You are on page 1of 70

M8 Demam Tifoid

- Penyebab tifoid yaitu dari bakteri salmonella


- Vi capsule penting karna part dari salmonella untuk dibentuk vaksin
- Fibria alat lekat (bulu-bulu halus)
- Flagella u/bergerak ada antigen H ,merupakan gugus Antigen H bakal memicu pembentukan
antibodi 🡪memicu IgG
- IgM yang memicu adalah struktur antigen O (antigen somatic )
- Struktur dinding yang tebal adalah lipopolisakaridanya salmonella mengandung toksik yaitu
endotoksin (Gram Negatif )
- Endotoksin dapat menyebabkan demam serta dapat menekan sumsum tulang belakang
- Sumsum tulang belakang itu membentuk sel” darah (trombosit,HB,leukosit,eritrosit) jadi
kalo endotoksin menekan sel sel darah kalo pasien demam tifoid maka intensitas/profil
darah akan turun (pasien tifoid bisa leuko,anemia)
- Enterotoksin menjadi penyebab pasien tifoid diare

PATOFASIOLOGINYA

- Melalui makanan yang terkontaminasi oleh salmonella dari air (tercemar oleh feses) banyak
di daerah yang kumuh.
- 10 pangkat 9 itu bisa menyebabkan demam tifoid
- Mukosa lambung dan usus itu perbedaannya di Ph
- Setelah melekat di M Sel maka diendotoksi melekat di jaringan
- Lapisan usus mukosa,sub mucosa,muskolaris,serosa setelah masuk nempel di mukosnya
- Perforasi : lubang (robek) lapisan kebelah sampai lapisan yg paling dalam
- Ketika masuk akan memicu respon imun
- System imun alamiah = magrofag,neutrophil,monosit
- Magrofag memfagositosis menghancurkan benda asing dengan lisosom enzim yang bakal
memecah bakterinya
- Bakteri salmonella tdk bisa dipecah di dalam magrofag
- Nekrosis itu jaringannya rusak karna terjadi proses inflamasi
- Tifoid + pendarahan = komplikasi tifoid (complecated) pembedanya hemorage
- System limfatik sebuah system untuk rekrutmen balik ,Magrofag bakal Kembali lewat system
itu maka dr itu magrofag bisa mampir ke mana” pada saat rekrutmen balik
- Pasien tifoid perlu cek SGOT SGPT (hati) karna magrofag mampir ke hati tjd pelepasasn
bakteri di hati sehingga terjadi pembengkakan di hati
- Mempengaruhi limfa dapat menyebabkan luka yang lebih besar yang menyebabkan
magrofag apoptosis (menyebabkan bakterimia yaitu bakteri dalam darah = sepsis).

GEJALA

- Kalo di gold bleder itu di empedu jika jumlahnya banyak bisa disalurkan ke tempat lain untuk
mencerna lipid maka salmonella bisa masuk usus
- Kalo dia karier bisa berpotensi tifoid lagi
- Karier atau tidaknya dilihat dari feses mengandung salmonella atau tdk
- Bisa demam karna ada polisakaridanya , Demam→gejala UTAMA Demam atau panas adalah
gejala utama Tifoid. Pada awal sakit, demamnya kebanyakan samar-samar saja, selanjutnya
suhu tubuh sering turun naik. Pagi lebih rendah atau normal, sore dan malam lebih tinggi
(demam intermittent) selama 2 minggu pertama. Dari hari ke hari intensitas demam makin
tinggi disertai gejala sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan diare frontal, nyeri
otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia, mual dan muntah. Pada minggu ke 2 intensitas
demam makin tinggi, kadang terus menerus (demam kontinyu / demam sepanjang hari). Bila
pasien membaik maka pada minggu ke 3 suhu badan berangsur turun dan dapat normal
kembali pada akhir minggu ke 3.
- Terjadi diare /konstipasi
- Kemerahan pada punggung bila ditekan akan hilang dada(rose pod)
- Dilihat dari feses di kultur fesesnya
- Diagnosis dengan dicek darahnya dengan penurunan sel” darah
- WIDAL TEST sering dipakai untuk menetapkan salmonella itu ada atau tidaknya prinsipnya
yaitu melihat reaksi antibody dan antigen caranya dengan didalam darah ada antibody(Igg
dan igm) dan akan direaksikan oleh antigen o dan H jika bereaksi imunoglobulinnya akan
ada
- Widal tidak punya titik potong kapan pasien dikatakan demam tifoid
- WHO berdasarkan tingkat keparahan uncomplicated n severe

Penentuan DRP berdasarkan WHO


Complications

● Acute uncomplicated disease: Demam tifoid akut ditandai dengan demam berkepanjangan,
gangguan fungsi usus (sembelit pada orang dewasa, diare pada anak), sakit kepala, malaise
dan anoreksia. Batuk bronkitis sering terjadi pada tahap awal penyakit. Selama masa demam,
hingga 25% pasien menunjukkan eksantema (bintik mawar), di dada, perut, dan punggung.
Acute typhoid fever is characterized by prolonged fever, disturbances of bowel function
(constipation in adults, diarrhea in children), headache, malaise and anorexia. Bronchitis cough is
common in the early stage of the illness. During the period of fever, up to 25% of patients show
exanthem (rose spots), on the chest, abdomen and back.
● Complicated disease: Demam tifoid akut mungkin parah. Tergantung pada keadaan klinis dan
kualitas perawatan medis yang tersedia, hingga 10% pasien tipes dapat mengalami komplikasi
serius. Karena jaringan limfoid yang berhubungan dengan usus menunjukkan patologi yang
menonjol, adanya darah samar merupakan temuan umum dalam tinja pada 10-20% pasien,
dan hingga 3% mungkin menderita melena. Perforasi usus juga telah dilaporkan terjadi pada
3% kasus rawat inap. Ketidaknyamanan perut berkembang dan meningkat. Seringkali terbatas
pada kuadran kanan bawah tetapi mungkin menyebar. Gejala dan tanda perforasi usus dan
peritonitis kadang-kadang terjadi, disertai dengan peningkatan denyut nadi secara tiba-tiba,
hipotensi, nyeri tekan perut yang nyata, nyeri tekan dan penjagaan yang timbul kembali, dan
kemudian terjadi kekakuan perut. Jumlah sel darah putih yang meningkat dengan pergeseran
ke kiri dan udara bebas pada radiografi perut biasanya terlihat.
Acute typhoid fever may be severe. Depending on the clinical setting and the quality of available
medical care, up to 10% of typhoid patients may develop serious complications. Since the
gut-associated lymphoid tissue exhibits prominent pathology, the presence of occult blood is a
common finding in the stool of 10-20% of patients, and up to 3% may have melena. Intestinal
perforation has also been reported in up to 3% of hospitalized cases. Abdominal discomfort
develops and increases. It is often restricted to the right lower quadrant but may be diffuse. The
symptoms and signs of intestinal perforation and peritonitis sometimes follow, accompanied by
a sudden rise in pulse rate, hypotension, marked abdominal tenderness, rebound tenderness
and guarding, and subsequent abdominal rigidity. A rising white blood cell count with a left shift
and free air on abdominal radiographs are usually seen.
● Perbedaan nya pada un tidak terjadi pendarahan tp pada com terjadi pendarahan , ada
komplikasinya salah satunya adalah perforasi usus slh satu kejalanya adalah melena,perdarahan
feses bercampur darah disertai nyeri perut hebat di kuadran kanan
● Setelah melihat un /tidaknya lalu dilihat dari sensitifitas bakterinya ada 3 yaitu MDR( berarti
salmonella resisten terhadap However, the emergence of MDR strains has reduced the choice of
antibiotics in many areas. There are two categories of drug resistance: resistance to antibiotics
such as chloramphenicol, ampicillin and trimethoprim-sulfamethoxazole (MDR strains)
Resistance to the fluoroquinolones may be total or partial.
● Kapan dipilih alternatif yaitu jika antibiotik tidak tersedia,resistensi terhadap first line ,kalo alergi
jg

MONITORING

● Gejala membaik
● Parameter laboratorium (leukosit,trombosit,hemogloblin ) pemantauan darah
● Pantau SGOT SGPT
● Pemeriksaan fisik ( rose pod) dipantau
● Melena membaik atau tidak
● Suhu

DOSIS

● CIPRO 2 X 1 500 mg oral,iv (quinolone) pemakaian 10-14 Hari E.S perpanjangan QT interval
jantung
● CEFIXIME 100-200 mg setiap penggunan 2 X1
● Azitromicin 500 mg 1x1
● Ceftriaxone 2-4 g per hari 1-2 x sehari hanya ada injeksi
● Kloramfenikol 500 mg 4x1
● Amoxicillin 1000 mg 3 x 1
● TMP SMX 160 / 800 2x1
● CEFOTAXIME 2-4 g sehari 2-3 x 1

Kapan bisa pakai iv

- Kalo pasien tidak bisa menelan


- Gangguan kesadaran
- Kejang
- Mual muntah hebat
- Tidak ada sediaan oral

KEMENKES
✔ Lini pertama 🡪 kloramfenikol ,tiamfenikol ,ampiciliin/amox,TMP SMX
✔ Evaluasi
✔ Lini kedua 🡪 Seftriakson,cefixime,quinolonr
✔ Antibiotic yang mempunyai penetrasi/efektifitas yang baik di gold bledeer (QUINOLONE)
✔ Jika pasien leukomia parah jangan diberkan kloramfenikol
✔ 10-14 hari pemakaian kloramfenikol terlalu lama pemekaian (kelemahan)
✔ pada anak” quinolone bisa menghambat pertumbuhan anak




✔ pasien termasuk severe dilihat dari parameter laboratory test yaitu SGPT ,SGOT menunjukkkan
hasil yang tinggi dan hasil Hemoglobin menunjukkan nilai dibawah rentang nilai normal dan pada
saat buang air besar disertai darah,nyeri perut bagian bawah kanan serta pasien menangani
pembesaran hati, limpa dan ada bercak merah menyerupai mawar (rose spot) di bagian perut
dan dada pasien yang hilang ketika ditekan.
yang harusnya mendapatkan Fully sensitive yaitu CIPRO tetapi pasien mendapatkan
quinoloneresisten yaitu cefo

anjay

pasien termasuk severe dilihat dari hasil tes lab dan pemeriksaan fisik yang seharusnya
mendapatkan fully sensitive yaitu cipro tetapi px mendapatkan cifo yang merupakan quinolone
resisten

menyarankan untuk mengganti cifo menjadi cipro 2x1 500 mg

✔ SUBJEK harus ada keluhan utama pada keluhan yg awal masuk tgl 30,lalu keluhan tgl 31 (chief
complaint) , past medical (Riwayat penyakit dahulu ) CC,POCP,HOP
✔ OBJEKTIF (Riwayat alergi),Parameter fisik yg tidak normal dimasukkan,Rose spot bisa dilihat
✔ Platelet yang rendah ( trombositopenia)
✔ SGOT.SGPT yang tinggi itu terjadi kerusakan di hati
✔ IgM itu akut muncul pada 6-8 hari
✔ IgG muncul berarti udah akut bertahan 1-2 tahun kedepan
✔ FIR = yang perlu digali lagi untuk analisis kebelakang ( sensitifitas antibiotic terhdap
kuman,pengecekan antibiotic alergi
✔ RESISTEN itu tidak mempan dengan obat itu

Pemilihan Obat untuk Demam Tifoid

Nama Obat Kegunaan, Dosis , efek samping

Antimikroba Lini pertama Kloramfenikol - Merupakan obat yang


efektif untuk tifoid
- Pemberian PO / IV
- Tidak diberikan bila
leukosit < 2000 /mm3
- Dosis

- Efek samping
diskrasia darah (anemia
aplastik, anemia hipoplastik,
trombositopenia dan
granulocytopenia ), gangguan
saluran pencernaan (mual,
muntah, glossitis, stomatitis)
Ampicillin atau Amoxicillin - Aman untuk penderita yang
sedang hamil
- Sering dikombinasikan
dengan kloramfenikol
- Tidak mahal
- Pemberian OP / IV
- Dosis

Trimetoprim-Sulfametoxazol

- Bila pemberian salah satu antimikroba lini pertama, dinilai tidak efektif dapat diganti
dengan anti mikroba atau diganti ke lini kedua
- Bila penderita dengan riwayat pernah mendapat typhoid serta memiliki predisposisi untuk
carrier, maka pengobatan pertama adalah golongan Kuinolon dan lihat terapi untuk karier

Lini kedua Seftriakson - Diberikan untuk dewasa


dan anak
- Cepat menurunkan
suhu, lama pemberian
pendek dan dapat dosis
tunggal serta cukup
aman untuk anak
- Pemberian IV
- Dosis

Cefixime - Efektif untuk anak


- Pemberian PO
- Dosis

Quinolone - Tidak dianjurkan untuk


anak < 18 thn , karena
dinilai mengganggu
pertumbuhan tulang
- Pefloksasin dan
fleroksasin lebih cepat
menurunkan suhu
- Efektif mencegah relaps
dan karier
- Pemberian PO
- Dosis

Tiamfenikol - Dapat diberkan untuk


anak dan dewasa
- Dilaporkan cukup
sensitif pada beberapa
daerah
- Dosis

M9 ISK

M9 ISK
- Definisi
● Infeksi saluran kemih merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh pertumbuhan
mikroorganisme di dalam saluran kemih manusia. Saluran kemih manusia merupakan
organ-organ yang bekerja untuk mengumpul dan menyimpan urin serta organ yang
mengeluarkan urin dari tubuh, yaitu ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Infeksi
saluran kemih adalah salah satu penyakit infeksi dimana jumlah bakteriuria berkembang
biak dengan jumlah kuman biakan urin >100.000 /ml urin. Bakteriuria asimtomatik
didefinisikan sebagai kultur urin positif tanpa keluhan, sedangkan bakteriuria simtomatik
didefinisikan sebagai kultur urin positif disertai keluhan. ISK disebabkan oleh berbagai
macam bakteri diantaranya E.coli, klebsiella sp, proteus sp,providensiac, citrobacter,
P.aeruginosa, acinetobacter, enterococu faecali,dan staphylococcus, saprophyticus
namun, sekitar 90% ISK secara umum disebabkan oleh E.coli. Infeksi saluran kemih
disebabkan invasi mikroorganisme ascending dari uretra ke dalam kandung kemih. Invasi
mikroorganisme dapat mencapai ginjal dipermudah dengan refluks vesikoureter. Pada
wanita, mula-mula kuman darianal berkoloni di vulva kemudian masuk ke kandung
kemih melalui uretra yang pendek secara spontan atau mekanik akibat hubungan seksual
dan perubahan pH dan flora vulva dalam siklus menstruasi.
- Anatomi
● Ginjal prosesnya filtrasi → yg di filter adalah darahnya sedingga di ginjal ada pembuluh
darah
● perbedaan pada pria uretra lebih panjang dari wanita pada pria terdapat prostat , pada
wanita saluran kemihnya lebih dekat dengan anus, sehingga pada wanita lebih beresiko
terkena ISK .
● Upper UT → ureter ke atas
● lower UT → kandung kemih ke bawah
● ISK bisa terjadi di mana-mana
● termasuk infeksi lower UT :
● Jika infeksinya di uretra → uretritis
● Jika pada pria infeksinya bisa naik ke prostat → prostatitis
● Infeksi pada kandung kemih → Cystitis
● Lapisan pada ureter berbeda dengan uretra sehingga kolonisasi nya lebih kecil terjadi.
● termasuk infeksi upper UT :
● Pyelonefritis → infeksi pada neuron
- Patofisiologi
● bakteri masuk dari anus dan uretra
● Bakteri memiliki struktur tertentu sehingga bisa melekat di mana aja
● Tidak pasti sakitnya dari uretritis dulu bisa dimanapun sesuai struktur bakteri
● rute ascending → infeksinya dari bawah ke atas
● rute disending → infeksinya bisa dari atas ke bawah ( infeksinya dari organ lainnya ke
ginjal ) contohnya tifoid infeksi dari mulut dari bakteri salmonella
● jika pada ISK bisa karena bakteri dan jamur → candida
● bakteri → E.coli, klebsiella sp, proteus
● sp,providensiac, citrobacter, P.aeruginosa, acinetobacter, enterococcus faecali,dan
staphylococcus,saprophyticus
● Sekelompok dengan enterobakteria → gram (-)
● pada complicated UTI berbeda antibiotiknya
Faktor resiko
● Lansia
● Menopause → yg berubah hormon estrogen dan progesteron
● Estrogen berkaitan dengan lapisan vagina → terdapat glikogen yg di ubah oleh laktobasilus
menjadi asam ph nya asam sehingga dapat membunuh bakteri , sehingga jika menopause itu
menurunnya kadar estrogen dan progesteron
● Ibu hamil
● Kateter → kateter tidak steril
gejala
● nyeri dan sakit saat berkemih
● perih dan terasa terbakar saat berkemih
● urin bau
● urin cenderung keruh
● urin berdarah ( warna coklat kemerahan )
● nyeri punggung ( termasuk upper UT ) → flank pain
● nyeri pelvis
● vaginal discharge
● nyeri pada testis pada pria
● mual muntah
● demam
● Upper UT akan mengalami gejala khas = nyeri punggung , demam, mual muntah
● pasien sering berkemih tapi keluarnya sedikit-sedikit (anyang-anyangan )
Diagnosis
● di uji lab CBC ( DL darah lengkap ) bisa di cek DBC
- Leukosit = neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit, monosit → diff count dihitung diferensiasi
nya
- kaitannya dengan bakteri → neutrofil sehingga jika infeksi maka akan meningkat
- parameter lab nya CRP , LED Laju Endap Darah (ISR) ,
- Urin (urinalysis )Di tampung setelah kencing dulu lalu tahan terus kencing selanjutnya
maka bisa di tahan
- Urin akan di cek fisik → warna ( lebih gelap karena ada darah → hematuria ), kekeruhan
, bau, buih menandakan jika ada buih ada protein
- mikroskopik → dilihat dibawah mikroskop untuk melihat adanya bakteri → ++ (10^2
cfu), keping darah kelihatan ada red blood cell jika >5 maka terdapat pendarahan ,
terdapat sel darah putih
- Di cek kimia → direaksikan dengan alat dipstick → bisa di cek pH ,nitrit
- ada bakteri yg dapat memecah urea sehingga pH nya bawah (klebsiella )
- bakteri akan mengubah nitrat di dipstik → pseudomonas ( kuman MDR ) sehingga dia
berbeda pengobatannya .
- ABU → ada infeksi tapi tidak bergejala
- pengobatan menurut tingkat keparahannya
- perlu diketahui lokasinya
-
-
-

dosis , nama obat, ada di indo atau tidak

kasus
Asesmen :
DRP :
ujian →
Tifoid → gejala, Lab
ISK =urinalisis, gejala, lab

ISK dianus
penyebabnya E Coli
2 rute infeksi
uretra = uretritis ;
ureter = upper UTI , lower UTI
lower UTI (uretra → uretritis) → laki-laki bagian prostat = prostatitis
kandung kemih = cystitis =
REGIMEN DOSIS INFEKSI SALURAN KEMIH IC INFEKSI
MINGGU 9

UNCOMPLICATED CYSTITIS IN WOMEN

Uncomplicated Cystitis merupakan sistitis akut, sporadis, atau berulang yang terbatas pada
wanita tidak hamil yang mengidapnya tidak ada kelainan anatomi dan fungsional relevan yang
diketahui dalam saluran kemih atau penyakit penyerta.

Sumber: EAU Guidelines on Urological Infections, Page 15

● Sefadroksil yang dihafalkan untuk Cystitis wanita →Ujian.

Nama Obat Di Indonesia Dosis Durasi

Trimetoprim (jika resisten 200 mg 2×1 Selama 5 hari Per Oral


e-coli <20%)

Fosfomycin (first line) Injeksi 3g dosis tunggal

Co-trimoxazole (alternatif) 160/800 mg 2x1 Selama 3 hari Per ORAL


Cefadroxil (alternatif) 500 mg 2×1 selama 3 hari Per Oral

Trimetoprim-sulfametoxazol 160/800 mg 2×1 Selama 3 hari


(jika resisten e-coli <20%)

UNCOMPLICATED CYSTITIS IN PREGNANT WOMEN


Terapi antimikroba jangka pendek juga dapat dipertimbangkan untuk pengobatan sistitis pada
kehamilan, Namun, tidak semua antimikroba cocok digunakan selama kehamilan. Secara umum,
penisilin→ ini ga dipakai!!, sefalosporin, fosfomisin, nitrofurantoin (tidak dalam kasus defisiensi
glukosa-6-fosfat dehidrogenase dan pada kasus lanjut kehamilan), trimetoprim (tidak pada
trimester pertama) dan sulfonamid (tidak pada trimester terakhir), bisa dipertimbangkan.

Nama obat Dosis Durasi

Cephalosporins (alternative) 2 x 500 mg p.o Selama 3 hari Per oral


→ Cefadroxil

Trimetoprim 200 mg 2x1 p.o Selama 5 hari (tidak untuk


diberikan pada trimester
pertama dan ketiga
kehamilan)

Trimethoprim-sulfamethoxaz 160 mg/800 mg 2x1 p.o Selama 3 hari (tidak untuk


ole diberikan pada trimester
pertama (timethoprim) dan
ketiga (sulfamethoxazole)
kehamilan)

Cefadroxil (Alternatif) 500 mg 2x1 p.o Selama 3 hari (untuk


trimester 1)

UNCOMPLICATED CYSTITIS IN MEN

Nama obat Dosis Durasi pemakaian

Sanprima Forte 160/800 mg per oral 2x1 selama 7 hari

Cotrimoxazole Forte 160/800 mg per oral 2x1 selama 7 hari

ALTERNATIF: Fluoroquinolones juga dapat diresepkan sesuai dengan pengujian kerentanan


Ciprofloxacin 500-750 mg per oral 2x1 selama 7 hari

Levofloxacin 750 mg per oral 1x1 selama 5 hari

UNCOMPLICATED PYELONEFRITIS (INPATIENT)


Nama obat Dosis Durasi pemakaian

First line

Ciprofloxacin 400mg 2x1

Levofloxacin 750mg Setiap hari

Cefotaxime 2g 3x1

Ceftriaxone 1-2g Setiap hari

Second line

Cefepime 1-2 2x1

piperacillin / 2,5-4,5 g 3x1


tazobactam

Gentamicin 5mg/kg Setiap hari

Amikacin 15mg/kg Setiap hari

Last-line
alternatives

Imipenem/cilastatin 0,5 g 3x1

Meropenem 1g 3x1 Catt: meropenem


dipakai klo ada
MDR

Ceftolozane/tazobac 1,5g 3x1


tam
Ceftazidime/avibact 2,5g 3x1
am
COMPLICATED CA-UTI
Tipe UTI Pilihan Utama Regimen Dosis Pilihan Alternatif Regimen dosis
Jenis Antibiotik
Antibiotik

Complicated 1st line : 3 x 500 mg per oral 3rd line : Cephalosporins


- Pasien dengan Amoksisilin + selama 7 -14 hari Cephalosporins 3rd gen
diabetes Aminoglikosida ATAU 3rd gen
- Immunocompromi (Amikacin dan 2 x 875 mg per oral ● Cefotaxime ● 3 x 2 gram
sed → HIV, Gentamicin) - ● Ceftriaxone IV selama
autoimun, DM, lihat 7-14 hari
Pasien pyelonefritis ● 1 x 1-2 g IV
transplantasi (Aminoglikosid selama 7 -14
organ, Pasien a : antibiotik hari
kanker yang poten utk gram
mendapatkan negatif
kemoterapi termasuk
(myelosuppressive Pseudomonas
/ menekan sumsum aeruginosa tapi
tulang belakang) ESO =
- Pada pasien nefrotoksik
gangguan anatomi (hindari pd px
dan fisiologi gangguan
saluran kemih. ginjal)
(CKD, batu
ureter/ginjal, 2nd line : 3 x 750 mg IV Quinolone Quinolone
gangguan ginjal, Cephalosporin selama 7 -14 hari ● Ciprofloxaci ● 2 x 500-750
obstruksi ginjal) s 2nd gen : n mg PO
- CA-UTI Cefuroxime + (ikut dosis ● Levofloxaci selama 7-14
amikacin / pyelonephritis) n hari
gentamicin ● 2 x 750 mg
(aminoglikosida PO selama
) 15 mg/kg tiap 7-14 hari
hari atau + (<10 %
gentamicin 5 menyebabka
mg/kg BB tiap n resistensi)
hari

Pengertian Complicated : ISK terkomplikasi (complicated UTI) terjadi pada individu dengan factor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi medis terkait individu tersebut (misalnya diabetes atau imunosupresi) atau kelainan anatomis atau fungsional tertentu yang
berhubungan dengan saluran kemih (misalnya, obstruksi, tidak tuntasnya buang air kecil dikarenakan disfungsi otot detrusor) yang
diyakini sebagai penyebab mengakibatkan infeksi yang akan lebih sulit diatasi daripada ISK tanpa komplikasi. (EAU Guideline on
Urological Infections p. 22-23)
Manajemen ABU :

Dibagi berdasarkan level-nya:

Dibagi berdasarkan rekomendasi kekuatan-nya:


ABU = sebenarnya tidak perlu diterapi namun ada kondisi2 khusus yang menyebabkan ABU perlu diobati

Pasien ABU tidak perlu diterapi jika muncul kondisi seperti ini:
1. Wanita tanpa faktor resiko
2. Pasien yang disertai DM
3. Wanita pasca-menopause
4. Pasien lanjut usia yang dirawat dirumah sakit
5. Pasien dengan disfungsi saluran kemih bagian bawah dan atau rekonstruksi
6. Pasien dengan transplantasi ginjal
7. Pasien sebelum operasi arthroplasty

Kondisi ABU (tanpa gejala tetapi pada urine terdapat pertumbuhan bakteri 105 CFU/ml) diterapi apabila:
1. Pasien ABU dan hamil → ikut cystitis hamil
2. Pasien ABU dan DM tidak terkontrol
3. Pasien Recurrent Urinary Tract Infections (3x setahun) (TIDAK MASUK UJIAN) maka pilihan terapi dan durasi
antibiotik sama dengan ISK symptomatic uncomplicated (section 3.4.4.4) atau ISK complicated (section 3.7.5 dapat
diberikan, tergantung gender, kondisi klinis, dan keberadaan faktor komplikasi. Terapi harus definitif, bukan empirik
UNCOMPLICATED PYELONEFRTIS OUTPATIENT (D4)
OBAT ORAL
Guideline EAU P. 20-21

Obat yang ada di Indonesia.


NAMA OBAT antimikroba DOSIS DURASI PEMAKAIAN

Ciprofloxacin 500-750 mg ( 2 x sehari) 7 hari


Levofloxacin 750 mg setiap hari 5 hari

trimethoprim - sulfamethoxazol 160/800 g (2 x sehari) 14 hari

Jika resistent dengan fluroquinolon maka dapat diberikan trimethropin sulfametahaoxazol (160/800mg) atau golongan beta
lactam seperti Amoxicillin
Pada penggunaan TMP - sulfa → pada penggunaan pertama diberikan long acting parenteral antimikroba seperti
Ceftriaxone, kemudian baru diberikan TMP - sulfa.
UNCOMPLICATED PYELONEFRITIS OUTPATIENT (C4)

Pustaka : EAU-Guidelines P.21

Yang ada di Indonesia :

Nama Obat Dosis Durasi terapi

Ciprofloxacin 2 x sehari 500-750 mg 7 hari

Levofloxacin 1 x sehari 750 mg 5 hari

2 x sehari 160/800 mg 14 hari


Trimethoprim Sulfamethoxazol
M10 Malaria

Plasmodium
- Falciparum
- Viva X
- Ovale
- Malaniase
- Knowlesi
Jenis nyamuk anopheles betina yang membawa plasmodium
Infeksi mulai dari nyamuk yang menggigit , ketika menghisap darah dan akan melepaskan
sporozoit, lalu akan masuk ke peredaran darah , setelah itu akan masuk ke dalam hati dan berubah
menjadi tropozoit , kemudian akan berkembang menjadi sebuah bentuk menjadi skizon ( bentuknya
seperti kantong yang isinya merozoit yg banyak ) .
Semua itu adalah parasit tapi hanya bentuk dan fungsinya berbeda tujuannya untuk
perkembangan , Siklus ini namanya
Ada beberapa parasit yg tidak langsung aktif membelah ( dorman ) , akan ada waktunya dorman
ini akan membelah menjadi hipnozoit ( vivax dan ovale yang bisa dorman ) resiko aktif kembali setelah
sembuh dari malaria . pada hati membentuk schizont untuk menghasilkan merozoit dan akan pecah dan
menyebar ke darah lalu akan menginfeksi eritrosit → pada eritrosit akan membelah diri .
Ketika terus membelah sel darah merah akan lisis lalu akan melepaskan merozoit
- Akan terjadi proses gametogenesis = sel laki” dan perempuan ( membentuk sel jantan
dan betina ) metode perkembangan sehingga menjadi faktornya ( akan di sedot lagi oleh
nyamuk dan akan berkembang)
- Lalu akan menginfeksi yg lainnya
Nyamuk akan membawa salah satu plasmodium
Untuk infeksi perlu struktur yg khusus , pada hati dan eritrosit strukturnya dapat menempelkan
plasmodium .
- Organ hati akan rusak ( hati akan membesar) → hepatomegali
- Eritrosit akan berkurang
- HB akan turun
-
Penobatan / terapi
1. DHP ( dihiro arterian dan primakuin
2. Primakuin
3. Artesunat
4. Doxy
5. Tetrasiklin
6. Kina

→ menghambat sintesis protein , yg melakukan ribosom , yg di hambat adalah ribosomnya plasmodium


- Doxy dan tetra akan aktif membela di hati sehingga akan menghambat tropozoit dan juga akan
membelah dan menghambat di merozoit
- Artemisinin ( DH, dan artesunat ) dan artesunat akan menghambat sintesis lipid dan protein
pada jalur lainnya ( jalur Hm) bisa membelah di hati juga tapi tidak sebaik di eritrosit
- Primakuin dan kuinin, primakuin → akan menghambat perubahan Hm menjadi hemozoin
karena Hm dari hemoglobin toksik tujuannya agar tidak mati karena Hm , ketika di menggunakan
primakuin akan meningkatkan Hm untuk membunuh hemizoit
- Primakuin → menghambat gametogenesis dan membunuh hipnozoit ( menghambat perubahan
Hm ) , dapat disebut menjadi pencegahan penularan → karena membunuh gametogenesis
-
- Malaria ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina, sedangkan DBD
- ( trombosit ) ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti

Diagnosis
- Gejala :
- demam → ketika lisis sel darah merah (
- Menggigil
- Muntah mual diare
- Mialgia
- Telapak tangan dan sklera mata pucat → karena Hb nya turun
- Pemeriksaan CBC ( hitung daya rekat ) → Hb turun dan eritrosit nya , jika ada kerusakan hati
akan mempengaruhi SGOT dan SGPT ( ALT )
- Plasmodium akan dilihat melalui mikroskop ( dapat dihitung jumlahnya )
- RDT ( rapid diagnostik test ) → mengidentifikasi darah ( hanya bisa mengetahui - dan +)

-
-
-
Pengobatan
Lini Pertama
- Malaria berat ( tidak akan keluar UAS )
● Malaria akan ditentukan dari tingkat keparahan ( falciparum , malariae) Plasmodium
vivax atau Plasmodium knowlesi → bisa saja menjadi parah cuman lebih sedikit
● Tidak hanya obat malaria berat , dll
● Kadar gula darah turun karena terjadi gangguan sekresi di pankreas sehingga
meningkatkan glikogen )
● Menimbulkan komplikasi
- MALARIA TANPA KOMPLIKASI
● Perlu di ketahui jenisnya (plasmodium )

● DHP akan diberikan 3 hari dan primakuin akan diberikan 1 hari (
● Kriteria penerimaan obat adalah berat badan dan usia
● Tapi jika BB dan dan usia berbeda dengan pustaka bisa di lihat patokannya di BB
● Buat ujian bisa di hafal yg dewasa aja


● Primakuin lebih panjang 14 hari karena vivax dan ovale bisa dorman sehingga obatnya
diminum 14 hari
● Untuk mencapai kadar tunak perlu waktu yg perlahan-lahan untuk membunuh dorman
● malaria vivaks yang relaps →Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan
dengan regimen ACT yang sama tetapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5
mg/kgBB/hari (harus disertai dengan pemeriksaan laboratorium kadar enzim G6PD).
● Efeknya memecahkan eritrosit oleh karena itu pada pasien G6PD maka lebih rentan
untuk pecah dan tidak dapat terkontrol lisis eritrosit
● Perlu dinaikan dosis primakuin karena belum semua dorman terbunuh


● Pokoknya kalau kombinasi lihat p. Ovale
Lini ke dua
Monitoring
M11 HIV
- Obat yg digunakan 3 Kombinasi obat dari dua golongan berbeda → 2 jenis obat dari NRTI +
nNRTI /integrate inhibitor / protease inhibitor
- Obat fusion/ entry inhibitor → untuk pasien resisten
- Pasien HIV yg turun adalah CD4 dan viral load
- Ketika imun turun maka lebih rentan untuk terinfeksi jamur dan virus lain
- Oleh karena itu perlu ada treatment untuk HIV infeksi dan oportunistik infeksi
- HAART → 3 kombinasi
- Obat HIV diberikan sesegera mungkin
- Perlu dilihat statusnya :
● Jika pasien baru ( Naive)
● Jika pasien Lama
- Kelompok ( hanya dewasa )
- Co infeksi ( ya / tdk)
- Jika pasien tdk siap bisa di beri waktu 7 hari ( maksimal 7 hari sudah terima obat )
-
- Jika CD4 < 50 maka diberikan ARV selama 2 minggu
- Tapi jika CD4 tidak di bawah 50 maka bisa diberikan obat TB selama 8 minggu lalu bisa diberikan
ARV
- Jika ada gejala meningitis maka harus diobati dulu selama 4-6 minggu ( harus diobati sampai
selesai dulu tidak peduli dengan CD4 turun tetapi setelah 4-6 minggu ini masih meningitis maka
harus diperbaiki imunnya dulu )
- Jika TB nya sudah berjalan lebih dari 2 minggu maka bisa dilanjutkan pengobatan ARV untuk HIV
nya
- Bisa di lihat dari CD4 nya apakah di bawah dari 50 boleh lanjut ARV
- Obat TB dan HIV bisa beriringan tidak dihentikan salah satunya ( pokoknya patokan 2 minggu
pengobatan TB dan CD4 < 50 )
- Begitu pula jika HIV yg di diagnosis duluan lalu tiba tiba kena TB maka HIV nya 2 minggu di
lanjutkan dulu lalu bisa masuk OAT
- Profilaksis diberikan saat tidak ada TB
- Kotrimoksazol → mencegah terjadinya PCV ( terjadi pneumonia )
-

-
- Profilaksis TB → INH selama 6 bulan dan vit B6
- Kriptokokus → fluconazole
- Kotrim →

Pemilihan Obat :
First line → diberikan untuk pasien naive
- TDF + 3TC+ EFV
- Jika gagal terapi maka bisa diganti ke second line
-
Second line → ketika ada gagal terapi
Third line → obat resisten ( DRVN
When to stop
● Pemilihan obat untuk HIV: gunakan DEPKES
● Penyebab infeksi kebanyakan dari bakteri.
● Penyakit infeksi: ketahui struktur, sifat, replikasi, siklus hidup.
● Penyakit dari virus: pengobatan berdasarkan siklus hidup dari virusnya.
● HIV:
- RNA untai tunggal
- HIV-1 (yang ada di asia tenggara) dan HIV-2
- Memiliki enzim reverse transcriptase
- RNA-dependent DNA polymerase -> akan mengubah RNA menjadi single stranded DNA (ssDNA) ->
kemudian mengubah kembali menjadi double stranded DNA viruses
-
● Obat HIV yang berkaitan dengan siklus hidup:
1. NRTI (Nukleotida <Nukleotida yang punya gugus fosfat>/Nukleosida Reverse Transkcriptase Inhibitor)
-> analog nukleotida
2. NNRTI (Non-Nukleotida/Nukleosida Reverse Transcriptase Inhibitor) - > mengubah alosterik dari
enzim
3. CCR5 antagonist -> Maraviroc
4. Fusion Inhibitor -> En
5. INSTI (INtegrase Strand Transfer Inhibitor) / Integrase Inhibitor
6. Protease Inhibitor
● Sel T helper: membantu pembentukan antibodi oleh sel B dan membantu untuk mengaktifkan sel T killer
untuk membunuh antigen dari sel yang terinfeksi
● Reservoir HIV: mikroglia, makrofag, T cell helper CD4
● Jika memutuskan untuk menggunakan NRTI, tidak boleh tunggal untuk menghindari mutasi.
● Yang melekat ke CD4 adalah: GP120 (glycoprotein 120) ; Co receptor(yang memperkuat perlekatan): CCR5
dan CXCR4 -> tidak semua strain bisa memanfaatkan co reseptor, yang bisa hanya strain Tropism
● Menghambat CCR5, maka ada obat CCR5 Antagonist -> Maraviroc
● Siklus:
1. Perlekatan
2. Fusi
3. Materi virus keluar dan masuk ke dalam sel host, enzim transcriptase mengubah RNA menjadi ssDNA
lalu menjadi dsDNA
4. dsDNA diintergrasikan ke inti sel oleh enzim integrase.
5. Digabungkan antara dsDNA HIV dengan DNA manusia, terjadi forward transcription. DNA gabungan
berubah menjadi RNA virus dan RNA manusia
6. RNA virus (mRNA dan genomic RNA), kemudian dikeluarkan dari intisel ke sitoplasma. mRNA
kemudian menuju ke ribosom dan diubah menjadi protein-protein structural dan fungsional dalam
bentuk polyprotein yang perlu dipotong-potong jadi protein kecil oleh enzim protease. Setelah jadi,
maka genomic RNA akan masuk dan menghasilkan virus barus baru
● Monitoring:
- CD4 -> harusnya banyak. Normal: 800-1200 sel
Jika kurang dari nilai normal, bisa terjadi opportunistic infection.
- Viral load
● Opportunistic Infection
1. Tuberculosis
TB 2 minggu, lalu ARV masuk.
2. Hepatitis B
3. Cryptococcus meningitis
Amfotricin B, tunggu 4 minggu lalu ARV masuk. Fluconazol, tunggu 6 minggu lalu ARV masuk.
● Profilaksis opportunistic infection
THERAPY - WHEN
● Terapi harus segera dimulai di hari dimana mendapatkan diagnosis, atau maksimal 7 hari setelah
diagnosis. Dengan catatan, pasien tidak memiliki TBC dan Cryptococcus meningitis. Jika terdapat dua
penyakit tsb, maka yang dibati mereka dulu.
● Mengapa? Karena ditakutkan terjadi IRIS (Immune Reconstitution Inflamatory Syndrome)
WHAT
● Apa kriteria yang dilihat dari pasien?
Usia
Pasien baru atau lama (dilihat dari CD4 dan viral load, lalu dicek apakah terjadi gagal terapi)
● Jika gagal, maka pakai lini kedua. Kalau masih gagal, pakai lini ketiga.
● Lihat kontraindikasi. Lihat penyakit penyerta. DEPKES table 59-64

- Pada titik tertentu, pasien HIV mendapatkan profilaksis, khususnya TB selama dia belum positif TB.
(INH 300 mg 1x1 selama 6 bulan).
- Profilaksis infeksi bakteri parah (Cotrimoxazol) karena bisa untuk bakteri dan parasite -> 960 mg
(TMO 800 mg – SMX 160 mg) 2x1
- Untuk mencegah PCP (pneumonia) maka pasien yang menderita TB langsung diberi cotrimoxazole.
Kalau tidak ada TB, lihat nilai CD4-nya.
- Kalau CD4 <350 (WHO) atau <200 (DEPKES) maka diberi terapi
- Profilaksis kriptokokus meningitis: harusnya ada pemeriksaan antigen cryptococcus. Jika positif, maka
dilihat terapinya (Amfitricin B / Fulconazol)
- Jika negatif, maka lihat CD4. Jika < 100 (WHO) atau <200 (DEPKES) maka diberikan terapi profilaksis

M12
DISKUSI COVID-19

KARAKTERISTIK SARS COV-2

- Virus RNA
- +ssRNA
- Berkapsul (envelope) dan tidak bersegmen
- Punya 4 protein (antigen):
1. (S) spike protein -> tempat perlekatan
2. (N) nucleocapsid protein -> melindungi RNA
3. (M) membrane protein
4. (HE) Hemagglutinin esterase -> tempat perlekatan
5. (E) Envelope glycoprotein
- Reseptor sel tempat melekatnya SARSCOV-2 -> ACE2 receptor, dan TMPRSS2 sebagai co-reseptor
- Tempat menempel virus: di alveoli, terutama di Pneumocyte cell type 2
- ACE2 juga ada di gastrointestinal.
PATOGENESIS
- Spike dan HE menempel ke sel pneumocyte cell type 2 di alveoli, menempel pada reseptor ACE 2
dengan bantuan co-reseptor TMPRSS2
- Fusi dengan masuk secara utuh bersama envelope. Lalu envelope dihancurkan dan melepaskan
ssRNA
- Untuk menghambat masuk digunakan klorokuinolon
- Hidroklorokuin dipakai untuk mengubah pH karena untuk membuka envelope butuh pH tertentu
- Setelah RNA lepas, maka ssRNA masuk ke dalam ribosom dan ditranslasikan menjadi polyprotein 1a
dan 1b
- Polyprotein 1a dan 1b proteolisis (dipotong-potong) oleh enzim protease menjadi structural protein
(spike, HE, envelope, dst).
- Obat yang menghambat protease: Nirmatevir / Ritonavir (yang punya efek Nirma, yang
mengoptimalkan Rito karena Rito adalah inhibitor enzyme P450, sedangkan Nirma dimetabolisme
oleh enzyme P450, sehingga metabolism Nirma melambat dan kadar obat dalam tubuh meningkat.)
- Selain ditranslasi, dalam ribosom, ssRNA dilipatgandakan dengan enzim RdRp (RNA dependent RNA
polymerase) -> obat yg kerja di RdRp (molnuvirapir [pura2 jadi C dan U], remdevirapir [pura2 jadi A],
favipiravir [pura2 jadi basa G] )
- Structural protein dan ssRNA dirakit di reticulum endoplasma dan badan golgi untuk menjadi virus
baru
- Obat: menghambat RdRp dan protease
- Ketika virus sudah jadi, sel PCY-II akan rusak dan mengeluarkan interferon-α dan interferon-β (untuk
memberitahu bahwa ada virus, agar membentuk protein antibodi), DAMP (damage associated
molecular pattern) cytokine -> menstimulasi makrofag untuk merilis sitokin (IL-1, IL-6 [ada obatnya
anti IL-6], IL-8, TNF-α, IFN-γ) -> corticosteroid akan menekan agar sitokin tidak dirilis
- Setelah itu akan merilis Leukotrien dan prostaglandin → mengakibatkan sesak karena
bronkokonstriksi
- DAMP → (damage associated molecular positif ) akan menstimulasi makrofag sehingga
mengeluarkan ( TNF alfa dan gamma ) akan terjadi badai sitokin
-
- Jika rilis sitokin, ketika maka akan meningkatkan permeabilitas darah di alveolus sehingga jadi
mudah ditembus darah. Air dari pembuluh darah masuk ke dalam alveolus sehingga alveolar
edema. Pertukaran gas akan terganggu, O2 akan susah masuk ke dalam dan akan mengakibatkan
sesak.
- Sitokin akan memunculkan molekul VCAM (vascular cell adhesion molecule) di pembuluh darah.
VCAM membuka jalan (recrutement) pada pembuluh darah dan membuat neutrophil dan makrofag
masuk lalu akan menempel pada alveoli dan memperparah sesak → bisa diberikan corticosteroid
- Sitokin akan meningkatkan pro-coagulation (darah menggumpal) karena pembentukan fibrin
meningkat. -> bisa diberikan anticoagulant
- DDIMER → produk pecahan klod ( di beri obat antikoagulan )
- Jika direkrut akan ada radikal bebas oleh karena itu perlu diberi antioksidan → Vit C dosis tinggi , Vit
D , obat batuk ( N Asetilsistein karena berusaha memotong )
- Sitokin rilis ke pembuluh darah , permeabilitas akan naik maka Air gampang menembus ke alveoli
- Steroid di kasih jika sudah berat → memiliki imunosupresan di takutkan akan memperburuk pasien
yg kategori ringan

PILIHAN TERAPI
1. Anticoagulant
2. Corticosteroid
3. RdRp (Mol Nevirapine, Remdevirapir, Favipiravir)
4. Nirmatervir/Ritonavir( supaya tidak dimetabolisme CYP ) (kombinasi) kerjanya di protease →
protease inhibitor
5. Lopi dan nirma → butuh dosis tinggi karena di metabolisme cepat oleh hati sehingga harus di
kombinasikan dengan rito supaya menghambat enzim CYP
6. Anti Interleukin 6 ( tocilizumab) → antempra
7. Monu mirip dengan sitosin dan urasil
8. Steroid 2 -3 mg x pemberian
9. Heparin = bisa SC dan IV
10. Enoxaparin 1x 0,4 ml diberikan 2 x dan Fondaparinux Injeksi 2,5 mg/0,5 mL; 7,5 mg/0,6 mL →
SC
11. Rivaroxaban ( oral )
Antivirus
- Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600
mg (hari ke 2-5), ATAU
- Molnupiravir (sediaan 200 mg, oral), 800 mg per 12 jam, selama 5 hari, ATAU
- Nirmatrelvir/Ritonavir (sediaan 150 mg/100 mg dalam bentuk kombinasi), Nirmatrelvir 2 tablet
per 12 jam, Ritonavir 1 tablet per 12 jam, diberikan selama 5 hari
- Sesuai dengan ketersediaan obat di fasyankes masing-masing
TERAPI
- Ketika pasien sesak, maka diberi O2. Tapi jika tak kunjung sembuh, maka diberikan corticosteroid

GUIDELINES
- Tingkat keparahan ditentukan dengan melihat gejala
1. Tanpa gejala

Obat:

Jika ada penyakit lain, ya obatnya dilanjutkan saja.


2. Ringan
Tidak ada bukti pneumonia. Tidak ada hipoksia, tapi napas pendek. SpO2 >95%
Obat:
3. Sedang
Ada bukti pneumonia, namun tidak berat. Ada hipoksia (sesak). SpO2 ≥93%
Obat:

Antikoagulan: cek D-Dimer (hasil pecahan fibrin). Kalau D-Dimer tinggi, maka darah banyak yang
menggumpal
LMWH: Heparin, Enoxaparin, Rivaroxaban, Fondaparinux

4. Berat
Ada tanda pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat), ditambah satu dari: frekuensi napas >
30 x/menit, distress pernapasan berat, atau SpO2 <93%
Obat (sama kayak kritis):

● Pertimbangkan antikoagulan untuk pasien D-dimer tinggi.

● Masuk kortikosteroid saat pasien masuk tanda-tanda berat.


5. Kritis

Note:
Pakai Molnupiravir dan Nirma/Rito:
- Lihat ketersediaan obat
- Pertimbangan kondisi pasien, apakah pasien punya risiko untuk jatuh ke kondisi berat/kritis (DM
1,2; keganasan, dll)
Kombinasi Nirma/Rito tidak dalam bentuk KDT

PARAMETER MONITORING
- D-dimer jika pakai antikoagulan
- Antivirus: pantau SpO2, respiratory rate
- Efek samping:
Molnu, Remde, Favi: gangguan hati, gangguan GI (mual muntah besar, diberikan setelah makan.)

- Obat Ace inhibitor dapat memicu


- Materi genetik SSRNA akan melekat pada ACE sehingga yg mengonsumsi obat ACE inhibitor
harus dihentikan
- Reseptor ACE ada di Paru -paru, jantung , dan saluran cerna (Gastro intestinal)
- Struktur spike yg terus berkembang akan semakin melekat sehingga
- ACE dan TRMS Spike ( jika menempel akan di endositosis dan akan masuk ke pneumocyte Type 2
→ setelah itu akan melepaskan materi genetik setelah itu akan dibaca oleh ribosom (sintesis
protein mengubah RNA menjadi DNA ) untuk sintesis protein
- RdRp ( RNA dependent RNA polymerase)
-

Kasus HIV

Diagnosis : Tuberkulosis , masih dalam pengobatan , sudah 5 bulan lalu , pasien patuh dalam pengobatan
, selain pasien juga didiagnosis DM sejak 10 tahun yg lalu
Riwayat obat :
- Glibenklamid 5 mg

- Metformin 500 mg
EF : Sakit perut . nafsu makan menurun. diare (biasanya sementara). Pencernaan, kekacauan.
mual . rasanya berubah. Muntah ( hal 759 )

- Rifampisin dan pulna forte

Data hasil Lab


1. Hemoglobin Rendah (9,6 g/dL):
○ Menunjukkan rendahnya kadar hemoglobin dalam darah, yang dapat mengindikasikan
anemia.
2. Eritrosit Rendah (3,21 x 10^6/µL) dan Hematokrit Rendah (28,1%):
○ Eritrosit adalah sel darah merah yang mengandung hemoglobin, dan hematokrit adalah
persentase darah yang terdiri dari sel darah merah. Kedua nilai yang rendah dapat
terkait dengan anemia.
3. Leukosit Rendah (6,72 x 10^3/µL):
○ Menunjukkan rendahnya jumlah total sel darah putih (leukosit) dalam darah.
4. Basofil Rendah (0,6%):
○ Menunjukkan rendahnya persentase basofil, salah satu jenis sel darah putih.
5. Neutrofil Tinggi (85,5%):
○ Menunjukkan peningkatan persentase neutrofil, jenis sel darah putih yang dapat terlibat
dalam respons kekebalan tubuh terhadap infeksi.
6. Bilirubin Tinggi (0,77 mg/dL):
○ Menunjukkan tingginya kadar bilirubin dalam darah, yang dapat terkait dengan masalah
hati atau masalah lain dalam sistem pencernaan.
7. CD4 Rendah (5,2%):
○ CD4 adalah sel darah putih yang penting untuk sistem kekebalan tubuh. Persentase yang
rendah dapat menunjukkan penurunan fungsi sistem kekebalan, seperti pada infeksi HIV.
8. Tekanan Darah Rendah (110/70 mmHg):
○ Tekanan darah yang rendah dapat mengindikasikan berbagai kondisi, termasuk infeksi
atau dehidrasi.
9. Suhu Tinggi (38,0°C):
○ Menunjukkan adanya demam, yang dapat terkait dengan infeksi atau kondisi inflamasi.

Ya, hasil uji laboratorium tersebut dapat memberikan informasi yang relevan terkait dengan kondisi
pasien yang menderita diabetes mellitus (DM), tuberkulosis, dan infeksi HIV.

1. Hemoglobin Rendah (9,6), Eritrosit Rendah (3,21), Hematokrit Rendah (28,1):


○ Hemoglobin, eritrosit, dan hematokrit yang rendah dapat mengindikasikan anemia.
Anemia adalah kondisi di mana tubuh tidak memiliki cukup sel darah merah yang sehat
untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Anemia dapat terjadi sebagai komplikasi
dari beberapa kondisi, termasuk infeksi HIV dan tuberkulosis.
2. Leukosit Rendah (6,72), Basofil Rendah (0,6), Neutrofil Tinggi (85,5):
○ Leukosit yang rendah dapat mengindikasikan penurunan sistem kekebalan tubuh.
Neutrofil yang tinggi mungkin menunjukkan adanya infeksi bakteri atau kondisi
inflamasi. Kondisi ini dapat terkait dengan infeksi HIV dan tuberkulosis, yang dapat
melemahkan sistem kekebalan tubuh.
3. Bilirubin Tinggi (0,77):
○ Bilirubin tinggi dapat menunjukkan masalah pada hati. Infeksi HIV juga dapat
mempengaruhi hati, dan tingginya bilirubin dapat menjadi tanda kerusakan hati.
4. CD4 Rendah (5,2%):
○ CD4 yang rendah menunjukkan penurunan jumlah sel CD4, yang merupakan sel
kekebalan utama yang diserang oleh virus HIV. Tingkat CD4 yang rendah dapat
menyebabkan penurunan kekebalan tubuh, meninggalkan pasien lebih rentan terhadap
infeksi dan penyakit.
5. Tekanan Darah Rendah (110/70), Suhu Tinggi (38,0):
○ Tekanan darah rendah dapat terkait dengan berbagai faktor, termasuk dehidrasi atau
komplikasi dari beberapa kondisi medis. Suhu tinggi (demam) dapat menjadi respons
tubuh terhadap infeksi atau peradangan, yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi
HIV atau tuberkulosis.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik

Daftar Obat yang Diberikan di UGD


Dengan adanya informasi bahwa pasien baru didiagnosis HIV dengan CD4 yang rendah (5,2%),
penggunaan Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART) atau terapi antiretroviral (ARV) akan sangat
direkomendasikan
Berikut jenis HAART :
1. Inhibitor Nukleosida/Nukleotida Reverse Transcriptase (NRTI):
○ Contoh obat: tenofovir, emtricitabine, zidovudine.
2. Inhibitor Non-Nukleosida Reverse Transcriptase (NNRTI):
○ Contoh obat: efavirenz, nevirapine.
3. Inhibitor Protease (PI):
○ Contoh obat: atazanavir, ritonavir, darunavir.
4. Inhibitor Integrase (INSTI):
○ Contoh obat: dolutegravir, raltegravir

DRP :
1. Interaksi Obat:
○ Ozid (40 mg) bersamaan dengan Rifampisin dapat menyebabkan interaksi obat.
Rifampisin dapat meningkatkan metabolisme Ozid, yang dapat mengurangi
efektivitasnya.
2. Penyesuaian Dosis:
○ Pasien memiliki riwayat diabetes dan mengonsumsi Glibenklamid (5 mg) serta
Metformin (500 mg). Pada kondisi infeksi HIV, seringkali diperlukan penyesuaian dosis
obat antidiabetik karena infeksi dapat mempengaruhi kontrol gula darah. Perubahan
dalam keadaan kesehatan pasien dapat memerlukan penyesuaian dosis obat.
3. Efek Samping:
○ Pasien mengalami sariawan parah dan berat badan turun drastis. Ini bisa menjadi efek
samping dari penggunaan beberapa obat, termasuk Ozid, Narfoz, dan Rifampisin.
4. Masalah Gizi:
○ Hemoglobin, eritrosit, dan hematokrit rendah dapat mengindikasikan masalah gizi dan
anemia. Penurunan berat badan yang signifikan juga dapat berhubungan dengan
masalah gizi. Pasien mungkin memerlukan evaluasi lebih lanjut dan penanganan gizi
yang sesuai.
5. Masalah Imunologi:
○ CD4 yang rendah (5,2%) menunjukkan penurunan fungsi kekebalan tubuh, yang
merupakan karakteristik infeksi HIV. Pasien mungkin memerlukan terapi anti-retroviral
(ARV) untuk meningkatkan fungsi kekebalan tubuh.
6. Pemantauan Fungsi Hati:
○ Bilirubin yang tinggi dapat menunjukkan masalah fungsi hati. Pemantauan lebih lanjut
terhadap fungsi hati pasien perlu dilakukan.
7. Penyakit yang Mendasari:
○ Riwayat tuberkulosis dan diabetes perlu dikelola dengan baik. Penyakit mendasari ini
dapat mempengaruhi respons terhadap pengobatan dan memerlukan manajemen
khusus

Tenofovir : Distensi perut. Artralgia


Tgg

Kasus 1 Tifoid
- Melihat gejalanya , nyeri hebat, berdarah ( tanda perforasi )
- Pada kasus uncomplicated
- Harus tau sensitivitas ( fully sensitive , MDR ) → Alergi quinolon
- Harusnya pake quinolon → tapi alergi jadi pake yg alternativ
Kasus 2
- ISK
- Dilihat tingkat keparahannya → ancomplicated ( jadi harus tau lokasinya )

M14
HBV
● Lapisan terluar HBV: surface protein (S-HBs, M-HBs, L-HBs)
HbSAg (antigen) – AntiHbS (antibodi) ->
● Core protein > bisa menjadi antigen HBcAg (Hepatitis B Core Antigen) – Anti Hbc (antibodi) ->
apakah dapat terbentuk Ig M dan Ig G
● pdsDNA (partially double stranded DNA) atau rcDNA (relaxed circular DNA)
● Yang dilihat: HbV DNA (jika banyak, maka virusnya banyak) -> materi genetic yang dikuantifikasikan
dari hepatitis B -> hanya viral load aja
● Viral polymerase -> fungsinya mirip dengan reverse transcriptase HIV
● Antara surface dan core, ada protein (area envelope) ketika di tubuh, maka akan dihasilkan antigen
HbEAg. Setelah beberapa bulan, tubuh akan menghasilkan sistem imun antibodi Anti HbS
● HBV DNA.
● HBV melekat dengan NTCP. Dan diperkuat dengan EGFR.
● Diduga proses fusi HIV dan HBV itu berbeda, sehingga fusion inhibitor tidak bisa dipakai di HBV
● HBV fusi, proteinnya pecah, lalu pdsDNA masuk ke dalam sel host
● pdsDNA masuk ke dalam nucleus. pdsDNA melalui tahapan panjang dan ribet. pdsDNA diubah
menjadi cccDNA (covalently complete circular DNA)
● ccc DNA bisa meriplikasi dirinya sendiri di dalam nucleus, lalu bisa menggunakan enzim dari tubuh
manusia untuk forward transkripsi untuk menghasilkan mRNA dan PGenomic RNA
● mRNA dan pregenomic dibawa ke ribosom untuk menghasilkan protein stuktural dan fungsional
(dugaannya protease di HBV beda dengan HIV, sehingga protease dan integrase inhibitor tidak bisa
dipakai)
● Beberapa protein akan masuk jalur khusus akan merangsang ekspresi MHC kelas I -> memanggil
CD8+ (T killer -> membunuh dengan melepaskan 2 enzim (perforin dan granzyme)
*perforin: membuat pori2 di hepatosit
Granzyme: masuk ke dalam pori2 dan terjadi apoptosis
● Reverse transcriptase mengubah PGRNA -> ssDNA -> pdsDNA
● pdsDNA keluar dengan kantong, lalu dikombinasikan dengan protein structural dan fungsional ->
jadi virus baru
● obat yang bekerja:
hanya NRTI
- Tenofovir
- Lamivudine
- Entecavir
- Adefovir
- Telbivudin (jarang dipakai)
Interferon
● Somehow, CD8 didisfungsikan.
● Sebelum apoptosis, interferon akan memberitahu bahwa ada virus. Berikatan dengan reseptor sel
sehat sehingga akan terbentuk protein kompleks STAT1-STAT2 dan kompleks STAT1-STAT1 dan
dimasukkan ke dalam sel yang masih sehat
● Interferon pda sel tersakiti? Dapat menghambat sintesis protein, sehingga tidak terbentuk structural
dan functional protein.
● Interferon bisa menghambat pgRNA jadi ssDNA.
● Interferon akan mengoptimalkan ekspresi MHC kelas I sehingga lebih cepat dan lebih dapat
dideteksi oleh CD8
● Tatalaksana
● Pemeriksaan lab dipakai untuk menegakkan diagnosis dan memutuskan kapan pasien diterapi.
● Pada saat screening, tidak perlu semua dicek. Yang dicek di awal, maka yang dicek ada 3: HbSAg,
Anti-HbS, Anti-HBc (Ig M dan Ig G)
● Jika seseorang tidak kena, maka semua negatif.
● Jika seseorang vaksin, yang (+) hanya Anti-HbS
● Vaksin: hari ini, bulan depan, 6 bulan dari pertama, booster 5 tahun sekali
● Jika HbSAg (+), maka ada infeksi.
● Akut: HbSAg (+), AntiHbS (-). AntiHBc – Ig M (+)
● Pasien akut, secara umum, tidak usah diterapi, kecuali jika seseorang memiliki bilirubin > 3 mg/dL
(atau direct bilirubin >1.5 mg/dL), INR >1.5, ensefalopati, atau asites. Pada kondisi ini PEG-Interferon
tidak bisa digunakan.
● 6 bulan kemudian, pasien datang dan dilakukan pemeriksaan HbSAg, Anti-HbS, Anti-HBc (Ig M dan
Ig G), dan ditambahkan HbEAg, ALT, HBV DNA (kalau HbEAg +, maka >20.000. kalau (-), kurang dari
2000)
● Pasien dikatakan HBV kronis, jika HbSAg masih (+), dan Ig M (-), Ig G (+)
● Keputusan pemberian terapi ditentukan dengan HbEAg, ALT, dan HBV DNA
● Tidak boleh langsung diterapi karena efek sampingnya dan harganya
● Kapan pasien kronis dan tidak ada sirosis diterapi?
● Lihat nilai HbEAg, HBV DNA, dan ALT.
● HbEAg (+), diterapi jika ALT ≥2x ULN. Dan HBV > 20.000 IU
● Harus check sel hatinya ada derajat fibrosis atau derajat inflamasi
● HbEAg (-), diterapi jika ALT ≥2x ULN. Dan HBV > 2.000 IU
● Jika kronis dan sirosis, maka segera diterapi karena takut terjadi hepatocellular carcinoma
● Sirosis: compensated(masih ada yg sehat dan diusahakan) dan decompensated
● Beda terapinya, untuk decompensated cirrhosis, tidak bisa pakai interferon.
● Yang direkomendasikan: tenofovir, entecavir, dan interferon. Karena lamivudine dan telbivudine
menyebabkan risiko resistensi tinggi.
● Interferon tanpa tulisan ada apa apa, berarti interferon konvensional -> harus sering disuntik
● PEG-Interferon pegylated (polyethilenglikol) -> pemberian satu minggu sekali
● Pemakaian interferon: jangan diberi jika pasien ingin hamil (karena bersifat teratogenic). Bisa
menyebabkan bone narrow suppression (bisa anemia, leukopenia, trombositopenia) -> pansitopenia
● Tenofovir: bisa menyebabkan gangguan fungsi ginjal. Monitoring serum kreatinin, BUN, GFR;
fancony syndrome (peningkatan sekresi glukosa, amino acid, fosfat secara berlebihan)
● Hepatitis B -> datang cek CD4 dan viral load. Jika hasil negatif, jangan kasih obat yg related dengan
HIV

You might also like