Professional Documents
Culture Documents
Dokumen Na Inovasi Daerah (2911)
Dokumen Na Inovasi Daerah (2911)
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
3
DAFTAR TABEL
4
DAFTAR GAMBAR
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
7
merangsang kreativitas lokal diperlukan untuk meningkatkan daya saing daerah. Untuk itu
perlu adanya kriteria objektif yang menjadi pedoman bagi pejabat daerah untuk melakukan
kegiatan yang inovatif1.
Salah satu proses yang dilaksanakan dalam melahirkan inovasi di tingkat pemerintah
daerah adalah dengan implementasi dari otonomi daerah di Indonesia. Otonomi daerah
dipandang sebagai suatu sarana untuk memajukan daerah, mendewasakan, dan memberikan
corak kemandirian dalam menjalankan tugas pemerintahan dan pembangunan. Kemandirian
daerah otonom pada prinsipnya sangat didasarkan pada kemampuan sumber daya daerah
dalam menggali sumber‐ sumber keuangan yang ada dan mengelolanya menjadi pendapatan
yang dapat di unggulkan yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan
dan pembangunan di daerah tersebut. Kewenangan daerah otonom menuju kemandirian
daerah, tidak dapat diartikan dengan kebebasan penuh dari suatu daerah untuk menjalankan
urusan dan fungsi otonominya secara sekehendaknya, tanpa mempertimbangkan aturan yang
lebih tinggi dan kepentingan nasional serta tata kelola pemerintahannya.
Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai
oleh semua pihak, baik itu masyarakat maupun pemerintah. Tata kelola pemerintahan yang
baik merupakan cerminan dari suksesnya implementasi dari reformasi birokrasi di suatu
daerah. Salah satu bentuk implementasi reformasi birokrasi di suatu pemerintahan adalah
dengan munculnya berbagai macam ide dan gagasan yang dihasilkan melalui inovasi. Tujuan
dari inovasi sendiri adalah mempermudah pekerjaan setiap pihak. Inovasi dilahirkan dan
dimunculkan dari setiap level yang ada, mulai dari individu, kelompok dan akhirnya meningkat
menjadi inovasi organisasional. Sasaran dan tujuan dari setiap inovasi yang dilakukan adalah
agar seluruh pihak terkait dapat mengembangkan setiap keterampilan yang dimiliki untuk
mempermudah setiap pekerjaan yang dilakukan2.
1
Irfan Setiawan, 2017, Implementasi Inovasi Daerah di Kota Balikpapan, Jurnal Ilmu Pemerintahan Suara
Khatulistiwa. Vol. II, No. 2, hlm. 84.
2
Permadi dan Adityawati, 2017, Belajar dan Pembelajaran Modern: Konsep Dasar, Inovasi dan Teori
Pembelajaran, Yogyakarta: Garudhawaca.
8
Istilah inovasi memang selalu diartikan secara berbeda-beda oleh beberapa ahli.
Menurut Suwarno3, inovasi biasanya erat kaitannya dengan lingkungan yang berkarakteristik
dinamis dan berkembang. Pengertian inovasi sendiri sangat beragam, dan dari banyak
perspektif. Fontana4 menjelaskan bahwa inovasi adalah kesuksesan ekonomi dan sosial
berkat diperkenalkannya cara baru atau kombinasi baru dari cara-cara lama dalam
mentransformasi input menjadi output yang menciptakan perubahan besar dalam hubungan
antara nilai guna dan harga yang ditawarkan kepada konsumen dan/atau pengguna,
komunitas, sosial dan lingkungan.
3
Yogi Suwarno, 2008, Inovasi di Sektor Publik, Jakarta: STIA-LAN Press.
4
Fontana, 2009, Innovate We Can! Manajemen inovasi dan Penciptaan Nilai, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, hlm. 20
5
Ranggi Ade F, 2018, Inovasi Daerah dari Perspektif Regulasi, Konseptual, dan Empiris (Tinjauan terhadap pasal
Pasal 386 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah)”, Jurnal Kajian Pemerintahan,
Volume IV, Nomor 1, hlm. 48-50.
6
Ibid, hlm. 50.
9
kewenangan dalam mengidentifikasi masalah dan peluang yang ada di masing-masing
daerah untuk kemudian mampu merumuskan solusi yang relevan dan seinovatif mungkin
sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut.
Dalam pasal 387 yang membahas berkaitan dengan perumusan kebijakan inovasi,
Pemerintahan Daerah mengacu pada 8 (delapan) prinsip inovasi yaitu peningkatan efisiensi,
perbaikan efektivitas, perbaikan kualitas pelayanan, tidak menimbulkan konflik kepentingan,
berorientasi kepada kepentingan umum, dilakukan secara terbuka, memenuhi nilai-nilai
kepatutan, dan dapat dipertanggungjawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan diri sendiri 7 .
Pasal 386 UU Pemda dengan tegas menyatakan, dalam rangka peningkatan kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan inovasi. Inovasi
merupakan semua bentuk pembaruan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang harus
berpedoman pada sejumlah prinsip penting, seperti peningkatan efisiensi, perbaikan
efektivitas, perbaikan kualitas pelayanan, dan sejenisnya. Pada akhirnya, kejelasan regulasi
tentang inovasi akhirnya terjawab dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Inovasi Daerah. Peraturan Pemerintah ini sekaligus menjawab ketakutan
Kepala Daerah selama ini untuk melakukan inovasi.
Dalam rangka terwujudnya daya saing daerah yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Serta menyelesaikan permasalahan yang ada dan semakin beragam, maka untuk
pemenuhan inovasi daerah yang sesuai dengan prinsip inovasi diperlukan pengaturan
kebijakan inovasi. Dengan adanya pengaturan kebijakan inovasi diharapkan inovasi dapat
dilaksanakan secara terencana, terpadu, terintegrasi dan terkoordinasi secara optimal guna
mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah serta kesejahteraan masyarakat yang
berkelanjutan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dilakukan identifikasi
masalah yaitu:
1. Apa permasalahan yang dihadapi oleh Kabupaten Pangandaran terkait Sistem Inovasi
Daerah dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat ?
2. Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah tentang Sistem Inovasi Daerah sebagai
dasar pemecahan masalah tersebut ?
3. Apa landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis yang menjadi acuan
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Sistem Inovasi Daerah di
Kabupaten Pangandaran ?
4. Bagaimana jangkauan, ruang lingkup, arah, dan sasaran Peraturan Daerah tentang
Sistem Inovasi Daerah ?
11
memberikan acuan pada penyusunan ketentuan-ketentuan, serta dasar hukum
penyelenggaraan sistem inovasi daerah.
Naskah Akademik juga sebagai materi yang akan dibahas dan diberikan masukan oleh
legislatif terutama pada saat disampaikannya usulan program dan anggaran penyelenggaraan
inovasi daerah. Bagi masyarakat, rancangan peraturan tentang Inovasi Daerah diperlukan
untuk memberikan kepastian hukum dalam tata Kelola dan pelayanan publik yang efektif,
efisien dan inovatif. Peraturan ini juga dapat menjadi landasan bagi masyarakat dalam rangka
mengawal berlangsungnya sistem tata Kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang
inovatif dimana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pada penelitian naskah akademik ini terdapat beberapa metode pendekatan berdasarkan
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2022 menjelaskan bahwasannya terdapat penambahan
teknik penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi, dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Perubahan terhadap
teknik penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/ Kota dilakukan menggunakan metode tertentu, antara lain metode
Regulatory Impact Analysis (RIA) dan metode ROCCIPI (Rule, Opportunity, Capacity,
Communication, Process, and Ideology) dalam Penyusunan Naskah Akademik,
Selain itu metode lain yang dapat digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik yakni
pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual
approach)8. Pendekatan perundang-undangan (statute approach), dilakukan dengan
menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pendelegasian kewenangan
dan penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah di bidang Inovasi Daerah. Pendekatan
8
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta: Interpratama Offset, hlm. 93-137.
12
konsep hukum (conceptual approach) dilakukan dengan menelaah konsep inovasi-inovasi
yang dapat diupayakan di daerah.
Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan hukum tersier, yakni:
a. Bahan hukum primer merupakan segala dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum
yang relevan dengan sistem inovasi daerah meliputi:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun
1945);
2) Pasal 18 ayat (2) dan (6); Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945);
3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 143, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6801);
5) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-
Undang (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841);
6) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan
Intelektual Serta Hasil Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Oleh Perguruan Tinggi
Dan Lembaga Penelitian Dan Pengembangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 43);
7) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5357);
8) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 206, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6123);
9) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset
dan Inovasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 192);
10) Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03 Tahun 2012 dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi
Daerah (Berita Negara Tahun 2012 Nomor 484);
13
11) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 120 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara
Tahun 2015 Nomor 2036);
12) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pedoman Penelitian
dan Pengembangan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah
(Berita Negara Tahun 2016 Nomor 546);
13) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 104 Tahun 2018 tentang Penilaian dan
Pemberian Penghargaan dan/atau Insentif Inovasi Daerah (Berita Negara Tahun 2018
Nomor 1611);
14) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 7
Tahun 2021 tentang Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Di Lingkungan
Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Dan Badan
Usaha Milik Daerah (Berita Negara Tahun 2021 Nomor 196);
15) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 91
Tahun 2021 tentang Pembinaan Inovasi Pelayanan Publik (Berita Negara Tahun 2021
Nomor 1572); dan
16) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2009 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi
Jawa Barat Tahun 2009 Nomor 6 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Barat Nomor 87);
17) Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran Nomor 24 Tahun 2016 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Pangandaran
Tahun 2016 Nomor 24, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Pangandaran Nomor
24);
b. Bahan hukum sekunder merupakan dokumen atau bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti hasil penelitian atau karya tulis para ahli
hukum yang memiliki relevansi dengan topik pengaturan. Selain itu akan digunakan data
penunjang, yakni berupa informasi dari lembaga atau pejabat di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Pangandaran.
c. Bahan hukum tersier, bersumber dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus
bahasa inggris, dan kamus hukum.
14
c. Perumusan norma-norma kedalam Peraturan Daerah tentang Sistem Inovasi Daerah
secara sistematis sebagaimana termaksud didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Teknik analisa terhadap bahan-bahan hukum yang dipergunakan dalam kajian ini
adalah teknik deskripsi, argumentasi dan evaluasi. Philipus M.Hadjon mengatakan bahwa
teknik deskripsi adalah mencakup isi maupun struktur hukum positif 9. Pada tahap deskripsi ini
dilakukan pemaparan serta penentuan makna dari aturan-aturan hukum yang dikaji dibidang
Inovasi Daerah. Dengan demikian pada tahapan ini hanya menggambarkan apa adanya
tentang suatu keadaan atas kondisi pelaksanaan di Kabupaten Pangandaran 10. Analisis
merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap
hasil pengolahan bahan hukum dengan memberikan pemaknaan beserta penafsiran dengan
dibantu dengan teori-teori yang dianggap terkait kemudian digunakan sebagai pisau analitik 11.
Teknik analisis bahan hukum yang juga digunakan yakni analisis deskriptif dan analisis isi
(content analysis). Analisis isi juga dilakukan terhadap dokumen hukum perundang-undangan
untuk memperoleh informasi yang tersirat dalam usaha mencari dasar hukum pembentukan
Peraturan Daerah Kabupaten Pangndaran tentang Sistem Inovasi Daerah.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penyusunan naskah akademik ini, berikut
sistematika penulisan naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran tentang Sistem Inovasi Daerah adalah sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Pada bab pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, identifikasi permasalahan, tujuan dan
kegunaan dari penyusunan Naskah Akademik ini termasuk juga metode yang akan digunakan.
Pada bagian ini akan diuraikan teori-teori yang berkaitan dengan penyelenggaraan inovasi
daerah serta implikasi dari pemberlakuan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran tentang Inovasi Daerah.
Pada bab ini akan dijelaskan lebih detail terkait dengan berbagai peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran tentang Sistem Inovasi Daerah.
BAB V Jangakuan, Arah Pengaturan dan Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan
Daerah
Pada bab ini akan dijelaskan lebih rinci terkait dengan Jangkauan, Arah Pengaturan dan
Ruang Lingkup Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran tentang
Sistem Inovasi Daerah.
BAB VI Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari penyusunan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Pangandaran tentang Sistem Inovasi Daerah.
16
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK
EMPIRIS
17
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis
1. Konsep Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Konsep good governance mengemuka menjadi suatu paradigma yang tidak
dapat dilepaskan dari adanya konsep governance.12 Menurut sejarah, konsep
governance pertama kali diadopsi oleh para praktisi di lembaga pembangunan
internasional dan mengandung konotasi kinerja efektif yang terkait dengan
manajemen publik dan korupsi. Menurut World Bank Institute, kata governance
diartikan sebagai “the way state power is used in managing economic and social
resource for development society”, yakni cara bagaimana kekuasaan negara
digunakan untuk mengelola sumber daya ekonomi dan sosial guna pembangunan
masyarakat.13
Menurut Jan Wouters dan Cedric Ryngaert governance mempunyai
cakupan yang lebih luas, yaitu “Governance would include the process by which
those in authority are selected, monitored, and replaced, the capacity of the
government to effectively manage its resource and implement sound policies, and
the respect of citizen and the state for the institutions that govern economic and
social interaction among them.”14 Pengertian governance berdasarkan pendapat
Jan Wouters dan Cedric Ryngaert adalah termasuk didalamnya proses-proses
pemilihan, pengawasan dan penggantian dari pihak yang berwenang untuk
mengefektifkan sumber daya dan kebijakan dan penghormatan terhadap hak-hak
rakyat dan negara.
Seperti halnya dikemukakan oleh Francis N. Botchway yang mengartikan
governance sebagai “the conscious management of regime structures with a view
to enhancing the legitimacy of the public realm.” Pengertian kata governance
berarti pengaturan secara sistematis dari struktur pemerintahan dengan tujuan
untuk melaksanakan legitimasi dalam realitas publik. Legitimasi difokuskan
12
Mengenai terminologi governance Henk Addink memberikan pemahaman yang sangat lengkap. Henk
Addink menafsirkan governance sebagai “the following have been provided for governance: exercise of
authority; control; government; arrangement. The two other brief description of governance are the
following: 1) the act, process, or power of governing; 2) the state of being governed. Two additional
descriptions: 1) the person (institution) who make up a governing body and who administer something;
2) the act of governing, exercising authority” Lihat Henk Addink, Principle of Good Governance: Lesson
from Administrative Law, First Edit (Netherlands: Ultrecht University, 2008).
13
Untuk mengetahui lebih jauh tentang pengertian mengenai good governance maka kita harus
membedakan antara World Bank dan lembaga-lembaga donor lainnya. Menurut Mette Kjoer dan Klavs
Kinnerup bahwa World Bank menyiapkan agenda dan masuk kedalam komunitas lembaga donor
namun pada saat yang sama berbeda dari lembaga-lembaga yang lain dalam komunitas donor
tersebut, karena mandat yang diberikan adalah membatasi World Bank untuk tidak mencampuri urusan
internal dari negara penerima (recipient countries). Mandat dari World Bank hanya membatasi pada
pengembangan bidang ekonomi dan hanya bisa bertindak di luar bidang ekonomi jika bidang tersebut
terkait dengan berdampak pada perkembangan ekonomi.
14
Terjemahan bebas: “Tata kelola mencakup proses pemilihan, pemantauan, dan penggantian pejabat
yang berwenang, kapasitas pemerintah untuk mengelola sumber dayanya secara efektif dan
menerapkan kebijakan yang baik, serta rasa hormat warga negara dan negara terhadap lembaga-
lembaga yang mengatur interaksi ekonomi dan sosial. diantara mereka.” Lihat Cedric Ryngaert and J.
Wouters, Good Governance Lesson From International Organization, ed. First Edition (New York:
Wessel, 2005).
18
langsung kepada instrumen hukum, pemerintah, organisasi non-pemerintah dan
proses yang langsung berkaitan dengan hak asasi manusia. Dengan demikian
berdasarkan pendapat Jan Wouters dan Cedric Ryngaert serta pengertian yang
dikemukakan Francis N. Botchway maka governance selalu menekanan pada
authority, yaitu kewenangan, kekuasaan yang sah atau kekuasaan yang memiliki
legitimasi.15
Dari beberapa definisi di atas dapat ditelaah, bahwa dalam
penyelenggaraan governance ditentukan adanya pelibatan beberapa unsur
stakeholder, tidak terbatas pada pemerintah (government), akan tetapi juga unsur
non-pemerintah (privaat sector) dan masyarakat (society) sebagai negara.
Governance dapat tercipta dengan baik apabila unsur-unsur dimaksud yaitu
pemerintah, rakyat dan sektor privaat sebagai kekuatan yang sinergi dan saling
mendukung namun sebaliknya governance menjadi buruk jika salah satu dari
kekuatan tersebut tidak bersinergi satu sama lain yang berakibat pada gagalnya
proses penyelenggaraan governance.
Agar proses governance yang melibatkan pemerintah, rakyat dan pihak
swasta dapat bersinergi satu sama lain maka dalam penyelenggaraannya
menghendaki adanya partisipasi, akuntabilitas, terbuka dan bertanggungjawab.
Menurut pendapat dari Ngaire Woods dalam artikel yang berjudul “Good
Governance in international organizations” dan termuat dalam Global Governance
edisi Jan-Mar 1999.16 Ketiga hal tersebut yaitu partisipasi, akuntabilitas, terbuka
dan bertanggung jawab merupakan prinsip utama dalam good governance.
sehingga selanjutnya dapat dikatakan bahwa good governance merupakan suatu
cara dan pelaksanaan governance yang baik, baik dalam arti tindakan atau
perilaku para stakeholder dalam menjalankan governance berlandaskan pada
prinsip-prinsip tersebut.17
Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) menjadi harapan
masyarakat untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih baik.
Masyarakat membayangkan bahwa dengan menerapkan praktik good governance,
pemerintahan dapat meningkatkan kualitasnya, memberikan pelayanan publik
yang lebih baik, mengurangi tingkat korupsi, dan lebih memperhatikan kepentingan
rakyat. Konsep good governance sejatinya mengacu pada proses pengambilan
15
Francis N. Botchway, “Good Governance: The Old, The New, The Principle, and The Elements,”
Florida Journal of International Law 13, no. 1 (2000): 161.
16
Ngaire Woods, “Good Governance In International Organization,” vol. 5, EBSCOhost: Global
Governance, 1999.
17
Ada banyak organisasi internasional yang menetapkan prinsip dari good governance yang salah
satunya adalah OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) yang secara
lengkap mendefinisikan prinsip– prinsip yang ada dalam good governance yaitu: “Respect for the rule
of law; openness, transparency and accountability to democratic institutions; fairness and equity in
dealing with citizen including mechanism for consultation and participation; efficient, effective services,
clear, transparent and applicable laws and regulation, consistency and coherence in policy formation;
high standards of ethical behaviour.”
19
keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama serta
implementasinya.18
Good governance merujuk pada suatu proses dan aspirasi menuju
governance systems yang lekat dengan beberapa nilai nilai berikut: (1) Institusi
publik yang efisien terbuka transparan tidak korup dan akuntabel di semua level
termasuk prosedur pembuatan keputusan yang jelas, (2) Pengelolaan sumber
daya manusia alam ekonomi dan finansial yang efektif dan efisien demi terciptanya
pembangunan yang adil dan berkesinambungan, (3) Masyarakat demokratis
dikelola dengan mempertimbangkan hak asasi-manusia dan prinsip prinsip
demokrasi, (4) Partisipasi civil society dalam proses pembuatan keputusan (5)
Penegakan hukum dalam bentuk the ability to enforce rights and obligations
through legal mechanism.19
Menurut Bintoro Tjokromidjojo, good governance juga dapat dilihat sebagai
bentuk administrasi pembangunan, di mana pemerintah sentral berperan sebagai
agen perubahan dalam suatu masyarakat yang sedang berkembang di negara
berkembang. Pemerintah berfungsi sebagai regulator dan pelaku pasar,
menciptakan lingkungan yang kondusif, dan menginvestasikan dalam infrastruktur
yang mendukung dunia usaha.20
Menurut United Nation Development Programme (UNDP), good governance
diartikan sebagai kualitas hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang
dilayani dan dilindungi.21 Dalam sektor publik, good governance dipahami sebagai
suatu proses tata kelola pemerintahan yang melibatkan pengambil kebijakan
terhadap berbagai kegiatan perekonomian, sosial politik, dan pemanfaatan sumber
daya seperti sumber daya alam, keuangan, dan manusia. Proses ini dijalankan
dengan asas-asas keadilan, pemerataan, persamaan, efisiensi, transparansi, dan
akuntabilitas.22
18
Secara historis, tata kelola pemerintahan yang good governance telah lama dikampanyekan di
Indonesia. Sejak 1998 kampanye tersebut semakin gencar dilakukan seiring dengan munculnya
gerakan reformasi pada tahun tersebut. Hal tersebut tidak terlepas dari makin buruknya kinerja
birokrasi dan maraknya korupsi berdampak pada pelayanan yang tidak professional, tidak efektif dan
tidak efisien. Selain itu birokrasi Indonesia juga masih tidak rasional dimana gemuk kaya akan lapisan
structural, namun miskin fungsi kontribusional, tidak netral dan tidak transparan. Hal-hal seperti ini
menjadi kendala serius bagi birokrasi yang semestinya lebih progresif dalam merespon perubahan
kebutuhan dan keinginan masyarakat. Lihat R. S. Zuhro, “Good Governance Dan Reformasi Birokrasi
Di Indonesia,” Jurnal Penelitian Politik 7, no. 1 (2016): 12.
19
Zuhro.
20
Bintoro Tjokroamidjojo., The Global Context (Jakarta: Sekretariat Badan Pelaksanaan Kerjasama,
1990).
21
Menurut United Nation Development Programme (UNDP) mengemukakan bahwa karakteristik atau
prinsip-prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan
yang baik, meliputi participation, legal framework, transparency, equality, responsiveness, insight
ahead, accountability, effectively and efficiently, professionalism, and oriented towards consensus. Lihat
G.G. Sedarmayanti, Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju
Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik), Edisi Kedua (Bandung: Mandar Maju, 2004).
22
“Decentralization: A Sampling of Definitions” (United Nation Development Programme, 1999).
20
2. Konsep Inovasi
Inovasi dapat diartikan sebagai suatu proses atau hasil dari pengembangan,
pemanfaatan, dan mobilisasi pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman untuk
menciptakan atau memperbaharui produk (baik berupa barang maupun jasa),
proses, atau sistem yang baru, yang memberikan nilai tambah. Lebih lanjut,
inovasi juga dapat dikonseptualisasikan sebagai ide kreatif, tindakan baru yang
berbeda dari yang telah ada sebelumnya, praktik-praktik terbaik, metode terbaik,
terobosan, dan berbagai bentuk lainnya. Penting untuk dicatat bahwa tidak semua
ide baru dapat secara otomatis dikategorikan sebagai inovasi.23
Inovasi memiliki nilai ekonomi yang signifikan, yang umumnya dilakukan
baik oleh organisasi maupun individu. Mereka menyebutkan bahwa inovasi
melibatkan transformasi dan pemanfaatan pengetahuan, ketrampilan, dan
teknologi untuk menciptakan produk, proses, dan jasa yang baru. 24 Sementara itu,
ahli lain mendefinisikan inovasi sebagai sesuatu yang baru dengan
memperkenalkan dan menerapkan praktik atau proses baru, baik itu dalam bentuk
barang atau layanan, atau melalui adopsi pola baru yang berasal dari organisasi
lain.25
Berbagai konsep mengenai inovasi yang tidak sederhana memberikan
wawasan dalam menciptakan inovasi sebagai dasar dan landasan untuk
memperkuat konsep serta cara pandang terhadap inovasi. Sesuai dengan Pasal 1
angka 13 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, inovasi diartikan sebagai hasil dari pemikiran,
penelitian, pengembangan, pengkajian, dan/atau penerapan yang memiliki unsur
kebaruan, telah diimplementasikan, dan memberikan manfaat ekonomi dan/atau
sosial.
Pertanyaan seputar inovasi dan daya saing daerah pada dasarnya bukanlah
hal yang sederhana yang dapat diatasi dengan mudah. Inovasi dan daya saing
daerah merupakan masalah yang kompleks, merupakan sistem tersendiri, dan
hasil dari interaksi antar subsistem di dalamnya. Untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih mendalam tentang pola kejadian, perlu dipelajari bagaimana berbagai
pola dan kecenderungan saling terkait dan saling memengaruhi satu sama lain. Ini
dapat menggambarkan bagaimana berbagai faktor yang beragam bekerja
bersama-sama membentuk hasil tertentu dari objek yang diamati.26
Inovasi, dalam pengertiannya yang luas, tidak hanya terbatas pada aspek
produk.27 Inovasi dapat mencakup ide, metode, atau objek yang dianggap sebagai
sesuatu yang baru oleh seseorang. Ketika melihat kondisi lingkungan di mana
23
Pengukuran Indeks Persepsi Inovasi Pelayanan Publik (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara
Republik Indonesia, 2017).
24
Clark John dan Ken Guy, Innovation and Competitiveness (Technopolis, 1997).
25
Hugo LL & A. Thenint, “Mini Study 10 Innovation in The Public Sector” (Manchester, 2010).
26
Khairul Muluk, Menggugat Partisipasi Publik Dalam Pemerintahan Daerah: Sebuah Kajian
Administrasi Publik Dengan Pendekatan Berpikir Sistem (Malang: Bayu Media Publishing, 2007).
27
Tatik Suryani, Perilaku Konsumen: Implikasi Pada Strategi Pemasaran (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2008).
21
inovasi dapat berkembang, inovasi biasanya terkait erat dengan lingkungan yang
memiliki karakteristik dinamis dan berkembang.28 Definisi inovasi bervariasi dari
berbagai perspektif. Greg Richards dan Julie Wilson, sebagai contoh,
menggambarkan inovasi sebagai pengenalan penemuan baru atau penyebaran
makna penemuan tersebut ke dalam penggunaan umum dalam masyarakat.
Penting untuk dicatat bahwa inovasi produk tidak hanya dapat berasal dari
pimpinan, tetapi juga harus melibatkan semua pihak yang terlibat dalam proses
produksi. Inovasi dapat diartikan sebagai kreasi dan penerapan kombinasi yang
baru. Ini mencakup pengembangan dan implementasi sesuatu yang baru.29
Inovasi yang secara erat terkait dengan unsur pembaharuan dapat diperinci
melalui poin-poin kritis dan kriteria yang setidaknya harus dipenuhi oleh sebuah
inovasi. Terdapat lima aspek yang dianggap esensial pada sebuah inovasi, yaitu:30
a. Sebuah inovasi tidak hanya memberikan pengetahuan baru kepada
masyarakat dalam suatu sistem sosial tertentu, melainkan juga menjadi
elemen kunci yang menunjukkan perubahan sosial dalam masyarakat.
Pengetahuan baru tersebut memiliki peran sentral dalam mengidentifikasi
transformasi yang terjadi.
b. Inovasi dapat mengambil bentuk cara baru bagi individu atau kelompok orang
untuk memenuhi kebutuhan atau merespon masalah tertentu. Kemunculan
cara-cara baru ini menjadi langkah penting dalam mengatasi tantangan atau
mencapai hasil yang lebih efektif.
c. Objek baru, sebagai bentuk inovasi, mengacu pada kehadiran objek baru
yang diadopsi oleh penggunanya. Objek ini dapat berwujud fisik atau bahkan
bersifat non-fisik, tetapi keberadaannya memberikan dimensi baru atau solusi
bagi mereka yang menggunakannya.
d. Kemajuan teknologi seringkali diidentikkan dengan inovasi, di mana banyak
contoh inovasi yang muncul sebagai hasil dari kemajuan teknologi. Aplikasi
yang disediakan oleh produk teknologi inovatif dapat dianggap sebagai
indikator kemajuan dari produk tersebut.
e. Penemuan baru, sebagai hasil dari proses inovasi, menandakan pencapaian
akhir dari upaya kolaboratif dan kreatif. Inovasi, sebagai produk dari proses
yang optimal, ditambah dengan tingkat kesadaran dan antusiasme yang
tinggi, menjadi pendorong utama dalam pencapaian penemuan baru.
28
Yogi Suwarno, Inovasi Di Sektor Publik (Jakarta: STIA-LAN Press, 2008).
29
Purwanto dan Zakaria Lantang Sukirno, “Inovasi Produk Dan Motif Seni Batik Pesisiran,” Jurnal Al-
Azhar Indonesia 4, no. Seri Pranata Sosial 1 (2012): 219.
30
Suwarno, Inovasi Di Sektor Publik.
31
Pengukuran Indeks Persepsi Inovasi Pelayanan Publik (Jakarta: Pusat Inovasi Pelayanan Publik
Kedeputian Bidang Inovasi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara, 2017).
22
a. Kebaruan
Kebaruan mengandung makna bahwa suatu produk atau hal belum
pernah ada atau belum pernah dilakukan sebelumnya. Sesuatu yang masih
baru dan belum terpahami ini memiliki tujuan sebagai wujud dari perubahan,
dan perubahan ini pada dasarnya mengarah ke perbaikan yang lebih baik.
Adanya kebaruan menandakan kemunculan sesuatu yang belum pernah ada
sebelumnya, membuka jalan untuk inovasi dan perbaikan yang dapat
meningkatkan kualitas atau efisiensi. Dengan kata lain, kebaruan mendorong
adanya kemajuan dan peningkatan dalam segala hal yang melibatkan
perkembangan dan perubahan positif.
b. Kemanfaatan
Syarat utama bagi keberadaan inovasi adalah adanya perubahan yang
mengarah kepada perbaikan. Oleh karena itu, perubahan tersebut harus
memberikan manfaat yang signifikan. Manfaat ini mencakup hasil yang
memiliki nilai tambah bagi pihak lain. Inovasi diharapkan memiliki nilai tambah
atau keunggulan yang dapat dirasakan oleh pihak lain. Dalam konteks
organisasi sektor publik, nilai tambah ini tercermin dalam hasil inovasi yang
bermanfaat secara luas bagi masyarakat dan secara pribadi bagi pengguna
layanan publik. Dengan kata lain, inovasi diharapkan tidak hanya
menghasilkan perubahan, tetapi juga memberikan manfaat nyata yang dapat
meningkatkan kualitas hidup dan pelayanan publik.
c. Memberi Solusi
Inovasi, yang dimulai sebagai suatu tindakan perubahan, diharapkan
dapat memberikan solusi yang efektif terhadap berbagai permasalahan yang
tengah dihadapi. Dengan dimulainya inovasi, diharapkan mampu
menghasilkan pemecahan-pemecahan yang kreatif dan berdampak positif
dalam mengatasi tantangan yang ada.
d. Keberlanjutan
Inovasi yang berjalan diharapkan dapat berlaku berkesinambungan.
Artinya inovasi yang ada tidak boleh berhenti pada satu titik. Perlu
keberlanjutan mengenai jalannya inovasi tersebut. Hal ini menjadi sebuah hal
yang penting dikarenakan keberlanjutan inovasi ditentukan oleh banyak pihak.
Faktor yang memengaruhi keberlanjutan inovasi salah satunya yakni tidak
tergantung pada satu orang/inisiator saja. Inovasi yang berjalan harus bisa
dipahami serta dipraktikkan oleh seluruh anggota organisasi. Ini bertujuan
agar inovasi yang berjalan bisa melahirkan inovasi yang baru. Hal ini
dikarenakan sebuah inovasi harus terus mengikuti perkembangan waktu.
Tidak bisa selesai begitu saja. Sebuah inovasi memiliki jangka waktu tertentu.
23
Dimana inovasi yang sudah lama berjalan, pada akhirnya tidak bisa dikatakan
sebagai inovasi lagi.
e. Dapat Direplikasikan
Inovasi yang sedang berlangsung diharapkan memiliki kelangsungan
yang berkelanjutan. Dengan kata lain, inovasi yang telah ada seharusnya
tidak berhenti pada satu titik saja, tetapi perlu adanya keberlanjutan dalam
pengembangannya. Hal ini menjadi sangat penting karena keberlanjutan
inovasi dipengaruhi oleh berbagai pihak. Salah satu faktor yang memengaruhi
keberlanjutan inovasi adalah tidak bergantung pada satu orang atau inisiator
saja. Inovasi yang sedang berlangsung harus dapat dipahami dan diterapkan
oleh seluruh anggota organisasi, bertujuan agar inovasi yang sedang
berlangsung dapat menjadi sumber inspirasi untuk menciptakan inovasi yang
baru. Hal ini dikarenakan setiap inovasi perlu terus mengikuti perkembangan
zaman dan tidak dapat dianggap selesai begitu saja. Setiap inovasi memiliki
batas waktu tertentu, dan inovasi yang telah berjalan dalam jangka waktu
yang lama pada akhirnya tidak dapat dianggap sebagai inovasi lagi. Oleh
karena itu, keberlanjutan inovasi memerlukan partisipasi dan pemahaman
yang menyeluruh dari semua pihak yang terlibat.
f. Kompatibilitas
Inovasi perlu bersifat sejalan atau searah dengan lingkungan
sekitarnya, yaitu dapat berbaur dan tidak bertentangan dengan sistem yang
telah ada. Ini mencakup kesejajaran atau kesesuaian dengan kebijakan,
perjanjian domestik dan internasional, baik dalam lingkup swasta maupun
masyarakat sipil, serta antar negara, pada tingkat lokal, nasional, regional,
dan global. Meskipun inovasi diartikan sebagai sesuatu yang baru, namun
perlu dicatat bahwa inovasi tersebut seharusnya tetap berada dalam koridor
atau batasan yang telah ada. Dengan kata lain, inovasi tidak boleh
mengguncang atau melanggar norma-norma yang telah ada sebelumnya.
Penting untuk diingat bahwa inovasi yang sedang berkembang dan akan
diimplementasikan masih harus memperhatikan aturan-aturan yang berlaku.
Hal ini dilakukan dengan tujuan agar inovasi yang diperkenalkan dapat
berjalan secara lancar dan sesuai dengan ketentuan yang telah ada.
32
M.R. Khairul Muluk, Knowledge Management (Kunci Sukses Inovasi Pemerintah Daerah) (Malang:
Banyumedia, 2008).
24
a. Inovasi produk merujuk pada perubahan dalam desain dan produk suatu
layanan, yang secara substansial membedakannya dari produk layanan
sebelumnya;
b. Inovasi proses dicirikan oleh peningkatan berkelanjutan dalam kualitas,
melibatkan perubahan dalam prosedur, kebijakan, dan manajemen yang
diperlukan oleh organisasi;
c. Inovasi metode pelayanan melibatkan pengenalan perubahan baru dalam
interaksi pelanggan atau cara baru dalam penyediaan dan penyampaian
layanan;
d. Inovasi strategi atau kebijakan terfokus pada perubahan dalam visi, misi,
tujuan, dan strategi organisasi, menggambarkan realitas yang ada dan
memerlukan formulasi strategi dan kebijakan yang baru; dan
e. Inovasi sistem mencakup kebaruan dalam konteks interaksi atau hubungan
dengan pihak aktor lainnya, bertujuan untuk menghasilkan perubahan dalam
manajemen organisasi.
25
teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas penerimaan teknologi oleh
pengguna, seperti masyarakat, industri, dan pemerintah.
Pasal 16 ayat (2) huruf b dalam Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan
Teknologi serta Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2012 dan Nomor 36 Tahun
2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah menegaskan perlunya penataan
institusi pemerintah daerah dengan meningkatkan kapasitas dan peran BPPD
sebagai koordinator dalam memperkuat Sistem Inovasi Daerah. Selanjutnya, Pasal
32 memberikan amanat kepada gubernur untuk membentuk Tim Koordinasi
Penguatan Sistem Inovasi Daerah di tingkat provinsi, di mana Kepala BPPD
memiliki peran sebagai Sekretaris Tim Koordinasi. Salah satu tugas Kepala BPPD
adalah menyusun dokumen Roadmap Penguatan Sistem Inovasi Daerah.
Semua ini sejalan dengan Pasal 7 Ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 20 Tahun 2011, yang menjelaskan bahwa tugas BPPD Provinsi melibatkan
penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program kelitbangan di lingkungan
pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya. Selain itu, BPPD
memiliki kewenangan untuk melaksanakan pengelolaan pembangunan daerah.
Mengingat peran krusial BPPD dalam pembangunan daerah, terutama dalam
konteks penguatan Sistem Inovasi Daerah, diperlukan berbagai upaya
peningkatan kinerja, termasuk fasilitasi dan pendampingan dalam implementasi
penguatan Sistem Inovasi Daerah, termasuk penyusunan Roadmap Penguatan
Sistem Inovasi Daerah.
26
h. Laporan paling sedikit meliputi cara melakukan inovasi, dokumentasi bentuk
inovasi, dan hasil inovasi yang akan dicapai.
i. Pemerintah Pusat melakukan penilaian terhadap inovasi yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Daerah.
Gambaran mekanisme proses Inovasi Daerah dapat dilihat pada bagan di
bawah ini.
a. Kompatibilitas (Compatibility)
Karakteristik ini menggambarkan kesesuaian suatu inovasi dengan
kebutuhan, nilai, dan pengalaman sebelumnya pada penerima. Inovasi yang
tidak cocok dengan kondisi penerima dapat mengakibatkan sulitnya inovasi
33
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia
Nomor 91 Tahun 2021 tentang Pembinaan Inovasi Pelayanan Publik.
34
B. Paramastri Wijaya, R.A., N.I. Qurratu’aini, “Pentingnya Penyelenggaraan Inovasi Dalam Era
Persaingan,” Jurnal Manajemen Dan Bisnis Indonesia 5, no. 2 (2019): 217–27.
27
diterima atau diterima dengan lambat, dibandingkan dengan inovasi yang
sejalan dengan norma-norma masyarakat.
b. Kerumitan (Complexity)
Karakteristik ini merupakan tingkat kesulitan untuk memahami dan
menggunakan suatu inovasi oleh pengguna atau penerima. Semakin simpel
inovasi dalam penggunaannya dan semakin mudah diterima oleh pengguna,
maka proses penyebaran informasinya akan berlangsung lebih cepat di
kalangan masyarakat, begitu juga sebaliknya.
a. Pengenalan Kebutuhan
Langkah pertama dalam melakukan inovasi adalah mengidentifikasi
kebutuhan dan permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Kebutuhan
35
Wijaya, R.A., N.I. Qurratu’aini.
28
dan permasalahan tersebut dapat diperhatikan melalui fenomena yang terjadi
di lingkungan masyarakat atau melalui hasil penelitian yang mendalam yang
telah dilakukan sebelumnya. Kebutuhan mencakup barang atau jasa yang
diinginkan oleh masyarakat, dan pemenuhan kebutuhan tersebut dapat
memberikan kepuasan secara jasmani maupun rohani. Dalam proses
pengamatan kebutuhan masyarakat, disarankan untuk melibatkan berbagai
golongan agar pelaku inovasi dapat memahami perspektif yang beragam
mengenai hal-hal yang dibutuhkan oleh masyarakat.
c. Pengembangan
Dalam proses pengembangan, dilakukan penentuan dan
pengembangan ide baru yang dihasilkan dari tahap sebelumnya, yang
diyakini dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Pada tahap ini, perumusan inovasi dibuat untuk kemudian ditawarkan sebagai
solusi untuk permasalahan masyarakat. Agar inovasi dapat memiliki dampak
besar dalam masyarakat, diperlukan kegiatan transfer pengetahuan atau
transfer teknologi, dengan mempertimbangkan ide, pengetahuan, dan
teknologi dari berbagai sumber, baik internal maupun eksternal. Transfer
pengetahuan tersebut dapat melibatkan metode, strategi, atau bahkan
substansi inovasi itu sendiri.
Berikut ini adalah tiga kategori yang membedakan kegiatan transfer
pengetahuan, diantaranya:
1) Kategori informasi mencakup ide dan pengetahuan;
2) Kategori manajerial mencakup sistem organisasi yang berlaku dalam
perusahaan;
3) Kategori teknis mencakup teknologi, keahlian, dan proses bisnis
perusahaan.
d. Komersialisasi
Tahap ini terjadi setelah inovasi telah dikembangkan dan siap untuk
didistribusikan, disebarkan, dan dipasarkan kepada pengguna. Pada tahap
29
ini, inovasi pertama kali berinteraksi dengan pengguna melalui kegiatan
sosialisasi atau pemasaran produk inovasi.
Urusan Urusan
No Pemerintahan Pemerintahan Urusan Pilihan
Wajib Wajib Non Dasar
Kelautan Dan
1 Pendidikan Tenaga Kerja
Perikanan
Pemberdayaan
2 Kesehatan Perempuan Dan Pariwisata
Pelindungan Anak
Pekerjaan Umum
3 dan Penataan Pangan Pertanian
Ruang
Perumahan dan
4 Kawasan Pertanahan Kehutanan
Permukiman
Ketentraman,
Energi dan
Ketertiban Umum,
5 Lingkungan Hidup Sumber Daya
dan Pelindungan
Mineral
Masyarakat
Administrasi
6 Sosial Kependudukan dan Perdagangan
Pencatatan Sipil
Pemberdayaan
7 Masyarakat dan Perindustrian
Desa
Pengendalian
Penduduk dan
8 Transmigrasi
Keluarga
Berencana
9 Perhubungan
Komunikasi dan
10
Informatika
Koperasi, Usaha
11 Kecil,
dan Menengah
12 Penanaman Modal
Kepemudaan dan
13
Olah Raga
14 Statistik
15 Persandian
16 Kebudayaan
17 Perpustakaan
18 Kearsipan
40
Lihat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Lihat juga Bab III
Bagian Kedua Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
31
Permbagian urusan tersebut didasarkan pada prinsip akuntabilitas,
efisiensi dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Berdasarkan
prinsip tersebut terdapat kriteria yang menjadi urusan pemerintah daerah, yaitu:41
a. Urusan pemerintahan yang lokasinya lintas daerah kabupaten/kota;
b. Urusan pemerintahan yang penggunanya lintas daerah kabupaten/kota;
c. Urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah
kabupaten/kota;
d. Urusan pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila
dilakukan oleh daerah provinsi.
41
Lihat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
42
Adapun I.C. van der Vlies membagi asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
yang patut (BeginselenVan behoolijke rejel geving) ke dalam asas formal dan materiil. Asas-asas
formal meliputi asas tujuan yg jelas, asas organ/lembaga yang tepat, asas perlunya pengaturan, asas
dapat dilaksanakan, asas konsensus. Lihat Andi Bau Inggit AR, “Principles For Establishment Of Legal
Regulations In The Arrangement Of Regional Regulation Design,” Jurnal Restorative Justice 2, No. 13
(2018): 123–43.
43
Adapun I.C. van der Vlies membagi asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
yang patut (BeginselenVan behoolijke rejel geving) ke dalam asas formal dan materiil. Asas-asas
materiil meliputi asas terminologi dan sistematika yg benar, asas dapat dikenali, asas perlakuan yg
sama dalam hukum, asas kepastian hukum, asas pelaksanaan hukum yang sesuai dengan keadaan
individu. Lihat AR.
44
‘Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur’ (ABBB)adalah sebuah istilah dalam Bahasa Belanda.
Di Inggris, prinsip ini dikenal sebagai ‘The Principal of Natural Justice’ atau ‘The General Principles of
Good Administration’, sementara di Perancis diistilahkan sebagai ‘Les Principaux Generaux du Droit
Coutumier Publique’ dan di Belgia disebut sebagai ‘Algemene Rechtsbeginselen’, serta di Jerman
dinamakan ‘Allgemeine Grundsätze der Ordnungsgemäßen Verwaltung’. Secara umum, menurut L.P.
Suetens, ABBB diartikan sebagai Prinsip-prinsip Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) yang pada
dasarnya merupakan aturan hukum publik yang wajib diikuti oleh pengadilan dalam menerapkan
hukum positif. Prinsip-prinsip AUPB ini merupakan kategori khusus dari prinsipprinsip hukum umum
dan dianggap sebagai sumber formal hukum dalam hukum administrasi, meskipun biasanya
melibatkan hukum yang tidak tertulis. Lihat Cekli Setya Pratiwi Dkk., Asas-Asas Umum Pemerintahan
Yang Baik (Jakarta: Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), n.d.).
45
Di zaman modern, konsep negara hukum di eropah kontinental dikembangkan antara lain oleh
Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman,
yaitu “rechtsstaat’. Menurut Julius Stahl, konsep negara hukum yang disebutnya dengan istilah
‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu perlindungan hak asasi manusia, pembagian
kekuasaan, pemerintahan berdasarkan undang-undang, peradilan tata usaha negara. Lihat Jimly
Asshiddiqie, “Gagasan Negara Hukum Indonesia” (Jakarta, 2002).
32
konstitusi, dan negara berdasarkan kedaulatan rakyat. Keseluruhan prinsip-prinsip ini
bertujuan untuk menjamin bahwa setiap peraturan yang dibentuk mematuhi standar
kualitas yang tinggi dan sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan menegaskan bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-
undangan, termasuk Peraturan Daerah (Perda), harus merujuk pada asas-asas
pembentukan yang baik mencakup berbagai elemen, antara lain:
1. Asas kejelasan tujuan adalah bahwa setiap pembentukan Peraturan Perundang-
undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai;
2. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat adalah bahwa setiap jenis
peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk
peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-
undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh
lembaga/pejabat yang tidak berwenang;
3. Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan adalah bahwa dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan
materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya;
4. Asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-
undangan tersebut, baik secara filosofii, yuridis maupun sosiologis.
a. Aspek filosofis adalah terkait dengan nilai-nilai etika dan moral yang berlaku di
masyarakat. Peraturan Daerah yang mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi
dibentuk berdasarkan semua nilai-nilai yang baik yang ada dalam
masyarakat;
b. Aspek yuridis adalah terkait landasan hukum yang menjadi dasar
kewenangan pembuatan Peraturan Daerah.
c. Aspek sosiologis adalah terkait dengan bagaimana Peraturan Daerah yang
disusun tersebut dapat dipahami oleh masyarakat, sesuai dengan kenyataan
hidup masyarakat yang bersangkutan.
5. Asas hasil guna dan daya guna adalah bahwa setiap peraturan perundang-
undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam
mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
6. Asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan.
Sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan
mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi
dalam pelaksanaanya.
7. Asas keterbukaan adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan mulai perencanaan, persiapan, penyusunan dan
pembahasan bersifat transparan. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat
33
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam
proses pembuatan peraturan perundang-undangan.
34
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah mengalami beberapa
kali perubahan, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, pada hakikatnya telah menjelaskan bahwa dalam proses merumuskan
kebijakan inovasi, Pemerintah Daerah menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang
mendasar:
1. Peningkatan efisiensi;
2. Perbaikan efektivitas;
3. Tidak ada konflik kepentingan;
4. Berorientasi kepada kepentingan umum;
5. Dilakukan secara terbuka;
6. Memenuhi nilai-nilai kepatutan; dan
7. Dapat dipertanggungjawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan diri sendiri.
54
Budi Sulistio dan Budi Waspa Kusuma, Birokrasi Publik (Perspektif Ilmu Administrasi Publik) (Bandar
Lampung: CV. Badranaya, 2009).
55
Kusuma.
36
Kabupaten Pangandaran memiliki Indeks Inovasi Daerah (IID) di atas 1.000 dengan
skor tertinggi mencapai 2.435.00.56
Berkenaan dengan kondisi existing praktik penyelenggaraan inovasi di
Kabupaten Pangandaran, berikut data perkembangan inovasi daerah setiap tahun
yang tersaji pada Tabel 1.
39
No PD/Instansi Judul Inovasi
68 Kecamatan CIGUGUR MOTEKAR (Monitoring Desa di Kecamatan Cigugur)
SIKEMAS (Sistem Informasi Kemudahan Akses
69 Kecamatan Cigugur
Masyarakat)
70 Kecamatan Cijulang PENA K-PO
Kecamatan
71 Percepatan Pelayanan Administrasi Masyarakat dan Desa
PADAHERANG
72 Kecamatan Parigi SiPenDig (Sistem Pengarsipan Digital)
CAT SIPEDE (Computer Assited Test) Sistem Penjaringan
73 Kecamatan Parigi
Perangkat Desa
Pemerintah Desa
74 Jaringan Internet Wifi Koin
Bojongsari
75 Pemerintah Desa Cibanten Inovasi Bank Sampah " SABUGA "
Pemerintah Desa
76 Sistem Informasi Masyarakat Desa Ciganjeng (SI MAJENG)
Ciganjeng
Pemerintah Desa
77 Lembaga Kesejahteraan Keluarga
Kondangjajar
Pemerintah Desa
78 Budidaya Ternak Domba
Kondangjajar
Pemerintah Desa
79 SID (Sistem Informasi Desa)
Pananjung
Pemerintah Desa
80
Pasirgeulis Pasirgeulis Menuju Desa Digital
Pemerintah Desa
81 Anjungan Pelayanan Mandiri
Sidomulyo
82 RSUD PANDEGA Literasi Balaputra
ASTER PING (Asuhan Komplementer Oleh Pendamping
83 RSUD PANDEGA
Persalinan)
84 SATPOL PP Pelayan Prima Terintegrasi
85 Sekretariat Daerah SIAPPaJu
SIMPENA (Sistem Pemutahiran Administrasi Perjalanan
86 Sekretariat Dewan
Dinas)
87 Kecamatan Padaherang Percepatan Pelayanan Administrasi Masyarakat dan Desa
D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang Akan Diatur Dalam
Peraturan Daerah
Pada tahun 2017, Pemerintah Pusat mengeluarkan peraturan mengenai
inovasi daerah, di mana inovasi daerah diartikan sebagai suatu bentuk pembaharuan
dengan tujuan meningkatkan kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Inovasi
daerah yang dihasilkan merupakan wujud dari komitmen pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyelenggaraan pemerintahan
yang inovatif, efektif, dan efisien. Sesuai arahan pemerintah pusat, peraturan tersebut
menetapkan sasaran inovasi daerah untuk meningkatkan pelayanan publik,
memberdayakan serta melibatkan masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah.
Semangat perubahan yang diakibatkan oleh peraturan inovasi daerah
mendorong daerah-daerah untuk berinovasi secara berkelanjutan, baik dalam aspek
pembaharuan penyelenggaraan pemerintahan daerah maupun peningkatan produk
atau proses produksi. Rancangan Peraturan Daerah tentang Inovasi Daerah di
Kabupaten Pangandaran diharapkan dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan dan partisipasi
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah.
Inovasi Daerah mencakup berbagai aspek, termasuk pembaharuan
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan produk atau proses produksi.
Inisiatif inovasi dapat berasal dari berbagai pihak, seperti kepala daerah, Aparatur Sipil
Negara (ASN), perangkat daerah, Pemerintah Desa, Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), masyarakat, dan pendidikan formal. Diharapkan bahwa inovasi-inovasi
daerah yang dilaksanakan dapat memberikan dampak positif terhadap masyarakat,
menghasilkan peningkatan kesejahteraan, dan membuat pelayanan menjadi lebih
optimal, efektif, dan efisien dari segi anggaran.
Konsekuensi atas keterbukaan Pemerintah Kabupaten Pangandaran untuk
menerima berbagai usulan inovasi bagi Kabupaten Pangandaran tentunya harus
seimbang dan sejalan dengan memberikan penghargaan, perlindungan dan
pengakuan dalam bentuk Hak Kekayaan Intelektual (HKI) maupun pendanaan.
Pembebanan pendanaan bukan hanya dari APBD Kabupaten Pangandaran tetapi
sangat memungkinkan dari sumber lainnya seperti dana Corporate Social
Responsibility (CSR).
Dalam menyelenggarakan inovasi daerah diperlukan membentuk
kelembagaan inovasi daerah, sumberdaya daerah dan jaringan inovasi Berkaitan
dengan kelembagaan Inovasi Daerah maka leading sector nya adalah Badan
Perencanaan dan Penelitian, Pengembangan Pembangunan Daerah Kabupaten
Pangandaran. Sebagaimana peran dan fungsi Badan Perencanaan dan Penelitian,
41
Pengembangan Pembangunan Daerah Kabupaten Pangandaran masih terkesan
hanya pada fungsi perencanaan. Oleh karena itu, kelembagaan inovasi daerah ini
akan sejalan dan berkorelasi dengan kegiatan Kerjasama Daerah untuk membentuk
jaringan inovasi daerah dan pada akhirnya memiliki sumber daya inovasi daerah.
1. Metode Penyusunan
Metode RIA (Regulatory Impact Analysis) dan Teori ROCCIPI (Rule,
Opportunity, Capacity, Communication, Process, and Ideology) dalam Penyusunan
Naskah Akademik merupakan dua metode yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat
dan dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Metode RIA adalah suatu metode dalam penyusunan kebijakan
dengan pendekatan yang diharapkan bisa mengakomodasi semua kebutuhan dalam
penyusunan perundang-undangan. Teori untuk mencari solusi permasalahan dalam
masyarakat yang dikenal dengan Teori ROCCIPI (Rule, Opportunity, Capacity,
Communication, Process, and Ideology) adalah cara untuk menjelaskan
permasalahan yang berulang untuk memahami permasalahan tersebut. Dengan
memahami permasalahan secara menyeluruh dan mendalam, pembuat kebijakan
dapat mencari jawaban atau penjelasan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
58
Setyanti, Sri W. L. H, 2022, Peran Quadruple Helix untuk Meningkatkan Kreatifitas dan Kinerja Inovasi Industri
Kreatif Indonesia, Seminar Nasional Manajemen dan Bisnis ke-3 Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Jember, 3, hlm. 244-251
59
Park, H. W, 2014, Transition from the Triple Helix to N-Tuple Helices? An interview with Elias G. Carayannis and
David F. J. Campbell, Scientometrics, 99(1), hlm. 203–207.
42
industri kreatif60. Hal tersebut juga dapat diterapkan dalam perumusan inovasi-inovasi
yang lain, termasuk inovasi daerah. Kolaborasi antar pihak menjadi kunci penting
dalam pengembangan jejaring, sebab jejaring memungkinkan terjadinya interaksi dan
pertukaran ide kreatif sehingga akan mendorong terciptanya inovasi yang
dibutuhkan61. Contoh pusat-pusat inovasi di dunia adalah Silicon Valley di California,
Bangalore di India, Zhingguancun di China, atau Daedeok Innopolis di Korea Selatan,
tempat-tempat tersebut berhasil menjadi pusat inovasi di dunia karena adanya
interaksi yang kuat antar aktor yang ada dalam daerah tersebut 62. Pola interaksi antar
aktor yang kuat mendorong daerah ini menjadi lebih maju dan lebih cepat beradaptasi
dengan knowledge society63. Konsep quadruple helix ini berpedoman bahwa gagasan
inovasi daerah merupakan hasil yang melibatkan konstribusi aktif dari aktor yang
terlibat sesuai dengan fungsi dan kelembagaannya64.
60
Mulyana, Sutapa, 2014, Peningkatan Kapabilitas Inovasi, Keunggulan Bersaing dan Kinerja melalui Pendekatan
Quadruple Helix: Studi Pada Industri Kreatif Sektor Fashion, Jurnal Manajemen Teknologi, Vol. 1, No. 3.
61
Stimson, R. J., Stough, R. R., dan Roberts, B. H, 2006, Regional economic development: analysis and planning
strategy, Berlin: Springer Science & Business Media
62
Sofhani, Tubagus F, dan Nurrahma, Vaulli, 2017, Pengembangan Wilayah Berbasis Quadruple Helix: Analisis
Jaringan Antar Aktor dalam Pengembangan Industri Kreatif Cimahi, Prosiding Seminar Nasional Perencanaan
Pembangunan Inklusif Desa Kota, hlm. 18-26.
63
Etzkowitz, H, 2002, Incubation of incubators: innovation as a triple helix of universityindustry-government
networks, Science and Public Policy, Vol. 29, Issue 2, hlm. 115–128
64
Praswati, A. N, 2017, Perkembangan Model Helix Dalam Peningkatan Inovasi. Dalam Seminar Nasional Riset
Manajemen & Bisinis: Perkembangan Konsep dan Riset E-Business di Indonesia, hlm. 690–705
65
Afonso, O., Monteiro, S., dan Thompson, M, 2012, A Growth Model for The Quadruple Helix, Journal of Business
Economics and Management, Vol. 13, Isuse 5, hlm. 849–865.
66
Sulikah, Mindarti, Lely I., Sentanu, I G. E. P. S., dan Hidayah, Kemal, 2021, Improving Regional Economy Using
the Quadruple Helix Approach. Jurnal Borneo Administrator, Vol. 17, Issue 1, hlm. 1-20
67
Galvão, A., Mascarenhas, C., Rodrigues, R. G., Marques, C. S., dan Leal, C. T., 2017, A quadruple helix model of
entrepreneurship, innovation and stages of economic development, Journal Review of International Business and
Strategy, Vol. 27, Issue 2, hlm. 261–282.
68
Ibid, hlm. 2.
43
yang ada di masyarakat, yang tidak dapat dirasakan oleh pemerintah, perusahaan,
dan universitas.
69
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah
44
b. Inovasi pelayanan publik merupakan inovasi dalam penyediaan pelayanan
kepada Masyarakat yang meliputi proses pemberian pelayanan barang/jasa
publik dan inovasi jenis dan bentuk barang/jasa publik. Contoh jenis inovasi
pelayanan publik yang sudah pernah dibuat oleh beberapa daerah antara lain:
(1) SIPUMA (Sistem Informasi Peta UMKM Kabupaten Sragen) yang dibentuk
oleh Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten
Sragen; (2) Sipelandukilat (Sistem Pelayanan Administrasi Kependudukan di
Wilayah Perbatasan dan Pedalaman) yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi
Kalimantan Utara; dan (3) Sibima Konstruksi Sigap (Sistem Informasi Belajar
Intensif Mandiri Bidang Konstruksi Untuk Siap Gapai Pekerjaan) yang dibentuk
oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; dan/ atau
c. Inovasi Daerah lainnya sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah merupakan segala bentuk inovasi dalam
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah Provinsi. Contoh jenis inovasi daerah lainnya yang sudah
pernah dibuat oleh beberapa daerah antara lain: (1) Jempol Polah (Jemput
Bola Olah Sampah) yang dibentuk oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Sragen; (2) SIJAGA (Simpan Infaq Sodaqoh Jariyah Jamban Keluarga) di
Desa Sukanagara Kecamatan Jatinagara yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Ciamis; dan (3) Gerbang Hebat yaitu program penanggulangan
kemiskinan dan pengangguran yang dibentuk oleh Pemerintah Kota
Semarang.
45
4. Keterbatasan yang dihadapi oleh birokrasi karena anggaran, sumber daya
alam yang minim, isolasi geografis, dan lainnya yang mengharuskan birokrasi
berpikir kreatif;
5. Belum adanya kebijakan atau sebaliknya adanya kebijakan yang membatasi
ruang gerak pemerintah (daerah) sehingga mereka harus berpikir kreatif.
70
Milawaty, 2017, The Sustainability of Innovation of Projects Change of Leadership Education and Training
Alumniin West Sulawesi Province, Jurnal Transformasi Administrasi, Vol. 7(2), hlm. 1385–1404
46
pendukung keberhasilan berupa kebijakan pimpinan yang dipengaruhi oleh tugas
pokok dan fungsi organisasi. Faktor lainnya didasarkan pada program prioritas daerah
sehingga keberlangsungan inovasi dapat terus terakomodir oleh daerah. Selain itu
inovasi yang digagas merupakan perpanjangan dari pekerjaan seharihari yang
dulunya manual namun kini dibuat online. Program dari pusat pun terkait database
kelembagaan telah online.
Geoff Mulgan dan David Albury (Innovation in the Public Sector, London, 2003)
menyampaikan beberapa hambatan yang berpeluang menggagalkan inovasi, yaitu
keengganan untuk menutup program atau orang yang gagal, ketergantungan pada
pimpinan dalam melakukan inovasi, teknologi tersedia, tetapi dibatasi oleh
budaya/norma, tidak adanya reward/insentif untuk berinovasi, kurangnya keterampilan
dalam mengelola manajemen perubahan, anggaran jangka pendek dan perencanaan
71
Ibid, hlm. 13.
72
Noor, Irwan, 2016, Determinasi Palayanan Publik Pemerintahan Daerah: Paradoks di Era Desentralisasi, Jurnal
Ilmiah Administrasi Publik, Vol. 2, Issue 4, hlm. 131-137
47
horizontal, tekanan dalam pelaksanaan dan beban administrasi, dan budaya
menghindari risiko73.
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT
73
Mulgan, G. dan Albury, D., 2003, Innovation in the Public Sector, Working Paper Version 1.9, Strategy Unit, UK
Cabinet Office.
48
BAB III
49
tersebut akan diuraikan lebih lanjut dalam BAB III ini, yang membahas kebijakan Perundang-
Undangan Terkait.
Dalam upaya memenuhi persyaratan sinkronisasi dan harmonisasi, penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Inovasi Daerah di Kabupaten Pangandaran harus
melibatkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang relevan.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun
1945)
Dikatakan Pasal 18 ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
(UUD NRI) Tahun 1945 menyebutkan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan. Lebih lanjut dalam Pasal 18 ayat (6) juga
dijelaskan bahwa pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Pasal
18 ayat (2) dan ayat (6) ini menjadi dasar kewenangan pemerintahan daerah dalam
mengatur urusan daerah melalui instrumen hukum Peraturan Daerah. Lebih lanjut,
Pasal 18B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan:
Ketentuan Pasal 18B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 memberikan penekanan
bahwa ketentuan ini adalah menyangkut daerah. Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat karena masyarakat hukum adat
merupakan basis pelaksanaan hukum adat. Adanya pengakuan terhadap masyarakat
hukum adat, termasuk juga pengakuan terhadap hak-hak tradisionalnya yang dikenal
dengan hak ulayat.
74
Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda, 2005, Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: Rajawali Press, hlm. 63
50
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6801)
Pasca lahirnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang
pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah, pembentukan peraturan daerah memang tidak lagi secara langsung
merujuk/bersumber pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 jo Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2022. Namun begitu, beberapa materi muatan dalam undangundang
a quo tetap perlu menjadi pertimbangan penting dalam penyusunan peraturan daerah.
Materi muatan sebagaimana dimaksud adalah soal asas-asas pembentukan maupun
asas-asas materi muatan dalam peraturan perundangundangan. Berkenaan dengan
asas-asas pembentukan dan materi muatan peraturan perundang-undangan, Pasal 5
dan 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan telah menyebutkan beberapa asasasas yang perlu diperhatikan
dalam proses pembentukan peraturan perundangundangan. Sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 5, pembentukan peraturan perundang-undangan harus dilakukan
berdasarkan asas kejelasan tujuan;75 kelembagaan atau pejabat pembentuk yang
tepat;76 kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan; 77 dapat dilaksanakan;78
kedayagunaan dan kehasilgunaan;79 kejelasan rumusan;80 dan keterbukaan.81
Sementara dalam Pasal 6 disebutkan bahwa materi muatan peraturan perundang-
75
Yang dimaksud dengan “asas kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Lihat: Penjelasan Pasal 5 huruf a Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
76
Yang dimaksud dengan “asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis
Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan
Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal
demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal
5 huruf b.
77
Yang dimaksud dengan “asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” adalah bahwa dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar- benar memperhatikan materi muatan yang tepat
sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Ibid, Penjelasan Pasal 5 huruf c.
78
Yang dimaksud dengan “asas dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang- undangan tersebut di dalam masyarakat,
baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 5 huruf d.
79
Yang dimaksud dengan “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-
undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 5 huruf e.
80
Yang dimaksud dengan “asas kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus
memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah,
serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi
dalam pelaksanaannya. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 5 huruf f.
81
Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-
luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Lihat: Ibid,
Penjelasan Pasal 5 huruf g.
51
undangan harus mencerminkan asas pengayoman;82 kemanusiaan;83 kebangsaan;84
kekeluargaan;85 kenusantaraan;86 bhinneka tunggal ika;87 keadilan;88 kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;89 ketertiban dan kepastian hukum;90
dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.91
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679).
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Indonesia dalam berbagai urusan
diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang ini hadir mengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dengan menekankan pada 2 (dua) hal, yaitu: pertama,
penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran
serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia;92 dan kedua, efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih
82
Yang dimaksud dengan “asas pengayoman” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat. Lihat: Ibid,
Penjelasan Pasal 6 huruf a.
83
Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf b.
84
Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf c.
85
Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf d.
86
Yang dimaksud dengan “asas kenusantaraan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan
Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf
87
Yang dimaksud dengan “asas bhinneka tunggal ika” adalah bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta
budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf f.
88
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf
g.
89
Yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” adalah bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan
latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6
huruf h.
90
Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf i.
91
Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara
kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara. Lihat: Ibid, Penjelasan Pasal 6 huruf j.
52
memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan
antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan
persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.93
Salah satu materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah soal inovasi daerah. Diatur dalam Pasal
386 UU a quo bahwa dalam rangka peningkatan kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan inovasi. Dalam
merumuskan kebijakan inovasi, pemerintah daerah mengacu pada prinsip:
1. Peningkatan efisiensi;
2. Perbaikan efektivitas;
3. Perbaikan kualitas pelayanan;
4. Tidak ada konflik kepentingan;
5. Berorientasi kepada kepentingan umum;
6. Dilakukan secara terbuka;
7. Memenuhi nilai-nilai kepatutan; dan
8. Dapat dipertanggungjawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan diri sendiri.
Inisiatif inovasi dapat berasal dari kepala daerah, anggota DPRD, ASN,
perangkat daerah, dan anggota masyarakat. Usulan inovasi yang berasal dari anggota
DPRD ditetapkan dalam rapat paripurna. Usulan inovasi sebagaimana dimaksud
disampaikan kepada kepala daerah untuk ditetapkan dalam Perkada sebagai inovasi
Daerah. Usulan inovasi yang berasal dari Aparatur Sipil Negara harus memperoleh
izin tertulis dari pimpinan Perangkat Daerah dan menjadi inovasi Perangkat Daerah.
Usulan inovasi yang berasal dari anggota masyarakat disampaikan kepada DPRD
dan/atau kepada Pemerintah Daerah. Jenis, prosedur dan metode penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang bersifat inovatif ditetapkan dengan Perkada. Kepala
daerah melaporkan inovasi Daerah yang akan dilaksanakan kepada Menteri. Laporan
sebagaimana dimaksud paling sedikit meliputi cara melakukan inovasi, dokumentasi
bentuk inovasi, dan hasil inovasi yang akan dicapai. Dikatakan pula dalam UU Pemda
bahwa inovasi yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dinilai oleh pemerintah
pusat untuk diberikan penghargaan dan/atau insentif kepada pemerintah daerah yang
berhasil melaksanakan inovasi. Di level daerah, pemerintah daerah memberikan
penghargaan dan/atau insentif kepada individu atau perangkat daerah yang
melakukan inovasi.
92
Dasar Menimbang huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 70 Ibid.,
Dasar Meni
93
Ibid., Dasar Menimbang huruf c.
53
Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah merupakan penyempurnaan pelaksanaan Hubungan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang selama ini dilakukan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(HKPD) merupakan suatu sistem penyelenggaraan keuangan yang mengatur hak dan
kewajiban keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang
dilaksanakan secara adil, transparan, akuntabel dan selaras berdasarkan
undangundang. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah dilandaskan pada 4 (empat) pilar utama, yaitu: mengembangkan sistem Pajak
yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien, mengembangkan
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam
meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui kebijakan Transfer ke
Daerah (TKD) dan Pembiayaan Utang Daerah, mendorong peningkatan kualitas
Belanja Daerah, serta harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah dan Daerah
untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan
fiskal.
Adapun ruang lingkup hubungan Keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah menurut ketentuan Pasal 2 huruf (a) sampai dengan huruf (b)
dalam UU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah terdiri atas pemberian sumber penerimaan daerah berupa pajak dan retribusi,
pengelolaan TKD, pengelolaan Belanja Daerah, pemberian kewenangan untuk
melakukan pembiayaan daerah dan pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional.
Dalam UU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah dijelaskan mengenai prinsip pendanaan dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah yaitu
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai
dari dan aras beban APBN dan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban APBN.
Keterkaitan antara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dengan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi tentang Inovasi Daerah terdapat pengaturan mengenai
sumber penerimaan daerah, pengelolaan transfer ke daerah, pengelolaan belanja
daerah, kewenangan melakukan pembiayaan daerah dan pelaksanaan sinergi
kebijakan nasional. Pengaturan dalam Raperda Kabupaten Pangandaran tentang
Inovasi Daerah harus sinkron dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
54
UU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah mengatur sumber penerimaan daerah berupa pajak dan retribusi daerah.
Jenis pajak yang dipungut pemerintah provinsi terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB);
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB);
c. Pajak Alat Berat (PAB);
d. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB);
e. Pajak Air Permukaan (PAP);
f. Pajak Rokok;
g. Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB)
Sedangkan untuk jenis retribusi terdiri atas retribusi jasa umum, retribusi jasa
usaha dan retribusi perizinan tertentu. Untuk Objek retribusi yaitu penyediaan atau
pelayanan barang dan atau jasa dan pemberian izin tertentu kepada orang pribadi
atau Badan oleh Pemerintah Daerah. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah juga mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah.
55
c. melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan
keberpihakan, penguatan, dan pelindungan bagi Koperasi dan UMK-M serta industri
nasional; dan
d. melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan
peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis
nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu
pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi
Pancasila.
Lebih jauh terkait aturan ini dalam pasal 48 disebutkan beberapa hal terkait pengembangan
kegiatan riset maupun penelitian yang mendapatkan perhatian dan support penuh dari
pemerintah yakni:
1. Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta
Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional.
2. Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta
Invensi dan Inovasi yang terintegrasi di daerah, Pemerintah Daerah membentuk
badan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai badan riset dan inovasi nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden
Undang-undang ini menjelaskan berbagai hal, salah satunyanya untuk mendorong
inovasi, penanaman modal yang mendapat fasilitas dengan salah satu kriterianya untuk
melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi. Serta insentif bagi umkm
melalui inovasi dan pengembangan produk yang berpedoman pada nilai nilai pancasila
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan
Intelektual Serta Hasil Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Oleh Perguruan
Tinggi Dan Lembaga Penelitian Dan Pengembangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 43)
Perguruan tinggi dan lembaga litbang memiliki peran sentral dalam alih
teknologi dan hasil kegiatan penelitian. Perguruan tinggi dan lembaga litbang wajib
mengusahakan alih teknologi kekayaan intelektual dan hasil litbang yang dihasilkan
melalui kegiatan penelitian dan pengembangan yang dibiayai sepenuhnya atau
sebagian oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah selama tidak bertentangan
dengan ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan. 94 Jika pemerintah
daerah membiayai secara penuh hasil kegiatan litbang yang dihasilkan melalui
kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi dan lembaga litbang,
maka kekayaan intelektual menjadi milik Pemerintah Daerah tersebut. 95 Namun,
apabila dibiayai sebagian oleh Pemerintah Daerah dan sebagian lagi oleh pihak
94
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual Serta Hasil
Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Oleh Perguruan Tinggi Dan Lembaga Penelitian Dan Pengembangan.
95
Ibid, pasal 5 ayat (1)
56
lainnya, maka merupakan milik Pemerintah Daerah dan pihak lain yang bersangkutan
secara bersama-sama.96
Dalam melaksanakan kewajiban mengusahakan alih teknologi kekayaan
intelektual serta hasil litbang, perguruan tinggi dan lembaga litbang wajib membentuk
unit kerja yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pengelolaan dan alih teknologi
kekayaan intelektual serta hasil litbang di lingkungannya.97 Alih teknologi kekayaan
intelektual serta hasil litbang ini dilakukan melalui mekanisme: (a) lisensi; (b) kerja
sama; (c) pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi, dan/atau (4) publikasi. 98
Alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil litbang milik bersama Pemerintah
Daerah dan pihak lain yang membiayai sebagian kegiatan litbang dilaksanakan
berdasarkan perjanjian yang telah diatur sebelumnya antara perguruan tinggi dan
lembaga litbang dengan pihak lain yang bersangkutan 99, dan hal ini dilakukan setelah
dilakukan upaya perlindungan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
96
Ibid, pasal 5 ayat (2)
97
Ibid, pasal 16
98
Ibid, pasal 20
99
Ibid, pasal 32
100
Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
101
Ibid, pasal 1 angka 2
102
Ibid, pasal 1 angka 5
57
guna mempermudah, mempercepat, dan mengurangi biaya.103 Lebih lanjut, terdapat
pelayanan berjenjang, dimana penyelenggaraan pelayanan yang dilaksanakan secara
bertingkat dengan menyediakan kelas-kelas pelayanan yang disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat untuk memberikan pilihan kepada masyarakat pengguna
pelayanan dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan dan proporsionalitas.
Ruang lingkup Penyelenggara Pelayanan Publik merupakan salah satu aspek
penting yang perlu dijabarkan agar tidak menimbulkan kerancuan dalam
penerapannya, terutama berkaitan dengan Penyelenggara Pelayanan Publik oleh
badan hukum lain yang melaksanakan Misi Negara. Ruang lingkup tersebut meliputi:
a. Pelayanan barang publik;
b. Pelayanan jasa publik; dan
c. Pelayanan administartif.
Keterkaitan PP No. 96 Tahun 2012 dengan Raperda Inovasi Daerah ini dalam
rangka mempermudah dan mempercepat pelayanan kepada Masyarakat dapat
dibentuk sistem pelayanan terpadu. Sistem pelayanan terpadu pada hakikatnya
adalah menyederhanakan mekanisme pelayanan dengan mengutamakan inovasi,
sehingga kemanfaatannya benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Dengan demikian,
sistem ini diadakan bukan hanya karena adanya peraturan perundangundangan yang
mewajibkan, tetapi lebih kepada seberapa jauh sistem pelayanan terpadu tersebut
dapat menghasilkan pelayanan yang lebih mudah, sederhana, cepat, murah, dan tertib
dalam administrasi pelayanan.
103
Ibid, pasal 1 angka 9
104
Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah
105
Ibid, Pasal 2
58
4. Tidak menimbulkan konflik kepentingan;
5. Berorientasi kepada kepentingan umum;
6. Dilakukan secara terbuka;
7. Memenuhi nilai kepatutan; dan
8. Dapat dipertanggung jawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan sendiri.
Inovasi daerah sendiri berbentuk inovasi tata kelola pemerintahan daerah; inovasi
pelayanan publik; dan/atau inovasi daerah lainnya sesuai dengan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah.106 Untuk dapat mengatakan bahwa sesuatu tersebut adalah
inovasi daerah, maka harus memenuhi kriteria inovasi daerah yang meliputi:107
1. Mengandung pembaharuan seluruh atau sebagian unsur dari inovasi;
2. Memberi manfaat bagi daerah dan/ atau masyarakat;
3. Tidak mengakibatkan pembebanan dan/atau pembatasan pada masyarakat yang tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah; dan
5. Dapat direplikasi.
Inisiasi inovasi daerah pada dasarnya dapat berasal dari kepala daerah, anggota DPRD,
ASN, perangkat daerah, dan anggota masyarakat.108 Pada dasarnya inovasi daerah di uji
coba, namun terhadap inovasi daerah yang sederhana, tidak menimbulkan dampak negatif
kepada masyarakat, dan tidak mengubah mekanisme penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan langsung diterapkan tanpa melalui uji
coba Inovasi Daerah.109 Penerapan hasil inovasi daerah ditetapkan dengan perkada atau
perkada tergantung pada dampak yang ditimbulkan oleh inovasi daerah tersebut. Ditetapkan
dengan perda apabila penerapan inovasi daerah tersebut mengakibatkan pembebanan
kepada masyarakat, pembatasan kepada masyarakat, dan/atau pembebanan pada anggaran
pendapatan dan belanja Daerah. Ditetapkan dengan perkada apabila penerapan Inovasi
Daerah tersebut berkaitan dengan tata laksana internal Pemerintah Daerah dan tidak
mengakibatkan pembebanan kepada masyarakat, pembatasan kepada masyarakat, dan/atau
pembebanan pada anggaran pendapatan dan belanja Daerah.110
106
Ibid, Pasal 4
107
Ibid, pasal 6
108
Ibid, pasal 7 ayat (1)
109
Ibid, pasal 19
110
Ibid, pasal 20
59
pencapaian yang sama yaitu menghasilkan invensi dan inovasi sebagai pondasi mewujudkan
Indonesia Maju 2045.111
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2021 (PP 78/2021) juga
mengatur mengenai pembentukan Badan Riset Inovasi Daerah. Pasal 66 PP 78/2021
menyatakan:
Pasal 66
(1) BRIDA dibentuk oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan setelah mendapatkan pertimbangan dari
BRIN.
(2) BRIDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat di integrasikan dengan perangkat
daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang perencanaan
pembangunan daerah atau perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan daerah di bidang penelitian dan pengembangan daerah.
Berdasarkan Pasal 66 diatas, pembentukan BRIDA dapat diintegrasikan dengan
perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang
perencanaan pembangunan daerah atau perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan daerah di bidang penelitian dan pengembangan daerah. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa pembentukan dan pengintegrasian BRIDA merupakan suatu
keharusan, bukan merupakan pilihan untuk membentuk atau tidak membentuk, yang menjadi
pilihan adalah skema pembentukannya, dapat berbentuk Organisasi Perangkat Daerah
mandiri, atau dapat di integrasikan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah atau
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah. Skema pembentukan BRIDA inilah yang
diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah berdasarkan kemampuan dan
karakteristik daerahnya.
10. Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03 Tahun 2012
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2012 tentang Penguatan Sistem
Inovasi Daerah (Berita negara tahun 2012 no 484)
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), upaya inovasi, serta sistem inovasi menjadi
faktor kunci yang sangat penting guna mencapai pembangunan dan meningkatkan daya
saing di tingkat daerah. Penguatan sistem inovasi daerah melibatkan perbaikan dalam hal
struktur organisasi, sumber daya, jejaring keilmuan dan teknologi, serta peningkatan dalam
relevansi, produktivitas riset, dan pemanfaatan IPTEK untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam rangka mendukung upaya penguatan sistem inovasi, khususnya di tingkat
daerah, pada tanggal 25 April 2012, yang juga bertepatan dengan peringatan Hari Otonomi
Daerah yang ke-16, telah diterbitkan Peraturan Bersama oleh Menteri Riset dan Teknologi
dan Menteri Dalam Negeri dengan nomor 03 Tahun 2012 dan 36 Tahun 2012, yang
membahas tentang penguatan sistem inovasi di tingkat daerah. Peraturan ini merupakan bukti
111
Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan
HAM RI, 2021, Laporan Akhir Analisis Dan Evaluasi Hukum UndangUndang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem
Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
https://www.bphn.go.id/data/documents/2021_ae_uu_11_2019_sisnas_iptek.pdf, hlm. 19.
60
kesepahaman bersama dan sekaligus menjadi dasar hukum yang mengatur tindakan
Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah dalam upaya meningkatkan daya saing daerah
melalui penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi.
Dalam konteks pelaksanaan pemerintahan daerah, salah satu elemen penting yang
memiliki peran signifikan dalam penguatan Sistem Inovasi Daerah adalah Badan Penelitian
dan Pengembangan Daerah (BPPD) atau badan serupa yang memiliki tugas dan fungsi
terkait riset dan pengembangan. Penguatan BPPD merupakan langkah strategis dalam
memperkuat Sistem Inovasi Nasional dan Sistem Inovasi Daerah, sehingga lembaga-lembaga
IPTEK dapat menciptakan inovasi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
penerimaan teknologi oleh masyarakat, industri, dan pemerintah.
Pasal 16 ayat (2) dari Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi serta
Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2012 dan Nomor 36 Tahun 2012 yang berfokus pada
Penguatan Sistem Inovasi Daerah menyebutkan bahwa peningkatan kapasitas dan peran
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BPPD) sebagai koordinator dalam
menguatkan Sistem Inovasi Daerah harus dilakukan dengan penataan institusi pemerintah
daerah. Pasal 32 menugaskan gubernur untuk membentuk Tim Koordinasi Penguatan SIDa di
tingkat provinsi, dengan Kepala BPPD bertindak sebagai Sekretaris Tim Koordinasi. Salah
satu tanggung jawabnya adalah menyusun dokumen Roadmap Penguatan Sistem Inovasi
Daerah. Hal ini sejalan dengan Pasal 7 Ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20
Tahun 2011, yang mengamanatkan BPPD Provinsi untuk menyusun kebijakan teknis,
rencana, dan program kelitbangan di lingkungan pemerintahan provinsi serta di pemerintahan
kabupaten/kota di wilayahnya. BPPD Provinsi juga memiliki kewenangan dalam
melaksanakan pengelolaan pembangunan daerah. Karena peran penting BPPD dalam
pembangunan daerah, terutama dalam penguatan Sistem Inovasi Daerah, diperlukan
berbagai tindakan untuk meningkatkan kinerjanya, termasuk dalam bentuk fasilitasi dan
pendampingan pelaksanaan penguatan Sistem Inovasi Daerah, termasuk penyusunan
Roadmap Penguatan Sistem Inovasi Daerah.
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah. (Berita negara tahun 2015 Nomor 2036)
Setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, yang kemudian diubah oleh Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018, proses pembentukan peraturan daerah tidak lagi
secara langsung mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2022. Namun, masih ada beberapa isu penting yang perlu menjadi
pertimbangan utama dalam penyusunan peraturan daerah. Isu-isu ini terkait dengan prinsip-
prinsip dasar pembentukan dan substansi materi dalam peraturan perundang-undangan.
Terkait dengan prinsip-prinsip dasar pembentukan dan materi dalam peraturan
perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
61
Peraturan Perundang-undangan menguraikan sejumlah prinsip yang harus diperhatikan
dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Seperti yang dijelaskan dalam
Pasal 5, proses pembentukan peraturan perundang-undangan harus mematuhi prinsip-prinsip
berikut:
1. Prinsip kejelasan tujuan.
2. Prinsip kelembagaan atau pejabat pembentuk yang sesuai.
3. Prinsip kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan peraturan.
4. Prinsip keterlaksanaan.
5. Prinsip kegunaan dan keberdayaan.
6. Prinsip kejelasan rumusan.
7. Prinsip keterbukaan.
Sementara itu, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 juga menetapkan bahwa
materi dalam peraturan perundang-undangan harus mencerminkan prinsip-prinsip berikut:
1. Prinsip pengayoman.
2. Prinsip kemanusiaan.
3. Prinsip kebangsaan.
4. Prinsip kekeluargaan.
5. Prinsip kenusantaraan.
6. Prinsip "bhinneka tunggal ika" (berbeda namun tetap satu).
7. Prinsip keadilan.
8. Prinsip kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.
9. Prinsip ketertiban dan kepastian hukum.
10. Prinsip keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Ini menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan
asas-asas ini dalam penyusunan peraturan daerah, bahkan jika referensi langsung ke
undang-undang tertentu telah diubah. Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk menciptakan
peraturan yang sesuai, berkeadilan, dan sesuai dengan semangat hukum Indonesia yang
beragam.
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penelitian dan Pengembangan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan
Pemerintah Daerah (Berita Negara Tahun 2016 Nomor 546)
Menurut Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem
Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, inovasi didefinisikan sebagai hasil dari gagasan,
penelitian, pengembangan, penilaian, atau penerapan yang memiliki unsur kebaruan dan
telah diaplikasikan serta memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial. Oleh karena itu,
diperlukan pembentukan peraturan daerah tentang inovasi daerah dengan
mempertimbangkan Pedoman Penelitian dan Pengembangan yang diatur dalam Permendagri
Nomor 17 Tahun 2016. Secara hukum, Permendagri tersebut dibuat untuk menjadi panduan
dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan di Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) dan pemerintah daerah.
62
Pasal 1 dari Permendagri tersebut mendefinisikan penelitian sebagai aktivitas yang
dilakukan secara sistematis sesuai metode ilmiah untuk mengumpulkan informasi, data, dan
penjelasan yang berkaitan dengan verifikasi atau penolakan suatu asumsi atau hipotesis di
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan pemerintahan di dalam negeri
dan pemerintahan daerah. Pengkajian merujuk pada penelitian yang memiliki tujuan praktis
dalam menyelesaikan permasalahan aktual dengan tujuan jangka menengah dan jangka
panjang di lembaga yang terkait dengan pemerintahan di dalam negeri dan pemerintahan
daerah. Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan
memanfaatkan prinsip-prinsip dan teori ilmu pengetahuan yang terbukti kebenarannya untuk
meningkatkan fungsi, manfaat, dan penerapan ilmu pengetahuan yang sudah ada, atau
menciptakan teknologi baru yang berhubungan dengan pemerintahan di dalam negeri dan
pemerintahan daerah.
Terutama dalam konteks inovasi daerah, Permendagri tersebut mengindikasikan
bahwa Litbang Daerah memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan inovasi daerah, sebagai
bagian dari fungsi litbang. Dalam menjalankan tanggung jawab tersebut, badan Litbang
Daerah yang mengelola fungsi kelitbangan bertugas untuk memfasilitasi dan menginisiasi
inovasi di tingkat daerah.
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 104 Tahun 2018 tentang Penilaian dan
Pemberian Penghargaan dan/atau Insentif Inovasi Daerah (Berita Negara Tahun
2018 Nomor 1611)
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 104 Tahun 2018 tentang Pemberian
Penghargaan dan/atau Insentif Inovasi Daerah, dijelaskan bahwa Indeks Inovasi Daerah
adalah kumpulan variabel dan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat inovasi di
tingkat daerah dalam periode tertentu. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas
pembinaan dan pengawasan pemerintahan daerah, Kementerian Dalam Negeri mendukung
pemerintah daerah dalam melakukan inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, Kementerian ini juga melakukan penilaian terhadap inovasi yang dilaksanakan dan
dilaporkan oleh pemerintah daerah serta memberikan penghargaan dan insentif keuangan
kepada pemerintah daerah yang berhasil melaksanakan inovasi.
Pemberian penghargaan dan insentif keuangan dalam bidang inovasi daerah
sebenarnya bukan akhir dari kegiatan inovasi. Ini hanya sebagai pemicu agar daerah-daerah
terus melakukan inovasi, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk
mencapai hal ini, Kementerian Dalam Negeri melakukan berbagai langkah, termasuk
pembinaan kepada pemerintah daerah. Pembinaan inovasi daerah adalah upaya yang
dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri melalui Badan Penelitian dan Pengembangan
untuk mendorong pemerintah daerah agar melakukan inovasi sesuai dengan peringkat
inovasi daerah yang diperoleh berdasarkan Indeks Inovasi Daerah.
Agar pembinaan inovasi daerah menjadi lebih efektif, perlu disusun peta pembinaan
inovasi daerah. Peta ini adalah hasil dari pemetaan pembinaan yang dilakukan oleh
63
Kementerian Dalam Negeri melalui Badan Penelitian dan Pengembangan, berdasarkan data
inovasi yang dilaporkan oleh pemerintah daerah dan sesuai dengan tingkat inovasi daerah
yang diperoleh melalui penilaian inovasi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri.
Penilaian inovasi daerah adalah proses penilaian terhadap berbagai jenis Inovasi Daerah
dengan menggunakan indikator Indeks Inovasi Daerah. Hasil penilaian ini memungkinkan
untuk membagi peta pembinaan inovasi daerah menjadi empat predikat inovasi daerah, yaitu:
(1) daerah sangat inovatif, (2) daerah inovatif, (3) daerah kurang inovatif, dan (4) daerah yang
belum melaporkan data inovasi daerah.
64
5. Berkelanjutan, yaitu mendapat jaminan terus dipertahankan yang diperlihatkan dalam
bentuk dukungan program dan anggaran, tugas dan fungsi organisasi, serta hukum dan
perundang-undangan.
65
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS,
66
BAB IV
Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis harus dijadikan sebagai dasar pertimbangan
dalam penyusunan naskah akademik peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan
daerah. Pemahaman tentang unsur-unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis ini dapat diperoleh
dari studi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dan berlaku di Indonesia. Dasar
hukum dalam melakukan penyusunan Naskah Akademik terdapat dalam Pasal 57 UU Nomor
15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang diperbarui dengan dikeluarkannya Undang-undang
(UU) Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Sebagai daerah yang masih tergolong baru berdiri, pembuatan aturan hukum di tingkat
daerah seperti penyusunan peraturan daerah Kabupaten Pangandaran mengenai inovasi
daerah merupakan hal penting dalam pengaturan mengenai inovasi daerah di Kabupaten
Pangandaran. Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah diharapkan
mampu berperan dalam pembangunan daerah untuk memberikan kontribusi dalam
67
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah, selain itu juga Peran
Pemerintah Kabupaten Pangandaran juga sangat penting untuk mendorong dan juga
melahirkan berbagai macam inovasi yang tentunya bermanfaat bagi masyarakat. Seiring
dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pangandaran, meningkatnya jumlah penduduk,
serta bertambahnya pelaku usaha atau kegiatan yang berpotensi pada banyaknya inovasi
yang dilakukan oleh masyarakat.
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis mempunyai peran penting dalam membentuk nilai-nilai, etika, dan
prinsip-prinsip yang tercermin dalam peraturan hukum. Landasan filosofis yang dimaksud
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan adalah Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kedua landasan filosofi
tersebut merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang
dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi
suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia. Pemerintahan Negara Indonesia
mempunyai tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, yang jelas tertuang dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Kalimat tersebut juga diperjelas
dalam Pasal 28 C ayat (1) yang berbunyi, bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan manusia.
Dasar hukum Indonesia, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjunjung
tinggi tujuan yang sampai saat ini terus dilaksanakan, yaitu tujuan pembangunan nasional
dalam yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata secara materil dan
spiritual. Landasan filosofis yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan dari rancangan
peraturan daerah mengenai inovasi daerah adalah untuk meningkatkan peran masyarakat
dan pemerintah daerah dalam pembangunan di Kabupaten Pangandaran. Pembangunan
sendiri mempunyai pengertian sebagai upaya terus-menerus untuk memperbaiki masyarakat
atau sistem sosial secara menyeluruh dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik.
Pengertian lain lain tentang pembangunan adalah sebagai rangkaian usaha mewujudkan
pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu Negara
bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building).
Berdasarkan dua konsep pembangunan nasional tersebut, maka pembangunan
nasional dapat diartikan sebagai serangkaian proses perbaikan yang berkelanjutan dan
terencana dengan cermat yang diimplementasikan dalam berbagai aspek masyarakat untuk
mencapai perbaikan dalam kualitas kehidupan. Mencapai tujuan pembangunan nasional dan
memenuhi cita-cita bangsa dapat terwujud apabila potensi alam dan masyarakat
dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan semua lapisan masyarakat. Cita-cita
hukum dan tujuan negara bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan diperjelas dalam Pasal
18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka untuk
68
mencapai kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan, diperlukan optimalisasi
pemanfaatan sumber daya daerah melalui sistem inovasi daerah yang terstruktur.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah
disebutkan bahwa inovasi daerah terutama dimaksudkan untuk mendukung peningkatan
kinerja pemerintah daerah dan pelayanan publik secara optimal dalam kesejahteraan
masyarakat. Sasaran dari Inovasi Daerah adalah mempercepat pencapaian kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan serta partisipasi
masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah.
Pembahasan mengenai pembangunan nasional tidak akan terlepas dari partisipasi
masyarakat itu sendiri. Keterkaitan antara pembangunan nasional dengan partisipasi
masyarakat adalah keterlibatan masyarakat adalah kontribusi dalam proses pembangunan
nasional dan sekaligus menjadi tujuan utama dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
Singkatnya dapat disebut bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional adalah
bentuk keterlibatan aktif, baik secara fisik maupun mental, dalam berbagai kegiatan
kolaboratif. Hal ini mencerminkan rasa peduli dan tanggung jawab individu sebagai warga
negara dalam mencapai tujuan perbaikan kualitas hidup.
Partisipasi masyarakat yang tinggi secara langsung akan mempercepat pembangunan
nasional. Terlaksananya pembangunan nasional juga tidak bisa berdiri sendiri tanpa dari
inovasi yang dibuat oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Upaya pelaksanaan pembangunan nasional akan lebih cepat terwujud apabila dengan
memanfaatkan kearifan masing-masing daerah, potensi yang dimiliki, daya saing daerah,
kreativitas daerah, maupun inovasi daerah. Keterlibatan masyarakat sangat penting dalam
penyelenggaraan inovasi daerah yang sukses. Inovasi-inovasi yang mendukung
pembangunan nasional tidak perlu dibatasi oleh pemerintah daerah, melainkan harus disusun
dengan keterbukaan sehingga memungkinkan partisipasi aktif masyarakat, bahkan
memungkinkan mereka untuk mengusulkan inovasi daerah secara bebas.
Landasan filosofis dalam pembuatan rancangan peraturan daerah ini selain
didasarkan pada tujuan pembangunan nasional dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 juga didasarkan pada percepatan pembangunan nasional. Percepatan pembangunan
nasional ini pernah disinggung oleh Presiden Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraan di Hari
Ulang Tahun Kemerdekaan RI. Beliau menyebutkan bahwa setelah adanya tujuan
pembangunan nasional, maka yang akan dilakukan kemudian adalah perlu adanya
percepatan pembangunan nasional. Hal tersebut juga diperkuat dengan dibuatnya Perpres
Nomor 105 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal Tahun 2020-2024.
Percepatan pembangunan nasional ini kemudian diturunkan menjadi tugas-tugas
Menteri, Menteri/Pimpinan Lembaga, gubernur, dan bupati sesuai dengan kewenangannya.
Tugas gubernur dalam akselerasi pembangunan nasional melibatkan penetapan strategi
nasional untuk mempercepat pengembangan daerah tertinggal dalam wilayah provinsi. Hal
tersebut adalah tindak lanjut dari rencana pembangunan jangka menengah di tingkat provinsi.
Tugas selanjutnya, gubernur memiliki tanggung jawab untuk mengawasi dan mengevaluasi
69
tingkat kemajuan pelaksanaan percepatan pembangunan nasional di tingkat provinsi dan
kabupaten.
Inovasi daerah yang dilaksanakan dengan benar memiliki potensi untuk memacu
kemajuan suatu daerah dan memberikannya keunggulan dibandingkan dengan daerah lain.
Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengawasi, mengevaluasi, dan mendukung setiap
tindakan inovatif di daerah tersebut. Hal ini bertujuan untuk mendukung akselerasi
pembangunan nasional, meningkatkan perkembangan wilayah, dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut.
Landasan yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah tentang Inovasi Daerah di Kabupaten Pangandaran adalah landasan
pandangan filosofis yang berkaitan dengan tujuan pembangunan nasional dan percepatan
pembangunan nasional diharapkan mampu meningkatkan peran serta masyarakat dalam
menyukseskan pelaksanaan Inovasi Daerah di Kabupaten Pangandaran. Naskah akademik
ini tidak hanya didasarkan pada pandangan filosofis yang berkaitan dengan tujuan dan
percepatan pembangunan nasional, tetapi juga mengacu pada pandangan filosofis Pancasila
dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, diharapkan bahwa
Kabupaten Pangandaran dapat:
1. Meningkatkan pelayanan publik;
2. Memberdayakan dan meningkatkan peran serta masyarakat;
3. Meningkatkan daya saing daerah.
B. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merujuk pada pertimbangan atau justifikasi yang menjelaskan
bahwa pembentukan peraturan bertujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat
dalam berbagai aspek. Secara esensial, landasan sosiologis berkaitan dengan data empiris
yang mencerminkan perkembangan isu-isu dan kebutuhan yang dihadapi oleh masyarakat
dan negara. Sosiologis dalam perancangan peraturan perundang-undangan digunakan dalam
tahap pembentukan peraturan dan bukan dalam tahap pelaksanaan, seperti yang dijelaskan
dalam gambar berikut:
Gambar 1. Unsur Sosiologis dalam konteks pembentukan dan pelaksaan UU atau Perda
70
Dibutuhkan inovasi yang efektif dalam masyarakat serta inovasi dalam tata kelola
pemerintahan agar Good Governance dapat tercapai. Meskipun ilmu pengetahuan dan
teknologi terus berkembang, namun untuk mencapai inovasi daerah yang sukses di
Kabupaten Pangandaran, diperlukan kerja sama dan koordinasi antara sektor pemerintah,
swasta, masyarakat, perguruan tinggi, serta pihak-pihak terkait lainnya. Sinergi ini akan
memastikan pelaksanaan pembinaan inovasi berjalan lancar dan akan meningkatkan
partisipasi publik dalam mendukung budaya inovasi.
Setiap wilayah memiliki potensi yang dapat ditingkatkan, sehingga tidak perlu hanya
meniru langkah daerah lain. Inovasi yang sesuai dengan potensi setempat perlu diupayakan,
bahkan jika melibatkan adaptasi dari inovasi yang telah diterapkan di tempat lain. Namun,
penting untuk menyesuaikan upaya ini dengan keadaan dan potensi khusus di setiap daerah.
C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah pertimbangan atau dasar hukum yang digunakan untuk
membentuk peraturan baru atau mengubah yang sudah ada, dengan tujuan memecahkan
masalah hukum atau mengisi kekosongan dalam hukum. Ini dilakukan untuk memastikan
kepastian hukum dan keadilan masyarakat, terutama dalam hal substansi atau materi hukum
yang diatur, sehingga memungkinkan pembentukan peraturan perundang-undangan baru.
Menurut Bagir Manan dalam hal penggunaan pijakan yuridis dalam penyusunan
Peraturan Daerah pembentukan peraturan daerah harus memperhatikan beberapa
persyaratan yuridis, yaitu:
a. Pembuatan peraturan perundang-undangan harus dilakukan oleh badan atau pejabat
yang memiliki wewenang, dan jika tidak, peraturan tersebut dapat dinyatakan batal
secara hukum (van rechtswegenietig);
b. Peraturan perundang-undangan harus sesuai dalam bentuk dan jenis dengan materi
yang akan diatur, dan ketidaksesuaian ini dapat menjadi dasar pembatalan peraturan
tersebut;
c. Pembentukan peraturan perundang-undangan harus mengikuti prosedur dan tata cara
yang telah ditetapkan; dan
d. Peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang memiliki hierarki lebih tinggi, dan harus sesuai dengan
konsep teori stufenbau, di mana peraturan tingkat tinggi menjadi landasan bagi
peraturan tingkat rendah.
71
Adapun landasan yuridis yang digunakan dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran tentang Inovasi Daerah akan di jabarkan ke dalam konsiderans (untuk dasar
mengingat), antara lain terdiri dari:
1) Pasal 18 ayat (2) dan (6); Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945);
2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 143,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6801);
3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-
Undang (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841);
5) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan
Intelektual Serta Hasil Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Oleh Perguruan Tinggi
Dan Lembaga Penelitian Dan Pengembangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 43);
6) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5357);
7) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 206, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6123);
8) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset
dan Inovasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 192);
9) Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03 Tahun 2012 dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi
Daerah (Berita Negara Tahun 2012 Nomor 484);
10) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
72
Nomor 120 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara
Tahun 2015 Nomor 2036);
11) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pedoman Penelitian
dan Pengembangan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah
Daerah (Berita Negara Tahun 2016 Nomor 546);
12) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 104 Tahun 2018 tentang Penilaian dan
Pemberian Penghargaan dan/atau Insentif Inovasi Daerah (Berita Negara Tahun 2018
Nomor 1611);
13) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 7
Tahun 2021 tentang Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Di Lingkungan
Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Dan Badan
Usaha Milik Daerah (Berita Negara Tahun 2021 Nomor 196); dan
14) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
91 Tahun 2021 tentang Pembinaan Inovasi Pelayanan Publik (Berita Negara Tahun
2021 Nomor 1572).
BAB V
JANGKAUAN, ARAH 73
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
PERATURAN DAERAH
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya maka dalam bab ini akan Diuraikan
terkait relevansi, jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Inovasi Daerah. Adapun penjelasan
sebagaimana dimaksud antara lain:
74
No JANGKAUAN PASAL ARAH KEBIJAKAN
tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; (d).
merupakan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah; dan (e).
dapat direplikasi.
4 BAB IV INOVASI Pasal 10-12 Bab ini mengatur mengenai subjek
DAERAH DALAM
penyelenggara, bentuk, dan kriteria
RANGKA
PENINGKATAN inovasi daerah dalam rangka
PRODUK/PROSES
peningkatan produk atau proses
PRODUKSI
produksi
75
No JANGKAUAN PASAL ARAH KEBIJAKAN
10 BAB X BADAN RISET Pasal 38-41 Bab ini membahas mengenai
DAERAH DAN
pembentukan, tugas, dan BRIDA
INOVASI DAERAH
11 BAB XI KOMERSIAL Pasal 42-43 Pemerintah memfasilitasi dan
DAN PERLINDUNGAN
memberikan jaminan perlindungan
terhadap terhadap hak kekayaan
intelektual atas Inovasi Daerah
12 BAB XII Pasal 44-49 Pengembangan inovasi daerah
PENGEMBANGAN
meliputi:
INOVASI DAERAH
a. Uji coba inovasi daerah
b. Pembinaan inovasi daerah dalam
rangka peningkatan produk atau
proses produksi
c. Pembinaan inovasi daerah dalam
rangka peningkatan proses
distribusi
13 BAB XIII Pasal 50 Dalam penyelenggaraan dan
PENYELANGGARAAN
pengembangan inovasi daerah di
DAN
PENGEMBANGAN Kabupaten Pangandaran, pemerintah
INOVASI DAERAH
daerah mengakui dan menghormati
PADA KESATUAN
MASYARAKAT kesatuan masyarakat hukum adat
HUKUM ADAT
14 BAB XIV PENILAIAN Pasal 51-53 Bab ini mengatur tentang pemberian
DAN PENGHARGAAN
penilaian beserta kriteria terhadap
inovasi daerah. Di samping itu,
gubernur dapat memberikan
penghargaan kepada penyelenggara
inovasi daerah yang berhasil
menerapkan inovasi daerah
15 BAB XV Pasal 54 Bab ini mengatur mengenai
PENYEBARAN
penyebaran inovasi daerah yang dapat
INOVASI DAERAH
dilakukan dengan cara: a. seminar; b.
workshop; c. simposium; d. lokakarya;
e. penerbitan buletin; f. jurnal ilmiah; g.
publikasi media massa; h. pameran.
16 BAB XVI Pasal 55 Pendanaan inovasi daerah dapat
PENDANAAN
bersumber dari APBD dan/atau sumber
dana lain yang sah dan tidak mengikat
17 BAB XVII Pasal 56 Pemerintah Daerah dapat melakukan
KERJASAMA
kerjasama dalam penyelenggaraan
lnovasi Daerah
18 BAB XVIII INFORMASI Pasal 57 Dalam pelaksanaan keterbukaan
76
No JANGKAUAN PASAL ARAH KEBIJAKAN
INOVASI DAERAH informasi publik dan transparansi
pengelolaan pemerintah daerah
Kabupaten Pangandaran, maka
dibuatlah suatu system informasi yang
menyediaakan informasi mengenai
Inovasi Daerah
19 BAB XIX PERAN Pasal 58 Bab ini mengatur dan memberikan
SERTA
kesempatan yang seluas-luasnya
MASYARAKAT
kepada masyarakat untuk berperan
aktif dan mendukung pengembangan
inovasi daerah
20 BAB XX SANKSI Pasal 59 Pengaturan mengenai sanksi
merupakan sebagai alat control dan
memberikan ketegasan penegakan
hukum dalam penyelenggaraaan
Inovasi Daerah di Kabupaten
Pangandaran. Sanksi Administrasi
tersebut dapat berupa:
d. teguran lisan;
e. teguran tertulis;
f. pemberhentian sementara
kegiatan;
g. pemberhentian tetap kegiatan;
atau
h. denda administratif;
21 BAB XXI PEMBINAAN Pasal 60-61 Dalam penyelenggaraan Pemerintah
DAN PENGAWASAN
Daerah khususnya dalam bidang
inovasi daerah dibutuhkan pembinaan
dan pengawasan.
22 BAB XXII Pasal 62 Ketentuan Peralihan atas peraturan
KETENTUAN
daerah ini.
PERALIHAN
23 BAB XXIII Pasal 63 Merupakan klausula baku dalam setiap
KETENTUAN
peraturan, dan memasukkan kedalam
PENUTUP
lembaran daerah
77
BAB VI
PENUTUP
BAB VI
78
PENUTUP
B. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dalam penyusunan Naskah
Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Inovasi
Daerah dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa terdapat kekosongan hukum (rechtsvacuum) pengaturan Inovasi
Daerah di Kabupaten Pangandaran. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah
Kabupaten Pangandaran perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Inovasi Daerah untuk memperkuat daya dukung, kapasitas, peningkatan
pelayanan publik, dan daya saing daerah untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat.
2. Pengaturan tentang Inovasi Daerah yang dimaksudkan dituangkan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran untuk memberikan dasar
hukum dan kepastian hukum atas penyelenggaraan inovasi daerah, yang
dituangkan dalam bentuk: a. inovasi tata kelola pemerintahan daerah; b.
inovasi pelayanan publik; dan/ atau c. Inovasi Daerah lainnya sesuai
dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Dengan
adanya Peraturan Daerah tentang Inovasi Daerah diharapkan mampu
menjadi instrument hukum Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran
dalam mencapai tujuan penyelenggaraan inovasi daerah, yakni : a.
peningkatan pelayanan publik; b. pemberdayaan dan peran serta
masyarakat; dan c. peningkatan daya saing daerah.
3. Bahwa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan
yuridis dari pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran tentang Inovasi Daerah yakni untuk memberi dorongan yang
kuat dan payung hukum dalam berinovasi agar dapat dilaksanakan secara
terencana, terpadu, terintegrasi, dan terkoordinasi;
4. Bahwa tujuan dibentuknya Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran tentang Inovasi Daerah adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum, terkhusus masyarakat Kabupaten Pangandaran di
seluruh sektor, melalui peningkatan proses produksi dan distribusi.
C. SARAN
Berdasarkan beberapa kesimpulan berdasarkan rumusan masalah yang telah
disampaikan pada bagian sebelumnya, maka tim memeberikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Dalam rangka pembentukan dan pembahasan atas Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Inovasi Daerah maka Dinas
terkait sebagai pemrakarsa melalui Sekretaris Daerah perlu membentuk
tim asistensi dan berkoordinasi dengan OPD yang membidangi serta
stakeholder lainnya untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi
79
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Inovasi
Daerah.
2. Terhadap pembentukan dan pembahasan atas Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Inovasi Daerah perlu
dimasukkan di dalam prioritas penyusunan Peraturan Perundang-
Undangan yang ditetapkan di dalam Program Pembentukan Peraturan
Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Inovasi Daerah.
3. DPRD Kabupaten Pangandaran perlu mendorong Pemerintah Kabupaten
Pangandaran untuk segera melakukan langkah-langkah persiapan yang
dibutuhkan dalam rangka menyusun peraturan pelaksana dari Peraturan
Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Inovasi Daerah.
4. Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran perlu segera membentuk
Badan Riset Inovasi Daerah (Brida) sebagai ujung tombak
penyelenggaraan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan,
serta invensi dan inovasi yang terintegrasi di daerah.
80
DAFTAR PUSTAKA
81