You are on page 1of 2

KAJIAN ISU PROPAGANDA 1: Naiknya harga daging sapi

Kementerian Perdagangan mengatakan kenaikan harga daging sapi yang mencapai Rp150
ribu per kilogram daripada sebelumnya Rp90 ribu per kilogram, dipicu adanya salah satu
negara pengekspor sapi ke Indonesia yakni Australia yang mulai membatasi ekspor menjadi
hanya 40 persen dari jumlah normal. (Dikutip dari okezone.com, Neraca.co.id, dan
republika.co.id)
Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menegaskan agar pemerintah segera mengambil
kebijakan untuk mengatasi lonjakan harga daging sapi. Menurutnya pemerintah mesti
mendengar aspirasi dari para peternak dan pedagang agar kebijakan intervensi dapat tepat dan
jitu untuk mengendalikan harga daging sapi. Johan mengungkapkan, penyebab terus
bergejolaknya harga daging setiap tahun karena rendahnya pertumbuhan sapi lokal
dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi daging sapi secara nasional. Selain itu,
meningkatnya harga daging disebabkan karena ketergantungan terhadap impor bakalan
sebagai sumber utama pasokan daging segar. Untuk mengatasi gejolak harga daging sapi
tersebut, Johan mendesak pemerintah untuk menghentikan ketergantungan impor dan
melakukan pengembangan sapi lokal terutama di wilayah timur Indonesia.
Selain itu, pemicu melonjaknya harga daging sapi adalah meningkatnya harga sapi bakalan
yang diimpor dari Australia. Oleh karenanya harus ada keberanian berupa kebijakan untuk
menurunkan volume impor sapi bakalan dan daging sapi melalui peningkatan produksi
daging sapi lokal tanpa menguras populasi sapi potong lokal. (Dikutip dari Kompas.com)

Di pasaran Jabodetabek yang permintaannya paling tinggi, mayoritas daging sapi yang dijual
berasal dari pemotongan sapi bakalan asal Australia yang digemukan oleh perusahaan-
perusahaan penggemukan sapi atau feedloter swasta. Perusahaan feedloter Indonesia
umumnya mengimpor sapi bakalan dari Australia dengan berat di kisaran 350 kg. Sapi-sapi
bakalan itu kemudian digemukan di Indonesia hingga siap masuk rumah potong saat beratnya
mencapai sekitar 450-500 kg.
Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo),
Djoni Liano, mengungkapkan Indonesia belum bisa melepaskan ketergantungan terhadap
sapi impor yang mayoritas berasal dari Australia.
Djoni menyebutkan, sebabnya rata-rata pertumbuhan konsumsi daging sapi sekitar 8,1 persen
per tahun, sedangkan pertumbuhan produksi daging sapi lokal berkisar 5 persen per tahun.
Menurut dia, jumlah impor sapi bakalan asal Australia tetap tinggi meskipun ada penurunan
di tahun 2020. Sapi-sapi bakalan yang diimpor di tahun lalu itu menjadi stok daging di tahun
2021 setelah melewati masa penggemukan. Berdasarkan data yang dihimpun Gapuspindo,
ekspor sapi bakalan Australia diperkirakan turun dari 1,3 juta ekor tahun 2019 menjadi
900.000 ekor pada 2020. Sebanyak 60 persen di antaranya diserap Indonesia. ”Australia
tengah membatasi ekspor karena produsen sapi di sana ingin memulihkan populasi. Padahal,
permintaan global meningkat. Dampaknya, harga melonjak. Negara yang sanggup membayar
dengan harga yang ada akan mendapatkannya (sapi bakalan),” jelas Djoni.
Sumber
https://money.kompas.com/read/2022/03/04/204500526/atasi-lonjakan-harga-daging-sapi-
komisi-vi-dpr-minta-pemerintah-setop-impor-.

You might also like