 4 huruf c, yang mengandung hak-hak
konsumen dalam mendapatkan suatu produk. 2) Tanggung jawab pelaku usaha
vape yaitu harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan memberikan
ganti rugi baik berupa pengembalian uang atau penggantian barang kepada
konsumen. Penulis memberikan saran yaitu Pemerintah agar bisa
mengimplementasikan regulasi yang jelas dan ketat untuk produsen e-liquid.

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................ii
PENGESAHAN PENGUJI..................................................................................iii
PERNYATAAN....................................................................................................iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS.............................................................................v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.......................................................................vi
KATA PENGANTAR.........................................................................................vii
ABSTRAK.............................................................................................................ix
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah..............................................................................9
1.3 Pembatasan Masalah.............................................................................9
1.4 Rumusan Masalah...............................................................................10
1.5 Tujuan Penelitian.................................................................................10
1.6 Manfaat Penelitian...............................................................................11
BAB II...................................................................................................................13
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................13
2.1 Penelitian Terdahulu...........................................................................13
2.2 Landasan Teori....................................................................................19
2.2.1 Teori Kepastian Hukum..................................................................19
2.3 Landasan Konseptual..........................................................................23
2.3.1 Tinjauan Umum Mengenai Perlindungan Konsumen.................23
2.3.2 Tinjauan Umum Mengenai Konsumen..........................................29
2.3.3 Tinjauan Umum Vape (Rokok Elektrik).......................................39
2.3.4 Tijauan Umum Produk Cairan Rokok Elektrik (E-Liquid).......40
2.4 Kerangka Berfikir................................................................................43
BAB III..................................................................................................................44
METODE PENELITIAN....................................................................................44
3.1 Pendekatan Penelitian.........................................................................44
3.2 Jenis Penelitian.....................................................................................45

xi
3.3 Fokus Penelitian...................................................................................46
3.4 Lokasi Penelitian..................................................................................46
3.5 Sumber Data Penelitian.......................................................................47
3.6 Teknik Pengambilan Data...................................................................48
3.7 Validitas Data.......................................................................................49
3.8 Analisis Data.........................................................................................49
BAB IV..................................................................................................................52
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................................52
4.1 Deskripsi Fokus Penelitian..................................................................52
4.2 Hasil Penelitian.....................................................................................53
4.2.1 Gambaran Umum Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
(BBPOM) Kota Semarang..........................................................................53
4.2.2 Perlindungan hukum bagi konsumen terhadap cairan rokok
elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa...66
4.2.3 Tanggung jawab pelaku usaha cairan rokok elektrik atau liquid
yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa.....................................76
4.3 Pembahasan..........................................................................................82
4.3.1 Perlindungan hukum bagi konsumen terhadap cairan rokok
elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa.. .82
4.3.2 Tanggung jawab pelaku usaha cairan rokok elektrik atau liquid
yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa.....................................90
BAB V...................................................................................................................93
PENUTUP.............................................................................................................93
5.1 Simpulan...............................................................................................93
5.2 Saran.....................................................................................................93
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................95
LAMPIRAN..........................................................................................................98

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4. 1 Struktur Organisasi Balai Besar POM di Semarang.........................56


Gambar 4. 2 Produk Liquid yang tidak mencantumkan Kadaluarsa.....................69
Gambar 4. 3 Produk Liquid yang mencantumkan tanggal kadaluarsa..................77

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian BBPOM...........................................................99


Lampiran 2 SK Penelitian BBPOM Semarang...................................................101
Lampiran 3 Hasil Dokumentasi Wawancara.......................................................102

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rokok elektronik dinyatakan sebagai rokok yang ramah lingkungan

dan lebih sehat dibandingkan rokok tembakau karena rokok elektronik atau

Vape tidak menimbulkan bau maupun asap yang biasanya dapat mengganggu

sekitar karena bau asap rokok tembakau biasanya menusuk hingga membuat

batuk orang yang menghirupnya. Vape sendiri memerlukan cairan yang

bernama liquid yang dimana setelah dipanaskan akan menghasilkan uap. Bau

uap yang dihasilkan oleh e-cigarette lebih tidak menganggu karena aroma-

aroma yang dihasilkan biasanya berbau buah-buahan dan cream.

Cairan liquid pada vape mengandung zat adiktif dimana kadar nikotin

bervariasi dari kadar rendah hingga kadar tinggi. Nikotin apabila digunakan

secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama akan terakumulasi dalam

tubuh sehingga tidak dapat ditoleransi oleh tubuh yang mengakibatkan

gangguan serius pada organ tubuh. Sebagaimana diatur dalam pasal 113 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang

menyatakan bahwa “Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

tembakau, padat, cair, dan gas yg bersifat adiktif yang penggunaannya dapat

menimbulkan kerugian pada dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya”.

Semakin hari penjualan liquid menjadi hal yang menjanjikan dalam

dunia bisnis, karena peminat terhadap liquid ini maka pemasaran liquidpun

semakin hari semakin meningkat. Namun, beredarnya liquid di

1
2

pasaran tidak mendapat pengawasan dari Badan Pengawasan Obat dan

Makanan (BPOM), terbukti dari peredaran cairan rokok elektronik atau liquid

yang dijual bebas tanpa tanggal kadaluarsa yang jelas. Hal tersebut tentu saja

akan membahayakan konsumen yang menggunakan liquid tersebut dalam

jangka panjang. Pencantuman tanggal kadaluarsa merupakan hal yang sangat

penting dalam pemasaran suatu produk, kadaluarsa sendiri merupakan suatu

kondisi dimana suatu produk dapat dikatakan telah lewat waktu yang

dikatakan layak pada kemasannya. Kondisi yang sudah tidak layak digunakan

ini tentu saja sudah tidak layak untuk dijual, dalam hal ini konsumen harus

cerdas dan teliti dalam membeli suatu produk (Budiarti, 2016:4).

Selain Electronic Nicotine Delivery System ada juga Vaporizer / E-

Ciggarete. Vaporizer adalah perangkat yang dioperasikan dengan baterai

yang mensimulasikan sensasi merokok. Personal Vaporizer ini mempunyai

beragam rasa (e- liquid) seperti rasa tembakau, buah, mint, cappucino, dan

sebagainya, anda bisa menganti-ganti rasa tersebut agar tidak bosan. Cara alat

ini bekerja adalah sebuah baterai dan elemen pemanas (disebut juga sebagai

alat atomizer, clearomizer, cartomizer, atau cartidge). Ketika cairan khusus

campuran (e-liquid) membuat kontak dengan elemen pemanas, maka akan

memenaskan liquid dan menyebabkan untuk menguap. E-cig pertama kali

dipatenkan oleh Hon Lik pada tahun 2003. Hon Lik seorang perokok berat

menderita infeksi pernapasan, dengan adanya mimpi buruk Hon Lik tentang

rokok maka muncul pertama kalinya niat untuk mewujudkan e-cigarettes

sebagai pengganti rokok.


3

Pada tahun 2004, ia menemukan sebuah device menggunakan sebuah

baterai bertenaga kecil yang mengalirkan larutan cairan nikotin dalam bentuk

uap / kabut, yang tidak mengandung zat umum yang terdapat dalam rokok

biasa, seperti tar dan zat karsinogen (penyebab kanker). Beberapa orang

mengira E-Cig pertama kali dipatenkan pada tahun 1963 oleh Herbert Gilbert,

tapi penemuan Gilbert tidak menghasilkan Vaporizer (Nurahman, 2017).

Vaporizer saat ini sudah mulai menggeser eksistensi rokok

konvensional selain perokok biasa yang sudah berpindah ke Vaporizer, yang

tidak merokok pun menyukai Vaporizer, namun tidak sedikit juga perokok

konvensional yang menggunakan Vaporizer. Vaporizer saat ini telah

digunakan oleh berbagai kalangan. Penggunaannya pun sudah tidak hanya

pria saja akan tetapi wanita yang menggunakan Vaporizer. Terlebih para

pemuda yang menganggap Vaporizer sudah menjadi gaya hidup dan adu

gengsi. Rokok elektrik dianggap sebagai alat yang mampu menghentikan

perokok tembakau, namun hal ini perlu mendapat perhatian lebih dari advokat

kesehatan masyarakat karena masih butuh kejelasan antara sebagai alat

berhenti merokok atau gerbang baru untuk memulai merokok elektrik.

Namun, sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa

rokok elektrik bermanfaat untuk kesehatan dan sebagai langkah awal

seseorang berhenti merokok.

Di Indonesia, belakangan ini sudah mulai terlihat ada yang

mengkonsumsi rokok elektrik, baik sekedar untuk meningkatkan popularitas

atau mengikuti trend diera globalisasi serta gaya hidup remaja yang
4

dipengaruhi oleh gemerlapnya kota besar yang glamor agar terlihat mengikuti

perkembangan zaman serta dianggap ada oleh orang disekitanya. Rokok

elektrik mendapat hati dikalangan remaja Indonesia khususnya kota-kota

besar karena dengan mudahnya orang mendapatkan rokok elektrik dipusat

perbelanjaan, toko online, bahkan beberapa kios kecil (Putra, 2011).

Maraknya penggunaan vape yang berbahan baku cairan liquid

berdampak besar terhadap proses produk-produk cairan liquid yang tersebar

dimasyarakat. Penjualan produk liquid yang sudah sangat ramai tentunya

timbul oknum-oknum yang melakukan kecurangan terhadap masa

kadaluwarsa suatu produk. Fenomena tersebut harus diatasi dengan perlunya

perlindungan konsumen, pada saat ini tidak dapat dipisahkan dari kegiatan

perdagangan. Kegiatan perdagangan ini diharapkan menimbulkan

keseimbangan hak dan kewajiban antara pelaku usaha dan konsumen. Di

Indonesia saat ini perlindungan konsumen mendapat perhatian yang cukup

baik karena menyangkut aturan untuk menciptakan kesejahteraan, dengan

adanya keseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen dapat menciptakan

rakyat yang sejahtera dan makmur (Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008: 4).

Sebagaimana diketahui dari keterbukaan itu akan memberikan begitu

tantangan baik sebagai konsumen, produsen/pengusaha ataupun pemerintah.

Salah satu aspeknya adalah bahwa akan semakin meningkat permasalahan

perlindungan konsumen. Dampak yang timbul tersebut perlu mendapat

perhatian bersama, karena perkembangan dinamis dan terus menerus yang


5

terjadi dibidang ekonomi, menimbulkan permasalahan baru dibidang

perlindungan konsumen (Adrian Sutedi, 2008: 2).

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa “Perlindungan Konsumen adalah

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen”, sedangkan Konsumen menurut pengertian

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,” Konsumen

adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat,

baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain,

dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

Salah satu produk yang ditemui dan dikonsumsi dalam dunia usaha

terkait produk hasil olahan tembakau adalah rokok. Merokok bukan lagi

merupakan hal yang tabu dikalangan masyarakat Indonesia. Mulai dari anak-

anak, remaja, dewasa hingga lanjut usia dapat dengan bebas menggunakan

rokok. Saat ini Indonesia telah menduduki peringkat nomor 3 di dunia

sebagai Negara yang memiliki jumlah perokok terbanyak di dunia. Hal ini

terjadi karena rokok dapat dengan mudah di peroleh oleh berbagai kalangan

di Indonesia, tidak mengenal batasan usia maupun strata sosial kehidupan

masyarakat. Seiring berjalannya waktu, rokok telah menimbulkan korban

akibat kandungan berbahaya yang terdapat di dalamnya.Telah ditemukan

4.000 jenis bahan kimia dalam rokok, dengan 40 jenis diantaranya bersifat

karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Kandungan itu diantaranya adalah

Nikotin dan Tar. Nikotin dapat menyebabkan ketagihan merokok serta


6

mengganggu kinerja saraf, otak, dan banyak bagian lainnya, sedangkan tar

menyebabkan resiko terjadinya kanker (Tandra, 2003:2).

Melihat efek berbahaya dari kandungan rokok konvensional yang

menimbulkan penyakit mematikan bagi tubuh, maka seiring dengan kemajuan

teknologi, munculah suatu alat yang mempunyai sistem kerja yang hampir

sama dengan rokok konvensional yaitu rokok elektrik. Nancy A. Rigotti

menyebut bahwa rokok elektrik adalah: (A. Rigotti, 2015: 3). “Electrinic

cigarette is a baterry-operated device that aerosolizes nicotine for inhalation

but does not burn tobacco” (Rokok elektronik adalah perangkat yang

dioperasikan dengan baterai yang mengabsorpkan nikotin untuk inhalasi

tetapi tidak membakar tembakau), sementara itu National Institute on Drug

Abuse mengartikan rokok elektrik sebagai berikut: “Electronic cigarette

(also called e-cigarettes or electronic nicotine delivery systems) are battery-

operated devices designed to deliver nicotine with flavorings and other

chemicals to users in vapor instead of smoke” (Rokok elektronik (juga

disebut e-rokok atau sistem pengiriman nikotin elektronik) adalah perangkat

yang dioperasikan dengan baterai yang dirancang untuk mengantarkan

nikotin dengan perasa dan bahan kimia lainnya untuk pengguna dalam uap,

bukan asap).

Indonesia mempunyai aturan perundang-undangan mengenai

perlindungan konsumen yaitu Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada


7

konsumen. Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan konsumen

adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan

hidup (Rosmawati, 2018:6). Hukum tersebut juga untuk meningkatkan

kesadaran konsumen atas hak-hak yang dimilikinya serta meningkatkan

tanggungjawab pelaku usaha akan kewajibannya dalam menjual suatu

produk.

Saat ini dijumpai pelaku usaha yang acuh akan tanggungjawabnya

dalam penjualan cairan rokok elektrik atau liquid. Pelaku usaha tersebut tidak

memberikan hak informasi yang jelas terhadap konsumen dalam kemasan

produk mereka, padahal telah dijelaskan pada pasal 7 huruf b Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu

kewajiban pelaku usaha adalah memberikan informasi yang benar, jelas dan

jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi

penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

Pasal 8 ayat 1 huruf (g) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang

memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak

mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/

pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu. Namun, dalam

pelaksanaannya produk cairan rokok elektrik atau liquid yang tidak

mencantumkan tanggal kadaluwarsa. Tanpa adanya pencantuman tanggal

kadaluwarsa konsumen cairan rokok elektrik atau liquid yang tidak

mengetahui apakah cairan tersebut masih layak digunakan atau tidak. Cairan
8

rokok elektrik atau liquid kadaluwarsa dapat memberikan perubahan rasa

terhadap rasa asli dari cairan tersebut yang dapat menimbulkan rasa yang

tidak enak untuk dikonsumsi.

Hak atas informasi tanggal kadaluwarsa sangat penting, karena tidak

memadainya informasi yang disampaikan kepada konsumen ini merupakan

salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi atau

cacat karena informasi yang tidak memadai (Miru dkk, 2004:41). Konsumen

mempunyai hak untuk mendapatkan informasi sesuai dengan Pasal 4 huruf c

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu

hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa. Tanpa adanya informasi tanggal kadaluwarsa yang jelas

terkait dengan produk cairan rokok elektrik atau liquid maka menimbulkan

kerugian bagi konsumen yang dapat membahayakan dirinya dalam

mengkonsumsi produk cairan rokok elektrik atau liquid. Peraturan

perundang-undangan mengenai perlindungan konsumen harus terus

ditingkatkan untuk melindungi hak-hak dari konsumen. Undang-Undang

nomor 8 Tahun 1999 menjadi regulasi utama yang memiliki ketentuan bahwa

seluruh peraturan yang berkaitan dengan perlindungan tetap berlaku,

sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang yang diatur secara

khusus (Kristyanti, 2011:47), oleh karena itu, diperlukan suatu perlindungan

hukum terhadap konsumen atas produk cairan rokok elektrik atau liquid yang

tidak memberikan hak informasi tanggal kadaluwarsa yang jelas.


9

Berdasarkan permasalahan diatas dengan beredarnya produk cairan

liquid yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsanya serta adanya hak-

hak konsumen atas perlindungan hukum mengenai perlindungan konsumen

dimana maraknya peredaran produk cairan rokok elektrik liquid yang dapat

mengancam kesehatan bagi pengguna vape, maka dengan ini penulis tertarik

untuk meneliti permasalahan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penulis

bermaksud untuk melakukan penelitian penulisan hukum berjudul

"PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP

PRODUK CAIRAN ROKOK ELEKTRIK (E-LIQUID)

KADALUWARSA DI SEMARANG".

1.2 Identifikasi Masalah

Untuk memberikan gambaran yang jelas terkait penulisan skripsi ini,

maka penulis perlu mengidentifikasi terhadap permasalahan-permasalahan

terkait dengan judul yang diangkat penulis yang diantaranya sebagai berikut:

1. Mengenai perlindungan hukum bagi pengguna cairan rokok elektrik atau

liquid yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa

2. Mengenai peran dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Kota Semarang

terhadap permasalahan produk cairan rokok elektrik atau liquid yang

beredar di Kota Semarang tanpa mencantumkan tanggal kadaluwarsa

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas agar penelitian terfokus pada

permasalahan yang diangkat maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian

yang meliputi:
10

1. Mengenai perlindungan hukum terhadap pengguna cairan rokok elektrik

atau liquid yang beredar di Kota Semarang

2. Mengenai konsekuensi hukum terhadap pelaku usaha yang memasarkan

produk cairan rokok elektrik atau liquid tanpa mencantumkan tanggal

kadaluwarsa

3. Peran dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Kota Semarang dalam

mengatasi permasalahan produk cairan rokok elektrik atau liquid yang

beredar di Kota Semarang tanpa mencantumkan tanggal kadaluwarsa

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan Masalah di atas, dapat diketahui rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen terhadap cairan rokok

elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa?

2. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha cairan rokok elektrik atau liquid

yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, tujuan

penelitian penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai perlindungan hukum cairan rokok

elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa.

2. Untuk mengetahui konsekuensi hukum terhadap perlaku usaha cairan

rokok elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa.


11

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi beberapa

pihak. Manfaat penelitian ini meliputi manfaat normatif, teoritis, dan manfaat

praktis, sebagai berikut:

(1) Manfaat Normatif

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sarana pengembangan

hukum mengenai perlindungan konsumen dan kesehatan.

(2) Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dibidang ilmu hukum perdata. Selain itu diharapkan dengan

adanya penelitan dan penulisan ini dapat memperkaya referensi dan

literatur dalam dunia kepustakaan yang terkait langsung dengan judul

penelitian ini.

(3) Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa

Dapat digunakan sebagai wahana pengemban ilmu Hukum Perdata

serta untuk menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan

menganalisis terhadap perlingungan konsumen.

b. Bagi Instansi

Bagi Instansi penelitian ini dapat memberikan masukan terkait

permasalahan perlindungan konsumen terhadap pelaku usaha cairan

rokok elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan tanggal

kadaluwarsa.
12

c. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat penelitian ini sebagai pengetahuan dan menambah

wawasan perlindungan konsumen cairan rokok elektrik atau liquid.

d. Bagi Pemerintah

Dapat memberikan bahan pengetahuan dan masukan agar

mengedepankan kesejahteraan masyarakan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian mengenai bantuan hukum telah banyak diteliti

sebelumnya sebagai bahan pertimbangan penulis dan untuk menunjukan

orisinalitas dalam penelitian ini, maka di bawah ini penulis cantumkan

beberapa penelitian terdahulu yang menurut penulis relevan sebagai

perbandingan tinjauan kajian materi yang akan dibahas oleh penulis antara

lain:

No. Penulis Judul Pokok Bahasan


1. Firman Perlindungan Hukum Penulisan ini bertujuan untuk
Tornado Terhadap Konsumen Atas mengetahui perlindungan
Megahputra, Hak Informasi Produk hukum terhadap konsumen atas
Skripsi Cairan Rokok Elektrik hak informasi produk cairan
(2018) (E-Juice) di Yogyakarta rokok elektrik di Yogyakarta
Universitas dan konsekuensi hukum bagi
Islam pelaku usaha yang tidak
Indonesia memberikan hak informasi
kepada konsumen.
2. Dimas Hana Perlindungan Hukum Rokok elektrik adalah suatu
Adiyatma, Terhadap Konsumen E- inovasi baru pengganti rokok
Skripsi (2018)Liquid Pada Rokok konvensional yang didalamnya
Universitas Elektrik Berdasarkan terdapat cairan isi ulang yang
Negeri Peraturan Pemerintah biasa disebut dengan e-liquid.
Semarang Nomor 109 Tahun 2012
di Kota Semarang
3. Ketut Perlindungan Hukum Hasil yang diperoleh dari
Nurcahaya Terhadap Konsumen di penelitian menunjukan bahwa
Gita, Skripsi Indonesia Terkait Bahaya Pihak pelaku usaha yang
(2016) Konsumsi Rokok bertanggungjawab terhadap
Universitas Elektrik. konsumen yang mengalami
Udayana kerugian akibat konsumsi
produk tembakau khususnya
rokok elektrik baik itu pihak
retail (pengecer/pengedar) atau
pun perusahaan yang

13
memproduksi.

14
14

4. Darmawati, Analisis Regulasi Perlindungan konsumen


Skripsi Perlindungan Konsumen terhadap produk makanan
(2019) Terhadap Produk ringan tanpa tanggal kadaluarsa
Universitas Makanan Tanpa Tanggal di home industry kecamatan
Islam Negeri Kadaluarsa (Studi Kasus Alam Barajo. Makanan ringan
Sulthan Thaha Pada Home Industry yang diproduksi oleh usaha
Saifudin Kecamatan Alam Barajo) mandiri atau lebih dikenal home
Jambi industry yang banyak
dipasarkan diwarung-warung
tradisional.
5. Elsya Perlindungan Konsumen Perlindungan atas konsumen
Rahmatia Terhadap Makanan terhadap makanan kadaluarsa di
Harinda, Kadaluarsa Ditinjau Kota Gorontalo ditinjau dalam
Skripsi (2016) Dalam Prespektif Pasal Pasal 1365 KUH Perdata telah
Universitas 1365 Kuh Perdata (Studi dilakukan baik oleh BPOM.
Negeri Kasus Kota Gorontalo) Berdasarkan hasil temuan
Gorontalo BPOM sebanyak 39 produk
makanan kadaluarsa serta YLKI
Provinsi Gorontalo yang
menerima aduan sebanyak 5
produk makanan
cacat/kadaluarsa.

Berdasarkan tabel hasil penelitian diatas penulis dapat menjelaskan

mengenai kebaharuan dalam penulisan skripsi ini oleh penulis yaitu:

1. Firman Tornado Megahputra, Skripsi (2018) Universitas Islam Indonesia.

Penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen

Atas Hak Informasi Produk Cairan Rokok Elektrik (E-Juice) di

Yogyakarta”. Hasil penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui

perlindungan hukum terhadap konsumen atas hak informasi produk

cairan rokok elektrik di Yogyakarta dan konsekuensi hukum bagi pelaku

usaha yang tidak memberikan hak informasi kepada konsumen.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh produk cairan rokok elektrik di

Yogyakarta yang tidak memberikan hak informasi kepada konsumen


15

khusunya pada label yang ada pada produk. Minimnya hak informasi

yang diberikan menyebabkan kerugian pada konsumen. Unsur pembeda

adalah skripsi tersebut tidak membahas tentang permasalahan pada

tanggal kadaluwarsa pada cairan rokok elektrik atau liquid serta langkah

pemerintah dalam mewujudkan perlindungan hukum bagi konsumen

terhadap pengguna cairan rokok elektrik atau liquid yang tidak

mencantumkan tanggal kadaluwarsa. Penulis didalam penelitian ini

membahasa dengan rinci mengenai perlindungan konsumen terhadap

persebaran cairan rokok elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan

tanggal kadaluwarsanya yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak dari

konsumen.

2. Dimas Hana Adiyatma, Skripsi (2018) Universitas Negeri Semarang,

Penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen E-

Liquid Pada Rokok Elektrik Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

109 Tahun 2012 di Kota Semarang”. Rokok elektrik adalah suatu inovasi

baru pengganti rokok konvensional yang didalamnya terdapat cairan isi

ulang yang biasa disebut dengan e-liquid. Komposisi e-liquid terdiri dari

nikotin, pripolin glycol, vegetable gliserin, flavouring. Fakta dilapangan

menunjukkan bahwa peredaran e-liquid dipasaran tidak mendapatkan

pengawasan oleh pemerintah karena belum ada peraturan yang jelas

mengenai produk e-liquid padahal dalam e-liquid terdapat nikotin yang

membahayakan bagi tubuh. Berdasarkan uraian tersebut dilakukan

penelitian dengan rumusan masalah (1) Bagaimana e-liquid Peraturan


16

Pemerintah No. 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang

Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dan

(2) Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen e-liquid pada

rokok elektrik berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun

2012. Unsur pembedanya adalah skripsi tersebut lebih membahas terkait

kandungan dalam cairan rokok elektrik yang dapat membahayakan para

penggunanya, sedangkan yang penulis lakukan dalam penelitian ini

adalah permasalahan tidak adanya label kadaluwarsa dalam produk

cairan rokok elektrik atau liquid ini. Penulis juga lebih berfokus dalam

proses perlindungan konsumen dari adanya produk cairan liquid yang

tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa.

3. Ketut Nurcahaya Gita, Skripsi (2016) Universitas Udayana. Penelitian

yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen di Indonesia

Terkait Bahaya Konsumsi Rokok Elektrik”. Hasil yang diperoleh dari

penelitian menunjukan bahwa Pihak pelaku usaha yang

bertanggungjawab terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat

konsumsi produk tembakau khususnya rokok elektrik baik itu pihak retail

(pengecer/pengedar) atau pun perusahaan yang memproduksi, dapat

diberikan sanksi hukum berupa sanksi adminitratif sesuai ketentuan Pasal

60 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang

Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk

Tembakau Bagi Kesehatan terhadap Produk Rokok Elektrik (E-

Cigarette) berupa: teguran lisan, teguran tertulis, penarikan produk,


17

rekomendasi penghentian sementara kegiatan, dan/atau rekomendasi

penindakan kepada instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan. Perlindungan hukum terhadap konsumen di

Indonesia terkait bahaya konsumsi produk tembakau khususnya rokok

elektrik, dapat ditinjau dari Pasal 8 ayat (1) huruf i, dan Pasal 9 ayat (1)

huruf j UUPK, serta Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan. Unsur pembedanya adalah dari penelitian

terdahulu ini membahas tentang perlindungan hukum terhadap konsumen

terkait bahaya konsumsi rokok elektrik, sedangkan penelitian yang akan

dilakukan oleh penulis memuat tentang cairan rokok elektrik atau

liquidnya yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa. Penulis juga

membahasa lebih lanjut terkait perlindungan konsumen yang tidak

terpenuhi haknya atas beredarnya liquid yang tidak mencantumkan

tanggal kadaluwarsanya.

4. Darmawati, Skripsi (2019) Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha

Saifudin Jambi. Penelitian yang berjudul “Analisis Regulasi

Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Makanan Tanpa Tanggal

Kadaluarsa (Studi Kasus Pada Home Industry Kecamatan Alam Barajo)”.

Perlindungan konsumen terhadap produk makanan ringan tanpa tanggal

kadaluarsa di home industry kecamatan Alam Barajo. Makanan ringan

yang diproduksi oleh usaha mandiri atau lebih dikenal home industry

yang banyak dipasarkan diwarung-warung tradisional. Unsur

pembedanya adalah dari penelitian terdahulu ini membahas tentang


18

perlindungan hukum terhadap konsumen terkait bahaya konsumsi rokok

elektrik, sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis memuat

tentang cairan rokok elektrik atau liquidnya yang tidak mencantumkan

tanggal kadaluwarsa. Penulis didalam penelitian ini membahasa dengan

rinci mengenai perlindungan konsumen terhadap persebaran cairan rokok

elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsanya

yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak dari konsumen.

5. Elsya Rahmatia Harinda, Skripsi (2016) Universitas Negeri Gorontalo.

Judul penelitia “Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Kadaluarsa

Ditinjau Dalam Prespektif Pasal 1365 Kuh Perdata (Studi Kasus Kota

Gorontalo)”. Perlindungan atas konsumen terhadap makanan kadaluarsa

di Kota Gorontalo ditinjau dalam Pasal 1365 KUH Perdata telah

dilakukan baik oleh BPOM Provinsi Gorontalo, YLKI, maupun Polres

Gorontalo Kota. Berdasarkan hasil temuan BPOM sebanyak 39 produk

makanan kadaluarsa serta YLKI Provinsi Gorontalo yang menerima

aduan sebanyak 5 produk makanan cacat/kadaluarsa. Unsur pembedanya

adalah skripsi tersebut tidak membahas tentang permasalahan pada

tanggal kadaluwarsa pada cairan rokok elektrik atau liquid serta langkah

pemerintah dalam mewujudkan perlindungan hukum bagi konsumen

terhadap pengguna cairan rokok elektrik atau liquid yang tidak

mencantumkan tanggal kadaluwarsa. Penulis didalam penelitian ini

membahasa dengan rinci mengenai perlindungan konsumen terhadap

persebaran cairan rokok elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan


19

tanggal kadaluwarsanya yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak dari

konsumen.

2.2 Landasan Teori

Landasan teori merupakan teori yang relevan yang digunakan untuk

menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti dan sebagai dasar untuk

memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang telah diajukan

(hipotesis). Teori yang digunakan bukan sekedar pendapat dari pengarang

atau pendapat lain, tetapi teori yang benar-benar telah teruji kebenarannya.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut:

2.2.1 Teori Kepastian Hukum

Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari

hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai

kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi digunakan

sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang. Kepastian sendiri disebut

sebagai salah satu tujuan dari hukum. Apabila dilihat secara historis,

perbincangan mengenai kepastian hukum merupakan perbincangan

yang telah muncul semenjak adanya gagasan pemisahan kekuasaan

dari Montesquieu.

Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam

hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri.

Keteraturan menyebabkan orang dapat hidup secara berkepastian

sehingga dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam

kehidupan bermasyarakat. Guna memahami secara jelas mengenai


20

kepastian hukum itu sendiri, berikut akan diuraikan pengertian

mengenai kepastian hukum dari beberapa ahli.

Gustav Radbruch mengemukakan 4 (empat) hal mendasar

yang berhubungan dengan makna kepastian hukum, yaitu:

“Pertama, bahwa hukum itu positif, artinya bahwa hukum


positif itu adalah perundang-undangan. Kedua, bahwa hukum itu
didasarkan pada fakta, artinya didasarkan pada kenyataan. Ketiga,
bahwa fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga
menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di samping mudah
dilaksanakan. Keempat, hukum positif tidak boleh mudah diubah.”

Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada

pandangannya bahwa kepastian hukum adalah kepastian tentang

hukum itu sendiri. Kepastian hukum merupakan produk dari hukum

atau lebih khusus dari perundang-undangan. Berdasarkan pendapatnya

tersebut, maka menurut Gustav Radbruch, hukum positif yang

mengatur kepentingan-kepentingan manusia dalam masyarakat harus

selalu ditaati meskipun hukum positif itu kurang adil.

Pendapat mengenai kepastian hukum dikemukakan pula oleh

Jan M. Otto sebagaimana dikutip oleh Sidharta (2006:85), yaitu

bahwa kepastian hukum dalam situasi tertentu mensyaratkan sebagai

berikut:

1. Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas atau jernih, konsisten

dan mudah diperoleh (accesible), yang diterbitkan oleh kekuasaan

negara;
21

2. Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintahan) menerapkan

aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk

dan taat kepadanya;

3. Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi

dan karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-

aturan tersebut;

4. Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak

menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten

sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum; dan

5. Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.

Kelima syarat yang dikemukakan Jan M. Otto tersebut

menunjukkan bahwa kepastian hukum dapat dicapai jika substansi

hukumnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Aturan hukum yang

mampu menciptakan kepastian hukum adalah hukum yang lahir dari

dan mencerminkan budaya masyarakat. Kepastian hukum yang seperti

inilah yang disebut dengan kepastian hukum yang sebenarnya

(realistic legal certainly), yaitu mensyaratkan adanya keharmonisan

antara negara dengan rakyat dalam berorientasi dan memahami sistem

hukum.

Menurut Sudikno Mertokusumo (2007:160), kepastian hukum

adalah jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut

hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat

dilaksanakan. Walaupun kepastian hukum erat kaitannya dengan


22

keadilan, namun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum

bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan,

sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak

menyamaratakan.

Kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai

dengan bunyinya sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa

hukum dilaksanakan. Dalam memahami nilai kepastian hukum yang

harus diperhatikan adalah bahwa nilai itu mempunyai relasi yang erat

dengan instrumen hukum yang positif dan peranan negara dalam

mengaktualisasikannya pada hukum positif (Fernando M. Manullang,

2007:95).

Nusrhasan Ismail (2006 : 39-41) berpendapat bahwa

penciptaan kepasian hukum dalam peraturan perundang-undangan

memerlukan persyaratan yang berkenaan dengan struktur internal dari

norma hukum itu sendiri.

“Persyaratan internal tersebut adalah sebagai berikut:


Pertama, kejelasan konsep yang digunakan. Norma hukum berisi
deskripsi mengenai perilaku tertentu yang kemudian disatukan ke
dalam konsep tertentu pula. Kedua, kejelasan hirarki kewenangan
dari lembaga pembentuk peraturan perundang-undangan. Kejelasan
hirarki ini penting karena menyangkut sah atau tidak dan mengikat
atau tidaknya peraturan perundang-undangan yang dibuatnya.
Kejelasan hirarki akan memberi arahan pembentuk hukum yang
mempunyai kewenangan untuk membentuk suatu peraturan
perundang-undangan tertentu. Ketiga, adanya konsistensi norma
hukum perundang-undangan. Artinya ketentuan-ketentuan dari
sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan satu
subyek tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan yang
lain”
23

Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan

hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang

berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek

yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum

berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

Lon Fuller dalam bukunya the Morality of Law (1971:54-

58) mengajukan 8 (delapan) asas yang harus dipenuhi oleh hukum,

yang apabila tidak terpenuhi, maka hukum akan gagal untuk disebut

sebagai hukum, atau dengan kata lain harus terdapat kepastian hukum.

Kedelapan asas tersebut adalah sebagai berikut :

1. Suatu sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, tidak

berdasarkan putusan-putusan sesat untuk hal-hal tertentu;

2. Peraturan tersebut diumumkan kepada publik;

3. Tidak berlaku surut, karena akan merusak integritas sistem;

4. Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum;

2.3 Landasan Konseptual

2.3.1 Tinjauan Umum Mengenai Perlindungan Konsumen

2.3.1.1 Definisi Perlindungan Konsumen

Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa pengertian dari

Hukum Perlindungan Konsumen adalah suatu peraturan yang dibuat

untuk mengatur permasalahan antar pihak, dimana dalam hal ini

adalah yang mempunyai hubungan dengan barang ataupun jasa di

kehidupan masyarakat (Mochtar, 2010: 4). Zen Umar Purba


24

menyatakan adanya dasar-dasar yang terdapat dalam pengaturan

perlindungan konsumen yaitu sebagai berikut:

1. Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha;

2. Konsumen mempunyai hak;

3. Pelaku usaha mempunyai kewajiban;

4. Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada

pembangunan nasional;

5. Perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat;

6. Keterbukaan dalam promosi barang atau jasa;

7. Pemerintah perlu berperan aktif;

8. Masyarakat juga perlu berperan serta;

9. Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam

berbagai bidang;

10. Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap.

Tujuan dibuatnya Hukum Perlindungan Konsumen adalah

agar perlindungan konsumen dapat terpenuhi baik dari segi hukum

privat maupun publik. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (1)

Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999,

Perlindungan Konsumen adalah “Segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan hukum kepada

konsumen”. Yang dimaksud dengan “Segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum”, adalah agar pelaku usaha yang melakukan


25

tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan kerugian bagi konsumen

dapat sanksi ataupun hukuman yang setimpal.

2.3.1.2 Asas Hukum Perlindungan Konsumen

Paul Scholten memberikan penjelasan bahwa asas hukum

ialah pemberian suatu nilai yang lebih mengarah kepada hukum. Tidak

hanya itu, H.J Hommes juga memberikan pendapat, dimana

menurutnya asas hukum tidak hanya dijadikan sebagai sebuah aturan

yang harus dipatuhi melainkan juga sebagai petunjuk dalam suatu

peraturan hukum. Perlindungan konsumen didasarkan pada manfaat,

keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta

kepastian hukum yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Asas Manfaat

Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa

segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus

memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen

dan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas ini menghendaki bahwa

pengaturan dan penegakkan hukum perlindungan konsumen tidak

dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak diatas pihak lain

atau sebaliknya, tetapi adalah untuk memberikan kepada

masingmasing pihak, produsen dan konsumen, apa yang menjadi

haknya. Dengan demikian, diharapkan bahwa pengaturan dan

penegakkan hukum perlindungan konsumen bermanfaat bagi


26

seluruh lapisan masyarakat dan pada gilirannya bermanfaat bagi

kehidupan berbangsa.

2. Asas keadilan;

Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat

dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan

kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas ini menghendaki

bahwa melalui pengaturan dan penegakkan hukum perlindungan

konsumen ini, konsumen dan produsen dapat berlaku adil melalui

perolehan hak dan penunaian kewajiban secara seimbang. Karena

itu, Undang- Undang ini mengatur sejumlah hak dan kewajiban

konsumen dan pelaku usaha (produsen).

3. Asas keseimbangan;

Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan

keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan

pemerintah dalam arti materiil dan spiritual. Asas ini menghendaki

agar konsumen, pelaku usaha (produsen) dan pemerintah

memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan

penegakkan hukum perlindungan konsumen. Kepentingan antara

konsumen, produsen dan pemerintah diatur dan harus diwujudkan

secara seimbang sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-

masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada salah


27

satu pihak yang mendapat perlindungan atas kepentingannya yang

lebih besar dari pihak lain sebagai komponen bangsa dan negara.

4. Asas keamanan dan keselamatan;

Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan

untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada

konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang

dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas ini

menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan

memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi/dipakainya, dan

sebaiknya bahwa produk itu tidak akan mengancam ketentraman

dan keselamatan jiwa dan harta bendanya. Karena itu, Undang-

Undang ini membebankan sejumlah kewajiban yang harus dipatuhi

oleh produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.

5. Asas kepastian hukum;

Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha

maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin

kepastian hukum. Artinya Undang-Undang ini mengharapkan

bahwa aturan-aturan tentang hak dan kewajiban yang terkandung di

dalam Undang-Undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan

sehari-hari sehingga masing-masing pihak memperoleh pengadilan.

Oleh karena itu, Negara bertugas dan menjamin terlaksananya


28

Undang-Undang ini sesuai dengan bunyinya. Setiap peraturan

perundang-undangan yang mengatur hubungan antara pelaku usaha

dan konsumen harus mengacu dan mengikuti kelima asas tersebut

karena dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan perlindungan

konsumen.”

2.3.1.3 Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen

Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah

dijelaskan mengenai tujuan konsumen, yaitu:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian

konsumen untuk melindungi diri;

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang

dan/atau jasa;

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,

menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses

untuk mendapatkan informasi;

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha;


29

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen”.

2.3.2 Tinjauan Umum Mengenai Konsumen

2.3.2.1 Definisi Konsumen

Kelangsungan hidup manusia takkan terlepas dari ekonomi,

sosial dan hukum. Kehidupan manusia yang saling membutuhkan satu

sama lain sehingga terdapat dua posisi yang saling membutuhkan

yaitu konsumen dan produsen dimana demi memenuhi kebutuhanya

tersebut.

Menurut AZ Nasution istilah konsumen berasal dari alih

bahasa dari kata consumen (Inggris-Amerika), atau

consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau

consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara

harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang

yang menggunakan barang (Kristyanti, 2009:22). Tujuan penggunaan

barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok

mana pengguna tersebut.

Peraturan Perundang-undangan di Indonesia menjelaskan

bahwa istilah “konsumen” sebagai definisi yuridis formal ditemukan

pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen. Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun

1999 tentang Perlindungan konsumen menyebutkan bahwa,


30

“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

Berbicara tentang perlindungan konsumen berarti

mempersoalkan jaminan atau kepastian tentang terpenuhinya hak-hak

konsumen. Sebagai akhir dari usaha pembentukan Undang-Undang

Perlindungan Konsumen yaitu dengan lahirnya Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, yang di dalamnya dikemukakan pengertian

konsumen dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan. Penjelasan mengenai pengertian konsumen

berdasarkan Pasal 1 angka 2 menurut Ahmadi Miru dan Sutarman

Yodo dalam bukunya yang berjudul Hukum Perlindungan Konsumen

(Miru dkk, 2015:4), menyebutkan bahwa, dalam kepustakaan ekonomi

dikenal konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir

adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan

konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk

sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian

konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir. Dapat

diketahui pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen lebih luas daripada pengertian konsumen pada Rancangan


31

Undang-Undang Perlindungan Konsumen, karena dalam Undang-

Undang Perlindungan Konsumen juga meliputi pemakaian barang

untuk kepentingan makhluk hidup lain. Pengertian yang luas seperti

itu, sangat tepat dalam rangka memberikan perlindungan seluas-

luasnya kepada konsumen.

2.3.2.2 Hak dan Kewajiban Konsumen

Perlindungan hukum tentang hak-hak konsumen secara

umum dikenal ada empat hak dasar konsumen yakni, hak untuk

mendapatkan keamanan (the right to safety), hak untuk mendapatkan

informasi (the right to be informed), hak untuk memilih (the right to

choose), dan hak untuk di dengar (the right to be heard).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen yang tertuang dalam Pasal 4, ada 9

(sembilan) hak dari konsumen, yaitu 8 (delapan) diantaranya

merupakan hak yang secara eksplisit diatur dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen dan 1 (satu) hak lainnya diatur dalam

ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Hak-hak tersebut

antara lain sebagai berikut:

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa

sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;


32

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barangdan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang

dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif;

h. hak Untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau

penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

2.3.2.3 Pengertian Pelaku Usaha

Produsen berasal dari bahasa Belanda yakni producent. Dalam

bahasa inggris, Producer artinya penghasil. Dalam pengertian yuridis,

istilah produsen disebut dengan pelaku usaha. Berdasarkan Pasal 1

angka (3) Undang-undang Perlindungan Konsumen, bahwa:

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan

usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak

berbadan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan

kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik

sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan dalam berbagai bidang ekonomi”.


33

Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa

yang termasuk pelaku usaha adalah perusahaan, koperasi, BUMN,

koperasi, importer pedagang, distributor dan lain-lain. Terlihat jelas

bahwa cakupan pelaku usaha cukup luas karena meliputi grosir,

leveransi, pengecer dan sebagainya. Selain itu yang dikualifikasi

lainnya sebagai produsen adalah pembuat produk jadi, penghasil

bahan baku, pembuat suku cadang, setiap orang yang menampakkan

dirinya sebagai produsen dengan jalan mencantumkan namanya, tanda

pengenal tertentu atau tanda lain yang membedakan dengan produk

asli pada produk tertentu, importer suatu produk dengan maksud untuk

dijual-belikan, disewakan, disewagunakan (leasing) atau bentuk lain

dalam transaksi perdagangan, pemasok (supplier) dalam hal identitas

dari produsen atau importir tidak dapat ditentukan.

Pengertian pelaku usaha tidaklah mencakup eksportir atau

pelaku usaha di luar negeri, karena Undang-Undang Perlindungan

Konsumen membatasi orang perseorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang

didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah

hukum Negara Republik Indonesia.

2.3.2.4 Hak, Kewajiban dan Tanggungjawab Pelaku Usaha

Istilah pelaku usaha merupakan pengertian yuridis dari istilah

produsen. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU

Nomor 8 Tahun 1999 adalah:


34

a) hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan

kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan;

b) hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan

konsumen yang beritikad tidak baik;

c) hak untuk melakukan pembelaan diri sepatunya di dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d) hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum

bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang

dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.

Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

menunjukkan bahwa pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih banyak

jika kondisi barang dan/atau jasa yang diberikannya kepada konsumen

tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku pada

umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama. Dalam praktek yang

biasa terjadi, suatu barang dan/atau jasa yang kualitasnya lebih rendah

daripada barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga

yang lebih murah. Dengan demikian yang dipentingkan dalam hal ini

adalah harga yang wajar.


35

Kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 UU Nomor 8

Tahun 1999, yaitu:

a) beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi

penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif;

d) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku;

e) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan

dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang

diperdagangkan;

f) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas

kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang

dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak

sesuai dengan perjanjian;

Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjelaskan

bahwa itikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi
36

semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat

diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai

sejak barang dirancang/diproduksi sampai pada tahap purna penjualan,

sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beriktikad baik dalam

melakukan transaksi pembelian barang dan/jasa. Hal ini tentu saja

disebabkan karena kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen

dimulai sejak barang dirancang/diproduksi oleh produsen (pelaku

usaha), sedangkan bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat

merugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi dengan

produsen.

Pada kenyataanya, konsumen dan pelaku usaha memiliki

hubungan yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan

sehingga sudah seharusnya kedudukan konsumen dan pelaku usaha

berada pada kondisi yang seimbang. Namun dalam kenyataannya,

kedudukan konsumen seringkali berada pada posisi atau kedudukan

yang lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha

(Susilo, 1996: 11).

Sebagai upaya untuk menghindarkan akibat negatif

pemakaian barang dan/atau jasa, maka Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun

1999 mengatur sebagai berikut:

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan

barang dan/atau jasa yang:


37

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto, dan

jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan

dalam label atau etiket barang tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah

dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau

kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket

atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses

pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu

sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan

barang dan/atau jasa tersebut;

f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label,

etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang

dan/atau jasa tersebut;

g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka

waktu penggunaan / pemanfaatan yang paling baik atas

barang tertentu;
38

h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,

sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam

label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang

yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau

netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat

sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan

lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus

dipasang/dibuat;

j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk

penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak,

cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi

secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan

pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau

tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan

ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa

tersebut serta wajib menariknya dari peredaran;


39

Secara garis besar perbuatan yang dilarang oleh pelaku usaha

dalam Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 dapat dibagi dalam dua

larangan pokok, yaitu (Widjaja, 2003: 39):

a) Larangan mengenai produk itu sendiri yang tidak memnuhi

syarat dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai

atau dimanfaatkan oleh konsumen;

b) Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar dan

tidak akurat yang menyesatkan konsumen;

Mengenai tanggung jawab pelaku usaha, diatur dalam Pasal

19 UU Nomor 8 Tahun 1999, yaitu:

1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan;

2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang

sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7

(tujuh) hari setelah tenggang transaksi;

4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan


40

pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya

unsur kesalahan;

5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa

kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

2.3.3 Tinjauan Umum Vape (Rokok Elektrik)

Vape (rokok elektronik) merupakan salah satu NRT yang

menggunakan listrik dari tenaga baterai untuk memberikan nikotin

dalam bentuk uap dan oleh WHO disebut sebagai Electronic Nicotine

Dellivery System (ENDS). Vape dirancang untuk memberikan nikotin

tanpa pembakaran tembakau dengan tetap memberikan sensasi

merokok pada penggunanya (Tanuwihardjo, 2012).

Vape diciptakan di Cina, dipatenkan tahun 2004 dan dengan

cepat menyebar ke seluruh dunia dengan berbagai merek seperti

NJOY, epuffer, blu cigs, green smoke, smoking everywhere, dan lain-

lain. Secara umum perangkat vape terdiri dari beberapa komponen

yaitu litium (berisi batrai yang dapat diisi ulang), atomizer (yang

memanaskan cairan sehingga tercipta uap) dan cartridge (penampung

yang berisi larutan liquid). Vape menghirup uap melalui bagian

mouthpiece kemudian aliran udara mengaktifkan sensor yang

terhubung pada pemanas kecil bertenaga baterai, dimana pemanas

akan menguapkan liquid yang ditampung di cartridge. Produk standar


41

cairan mengandung nikotin, propylene glycol, perasa, dan air

(Salomon, 2009).

Rokok elektrik memiliki kandungan toksin dalam jumlah

banyak yang terdapat pada liquid, isi keseluruhan dari rokok ini

adalah zat nikotin yang bervariasi yang apabila dipanaskan akan

menghasilkan nitrotisme. Larutan nitrotisme nantinya akan menjadi

penyebab munculnya penyakit kanker (Pramono, 2010).

2.3.4 Tijauan Umum Produk Cairan Rokok Elektrik (E-Liquid)

Rokok elektrik adalah alat yang digunakan untuk memasukkan

nikotin kedalam tubuh penggunanya, hanya saja nikotin yang

dihasilkan bukan berasal dari pembakaran tembakau, tetapi dari

ekstrak tembakau. Nikotin yang digunakan dalam rokok elektrik telah

dicampur dengan beberapa senyawa kimia lainnya seperti pripolin

glycol, vegetable gliserin, flavouring dan senyawa kimia lainnya yang

tidak diterangkan oleh para pelaku usaha dengan alasan menjaga

rahasia resep cairan isi ulang yang diproduksi (Thomas Sunaryo,

2013: 9).

Secara umum rokok elektrik memiliki tiga tipe yaitu rokok

elektrik yang berbentuk seperti rokok tembakau, rokok elektrik yang

lebih besar dengan tabung penyimpanan cairan dan rokok elektrik

terbaru yang terdiri dari mod (terdiri mesin dan batre), Atomizer

(terdiri dari koil dan kapas). Tipe ketiga merupakan tipe rokok elektrik

yang sekarang banyak dijumpai dan dapat dimodifikasi sesuai


42

kebutuhan pengguna. Rokok elektrik memberikan rasa dan sensasi

yang hampir sama dengan asap tembakau namun, pada rokok elektrik

tidak membakar tembakau secara langsung untuk menghasilkan asap,

melainkan menggunakan cairan larutan nikotin atau yang biasa

disebut dengan e-liquid. E-liquid adalah cairan isi ulang rokok elektrik

yang terdiri dari 4 bahan utama diantaranya nicotine, propylene

glycol, vegetable glycerin dan artificisal flavouring. Cara penggunaan

rokok elektrik pengguna meneteskan e-liquid pada koil yang terdapat

pada pemanas (automizer), kemudian menekan tombol pada mod

seketika koil akan memanas dan menghasilkan asap dan dihisap oleh

pengguna.

Rokok elektrik ini sedang menjadi fenomena baru di tengah

masyarakat Indonesia. Banyak konsumen rokok konvensional yang

beralih ke rokok elektrik karena menganggap cara merokok seperti ini

aman tanpa mengurangi kenikmatan dari merokok itu sendiri. Badan

Pengawas Makanan dan Obat Amerika Serikat, Food and Drug

Administration (FDA) pada tahun 2009, melakukan penelitian untuk

mengevaluasi penggunaan e liquid pada rokok elektrik dan diketahui

dalam rokok elektrik masih mengandung Tobacco specific

Nitrosamines (TSNA) dan Diethlyne Glycol (DEG). Ketiga bahan ini

merupakan zat yang berbahaya bagi tubuh yang berasal dari

tembakau. Pemerintah Indonesia sampai saat ini belum melakukan

penelitian terkait bahaya maupun manfaat rokok elektrik. Timbul


43

menjadi persoalan kemudian adalah fakta dilapangan menunjukkan

bahwa peredaran e-liquid dipasaran tidak mendapatkan pengawasan

oleh pemerintah. Terlebih lagi baru-baru ini mulai marak e-liquid

lokal yang diproduksi industri kecil yang tidak yang tidak

mendapatkan pengawasan serta izin yang jelas dari pemerintah.

2.4 Kerangka Berfikir

Secara umum kerangka berfikir yang hendak di bangun dilihat dapat

dalam bagan sebagai berikut:


- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
- Peraturan Presiden
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun
2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat
Adiktif

Munculnya rokok elektrik dan cairan rokok elektrik (E-


Liquid) sebagai pengganti rokok konvesional

Produk cairan rokok elektrik (E-Liquid) yang beredar di Kota


Semarang dan tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa.

Tanggung jawab dari pelaku usaha


cairan rokok elektrik (E-Liquid)
44

Pengawasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Kota Semarang dan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Semarang

Untuk mengetahui konsekuensi Untuk mengetahui pengaturan


hukum terhadap perlaku usaha mengenai perlindungan hukum
cairan rokok elektrik atau liq- cairan rokok elektrik atau liquid
uid yang tidak mencantumkan yang tidak mencantumkan tang-
tanggal kadaluwarsa gal kadaluwarsa

Terciptanya perlindungan hukum terhadap pengguna cairan


rokok elektrik (e-liquid).
.
BAB III

METODE PENELITIAN

Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Sugiyono (2013:3)

menyatakan bahwa cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-

ciri keilmun, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan

penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau

oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat

diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan

mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya, proses yang digunakan

dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan data yang diperoleh

melalui penelitian itu adalah data rasional,empiris (teramati) dan sistematis yang

mempunyai kriteria tertentu yaitu valid. Valid menunjukkan derajad ketepatan

antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat

dikumpulkan oleh peneliti.

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena analisis data

dipaparkan secara verbal, untuk mendapatkan informasi secara menyeluruh.

Komponen dalam metode penelitian kualitatif meliputi antara lain; alasan

menggunakan metode kualitatif, tempat atau lokasi penelitian, instrumen

penelitian, informan dan sumber data penelitian, teknik pengumpulan data,

teknik analisis data rencana pengujian keabsahan data (Sugiyono, 2010: 145).

44
45

Metode penelitian kualitatif yang peneliti gunakan dalam penelitian

ini dengan alasan karena permasalahan yang diteliti kompleks, dinamis dan

penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial yang kompleks,

dinamis dan belum jelas problemnya tersebut dijaring dengan metode

penelitian kuantitatif. Selain itu penggunaan metode kualitatif ini

dimaksudkan untuk memahami secara mendalam tentang perlindungan

hukum bagi konsumen terhadap produk cairan rokok elektrik kadaluwarsa di

Kota Semarang.

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam memecahkan masalah adalah

dengan menggunakan metode yuridis empiris. Pendekatan yuridis yang

dimaksudkan adalah hukum dilihat sebagai norma atau das sollen), karena

dalam melakukan pembahasan masalah dalam penelitian ini menggunakan

bahan-bahan hukum (baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak

tertulis atau baik bahan hukum primer, sekunder maupun tersier. Sedangkan

pendekatan empiris adalah dengan melihat hukum sebagai kenyataan sosial,

kultural atau das sein karena dalam penelitian ini data yang digunakan data

primer yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian. Jadi, pendekatan

yuridis empiris yang dimaksudkan di dalam penelitian ini adalah bahwa

dalam menganalisis permasalahan yang telah dirumuskan dilakukan dengan

memadukan bahan-bahan hukum baik primer, sekunder maupun tersier (yang

merupakan data sekunder) dengan data primer yang diperoleh di lapangan


46

yaitu tentang Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Cairan

Rokok Elektrik (E-Liquid) Kadaluwarsa di Kota Semarang.

3.3 Fokus Penelitian

Menurut Moleong, (Moleong, 2007:97) “Fokus penelitian pada

dasarnya adalah masalah yang bersumber dari pengalaman penelitian atau

melalui pengetahuan yang bersumber dari pengalaman peneliti atau

melakukan pengetahuan yang diperolehnya, dari kepustakaan ilmiah ataupun

kepustakaan lainnya”.

Dalam penelitian ini yang dijadikan fokus penelitian adalah:

1. Kesesuaian pelaku usaha dalam menciptakan produk liquid yang beredar

di Kota Semarang sesuai dengan peraturan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 pasal 8 huruf (g).

2. Kesesuaian pelaksanaan pengawasan produk liquid yang beredar di Kota

Semarang terhadap peraturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

pasal 8 huruf (g).

3. Pengawasan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Kota Semarang

Dinas Perdagangan Kota Semarang sesuai Peraturan Pemerintah nomor

69 Tahun 1999 pasal 3 ayat (2) huruf (e) Tentang Label dan Iklan

Pangan.

3.4 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilaksanakan atau

tempat dimana seseorang melakukan penelitian. Tujuan ditetapkannya lokasi

penelitian agar diketahui dengan jelas objek penelitian. Lokasi penelitian


47

yang akan dijadikan obyek penelitian adalah Badan Pengawas Obat dan

Makanan dan Dinas Perdagangan Kota Semarang serta brewer atau pelaku

usaha liquid di Kota Semarang.

Alasan penulis memilih lokasi penelitian tersebut adalah dalam hal ini

penulis memilih objek penelitian di Badan Pengawas Obat dan Makanan dan

Dinas Perdagangan Kota Semarang karena merupakan suatu lembaga yang

berperan dalam pelaksanaan pengawasan produk dan atau monitoring untuk

produk yang tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa. Sedangkan penelitian

yang dilakukan pada pelaku usaha yaitu brewer atau pelaku usaha liquid di

Kota Semarang.

3.5 Sumber Data Penelitian

Sumber data adalah tempat orang atau benda dimana peneliti dapat

mengamati, bertanya atau mencatat tentang hal-hal yang berkenaan dengan

variabel yang diteliti. Sumber data secara garis besar dapat dibedakan atas:

orang (person), tempat (place) dan kertas atau dokumen (peper) (Arikunto,

2007:107). Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi

sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan

bahan-bahan hukum skunder.

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya,

baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk

dokumen tidak resmi yang kemudian diolah peneliti (Ali, 2014:107).


48

Data primer ini dicatat melalui catatan tertulis yang dilakukan melalui

wawancara yang diperoleh peneliti dari:

Responden adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam

penelitian. Dalam hal ini, penulis meminta responden dari pegawai

Pengawas Obat dan Makanan dan Dinas Perdagangan Kota Semarang

dan brewer atau pelaku usaha liquid Kota Semarang.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen

resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil

penelitian yang terkait dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan

peraturan perundang-undangan. Data sekunder terdiri dari 3 (tiga) bahan

hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan

hukum tersier.

3.6 Teknik Pengambilan Data

a. Penelitian lapangan

Penelitian ini data diperoleh dengan cara penelitian di lapangan

menggunakan metode wawancara. Wawancara dilakukan dengan cara

semi terstruktur dan tanya jawab dengan mengembangkan pertanyaan-

pertanyaan yang berhubungan dengan masalah-masalah yang akan

diteliti.

b. Studi Kepustakaan

Suatu pengumpulan data dengan cara mempelajari buku-buku

kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan


49

cara mengiventarisasi dan mempelajari serta mengutip dari buku-buku

dan peraturan perundang-undangan (Juwana, 006: 145). Pengutipan

haruslah berkaitan dengan penelitian ini atau berbagai bahan hukum yang

sesuai dengan kajian tersebut di atas.

3.7 Validitas Data

Validitas data merupakan derajat ketetapan antara data yang ada

dengan objek penelitian dengan daya yang dapat dilakukan peneliti. Validitas

dilakukan dengan kesanggupan alat penelitian dalam mengukur isi yang

seharusnya.

3.8 Analisis Data

Teknik analisa data dilakukan dengan menganalisa data non faktual

yakni data-data yang telah diperoleh baik secara manual dari buku-buku yang

diperoleh dari perpustakaan maupun pusat-pusat informasilainnya dan juga

yang secara online dari media internet kemudian melakukan discourse

analysis yaitu suatu cara atau metode untuk mengkaji hal-hal yang

terkandung di dalam konsepkonsep yang menjadi obyek penelitian ini

(Pawito, 2007: 170).

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan teknik deskripsi analisis kualitatif, di mana penulis

menggambarkan keadaan yang diperoleh dan kemudian akan dianalisis dalam

bentuk kata-kata untuk memperoleh kesimpulan. Penulis menggunakan teknis

analisis data yang diberikan yaitu sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data
50

Pengumpulan data melalui observasi dilakukan penulis untuk

memeroleh data dan pembanding serta pelengkap hasil wawancara.

Penulis melakukan observasi terhadap pembulatan harga yang tentunya

melanggar hak hak konsumen. Observasi dilakukan oleh penulis

beberapa kali dengan objek yang berbeda dengan waktu yang berbeda

pula. Penulis melakukan observasi beberapa tahap hingga data yang

diperoleh cukup untuk menjawab masalah penelitian. Data yang

dikumpulkan tidak hanya melalui wawancara dan observasi, namun juga

didukung oleh dokumentasi dan studi pustaka untuk melengkapi data

penelitian. Penulis ketika wawancara dan observasi juga dimanfaatkan

untuk melakukan kegiatan dokumentasi dengan mengambil foto.

Kegiatan dokumentasi dilakukan setelah selesai wawancara dengan

informan, dilakukan bersamaan dengan observasi atau hanya dilakukan

kegiatan dokumentasi saja. Semua hasil dokumentasi disimpan dalam

laptop, yang sebelumnya menggunakan media kamera smartphone, kertas

untuk mencari data (Sugiyono, 2010: 32).

2. Reduksi Data

Reduksi data dilakukan dengan menganalisis dan menggolongkan,

data-data yang diperlukan yang menjadi fokus penelitian serta

membuang data yang tidak dibutuhkan. Reduksi dilakukan dengan cara

mengetik hasil penelitian ke dalam laptop dengan membuang hasil

wawancara dan dokumentasi berupa foto yang tidak mendukung

penelitian. Penulis kemudian melakukan hal inti dalam reduksi data yaitu
51

membaca ulang semua hasil penelitian yang diperoleh, menandai

jawaban yang sesuai dengan fokus penelitian, menggabungkan jawaban

informan yang sama, dan membuat catatan pribadi hasil penelitian secara

umum yang diperoleh.

3. Penyajian Data

Data yang sudah dipilih dianggap bisa menjawab permasalahan

dalampenelitian ini, kemudian data disajikan sebagai bahan untuk

analisis. Disajikan dengan konsep yang sudah dibuat penulis dalam

penelitian ini. Penulis menuliskan data yang diperoleh di lapangan yang

telah dikelompokkan sehingga data yang disajikan tidak melebar keluar

dari fokus penelitian. Penyajian data disertai pula kutipan langsung untuk

mendukung penulisan hasil penelitian. Dokumen dan gambar yang

diperlukan juga diberikan oleh penulis untuk memberikan gambaran

yang lebih mudah untuk dipahami.

4. Pengambilan Simpulan

Penyajian data yang telah penulis lakukan dan dianalisis

menggunakan konsep, selanjutnya diambil kesimpulan. Verifikasi dapat

dilakukan dengan keputusan, didasarkan pada reduksi data dan penyajian

data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam

penelitian. Simpulan ditinjau sebagai makna yang muncul dari data yang

harus diuji kebenarannya dan kecocokannya, yaitu keabsahan data yang

sudah tersusun kemudian diambil kesimpulan. Data-data yang didapat

dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian ditarik suatu


52

simpulan. Simpulan yang disampaikan juga tidak jauh dari fokus

penelitian yaitu pruduk cairan rokok elektrik atau liquid yang tidak

mencantumkan tanggal kadaluarsa.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Fokus Penelitian

Skripsi penulis yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen

Terhadap Produk Cairan Rokok Elektrik (E-Liquid) Kadaluwarsa di

Semarang” telah difokuskan oleh penulis untuk membatasi objek penelitian

sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti. Adanya fokus penelitian ini

pada dasarnya merupakan masalah pokok yang bersumber dari pengalaman

peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan

ilmiah ataupun kepustakaan lainnya. Penulis dalam skripsi ini memfokuskan

penelitian pada perlindungan konsumen terhadap beredarnya Produk Cairan

Rokok Elektrik (E-Liquid) Kadaluwarsa di Semarang. Fokus penelitian

pertama pada skripsi ini adalah membahas mengenai perlindungan konsumen

terhadap beredarnya Produk Cairan Rokok Elektrik (E-Liquid) Kadaluwarsa

di Semarang yang dilakukan oleh Balai Besar POM Semarang selaku unit

pelaksana teknis Badan Pengawas Obat dan Makanan. Balai Besar POM

Semarang berkewajiban untuk melayani dan melindungi masyarakat dari

produsen obat dan makanan di wilayah Provinsi Jawa Tengah.

Fokus kedua penelitian ini adalah membahas mengenai tanggung

jawab pelaku usaha cairan rokok elektrik atau liquid yang tidak

mencantumkan tanggal kadaluwarsa. Pengawasan merupakan bagian dari

tugas dan fungsi Balai Besar POM selaku pelaksanaan kebijakan teknis

52
operasional di bidang pengawasan obat dan makanan. Tugas dan fungsi Balai

Besar POM tersebut

53
53

telah diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12

Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di

Lingkunagn Badan Pengawas Obat dan Makanan.

4.2 Hasil Penelitian

Hasil penelitian skripsi ini peneliti telah melakukan penelitian di Balai

Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang yang beralamat di

Jl. Sukun Raya No.41 A, Srondol Wetan, Kec. Banyumanik, Kota Semarang,

Jawa Tengah. Sebagai penunjang peneliti juga telah melakukan observasi

langsung di Vape Store AJS Sekaran, dan Vape Store di Kota Semarang.

4.2.1 Gambaran Umum Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan

(BBPOM) Kota Semarang

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah sebuah

lembaga yang ada di Indonesia yang dibentuk langsung oleh

pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga

Pemerintah Non Departemen, yang telah diubah terakhir kali dengan

Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun 2015 tentang Perubahan

Kedelapan atas Keppres Nomor 103 Tahun 2001 BPOM berbeda

dengan BBPOM, BPOM adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan,

sementara BBPOM atau Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan

adalah unit pelaksana teknis dari BPOM itu sendiri yang berkedudukan

di setiap provinsi. Balai Besar POM Semarang terletak di Jl. Sukun


54

Raya No.41 A, Srondol Wetan, Kec. Banyumanik, Kota Semarang,

Jawa Tengah. Balai Besar POM memiliki tugas yaitu melaksanakan

kebijakan teknis operasional di bidang pengawasan obat dan makanan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Balai Besar

POM dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsi sebagai

berikut:

a. Penyusunan rencana dan program di bidang pengawasan obat dan

makanan

b. Pelaksanaan pemeriksaan sarana/fasilitas produksi obat dan

makanan

c. Pelaksanaan pemeriksaan sarana/fasilitas distribusi obat dan

makanan dan/atau sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian

d. Pelaksanaan sertifikasi produk dan sarana/fasilitas produksi

dan/atau distribusi obat dan makanan

e. Pelaksanaan pengambilan contoh (sampling) obat dan makanan

f. Pelaksanaan pengujian obat dan makanan

g. Pelaksanaan intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan

obat dan makanan

h. Pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan

masyarakat di bidang pengawasan obat dan makanan

i. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama di bidang pengawasan obat

dan makanan
55

j. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang

pengawasan obat dan makanan

k. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga

l. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan.

Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat

dan Makanan (UPT BPOM) adalah satuan kerja yang bersifat mandiri

yang melaksanakan tugas teknis operasional tertentu dan/atau tugas

teknis penunjang tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.

Balai Besar POM di Semarang merupakan UPT BPOM yang berada di

bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan, yang secara

teknis dibina oleh Deputi dan secara administratif dibina oleh

Sekretaris Utama. UPT BPOM dipimpin oleh seorang Kepala. Hal

tersebut sesuai dengan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan

Nomor 12 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit

Pelaksana Teknis di Lingkunagn Badan Pengawas Obat dan Makanan.

UPT Badan POM di Provinsi Jawa Tengah terdapat tiga antara lain:

Balai Besar POM di Semarang, Loka POM di Kota Surakarta, dan

Loka POM di Kabupaten Banyumas. Balai Besar POM di Semarang

memiliki struktur organisasi seperti gambar berikut:


56

Gambar 4. 1 Struktur Organisasi Balai Besar POM di Semarang


57

Struktur organisasi di Balai Besar POM Semarang tersebut

menggambarkan susunan tugas serta fungsinya. Berikut adalah

penjelasan dari tiap susunan struktur organisasi:

1. Kepala Balai Besar POM

Kepala Balai Besar POM Semarang mempunyai tugas

memimpin dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas, fungsi,

dan kewenangan BBPOM.

2. Bidang Pengujian

Bidang pengujian mempunyai tugas yaitu melaksanakan

kebijakan operasional di bidang pengujian kimia dan mikrobiologi

obat dan makanan. Sedangkan fungsi bidang pengujian yaitu:

a. Penyusunan rencana dan program di bidang pengujian kimia

dan mikrobiologi obat dan makanan

b. Pelaksanaan pengujian kimia dan mikrobiologi obat dan

makanan

c. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang

pengujian kimia dan mikrobiologi obat dan makanan

3. Seksi Pengujian Kimia

Seksi pengujian kimia bertugas untuk melakukan pengujian

kimia obat dan makanan. Sedangkan fungsi seksi pengujian kimia

yaitu:
58

a. Penyusunan rencana dan program di seksi pengujian kimia obat

dan makanan;

b. Pelaksanaan pengujian kimia obat dan makanan;

c. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di seksi

pengujian kimia obat dan makanan.

4. Seksi Pengujian Mikrobiologi

Seksi pengujian mikrobiologi bertugas untuk melakukan

pengujian mikrobiologi obat dan makanan. Sedangkan fungsi seksi

pengujian mikrobiologi yaitu:

a. Penyusunan rencana dan program di seksi pengujian

mikrobiologi obat dan makanan;

b. Pelaksanaan pengujian mikrobiologi obat dan makanan;

c. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di seksi

pengujian mikrobiologi obat dan makanan.

5. Bidang Pemeriksaan

Bidang pemeriksaan bertugas untuk melaksanakan

kebijakan operasional di bidang inspeksi dan sertifikasi

sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi obat dan makanan dan

sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta sertifikasi dan

pengambilan contoh (sampling) produk obat dan makanan.

Sedangkan fungsi bidang pemeriksaan yaitu:

a. Penyusunan rencana dan program di bidang inspeksi dan

sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi obat dan


59

makanan dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta

sertifikasi dan pengambilan contoh (sampling) produk obat dan

makanan;

b. Pelaksanaan inspeksi sarana/fasilitas produksi dan/atau

distribusi obat dan makanan dan sarana/fasilitas pelayanan

kefarmasian;

c. Pelaksanaan sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau

distribusi obat dan makanan;

d. Pelaksanaan pengambilan contoh (sampling) obat dan

makanan;

e. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang

inspeksi dan sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau

distribusi obat dan makanan dan sarana/fasilitas pelayanan

kefarmasian, serta sertifikasi dan pengambilan contoh

(sampling) produk obat dan makanan.

6. Seksi Inspeksi

Seksi inspeksi bertugas untuk melakukan inspeksi

sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi obat dan makanan dan

sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta pengambilan contoh

(sampling) produk obat dan makanan. Sedangkan fungsi seksi

inspeksi yaitu:

a. Penyusunan rencana dan program di seksi inspeksi

sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi obat dan makanan


60

dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta sertifikasi dan

pengambilan contoh (sampling) produk obat dan makanan;

b. Pelaksanaan inspeksi sarana/fasilitas produksi dan/atau

distribusi obat dan makanan dan sarana/fasilitas pelayanan

kefarmasian;

c. Pelaksanaan pengambilan contoh (sampling) obat dan

makanan;

d. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di seksi

inspeksi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi obat dan

makanan dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, dan

pengambilan contoh (sampling) produk obat dan makanan.

7. Seksi Sertifikasi

Seksi sertifikasi bertugas untuk melakukan sertifikasi

sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi produk obat dan

makanan. Sedangkan fungsi seksi sertifikasi yaitu:

a. Penyusunan rencana dan program di seksi sertifikasi

sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi obat dan makanan

dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta sertifikasi

produk obat dan makanan;


61

b. Pelaksanaan sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau

distribusi obat dan makanan;

c. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di seksi

sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi obat dan

makanan dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta

sertifikasi produk obat dan makanan.

8. Bidang Penindakan

Bidang penindakan bertugas untuk melaksanakan kebijakan

operasional di bidang penindakan terhadap pelanggaran ketentuan

peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan obat dan

makanan. Sedangkan fungsi bidang penindakan yaitu:

a. Penyusunan rencana dan program di bidang intelijen dan

penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan

perundang-undangan di bidang pengawasan obat dan makanan;

b. Pelaksanaan intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

pengawasan obat dan makanan;

c. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang

intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan

peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan obat dan

makanan.

9. Bidang Informasi dan Komunikasi


62

Bidang informasi dan komunikasi bertugas untuk

melaksanakan kebijakan operasional di bidang pengelolaan

komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan masyarakat serta

penyiapan koordinasi pelaksanaan kerja sama di bidang

pengawasan obat dan makanan. Sedangkan fungsi bidang

informasi dan komunikasi yaitu:

a. Penyusunan rencana dan program di bidang pengelolaan

komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan masyarakat di

bidang pengawasan obat dan makanan;

b. Pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan

masyarakat di bidang pengawasan obat dan makanan;

c. Penyiapan koordinasi pelaksanaan kerja sama di bidang

pengawasan obat dan makanan;

d. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang

pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan

masyarakat di bidang pengawasan obat dan makanan.

10. Bagian Tata Usaha

Bagian tata usaha mempunyai tugas melaksanakan

koordinasi penyusunan rencana, program, dan anggaran,

pengelolaan keuangan dan barang milik negara, teknologi

informasi komunikasi, evaluasi dan pelaporan, urusan

kepegawaian, penjaminan mutu, tata laksana, kearsipan tata


63

persuratan serta kerumahtanggaan. Sedangkan fungsi bagian tata

usaha yaitu:

a. Penyusunan rencana, program dan anggaran;

b. Pelaksanaan pengelolaan keuangan;

c. Pengelolaan persuratan dan kearsipan;

d. Pengelolaan penjaminan mutu dan tata laksana;

e. Pelaksanaan urusan kepegawaian;

f. Pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi;

g. Pelaksanaan urusan perlengkapan dan kerumahtanggaan;

h. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kinerja.

11. Sub Bagian Program dan Evaluasi

Sub bagian program dan evaluasi bertugas untuk

melakukan penyusunan rencana, program, dan anggaran,

pengelolaan keuangan, penjaminan mutu, tata laksana, serta

pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kinerja.

Sedangkan fungsi sub bagian program dan evaluasi yaitu:

a. Penyusunan rencana, program dan anggaran;

b. Pelaksanaan pengelolaan keuangan;

c. Pengelolaan penjaminan mutu dan tata laksana;

d. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kinerja.

12. Sub Bagian Umum Plt

Sub bagian umum bertugas untuk melakukan pengelolaan

persuratan, kearsipan, kepegawaian, teknologi informasi


64

komunikasi, perlengkapan, dan kerumahtanggaan. Sedangkan

fungsi Plt. Sub bagian umum yaitu:

a. Pengelolaan persuratan dan kearsipan;

b. Pelaksanaan urusan kepegawaian;

c. Pelaksanaan urusan perlengkapan dan kerumahtanggaan.

13. Kelompok Jabatan Fungsional bertugas melakukan kegiatan sesuai

dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan

yang berlaku.

Balai Besar POM Semarang dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya memiliki budaya organisasi yang diyakini dan harus dihayati

dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan

tugas. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh kembang dalam

organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam

berkarsa dan berkarya. Berikut adalah budaya organisasi Balai Besar

POM Semarang:

1) Profesional, menegakkan profesionalisme dengan integritas,

objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi;

2) Integritas, konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam

menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan;

3) Kredibilitas, dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas,

nasional dan internasional;

4) Kerjasama Tim, mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan

komunikasi yang baik;


65

5) Inovatif, mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan

dan teknologi terkini;

6) Responsif/Cepat Tanggap, antisipatif dan responsif dalam

mengatasi masalah.

Selain budaya organisasi, Balai Besar POM Semarang dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya juga memiliki visi dan misi. Visi

Balai Besar POM Semarang yaitu “Obat dan Makanan aman, bermutu,

dan berdaya saing untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat,

mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong”. Sedangkan

misinya yaitu:

1) Membangun SDM unggul terkait Obat dan Makanan dengan

mengembangkan kemitraan bersama seluruh komponen bangsa

dalam rangka peningkatan kualitas manusia Indonesia;

2) Memfasilitasi percepatan pengembangan dunia usaha Obat dan

Makanan dengan keberpihakan terhadap UMKM dalam rangka

membangun struktur ekonomi yang produktif dan berdaya saing

untuk kemandirian bangsa;

3) Meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan serta

penindakan kejahatan Obat dan Makanan melalui sinergi

pemerintah pusat dan daerah dalam rangka Negara Kesatuan guna

perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman

pada seluruh warga;


66

4) Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif`, dan terpercaya

untuk memberikan pelayanan publik yang prima di bidang Obat

dan Makanan.

Wilayah kerja Balai Besar POM Semarang adalah seluruh

Provonsi Jawa Tengah. Secara administratif Provinsi Jawa Tengah

terbagi menjadi 29 Kabupaten dan 6 Kota. Peraturan Badan POM

Nomor 12 Tahun 2018 menjadi dasar pembentukan UPT di

Kabupaten/Kota atau dikenal sebagai Loka POM. Provinsi Jawa

Tengah dibentuk 2 Loka POM yaitu Loka POM di Kota Surakarta

dengan wilayah kerja 4 Kabupaten dan 1 Kota, dan Loka POM di

Kabupaten Banyumas dengan wilayah kerja 4 Kabupaten. Dengan

demikian, wilayah kerja Balai Besar POM Semarang berkurang

menjadi 21 Kabupaten dan 5 Kota.

4.2.2 Perlindungan hukum bagi konsumen terhadap cairan rokok

elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan tanggal

kadaluwarsa

Pada saat awal dipasarkannya Vape di Indonesia produk

tersebut dinyatakan aman bagi kesehatan karena larutan dalam nikotin

yang terkandung dalam e-liquid hanya terdiri dari campuran air,

propilen glikol, zat penambah rasa serta berbagai aroma tembakau dan

senyawa lainnya yang tidak mengandung tar, tembakau atau zat

berbahaya lain yang umumnya terdapat pada rokok tembakau. Rokok

elektronik dinyatakan sebagai rokok yang ramah lingkungan dan lebih


67

sehat dibandingkan rokok tembakau karena rokok elektronik atau e-

liquid tidak menimbulkan bau maupun asap yang biasanya dapat

mengganggu sekitar karena bau asap rokok tembakau biasanya

menusuk hingga membuat batuk orang yang menghirupnya. Vape

sendiri memerlukan cairan yang bernama e-liquid yang dimana setelah

dipanaskan akan menghasilkan uap. Bau uap yang dihasilkan oleh e-

liquid lebih tidak menganggu karena aroma-aroma yang dihasilkan

biasanya berbau buah-buahan dan cream.

Cairan liquid pada vape mengandung zat adiktif dimana kadar

nikotin bervariasi dari kadar rendah hingga kadar tinggi. Nikotin

apabila digunakan secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama

akan terakumulasi dalam tubuh sehingga tidak dapat ditoleransi oleh

tubuh yang mengakibatkan gangguan serius pada organ tubuh.

Sebagaimana diatur dalam pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa “Zat

adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, padat,

cair, dan gas yg bersifat adiktif yang penggunaannya dapat

menimbulkan kerugian pada dirinya dan/atau masyarakat

sekelilingnya”. Hal yang sama tertuang di dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan

Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi

Kesehatan, yang dalam hal ini digunakan sebagai alat pemerintah

khususnya Badan Pengawasan Obat dan Makanan termasuk ke dalam


68

aspek formal-positif. Didalam Peraturan tersebut tidak diatur tentang

rokok elektrik dan liquidnya, dengan kata lain terdapat kekosongan

norma atau kekosongan hukum.

Bagaimana pengalaman saudara terkait pembelian produk

liquid yang sudah kadaluwarsa? Husein Bima selaku pengguna vape

berpendapat bahwa:

“Saya pernah COD liquid didaerah Sampangan, awalnya saya


iseng komen di kolom Facebook pada saat mencari liquid.
Kemudian setelah saya tawar dengan harga yang murah si
pembeli setuju. Setelah saya ketemu dan melihat langsung
produk tersebut sudah kadaluarsa”.

Hingga saat ini pemerintah belum mengambil suatu keputusan

yang berbentuk tertulis mengenai rokok elektrik dan liquid.

Kehidupan masyarakat Indonesia yang kini kian berkembang

menyebabkan tidak efisiennya peraturan tersebut digunakan. Semakin

hari penjualan liquid menjadi hal yang menjanjikan dalam dunia

bisnis, karena peminat terhadap liquid ini maka pemasaran liquidpun

semakin hari semakin meningkat. Namun, beredarnya liquid di

pasaran tidak mendapat pengawasan dari Badan Pengawasan Obat dan

Makanan (BPOM), terbukti dari peredaran cairan rokok elektronik

atau liquid yang dijual bebas tanpa tanggal kadaluarsa yang jelas.

Bagaimana suatu produk mendapatkan izin beredar di

masyarakat untuk diperjual belikan? A. Rizal Permana, S. Si selaku

Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Muda di Balai Besan POM


69

Semarang menjelaskan bahwa (Hasil wawancara tanggal 6 September

2022):

“Rokok elektrik itu tidak termasuk dari pengawasan BPOM,


karna belum ada peraturan terkait Rokok elektrik itu sendiri.
Seharusnya jika sudah muncul peraturan khusus terkait Rokok
elektrik saya yakin Rokok elektrik akan masuk dalam tugas
pengawasan BPOM. Sampai saat ini pengawasan BPOM
hanya Obat-obatan dan beberapa produk masal yang beredar di
pasaran. Termasuk salah satunya adalah rokok konvesional
itupun hanya sebatas Label dari rokok konvesional dan Iklan
Rokok Konvesional”.

Gambar 4. 2 Produk Liquid yang


tidak mencantumkan Kadaluarsa

Hal tersebut tentu saja akan membahayakan konsumen yang

menggunakan liquid tersebut dalam jangka panjang. Pencantuman

tanggal kadaluarsa merupakan hal yang sangat penting dalam

pemasaran suatu produk, kadaluarsa sendiri merupakan suatu kondisi

dimana suatu produk dapat dikatakan telah lewat waktu yang

dikatakan layak pada kemasannya. Kondisi yang sudah tidak layak


70

digunakan ini tentu saja sudah tidak layak untuk dijual, dalam hal ini

konsumen harus cerdas dan teliti dalam membeli suatu produk.

Apakah saudara pernah membeli atau menemukan produk

liquid yang sudah kadaluwarsa? Eko Agustinus, selaku pengguna

vape yang telah menggunakan vape selama kurang lebih 5 tahun

memberikan keterangan bahwa:

“Saya sudah menggunakan vape dan sering sekali membeli


produk cairan liquid. Selama saya membeli seringkali saya
menjumpai beberapa produk kemasan tersebut yang sudah
lewat jangka waktu edar tetapi masih diperjual belikan”.

Peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan

konsumen harus terus ditingkatkan untuk melindungi hak-hak dari

konsumen. Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 menjadi regulasi

utama yang memiliki ketentuan bahwa seluruh peraturan yang

berkaitan dengan perlindungan tetap berlaku, sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang yang diatur secara khusus

(Celina Tri Siwi Kristyanti, 2011: 47). Jadi dapat disimpulkan bahwa

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 belum berjalan secara efektif

terutama didalam penyebaran cairan liquid, karena masih tersebar

cairan liquid yang tidak memiliki tanggal kadaluarsa. Sehingga aturan

tersebut dapat dikatakan sebagai norma kabur.

Cairan rokok elektronik atau liquid merupakan hal wajib yang

harus dimiliki ketika akan menikmati rokok elektronik. Tanpa adanya

liquid vape tidak akan dapat digunakan karena liquid merupakan

cairan yang menghasilkan uap dengan berbagai rasa yang di inginkan.


71

Berbagai permasalahan mengenai pemasaran liquid menjadi

perbincangan di masyarakat, diantaranya adalah terkait dengan

keamanan dari liquid tersebut. Permasalahan utama yang terjadi dalam

pemasaran liquid yaitu tidak dicantumkannya tanggal kadaluarsa pada

kemasan, sehingga seseorang akan sulit membedakan mana liquid

yang masih layak digunakan dan mana liquid yang sudah tidak layak

untuk digunakan.

Menurut saudara bagaimana jika anda menerima produk yang

telah k daluwarsa? Berdasarkan wawancara dengan Sakti Dwi

Warsono selaku pengusaha vape (AJS VAPESTORE), berpendapat

bahwa:

“Kami selaku pelaku usaha dalam membeli produk tidak dapat


memilah satu persatu kemasan yang kami terima, dalam proses
pengecekan kadang kami menemukan beberapa produk yang
sudah tidak layak edar. Ketika menemukan produk yang tidak
layak edar atau kadaluarsa biasanya saya komplain dan
mengembalikan produk tersebut”.

Regulasi mengenai Perlindungan Konsumen telah diatur di

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, khususnya yang

terdapat di dalam Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa perlindungan

konsumen merupakan setiap usaha untuk menjami adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan

konsumen sendiri harus terus ditegakan untuk menghindari

kecurangan-kecurangan yang biasanya dilakukan oleh pihak penjual

terhadap barang yang dipasarkannya. Maka dari itu perlindungan

konsumen dikatakan sangat penting untuk memajukan kesejahteraan


72

rakyat terutama dibidang perekonomian masyarakat, karena dengan

adanya aturan ini hak-hak yang dimiliki konsumen akan terjaga.

Berapa lama produk makanan/minuman mencapai masa

kadaluwarsa? Menurut Hasil wawancara tanggal 6 September 2022

dengan A. Rizal Permana, S. Si selaku Pengawas Farmasi dan

Makanan Ahli Muda di Balai Besan POM Semarang menjelaskan

bahwa cara menentukan tanggal kadaluwarsa dalam setiap produk:

“Menentukan cara kadaluarsa pada produk itu dengan cara


pengujian dan melakukan kajian. Pengujian tersebut dilakukan
secara rutin termasuk dari pengujian kimia. Melakukan kajian
dan stabilitas produk tersebut juga harus ada sertifikat hasil
ujinya. Kemudian tugas dari BPOM untuk memeriksa produk
produk itu 1 tahun sekali”.

Pencantuman tanggal kadaluarsa pada produk liquid

merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, yang

bertujuan agar hak konsumen atas informasi yang jujur, jelas dan

benar mengenai kondisi produk liquid dapat tercapai. Adanya

informasi yang jelas mengenai pencantuman tanggal kadaluarsa

merupakan hak dari konsumen, sehingga dalam membeli suatu produk

konsumen tidak akan merasa takut ataupun ragu dalam membeli dan

menggunakan produk tersebut (Syawali, 2000: 18). Namun dengan

aturan yang sudah jelas adanya, masih banyak saja pelaku usaha nakal

yang tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa yang tentu saja dapat

merugikan konsumen, sehingga perlu ditingkatkannya hukum

terhadap perlindungan konsumen. Dibutuhkannya UUPK tidak lain

karena adanya ketidaktahuan konsumen terhadap produk yang


73

dipasarkan oleh pelaku usaha, seperti kelayakan dari produk tersebut.

Tujuan hukum yaitu untuk menjamin adanya kepastian dalam

masyarakat sedangkan hukum perlindungan konsumen secara

langsung langsung bertujuan untuk meningkatkan martabat dan

kesadaran konsumen. Adapun tujuan secara tidak langsungnya yaitu

sebagai pendorong bagi pelaku usaha untuk melakukan usaha dengan

penuh tanggung jawab (Sutedi, 2008: 9).

Bagaimana tanggungjawab anda sebagai pelaku usaha vape

saat ada pembeli yang complain terkait masa kadaluwarsa suatu

produk yang anda jual? Berdasarkan wawancara dengan Syahrial,

selaku pengusaha vape “Morongebul” dalam hasil wawancara

menyebutkan bahwa:

“Kurang lebih saya telah menekuni usaha vape ini selama 5


tahun, Ketika ada pembeli protes terkait produk liquid yang
kami jual seperti kadar nikotin yang berbeda dengan yang
dilabel, masa berlaku yang sudah kadaluwarsa dan sebagainya,
biasanya dalam menangani problem tersebut saya meretur
produk tersebut dengan yang baru”.

Terkait dengan pengembalian produk cairan liquid yang sudah

kadaluwarsa, Syahrial selaku pengusaha vape “Morongebul” dalam

hasil wawancaranya menjelaskan cara dalam penukaran produk

berlaku untuk produk yang mengalami kecacatan seperti, rusaknya

kemasan dan untuk produk yang telah lewat tanggal kadaluwarsa.

Produk yang ditukarkan tersebut akan diganti oleh distributor vape

dengan produk yang baru.


74

Apa saja syarat-syarat suatu produk dapat beredar di

masyarakat? A. Rizal Permana, S. Si selaku Pengawas Farmasi dan

Makanan Ahli Muda di Balai Besan POM Semarang menjelaskan

syarat syarat produk dapat izin edar di masyarakat yaitu:

“Yang utama mereka harus memiliki tempat produksi,


kemudian wajib memiliki izin produksi, dan memiliki izin edar
produksi dengan mengajukan sarana ke balai yang berwenang
untuk mendapatkan sertifikasi tempat produksinya. Jika sudah
mendapatkan izin tersebut pelaku usaha yang ingin
mendaftarkan izin edar di masyarakat wajib mendaftarkan
langsung ke BBPOM pusat yang ada di Jakarta atau Provinsi”

Berbagai cara dapat digunakan dalam mencapai keseimbangan

antara perlindungan konsumen, cara yang paling utama yaitu dengan

menegakkan hak-hak konsumen (Ahmad Miru, 2013: 102). Adapun

yang menjadi hak-hak konsumen berdasarkan UUPK tercantum dalam

pasal 4 huruf c yang menyebutkan, bahwa yang menjadi Hak

Konsumen adalah: “Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.” Berdasarkan

yang diterangkan dalam Pasal 4 huruf c tersebut, sudah jelas dapat

dikatakan bahwa pelaku usaha yang terbukti melakukan penjualan

tanpa dicantumkannya tanggal kadaluarsa telah melanggar hak

konsumen yang terdapat dalam Pasal 4 huruf c yaitu setiap konsumen

berhak atas informasi yang jelas, benar, jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang. Informasi akan segala produk yang dijual oleh pelaku

usaha merupakan hal yang sangat penting, karena jika tidak

memadainya informasi yang disampaikan kepada konsumen dapat


75

dikatakan bahwa produk tersebut merupakan salah satu bentuk cacat

produk.

Bagaimana anda mengetahui bahwa produk liquid yang anda

gunakan telah kadaluwarsa? Agung Setya Nugraha, selaku pengguna

vape juga berpendapat bahwa:

“Saya pernah membeli produk cairan liquid disalah satu vape


store di Semarang, kebetulan saat itu saya buru-buru dan tidak
mengecek kemasan dari liqud tersebut. Selang beberapa hari
ada yg aneh dengan rasa dari liquid tersebut, biasanya saya
ganti kapas dan kawat dari vape sudah normal. Setelah saya
cek ternyata yang bermasalah adalah liquid yang saya beli
sudah kadaluarsa dan kemudian saya buang”.

Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang

memadai dimaksudkan agar konsumen memperoleh gambaran yang

benar mengenai suatu produk karena dengan informasi konsumen

dapat memilih produk yang diinginkan yang dapat menghindarkannya

dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan suatu produk. Jika

ada hak yang harus diperoleh oleh konsumen, tentu saja terdapat

kewajiban yang semestinya dilakukan oleh pelaku usaha yang diatur

dalam Pasal 7 UUPK yang menyatakan bahwa kewajiban pelaku

usaha adalah:

“Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”.

Dengan adanya ketentuan seperti uraian diatas, dapat

disimpulkan bahwa pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal


76

kadaluarsa pada produk liquidnya jelas bertentangan dengan

kewajiban pelaku usaha yang terdapat pada Pasal 7 huruf b. Apabila

terdapat konsumen yang merasa dirugikan maka hal tersebut menjadi

kewajiban dari pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi dan/atau

kompensasi sesuai dengan Pasal 7 huruf b yang menyatakan bahwa

Pelaku usaha harus memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi

penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Ganti kerugian

yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen

dilakukan sebagai upaya hukum untuk mencegah terjadinya

pelanggaran atas hak-hak yang dimiliki konsumen dan sebagai

pertanggung jawaban hukum yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh

pelaku usaha. Adanya aturan hukum yang diatur dalam UUPK

tersebut diharapkan agar konsumen mendapatkan perlindungan hukum

yang jelas dan konsumen dapat melakukan tuntutan apabila ada

kerugian yang dirasakan akibat penjualan cairan liquid yang tidak

mencantumkan tanggal kadaluarsa.

4.2.3 Tanggung jawab pelaku usaha cairan rokok elektrik atau liquid

yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa

Setiap pelaku usaha apabila melanggar hak konsumen dan

menyebabkan kerugian bagi konsumen maka sudah menjadi

kewajiban dari pelaku usaha untuk bertanggung jawab. Hak konsumen

untuk mendapatkan informasi yang jelas terutama dalam pencantuman


77

tanggal kadaluarsa merupakan hal yang penting untuk mengetahui

apakah produk cairan liquid tersebut layak digunakan atau tidak.

Pencantuman tanggal kadaluarsa harus dilakukan sesuai dengan Pasal

8 ayat 1 huruf I UUPK menyebutkan bahwa:

“Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang

memuat nama barang, ukuran berat/isi bersih atau netto, komposisi,

aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat

pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut

ketentuan harus dipasang/dibuat”.

Apakah perlunya mencantumkan tanggal kadaluwarsa dalam

suatu produk? Menurut Hasil wawancara tanggal 6 September 2022

dengan A. Rizal Permana, S. Si selaku Pengawas Farmasi dan

Makanan Ahli Muda di Balai Besan POM Semarang menjelaskan

bahwa:

“Ya perlu, konsumen wajib tahu tanggal kadaluwarsa dalam


setiap produk yang dibeli dan pelaku usuha juga wajib
mencantumkan tanggal kadaluwarsa pada setiap produknya
yang sudah ia produksi. Kenapa wajib dicantumkan karna
sudah tertera dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Jadi konsumen dilindungi didalam undang-undang tersebut.
Karna setiap produk yang sudah mencapai tanggal
kadaluwarsanya pasti ada penurunan kualitas rasa, warna, atau
tingkat bakteri yang tinggi, yang dapat membahayakan
konsumen itu sendiri”.
78

Gambar 4. 3 Produk Liquid yang mencantumkan tanggal kadaluarsa

Bagaimana tanggung jawab anda sebagai pelaku usaha vape

saat menemukan produk yang sudah kadaluwarsa? Wisnu Aji selaku

pemilik Brewwoks Vape Co menjelaskan tanggungjawabnya selaku

pelaku usaha yaitu:

“Setiap produk liquid yang telah saya racik dan edarkan semua
saya cantumkan tanggal kadaluarsanya. Jika sudah tidak layak
edar maka kami dari pihak Brewwoks Vape Co akan menarik
kembali kemasannya. Apabila ditemukan produk yang
kadaluarsa diedarkan itu berarti bukan dari kami melainkan
ada oknum yang tanpa izin menjual produk tersebut”.

Jadi setiap perbuatan yang melanggar maupun melawan

hukum harus menanggung sanksi sesuai dengan peraturan yang ada.

Tanggung jawab pelaku usaha dalam penjualan cairan liquid tanpa

pencantuman tanggal kadaluarsa termasuk ke dalam tanggung jawab

mutlak (strict liability) atau yang dikenal dengan Product Liability.

Dalam prinsip ini pelaku usaha wajib bertanggung jawab jika terdapat
79

kerugian yang diderita konsumen akibat dari penggunaan produk yang

dipasarkannya. Prinsip ini bertujuan untuk menjerat pelaku usaha

yang menyebabkan kerugian bagi konsumennya.

Bagaimana ketika pelaku usaha tidak mencantumkan tanggal

kadaluwarsa? Menurut A. Rizal Permana, S. Si selaku Pengawas

Farmasi dan Makanan Ahli Muda di Balai Besan POM Semarang

menjelaskan bahwa:

“Yang pertama Langkah dari BPOM adalah memberikan


teguran terhadap produsen, kemudian BPOM melakukan
penindakan dengan mengambil atau menarik barang-barang
tersebut yang sudah beredar di pasaran, dan tidak semua
barang yang beredar di pasaran adalah tugas dari pengawasan
BPOM karna lingkup dari BPOM sendiri itu terbatas. Dan
Ketika pelaku usaha tersebut masih melakukan kesalahan
dengan tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa maka itu
sudah kewajiban dari kepolisian. Karna Ketika pelaku usaha
sudah melanggar undang-undang itu sudah kewajiban dari
kepolisian yang menindak bukan dari BPOM lagi”.

Adapun tanggung jawab konsumen telah diatur dalam UUPK

yang terdapat pada pasal 19 yang menyatakan bahwa:

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan;

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang

sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau


80

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan yang berlaku;

(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7

(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan

pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya

unsur kesalahan;

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa

kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Ade Winata selaku pengguna vape beberapa hari lalu pernah

membeli cairan liquid di salah satu vapestore di Semarang:

“Pada saat saya membeli produk liquid saya pernah membeli

produk yang sudah kadaluarsa, masa kadaluarsa dari, liquid

umumnya berkisar antara 1-2 tahun. Akan tetapi pada saat itu

saya ragu dan memutuskan untuk meretur produk tersebut”.

Adanya produk e-liquid vape yang tidak

menyertakan expired date, best before atau use by, maupun dalam

Bahasa Indonesia yaitu kadaluwarsa. Setiap cairan yang diproduksi

untuk konsumsi memiliki tanggal kadaluwarsa dan hal yang sama

berlaku pada e-liquid. Umumnya setiap liquid vape harus bertahan

antara 1-2 tahun, tetapi hal ini tergantung pada masing-masing


81

produsen liquid. Tanda-tanda liquid telah kadaluwarsa berdasarkan

hasil lab yang dilakukan Ade Winata yaitu:

“E-liquid mungkin akan terasa aneh Ketika melewati tanggal

kadaluwarsa, Liquid dapat bertahan setidaknya 1-2 tahun jika

disimpan dengan benar. Jika liquid berubah warna, kemungkinan

berdampak pada kualitas nikotin di dalamnya. Cara membedakan

antara liquid berkualitas dan liquid kadaluwarsa.

a. Perubahan warna liquid

b. Bau yang tidak biasa

c. Ada partikel yang terpisah

d. Pengurangan sensasi rasa dan kurangnya produksi uap

e. Sensasi nikotin berkurang”

E-liquid biasanya bertahan antara satu sampai dua tahun

maksimum. Tergantung bagaimana menjaga konsistensi liquid.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa liquid terasa lebih enak dan

tahan jika disimpan dalam kondisi yang tepat. Menyimpan liquid di

tempat yang kering dan tidak terpapar matahari secara langsung akan

memastikan bahan utama liquid bertahan sesuai sifat dan fungsinya.

Menyimpan selama beberapa minggu tidak dianjurkan. Cobalah

untuk simpan di lemari es agar liquid tetap segar dan bisa digunakan

beberapa hari kedepan.

Peran dari BPOM jika mendapati produk yang sudah tidak

layak edar/kadaluwarsa masih diperjual belikan ialah Tindakan awal


82

dari bpom adalah mengedukasi dan melakukan pembinaan Kembali

pelaku usaha tersebut dan mengambil barang tersebut dari pasaran.

Ketika ada konsumen yang menggunakan produk liquid yang

ternyata sudah kadaluwarsa kemudian konsumen tersebut sakit atau

meninggal dunia apakah itu masuk dalam kewajiban BPOM,

menurut A. Rizal Permana, S. Si selaku Pengawas Farmasi dan

Makanan Ahli Muda di Balai Besan POM Semarang yaitu:

“Ya mungkin BPOM atau Dinas Kesehatan akan membantu

dalam menangani kasus tersebut, tetapi tetap itu adalah

kewajiban dan kewenangan dari kepolisian. Tugas BPOM

atau Dinas Kesehatan hanya membantu saja”.

Berdasarkan yang tertuang dalam Pasal 19 diatas, maka

setiap pelaku usaha wajib bertanggung jawab atas kerugian

konsumen dengan memberikan kompensasi atau ganti rugi berupa

pengembalian uang atau penggantian barang yang terkait dengan

pemasaran cairan liquid yang tidak mencantumkan tanggal

kadaluarsa. Apabila pelaku usaha yang telah terbukti merugikan

konsumen tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya maka

konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui

badan peradilan ditempat kedudukan konsumen tersebut sesuai

dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 23 UUPK.

4.3 Pembahasan
83

4.3.1 Perlindungan hukum bagi konsumen terhadap cairan rokok

elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan tanggal

kadaluwarsa.

Perlindungan konsumen pada dasarnya bertujuan untuk

mendorong konsumen cerdas serta mampu melindungi diri serta

lingkunganya. Pelaku usaha yang bertanggung jawab terhadap produk

yang mereka jual kepada konsumen harus memenuhi aspek keamanan,

keselamatan dan kesehatan.

Badan POM berwenang melakukan pengawasan obat dan

makanan, mulai dari penilaian sebelum suatu produk diijinkan beredar

meliputi evaluasi terhadap keamanan, manfaat, dan mutu produk obat

dan makanan, pengawasan setelah produk diijinkan beredar,

penindakan, dan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat harus

menjadi konsumen cerdas agar terhindar dari obat dan makanan yang

membahayakan kesehatan dan selalu waspada serta melaporkan pada

pihak Badan POM.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999

menyatakan Dilarang memperdagangkan pangan yang sudah

melampaui tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa sebagaimana

dicantumkan pada Label. Namun dalam faktanya masih banyak

pelaku usaha yang menjual produk kadaluarsa.

Menurut Pasal 21 huruf b Peraturan Presiden No.80 Tahun

2017 Tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan Mempunyai tugas


84

yaitu: pelaksanaan kebijakan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar

dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi,

pengawasan produksi, dan pengawasan distribusi pangan olahan.

Berdasarkan Peraturan presiden tersebut Badan Pengawasan Obat dan

Makanan mempunyai tugas dalam pengawasan setelah beredar

melakukan pengecekan di dalam arus produk- produk tersebut beredar

agar tidak adanya produk produk kadaluarsa yang terjual di toko-toko

dan juga berhak melakukan sidak.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh penulis

kepada konsumen dan penjual liquid yang ada di Kota Semarang.

Penulis menyimpulkan adanya kendala-kendala yang menjadi

penyebab masih beredarnya liquid dengan produk yang sudah

kadaluwarsa yang terjadi di Kota Semarang.

4.3.1.1 Kendala-Kendala Yang Menjadi Penyebab Masih

Beredarnya Produk Liquid Dengan Masa Kadaluwarsa

Yang Telah Lewat

Berikut adalah kendala-kendala yang menjadi

penyebab masih beredarnya liquid dengan masa kadaluwarsa

yang telah lewat berdasarkan hasil wawancara konsumen atau

masyarakat yang membeli yaitu:

1. Bahwa produk liquid yang diedarkan sangat bervariatif.

Semakin hari penjualan liquid menjadi hal yang

menjanjikan dalam dunia bisnis, karena adanya peminat


85

terhadap liquid ini maka pemasaran liquidpun semakin

hari semakin meningkat. Namun, beredarnya liquid di

pasaran tidak mendapat pengawasan dari Badan

Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), terbukti dari

adanya peredaran cairan rokok elektronik atau liquid yang

dijual bebas tanpa tanggal kadaluarsa yang jelas. Hal

tersebut tentu saja akan membahayakan konsumen yang

menggunakan liquid tersebut dalam jangka panjang.

2. Ketidak hati-hatian dalam proses pembelian produk liquid;

Terdapat kasus mengenai penjualan cairan liquid

yang tidak memiliki tanggal kadaluarsa membuat

konsumen harus lebih cerdas dan cermat dalam membeli

produk tersebut. Itikad baik, memberikan informasi yang

jelas, benar dan jujur atas barang yang diedarkan dengan

memperhatikan hak-hak konsumen merupakan kewajiban

dari pelaku usaha.

3. Adanya oknum (penjual) yang dengan sengaja

memalsukan tanggal kadaluwarsa.

Pencantuman tanggal kadaluarsa merupakan hal

yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk,

kadaluarsa sendiri merupakan suatu kondisi dimana suatu

produk dapat dikatakan telah lewat waktu yang dikatakan

layak pada kemasannya. Kondisi yang sudah tidak layak


86

digunakan ini tentu saja sudah tidak layak untuk dijual,

dalam hal ini konsumen harus cerdas dan teliti dalam

membeli suatu produk.

Cairan rokok elektronik atau liquid merupakan hal wajib yang

harus dimiliki ketika akan menikmati rokok elektronik. Tanpa adanya

liquid e-cigarette tidak akan dapat digunakan karena liquid merupakan

cairan yang menghasilkan uap dengan berbagai rasa yang di inginkan.

Berbagai permasalahan mengenai pemasaran liquid menjadi

perbincangan di masyarakat, diantaranya adalah terkait dengan

keamanan dari liquid tersebut.

Pencantuman tanggal kadaluarsa pada produk liquid merupakan

suatu hal yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, yang bertujuan agar

hak konsumen atas informasi yang jujur, jelas dan benar mengenai

kondisi produk liquid dapat tercapai. Adanya informasi yang jelas

mengenai pencantuman tanggal kadaluarsa merupakan hak dari

konsumen, sehingga dalam membeli suatu produk konsumen tidak

akan merasa takut ataupun ragu dalam membeli dan menggunakan

produk tersebut. Namun dengan aturan yang sudah jelas adanya, masih

ada saja pelaku usaha nakal yang tidak mencantumkan tanggal

kadaluarsa yang tentu saja dapat merugikan konsumen, sehingga perlu

ditingkatkannya hukum terhadap perlindungan konsumen.

Dibutuhkannya UUPK tidak lain karena adanya ketidaktahuan

konsumen terhadap produk yang dipasarkan oleh pelaku usaha, seperti


87

kelayakan dari produk tersebut. Tujuan hukum yaitu untuk menjamin

adanya kepastian dalam masyarakat sedangkan hukum perlindungan

konsumen secara langsung langsung bertujuan untuk meningkatkan

martabat dan kesadaran konsumen. Adapun tujuan secara tidak

langsungnya yaitu sebagai pendorong bagi pelaku usaha untuk

melakukan usaha dengan penuh tanggung jawab. Berbagai cara dapat

digunakan dalam mencapai keseimbangan antara perlindungan

konsumen, cara yang paling utama yaitu dengan menegakkan hak-hak

konsumen.6 Adapun yang menjadi hak-hak konsumen berdasarkan

UUPK tercantum dalam pasal 4 huruf c yang menyebutkan, bahwa

yang menjadi Hak Konsumen adalah:

“Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.”

Berdasarkan yang diterangkan dalam Pasal 4 huruf c tersebut,

sudah jelas dapat dikatakan bahwa pelaku usaha yang terbukti

melakukan penjualan tanpa dicantumkannya tanggal kadaluarsa telah

melanggar hak konsumen yang terdapat dalam Pasal 4 huruf c yaitu

setiap konsumen berhak atas informasi yang jelas, benar, jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang. Informasi akan segala produk

yang dijual oleh pelaku usaha merupakan hal yang sangat penting,

karena jika tidak memadainya informasi yang disampaikan kepada

konsumen dapat dikatakan bahwa produk tersebut merupakan salah

satu bentuk cacat produk.


88

Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang

memadai dimaksudkan agar konsumen memperoleh gambaran yang

benar mengenai suatu produk karena dengan informasi konsumen

dapat memilih produk yang diinginkan yang dapat menghindarkannya

dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan suatu produk.

Jika ada hak yang harus diperoleh oleh konsumen, tentu saja

terdapat kewajiban yang semestinya dilakukan oleh pelaku usaha yang

diatur dalam Pasal 7 UUPK yang menyatakan bahwa kewajiban pelaku

usaha adalah:

“Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.”

Dengan adanya ketentuan seperti uraian diatas, dapat

disimpulkan bahwa pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal

kadaluarsa pada produk liquidnya jelas bertentangan dengan kewajiban

pelaku usaha yang terdapat pada Pasal 7 huruf b. Apabila terdapat

konsumen yang merasa dirugikan maka hal tersebut menjadi kewajiban

dari pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi dan/atau kompensasi

sesuai dengan Pasal 7 huruf b yang menyatakan bahwa Pelaku usaha

harus memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.


89

Ganti kerugian yang dilakukan oleh pelaku usaha yang

merugikan konsumen dilakukan sebagai upaya hukum untuk mencegah

terjadinya pelanggaran atas hak-hak yang dimiliki konsumen dan

sebagai pertanggung jawaban hukum yang harus ditaati dan

dilaksanakan oleh pelaku usaha. Adanya aturan hukum yang diatur

dalam UUPK tersebut diharapkan agar konsumen mendapatkan

perlindungan hukum yang jelas dan konsumen dapat melakukan

tuntutan apabila ada kerugian yang dirasakan akibat penjualan cairan

liquid yang tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa.

Permasalahan utama yang terjadi dalam pemasaran liquid yaitu

tidak dicantumkannya tanggal kadaluarsa pada kemasan, sehingga

seseorang akan sulit membedakan mana liquid yang masih layak

digunakan dan mana liquid yang sudah tidak layak untuk digunakan.

Regulasi mengenai Perlindungan Konsumen telah diatur di dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, khususnya yang terdapat di

dalam Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa perlindungan konsumen

merupakan setiap usaha untuk menjami adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen

sendiri harus terus ditegakan untuk menghindari kecurangan-

kecurangan yang biasanya dilakukan oleh pihak penjual terhadap

barang yang dipasarkannya. Maka dari itu perlindungan konsumen

dikatakan sangat penting untuk memajukan kesejahteraan rakyat


90

terutama dibidang perekonomian masyarakat, karena dengan adanya

aturan ini hak-hak yang dimiliki konsumen akan terjaga.

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil wawancara maka penulis

menarik kesimpulan dari pembahasan diatas ialah perlindungan

terhadap konsumen terkait dengan penjualan cairan liquid yang tidak

mencantumkan tanggal kadaluarsa tercantum dalam Pasal 4 huruf c,

yang mengandung hak-hak konsumen dalam mendapatkan suatu

produk. Pemberian informasi yang jelas juga merupakan kewajiban

dari pelaku usaha yang tertuang dalam Pasal 7 huruf b. Perlindungan

terhadap konsumen yang telah dirugikan diatur dalam Pasal 8 huruf I

UUPK yang mengatur mengenai Tanggung Jawab dari pelaku usaha.

Dalam hal ini undang-undang atupun peraturan yang khusus mengatur

penggunaan vape belum ada dan dengan adanya hal tersebut saat ini

masih menggunakan UUPK.

Penulis menganalisa bahwa perlindungan hukum bagi

konsumen terhadap cairan rokok elektrik atau liquid yang tidak

mencantumkan tanggal kadaluwarsa adalah dapat dikatakan bahwa

regulasi yang ada tidak memberikan jaminan kepastian hukum

terhadap produk cairan liquid bagi konsumen pengguna vape, karena

tidak sejalan dengan UUPK terutama Pasal 1 angka 1 yang

menyatakan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan

kepada konsumen. Demikian juga Pasal 2, Perlindungan konsumen


91

berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan

keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

4.3.2 Tanggung jawab pelaku usaha cairan rokok elektrik atau liquid

yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa.

Setiap pelaku usaha apabila melanggar hak konsumen dan

menyebabkan kerugian bagi konsumen maka sudah menjadi

kewajiban dari pelaku usaha untuk bertanggung jawab. Hak konsumen

untuk mendapatkan informasi yang jelas terutama dalam pencantuman

tanggal kadaluarsa merupakan hal yang penting untuk mengetahui

apakah produk cairan liquid tersebut layak digunakan atau tidak.

Pencantuman tanggal kadaluarsa harus dilakukan sesuai dengan Pasal

8 ayat 1 huruf I UUPK menyebutkan bahwa:

“Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang

memuat nama barang, ukuran berat/isi bersih atau netto, komposisi,

aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat

pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut

ketentuan harus dipasang/dibuat.”

Jadi setiap perbuatan yang melanggar maupun melawan

hukum harus menanggung sanksi sesuai dengan peraturan yang ada.

Tanggung jawab pelaku usaha dalam penjualan cairan liquid tanpa

pencantuman tanggal kadaluarsa termasuk ke dalam tanggung jawab

mutlak (strict liability) atau yang dikenal dengan Product Liability.

Dalam prinsip ini pelaku usaha wajib bertanggung jawab jika terdapat
92

kerugian yang diderita konsumen akibat dari penggunaan produk yang

dipasarkannya. Prinsip ini bertujuan untuk menjerat pelaku usaha

yang menyebabkan kerugian bagi konsumennya.

Adapun tanggung jawab konsumen telah diatur dalam UUPK

yang terdapat pada pasal 19 yang menyatakan bahwa:

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan;

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang

sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan yang berlaku;

(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7

(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan

pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya

unsur kesalahan;

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa

kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.


93

Kerugian yang diderita oleh konsumen akibat mengonsumsi

atau menggunakan produk cacat tersebut, memberikan konsekuensi

berupa tanggungjawab yang dibebankan kepada pelaku usaha untuk

memberikan ganti rugi, sebagaimana dinyatakan pada pasal 19 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen (UUPK), tanggung jawab pelaku usaha, meliputi:

1. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan;

2. Tanggung jawab ganti kerugian atas encemaran;

3. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen

Upaya yang dilakukan oleh pelaku usaha berupa tanggung

jawab yang diberikan kepada konsumen Produk vapor liquid dalam

pergantian kerugian kepada konsumen pengguna Produk vapor

liquid. Secara umum tuntutan ganti rugi yang dialami konsumen

pengguna produk dikategorikan dalam 2 kategori yaitu upaya pelaku

usaha karena wanprestasi dan tuntutan ganti rugi berdasarkan

perbuatan melawan hokum. Ganti Kerugian dalam UUPK, hanya

meliputi pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa

yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau

pemberian santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.Ini berarti bahwa ganti kerugian yang dianut

dalam UUPK adalah ganti kerugian subjektif.

Produk tersebut dapat dikatakan produk cacat. Produk cacat

di Indonesia didefinisikan sebagai produk yang tidak


94

dapatmemenuhi tujuan pembuatannya baik karena kesengajaan atau

kealpaan dalam maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi dalam

peredarannya, atau tidak menyediakan syarat- syarat keamanan bagi

manusia atau harta benda mereka dalam penggunaannya,

sebagaimana diharapkan konsumen.

Dalam penelitian ini konsumen yang merasa bahwa

perbuatan ini tidak begitu serius karena hanya sekedar rokok bukan

kepentingan pokok dalam kehidupan mereka. Dalam penelitian tidak

satupun konsumen merasa bahwa pelaku usaha itu melanggar

peraturan ataupun melakukan perbuatan hukum.

Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan diatas masih

kurangnya peran pemerintah dalam ambil andil melakukan pedidikan

konsumen sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 4 poin (5).

Hal ini harus terus lakukan demi terlindungi konsumen yang dimana

dapat kita sebut sebagai pihak terlemah dalam transaksi penjualan.

Keselamatan dalam usaha harus terjamin baik untuk pelaku usaha

maupun konsumen, terutama konsumen yang pada hal ini menjadi

bagian yang terlemah yang harus dilindungi. Apabila konsumen

tidak dilindungi dapat di pastikan dunia usaha tidak akan berjalan

baik dan akan sangat merugikan apabila tidak ada konsumen yang

tidak percaya kepada produk- produk yang di pasarkan di

masyarakat. Sedangkan pelaku usaha dalam proses penjualan penulis

menyimpulkan sudah sesuai dengan mestinya akan tetapi ada oknum


95

yang seenaknya mengambil keuntungan dengan menjual produk

yang sudah lewat masa kadaluarsanya.

Keberadaan Rokok Vape agar dapat dikategorikan sebagai

produk hasil olahan tembakau haruslah merujuk pada definisi produk

tembakau dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 109

Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat

Adiktif yang merumuskan “Produk Tembakau adalah suatu produk

yang secara keseluruhan atau sebagian terbuat dari daun tembakau

sebagai bahan bakunya yang diolah untuk digunakan dengan cara

dibakar, dihisap, dan dihirup atau dikunyah”.

Berdasarkan ketentuan tersebut, jika melihat rokok Vape,

maka cara kerja rokok Vape adalah dengan membakar cairan

(Liquid) yang terdiri dari campuran berbagai Zat seperti Nikotin,

propilen glicol, atau vegetable oil menjadi uap dan mengalirkannya

ke paru-paru, sehingga secara sederhana Rokok Vape dapat

digolongkan sebagai produk tembakau. Bentuk Perlindungan hukum

Konsumen Rokok Vape sesuai ketentuan Pasal 60 ayat (3) Peraturan

Pemerintah No.109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang

Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan

Terhadap Produk Liquid Vape (E-Cigarette) yaitu dari pihak pelaku

usaha yang bertanggung jawab terhadap konsumen yang mengalami

kerugian akibat mengkonsumsi liquid Vape baik itu pihak pengecer /

pengedar ataupun perusahaan yang memproduksi dapat diberikan


96

sanksi hukum berupa sanksi administratif berupa: teguran lisan,

teguran tertulis, penarikan produk, rekomendasi penghentian

sementara kegiatan, dan/atau rekomendasi peningkatan kepada

instansi terkait sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-

undangan. Perlindungan hukum terhadap konsumen di Indonesia

terkait bahaya konsumsi Rokok Vape, dapat ditinjau dari Pasal 8 ayat

(1) huruf e, dan Pasal 9 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 114 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Penulis menganalisa bahwa tanggung jawab pelaku usaha

cairan rokok elektrik atau liquid yang tidak mencantumkan tanggal

kadaluwarsa yaitu setiap pelaku usaha wajib bertanggung jawab atas

kerugian konsumen dengan memberikan kompensasi atau ganti rugi

berupa pengembalian uang atau penggantian barang yang terkait

dengan pemasaran cairan liquid yang tidak mencantumkan tanggal

kadaluarsa. Apabila pelaku usaha yang telah terbukti merugikan

konsumen tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya maka

konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui

badan peradilan ditempat kedudukan konsumen tersebut sesuai

dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 23 UUPK.


BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Perlindungan terhadap konsumen terkait dengan penjualan cairan liquid

yang tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa tercantum dalam Pasal 4

huruf c, yang mengandung hak-hak konsumen dalam mendapatkan suatu

produk. Pemberian informasi yang jelas juga merupakan kewajiban dari

pelaku usaha yang tertuang dalam Pasal 7 huruf b. Perlindungan terhadap

konsumen yang telah dirugikan diatur dalam Pasal 8 huruf I UUPK yang

mengatur mengenai Tanggung Jawab dari pelaku usaha.

2. Tanggung jawab pelaku usaha vape harus mempertanggung jawabkan

perbuatannya dengan memberikan ganti rugi baik berupa pengembalian

uang atau penggantian barang kepada konsumen. Konsumen dapat

menggugat pelaku usaha vape yang tidak mau bertanggung jawab melalui

Badan Penyelesaian sengketa konsumen atau dapat mengajukan ke badan

peradilan tempat kedudukan dari konsumen tersebut.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas terkait dengan perlindungan hukum

terhadap cairan rokok elektrik yang tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa,

dapat diambil saran yaitu:

1. Bagi pemerintah yaitu pemerintah dalam memberikan aturan khusus

tentang penjualan rokok elektrik. Seperti komposisi bahan yang

digunakan serta jangka waktu penggunaannya.

93
94

2. Bagi pelaku usaha vape yaitu agar pelaku usaha mengetahui apa saja

kewajiban dan larangan yang dilarang bagi pelaku usaha seperti menjual

barang kadaluwarsa sehingga tidak terjadi pelanggaran yang merugikan

konsumen. Pelaku usaha harus memberikan informasi tentang tanggal

kadaluwarsa yang sejelas-jelasnya mengenai produk yang

diperdagangkan.

3. Bagi Konsumen yaitu terdapat kasus mengenai penjualan cairan liquid

yang tidak memiliki tanggal kadaluarsa membuat konsumen harus lebih

cerdas dalam memilih toko yang memberikan garansi apabila terdapat

produk yang kadaluwarsa dan cermat dalam mengetahui masa berlaku

cairan e-liquid dalam label kemasan pada saat membeli produk cairan

liquid.
DAFTAR PUSTAKA

Advendi, Elsi. 2007. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: PT Grasindo.


Dharminto. 2007. Metode Penelitian Dan Penelitian Sampel. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Dharminto. 2007. Metode Penelitian Dan Penelitian Sampel. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Haris, Herdiansyah. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika.
Herdiansyah, Haris. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika.
J, Moleong Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Karya.
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan
Pertama. Jakarta: Sinar Grafika.
Kristyanti, Celina Tri Siwi. 2011. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar
Grafika.
Kristyanti, Celina Tri Siwi. 2011. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar
Grafika.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen.
Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Mochtar. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung: Bina Cipta.
Nancy A, Rigotti. 2015. The Journal of the American Medical Association
Prayitno, Hadi dan Lincoln Arsyad. 1987. Petani Desa dan Kemiskinan.
Yogyakarta: BPFE.
Putra, Lili Rasjidi dan I.B Wysa. 1993. Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung:
Remaja Rusdakarya.
Raharjo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Rosmawati. 2018. Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
Prenadamedia Grup.

95
Shidarta. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT.
Grasindo.
Shidarta. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Shidarta. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT
Grasindo.
Siahaan, NHT. 2005. Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen, dan
Tanggung Jawab Produk. Jakarta: Panta Rei.
Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suharsimi, Arikunto.2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Susilo, Zumrotin K. 1996. Penyambung Lidah Konsumen. Cet.1. Jakarta: Puspa
Suara.
Sutedi, Adrian. 2008. Tanggungjawab Produk dalam Hukum Perlindungan
Konsumen, Cetakan Pertama. Bogor: Ghalia Indonesia.
Tandra, Hans. 2003. Merokok dan Kesehatan. Jurnal Spectrum.
Thomas Sunaryo. 2013. Opini Akademik Atas Peraturan Pemerintah Nomor 109
Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif
Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Jakarta: Serikat Kerakyatan Indonesia
Centre of law and order studies.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. 2003. Hukum Tentang Perlindungan
Konsumen. Cet.3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zainuddin, Ali. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

96
97
LAMPIRAN

98
Lampiran 1 Instrumen Penelitian BBPOM
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS HUKUM
Gedung K, Kampus Sekaran Gunungpari Semarang 50229
Telp/Fax (024) 8507891, website: fh.unnes.ac.id

INFORMAN: BALAI BESAR


PENGAWASAN OBAT DAN
MAKANAN KOTA SEMARANG

PEDOMAN WAWANCARA
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP PRODUK
CAIRAN ROKOK ELEKTRIK (E-LIQUID) KADALUWARSA DI KOTA
SEMARANG
Pengantar :
Berikut beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan “Perlindungan Hukum
Bagi Konsumen Terhadap Produk Cairan Rokok Elektrik (E-Liquid) Kadaluwarsa
Di Kota Semarang” penelitian ini digunakan sebagai data untuk penulisan skripsi.
Jawaban Bapak/Ibu/Saudara akan menjadi sumbangan yang berharga untuk
penelitian ini. Atas kerjasamanya saya ucapkan terimakasih.
Identitas Informan :
Nama :
Pekerjaan :
Jabatan :
Jenis Kelamin :
Usia :
Alamat :

PERTANYAAN
Bagaimana suatu produk mendapatkan izin beredar
1
di masyarakat untuk diperjual belikan?
.
Jawaban:
Apa saja syarat-syarat suatu produk dapat beredar
2
di masyarakat?
.
Jawaban:
Berapa lama produk makanan/minuman mencapai
3
masa kadaluwarsa?
.
Jawaban:
4 Apa peran BBPOM jika mendapati ada produk
. yang sudah tidak layak edar/kadaluwarsa masih

99
diperjual belikan?
Jawaban:
Bagaimana saksi jika ada produsen menjual
5
produk dengan izin edar palsu?
.
Jawaban:
Apa upaya BBPOM dalam memberikan
6
perlindungan konsumen terhadap beredarnya
.
produk kadaluwarsa?
Jawaban:

Lampiran 2 SK Penelitian BBPOM Semarang

100
Lampiran 3 Hasil Dokumentasi Wawancara

101
Hasil Wawancara Penelitian Balai Besar POM Semarang

Hasil Wawancara Penelitian di Balai Besan POM Semarang

Hasil Wawancara Pelaku Usaha

102
Hasil Wawancara Penggunna Vape

103
104

You might also like