You are on page 1of 5

POTENSI TANAMAN KHAS KALIMANTAN SEBAGAI IMMUNOMODULATOR

DAN PENGEMBANGANNYA DI BIDANG NANOMEDICINE


Oleh: Reza Alfitra Mutiara

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan yang melimpah dan terdiri dari berbagai

kepulauan, salah satunya yaitu pulau Kalimantan. Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar

kedua di Indonesia. Pulau Kalimantan sendiri merupakan salah satu paru-paru dunia dengan

penghasil oksigen terbesar ke dua di dunia, dengan luas hutan menurut Greenpeace sekitar 25,5

juta hektar di tahun 2010. Dengan luas sebesar itu pastinya tersimpan banyak kekeayaan alam

di tanah Kalimantan, seperti tanaman obat yang secara empiris telah dimanfaatkan oleh

masyarakat Kalimantan untuk pengobatan secara tradisional. Salah satu fungsi tanaman herbal

ini selain sebagai obat yakni juga untuk meningkatkan sistem imun di dalam tubuh. Saat ini

Reaserch terkait herbal yang berfungsi sebagai immunomodulator telah banyak dikembangkan.

Sistem kekebalan adalah kombinasi sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam

mencegah, mendeteksi dan menghilangkan patogen yang masuk kedalam tubuh. Ketika kondisi

sistem imun/kekebalan tubuh menurun maka pertahanan tubuh terhadap penyakit juga akan

menurun sehingga tubuh rentan terhadap penyakit. Selain itu, banyak pula penyakit yang

berkaitan dengan lemahnya sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit seperti HIV/AIDS,

Infeksi mikroba (bakteri/virus), alergi, herpes, malaria dan banyak lagi. Penyakit yang

menyerang sistem kekebalan tubuh membutuhkan perawatan yang berfokus pada peningkatan

sistem kekebalan tubuh, salah satunya dengan tanaman obat (herbal). Tanaman herbal memiliki

kelebihan yakni dapat mengurangi resistensi yang disebabkan oleh bakteri atau patogen lain.

Tidak hanya bekerja sebagai efektor langsung dalam menghadapi patogen/penyakit, obat

herbal juga dapat mengatur sistem kekebalan tubuh. Ramuan tertentu dapat memiliki

kandungan sebagai immunomodulator sehingga dapat memodulasi dan mengaktifkan sistem

imun. Kemampuan tanaman dalam meningkatkan sistem imun juga berkaitan dengan

kandungan yang banyak ditemukan pada tanaman obat. Banyak senyawa yang memiliki
aktivitas imunostimulan, seperti alkaloid, terpenoid, kuinon, senyawa fenolik sederhana,

polisakarida, peptida, glikoprotein dan nukleotida.

Saat ini penggunaan nanoteknologi dalam pengobatan telah menyebar dengan pesat.

Banyak ilmuwan yang mengembangkan nanomedicin baik menggunakan bahan sintesis mauin

produk alami, oleh karena itu perkembangan nanomedicin herbal berkembang cukup pesat

selaras dengan pesatnya pemanfaatan produk herbal sebagai alternatif pengobatan.

Nanopartikel dianggap memiliki kemampuan untuk melintasi membran sel, termasuk sawar

darah otak dan dapat mengakses sel dan juga bertranslokas di sekitar tubuh melalui darah dan

getah bening sehingga obat dapat dengan lebih mudah mencapai target lokasi. Beberapa

tanaman yang ditemukan dan hidup di pulau Kalimantan ini mengandung senyawa yang dapat

digunakan sebagai imunomodulator serta berpotensi untuk dikembangkan sebagai

nanomedicin (Chabib et al., 2018) .

Pertama adalah Bawang Dayak, hasil uji fitokimia bawang dayak menunjukkan adanya

senyawa alkaloid, glikosida, flavonoid, fenolik, kuinon, steroid, tanin astringen dan minyak

esensial. Flavonoid dalam tanaman ini terbukti dapat merangsang sistem kekebalan tubuh dan

meningkatkan aktivitas makrofag dan limfosit T dan juga diketahui bahwa ekstrak etanol dari

tanaman ini meningkatkan imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin M (IgM). Flavonoid

juga menunjukkan aktivitas imunostimulan dengan merangsang sel mononuklear manusia

untuk mengeluarkan sitokin seperti IL-1β, IFN-γ, and TNF-α (Liao et al., 2015).

Tanaman kedua yaitu tanaman Kelakai ( Stenochlaena palustris (Burm.f) Bedd).

Kelakai adalah tanaman rawa khas Kalimantan Selatan dan merupakan makanan favorit orang

Dayak di Kalimantan Tengah. Suku Dayak Kenyah menggunakan tanaman ini secara empiris

untuk pengobatan anemia, pereda demam, dan penyakit kulit. Dalam ekstrak kelakai ditemukan

zat bioaktif utama yaitu quercetin flavonoid yang memiliki efek anti-inflamasi. Bahan lain yang

terkandung dalam tanaman kelakai adalah alkaloid dan steroid. Penelitian-penelitian


sebelumnya menunjukkan kelakai dapat memodulasi produksi sitokin IL-10 (Margono et al.,

2016).

Yang ketiga adalah tanaman Pasak Bumi, Kandungan bioaktif dari pasak bumi memiliki

efek antikanker, chemopreventive, dan immunomodulator. Senyawa bioaktif yang ada pada

pasak bumi yaitu quassioids, flavonoid dan alkaloid. Quassinoid sebagai immunomodulator

dapat meningkatkan sekresi IL-12 secara invitro. Dalam penelitian lain quassinoid juga mampu

meningkatkan pelepasan dan ekspresi mRNA TNF-α (Bhattacharjee et al., 2009).

Keempat adalah tanaman Kasturi (Magnifera cas turi Kosterm). Kasturi merupakan

tanaman endemik Kalimantan Selatan serta memiliki rasa manis dan aroma yang khas. Uji

fitokimia menunjukkan bahwa kasturi mengandung zat bioaktif seperti terpenoid, steroid dan

saponin dan diusulkan bahwa ekstrak etanol kasturi memiliki komponen bioaktif seperti

terpenoid/steroid dan fenolik yang mengandung flavonoid. Terpenoid diketahui dapat

menunjukkan aktivitas immunomodulator. Terpenoid meningkatkan kemampuan makrofag

untuk memfagositosis (Sutomo et al., 2015).

Tanaman kelima, yaitu Binjai (Magnifera caesia). Binji merupakan datu genus dengan

Mangifera dan sering dikonsumsi masyarakat Kalimantan Selatan. Daun tanaman ini

mengandung flavonoid dan berfungsi sebagai antiinflamasi, antikanker, anti leukemia,

antimalaria. Selain itu juga memiliki senyawa yang tidak ditemukan ditanamkan lain yakni

alkenilfenol sebagai antioksidan. Sedangkan akar dan batang binjai mengandung saponin,

saponin memiliki kemampuan sebagai imunostimulan dengan merangsang kekebalan bawaan

dan menjadi senyawa yang menjanjikan untuk kandidat adjuvan (Top et al., 2017).

Tanaman keenam adalah tanaman Rumania (Bouea macrohylla Griff) Daun Rumania

mengandung sejumlah besar zat seperti flavonoid, saponin, triterpenoid. Senyawa sekunder

flavonoid sebagai imunostimulan (Antarlina et al., 2009).


Selanjutnya yaitu yang ketujuh Tanaman Geronggang (Cratoxylum arborescens

(Valley) BI). Sama seperti kelakai, tanaman ini banyak ditemukan di daerah rawa-rawa

Kalimantan. Skrining fitokimia kulit geronggang menunjukkan bahwa geronggang

mengandung senyawa tanin, saponin, flavonoid dan quinone. Flavonoid memiliki sifat

antivirus, antimikroba dan antiinflamasi serta saponin memiliki fungi sebagai imunostimulan

sehingga dapat merangsang sistem kekebalan tubuh (Yusro et al 2011).

Yang kedelapan adalah tanaman Akar Kuninng (Fibraurea chloroleuca Miers).

Aktivitas imunostimulan pada tanaman ini karena adanya senyawa berbarin. Sebelumnya

masyarakat Dayak di Kalimantan menggunakan akar kuning sebagai pengobatan sakit perut,

obat teater mata dan obat nyeri kuning (Kim et al., 2003).

Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengeksplorasi metode absorpsi, distribusi

dan metabolisme obat yang paling efektif untuk memberikan senyawa untuk mendapatkan efek

imunomodulator yang signifikan dalam tubuh manusia. Salah satu metode yang menarik

banyak perhatian adalah merumuskannya sebagai nanomedicine, yang membuat obat dalam

bentuk nanopartikel (NPs). Metode ini sedang dikembangkan secara luas saat ini. NP adalah

bentuk zat material yang sangat kecil, berukuran 1 hingga 100 nanometer, yang membuatnya

memiliki luas permukaan yang besar. Karena ukuran yang sangat kecil dan luas permukaan

yang besar, NP memiliki kemampuan yang unik. Sebagai contoh, NP dengan mudah melintasi

membran sel, termasuk penghalang darah-otak, mungkin untuk mendapatkan akses ke sel dan

juga mentranslokasi di sekitar tubuh melalui darah dan getah bening. Kemampuan untuk

mengakses bagian dalam sel membuat mereka menjadi alat yang menjanjikan untuk

mengirimkan obat ke tempat aksi.

Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan terhadap tanaman herbal yang

memiliki potensi immunomodulator dengan teknologi nanomedicine dan mampu

meningkatkan sistem kekebalan tubuh secara signifikan. Dengan banyaknya ragam flora di
Indonesia termasuk di pulau Kalimantan, maka perlu di lakukan penelitian lebih lanjut terkait

nanomedicin yang memanfaatkan kekayaan alam yang ada di Indonesia.

Daftar Pustaka
D. Y. Liao, Y. C. Chai, S. H. Wang, C. W. Chen, M. S. Tsai. Antioxidant activities and
contents of flavonoids and phenolic acids of Talinum triangulare extracts and their
immunomodulatory effects, J Food Drug Anal, 23, 294-302, (2015).
D. P. N. H. Margono, E. Suhartono, H. Arwati, Effects of kelakai (Stenochlaena
palustris (Burm.f) Bedd) extract against the level of interleukin-10 (IL- 10) on mice, Medical
Laboratory Technology Journal, 2, 31-36, (2016).
H. Top, N. B. Sarikahya, A. Nalbantsoy, S. Kirmizigul, Immunomodulatory, hemolytic
properties and cytotoxic activity potent of triterpenoid saponins from Cephalaria balansae,
Phytochemistry, 137, 139-147, (2017).
L. Chabib, W. K. Muhtadi, M. I. Rizki, R. A. Rahman, Mohamad Rahman Suhendri5,
and Arif Hidayat. Potential medicinal plants for improve the immune system from Borneo
Island and the prospect to be developed as nanomedicine. MATEC Web of Conferences 154,
04006, (2018).
S. Bhattacharjee, G. Gupta, P. Bhattacharya, A. Mukherjee, S. B. Mujumdar, A. Pal, S.
Majumdar, Quassin alters the immunological patterns of murine macrophages through
generation of nitric oxide to exert antileishmanial activity, J Antimicrob Chemother, 63, 317-
324, (2009).
Sutomo, S. Wahyuono, E. P. Setyowati, A. Yuswanto, Activity of Mangifera casturi
Kosterm. fruit isolates as an immunomodulator in vitro, Prosiding Seminar Nasional &
Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi & Klinik 5”, 260-266, (2015).
S. S. Antarlina, Identification of physicochemical properties of local fruits of
Kalimantan, Buletin Plasma Nutfah, 15, 80-91, (2009).
F. Yusro, Rendement of ethanol extract and the phytochemical test of three types of medicinal
plants of West Kalimantan, Jurnal Tengkawang, 1, 29-36, (2011).
T. S. Kim, B. Y. Kang, D. Cho, S. H. Kim, Induction of interleukin-12 production in
mouse macrophages by berberine, a benzodioxoloquinolizine alkaloid, deviates CD4+ T cells
from a Th2 to a Th1 response, Immunology, 109, 407-414, (2003).

You might also like