You are on page 1of 10

Muhammad Faisal: [00:00:00] -- masanya dulu.

Interviewer 1: Jadi, tadi Nabi menikahkan putri beliau.

Muhammad: Iya, Siti Fatimah dengan Sayyidina Ali pas waktu dia umurnya--
Berapa dia umurnya?

Interviewer 1: Itu pertimbangannya karena suaminya?

Muhammad: Dari alasan itu kan [00:00:30] mungkin beliau juga suaminya tidak
terlalu menuntut harus segera berhubungan atau bagaimana. Ada kebijakan dari
suaminya untuk menunggu istrinya kalau memang sudah siap waktunya, umurnya
sudah siap untuk memperoleh keturunan. Dia rela menunggu sampai usia berapa
[00:01:00] baru beliau menggauli istrinya mungkin kalau tidak salah, dia tunggu
dulu.

Dari alasan itu tidak ada pertentangan dari ajaran Islam kalau seandainya ada
seorang wali menikahkan putrinya masih dalam keadaan masih kecil. Walaupun
anak itu dalam keadaan masih kecil juga boleh karena [00:01:30] landasan yang
paling utama dalam ajaran Islam untuk mencegah, itu yang pertama. Untuk menjaga
keselamatan, menjaga fitnah anaknya. Kemudian agar anak tersebut tidak
terjerumus dalam hal-hal yang berbau maksiat [00:02:00].

Interviewer 1: Jadi dari cerita tadi, di situ ada alasan yang jelas kenapa Nabi
bersedia menikahkan anaknya karena dari calon suaminya bersedia untuk
menunggu sampai-

Muhammad: Siti Fatimah.

Interviewer 1: - mampu untuk memberi keturunan.

Muhammad: Karena pas beliau menikah dulu belum [00:02:30] langsung dikasih
keturunan. Dia menunggu sampai usianya matang, baru.

Interviewer 1: Jadi kira-kira--

Muhammad: Ada beberapa hadis atau firman Allah SWT yang menjelaskan
kelebihan orang kawin. Dari dasar itulah [00:03:00] baik orang tersebut umurnya
apakah sudah cukup atau tidak ini tidak dijelaskan mengenai umur orang tersebut,
apakah dia masih belum cukup waktunya atau bagaimana. Karena hadis tersebut
tidak menyebutkan, tidak menjelaskan mau usia berapakah orang itu, tidak ada
keterangan.

Ada beberapa hadis mengenai perkawinan, yang pertama [00:03:30] [Arabic


language] yang artinya, "Kawinilah oleh kamu, semua orang-orang yang masih
dalam keadaan bujang." Dalam keadaan bujang ini laki-laki atau perempuan tidak
ada perbedaan. Walaupun yang perempuan tersebut masih di bawah umur atau
bagaimana. Kalau istilahnya secara medis mungkin kita tidak tahu ya. Mungkin ada
File name: 23.Muhammad Faisal.3gpp

1
[00:04:00] aturannya secara medis.

Tapi kalau penjelasan dalam ini kalau kita lihat ada fadilahnya, kelebihannya. Ada
beberapa hadis yang menjelaskan anjuran untuk orang tersebut melaksanakan
pernikahan. Sebagaimana firman Allah SWT [Arabic language] artinya, "Kawinilah
oleh kamu, hai semua orang-orang yang masih dalam keadaan bujang." Kemudian
ada beberapa [00:04:30] sunnah atau hadis Nabi SAW juga yang menjelaskan
tentang disunnahkannya kita melaksanakan pernikahan.

Salah satunya [Arabic language] yang artinya, "Barangsiapa yang takut


melaksanakan pernikahan karena takut mengalami kemiskinan, maka itu bukan
umatku," kata Nabi. Jadi, [00:05:00] kesimpulannya kalau kita masih dalam keadaan
takut, masih terlalu banyak berpikir, "Nanti saya mau makan apa? Bagaimana saya
memperoleh pekerjaan?" Itulah yang sering dirasakan oleh anak-anak sekarang
yang bujang-bujang, itu sebabnya.

Jadi, kita dalam agama Islam tidak diperbolehkan sesuai sunnah Rasulullah. Jadi,
siapa yang takut kawin karena [00:05:30] alasan besok saya jadi orang miskin, tidak
bisa mencari pekerjaan, tidak bisa memberi anak istrinya makanan atau nafkah,
berarti, "Orang tersebut bukan umatku," kata Nabi. Dalam artian bukan menjadi
umat yang sempurna maksudnya. Kemudian. ada beberapa juga hadis yang
menjelaskan tentang kelebihan orang-orang yang kawin [Arabic language],
"Barangsiapa yang mempunyai keluasan atau kemampuan daripada memperoleh
rezeki, hendaklah dia beristri."

Di situ juga tidak ada dijelaskan apakah anak tersebut, orang tersebut berumur
sekian atau sekian. Yang penting dia sudah memiliki kemampuan, mempunyai
keluasan untuk mencari rezeki. Kira-kira gambarannya seperti punya pekerjaan. Ada
rezeki yang menunjang, punya pekerjaan, silakan. Percepatlah melakukan
pernikahan kalau memang kita sudah mampu.

Ada ada juga beberapa hadis yang menjelaskan kelebihan orang yang [00:07:00]
kawin, diantaranya juga [Arabic language]. Artinya, "Barangsiapa yang mampu di
antara kamu, wahai orang-orang yang masih dalam keadaan bujang, hendaklah
kalian kawin."

Kenapa kita disunanhkan untuk kawin? [Arabic language] Karena bahwasanya


perkawinan tersebut adalah dapat meredakan penglihatan. Dalam artian yang
namanya lagi dalam keadaan bujang, masih single, yang namanya untuk mencegah
kemaksiatan lewat mata itu memang susah sekali. Kalau kita lihat sesuatu yang
baru, memang sudah tabiat manusia kalau [00:08:00] melihat barang sesuatu yang
agak sedikit memukau atau memikat hati itu sulit diredakan. Melihat perempuan
yang cantik atau bagaimana.

Untuk meredakan itu susah. Jadi, untuk mencegah kemaksiatan itu sangat sulit.
Maka oleh sebab itu, kita dianjurkan [00:08:30] kawinlah. Karena dengan kawin itu
insya Allah kemaksiatan lewat mata itu bisa terjaga. Itu kelebihan bagi orang yang
kawin. Kemudian yang kedua [Arabic language], dapat menjaga faraj-nya,
File name: 23.Muhammad Faisal.3gpp

2
syahwatnya. Syahwat, kemaluan. Itu susahnya kalau kita dalam keadaan seperti
yang tadi, dalam keadaan bujang, masih dalam keadaan [00:09:00] tidak ada,
diusahakan bisa menjaga.

Yang muncul di sana kalau perempuan dan laki-laki sudah bertemu, bermunculan di
sana ada perasaan disertakan dengan syahwat. Perasaan itu pasti disertakan
dengan syahwat. Sulit sekali. Kalau sudah bertemu yang namanya laki-laki sama
perempuan, pastilah tidak akan [00:09:30] terlepas dari muncul syahwat itu yang
sulit bisa dijaga. Siapapun sulit sekali. Ada istilahnya laki-laki dan perempuan itu
berdua, kecuali di sana ada pihak yang ketiga, itulah setan. Makanya sulit walaupun
orang mengatakan masih bisa menjaga diri. [00:10:00] Masih bisa menjaga jarak,
sangat sulit sekali. Bisa dibilang tidak bisa dikontrol, yang namanya syahwat itu kan
tidak mesti harus lewat berhubungan secara langsung, bisa lewat mata, lewat
ucapan, lewat pandangan, pasti. Sering muncul lewat kisah Nabi, itulah yang akan
membangkitkan syahwat. Itu sulit sekali dijaga. Oleh sebab itu kita dianjurkan untuk
kawin supaya bisa menjaga hal-hal seperti itu.

[00:10:30] Maksiat mata, kemudian parahnya syahwat-syahwatnya itu. Kemudian


kelebihan juga [Arabic language], namun ada tata cara kalau seandainya orang
tersebut tidak mampu melaksanakan perkawinan. Misalkan, orang tersebut kira-kira
tidak akan mampu memberikan nafkah, belum punya pekerjaan, kira-kira belum ada
keyakinan untuk [00:11:00] mampu memberikan isterinya nafkah. Lalu bagaimana
cara menjaganya, supaya permasalahan-permasalahan ini tidak muncul.

[Arabic language] Barang siapa yang tidak mampu melaksanakan perkawinan


tersebut, [Arabic language], maka di sanalah untuk meredam yang tadi tersebut kita
disunnahkan untuk puasa. Kalau memang kita redam, ya puasa. Karena dengan
puasa itulah [00:11:30], itu bisa mampu meredam permasalahan-permasalahan
yang tadi. [Arabic language], karena sesungguhnya puasa tersebut adalah- karena
dengan puasa itu dapat melemahkan syahwatnya.

Itu kelebihannya [00:12:00] kita berpuasa. Insya Allah lisannya bisa terjaga,
syahwat, maksiat mata bisa terjaga. Maksiat [inaudible 00:12:13] bisa terjaga ya.
Itulah kelebihan orang berpuasa di rumah. Kalau kita lihat di sini dulu, tidak ada
hadisnya yang menjelaskan atau ayat apa yang menjelaskan sampai batas mana
orang itu harus melaksanakan pernikahan [00:12:30], dari sana juga tidak ada.
Kalau kita lihat dari fadilah atau kelebihan-kelebihan orang kawin.

Di sana juga tidak ada. Cuma yang dilihat dari artinya sudut pandangnya, dari yang
tadi, jika sudah mampu atau memiliki keluasan untuk memberikan nafkah kepada
isterinya, anaknya, ya silakan. [00:13:00] Lalu, sebaliknya itu, kalau tidak mampu,
silakan berpuasa. Kalau memang kita sanggupkan berpuasa, puasa. Dengan
berpuasa itulah Insya Allah kita bisa menjaga permasalahan-permasalahan yang
tadi, yang sulit dihindari oleh manusia.

Interviewer 1: Kalau ketentuan apakah pasangan itu harus sudah baligh atau
sebagainya itu, ada nggak ya?

File name: 23.Muhammad Faisal.3gpp

3
Muhammad: [00:13:30] Tidak ada, tidak ada.

Interviewer 1: Jadi?

Muhammad: Sejauh ini tidak ada. Alasan yang tadi, yang untuk nikah, pada zaman
Nabi juga pernah kan? Pernah juga kan? Pernah terjadi juga orang-orang [inaudible
00:13:47] itu, mereka menikahkan anaknya yang masih di bawah umur kan? Di
bawah umur, tapi mereka tidak langsung [00:14:00] memberikan nafkah batinnya.
Kadang ada yang menunggu mereka sampai batas mereka siap melakukan
kewajiban mereka terhadap suaminya. Tergantung dari kebijakan suaminya nanti.
[local language] [00:14:30] Baru ini dilarang untuk menikah. Ini tidak ada sangkut
pautnya dengan umur juga.

Interviewer 1: Iya. Boleh nggak kita dibacakan?

Muhammad: Sayyidina Umar Radhiallahuanhu, hari ini kata Sayyidina Umar,


"[Arabic language]." Artinya, "Tidak ada larangan pernikahan, kecuali orang itu
sudah lemah atau orang itu [00:15:00] orang yang berbuat maksiat." Ini juga kita
bisa lihat. Tidak ada anak, tidak ada larangan untuk sebuah pernikahan. Berarti
siapa saja boleh. Kecuali kalau memang orang itu sudah lemah, misalkan sudah tua
renta mungkin. Tua renta mungkin kira-kira gambaran jadinya bisa tidak akan
memberikan nafkah nanti dengan anak keturunannya, karena akan sulit.

Baru di sana [00:15:30] ada larangan. Kalau memang kira-kira dia mampu ya
silakan. Tapi ini anjuran ya, tidak ada larangan pernikahan kecuali kalau memang
orang itu sudah tua, lemah ya. Atau orang yang uzur, orang yang berbuat maksiat
ya, wallahu alam. [inaudible 00:15:54] 12 [00:16:00] sampai 14 tahun, itu masih
kecil ya?

Interviewer 1: Iya.

Muhammad: Bahkan Rasulullah yang menikahkan itu. Berarti dari situ kita bisa
mengambil dalil. Tidak ada larangan terhadap orang yang menikah masih di bawah
umur kan?

Interviewer 1: Boleh kita dibacakan sekali lagi?

Muhammad: Apanya?

Interviewer 1: Jika soal usia tadi?

Muhammad: Keempat, ini adalah telah terjadi perbedaan pendapat. Ada yang
berpendapat pada usia 10 [00:16:30] atau 11 tahun kalau menghitung lahirnya
tahun kenabian, menyatakan usia 14 tahun kalau menghitung lahirnya dari tahun
kenabian. Jarang menyebutkan tahun nikah Sayyidina Fatimah dengan Imam Ali
berlangsung di Madinah tahun sekira 625 Masehi, setelah hijrah Nabi terjadi.
Menurut riwayat sahabat Abu Bakar, Umar bin Khatab dan Utsman bin Affan,
melamar Sayyidina Fatimah [00:17:00] namun di tolak.
File name: 23.Muhammad Faisal.3gpp

4
Tiga, Imam Ali menikah dengan Sayyidina Fatimah. Jadi ada dua pendapat
mengenai pernikahan Siti Fatimah dengan Sayyidina Ali. Pendapat yang pertama,
saat itu Siti Fatimah beliau menikah pada saat berusia- ada yang mengatakan 12
tahun, itu pendapat yang pertama. Ada yang mengatakan saat beliau berumur
[00:17:30] 14 tahun. Sedangkan pada waktu itu Sayyidina Ali berumur 25 tahun,
sama seperti Nabi menikah dengan Siti Khadijah, 25, sedangkan Siti Hadijah 35
tahun. 35 apa ya? 35 kayaknya. Yang janda itu.

Interviewer 1: Iya.

Muhammad: Dari situ tidak ada larangan. Bahkan Nabi sendiri yang menikahkan
puteri beliau kan? Dari situ, 12 [00:18:00] atau 14, begitulah kira-kira. Itu termasuk
di bawah umur semua kan?

Interviewer 1: Iya.

Muhammad: Dari sejarahnya itu. Begitulah kita bisa ambil dalil. Kalau memang Nabi
melarang seperti itu, kenapa beliau menikahkan puterinya, masih di bawah umur.

Interviewer 1: [inaudible 00:18:23] tahun itu sendiri, pendapat anda?

Muhammad: Kalau pendapat saya pribadi, ya silakan saja. Boleh kalau menurut
saya. [00:18:30] Tergantung dari kemampuan orang tersebut. Syarat-syarat kaum
itu kan persyaratannya yang banyak, terkadang ada yang wajib, ada yang sunnah.
Ada yang wajib, ada yang sunnah, tergantung dari alasannya. Kalau memang orang
itu sudah memiliki kemampuan memberikan nafkah, kemudian agamanya juga
sudah [00:19:00] mapan, maka segeralah menikah. Wajib untuk menikah, kalau
memang dia sudah mampu.

Interviewer 1: Kalau sudah mampu dalam segi ekonomi?

Muhammad: Segi ekonomi, kemudian hal-hal yang tadi disampaikan, ya silakan


saja. Tergantung dari kemampuan seseorang. Terkadang ada kalanya perkawinan
itu sunnah dengan alasan yang [00:19:30] pertama, kalau orang tersebut butuh
kepada kebutuhan batin, kayak begitu. Misalkan orang itu tidak bisa menahan hawa
nafsunya. Nafsunya tinggi. Kalau melihat perempuan, apalagi perempuan yang
sedikit anu.

Interviewer 1: Yang apa?

Muhammad: Yang sedikit seksi. Kemudian dia punya [00:20:00] kemampuan


memberikan nafkah, silakan. Itu disunnahkan. Sunnah bagi orang tersebut, bagi side
juga. Supaya dibilang, daripada tiap hari ke sini-sini saja, yang namanya orang
pacaran sakit hati juga. Sebentar-bentar sakit hati, sebentar-bentar sakit hati.

[laughter]

Muhammad: Paling sering kan? Side-side yang mengalami sendiri. Masalah-


File name: 23.Muhammad Faisal.3gpp

5
masalah sedikit saja, aduh, [00:20:30] sakit hati. Malahan apa yang dicari kan? Toh
yang pada akhirnya, ujungnya juga kayak-kayak begitu. Mengapa dicari-cari sakit-
sakit, simpel saja. Nggak pacaran kita sudah. Kita sudah mampu, kita butuh sama
itu. Sudah ada, sudah punya kemampuan memberikan nafkah, disunnahkan orang
tersebut untuk menikah. Nikahlah [00:21:00] karena sebab side akan tahu di mana
kelebihan orang menikah.

Ibadahnya juga. Perbandingan antara orang yang menikah dengan orang yang
masih bujang, kalau orang menikah itu satu kali saja dia salat satu rakaat, itu
nilainya 40 kali ketimbang kalau orang yang masih bujang, masih single. Dia 40 kali
salat, rakaatnya, 40 rakaat dia salat sunnah. [00:21:30] Kalau kita hanya sekali saja
sama nilainya dengan dia, itulah kelebihan orang nikah, pahalanya luar biasa.

Itu yang pertama, sunnah ya, dengan catatan kalau dia butuh, sangat butuh sekali
berhajat kepada kebutuhan batinnya. Kemudian, juga didukung oleh kemampuan dia
memberikan nafkah keturunannya. Tapi, jikalau [00:22:00] dia tidak memiliki-- Jadi
alasan yang tepat yang [unintelligible 00:22:19]. [inaudible 00:22:23] Kalau dia
tidak memiliki, dalam artian, tidak memiliki kemampuan [00:22:30] untuk
memberikan nafkah, tidak punya pekerjaan atau bagaimana, tidak punya suatu anu
yang diberikan untuk istri ataupun anaknya nanti, disunnahkan meninggalkannya.
Sunnah meninggalkan, tapi dengan catatan, harus diiringi dengan puasa.

Sunnah meninggalkan perkawinan tapi harus dibarengi dengan puasa, karena untuk
menghindari maksiat yang tadi, [00:23:00] mata, apa lagi? Maksiat hawa nafsu.
Puasa. Dengan puasa itulah, kita bisa melawan hawa nafsu. Kemudian, ada kalanya
makruh, ada kalanya makruh. [00:23:30] Tadi kan sunnah meninggalkannya. Kalau
dia tidak memiliki, tidak mampu mendapatkan nafkah, tidak mampu begitu. Ada
kalanya makruh dengan alasan kalau dia tidak berhajat, yang tadi. Tapi sulit
ditemukan kayak begitu. Kita sulit menemukan manusia yang tidak butuh [00:24:00]
kepada akan hal itu, kebutuhan batin itu sulit.

Interviewer 1: Maksudnya dia tidak tertarik ke pasangannya?

Muhammad: Ya. Sulit sekali menemukan itu. Tak ada istilahnya. Tanya saja. Kalau
kita menemukan satu orang yang kayak begitu, sulit sekali. Alasan yang ke
selanjutnya. Kalau orang itu tidak butuh kepada nafkah kebutuhan batin itu,
andainya, maka di sana disunnahkan- [00:24:30] [Arabic language] berarti di sana
makruh. Makruh melaksanakan perkawinan tersebut. Andainya tidak butuh. Yang
akan jadi anu nanti kan dia juga.

Interviewer 1: Suaminya?

Muhammad: Pasangannya juga. Nggak diberikan nanti juga. Munculnya bisa-bisa


akan terjadi permasalahan. [00:25:00] Mungkin yang satunya ada rasa, tapi yang
satunya nggak. Kalau nggak sama yang ada kan susah juga. Tidak saling
membutuhkan jadinya. Permasalahan di sana, makruh dia. [Arabic language] Dan
dia juga memiliki kemampuan memberikan nafkah. Jadi yang ketiga yang ini, dia
memiliki [00:25:30] kemampuan memberikan nafkah, dia punya nafkah untuk
File name: 23.Muhammad Faisal.3gpp

6
keluarganya, istri anaknya, tapi dia tidak butuh untuk kebutuhan batin yang tadi, baru
di sana hukumnya makruh. Taruhlah punya kerja, punya harta, tapi tidak butuh untuk
yang itu, dia di sana makruh saja. Haruskah kayak [00:26:00] begitu?

Interviewer 1: Iya. Haruskah perbedaan usia legal untuk wanita dan laki-laki itu
harus ada begitu? Berbeda.

Muhammad: Nggak ada. Kalau menurut saya pribadi tidak harus. Anak tersebut,
orang tersebut berusia sekian atau sekian, tergantung dari walinya, keridhaan
walinya, walaupun anak tersebut masih di bawah 10 tahun. Banyak sering terjadi
kayak begitu. Dia menikahkan [00:26:30] putrinya, anaknya masih di bawah umur.
Kemudian dinikahkanlah dulu, tapi untuk anunya, kadang ada yang untuk menjaga
keturunan, kayak begitu.

Interviewer 1: Jadi menikahkan dulu anak ini--

Muhammad: Menikahnya saja dulu, tapi dipisah dulu, dalam artian tidak--

Interviewer 2: Tidak digauli.

Interviewer 1: Tidak digauli.

Muhammad: Iya. Mungkin ada ini, tapi istilahnya [00:27:00] pakai anu itu nanti. Ada
yang pakai pengaman, mungkin nanti kan. Ada juga yang kayak begitu. Juga anak
tersebut masih sekolah kan, ada juga kayak begitu.

Interviewer 1: Tanpa harus memaksa dia memberikan keturunan?

Muhammad: Nggak. Si suaminya masih sekolah, itu juga masih sekolah. Ada juga
yang mengambil langkah-langkah seperti itu. Pernikahannya dulu, tapi masing-
masing melanjutkan kembali sekolah.[00:27:30] Ada juga yang kayak begitu. Kalau
orang seperti itu ya silakan saja, tergantung dari walinya, ridha atau nggaknya
menikahkan anaknya. Yang penting tidak ada laranganlah kesimpulanya. Tidak ada
batasan. Tergantung ridha dan tidaknya wali dari si perempuan tersebut menikahkan
anaknya. Tidak ada.

Interviewer 1: Kemudian, apakah anda pernah mendengar tentang keinginan


merubah peraturan untuk meningkatkan usia pernikahan [00:28:00] minimum di
Jakarta? Sudah pernah dengar nggak ada--?

Muhammad: Ya pernah, pernah dengar.

Interviewer 1: Bagaimana menurut side?

Interviewer 2: Kan di undang-undang--

Muhammad: Anak itu [unintelligible 00:28:12] keburu 20 tahun ya? Yang


perempuan.

File name: 23.Muhammad Faisal.3gpp

7
Interviewer 2: Ya. Sekitar--

Muhammad: 18 mungkin. 18, 20.

Interviewer 1: 18 ke atas.

Muhammad: 18 ke atas ya? Saya dengar. Kemudian, minimal kalau yang laki
berapa? 25 apa?

Interviewer 1: Ya.

Muhammad: 25.

Interviewer 2: Bagaimana pendapatnya?

Interviewer 1: Bagaimana pendapat side soal itu? [00:28:30] Perubahan peraturan


itu. Perlukah atau bagaimana?

Interviewer 2: Selagi ada yang berusaha di Jakarta sana. Jadi, apakah mendukung
itu atau membiarkan saja?

Interviewer 1: Dibiarkan atau--?

Interviewer 2: Pendapat pribadinya?

Muhammad: Kalau menurut saya, nggak bisa saya putuskan. [00:29:00]


Tergantung dari pribadi orang. Kalau kita melarang atau mengesahkan perundang-
undangan tersebut, bagaimana dengan orang yang punya hak sendiri?

Interviewer 1: Maksudnya?

Muhammad: Ya misalkan orang tersebut, dia yang memiliki anak sendiri, dia yang
punya anak. Ya terserahlah, kalau dia mau kawinkan anaknya bagaimana, terserah
dia. Tapi, kalau dilihat dari posisi side, undang-undang [00:29:30] tersebut memang
ada tujuannya. Ya salah satunya untuk menjaga itu. Kalau dilihat dari segi anaknya,
supaya lebih matanglah istilahnya pernikahannya, di antara pihak laki dan
perempuan tersebut lebih siap, lebih matang. Terutama di dalam menyongsong
keturunan, usianya sudah siap. Tapi, kembali lagi, [00:30:00] istilahnya apa ya?
Saya tidak bisa memberikan- istilahnya ngambang. Tidak mendukung, tidak
melarang.

Interviewer 1: Netral?

Muhammad: Netral. Tergantung dari anaknya. Kalau kita bilang, dalam ajaran Islam
juga tidak ada, [00:30:30] semua orang boleh kalau mau nikah usia berapa saja.

Interviewer 1: Kalau kita tanya hal itu perlu atau tidak, menurut side bagaimana?

Muhammad: Kembali lagi, pertanyaan seperti itu. Perlu tidak.


File name: 23.Muhammad Faisal.3gpp

8
Interviewer 2: Kira-kira saja dari pengalaman. Usia menikah-

Muhammad: Karena juga punya alasan.

Interviewer 2: - untuk merubah ini perlu atau tidak.

Interviewer 1: Atau netral juga? [00:31:00]

Muhammad: Ya netral. Saya tidak berani putuskan. Netrallah. Terserah. Mungkin


serahkan saja sama orang yang lebih mampu kan. Pemerintah punya alasan sendiri.
Silakan kalau memang itu sesuai kemaslahatannya. Tujuannya bagus, sesuai
dengan pandangannya dia. Masalah kemudian tidak terlepas juga dari pandangan
[00:31:30] para alim ulama, para tokoh agama. Lebih anu dikaji, diteliti lagi, menurut
pendapat-pendapat ulama yang lebih jauh lebih faham dibandingkan kita yang
awam.

Minta pendapatnya bagaimana, kalau memang sesuai dengan pendapat mereka ya


silakan. Murid madrasah baru dia lepas [00:32:00] tiga tahun sekolah dasar, dalam
artian baru kelas tiga SMP atau kelas satu SMA, ada yang kawin. Kemarin-kemarin
dia duduk di sini, datang-datang bareng-bareng sama temannya, sudah nikah.
Terkejut juga.

Interviewer 1: Kalau menurut side, kenapa hal seperti itu bisa terjadi? Kalau
menurut pandangan side sebagai guru sekaligus-- [00:32:30]

Muhammad: Pertama, yang paling utama karena pergaulan. Terutama kita sebagai
orang tua kurang bisa mengontrol anak kita, padahal orang tua bukan berkewajiban,
berhak menilai, melarang, mendidik, membina anak tersebut. [00:33:00] Kita berhak
menentukan. Yang menjadi permasalahan sekarang, zaman sekarang, para orang
tua kita yang sekarang tidak perduli.

Mereka tidak memperdulikan pergaulan anaknya, pendidikan anaknya, mau dekat


sama siapa, mau keluar jam berapa, mau bergaul dengan siapa. [00:33:30] Nanti
kalau anak dibiarkan terlalu bebas, yang perempuan juga dibiarkan terlalu bebas,
tanpa diperdulikan orang tua, itu yang menyebabkan hal tersebut, pergaulannya itu.
Karena mereka beranggapan tidak pernah- apa namanya? [00:34:00] Istilahnya
zaman sekarang. [local language] Kayak begitu.

Interviewer 1: Tidak pernah dilarang.

Muhammad: Tidak pernah dilarang, tidak pernah dimarahi, santai saja. Mau
anaknya diajak ke mana, maunya di mana, orang tua berhak dia melarang. Kalau
memang sekolah, ya saya harap sekolah lanjutkan. Itu yang namanya pergaulan itu.
Kemudian yang kedua, ada yang paling utama juga, [00:34:30] berikan dia
pendidikan agama, pemahaman tentang agama, itu yang paling penting. Paling
penting sekali adalah pendidikan agama. Itu yang paling utama. Pergaulan dan
pendidikan agama.

File name: 23.Muhammad Faisal.3gpp

9
Karena pendidikan agama itulah orang terus hidup akan bisa menjaga segala
sesuatunya. [00:35:00] Dia bisa menilai, menentukan mana yang baik, mana yang
buruk, pantas atau tidak, sudah pas atau tidak, sudah cocok atau tidak. Karena itu
adalah kemampuan dia di bidang agama. Kesimpulannya, pendidikan agama
[00:35:30] perlu ditanamkan oleh orang tua. Jangan cuma sekedar ngaji Iqra. Terus
selesai ngaji Iqra sampai situ, berhenti ngajinya.

Padahal kalau kita gali lagi tentang hukum-hukum, semua ajaran Islam tidak akan
selesai-selesai. Tidak akan selesai-selesai. [00:36:00] Itulah yang sering terjadi
sekarang. Sudah ngaji Iqra, namatan di masjid, sudah selesai. Sudah. Mereka
beranggapan bahwa ngaji itu hanya sekedar bisa baca Al-Quran. Masih jauh. Masih
jauh. Masih jauh. [unintelligible 00:36:21] pengetahuan tentang kewajiban kita
sebagai suami, sebagai istri, [00:36:30] [unintelligible 00:36:30].

Interviewer 1: Pemahaman-pemahamannya lebih mempersiapkan diri mereka


untuk ke depan.

Muhammad: Lebih dalam lagi persiapannya. Dengan pergaulannya juga. Kemudian


perlu perhatian orang tua juga pendidikan agamanya, pergaulannya, kemudian
perhatian dari orang tua, itu yang paling penting. [00:37:00] Jangan kita menjadi
orang tua yang cuek, tidak peduli sama anaknya, itu yang susah. Anaknya sama
siapa. Padahal nanti yang akan terkena akibatnya adalah kita juga.

Itulah yang sering sekarang terjadi. Baru satu tahun, baru beberapa bulan
melaksanakan pernikahan, sudah pisah, sudah cerai. Kasihan. Masih hamil sudah
cerai. Baru punya anak [00:37:30] sudah cerai. Siapa yang salah? Kita tidak pernah
memikirkan betul-betul. Ujung-ujungnya kita juga yang kena, karena kita pada masa
muda masih terbuai dengan perasaan, "Sayang." Tidak. Itu yang membuat kita buta
segalanya.

Mau orang itu punya pendidikan agama atau tidak, [00:38:00] wataknya bagus atau
tidak, keturunannya bagus atau tidak, perilakunya. Rata-rata semuanya tertutupi.
Karena yang paling muncul di sana, yang paling berperan adalah perasaan cinta.
Cinta itu tidak akan terlepas dari perasaan syahwat. Kalau cinta tidak disertai
dengan syahwat, cinta itu tidak akan enak. Ini sudah yang rasakan saja. Kalau cinta
tidak disertai dengan syahwat, [00:38:30] perasaan tidak enak. Maka itulah yang
menyebabkan perasaan cinta sayang itu enak, karena ada rasa itu.

Coba saja. Kalau kita ngomong lewat HP saja, coba bagaimana rasanya? Karena
kita tidak ketemu kan? Karena kita ngomong lewat HP. Bagaimana perasaannya?
Terbuai. kadang muncul [00:39:00] perkataan-perkataan yang nggak-nggak.
Muncullah syahwat dari sana. Baru perkataan doang, omongan doang. Apalagi
sudah ketemu. Kalau sudah ketemu [crosstalk]. Perempuan mengalami juga. Ya
sudah. Menyarankan orang untuk segera menikah. Bagi orang yang sudah
mempunyai kemampuan memberikan nafkah, [00:39:30] kayak yang tadi, butuh
kepada kebutuhan batin itu segera, secepatnya nikah. Karena menikah itu bahagian
dunia dan akhirat, insya Allah.

File name: 23.Muhammad Faisal.3gpp

10

You might also like