Professional Documents
Culture Documents
T1 - 292010257 - Bab Ii
T1 - 292010257 - Bab Ii
KAJIAN PUSTAKA
6
(a). Peterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap
dan cita- cita, yang masing- masing golongan dapat diisi dengan bahan yang
ada pada kurikulum sekolah (Sudjana, 2011: 22).
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011: 22). Hasil belajar mempunyai peranan
penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar
dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya
mencapai tujuan- tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari
informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan- kegiatan siswa
lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Menurut Lindgren dalam Agus Suprijono, (2011: 7) hasil pembelajaran
meliputi kecakapan, informasi, pengertian dan sikap. Hal yang sama juga
dikemukakan gagne dalam Agus Suprijono, (2011: 5-6) bahwa hasil belajar itu
berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif,
keterampilan motorik, dan sikap.
Sama halnya dengan Gagne, Bloom dalam Agus Suprijono (2011: 6-7)
menemukakan bahwa:
Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension
(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan),
analysys (menguraikan, menentukan, hubungan), synthesis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru),
evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima),
responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization
(organisasi), characteritazion (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi
initiatory, pre-routine dan rountinized. Psikomotor juga mencakup
keterampilan produktif, teknik, fisik, sosialmanajerial, dan intelektual
Dari penjelasan tentang hasil belajar diatas, dapat dimengerti bahwa hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku diamana terjadi perubahan dari yang
sebelumnya belum tahu atau belum mampu menjadi tahu dan menjadi mampu
yang terjadi pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
7
2.2 Hakekat IPS SD
IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis
gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek
kehidupan atau satu perpaduan (Sardiyo, dkk, 2008: 1,26)
Ilmu pengetahuan sosial merupakan mata pelajaran yang diadopsi atau
setidaknya diilhami oleh “social studies” yang diajarkan di Amerika Serikat.
Hal ini terlihat dari penggunaan istilah Ilmu pengetahuan sosial yang
merupakan terjemahan dari “social studies” dalam hal ini Mukminan (2002: 1)
dan Daljoeni (1985: 6) menyatakan sebagai suatu istilah, Ilmu pengetahuan
sosial merupakan terjemahan dari “social studies” dalam pendidikan dasar dan
lanjutan di Amerika serikat oleh karena itu menjawab pertanyaan apakah ilmu
pengetahuan soaial selayaknya merunut pengertian sosial studies.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa lmu pengetahuan sosial
di sekolah dasar merupakan mata pelajaran yang mempelajari kehidupan dalam
masyarakat dan masalah- masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Dengan
mempelajari ilmu pengetahuan social, diharapkan siswa dapat berinteraksi baik
dengan lingkungan sosialnya dan dapat memahami serta menyelesaikan
masalah- masalah sosial dalam sekolah, lingkungan bermain, dan tempat
tinggal mereka.
8
menjadi warga Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga
yang cinta damai.
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut:
1. Mengenal konsep- konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai- nilai sosial dan
kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkominikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
9
Guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan
adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan
model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran
hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti IPA,
Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti
pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).
2. Anak SD Senang Bergerak
Orang dewasa dapat duduk berjam‐jam, sedangkan anak SD dapat
duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru
hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak
berpindah atau bergerak.
Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan
anak sebagai siksaan.
3. Anak usia SD Senang Bekerja dalam Kelompok
Anak usia SD dalam pergaulannya dengan kelompok sebaya, mereka
belajar aspek- aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar
memenuhi aturan - aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak
tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung
jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai
olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model
pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam
kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi.
Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model
pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam 6
kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil
dengan anggota 3‐4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas
secara kelompok.
4. Anak SD Senang Merasakan atau Melakukan/memperagakan Sesuatu
Secara langsung
Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap
operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar
10
menghubungkan konsepkonsep baru dengan konsep‐konsep lama. Berdasar
pengalaman ini, siswa membentuk konsep‐konsep tentang angka, ruang,
waktu, fungsi‐fungsi badan, jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak
SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak
melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang
dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran
yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
(Sugiyanto)
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak usia SD merupakan
keadaan dimana seorang anak belajar sesuatu secara nyata dalam kehidupan
sehari- hari dengan teman sebayanya dan lingkungan sekitarnya. Melalui
teman sebayanya dan lingkungan sekitar yang mendukung, siswa menggali
pengetahuannya, belajar memahami sesuatu secara langsung.
11
1.4 Metode Kooperatif tipe Jigsaw dan Pembelajaran IPS SD
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali didesain oleh
Eliot Aronson dan teman- temannya 1978 di Universitas Texas (Slavin, 2010:
236) yang berpendapat bahwa:
Essensi dari jigsaw adalah suatu model pembelajaran kooperatif dimana
tiap siswa dalam kelompok memiliki satu potongan gambaran informasi
khusus yang masing- masing berbeda, kemudian mereka bertanggung
jawab untuk mengajarkannyapada teman satu kelompoknya. Ketika
seluruh gambaran informasi ini bergabung, siswa telah memliliki satu
puzzle (dinamakan jigsaw)
Anita Lie (2002: 68) mengemukakan bahwa dalam metode jigsaw guru
memperhatikan latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa
mengaktifkannya agar pembelajaran lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja
dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan komunikasi.
12
4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke
kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang
sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan
dengan sungguh- sungguh.
5. Tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
6. Guru memberi evaluasi.
7. Penutup.
Isjoni (2011) menyatakan bahwa dalam model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw terdapat tahap- tahap dalam penyelenggaraannya. Tahap pertama
siswa dikelompokkan dalam bentuk kelompok- kelompok kecil. Pembentukan
kelompok ini dpat dilakukan guru berdasarkan pertimbangan tertentu. Tahap
kedua setiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu.
Kemudian siswa atau perwakilan dari kelompok masing- masing bertemu
dengan anggota- anggota dari kelompok lain yang mempelajari materi yang
sama. Kemudian materi tersebut didiskusikan sehingga setiap perwakilan
kelompok tersebut memahami setiap masalah yang dijumpai sehinnga
perwakilan tersebut dapat memahami dan menguasai materi tersebut. Pada
tahap ketiga setelah masing- masing perwakilan tersebut dapat menguasai
materi yang ditugaskan, kemudian masing- masing perwakilan tersebut
kembali ke kelompok masing- masing atau kelompok asal. Selanjutnya
masing- masing anggota tersebut saling menjelaskan pada teman satu
kelompoknya sehingga teman satu kelompoknya dapat memahami materi yang
ditugaskan guru. Pada tahap selanjutnya siswa diberi tes atau kuis, hal tersebut
dilakukan untuk mengetahui apakah siswa sudah memahami materi. Dengan
demikian, secara umum penyelenggaraan model belajar jigsaw dalam proses
belajar mengajar dpat menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa sehingga
terlibat langsung secara aktif dalam memahami suatu persoalan dan
menyelesaikannya secara kelompok. Tahap terakhir, siswa yang memperoleh
skor tertinggi diberi penghargaan.
Model pembelajaran jigsaw merupakan bagian dari model
pembelajaran kooperatif, dimana akan dibentuk kelompok- kelompok
menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli. Pembelajaran ini disusun
dengan tujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa, dengan pengalaman sikap
13
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama- sama siswa
yang berbeda latar belakangnya (Trianto, 2007: 42)
Model jigsaw merupakan model kooperatif dimana pembelajaran itu
dibagi menjadi 5- 6 kelompok. Dalam kelompok terdiri dari kelompok asal dan
kelompok ahli. Dalam pembelajaran jigsaw, siswa diberi suatu materi. Salah
satu dari kelompok akan menjelaskan materi ke kelompok lain, dan disebut
sebagai tim ahli. Setelah mereka selesai membahas materi dalam tim ahli,
mereka akan kembali ke kelompok asalnya dan menjelaskan materi kepada
temannya dalam kelompok asal.
Lie dalam Rusman (2011: 218) menyatakan bahwa kelebihan
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, yaitu: (1) siswa yang terlibat di dalam
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memperoleh prestasi yang baik; (2)
mempunyai sikap yang lebih baik dan lebih positif dalam pembelajaran; (3)
siswa saling menghargai perbedaan dan pendapat orang lain.
14
siswa dari setiap siklus. Pada kondisi awalnya hanya 7 siswa yang tuntas
setelah pembelajaran jigsaw hasil belajar meningkat pada siklus I rata- rata
75,81 setelah diadakan tindak lanjut menjadi 76,96. Pada siklus II menjadi
77,22 ketuntasan belajar 100%. Kelebihan yang dicapai dari penelitian ini
terletak pada pemilihan kelompok heterogen sehingga pada siklus I sudah
nampak peningkatan belajarnya, karena sudah ada kelompok ahli yang
bertugas menjelaskan materi kepada rekan- rekannya sedangkan kelemahannya
pada kelompok tertentu siswa yang aktif lebih mendominasi diskusi, dan
cenderung mengontrol jalannya diskusi. Penelitian ini akan mengatasi masalah
tersebut.
15
Bagan 2.1
Skema Alur Pikir
Guru belum
Kondisi awal menggunakan
model Jigsaw
Hasil belajar siswa
belum mencapai
KKM
-Siswa kurang aktif
-Siswa ngantuk
-Siswa bosan
17