You are on page 1of 5

1.

Cinta Dalam Diam

Pagi hari yang begitu cerah. Dinda membuka tirai jendela kamarnya. Menghirup udara

segar. Ia mengawali pagi hari dengan keadaan hati yang berbunga-bunga. Ia melihat ke arah

jam yang terletak di atas meja belajarnya. Masih begitu pagi. Ia membuka kunci ponselnya

dan menyetel lagu bernuansa romantis seolah mewakili perasaannya. setelah menyetel lagu

kesukaannya, ia meletakkan kembali ponsel di atas meja dan menarik handuk lalu bergegas

menuju kamar mandi.

“Baby.. I’m dancing in the dark with you between my arms, barefoot on the grass, listening

to our favorite song when you said you looked a mess. I whispered underneath my breath,

you heard it, darling you look perfect toninght”.

Suara musik berjudul perfect itu terdengar hingga ke dapur.

“Kayaknya musik itu berasal dari kamarnya Dinda”. Ibu Hafsah menerka-nerka.

“Siapa lagi kalo bukan anak gadis kesayanganmu buk”. ucap pak Zulfikar yang sedang

duduk di meja makan menunggu sarapan yang tengah di siapkan oleh istrinya.

Beberapa menit kemudian. Dinda keluar dari kamarnya. Sudah tidak terdengar suara

musik lagi. ia membawa dua kotak besar yang berisi beberapa kosmetik jualannya yang akan

ia kirim kepada costumernya.

Dinda terlihat lebih ceria dari sebelumnya. ayah dan ibunya mengerutkan dahi melihat

gadisnya menyapa dengan begitu gembira. anak gadis kesayangan pak Zulfikar itu hendak

berpamitan menuju ke kantor pos.

Dinda membuka gerban, tak lupa ia menoleh kearah rumah ustad Ilham berharap bisa

melihat lelaki yang mengucap kata ta’aruf padanya. lalu menaiki motornya dan melaju

dengan hati-hati. Dua box berisi kosmetik itu ia menyimpannya di belakang.


Setelah melewati mesjid. Muncul dari arah berlawanan, mobil sedan berwarna hitam.

Jalan itu hanya muat satu mobil. Dinda pun menepikan motornya. mobil itu seperti tak asing

baginya. Setelah mobil itu lewat ia pun bergegas menarik gas motornya dan melanjutkan

perjalanannya.

Sementara lelaki pemilik mobil itu adalah Fajar. Ia hendak menjemput temannya yang

tinggal sekitar rumah Dinda.

Sesampai Dinda di kantor pos. ia terpaksa mengantri karena hari ini kantor pos begitu

ramai. Saat sedang menunggu. Tiba-tiba Ponsel Dinda bergetar. Ia mengusap layar

ponselnya. Ada pesan dari Abdulah.

“Assalamu’alaiqum Dinda, selamat pagi, pagi ini sibuk kah?”.

“Wa’alaiqumsalam Abdulah, pagi ini aku sedang berada di kantor pos, ada apa yah?” balas

Dinda.

“Aku ingin mengajakmu makan siang di restoran milik temanku”.

Dinda sejenak mempertimbangkan ajakan dari Abdulah. Hari ini memang sedang libur

kuliah tapi bukan itu yang membuatnya ragu. Ia khawatir takut pertemuan itu ada yang

melihatnya. Ia tak ingin ada fitnah.

“Berdua saja yah?”. Tanya Dinda khawatir.

“Bertiga sama temanku pemilik restoran. Jangan khawatir Dinda”. balas Abdulah.

Dinda menarik nafasnya lega. Rasa khawatirnya terobati dengan kata-kata Abdulah. Ia

pun mengiyakan ajakan Abdulah.

Setelah lama menunggu antrian akhirnya Dinda selesai mengirim pesanannya. Ia

mengambil helmnya lalu menuju restoran yang telah Abdulah kirim alamatnya. Tak ada yang
berbeda dari sebelumnya. masih sama. Masih saling tidak menyapa dan hanya sesekali

komunikasi via chat. Tapi yang membuat Dinda bahagia paling tidak perasaannya terbalas.

Dinda sampai di parkiran restoran yang Abdulah maksud. Iya memriksa alamat di dalam

ponselnya.

“Bener kok ini tempatnya”. Lirihnya dalam hati.

Setelah memarkirkan motornya ia hendak berjalan masuk ke dalam restoran. Namun

langkahnya terhenti ketika melihat mobil sedan berwarna hitam yang ia lihat tadi pagi juga

berada di tempat parkir.

“Loh.. ini bukannya mobil yang tadi yah?”.

Saat sedang menerka-nerka pemilik mobil sedan itu, ponsel Dinda berdering. Kali ini

panggilan masuk dari Abdulah.

“Din, kamu sudah dimana?”.

“Iya ini aku sudah di depan bentar lagi aku masuk”.

“Ya udah, aku tunggu yah di meja nomor 13”.

Dinda mematikan panggilannya dan melangkah masuk. Ia melihat Abdulah melambaikan

tangannya. Namun hal yang mengagetkan terjadi. Lelaki yang duduk tepat di depan Abdulah

adalah Fajar. Ia membalikkan badannya dan melihat Dinda.

Keduanya saling menatap heran.

“Dinda?”.

“Fajar?”. Dalam waktu yang bersamaan mereka berdua saling menunjuk.

“Loh kalian berdua sudah saling mengenal?”. Tanya Abdulah heran.

“Iya aku kenal Dinda kuliah di kampus yang sama”. Ucap Fajar. Abdulah mengangguk dan

mempersilahkan Dinda duduk.


Dinda merasa sangat canggung dengan Fajar tapi ia melihat Fajar justru santai dan biasa

saja. Ia mengobrol dengan Abdulah seolah tak terjadi apa-apa.

“Tadinya aku mau kenalin kamu dengan temanku ternyata kalian justru sudah lebih dulu

kenal”. Ujar Abdulah.

“Aku juga baru beberapa hari kenal Dinda”. Ucap Fajar. Ia seolah tak ingin membuat

Abdulah berfikir yang lain. Dinda mengangguk mengiyakan ucapan Fajar.

“Dinda juga wanita yang baik, sholehah, beruntung banget kamu Abdulah jika memilikinya”.

Fajar melirik Dinda. Mendengar itu pun Dinda kaget dan tersenyum tersipu malu. Berat

memang, tapi Fajar hanya bisa menyimpan rasanya itu dalam-dalam.

Tak lama kemudian pelayan restoran itu membawa tiga gelas berisi jus. Mata Dinda

melebar ketika melihat jus yang Fajar pesan untuknya merupakan jus alpukat kesukaannya.

Untuk kedua kalinya Fajar melakukan itu bahkan saat sedang bersama Abdulah.

Mata Dinda tertuju pada sikap santai Fajar dan sesekali melirik Abdulah yang masih asyk

mengobrol dengan Fajar. Menceritakan banyak hal. Dinda merasa seperti menjadi orang

ketiga di antara mereka.

Perasaan Dinda masih kaget dan sekaligus takut. Ia berharap semoga Abdulah tidak

menceritakan apa-apa pada Fajar tentang hubungan mereka. Karena Dinda tidak mau

menimbulkan fitnah. Dinda pun tidak menyangka bahwa Abdulah dan Fajar saling mengenal

Ia teringat saat Fajar menawarkannya tumpangan. saat itu Ia memang sempat berkata

bahwa ia pulang dari rumah temannya berarti yang ia maksud saat itu adalah Abdulah. Dunia

ini begitu sempit. Ia berada di antara teman dan lelaki idamannya.


Sebaliknya dengan Fajar. Mengetahui bahwa Dinda adalah wanita yang pernah Abdulah

ceritakan membuat hatinya sakit. Mengapa harus Dinda?. Wanita yang juga Fajar idamkan.

Yang bisa Fajar lakukan sekarang hanyalah mencintai Dinda dalam diam.

Tak ada satupun yang mengetahui perasaan Fajar terhadap Dinda, Fajar yang memilih

untuk memendam perasaanya karena merasa tidak pantas mendapatkan gadis sholehah itu

justru teman masa SMA nya itu yang lebih dahulu memiliki hati Dinda. Namun sikap dewasa

Fajar membuatnya mampu tetap tegar berada di antar mereka berdua.

Tidak ada kebahgiaan terbesar bagi Fajar selain melihat wanita yang ia idamkan bahagia.

Apapun itu jika demi kebahagiaannya meski harus mengorbankan hatinya.

Fajar berusaha menjadi yang terbaik agar bisa mengimbangi Dinda bahkan ia menemui

Abdulah rutin untuk memperdalam ilmu agamanya. Namun rencana Allah begitu di luar

dugaan Fajar.

You might also like