You are on page 1of 81

1

KATA PENGANTAR

2
DAFTAR ISI

3
DAFTAR TABEL

4
DAFTAR GAMBAR

5
BAB I
PENDAHULUAN

6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia telah menghasilkan capaian yang berbeda


antar daerah. Otonomi diberikan kepada daerah didasarkan kepada asas negara kesatuan.
Dalam negara kesatuan, kedaulatan hanya berada di negara bagian atau pemerintah pusat,
bukan di daerah. Oleh karena itu, pemerintah pusat memiliki tanggung jawab tertinggi atas
penyelenggaraan setiap urusan mengenai hal-hal yang dipercayakan atau dilimpahkan
kepada pemerintah daerah. Sehingga, pemerintah daerah merupakan representasi
pemerintah pusat yang ada di daerah. Kebijakan yang dirumuskan dan dilaksanakan oleh
daerah merupakan bagian integral dari kebijakan nasional. Perbedaannya terletak pada
bagaimana pengetahuan, potensi, inovasi, daya saing, dan kreativitas lokal dapat
dimanfaatkan untuk mencapai tujuan nasional tersebut di tingkat lokal, yang pada gilirannya
berkontribusi pada pencapaian tujuan nasional yang lebih luas.

Upaya untuk meningkatkan otonomi daerah mempengaruhi pemberian layanan


kepada masyarakat dan secara positif memberikan dampak dengan meningkatnya kualitas
hidup masyarakat. Pemerintah daerah perlu lebih profesional dalam mengelola semua
sumber daya. Untuk itu, perlu dirancang strategi inovasi daerah yang mendukung
pembangunan daerah untuk mencapai kesejahteraan sosial yang berkelanjutan. Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang tertuang
dalam pasal 388 ayat (9) dan ayat (11) menyatakan bahwa “pemerintah pusat memberikan
penilaian terhadap inovasi yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah” dan “pemerintah pusat
memberikan penghargaan dan/atau insentif kepada pemerintah daerah yang berhasil
melaksanakan inovasi”. Sebagai bentuk penjabaran dari perundangan tersebut maka
diterbitkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah adalah
sebagai petunjuk pelaksanaan bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan praktik-praktik
inovatif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Praktik inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang diatur dalam


peraturan perundang-undangan tersebut, tentunya perlu diperkuat dengan upaya dan
langkah-langkah strategis agar inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi
hal yang masif untuk dapat diterapkan. Upaya menumbuhkembangkan dan menyebarluaskan
praktik-praktik inovasi yang baik secara terus-menerus perlu dilakukan dengan cara
memotivasi dan memacu kreativitas pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dalam
praktik penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Untuk itu, langkah awal yang dilakukan
salah satunya adalah melalui penilaian inovasi daerah melalui supervisi secara periodik dan
berkelanjutan, sehingga didapatkan gambaran bagaimana praktik-praktik penyelenggaraan
inovasi diselenggarakan oleh pemerintah daerah berikut dampaknya. Kemajuan suatu daerah
sangat bergantung pada inovasi yang diterapkannya. Untuk itu, kegiatan inovatif lembaga-
lembaga pemerintah daerah harus dilindungi untuk memajukan daerah. Upaya untuk

7
merangsang kreativitas lokal diperlukan untuk meningkatkan daya saing daerah. Untuk itu
perlu adanya kriteria objektif yang menjadi pedoman bagi pejabat daerah untuk melakukan
kegiatan yang inovatif1.

Beberapa daerah berhasil mengembangkan inovasi dalam manajemen pelayanan


publik dengan menetapkan manajemen pelayanan yang partisipatif serta mengadopsi
pengembangan metodologi pelayanan. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan peluang
yang seluas-luasnya dalam praktik penyelenggaraan pelayanan di daerah, sehingga setiap
daerah memiliki kesempatan yang sama untuk berkreasi dan berinovasi dalam mewujudkan
daya saing daerah yang lebih tinggi. Upaya peningkatan kemandirian daerah berimplikasi
pada pelaksanaan pelayanan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat ke arah yang lebih
baik, maka pemerintah daerah dituntut untuk lebih profesional dalam melakukan pengelolaan
terhadap seluruh sumber daya yang dimilikinya, untuk itu perlu merancang suatu strategi
inovasi daerah guna mendukung pembangunan daerahnya dalam upaya mencapai
kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.

Salah satu proses yang dilaksanakan dalam melahirkan inovasi di tingkat pemerintah
daerah adalah dengan implementasi dari otonomi daerah di Indonesia. Otonomi daerah
dipandang sebagai suatu sarana untuk memajukan daerah, mendewasakan, dan memberikan
corak kemandirian dalam menjalankan tugas pemerintahan dan pembangunan. Kemandirian
daerah otonom pada prinsipnya sangat didasarkan pada kemampuan sumber daya daerah
dalam menggali sumber‐ sumber keuangan yang ada dan mengelolanya menjadi pendapatan
yang dapat di unggulkan yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan
dan pembangunan di daerah tersebut. Kewenangan daerah otonom menuju kemandirian
daerah, tidak dapat diartikan dengan kebebasan penuh dari suatu daerah untuk menjalankan
urusan dan fungsi otonominya secara sekehendaknya, tanpa mempertimbangkan aturan yang
lebih tinggi dan kepentingan nasional serta tata kelola pemerintahannya.

Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai
oleh semua pihak, baik itu masyarakat maupun pemerintah. Tata kelola pemerintahan yang
baik merupakan cerminan dari suksesnya implementasi dari reformasi birokrasi di suatu
daerah. Salah satu bentuk implementasi reformasi birokrasi di suatu pemerintahan adalah
dengan munculnya berbagai macam ide dan gagasan yang dihasilkan melalui inovasi. Tujuan
dari inovasi sendiri adalah mempermudah pekerjaan setiap pihak. Inovasi dilahirkan dan
dimunculkan dari setiap level yang ada, mulai dari individu, kelompok dan akhirnya meningkat
menjadi inovasi organisasional. Sasaran dan tujuan dari setiap inovasi yang dilakukan adalah
agar seluruh pihak terkait dapat mengembangkan setiap keterampilan yang dimiliki untuk
mempermudah setiap pekerjaan yang dilakukan2.

1
Irfan Setiawan, 2017, Implementasi Inovasi Daerah di Kota Balikpapan, Jurnal Ilmu Pemerintahan Suara
Khatulistiwa. Vol. II, No. 2, hlm. 84.
2
Permadi dan Adityawati, 2017, Belajar dan Pembelajaran Modern: Konsep Dasar, Inovasi dan Teori
Pembelajaran, Yogyakarta: Garudhawaca.
8
Istilah inovasi memang selalu diartikan secara berbeda-beda oleh beberapa ahli.
Menurut Suwarno3, inovasi biasanya erat kaitannya dengan lingkungan yang berkarakteristik
dinamis dan berkembang. Pengertian inovasi sendiri sangat beragam, dan dari banyak
perspektif. Fontana4 menjelaskan bahwa inovasi adalah kesuksesan ekonomi dan sosial
berkat diperkenalkannya cara baru atau kombinasi baru dari cara-cara lama dalam
mentransformasi input menjadi output yang menciptakan perubahan besar dalam hubungan
antara nilai guna dan harga yang ditawarkan kepada konsumen dan/atau pengguna,
komunitas, sosial dan lingkungan.

Berdasarkan kebijakan yang berlaku yaitu dalam dalam Undang-Undang Nomor 23


Tahun 2014 terdapat bab yang secara khusus mengatur inovasi daerah. Disebutkan bahwa
dalam rangka peningkatan kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah
Daerah dapat melakukan inovasi. Inisiatif inovasi dapat berasal dari kepala daerah, anggota
DPRD, aparatur sipil negara, Perangkat Daerah, dan anggota masyarakat 5. Regulasi ini
menjadi pintu bagi daerah untuk melakukan inovasi menjadi semakin jelas. Pasal 386 UU
Pemda dengan tegas menyatakan, dalam rangka peningkatan kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan inovasi untuk menunjang hal
tersebut.

Secara regulasi sebenarnya Pemerintah Pusat menjamin perlindungan kepada kepala


daerah yang melakukan diskresi untuk mempercepat pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat melalui inovasi daerah. Kementerian Dalam Negeri, menjelasakan saat ini sudah
ada Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-
Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang menjamin diskresi
oleh kepala daerah. Pada prinsipnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 dan Undang-
Undang Nomor 30 tahun 2014 menjadi pedoman kepala daerah untuk berinovasi dan
melakukan diskresi tanpa ragu dan takut6.

Dinamika pembangunan yang semakin kompetitif di semua sektor menuntut akselerasi


yang lebih cepat dari sebelumnya. Oleh karena itu, tantangan dan tuntutan pembangunan
tidak pernah bergerak mundur. Pada posisi inilah inovasi menjadi sebuah tuntutan yang harus
direspon oleh pemerintah, mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Dalam hal
ini pemerintah sebagai garda terdepan dalam penyelenggaraan urusan publik tentu saja
menjadi yang paling banyak dituntut. Aspek geografis daerah dengan kondisi yang sangat
beragam dengan aspek sosial dan budaya yang ada didalamnya memerlukan sentuhan yang
spesifik pada masing masing daerah. Situasi ini tentu saja harus dikelola dengan yang
pendekatan adaptatif terhadap kondisi dan kebutuhan lokal. Pada posisi ini para pemimpin di
tingkat lokal secara kolaboratif bersama dengan masyarakat mengembangkan kapasitas dan

3
Yogi Suwarno, 2008, Inovasi di Sektor Publik, Jakarta: STIA-LAN Press.
4
Fontana, 2009, Innovate We Can! Manajemen inovasi dan Penciptaan Nilai, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, hlm. 20
5
Ranggi Ade F, 2018, Inovasi Daerah dari Perspektif Regulasi, Konseptual, dan Empiris (Tinjauan terhadap pasal
Pasal 386 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah)”, Jurnal Kajian Pemerintahan,
Volume IV, Nomor 1, hlm. 48-50.
6
Ibid, hlm. 50.
9
kewenangan dalam mengidentifikasi masalah dan peluang yang ada di masing-masing
daerah untuk kemudian mampu merumuskan solusi yang relevan dan seinovatif mungkin
sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut.

Dalam pasal 387 yang membahas berkaitan dengan perumusan kebijakan inovasi,
Pemerintahan Daerah mengacu pada 8 (delapan) prinsip inovasi yaitu peningkatan efisiensi,
perbaikan efektivitas, perbaikan kualitas pelayanan, tidak menimbulkan konflik kepentingan,
berorientasi kepada kepentingan umum, dilakukan secara terbuka, memenuhi nilai-nilai
kepatutan, dan dapat dipertanggungjawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan diri sendiri 7 .
Pasal 386 UU Pemda dengan tegas menyatakan, dalam rangka peningkatan kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan inovasi. Inovasi
merupakan semua bentuk pembaruan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang harus
berpedoman pada sejumlah prinsip penting, seperti peningkatan efisiensi, perbaikan
efektivitas, perbaikan kualitas pelayanan, dan sejenisnya. Pada akhirnya, kejelasan regulasi
tentang inovasi akhirnya terjawab dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Inovasi Daerah. Peraturan Pemerintah ini sekaligus menjawab ketakutan
Kepala Daerah selama ini untuk melakukan inovasi.

Pelaksanaan Innovative Government Award (IGA) 2020 dari Kementerian Dalam


Negeri (Kemendagri) Kabupaten Pangandaran memiliki Indeks Inovasi Daerah (IID) di atas
1.000 dengan skor tertinggi mencapai 2.435.00 dengan kategori Kabupaten Sangat Inovatif.
Namun di tahun ini Kabupaten Pangandaran mengalami penurunan dalam pelaksanaan
Innovative Government Award (IGA) 2023. Adapun Indeks Inovasi Daerah Kabupaten
Pangandaran yakni 17,60 dan masuk ke dalam kategori kurang inovatif. dalam hal inovasi
yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pangandaran dalam 5 (lima) tahun terakhir,
setiap tahunnya Inovasi yang dibuat dan dihasilkan selalu mengalami peningkatan yang
cukup signifikan, dan mendapatkan apresiasi dari Pemerintah pusat. Inovasi yang
dilaksanakan mulai dari urusan tata kelola pemerintahan, pelayanan publik dan inovasi lain
yang sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Namun
tentunya Kabupaten Pangandaran memiliki karakteristik yang menjadi ciri khas dan pembeda
dengan Kabupaten lainnya, mulai dari pariwisata dan daya saing daerahnya.

Dalam rangka terwujudnya daya saing daerah yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Serta menyelesaikan permasalahan yang ada dan semakin beragam, maka untuk
pemenuhan inovasi daerah yang sesuai dengan prinsip inovasi diperlukan pengaturan
kebijakan inovasi. Dengan adanya pengaturan kebijakan inovasi diharapkan inovasi dapat
dilaksanakan secara terencana, terpadu, terintegrasi dan terkoordinasi secara optimal guna
mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah serta kesejahteraan masyarakat yang
berkelanjutan.

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penyusunan Naskah Akademik


Rancangan Peraturan Daerah tentang Sistem Inovasi Daerah. Naskah Akademik
dimaksudkan untuk merumuskan konsepsi, gagasan dan pemikiran yang diperlukan sebagai
7
Ibid, hlm. 51.
10
landasan pertimbangan dalam menyusun materi Raperda, serta menjadi referensi dalam
penyusunan dan pembahasan Raperda.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dilakukan identifikasi
masalah yaitu:

1. Apa permasalahan yang dihadapi oleh Kabupaten Pangandaran terkait Sistem Inovasi
Daerah dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat ?
2. Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah tentang Sistem Inovasi Daerah sebagai
dasar pemecahan masalah tersebut ?
3. Apa landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis yang menjadi acuan
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Sistem Inovasi Daerah di
Kabupaten Pangandaran ?
4. Bagaimana jangkauan, ruang lingkup, arah, dan sasaran Peraturan Daerah tentang
Sistem Inovasi Daerah ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik


1. Tujuan Penyusunan Naskah Akademik

Tujuan Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang


Sistem Inovasi Daerah sebagai berikut:

a) Untuk mendeskripsikan, mengkaji dan menganalisis secara holistik dan komprehensif


permasalahan faktual yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Pangandaran dalam
pengaturan Sistem Inovasi Daerah.
b) Untuk mendiskripsikan, mengkaji dan menganalisis dasar pertimbangan urgensitas
diperlukannya Rancangan Peraturan Sistem Daerah Inovasi Daerah sebagai dasar
pemecahan masalah yang berarti membenarkan pelibatan Pemerintah Kabupaten
Pangandaran untuk mengatasi permasalahan tersebut.
c) Untuk mendiskripsikan dan menganalisis Iandasan filosofis, Iandasan sosiologis dan
Iandasan yuridis yang menjadi acuan dalam penyusunan Rancangan Peraturan
Daerah tentang Sistem Inovasi Daerah
d) Untuk menawarkan solusi kongkrit mengenai jangkauan, ruang lingkup, arah dan
sasaran Rancangan Peraturan Daerah tentang Sistem Inovasi Daerah.
2. Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik

Adapun kegunaan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten


Pangandaran tentang Sistem Inovasi Daerah adalah sebagai acuan atau referensi dalam
Menyusun dan merumuskan peraturan daerah terkait penyelenggaraan sistem inovasi
daerah. Bagi Eksekutif/Pemerintah yang memiliki hak inisiatif dan kewenangan dalam
mengusulkan rancangan kebijakan, naskah akademik digunakan sebagai pemenuhan hak
dan fungsi sebagai eksekutif untuk menyusun peraturan daerah tentang Inovasi Daerah dan

11
memberikan acuan pada penyusunan ketentuan-ketentuan, serta dasar hukum
penyelenggaraan sistem inovasi daerah.

Naskah Akademik juga sebagai materi yang akan dibahas dan diberikan masukan oleh
legislatif terutama pada saat disampaikannya usulan program dan anggaran penyelenggaraan
inovasi daerah. Bagi masyarakat, rancangan peraturan tentang Inovasi Daerah diperlukan
untuk memberikan kepastian hukum dalam tata Kelola dan pelayanan publik yang efektif,
efisien dan inovatif. Peraturan ini juga dapat menjadi landasan bagi masyarakat dalam rangka
mengawal berlangsungnya sistem tata Kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang
inovatif dimana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

D. Metode Penyusunan Naskah Akademik


1. Metode Penyusunan

Penyusunan naskah akademik rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran


tentang sistem Inovasi Daerah menggunakan metode yuridis normatif. Pendekatan yuridis
normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap
peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
Metode yuridis normatif dapat dilengkapi dengan kuesioner, diskusi terfokus (focus group
discussion), dan rapat dengar pendapat. Adapun secara sistematis penyusunan naskah
akademik dilakukan melalui tahapan-tahapan yang runtut dan teratur. Tahapan yang dilakukan
meliputi :

a. Inventarisasi bahan hukum;


b. Identifikasi bahan hukum;
c. Sistematisasi bahan hukum;
d. Analisis bahan hukum; dan
e. Perancangan peraturan perundang-undangan.

Pada penelitian naskah akademik ini terdapat beberapa metode pendekatan berdasarkan
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2022 menjelaskan bahwasannya terdapat penambahan
teknik penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi, dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Perubahan terhadap
teknik penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/ Kota dilakukan menggunakan metode tertentu, antara lain metode
Regulatory Impact Analysis (RIA) dan metode ROCCIPI (Rule, Opportunity, Capacity,
Communication, Process, and Ideology) dalam Penyusunan Naskah Akademik,

Selain itu metode lain yang dapat digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik yakni
pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual
approach)8. Pendekatan perundang-undangan (statute approach), dilakukan dengan
menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pendelegasian kewenangan
dan penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah di bidang Inovasi Daerah. Pendekatan

8
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta: Interpratama Offset, hlm. 93-137.
12
konsep hukum (conceptual approach) dilakukan dengan menelaah konsep inovasi-inovasi
yang dapat diupayakan di daerah.

2. Jenis Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan hukum tersier, yakni:

a. Bahan hukum primer merupakan segala dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum
yang relevan dengan sistem inovasi daerah meliputi:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun
1945);
2) Pasal 18 ayat (2) dan (6); Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945);
3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 143, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6801);
5) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-
Undang (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841);
6) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan
Intelektual Serta Hasil Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Oleh Perguruan Tinggi
Dan Lembaga Penelitian Dan Pengembangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 43);
7) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5357);
8) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 206, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6123);
9) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset
dan Inovasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 192);
10) Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03 Tahun 2012 dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi
Daerah (Berita Negara Tahun 2012 Nomor 484);
13
11) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 120 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara
Tahun 2015 Nomor 2036);
12) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pedoman Penelitian
dan Pengembangan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah
(Berita Negara Tahun 2016 Nomor 546);
13) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 104 Tahun 2018 tentang Penilaian dan
Pemberian Penghargaan dan/atau Insentif Inovasi Daerah (Berita Negara Tahun 2018
Nomor 1611);
14) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 7
Tahun 2021 tentang Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Di Lingkungan
Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Dan Badan
Usaha Milik Daerah (Berita Negara Tahun 2021 Nomor 196);
15) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 91
Tahun 2021 tentang Pembinaan Inovasi Pelayanan Publik (Berita Negara Tahun 2021
Nomor 1572); dan
16) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2009 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi
Jawa Barat Tahun 2009 Nomor 6 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Barat Nomor 87);
17) Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran Nomor 24 Tahun 2016 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Pangandaran
Tahun 2016 Nomor 24, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Pangandaran Nomor
24);
b. Bahan hukum sekunder merupakan dokumen atau bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti hasil penelitian atau karya tulis para ahli
hukum yang memiliki relevansi dengan topik pengaturan. Selain itu akan digunakan data
penunjang, yakni berupa informasi dari lembaga atau pejabat di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Pangandaran.
c. Bahan hukum tersier, bersumber dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus
bahasa inggris, dan kamus hukum.

3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum


Pengolahan bahan hukum primer dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tabulasi, yaitu menginventarisasi peraturan perundang-undangan dalam bentuk
matriks dengan mencantumkan relevansi pasal-pasal perundang-undangan secara
hierarkis dan sistematis khususnya norma hukum yang berkaitan dengan inovasi
daerah;
b. Pemetaan stakeholder yang relevan untuk digali informasi terkait dengan inovasi
daerah khususnya di Kabupaten Pangandaran;

14
c. Perumusan norma-norma kedalam Peraturan Daerah tentang Sistem Inovasi Daerah
secara sistematis sebagaimana termaksud didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

4. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisa terhadap bahan-bahan hukum yang dipergunakan dalam kajian ini
adalah teknik deskripsi, argumentasi dan evaluasi. Philipus M.Hadjon mengatakan bahwa
teknik deskripsi adalah mencakup isi maupun struktur hukum positif 9. Pada tahap deskripsi ini
dilakukan pemaparan serta penentuan makna dari aturan-aturan hukum yang dikaji dibidang
Inovasi Daerah. Dengan demikian pada tahapan ini hanya menggambarkan apa adanya
tentang suatu keadaan atas kondisi pelaksanaan di Kabupaten Pangandaran 10. Analisis
merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap
hasil pengolahan bahan hukum dengan memberikan pemaknaan beserta penafsiran dengan
dibantu dengan teori-teori yang dianggap terkait kemudian digunakan sebagai pisau analitik 11.
Teknik analisis bahan hukum yang juga digunakan yakni analisis deskriptif dan analisis isi
(content analysis). Analisis isi juga dilakukan terhadap dokumen hukum perundang-undangan
untuk memperoleh informasi yang tersirat dalam usaha mencari dasar hukum pembentukan
Peraturan Daerah Kabupaten Pangndaran tentang Sistem Inovasi Daerah.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penyusunan naskah akademik ini, berikut
sistematika penulisan naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran tentang Sistem Inovasi Daerah adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Pada bab pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, identifikasi permasalahan, tujuan dan
kegunaan dari penyusunan Naskah Akademik ini termasuk juga metode yang akan digunakan.

BAB II Kajian Teoritis dan Praktik Empiris

Pada bagian ini akan diuraikan teori-teori yang berkaitan dengan penyelenggaraan inovasi
daerah serta implikasi dari pemberlakuan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran tentang Inovasi Daerah.

BAB III Evaluasi dan Analisis Terhadap Peraturan Perundang-undangan Terkait

Pada bab ini akan dijelaskan lebih detail terkait dengan berbagai peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran tentang Sistem Inovasi Daerah.

BAB IV Landasan Filosofis, Yuridis dan Sosiologis


9
Philipus M Hadjon,1994, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Yuridika Nomor 6 Tahun IX, November-
Desember, hlm. 33.
10
Erna Widodo, 2000, Konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif, Malang: Avyrouz, hlm. 16.
11
Mukhtie Fajar dan Yulianto Achmad, 2009, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, hlm 183.
15
Pada bab ini akan dijelaskan landasan filosofis, yuridis serta sosiologis yang menjadi dasar
dari penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Sistem
Inovasi Daerah.

BAB V Jangakuan, Arah Pengaturan dan Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan
Daerah

Pada bab ini akan dijelaskan lebih rinci terkait dengan Jangkauan, Arah Pengaturan dan
Ruang Lingkup Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran tentang
Sistem Inovasi Daerah.

BAB VI Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari penyusunan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Pangandaran tentang Sistem Inovasi Daerah.

16
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK
EMPIRIS

17
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis
1. Konsep Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Konsep good governance mengemuka menjadi suatu paradigma yang tidak
dapat dilepaskan dari adanya konsep governance.12 Menurut sejarah, konsep
governance pertama kali diadopsi oleh para praktisi di lembaga pembangunan
internasional dan mengandung konotasi kinerja efektif yang terkait dengan
manajemen publik dan korupsi. Menurut World Bank Institute, kata governance
diartikan sebagai “the way state power is used in managing economic and social
resource for development society”, yakni cara bagaimana kekuasaan negara
digunakan untuk mengelola sumber daya ekonomi dan sosial guna pembangunan
masyarakat.13
Menurut Jan Wouters dan Cedric Ryngaert governance mempunyai
cakupan yang lebih luas, yaitu “Governance would include the process by which
those in authority are selected, monitored, and replaced, the capacity of the
government to effectively manage its resource and implement sound policies, and
the respect of citizen and the state for the institutions that govern economic and
social interaction among them.”14 Pengertian governance berdasarkan pendapat
Jan Wouters dan Cedric Ryngaert adalah termasuk didalamnya proses-proses
pemilihan, pengawasan dan penggantian dari pihak yang berwenang untuk
mengefektifkan sumber daya dan kebijakan dan penghormatan terhadap hak-hak
rakyat dan negara.
Seperti halnya dikemukakan oleh Francis N. Botchway yang mengartikan
governance sebagai “the conscious management of regime structures with a view
to enhancing the legitimacy of the public realm.” Pengertian kata governance
berarti pengaturan secara sistematis dari struktur pemerintahan dengan tujuan
untuk melaksanakan legitimasi dalam realitas publik. Legitimasi difokuskan
12
Mengenai terminologi governance Henk Addink memberikan pemahaman yang sangat lengkap. Henk
Addink menafsirkan governance sebagai “the following have been provided for governance: exercise of
authority; control; government; arrangement. The two other brief description of governance are the
following: 1) the act, process, or power of governing; 2) the state of being governed. Two additional
descriptions: 1) the person (institution) who make up a governing body and who administer something;
2) the act of governing, exercising authority” Lihat Henk Addink, Principle of Good Governance: Lesson
from Administrative Law, First Edit (Netherlands: Ultrecht University, 2008).
13
Untuk mengetahui lebih jauh tentang pengertian mengenai good governance maka kita harus
membedakan antara World Bank dan lembaga-lembaga donor lainnya. Menurut Mette Kjoer dan Klavs
Kinnerup bahwa World Bank menyiapkan agenda dan masuk kedalam komunitas lembaga donor
namun pada saat yang sama berbeda dari lembaga-lembaga yang lain dalam komunitas donor
tersebut, karena mandat yang diberikan adalah membatasi World Bank untuk tidak mencampuri urusan
internal dari negara penerima (recipient countries). Mandat dari World Bank hanya membatasi pada
pengembangan bidang ekonomi dan hanya bisa bertindak di luar bidang ekonomi jika bidang tersebut
terkait dengan berdampak pada perkembangan ekonomi.
14
Terjemahan bebas: “Tata kelola mencakup proses pemilihan, pemantauan, dan penggantian pejabat
yang berwenang, kapasitas pemerintah untuk mengelola sumber dayanya secara efektif dan
menerapkan kebijakan yang baik, serta rasa hormat warga negara dan negara terhadap lembaga-
lembaga yang mengatur interaksi ekonomi dan sosial. diantara mereka.” Lihat Cedric Ryngaert and J.
Wouters, Good Governance Lesson From International Organization, ed. First Edition (New York:
Wessel, 2005).
18
langsung kepada instrumen hukum, pemerintah, organisasi non-pemerintah dan
proses yang langsung berkaitan dengan hak asasi manusia. Dengan demikian
berdasarkan pendapat Jan Wouters dan Cedric Ryngaert serta pengertian yang
dikemukakan Francis N. Botchway maka governance selalu menekanan pada
authority, yaitu kewenangan, kekuasaan yang sah atau kekuasaan yang memiliki
legitimasi.15
Dari beberapa definisi di atas dapat ditelaah, bahwa dalam
penyelenggaraan governance ditentukan adanya pelibatan beberapa unsur
stakeholder, tidak terbatas pada pemerintah (government), akan tetapi juga unsur
non-pemerintah (privaat sector) dan masyarakat (society) sebagai negara.
Governance dapat tercipta dengan baik apabila unsur-unsur dimaksud yaitu
pemerintah, rakyat dan sektor privaat sebagai kekuatan yang sinergi dan saling
mendukung namun sebaliknya governance menjadi buruk jika salah satu dari
kekuatan tersebut tidak bersinergi satu sama lain yang berakibat pada gagalnya
proses penyelenggaraan governance.
Agar proses governance yang melibatkan pemerintah, rakyat dan pihak
swasta dapat bersinergi satu sama lain maka dalam penyelenggaraannya
menghendaki adanya partisipasi, akuntabilitas, terbuka dan bertanggungjawab.
Menurut pendapat dari Ngaire Woods dalam artikel yang berjudul “Good
Governance in international organizations” dan termuat dalam Global Governance
edisi Jan-Mar 1999.16 Ketiga hal tersebut yaitu partisipasi, akuntabilitas, terbuka
dan bertanggung jawab merupakan prinsip utama dalam good governance.
sehingga selanjutnya dapat dikatakan bahwa good governance merupakan suatu
cara dan pelaksanaan governance yang baik, baik dalam arti tindakan atau
perilaku para stakeholder dalam menjalankan governance berlandaskan pada
prinsip-prinsip tersebut.17
Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) menjadi harapan
masyarakat untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih baik.
Masyarakat membayangkan bahwa dengan menerapkan praktik good governance,
pemerintahan dapat meningkatkan kualitasnya, memberikan pelayanan publik
yang lebih baik, mengurangi tingkat korupsi, dan lebih memperhatikan kepentingan
rakyat. Konsep good governance sejatinya mengacu pada proses pengambilan

15
Francis N. Botchway, “Good Governance: The Old, The New, The Principle, and The Elements,”
Florida Journal of International Law 13, no. 1 (2000): 161.
16
Ngaire Woods, “Good Governance In International Organization,” vol. 5, EBSCOhost: Global
Governance, 1999.
17
Ada banyak organisasi internasional yang menetapkan prinsip dari good governance yang salah
satunya adalah OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) yang secara
lengkap mendefinisikan prinsip– prinsip yang ada dalam good governance yaitu: “Respect for the rule
of law; openness, transparency and accountability to democratic institutions; fairness and equity in
dealing with citizen including mechanism for consultation and participation; efficient, effective services,
clear, transparent and applicable laws and regulation, consistency and coherence in policy formation;
high standards of ethical behaviour.”
19
keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama serta
implementasinya.18
Good governance merujuk pada suatu proses dan aspirasi menuju
governance systems yang lekat dengan beberapa nilai nilai berikut: (1) Institusi
publik yang efisien terbuka transparan tidak korup dan akuntabel di semua level
termasuk prosedur pembuatan keputusan yang jelas, (2) Pengelolaan sumber
daya manusia alam ekonomi dan finansial yang efektif dan efisien demi terciptanya
pembangunan yang adil dan berkesinambungan, (3) Masyarakat demokratis
dikelola dengan mempertimbangkan hak asasi-manusia dan prinsip prinsip
demokrasi, (4) Partisipasi civil society dalam proses pembuatan keputusan (5)
Penegakan hukum dalam bentuk the ability to enforce rights and obligations
through legal mechanism.19
Menurut Bintoro Tjokromidjojo, good governance juga dapat dilihat sebagai
bentuk administrasi pembangunan, di mana pemerintah sentral berperan sebagai
agen perubahan dalam suatu masyarakat yang sedang berkembang di negara
berkembang. Pemerintah berfungsi sebagai regulator dan pelaku pasar,
menciptakan lingkungan yang kondusif, dan menginvestasikan dalam infrastruktur
yang mendukung dunia usaha.20
Menurut United Nation Development Programme (UNDP), good governance
diartikan sebagai kualitas hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang
dilayani dan dilindungi.21 Dalam sektor publik, good governance dipahami sebagai
suatu proses tata kelola pemerintahan yang melibatkan pengambil kebijakan
terhadap berbagai kegiatan perekonomian, sosial politik, dan pemanfaatan sumber
daya seperti sumber daya alam, keuangan, dan manusia. Proses ini dijalankan
dengan asas-asas keadilan, pemerataan, persamaan, efisiensi, transparansi, dan
akuntabilitas.22

18
Secara historis, tata kelola pemerintahan yang good governance telah lama dikampanyekan di
Indonesia. Sejak 1998 kampanye tersebut semakin gencar dilakukan seiring dengan munculnya
gerakan reformasi pada tahun tersebut. Hal tersebut tidak terlepas dari makin buruknya kinerja
birokrasi dan maraknya korupsi berdampak pada pelayanan yang tidak professional, tidak efektif dan
tidak efisien. Selain itu birokrasi Indonesia juga masih tidak rasional dimana gemuk kaya akan lapisan
structural, namun miskin fungsi kontribusional, tidak netral dan tidak transparan. Hal-hal seperti ini
menjadi kendala serius bagi birokrasi yang semestinya lebih progresif dalam merespon perubahan
kebutuhan dan keinginan masyarakat. Lihat R. S. Zuhro, “Good Governance Dan Reformasi Birokrasi
Di Indonesia,” Jurnal Penelitian Politik 7, no. 1 (2016): 12.
19
Zuhro.
20
Bintoro Tjokroamidjojo., The Global Context (Jakarta: Sekretariat Badan Pelaksanaan Kerjasama,
1990).
21
Menurut United Nation Development Programme (UNDP) mengemukakan bahwa karakteristik atau
prinsip-prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan
yang baik, meliputi participation, legal framework, transparency, equality, responsiveness, insight
ahead, accountability, effectively and efficiently, professionalism, and oriented towards consensus. Lihat
G.G. Sedarmayanti, Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju
Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik), Edisi Kedua (Bandung: Mandar Maju, 2004).
22
“Decentralization: A Sampling of Definitions” (United Nation Development Programme, 1999).
20
2. Konsep Inovasi
Inovasi dapat diartikan sebagai suatu proses atau hasil dari pengembangan,
pemanfaatan, dan mobilisasi pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman untuk
menciptakan atau memperbaharui produk (baik berupa barang maupun jasa),
proses, atau sistem yang baru, yang memberikan nilai tambah. Lebih lanjut,
inovasi juga dapat dikonseptualisasikan sebagai ide kreatif, tindakan baru yang
berbeda dari yang telah ada sebelumnya, praktik-praktik terbaik, metode terbaik,
terobosan, dan berbagai bentuk lainnya. Penting untuk dicatat bahwa tidak semua
ide baru dapat secara otomatis dikategorikan sebagai inovasi.23
Inovasi memiliki nilai ekonomi yang signifikan, yang umumnya dilakukan
baik oleh organisasi maupun individu. Mereka menyebutkan bahwa inovasi
melibatkan transformasi dan pemanfaatan pengetahuan, ketrampilan, dan
teknologi untuk menciptakan produk, proses, dan jasa yang baru. 24 Sementara itu,
ahli lain mendefinisikan inovasi sebagai sesuatu yang baru dengan
memperkenalkan dan menerapkan praktik atau proses baru, baik itu dalam bentuk
barang atau layanan, atau melalui adopsi pola baru yang berasal dari organisasi
lain.25
Berbagai konsep mengenai inovasi yang tidak sederhana memberikan
wawasan dalam menciptakan inovasi sebagai dasar dan landasan untuk
memperkuat konsep serta cara pandang terhadap inovasi. Sesuai dengan Pasal 1
angka 13 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, inovasi diartikan sebagai hasil dari pemikiran,
penelitian, pengembangan, pengkajian, dan/atau penerapan yang memiliki unsur
kebaruan, telah diimplementasikan, dan memberikan manfaat ekonomi dan/atau
sosial.
Pertanyaan seputar inovasi dan daya saing daerah pada dasarnya bukanlah
hal yang sederhana yang dapat diatasi dengan mudah. Inovasi dan daya saing
daerah merupakan masalah yang kompleks, merupakan sistem tersendiri, dan
hasil dari interaksi antar subsistem di dalamnya. Untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih mendalam tentang pola kejadian, perlu dipelajari bagaimana berbagai
pola dan kecenderungan saling terkait dan saling memengaruhi satu sama lain. Ini
dapat menggambarkan bagaimana berbagai faktor yang beragam bekerja
bersama-sama membentuk hasil tertentu dari objek yang diamati.26
Inovasi, dalam pengertiannya yang luas, tidak hanya terbatas pada aspek
produk.27 Inovasi dapat mencakup ide, metode, atau objek yang dianggap sebagai
sesuatu yang baru oleh seseorang. Ketika melihat kondisi lingkungan di mana

23
Pengukuran Indeks Persepsi Inovasi Pelayanan Publik (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara
Republik Indonesia, 2017).
24
Clark John dan Ken Guy, Innovation and Competitiveness (Technopolis, 1997).
25
Hugo LL & A. Thenint, “Mini Study 10 Innovation in The Public Sector” (Manchester, 2010).
26
Khairul Muluk, Menggugat Partisipasi Publik Dalam Pemerintahan Daerah: Sebuah Kajian
Administrasi Publik Dengan Pendekatan Berpikir Sistem (Malang: Bayu Media Publishing, 2007).
27
Tatik Suryani, Perilaku Konsumen: Implikasi Pada Strategi Pemasaran (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2008).
21
inovasi dapat berkembang, inovasi biasanya terkait erat dengan lingkungan yang
memiliki karakteristik dinamis dan berkembang.28 Definisi inovasi bervariasi dari
berbagai perspektif. Greg Richards dan Julie Wilson, sebagai contoh,
menggambarkan inovasi sebagai pengenalan penemuan baru atau penyebaran
makna penemuan tersebut ke dalam penggunaan umum dalam masyarakat.
Penting untuk dicatat bahwa inovasi produk tidak hanya dapat berasal dari
pimpinan, tetapi juga harus melibatkan semua pihak yang terlibat dalam proses
produksi. Inovasi dapat diartikan sebagai kreasi dan penerapan kombinasi yang
baru. Ini mencakup pengembangan dan implementasi sesuatu yang baru.29
Inovasi yang secara erat terkait dengan unsur pembaharuan dapat diperinci
melalui poin-poin kritis dan kriteria yang setidaknya harus dipenuhi oleh sebuah
inovasi. Terdapat lima aspek yang dianggap esensial pada sebuah inovasi, yaitu:30
a. Sebuah inovasi tidak hanya memberikan pengetahuan baru kepada
masyarakat dalam suatu sistem sosial tertentu, melainkan juga menjadi
elemen kunci yang menunjukkan perubahan sosial dalam masyarakat.
Pengetahuan baru tersebut memiliki peran sentral dalam mengidentifikasi
transformasi yang terjadi.
b. Inovasi dapat mengambil bentuk cara baru bagi individu atau kelompok orang
untuk memenuhi kebutuhan atau merespon masalah tertentu. Kemunculan
cara-cara baru ini menjadi langkah penting dalam mengatasi tantangan atau
mencapai hasil yang lebih efektif.
c. Objek baru, sebagai bentuk inovasi, mengacu pada kehadiran objek baru
yang diadopsi oleh penggunanya. Objek ini dapat berwujud fisik atau bahkan
bersifat non-fisik, tetapi keberadaannya memberikan dimensi baru atau solusi
bagi mereka yang menggunakannya.
d. Kemajuan teknologi seringkali diidentikkan dengan inovasi, di mana banyak
contoh inovasi yang muncul sebagai hasil dari kemajuan teknologi. Aplikasi
yang disediakan oleh produk teknologi inovatif dapat dianggap sebagai
indikator kemajuan dari produk tersebut.
e. Penemuan baru, sebagai hasil dari proses inovasi, menandakan pencapaian
akhir dari upaya kolaboratif dan kreatif. Inovasi, sebagai produk dari proses
yang optimal, ditambah dengan tingkat kesadaran dan antusiasme yang
tinggi, menjadi pendorong utama dalam pencapaian penemuan baru.

Sedangkan dalam Pedoman Umum Inovasi Administrasi Negara, inovasi


memiliki kriteria sebagai berikut:31

28
Yogi Suwarno, Inovasi Di Sektor Publik (Jakarta: STIA-LAN Press, 2008).
29
Purwanto dan Zakaria Lantang Sukirno, “Inovasi Produk Dan Motif Seni Batik Pesisiran,” Jurnal Al-
Azhar Indonesia 4, no. Seri Pranata Sosial 1 (2012): 219.
30
Suwarno, Inovasi Di Sektor Publik.
31
Pengukuran Indeks Persepsi Inovasi Pelayanan Publik (Jakarta: Pusat Inovasi Pelayanan Publik
Kedeputian Bidang Inovasi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara, 2017).
22
a. Kebaruan
Kebaruan mengandung makna bahwa suatu produk atau hal belum
pernah ada atau belum pernah dilakukan sebelumnya. Sesuatu yang masih
baru dan belum terpahami ini memiliki tujuan sebagai wujud dari perubahan,
dan perubahan ini pada dasarnya mengarah ke perbaikan yang lebih baik.
Adanya kebaruan menandakan kemunculan sesuatu yang belum pernah ada
sebelumnya, membuka jalan untuk inovasi dan perbaikan yang dapat
meningkatkan kualitas atau efisiensi. Dengan kata lain, kebaruan mendorong
adanya kemajuan dan peningkatan dalam segala hal yang melibatkan
perkembangan dan perubahan positif.
b. Kemanfaatan
Syarat utama bagi keberadaan inovasi adalah adanya perubahan yang
mengarah kepada perbaikan. Oleh karena itu, perubahan tersebut harus
memberikan manfaat yang signifikan. Manfaat ini mencakup hasil yang
memiliki nilai tambah bagi pihak lain. Inovasi diharapkan memiliki nilai tambah
atau keunggulan yang dapat dirasakan oleh pihak lain. Dalam konteks
organisasi sektor publik, nilai tambah ini tercermin dalam hasil inovasi yang
bermanfaat secara luas bagi masyarakat dan secara pribadi bagi pengguna
layanan publik. Dengan kata lain, inovasi diharapkan tidak hanya
menghasilkan perubahan, tetapi juga memberikan manfaat nyata yang dapat
meningkatkan kualitas hidup dan pelayanan publik.

c. Memberi Solusi
Inovasi, yang dimulai sebagai suatu tindakan perubahan, diharapkan
dapat memberikan solusi yang efektif terhadap berbagai permasalahan yang
tengah dihadapi. Dengan dimulainya inovasi, diharapkan mampu
menghasilkan pemecahan-pemecahan yang kreatif dan berdampak positif
dalam mengatasi tantangan yang ada.

d. Keberlanjutan
Inovasi yang berjalan diharapkan dapat berlaku berkesinambungan.
Artinya inovasi yang ada tidak boleh berhenti pada satu titik. Perlu
keberlanjutan mengenai jalannya inovasi tersebut. Hal ini menjadi sebuah hal
yang penting dikarenakan keberlanjutan inovasi ditentukan oleh banyak pihak.
Faktor yang memengaruhi keberlanjutan inovasi salah satunya yakni tidak
tergantung pada satu orang/inisiator saja. Inovasi yang berjalan harus bisa
dipahami serta dipraktikkan oleh seluruh anggota organisasi. Ini bertujuan
agar inovasi yang berjalan bisa melahirkan inovasi yang baru. Hal ini
dikarenakan sebuah inovasi harus terus mengikuti perkembangan waktu.
Tidak bisa selesai begitu saja. Sebuah inovasi memiliki jangka waktu tertentu.

23
Dimana inovasi yang sudah lama berjalan, pada akhirnya tidak bisa dikatakan
sebagai inovasi lagi.

e. Dapat Direplikasikan
Inovasi yang sedang berlangsung diharapkan memiliki kelangsungan
yang berkelanjutan. Dengan kata lain, inovasi yang telah ada seharusnya
tidak berhenti pada satu titik saja, tetapi perlu adanya keberlanjutan dalam
pengembangannya. Hal ini menjadi sangat penting karena keberlanjutan
inovasi dipengaruhi oleh berbagai pihak. Salah satu faktor yang memengaruhi
keberlanjutan inovasi adalah tidak bergantung pada satu orang atau inisiator
saja. Inovasi yang sedang berlangsung harus dapat dipahami dan diterapkan
oleh seluruh anggota organisasi, bertujuan agar inovasi yang sedang
berlangsung dapat menjadi sumber inspirasi untuk menciptakan inovasi yang
baru. Hal ini dikarenakan setiap inovasi perlu terus mengikuti perkembangan
zaman dan tidak dapat dianggap selesai begitu saja. Setiap inovasi memiliki
batas waktu tertentu, dan inovasi yang telah berjalan dalam jangka waktu
yang lama pada akhirnya tidak dapat dianggap sebagai inovasi lagi. Oleh
karena itu, keberlanjutan inovasi memerlukan partisipasi dan pemahaman
yang menyeluruh dari semua pihak yang terlibat.

f. Kompatibilitas
Inovasi perlu bersifat sejalan atau searah dengan lingkungan
sekitarnya, yaitu dapat berbaur dan tidak bertentangan dengan sistem yang
telah ada. Ini mencakup kesejajaran atau kesesuaian dengan kebijakan,
perjanjian domestik dan internasional, baik dalam lingkup swasta maupun
masyarakat sipil, serta antar negara, pada tingkat lokal, nasional, regional,
dan global. Meskipun inovasi diartikan sebagai sesuatu yang baru, namun
perlu dicatat bahwa inovasi tersebut seharusnya tetap berada dalam koridor
atau batasan yang telah ada. Dengan kata lain, inovasi tidak boleh
mengguncang atau melanggar norma-norma yang telah ada sebelumnya.
Penting untuk diingat bahwa inovasi yang sedang berkembang dan akan
diimplementasikan masih harus memperhatikan aturan-aturan yang berlaku.
Hal ini dilakukan dengan tujuan agar inovasi yang diperkenalkan dapat
berjalan secara lancar dan sesuai dengan ketentuan yang telah ada.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, inovasi tidak hanya berkaitan


dengan produk inovatif. Di sektor publik, terdapat berbagai jenis inovasi yang
dapat diaplikasikan dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan unik setiap
daerah, bertujuan untuk mendukung kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Beberapa bentuk inovasi publik yang dapat diterapkan meliputi:32

32
M.R. Khairul Muluk, Knowledge Management (Kunci Sukses Inovasi Pemerintah Daerah) (Malang:
Banyumedia, 2008).
24
a. Inovasi produk merujuk pada perubahan dalam desain dan produk suatu
layanan, yang secara substansial membedakannya dari produk layanan
sebelumnya;
b. Inovasi proses dicirikan oleh peningkatan berkelanjutan dalam kualitas,
melibatkan perubahan dalam prosedur, kebijakan, dan manajemen yang
diperlukan oleh organisasi;
c. Inovasi metode pelayanan melibatkan pengenalan perubahan baru dalam
interaksi pelanggan atau cara baru dalam penyediaan dan penyampaian
layanan;
d. Inovasi strategi atau kebijakan terfokus pada perubahan dalam visi, misi,
tujuan, dan strategi organisasi, menggambarkan realitas yang ada dan
memerlukan formulasi strategi dan kebijakan yang baru; dan
e. Inovasi sistem mencakup kebaruan dalam konteks interaksi atau hubungan
dengan pihak aktor lainnya, bertujuan untuk menghasilkan perubahan dalam
manajemen organisasi.

3. Konsep Sistem Inovasi Daerah


Sistem Inovasi Daerah mencakup seluruh proses dalam suatu sistem yang
bertujuan untuk mengembangkan inovasi melalui kerjasama antara institusi
pemerintah, pemerintah daerah, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga
pendidikan, lembaga pendukung inovasi, dunia usaha, dan masyarakat di daerah.
Istilah IPTEK, inovasi, dan sistem inovasi menjadi kunci utama dalam mencapai
pembangunan dan meningkatkan daya saing daerah. Penguatan sistem inovasi
daerah melibatkan perkuatan lembaga, sumber daya, jaringan ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek), peningkatan relevansi, produktivitas riset, dan pemanfaatan
iptek untuk meningkatkan kontribusi iptek terhadap pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat.
Untuk mendukung penguatan sistem inovasi, terutama di tingkat daerah, pada
tanggal 25 April 2012, yang bersamaan dengan perayaan Hari Otonomi Daerah
ke-16, dikeluarkan Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi serta
Menteri Dalam Negeri Nomor 03 Tahun 2012 dan Nomor 36 Tahun 2012 tentang
Penguatan Sistem Inovasi Daerah. Peraturan ini bukan hanya mencerminkan
semangat kerjasama tetapi juga menjadi dasar hukum bagi Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dalam upaya meningkatkan daya saing daerah melalui iptek
dan inovasi.
Dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah (BPPD), atau yang juga dikenal dengan sebutan lembaga
kelitbangan, memiliki peran sentral dalam penguatan Sistem Inovasi Daerah.
Penguatan BPPD menjadi langkah strategis dalam memperkuat Sistem Inovasi
Nasional dan Sistem Inovasi Daerah, dengan tujuan agar lembaga ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat berkinerja optimal dalam menghasilkan inovasi

25
teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas penerimaan teknologi oleh
pengguna, seperti masyarakat, industri, dan pemerintah.
Pasal 16 ayat (2) huruf b dalam Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan
Teknologi serta Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2012 dan Nomor 36 Tahun
2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah menegaskan perlunya penataan
institusi pemerintah daerah dengan meningkatkan kapasitas dan peran BPPD
sebagai koordinator dalam memperkuat Sistem Inovasi Daerah. Selanjutnya, Pasal
32 memberikan amanat kepada gubernur untuk membentuk Tim Koordinasi
Penguatan Sistem Inovasi Daerah di tingkat provinsi, di mana Kepala BPPD
memiliki peran sebagai Sekretaris Tim Koordinasi. Salah satu tugas Kepala BPPD
adalah menyusun dokumen Roadmap Penguatan Sistem Inovasi Daerah.
Semua ini sejalan dengan Pasal 7 Ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 20 Tahun 2011, yang menjelaskan bahwa tugas BPPD Provinsi melibatkan
penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program kelitbangan di lingkungan
pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya. Selain itu, BPPD
memiliki kewenangan untuk melaksanakan pengelolaan pembangunan daerah.
Mengingat peran krusial BPPD dalam pembangunan daerah, terutama dalam
konteks penguatan Sistem Inovasi Daerah, diperlukan berbagai upaya
peningkatan kinerja, termasuk fasilitasi dan pendampingan dalam implementasi
penguatan Sistem Inovasi Daerah, termasuk penyusunan Roadmap Penguatan
Sistem Inovasi Daerah.

4. Mekanisme Penyusunan Dan Penetapan Inovasi Daerah


Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pasal 388 menguraikan
mekanisme inovasi daerah sebagai berikut:
a. Inisiatif inovasi dapat berasal dari kepala daerah, anggota DPRD, aparatur sipil
negara, Perangkat Daerah, dan anggota masyarakat.
b. Usulan inovasi yang berasal dari anggota DPRD ditetapkan dalam rapat
paripurna.
c. Usulan inovasi disampaikan kepada kepala daerah untuk ditetapkan dalam
Peraturan Kepala Daerah (Perkada).
d. Usulan inovasi yang berasal dari aparatur sipil negara harus memperoleh izin
tertulis dari pimpinan Perangkat Daerah dan menjadi inovasi Perangkat
Daerah.
e. Usulan inovasi yang berasal dari anggota masyarakat disampaikan kepada
DPRD dan/atau kepada Pemerintah Daerah.
f. Jenis, prosedur, dan metode penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang
bersifat inovatif ditetapkan dengan Perkada.
g. Kepala daerah melaporkan inovasi Daerah yang akan dilaksanakan kepada
Menteri Dalam Negeri.

26
h. Laporan paling sedikit meliputi cara melakukan inovasi, dokumentasi bentuk
inovasi, dan hasil inovasi yang akan dicapai.
i. Pemerintah Pusat melakukan penilaian terhadap inovasi yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Daerah.
Gambaran mekanisme proses Inovasi Daerah dapat dilihat pada bagan di
bawah ini.

5. Konsep Inovasi Pelayanan Publik


Pelayanan publik merujuk pada kegiatan atau serangkaian kegiatan yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk.
Pelayanan ini mencakup barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Di sisi lain, inovasi didefinisikan
sebagai suatu terobosan dalam jenis pelayanan, yang dapat berupa gagasan atau
ide kreatif orisinal, serta adaptasi atau modifikasi, yang memberikan manfaat
langsung atau tidak langsung bagi masyarakat. Oleh karena itu, inovasi pelayanan
publik merupakan serangkaian upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan bagi
warga negara dan penduduk, dengan memperkenalkan terobosan baru berupa
gagasan atau ide kreatif yang dapat memberikan manfaat langsung atau tidak
langsung bagi masyarakat.33
Inovasi memiliki beberapa karakteristik yang berkaitan dengan waktu
penerimaan informasi atau inovasi tersebut oleh masyarakat. Di bawah ini adalah
beberapa karakteristik inovasi di antaranya, yakni:34

a. Kompatibilitas (Compatibility)
Karakteristik ini menggambarkan kesesuaian suatu inovasi dengan
kebutuhan, nilai, dan pengalaman sebelumnya pada penerima. Inovasi yang
tidak cocok dengan kondisi penerima dapat mengakibatkan sulitnya inovasi
33
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia
Nomor 91 Tahun 2021 tentang Pembinaan Inovasi Pelayanan Publik.
34
B. Paramastri Wijaya, R.A., N.I. Qurratu’aini, “Pentingnya Penyelenggaraan Inovasi Dalam Era
Persaingan,” Jurnal Manajemen Dan Bisnis Indonesia 5, no. 2 (2019): 217–27.
27
diterima atau diterima dengan lambat, dibandingkan dengan inovasi yang
sejalan dengan norma-norma masyarakat.

b. Kerumitan (Complexity)
Karakteristik ini merupakan tingkat kesulitan untuk memahami dan
menggunakan suatu inovasi oleh pengguna atau penerima. Semakin simpel
inovasi dalam penggunaannya dan semakin mudah diterima oleh pengguna,
maka proses penyebaran informasinya akan berlangsung lebih cepat di
kalangan masyarakat, begitu juga sebaliknya.

c. Keunggulan Relatif (Relative Advantage)


Karakteristik ini berkaitan dengan ukuran manfaat inovasi bagi
pengguna atau masyarakat yang menerima. Pengukuran manfaat dapat
dilakukan berdasarkan faktor-faktor seperti sosial, ekonomi, kepuasan, atau
komponen lain yang dianggap sangat diperlukan atau penting oleh pengguna.
Semakin besar manfaat yang diterima dan dirasakan oleh pengguna, hal
tersebut akan mempercepat proses penyebaran informasi inovasi ke
masyarakat.

d. Kemampuan Untuk Diamati (Observability)


Parameter ini terkait dengan seberapa mudah suatu inovasi dapat
menunjukkan hasilnya atau sejauh mana hasil inovasi tersebut dapat diamati
oleh pengguna. Jika hasil yang bermanfaat dari suatu inovasi dapat dengan
mudah diamati oleh pengguna, maka inovasi tersebut akan lebih cepat
diterima. Sebaliknya, jika hasil inovasi sulit untuk diamati, maka proses
penyebaran informasi inovasi akan menjadi lebih lambat.

e. Kemampuan Diujicobakan (Triability)


Hal ini mencakup apakah suatu inovasi dapat diuji coba oleh
penerimanya sebelum benar-benar diterapkan. Jika suatu inovasi dapat diuji
coba dan menunjukkan manfaat serta keunggulannya selama percobaan,
maka kemungkinan besar inovasi tersebut akan lebih mudah dan cepat
diterima..
Proses pengembangan inovasi dilakukan melalui berbagai kondisi dan
proses yang panjang. Menurut Wijaya, tahapan sebuah organisasi dalam
melakukan inovasi adalah sebagai berikut:35

a. Pengenalan Kebutuhan
Langkah pertama dalam melakukan inovasi adalah mengidentifikasi
kebutuhan dan permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Kebutuhan
35
Wijaya, R.A., N.I. Qurratu’aini.
28
dan permasalahan tersebut dapat diperhatikan melalui fenomena yang terjadi
di lingkungan masyarakat atau melalui hasil penelitian yang mendalam yang
telah dilakukan sebelumnya. Kebutuhan mencakup barang atau jasa yang
diinginkan oleh masyarakat, dan pemenuhan kebutuhan tersebut dapat
memberikan kepuasan secara jasmani maupun rohani. Dalam proses
pengamatan kebutuhan masyarakat, disarankan untuk melibatkan berbagai
golongan agar pelaku inovasi dapat memahami perspektif yang beragam
mengenai hal-hal yang dibutuhkan oleh masyarakat.

b. Riset Dasar dan Riset Aplikatif


Riset dasar dilakukan untuk menjelaskan fenomena secara ilmiah,
sementara riset aplikatif bertujuan memberikan solusi terhadap masalah
praktis di masyarakat. Kolaborasi sangat penting dalam berbagai tahap
inovasi untuk menghasilkan ide-ide inovatif dan mempercepat proses inovasi.
Melalui riset dasar dan riset aplikatif, dapat dihasilkan ide atau gagasan yang
dapat memenuhi kebutuhan atau menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi oleh masyarakat.

c. Pengembangan
Dalam proses pengembangan, dilakukan penentuan dan
pengembangan ide baru yang dihasilkan dari tahap sebelumnya, yang
diyakini dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Pada tahap ini, perumusan inovasi dibuat untuk kemudian ditawarkan sebagai
solusi untuk permasalahan masyarakat. Agar inovasi dapat memiliki dampak
besar dalam masyarakat, diperlukan kegiatan transfer pengetahuan atau
transfer teknologi, dengan mempertimbangkan ide, pengetahuan, dan
teknologi dari berbagai sumber, baik internal maupun eksternal. Transfer
pengetahuan tersebut dapat melibatkan metode, strategi, atau bahkan
substansi inovasi itu sendiri.
Berikut ini adalah tiga kategori yang membedakan kegiatan transfer
pengetahuan, diantaranya:
1) Kategori informasi mencakup ide dan pengetahuan;
2) Kategori manajerial mencakup sistem organisasi yang berlaku dalam
perusahaan;
3) Kategori teknis mencakup teknologi, keahlian, dan proses bisnis
perusahaan.

d. Komersialisasi
Tahap ini terjadi setelah inovasi telah dikembangkan dan siap untuk
didistribusikan, disebarkan, dan dipasarkan kepada pengguna. Pada tahap

29
ini, inovasi pertama kali berinteraksi dengan pengguna melalui kegiatan
sosialisasi atau pemasaran produk inovasi.

e. Difusi dan Adopsi


Tahap ini merupakan fase terakhir yang menentukan apakah suatu
inovasi akan diterima atau ditolak oleh masyarakat. Jika inovasi diterima,
maka akan diadopsi oleh masyarakat dan berdifusi ke lapisan masyarakat
yang lebih luas. Ada empat elemen yang perlu diperhatikan dalam difusi
inovasi, yaitu:
1) Inovasi itu sendiri, yaitu ide atau produk baru yang siap diadopsi oleh
masyarakat;
2) Saluran komunikasi, yaitu media atau fasilitas komunikasi untuk
mengenalkan inovasi;
3) Waktu, yaitu periode di mana inovasi tersebut akan berdifusi ke
masyarakat luas;
4) Sistem sosial, yaitu tempat di mana proses difusi inovasi terjadi. Pada
sistem ini seperangkat unit akan saling berhubungan dalam memecahkan
masalah atau memenuhi kebutuhan masyarakat.

6. Kajian Tentang Urusan Pemerintahan Konkuren


Penyelenggaraan pemerintahan terbagi menjadi berbagai urusan sesuai
dengan kewenangannya, mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah
kabupaten/kota.36 Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, klasifikasi urusan pemerintahan dibagi
menjadi urusan pemerintahan absolut37, urusan pemerintahan konkuren38, dan
urusan pemerintahan umum39.
Kabupaten Pangandaran sebagai entitas daerah administratif, menduduki
posisi yang mengelola urusan pemerintahan konkuren. Dalam konteks ini,
kewenangan yang diberikan kepada pemerintahan provinsi mencakup dua jenis
utama, yaitu urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan
pemerintahan wajib sendiri dapat dibedakan menjadi dua area signifikan, yakni
urusan pemerintahan wajib yang berhubungan dengan pelayanan dasar dan yang
tidak terkait dengan pelayanan dasar. Substansi utama dari urusan pemerintahan
wajib ini, sebagian besar, menitikberatkan pada penyediaan pelayanan dasar bagi
36
Salmon Bihuku, “Urusan Pemerintahan Konkuren Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah,” Lex Administratum Vi, No. 1 (2018): 430–39.
37
Urusan pemerintahan absolut merupakan urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan absolut yang menjadi kewenangan pemerintah
pusat dan urusan pemerintahan umum yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala
pemerintahan.
38
Urusan pemerintahan konkuren merupakan urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah
pusat dan daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintah konkuren merupakan
landasan hukum pelaksanaan otonomi daerah dan merupakan pembagian urusan pemerintahan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.
39
Urusan pemerintahan umum sebagaimana merupakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan.
30
masyarakat. Dengan demikian, Kabupaten Pangandaran memiliki tanggung jawab
khusus dalam mengelola dan menyelenggarakan urusan pemerintahan ini sesuai
dengan kebutuhan dan kebijakan yang berlaku. Pembagian urusan antara urusan
pemerintahan wajib pelayanan dasar dan non pelayanan dasar, serta urusan
pilihan disajikan dalam tabel berikut:40

Urusan Urusan
No Pemerintahan Pemerintahan Urusan Pilihan
Wajib Wajib Non Dasar
Kelautan Dan
1 Pendidikan Tenaga Kerja
Perikanan
Pemberdayaan
2 Kesehatan Perempuan Dan Pariwisata
Pelindungan Anak
Pekerjaan Umum
3 dan Penataan Pangan Pertanian
Ruang
Perumahan dan
4 Kawasan Pertanahan Kehutanan
Permukiman
Ketentraman,
Energi dan
Ketertiban Umum,
5 Lingkungan Hidup Sumber Daya
dan Pelindungan
Mineral
Masyarakat
Administrasi
6 Sosial Kependudukan dan Perdagangan
Pencatatan Sipil
Pemberdayaan
7 Masyarakat dan Perindustrian
Desa
Pengendalian
Penduduk dan
8 Transmigrasi
Keluarga
Berencana
9 Perhubungan
Komunikasi dan
10
Informatika
Koperasi, Usaha
11 Kecil,
dan Menengah
12 Penanaman Modal
Kepemudaan dan
13
Olah Raga
14 Statistik
15 Persandian
16 Kebudayaan
17 Perpustakaan
18 Kearsipan
40
Lihat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Lihat juga Bab III
Bagian Kedua Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota

31
Permbagian urusan tersebut didasarkan pada prinsip akuntabilitas,
efisiensi dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Berdasarkan
prinsip tersebut terdapat kriteria yang menjadi urusan pemerintah daerah, yaitu:41
a. Urusan pemerintahan yang lokasinya lintas daerah kabupaten/kota;
b. Urusan pemerintahan yang penggunanya lintas daerah kabupaten/kota;
c. Urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah
kabupaten/kota;
d. Urusan pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila
dilakukan oleh daerah provinsi.

B. Kajian Terhadap Asas dan Prinsip Berkaitan Dengan Penyusunan Norma


Prinsip-prinsip yang membimbing dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan merujuk pada suatu pedoman atau landasan yang mengarah
pada pembentukan peraturan perundang-undangan yang berkualitas. Menurut Van der
Vlies, sebagaimana yang dijelaskan dalam karyanya yang berjudul "Handboek
Wetgeving", konsep asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang
berkualitas (algemene beginselen van behoorlijke regelgeving) dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori, yakni asas formal (formele beginselen)42 dan asas materiil
(materiele beginselen).43
Sementara itu, pembentukan peraturan daerah juga harus didasari oleh
prinsip-prinsip hukum umum (algemene rechtsbeginselen)44, yang mencakup asas
negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat)45, pemerintahan berdasarkan sistem

41
Lihat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
42
Adapun I.C. van der Vlies membagi asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
yang patut (BeginselenVan behoolijke rejel geving) ke dalam asas formal dan materiil. Asas-asas
formal meliputi asas tujuan yg jelas, asas organ/lembaga yang tepat, asas perlunya pengaturan, asas
dapat dilaksanakan, asas konsensus. Lihat Andi Bau Inggit AR, “Principles For Establishment Of Legal
Regulations In The Arrangement Of Regional Regulation Design,” Jurnal Restorative Justice 2, No. 13
(2018): 123–43.
43
Adapun I.C. van der Vlies membagi asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
yang patut (BeginselenVan behoolijke rejel geving) ke dalam asas formal dan materiil. Asas-asas
materiil meliputi asas terminologi dan sistematika yg benar, asas dapat dikenali, asas perlakuan yg
sama dalam hukum, asas kepastian hukum, asas pelaksanaan hukum yang sesuai dengan keadaan
individu. Lihat AR.
44
‘Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur’ (ABBB)adalah sebuah istilah dalam Bahasa Belanda.
Di Inggris, prinsip ini dikenal sebagai ‘The Principal of Natural Justice’ atau ‘The General Principles of
Good Administration’, sementara di Perancis diistilahkan sebagai ‘Les Principaux Generaux du Droit
Coutumier Publique’ dan di Belgia disebut sebagai ‘Algemene Rechtsbeginselen’, serta di Jerman
dinamakan ‘Allgemeine Grundsätze der Ordnungsgemäßen Verwaltung’. Secara umum, menurut L.P.
Suetens, ABBB diartikan sebagai Prinsip-prinsip Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) yang pada
dasarnya merupakan aturan hukum publik yang wajib diikuti oleh pengadilan dalam menerapkan
hukum positif. Prinsip-prinsip AUPB ini merupakan kategori khusus dari prinsipprinsip hukum umum
dan dianggap sebagai sumber formal hukum dalam hukum administrasi, meskipun biasanya
melibatkan hukum yang tidak tertulis. Lihat Cekli Setya Pratiwi Dkk., Asas-Asas Umum Pemerintahan
Yang Baik (Jakarta: Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), n.d.).
45
Di zaman modern, konsep negara hukum di eropah kontinental dikembangkan antara lain oleh
Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman,
yaitu “rechtsstaat’. Menurut Julius Stahl, konsep negara hukum yang disebutnya dengan istilah
‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu perlindungan hak asasi manusia, pembagian
kekuasaan, pemerintahan berdasarkan undang-undang, peradilan tata usaha negara. Lihat Jimly
Asshiddiqie, “Gagasan Negara Hukum Indonesia” (Jakarta, 2002).
32
konstitusi, dan negara berdasarkan kedaulatan rakyat. Keseluruhan prinsip-prinsip ini
bertujuan untuk menjamin bahwa setiap peraturan yang dibentuk mematuhi standar
kualitas yang tinggi dan sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan menegaskan bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-
undangan, termasuk Peraturan Daerah (Perda), harus merujuk pada asas-asas
pembentukan yang baik mencakup berbagai elemen, antara lain:
1. Asas kejelasan tujuan adalah bahwa setiap pembentukan Peraturan Perundang-
undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai;
2. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat adalah bahwa setiap jenis
peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk
peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-
undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh
lembaga/pejabat yang tidak berwenang;
3. Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan adalah bahwa dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan
materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya;
4. Asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-
undangan tersebut, baik secara filosofii, yuridis maupun sosiologis.
a. Aspek filosofis adalah terkait dengan nilai-nilai etika dan moral yang berlaku di
masyarakat. Peraturan Daerah yang mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi
dibentuk berdasarkan semua nilai-nilai yang baik yang ada dalam
masyarakat;
b. Aspek yuridis adalah terkait landasan hukum yang menjadi dasar
kewenangan pembuatan Peraturan Daerah.
c. Aspek sosiologis adalah terkait dengan bagaimana Peraturan Daerah yang
disusun tersebut dapat dipahami oleh masyarakat, sesuai dengan kenyataan
hidup masyarakat yang bersangkutan.
5. Asas hasil guna dan daya guna adalah bahwa setiap peraturan perundang-
undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam
mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
6. Asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan.
Sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan
mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi
dalam pelaksanaanya.
7. Asas keterbukaan adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan mulai perencanaan, persiapan, penyusunan dan
pembahasan bersifat transparan. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat

33
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam
proses pembuatan peraturan perundang-undangan.

Muatan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diuraikan Undang-


Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, harus
memuat sejumlah asas yang mendasar, meliputi:

1. Asas Pengayoman: Mengedepankan perlindungan sebagai upaya untuk


mencapai ketentraman masyarakat.
2. Asas Kemanusiaan: Merefleksikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak-
hak asasi manusia, serta hakekat dan martabat setiap warga negara secara
proporsional.
3. Asas Kebangsaan: Merefleksikan sifat dan karakteristik Bangsa Indonesia yang
pluralistik, dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Asas Kekeluargaan: Merefleksikan semangat musyawarah untuk mencapai
mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
5. Asas Kenusantaraan: Menekankan bahwa setiap materi muatan Peraturan
Daerah harus selalu memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia, dan
muatan peraturan perundang-undangan yang dihasilkan di daerah harus dianggap
sebagai bagian integral dari sistem hukum nasional yang berakar pada nilai-nilai
Pancasila.
6. Asas Bhinneka Tunggal Ika: Menekankan perlunya memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku, golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya, terutama
dalam menangani isu-isu yang bersifat sensitif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
7. Asas Keadilan: Merefleksikan prinsip pemberian keadilan secara proporsional
bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
8. Asas Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan: Menetapkan
bahwa muatan peraturan daerah tidak boleh mengandung unsur diskriminatif
berdasarkan latar belakang, seperti agama, suku, ras, golongan, gender, atau
status sosial.
9. Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum: Menjamin bahwa setiap muatan peraturan
daerah mampu menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan
adanya kepastian hukum.
10. Asas Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan: Menyuarakan pentingnya
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan
individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

Sejalan pada koridor yang sama, selain asas-asas pembentukan peraturan


perundang-undangan yang telah dipaparkan di atas, perlu adanya kajian pada skala
dan intensitas yang sama terkait dengan norma dalam upaya pengesahan produk
hukum sebagai payung bagi kebijakan inovasi di daerah. Pasal 387 Undang-Undang

34
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah mengalami beberapa
kali perubahan, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, pada hakikatnya telah menjelaskan bahwa dalam proses merumuskan
kebijakan inovasi, Pemerintah Daerah menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang
mendasar:
1. Peningkatan efisiensi;
2. Perbaikan efektivitas;
3. Tidak ada konflik kepentingan;
4. Berorientasi kepada kepentingan umum;
5. Dilakukan secara terbuka;
6. Memenuhi nilai-nilai kepatutan; dan
7. Dapat dipertanggungjawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan diri sendiri.

Prinsip-prinsip penyelenggaraan inovasi daerah tersebut ditegaskan kembali


dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah,
disebutkan bahwa Inovasi Daerah diselenggarakan berdasarkan prinsip:
1. Peningkatan efisiensi;46
2. Perbaikan efektivitas;47
3. Perbaikan kualitas pelayanan;48
4. Tidak menimbulkan konflik kepentingan;49
5. Berorientasi kepada kepentingan umum;50
6. Dilakukan secara terbuka;51
7. Memenuhi nilai kepatutan;52 dan
8. Dapat dipertanggungiawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan diri sendiri.53
46
Penjelasan Pasal 3 Huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah,
yang dimaksud dengan “peningkatan efisiensi” adalah bahwa Inovasi Daerah yang dilakukan harus
seminimal mungkin menggunakan sumber daya dalam proses pelaksanaan Inovasi Daerah.
47
Penjelasan Pasal 3 Huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah,
yang dimaksud dengan “perbaikan efektivitas” adalah sampai seberapa jauh tujuan Inovasi Daerah
tercapai sesuai target.
48
Penjelasan Pasal 3 Huruf C Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah,
yang dimaksud dengan “perbaikan kualitas pelayanan” adalah bahwa Inovasi Daerah harus dapat
memenuhi harapan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang murah, mudah, dan cepat.
49
Penjelasan Pasal 3 Huruf D Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah,
yang dimaksud dengan “tidak menimbulkan konflik kepentingan” adalah bahwa inisiator tidak memiliki
kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain.
50
Penjelasan Pasal 3 Huruf E Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah,
yang dimaksud dengan “berorientasi kepada kepentingan umum” adalah bahwa Inovasi Daerah
diarahkan untuk kepentingan bangsa dan negara, kepentingan bersama rakyat dengan memperhatikan
asas pembangunan nasional serta tidak diskriminatif terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras,
antargolongan, dan gender.
51
Penjelasan Pasal 3 Huruf F Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah,
yang dimaksud dengan “dilakukan secara terbuka” adalah bahwa Inovasi Daerah yang dilaksanakan
dapat diakses oleh seluruh masyarakat baik yang ada di Pemerintah Daerah yang bersangkutan
maupun Pemerintah Daerah lain.
52
Penjelasan Pasal 3 Huruf G Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah,
yang dimaksud dengan “memenuhi nilai kepatutan” adalah bahwa Inovasi Daerah yang dilaksanakan
tidak bertentangan dengan etika dan kebiasaan atau adat istiadat Daerah setempat.
53
Penjelasan Pasal 3 Huruf H Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah,
yang dimaksud dengan “dapat dipertanggungjawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan diri sendiri”
adalah bahwa hasil Inovasi Daerah tersebut dapat diukur dan dibuktikan manfaatnya bagi masyarakat.
35
Lebih lanjut, kajian terkait dengan pengesahan produk hukum pada konteks
inovasi daerah juga seyogyanya melibatkan norma atau prinsip pelayanan publik yang
menjadi akar pembentukan inovasi daerah. Berkenaan dengan hal tersebut,
pelayanan publik yang diberikan oleh birokrasi hendaknya berdasarkan prinsip-prinsip
dasar berikut ini:54
1. Rasional, efektif dan efisien yang dilakukan melalui manajemen terbuka;
2. Ilmiah, berdasarkan kajian dan penelitian serta didukung oleh cabang-cabang ilmu
pengetahuan lainnya;
3. Inovatif, pembaruan yang dilakukan terus-menerus untuk menghadapi lingkungan
yang dinamis, berubah dan berkembang;
4. Produktif, berorientasi kepada hasil kerja yang optimal;
5. Profesionalisme, penggunaan tenaga kerja profesional, terampil dalam istilah “The
Right Man in The Right Place”;
6. Penggunaan teknologi modern yang tepat guna.

Pelayanan publik juga harus dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah


berdasarkan kepada prinsip-prinsip pelayanan prima berikut ini:55
1. Appropriateness (kesesuaian);
2. Accesibility (keterjangakauan);
3. Continuity (keberlanjutan);
4. Technically (teknis);
5. Profitability (menguntungkan);
6. Equitability (adil);
7. Transparency (terbuka);
8. Accountability (bertanggungjawab);
9. Effectiveness and Efficiency (efektif dan efisien).

C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan

Kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Pangandaran Tahun 2024


mengusung tema “Optimalisasi Pengentasan Kemiskinan, Peningkatan Kualitas
Infrastruktur dan Konektivitas Wilayah”. Tema tersebut berpedoman pada dokumen
RPJMD Kabupaten Pangandaran 2021-2026 yang memiliki makna bahwa pada tahun
2024 pembangunan di Kabupaten Pangandaran diarahkan salah satunya untuk
inovasi daerah.

Kabupaten Pangandaran mencatatkan diri sebagai salah satu wilayah yang


cukup potensial dengan sejumlah inovasi daerah yang cukup signifikan. Hal ini
dibuktikan dengan fakta bahwa Pemerintah Kabupaten Pangandaran meraih anugerah
Innovative Government Award (IGA) 2020 dari Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) dengan kategori Kabupaten Sangat Inovatif. Dalam penghargaan ini,

54
Budi Sulistio dan Budi Waspa Kusuma, Birokrasi Publik (Perspektif Ilmu Administrasi Publik) (Bandar
Lampung: CV. Badranaya, 2009).
55
Kusuma.
36
Kabupaten Pangandaran memiliki Indeks Inovasi Daerah (IID) di atas 1.000 dengan
skor tertinggi mencapai 2.435.00.56
Berkenaan dengan kondisi existing praktik penyelenggaraan inovasi di
Kabupaten Pangandaran, berikut data perkembangan inovasi daerah setiap tahun
yang tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Inovasi Daerah di Kabupaten Pangandaran


Tahun 2019-2023

No Tahun Jumlah Inovasi Peringkat Nasional


1 2019
2 2020
3 2021
4 2022
5 2023

Berdasarkan hasil penginputan data indeks inovasi daerah yang dilakukan


oleh seluruh perangkat daerah di Kabupaten Pangandaran dalam rangka penilaian
dan pemberian penghargaan Innovative Government Award, jenis dan jumlah inovasi
di Kabupaten Pangandaran dapat di lihat pada Tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2. Inovasi Daerah di Kabupaten Pangandaran

No Jenis Inovasi Jumlah Inovasi


Inovasi Tata Kelola 37
1
Pemerintahan
Inovasi Pelayanan Publik 46
2

Inovasi daerah lainnya sesuai 1


3 bidang urusan pemerintah yang
menjadi kewenangan daerah
4 Inovasi Agro Wisata 1
5 Inovasi Teknologi Terapan 2
Jumlah 87

Inovasi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pelaksanaan


pembangunan daerah. Ukuran seberapa kemajuan pembangunan suatu daerah dapat
dilihat dari inovasi-inovasi yang dihasilkan. Kabupaten Pangandaran sebagai daerah
otonomi baru tentunya dihadapkan dengan berbagai keterbatasan sumber daya.
Apabila hanya bekerja dengan cara yang biasa saja tentu akan ketinggalan dari
daerah lain.57 Oleh karena itu, berlandaskan pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah
56
“Punya Banyak Inovasi, Kabupaten Pangandaran Raih Penghargaan IGA 2020,” JDIH DPRD, 2021,
https://portal.pangandarankab.go.id/berita/opd/punya-banyak-inovasi,-kabupaten-pangandaran-raih-
penghargaan-iga-2020.
57
Lihat lembaran lampiran Peraturan Bupati Pangandaran Nomor 75 Tahun 2023 tentang Rencana
Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2024.
37
Tahun 2024, Pemerintah Kabupaten Pangandaran terus mendorong adanya inovasi-
inovasi yang muncul dalam berbagai sektor dan urusan pemerintahan.
Berdasarkan jenis inovasi yang ada di Kabupaten Pangandaran, berikut
adalah daftar inovasi daerah Kabupaten Pangandaran yang aktif menjadi bagian dari
alat penunjang pelayanan publik dan penjalanan fungsi pemerintahan secara umum di
masing-masing perangkat daerah pada berbagai urusan:
Tabel 3. Inovasi Daerah Kabupaten Pangandaran

No PD/Instansi Judul Inovasi


1 BANGKESBANGPOL Pelayanan Penelitian Berbasis Online (PPBO)
2 BAPENDA INOVASI APLIKASI SIPADARAN
Inovasi Aplikasi Api Virtual Account Bapenda Kab.
3 BAPENDA
Pangandaran
E-KUWE (Aplikasi Sistem Accountability Awareness Secaa
4 BAPPEDA
Elektronik)
SIVIRAL (Kolaborasi Verifikasi Perencanaan Berbasis
5 BAPPEDA
Elektronik)
SMAIL (Sistem Informasi Manajemen Arsip dan Pelaporan
6 BAPPEDA
Terintegrasi)
SAPU JAGAT (Sistem Administrasi Perencanaan Urusan
7 BAPPEDA
se-JAGAT)
Narasi Saiket (Rencana Kerja Perangkat Daerah Berbasis
8 BAPPEDA
Aplikasi Website)
SIGENAH - Sistem Informasi Pengendalian, Evaluasi, dan
9 BAPPEDA
Pelaporan Rencana Pembangunan Daerah
10 BKAD WEBSITE BKAD
11 BKAD SIGAMPIL
12 BKAD APLIKASI HIBAH BANSOS
13 BKAD ASISTENSI SYSTEM
14 BKAD APLIKASI REKON PAJAK
Aplikasi SIKAP (Sistem Informasi Kinerja dan Absensi
15 BKPSDM
Pegawai)
16 BKPSDM Aplikasi ASIN PEDA (Sinkroniasi Pegawai Daerah)
Aplikasi SIKAKAP (Sistem Infromasi Kenaikan Pangkat
17 BKPSDM
ASN)
18 BKPSDM Aplikasi SILAYUR (Sistem Informasi Layanan Purna)
Aplikasi SIPATIN (Sistem Informasi Pembuatan Kartu
19 BKPSDM
Identitas ASN)
Aplikasi SIAPKA (Sistem Aplikasi Pengadaan dan
20 BKPSDM
Perencanaan Kebutuhan ASN)
21 BKPSDM Aplikasi LAPOR KITA (Laporan Kinerja ASN Pangandaran)
Aplikasi SIPETIR (Sistem Informasi Pemberian Tugas Izin
22 BKPSDM
Belajar)
23 BKPSDM Aplikasi SICAKEP (Sistem Informasi Calon Pegawai)
KOPER PEGAWAI JJ (Konsultasi Permasalahan
24 BKPSDM
Kepegawaian Jarak Jauh)
UE SIap BAYAR TPP (Usul Elektronik melalui aplikasi
25 BKPSDM
SIKAP untuk Pembayaran TPP)
26 BLUD Puskesmas Cimerak SI IMUN MARLIN
BLUD Puskesmas
27
Padaherang ALIRAN (Alarm Kelahiran)
BLUD Puskesmas
28 BALANG ABK (Bawa Pulang Akte Kelahiran, BPJS dan KK)
Padaherang
BLUD Puskesmas
29 OJEK PRB (Program Rujuk Balik)
Padaherang
38
No PD/Instansi Judul Inovasi
BLUD Puskesmas
30 Si Marlin Jawara TB
Pangandaran
BLUD Puskesmas
31 Pentol HEBAT Puskesmas Pangandaran
Pangandaran
Aplikasi "DIKUPAS" (Digital Kader Untuk Pangandaran
32 BLUD Puskesmas Selasari
Sehat)
33 BLUD Puskesmas Selasari DIGASKAN (Digital Asuhan Keperawatan)
34 BPBD Apprekons
ROMEO (Remote Monitoring Temperature of Cold Chain
35 Dinas Kesehatan
Product) JUARA
36 DINSOS PMD SIKASEP (Sistem Kesejahteraan Sosial Pangandaran)
37 DINSOS PMD SI Balon Desa
OPTIC PUSJAR (Optimalisasi Pengelolaan Multimedia
38 DISDIKPORA
Center Sebaga Pusat Sumber Belajar)
39 DISDIKPORA SiBOS JUARA
40 DISDUKCAPIL Lauk Teri
TRAMPOLIN (TRAYEK TERINTEGRASI ANTAR MODA
41 DISHUB
BERBASIS PARIWISATA LALU LINTAS)
42 DISKOMINFO Tanya Hoaks
43 DISKOMINFO ASN Berteman
44 DISKOMINFO SIMANTAP (Sistem Manajeman Data Pangandaran)
45 DISKOMINFO Pangandaran Mobile
46 DISKOPDAGIN SI MUKE HOT (Aksi UMKM Masuk Hotel)
47 DISKOPDAGIN PETERPAN (Pelayanan Tera/Tera Ulang Pangandaran)
48 DISKOPDAGIN MASBRO (Mandiri Sinergi Bayar Retribusi Online)
49 DISKOPDAGIN QR Code Online Katalog UMKM Masuk Hotel
LAYUR BODAS (Layanan Pengurusan Rekomendasi BBM
50 DISKOPDAGIN
Online dan Simple)
51 DISKOPDAGIN SI TAKAR (Sistem Informasi Tata Kelola Tera)
52 DISNAKER Layanan Online Tenaga Kerja (LOTEK)
53 DISPARBUD Pabercastel (Pariwisata Berbasis Chat Bot Elektronik)
54 DISPARBUD E-TIKETING DESTINASI
55 DISPARBUD PANDITA
SIPUSPA (Sistem Informasi Integrasi Perpustakaan
56 DISPUSIP
Kabupaten Pangandaran)
57 DISTAN IKAT POKTAN
58 DKBP3A SICHATING
MATA KEPANG (Manajemen Data Kelautan Perikanan dan
59 DKPKP
Ketahanan Pangan)
enSEAclopedia : Permainan Edukasi Interaktif sebagai
60 DKPKP
Media Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
PACIFISTA (Pangandaran Creative Fisheries Talent
61 DKPKP
Agency)
Optimalisasi Bank Sampah Unit untuk Pengelolaan Sampah
62 DLHK
di Kabupaten Pangandaran
BILANG LKPM (Bimbingan Langsung Laporan Kegiatan
63 DPMPTSP
Penanaman Modal)
64 DPMPTSP PEPPELING (Pendampingan Pelayanan Perizinan Keliling)
SIMPPU (Sistem Informasi Manajemen Proyek Pekerjaan
65 DPUTRPRKP
Umum)
Optimalisasi Pendataan Pelayanan Konsultansi Secara
66 Inspektorat
Digital Di Inspektorat Daerah Kabupaten Pangandaran
JAYA MAKMUR Wisata Edukasi Peternakan Kambing Roudhotul Ghonam
67
PANGANDARAN Farm

39
No PD/Instansi Judul Inovasi
68 Kecamatan CIGUGUR MOTEKAR (Monitoring Desa di Kecamatan Cigugur)
SIKEMAS (Sistem Informasi Kemudahan Akses
69 Kecamatan Cigugur
Masyarakat)
70 Kecamatan Cijulang PENA K-PO
Kecamatan
71 Percepatan Pelayanan Administrasi Masyarakat dan Desa
PADAHERANG
72 Kecamatan Parigi SiPenDig (Sistem Pengarsipan Digital)
CAT SIPEDE (Computer Assited Test) Sistem Penjaringan
73 Kecamatan Parigi
Perangkat Desa
Pemerintah Desa
74 Jaringan Internet Wifi Koin
Bojongsari
75 Pemerintah Desa Cibanten Inovasi Bank Sampah " SABUGA "
Pemerintah Desa
76 Sistem Informasi Masyarakat Desa Ciganjeng (SI MAJENG)
Ciganjeng
Pemerintah Desa
77 Lembaga Kesejahteraan Keluarga
Kondangjajar
Pemerintah Desa
78 Budidaya Ternak Domba
Kondangjajar
Pemerintah Desa
79 SID (Sistem Informasi Desa)
Pananjung
Pemerintah Desa
80
Pasirgeulis Pasirgeulis Menuju Desa Digital
Pemerintah Desa
81 Anjungan Pelayanan Mandiri
Sidomulyo
82 RSUD PANDEGA Literasi Balaputra
ASTER PING (Asuhan Komplementer Oleh Pendamping
83 RSUD PANDEGA
Persalinan)
84 SATPOL PP Pelayan Prima Terintegrasi
85 Sekretariat Daerah SIAPPaJu
SIMPENA (Sistem Pemutahiran Administrasi Perjalanan
86 Sekretariat Dewan
Dinas)
87 Kecamatan Padaherang Percepatan Pelayanan Administrasi Masyarakat dan Desa

Meski pun pada hakikatnya inovasi dalam berbagai urusan pemerintahan


daerah telah diterapkan, namun dari berbagai inovasi yang ada belum dapat
ditentukan indikator keberhasilan dari kegiatan yang sudah dilakukan. Selain itu juga
perlu adanya perlindungan terhadap inovasi daerah yang telah disusulkan, yaitu
dengan pengajuan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), sehingga pelaksanaan terhadap
inovasi daerah tersebut jelas. Oleh karena itu perlu adanya peraturan daerah sebagai
payung hukum yang mengatur tentang indikator keberhasilan dari masing-masing
inovasi daerah yang telah diusulkan, pengaturan terkait HKI dari masing-masing
inovasi yang telah diusulkan dan diterapkan, serta penyelenggaraan sistem inovasi
daerah Kabupaten Pangandaran secara komprehensif.
Praktik penyelenggaraan inovasi daerah di Pemerintah Kabupaten
Pangandaran hingga saat ini belum diatur secara khusus melalui Peraturan Daerah,
sehingga inovasi daerah yang telah dilakukan belum memiliki landasan hukum yang
jelas di tingkat Provinsi. Sebagai respons terhadap hal ini, Pemerintah Kabupaten
Pangandaran perlu untuk segera menyusun serta mengesahkan produk hukum dan
kebijakan sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan inovasi daerah. Dalam
konteks ini, pengaturan melalui payung hukum serta penyelenggaraan inovasi daerah
40
menjadi sebagai salah satu bentuk perwujudan pemerintah Kabupaten Pangandaran
dalam praktik tata kelola pemerintahan yang mengimplementasikan prinsip good
governance.

D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang Akan Diatur Dalam
Peraturan Daerah
Pada tahun 2017, Pemerintah Pusat mengeluarkan peraturan mengenai
inovasi daerah, di mana inovasi daerah diartikan sebagai suatu bentuk pembaharuan
dengan tujuan meningkatkan kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Inovasi
daerah yang dihasilkan merupakan wujud dari komitmen pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyelenggaraan pemerintahan
yang inovatif, efektif, dan efisien. Sesuai arahan pemerintah pusat, peraturan tersebut
menetapkan sasaran inovasi daerah untuk meningkatkan pelayanan publik,
memberdayakan serta melibatkan masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah.
Semangat perubahan yang diakibatkan oleh peraturan inovasi daerah
mendorong daerah-daerah untuk berinovasi secara berkelanjutan, baik dalam aspek
pembaharuan penyelenggaraan pemerintahan daerah maupun peningkatan produk
atau proses produksi. Rancangan Peraturan Daerah tentang Inovasi Daerah di
Kabupaten Pangandaran diharapkan dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan dan partisipasi
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah.
Inovasi Daerah mencakup berbagai aspek, termasuk pembaharuan
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan produk atau proses produksi.
Inisiatif inovasi dapat berasal dari berbagai pihak, seperti kepala daerah, Aparatur Sipil
Negara (ASN), perangkat daerah, Pemerintah Desa, Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), masyarakat, dan pendidikan formal. Diharapkan bahwa inovasi-inovasi
daerah yang dilaksanakan dapat memberikan dampak positif terhadap masyarakat,
menghasilkan peningkatan kesejahteraan, dan membuat pelayanan menjadi lebih
optimal, efektif, dan efisien dari segi anggaran.
Konsekuensi atas keterbukaan Pemerintah Kabupaten Pangandaran untuk
menerima berbagai usulan inovasi bagi Kabupaten Pangandaran tentunya harus
seimbang dan sejalan dengan memberikan penghargaan, perlindungan dan
pengakuan dalam bentuk Hak Kekayaan Intelektual (HKI) maupun pendanaan.
Pembebanan pendanaan bukan hanya dari APBD Kabupaten Pangandaran tetapi
sangat memungkinkan dari sumber lainnya seperti dana Corporate Social
Responsibility (CSR).
Dalam menyelenggarakan inovasi daerah diperlukan membentuk
kelembagaan inovasi daerah, sumberdaya daerah dan jaringan inovasi Berkaitan
dengan kelembagaan Inovasi Daerah maka leading sector nya adalah Badan
Perencanaan dan Penelitian, Pengembangan Pembangunan Daerah Kabupaten
Pangandaran. Sebagaimana peran dan fungsi Badan Perencanaan dan Penelitian,

41
Pengembangan Pembangunan Daerah Kabupaten Pangandaran masih terkesan
hanya pada fungsi perencanaan. Oleh karena itu, kelembagaan inovasi daerah ini
akan sejalan dan berkorelasi dengan kegiatan Kerjasama Daerah untuk membentuk
jaringan inovasi daerah dan pada akhirnya memiliki sumber daya inovasi daerah.

1. Metode Penyusunan
Metode RIA (Regulatory Impact Analysis) dan Teori ROCCIPI (Rule,
Opportunity, Capacity, Communication, Process, and Ideology) dalam Penyusunan
Naskah Akademik merupakan dua metode yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat
dan dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Metode RIA adalah suatu metode dalam penyusunan kebijakan
dengan pendekatan yang diharapkan bisa mengakomodasi semua kebutuhan dalam
penyusunan perundang-undangan. Teori untuk mencari solusi permasalahan dalam
masyarakat yang dikenal dengan Teori ROCCIPI (Rule, Opportunity, Capacity,
Communication, Process, and Ideology) adalah cara untuk menjelaskan
permasalahan yang berulang untuk memahami permasalahan tersebut. Dengan
memahami permasalahan secara menyeluruh dan mendalam, pembuat kebijakan
dapat mencari jawaban atau penjelasan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

2. Konsep Quadruple Helix Kaitannya dengan Inovasi Daerah

Konsep quadruple helix merupakan pengembangan dari konsep triple helix.


Konsep triple helix itu sendiri adalah konsep yang pertama kali diperkenalkan oleh
Etzkowit dan Leydesdorff pada tahun 1995. Konsep ini digunakan dalam
mengembangkan dan meningkatkan inovasi pada industri kecil, tetapi pada saat ini
konsep triple helix merupakan konsep yang mendukung kolaborasi antara pemerintah
dan pengusaha, dan akademisi. Masing-masing pihak mempunyai peran dan
kolaborasi dalam konsep triple helix pada saat ini juga terbukti dalam meningkatkan
kreatifitas dan inovasi pada industri, termasuk industri kecil.

Konsep triple helix ini kemudikan dikembangkan menjadi konsep quadruple


helix, yaitu dengan menambahkan peran masyarakat dalam aktivitas kreativitas dan
pengetahuan, sehingga pihak-pihak yang terlibat adalah pemerintah dan pengusaha,
akademisi, dan masyarakat58. Penambahan unsur masyarakat dalam konsep
quadruple helix merupakan sebuah respon terhadap demokrasi dan kondisi inovasi
yang berkembang pada masyarakat yang berbasis media dan budaya 59. Quadruple
helix merupakan solusi untuk pengembangan kreativitas, inovasi dan teknologi bagi

58
Setyanti, Sri W. L. H, 2022, Peran Quadruple Helix untuk Meningkatkan Kreatifitas dan Kinerja Inovasi Industri
Kreatif Indonesia, Seminar Nasional Manajemen dan Bisnis ke-3 Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Jember, 3, hlm. 244-251
59
Park, H. W, 2014, Transition from the Triple Helix to N-Tuple Helices? An interview with Elias G. Carayannis and
David F. J. Campbell, Scientometrics, 99(1), hlm. 203–207.
42
industri kreatif60. Hal tersebut juga dapat diterapkan dalam perumusan inovasi-inovasi
yang lain, termasuk inovasi daerah. Kolaborasi antar pihak menjadi kunci penting
dalam pengembangan jejaring, sebab jejaring memungkinkan terjadinya interaksi dan
pertukaran ide kreatif sehingga akan mendorong terciptanya inovasi yang
dibutuhkan61. Contoh pusat-pusat inovasi di dunia adalah Silicon Valley di California,
Bangalore di India, Zhingguancun di China, atau Daedeok Innopolis di Korea Selatan,
tempat-tempat tersebut berhasil menjadi pusat inovasi di dunia karena adanya
interaksi yang kuat antar aktor yang ada dalam daerah tersebut 62. Pola interaksi antar
aktor yang kuat mendorong daerah ini menjadi lebih maju dan lebih cepat beradaptasi
dengan knowledge society63. Konsep quadruple helix ini berpedoman bahwa gagasan
inovasi daerah merupakan hasil yang melibatkan konstribusi aktif dari aktor yang
terlibat sesuai dengan fungsi dan kelembagaannya64.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa model quadruple helix yang diterapkan


dengan optimal dapat meningkatkan ekonomi melalui inovasi daerah yang
berkelanjutan65. Keterkaitan keberhasilan penerapan konsep quadruple helix dalam
peningkatan inovasi daerah di Indonesia telah banyak terbukti66. Munculnya konsep
quadruple helix mendorong perkembangan inovasi daerah yang menyeluruh dan
berkelanjutan, sebab konsep ini mendorong hubungan yang harmonis antara
akademisi/universitas dan infrastruktur teknologi, perusahaan, pemerintah, dan
masyarakat67. Penentuan kebijakan dan inovasi daerah yang dilakukan oleh
pemerintah-universitas-industri bersifat top-down, tetapi inisiatif dan masukan yang
diberikan oleh masyarakat bersifat bottom-up, dan dapat membantu membentuk,
menyempurnakan, dan membuat kebijakan dan inovasi daerah yang dilakukan oleh
pemerintah, universitas, dan industri menjadi lebih efektif 68. Penerapan konsep
quadruple helix dalam pembentukan inovasi daerah sangat penting dilakukan, karena
keterlibatan masyarakat dalam pembentukan inovasi daerah dapat memberikan
masukan kepada konsep inovasi daerah yang sudah dibuat oleh pemerintah,
perusahaan, dan universitas. Keterlibatan masyarakat dalam pembentukan inovasi
daerah diharapkan dapat memberikan masukan dan inisiatif sesuai dengan kondisi

60
Mulyana, Sutapa, 2014, Peningkatan Kapabilitas Inovasi, Keunggulan Bersaing dan Kinerja melalui Pendekatan
Quadruple Helix: Studi Pada Industri Kreatif Sektor Fashion, Jurnal Manajemen Teknologi, Vol. 1, No. 3.
61
Stimson, R. J., Stough, R. R., dan Roberts, B. H, 2006, Regional economic development: analysis and planning
strategy, Berlin: Springer Science & Business Media
62
Sofhani, Tubagus F, dan Nurrahma, Vaulli, 2017, Pengembangan Wilayah Berbasis Quadruple Helix: Analisis
Jaringan Antar Aktor dalam Pengembangan Industri Kreatif Cimahi, Prosiding Seminar Nasional Perencanaan
Pembangunan Inklusif Desa Kota, hlm. 18-26.
63
Etzkowitz, H, 2002, Incubation of incubators: innovation as a triple helix of universityindustry-government
networks, Science and Public Policy, Vol. 29, Issue 2, hlm. 115–128
64
Praswati, A. N, 2017, Perkembangan Model Helix Dalam Peningkatan Inovasi. Dalam Seminar Nasional Riset
Manajemen & Bisinis: Perkembangan Konsep dan Riset E-Business di Indonesia, hlm. 690–705
65
Afonso, O., Monteiro, S., dan Thompson, M, 2012, A Growth Model for The Quadruple Helix, Journal of Business
Economics and Management, Vol. 13, Isuse 5, hlm. 849–865.
66
Sulikah, Mindarti, Lely I., Sentanu, I G. E. P. S., dan Hidayah, Kemal, 2021, Improving Regional Economy Using
the Quadruple Helix Approach. Jurnal Borneo Administrator, Vol. 17, Issue 1, hlm. 1-20
67
Galvão, A., Mascarenhas, C., Rodrigues, R. G., Marques, C. S., dan Leal, C. T., 2017, A quadruple helix model of
entrepreneurship, innovation and stages of economic development, Journal Review of International Business and
Strategy, Vol. 27, Issue 2, hlm. 261–282.
68
Ibid, hlm. 2.
43
yang ada di masyarakat, yang tidak dapat dirasakan oleh pemerintah, perusahaan,
dan universitas.

Masukan dan inisiatif dari masyarakat dalam pembentukan inovasi daerah


mampu mendorong penciptaan inovasi daerah yang sesuai dengan kondisi daerah
terkini, karena didukung dengan partisipasi para aktor yang mempunyai peran dan
kontribusinya masing-masing dalam berbagai aspek. Akademisi mempunyai peran
untuk menyediakan ilmu pengetahuan baru yang dapat menjadi sumber informasi bagi
aktor lainnya. Pengusaha mempunyai peran untuk menyediakan sumber daya, seperti
lapangan pekerjaan ataupun modal yang dapat menjadi penggerak dalam berjalannya
inovasi daerah. Pemerintah mempunyai peran yang dapat membuat regulasi dan
kebijakan, serta menjadi evaluator dalam pelaksanaan inovasi daerah, sehingga
seluruh inovasi daerah dapat berjalan dengan baik. Sedangkan masyarakat
mempunyai peran tidak kalah penting sebagai penyedia informasi dan pemberi
masukan agar inovasi daerah yang dibuat sesuai dengan kondisi daerah yang
sebenarnya.

Pembentukan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Inovasi


Daerah di Kabupaten Pangandaran dilakukan dengan menggunakan pendekatan
konsep quadruple helix. Hal tersebut dilakukan agar inovasi daerah yang dibuat dapat
bermanfaat untuk semua aspek, mulai dari pemerintah sampai masyarakat. Inovasi
daerah yang dibuat dengan menggunakan pendekatan bottom-up dirasa akan lebih
efektif daripada yang dilakukan dengan pendekatan top-down, karena pendekatan top-
down ini tidak dapat melihat realita yang terjadi di masyarakat.

3. Menguraikan jenis inovasi dan contohnya

Penyelenggaraan Inovasi Daerah mencakup bentuk-bentuk inovasi yang dibangun


dalam rangka pembaharuan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah69, yaitu:

a. Inovasi tata kelola pemerintahan daerah merupakan inovasi dalam


pelaksanaan manajemen Pemerintahan Daerah yang meliputi tata laksana
internal dalam pelaksanaan fungsi manajemen dan pengelolaan unsur
manajemen. Contoh jenis inovasi tata Kelola pemerintahan daerah yang sudah
pernah dibuat oleh beberapa daerah antara lain: (1) Gemati Peni (Gerakan
Remaja Putri Peduli Anemia) yang dibentuk oleh Puskesmas Karangmalang
Kabupaten Sragen; (2) Government Resource Management System (GRMS):
Inovasi Layanan Publik Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah yang dibentuk
oleh Pemerintah Kota Surabaya; dan (3) E-DesaNow (sistem informasi terpadu
perencanaan partipatif supra desa) yang saat ini lebih dikenal sebagai Data
Tunggal Daerah Analisis Kemiskinan Partisipatif (DTD-AKP) yang dibentuk
oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo;

69
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah
44
b. Inovasi pelayanan publik merupakan inovasi dalam penyediaan pelayanan
kepada Masyarakat yang meliputi proses pemberian pelayanan barang/jasa
publik dan inovasi jenis dan bentuk barang/jasa publik. Contoh jenis inovasi
pelayanan publik yang sudah pernah dibuat oleh beberapa daerah antara lain:
(1) SIPUMA (Sistem Informasi Peta UMKM Kabupaten Sragen) yang dibentuk
oleh Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten
Sragen; (2) Sipelandukilat (Sistem Pelayanan Administrasi Kependudukan di
Wilayah Perbatasan dan Pedalaman) yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi
Kalimantan Utara; dan (3) Sibima Konstruksi Sigap (Sistem Informasi Belajar
Intensif Mandiri Bidang Konstruksi Untuk Siap Gapai Pekerjaan) yang dibentuk
oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; dan/ atau
c. Inovasi Daerah lainnya sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah merupakan segala bentuk inovasi dalam
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah Provinsi. Contoh jenis inovasi daerah lainnya yang sudah
pernah dibuat oleh beberapa daerah antara lain: (1) Jempol Polah (Jemput
Bola Olah Sampah) yang dibentuk oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Sragen; (2) SIJAGA (Simpan Infaq Sodaqoh Jariyah Jamban Keluarga) di
Desa Sukanagara Kecamatan Jatinagara yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Ciamis; dan (3) Gerbang Hebat yaitu program penanggulangan
kemiskinan dan pengangguran yang dibentuk oleh Pemerintah Kota
Semarang.

4. Menguraikan level inovasi dan contohnya


a. Inovasi yang berasal dari faktor internal dan eksternal
Inisiatif inovasi daerah dapat berasal dari faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal merupakan inisiatif inovasi daerah yang datang dari dalam
organisasi pemerintahan, dapat berasal dari pemimpin suatu organisasi, SDM di
organisasi tersebut, ataupun akibat dari hal yang dialami oleh organisasi.
Sedangkah faktor eksternal adalah inisiatif inovasi daerah yang datang dari luar
organisasi, dapat berupa intervensi dari organisasi lainnya, sumber daya di luar
organisasi yang mendorong adanya sebuah inovasi, ataupun bisa karena sebuah
perkembangan yang terjadi di luar organisasi. Penyebab inisiatif inovasi pelayanan
muncul karena faktor internal (birokrasi), antara lain:
1. Pemimpin yang visioner, cerdas, berani, memiliki orientasi pelayanan, memiliki
dukungan politik dan sumber daya lain sehingga memungkinkan pemimpin
tersebut membuat kebijakan inovatif;
2. Dukungan SDM birokrasi yang handal sehingga mampu memberikan
rekomendasi kebijakan kepada pimpinan untuk membuat kebijakan inovatif;
3. Situasi kritis yang harus dihadapi oleh birokrasi sehingga mengharuskan
birokrasi untuk berpikir out of the box;

45
4. Keterbatasan yang dihadapi oleh birokrasi karena anggaran, sumber daya
alam yang minim, isolasi geografis, dan lainnya yang mengharuskan birokrasi
berpikir kreatif;
5. Belum adanya kebijakan atau sebaliknya adanya kebijakan yang membatasi
ruang gerak pemerintah (daerah) sehingga mereka harus berpikir kreatif.

Sedangkan penyebab inovasi tersebut muncul dari faktor eksternal adalah


sebagai berikut:

1. DPR dan DPRD yang supportif terhadap gagasan inovasi. Inovasi


membutuhkan payung kebijakan (misalnya Undang-Undang, Perda) dan dana
anggaran (program-program pembangunan yang harus dibiayai APBN dan
APBD) sehingga membutuhkan dukungan DPR dan DPRD untuk dapat
merealisasikannya;
2. Masyarakat yang terdidik dan memiliki kesadaran akan hak-hak mereka
sehingga menimbulkan demand pelayanan publik yang lebih baik. Namun
demikian, perlu diingat kesadaran tentang hak tersebut perlu diikuti dengan
kesadaran tentang kewajiban, sebab realitas yang ada menunjukkan bahwa
inovasi tidak akan berhasil tanpa dukungan masyarakat (misal: Inisiatif breast
feeding oleh Pemerintah Kabupaten Klaten tidak akan berhasil tanpa
dukungan dari masyarakat);
3. Keberadaan Civil Society Organization yang vibrant sehingga mampu
memunculkan, mendorong, dan mendukung inisiatif inovasi yang digagas
oleh pemerintah;
4. Dukungan pemerintah pusat berupa kebijakan atau payung hukum yang
memungkinkan munculnya inisiatif inovasi di daerah;
5. Sumber daya alam, finansial, dan budaya yang ada di masyarakat yang
memungkinkan pemerintah daerah mampu melakukan inovasi pelayanan
publik.
b. Keberlanjutan Inovasi

Kekhawatiran yang muncul pada penerapan sebuah inovasi daerah adalah


keberlanjutannya, bagaimana sebuah inovasi dapat terus berjalan, upaya-upaya yang
harus dilakukan agar inovasi dapat berdampak positif dan dapat mencapai tujuan
pembangunan yang diinginkan. Keberlanjutan inovasi yang dikhawatirkan bukan pada
tujuan penerapan inovasi dalam jangka pendek, melainkan penerapan inovasi dalam
jangka menengah dan jangka panjang. Banyak faktor yang berpengaruh pada
penerapan inovasi dalam jangka panjang, ada faktor pendukung dan faktor
penghambat.

Faktor pendukung keberlanjutan penerapan inovasi adalah kebijakan,


komitmen pimpinan, rekan/stakeholder, sarana prasarana, dan anggaran 70. Faktor

70
Milawaty, 2017, The Sustainability of Innovation of Projects Change of Leadership Education and Training
Alumniin West Sulawesi Province, Jurnal Transformasi Administrasi, Vol. 7(2), hlm. 1385–1404
46
pendukung keberhasilan berupa kebijakan pimpinan yang dipengaruhi oleh tugas
pokok dan fungsi organisasi. Faktor lainnya didasarkan pada program prioritas daerah
sehingga keberlangsungan inovasi dapat terus terakomodir oleh daerah. Selain itu
inovasi yang digagas merupakan perpanjangan dari pekerjaan seharihari yang
dulunya manual namun kini dibuat online. Program dari pusat pun terkait database
kelembagaan telah online.

Keberlanjutan inovasi dapat terjaga salah satunya karena adanya dukungan


dari pimpinan. Dukungan tersebut tidak terlepas dari komunikasi yang intens antara
anggota dengan pimpinan. Melalui komunikasi yang intens tersebut, pimpinan dapat
mengetahui manfaat inovasi bagi organisasi. Keterlibatan pimpinan dalam inovasi
berdampak terhadap terbukanya peluang untuk melaksanakan setiap tahap inovasi.
Hal ini penting mengingat inovasi yang digagas melibatkan biaya yang cukup besar.

Dukungan stakeholder akan sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan


inovasi, karena coaching clinic yang menjadi inovasinya memang membutuhkan peran
dan kerjasama dari beberapa pihak yang terlibat. Sarana dan prasarana dibutuhkan
untuk mendukung pelaksanaan inovasi, dengan sarana dan prasarana yang baik
maka pelaksanaan inovasi dapat terus berlanjut. Berlanjutnya inovasi tidak dipungkiri
sangat terbantu dengan kucuran anggaran yang lancar, apabila anggaran yang
digunakan untuk menjalankan inovasi terhambat, maka keberlanjutan inovasi daerah
pun juga akan terhambat.

Sementara faktor penghambatnya adalah terbatasnya sumber daya, kurang


responnya pengiriman permintaan data, kurang siapnya alternatif meminimalkan
kegagalan, dan jaringan internet71. Faktor penghambat penerapan inovasi bisa muncul
dari dalam maupun luar organisasi72. Kegagalan dari dalam organisasi dapat dibagi
dalam dua kategori, yakni kegagalan yang dipicu oleh budaya infrastruktur, seperti
kepemimpinan yang buruk, struktur organisasi yang buruk, komunikasi antar personel
yang buruk, manajemen knowledge yang buruk, dan penguatan struktur yang buruk,
dan kegagalan oleh proses inovasi itu sendiri dipicu oleh definisi tujuan yang tidak
jelas, aksi dan tujuan yang tidak sinkron, partisipasi tim yang buruk, monitoring hasil
yang buruk, serta komunikasi dan akses terhadap informasi yang buruk.

Geoff Mulgan dan David Albury (Innovation in the Public Sector, London, 2003)
menyampaikan beberapa hambatan yang berpeluang menggagalkan inovasi, yaitu
keengganan untuk menutup program atau orang yang gagal, ketergantungan pada
pimpinan dalam melakukan inovasi, teknologi tersedia, tetapi dibatasi oleh
budaya/norma, tidak adanya reward/insentif untuk berinovasi, kurangnya keterampilan
dalam mengelola manajemen perubahan, anggaran jangka pendek dan perencanaan

71
Ibid, hlm. 13.
72
Noor, Irwan, 2016, Determinasi Palayanan Publik Pemerintahan Daerah: Paradoks di Era Desentralisasi, Jurnal
Ilmiah Administrasi Publik, Vol. 2, Issue 4, hlm. 131-137
47
horizontal, tekanan dalam pelaksanaan dan beban administrasi, dan budaya
menghindari risiko73.

BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT
73
Mulgan, G. dan Albury, D., 2003, Innovation in the Public Sector, Working Paper Version 1.9, Strategy Unit, UK
Cabinet Office.
48
BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan dilakukan untuk mengevaluasi


keadaan hukum atau peraturan yang mengatur substansi atau materi yang akan diatur.
Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang sejauh mana peraturan perundang-
undangan yang ada sejalan dan bersinergi serta posisi Undang-Undang dan Peraturan
Daerah untuk mencegah tumpang tindih dalam regulasi.
Evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan terkait memiliki tujuan sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi dan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran mengenai Inovasi
Daerah.
2. Menetapkan dasar hukum dan kebijakan yang relevan.
3. Melakukan harmonisasi dan sinkronisasi antara peraturan perundang-undangan yang
terkait.
Secara keseluruhan, terdapat banyak peraturan perundang-undangan yang mendasari
aspek hukum dan kebijakan terkait dengan penyusunan Naskah Akademik Kabupaten
Pangandaran mengenai Inovasi Daerah. Rincian mengenai peraturan perundang-undangan

49
tersebut akan diuraikan lebih lanjut dalam BAB III ini, yang membahas kebijakan Perundang-
Undangan Terkait.
Dalam upaya memenuhi persyaratan sinkronisasi dan harmonisasi, penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Inovasi Daerah di Kabupaten Pangandaran harus
melibatkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang relevan.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun
1945)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945


sebagai suatu bentuk konstitusi tertulis adalah induk dari segala perundangundangan
di Negara Republik Indonesia yang memberikan landasan hukum dalam pembuatan
segala peraturan dan berlakunya peraturan-peraturan itu. 74 Terhadap kewenangan
pemerintahan daerah untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan
lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan, setidaknya hal ini dapat
terjabarkan dalam bunyi Pasal 18 ayat (2) dan ayat (6) UUD NRI Tahun 1945.

Dikatakan Pasal 18 ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
(UUD NRI) Tahun 1945 menyebutkan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan. Lebih lanjut dalam Pasal 18 ayat (6) juga
dijelaskan bahwa pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Pasal
18 ayat (2) dan ayat (6) ini menjadi dasar kewenangan pemerintahan daerah dalam
mengatur urusan daerah melalui instrumen hukum Peraturan Daerah. Lebih lanjut,
Pasal 18B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan:

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum


adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang.”

Ketentuan Pasal 18B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 memberikan penekanan
bahwa ketentuan ini adalah menyangkut daerah. Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat karena masyarakat hukum adat
merupakan basis pelaksanaan hukum adat. Adanya pengakuan terhadap masyarakat
hukum adat, termasuk juga pengakuan terhadap hak-hak tradisionalnya yang dikenal
dengan hak ulayat.

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

74
Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda, 2005, Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: Rajawali Press, hlm. 63
50
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6801)
Pasca lahirnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang
pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah, pembentukan peraturan daerah memang tidak lagi secara langsung
merujuk/bersumber pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 jo Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2022. Namun begitu, beberapa materi muatan dalam undangundang
a quo tetap perlu menjadi pertimbangan penting dalam penyusunan peraturan daerah.
Materi muatan sebagaimana dimaksud adalah soal asas-asas pembentukan maupun
asas-asas materi muatan dalam peraturan perundangundangan. Berkenaan dengan
asas-asas pembentukan dan materi muatan peraturan perundang-undangan, Pasal 5
dan 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan telah menyebutkan beberapa asasasas yang perlu diperhatikan
dalam proses pembentukan peraturan perundangundangan. Sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 5, pembentukan peraturan perundang-undangan harus dilakukan
berdasarkan asas kejelasan tujuan;75 kelembagaan atau pejabat pembentuk yang
tepat;76 kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan; 77 dapat dilaksanakan;78
kedayagunaan dan kehasilgunaan;79 kejelasan rumusan;80 dan keterbukaan.81
Sementara dalam Pasal 6 disebutkan bahwa materi muatan peraturan perundang-

75
Yang dimaksud dengan “asas kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Lihat: Penjelasan Pasal 5 huruf a Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
76
Yang dimaksud dengan “asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis
Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan
Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal
demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal
5 huruf b.
77
Yang dimaksud dengan “asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” adalah bahwa dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar- benar memperhatikan materi muatan yang tepat
sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Ibid, Penjelasan Pasal 5 huruf c.
78
Yang dimaksud dengan “asas dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang- undangan tersebut di dalam masyarakat,
baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 5 huruf d.
79
Yang dimaksud dengan “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-
undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 5 huruf e.
80
Yang dimaksud dengan “asas kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus
memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah,
serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi
dalam pelaksanaannya. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 5 huruf f.
81
Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-
luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Lihat: Ibid,
Penjelasan Pasal 5 huruf g.
51
undangan harus mencerminkan asas pengayoman;82 kemanusiaan;83 kebangsaan;84
kekeluargaan;85 kenusantaraan;86 bhinneka tunggal ika;87 keadilan;88 kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;89 ketertiban dan kepastian hukum;90
dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.91
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679).
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Indonesia dalam berbagai urusan
diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang ini hadir mengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dengan menekankan pada 2 (dua) hal, yaitu: pertama,
penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran
serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia;92 dan kedua, efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih
82
Yang dimaksud dengan “asas pengayoman” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat. Lihat: Ibid,
Penjelasan Pasal 6 huruf a.
83
Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf b.
84
Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf c.
85
Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf d.
86
Yang dimaksud dengan “asas kenusantaraan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan
Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf
87
Yang dimaksud dengan “asas bhinneka tunggal ika” adalah bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta
budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf f.
88
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf
g.
89
Yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” adalah bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan
latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6
huruf h.
90
Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf i.
91
Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara
kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf j.
52
memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan
antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan
persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.93
Salah satu materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah soal inovasi daerah. Diatur dalam Pasal
386 UU a quo bahwa dalam rangka peningkatan kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan inovasi. Dalam
merumuskan kebijakan inovasi, pemerintah daerah mengacu pada prinsip:
1. Peningkatan efisiensi;
2. Perbaikan efektivitas;
3. Perbaikan kualitas pelayanan;
4. Tidak ada konflik kepentingan;
5. Berorientasi kepada kepentingan umum;
6. Dilakukan secara terbuka;
7. Memenuhi nilai-nilai kepatutan; dan
8. Dapat dipertanggungjawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan diri sendiri.

Inisiatif inovasi dapat berasal dari kepala daerah, anggota DPRD, ASN,
perangkat daerah, dan anggota masyarakat. Usulan inovasi yang berasal dari anggota
DPRD ditetapkan dalam rapat paripurna. Usulan inovasi sebagaimana dimaksud
disampaikan kepada kepala daerah untuk ditetapkan dalam Perkada sebagai inovasi
Daerah. Usulan inovasi yang berasal dari Aparatur Sipil Negara harus memperoleh
izin tertulis dari pimpinan Perangkat Daerah dan menjadi inovasi Perangkat Daerah.
Usulan inovasi yang berasal dari anggota masyarakat disampaikan kepada DPRD
dan/atau kepada Pemerintah Daerah. Jenis, prosedur dan metode penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang bersifat inovatif ditetapkan dengan Perkada. Kepala
daerah melaporkan inovasi Daerah yang akan dilaksanakan kepada Menteri. Laporan
sebagaimana dimaksud paling sedikit meliputi cara melakukan inovasi, dokumentasi
bentuk inovasi, dan hasil inovasi yang akan dicapai. Dikatakan pula dalam UU Pemda
bahwa inovasi yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dinilai oleh pemerintah
pusat untuk diberikan penghargaan dan/atau insentif kepada pemerintah daerah yang
berhasil melaksanakan inovasi. Di level daerah, pemerintah daerah memberikan
penghargaan dan/atau insentif kepada individu atau perangkat daerah yang
melakukan inovasi.

4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara


Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6757)

92
Dasar Menimbang huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 70 Ibid.,
Dasar Meni
93
Ibid., Dasar Menimbang huruf c.
53
Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah merupakan penyempurnaan pelaksanaan Hubungan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang selama ini dilakukan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(HKPD) merupakan suatu sistem penyelenggaraan keuangan yang mengatur hak dan
kewajiban keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang
dilaksanakan secara adil, transparan, akuntabel dan selaras berdasarkan
undangundang. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah dilandaskan pada 4 (empat) pilar utama, yaitu: mengembangkan sistem Pajak
yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien, mengembangkan
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam
meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui kebijakan Transfer ke
Daerah (TKD) dan Pembiayaan Utang Daerah, mendorong peningkatan kualitas
Belanja Daerah, serta harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah dan Daerah
untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan
fiskal.
Adapun ruang lingkup hubungan Keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah menurut ketentuan Pasal 2 huruf (a) sampai dengan huruf (b)
dalam UU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah terdiri atas pemberian sumber penerimaan daerah berupa pajak dan retribusi,
pengelolaan TKD, pengelolaan Belanja Daerah, pemberian kewenangan untuk
melakukan pembiayaan daerah dan pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional.
Dalam UU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah dijelaskan mengenai prinsip pendanaan dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah yaitu
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai
dari dan aras beban APBN dan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban APBN.
Keterkaitan antara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dengan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi tentang Inovasi Daerah terdapat pengaturan mengenai
sumber penerimaan daerah, pengelolaan transfer ke daerah, pengelolaan belanja
daerah, kewenangan melakukan pembiayaan daerah dan pelaksanaan sinergi
kebijakan nasional. Pengaturan dalam Raperda Kabupaten Pangandaran tentang
Inovasi Daerah harus sinkron dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

54
UU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah mengatur sumber penerimaan daerah berupa pajak dan retribusi daerah.
Jenis pajak yang dipungut pemerintah provinsi terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB);
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB);
c. Pajak Alat Berat (PAB);
d. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB);
e. Pajak Air Permukaan (PAP);
f. Pajak Rokok;
g. Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB)

Sedangkan untuk jenis retribusi terdiri atas retribusi jasa umum, retribusi jasa
usaha dan retribusi perizinan tertentu. Untuk Objek retribusi yaitu penyediaan atau
pelayanan barang dan atau jasa dan pemberian izin tertentu kepada orang pribadi
atau Badan oleh Pemerintah Daerah. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah juga mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah.

Belanja Daerah masih didominasi oleh belanja aparatur dan belanja


operasional rutin dan dikelola dengan kurang efisien, serta tidak didukung dengan
sumber daya manusia pengelola Keuangan Daerah yang memadai. Belanja Daerah
masih dianggarkan relatif minimal dalam mendukung belanja yang berorientasi pada
layanan infrastruktur publik sehingga tidak dapat secara optimal mendukung
pencapaian outcome pembangunan Daerah dan pertumbuhan ekonomi Daerah.

5. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah


Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi
Undang-Undang (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841)

UU ini mengatur mengenai penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-


Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2022 Nomor 238, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841)
ditetapkan menjadi Undang-Undang dan melampirkannya sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Undang-Undang ini. Undang undang ini merupakan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang ini dibentuk dengan tujuan untuk:
a. menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan,
pelindungan, dan pemberdayaan terhadap Koperasi dan UMK-M serta industri dan
perdagangan nasional sebagai upaya untuk dapat menyerap tenaga kerja Indonesia
yang seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan
antardaerah dalam kesatuan ekonomi nasional;
b. menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;

55
c. melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan
keberpihakan, penguatan, dan pelindungan bagi Koperasi dan UMK-M serta industri
nasional; dan
d. melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan
peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis
nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu
pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi
Pancasila.
Lebih jauh terkait aturan ini dalam pasal 48 disebutkan beberapa hal terkait pengembangan
kegiatan riset maupun penelitian yang mendapatkan perhatian dan support penuh dari
pemerintah yakni:
1. Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta
Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional.
2. Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta
Invensi dan Inovasi yang terintegrasi di daerah, Pemerintah Daerah membentuk
badan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai badan riset dan inovasi nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden
Undang-undang ini menjelaskan berbagai hal, salah satunyanya untuk mendorong
inovasi, penanaman modal yang mendapat fasilitas dengan salah satu kriterianya untuk
melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi. Serta insentif bagi umkm
melalui inovasi dan pengembangan produk yang berpedoman pada nilai nilai pancasila
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan
Intelektual Serta Hasil Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Oleh Perguruan
Tinggi Dan Lembaga Penelitian Dan Pengembangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 43)

Perguruan tinggi dan lembaga litbang memiliki peran sentral dalam alih
teknologi dan hasil kegiatan penelitian. Perguruan tinggi dan lembaga litbang wajib
mengusahakan alih teknologi kekayaan intelektual dan hasil litbang yang dihasilkan
melalui kegiatan penelitian dan pengembangan yang dibiayai sepenuhnya atau
sebagian oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah selama tidak bertentangan
dengan ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan. 94 Jika pemerintah
daerah membiayai secara penuh hasil kegiatan litbang yang dihasilkan melalui
kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi dan lembaga litbang,
maka kekayaan intelektual menjadi milik Pemerintah Daerah tersebut. 95 Namun,
apabila dibiayai sebagian oleh Pemerintah Daerah dan sebagian lagi oleh pihak

94
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual Serta Hasil
Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Oleh Perguruan Tinggi Dan Lembaga Penelitian Dan Pengembangan.
95
Ibid, pasal 5 ayat (1)

56
lainnya, maka merupakan milik Pemerintah Daerah dan pihak lain yang bersangkutan
secara bersama-sama.96
Dalam melaksanakan kewajiban mengusahakan alih teknologi kekayaan
intelektual serta hasil litbang, perguruan tinggi dan lembaga litbang wajib membentuk
unit kerja yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pengelolaan dan alih teknologi
kekayaan intelektual serta hasil litbang di lingkungannya.97 Alih teknologi kekayaan
intelektual serta hasil litbang ini dilakukan melalui mekanisme: (a) lisensi; (b) kerja
sama; (c) pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi, dan/atau (4) publikasi. 98
Alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil litbang milik bersama Pemerintah
Daerah dan pihak lain yang membiayai sebagian kegiatan litbang dilaksanakan
berdasarkan perjanjian yang telah diatur sebelumnya antara perguruan tinggi dan
lembaga litbang dengan pihak lain yang bersangkutan 99, dan hal ini dilakukan setelah
dilakukan upaya perlindungan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-


Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5357) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357)
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administrative yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. 100 Subjek
Penyelenggara Pelayanan Publik yakni setiap institusi penyelenggara negara,
korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang untuk
kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk
kegiatan pelayanan publik.101
Setiap pelayanan publik wajib memiliki Standar Pelayanan yang menjadi tolok
ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan publik dan
acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara
kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau, dan terukur.102 Oleh karena itu, perlu dibangun sistem pelayanan terpadu
yang merupakan satu kesatuan pengelolaan dalam pemberian pelayanan yang
dilaksanakan dalam satu tempat dan dikontrol oleh sistem pengendalian manajemen

96
Ibid, pasal 5 ayat (2)
97
Ibid, pasal 16
98
Ibid, pasal 20
99
Ibid, pasal 32
100
Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
101
Ibid, pasal 1 angka 2
102
Ibid, pasal 1 angka 5
57
guna mempermudah, mempercepat, dan mengurangi biaya.103 Lebih lanjut, terdapat
pelayanan berjenjang, dimana penyelenggaraan pelayanan yang dilaksanakan secara
bertingkat dengan menyediakan kelas-kelas pelayanan yang disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat untuk memberikan pilihan kepada masyarakat pengguna
pelayanan dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan dan proporsionalitas.
Ruang lingkup Penyelenggara Pelayanan Publik merupakan salah satu aspek
penting yang perlu dijabarkan agar tidak menimbulkan kerancuan dalam
penerapannya, terutama berkaitan dengan Penyelenggara Pelayanan Publik oleh
badan hukum lain yang melaksanakan Misi Negara. Ruang lingkup tersebut meliputi:
a. Pelayanan barang publik;
b. Pelayanan jasa publik; dan
c. Pelayanan administartif.

Keterkaitan PP No. 96 Tahun 2012 dengan Raperda Inovasi Daerah ini dalam
rangka mempermudah dan mempercepat pelayanan kepada Masyarakat dapat
dibentuk sistem pelayanan terpadu. Sistem pelayanan terpadu pada hakikatnya
adalah menyederhanakan mekanisme pelayanan dengan mengutamakan inovasi,
sehingga kemanfaatannya benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Dengan demikian,
sistem ini diadakan bukan hanya karena adanya peraturan perundangundangan yang
mewajibkan, tetapi lebih kepada seberapa jauh sistem pelayanan terpadu tersebut
dapat menghasilkan pelayanan yang lebih mudah, sederhana, cepat, murah, dan tertib
dalam administrasi pelayanan.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 206, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6123)
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah dibentuk untuk
melaksanakan amanat Pasal 390 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Dalam PP a quo, inovasi daerah di definisikan sebagai semua
bentuk pembaharuan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. 104 Inovasi daerah
diperlukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut, sasaran dari inovasi daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan
publik, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, dan peningkatan daya saing
daearah.105
Terdapat setidaknya 8 prinsip yang menjadi dasar dalam penyelenggaraan inovasi
daerah, kedelapan prinsip tersebut yakni:
1. Peningkatan efisiensi;
2. Perbaikan efektivitas;
3. Perbaikan kualitas pelayanan;

103
Ibid, pasal 1 angka 9
104
Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah
105
Ibid, Pasal 2
58
4. Tidak menimbulkan konflik kepentingan;
5. Berorientasi kepada kepentingan umum;
6. Dilakukan secara terbuka;
7. Memenuhi nilai kepatutan; dan
8. Dapat dipertanggung jawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan sendiri.
Inovasi daerah sendiri berbentuk inovasi tata kelola pemerintahan daerah; inovasi
pelayanan publik; dan/atau inovasi daerah lainnya sesuai dengan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah.106 Untuk dapat mengatakan bahwa sesuatu tersebut adalah
inovasi daerah, maka harus memenuhi kriteria inovasi daerah yang meliputi:107
1. Mengandung pembaharuan seluruh atau sebagian unsur dari inovasi;
2. Memberi manfaat bagi daerah dan/ atau masyarakat;
3. Tidak mengakibatkan pembebanan dan/atau pembatasan pada masyarakat yang tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah; dan
5. Dapat direplikasi.
Inisiasi inovasi daerah pada dasarnya dapat berasal dari kepala daerah, anggota DPRD,
ASN, perangkat daerah, dan anggota masyarakat.108 Pada dasarnya inovasi daerah di uji
coba, namun terhadap inovasi daerah yang sederhana, tidak menimbulkan dampak negatif
kepada masyarakat, dan tidak mengubah mekanisme penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan langsung diterapkan tanpa melalui uji
coba Inovasi Daerah.109 Penerapan hasil inovasi daerah ditetapkan dengan perkada atau
perkada tergantung pada dampak yang ditimbulkan oleh inovasi daerah tersebut. Ditetapkan
dengan perda apabila penerapan inovasi daerah tersebut mengakibatkan pembebanan
kepada masyarakat, pembatasan kepada masyarakat, dan/atau pembebanan pada anggaran
pendapatan dan belanja Daerah. Ditetapkan dengan perkada apabila penerapan Inovasi
Daerah tersebut berkaitan dengan tata laksana internal Pemerintah Daerah dan tidak
mengakibatkan pembebanan kepada masyarakat, pembatasan kepada masyarakat, dan/atau
pembebanan pada anggaran pendapatan dan belanja Daerah.110

9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan


Riset dan Inovasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021
Nomor 192)
Pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk melakukan konsolidasi lembaga Litbangjirap dalam rangka pembangunan
Iptek di Indonesia. Oleh sebab itu desain pembentukan BRIN diarahkan untuk melakukan
integrasi sumber daya Iptek baik berupa human resources, infrastruktur dan anggaran,
sehingga dengan adanya integrasi sumber daya Iptek yang saat ini tersebar di berbagai
lembaga Litbangjirap dapat tercipta pembangunan Iptek yang lebih terarah dan menuju

106
Ibid, Pasal 4
107
Ibid, pasal 6
108
Ibid, pasal 7 ayat (1)
109
Ibid, pasal 19
110
Ibid, pasal 20
59
pencapaian yang sama yaitu menghasilkan invensi dan inovasi sebagai pondasi mewujudkan
Indonesia Maju 2045.111
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2021 (PP 78/2021) juga
mengatur mengenai pembentukan Badan Riset Inovasi Daerah. Pasal 66 PP 78/2021
menyatakan:
Pasal 66
(1) BRIDA dibentuk oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan setelah mendapatkan pertimbangan dari
BRIN.
(2) BRIDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat di integrasikan dengan perangkat
daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang perencanaan
pembangunan daerah atau perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan daerah di bidang penelitian dan pengembangan daerah.
Berdasarkan Pasal 66 diatas, pembentukan BRIDA dapat diintegrasikan dengan
perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang
perencanaan pembangunan daerah atau perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan daerah di bidang penelitian dan pengembangan daerah. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa pembentukan dan pengintegrasian BRIDA merupakan suatu
keharusan, bukan merupakan pilihan untuk membentuk atau tidak membentuk, yang menjadi
pilihan adalah skema pembentukannya, dapat berbentuk Organisasi Perangkat Daerah
mandiri, atau dapat di integrasikan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah atau
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah. Skema pembentukan BRIDA inilah yang
diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah berdasarkan kemampuan dan
karakteristik daerahnya.

10. Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03 Tahun 2012
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2012 tentang Penguatan Sistem
Inovasi Daerah (Berita negara tahun 2012 no 484)
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), upaya inovasi, serta sistem inovasi menjadi
faktor kunci yang sangat penting guna mencapai pembangunan dan meningkatkan daya
saing di tingkat daerah. Penguatan sistem inovasi daerah melibatkan perbaikan dalam hal
struktur organisasi, sumber daya, jejaring keilmuan dan teknologi, serta peningkatan dalam
relevansi, produktivitas riset, dan pemanfaatan IPTEK untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam rangka mendukung upaya penguatan sistem inovasi, khususnya di tingkat
daerah, pada tanggal 25 April 2012, yang juga bertepatan dengan peringatan Hari Otonomi
Daerah yang ke-16, telah diterbitkan Peraturan Bersama oleh Menteri Riset dan Teknologi
dan Menteri Dalam Negeri dengan nomor 03 Tahun 2012 dan 36 Tahun 2012, yang
membahas tentang penguatan sistem inovasi di tingkat daerah. Peraturan ini merupakan bukti
111
Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan
HAM RI, 2021, Laporan Akhir Analisis Dan Evaluasi Hukum UndangUndang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem
Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
https://www.bphn.go.id/data/documents/2021_ae_uu_11_2019_sisnas_iptek.pdf, hlm. 19.
60
kesepahaman bersama dan sekaligus menjadi dasar hukum yang mengatur tindakan
Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah dalam upaya meningkatkan daya saing daerah
melalui penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi.
Dalam konteks pelaksanaan pemerintahan daerah, salah satu elemen penting yang
memiliki peran signifikan dalam penguatan Sistem Inovasi Daerah adalah Badan Penelitian
dan Pengembangan Daerah (BPPD) atau badan serupa yang memiliki tugas dan fungsi
terkait riset dan pengembangan. Penguatan BPPD merupakan langkah strategis dalam
memperkuat Sistem Inovasi Nasional dan Sistem Inovasi Daerah, sehingga lembaga-lembaga
IPTEK dapat menciptakan inovasi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
penerimaan teknologi oleh masyarakat, industri, dan pemerintah.
Pasal 16 ayat (2) dari Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi serta
Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2012 dan Nomor 36 Tahun 2012 yang berfokus pada
Penguatan Sistem Inovasi Daerah menyebutkan bahwa peningkatan kapasitas dan peran
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BPPD) sebagai koordinator dalam
menguatkan Sistem Inovasi Daerah harus dilakukan dengan penataan institusi pemerintah
daerah. Pasal 32 menugaskan gubernur untuk membentuk Tim Koordinasi Penguatan SIDa di
tingkat provinsi, dengan Kepala BPPD bertindak sebagai Sekretaris Tim Koordinasi. Salah
satu tanggung jawabnya adalah menyusun dokumen Roadmap Penguatan Sistem Inovasi
Daerah. Hal ini sejalan dengan Pasal 7 Ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20
Tahun 2011, yang mengamanatkan BPPD Provinsi untuk menyusun kebijakan teknis,
rencana, dan program kelitbangan di lingkungan pemerintahan provinsi serta di pemerintahan
kabupaten/kota di wilayahnya. BPPD Provinsi juga memiliki kewenangan dalam
melaksanakan pengelolaan pembangunan daerah. Karena peran penting BPPD dalam
pembangunan daerah, terutama dalam penguatan Sistem Inovasi Daerah, diperlukan
berbagai tindakan untuk meningkatkan kinerjanya, termasuk dalam bentuk fasilitasi dan
pendampingan pelaksanaan penguatan Sistem Inovasi Daerah, termasuk penyusunan
Roadmap Penguatan Sistem Inovasi Daerah.

11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah. (Berita negara tahun 2015 Nomor 2036)
Setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, yang kemudian diubah oleh Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018, proses pembentukan peraturan daerah tidak lagi
secara langsung mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2022. Namun, masih ada beberapa isu penting yang perlu menjadi
pertimbangan utama dalam penyusunan peraturan daerah. Isu-isu ini terkait dengan prinsip-
prinsip dasar pembentukan dan substansi materi dalam peraturan perundang-undangan.
Terkait dengan prinsip-prinsip dasar pembentukan dan materi dalam peraturan
perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

61
Peraturan Perundang-undangan menguraikan sejumlah prinsip yang harus diperhatikan
dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Seperti yang dijelaskan dalam
Pasal 5, proses pembentukan peraturan perundang-undangan harus mematuhi prinsip-prinsip
berikut:
1. Prinsip kejelasan tujuan.
2. Prinsip kelembagaan atau pejabat pembentuk yang sesuai.
3. Prinsip kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan peraturan.
4. Prinsip keterlaksanaan.
5. Prinsip kegunaan dan keberdayaan.
6. Prinsip kejelasan rumusan.
7. Prinsip keterbukaan.
Sementara itu, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 juga menetapkan bahwa
materi dalam peraturan perundang-undangan harus mencerminkan prinsip-prinsip berikut:
1. Prinsip pengayoman.
2. Prinsip kemanusiaan.
3. Prinsip kebangsaan.
4. Prinsip kekeluargaan.
5. Prinsip kenusantaraan.
6. Prinsip "bhinneka tunggal ika" (berbeda namun tetap satu).
7. Prinsip keadilan.
8. Prinsip kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.
9. Prinsip ketertiban dan kepastian hukum.
10. Prinsip keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Ini menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan
asas-asas ini dalam penyusunan peraturan daerah, bahkan jika referensi langsung ke
undang-undang tertentu telah diubah. Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk menciptakan
peraturan yang sesuai, berkeadilan, dan sesuai dengan semangat hukum Indonesia yang
beragam.

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penelitian dan Pengembangan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan
Pemerintah Daerah (Berita Negara Tahun 2016 Nomor 546)
Menurut Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem
Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, inovasi didefinisikan sebagai hasil dari gagasan,
penelitian, pengembangan, penilaian, atau penerapan yang memiliki unsur kebaruan dan
telah diaplikasikan serta memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial. Oleh karena itu,
diperlukan pembentukan peraturan daerah tentang inovasi daerah dengan
mempertimbangkan Pedoman Penelitian dan Pengembangan yang diatur dalam Permendagri
Nomor 17 Tahun 2016. Secara hukum, Permendagri tersebut dibuat untuk menjadi panduan
dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan di Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) dan pemerintah daerah.

62
Pasal 1 dari Permendagri tersebut mendefinisikan penelitian sebagai aktivitas yang
dilakukan secara sistematis sesuai metode ilmiah untuk mengumpulkan informasi, data, dan
penjelasan yang berkaitan dengan verifikasi atau penolakan suatu asumsi atau hipotesis di
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan pemerintahan di dalam negeri
dan pemerintahan daerah. Pengkajian merujuk pada penelitian yang memiliki tujuan praktis
dalam menyelesaikan permasalahan aktual dengan tujuan jangka menengah dan jangka
panjang di lembaga yang terkait dengan pemerintahan di dalam negeri dan pemerintahan
daerah. Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan
memanfaatkan prinsip-prinsip dan teori ilmu pengetahuan yang terbukti kebenarannya untuk
meningkatkan fungsi, manfaat, dan penerapan ilmu pengetahuan yang sudah ada, atau
menciptakan teknologi baru yang berhubungan dengan pemerintahan di dalam negeri dan
pemerintahan daerah.
Terutama dalam konteks inovasi daerah, Permendagri tersebut mengindikasikan
bahwa Litbang Daerah memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan inovasi daerah, sebagai
bagian dari fungsi litbang. Dalam menjalankan tanggung jawab tersebut, badan Litbang
Daerah yang mengelola fungsi kelitbangan bertugas untuk memfasilitasi dan menginisiasi
inovasi di tingkat daerah.

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 104 Tahun 2018 tentang Penilaian dan
Pemberian Penghargaan dan/atau Insentif Inovasi Daerah (Berita Negara Tahun
2018 Nomor 1611)
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 104 Tahun 2018 tentang Pemberian
Penghargaan dan/atau Insentif Inovasi Daerah, dijelaskan bahwa Indeks Inovasi Daerah
adalah kumpulan variabel dan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat inovasi di
tingkat daerah dalam periode tertentu. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas
pembinaan dan pengawasan pemerintahan daerah, Kementerian Dalam Negeri mendukung
pemerintah daerah dalam melakukan inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, Kementerian ini juga melakukan penilaian terhadap inovasi yang dilaksanakan dan
dilaporkan oleh pemerintah daerah serta memberikan penghargaan dan insentif keuangan
kepada pemerintah daerah yang berhasil melaksanakan inovasi.
Pemberian penghargaan dan insentif keuangan dalam bidang inovasi daerah
sebenarnya bukan akhir dari kegiatan inovasi. Ini hanya sebagai pemicu agar daerah-daerah
terus melakukan inovasi, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk
mencapai hal ini, Kementerian Dalam Negeri melakukan berbagai langkah, termasuk
pembinaan kepada pemerintah daerah. Pembinaan inovasi daerah adalah upaya yang
dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri melalui Badan Penelitian dan Pengembangan
untuk mendorong pemerintah daerah agar melakukan inovasi sesuai dengan peringkat
inovasi daerah yang diperoleh berdasarkan Indeks Inovasi Daerah.
Agar pembinaan inovasi daerah menjadi lebih efektif, perlu disusun peta pembinaan
inovasi daerah. Peta ini adalah hasil dari pemetaan pembinaan yang dilakukan oleh

63
Kementerian Dalam Negeri melalui Badan Penelitian dan Pengembangan, berdasarkan data
inovasi yang dilaporkan oleh pemerintah daerah dan sesuai dengan tingkat inovasi daerah
yang diperoleh melalui penilaian inovasi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri.
Penilaian inovasi daerah adalah proses penilaian terhadap berbagai jenis Inovasi Daerah
dengan menggunakan indikator Indeks Inovasi Daerah. Hasil penilaian ini memungkinkan
untuk membagi peta pembinaan inovasi daerah menjadi empat predikat inovasi daerah, yaitu:
(1) daerah sangat inovatif, (2) daerah inovatif, (3) daerah kurang inovatif, dan (4) daerah yang
belum melaporkan data inovasi daerah.

14. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi


Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Di Lingkungan
Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Dan
Badan Usaha Milik Daerah (Berita Negara Tahun 2021 Nomor 196)
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik adalah rangkaian kegiatan yang mencakup
pengumpulan, pemilihan, evaluasi, dan pemberian penghargaan kepada inovasi yang telah
diterapkan oleh instansi pemerintah, seperti kementerian, lembaga, pemerintah daerah,
badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah. Kompetisi ini diadakan setiap
tahun.
Adapun persyaratan Inovasi yang diikutsertakan dalam Kompetisi yaitu
1. Memenuhi seluruh kriteria Inovasi;
2. Selaras dengan tema Kompetisi;
3. Relevan dengan salah satu kategori Kompetisi;
4. Diajukan secara daring dalam bentuk Proposal lengkap melalui SINOVIK, disertai
dokumen pendukung yang relevan;
5. Menggunakan judul yang menggambarkan Inovasi dengan memperhatikan
norma dan kepantasan; dan
6. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Lebih lanjut, kriteria Inovasi yang diikutsertakan dalam Kompetisi sebagai
berikut:
1. Memiliki kebaruan, yaitu memperkenalkan gagasan yang unik, pendekatan yang baru
dalam penyelesaian masalah, atau kebijakan dan desain pelaksanaan yang unik, atau
modifikasi dari inovasi pelayanan publik yang telah ada, untuk penyelenggaraan
pelayanan publik;
2. Efektif, yaitu memperlihatkan capaian yang nyata dan memberikan solusi dalam
penyelesaian permasalahan;
3. Bermanfaat, yaitu menyelesaikan permasalahan yang menjadi kepentingan dan perhatian
publik.
4. Dapat ditransfer/direplikasi, yaitu dapat dan/atau telah dicontoh dan/atau menjadi rujukan
dan/atau diterapkan oleh penyelenggara pelayanan publik lainnya;

64
5. Berkelanjutan, yaitu mendapat jaminan terus dipertahankan yang diperlihatkan dalam
bentuk dukungan program dan anggaran, tugas dan fungsi organisasi, serta hukum dan
perundang-undangan.

15. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi


Nomor 91 Tahun 2021 tentang Pembinaan Inovasi Pelayanan Publik (Berita
Negara Tahun 2021 Nomor 1572)
Pembinaan Inovasi Pelayanan Publik adalah usaha yang terencana dan berkelanjutan, yang
dilakukan baik dalam lingkup nasional maupun di tingkat instansi atau wilayah, dengan tujuan
untuk menciptakan, mengembangkan, dan mengesahkan inovasi. Pasal 3 menjelaskan
bahwa pembinaan inovasi difokuskan pada inovasi yang memenuhi kriteria berikut:
1. Kebaruan, yaitu memperkenalkan cara, pendekatan atau kebijakan dandesain
pelaksanaan baru dan berbeda dalam rangka penyelenggaraan Pelayanan Publik;
2. Efektif, yaitu menghasilkan keluaran yang nyata sesuai dengan
tujuanpenyelenggaraan Pelayanan Publik;
3. Bermanfaat, yaitu memberikan dampak bagi peningkatan kualitas Pelayanan Publik;
4. Mudah disebarkan, yaitu mudah untuk ditiru dan dikembangkan oleh Penyelenggara
Inovasi lainnya; dan
5. Berkelanjutan, yaitu terus diterapkan dan dikembangkan secaraberkesinambungan,
serta mendapat dukungan masyarakat.
Lebih lanjut, Pasal 4 mengatur pembinaan inovasi diselenggarakan melalui
kegiatan:
1. Penciptaan;
2. Pengembangan; dan
3. Pelembagaan inovasi.
Pemberian penghargaan kepada Pemerintah Daerah merupakan bagian dari
pencapaian dalam reformasi birokrasi yang dilakukan oleh setiap Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah. Penghargaan ini tidak hanya ditujukan kepada Kementerian/Lembaga
atau Pemerintah Daerah, melainkan juga dapat diberikan kepada Aparatur Sipil Negara dan
pegawai Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, baik secara individu
maupun sebagai bagian dari tim yang menginisiasi pembuatan inovasi yang diakui sebagai
inovasi terbaik di tingkat nasional, sesuai dengan Pasal 12 ayat (1). Dengan diterbitkannya
Peraturan Menteri ini, diharapkan akan mendorong Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah untuk terus mengembangkan inovasi dalam rangka meningkatkan layanan publik
kepada masyarakat.

65
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS,
66
BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, LANDASAN SOSIOLOGIS DAN LANDASAN YURIDIS

Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis harus dijadikan sebagai dasar pertimbangan
dalam penyusunan naskah akademik peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan
daerah. Pemahaman tentang unsur-unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis ini dapat diperoleh
dari studi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dan berlaku di Indonesia. Dasar
hukum dalam melakukan penyusunan Naskah Akademik terdapat dalam Pasal 57 UU Nomor
15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang diperbarui dengan dikeluarkannya Undang-undang
(UU) Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Sebagai daerah yang masih tergolong baru berdiri, pembuatan aturan hukum di tingkat
daerah seperti penyusunan peraturan daerah Kabupaten Pangandaran mengenai inovasi
daerah merupakan hal penting dalam pengaturan mengenai inovasi daerah di Kabupaten
Pangandaran. Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah diharapkan
mampu berperan dalam pembangunan daerah untuk memberikan kontribusi dalam

67
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah, selain itu juga Peran
Pemerintah Kabupaten Pangandaran juga sangat penting untuk mendorong dan juga
melahirkan berbagai macam inovasi yang tentunya bermanfaat bagi masyarakat. Seiring
dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pangandaran, meningkatnya jumlah penduduk,
serta bertambahnya pelaku usaha atau kegiatan yang berpotensi pada banyaknya inovasi
yang dilakukan oleh masyarakat.

A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis mempunyai peran penting dalam membentuk nilai-nilai, etika, dan
prinsip-prinsip yang tercermin dalam peraturan hukum. Landasan filosofis yang dimaksud
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan adalah Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kedua landasan filosofi
tersebut merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang
dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi
suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia. Pemerintahan Negara Indonesia
mempunyai tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, yang jelas tertuang dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Kalimat tersebut juga diperjelas
dalam Pasal 28 C ayat (1) yang berbunyi, bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan manusia.
Dasar hukum Indonesia, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjunjung
tinggi tujuan yang sampai saat ini terus dilaksanakan, yaitu tujuan pembangunan nasional
dalam yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata secara materil dan
spiritual. Landasan filosofis yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan dari rancangan
peraturan daerah mengenai inovasi daerah adalah untuk meningkatkan peran masyarakat
dan pemerintah daerah dalam pembangunan di Kabupaten Pangandaran. Pembangunan
sendiri mempunyai pengertian sebagai upaya terus-menerus untuk memperbaiki masyarakat
atau sistem sosial secara menyeluruh dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik.
Pengertian lain lain tentang pembangunan adalah sebagai rangkaian usaha mewujudkan
pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu Negara
bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building).
Berdasarkan dua konsep pembangunan nasional tersebut, maka pembangunan
nasional dapat diartikan sebagai serangkaian proses perbaikan yang berkelanjutan dan
terencana dengan cermat yang diimplementasikan dalam berbagai aspek masyarakat untuk
mencapai perbaikan dalam kualitas kehidupan. Mencapai tujuan pembangunan nasional dan
memenuhi cita-cita bangsa dapat terwujud apabila potensi alam dan masyarakat
dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan semua lapisan masyarakat. Cita-cita
hukum dan tujuan negara bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan diperjelas dalam Pasal
18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka untuk

68
mencapai kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan, diperlukan optimalisasi
pemanfaatan sumber daya daerah melalui sistem inovasi daerah yang terstruktur.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah
disebutkan bahwa inovasi daerah terutama dimaksudkan untuk mendukung peningkatan
kinerja pemerintah daerah dan pelayanan publik secara optimal dalam kesejahteraan
masyarakat. Sasaran dari Inovasi Daerah adalah mempercepat pencapaian kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan serta partisipasi
masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah.
Pembahasan mengenai pembangunan nasional tidak akan terlepas dari partisipasi
masyarakat itu sendiri. Keterkaitan antara pembangunan nasional dengan partisipasi
masyarakat adalah keterlibatan masyarakat adalah kontribusi dalam proses pembangunan
nasional dan sekaligus menjadi tujuan utama dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
Singkatnya dapat disebut bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional adalah
bentuk keterlibatan aktif, baik secara fisik maupun mental, dalam berbagai kegiatan
kolaboratif. Hal ini mencerminkan rasa peduli dan tanggung jawab individu sebagai warga
negara dalam mencapai tujuan perbaikan kualitas hidup.
Partisipasi masyarakat yang tinggi secara langsung akan mempercepat pembangunan
nasional. Terlaksananya pembangunan nasional juga tidak bisa berdiri sendiri tanpa dari
inovasi yang dibuat oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Upaya pelaksanaan pembangunan nasional akan lebih cepat terwujud apabila dengan
memanfaatkan kearifan masing-masing daerah, potensi yang dimiliki, daya saing daerah,
kreativitas daerah, maupun inovasi daerah. Keterlibatan masyarakat sangat penting dalam
penyelenggaraan inovasi daerah yang sukses. Inovasi-inovasi yang mendukung
pembangunan nasional tidak perlu dibatasi oleh pemerintah daerah, melainkan harus disusun
dengan keterbukaan sehingga memungkinkan partisipasi aktif masyarakat, bahkan
memungkinkan mereka untuk mengusulkan inovasi daerah secara bebas.
Landasan filosofis dalam pembuatan rancangan peraturan daerah ini selain
didasarkan pada tujuan pembangunan nasional dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 juga didasarkan pada percepatan pembangunan nasional. Percepatan pembangunan
nasional ini pernah disinggung oleh Presiden Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraan di Hari
Ulang Tahun Kemerdekaan RI. Beliau menyebutkan bahwa setelah adanya tujuan
pembangunan nasional, maka yang akan dilakukan kemudian adalah perlu adanya
percepatan pembangunan nasional. Hal tersebut juga diperkuat dengan dibuatnya Perpres
Nomor 105 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal Tahun 2020-2024.
Percepatan pembangunan nasional ini kemudian diturunkan menjadi tugas-tugas
Menteri, Menteri/Pimpinan Lembaga, gubernur, dan bupati sesuai dengan kewenangannya.
Tugas gubernur dalam akselerasi pembangunan nasional melibatkan penetapan strategi
nasional untuk mempercepat pengembangan daerah tertinggal dalam wilayah provinsi. Hal
tersebut adalah tindak lanjut dari rencana pembangunan jangka menengah di tingkat provinsi.
Tugas selanjutnya, gubernur memiliki tanggung jawab untuk mengawasi dan mengevaluasi

69
tingkat kemajuan pelaksanaan percepatan pembangunan nasional di tingkat provinsi dan
kabupaten.
Inovasi daerah yang dilaksanakan dengan benar memiliki potensi untuk memacu
kemajuan suatu daerah dan memberikannya keunggulan dibandingkan dengan daerah lain.
Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengawasi, mengevaluasi, dan mendukung setiap
tindakan inovatif di daerah tersebut. Hal ini bertujuan untuk mendukung akselerasi
pembangunan nasional, meningkatkan perkembangan wilayah, dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut.
Landasan yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah tentang Inovasi Daerah di Kabupaten Pangandaran adalah landasan
pandangan filosofis yang berkaitan dengan tujuan pembangunan nasional dan percepatan
pembangunan nasional diharapkan mampu meningkatkan peran serta masyarakat dalam
menyukseskan pelaksanaan Inovasi Daerah di Kabupaten Pangandaran. Naskah akademik
ini tidak hanya didasarkan pada pandangan filosofis yang berkaitan dengan tujuan dan
percepatan pembangunan nasional, tetapi juga mengacu pada pandangan filosofis Pancasila
dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, diharapkan bahwa
Kabupaten Pangandaran dapat:
1. Meningkatkan pelayanan publik;
2. Memberdayakan dan meningkatkan peran serta masyarakat;
3. Meningkatkan daya saing daerah.

B. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merujuk pada pertimbangan atau justifikasi yang menjelaskan
bahwa pembentukan peraturan bertujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat
dalam berbagai aspek. Secara esensial, landasan sosiologis berkaitan dengan data empiris
yang mencerminkan perkembangan isu-isu dan kebutuhan yang dihadapi oleh masyarakat
dan negara. Sosiologis dalam perancangan peraturan perundang-undangan digunakan dalam
tahap pembentukan peraturan dan bukan dalam tahap pelaksanaan, seperti yang dijelaskan
dalam gambar berikut:

Gambar 1. Unsur Sosiologis dalam konteks pembentukan dan pelaksaan UU atau Perda

70
Dibutuhkan inovasi yang efektif dalam masyarakat serta inovasi dalam tata kelola
pemerintahan agar Good Governance dapat tercapai. Meskipun ilmu pengetahuan dan
teknologi terus berkembang, namun untuk mencapai inovasi daerah yang sukses di
Kabupaten Pangandaran, diperlukan kerja sama dan koordinasi antara sektor pemerintah,
swasta, masyarakat, perguruan tinggi, serta pihak-pihak terkait lainnya. Sinergi ini akan
memastikan pelaksanaan pembinaan inovasi berjalan lancar dan akan meningkatkan
partisipasi publik dalam mendukung budaya inovasi.
Setiap wilayah memiliki potensi yang dapat ditingkatkan, sehingga tidak perlu hanya
meniru langkah daerah lain. Inovasi yang sesuai dengan potensi setempat perlu diupayakan,
bahkan jika melibatkan adaptasi dari inovasi yang telah diterapkan di tempat lain. Namun,
penting untuk menyesuaikan upaya ini dengan keadaan dan potensi khusus di setiap daerah.

C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah pertimbangan atau dasar hukum yang digunakan untuk
membentuk peraturan baru atau mengubah yang sudah ada, dengan tujuan memecahkan
masalah hukum atau mengisi kekosongan dalam hukum. Ini dilakukan untuk memastikan
kepastian hukum dan keadilan masyarakat, terutama dalam hal substansi atau materi hukum
yang diatur, sehingga memungkinkan pembentukan peraturan perundang-undangan baru.
Menurut Bagir Manan dalam hal penggunaan pijakan yuridis dalam penyusunan
Peraturan Daerah pembentukan peraturan daerah harus memperhatikan beberapa
persyaratan yuridis, yaitu:
a. Pembuatan peraturan perundang-undangan harus dilakukan oleh badan atau pejabat
yang memiliki wewenang, dan jika tidak, peraturan tersebut dapat dinyatakan batal
secara hukum (van rechtswegenietig);
b. Peraturan perundang-undangan harus sesuai dalam bentuk dan jenis dengan materi
yang akan diatur, dan ketidaksesuaian ini dapat menjadi dasar pembatalan peraturan
tersebut;
c. Pembentukan peraturan perundang-undangan harus mengikuti prosedur dan tata cara
yang telah ditetapkan; dan
d. Peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang memiliki hierarki lebih tinggi, dan harus sesuai dengan
konsep teori stufenbau, di mana peraturan tingkat tinggi menjadi landasan bagi
peraturan tingkat rendah.

Sebagai bagian dari sistem hukum nasional di Indonesia, Naskah Akademik


Rancangan Peraturan Daerah tentang Inovasi Daerah dibuat untuk kegiatan peningkatan
peran Kepala Daerah, anggota DPRD, ASN (Aparatur Sipili Negara), Perangkat Daerah dan
Anggota Masyarakat dalam mengusulkan inisitaif inovasi daerah sebagai bentuk peningkatan
kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah dan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Pangandaran.

71
Adapun landasan yuridis yang digunakan dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran tentang Inovasi Daerah akan di jabarkan ke dalam konsiderans (untuk dasar
mengingat), antara lain terdiri dari:
1) Pasal 18 ayat (2) dan (6); Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945);
2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 143,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6801);
3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-
Undang (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841);
5) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan
Intelektual Serta Hasil Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Oleh Perguruan Tinggi
Dan Lembaga Penelitian Dan Pengembangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 43);
6) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5357);
7) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 206, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6123);
8) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset
dan Inovasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 192);
9) Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03 Tahun 2012 dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi
Daerah (Berita Negara Tahun 2012 Nomor 484);
10) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri

72
Nomor 120 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara
Tahun 2015 Nomor 2036);
11) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pedoman Penelitian
dan Pengembangan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah
Daerah (Berita Negara Tahun 2016 Nomor 546);
12) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 104 Tahun 2018 tentang Penilaian dan
Pemberian Penghargaan dan/atau Insentif Inovasi Daerah (Berita Negara Tahun 2018
Nomor 1611);
13) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 7
Tahun 2021 tentang Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Di Lingkungan
Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Dan Badan
Usaha Milik Daerah (Berita Negara Tahun 2021 Nomor 196); dan
14) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
91 Tahun 2021 tentang Pembinaan Inovasi Pelayanan Publik (Berita Negara Tahun
2021 Nomor 1572).

BAB V
JANGKAUAN, ARAH 73
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
PERATURAN DAERAH

B. Jangkauan dan Arah Pengaturan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten


Pangandaran tentang Inovasi Daerah

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya maka dalam bab ini akan Diuraikan
terkait relevansi, jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Inovasi Daerah. Adapun penjelasan
sebagaimana dimaksud antara lain:

No JANGKAUAN PASAL ARAH KEBIJAKAN


Bab ini mengatur mengenai beberapa
hal yang pertama tentang ruang lingkup
pengertian, definisi dan berbagai istilah
BAB I KETENTUAN
1 Pasal 1
UMUM terkait dengan pengaturan tentang
Inovasi Daerah di Kabupaten
Pangandaran
Tujuan inovasi daerah ini yakni untuk
mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat, dengan
mengedepankan prinsip-prinsip dala
BAB II TUJUAN,
2 PRINSIP, RUANG Pasal 2-4 penyelenggaraan inovasi daerah.
LINGKUP Sedangkan ruang lingkup mengatur
mengenai batang tubuh dalam
Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran tentang Inovasi Daerah
3 BAB III INOVASI Pasal 5-9 Bab ini mengatur mengenai bentuk
DAERAH DALAM
Inovasi Daerah, yang terdiri dari (a).
RANGKA
PEMBAHARUAN inovasi tata kelola pemerintahan
PENYELENGGARAAN
daerah; (b). inovasi pelayanan publik;
PEMERINTAH
DAEARH dan/ atau (c). Inovasi Daerah lainnya
sesuai dengan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah.
Sedangkan kriteria Inovasi Daerah
meliputi: (a) mengandung
pembaharuan
seluruh atau sebagian unsur dari
inovasi; (b) memberi manfaat bagi
Daerah danf atau masyarakat; (c) tidak
mengakibatkan pembebanan dan/atau
pembatasan pada masyarakat yang

74
No JANGKAUAN PASAL ARAH KEBIJAKAN
tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; (d).
merupakan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah; dan (e).
dapat direplikasi.
4 BAB IV INOVASI Pasal 10-12 Bab ini mengatur mengenai subjek
DAERAH DALAM
penyelenggara, bentuk, dan kriteria
RANGKA
PENINGKATAN inovasi daerah dalam rangka
PRODUK/PROSES
peningkatan produk atau proses
PRODUKSI
produksi

5 BAB V INOVASI Pasal 13-15 Bab ini mengatur mengenai subjek


DAERAH DALAM
penyelenggara, bentuk, dan kriteria
RANGKA
PENINGKATAN inovasi daerah dalam rangka
PROSES DISTRIBUSI
peningkatan proses distribusi

6 BAB VI Pasal 16-21 Bab ini mengatur mengenai:


PENGUSULAN
1. Pembaharuan penyelenggaraan
pemerintah daerah
2. Peningkatan produk/proses
produksi
3. Peningkatan proses distribusi
7 BAB VII PENETAPAN Pasal 22-23 Bab ini membahas mengenai prosedur
penetapan Inovasi Daerah

8 BAB VIII Pasal 24-27 Bab ini membahas mengenai


PERENCANAAN
penyusunan roadmap
penyelenggaraan Inovasi Daerah yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan
potensi Kabupaten Pangandaran
9 BAB IX SISTEM Pasal 28-37 Bab ini membahas mengenai unsur
PENYELENGGARAAN
penyelenggaraan inovasi daerah terdiri:
1. Kelembagaan inovasi daerah
2. Sumberdaya inovasi daerah
3. Jaringan inovasi daerah

75
No JANGKAUAN PASAL ARAH KEBIJAKAN
10 BAB X BADAN RISET Pasal 38-41 Bab ini membahas mengenai
DAERAH DAN
pembentukan, tugas, dan BRIDA
INOVASI DAERAH
11 BAB XI KOMERSIAL Pasal 42-43 Pemerintah memfasilitasi dan
DAN PERLINDUNGAN
memberikan jaminan perlindungan
terhadap terhadap hak kekayaan
intelektual atas Inovasi Daerah
12 BAB XII Pasal 44-49 Pengembangan inovasi daerah
PENGEMBANGAN
meliputi:
INOVASI DAERAH
a. Uji coba inovasi daerah
b. Pembinaan inovasi daerah dalam
rangka peningkatan produk atau
proses produksi
c. Pembinaan inovasi daerah dalam
rangka peningkatan proses
distribusi
13 BAB XIII Pasal 50 Dalam penyelenggaraan dan
PENYELANGGARAAN
pengembangan inovasi daerah di
DAN
PENGEMBANGAN Kabupaten Pangandaran, pemerintah
INOVASI DAERAH
daerah mengakui dan menghormati
PADA KESATUAN
MASYARAKAT kesatuan masyarakat hukum adat
HUKUM ADAT
14 BAB XIV PENILAIAN Pasal 51-53 Bab ini mengatur tentang pemberian
DAN PENGHARGAAN
penilaian beserta kriteria terhadap
inovasi daerah. Di samping itu,
gubernur dapat memberikan
penghargaan kepada penyelenggara
inovasi daerah yang berhasil
menerapkan inovasi daerah
15 BAB XV Pasal 54 Bab ini mengatur mengenai
PENYEBARAN
penyebaran inovasi daerah yang dapat
INOVASI DAERAH
dilakukan dengan cara: a. seminar; b.
workshop; c. simposium; d. lokakarya;
e. penerbitan buletin; f. jurnal ilmiah; g.
publikasi media massa; h. pameran.
16 BAB XVI Pasal 55 Pendanaan inovasi daerah dapat
PENDANAAN
bersumber dari APBD dan/atau sumber
dana lain yang sah dan tidak mengikat
17 BAB XVII Pasal 56 Pemerintah Daerah dapat melakukan
KERJASAMA
kerjasama dalam penyelenggaraan
lnovasi Daerah
18 BAB XVIII INFORMASI Pasal 57 Dalam pelaksanaan keterbukaan
76
No JANGKAUAN PASAL ARAH KEBIJAKAN
INOVASI DAERAH informasi publik dan transparansi
pengelolaan pemerintah daerah
Kabupaten Pangandaran, maka
dibuatlah suatu system informasi yang
menyediaakan informasi mengenai
Inovasi Daerah
19 BAB XIX PERAN Pasal 58 Bab ini mengatur dan memberikan
SERTA
kesempatan yang seluas-luasnya
MASYARAKAT
kepada masyarakat untuk berperan
aktif dan mendukung pengembangan
inovasi daerah
20 BAB XX SANKSI Pasal 59 Pengaturan mengenai sanksi
merupakan sebagai alat control dan
memberikan ketegasan penegakan
hukum dalam penyelenggaraaan
Inovasi Daerah di Kabupaten
Pangandaran. Sanksi Administrasi
tersebut dapat berupa:
d. teguran lisan;
e. teguran tertulis;
f. pemberhentian sementara
kegiatan;
g. pemberhentian tetap kegiatan;
atau
h. denda administratif;
21 BAB XXI PEMBINAAN Pasal 60-61 Dalam penyelenggaraan Pemerintah
DAN PENGAWASAN
Daerah khususnya dalam bidang
inovasi daerah dibutuhkan pembinaan
dan pengawasan.
22 BAB XXII Pasal 62 Ketentuan Peralihan atas peraturan
KETENTUAN
daerah ini.
PERALIHAN
23 BAB XXIII Pasal 63 Merupakan klausula baku dalam setiap
KETENTUAN
peraturan, dan memasukkan kedalam
PENUTUP
lembaran daerah

77
BAB VI
PENUTUP

BAB VI

78
PENUTUP

B. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dalam penyusunan Naskah
Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Inovasi
Daerah dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa terdapat kekosongan hukum (rechtsvacuum) pengaturan Inovasi
Daerah di Kabupaten Pangandaran. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah
Kabupaten Pangandaran perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Inovasi Daerah untuk memperkuat daya dukung, kapasitas, peningkatan
pelayanan publik, dan daya saing daerah untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat.
2. Pengaturan tentang Inovasi Daerah yang dimaksudkan dituangkan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran untuk memberikan dasar
hukum dan kepastian hukum atas penyelenggaraan inovasi daerah, yang
dituangkan dalam bentuk: a. inovasi tata kelola pemerintahan daerah; b.
inovasi pelayanan publik; dan/ atau c. Inovasi Daerah lainnya sesuai
dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Dengan
adanya Peraturan Daerah tentang Inovasi Daerah diharapkan mampu
menjadi instrument hukum Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran
dalam mencapai tujuan penyelenggaraan inovasi daerah, yakni : a.
peningkatan pelayanan publik; b. pemberdayaan dan peran serta
masyarakat; dan c. peningkatan daya saing daerah.
3. Bahwa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan
yuridis dari pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran tentang Inovasi Daerah yakni untuk memberi dorongan yang
kuat dan payung hukum dalam berinovasi agar dapat dilaksanakan secara
terencana, terpadu, terintegrasi, dan terkoordinasi;
4. Bahwa tujuan dibentuknya Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran tentang Inovasi Daerah adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum, terkhusus masyarakat Kabupaten Pangandaran di
seluruh sektor, melalui peningkatan proses produksi dan distribusi.
C. SARAN
Berdasarkan beberapa kesimpulan berdasarkan rumusan masalah yang telah
disampaikan pada bagian sebelumnya, maka tim memeberikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Dalam rangka pembentukan dan pembahasan atas Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Inovasi Daerah maka Dinas
terkait sebagai pemrakarsa melalui Sekretaris Daerah perlu membentuk
tim asistensi dan berkoordinasi dengan OPD yang membidangi serta
stakeholder lainnya untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi

79
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Inovasi
Daerah.
2. Terhadap pembentukan dan pembahasan atas Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Inovasi Daerah perlu
dimasukkan di dalam prioritas penyusunan Peraturan Perundang-
Undangan yang ditetapkan di dalam Program Pembentukan Peraturan
Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Inovasi Daerah.
3. DPRD Kabupaten Pangandaran perlu mendorong Pemerintah Kabupaten
Pangandaran untuk segera melakukan langkah-langkah persiapan yang
dibutuhkan dalam rangka menyusun peraturan pelaksana dari Peraturan
Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Inovasi Daerah.
4. Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran perlu segera membentuk
Badan Riset Inovasi Daerah (Brida) sebagai ujung tombak
penyelenggaraan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan,
serta invensi dan inovasi yang terintegrasi di daerah.

80
DAFTAR PUSTAKA

81

You might also like