You are on page 1of 13

MAKALAH HUKUM BISNIS

PATEN

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH :


Dr. Aris Puji Purwaningsih S.E.I.M.S.I

Oleh :
Kelompok 2

1. Novriska Viendi Dwi Saputri (B12.2020.04242)


2. Nita Agustin (B12.2020.04267)
3. Vika Wira Permatasari (B12.2020.04337)
4. Rahayu Suryaningrum (B12.2020.04394)
5. Bellinda Dea Kamalia (B12.2020.04389)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
TAHUN AJARAN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “PATEN”, Ini tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah HUKUM BISNIS. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang ibadah di kehidupan sehari-hari bagi para pembaca dan juga bagi saya.

Terlebih dahulu, saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Aris Puji Purwaningsih
S.E.I.M.S.I Dosen mata kuliah hukum bisnis yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan pada mata kuliah hukum bisnis. Dalam kesempatan ini,
saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Kemudian, saya menyadari bahwa tugas yang kelompok kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 22 Juni 2023

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4
1.3 Tujuan............................................................................................................................... 5
BAB II........................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
2. 1 Pengertian ........................................................................................................................ 6
2.2 Invensi yang Tidak Dapat Diberi Paten ........................................................................... 6
2.3 Subjek Paten ..................................................................................................................... 7
2.4 Hak dan Kewajiban Pemegang Paten............................................................................... 7
2.5 Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Paten................................................... 8
2.6 Proses Pendaftaran Paten ................................................................................................. 8
2.7 Kegunaan Paten .............................................................................................................. 11
2.8 Pelanggaran dan Sanksi.................................................................................................. 11
BAB III .................................................................................................................................... 12
PENUTUP................................................................................................................................ 12
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................... 12
3.2 Saran ............................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Paten merupakan hak bagi seseorang yang telah memperoleh invensi baru. Di Indonesia
sendiri, sistem yang diterapkan adalah invensi telah didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual. Terkait dengan pengaturan paten di Indonesia, terdapat beberapa
perubahan sebelum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang paten, yaitu Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1989 yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1997 dan diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Perlindungan terhadap Paten ini penting, sehingga perlu adanya suatu regulasi yang
tepat mengenai Paten ini. Indonesia pada saat ini mengatur Paten dengan Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten). UU Paten ini, menimbulkan banyak
perdebatan. Perdebatan tersebut akibat adanya pengaturan yang ada dalam Pasal 20 UU Paten
yang memuat bahwa, (1) Pemegang Paten wajib membuat produk atau menggunakan proses di
Indonesia. (2) Membuat produk atau menggunakan proses sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus menunjang transfer teknologi, penyerapan investasi dan/atau penyediaan lapangan
kerja. Pengaturan dalam pasal 20 UU Paten ini, memiliki manfaat bagi perekonomian
Indonesia, karena dapat membantu perkembangan ekonomi dan mensejahterakan masyarakat
Indonesia, dengan adanya sektor usaha baru yang dapat menyerap banyak tenaga kerja dan
tempat alih teknologi.

Undang-Undang Paten tidak menjelaskan secara rinci bagaimana pemerintah dapat


melaksanakan fungsi kontrolnya terhadap isi perjanjian mengenai ruang lingkup pembatasan-
pembatasan tersebut. Ketidakjelasan mengenai makna dan ruang lingkup pembatasan oleh
Kantor Paten sebagai wakil pemerintah dapat saja disalahgunakan oleh pihak licensor. Pemberi
teknologi dapat memanfaatkan ketidakjelasan yang belum diatur oleh pemerintah dengan
mengajukan dalih bahwa perjanjian lisensi pada dasarnya adalah tunduk pada pasal 1338
KUHPerdata dan pasal 1320 KUHPerdata yakni mendasarkan diri pada asas kebebasan
berkontrak untuk menentukan isi dan macam perjanjian.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan dikaji di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengapa masyarakat enggan untuk mendaftarkan hak paten?
2. Bagaimana upaya pemerintah dalam rangka mendorong masyarakat agar mengerti
pentingnya mendaftarkan hak paten?
3. Bagaimana kebijakan Ditjen HKI dalam pelaksanaan hak paten di Indonesia?

4
1.3 Tujuan
Tujuan pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui alasan masyarakat enggan mendaftarkan hak paten.
2. Mengetahui upaya pemerintah dalam rangka mendorong masyarakat agar mengerti
pentingnya mendaftarkan hak paten.
3. Mengetahui kebijakan Ditjen HKI dalam pelaksanaan hak paten di Indonesia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2. Landasan / Kajian Teori


2. 1 Pengertian
Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere
yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters
patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif
kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep paten
mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai
gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian
paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak
dianggap sebagai hak monopoli.
Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi,
yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ayat 1)
Dalam hak paten memiliki istilah sebagai berikut: Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan
ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa
produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (UU 14 tahun
2001, ps. 1, ay. 2) Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara
bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan
Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 3) Pemegang Paten adalah inventor sebagai pemilik
paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak yang lain menerima
lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.

2.2 Invensi yang Tidak Dapat Diberi Paten


Yang tidak dapat diberi paten adalah invensi tentang:
1) Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama,
ketertiban umum atau kesusilaan;
2) Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan
terhadap manusia dan/atau hewan;
3) Teori dan metode dibidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau
4) Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik serta proses biologis yang esensial untuk
memproduksi tanaman atau hewan kecuali proses non biologis atau proses
mikrobiologis.

6
2.3 Subjek Paten
Mengenai Subjek Paten pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001
menyebutkan: yang berhak memperoleh paten adalah inventor atau yang menerima lebih lanjut
hak inventor yang bersangkutan. Ketentuan ini memberi penegasan bahwa hanya penemu atau
yang berhak menerima lebih lanjut hak penemu, misalnya karena pewarisan, hibah, wasiat,
perjanjian, atau sebab-sebab lain, yang berhak memperoleh paten atas penemuan yang
bersangkutan. Yang dianggap sebagai penemu adalah mereka yang untuk pertama kali
mengajukan permintaan paten, kecuali terbukti sebaliknya. Artinya undang-undang memakai
titik tolak bahwa orang atau badan yang pertama kali mengajukan permintaan paten dianggap
sebagai penemunya. Tetapi apabila di kemudian hari terbukti sebaliknya dengan bukti kuat dan
meyakinkan, maka status sebagai penemu dapat berubah. Jika suatu invensi dihasilkan oleh
beberapa orang secara bersama-sama, hak atas invensi tersebut dimiliki secara bersama-sama
oleh inventor yang bersangkutan. Inventor berhak mendapatkan imbalan yang layak dengan
memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh dari invensi. Imbalan dapat dibayarkan:
dalam jumlah tertentu dan sekaligus, persentase, gabungan jumlah tertentu dan sekaligus
dengan hadiah atau bonus, gabungan antara persentase dan hadiah atau bonus atau bentuk lain
yang disepakati para pihak yang besarnya ditetapkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

2.4 Hak dan Kewajiban Pemegang Paten


Mengenai Hak Pemegang paten diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001
yang menyatakan :
1) Pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya,
dan melarang orang lain yang tanpa persetujuan:
a) dalam hal paten produk: membuat, menjual, mengimport, menyewa, menyerahkan
memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang
diberi paten.
b) dalam hal paten proses: menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk
membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a.

2) Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat
perjanjian lisensi.
3) Pemegang paten berhak menggugat ganti rugi melalui pengadilan negeri setempat,
kepada siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam butir 1 di atas.
4) Pemegang paten berhak menuntut orang yang sengaja dan tanpa hak melanggar hak
pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam
butir 1 di atas. Mengenai kewajiban pemegang paten wajib membuat produk atau
menggunakan proses yang diberi paten di Indonesia.

Dengan kewajiban ini, berarti setiap pemegang paten diharuskan untuk melaksanakan patennya
yang diberi di Indonesia melalui pembuatan produk atau menggunakan proses yang dipatenkan
tersebut, dengan harapan dapat menunjang adanya alih teknologi, penyerapan investasi, dan
penyediaan lapangan kerja. Kewajiban lainnya disebutkan dalam Pasal 18 Undang-Undang
Paten Tahun 2001, bahwa pemegang paten atau penerima lisensi suatu paten diwajibkan untuk

7
membayar biaya tahunan untuk pengelolaan kelangsungan berlakunya paten dan pencatatan
lisensi.

2.5 Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Paten


Di Indonesia pengaturan hak paten ini sebelum keluarnya UU no. 6/1989 yang telah
diperbaharui dengan UU No.13/1997 dan terakhir dengan UU No. 14 Tahun 2001 tentang hak
paten adalah berdasarkan Octroiwet 1910 sampai keluarnya pengumuman Menteri Kehakiman
tertanggal 12 Agustus 1953 No. J.S 5/41/4 tentang pendaftaran sementara oktroi dan
pengumuman Menteri Kehakiman tertanggal 29 Oktober 1953 J.G. 1/2/17 tentang permohonan
sementara oktroi dari luar negeri. Berikut adalah Undang-Undang tentang Paten, diantaranya:
1) Undang-undang No.14 Tahun 2001 tentang Paten (UUP);
2) Undang-undang No.7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing the World Trade
Organization(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
3) Keputusan presiden No. 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the
protection of Industrial Property;
4) Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 1991 tentang Tata Cara Pemerintah Paten;
5) Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1991 tentang Bentuk dan Isi Surat Paten;
6) Keputusan Menkeh No. M.01-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Paten Sederhana;
7) Keputusan Menkeh No. M.02-HC.01.10 Tahun 1991 tentang Penyelenggaraan
pengumuman paten;
8) Keputusan Menkeh No. N.04-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Persyaratan, Jangka Waktu,
dan Tata Cara Pembayaran Biaya Paten;
9) Keputusan Menkeh No.M.06.- HC.02.10 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Pengajuan
Permintaan Paten;
10) Keputusan Menkeh No. M.07-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Bentuk dan Syarat-syarat
Permintaan Pemeriksaan Substantif Paten;
11) Keputusan Menkeh No. M.08-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Pencatatan dan Permintaan
Salinan Dokumen Paten;
12) Keputusan Menkeh No. M.04-PR.07.10 Tahun 1996 tentang Sekretariat Komisi Banding
Paten;
13) Keputusan Menkeh No. M.01-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Tata Cara Pengajuan
Permohonan Banding Paten

2.6 Proses Pendaftaran Paten


Proses pendaftaran paten ini dimulai dengan mengajukan permohonan paten. Pasal 20
Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 menyatakan bahwa paten diberikan atas dasar
permohonan dan Pasal 21 Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 menyatakan bahwa
setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu Invensi atau beberapa Invensi yang
merupakan satu kesatuan Invensi.Dari ketentuan Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2001 ini, jelas ditentukan bahwa pemberian paten didasarkan pada permohonan yang
diajukan oleh Inventor atau kuasanya. Artinya, tanpa adanya permohonan seseorang paten
tidak akan diberikan. Permohonan paten dimaksud hanya dapat diajukan baik untuk satu
Invensi atau beberapa Invensi yang merupakan satu kesatuan dan saling berkaitan erat.

8
Pada dasarnya, permohonan paten harus diajukan oleh Inventor dan disertai dengan
membayar biaya permohonan kepada Direktorat Jenderal HaKI. Dalam hal permohonan tidak
diajukan oleh Inventor atau diajukan oleh pemohon yang bukan Inventor, menurut Pasal 23
Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 permohonan tersebut harus disertai pernyataan
yang dilengkapi bukti yang cukup bahwa ia berhak atas Invensi yang bersangkutan dan
Inventor dapat meneliti surat permohonan dimaksud dan atas biayanya sendiri dapat meminta
salinan dokumen permohonan tersebut.
Ada dua sistem pendaftaran paten yang dikenal di dunia, yaitu : sistem registrasi dan
sistem ujian. Menurut sistem registrasi setiap permohonan pendaftaran paten diberi paten oleh
kantor paten secara otomis. Spesifikasi dari permohonan tersebut hanya memuat uraian dan
monopoli yang diminta dan tidak diberi penjelasan secara rinci. Karenanya batas-batas
monopoli tidak dapat diketahui sampai pada saat timbul sengketa yang dikemukakan di sidang
pengadilan yang untuk pertama kali akan menetapkan luasnya monopoli yang diperbolehkan.
Pada awalnya, sistem pendaftaran paten yang banyak dipakai adalah sistem registrasi.
Namun karena jumlah permohonan makin lama semakin bertambah, beberapa sistem registrasi
lambat laun diubah menjadi sistem ujian dengan pertimbangan bahwa paten seharusnya lebih
jelas menyatakan monopoli yang dituntut dan selayaknya sejauh mungkin monopoli-monopoli
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan tidak akan diberi paten. Sebuah syarat telah
ditetapkan bahwa semua spesifikasi paten harus meliputi klaim-klaim yang dengan jelas
menerangkan monopoli yang akan dipertahankan sehingga pihak lain secara mudah dapat
mengetahui yang mana yang dilarang oleh monopoli dan yang mana yang tidak dilarang.
Dengan sistem ujian, seluruh instansi terkait diwajibkan untuk menguji setiap
permohonan pendaftaran dan bila perlu mendesak pemohon agar mengadakan perubahan
(amandemen) sebelum hak atas paten tersebut diberikan. Pada umumnya ada tiga unsur
(kriteria) pokok yang diuji :
1) Invensi harus memenuhi syarat-syarat untuk diberi hak atas paten menurut Undang-
Undang Paten. Sedangkan syarat untuk mendapatkan hak paten yaitu:
● Penemuan tersebut merupakan penemuan baru.
● Penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu penemuan
teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri
(karena harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten.
● Penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non
obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan.
Misalnya pensil + penghapus menjadi pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini
tidak bisa dipatenkan
2) Invensi baru harus mengandung sifat kebaruan.
3) Invensi harus mengandung unsur menemukan sesuatu yang bersifat kemajuan
(invention step) dari apa yang telah diketahui. Di Indonesia sendiri ketentuan tentang
sistem pendaftaran paten semula merujuk pada Pengumuman Menteri Kehakiman
tanggal 12 Agustus 1853 No. J.S.5/41/4 (Berita Negara No. 53-69) tentang Permohonan
Sementara Pendaftaran Paten.

9
Adapun syarat-syarat permohonan pendaftaran menurut Pengumuman Menteri Kehakiman
tersebut adalah :
a) Permohonan pendaftaran paten harus disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam
bahasa si pemohon dengan disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Surat
permohonan harus ditandatangani oleh si pemohon sendiri dan harus disebut dalam
surat itu nama, alamat dan kebangsaan pemohon. Syarat demikian harus dipenuhi pula
apabila permohonan diajukan oleh seseorang yang bertindak bagi dan atas nama
pemohon selaku kuasanya;
b) Surat permohonan harus disertai : Sebuah uraian dari ciptaan baru (maksudnya temuan
baru dari penulis yang dimintakan rangkap tiga (3). Jika perlu sebuah gambar atau lebih
dan setiap gambar harus dibuat rangkap dua (2). Surat kuasa, apabila permohonan
diajukan oleh seorang kuasa. Surat pengangkatan seorang kuasa yang bertempat tinggal
di Indonesia;
c) Biaya-biaya yang ditentukan;
1) Permohonan paten: Rp. 575.000,-/permohonan
2) Permohonan pemeriksaan substantif paten: Rp. 2 juta (diajukan dan dibayarkan
setelah 6 bln dari tanggal pemberitahuan pengumuman paten)
3) Permohonan paten sederhana: Rp. 475.000,- (terdiri dari biaya permohonan
paten sederhana Rp. 125.000 dan biaya permohonan pemeriksaan substantif Rp.
350.000,-)
d) Keterangan tentang belum atau sudah dimintakannya hak paten di luar negeri atas
permohonan yang diajukan itu dan kalau sudah dimintakannya, apakah sudah diberi hak
paten di luar negeri negeri tersebut. Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001
menggunakan sistem pemeriksaan yang ditunda. Hal ini dapat dilihat dari tahap-tahap
pemeriksaan, yaitu pemeriksaan substansi dilakukan setelah dipenuhi syarat-syarat
administratif.
Adapun syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi untuk mengajukan permintaan paten
dapat dilihat dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 yang berbunyi sebagai
berikut:
● Mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia.
● Permohonan harus memuat:
1) Tanggal, bulan, dan tahun permohonan.
2) Alamat lengkap pemohon.
3) Nama lengkap dan kewarganegaraan inventor.
4) Nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa.
5) Surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajukan oleh kuasa.
6) Pernyataan permohonan untuk diberi paten.
7) Judul invensi.
8) Klaim yang terkandung dalam invensi.
9) Deskripsi tentang invensi, yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara
melaksanakan invensi.

10
10) Gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas
invensi dan Abstraksi invensi.

Setelah melalui tahapan pemeriksaan, Direktorat Jenderal berkewajiban memberikan


keputusan untuk menyetujui permintaan paten dan dengan demikian memberi paten atau
menolaknya. Apabila berdasarkan pemeriksaan dihasilkan kesimpulan bahwa penemuan yang
dimintakan paten dapat diberi paten, Direktorat Jenderal memberikan Surat Paten kepada orang
yang mengajukan permintaan paten. Begitu pula sebaliknya bila kesimpulannya tidak
memenuhi syarat, maka permintaan ditolak.
Namun kemudian setelah keluar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989, yang telah
diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997, ketentuan ini disempurnakan
lagi melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, prosedur permohonan paten sudah
disebut secara rinci dan menyamai prosedur permohonan paten di negara-negara lain di seluruh
dunia.

2.7 Kegunaan Paten


1) Paten merupakan pendorong bagi dilakukannya berbagai kegiatan riset dan
pengembangan secara efisien, karena dapat mendorong berbagai perusahaan
menyediakan anggaran besar untuk penelitian, riset dan pengembangan suatu produk.
2) Paten sebagai alat kaum kapitalis yang memanfaatkan posisi dominannya, karena
mereka dapat membayar untuk memanfaatkan suatu penemuan.
3) Paten sebagai alat penghargaan karya, jika perlindungan hukum mengenai paten tidak
diterapkan dengan baik, orang yang berbakat akan pindah ke negara lain yang lebih
menghargai karyanya.
4) Membantu menggalakkan perkembangan teknologi pada suatu negara, dihargai dan
tidak dijiplak.
5) Membantu menciptakan suasana yang kondusif bagi tumbuhnya industri lokal 6
6) Membantu perkembangan teknologi dan ekonomi dengan fasilitas lisensi
7) Adanya alih teknologi

2.8 Pelanggaran dan Sanksi


Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) bagi barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak
melanggar hak pemegang Paten dengan melakukan salah satu tindakan yaitu membuat,
menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk
dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten dan menggunakan proses
produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya. Pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus juta lima
puluh juta rupiah) bagi barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak
Pemegang Paten Sederhana dengan melakukan salah satu tindakan yaitu membuat,
menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk
dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten dan menggunakan proses
produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
● Penyebab rendahnya pendaftaran hak paten di Indonesia antara lain karena masyarakat
masih menganut sistem komunal yang memang sulit menerima hak intelektual.
Sedangkan kendala dari pemerintah untuk memperbanyak daftar tunggu permohonan
hak paten disebabkan belum meratanya sarana dan prasarana pendukung bagi
masyarakat yang mendaftarkan hak patennya. Ditambah lagi dengan lamanya proses
sertifikasi hak paten yang mencapai 48 bulan.
● Upaya pemerintah dalam rangka mendorong masyarakat agar mengerti pentingnya
mendaftarkan hak paten dengan memberikan sosialisasi akan pentingnya hak paten
serta memberikan perlindungan hukun terkait hak paten.
● Perlindungan hukum HKI diperoleh melalui sistem konstitutif dan sistem deklaratif.
Sistem pendaftaran konstitutif (first to file system) mengatur bahwa pendaftaran adalah
bentuk perlindungan hukum yang menimbulkan kepastian hukum.
● Kesimpulan Hak paten merupakan bentuk perlindungan hak kekayaan intelektual yang
sangat efektif karena dapat mencegah pelaksanaan invensi oleh pihak lain tanpa seizin
hak paten, walaupun pihak lain memperoleh teknologinya secara mandiri (bukan
meniru). Hak paten diatur dalam Undang-Undang No. 14 tahun 2001, hak paten
diberikan untuk invensi yang memenuhi syarat kebaruan, mengandung langkah inventif
dan dapat diterapkan dalam industri selama 20 tahun.

3.2 Saran
Diharapkan semua masyarakat sadar akan pentingnya melakukan perlindungan
terhadap hak kekayaan intelektual dengan mendaftarkan ke hak paten. Begitu pula dengan
upaya pemerintah meningkatkan masyarakat mendaftrakan hak paten diharapkan dapat
membuat kebijakan - kebijakan yang dapat memberikan perlindungan terhadap hak paten.
Disarankan juga supaya pengenalan mengenai sistem hukum dan peraturan paten/HKI terus
dilakukan oleh pemerintah dengan cara pemerintah aktif melakukan introduksi isi peraturan-
peraturan bidang HKI di seluruh masyarakat Indonesia.

12
DAFTAR PUSTAKA

Saliman Abdul Rasyid, and Wirazilmustaan, (2019) Hukum Bisnis Untuk Perusahaan teori dan contoh
kasus. edisi ketujuh.
Sitanggang, H. M. (2008). Mengenal Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta, Paten,Merek, dan Seluk-
Beluknya. Jakarta: Erlangga.
Mashdurohatun, A. (2013). Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Semarang: SA-Press.
Gultom, M. H. ( 2018). Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Merek Terdaftar. Jurnal Warta Edisi:
56, 1829 - 7463.
R. A. (2020). Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Merek Asing . Jurnal Privat Law Vol.
VIII No. 1, 2337-4640.D. Internet
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. (2022). Kepaniteraan Mahkamah Agung
Republik Indonesia. Diakses dari Direktori Putusan (mahkamahagung.go.id) Putusan Nomor
Kasasi : 332 K/Pdt.Sus-HKI/2021 Diakses tanggal 20 Oktober 2021.

13

You might also like