You are on page 1of 16
BUPATI TOJO UNA-UNA PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR !! TAHUN 2017 ‘TENTANG PENGUKUHAN MASYARAKAT HUKUM ADAT TAU TAA WANA Menimbang : a. c Mengingat : 1. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOJO UNA-UNA, bahwa keberadaan masyarakat hukum adat dengan susunan asli yang sudah memiliki tingkat peradaban tertentu sebagai persekutuan masyarakat dari manusia Indonesia wajib mendapat pengukuhan, pengakuan dan perlindungan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana sila ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’ dari Pancasila; bahwa persekutuan masyarakat hukum adat Tau Taa Wana dengan susunan aslinya tumbuh dan berkembang secara turun- temurun, menerapkan ketentuan hukum adat-nya dalam kehidupan sehari-hari yang mampu mendatangkan keadilan dan kelestarian lingkungan; bahwa TAP.MPR Nomor : IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam mengamanatkan prinsip untuk mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria atau sumber daya alam; bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-IX/2011, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/PUU-IX/2011, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 95/PUU-XII/2014, keberadaan masyarakat hukum adat diakui hak-haknya dalam pengelolaan wilayah adatnya termasuk dalam hal mengeluarkannya dari Hutan Negara menjadi Hutan Hak dalam kerangka Kawasan Hutan, dengan memperhatikan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang berkaitan dengan pengukuhan kawasan hutan; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengukuhan Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana; Pasal 18B ayat (2), Pasal 18 ayat (6) dan Pasal 281 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi “Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una di Provinsi Sulawesi Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4342); 4, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah’ (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA dan BUPATI TOJO UNA-UNA MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGUKUHAN MASYARAKAT HUKUM ADAT TAU TAA WANA. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Masyarakat hukum adat Tau Taa Wana adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang masih memiliki susunan asli dan memiliki garis keturunan Tau Taa Wana yang secara turun-temurun hidup di wilayah geografis tertentu berdasarkan ikatan asal-usul leluhur, mempunyai hak-hak yang lahir dari hubungan yang kuat dengan sumber daya alam dan memiliki adat, nilai, dan identitas budaya yang khas yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum adat yang ditegaickan oleh lembaga-lembaga adat. 2. Pengukuhan adalah proses penetapan dan pengesahan yang selanjutnya diwujudkan dalam pengakuan dan perlindungen oleh pemerintah daerah dan DPRD atas keberadaan Masyarakat hukum adat Tau Taa Wana dalam rangka menjamin terpenuhi hak-haknya agar dapat hidup tumbuh dan berkembang sebagai satu kelompok masyarakat, berpartisipasi sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya. 3. Hukum adat Tau Taa Wana adalah seperangkat aturan, prinsip, asas atau norma hukum adat tidak tertulis yang berlaku di wilayah hukum adat, yang bersifat mengatur, mengikat dan dipertahankan serta memiliki sanksi yang ihargai dan dihormati serta ditaati semua pihak. 4. Hak Adat adalah hak komunal dan hak sosial dalam sistem dan kewenangan menurut hukum adat dimiliki oleh Tau Taa Wana beralaskan Tana nTau Tw’a atas wilayah adatnya yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam meliputi tanah, air, udara, tumbuh- tumbuhan, binatang, tempat keramat dan bangunan warisan kuno, untuk kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah, turun menurun dan tidak terputus antara Tau Taa Wanadengan wilayah adatnya. 5. Adat istiadat adalah kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, kaidah-kaidah serta kepercayaan sosial yang hidup dan dipertahankan secara turun temurun oleh masyarakat hukum adat sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. 6. Kearifan Lokal adalah pengetahuan dan kekayaan kebudayaan setempat yang mencakup pengembangan kreatifitas seni, kerajinan, obat-obatan serta cara- cara pertanian dan pengelolaan sumber daya alam secara lestari, yang terintegrasi dalam adat istiadat. 7. Tana nTau Tu’a adalah ruang hidup atau wilayah kelola tradisional masyarakat hukum adat Tau Taa Wana yang terdiri atas kawasan Lipu dan/atau Opot,vaka ntau tu’a, pinamuya ntau tua, kawasan Yopo, kawasan Pangale Pompalipu, dan kawasan Pangale Kapali, sebagai bagian dari harta kekayaan adat Tau Taa Wana. 8. Wilayah adat adalah suatu wilayah dikuasai, dimiliki, digunakan dan dimanfaatkan oleh Tau Taa Wana yang meliputi tanah, air, udara, tumbuh- tumbuhan, binatang, tempat keramat dan bangunan warisan kuno, memiliki hubungan lahiriah dan batiniah yang diwariskan secara turun temurun menjadi wilayah kelola atau ruang hidup, tumbuh dan berkembangnya komunitas adat sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dalam iketan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 9. Lembaga adat adalah perangkat penguasa adat ataupun pemangku kepemimpinan dalam masyarakat hukum adat yang merupakan lembaga yang telah tumbuh dan berkembang di dalam sejarah masyarakat hukum adat dengan wilayah hukum dan hak atas harta kekayaan di dalam wilayah hukum adat tersebut sérta berhak dan berwenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang berkaitan dengan dan mengacu pada adat istiadat dan hukum adat yang beriaku. 10. Lipu adalah satuan mukim masyarakat hukum adat Tau Taa Wana yang berbentuk persekutuan besar atau persekutuan hidup setingkat desa dan berada dalam satu wilayah kelola. 11. Qpot adalah satuan mukim masyarakat hukum adat Tau Taa Wana yang berbentuk persekutuan kecil dan berada dalam satu wilayah kelola yang menjadi bagian dari lipu. 12.PPNS adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada lingkungan pemerintah Kabupaten Tojo Una Una yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 13. Daerah adalah Daerah Kabupaten Tojo Una-Una. 14. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 15. Bupati adalah Bupati Tojo Una-Una. 16. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Jembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. BAB IL TUJUAN DAN RUANG LINGKUP PENGUKUHAN MASYARAKAT HUKUM ADAT TAU TAA WANA Bagian Kesatu Tujuan Pasal 2 Penguluban masyarakat hukum adat Tau Taa Wana bertujuan untuk: menjamin terlaksananya penghormatan, pengakuan dan perlindungan oleh semua pihak terhadap keberadaan masyarakat hukum adat Tau Taa Wana dan hak-haknya yang telah diakui dan dilindungi secara hukum; b, menyediakan dasar hukum bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam memberikan Jayanan dalam rangka pemenuhan hak-hak masyarakat hukum adat Tau Taa Wana; c. memberikan kepastian hukum bagi masyarakat hukum adat Tau Taa Wana agar dapat hidup aman, tumbuh dan berkembang sebagai kelompok masyarakat sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiannya serta terlindungi dari tindakan diskriminasi; d. memberikan kepastian adanya perlindungan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat TauTaa Wana dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan programpembangunan; e. menyediakan dasar hukum bagi penyelesaian sengketa hak-hak masyarakat hukum adat Tau Taa Wana; dan f. memberikan kepastian terlaksananya tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah dibidang penghormatan, pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat Tau Taa Wana beserta hak-haknya. Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal 3 uang Jingkup Peraturan Daerah ini mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan kedudukan masyarakat hukum adat, hak dan kewajiban masyarakat hukum adat, wilayah adat, kelembagaan yang mengurusi masyarakat hukum adat, penyelesaian sengketa dan tanggungjawab pemerintah dan Pemerintah daerah. BAB II KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADATTAU TAA WANA Pasal 4 (a Masyarakat hukum adat Tau Taa Wana berkedudukan sebagai subjek hukum g memiliki hakasal-usul beserta hak-hak tradisionainya. (2) Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masyarakat hukum adat Tau Taa Wana memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum berkaitan dengan hak-haknya, termasuk hak atas tanah, wilayah, dan sumber daya alam yang ada di dalam wilayah adatnya. Pasal 5 Dalam Kedudukannya sebagai subjek hukum, masyarakat hukum adat Tau Taa Wanaberhak untuk: a. mengatur kehidupan bersama di antara sesama warga masyarakat hukum adat dan antara masyarakat hukum adat dengan lingkungannya; b. mengurus kehidupan bersama masyarakat hukum adat berdasarkan hukum adat yang diselenggarakan oleh lembaga adat; c. mengelola dan mendistribusikan sumber daya diantara warga masyarakat hukum adat dengan memperhatikan keseimbangan fungsi dan menjamin kesetaraan bagi penerima manfaat; dan d. menyelenggarakan kebiasaan-kebiasaan yang khas, spiritualitas, tradisi-tradisi, dan sistem peradilan adat. BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT TAU TAA WANA Pasal 6 (1) Masyarakat hukum adat Tau Taa Wana berhak atas tanah-tanah, wilayah dan sumber daya alam yang mereka miliki secara turun temurun dan/atau diperoleh melalui mekanisme yang lain. (2) Sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup segala sesuatu baik yang dipermukaan maupun terkandung di dalam tanah. (3) Masyarakat hokum adat Tau Taa Wana berhak untuk menentukan dan mengembangkan prioritas, serta strategi dalam pengembangan atau penggunaan Tanah, wilayah Adat, dan sumber daya alam dengan menggunakan cara yang sesuai dengan kearifan local dalam Masyarakat Hukum Adat. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), wajib dihormati dan dilindungi dengan tidak mengganggu, merusak, me: dan mengusahaken Jahan di wilayah hak adat tanpa izin masyarakat hukum adat Tau Taa Wana. Pasal 7 (1) Hak atas tanah dapat bersifat komunal/kolektif dan/atau bersifat perseorangan sesuai dengan hukum adat yang berlaku. (2) Hak atas tanah yang bersifat komunal/kolektif tidak dapat dipindah tangankan kepada pihak lain. (3) Hak atas tanah yang dimiliki secara perseorangan hanya dapat dipindah tangankan sesuai dengan persyaratan dan proses yang ditentukan hukum adat. (4) Pemanfaatan tanah yang bersifat komunal/kolektif dan tanah perseorangan didalam wilayah adat oleh pihak lain wajib dilakukan melalui mekanisme pengambilan keputusan bersama berdasarkan hukum adat. Pasal 8 Pengelolaan tanah dan sumber daya alam yang dimiliki dan/atau dikuasai masyarakat hukum adat didasarkan pada hukum adat dan kearifan lokal. Pasal 9 Masyarakat hukum adat Tau Taa Wana wajib mendapatkan restitusi dan kompensasi yang layak dan adil atas tanah, wilayah dan sumber daya alam yang mereka miliki secara turun temurun, yang diambil alih, dikuasai, digunakan atau dirusak oleh pihak manapun. Pasal 10 (1) Masyarakat hukum adat Tau Taa Wana berhak menentukan dan mengembangkan sendiri bentuk-bentuk pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan dan kebudayaannya. (2) Pemerintah dan/atau pemerintah dacrah atau pihak-pihak lain di luar pemerintah yang akan melaksanakan atau merencanakan pelaksanaan satu program pembangunan diwilayah adat, wajib memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat hukum adat di mana rencana program pembangunan tersebut akan dilaksanakan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2), wajib dilaksanakan melalui mekanisme Persetujuan atas dasar informasi awal tanpa Pasal 11 (1) Masyarakat hukum adat Tau Taa Wana berhak menganut dan mempraktekkan kepercayaan, upacara-upacara ritual yang diwarisi dari leluhurnya. (2) Masyarakat hukum adat Tau Taa Wana berhak untuk mengembangkan tradisi, adat istiadat yang meliputi hak untuk mempertahankan, melindungi dan mengembangkan wujud kebudayaannya dimasa lalu, sekarang dan yang akan datang. (8) Masyarakat hukum adat Tau Taa Wana wajib menjaga, mengendalikan, melindungi, mengembangkan, melestarikan dan mempraktekkan pengetahuan tradisional dan kekayaan intelektualnya. (4) Setiap orang yang hendak meneliti, mengembangkan pengetahuan tradisional, sumber daya genetik dan kekayaan intelektual yang lahir dari padanya yang dimiliki oleh Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wanaharus melalui persetujuan dari Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana serta harus tunduk pada peraturan adat yang berlaku untuk itu. Pasal 12 (i) Masyarakat hukum adat Tau Taa Wana berhak atas lingkungan hidup yang sehat. (2) Dalam rangka pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masyarakat hukum adat berhak untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses atas informasi, dan partisipasi yang luas. dalam pengelolaan dan perlindungan linglungan hidup. Pasal 13 (1) Masyarakat hukum adat Tau Taa Wana berhak atas pemulihan dan perlindungan atas lingkungan hidup yang mengalami kerusakan di wilayah adat. (2) Pemulihan lingkungan hidup yang rusak di wilayah adat dilakukan dengan memperhatikan usulan kegiatan pemulihan lingkungan yang diajukkan olehmasyarakat hukum adat Tau Taa Wana yang terkena dampak termasuk di dalamnya adalah mempertimbangkan tatacara pemulihan lingkungan hidup berdasarkan kearifan lokalnya. Pasal 14 (1) Masyarakat hukum adat Tau Taa Wana berhak untuk mengurus diri sendiri secara swadaya, melalui kelembagaan adat yang sudah ada secara turun temurun dan lembaga-lembaga baru yang disepakati pembentukannya secara bersama untuk menangani urusan internal/lokal didalam masyarakat hukum adat dan urusan-urusan eksternal yang berhubungan dengan keberadaan masyarakat hukum adat dan hak-haknya. (2) Hak untuk mengurus diri sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hak yang wajib ada pada masyarakat hukum adat Tau Taa Wana sebagai prasyarat dari pelaksanaan hak-hak bawaan mereka. (3) Dalam rangka menjalankan hak untuk mengurus diri sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat hukum adat Tau Taa Wana wajib mendapatkan dukungan dari pemerintah dan pemerintah daerah,baik dukungan pendanaan maupun dukungan sarana prasarana lain yang diperlukan. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), wajib dihormati dan dilindungi dengan tidak menghalang-halangi dan/atau oo hak sosial dan hukum adat masyarakat hukum adat Tau Taa fana. Pasal 15 (2) Masyarakat hulkum adat Tau Taa Wana berhake untuk menjalankan hukum latnya. (2) Dalam hal terjadi pelanggaran atas hukum adat, masyarakat hukum adat Tau Taa Wana wajib untuk menyelesaikan melalui sistem peradilan adat. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2), wajib dihormati dan dilindungi dengan tidak menghalang-halangi dan/atau mengabaikan hak sosial dan hukum adat masyarakat hukum adat Tau Taa Wana. BABV WILAYAH SEBARAN PEMUKIMAN, MASYARAKAT HUKUM ADAT TAU TAA WANA Pasal 16 (1) Wilayah sebaran pemukiman yang merupakan wilayah adat masyarakat hulum adat Tau Taa Wana berada di Hulu Sungai Bongka pada wilayah administrasi Kecamatan Ampana Tete dan Kecamatan Ulubongka. (2) Letak wilayah adat sebagai sebaran pemukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digambarkan dalam peta yang tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2), wajib dihormati dan dilindungi dengan tidak merusak, membuang, memindahkan dan/atau menghilangkan tanda batas wilayah adat masyarakat hukum adat Tau Taa Wana. Pasal 17 (1) Dalam wilayah adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) terdapat Tana nTau Tu’a yang dimiliki dan dikuasai secara komunal berdasar pada asas lempa dua dan ada taa rapo balu, yang masih berlaku dan terus dipertahankan oleh masyarakat hukum adat Tau Taa Wana. (2) Keberadaan Tana nTau Tu’a sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap menghargai hak pihak lain yang sudah terdapat didalamnya. Pasal 18 (1) Penetapan batas wilayah adat masyarakat hukum adat Tau Taa Wana sebagai hak adat dilaksanakan berdasarkan hukum adat dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Wilayah adat terdiri dari: a. wilayah yang dimanfaatkan sebagai: 1. area permukiman; 2. pertanian; dan 3. meramu lainnya; dan b.wilayah yang dianggap penting untuk dilindungi secara khusus pemanfaatannya. (2) Wilayah adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat terdiri atas wilayah yang diperuntukkan untuk: a. kepentingan kultural; b. pemenuhan kebutuhan hidup dan/atau kepentingan ekonomi; c. tujuan perlindungan tradisional (konservasi) (3) Batas-batas wilayah adat ditentukan oleh Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana berdasarkan sejarah asal usul, dan disepakati oleh masyarakat yang berbatasan langsung; (4) Pemerintah Daerah mengakui wilayah adat Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana sebagaimana dimaksud pada ayat (lJyang ditetapkan dengan Keputusan Bupati; (5) Kepunssan Bupati sebagaimana dimakcsud pada ayat (5), mencalcup: a. let b. juas c, batas wilayah BAB VI PANITIA INVENTARISASI DAN VERIFIKASI WILAYAH ADAT Pasal 19 (1) Bupati membentuk Panitia Inventarisasi dan Verifikasi Wilayah Adat yang bertugas: a. melakukan inventarisasi dan verifikasi hasil pemetaan wilayah adat; b. memfasilitasi pemetaan wilayah adat untuk dilakukan oleh SKPD terkait; c. memfasilitasi penyelesaian sengketa yang muncul dalam rangka penetapan wilayah adat; dan d. memberikan rekomendasi penetapan wilayah adat kepada Bupati. (2) Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 9 orang dengan masa tugas selama 3 (tiga) tahun, dengan susunan sebagai berikut: a. Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana; b. Perangkat Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan terkait masyarakat hukum adat dan wilayahnya; c. Akademisi dan/atau Peneliti; d.Lembaga Swadaya Masyarakat yang memiliki kredibilitas dan pengalaman dalam mengurus masyarakat huium adat; BAB VII KELEMBAGAAN ADAT MASYARAKAT HUKUM ADAT TAU TAA WANA Pasal 20 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengakui dan menghormati sistem kelembagaan adat masyarakat hukum adat Tau Taa Wana. (2) Lembaga Adat masyarakat hukum adat Tau Taa Wana terlembagakan dalam satuan mukim Lipu dan/atau Opot. (3) Satuan mukim Zipu dipimpin oleh pemangku lembaga adat yang disebut Tau Tua Lipu dan Tau Tua Ada. (4) Satuan mukim Opot dipimpin oleh pemangku lembaga adat yang disebut Tau Tua Opot. BAB VIII PERLINDUNGAN TERHADAP KEBERLANJUTAN MASYARAKAT HUKUM ADAT TAU TAA WANA Pasal 21 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melindungi dan menghormati masyarakat hukum adat Tau Taa Wana beserta hak adat atas wilayah kelola adat, kelembagaan adat, tata nilai, norma-norma, sistem hukum adat, adat istiadat, dan kearifan-kearifan lokalnya. (2) Perlindungan dan penghormatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan prinsip saling menghormati dan menghargai kepentingan, pelestarian lingkungan, pembangunan daerah dan kepentingan masyarakat pada umumnya. (3) Pemerintahdan Pemerintah Daerah wajib memperhatikan ketentuan Peraturan Daerah ini dalam membuat dan melaksanakan setiap kebijakan dacrah. Pasal 22 Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan dengan cara : a. melibatkan masyarakat bukum adat Yau Taa Wana dalam penentuan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan setiap kebijakan dan program Pembangunan yang dilakukan pada wilayah masyarakat hukum adat Tau Taa ‘ana; b. menjamin pelaksanaan, penguatan dan pengembangan sistem hukum adat, adat istiadat, kelembagaan adat, serta kearifan lokal termasuk hak atas wilayah kelola adat masyarakat hukum adat Tau Taa Wana; c. memfasilitasi penguatan dan pengembangan kelembagaan dan pengembangan kapasitas Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana; dan d. menjamin perlindungan terhadap masyarakat hukum adat Tau Taa Wana dari gangguan pihak lain. BAB IX KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Pasal 23 (1) Pemerintah Daerah membentuk lembaga/memandatkan kepada Perangkat Pemerintah Daerah dengan tugas dan fungsi untuk melaksanakan perlindungan dan pemenuhan hak dari Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana; (2) Togas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagai berikut: a. mendorong partisipasi aktif masyarakat hukum adat dalam proses pengambilan keputusan pembangunan; b. peningkatan layanan pendidikan, keschatan dan peningkatan kapasitas lainnya; c. pendampingan bagi Masyarakat Hukum Adat sesuai yang dibutuhkan; d. tindakan pencegahan atas suatu aktivitas yang mengganggu keutuhan dan/atau mengakibatkan kerusakan wilayah adat; dan (3) Bupati membentuk kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempersiapkan personel dan anggaran yang memadai untuk itu. PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 24 (1) Penyelesaian sengketa disclesaikan dengan prinsip keadilan, keterbukaan, kejujuran dengan memperhatikan kebutuhan kelompok-kelompok masyarakat yang rentan secara sosial, ekonomi, politik dan budaya. (2) Sengketa pengelolaan atau pemanfaatan sumber daya alam yang terjadi di dalam wilayah masyarakat hukum adat Tau Taa Wana diselesaikan berdasarkan hukum adat. {8) Sengketa pengelolaan atau pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah masyarakat hukum adat Tau Taa Wana dengan pihak lain diselesaikan dengan cara musyawarah yang difasilitasi oleh Tim Mediasi. (4) Tim Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diprakarsai dan dibentuk olch Pemerintah Daerah. (6) Tim Mediasi wajib mewakili unsur Pemerintah Daerah, DPRD, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Tokoh Masyarakat sekitar. (6) Susunan, kewenangan dan tugas serta jangka waktu Tim Mediasi diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XI ANGGARAN Pasal 25 Anggaran untuk pelaksanaan Peraturan Daerah ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan dana lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. KETENTUAN PIDANA DAN PENYIDIKAN Pasal 26 (1) Setiap orang yang melanggar sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) dan Pasal 9,dikenaipidana kurungan paling singkat 4 (empat) bulan dan paling lama 6 (enam) bulanatau pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). (2) Setiap orang yang melanggar sebagaimana diatur dalam Pasal 10,Pasal 14 ayat (4) danPasal 15 ayat (3) dikenaipidana kurungan paling singkat 4 (empat) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). (8) Setiap orang yang melanggar sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (3) dikenai pidana kurungan paling singkat 4 (empat) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000 (lima puluh juta rupiah). (4) Ketentuan pidana dalam Peraturan Daerah ini tidak mengurangi atau menghapuskan ketentuan pidana yang diatur oleh peraturan perundang- undangan lainnya. (6) Ketentuan pidana dalam Peraturan Daerah ini tidak serta-merta mengurangi atau menghapuskan sanksi adat dan/atau kewajiban adat. Pasal 27 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 24. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XH KETENTUAN PERALIHAN Pasal 28 (1) Izin pemanfaatan sumber daya alam atau hak atas tanah yang berjangka waktu yang terdapat di dalam wilayah adat yang telah ada sebelum Peraturan Daerah ini berlaku, dinyatakan tetap berlaka sampai berakhirnya masa izin atau hak tersebut. (2) Dalam hal jangka waktu berlakunya izin pemanfaatan sumber daya alam atau hak atas tanah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, maka Masyarakat Hukum Adat memperolch kembali penguasaannya atas wilayah adat tersebut. (3) zin pemanfaatan sumber daya alam atau hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau ulang berdasarkan tuntutan yang mendesak dari Masyarakat Hukum Adat apabila telah terjadi pelanggaran terhadap hak-hak Masyarakat Hukum Adat. (4) Pemerintah Daerah memberikan pendampingan hukum kepada Masyarakat Hukum Adat dalam melakukan peninjauan ulang terhadap izin pemanfaatan sumber daya alam atau hak atas tanah yang melanggar hak-hak Masyarakat Hukum Adat sebagai dimaksud pada ayat (3). (6) Pemerintah Daerah melakukan sosialisasi kepada Masyarakat Hukum Adat untuk menghormati izin pemanfaatan sumber daya alam atau hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 29 (1) Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah adat telah ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan hutan, maka wilayah adat tersebut dapat ditetapkan sebagai hutan adat. (2) Dalam hal wilayah adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah difungsikan oleh Masyarakat Hukum Adat sebagai pemukiman, fasilitas umum atau fasilitas sosial, maka wilayah adat tersebut dikeluarkan dari kawasan hutan. Pasal 30 Bupati membentuk Panitia Inventarisasi Dan Verifikasi Wilayah Adat dan membentuk lembaga/memandatkan kepada Perangkat Pemerintah Daerah paling lambat enam bulan setelah Peraturan Daerah ini diundangkan. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Agar setiap orang mengetahuinya, dan memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tojo Una- Una. Ditetapkan di Ampana pada tanggal |8 Agustus 2017 BUPATI TOJO UNA-UNA, thee MOHAMMAD LAHAY NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA, PROVINSI SULAWESI TENGAH : 56,11/2017. PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR '| TAHUN 2017 TENTANG PENGUKUHAN MASYARAKAT HUKUM ADAT TAU TAA WANA 1, UMUM Pemukiman masyarakat hukum adat Tau Taa Wana menyebar dibagian Hulu Daerah Aliran Sungai Bongka yang meliputi wilayah Kecamatan Ampana Tete dan Kecamatan Ulubongka. Keberadaan masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana di kawasan tersebut, telah berlangsung secara turun temurun jauh sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka percaya bahwa wilayah tersebut adalah “Tana nTau Tua? (tanah leluhus) yang dibuktikan dengan adanya artefak-artefak kuno peninggalan leluhur pada tempat-tempat tertentu yang dikeramatkan sebagai “Pangale Kapal? (hutan larangan). Sebagai komunitas yang secara turun temurun bermukim di dalam kawasan hutan, sudah tentu keberlanjutan kehidupan masyarakat hukum adat Tau Taa Wana amat bergantung pada kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hutan, baik material maupun kultural. Secara material kebutuhan pangan, sandang, papan, obat-obatan, sarana produksi pertanian, bahan bakar, peralatan rumah tangga, maupun peralatan ritual diperoleh dari sumber daya hutan yang menjadi kekayaan wilayah hukum adatnya, Sedangkan secara kultural, hutan merupakan faktor pembangun struktur kebudayaan masyarakat hukum adat Tau Taa Wana. Adat istiadat dan kearifan lokal pengelolaan sumber daya hutan yang diterapkan oleh masyarakat hukum adat Tau Taa Wana secara turun temurun, terbukti mampu mendatangkan keadilan dan kelestarian lingkungan, sehingga sesungguhnya merupakan modal sosial yang amat bermanfaat bagi pembangunan yang berkelanjutan. Namun dengan semakin maraknya kepentingan Iuar melangsungkan sistem pengelolaan sumber daya alam di dalam dan di sekitar wilayah hukum adat Tau Taa Wana yang lebih mengutamakan pengerukan, dikhawatirkan akan mengancam keberlanjutan kehidupan masyarakat hukumadat Tau Taa Wana. Untuk menyelamatkan keberlanjutan kehidupan masyarakat hukum adat Tau Taa Wana dan kelestarian lingkungan wilayah masyarakat hukum adat Tau Taa Wana, serta tata nilai dan/atau norma-norma adat istiadat dan lembaga adat, serta kearifan-kearifan lokal yang berwujud pada prinsip atau asas lempa dua dan asas ada taa rapo balu, merupakan warisan dan harta kekayaan leluhur masyarakat hukum adat Tau Taa Wana, maka dipandang perlu segera menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengukuhan Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana di wilayah administratif Kabupaten Tojo Una-Una. Il. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 3 Cukup Jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan perbuatan-perbuatan hukum yang dapat dilakukan oleh masyarakat hukum adat Tau Taa Wana sebagai subjek hukum dapat berupa: melakukan perjanjian dengan pihak lain, dan melakukan gugatan ke lembaga-lembaga peradilan atas pelanggaran hak- hak masyarakat hukum adat Tau Taa Wana yang bersangkutan, termasuk pelanggaran-pelangearan yang timbul dari pemberlakuan ‘peraturan perundang-undangan. Cukup Jelas Pasal 7 Cukup Jelas Pasal 8 Cukup Jelas Pasal 9 Yang dimaksud dengan “restitus? adalah ganti kerugian yang diberikan kepada masyarakat hukum adat yang menjadi korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Restitusi dapat berupa: pengembalian harta milik; pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu. Mekanisme pelaksanaan ‘restitusi” atas tanah, wilayah dan sumber daya alam yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat Tau Taa Wana yang telah diambil_al alih, dikuasai atau dirusak oleh pihak lain, dilakukan melalui musyawarah yang setara antara masyarakat hukum adat Tau Taa Wana sebagai korban dengan pelaku atau pihak lain, termasuk menyepakati besarnya ganti rugi. Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan “Informas? adalah penjelasan yang antara lain berisikan segala sesuatu tentang siapa pihak pengembang program, siapa yang bertanggungjawab dalam program tersebut, apa tujuan dari program pembangunan yang direncanakan, serta semua informasi berkaitan dengan dampak dan potensi dampak yang akan ditimbulkan dari pelaksanaan program pembangunan tersebut. Ayat (3) Yang dimaksud dengan mekanisme Persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan, merujuk pada Peraturan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Free, Prior, and Informed Contsent (FPIC) mendefinisikan FPIC sebagai proses yang memastikan masyarakat Hukum adat dan/atau masyarakat local dapat menjalankan hak fundamentalnya, yakni menyatakan pilihan secara demokratis terhadap sebuah aktivitas, program atau kebijakan yang akan dilaksanakan dan berpotensi berpengaruh kepada kehidupan masyarakat, baik atas tanah, kawasan, umber daya dan perikehidupan masyarakat. Pasal 11 Cukup Jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Ayat (1) Yang dimaksud dengan asas lempa dua adalah Asas keseimbangan yang memberikan kescimbangan antara kepentingan komunal (komunitas), orang-perorang (anggota komunitas), dan alam semesta (kosmos) dalam arti materiil dan spiritual. Asas lempa dua juga dijadikan dasar untuk menjamin keseimbangan antara asas keadilan dan kepastian serta asas kebenaran dan kemanfaatan. Asas Keadilan yang dimaksud senantiasa selaras dengan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Yang dimaksud dengan asas ada taa rapo balu, adalah asas menghormati dan melindungi adat. Yang pada hakekatnya melarang adat diperjual- belikan karena adat adalah ibu dan hubungan timbal bali antara ibu dan anak, yaitu anak (masyarakat hukum adat Tau Taa Wana) dihidupi (mendapatkan sumber penghidupan) oleh (dari) ibunya (adat), dan sebaliknya, anak (masyarakat hukum adat Tau Taa Wana) berkewajiban menjaga dan melindungi si ibu (adat). Konsep Tata Guna (kelola) Lahan dan Hutan tana ntau tu’a sebagai alas hak yang berbasis vaka ntau tu’a dan pinamuya ntau tu’a, yakni terdiri atas: a. Yopo adalah kawasan pertanian masyarat hukum adat Tau Taa Wana baik dalam sistem gilir balik maupun sistem menetap. Dalam Yopo terdapat Navu{kebun), Vaka Navu (bekas ladang yang diistirahatkan) serta Lipu (lingkungan pemukiman). Yopo terdiri atas: (1) Yopo Masia adalah Vakanavu yang sudah menjadi hutan atau sudah mencapai diatas 25 tahun; (2) Yopo Mangura adalah vakanavu yang sudah menjadi hutan atau sudah mencapai antara 5 tahun hingga 25 tahun; b. Pangale adalah kawasan yang secara turun temurun menjadi tempat berburu, meramu dan pemungutan hasil-hasil hutan untuk keperluan hidup sehari-hari masyarakat hukum adat Tau Taa Wana. Di Kawasan Salaki, Pangale biasa juga disebut Pangale Pompalipu. c. Pangale Kapali adalah kawasan larangan yang dikeramatkan sesuai adat istiadat masyarakat hukum adat Tau Taa Wana. Ayat (2) Yang dimaksud hak pihak lain adalah hak-hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, antara lain: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak sewa. Pasal 18 ‘Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukzup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Huruf a: Bentuk pelaksanaan program pembangunan yang partisipatif dengan melibatkan masyarakat hukum adat Tau Taa Wana antara lain pemberian informasi yang objektif melalui mekanisme konsultasi publik setiap rencana pembangunan kepada Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana, serta pengikut sertaan Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penerimaan manfaat program pembangunan. Huruf b: Adat istiadat termasuk peninggalan leluhur masyarakat hukum adat Tau Taa Wana Huruf c: Fasilitasi pengembangan kelembagaan dan pengembangan kapasitas yang dimaksud, antara lain: 1) mengakomodir aspirasi masyarakat hukum adat bagi pengembangan satuan mukim Lipu menjadi sistem pemerintahan Lipu sebagai sistem pemerintahan setingkat desa; 2) mendorong pengembangan layanan pendidikan yang memperhatikan adat istiadat dan kearifan lokal masyarakat hukum adat Tau Taa Wana sesuai pendekatan Pendidikan Layanan Khusus yang diamanatkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, seperti penyelenggaraan Skola Lipu sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bupati Tojo Unauna No.13 Tahun 2011; 3) mendorong pengembangan layanan keschatan yang memperhatikan adat istiadat, kearifan lokal serta kondisi sosial dan ekonomi masyarakat hukum adat Tau Taa Wana. Fasilitasi pengembangan kelembagaan dan pengembangan kapasitas yang dimaksud termasuk dukungan pembiayaannya. Huruf d: Cukup Jelas. Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Ayat (5) a. Yang dimaksud Perguruan Tinggi adalah individu atau Pusat Studi yang mer keahlian dibidang Lingkungan, Hak Ulayat dan kehidupan masyarakat hukum adat. b. Yang dimaksud Lembaga Swadaya Masyarakat adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang selama ini peduli dengan Lingkungan, Hak Adat dan kehidupan masyarakat hukum adat. c. Yang dimaksud Tokoh Masyarakat sekitar adalah Orang yang berdomisili di sekitar wilayah sengketa yang berpengaruh, dihormati serta mengenal dan memahami latar belakang pihak-pihak bersengketa. Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas 31 Cukup jelas

You might also like