You are on page 1of 25
TERAPI CAI AN PADA PASIEN SYOK Oleh dr, Kadek Agus Heryana Putra, Sp.An I Komang Gede Triana Adiputra DALAM RANGKA ME GIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA, BAGIAN / SMF ILMU ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FK UNUD / RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2017 BAB | PENDAHULUA! BAB II TINJAUAN PUSTAKA........ 2.1 Definisi Syok 22 Patofisiologi Syok, 2.3. Etiologi Syok 23.1 Syok Hipovolemik. 23.2 Syok Kandiogenik. BAA — Syok Obstruktif 23.4 — Syok Distributif..... 2.4 Penatalaksanaaan Umum Syok. 2.5 Manajemen Cairan Pada Syok 25.1 Kompartemen Cairan Tubuh Manusi 25.2 Pemilihan Cairan Resusitasi 2.5.3. Pemantayan Hemodinantik ...... 25.1 Terapi Cairan Pada Syok Hipovolemik.... 25.2 Terapi Cuiran Pada Syok Sepsis... 19 BAB III SIMPULAN. DAFTAR PUSTAKA... BABI PENDAHULUAN Dalam kondisi normal, jumlah cairan dan elektrolit di dalam tubuh sclalu scimbang, dimana asupaa ait dan elcktrolit akan dikeluarkan dalam jumlah yang sama. Asupan air dan elektrolit berasal dari makanan dan mimuman yang dikensumsi sehari-hani, sera didapatkan dari hasil oksidasi di dalam tubuh, Air dikeluarkan di dalam tubuh dalam uni, tinja, dan insensible water loss (IW1.) atau pengeluaran yang tidak disadari, seperti melalui pernapasan dan keringat, Gangguan keseimbangan atau homeostasis air dan clektrolit horus segera diterapi untuk mengembalikan keseimbangan air dan elcktrolit tersebut, dit diperlukan untuk dilakukan terapi caitan. (Leksana, 2015) ana dafam hal ini Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam meneukupi kebutuhan oksigen jaringan tubuh. Pada Kondisi syok; terjadi gangguan hemodinamik yung menyebabkan tidak adekuatnya hantaran oksigen dan perfusi jaringan. Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan vaskuler sitemik terutama di arteri, berkurangnys darah bolik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat kecilnya eurah jantung, Gangguan faktor-faktor tersebut disebabkan oleh bermacam-macam proses baik primer pada sistem kardiovaskuler, neurologis ataupun imunologis. (Hardisman, 2013) ‘Secara umum syok digolongkan menjadi beberapa Kategori berdasarkan penyebab, yaitu: (1) Syok hipovolemik (dari kehilangan cairan internal maupun eksteral), (2) Syok kardiogenik (pompa jantung terganggu, contohnya pada AML, kardiomiopati, miokarditis, dan aritmia), (3) Syok obstruktif (hambatan sirkulasi menuju jantung, contohnya puda emboli ‘paru, tamponade jantung, atau pacumothorax), dan (4) Syok distributif (vasomotor tergangeu, -contohnya pada sepsis dan anafilaksis) (Vineent & Backer, 2013) Syok merupakan kondist yang sering ditemui pada pasien kei pada sepertiva pasien yang dirawat di ICU, Syok sepsis, salalr satu bentuk syok distributive, merupakon jenis syok yang paling sering ditemui pada pusien di ICU, diikuti syok yang mana terjadi kardiogenik, syok hipovolemik, dan syok distributive (Vincent & Backer, 2013) Penanginan pasien syok memerlukan kerjasama multidisiplin berbagai bidang ilmu kedokteran dan multi sektoral. Langkah awal penatalaksanagn syok adalah mengenal diugnosis Klinis secara (lini, olch kurena manajemen syok harus memperhatikan“The Golden Period”, yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel belum menycbubkan “eummulative oxygen deficit”, Secara empiris satu jam pertama sejak onset dari syok adalah batas waktw maksimal untuk mengembalikan sirkulasi yang adekuat kembali(Suryano, 2008) ‘Tujuan penanganan tahap awal pada pasien syok adalah untuk mengembalikan perfusi dan oksigenasi jaringan dengan memulihkan volume sirkulasi intravaskuler, Terapi cairan paling penting pada syok distibutif Khususnya syok sepsis dan syok hipovolemik, yang paling sering terjadi pada wauma, perdarahan, dan luka bakar, Pemberian eairan intravena akan memperbaiki volume sirkulasi intravaskuler, meningkatkon curah jantung dan tekanan dara, (Leksana, 2015) ‘Terapi cairan dan elektrolit adalah salah satu terapi yang sangat_menentukan Keberhasilan penanganan pasien kritis, Dalam langkah-langkah resusitasi, langkah D (drug and fluid treatment) dalam bantuan hidup lanjut, merupakan langkah yang penting secara simultan dengan langkah - langkah yang lainny. Tindakan ini seringkali merupakan langkah life saving pada pasien yang menderita kehilangan cairan yang banyak seperti perdarahan, dehidrasi karena muntah, diate, dan atau lainnya.(Primanand:t, 2010) 24 a BABII TINJAUAN PUSTAKA, Definisi Syok Syok merupakan gambaran klinis kegagalan sirkulasi yang mengakibatkan penggunaan oksigen seluler inadektat. Diagnosis syok dapat ditegakkan dengan gejala Klinis, hemodinamik, dan biokimia yang dapat dibagi menjadi tiga Komponen; Pertama, biasanya tetjadi hipotensi arterial sistemik, namvun derajat hipotensi yang sedang dapat ditemui pada pasien dengan hipertenst kronis, Secara umum syok pada orang dewasa ditandai dengan tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau mean arterial pressure kurang dari 70 mmilg- yang disertai dengan takikardi. Kedus, terdapat gejala ktinis hipoperfusi jaringan yang terlihat pada tiga “window” dalam tubuh; kulit (kulit yang dingin dan keriput akibat vasokonstriksi dan sianosis}, ginjal ¢produksi urin kurang dari 0,5 mi/kg/am), dan neurologis (perubshan status mental). terdapat peningkatan laktat yang menunjukkan metabolisme oksigen seluler yang abnormal. (Vincent & Backer, 2013) Keti Patofisiologi Syok Syok dapat timbul akibat cmnpat mekanisme palofisiologis yang tidak selalu terpisah satu sama lain, yaitu; (1) Hipovolemia (dari kehilangan cairan internal maupun ceksternal), (2) Kardiogenik (¢.g AMI, kardiomiopati, miokarditis, dan aritmia), (3) Obstruksi (c.g emboli par, tamponade jantung, atau pneumothorax), dan (4) Distributif (e.g sepsis, anafitoksis).(Vinoent & Backer, 2013) Karaktcristik syok cenderung berubah seiring dengan perjalanan penyakit dengan derajat keparahan yang berbeda pada masing-masing stadiumnya, Secara umum, syok digolongkan menjadi tiga stadium, yaitu; (1) Stadium kompensata (compensated stage) dimana mekanisme kompensas| normal masih dapat mengembalikan fungsi sirkulasi meskipun taspa intervensi dari luar; (2) Stadium progresif (progressive stage) dimana syok akan cenderung memburuk dan dapat mengakibatkan kematian jika tidak diterapi; dan (3) Stadium imeversible (irreversible stage) dimana syok telah berkembang sedemikian rupa schingga segala terapi yang. tersedia tidak dapat meneegah kematian,(Hall, 2006) Pada stadium kompensata, mekanisme feedback negative tubuh masih dapit mengembalikan: cardiac ouput dan tekanan arteri, Mekanisme feedhack tersebut meliputi; barorecemtor reflex, reverse stress-relaxation response, respon iskemia susunan saraf pusat, sckresi angiotensin ol¢h ginjal, sekresi vasapressin (ADH) oleh kelenjar pituitari, Selain itu, terdapat mekanisme konapensasi untuk mengembalikan volume intravascular seperti abserpsi air dalam jumilah besar dari salurtn cera, shift cairan dari interstitial ke kapiler, konservasi air dan garam oleh ginjal, dan rasa haus yang ilirasakan penderita.(Hall, 2006) Reflek simpatik merupakan mekanisme pertama dalam pemutihan syok karena teraktivasi sceara maksimal dalam 30 detik — 1 monit pertuma, Mekanisme Kompensasi yang melibatkan angiotensin dan vasopressin, Serta reverse-sivess relaxation memertukan waktu 10 menit ~ 1 jam untuk dapat merespon secara penuh; fnamun mekanisme ini berperan besar dalam meningkatkan tekanan arteri otou /illing pressure schingga meningkatkan cardiac output, Kemudian, mekanisme untuk mengembalikan volume intravascular seperti absorpsi cairan dari saluran cema dan fetensi cairan dan natrium pada ginjal memerlukan 1 — 4% jam untuk berfungsi maksimal (Hall, 2006) Syok yang berlanjut akan menimbulkan mekanisme feedback positifyang menurunkan cardiac ompur sehingga menimbulkan syok progresif! (Gambar 1) Mekanisme feedback positif tersebut meliputis 1. Cardiae depression Pada penurunan tekanan arteri yang berat, terutama ickanan diastolic, uliran darah coroner juga berkurang sehingga terjadi iskemia coroner. Hal ini semakin memperlemah miokardium dan semakin meourunkan cardiac omtput Kegagalan vasomotor Ketika curah jantung menurun, aliran darah ke otak dan jantung umumnya dipertahankan. Jika tekanan arteri turin cukup rendah, aliran darah ke otak mula tergunggu dan aliran darah ke pusat vasomotor juga berkurang. Impuls yang berkurang secara drastic dari pusat vasomotor dapat_menyebabkan semakin {urunnya fekanap arteri dan kegagalan sirkulasi perifer yang progresif. 3. Penyumbatan pembulub darah kecil Karena rendahaya aliran darah pada saat syok, metabolit-metabotit jaringan, termasuk asam laktat dan karbonat tidak dapat dibersihkan dengan baik dan konscnirasi lokalnya meningkal, Meningkatnya korisentrasi ion hydrogen dan produk iskemik lain menyebabkan aglutinasi lokal dan pembentukan bekuan dorah, Darah yang mengental di pembuluh-pembuluh halus ini disebut “sludge blood”. |. Peningkatan permeabilitas kepiler Karena pada syok terjadi hipoksia kpiler dan kurangnya mutrient lain, permeabilitas kapiler meningkat sehingya cairan dan protcin keluit ke jaringan. Hal ini menyehabkan penurunan volume darah yang dapal memperparah syok Pelepasan toksin dari jaringan iskemik, Dalam keadaan syok, diduga terjadi pelepasan histamine, serotonin, dan enzim jaringan yang menimbulkan penurunan fungsi sirkulast tebih Janjut. Penurunan aliran darah ke usus juga dapat menyebabkan peningkatan pembentukan dan absorpsi endotoxin yang. diproduksi bakteri gram negative pada usus, Toksia ini menyebabkan peningkatan metabolisme intraseluler walaupun di saat yang sama terjadi kekurangan nutrisi pada jaringan, Hal ini menimbulkan efek spesifik pada tot juntung, dimana akan terjadi pesurunan curah jantung. Gambar 2.1 Feedback positif pada syok progresif(Hall, 2006) Jikae syok berlanjut sampai pada tahapan tertentu, transfusi ataw terapi lain tidak mampu menyelamatkan hidup pasien; tahapan ini disebut sebagai irreversible svok,Pada stadium inj tekanan arteri dan cardiac output dapat normal kembali untuk beberupa waktu, namun sistem sirkulasi pada ski iy akan terus memburuk, dan kematian biasanya terjadi dalam beberapa menit atau jam, Etiologi Syok Syok Hipovolemik Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akibat berkurangnya volume plasma di intravaskuler, Penyebab utama syok hipovelemik adalah pendarahan, dimana pendarahan menurunkan filiiig pressure sirkulasi dan kemudian jugs menurunkan venous return, (Hall, 2006} Penyebab syok hipovolemik lain adalah dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka baker dan diare berat. (Hardisman, 2013) Dalam Klasifikasi ATLS, syok hipoyolemik dibagi atas 4 derajat betdasarkan perkiraan hilangnya darah (Estimated! Blood Loss) yang digambarkan pada Taki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg (Tabet 1). ‘Tabel 1. Derajat Hipovelemi Berdasarkan EBL (ACS Commitees on Trauma, 2012} ; ~=<15% EBY 30-40% EBV 40% Kehilangan darah ml) (750-1500 mip (1500-2000 ml) (©2000 rl) Frokwensi nadi S100 ximenit «100-120. xmenit—120-140-x/menit > 140-x/menit “Tekanan darahy Normal Normil Mensrun Menuran ‘Normal aiau o ‘Vekanan nad " Menunan Menurun Meniunait ‘meningkat Frekuensi papas 14-20x/menit___20-Mix/menit 0-0 x/inewit Sal ximenit Froduksi urin 330 cejam 20-30 cezjam S15 cofjam ‘Oligourifarairi ii isorieat Blanes menial (a Cemax ingcer sete: Letwreis asi Koreksi awal Kristaloid “Kristaloid Kristaloid + darah-Kristalold + daralt Gejata Kebilangan volume pala perdarahan Kelas 1 eenderung minimal, ‘Takikardia minimal biasanya terjadi dengan faju napas, tckanan darah, dan tekanan adi dalam bates normal, Pada pasien tanpa pangguan lain, kehilangan darah pada erajat ini tidak memerlukan penggantian karena mckanisme kempensasi tubuh 6 23.2 umumnya dapat mengembalikan volume darah dalam 24 jam,(ACS Commitees on ‘Trauma, 2012) Pada loki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg, kebilangan darah sejumlah 750-1500 mi tergolong sebagai perdarahan kelas I. Gejala Klinis yang muncul ‘meliputi takikardi, twkipneu, dan penurunan tekanan nadi, Penurunan tekanan nadi umumnya disebabkan peningkatan tekanan darah diastolik akibat peningkatan jumlah kaickolamin dalam sirkulasi. Tekanan darah.sistoll uumumnya masih normal pada fase awal syok hemoragik; oleh karena itu, monitoring tekanan nadi Iebih penting dibandingkan tekanan darah sistolik. Gejala lain yang dapat diternui adalah perubahan pada sistem saraf pusat seperti ansietas dan ketakutan(ACS Commitees on Trauma, 2012) Perdarahan kelas IT hampir selalu ditandai dengan gejala penurunan perfusi, termasuk takikardi, tokipneu, perubahan signifikan status mental, dan pentiranan tekanan darah sistolik. Pada kasus tanpa komplikast, perdarahan sejumlah 30% dari EBV (Estimated Blood Volume) merapakan jumlah minimal yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik, Pada perdarahan kelas 1V, tekunan daral sistolik: turun lebih jauh dan (ekanan nadi menjadi sangat sempit atau tekanan diatolik yang tidak dapat diukur. Produksi urin pada Kategori ini sangat minimal, dan disertai Penurunan status mental yang nyata4ACS Commitees on Trauma, 2012) Syok Kardiogenik Syok kardiogenik menupakan sindrom klinis akibat penurunan curdh jantuny yang menyebabkan hipoksia jaringan dan volume intravaseul yang adekuat, Pada syok kandiogenik, terjadi perubahan hemodinamik sebagai berikut: (1) Penuranan curah jantung (<2,2 L/menitim’), (2) Hipotensi sistolik arteri (<9 mmHg), dan (3) Peningkatan tekanan akhir-diastolik ventrikel kiri (pulmonary capillary wegde pressure (PCWP) >18 mmHy){Hochman & Ingbar, 2012) Syok kordiogenik dapat terjadi akibat beberapa mekusisme yang menuninkan ccurah jantung, yaitu Disfungsi miokardium (gagal memompa) terutana karen komplikasi infiark miokardium akut. 233 ~ Pengisian diastolik venteikel yang tidak Kuat, antara lain takiaritmia, tamponade jantung, tension pneumothorsk, emboli paru dan infark ventrikel kanan, = Curah jentung yang tidak adekuat, antara lain bradiaritmia, regurgitasi mitral ‘tau ruptur septum interventrikel(Chow JL, 2004) Gambar 2, Syok Kardiogenik{Hochman & Ingbar, 2012) Syok kardiogenik terjadi akibat penurunan kentraktilitas miokardium yang, menimbulkan disfungsi fungsi sistolik dan diastolik jantung. (Gambor 2) Pada disfungsi sistolik texjadi penurunan isi Sckuncup dan cura jantung yang berdampak Iangsung terhadap perfusi sistemik. Selain efek langsung terhadop perfusi sistemik, Penurunan curah jantung juga menurunkan perfusi arieri coroner sebingya terjacdli iskemia dan kerusakan miokardium yang progresif. Disfungst diastolik berdampak pada tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan Kongesti paru. Kendisi edema para akan mempercepat terjadinya hipoksemia jaringan, termasuk pada miokardium. (Hochman & Ingbar, 2012) Syok Obstruktif Syok obstruktif dischabkan oleh ketidakmampuun pasien dalam menghasilkan curah jamuny yang cukup, walaupun volume intravaskuler dan kontraktilitas: miokardium 134 normal, Keadaan ini dikarenakan aliran darah keluar dari ventrikel terobstruksi secant mekanik, Penyebab utama obstruksi adalah tamponade pericardium. (Chow JL, 2004) Syok Distributif Syok distributif adalah syok yang discbabkan olch maldistribusi volume sirkulast darah pada tubuh, Ada tiga jenis syok distributif yaitu syok anafilaktik, syok sepsis dan syok neurogenik, (Chow JL, 2004) 1 Syok anatilaktike Syok snafilaktik adalah kejadian akut yang berpotensi fatal di mana terjadi reaksi sistem multiorgan yang discbabkan oleh perilisan mediator kimia dari sel mast dan basofil, Banyak pemicu yang menycbabkan terjadinya syok anafilaktik. Makanan adalah pemicu yang paling umum terutama kacang, Selain makanan, tetdapat obat-abatan (antibiotik, anestesi lokal, analgesik, opiate, dekiran, dan media kontras), produk-produk biologis (darah, venom, vaksin, ekstrak alergen), pengawet dan zat adiktif (metabisulfite, MSG) dan lain-lain (lateks dan idiopatik) Syok sepsis Syok sepsis tetap menjedi penyebab utama kesakitan dan kematian dalam berbagai kasus. Infeksi saluran pernapasan dan saluran penecmaan merupakan tempat yang paling sering terjadi sepsis, diikuti oleh saluran kemih dan infeks! jaringan lunak, Setiap sistem organ cenderung terinfeksi oleh patogen tertentu. Syok sepsis disebabkan Olch beberapa hal yaitu bakteri_gram_pasitif, bakteri gram negatif, parasit dan jamur. Namun, penycbab paling sering adalah bukteri, Bakteri gram positif adalah organisme utama yang menyebabkan sepsis. Lalu bakteri gram negatif' menjadi patogen penting yang, menyebabkan sepsis berat dan syok sepsis. Syok neurogenik Syok neurogenik adalah jenis syok distributif dimana terjadi suatu keadaan hilangnya tonus atonom secant tb; iba akibat dari cedera tulang belakang, Syok neurogenik disebabkun oleh usdanya disfungsi sistem saraf otomom dengan ddisfungsi ganigtia simpatis paravertebral yang mengineryasi segmen torakolumbal, dimana bagian: ini merupakan persarafan yang berfungsi untuk mempertahankan tonus pembulul drab perifer. Syok neurogenik disebabkin oleh adanya cedera tulang belakaing, anestesi umum atau spinal, luka, dan " 24 kecemasan. Pasien dengan cedera tulang belakang bagian servikal lebih mungkin untuk berkembang menjadi syok neurogenik.(Chow JL, 2004) Penatalaksanaaan Univam Syok Pada pasien dengan syok, dukungan hemodinamik yang dini dan adekuat sangat penting untuk mencegah disfungsi dan kegagalan organ. Resusitasi scharusnya segera dilakukan meskipun investigasi penyebab syok masih berjalan. Ketika kausa syok telah diketabui, penyebab tersebut_harus dikoreksi dengan cepat (eas kontrol petdarahan, PCI pada sindrom coroner, thrombolysis atau: emnbolektomi pada emboli pulmonal yang massif, dan pemberian antibiotic dan kontrol sumber infeksi pada syok sseptik), (Vincent & Backer, 2013) Manajemen awal syok terdiri atas tiga komponen penting yaitu ventilasi, resusitasi cairan, dan pemberian agen vasoaktif, Pemberian oksigen sebaiknya dimulai sesegera mungkin untuk meningkatkan hantaran oksigen dan mencegah hipertensi pulmonal, Monitoring saturasi dengan pulse oximetry scringkali tidak reliabel akibat terjadinya ‘vasokonstriksi perifer pada syok sehingga pasien seringkali memerlukun pemeriksaan gas darah. Intubasi endotrakeal sebaiknya dilakukan untuk memberikan ventilasi mekanik pada pasion dengan dyspnea berat, hinoksemia, atau asidosis persisten (pH <7,30). Kelebihan penggunaan ventlasi mekenis adalah berkurangnya axygen demand dari otot-otot bantu pemapasan dan mengurangi ofierlaad ventrikel kiri dengan meningkatkan tekanan intratorakal, (Vincent & Backer, 2013) Resusitasi cairn bertujyan untuk meningkatkun aliran darah mikrovaskuler dan meningkatkan curah jantung. Hal ini bermanfaat pada semua jenis syok termasuk syok kardiogen intravascular efek ‘arena edema pada syok kardiogenik dapat menurunkan eairan £ Pemberian cairan sebaiknya dimonitor dengan ketat, karena pemberian cairan yang berlebihan dapat berakibat pada edema dan kensekuensi lainnya. (Vincent & Backer, 2013) Jika hipotensi memberat atau menetap setelah dilakukan pemberian cairan, Penggunoan vasopressor seringkalidiperlukan.Agonis adrenergic merupakan lini pertuma vasopressor karena onsetnya yang cepat, potensi yang tinggi, dan shaifife yang rendah schingga memudubkan penyesuaian desis. Norephineprine merupakan pilihan pertama yasopresser pada syok.dimana pemberiannye dapat meningkatkan MAP yong signifikan dengan sedikit peningkaton pada laju nadi dan cura jantung. lo 25 25.1 rikan antara 0,1-2 mey/kg/menit. (Vincent & Backer, Manajemen Cairan Pada Syok Kompartemen Cairan Tubuh Manusia Tubuh manusia terdiri atas dua bagian utama, yaitu agian yany padat (40% berat badan) dan bagian yang cair (60% berat badan). Bagian yang padat terdiri atas tulang, kuku, rambut, ott, dan jaringan yang lain. Bagian yang cair merupakan bagian terbesar, terdiri dari : cairan intraselular (40% berat badan ) dan cairan ekstraselular (20% berat badan), Sedangkan cairan ekstraselular terdiri dari : cairan intravaskular (5% berat badan) dan cairan interstitial (15% berat badan) dan cutran transelular sekitar 1-3% berat badan yang meliputi sinovial, intraokuler dan lain ~ lain, Cairan intrasetular dan ekstrasclular dipisahkan oleh membran semipermeabel. i. Cairan Intraselular Cairan yang terkandung di dalam set disebut cairan intraseluler. Pada arang dewasa, sekitar 2/3 dari eairan tubuhnya (40% dari berat badan) terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat bedan 70 kg), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan infraselular. Ruang intraseluler merupakan ruang terhesar (& 25 liter) dimana kalium mcrupakan kation terbesar, Oleh karcna itu cairan yang mengandung atrium tidak didistribusi ke intraseluler, Cairan ekstrasetular Cairan yang berada di Iuar sel disebut cairan ekstraseluler. Jumlah rel cekstrasclular berkurang seiring dengan hertambahnya usta, Pada bayi baru ahi, Sekitur setengah dari cairan tubuh terdapat di ruang ekstraselular (lebih besar dari f cairan intraselulur), Perbandingan ini aksn berubah sesuai dengan perkembangan tubub, sehingga pada dewasa cairan intaselular dua Kali dari eairan ekstraselular, Setelah vusia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular tenunan satnpai sekitir sepertiza dari volume total Caitan ekstraselular dibagi menjadi + Cairan Interstitial Cairan yang mengelilingi sel atau berada di amara sel dan ruany intravaskuler termasuk dalam catran interstitial, sekitar (10-15% dari cairan ektraselular}. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial Relatif terhadap ukuran tubuh, volumenya sekitar 2 kali lipat pada bayi yang baru Iahir dibandingkan dengan orang dewasa. Cairan interstisial ‘memifasilitasi transpor antara sel dan ruang intravaskuler, Selain air, reang-ruang intertisial mengandung. elektrolit: dengan predeminan Kation natrium dengan kensentrasi yang sama dengan mang intavaskuler, © Cairn tntravaskular Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah, misalnya volume plasma, Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter, Dimana 3 iiteraya merupakan plasma, sisanya terdin dari sel darah merah, sé! darah putih dan platelet Sirkulasi mentransportasikan nutrisi dan oksigen ke scl dan mengangkut hasil metabolisme dan karbondioksida 252 Pemilihan Cairan Resusitasi Cairan resusitasi yang ideal digunakon adalah eairan yang menghasilkan peningkatan cairan intravascular yang bertahan Tama dan dapat diprediksi, memiliki komposisi yang sedekat mungkin dengan cairan ekstraseluler, dimetabolisme dan diekskrest sepenuhnya tanpa akumulasi pada jaringan, tidak memiliki efek samping metabolic dan sistemik, dan cost-effective dalam hal meningkatkan outcome pada pasicn, Akan tetapi, sampai saat ini tidak ada cairan dengan kurakter seperti cairan ideal di atas yang tersedia untuk digunekun secara klinis. (Myburgh & Mythen, 2013) 4. Cairan Kristaloid Cairan kristaloid dapat pindah menembus membrane semipermeable secara bebus. Kadungannya adalah air dan berbagai clektrolit yang sifatnya isotonic dengan cairan ekstrasel. Kristaloid yang berbahan dasar satin akan terdistribusi di dalam rongga ckstrasel, scsuai dengan lokasi terdapamya natrium, Hanya sepertizs cairan kristaloid yang akan tinggal di dalam pembuluh darah sementara sisanya akan masuk ke dalm rongga interstitial, (Gaol, et al., 2014) Larutan normal salin (NaCl 0.9%) metupakan jeais kristaloid yang paling sering digunakan di seluruh dunia, Larutan salin mengandung natrium dan klorida dengan konsentrasi yang sama, schingga isotonis dengan cairan ekstrascluler, in adalah nol, sehingga pemberian satin Strong ton differenée pada \arutan sal dalam jumlah besar dapat menychabkan asidosis metabolic hiperkloremik. (Myburgh & Mythen, 2013) Kristaloid: dengan komposisi kimia mendekati cairan ekstrascluler disebut cairan garam fisiologis atau “balanced ‘merupakan heberapa contoh cairan dalam Kategori ini. Jenis cairam ini relatif lebih hipotonis terhadup cairan ckstraseluler karena memiliki konsentrasi natrium yang lebih rendah, Pemberian cairan garam fisiologis secara berlebihan dapat menimbulkan hiperlaktatemia, asidesis. metabolik, dan kardiotoksik (dengan aasetat). (Myburgh & Mythen, 2013) Karena risiko kelebihun atrium dan Klorida pada pemberian larutan sain ger laktwt dan ringer ssetat dalam jumlah besar, cuiran garam fisiologislebih dirckomendasikan pada pasien yang menjalani pembedahan, pasien dengan trauma, dan pasion dengan ‘ketoasidosis diabetic, (Myburgh & Mythen, 2013) ‘Cairan Koloid Cairan koloid tidak thereampur menjadi larutan sei dan tidak dapat menembus membrane semipermeable. Koloid cenderung, menetap dalam pembuluh darah lebih lama dibanding kristaloid karena tidak dapat disaring secara langsung oleh ginjal, Koloid dapat meningkatkan tekanan osmotic dan menarik cairan keluar dari rongga interstitial ke dalam pembuluh darah. Koloid digunakan secara sementara untuk mengganti komponen plasma arena tingal selama beberapa saat dalam sirkulasi, Lama tinggal suatu koloid dalam pembulub darah bergantung, pada berat dun ukurar molekul koloid. Jenis cairan koloid yang tersedia antara lain Gelofusin, Dekstran, starch (HES), dan albumin, (Gaol, et al,, 2014) Secara umum, penggunaan koloid diindikasikan pada; (1) Resusitasi eairan pada pasion dengan deficit cairan intravascular berat (e.g syok. hemoragik) sebelum transfuse darah dapat dilakukan, dan (2) resusitasi cairan pada pasien dengan hipoalbuminemia berat tau keadaan yang dihubunpkan dengan kehilangan protein dalam jumlab besar seperti pada luka bakar, Kolvid juga sering digunakan beramoan dengan kristaloid jika kebutuhan cairang pengganti melebihi 3.4 L sebelum transfusi, (Butterworth, et al., 2013) Albumin (4-5%) dalam larutan salin dianggap sebagai eairan koloid rujukan, Albumin merupekan cairan dengan biaya produksi dan distnbust yang mabal, schingga hanya tersedlia secara terbatas di negara-negara berkembang, Beberupa penelition menunjukkan bahwa tidak ads perbedaan outcome yang signifikan 13 aniara resusitasi dengan albumin atau cairan kristaloid(Mybureh & Mythen, 2013) Penclitian SAFE (saline versus albumin fluid evaluation)merupakan, blinded RCT dengan sampel 6997 pasien dewasa yang dirawat di ICU untuk mengetalui keamanan penygunaun albumin. Penelitian imi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal angka kematian dalam 28 hari aniara resusitasi dengan albumin dengan eairah kristaloid (RR 0,99; 95% CL 0,91 - 1,09; P=0,87). Namun analisis lebih lanjut pada penelitian tersebut menunjukkan Tesusitasi dengan albumin dihubungkan dengan penurunan resiko kematian datum 28 hari pada pasien dengan sepsis berat(OR 0.71; 95% Cl, 0,52 - 0,97, P = 0.03), Penclitian ini juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan resuscitation endpoints seperti MAP dan laju nadi yang. signifikan pada resusitasi dengan albumin atau salin. Perbandingan volume albumin dengan salin yang diberikan untuk mencapai yesuscftation endpoints tersebut 1:1.4(Myburgh & Mythen, 2013) Hydroxyethy? Starch (HES) merupakan keloid berbahan dasar pati yang tesproteksi dari hidrolisis. oleh amilase nonspesifik pada darah, sehingga meningkatkan durasi ckspansi intravaskuler. Akan tetapi, hal ini membuat FES cenderung terskumulasi di jaringan retikuloendotelial seperti kulit, liver, dan Binjal. Dosis maksimal HES yang direkomend: pada jaringan adalah 33-50 mike BB. HE memiliki konsentrasi yang rendah (6%) dengan berat molekul 130 kD yang tersedia dalam berbagai jenis cairan krisialoid pembawa, Pada blivided RCT CHEST(Crisialloid versus Hydroxyethyl Starch Trial yang melibatkan 7000 kan untuk mencegah akumulasi yang Saat ini sering digunakan orang dewasa yang dirawat di ICU, didapatkan hasil buhwa tidak ado perbedaan yang bermokna dalam hal angka kematian dalam 90 hari pada pasien yang diresusitasi dengan HES dibanding salin (relative risk 1,06; 95% Cl, 0.96 - 1.18; P 0.26); nomun penggunaan HES dihubungkun dengan peningkatan yang signifikan dalam hal penggunaan terapi pengganti ginjal, Pada penelitian ini juga didapatkan bakwa perbandiagan volume HES dan kristaloid yang diberikan untuk meneapai reseucitation endpoints adalah 1:1,3. 25.3) Pemantauan Hemodinamik Pemantauan hemodinamik penting dilakukan pada pasien syok, terutama untuk menilai respon terhadap terapi cairan, Secara teorit/s, terapi cairan bertujaan untuk 4 mencapai curdh jantung yang independen terhadap jprefoad, vamun hal ini sulit dievaluasi secara klinis,(Vincent & Backer, 2013) Respon pasien terhadap terapi cairan dapat dievaluasi dari beberapa parameter klinis, seperti tanda vital dar perfusi serta oksigenasi perifer. Kembalit darah, tckanan nadi dan Taju nadi menandakan perfusi malai membaik, Namun tanda- ya tekanan tanda tersebut tidak menggambarkan perfusi pada organ. Perbaikan status mental dan sirkulasi kulit dapat menandakan perbaiken perfusi, namun tidak dapat dikuastifikasi. Produksi urin merupakan indicator yang spesifik untuk perfiest ginjal, produksi urin normal umumnya menandakan aliran darah ginjal yang eukup, Oleh karena itu, produksi urin merupakan salah satu indicator utama yang dipantau selama resusitasi, (ACS Commitees on Trauma, 2012) Fluid challenge merupekan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengevaluasi respon terhadap terapi cairan tanpa menimbulkan komplikasi yung berarti, Terdapat empat elemen dalam fluid challenge yang barus ditentukan sebelumnya, yaitu: (1) Jenis eairan, (2) Kecepatan pemberian eairan, (3) Parameter respon, dan (4) Batas keamanan pemberian cairan. (Vincent & Weil, 2006) Cairan kristaloid sebanyak 300-S00 mi umumnya diberiken dalam 20-30 menit pada fluid challenge. Cairan sebaiknya diberikan dengan cepat untuk menimbulkan respon yang cepat pula, namun tidak terlalu cepat untuk menghidari munculnya stress response, Peningkatan tekunan arteri sistemik, penurunan laju nadi, dan peningkatan produksi urin dapat dinilai sebagai respon terhadam terapi cairan, Edema pulmonal kareaa gagal jantung kongestif merupakan. komplikasi paling, serius dari terapi cairan, hal ini dapat dinilai dengan pengukuran central venous pressure (CVP) pada pasien. (Vincent & Weil, 2006) Fluid challenge dapat diulang. ‘bobcrapakali jika diperlukan, namun harus segera dihentikan jika pasien tidak ‘imerespon untuk mencegah kelebihan cairan, (Vincent & Backer, 2013) ‘Tabel 2.Contoh Fluid! Chaliengepada pasien dengan bipotensi (Vincent & Weil, 2006) Thiniee mins re purest teases rr ae Gre tl | Ge tw ori Tobel 2 menunjukkan contoh /Puid challenge pada pasien hipotensi dengan MAP 65 mmbg dan CVP 12 unig. Resusitasi cairan dilakukan dengan ringer laktat dengan kecepatan 500m1/30 menit. Respon yang diharapkan adalah MAP 75 mmHg dan batas keamanan yang digunakan adalah CVP.15 mmHg. Pada conteh pertama (example 1), MAP ceoderung meningkat seiring peningkatan CVP sehinggs fluid challenge dianggap berhasil dan terepi cairan dapat dilanjutkan. Pada contoh kedua {example 2) MAP cenderung meningkat pada 10 menit pertama namun menurun setelah 20 menit sementara CVP terus meningkat dan mencapai batas keamanan (eafety limit) yaitu CVP 1S mmiig, sehingga fluid challenge dianggap gagal. (Vincent & Weil, 2006) Pada pasien dengan ventilasi mekanik, perubaban siklikal pada tekanan intratoraks menimbulkan perubshon pada preload ventrikel. Peningkatan tekanan intratoraks selama inspirasi menurunkan venous return dan penurinan lebih lanjut pada i hemodinanik yang dipengaruhi ventilusi ini menunjukkan bahwa pulse pressure sekuncup dan tekanan nadi, Penelitian mengenai perubahan dinamis pada variation dan stroke volume variation merupakan indikator respon terhadap terapi cairan yang Sensitive dan spesifik, (Douglas & Walley, 2014) Passive leg raising (PLR) merupakan salah satu altematif untuk menilai respon hemodinamik terhadap pemberian cairan karena dapat digunakan sebagai “selfvohune challenge”, Pada pasien dengan ventilator mekanik yang telah teradaplasi dengan ventilatornya, perubshan stroke volume pada PLR ditemmukan menimbulkan respon yung setara dengan pemberian 300 ml koloid. (Monnet & Teboul, 2008) Pada pasien dengan posisi 45" semirekumben, PLR dapat dilakukan dengan merotasikan bed pasien sehingga tubub pasien berada pada posisi horizontal. Metode ini membuat PLR dapat dilakukan dengan eepat tanpa memicu fleksi pangeul dan 16 perubahan posisi Kateter femoral, Hal ini penting mengingat maneuver pada PLR sebisa mungkin mengindari munculnya stimulasi simpatik akibat nyeri. (Monnet & Teboul, 2008) PLR sebaiknya dilakukan dengan pemeriksaan/pemantauan,kardiovaskular yang bersifut real-time dan mampu merekam perubahan hemodinamnik dalam 30-90 detik. Perubahon pada tekanon nadi arterial, descending aorta blood flaw, plse- contour derived stroke volume telah digunakan untuk menilai respon terhadap PLR. (Monnet & Teboul, 2008) ‘Terapi Cairan Pada Syok Hipovolemik Pada syok hipovolemik, pemberian cairan bertujuan untuk ekspansi volume intravaskuler dan mengembalikan venous return, Cairan awal yang dapat diberikan adaluh cairan isotonik (¢.g normal salin dan ringer laktat) yang dihangatkan sebanyak 142 L untuk orang dewasa dan 20 ml/kg untuk pasien anakeanak. Jenis caitan ini memberikan ckspansi vaskuler sementara dan lebih lanjut menstabilkan volume vaskuler dengan mengisi Kehilangan cairan pada ruang, interstitial dan intraselular (ACS Commitees on Trauma, 2012) Tujuan resusitasi pada pasien dengan syok hipovolemik adalah untuk mengembulikan perfusi pada target organ, Hi ini dicapai dengun penggunaan eairan restisitusi dan produk darah untuk mengganti volume intravaskuler yang hilang, Namun, perl diingst bahwa jika tekanan darah naik terlalu cepat sebelum perdarahan dapat dikontrol, perdahan yang lebih parah dapat terjadi, Penyeimbangan antara perfusi target organ dengan risike perdarahan vlang dengan menerima tekonan darah dibawah normal dinamai “permissive ypotension” tau “Aypotensive resuscitation"(ACS Commitees on Trauma, 2012) Target MAP. dibawah 60-75 mmHg masih dapat diterima pada pasien dengan perdarahan akut tampa gangguan is yang nyata dengan tujuan untuk mengurangi kehilangan darah dan koagulepati sampai perdarahan dapat dikomtrol, (Vincent & Backer, 2013) Berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal, pasien digolongkan sebagal: rapiel response, inansient response, dan imininal or no eespanse. (Tabel 2) Pasien yang tergolong. sebagai rapid response umumnya kehilangan darah dalam jumlalh yang minimal (<20% dari EBV) dan menespan dengan cepat terhadap pemberian esiran awal, Pasien dalam Kategori’ int juga cenderung memiliki W hemodinamik yang stabil setelah terapi cairan awal dikurangi menjadi desis cumatan. dan transfusi segera pads kategori ini, (ACS Tidak ada indikasi bolus cairan resusita: Commitees on Trauma, 2012) Pasien dengan sransient response memespon terhadap pemberian eairan awal, homun menunjukkan tanda-tanda perburukin perfusi seteloh terapi cairan dikurangs menjadi dosis rumatan, Hal ini dapat menunjukkan resusitasi yang kairang memadai atau proses perdarahan yang masih berlangsung. Pasien dalam katcgori ini umumnya kehilangan darah sebanyak 20-40% dari EBV, sehinggn umumnya tranfusi darah dan produk darah dapat diberikan. (ACS Commitees on Trauma, 2012) ‘Transfusi darah dapat dipertimbangkan pada pada pasien dengan perdarahan yang mosih berlangsung dan kadar hemoglobin 10 mg/dL. Pasien yang teresusitast umumnya mengalami koagulopati akibat tidak adanya faktor pembekuan pada cairan kristaloid dan PRC yang diberikan selama resusitasi. Pemberian dini komponen darah (FFP dan TC) dengan rasio FFP:PRC mendekati 1:1 terbukti meningkatkan survival padapasien dengan syok hemoragik. (Maier, 2012) Pasien dengan minimal or na response umumnyatidak merespon terhadap pemberian cairan owal, Hal ini menunjukkon diperlukannya terapi definitive (eg operasi atau embolisasi) untuk mengchentikan perdarshan, Pada beberapi kasus kegagalan dalam merespon juga dapat disehabkan gangguan pada jantung. akibat trauma tumpul jantung, tamponade jantung, dan tensian preumothorax. Syak non- hemoragik harus dipertimbangan sebagai diagnosis banding pada pasien dalam kategori ini, (ACS Commitees on Trauma, 2012) ‘Tabel 3. Respon Terhadap Pemberian Caitan Awal(ACS Commitecs on Trauma, 2012) APIO RESPONSE | TRANSIENT RESPONSE MINIMAL OR WO RESPONSE Wiad ges Fetus 19 nowmal eran ance ‘Etimated Meo Dons Meat tame20m) tow oe to mode Moder 35 bide to rin severe 5051) Wee for mare crpatont x eae ror [pe tes wen | Teese = a eae e ‘25.2 Terapi Cairan Pada Syok Sepsis Sepsis berat dan syok sepsis merupakan guangguan yang sering dihadapi oleh Klinisi di ICU, Pada pasien dengan sepsis berat dan syok sepsis umumaya nengalimi Penurunan efektivitas sirkulasi arterial akibat vasodilatasi bersamaan dengan terjadinya gangguan cardiae oupni. Penatalsksanaan syok septik menggunakan ‘manajemen kamprehensif untuk mempeshaiki outcome, yaitu protacol EGDT (Early Goals Directed Therapy), Penataloksanaun syok sepsis dengan resusitasi cairan dini secara EDGT telah terbukti menurunkan angka disfungsi organ dan mortalitas rumah ‘sokit dibandingkan dengan terapi standar, Selain itu EDGT juga dikaitkan dengan lama petawatan di rumah sakitdan biaya perawatan yang lebih minimal. Prioritas utama pada EDGT adalah stabilisasi jalan napas dan perapasan, Protokol EGDT dimnulai dengan bolus 20 mL/kg bb krisialoid atau koloid diberikan dalam Kurun waktu 30 menit untuk mencapai CVP 8-12 mmHg. Jika MAP kurang dati 65 mmHg, diberikan vasopressor, dan MAP. yang lebih dari 90 mmHg, diberikan vasodilator sampai mencapai 90 mmHg atau kurang, Jika saturasi oksigen vena sentral (SovO2) kurung dari 70% dan kadar hematokrit < 30%, diberikan sel darah merah yang dimampatkan (PRC). Apabils sotelah diberikan tranfusi PRC kadar SevO2 masih < 70%, diberikan inotropic dobutamin mulai dengan dosis 2,Suwkubb per menit, Dosis tersebut dapat dinaikkan 2,5 pgkgbb per menit setiap 30: menit sumpai SevO2 meneapai 70 persen atau lebih ataw sampai dosis maksimal 20 jug/kbb per menit. Dosis dobutamin diturunkan ataupun dihentikan jika MAP kurang dari 63 mmHg atau jika denyut jantung diotas 120 kali per menit, Untuk mengurangi konsumsi oksigen, pasion dengan kondisi hemodinamik yang belum optimal diberikan ventilasi mekanik dan sedatif. (Widyanti, é1 al., 2012) Pemilihan cairan resusitasi pada syok septik juga masih menjadi topik yang kontroversial, Kristaloid cenderung lebih murah, dengan cepat mengisi kompartemen intravascular don ekstravaskular, meningkatkan perfusi target orga, dan merniliki risiko reaksi anafilaktoid yang minimal. Sementara koloid dengan capat menirigkatkan volume intravascular dan tekanan onkotik, dengan demikian resusitasi dapat memerlukan waktu dan volume eairan yang tebih sedikit. Resusitasi dengan Koloid dapat meningkatkan transport oksigen, Konraktilitas miokardium, dan curah Jantung, Akan tetapi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa HES. yang merupakan salah satu jenis koloid meningkatkan risike kematian dan diperlukannys terapi pengganti ginjal dibanding penggunaan kristaloid, Penggunaan albumin dibanding kristaloid pada resusitasi di pasien ICU memiliki risiko kegagalan target organ, waktu rawat di ICU, terapi pengganti ginjal, dan kematian yang suma. Akan tetapi, analisis subgroup pada pasicn dengan sepsis berat menunjukkan risiko kematian yang lebih rendah, (Douglas & Walley, 2014) BABII SIMPULAN Syok adalah sindrom Klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan oksigen Jjaringan tubuh, Pada kondisi syok, terjadi ganyguan hemedinamik yang menyebabkan tidak edekuatnya hantaran oksigen dan perfusi jaringan, Diagnosis syok dapat ditegakkan dengan eit ki hemodinamik, dan biokimia yang meliputi hipotensi, takikardi, penurunan ‘perfusi pada kulit, penurunan produksi urin, perubahan status mental dan. kadar asam laktat pada darah. Secari umum syok digolongkan menjadi beberapa kategori berelasarkan penyebab, itu: (1) Syok hipovolemik (dari kehilangan cuirun internal maupun ekstemal), (2) Syek Aardiogenik (pompa jantung terganggu, contohnya pada AMI, kardiomiopati, miokarditis, "dap aritmnia), (3) Syok obsiruktif (hambatan sirkulasi menuju jantung, contohnya pada emboli ‘pant, tomponade jantung, atau pneumothorax), dan (4) Syok distributif (vasomotor tergangeu, -contolinya pada sepsis dan anafilaksis), ‘Terapi cairan pada syok bertujuan untuk memperbaiki aliran mikrovaskular dan atkan curah jantung dan merupakan bagian esensial dari terapi pada semua j Akan (ctapi, terapi cairan harus dimonitor dengan ketat, karena pemberian cairan tertalu meningkatkan risiko edema dengan kensekuensinya yang tidak diinginkan, DAFTAR PUSTAKA ACS Commitees on Trauma, 2012. Advanced Trauma Life Suppart (ATES) Student Course Manual. 9h ed, Chicago: American College of Surgcons, Butterworth, J. F., Mackey, D.C. & Wasnick. J.D, 2013. Morgan & Mikhail's Clinical Anesthesiology, Sth ed. New York: McGraw-Hill, ‘Chow JL, BK. a. B, L., 2004, Critica! Care Handbook of the Massachusetts General Hospital, rd od. US: Lippincott Williams & Wilkins “Douglas, J. J. & Walley, K. R. 2014, Fluid choices impact outcome in septic shack. Current Opinion Critical Care, Issue 20, pp. 378-384. ‘Gaol, H.L., Tanto, C..& Pryambodho, 2014. Terapi Cainm. In: C. Tando, F. Liwang, 8. Hanifati AE. A. Pridipta, eds. Kapita Selektu Kesdokieran. Jakiirta: Media Aesculapius, pp. 561-564. ‘Hall, J. B., 2006, Guytan's Teubook of Medicad Physialogy. | cd. Philadelpia: Elsevier. ‘Hardisman, 2013. Memahamti Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik: Update dan svewar, diurnal Kesehatan Andatas, U3), pp. 178-182. shnan, J. $. & Ingbar, D. H., 2012. Cardiogenie Shock and Pulmonary edema, In; D. L. ‘Longo, et al. cds. Harrison's Principle of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill, pp. 2232- 2237. ‘Leksuna, Ery, 2015. Dehidrasi dan Syok. Cermin Dunia Kedokteran, Volume 42, Issue 5, pp 1-395 Maier, R.V., 2012. Approsch to The Patient With Shock, In: D. L. Longo, et al. ects. Harrison's “Principles of Incernat Medicine. New York: MeGraw-Mill, pp, 2215-2222. “Mangku, G. & Senapathi, TG. A. 2010. Bukir Afar Mma Anestesia dan Reanimasi, 1st ed, Jakarta: Indeks, “Monnet, X. & Teboul, J.-L, 2008, Passive Ley Raising. Jiitensive Care Medicine, Volume 34, p> 659-663, ‘Myburgh, J. A. & Mythen, M. i a, E., 2010, Terapi Cairan Pada Syok. Universitas Sumatera Utaru, pps 1-42. B., 2008, Diagnosis dan Penatalaksanaan Syok Pada Dewasa. Clinica! Updates, pp. 44 2013. Resuscitation Fluids, NEJM , Issue 369, pp. 1243-1251,

You might also like