You are on page 1of 19

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK TELAAH JURNAL

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER FEBRUARI 2023


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

RISK FACTORS OF STUNTING IN INDONESIAN CHILDREN


AGED 1 TO 60 MONTHS

OLEH:
Muhammad Farhan Irawan
111 2021 2148

PEMBIMBING:
dr. Maya Susanti, Sp. A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Dengan ini, yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Muhammad Farhan Irawan

NIM : 111 2021 2148

Judul : Risk factors of stunting in Indonesian children aged 1 to 60

months

Telah menyelesaikan tugas Telaah Jurnal yang berjudul “Risk factors of

stunting in Indonesian children aged 1 to 60 months” dan telah disetujui

serta dibacakan di hadapan Dokter Pembimbing Klinik dalam rangka

Kepaniteraan Klinik pada Bagian Ilmu Kedokteran Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Watampone, Februari 2023

Dokter Pendidik Klinik Mahasiswa

dr. Maya Susanti, Sp. A Muh. Farhan Irawan


111 2021 2148
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada

Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan Telaah Jurnal ini dengan judul “Risk

factors of stunting in Indonesian children aged 1 to 60 months”

sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di

Bagian Ilmu Kesehatan Anak.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian dan penulisan Telaah Jurnal ini. Banyak terima kasih juga

penulis sampaikan kepada dr. Maya Susanti, Sp. A sebagai pembimbing

dalam penulisan Telaah Jurnal ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Telaah Jurnal ini terdapat

banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan Telaah

Jurnal ini. Saya berharap sekiranya Telaah Jurnal ini dapat bermanfaat

untuk kita semua. Aamiin.

Watampone, Februari 2023

Penulis
DESKRIPSI JURNAL

JUDUL

Risk factors of stunting in Indonesian children aged 1 to 60 months

PENULIS

Rizki Aryo Wicaksono, Karina Sugih Arto, Erna Mutiara,

Melda Deliana, Munar Lubis, Jose Rizal Latief Batubara

PUBLIKASI

The Indonesian Journal of Pediatrics and Perinatal Medicine

TAHUN

2021
ABSTRAK

Latar Belakang: Provinsi Aceh di Indonesia memiliki prevalensi stunting


yang tinggi. Mengidentifikasi faktor risiko stunting dapat membantu upaya
pencegahan. Diagram Pertumbuhan Anak Indonesia merupakan alat
khusus untuk mendiagnosis stunting pada populasi anak Indonesia.

Objektif: Untuk mengetahui faktor risiko stunting pada anak usia 1-60
bulan menggunakan Diagram Pertumbuhan Anak Indonesia.

Metode: Studi observasional analitik dengan desain casecontrol ini


dilakukan di Kabupaten Lawe Alas, Aceh Tenggara, Indonesia untuk
membandingkan paparan faktor risiko sebelumnya antara anak stunting
(kasus) dan anak tidak stunting (kontrol) dari Januari-April 2018. Subjek
adalah anak usia 1-60 bulan dan direkrut dengan pengambilan sampel
berturut-turut.

Hasil: Subjek terdiri dari 97 kasus dan 97 kontrol, berjumlah 194 subjek,
faktor risiko internal stunting adalah panjang lahir pendek (OR 2,87;
95%CI 1,24 hingga 6,61; P=0,011), asupan kalori yang tidak memadai
(OR 2,37; 95%CI 1,32 hingga 4,27; P=0,004), ASI non-eksklusif (OR 3,64;
95%CI 2,01 hingga 6,61; P<0,001), diare kronis (OR 6,56; 95%CI 3,33
hingga 13,01; P<0,001) dan infeksi saluran pernapasan atas ( ATAU 3,47;
95% CI 1,89 hingga 6,35; P<0,001). Faktor risiko eksternal stunting adalah
sanitasi yang tidak baik (OR 2,98; 95%CI 1,62 hingga 5,48; P<0,001),
sumber air yang tidak baik (OR 2,71; 95%CI 1,50 hingga 4,88; P=0,001),
pendapatan keluarga rendah (OR 2,49; 95%CI 1,38 hingga 4,49;
P=0,002), tingkat pendidikan ayah rendah (OR 2,98; 95%CI 1,62 hingga
5,48; P<0,001), tingkat pendidikan ibu rendah (OR 2,64; 95%CI 1,38
hingga 5,04; P=0,003 ), dan tinggal di rumah tangga dengan >4 anggota
keluarga (OR 1,23; 95%CI 0,69 hingga 2,17; P=0,469). Analisis regresi
menunjukkan bahwa faktor risiko stunting yang dominan adalah diare
kronis (OR 5,41; 95%CI 2,20 hingga 13,29; P<0,001).

Kesimpulan: Riwayat diare kronis dan pemberian ASI eksklusif


merupakan faktor risiko utama terjadinya stunting pada anak.

Kata Kunci : stunting; growth diagrams of Indonesian children; risk


factors
PENDAHULUAN

Stunting mencerminkan gangguan pertumbuhan linier karena kondisi

fisik yang buruk atau malnutrisi kronis dari periode pra-kelahiran hingga

pasca-kelahiran. Stunting dapat menyebabkan pertumbuhan mental yang

lambat, penurunan fungsi kognitif, dan kapasitas belajar yang buruk di

sekolah. Stunting ditentukan oleh indeks panjang tubuh-untuk-usia (LAZ)

atau tinggi-untuk-usia (HAZ), dengan Z-score kurang dari 2 standar

deviasi (SD), dalam Standar Pertumbuhan WHO 2006. Namun, standar

pertumbuhan WHO tahun 2006 tidak selalu berlaku untuk semua populasi

untuk menilai pertumbuhan anak karena perbedaan ras, demografi, dan

pola pertumbuhan di antara negara-negara di dunia. Diagram

pertumbuhan anak indonesia dirancang dengan mengacu pada

pertumbuhan anak. khusus di Indonesia.

Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 151 juta (22%) anak

balita pada tahun 2017 terkena stunting. Lebih dari separuh anak dengan

stunting berasal dari Asia. Di Indonesia, prevalensi stunting adalah 30,8%

pada tahun 2018, menurut Laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional

(Riset Kesehatan Dasar; Riskesdas), yang tergolong tinggi oleh WHO.

Prevalensi stunting di Kabupaten Aceh Tenggara dari penelitian kami

sebelumnya adalah 36,2% menurut Diagram Pertumbuhan Anak

Indonesia dan 46,8% menurut Standar Pertumbuhan WHO 2006.


Stunting pada anak Indonesia memerlukan strategi pencegahan,

seperti intervensi dini terhadap faktor risiko. Dengan demikian, identifikasi

faktor risiko diperlukan untuk strategi intervensi yang lebih baik. Faktor

risiko stunting dapat diklasifikasikan sebagai internal atau eksternal.

Faktor risiko internal antara lain malnutrisi kronis, retardasi pertumbuhan

intrauterin (IUGR), ASI non-eksklusif, dan infeksi kronis. Faktor eksternal

antara lain sanitasi yang tidak baik, sumber air yang tidak baik, tingkat

sosial ekonomi orang tua yang rendah, dan jumlah anggota keluarga yang

besar yang tinggal dalam satu rumah tangga. Sedikit yang diketahui

tentang faktor risiko stunting di Kabupaten Aceh Tenggara, oleh karena

itu, kami bertujuan untuk menilai faktor risiko dominan yang

mempengaruhi prevalensi stunting dengan menggunakan Diagram

Pertumbuhan Anak Indonesia.

METODE

Kami melakukan studi analitik observasional dengan desain kasus-

kontrol di Lawe Alas, Kabupaten Aceh Tenggara antara Januari dan April

2018 untuk membandingkan paparan faktor risiko sebelumnya antara

anak stunting (kasus) dan anak tidak stunting (kontrol). Subjek terdiri dari

97 kasus dan 97 kontrol, sehingga berjumlah 194 subjek adalah anak usia

1 sampai 60 bulan yang dipilih secara consecutive sampling. Anak-anak

dengan keganasan, penyakit autoimun, kelainan tulang atau kromosom,

kondisi yang dapat memengaruhi pertumbuhan linier, atau mereka yang


menerima terapi steroid jangka panjang dikeluarkan. Data subjek

dikumpulkan dari pengukuran antropometri dan wawancara menggunakan

kuesioner. Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Riset Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Umum

H. Adam Malik.

Data sosiodemografis yang dikumpulkan adalah jenis kelamin, usia,

usia kehamilan, dan berat lahir. Variabel bebas penelitian ini meliputi

panjang badan lahir, asupan kalori harian, riwayat menyusui, riwayat diare

kronis, riwayat infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), kondisi sanitasi,

kondisi sumber air, pendapatan orang tua, tingkat pendidikan ayah dan

ibu, dan jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah tangga tersebut.

Asupan kalori harian dianggap tidak memadai jika total kalori yang ditarik

kembali dalam 24 jam sebelumnya tidak mencapai angka kecukupan gizi

yang direkomendasikan (RDA) untuk usia subjek. Menyusui dianggap

eksklusif jika subjek hanya diberi ASI pada 6 bulan pertama. bulan

kehidupan (kecuali untuk obat-obatan, vitamin, atau suplemen mineral).

Sanitasi dianggap telah ditingkatkan untuk rumah tangga dengan toilet

pribadi dan tangki septik mereka sendiri. Sumber air dianggap baik jika

sumber air bersih, dalam wadah tertutup, dan berjarak minimal 10 meter

dari tempat sampah. Pendapatan orang tua diklasifikasikan berdasarkan

upah minimum bulanan di Kabupaten Aceh, yaitu Rupiah Indonesia (Rp)

2.700.000 pada tahun 2018. Tingkat pendidikan orang tua tergolong

rendah jika di bawah SMA (SMA, SMK, Madrasah Aliyah, SMK Islam di
Indonesia). Diare kronis didefinisikan sebagai buang air besar sebanyak

tiga kali atau lebih dalam 24 jam dan perubahan konsistensi terjadi dalam

7 hari atau lebih. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) didefinisikan

sebagai infeksi yang mengenai salah satu bagian saluran pernafasan

yang terjadi dalam waktu 14 hari.

Berat badan anak kecil yang belum mampu berdiri diukur

menggunakan timbangan bayi Seca 725, sedangkan berat badan anak

belum mampu berdiri diukur dengan timbangan kaki Seca 803. Bayi hanya

mengenakan pakaian dalam selama pengukuran berat badan.

Panjang/tinggi badan subjek diukur dengan skala bayi Seca 334 untuk

anak di bawah 2 tahun, atau mikrotoise Seca 206 untuk anak di atas 2

tahun. Subjek bertelanjang kaki sambil mengukur panjang/tinggi badan.

Data antropometri diplot dalam diagram pertumbuhan anak Indonesia

untuk mengetahui status stunting subjek.

Untuk mengidentifikasi faktor risiko stunting, pertama kami melakukan

analisis bivariat antara faktor risiko potensial dan proporsi stunting. Uji

Chi-Square digunakan untuk menganalisis kemungkinan korelasi antara

faktor risiko dan proporsi stunting pada masing-masing kelompok.

Variabel dengan nilai P <0,25 dimasukkan dalam analisis multivariat

dengan model regresi logistik ganda. Variabel dianggap signifikan untuk

nilai P <0,05 (interval kepercayaan 95%).


HASIL

Sebanyak 194 subjek dimasukkan. Karakteristik subjek ditunjukkan

pada Tabel 1. Analisis bivariat mengungkapkan faktor risiko internal yang

signifikan berikut: panjang lahir pendek (OR 2,87; 95%CI 1,24 hingga

6,61), asupan kalori harian yang tidak memadai (OR 2,37, 95%CI 1,32

hingga 4,27), diare kronis (OR 6,56; 95%CI 3,33 hingga 13,01), riwayat

ISPA (OR 3,47; 95%CI 1,89 hingga 6,35), dan ASI non-eksklusif (OR

2,37; 95%CI 1,32 hingga 4,20). Faktor risiko eksternal yang signifikan,

adalah sebagai berikut: sanitasi yang tidak diperbaiki (OR 2,98; 95%CI

1,62 hingga 5,48), sumber air yang tidak diperbaiki (OR 2,71; 95%CI 1,50

hingga 4,88), total pendapatan orang tua yang rendah (OR 2,49; 95%CI

1,38 hingga 4,49), tingkat pendidikan ayah rendah (OR 2,98; 95%CI 1,62

hingga 5,48), dan tingkat pendidikan ibu rendah (OR 2,64; 95%CI 1,38

hingga 5,04). Hasil analisis bivariat kemungkinan faktor risiko dan proporsi

stunting ditunjukkan pada Tabel 2.

Faktor risiko yang signifikan dalam analisis bivariat dianalisis lebih

lanjut dengan analisis model regresi logistik ganda, seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 3. Riwayat diare kronis (OR 5,41; 95%CI 2,20

hingga 13,29) dan riwayat pemberian ASI non-eksklusif (OR 4,54; 95% CI

1,84 hingga 11,16) merupakan faktor risiko utama terjadinya stunting.


Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 2. Analisis kemungkinan faktor risiko dan proporsi stunting


berdasarkan Diagram Pertumbuhan Anak Indonesia (N=194)
Tabel 3. Analisis regresi logistik ganda faktor risiko stunting

DISKUSI

Studi sebelumnya menemukan bahwa proporsi stunting secara

signifikan lebih rendah menggunakan diagram pertumbuhan anak

Indonesia dibandingkan dengan Standar Pertumbuhan WHO 2006

(masing-masing 36,2% menjadi 46,8%; P<0,001). Selanjutnya, sebuah

studi melaporkan bahwa anak laki-laki Indonesia (SD 1.47) dan anak

perempuan (SD 1.43) memiliki tinggi badan lebih rendah dibandingkan

dengan anak Amerika. diagram pertumbuhan anak Indonesia memiliki

spesifisitas yang baik (98,66%) untuk mendiagnosis stunting pada

populasi anak Indonesia.

Status gizi pada 1.000 hari pertama tahun hidup mempengaruhi

kualitas hidup di masa depan. Retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR)

merupakan cerminan dari malnutrisi ibu. IUGR dapat mengakibatkan

penurunan panjang lahir, dan membuat anak berisiko mengalami stunting


lebih lanjut. Sebuah penelitian di Bogor, Jawa Barat, melaporkan bahwa

panjang badan lahir < 48 cm merupakan faktor risiko stunting. Sesuai

dengan temuan mereka, kami mencatat bahwa 22,7% (OR 2,87, 95%CI

1,24 hingga 6,61) subjek dengan stunting memiliki riwayat panjang badan

lahir pendek.

Sebuah penelitian di Iran melaporkan bahwa rendahnya konsumsi

produk susu sapi dan kacang-kacangan dikaitkan dengan stunting pada

anak di bawah 5 tahun. Penelitian sebelumnya juga melaporkan

hubungan antara status gizi anak dan asupan kalori harian dari protein,

lemak, seng, dan karbohidrat. Dalam penelitian kami, 69,1% dari subjek

stunting memiliki asupan kalori harian yang tidak memadai. Karena

penarikan makanan 24 jam dilakukan untuk mengumpulkan data asupan

kalori harian, tingkat pendidikan orang tua, memori, dan survei itu sendiri

mungkin telah menyebabkan bias. Karena itu, kami tidak berusaha untuk

menjelaskan detail makro atau mikronutrien yang ada.

Menyusui memiliki banyak manfaat bagi bayi dalam enam bulan

pertama kehidupannya, seperti diare yang lebih jarang atau gejala

gastrointestinal lainnya dan peningkatan kekebalan tubuh. Manfaat

tersebut dikaitkan dengan komposisi ASI termasuk laktoferin,

imunoglobulin, dan produk sekretorik lain yang tidak ditemukan dalam

susu sapi. Pemberian ASI non-eksklusif berkorelasi dengan proporsi

stunting di Sri Lanka dan Jawa Tengah. Temuan ini sejalan dengan kami:
70,1% (OR 3,64; 95% CI 2,01 hingga 6,61) dari subjek stunting tidak

disusui secara eksklusif.

Anak-anak di negara berkembang sering menderita infeksi, yang

merupakan penyebab utama kematian. Kondisi lingkungan diperparah

dengan sanitasi yang buruk dan padatnya penduduk. Selain itu, infeksi

dan malnutrisi memiliki hubungan dua arah. Anak dengan infeksi yang

sering lebih rentan terhadap kekurangan gizi dan anak dengan gizi buruk

lebih rentan terhadap penyakit menular. Diare kronis dan ISPA adalah

jenis infeksi yang paling banyak ditemukan pada anak Indonesia di bawah

lima tahun. Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2013

melaporkan bahwa Aceh memiliki prevalensi ISPA tertinggi ketiga pada

anak. Dalam penelitian kami, riwayat diare merupakan faktor risiko paling

dominan terjadinya stunting pada anak balita (OR 6,56; 95%CI 3,33 ke

13.01). Studi di Amerika Serikat, Brasil, dan Somalia juga menemukan

bahwa diare kronis merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap

stunting. Selain diare dan ISPA, tuberkulosis dan infeksi cacing umum

terjadi di negara berkembang. Namun, kami tidak memasukkan infeksi ini

dalam survei kami karena kesulitan dalam diagnosis.

Faktor risiko eksternal seperti sanitasi dan sumber air bersih juga

menjadi kunci dalam pencegahan stunting. Seperti yang telah disebutkan,

sanitasi yang buruk berhubungan dengan infeksi pada anak. Menurut teori

Cumming, kondisi air, sanitasi, dan kebersihan (WASH) yang buruk


mempengaruhi pertumbuhan anak. Air bersih didefinisikan sebagai

sumber air yang memenuhi persyaratan fisik, mikrobiologis, kimia, dan

kriteria radioaktif. Padahal, indikator sederhana sumber air bersih adalah

tidak berwarna dan berasa. Sanitasi yang lebih baik terdiri dari memiliki

akses ke fasilitas untuk pembuangan limbah manusia (tinja dan urin) yang

aman dan memiliki kemampuan untuk menjaga kondisi higienis.

Kebersihan tangan juga berperan dalam mencegah penularan patogen.

Sebuah studi menemukan bahwa sanitasi yang tidak baik dan sumber air

yang tidak baik memiliki hubungan yang signifikan dengan stunting.

Demikian pula, 75,3% subjek stunting memiliki sanitasi yang tidak baik

dan 70,1% subjek stunting memiliki sumber air yang tidak baik.

Jumlah pendapatan keluarga dapat mempengaruhi pemenuhan

kebutuhan gizi keluarga. Keluarga berpenghasilan rendah cenderung

mengalami penurunan kualitas, kuantitas, dan variasi makanan, seperti

yang dilaporkan dalam penelitian Ethiopia dan Madagaskar yang

menunjukkan hubungan antara stunting dan kemiskinan. Sebuah

penelitian di Indonesia yang dilakukan di Provinsi Maluku Utara

melaporkan bahwa anak-anak berpenghasilan rendah keluarga memiliki

risiko stunting 43,1 kali lebih tinggi daripada anak-anak dalam keluarga

berpenghasilan menengah. Kami juga mencatat bahwa subjek yang total

pendapatan orang tuanya di bawah upah minimum bulanan yang

ditetapkan oleh Kabupaten Aceh memiliki 2,49 (95%CI 1,38 hingga 4,49)
kali lebih tinggi berisiko stunting dibandingkan anak yang total pendapatan

orang tuanya di atas upah minimum.

Orang tua dengan tingkat pendidikan rendah cenderung memiliki

informasi yang kurang memadai tentang pengasuhan tumbuh kembang

anak, termasuk kebutuhan gizi. Kami menemukan bahwa tingkat

pendidikan ayah dan ibu yang rendah meningkatkan risiko stunting,

seperti yang ditemukan dalam sebuah penelitian. Selanjutnya, penelitian

sebelumnya mencatat bahwa upaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu

mengurangi proporsi stunting. Selain rendahnya pendidikan dan

pendapatan orang tua, sejumlah besar anggota rumah tangga yang

tinggal bersama dapat memperburuk masalah gizi anak yang tidak

memadai. Di Ethiopia, anak yang tinggal dengan 8-10 anggota rumah

tangga memiliki risiko 4,44 kali lebih tinggi dan anak yang tinggal dengan

5-7 anggota rumah tangga memiliki risiko 2,97 kali lebih tinggi daripada

anak yang tinggal dengan 2-4 anggota rumah tangga. Sebaliknya, kami

menemukan bahwa risiko stunting tidak berbeda antara anak yang tinggal

dengan >4 anggota rumah tangga vs. yang tinggal dengan ≤4 anggota

rumah tangga. Hasil ini mungkin dipengaruhi oleh program Keluarga

Berencana (Keluarga Berencana) yang telah dilaksanakan dengan baik di

desa Lawe Alas. Dengan demikian, mayoritas keluarga di Lawe Alas

memiliki ≤4 anggota rumah tangga.


Keterbatasan penelitian kami adalah kurangnya data status gizi

keluarga dan infeksi parasit pada anak, sehingga kami tidak memasukkan

faktor risiko tersebut dalam penelitian. Kami merekomendasikan studi

multisenter dengan ukuran sampel yang lebih besar untuk dilakukan di

masa mendatang. Kesimpulannya, faktor risiko utama stunting yang

dominan di Lawe Alas, Aceh Tenggara adalah diare kronis dan pemberian

ASI non eksklusif. Analisis multivariat mengungkapkan bahwa anak

dengan riwayat diare kronis dan riwayat pemberian ASI non eksklusif

memiliki risiko stunting 5,41 kali dan 4,54 kali lebih tinggi.

You might also like