You are on page 1of 10

Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 1-10

Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial


Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis

Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal


Sebagai Penguatan Pendidikan Karakter
Emi Ramdani*
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia

Diterima Pebruari 2018; Disetujui April 2018; Dipublikasikan Juni 2018


Abstrak
Penanaman nilai-nilai karakter di sekolah umumnya dikenal dengan istilah pendidikan karakter, pendidikan moral, atau
pendidikan nilai.. Kedudukan Pendidikan karakter di Indonesia sejajar dengan subyek-subyek mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah, yang membedakan dengan mata pelajaran lainya adalah bentuk pengajaranya. Pendidikan karakter di Indonesia pada
umumnya diintegrasikan dengan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Salah satu model pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kontekstual yang berbasis pada nilai-nilai
kearifan lokal. Selanjutnya, model pembelajaran kontekstual akan memberikan kemandirian bagi siswa untuk mengidentifikasi
nilai-nilai karakter yang bersumber pada nilai-nilai hidup di keluarga atau di lingkungan masyarakat. Selain itu model
pembelajaran ini menanamkan nilai-nilai karakter secara langsung melalui pembiasaan dengan ikut serta dalam kegiatan
masyarakat, antara lain kegiatan gotong royong ataupun rapat warga yang mampu menumbuhkan karakter toleransi dan
kerjasama. Penulisan ini bertujuan untuk memberikan wawasan tentang model pembelajaran kontekstual berbasis kearifan
lokal. Metode yang digunakan dalam penulisan adalah studi literatur, penulis mencoba mengembangkan model pembelajaran
kontekstual yang dikaji dari berbagai referensi yang relevan. Melalui model ini siswa diharapkan mampu membuat sebuah
produk pembelajaran berupa jurnal harian yang berisi nilai-nilai karakter yang terdapat di lingkungan keluarga atau masyarakat.
Kata Kunci: Model Pembelajaran; Kearifan Local; Pendidikan Karakter.
Abstract
The inclusion of character values ''in schools are generally known as character education moral education , or values ''education .
The position of character education in Indonesia is parallel to the subjects taught in school , which distinguishes it from other
subjects is the form of teaching . Character education in Indonesia is generally integrated with the subjects of Pancasila and
Citizenship Education . One of the models of Civic Education learning that can be used is a contextual learning model based on local
wisdom values . Furthermore , contextual learning model will provide independence for students to identify the values ''of characters
that originate in the values ''of living in the family or in the community . In addition , this learning model instills the values ''of the
character directly through habituation by participating in community activities , including mutual assistance activities or meetings
of citizens who are able to foster the character of tolerance and cooperation . This writing aim to provide insight into the contextual
learning model based on local wisdom . The method used in the writing is a literature study , the author tries to develop a contextual
learning model that is studied from a variety of relevant references . Through this model student are expected to create a learning
product of the form of daily journals that contain the values ''of characters contained in the family or community.
Keywords: learning model; local wisdom; character building

How to Cite: Ramdani, E. (2018). Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal sebagai
Penguatan Pendidikan Karakter, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 10 (1): 1-10.

*Corresponding author: ISSN 2085-482X (Print)


E-mail: emiramdanii@gmail.com ISSN 2407-7429 (Online)

1
Emi Ramdani, Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal sebagai Penguatan Pendidikan

PENDAHULUAN “Di antara kita selama ini silau dengan sistem


Globalisasi dalam kehidupan politik, pendidikan Barat sehingga buta terhadap
ekonomi, sosial, dan budaya dapat memberi keunggulan lokal yang lama terpendam dalam bumi
dampak yang besar terhadap kehidupan global. kebudayaan Oleh karena itu, perlu digagas dan
dengan adanya perkembangan teknologi dan dirumuskan model pendidikan karakter berbasis
informasi, tidak ada penghalang yang dapat kearifan budaya lokal bagi masyarakat Indonesia
membatasi komunikasi dan informasi antar warga yang majemuk”
di setiap belahan dunia yang berbeda. Globalisasi Pendidikan karakter merupakan tanggung
dapat memberikan dampak positif maupun negatif jawab bersama. Sekolah mejadi basis utama dalam
bagi bangsa Indonesia. Untuk itu perlu adanya pendidikan karakter selain keluarga dan
tindakan untuk memperkuat filter budaya dan masyarakat. Sekolah harus mampu untuk
agama. Hal ini bertujuan agar globalisasi tidak memanfaatkan sumber yang tersedia sebagai
merugikan eksistensi nilai-nilai budaya bangsa. media pembelajaran pendidikan karakter, mulai
Degradasi moral merupakan salah satu dampak dari lingkungan sekolah sampai kepada lingkungan
negatif yang di timbulkan akibat globalisasi. masyarakat. Pendidikan karakter teintegrasi dalam
Lahirnyan sikap-sikap individualisme, mata pelajaran utama Pendidikan
materialisme, pragmatisme, dan hedonisme dalam Kewarganegaraan yang memiliki tugas sebagai
kehidupan masyarakat Indonesia antara lain mata pelajaran yang menanamkan nilai-nilai yang
sebagai bentuk dari adanya degradasi moral. bertujuan membentuk warganegara yang baik.
Masyarakat seakan lupa dengan nilai-nilai budaya Namun, dalam kenyataanya Pendidikan
luhur yang sudah ada dan menjadi ciri khas Kewarganegaraan lebih menekankan pada aspek
keindonesiaan. kognitif. Padahal idealnya pembelajaran
Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang Pendidikan Karakter tidak hanya beroerientasi
beragam. setiap kebudayaan memiliki nilai-nilai pada aspek kognitif tetapi juga pada aspek afektif
luhur yang tetap di pertahankan. Nilai-nilai dan psikomotorik. Pendidikan karakter dapat
tersebut disebut juga dengan kearifan lokal (local dikembangkan dengan cara mengidentifikasi nilai-
knowladge, local wisdom) yang dapat diambil dan nilai yang terdapat di dalam masyarakat dan untuk
dimanfaatkan sebagai pendidikan nilai dengan selanjutnya diinternalisasikan dalam diri untuk
pendekatan yang berbeda. Menurut Alwasilah menjadi kebiasaan dalam perilaku sehari-sehari.
(Ruyadi, 2010: 578) pendidikan dapat bermakna Sebab, karakter sebenarnya lebih menekankan
deliberatif, yaitu ”Setiap masyarakat akan berusaha pada perilaku dibandingkan pada pengetahuan.
untuk mentransmisikan gagasan fundamental yang Kedudukan Pendidikan karakter di Indonesia
berkenaan dengan hakikat dunia, pengetahuan, dan sejajar dengan subyek-subyek mata pelajaran yang
nilai-nilai kepada generasi selanjutnya”. Nilai-nilai diajarkan di sekolah, yang membedakan dengan
khas masyarakat Indonesia disadari dapat mata pelajaran lainya adalah bentuk pengajaranya.
dijadikan sebagai sarana pendidikan mengingat Pendidikan karakter di Indonesia pada umumnya
praktik pendidikan kita selama ini terlalu diintegrasikan dengan mata pelajaran Pendidikan
berorientasi ke barat. Padahal nilai-nilai bumi Kewarganegaraan. Dunia global pada saat ini
nusantara ini memilik keunggulan, siswa tidak sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan
perlu membayangkan bagaimana penerapan nilai- kewarganegaraan (Civic Education). Peserta didik
nilai yang dipelajari di sekolah, karena semua dituntut agar dapat memiliki civic competence
sudah tercermin dalam kehidupan sehari-hari yaitu: pengetahuan kewarganegaraan (Civic
mereka. Hal ini merupakan salah satu usaha untuk Knowladge), kemampuan kewarganegaraan (Civic
melakukan proses pribumisasi yaitu proses Skill) dan watak atau karakter kewarganegaraan
pemurnian keilmuan yang didaasarkan pada aspek- (civic disposition) yang multidimensional. Ketiga
aspek kebudayaan bangsa yang sering disebut kompetensi tersebut berkontribusi dalam
dengan istilah kearifan lokal. Seperti dikemukakan membentuk warga negara yang baik dapat
Kartadinata (Ruyadi, 2010) (dalam Pengantar Buku berperan aktif dalam dunia global dan hidup
Etnopedagogi karangan Alwasilah dkk., 2009) berdampingan dengan warga dunia sesuai dengan
bahwa: tujuan pembelajaran PKN dalam Permendiknas No

2
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 1-10

22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan Budimansyah (2007): Pertama, penggunaan alokasi
dasar dan menengah Secara rinci, mata pelajaran waktu dalam struktur kurikulum pendidikan
PKn bertujuan agar peserta didik memiliki dijabarkan secara kaku dan konvensional, sehingga
kemampuan sebagai berikut: 1) Menanggapi isu-isu pembelajaran secara tatap muka di kelas menjadi
kewarganegaraan. secara kritis, rasional, dan sangat dominan. Akibatnya, guru tidak dapat
kreatif; 2) Memiliki kemampuan untuk melakukan pembelajaran secara kreatif di luar dari
berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, pembelajaran rutin melalui proses tatap muka yang
serta bertindak secara cerdas di masyarakat, terjadwal dengan ketat. Kedua, pelaksanaan
bangsa, dan negara, serta anti-korupsi; 3) pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang
Mengembangkan karakter positif dan demokratis lebih didominasi oleh kegiatan peningkatan
yang berlandaskan pada karakter-karakter dimensi kognitif, mengakibatkan peningkatan
masyarakat Indonesia; 4) Memanfaatkan teknologi dimensi kompetensi lainnya menjadi terbengkalai.
informasi dan kemunikasi untuk berinteraksi Disamping itu, keterbatasan fasilitas media
dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia pembelajaran juga akan menjadi penghambat
secara langsung atau tidak langsung , pelaksanaan pembelajaran. Ketiga, pembelajaran
Pendidikan kewarganegaraan adalah mata yang terlalu menekankan pada dimensi kognitif
pelajaran yang dapat memberikan pemahaman perpengaruh pada penilaian yang hanya mengukur
peserta didik agar mampu berpikir kritis, rasional, penguasaan kemampuan kognitif saja. Akibatnya,
kreatif, bertangung jawab, berinteraksi dengan guru hanya memiliki target mengajar terbatas pada
bangsa-bangsa lain. Kompetensi tersebut penting pencapaian materi. Untuk itu perlu dikembangkan
agar peserta didik dapat menjadi warganegara model pembelajaran yang dapat mengembangkan
yang baik dan demokratis. Pendidikan dimensi afektif siswa.
kewarganegaraan dapat dijadikan sebagai serta Banyak model pembelajaran yang dapat
sebagai sarana untuk pembentukkan karakter mengembangkan dimensi afektif siswa, salah
bangsa dengan menanamkan pemahaman akan satunya adalah model pembelajaran kontekstual
nilai-nilai khas indonesia. Proses pembentukkan learning. Konsep model pembelajaran kontekstual
karakter bangsa dapat ditempuh melalui beberapa adalah konsep belajar yang membantu guru
cara, diantaranya dengan memperhatikan budaya mengaitkan antara materi yang diajarkan di
lokal yang dimiliki oleh masyarakat yang sekolah dengan situasi dunia nyata siswa dan
berpotensi untuk turut menyukseskan mendorong siswa membuat hubungan antara
pembangunan karakter bangsa yang berlandaskan pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan
pada Pancasila dan UUD 1945. dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
Pendididkan kewarganegaraan di Indonesia dan masyarakat (Berns & Erickson, 2001: 4). Guru
memiliki tujuan untuk mencerdaskan kehidupan dapat menggali kemampuan peserta didik dalam
bangsa melalui pendidikan nilai. Pendidikan menghubungkan materi pembelajaran dengan
Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran kehidupan sehari-hari. Guru yang kreatif menjadi
memiliki tujuan untuk membentuk warga negara kunci sukses dalam proses pembelajaran yang di
yang dapat memahami serta melaksanakan hak- lakukan.
hak dan kewajibanya untuk menjadi warga negara Model Pembelajaran kontekstual sesuai
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter untuk digunakan sebagai sarana pendidikan nilai
yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 dalam pendidikan kewarganegaraan seperti yang
(Budimansyah, 2008:14). Mata pelajaran dijelaskan oleh Saripudin & Komalasari (2016:
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata 5726) yaitu: Pertama, pembelajaran harusnya
pelajaran yang berbasis karakter menjadi solusi merupakan cermin dari kehidupan sehari-hari
cerdas untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa. Kedua, pendidikan dapat dilakukan melalui
siswa. budaya dan kearifan lokal (local genius), karena
Fenomena pembelajaran pendidikan setiap sekolah dan lingkungannya unik dalam
kewarganegaraan saat ini belum maksimal dalam pembentukan karakter, Sehingga siswa dapat
mengembangkan kompetensi afektif siswa seperti belajar melalui nilai budaya lokal (jenius lokal)
yang diungkapkan oleh Winataputra dan serta dapat memberi rangsangan untuk

3
Emi Ramdani, Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal sebagai Penguatan Pendidikan

menerapkan pengetahuan moral yang mereka dunia nyata. Hal ini akan memotivasi siswa untuk
miliki dalam kehidupan mereka sebagai anggota membuat hubungan antara pengetahuan dan
keluarga, masyarakat dan warga negara. penerapannya terhadap kehidupan mereka sebagai
Dalam upaya pembangunan karakter bangsa anggota keluarga dan masyarakat (Berns &
apabila kurang memperhatikan nilai-nilai budaya Erickson, 2001: 3) Sedangkan Muslich (2009:41)
bangsa Indonesia maka akan berakibat pada mengemukakan bahwa pembelajaran Contextual
ketidakpastian jati diri bangsa yang menurut Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar
Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa yang membantu guru mengaitkan antara materi
Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2010-2025 pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa,
(Yunus, 2014: 6)akan terjadi: 1) disorientasi dan dan mendorong siswa membuat hubungan antara
belum dihayati nilai-nilai Pancasilasebagai filosofi pengetahuan yang dimilikinya dengan
dan ideologi bangsa; 2) keterbatasan perangkat penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-
kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai hari.
esensi Pancasila; 3) bergesernya nilai etika dalam Pembelajaran Contextual Teaching and
kehidupan berbangsa dan bernegara; 4) Learning (CTL) membantu siswa menghubungkan
memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai materi yang pelajari di kelas dengan apa yang ada
budaya bangsa dan bernegara, 5) ancaman dalam kehidupannya sehari-hari. Siswa akan
disintegrasi bangsa; dan 6) melemahnya menemukan makna materi yang dipelajari sebagai
kemandirian bangsa. pengalaman untuk membangun pengetahuan yang
Terdapat dua hal yang harus mendapat ada. Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa
perhatian. Pertama, munculnya fenomena makna belajar, manfaatnya, dalam status apa
degradasi moral dengam menurunnya budi pekerti mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini
luhur di kalangan siswa. Kedua, pendidikan siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka
kewarganegaraan masih menekankan pada aspek pelajari di kelas akan berguna bagi kehidupanya
kognitif siswa. Oleh sebab itu perlu dirumuskan nanti. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran
model pembelajaran pendidikan kewarganegaraan diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
yang menanamakan nilai pendidikan karakter yang Sebagai implementasi dari konsep ini, hasil
efektif untuk dapat dilaksanakan di sekolah. Ketiga, pembelajaran yang diharapkan adalah siswa dapat
nilai nilai masyarakat khas Indonesia belum memberikan makna dari pembelajaran yang di
dioptimalkan sebagai sarana pendidikan karakter lakukan untuk kehidupannya sehari-hari. Proses
di sekolah. pembelajaran tidak berupa transfer pengetahuan
Berdasarkan pemikiran di atas, maka melalui guru ke siswa, tetapi lebih kepada bekerja
penelitian ini berupaya untuk memberikan gagasan dan mengalami. Proses ini akan berlangsung lebih
mengenai konsep model pembelajaran kontekstual alamiah dalam bentuk kegiatan siswa.
yang memberikan siswa pengalaman langsung Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan
dengan berperan aktif dalam kegiatan di konstruktivisme dipandang sebagai salah satu
masyarakat. siswa akan mengidentifikasi nilai-nilai strategi yang memenuhi prinsip-prinsip
kearifan lokal menjadi sebuah lembar observasi pembelajaran berbasis kompetensi.Pembelajaran
yang akan di diskusikan. Tugas guru dalam kontekstual, menurut Bern and Erickson (2001),
pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dapat diimplementasikan melalui lima pendekatan
dengan memberikan strategi dan megelola kelas yaitu: (1) “pembelajaran berbasis masalah
sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk (problem-based learning); (2) pembelajaran
menemukan suatu yang baru bagi siswa. koperatif (cooperative learning); (3) pembelajaran
berbasis proyek (project-based learning); (4)
PEMBAHASAN pembelajaran pelayanan (service learning); dan (5)
Pembelajaran Kontekstual (CTL) pembelajaran berbasis kerja (work-based learning).
Pembelajaran kontekstual adalah model Pendekatan kontekstual sebenarnya berakar
pembelajaran yang memiliki konsep dari pendekatan konstruktivistik yaitu
menghubungkan materi pelajaran dengan situasi Konstruktivisme yaitu proses membangun atau
menyusun pengetahuan baru dalam struktur

4
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 1-10

kognitif peserta didik dari lingkunganya melalui mudah untuk menerima pengetahuan; 6) Refleksi
pengalaman. Pengetahuan berasal dari pengalaman (reflection), lakukan refleksi di akhir pertemuan
dan konteks dibangun oleh siswa sendiri bukan agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai
oleh guru. Mardapi (Hasnawati, 2006) dengan baik; 7) Penilaian yang riil (authentic
mengemukakan bahwa kegiatan dan strategi yang assessment), lakukan penilaian yang sebenarnya
ditampilkan dalam pembelajaran kontekstual dapat dengan berbagai cara.
berupa kombinasi dari kegiatan berikut: 1) Model pembelajaran kontekstual merupakan
Pembelajaran autentik, yaitu pembelajaran yang sarana yang tepat dalam memberikan pendidikan
dilakukan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari; nilai terutama nilai hidup di masyarAkat yang khas.
2) Pembelajaran berbasis inquiri, Inkuiri yaitu Melalui model ini siswa akan berekplorasi secara
proses pembelajaran didasarkan pada pencarian mandiri dan menemukan berbagai pengetahuan
dan penemuan melalui proses berfikir secara mengenai nilai-nilai yang terdapat dalam
sistematis. guru tidak hanya mempersiapkan masyarakat. model pembelajaran kontekstual yang
sejumlah materi yang harus dihafal, tetapi harus sesuai dalam penanaman nilai adalah melalui
merancang pembelajaran yang dapat membuat pembelajaran kontekstual melalui pendekatan
peserta didik menemukan sendiri materi yang kearifan lokal. Siswa ditutut untuk mencari nilai-
harus dipahami; 3) Pembelajaran berbasis masalah, nilai yang ada di masyarakat dan di terapkan dalam
yaitu suatu pendekatan pengajaran yang hidupnya.
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir Pendidikan Karakter
kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta Thomas Lickona (Howard et al., 2004)
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang memberikan satu definisi karakter: Karakter terdiri
esensi dari materi pelajaran; 4) Pembelajaran dari nilai-nilai dalam tindakan. Karakter memiliki
layanan, Belajar Berbasis Jasa Layanan adalah tiga bagian yang saling terkait: pengetahuan moral,
pengajaran yang dilakukan dengn perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang
mengkombinasikan jasa layanan masyarakat baik terdiri dari mengetahui yang baik,
dengan pembelajaran di sekolah.sekolah menginginkan yang baik, dan melakukan kebiasaan
menciptakan suasana yang dapat merefleksikan baik pikiran, kebiasaan hati, dan kebiasaan beraksi.
hubungan antara pengalaman jasa layanan dan Seperti yang akan dijelaskan di bawah ini,
pembelajaran akademis di sekolah; 5) ada tiga pendekatan utama untuk pendidikan
Pembelajaran berbasis kerja, pendekatan karakter: pendekatan perkembangan kognitif
pembelajaran yang menggunakan konteks tempat (sering disebut pendidikan moral) memberi
kerja, dan membahas penerapan konsep mata keunggulan untuk "mengetahui yang baik,"
pelajaran di lapangan. pendekatan peduli menekankan "menginginkan
Menurut Trianto (2011) sebuah kelas kebaikan," dan pendidikan karakter tradisional,
dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, yang melihat "melakukan yang baik" sebagai
jika menerapkan tujuh komponen utama Contextual sesuatu yang mendasar. Dalam praktik kelas dan
Teaching and Learning berikut, yaitu: 1) program pendidikan karakter, ketiga pendekatan
Konstruktivistik (constructivism), yaitu siswa ini sering kali terintegrasi. (Howard et al., 2004)
bekerja dan rekonstruksi pengetahuan secara Pendidikan karakter biasanya dipandang identik
mandiri yang bersumber dari lingkunganya; 2) dengan, sesuai dengan pendidikan
Menemukan (inquiry), yaitu siswa mencari kewarganegaraan. Istilah 'pendidikan karakter'
informasi secara sistematis dengan tahapan- tidak digunakan secara eksplisit dalam Kurikulum
tahapan yang telah di siapkan; 3) Bertanya Nasional Pendidikan Kewarganegaraan. Namun,
(questioning), kembangkan sifat ingin tahu siswa pendidikan karakter dan kewarganegaraan
dengan bertanya.; 4) Komunitas belajar (learning memilik beberapa asumsi tentang pendidikan
community), merupakan kelompok–kelompok kecil moral dan peran sekolah. Brooks & Goble (Revell &
yang heterogen yang mampu bekerjasama; 5) Arthur, 2007) menyatakan bahwa Beberapa
Pemodelan (modeling), siswa dibantu melalui pendidik percaya bahwa di jantung pendidikan
model yang disediakan sehingga peserta didik lebih karakter adalah keyakinan bahwa perilaku

5
Emi Ramdani, Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal sebagai Penguatan Pendidikan

bertanggung jawab harus diajarkan dan penelitian, dan proposal tertulis. Tujuan dari
pengembangan karakter murid tidak dapat layanan ini adalah untuk mengembangkan atau
dipisahkan dari interaksi mereka dalam memperkuat nilai-nilai masyarakat seperti
masyarakat. keadilan, kasih sayang, dan tanggung jawab
Pada tahap implementasi dikembangakan kewarganegaraan sebagai bagian dari pendidikan
pengalaman belajar (learning experiences) dan karakter.
proses pembelajaran yang bermuara pada Howard (Thompson, 2002) menyatakan
pembentukan karakter dalam diri peserta didik. bahwa pembelajaran layanan melibatkan siswa
Proses ini dapat dilaksanakan dengan menciptakan dalam kegiatan yang menghasilkan bantuan nyata
proses pembudayaan dan pemberdayaan yang bagi orang lain, mendorong pertumbuhan pribadi,
dirancang sebagai salah satu prinsip dan memperkuat nilai masyarakat yang diterima.
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Proses ini Namun, penting untuk mengembangkan karakter
berlangsung dalam tiga pilar pendidikan yakni jangka panjang yang akan menghasilkan orang
dalam kampus, keluarga, dan masyarakat. Dalam dewasa yang bertanggung jawab dan produktif.
masing-masing pilar pendidikan ada dua jenis Mengikuti pemikiran ini, orang tua keluarga dan
pengalaman belajar Sukidjo (2013: 3) (learning pendidik prasekolah berada di garis depan dalam
experiences) yang dibangun melalui dua membimbing anak-anak kita untuk mengetahui,
pendekatan yakni intervensi dan habituasi. Dalam peduli dan bertindak berdasarkan nilai etika utama
intervensi diciptakan suasana yang dapat dalam pengalaman hidup mereka sehari-hari.
membangun interaksi belajar dan pembelajaran Dalam teori moral socialization atau teori
untuk mencapai tujuan pembentukan karakter moral sosialisasi dari Hoffman (Yunus, 2014)
dengan menerapkan kegiatan yang terstruktur menguraikan bahwa perkembangan moral
(Structured Learning Experiences). Sementara itu mengutamakan pemindahan (transmisi) norma dan
habituasi di rancang melalui program kegiatan yang nilai-nilai dari masyarakat kepada anak agar anak
terstruktur dan konsiten sesuai dengan situasi dan tersebut kelak menjadi anggota masyarakat yang
kondisi di dalam kehidupan (Persistence Life memahami nilai dan norma yang terdapat dalam
Situation) yang memungkinkan di rumahnya, di budaya masyarakat. Teori ini menekankan pada
lingkungan masyarakatnya membiasakan diri nilai dan norma yang tadinya terdapat dalam
berperilaku sesuai nilai dan menjadi karakter yang budaya masyarakat ditransformasikan atau
telah diinternalisasi dan dipersonalisasi dari dan disampaikan kepada masyarakat lain agar
melalui proses intervensi. Kedua proses tersebut masyarakat secara umum memiliki dan memahami
intervensi dan habituasi harus dikembangkan nilai-nilai budaya dan dapat dijadikan dasar dalam
secara sistemik dan holistik. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
Salah satu metode pendidikan karakter bernegara. Berdasarkan penjelasan di atas,
seperti yang di jelaskan oleh Thompson (2002) dapatlah disimpulkan bahwa transformasi nilai
pendidikan karakter melalui pembelajaran layanan adalah upaya yang dilakukan untuk menurunkan
(Service Learning) siswa melakukan beberapa jenis atau memindahkan nilai-nilai yang terkandung
proyek pelayanan dengan tujuan untuk membantu dalam budaya kepada masyarakat agar masyarakat
orang lain atau menjadikan masyarakat tempat memiliki karakter yang baik sesuai dengan
tinggal yang lebih baik. Kegiatan pelayanan kebutuhan masyarakat, bangsa dan negara.
berkisar dari memberi makan burung, membuat
hiasan untuk panti jompo, membungkus hadiah Kearifan lokal
Natal untuk yang membutuhkan, untuk Kearifan lokal merupakan budaya yang
mengumpulkan uang untuk "Save the Children," dimiliki oleh masyarakat tertentu dan di tempat-
untuk memasak dan menyajikan makanan di tempat tertentu yang dianggap mampu bertahan
tempat penampungan tunawisma. Tujuan dari dalam menghadapi arus globalisasi, karena
kegiatan ini adalah untuk mengembangkan kearifan lokal tersebut mengandung nilai nilai yang
tanggung jawab sosial pada siswa; Dengan kata dapat dijadikan sebagai sarana pembangunan
lain, perkembangan karakter yang baik. Guru karakter bangsa. Keterbukaan informasi dan
mempersiapkan siswa melalui diskusi kelas, proyek komunikasi pesat harus apabila tidak di persiapkan

6
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 1-10

dengan baik maka akan berakibat pada hilangnya 4. Penerapan dalam Kehidupan Siswa
kearifan lokal sebagai identitas dan jati diri bangsa. Fakta, konsep, prinsip dan prosedur dalam
Hal yang sama disampaikan oleh Lubis (Yunus, mempelajari studi sosial dikembangkan
2014) bahwa jati diri bangsa adalah watak sedemikian rupa sehingga mencerminkan
kebudayaan (cultural character) yang berfungsi pengalaman hidup sehari-hari dengan objek
sebagai pembangunan karakter bangsa (national penelitian. Dalam hal ini guru menyiapkan lembar
and character building) kerja siswa, sehingga siswa melakukan kegiatan
Komalasari dan Saripudin (2016) mejelaskan inquiry. Mengembangkan kemampuan dan
bahwa komponen utama dalam pengembangan kemandirian koperasi: Materi mengembangkan
nilai sosial dan budaya siswa melalui pembelajaran kemampuan siswa untuk bekerja sama dan bekerja
berbasis budaya dalam studi sosial: mandiri (self regulated). Guru mengatur materi
1. Materi sedemikian rupa sehingga siswa mampu
Materi menggambarkan tidak hanya pokok menemukan dan mengembangkan materi melalui
diskusi sebagaimana tercantum dalam silabus dan berbagi materi dan pengalaman belajar dalam
rencana pelajaran yang mencakup kompetensi suasana kerja sama. Dalam kelompok i, siswa
dasar berikut: memahami aspek spasial dan berbagi dan menjadi tutor sebaya. Melalui
hubungan antara ruang dan waktu di daerah; bimbingan teman sebaya, siswa berbagi materi
memahami interaksi manusia dengan lingkungan secara lebih terbuka dan tanpa jarak tidak seperti
alam, sosial, budaya dan ekonomi. Materi yang juga saat mereka berinteraksi dengan guru mereka.
mengandung nilai sosial dan budaya siswa yang 5. Mengembangkan Kemampuan untuk Refleksi
diekstraksi dari nilai kearifan lokal berkembang Materi mengembangkan kemampuan siswa
menjadi unit kesatuan tradisi lisan, adat istiadat, untuk melakukan refleksi termasuk umpan balik
seni dan sejarah. Dalam mengembangkan materi, tentang penguasaan fakta, konsep, prinsip dan
para guru dan peneliti lainnya memperhatikan hal- prosedur dan refleksi pada aplikasinya dalam
hal berikut. kehidupan sehari-hari.
2. Keterkaitan dengan nilai sosio-kultural Kearifan lokal merupakan budaya yang
Guru mengambil nilai-nilai kehidupan sosial dimiliki oleh masyarakat tertentu dan di tempat-
dan budaya yang tertanam dalam pengalaman tempat tertentu yang dianggap mampu bertahan
siswa untuk diintegrasikan dalam materi pelajaran dalam menghadapi arus globalisasi, karena
sosial. Siswa mengidentifikasi, mengeksplorasi, kearifan lokal tersebut mengandung nilai-nilai yang
mengklarifikasi, menganalisis nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai sarana pembangunan
terkandung dalam subjek dan kemudian karakter bangsa. Masyarakat memiliki nilai-nilai
diharapkan untuk menginternalisasi dan yang dapat di kembangkan sebagai sarana
menerapkan nilai-nilai kehidupan sosial dan pendidikan karakter. setiap daerah memiliki nilai
budaya dalam aktivitas keseharian mereka di kelas, khas yang menjadi kearifan lokal dan diwariskan
sekolah, rumah dan masyarakat. dari generasi ke generasi.
3. Keterkaitan dengan Konteks Lingkungan Siswa
Dalam mengembangkan materi semacam ini, Penguatan Pendidkan Karakter melalui Model
perhatian utama diberikan pada budaya non- Kontekstual Learning Berbasis Kearifan Lokal
material, termasuk seni, bahasa, sistem Pendidikan karakter merupakan konsep
kepercayaan dan afiliasi keagamaan masyarakat, pendidikan yang menanamkan nilai-nilai atau
norma-norma yang berlaku di masyarakat, sistem karakter pada siswa. Hal ini bertujuan untuk
sosial, keragaman etnis dan ras. Semua jenis membentuk perilaku yang baik dalam diri individu.
lingkungan di atas dipertimbangkan saat guru Pada umumnya, pendidikan karakter dintegrasikan
mengatur materi pembelajaran, sehingga materi dalam mata pelajaran seperti Pendidikan Agama
pembelajaran berkisar pada kehidupan siswa. dan Pendidikan Kewarganegaraa. Kedudukan
Materi semacam itu akan berguna bagi siswa dalam pendidikan karakter yang bukan merupakan
memecahkan masalah lingkungan dalam kehidupan subyek terpisah dalam proses pembelajaran
mereka, sesuai kebutuhan, membuat bahan ajar merupakan ilmplikasi dari tujuan pendidikan
sangat berarti bagi siswa dan lingkungannya. karakter untuk membentuk perilaku baik.

7
Emi Ramdani, Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal sebagai Penguatan Pendidikan

Diharapkan dengan pengintegrasian pendidikan seperti gotong royong, toleransi dan demokratis
karakter dalam mata pelajaran dan juga komponen yang terdapat dalam proses kegiatan yang
pembelajaran maka tercipta lingkungan yang melibatkan orang banyak seperti kegiatan
positif bagi tumbuh kembangnya karakter siswa. membangun tenda dan kegiatan masak-masak yang
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah di lakukan tanpa mengharap balasan dari yang
satu mata pelajaran yang berperan besar dalam mengadakan acara. Tujuanya siswa akan
mengajarkan Pendidikan Karakter hendaknya mendapatkan pengalaman yang akan di hubungkan
menggunakan strategi pembelajaran sehingga dengan materi pembelajaran di kelas.
proses pendidikan karakter dapat berjalan secara 2) Inquiry
optimal. Optmalisasi pembelajaran Pendidikan Proses selanjutnya adalah proses inquiry
Karakter melalui Pendidikan Kewarganegaraan yaitu siswa menemukan konsep yang sesuai
adalah dengan menerapkan berbagai bentuk dengan materi pembelajaran. Siswa akan
strategi atau model pembelajaran. Terdapat mengidentifikasi nilai-nilai melalui pengamatan-
berbagai model pembelajaran yang dianggap dapat pengamatan secara langsung dengan melihat
dijadikan sarana dalam mengajarkan pendidikan perilaku di dalam kegiatan di masyarakat.
karakter seperti pembelajaran kooperatif Selanjutnya bentuk perilaku yang ada didentifikasi
(cooperative learning), bermain peran (role apakah termasuk ke dalam yang baik atau yang
playing), simulasi, sistem debat, problem based buruk. Yang selanjutnya dituangkan ke dalam
learning, dan contextual learning (pembelajaran lembar observasi yang akan di kumpulkan saat
kontekstual). Salah satu dari berbagai model akhir proses pembelajaran.
pembelajaran tersebut yang dapat dikembangkan 3) Bertanya
dengan mengadopsi nilai-nilai atau budaya yang Proses pembelajaran bertanya adalah siswa
terdapat di dalam masyarakat adalah pembelajaran melakukan konfirmasi mengenai nilai yang
kontekstual. Pembelajaran konstekstual adalah diidentifikasi sesuai dengan konsep yang diajarkan
model pembelajaran yang mengaitkan materi di kelas. Hal ini dilakukan agar siswa dapat
pembelajaran dengan kehidupan yang ada di dalam menghubungkan konsep yang di pelajari dengan
masyarakat.model kontekstual ini sesuai untuk yang diterapkan. Siswa juga dapat bertanya kepada
diterapkan untuk pembelajaran kompetensi dasar warga mengenai bentuk implemetasi nilai-nilai
norma dalam masyarakat. Dalam pembelajaran tersebut menjadi perilaku dalam kegiatan sehari-
kontekstuan siswa dituntut untuk mandiri dan aktif hari.
dalam mencari dan mengelola informasi yang 4) Komunitas belajar
Komunitas belajar merupakan kelompok
berkaitan dengan matari pembelajaran. kearifan
kecil yang heterogen tempat siswa untuk
local yang saya contohkan adalah kegiatan budaya
mendiskusikan konsep yang akan di bahas. Siswa
rewang yang di dalamnya terdapat banyak nilai-
bersama teman-temanya akan mendiskusikan nilai
nilai di terapkan kehidupan siswa.
yang diidentifikasi dari masyarakat. melalui
Kegiatan pembelajaran kontekstuan meliputi
kegiatan tersebut siswa dapat membedakan yang
1) konstruktivisme; 2) inkuiri; 3) Bertanya; 4)
perilaku yang positif dan negatif serta dampaknya
Komunitas belajar; 5) Pemodelan; 6) Refleksi.
bagi kehidupan masyarakat sehari-hari. Hasil
Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam
diskusi tesebut akan ditulis dalam bentuk laporan
pengajaran pendidikan karakter berbasis kearifan
yang akan di pesentasikan di depan kelas.
lokal dapat dilaksanakan dengan beberapa langkah
5) Pemodelan
sebagai berikut. Materi pembelajaran, supaya mudah
1) Konstruktivisme dipahami maka perlu ada contoh atau model
Proses konstruktivisme adalah pembelajaran
sebagai panduan bagi siswa. Kehidupan
yang dilakukan melalui pengalaman yang
masyarakat merupakan model alamiah yang dapat
selajutnya akan di rekonstruksi menjadi
di saksikan oleh siswa secara langsung. pendidikan
pengetahuan Siswa diminta untuk turun
karakter memerlukan contoh perilaku yang dapat
kelapangan dengan ikut serta dalam kegiatan yang
di lihat langsung oleh siswa. Dengan melihat ke
rewang. Di dalam kegiatan tersebut siswa
diharapkan dapat menemukan nilai-nilai seperti

8
Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 1-10

lapangan siswa akan secara langsung melihat berbasis kearifan lokal untuk membantu siswa
bagaimana nilai-nilai yang ada diimplementasikan. dalam memahami nilai-nilai di masyarakat melalui
6) Refleksi melihat langsung di lapangan. hal ini dilakukan
Refleksi adalah kegiatan mengkonfirmasi berdasarkan dari pendapat thompson bahwa salah
agar pembelajaran sesuai dengan konsep. Guru satu metode dalam pendidikan karakter adalah
mengajak siswa melakukan umpan balik terhadap service learnig(layanan pembelajaran) yang dapat
keseluruhan proses pembelajaran dan meminta meningkatkan kesadaran siswa akan pentingnya
siswa menyimpulkan manfaat dari proses perilaku yang baik di dalam masyarakat. melalui
observasi di lapangan. model ini siswa akan dapat membedakan prilaku
7) Penilaian otentik yang berdampak positif dan negatif bagi kehidupan
Guru melaksanakan penilaian secara masyatakat. Model pembelajaran ini memiliki
menyeluruh terkait proses dan hasil pembelajaran kelemahan yaitu membutuhkan waktu yang lama
yang terekam melalui lembar observasi dan lembar dan peran guru sangat di butuhkan sebagai
kegiatan siswa. Guru melakukan secara pengawasan agar materi yang di berikan tepat
menyeluruh proses pembelajaran yang di lakukan
mulai dari observasi dan identifikasi nilai, laporan
diskusi secara menyeluruh. DAFTAR PUSTAKA
Model pembelajaran kontekstual learning Budimansyah, D. & Suryadi, K. (2008). PKN dan
berbasis kearifan lokal mengharuskan siswa untuk Masyarakat Multi-kultural,Prodi PKn- Sekolah
mengalami sendiri dengan menerapkan langsung Pascasarjana–UPI Bandung : Bandung.
konsep perilaku-perilaku yang telah di pelajarinya Hasnawati. (2006). Pendekatan Contextual Teaching
Learning. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, 3(1), 53–
di kelas yang secara tidak langsung akan membuat
62.
siswa merasa sadar bahwa apabila siswa
Howard, R. W., Berkowitz, M. W., & Schaeffer, E. F. (2004).
berperilaku baik akan mendapatkan pandangan Politics of Character Education. Educational
positif dari masyarakat. kearifan lokal merupakan Policy, 18(1), 188–215.
nilai yang diyakini oleh masyarakat, keterlibatan https://doi.org/10.1177/0895904803260031
masyarakat ikut membantu dalam memberikan Komalasari, K., & Saripudin, D. (2016). Culture-based
pemahaman siswa tentang konsep nilai yang ada contextual social studies learning for
dan implemetasinya. Hanya saja ada perilaku- development of social and cultural values of
perilaku yang kurang baik, perlunya peran guru junior high school students. Social Sciences
(Pakistan), 11(23), 5726–5731.
untuk dapat memberikan refleksi kepada siswa
https://doi.org/10.3923/sscience.2016.5726.573
untuk membimbing mereka bahwa perilaku
1
tersebut akan berdampak buruk bagi pelakunya. Muslich, M. (2007). KTSP pembelajaran berbasis
kompetensi dan kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara
SIMPULAN Nasution, A.R., (2016), Urgensi Pendidikan
Pendidikan karakter merupakan cara yang di Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Karakter
tempuh untuk membentuk perilaku siswa. Proses Bangsa Indonesia melalui Demokrasi, HAM dan
Masyarakat Madani, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu
pendidikan karakter tidak dapat di lakukan secara
Sosial, 8 (2) (2016): 201-212
instan tetapi membutuhkan waktu yang lama.
Perangin-angin, R.B.B., (2017). Pengembangan
Pendidikan karakter sangat tepat apabila dapat Pembelajaran PPKn Berbasis Kearifan Lokal
memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sarana dalam Meningkatkan Kompetensi Civic Skill
dalam penanamakan nilai-nilai. Budaya memiliki Mahasiswa Jurusan PPKn UNIMED, Jurnal
seperangkat nilai yang dapat diguanakan untuk Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 9 (2): 151-160
memberikan pemahaman nilai bagi peserta didik. Revell, L., & Arthur, J. (2007). Character education in
Proses yang dapat di lakasanakan adalah melalui schools and the education of teachers. Journal of
budaya kearifan lokal. Budaya memiliki nilai-nilai Moral Education, 36(1), 79–92.
https://doi.org/10.1080/03057240701194738
yang dapat dijadikan sarana untuk pendidikan
Ruyadi, Y. (2010). Model Pendidikan Karakter Berbasis
karakter. hanya saja pengembanganya belum
Kearifan Budaya Lokal ( Penelitian terhadap
berjalan secara optimal. Untuk itu maka Masyarakat Adat Kampung Benda Kerep Cirebon
dikembangkan model pembelajaran kontekstual Provinsi Jawa Barat untuk Pengembangan

9
Emi Ramdani, Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal sebagai Penguatan Pendidikan

Pendidikan Karakter di Sekolah ). In The 4th Suparlan, P. (2005). Sukubangsa dan hubungan antar
International Conference on Teacher Education sukubangsa. Jakarta: Yayasan Pengembangan
(pp. 576–594). Kajian Ilmu Kepolisian.
Sukidjo, Muhson, A., & Sholeh, M. (2013). Pengembangan Thompson, W. G. (2002). The Effects of Character
Character Building dengan Contextual Teaching Education on Student Behavior. Digital Commons
and Learning dalam Pembelajaran Perpajakan di at East Tennessee State University. Retrieved from
Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi http://dc.etsu.edu/etd Recommended
Universitas Negeri Yogyakarta Developing Trianto. (2007). Model pembelajaran inovatif berorientasi
Character Building by Contextual Teaching and konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka
Learning in Taxatio. Jurnal Pendidikan, 22(1), 1– Publisher.
14. Yunus, R. (2014). Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius)
Suharyanto, A. (2013). Peranan Pendidikan Sebagai Penguat Karakter Bangsa: Studi Empiris
Kewarganegaraan Dalam Membina Sikap Tentang Huyula. Yogyakarta: Deepublish.
Toleransi Antar Siswa, Jurnal Ilmu Pemerintahan
dan Sosial Politik, 2 (1): 192-203
_____________. (2017), Pemahaman Siswa Tentang Konsep
Demokrasi Dalam Pendidikan Kewarganegaraan,
dalam Prosiding Seminar Nasional Tahunan
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan
Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 530-534

10

You might also like