You are on page 1of 42

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PADA

PASIEN Ny.W DIAGNOSA BATU GINJAL DEXTRA YANG DILAKUKAN TINDAKAN


EXTENDED PYELOLITHOTOMY DAN URS LITOTRIPSI DENGAN GENERAL ANESTESI
TEKNIK INTUBASI ETT DI IBS RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL
Clinical Instructure : Noor Kunto Aribowo S.ST

Disusun oleh :

1. Dwi Inggar Pratiwi Octavirani (1811604001)


2. M Lutfi Hidayat (1811604007)
3. Evi Sofiyan (1811604021)
4. Pramudyta Ega Wardani ( 1811604061)

Homebase : PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PADA


PASIEN Ny.W DIAGNOSA BATU GINJAL DEXTRA YANG DILAKUKAN TINDAKAN EXTENDED
PYELOLITHOTOMY DAN URS LITOTRIPSI DENGAN GENERAL ANESTESI TEKNIK INTUBASI
ETT DI IBS RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Praktik Keperawatan Anestesi Kasus Umum

Oleh :
1. Dwi Inggar Pratiwi Octavirani (1811604001)
2. M Lutfi Hidayat (1811604007)
3. Evi Sofiyan (1811604021)
4. Pramudyta Ega Wardani ( 1811604061)

Telah diperiksa dan disetujui tanggal ………………

Mengetahui
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( Dzakiyatul Fahmi Mumtaz, M.Kep ) ( Noor Kunto Aribowo, S.ST)


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nefrolitiasis atau batu ginjal adalah adanya kalkuli yang disebabkan oleh
gangguan keseimbangan antara kelarutan dan pengendapan garam di saluran kemih dan
ginjal. Batu ginjal terbentuk saat air kemih menjadi jenuh dengan senyawa tak larut yang
mengandung kalsium, oksalat dan fosfat akibat dehidrasi atau kekurangan cairan (Han, et
al. 2015). Penanganan batu ginjal dapat dilakukan salah satunya adalah dengan bedah
terbuka yaitu dengan pyelolithotomy tindakan pembedahan yang paling umum dilakukan
untuk mengatasi batu yang berukuran > 2 cm.
Penanganan pembedahan batu ginjal awalnya dikerjakan melalui operasi terbuka.
Extended pyelolithotomy yang dipelopori oleh Gil-Vernet pada tahun 1965 menjadi
prosedur pilihan intervensi bedah hingga tahun 1980. Seiring dengan kemajuan zaman
dan teknologi, operasi terbuka mulai digantikan posisinya oleh operasi minimal invasif.
Di negara maju, insidens operasi terbuka dilaporkan hanya sebesar 1,5%, sementara pada
negara berkembang, operasi terbuka telah mengalami penurunan insidens dari 26%
menjadi 3,5% pada beberapa tahun terakhir (El-Husseiny et al, 2012). Namun demikian,
operasi terbuka masih merupakan pilihan utama terapi batu ginjal, terutama di negara-
negara berkembang karena biaya tindakannya relatif lebih murah dibandingkan operasi
minimal invasif. Operasi terbuka memiliki angka bersihan batu yang tinggi, mampu
mengatasi komplikasi intraoperatif yang tidak dapat diatasi dengan operasi minimal
invasif, serta memerlukan lebih sedikit prosedur tambahan seperti SWL pasca operasi .
Pyelolithotomy adalah teknik bedah yang digunakan untuk membuang batu ginjal
berukuran besar di pelvis renal. Insisi dibuat di sepanjang axis ginjal, sehingga ginjal
akan terbuka seperti sebuah buku. Setelah semua fragmen batu diambil, irisan ginjal
dirapatkan kembali. Suatu selang nephrostomy atau ureteral stent ditinggalkan untuk
meningkatkan drainage dari ginjal dan mempercepat penyembuhan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari batu ginjal?
2. Apa klasifikasi dari batu ginjal?
3. Apa fisiologi dari batu ginjal?
4. Apa etiologi batu ginjal?
5. Apa saja faktor resiko batu ginjal?
6. Apa yang termasuk patofisiologi batu ginjal?
7. Apa saja penanganan yang dapat dilakukan terhadap penyakit batu ginjal?
8. Bagaimana tindakan yang dilakukan pada batu ginjal dengan general anestesi?
C. Tujuan Penulisan
1) Tujuan umum
a) Dapat mengetahui definisi, klasifikasi, fisiologi, etiologi, faktor resiko,
patofisiologi, penanganan dan tindakan batu ginjal dengan general anestesi
b) Dapat melakukan pengkajian pada pasien batu ginjal
c) Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada pasien
batu ginjal
d) Dapat membuat perencanaan keperawatan pada pasien batu ginjal
e) Dapat melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi batu ginjal
2) Tujuan khusus
Untuk memenuhi tugas asuhan keperawatan anestesiologi dan dapat mempelajari
asuhan keperawatan anestesiologi pada pasien batu ginjal
D. Waktu dan Tempat
PKU Muhammadiyah Bantul, tanggal 02 Maret 2021
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. BATU GINJAL
a) Pengertian
Batu ginjal adalah suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis
atau calyces ginjal atau pada saluran kemih. Batu ginjal didalam saluran kemih (kalkulus
uriner) adalah masa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kemih dan
bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini
bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu
kandung kemih).
b) Klasifikasi
 Batu infeksi atau struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh
adanya infeksi saluran kemih. Adanya infeksi saluran kemih dapat menimbulkan
gangguan keseimbangan bahan kimia dalam urine.
 Batu kalsium
Batu jenis ini adalah jenis batu yang paling banyak ditemukan, yaitu 70-80% jumlah
pasien yang mengalami batu ginjal. Ditemukan banyak pada laki-laki, rasio pasien
laki-laki dibanding wanita adalah 3:1, dan paling sering ditemui pada usia 20-50
tahun. Kandungan batu ini terdiri atas kalsium oksolat, kalsium fosfat atau
campuran dari keduanya. Kelebihan kalsium dalam darah secara normal akan
dikeluarkan oleh ginjal melalui urine. Penyebab tingginya kalsium dalam urine
antara lain peningkatan penyerapan kalsium oleh usus, gangguan kemampuan
penyerapan kalsiu oleh ginjal dan penyerapan kalsium tulang.
 Batu Sistin
Batu sistin jarang ditemukan, terdapat pada sekitar 1-3 % pasien BSK. Penyakit batu
jenis ini adalah suatu penyakit yang diturunkan. Batu ini berwarna kuning jeruk dan
berkilau. Rasio laki-laki dibanding wanita adalah 1:1. Batu lain juga jarang yaitu
batu Silica dan batu Xanthine.
 Batu asam urat
Ditemukan 5-10% pada penderita batu ginjal. Rasio laki-laki dibandingkan wanita
adalah 3:1. Sebagian dari pasien jenis batu ini menderita Gout, yaitu suatu kumpulan
penyakit yang berhungan dengan meningginya atau menumpuknyaasam urat
(sludge) dapat menyebabkan keluhan berupa nyeri hebat(kolik),karena ada endapan
tersebut menyumbat saluran kencing. Batu asam urat bentuknya halus dan bulat
sehingga sering kali keluar spontan. Batu asam urat tidak tampak pada foto polos.
c) Etiologi
 Hiperkalsemia dan hiperkalsiuria yang disebabkan oleh hiperparatiroidisme, asidosis
tubulus renal, mieloma multiple
 Dehidrasi kronik
 Imobilitas yang lama.
 Metabolisme purin ab normal (hiperuri semia dan pirai).
 Obstruksi kronik oleh benda asing di dalam traktus urinarius dan kelebihan absorbsi
oksalat pada penyakit inflamasi usus atau ileastomi. (Mansjoer Arief, “Kapita
Selekta Kedokteran” Edisi Kedua, Medikal Aesculapius, FKUI, Jakarta, 2010
d) Fisiologi
Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki beberapa fungsi diantaranya yaitu:
 Mempertahankan keseimbangan air dalam tubuh
 Memelihara volume plasma yang sesuai dimana volume plasma berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri
 Memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh
 Mengekskresikan produk-produk hasil sisa metabolisme dalam tubuh
 Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan
e) Faktor resiko
Faktor risiko nefrolitiasis (batu ginjal) umumnya biasanya karena adanya riwayat batu di
usia muda, riwayat batu pada keluarga, ada penyakit asam urat, kondisi medis lokal dan
sistemik, predisposisi genetik, dan komposisi urin itu sendiri. Komposisi urin
menentukan pembentukan batu berdasarkan tiga faktor, berlebihnya komponen
pembentukan batu, jumlah komponen penghambat pembentukan batu (seperti sitrat,
glikosaminoglikan) atau pemicu (seperti natrium, urat). Adanya hambatan aliran urin,
kelainan bawaan pada pelvikalises, hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli
bulineurogenik diduga ikut berperan dalam proses pembentukan batu.
f) Patofisiologi
Batu renal tersusun dari kalsium fosfat, oksalat atau asam urat. Konsentrasi bahan-bahan
pembentuk batu yang tinggi di dalam darah dan urine serta kebiasaan makan atau obat
tertentu, juga dapat merangsang pembentukan batu. Segala sesuatu yang menghambat
aliran urine dan menyebabkan stasis (tidak ada pergerakan) urine di bagian mana saja di
saluran kemih, meningkatkan kemungkinan pembentukan batu. Batu kalsium, yang
biasanya terbentuk bersama oksalat atau fosfat, sering menyertai keadaan-keadaan yang
menyebabkan resorpsi tulang, termasuk imobilisasi dan penyakit ginjal. Batu asam urat
sering menyertai gout, suatu penyakit peningkatan pembentukan atau penurunan ekskresi
asam urat.
g) Penatalaksanaan
Keperawatan
 Pengurangan nyeri
 Pengangkatan batu
 Terapi nutrisi dan medikasi

B. TINDAKAN MEDIS BATU GINJAL


a) Pyelolitotomy
Pyelolitotomy merupakan teknik mengambil batu ginjal dari pyelum ginjal melalui
pembedahan terbuka, teknik ini diperkenalkan pertama kali oleh Heinecke pada tahun
1879. Gil-Vernet memperkenalkan teknik extended pyelolithotomy pada tahun 1965
dimana dengan teknik ini mampu mengeluarkan batu ginjal yang lebih besar melalui
pyelum ginjal.
b) Indikasi dari Pyelolithotomy adalah jika percutaneous renal surgical atau ESWL tidak
tersedia, dan jika ada komplikasi dari percutaneous renal surgical yang telah terjadi
sebelumnya maka metode ini dapat dipertimbangkan untuk dilakukan. Untuk persiapan
preoperative hasil dari cultur urin harus diperoleh dan diperlukan pemberian profilaksis
antibiotic parenteral sebelum dilakukan operasi. Intravenous urography diperlukan untuk
melihat anatomi dari traktus urinarius dan fungsi ginjal. Pada saat pembedahan
dilakukan pengikatan pada ureter yang bertujuan untuk mencagah terlepasnya fragmen-
fragmen batu ke ureter selama dilakukannya operasi. Pelvis renalis dibebaskan dari
jaringan lemak pada permukaan posteriornya, sehingga pelvis renalis dalam keadaan
terbuka. Pengangkatan batu dapat dilakukan dengan bantuan jari atau dengan
menggunakan forcep. Batu dibawa ke pelvis renalis, diirigasi oleh larutan saline untuk
mengeluarkan fragmen-fragmen kecil yang mungkin masih tertinggal. Fragmen-fragmen
batu yang menetap atau yang masih tertinggal dapat membentuk nidus dan menyebabkan
terjadinya rekuren.
c) Komplikasi
Perdarahan sering terjadi pada tindakan pyelitotomy. Perdarahan akut pada tindakan
pyelitotomy dapat terjadi saat pungsi jarum, dilatasi, manipulasi instrumen intra operatif,
atau akibat trauma pada pembuluh darah parenkim ginjal, serta cabang-cabang dari arteri
dan vena di sistem pelviokalises.

C. TINDAKAN MERIS URS LITOTRIPSI


a) Pengertian
Ureteroscopic Lithotripsy (URS) adalah merupakan prosedur tindakan pemeriksaan
saluran kandung kemih yang menggunakan suatu alat yang dimasukkan melalui saluran
kemih kedalam ureter kemudian batu dipecahkan dengan gelombang pneumatik.
Pecahan batu akan keluar bersama air seni. Ureterorenoskopi (URS) semi rigid dapat
digunakan pada seluruh bagian ureter. Namun, seiring berkembangnya teknologi, saat ini
lebih banyak digunakan URS fleksibel pada ureter. URS juga dapat digunakan pada
seluruh pasien tanpa kontraindikasi spesifik apa pun. Sebagian besar intervensi
menggunakan anestesi spinal walaupun anestesi umum juga dapat dilakukan. Sedasi
intravena merupakan anestesi yang cocok untuk pasien wanita dengan batu ureter distal.
b) Indikasi
URS merupakan pilihan alternatif untuk mencegah pemasangan stent atau drainase
jangka panjang. Prosedur ini dilakukan ketika batu ginjal berada di ureter dan pasien
mengalami gejala berupa munculnya darah pada urine.
c) Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi selama ureteroskopi meliputi:
- Infeksi saluran kemih
- Pendarahan
- Luka ureter
- Sakit perut
- Infeksi saluran kemih (terutama bila sering terjadi)
- Hematuria
- Hasil abnormal (ditemukan sel asing) setelah tes urin
- Penyumbatan saluran kemih
- Daging tumbuh atau polip pada saluran kemih

D. GENERAL ANESTESI TEKNIK INTUBASI ET


a) Teknik general anestesi inhalasi
Teknik anestesi inhalasi adalah teknik yang menggunakan gas volatile sebagai agen
utama untuk melakukan anestesi umum. Teknik anestesi inhalasi merupakan teknik
anestesi umum yang dilakukan dengan jalan memberikan obat anestesi inhalasi yang
mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi ke inspirasi pasien. Ambilan dan
distribusi dari gas anestesi inhalasi ditentukan oleh ambilan oleh paru, difusi gas dari
paru ke darah, distribusi oleh darah ke organ target. Pembuangan gas anestesi terutama
melalui paru-paru. Sebagian kecil akan dimetabolisme di hepar dan ginjal melalui
sitokrom P450. Potensi dari anestesi inhalasi dinyatakan dalam MAC (Minimum
alveolar concentration) adalah konsentrasi anestesi yang dibutuhkan untuk menekan
pergerakan terhadap stimulasi pembedahan pada 50% subjek atau bisa dikatakan sebagai
Effective dose 50 (ED50).
b) Sevoflurane adalah fluorinated methyl isopropyl ether. Koefisien partisi dari darah/gas
sevoflurane adalah 0,69 yang secara teoritis memungkinkan obat ini menginduksi dalam
waktu singkat dan terjadi pemulihan yang cepat pula setelah obatnya dihentikan. Pada
sistem muskuloskeletal sevofluran memiliki efek relaksasi yang baik sehingga dapat
diandalkan sebagai relaksan otot yang diinduksi dengan inhalasi. Dengan teknik anestesi
menggunakan sevoflurane dengan tingkat kelarutan yang rendah, menyebabkan kadar
agen anestesi di dalam alveolus cepat mencapai titik jenuh. Dengan tingginya kadar
agen anestesi inhalasi di dalam alveolus, akan memudahkan masuknya agen anestesi ke
dalam darah. Dengan kelaruan yang rendah di darah, sevofluran akan mudah berpindah
ke jaringan terutama yang kaya pembuluh darah seperti otak dan cepat menyebabkan
pasien terinduksi.

c) Teknik intubasi endotrakeal


Pemasangan pipa endotracheal merupakan salah satu tindakan pengamanan jalan nafas
yang sesuai sebagai jalur ventilasi mekanik, untuk menjaga jalan nafas dan dan
memberikan ventilasi mekanik. Tindakan ini juga dapat mengahntarkan agen anestesi
inhalasi pada anestesi umum. Intubasi adalah memasukkan pipa kedalam rongga tubuh
melalui mulut atau hidung. Intubasi dibagi menjadi 2 yaitu intubasi endotrakeal dan
nasotrakeal, intubasi endotrakeal adalah memasukkan sehingga ujung kira-kira berada
dipertengahan trakea antara pita suara dan trakea.
d) Trias Anestesi secara optimal dan berimbang yaitu :
 Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum atau obat anestesi
umum yang lain.
 Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat atau obat
general anestesi atau dengan cara analgesia regional.
 Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot atau general
anestesi, atau dengan cara analgesia regional.
e) Gangguan Pasca Anestesi (Potter dan Perry, 2010) :
 Pernapasan : Penyebab yang sering dijumpai sebagai penyulit pernapasan adalah
sisa anastesi (penderita tidak sadar kembali) dan sisa pelemas otot yang belum
dimetabolisme dengan sempurna.
 Sirkulasi : Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia.
 Regurgitasi dan Muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi.
 Hipotermi
 Gangguan Faal Lain
f) Penilaian Waktu Pulih Sadar
Setelah selesai anestesi dan ekstubasi, pasien akan dievaluasi secara berkala dalam
rangka untuk memastikan pasien layak untuk dipindahkan ke ruang pemulihan, ke ruang
perawatan atau dipulangkan.
Menurut Marshall dan Chung, proses pemulihan dibagi menjadi 3 fase :
 Fase 1 pemulihan awal : mulai dari penghentian anestesi sampai pasien refleks dan
fungsi motorik pasien pulih. Biasanya hal ini terjadi pada ruang PACU (post
anesthesia care unit).
 Fase 2 pemulihan : keputusan krusial dibuat saat memindahkan pasien ke ruang
perawatan.
 Fase 3 pemulihan : biasa berlanjut di rumah dan melibatkan pemulihan fisik
sepenuhnya termasuk psikologi dan kembali ke aktivitas normal.
Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan dengan melakukan pengkajian pasca
anestesi dengan menggunakan aldrete score. Pasien dapat dipindahkan ke ruang
perawatan apabila skor minimal aldrete score 8.

E. OBAT-OBATAN ANESTESI
a) Fentanil
Premedikasi Fentanyl merupakan obat analgesic yang sangat kuat berupa cairan isotonic
steril untuk penggunaan secara IV.
1) Penggunaan :
 Dosis rendah : 2 µg/kgBB. Bermanfaat dalam bedah minor namun
menimbulkan rasa sakit.
 Dosis sedang : 2 – 20 µg/kgBB.
 Dosis tinggi : 20 – 50 µg/kgBB, bedah besar dan lama.
2) Kontraindikasi
Jangan diberikan kepada pasien yang diketahui pernah mengalami alergi pada obat
ini.
3) Efek pada system organ
 Hipertensi, bradikardi
 Depresi nafas dan apneu
 Aliran darah otak, kecepatan metabolism otak, tekanan intracranial menurun,
pusing dan penglihatan kabur
 Miosis pada mata
 Mual, emesis, spasmetraktus billiaris.
b) Induksi Propofol
Propofol memiliki onset cepat dan durasi aksi pendek, memiliki akumulasi minimal,
cepat dimetabolisme serta pemulihan yang cepat.
1) Penggunaan
 Dosis 2 – 2,5 mg/kgBB
 Dosis 6 – 10 mg/kg/jam
 Dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kg.
 Efek puncak 1 menit dengan lama aksi 5-10 menit
2) Indikasi
Propofol digunakan sebagai obat induksi untuk pemeliharaan anesthesia maupun
sebagai sedasi.
3) Kontraindikasi
 Jangan diberikan pada pasien dengan alergi propofol
 Anak-anak dibawah 3 tahun
 Sedasi pada perawatan intensif dibawah umur 16 tahun
4) Efek pada system organ
 Efek hypnotic 1,8 x pentothal
 Depresi jalan nafas > pentothal
 Efek anti emetic positif
 Tidak ada efek konvulsi / kejang
c) Atracurium
Merupakan benzilisoquinolinum bisquaternan OBNM nondepolarizing. Obat ini
berkompetensi untuk reseptor kolinergik pada lempeng akhir motoric.
1) Penggunaan
 Intubasi 0,3 – 0,5 mg/kgBB dengan OOA 3 – 5 menit dan DOA 30 – 45 menit,
durasi 2x lebih cepat pada suhu 25oC.
 Bolus rata-rata 0,5 mg/kgBB
 Infus rata-rata 0,5/kg/jam dan dihentikan 15 menit sebelum pembedahan selesai
 Bayi premature 0,3 mg/kg
2) Indikasi
Sangat cocok untuk pasien-pasien anephric (obat relaksan pilihan), dengan atypical
cholinesterase, kasus-kasus singkat. Cocok untuk pembedahan SC, cardiopulmonary
bypass dengan hipotermia, keracunan organophosphorus dan miastenia gravis
3) Kontraindikasi
Pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap atracurium besylate.
4) Efek pada system organ
 Kemerahan pada kulit
 Hipotensi sementara atau bronkospasme (pengetatan otot-otot yang melapisi
saluran udara (bronkus) di paru-paru)
 Miopati (gangguan otot di dalam tubuh) pada penggunaan jangka panjang.
d) Ondansetron
Ondansetron bekerja dengan menghambat ikatan serotonin pada reseptor 5HT3, sehingga
membuat penggunanya tidak mual dan berhenti muntah.
1) Penggunaan
 Pasien dewasa: 4 mg melalui suntikan intravena atau intramuskular sebelum
anestesi atau sesudah prosedur operasi.
 Anak-anak dengan berat badan lebih dari 40 kg: 4 mg melalui suntikan
intravena sebelum pemberian anestesi. Dosis maksimal adalah 4 mg.
 Bayi dan anak-anak dengan berat badan kurang dari 40 kg: 0,1 mg/kgBB,
diberikan melalui suntikan intravena 1 jam sebelum
2) Indikasi
Obat premedikasi anestesi yang dapat mengurangi mual muntah.
3) Kontraindikasi
 Riwayat alergi, terutama terhadap ondasentron atau obat golongan penghambat
serotonin lain, seperti granisetron.
 Pasien dengan ketidakteraturan irama jantung, penyakit liver, gangguan
pencernaan, atau baru menjalani operasi perut.
e) Asam tranexamat
1) Penggunaan : Dosis 250-500 mg sehari
2) Indikasi
Untuk pendarahan abnormal selama tindakan operasi.
3) Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap zat aktif atau zat tambahan yang digunakan dalam obat.
Thrombosis vena atau arteri, gangguan ginjal berat, perdarahan subarachnoid,
riwayat konvulsi, menerima injeksi intratekal dan intraventrikular, serta intraserebral
(meningkatkan risiko serebral oedema dan konvulsi)., kondisi fibrinolisis setelah
koagulopati kecuali pada pasien dengan predominant activation dari sistem
fibrinolitik dengan perdarahan akut yang parah.
4) Efek pada system organ
Hipersensitivitas termasuk syok anafilaksis. Hipersensitivitas atau alergi pada kulit :
gatal, ruam. Gastrointestinal : mual, muntah, anoreksi, diare. Okular : defek
penglihatan warna sementara. Serta mengantuk, sakit kepala, lemas disertai
hipotensi dengan atau tanpa disertai kehilangan kesadaran (biasanya disebabkan
injeksi yang terlalu cepat), thrombosis pada arteri atau vena.
f) Tramadol
Adalaha salah satu obat analgesic yang memiliki efek samping narkotik. Tramadol
tergolong dalam opioid sintetik lemah sehingga dapat berikatan dengan reseptor morfin
pada tubuh manusia.
1) Penggunaan
Dewasa : 50-100 mg dapat diulang setiap 4-6 jam dengan dosis maksimal 400 mg
per hari. Untuk anak-anak : 1-2 mg/kgbb
2) Indikasi
Tramadol merupakan salah satu obat analgesic, biasanya obat ini diberikan setelah
pasca operasi untuk menghilangkan rasa nyeri.
3) Kontraindikasi Pada pasien hipersensitivitas dan tidak direkomendasikan untuk
anak.
4) Efek pada system organ
Mual, muntah, berkeringat, lelah, sedasi dan mulut kering, serta sindrom serotonin.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI Ny.W DIAGNOSA BATU GINJAL
DENGAN GENERAL ANESTESI DI RUANG IBS RS PKU MUHAMMADIYAH
BANTUL

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Ny.W
Umur : 52 th
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia-Jawa
Golongan darah :O
Alamat : Bantul
No. RM : 1012XX
Diagnosa pre operasi : Batu Ginjal Dextra
Tindakan operasi : Extended Pyelolitotomy dan URS litotripsi
Tanggal operasi : 02 maret 2021
Dokter bedah : dr. Ahmad Zulfan Hendri, Sp.U
Dokter anestesi : dr. Anwarudin Latif, Sp.An
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke rs pada tanggal 01 maret 2021. Mengeluh nyeri pada ginjal
sebelah kanan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Batu Ginjal Kanan
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan ada riwayat penyakit
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga
e. Riwayat Kesehatan
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi obat atau makanan. Pasien
belum pernah operasi sebelumnya.
f. Riwayat pengobatan : tidak ada
g. Kebiasaan :
- Merokok : (-)
- Alcohol : (-)
h. Status kesehatan saat ini :
- Masalah leher pendek : tidak ada
- Batuk : tidak ada
- Kelainan tulang belakang : tidak ada
- Cemas : ya, tingkat kecemasan : sedang
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : composmetis
GCS : E4V5M6
Nadi = 80x/menit, Suhu = 360 C, TD = 140/80 mmHg, RR = 23x/menit, BB: 44 Kg
b. Status generalis
- Pemeriksaan Kepala
Inspeksi : bentuk kepala : (normochepal ), kesimetrisan ( + )
- Pemeriksaan Wajah :
Inspeksi : perhatikan ekspresi wajah : tegang dan rileks, edema: (-) gigi palsu (-),
gigi goyang : ( - ), kemampuan membuka mulut > 3 cm : ( + )
- Pemeriksaan Mata
Inspeksi :
1) Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( + )
2) Ekssoftalmus ( + )
3) Reaksi pupil terhadap cahaya : (miosis) isokor ( + )
4) Ketajaman penglihatan ( baik )
5) Pemeriksaan lapang pandang : normal
- Pemeriksaan Telinga
Inspeksi dan palpasi. Amati bagian telinga luar : bentuk simetris, ukuran normal,
warna kecoklatan, lesi ( - )
- Pemeriksaan Hidung
Inspeksi dan palpasi
1) Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasal sama, tidak ada
pembengkakan )
2) Pembesaran / polip ( - )
- Pemeriksaan Mulut dan Faring
Inspeksi dan Palpasi
1) Amati bibir : kelainan konginetal (-), warna bibir pucat, lesi (-)
2) Gigi palsu : ( - ),
3) Tonsil : T 0 ( Mallampati : II )
- Pemeriksaan Leher
Inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :
1) Bentuk leher (simetris), peradangan ( - ),
2) Vena jugularis : pembesaran ( - )
3) Gerak leher (+), kaku (-)
- Pemeriksaan Toraks
1) Pemeriksaan pulmo
Inspeksi : pergerakan dada dan bentuk dada simetri
Palpasi : getaran fremitus normal, gerakan dinding dada sama
Perkusi : suara paru kanan dan kiri sama, suara paru sonor
Auskultasi : bunyi nafas dasar paru normal, Suara tambahan (-)
2) Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak pada ICS ke 5 Media Lineamid clavicularis
sinistra
Palpasi : Tidak terdapat pergeseran ictus cordis
Perkusi : Tidak ada pelebaran batas jantung
Auskultasi: Suara jantung s1, s2 reguler tidak ada suara tambahan
3) Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : simetris , tidak acites, warna kulit sawo matang, tidak
ada lesi
Palpasi : nyeri tekan (+)
Perkusi : suara timpani
Auskultasi : suara bising usus 56x/ menit
- Pemeriksaan genetalia
Genetalia Wanita
Inspeksi : Kebersihan rambut pubis (bersih), lesi ( - ), keputihan ( - ),
peradangan (-). Lubang uretra : stenosis /sumbatan ( - ), Terpasang kateter urine
- Pemeriksaan ekstremitas
1) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), fraktur (-)
Palpasi
Edema : ( 0 )
Lakukan uji kekuatan otat : ( 5 )
2) Ekstremitas Bawah :
Inspeksi : Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), fraktur (-)
Palpasi Edema : ( 0 )
Lakukan uji kekuatan otot : (5 )
Kekuatan otot
Kesimpulan palpasi ekstermitas :
Edema : 0 0
0 0
Uji kekuatan otot : 5 5
5 5
- Pemeriksaan vertebrata
Kekakuan leher (-), asimetris
4. Psikologis
1) Nyeri dan kenyamanan : pasien mengeluh nyeri pada bagian perut dengan skala nyeri
8, nyeri seperti tertusuk-tusuk dan hilang timbul.
2) Integritas ego : pasien mengatakan bersyukur atas anggota tubuh yang dimilikinya.
5. Pemeriksaan penunjang
1) Rontgen
- Besar cor normal
2) Pemeriksaan darah
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hb 10,07 12-18
Leukosit 9000 4000-11000
Trombosit 527,2 150-450
Hematokrit 31,30% 32-52
GDS 46 70-140
APTT 34,6 30-45
PPT 15,2 11-13
Segmen 74,34 50-70
Limfosit 15,66 4,5-11,0
Ureum 16,80 10-40
Kreatinin 0,62 0,6-1,1
Natrium 140 137-145
Kalium 3,7 3,5-5,1
Swab antigen Negatif Negatif
HIV screening Non reaktif Non reaktif

6. Diagnosis anestesi
- Diagnosa medis batu ginjal dextra
- Rencana operasi : extended pyelolitotomy dan URS
- Status ASA II
- Rencana anestesi : general anestesi ET
- Therapi : RL
B. PERSIAPAN PENATALAKSANAAN ANESTESI PERSIAPAN ALAT

1. Persiapan alat general anestesi


STATICS :
1) Stetoskop, Laringoskop
2) Tube: ETT No. 7, 7.5, 8
3) Airway: OPA ukuran 9, NPA
4) Tape : plaster
5) Introducer : stylet dan forcep magill
6) Connector: Face mask, bag
7) Suction
2. Persiapan obat-obatan anestesi :
1) Premedikasi: Fentanyl 100 mcg
2) Obat antiperdarahan (fibrinolitik) : Asam Tranexamat 1 gr = 1000 mg
3) Obat analgetik : Tramadol 50 mg
4) Obat 5HT-Antagonis : Ondansetron 4 mg
5) Obat induksi : Propofol 100 mg
6) Obat emergency : Ephedrine, Sulfat Atropine
7) Pelumpuh otot : Tramus 2,5 mg
8) Cairan infus kristaloid : Ringer Laktat
3. Persiapan pasien
1) Tes darah
2) Puasa 6 jam
3) Menentukan status fisik ASA 2
4. Penatalaksanaan anestesi
5. Rencana anestesi : general anestesi menggunakan ETT
C. MAINTENANCE

EBV = 65 x BB = 65 x 44 kg = 2,8
Maintanance menggunakan:
- O2 : 2 lt/mnt, N2O: 2 lt/mnt dengan Sevoflurance 2%Vol
- Balance cairan operasi :
Kebutuhan cairan basal (M) = 2cc x 44 kg = 88
Pengganti puasa (PP) = 6 x 88 = 528
Stress operasi (SO) = 8 x 44 = 352
Kebutuhan Cairan :
Jam 1 = M + ½ PP + SO = 88 + 264 + 352 = 704 cc
Jam 2 = M + ¼ PP + SO = 88 + 132 + 352 = 572 cc
Jam 3 = M + ¼ PP + SO = 88 + 132 + 352 = 572 cc
Jam 4 = M + SO = 88 + 352 = 440 cc

D. MONITORING SELAMA OPERASI

Jam TD N SPO2 N20 + Sevo Tindakan


(mmHg) (x/mnt) (%) O2
18.30 140/80 88 98 - - Assesment pre anestesi dan
mmHg memastikan identititas,lokasi
operasi,informed consent

- Berikan penjelasan tentang


prosedur operasi
- Kaji tingkat kecemasan pasien
- Terpasang RL 20tpm
- Persiapan mesin anestesi dan alat
yang dibutuhkan (STATICS)

18.35 142/80 84 98 - - -
18.40 138/78 82 98 - - -
18.45 140/82 86 100 3L + 2%Vol - Pemasangan bedsite monitor
3L - Dilakukan tindakan Premedikasi
dengan Fentanyl 250mcg
- Induksi Propofol 100mg
- Setelah pasien tertidur, dilakukan
preoksigenasi sebelum intubasi
ETT dengan Oksigen 3 Liter
selama 3-5menit + sevo 2%
- Dilakukan intubasi ETT no 7,5
- Oksigen 3L dan N2O 3L
- Dimulainya operasi pyelolitotomy
/time out
3L + 2%Vol - Diberikan Tramadol 10mg melalui
18.50 138/88 92 100
3L drip infus NaCl
3L + 2%Vol -
18.55 140/87 88 100
3L
19.00 130/80 90 100 3L + 2%Vol - Diberikan obat anti mual
mmHg 3L ondansetron 4 mg
- Pergantian cairan RL 30tpm
19.05 129/78 86 100 3L + 2%Vol -
3L
19.10 130/70 84 100 3L + 2%Vol -
3L
19.15 110/70 85 100 3L + 2%Vol - Monitoring keadaan pasien TTV
3L
19.20 112/70 82 100 3L + 2%Vol -
3L
19.25 99/76 80 100 3L + 2%Vol -
3L
19.30 106/77 86 100 3L + 2%Vol -
3L
19.35 97/70 79 100 3L + 2%Vol -
3L
19.40 96/68 76 100 3L + 2%Vol -
3L
19.45 98/70 70 100 3L + 2%Vol - Dilakukan pergantian cairan RL
3L 30 tpm

19.50 88/64 77 100 3L + 2%Vol -


3L
20.00 87/69 68 100 3L + 2%Vol -
3L
20.05 98/79 67 100 3L + 2%Vol -
3L
20.10 96/76 72 100 3L + 2%Vol -
3L
20.15 100/72 74 100 3L + 2%Vol -
3L
20.20 102/68 80 100 3L + 2%Vol -
3L
20.25 108/70 83 100 3L + 2%Vol -
3L
20.30 112/72 78 100 3L + 2%Vol - Operasi pyelolitotomy selesai
3L - Dilanjutkan dengan tindakan URS
Litotripsi
- Dilakukan pergantian cairan RL
30 tpm

20.35 98/80 74 98 3L + 2%Vol -


3L
20.40 96/69 80 99 3L + 2%Vol -
3L
20.45 105/78 83 100 3L + 1,5%Vol -
3L
20.50 110/64 79 100 3L + 1,5%Vol -
3L
20.55 98/80 81 98 3L + 1,5%Vol -
3L
21.00 124/82 80 100 O2 4L - - Pasien dilakukan ekstubasi dan
diberi oksigen
- Operasi selesai

E. PENGAKHIRAN ANESTESI

Jam TD N SPO O2 Tindakan


(mmHg (x/mnt) 2 (%)
)
21.00 99/79 88 100 3L - Pasien dipindahkan ke RR
- Pemasangan NIBP, Oxymetri, dan site trail
- Pemantuan bedside monitor
- Dilakukan pengkajian Aldrete score pada 10
menit pertama skor pasien 4
- Setelah 30 menit dengan hasil Aldrete score 9
pasien sudah dapat dipindahkan ke bangsal pada
pukul 21.30

F. PEMANTAUAN DI RECOVERY ROOM


Jam TD N SPO2 O2 RR Aldrete Tindakan
score
21.10 94/60 68 100 3L 20 4 Pasien dipasang bedsite
monitor dan oksigen
21.15 92/64 66 100 3L 21 - -
21.20 112/62 78 100 3L 20 8 Penggantian cairan RL
21.25 120/78 81 100 3L 23 - -
21.30 118/60 79 100 3L 22 10 Pasien dipindahkan ke
bangsal

DATA PENGKAJIAN

DATA SUBJEKTIF (DS) DATA OBJEKTIF (DO)

Pasien mengatakan merasa cemas dan takut Preanestesi


akan dilakukan tindakan operasi dengan - Pasien terlihat cemas karena akan dilakukan operasi pyelolitotomy
general anestesi, Pasien mengatakan belum dengan general anestesi, pasien terlihat tegang
pernah operasi sebelumnya. Pasien - Pasien mengatakan nyeri dengan skala nyeri 7
mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit - Nadi = 102/menit, RR = 25x/menit
dahulu dan riwayat penyakit keluarga. - TD = 140/80 mmHg, Spo2 = 98%
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi Intra Anestesi
obat atau makanan. Pasien mengatakan - Jumlah suction perdarahan keluar + 600 cc
kedinginan setelah operasi. Pasien - Terpasang infus RL 20 tpm, Pasien tampak pucat
mengatakan nyeri dan sakit pada daerah - Urine keluar 200 cc
yang sudah dioperasi dan skala nyeri 4. - TD: 112/72 mmHg, N: 70x/menit, Spo2 : 100%
Post Anestesi
- Pasien teraba dingin dan menggigil
- Pasien tampak melakukan pergerakan.
- TD : 134/82 mmHg, N : 80x/menit, S:34,70c, Spo2 : 100%
I. Analisa Data
Symptom Etiologi Problem

PRE ANESTESI

1. DS : Pasien mengatakan merasa cemas Ansietas berhubungan dengan Ansietas


dan takut akan dilakukan tindakan ancaman aktual atau persepsi
general anestesi. Pasien mengatakan ancaman terhadap integritas
belum pernah operasi sebelumnya. biologis, akibat tindakan
DO : pembedahan dengan regional
- Pasien terlihat cemas karena akananestesi
dilakukan operasi
- Pasien terlihat tegang
- Nadi = 102/menit
- RR = 25x/menit
- TD = 140/80 mmHg
- Spo2 = 98%
2. DS : Pasien mengatakan nyeri pada Nyeri akut berhubungan dengan Nyeri akut
daerah perut dengan skala nyeri 7 inflamasi dan spasme otot polos
DO : akibat batu ginjal
- Pasien terlihat sedikit meringis
menahan sakit
- TD : 133/80 mmHg
- N : 112x/menit
- Spo2: 100%

INTRA ANESTESI
1. DS :- Kekurangan volume cairan Kekurangan
DO: berhubungan dengan perdarahan Volume Cairan
- Jumlah suction perdarahan keluar + akibat prosedur pembedahan
600 cc
- Terpasang infus RL 20 tpm, Pasien
tampak pucat
- Urine keluar 200 cc
- TD: 112/72 mmHg, N: 70x/menit,
Spo2 100%
2 DS :- Resiko Ketidakefektifan Pola Resiko
DO: Pasien terintubasi menggunakan ET Nafas, sekunder akibat general Ketidakefektifan
dengan mode ventilator pada mesin anestesi Pola Nafas
anestesi
TD: 96/76 mmHg
N: 72x/menit
Spo2 : 99%
3. DS :- Resiko jatuh berhubungan Resiko jatuh
DO : Saat pembedahan pasien dengan dengan posisi klien
diposisikan lateral kiri
POST ANESTESI

1. DS : - Resiko jatuh berhubungan Risiko Jatuh


DO : Setelah operasi selesai pasien dengan post op dengan general
dipindahkan ke RR anestesi
- TD : 128/78 mmHg
- N : 95 x/mnt
- SpO2 : 99 % , RR : 20x/mnt
2. DS : Pasien mengatakan kedinginan Hipotermia berhubungan dengan Hipotermia
setelah operasi. pajanan dingin lingkungan atau
DO: ruangan dan efek obat general
- Pasien teraba dingin dan terlihat anestesi
menggigil
- TD : 134/82 mmHg
- N : 80x/menit, Suhu : 34,6 derajat
celcius, Spo2 : 100%
3. DS : - Hipotensi berhubungan dengan Hipotensi
DO : Suction perdarahan + 600 cc perdarahan intra operasi
- TD : 94/60 mmHg
- N : 68 x/mnt, SpO2 : 100 %

4. DS : Pasien mengatakan nyeri pada Nyeri akut berhubungan dengan Nyeri akut
daerah yang sudah dioperasi dan skala post operasi pyelolitotomy dan
nyeri 5. URS
DO :
- Pasien terlihat meringis dan
memegang daerah post operasi.
- TD : 130/80, N : 111x/menit
- RR : 20x/mnt, Spo2: 100%

II. Problem dan prioritas diagnosa


1) Ansietas
2) Nyeri akut
3) Resiko jatuh
4) Kekurangan Volume Cairan
5) Resiko jatuh
6) Hipotermia
7) Hipotensi
8) Nyeri akut
III. Rencana Intervensi
Nama : Ny.W No. CM : 1012XX
Umur : 52 th Dx : Batu ginjal kanan
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : Al Araf

No Problem(Masalah) Rencana Inetervensi

Tujuan Intervensi

PRE ANESTESI

1. Ansietas b/d prosedur Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi 1. Kaji tingkat ansietas klien
invasive selama 1x10 menit diharapkan ansietas berkurang 2. Berikan penjelasan mengenai
dengan kriteria hasil : tindakan operasi yang akan
- Ansietas berkurang dijalani klien
- Rasa nyaman pasien terpenuhi 3. Berikan kenyamanan dan
- Klien mengetahui mengenai prosedur dengan ketentraman hati klien dengan
general anestesi mendampingi klien
- TTV dalam batas normal 4. Pelihara rasa empati (misalnya
TD : 110/70mmHg – 120/80 mmHg, Nadi : 60- dengan menggengam tangan
100x/menit, SpO2: 98%-100% pasien,berbicara)

2. Nyeri akut b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi 1. Kaji PQRST
trauma jaringan dan selama 1x10 menit diharapkan nyeri akut teratasi 2. Posisikan klien senyaman
spasme otot dengan kriteria hasil : mungkin
- Skala nyeri berkurang menjadi 0 3. Ajarkan teknik distraksi dan
- TTV klien normal relaksasi
TD = 110/60 mmHg - 120/80 mmHg, 4. Kolaborasikan pemberian obat
Nadi = 60-100 x / menit analgetik
- Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang 5. Berikan oksigen 3L

INTRA ANESTESI
1. Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi 1. Identifikasi kebutuhan
berhubungan dengan selama 1x30 menit, risiko jatuh teratasi dengan keamanan pasien sesuai kondisi
dengan posisi klien kriteria hasil : fisik dan riwayat penyakit klien
- Klien terbebas dari resiko jatuh 2. Pasang tali pengaman sesuai
- Klien terpasang tali pengaman posisi klien
3. Berikan bantal untuk
mengganjal

2. Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi 1. Observasi tanda tanda vital klien
Ketidakefektifan Pola selama 1x15 menit diharapkan ketidakefektifan melalui bedside monitor
Nafas, sekunder pola jalan nafas berkurang dengan kriteria hasil : 2. Pertahankan hidrasi yang
akibat general - Pasien tidak mengalami aspirasi adekuat
anestesi - Pola nafas pasien normal 3. Atur posisi pasien untuk
- Tidak ada suara nafas tambahan mencegah aspirasi
TD : 110/70mmHg – 120/80 mmHg, Nadi : 60-
100x/menit, SpO2: 98%-100%

3. Kekurangan Volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi 1. Pantau kondisi pasien
Cairan b/d selama 1x30 menit diharapkan Kekurangan 2. Berikan asupan cairan klien (RL
perdarahan selama Volume Cairan teratasi dengan kriteria hasil : 30 tpm)
operasi - TTV pasien dalam batas normal : 3. Pantau keadaan urine pasien
TD = 110/60 mmHg - 120/80 mmHg, dan pantau adanya tanda
Nadi = 60-100 x / menit hipovolemia pada klien
Suhu = 36,5-37,5 oC, SpO2: 98%-100%
- Tidak ada tanda-tanda hipovolemia
- Cairan pasien tercukupi

POST ANESTESI
1. Risiko jatuh b/d post Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi 1. Identifikasi kebutuhan
op dengan general selama 1x30 menit, risiko jatuh teratasi dengan keamanan pasien sesuai kondisi
anestesi kriteria hasil : fisik dan riwayat penyakit klien
- Klien terbebas dari resiko jatuh 2. Pasang side rail tempat tidur
- Klien paham untuk tidak melakukan banyak 3. Pasang tali pengaman
pergerakan di RR

2. Hipotermia b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi 1. Kaji kondisi pasien
situasional atau selama 1x15 menit diharapkan hipotermia teratasi 2. Berikan selimut ke pasien
lingkungan dengan kriteria hasil : 3. Berikan penghangat tubuh
- Suhu tubuh klien normal S = 36,5-37,5 oC
- Klien terjaga kenyamanannya
3. Hipotensi Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi 1. Monitor TTV pasien
berhubungan dengan selama 1x50 menit diharapkan hipotensi teratasi 2. Berikan cairan RL 30 tpm
perdarahan intra dengan kriteria hasil : 3. Berikan epedrin jika tekanan
operasi - TTV pasien dalam batas normal : darah semakin menurun
TD = 110/60 mmHg - 120/80 mmHg,
Nadi = 60-100 x / menit
Suhu = 36,5-37,5 oC, SpO2: 98%-100%
- Cairan pasien tercukupi
4. Nyeri akut b/d post Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi 1. Kaji PQRST
pembedahan selama 1x10 menit diharapkan nyeri akut teratasi 2. Posisikan klien senyaman
pyelolitectomy dengan kriteria hasil : mungkin
- Skala nyeri berkurang menjadi 0 3. Ajarkan teknik distraksi dan
- TTV klien normal relaksasi
TD = 110/60 mmHg - 120/80 mmHg, 4. Kolaborasikan pemberian obat
Nadi = 60-100 x / menit analgetik
5. Berikan oksigen 3L
IV. Pelaksanaan
Nama : Ny.W No. CM : 1012XX
Umur : 52 th Dx : Batu ginjal kanan
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : Al Araf

No Hari/ Problem (Masalah Tindakan Paraf


Tanggal/Jam Kesehatan

Anestesi)
PRE ANESTESI
1 Selasa, 02 Ansietas Pukul 18.15 WIB Inggar
maret 2020 1. Mengkaji tingkat ansietas klien
2. Memberikan penjelasan mengenai tindakan
operasi yang akan dijalani klien
3. Memberikan kenyamanan dan ketentraman hati
klien dengan mendampingi klien
4. Memelihara rasa empati (misalnya dengan
menggengam tangan pasien,berbicara)
2. Selasa, 02 Nyeri akut Pukul 18.20 WIB Ega
maret 2020 1. Mengkaji PQRST
2. Memposisikan klien senyaman mungkin
3. Mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi
4. Mengkolaborasikan pemberian obat analgetik
5. Memberikan oksigen 3L
INTRA ANESTESI
1. Selasa, 02 Resiko jatuh Pukul 19.45 WIB Ega
maret 2020 1. Mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien
sesuai kondisi fisik dan riwayat penyakit klien
2. Memasang tali pengaman sesuai posisi klien
3. Memberikan bantal untuk mengganjal
2. Selasa, 02 Resiko Pukul 20.15 WIB Inggar
maret 2020 Ketidakefektifan Pola 1. Mengobservasi tanda tanda vital klien melalui
Nafas bedside monitor
2. Mempertahankan hidrasi yang adekuat
3. Mengatur posisi pasien untuk mencegah
aspirasi
3. Selasa, 02 Kekurangan Volume Pukul 20.20 WIB Ega
maret 2020 Cairan 1. Memantau kondisi pasien
2. Memberikan asupan cairan klien (RL 30 tpm
dan terapi cairan gelafusal jika diperlukan)
3. Memantau keadaan urine pasien dan Pantau
adanya tanda hipovelumia pada klien
POST ANESTESI
1. Selasa, 02 Resiko jatuh Pukul 21.00 WIB Ega
maret 2020 1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai
kondisi fisik dan riwayat penyakit klien
2. Memasang side rail tempat tidur
3. Memasang tali pengaman

2. Selasa, 02 Hipotermia Pukul 21.10 WIB Inggar


maret 2020 1. Mengkaji kondisi pasien
2. Memberikan selimut ke pasien
3. Memberikan penghangat tubuh

3. Selasa, 02 Hipotensi Pukul 21.13 WIB Ega


maret 2020 1. Memonitor TTV pasien
2. Memberikan cairan RL 30 tpm
3. Memberikan epedrin jika tekanan darah
semakin menurun
3. Selasa, 02 Nyeri akut Pukul 21.15 WIB Ega
maret 2020 1. Mengkaji PQRST
2. Memposisikan klien senyaman mungkin
3. Mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi
4. Mengkolaborasikan pemberian obat analgetik
5. Memberikan oksigen 3L

V. Evaluasi
Nama : Ny.W No. CM : 1012XX
Umur : 52 th Dx : Batu ginjal kanan
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : Al Araf

No Problem Evaluasi
(Masalah )
PRE ANESTESI
1 Ansietas Selasa, 02 maret 2020
Pukul 18.15 WIB
S : Pasien mengatakan merasa paham mengenai tindakan operasi dengan
general anestesi yang akan dilakukannya, pasien mengatakan lebih tenang
O:
- Pasien berdoa sebelum dilakukan tindakan
- Tingkat ansietas sedang
- Pasien sudah paham dengan prosedur yang akan dijalaninya dengan
general anestesi
- Nadi = 82x/menit, TD = 132/85 mmHg, Spo2 = 99%
A : Masalah ansietas teratasi
P : Hentikan intervensi
Inggar
2. Nyeri akut Selasa, 02 maret 2020
Pukul 18.30 WIB
S : Pasien mengatakan nyeri berkurang tidak seperti nyeri tadi sebelum
dikasih obat
- P : Terdapat batu pada ginjal
- Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
- R : Didaerah abdomen, tidak menjalar
- S : Skala nyeri 2
- T : Hilang timbul
O : Pasien terlihat lebih tenang
TD :130/78 mmHg, N : 98x/menit, Spo2 : 100%
P: Hentikan intervensi
Ega
INTRA ANESTESI
1. Resiko jatuh Selasa, 02 maret 2020
Pukul 19.50 WIB
S:-
O: Pasien terpasang tali pengaman dengan baik dan pasien diposisikan
lateral kiri
A: Masalah resiko jatuh teratasi
P : Hentikan intervensi
Ega
2. Ketidakefektifan Selasa, 02 maret 2020
pola nafas Pukul 20.25 WIB
S:-
O : TD 108/70 mmHg, N 83 x/mnt, SPO2 100%, Pasien tidak mengalami
aspirasi, pasien tampak lebih nyaman. Tidak ada suara nafas tambahan, pola
nafas pasien normal
A : Masalah ketidakefektifan pola nafas teratasi
P : Hentikan Intervensi
Inggar
3. Kekurangan Selasa, 02 maret 2020
Volume Cairan Pukul 20.45 WIB
S: -
O: Pasien tampak tidak pucat lagi. Pasien tidak terdapat tanda tanda
hipovolemia. Pasien diberikan RL dan pergantian cairan RL 30 tpm.
- TD: 105/78 mmHg, N: 83x/menit, Spo2 100%
A: Masalah Kekurangan Volume Cairan teratasi
P: Hentikan Intervensi
Ega
POST ANESTESI
1. Resiko jatuh Selasa, 02 maret 2020
Pukul 21.08 WIB
S: Pasien mengatakan merasa aman setelah dipasang side rail
O: Pasien dapat berkomunikasi dengan baik, terpasang side rail dan tali
pengaman
A: Masalah resiko jatuh teratasi
Ega
2. Hipotermia Selasa, 02 maret 2020
Pukul 21.15 WIB
S: Pasien mengatakan tidak merasa mengigil lagi dan lebih nyaman setelah
diberi selimut dan penghangat
O: Pasien terlihat tidak mengigil
TD : 92/64 mmHg, N : 66 x/mnt, SPO2 : 100%, S : 36,5 derajat celcius
A: Masalah Hipotermia teratasi
P: Hentikan intervensi
Inggar
3. Hipotensi Selasa, 02 maret 2020
Pukul 20.10 WIB
S: -
O: Pasien tampak tidak pucat lagi. Pasien diberikan RL dan pergantian
cairan RL 30 tpm. Kebutuhan cairan pasien terpenuhi
TD: 94/60 mmHg, N: 68 x/menit, Spo2 100%
A: Masalah hipotensi teratasi
P: Hentikan Intervensi
Ega
4. Nyeri akut Selasa, 02 maret 2020
Pukul 21.12 WIB
S : Pasien mengatakan nyeri berkurang tidak seperti nyeri tadi sebelum
dikasih obat
- P : Terdapat luka post op pyelolithotomy dan urs
- Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
- R : Didaerah abdomen yang dioperasi, tidak menjalar
- S : Skala nyeri 2
- T : Hilang timbul
O : Pasien terlihat lebih tenang, tidak memegang daerah yang dioperasi
TD :130/78 mmHg, N : 98x/menit, Spo2 : 100%
P: Lanjutkan pemantuan kondisi pasien sampai 21.30 wib di ruang
pemulihan sampai pasien siap dipindahkan ke bangsal
Ega
Penilaian Score Aldrete Score Pasca General Anestesi

Skor Waktu/10 menit


Sirkulasi TD+/-20 mmHg dari normal 2 √ √ √
TD+/-20-50 mmHg dari normal 1
TD+/>50 mmHg dari normal 0
Kesadaran Sadar penuh 2 √
Respon terhadap panggilan 1 √
Tidak ada respon 0 √
Oksigenasi SPO2 > 92% (Dengan udara 2 √
bebas)
SPO2 > 90% (Dengan 1 √ √
SUPLEMEN 02)
SPO2 < 90% (Dengan 0
SUPLEMEN 02)
Pernafasan Bisa tarik nafas dalam dan batuk 2 √ √
bebas
Dispneu atau limitasi bernafas 1 √
Apneu/tidak bernafas 0
Aktifitas Menggerakan 4 ekstremitas 2 √ √
Menggerakan 2 ekstremitas 1
Tidak mampu menggerakan 0 √
ekstremitas
Total 4 8 10
Pasien dipindahkan ke bangsal apabila aldrete score > 8
BAB IV
PEMBAHASAN JURNAL
Batu saluran kencing (BSK) merupakan penyakit ketiga terbanyak di bidang
urologi setelah infeksi saluran kencing dan pembesaran prostat jinak. Gejala klinis
batu saluran kencing bisa mulai dari tanpa gejala (asimptomatis), bergejala sampai
gagal ginjal. Gejala klasik dapat berupa sakit pnggang (kolik atau non kolik), dan
gejala komplikasi seperti buang air kecil berdarah (hematuria), keluar batu saluran
kencing spontan, deman bahkan sampai gagal ginjal. Penatalaksanaan batu
saluran kencing tergantung pada klasifikasi batu saluran kecingnya. Jenis
penatalaksanaan batu ginjal dapat berupa konservatif (observasi), non invasif
dengan Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL), invasif minimal dengan
Ureterorenoscopy (URS) + Disintegrasi batu dan Percutaneous Nephrolithotripsy
(PCNL), dan operasi terbuka (nefrolithotomi, pielolithotomi atau nefrektomi.
Penatalaksanaan batu ureter dapat berupa tindakan konservatif
(observasi/menunggu) karena batu ureter ukuran diameter sampai 5 mm dapat
melewati ketiga tempat penyempitan tersebut. Bila tindakan konservatif tersebut
gagal, perlu intervensi seperti ESWL, URS + disintegrasi batu atau
ureterolithotomy. Pada penatalaksanaan batu ginjal dan batu ureter selain tindakan
diatas kadang-kadang diperlukan pemasangan suatu alat Double J Stent atas
indikasi tertenntu seperti batu ginjal multipel, batu cetak ginjal, batu ginjal dengan
gangguan fungsi ginjal atau single kidney. Pada penatalaksanaan batu ureter
pemakaian Double J Stent dilakukan pada gangguan fungsi ginjal, single kidney
atau disertai fibrosis ureter. Penatalaksanaan batu buli terutama tergantung pada
ukuran batu buli dan modalitas (alat) yang tersedia. Vesicolithotrpsy dilakukan
pada batu buli yang berukuran kecil dan vesikolithotomy (Sectio Alta).
Penatalaksanaan terhadap batu urethra adalah urethrotomi eksterna atau push-
back yang dilanjutkan dengan vesicolithotripsy. Bila tidak dilakukan tindakan
(intervensi) terhadap batu saluran kencing dapat terjadi sumbatan/obstruksi di
sebelah atas sumbatan dengan segala komplikasinya.
BAB V
KESIMPULAN
Pyelolithotomy adalah teknik bedah yang digunakan untuk membuang batu ginjal
berukuran besar di pelvis renal. Penanganan batu ginjal pada Ny.W dapat
dilakukan salah satunya adalah dengan bedah terbuka yaitu dengan
pyelolithotomy tindakan pembedahan yang dilakukan karena batu yang berukuran
> 2 cm dan dilakukan tindakan URS. Teknik anestesi inhalasi menggunakan
sevoflurane merupakan teknik anestesi umum dilakukan yang mudah menguap
melalui alat atau mesin anestesi ke inspirasi pasien sehingga dapat dilakukan
tindakan pyelolithotomy dengan general anestesi. Pada kasus batu ginjal pada
Ny.W tindakan pyelolitotomy dan URS dengan general anestesi didapatkan
diagnosa pre anestesi ansietas karena sebelum anestesi pasien tampak cemas dan
nyeri akut karena pasien menderita batu ginjal dan masalah teratasi setelah
diberikan intervensi. Pada intra anestesi didapatkan diagnosa resiko kekurangan
volume cairan. Pada post anestesi didapatkan didiagnosa hipotermi, resiko jatuh
dan nyeri akut masalah teratasi setelah diberikan intervensi. Pasien terpasang RL
20 tpm. Setelah dilakukan pengkajian dengan aldrete scroe pasien dapat
dipindahkan ke bangsal dengan nilai aldrete score 10.
DAFTAR PUSTAKA

Aslim, Octoveryal. 2015. PENATALAKSANAAN BATU GINJAL DENGAN


STONE BURDEN LEBIH DARI DUA CENTIMETER DI RUMAH
SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO TAHUN 2011-
2014. Universitas Indonesia

Sucipta, I Gede Hendra, dkk. 2019.Perbandingan efektivitas teknik modifikasi dan


konvensional pada operasi open pyelolithotomy batu staghorn. Universitas
Udayana

Noorrahman, M.Irvan. 2016. THE OVERVIEW SURGICAL SITE INFECTION


OF PASCA OPEN SURGICAL OF URINARY STONE AT ARIFIN
ACHMAD GENERAL HOSPITAL OF RIAU PROVINCE 1 JANUARY –
31 DECEMBER 2014 PERIOD

Emanuel Ileatan Lewar. 2015. EFEK PEMBERIAN OBAT ANESTESI


INHALASI SEVOFLURAN TERHADAP PERUBAHAN FREKUENSI NADI
INTRA ANESTESI DI KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH UMBU RARA MEHA WAIGAPU. Poltekkes Kemenkes Kupang

You might also like