Bsus
Mencermati Model Hubungan
Petree te Sr toen eres)
Ure err Nomor 5
| reer! Petite
a aide nl eon Re
i ‘Kesetaraan,
walaupun dalam kenyataan masih adanya posisi
subordinatif pemerintah daerah terhadap
pemerintah pusat.Mencermati Model Hubungan Pusat dan Daerah
Muslim Machmud
Ss“ satu pengarahan penting dalam
pelaksanaan otonomi daerah yang secara
tegas diungkapkan dalam Undang-Undang
rnomor 5 tahun 1974 berwujud suas petunjuk
pelaksanaan otonomi daerah harus dapat
‘menjamin hubungan yang serasi antara Pe-
metintah Pusat dan Daerah atas dasar ke-
uuwhan Negara Kesatuan. Apabila dicermati
lebih lanjut, pengarahan ini sebenarnya ber-
sumber dari penjelasan terhadap pasal 18
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
“oleh Karena negara Indonesia itu suatu
eenheidstaat, maka Indonesia tidak akan
‘mempunyai daerah di dalam lingkungan yang
bersifat. staat juga”,
Pengarahan dan petunjuk itu dapat saja
memunculkan pertanyaan; Mungkinkah pe-
laksanaan otonomi daerah akan mengganggu
dan merusak hubungan antara Pusat dan
Daerah? Mungkinkah dalam suatu Negara
Kesatuan seperti Indonesia daerah otonomi
akan tergerak untuk berusaha mengubah
dirinya menjadi semacam suatu “negara”
pula, babkan apakah kekhawatiran, juga ke-
takutan semacam itu tidak berlebih-lebihan?
Apabila catatan sejarah digunakan untuk
ian-pertanyaan
(adi, maka kiranya dapailah. dikemukakan
menjawab rangkaian pertany
bahwa pelaksanaan otonomi daerah secara
tidak bertanggung jawab dapat mengancam
keutuhan Negara Kesatuan, seperti yang per-
nah dialami Indonesia pada masa yang lalu,
Seperti yang sama kita Ketahui bahwa di
bawah panji-panji “otonomi yang seluas-
luasnya” bagi daerah seperti yang dipesankan
pasal 131 Undang-Undang Dasar Sementara
Tahun 1950 dan Undang-Undang Nomor [
Tahun 1957, sejumlah ducrah telah terlibat
alam upaya memutuskan hubungan dengan
pusat, dan serentak dengan itu mencoba
mendirikan suatu “staat” yang lain. Peristiwa
sejarah itulah agaknya yang telah mendorong
para pembuat Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 imerasa perlu_membetikan
pengarahan terhadap keserasian itu, agar
pengalaman pahit yang pernah terjadi pada
masa lalu tidak akan terulang kembali
Selama Undang-Undang nomor 5 Tahun
1974 berlaku terutama di zaman pemerin-
tahan Orde Baru, telah terwujud adanya ke-
berhasilan yang menyangkut upaya penye-
asian hubungan Pusat dan Daerah yang
sekaligus telah mampu menopang Kestabilen
politik di tanah air.
‘Namun di era reformasi ini keserasian
itu telah mengalami banyak “gangguan-gang-
guan” sebagai konsekuensi berubahnya ke-
adaan dan lahirnya tuntutan-tuntutan baru,
Sebenarnya perubahan yang “menggang-
gu” keserasian hubungan Pusat dan Daerah
telah dikemukakan oleh Colin Mac Andrew
dalam Central Government and Local Deve-
lopment, in Indonesia, in mencatat adanya
beberapa faktor yang mengandung kemung-
kinan yang dapat mengganggu dan me-
rusak keserasian antara Pusat dan Daerah;
Pertama-tama ia menyorot tentang adanya
kesenjangan dan perbedaan antara. sistem
hubungan Pusat dan Daerah yang telah
digariskan secara formal dengan kenyataan
di dalam pelaksanaannya. Di samping itu,
beberapa daerah_masih merasakan adanya
perlakuan yang tidak adil dari pemerintah
Pusat terutama yang menyangkut alokasi dana
dan keterbatasan Keleluasaan daerah untuk
‘menggariskan kebijaksanaan pembangunan
daerah, Untuk memperbesar keleluasaan itu,
daerab-daerah akan semakin vokal menuntut
penyerahan wewenang yang lebih banyak
dan lebih Iuas, Makin rendahnya tingkat
26
Restari, September-Desember 1998Sm Machmud
‘Seeemnpuan Pusat untuk memberikan subsidi
‘Sepede Daerah, dapat pula menjadi penyebab
‘seguan bagi keserasian hubungan Pusat
= Daerah tersebut
Menghadapi perubahan-perubahan_ yang
‘eesti terjadi sesuai tuntutan reformasi yang
Ssertai dengan meningkainya tuntutan-
‘sentutan (erhadap perluasan otonomi daerah,
sea menurunnya kemampuan Pusat dalam
eencurahkan dana kepada daerah-dacrah
Granya ikhtiar apa yang dapat dan perlu
Gilakukan untuk mencegah terjadinya gang-
‘guan terhadap keserasién yang telah berhasil
itegakkan sclama bertahun-tahun ini?
‘Untuk memberi jawaban terhadap per-
tanyaan yang cukup menantang ini, teriebih
dahulu pertu dikemukakan Model Hubungan
Pusat Dan Daerah secara Universal. Dennis
Kavanagh, mengemukakan dua model utama
yang. dilibatnya dari kedudukan Pemerintah
Daetah terhadap Pemeriniah Pusat,
Model yang pertama disebutnya sebagai
agency model (model pelaksana). Dalam
‘model ini Pemerintah Daerah oleh Pemerintah
Pusat hanya dipandang sebagai pelaksana
belaka. Oleh karena itu, dalam model pe-
Jaksana ini, wewenang yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah sangat terbatas, Seluruh
ebijaksanaan ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat tanpa perlu mengikutsertakan Peme-
rintah Daerah terutama dalam merumuskan
Kebijaksanaan_tersebut, Pemerintah Daerah
berkewajiban melaksanakan_kebijaksanaan
Pusat dengan keleluasaan yang sangat Kecil
dan tanpa hak untuk berbeda. Dengan me~
hnganut model ini, Pemerintah Pusat sewaktu-
waktu dapat membubarkan Pemerintah Dae-
rah serta mencabut hak-hak dan wewenang-
nya,
Mencermati Model Hubungan Pusat dan Daerah
Model Kedua dinamakan sebagai part-
nershiy model (model mitra). Dalam. model
ini, Pemerintah Daerah memiliki suatu ting
at Kebebasan tertentu untuk melakukan “Jo
cal choice”. Oleh karena itu, dalam model
mitra, pemerintah Daerah tidak lagi dipan-
dang hanya sebagai pelaksana semata-mata,
tetapi oleh Pemerintah Pusat telah dianggap
sebagai mitra kerja, Walaupun demikian hu-
bbungan kemitraan terscbut tidak dengan serta
tmerta memberi posisi “duduk sama rendah,
tegak sama tinggi” bagi pemerintah Daerah
dengan Pemerintah Pusat. Dalam jalinan hue
bungan kemitraan tersebut, Pemerintah Dae-
rah tetap berada dalam posisi subordinatif
tethadap Pemerintah Pusat
Dari kedua model hubungan Pusat dan
Daerah yang telah diuraikan di atas, muncul
lagi pertanyaan model yang manakah yang
dianut oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974 Untuk menjawab pertanyaan itu, lebih
dahulu kita perlu mencermati ketentuan-ke-
tentuan yang termuat dalam Undang-Undang
tersebut sepanjang yang terkait dengan per-
soalan hubungan Pusat dan Daerah.
‘Terdapat beberapa ketentuan dalam Un-
dang-Undang (ersebut yang memberi petunjuk
bahwa yang dianut adalah model pelaksana
(agency. model), Pemerintah Pusat dengan
Undang-Undang dapat_menghapus suatu
daerah otonom (pasal 5), juga suatu urusan
yang telah diserahkan kepada daerah dapat
ditarik Kembali (pasal 9), i pasal Iain di-
katakan pula bahwa otonomi dacrah adalah
hak, wewenang, dan kewajiban yang di dalam
pelaksanaamnya lebih merupakan kewajiban
daripada hak bagi Pemerintah Daerah (pasal
1 dan penjelasan). Dalam menjalankan hak
wewenang dan kewajiban Pemerintah Daerah,
Bestar, September-Desember 1998
27Mencermati Mode! Hubungan Pusat dan Daerah
Kepala Daerah secarastruktural bertang-
gungjawab kepada Presiden melalui Menteri
Dalam Negeri (pasal 22 ayat 2). Juga di-
jelaskan bulwa Peraturan Dacrah dan Ke
potusan Kepala Daerah mengenai_ hal-hal
temtentu baru berlaku setelah ada pengesahan
dari pejabat yang berwenang (pasal 68).
Pasal-pasal inilah yang mengisyaratkan bahwa
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 me-
namut agency model di dalam menjalankan
otonomi dacra.
Di samping itu Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1974 memuat juga beberapa ke-
tentuan-ketentuan yang member indikasi bab-
wa yang dianut adalah justru model mitra
(partnership model), misalnya ditemuken
dalam pasal-pasal yang lain dalam Undang-
Undang tersebut yang menyatakan bahwa;
daerah berhak dan berwenang mengater dan
mengurus rumah tangganya seadiri sestai
dengan Ketentuan perundang-undangan yang
berlaku (pasal 7), di bidang kepegawaian,
Pemerintah Daerah melalui Peraturan Daerah
dapat mengatur pengangkatan, pemberhenti-
an, gaji, pensivn, uang tunggu dan bal-hal
lain mengenai kedudukan hukum Pegawai
Daerah dengan pedoman yang ditetapkan oleh
Menteri Dalam Negeri (pasal 50 ayat 1)
Dalam Penjelasan Umum yang mengupss
tubrik Desentralisasi, Undang-Undang Nomor
$5 Tahun 1974 dengan tegas mengatakcan bah-
wa urusan-urusanpemerintahan yang tell
diserahkan kepada daerah, pada dasarnya
menjadi wewenang dan tanggung jawab
daerah sepenuhnya, Dalam hal ini prakarsa
sepenuhnya diserahkan kepada daerah baik
yang menyangkut penentuan kebijaksanaan,
perencanan, pelaksanaan, maypun yang me-
nyangkut segi-segi pembiayaannya. Demikian
pula perangkat pelaksananya adalah perang-
kat dacrah itu sendiri terutama dinas-
dacrah,
‘Dengan mengedepankan Ketentuan-ke-
tentuan tertulis saja, barangkali Kejelasan
pilihan terhadap salah satu model hubungan
‘yang diterapkan oleh Undang-Undang Nomor
5 ‘Tahun 1974 tentunya belum dapat diungkap-
kan secara jelas. Karena itu untuk memper-
jelas arah pilihan itu, kiranya beberapa segi
implementasi dari ketentuan tertulis itu, perlu