Professional Documents
Culture Documents
Risma Anisa PRAW UTS 19052023
Risma Anisa PRAW UTS 19052023
JENJANG MAGISTER
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN
SEKOLAH ILMU LINGKUNGAN
JAKARTA, APRIL, 2023
ABSTRAK
Kota Semarang mempunyai luas wilayah 373,70 Km2. Secara administratif Kota
Semarang terbagi Kota Semarang mempunyai luas wilayah 373,70 Km2. Secara
administratif Kota Semarang terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan,
Kota Semarang memiliki posisi astronomi di antara garis 6o 50’ – 7o 10’ Lintang
Selatan dan garis 109o 35’ – 110o 50’ Bujur Timur. Sebagai ibukota Provinsi Jawa
Tengah, Kota Semarang adalah sebuah kota yang berkembang secara ekonomi.
Secara tidak langsung, perkembangan perekonomian di Kota Semarang memberi
pengaruh terhadap pertumbuhan tata ruang kota.
Universitas Indonesia 2
BAB 1
PENDAHULUAN
Jumlah penduduk yang begitu besar di Indonesia masih menjadi persoalan terutama
di daerah perkotaan. Saat ini mobilitas penduduk menuju daerah kota
menampakkan peningkatan yang cukup pesat, hal tersebut dikarenakan anggapan
bahwa kota merupakan tempat yang lebih menjanjikan bagi masyarakat daripada di
desa. Kota dianggap memiliki kekuatan daya tarik dengan segala fasilitas yang
dimilikinya, sehingga mempengaruhi orang untuk datang ke kota. Hal ini
berimplikasi pada perkembangan kota baik dilihat dari jumlah penduduk yang terus
bertambah di kota maupun dilihat dari perkembangan bangunan-bangunan di kota
dan fungsinya (Nasution, 2014).
Semarang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Tengah dan merupakan salah kota
metropolitan yang terus mengalami perkembangan pesat di berbagai bidang
pendidikan, politik, pertanian, ekonomi dan banyak bidang lainnya. Perkembangan
berbagai bidang tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan tata ruang di Kota
Semarang yang mengalami penigkatan pesat dari tahun ke tahun. Namun, belum
banyak diketahui seperti apakah perkembangan Kota Semarang sehingga
mempengaruhi tata ruang yang ada di dalam kota. Apakah pertumbuhan tata ruang
Kota Semarang sudah sesuai dengan apa yang direncanakan oleh pemerintah kota
semarang atau pertumbuhan tata ruang kota semarang berada diluar kendali. Ada
beberapa aspek yang dapat menjadi dasar untuk melihat seperti apa struktur tata
ruang suatu kota. Model pendekatan untuk menyoroti dinamika suatu kota,
khususnya dalam struktur tata ruang kota tersebut dikategorikan menjadi 5
pendekatan (Yunus, H. S. 1999). Yaitu, aspek ekoligikal, aspek ekonomi, aspek
morfologikal, aspek sistem kegiatan, dan aspek ekologikal factorial. Dari kelima
aspek diatas, kajian ini menggunakan aspek ekonomi didalam melakukan
pemodelan tata ruang Kota Semarang. Pemodelan dilakukan dengan sistem
informasi geografis untuk menampilkan model tata ruang yang diinginkan.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka pertanyaan permasalahan dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana bentuk dan arah pertumbuhan tata ruang Kota Semarang dilihat
dari aspek kepadatan Penduduk ?
2. Bagaimana bentuk dan arah pertumbuhan tata ruang Kota Semarang dilihat
dari aspek tata guna lahan?
3. Bagaimana bentuk dan arah pertumbuhan tata ruang Kota Semarang dilihat
dari aspek kondisi topografi?
Universitas Indonesia 4
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
Adapun tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pertumbuhan tata ruang Kota
Semarang dengan menggunakan metode konsep analisis spasial.
2.1.1 Keberlanjutan
Keberlanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat
ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhan mereka sendiri (Enger & Smith, 2016). Prinsip dasar dari keberlanjutan
adalah keberlanjutan sosial, ekonomi, lingkungan. Beberapa persepsi
menghubungkan keberlanjutan dengan pembangunan berkelanjutan dan
menggambarkannya sebagai cara menjaga kapasitas ekosistem dan memastikan
bahwa generasi mendatang dapat terus berlanjut memenuhi kebutuhan mereka
(Nogueira et al., 2023).
2.1.3 Urbanisasi
Urbanisasi dapat dicirikan sebagai pergeseran populasi desa ke kota, secara
bertahap meningkatkan kepadatan penduduk, perluasan pembangunan lahan,
pembangunan ekonomi, perbaikan struktur industri, transformasi gaya hidup, dan
Universitas Indonesia 6
perubahan pola konsumsi (Wang et al., 2022). Proses urbanisasi memiliki dampak
yang luas pada manusia yang tinggal di kota; dari individu ke keluarga, masyarakat
dan seluruh populasi. Sepanjang sejarah manusia, urbanisasi mungkin telah
menyebabkan kepunahan ribuan spesies lokal. Ketika urbanisasi menyebabkan
hilangnya spesies asli, banyak spesies tanaman dan hewan non-asli diperkenalkan
ke kota-kota - baik secara tidak sengaja atau sengaja sebagai hewan peliharaan dan
tanaman kebun (K. M. Parris, 2016). Urbanisasi yang cepat di tempat-tempat
berkembang mendorong migrasi populasi, pembangunan ekonomi, dan
kesejahteraan manusia, dengan percepatan konsumsi sumber daya alam dan
degradasi lingkungan (Huang et al., 2023). Faktor mobilitas yang meliputi
penduduk, modal, dan industri cenderung mempengaruhi hubungan antara
urbanisasi dan polusi udara dalam berbagai cara. Oleh karena itu, diperlukan
strategi untuk memastikan urbanisasi berkelanjutan dan kualitas udara yang lebih
baik (Sun et al., 2022).
Pulau panas perkotaan dapat dimitigasi dengan berbagai cara, seperti melalui
penggunaan atap yang sejuk dan material paving yang sejuk, dan dengan
meningkatkan tutupan vegetasi melalui lansekap dan pembentukan atap dan
dinding hijau. Mendinginkan kota dengan cara ini dapat memberikan berbagai
manfaat bagi masyarakat yang tinggal di sana, termasuk penghematan energi, udara
yang lebih bersih, serta peningkatan kesehatan dan kesejahteraan.
Universitas Indonesia 10
Proses fisik yang paling nyata terkait dengan urbanisasi adalah pembangunan
tempat tinggal dan bangunan lain, seringkali dengan infrastruktur pendukung
seperti pagar, jalan beraspal dan jalan setapak, pasokan listrik dan air, badai -saluran
air, selokan dan lampu jalan. Permukiman formal cenderung memiliki rumah yang
dibangun dengan baik dan infrastruktur yang berkembang dengan baik. Sebaliknya,
permukiman informal seringkali berupa rumah sementara tanpa listrik, sanitasi,
pasokan air bersih atau jalan yang jelas. Kawasan pusat bisnis di banyak kota (juga
dikenal sebagai kota terdalam atau inti perkotaan) terdiri dari deretan blok
perkantoran, gedung apartemen, pertokoan, hotel, pengadilan, dan tempat ibadah
yang padat.
Universitas Indonesia 12
6. Produksi polusi dan limbah
Manusia dan industri menghasilkan polusi dan limbah, yang terkonsentrasi di area
di mana banyak orang tinggal, bepergian dan bekerja. Umumnya, mereka termasuk
limbah manusia, sampah rumah tangga dan industri, polusi atmosfer dari knalpot
industri dan mobil, bahan kimia rumah tangga dan industri, dan nutrisi seperti
nitrogen dan fosfor. Sistem untuk mengelola polusi dan limbah sangat bervariasi
antar kota, tergantung pada tingkat infrastruktur, undang-undang dan kepatuhan
terhadap perlindungan lingkungan, dan luasnya permukiman informal.
Pengumpulan, pengangkutan, dan pengolahan limbah manusia yang efisien
merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan penduduk perkotaan, khususnya
di tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Kota-kota di negara maju
cenderung memiliki sistem saluran pembuangan yang lebih komprehensif dan
pabrik pengolahan limbah yang lebih canggih daripada di negara berkembang, serta
kontrol legislatif yang lebih kuat terhadap produksi polusi atmosfer dan
pembuangan limbah rumah tangga dan industri.
Proses biofisik urbanisasi dapat memiliki efek luas pada populasi dan spesies
dengan mengubah kuantitas, kualitas, pengaturan ruang dan waktu sumber daya
yang mikroba, jamur, tanaman dan hewan bergantung pada untuk bertahan hidup,
seperti tempat berlindung, tempat bersarang, makanan, air, sinar matahari dan
nutrisi. Kota juga mengalami banyak perkenalan dan invasi biologis, dengan
beberapa spesies menyebar ke lingkungan perkotaan dan banyak lainnya yang
sengaja atau tidak sengaja diperkenalkan oleh manusia.
Selain itu, kepadatan manusia yang tinggi di perkotaan meningkatkan kemungkinan
tersebut bahwa orang akan mengganggu organisme lain dan habitatnya. Gangguan
umum termasuk menginjak-injak tumbuhan dan hewan, memanen jamur dan
tumbuhan, berburu hewan untuk makanan, dan mengubah pola perilaku hewan
yang peka terhadap kehadiran manusia . Proses-proses ini (primer dan proses
biofisik sekunder urbanisasi, pengenalan biologis dan gangguan manusia)
bergabung untuk mempengaruhi kelimpahan spesies non-manusia di lingkungan
perkotaan. Mereka melakukan ini sebagian dengan mengubah interaksi di dalam
dan antara spesies, termasuk persaingan untuk sumber daya, predasi, kanibalisme,
parasitisme, simbiosis dan mutualisme, serta interaksi yang lebih kompleks seperti
kompetisi yang dimediasi oleh predator. Pertumbuhan dan penurunan populasi
adalah fungsi dari empat proses atau tingkat vital, yaitu kelahiran, kematian,
imigrasi dan emigrasi. Oleh karena itu, cara berpikir yang logis tentang bagaimana
populasi (dan spesies mereka) menanggapi urbanisasi adalah mempertimbangkan
bagaimana urbanisasi berdampak pada tingkat tertentu, yang pada akhirnya
berakibat pada pertumbuhan atau penurunan populasi.
Universitas Indonesia 14
sekitarnya. Dengan demikian, dampak hilangnya habitat pada populasi biasanya
terlihat jelas dan langsung. Sebaliknya, dampak fragmentasi habitat (pemotongan
habitat yang tersisa menjadi kecil area atau patch) dan isolasi habitat (pemisahan
fisik patch habitat oleh area “non-habitat”) bisa lebih halus dan membutuhkan
banyak generasi untuk mewujudkannya. Teori metapopulasi (Levins, 1969)
menyatakan bahwa kantong habitat yang dikelilingi oleh lanskap yang diubah dapat
dianalogikan dengan pulau-pulau samudera. Teori ini memprediksi bahwa isolasi
habitat kecil kurang mungkin mendukung populasi spesies tertentu dibandingkan
dengan isolasi habitat besar karena probabilitas kepunahan lokal yang lebih tinggi,
sedangkan habitat yang terisolasi kurang mungkin mendukung populasi
dibandingkan dengan isolasi habitat yang dekat dengan habitat yang sesuai lainnya
karena probabilitas kolonisasi (imigrasi) dari patch lain yang lebih rendah (Hanski
1994, 1998). Akibatnya, populasi di petak-petak habitat kecil dan/atau terisolasi
yang dikelilingi oleh lautan pembangunan perkotaan dapat terus hilang dari waktu
ke waktu, sebuah ide yang dikenal sebagai hutang kepunahan.
2. Perubahan Iklim
Perubahan kondisi suhu dan kelembaban akibat urbanisasi dapat mempengaruhi
siklus hidup (fenologi) jamur, tanaman dan hewan di daerah perkotaan. Di iklim
sedang, pola yang paling umum diamati termasuk tanaman berbunga, berdaun dan
berbuah lebih awal di daerah perkotaan yang lebih hangat dan reproduksi
sebelumnya pada hewan pembiakan musim semi. Respons perbedaan spesies
terhadap pemanasan dapat menjadi penting efek pada sistem trofik jika ketersediaan
puncak mangsa dan makanan puncak persyaratan predator tidak lagi bersamaan.
Penyiraman taman dan kebun buatan dapat memperpanjang dan mengurangi
variabilitas pada musim berbunga dan berbuah tanaman di lingkungan perkotaan,
dengan demikian memperpanjang periode tahun di mana bunga dan buah tersedia
sebagai asumber makanan bagi spesies lain.
Universitas Indonesia 16
2.1.6.2 Pengenalan Infasi Biologis
Lingkungan perkotaan dicirikan oleh kehadiran banyak pendatang jenis. Sedangkan
sebagian besar spesies tersebut sengaja atau tidak sengaja diperkenalkan oleh
orang-orang, yang lain telah pindah ke kota-kota tanpa bantuan untuk
mengeksploitasi ceruk atau sumber daya tertentu
1. Tanaman dan jamur
Kota-kota di seluruh dunia memiliki banyak pelabuhan yang diperkenalkan
tanaman, termasuk taman favorit seperti mawar, camelia, daffodil, jacarandas,
bugenvil, melati dan kamboja, tanaman pangan seperti tomat, labu dan bumbu
kuliner, serta banyak "gulma" yang berasal dari kebun dan pertanian. Tanaman
introduksi bertanggung jawab atas banyak pola yang diamati dari keanekaragaman
tanaman yang tinggi di kota-kota, sedangkan tanaman asli yang awalnya ada di
suatu daerah mungkin menjadi punah secara lokal atau bahkan global setelah
urbanisasi.
2. Hewan
Selain banyaknya tanaman dan jamur yang diperkenalkan, kota-kota sering
mendukung tinggi kepadatan hewan introduksi. Predator mamalia seperti kucing,
anjing, dan rubah hampir ada di mana-mana di daerah perkotaan; memperkenalkan
tokek menempel di dinding rumah; ikan dan kura-kura eksotis ditemukan di banyak
kolam dan sungai kota; keturunan tentang burung beo domestik yang melarikan diri
mengoceh di pepohonan taman lingkungan; cacing tanah eksotis menggali tanah
hutan kota; sedangkan non-pribumi laut hewan seperti cacing polychaete, bryozoa,
bintang laut, dan kerang menghuni pelabuhan dan pelabuhan yang berdekatan
dengan kota.
2.1.7.1 Teori Niche (Relung) Dalam Ekologi Perkotaan: Relung Ekologi dan
Gradien Lingkungan
Pada tingkat komunitas ekologi, proses seleksi bergantung pada perbedaan
fungsional antar spesies dan antar individu dari spesies yang sama. Perbedaan-
perbedaan mempengaruhi cara setiap spesies berinteraksi dengan lingkungannya ,
maupun dengan spesies lain yang ditemuinya. Seleksi dapat bersifat konstan (ketika
kapabilitas suatu individu dalam spesies tidak berubah, dan perbedaan antar spesies
terjadi dengan cara yang konsisten), atau bisa bergantung terhadap kepadatan
(ketika kapabilitas individu dalam suatu spesies tergantung kepada kepadatan
individu dari spesies itu dan/atau spesies lain yang ada dalam komunitas). Konstan
ataupun tergantung dengan kepadatan, maka seleksi juga dapat bervariasi pada
ruang dan waktu.
Universitas Indonesia 18
Relung ekologi adalah ruang lingkungan multidimensi tempat suatu spesies dapat
hidup. Istilah relung pertama kali digunakan dalam ekologi oleh grinnel (1917),
tetapi kemudian didefinisikan oleh Hutchinson (1957) sebagai ruang lingkungan
multidimensi dimana satu spesies dapat eksis. Setiap dimensi ruang mewakili
variabel atau sumberdaya lingkungan yang relevan dengan spesies yang
bersangkutan, sehingga dianggap kontinum atau gradien. Sebagai contoh, mari
mempertimbangkan dua variabel lingkungan, yaitu suhu udara rata-rata tahunan
dan curah hujan rata-rata tahunan. Satu spesies pohon tumbuh subur dalam kondisi
sejuk dan lembab, sementara yang lain pohon tumbuh subur dalam kondisi lebih
panas dan lebih kering. Kedua spesies pohon menempati bagian yang berbeda dari
ruang lingkungan yang ditentukan oleh dua variabel iklim, dan kelimpahan masing-
masing spesies diharapkan bervariasi sepanjang gradien iklim. Ruang lingkungan
yang membatasi relung suatu spesies, memperoleh dimensi tambahan untuk setiap
variabel lingkungan tambahan yang dipertimbangkan seperti kedalaman tanah dan
aspek radiasi matahari.
2.1.7.3 Teori Niche (Relung) Dalam Ekologi Perkotaan: Ecological Guilds dan
Model Persaingan Sumber Daya
Ecological guilds adalah sekelompok spesies simpatrik yang mengeksploitasi kelas
sumber daya lingkungan yang sama (misalnya, jenis makanan, tempat berlindung,
atau tempat bersarang tertentu) dengan cara yang serupa. Daripada menganggap
Universitas Indonesia 20
semua spesies dalam komunitas ekologis sebagai pesaing potensial, membagi
spesies simpatrik ke dalam kelompok adalah cara yang efektif untuk berkonsentrasi
pada kelompok tertentu dengan hubungan fungsional tertentu. Spesies yang
beradaptasi dengan kekacauan, sebagian besar mencari makan di area dengan
vegetasi yang lebat; dan ini tampaknya paling sensitif terhadap urbanisasi.
Ketika dua atau lebih spesies dengan relung fundamental yang tumpang tindih
menempati wilayah geografis yang sama, mereka akan sering bersaing untuk
mendapatkan sumber daya. Persaingan ini dapat memiliki pengaruh penting pada
distribusi aktual atau relung yang terealisasi dari setiap spesies di wilayah geografis
tersebut. Prinsip eksklusi kompetitif memprediksi bahwa dua spesies dengan relung
fundamental yang identik tidak dapat hidup berdampingan tanpa batas waktu,
karena satu spesies (pesaing unggul) pada akhirnya harus mengecualikan yang lain.
2.1.7.5 Persebaran
Persebaran adalah proses ekologis yang melibatkan pergerakan individu atau
beberapa individu menjauh dari populasi tempat mereka dilahirkan ke lokasi atau
populasi lain, tempat mereka akan menetap dan bereproduksi. Dua bentuk
penyebaran yang paling umum adalah: kelahiran atau penyebaran. Persebaran
adalah respon terhadap perkawinan sedarah, kompetisi, predasi, parasitisme,
kualitas lanskap, dan struktur lanskap. Teori Metakomunitas didefinisikan sebagai
sekelompok komunitas lokal yang menempati satu habitat yang dihubungkan oleh
persebaran beberapa spesies yang berpotensi berinteraksi.
2.1.7.6 Diversifikasi
Diversifikasi adalah evolusi garis keturunan baru (genotipe baru, bentuk, varietas,
sub-spesies, dan spesies baru) dari garis keturunan yang sudah ada. Urbanisasi
menyebabkan diversifikasi alopatrik. Diversifikasi Alopatrik geografis adalah
kondisi yang berlangsung ketika populasi spesies yang sama terisolasi satu sama
lain di tempat yang berbeda sehingga tidak adanya pertukaran gen. Populasi akan
saling menjauh, perbedaan genetik pun terjadi karena adanya seleksi (adaptasi
terhadap kondisi lokal), terkadang menjadi tidak kompatibel secara reproduksi,
sehingga keduanya telah menjadi spesies yang berbeda. Contoh burung kutilang
Carpodacus mexicanus memiliki paruh yang lebih panjang, lebih dalam, dan lebih
kuat dalam populasi perkotaan daripada populasi pedesaan. Adaptasi terhadap
sumber makanan dapat menyebabkan perbedaan genetik antara populasi.
Universitas Indonesia 22
Kawasan Hutan Lindung Angke-Kapuk memiliki 15 jenis pohon mangrove, yang
terdiri atas 8 jenis asli setempat dan 7 jenis introduksi dari kawasan lain. Jenis-jenis
asli kawasan HLAK adalah A. officinalis, R. apiculata, R mucronata, S. caseolaris,
E. agallocha, X. moluccensis dan T. catappa. Sedangkan jenis introduksi adalah B.
gymnorrhiza, C. inophyllum, C. manghas, P. falcataria, T. indica, A. mangium, dan
A. auriculiformis. Terjadi pengurangan dan penambahan jumlah luasan mangrove
di beberapa titik pada pesisir Muara Angke dari tahun 2013, 2017, dan 2020 yang
kemungkinan besar disebabkan oleh alih fungsi lahan hutan mangrove di kawasan
Jakarta Utara sebagai tempat sosial masyarakat sekitar.
Ekosistem pesisir pantai dapat menyimpan karbon dalam jumlah yang banyak dan
dalam jangka waktu yang relatif lama. Vegetasi pantai seperti mangrove dan lamun
dapat berperan dalam menyerap karbon dan membantu mengurangi emisi gas
rumah kaca. Estimasi serapan karbon mangrove per ha dapat bervariasi tergantung
pada lokasi dan spesies mangrove yang ada di daerah tersebut. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa serapan karbon mangrove tergantung pada spesies mangrove
dan metode pengukuran yangdigunakan.Contohnya Rhizophora sp. memiliki nilai
serapan karbon dioksida 398,60 ton CO2/ha.
Universitas Indonesia 24
menyebabkan kondisi geografis yang berbahaya. Aktivitas manusia, seperti
kepadatan penduduk yang tinggi dan peningkatan permintaan sumber daya,
termasuk air, dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap siklus air. Hal ini
dapat menyebabkan kekurangan air bersih, yang dapat berdampak langsung pada
pertanian dan produksi pangan.
Mengutip dari berbagi sumber, telah ada beberapa keluhan terkait pencemaran air
di Kawasan PIK. Salah satunya adalah dari kontaminan parasetamol yang
berdampak pada nelayan di sekitarnya. Sumber utama pencemaran di Pantai Indah
Kapuk adalah air limbah perumahan dan komersial, industri, pertanian, limbah
padat, dan kebocoran dari tangki septic. Ada juga keluhan tentang kualitas air di
daerah tersebut, termasuk rasa asin dan bau. Selain itu, seorang nelayan di Muara
Angke melaporkan adanya pencemaran di perairan sekitar Pantai Indah Kapuk yang
berasal dari limbah yang dibuang oleh pabrik-pabrik di daerah tersebut. Selain itu,
sebuah penelitian menemukan adanya mikroplastik di saluran pencernaan ikan
komersial di lepas pantai Pantai Indah Kapuk. Studi terbaru menemukan adanya
peningkatan polusi mikroplastik di sungai-sungai yang bermuara di Teluk Jakarta
selama pandemi COVID-19, dengan limbah yang berasal dari masker medis dan
sumber-sumber lainnya. Kelimpahan mikroplastik yang ditemukan di sungai
berkisar antara 4,29 hingga 23,49 partikel per 1000 liter air, dengan rata-rata 9,02
partikel per 1000 liter. Peningkatan polusi mikroplastik menjadi perhatian karena
dapat berdampak negatif pada kehidupan laut dan kesehatan manusia.
Limbah domestik dari tingginya aktivitas manusia di Kawasan PIK juga sangat
berpengaruh terhadap status mutu air. Parameter salinitas, BOD, COD, nitrit, fosfat
total, dan hidrogen sulfida di Danau Ebony Kawasan PIK tidak sesuai baku mutu
air kelas II. Tingkat pencemaran berdasarkan IP menunjukkan kondisi perairan
yang tercemar sedang dan berdasasrkan OWQI kondisi perairan Danau Ebony
tercemar berat.
Organisme seperti bakteri anaerob tertentu di tanah dan sedimen laut atau
dalam simbiosis dengan tanaman misalnya, rhizobium di bintil akar kacang-
kacangan. Organisme tersebut memperbaiki nitrogen.Dengan menggabungkan gas
N2 dengan hidrogen untuk menghasilkan amonia.
Kemudian bergabung dengan radikal hidroksil (OH) untuk membentuk asam nitrat
(HNO3), yang kemudian berpindah ke lingkungan yaitu darat, air tawar atau laut di
permukaan bumi melalui proses presipitasi.
Universitas Indonesia 26
dan sosial manusia dalam skala besar. Penduduk kota yang paling makmur
menikmati standar hidup dan kemudahan, dengan rumah yang aman, listrik, air
bersih, ventilasi yang memadai, pemanasan dan pendinginan yang efektif, serta
akses ke pendidikan, dan perawatan kesehatan yang berkualitas.
(a) (b)
Pengalaman manusia perkotaan dapat bervariasi di lokasi yang sama dari waktu ke
waktu, karena kota-kota mengikuti berbagai lintasan dari bentuk awalnya hingga
ekspansi dan industrialisasi, diikuti oleh resesi, kerusakan kota dan, dalam beberapa
kasuspembaharuan kota lebih lanjut.Karakteristik bentuk perkotaan dapat
mendorong atau menghambat kesehatan dan kesejahteraan populasi manusia.
Kepadatan pemukiman yang lebih tinggi, konektivitas jalan yang baik, akses untuk
berjalan kaki dan jalur sepeda, dan penggunaan lahan campuran (dengan jarak yang
lebih pendek antara rumah, toko, dan tempat kerja), berkorelasi dengan tingkat
berjalan kaki dan bersepeda yang lebih tinggi untuk transportasi. Walkability
lingkungan perkotaan telah mendapatkan perhatian penelitian dan kebijakan yang
meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dan walkability lingkungan berkorelasi
negatif dengan tingkat obesitas di antara penduduknya. Lingkungan yang dapat
Universitas Indonesia 28
dilalui dengan berjalan kaki dapat diidentifikasi dengan tiga parameter: kepadatan
populasi, desain ramah pejalan kaki, dan keberagaman tujuan.
Senyawa VOC umumnya ditemukan dalam cat, lem, plastik, serat sintetis dan
pelarut dan dapat mencapai konsentrasi yang lebih tinggi di dalam ruangan daripada
di luar ruangan. VOC tertentu seperti benzene dan 1,3-butadiene diketahui bersifat
karsinogenik pada manusia, dan paparan VOC dalam ruangan dikaitkan dengan
peningkatan risiko terhadap penyakit leukemia dan limfoma. Produk rumah tangga
beraroma seperti penyegar udara, deterjen pencuci piring dan pakaian, serta
pelembut kain juga mengandung berbagai macam VOC, beberapa di antaranya
diklasifikasikan sebagai beracun atau berbahaya.
Universitas Indonesia 30
2.1.9.3 Perubahan Iklim di Lingkungan Perkotaan
Efek panas perkotaan dapat memperburuk suhu diurnal dan nokturnal yang tinggi
selama gelombang panas musim panas, membuat kondisi menjadi lebih tidak
menyenangkan dan lebih berbahaya bagi penduduk kota. Permukaan kota yang
memanas dengan cepat di siang hari dan kemudian melepaskan panasnya dalam
waktu yang lama di malam hari, membuat penduduk kota mengalami tekanan
termal yang berkelanjutan selama periode cuaca panas, dan meningkatkan tingkat
morbiditas dan mortalitas. Berbagai penyebab kematian meningkat frekuensinya
selama gelombang panas, termasuk henti jantung, stroke, dan gagal.
Jasa ekosistem adalah manfaat yang diperoleh manusia dari fungsi ekosistem,
termasuk makanan nabati dan hewani, kayu, serat tanaman, udara bersih, air bersih
dan iklim yang lebih nyaman. Layanan penting yang disediakan oleh ekosistem
perkotaan meliputi siklus nutrisi, pendinginan, penyerapan polutan atmosfer,
penyerapan karbon, produksi primer dan sekunder (termasuk pertanian perkotaan),
siklus hidrologi, pengendalian biologis spesies hama dan pengolahan limbah.
Konservasi keanekaragaman hayati dan penyediaan jasa ekosistem di kota-kota
dapat menjadi tantangan, dengan banyak kepentingan yang bersaing dalam
operasional karena terbatasnya peluang untuk membeli tanah untuk taman baru.
Universitas Indonesia 32
sebagai spesies yang sangat sensitif terhadap penganiayaan manusia dan gangguan
habitat, seperti karnivora bertubuh besar, burung bersarang di tanah, dan
tanaman suksesi akhir. Dia menganggap adaptor perkotaan sebagai spesies yang
dapat bertahan dengan sukses di habitat pinggiran kota dengan memanfaatkan
sumber daya yang tersedia. Kelompok ini seperti burung omnivora, mamalia
penggali, predator berukuran sedang, tanaman suksesi awal dan burung yang
tersebar di semak. Pengeksploitasi adalah sekelompok kecil spesies yang
menunjukkan respons positif yang kuat terhadap sumber daya yang disediakan oleh
manusia di lingkungan perkotaan, dan mencapai kepadatan yang tinggi di kota-kota
di seluruh dunia. Kelompok ini termasuk hewan seperti merpati batu Columba livia,
jalak Eropa sturnus vulgarus, tikus rumah Mus musculus, tikus hitam Rattus rattus,
kecoa (berbagai spesies), dan keanekaragaman tanaman ruderal dengan biji yang
tersebar dan toleransi yang tinggi terhadap gangguan.
Tren menuju pengisian perkotaan dan pembangunan rumah yang lebih besar, berarti
bahwa tutupan proporsional taman pribadi (dan dengan demikian jasa ekosistem
dan keanekaragaman hayati yang mereka dukung) menurun di banyak kota. Bentuk
perkotaan ini meningkatkan penggunaan AC di musim panas dan konsumsi energi
secara keseluruha, serta mengurangi volume air hujan yang diserap oleh tanah dan
meningkatkan limpasan besar secara langsung ke sungai.
Manusia secara pribadi dapat membantu pergerakan hewan dan tumbuhan melintasi
lanskap perkotaan, baik dengan memindahkan (translokasi) tanaman individu atau
hewan dari satu lokasi ke lokasi lain, atau dengan membantu hewan yang
bermigrasi untuk tiba dengan selamat di tempat tujuan.
Contoh pemanfaatan ruang kecil adalah dengan membuat fasad hijau menggunakan
vegetasi untuk menutupi permukaan kota vertikal. Mereka terdiri dari tanaman
memanjat yang tumbuh baik secara langsung terhadap dinding luar bangunan atau
pada struktur pendukung yang melekat pada dinding, termasuk teralis, kabel baja,
kawat dan jala. Fasad hijau menawarkan sejumlah manfaat di lingkungan
perkotaan, termasuk naungan, pendinginan (melalui evapotranspirasi), peningkatan
reflektansi radiasi solar, pengurangan kecepatan angin di permukaan dinding,
penyerapan polutan atmosfer ,dan habitat keanekaragaman hayati.
Fasad hijau dapat sangat berguna di jalan - jalan kota yang sempit, di mana ada
sedikit ruang untuk menanam pohon di permukaan tanah. Kondisi iklim mikro
(seperti suhu dan kecepatan angin) pada dinding perkotaan bisa ekstrem, sehingga
diperlukan pemilihan tanaman yang cermat, media tanam, dan sistem irigasi untuk
memastikan bahwa fasad hijau berkembang. Urbanisasi menciptakan berbagai
habitat baru untuk hewan dan tumbuhan, termasuk fitur seperti koridor jalan, kereta
api, bangunan, jembatan, taman rekreasi, kebun private, lahan basah yang
dibangun, kolam taman, dinding laut buatan, dan struktur laut lainnya seperti
dermaga dan ponton. Habitat ini menyediakan sumber daya penting bagi
keanekaragaman hayati (tanah, nutrisi, makanan, air, tempat tinggal, tempat
bersarang, bertengger dan berkembang biak, atau substrat untuk menetap).
Universitas Indonesia 36
BAB 3
METODE PENELITIAN
Universitas Indonesia 2
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Universitas Indonesia 4
Gambar 4.1 Peta Topografi KotaSemarang
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Semarang, 2020
4.1.1.3 Administrasi
Secara administratif Kota Semarang terbagi menjadi 16 kecamatan dan 177
kelurahan. Dari 16 kecamatan yang ada terdapat 2 kecamatan yang mempunyai
wilayah terluas yaitu kecamatan Mijen (57,55 km2 ) dan kecamatan Gunungpati
(54,11 km2 ). Kedua kecamatan tersebut termasuk dalam daerah “kota atas” yang
sebagian besar wilayahnya masih terdapat areal persawahan dan perkebunan,
sedangkan kecamatan yang mempunyai luas terkecil adalah kecamatan Semarang
Selatan (5,93 km2 ) diikuti oleh kecamatan Semarang Tengah (6,14 km2).
Kecamatan Semarang Selatan dan Semarang Tengah merupakan daerah pusat kota
yang sekaligus sebagai pusat perekonomian/bisnis Kota Semarang, sehingga
sebagian besar dari wilayahnya banyak terdapat bangunan lain Kawasan Simpang
Lima, Kawasan Tugu Muda, Pasar Bulu, Pasar Peterongan, Pasar Johar dan
sekitarnya yang dikenal dengan “Kota Lama” Semarang. Berikut ini merupakan
tabel kecamatan di Kota Semarang beserta luasan wilayahnya :
Universitas Indonesia 6
No. Kecamatan Luas Area (km2)
14. Mijen 57,55
15. Ngaliyan 37,99
16. Tugu 31,78
Jumlah 373,70
Sumber : Kabupaten Semarang dalam Angka, 2022
Kecamatan Mijen merupakan kecamatan yang memiliki luas wilayah paling besar
di Kota Semarang yaitu 57,55 km2, sedangkan kecamatan terkecil di Kota
Kedudukan Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah dan ditunjang
lokasi yang strategis pada jalur lalu lintas ekonomi Pulau Jawa menjadikan Kota
Semarang tidak hanya berperan sebagai pusat pemerintahan tetapi juga salah satu
pusat ekonomi di Jawa Tengah. Kota Semarang memiliki lokasi strategis sebagai
koridor pembangunan di Provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari empat simpul pintu
gerbang yaitu koridor pantai utara, koridor selatan, koridor timur dan koridor barat,
dan juga didukung sejumlah fasilitas transportasi seperti Pelabuhan Tanjung Emas,
Bandar Udara Internasional Ahmad Yani, Terminal Terboyo, serta Stasiun Kereta
Api Tawang dan Poncol yang semakin menguatkan peran Kota Semarang sebagai
simpul aktivitas pembangunan sekaligus gerbang perekonomian di Provinsi Jawa
Tengah dan bagian tengah Pulau Jawa.
Gambar 4.2 Peta Administrasi Kota Semarang
Universitas Indonesia 8
9
Universitas Indonesia 10
11
4.1.1.5 Kependudukan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2022), jumlah penduduk Kota Semarang
sebanyak 1.040.629 jiwa. Menurut jenis kelamin, jumlah penduduk perempuan
lebih banyak dibanding jumlah penduduk laki-laki, yakni 529.427 orang penduduk
perempuan dan 511.202 orang pe nduduk laki-laki. Hal ini juga ditunjukkan dengan
angka sex rasio di bawah 100%. Kecamatan dengan angka sex rasio di atas 100%
terdapat di 3 kecamatan yakni Kecamatan Tengaran, Kecamatan Sumowono, dan
Kecamatan Bandungan. Angka ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki
di 3 kecamatan tersebut lebih banyak dibanding jumlah penduduk perempuan.
Secara rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Semarang sebesar 1.095 orang/
km2, kecamatan dengan kepadatan penduduk terbesar adalah Kecamatan Ungaran
Barat, Kecamatan Ambarawa, dan Kecamatan Ungaran Timur, masing-masing
dengan kepadatan penduduk mencapai 2.424 orang/ km2, 2.239 orang/ km2 dan
2.216 orang/ km2. Berikut data jumlah penduduk Kabupaten Semarang tahun 2018,
2019, 2020, 2021, dan 2022 :
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Kabupaten Semarang Tahun 2018, 2019, 2020, 2021,
dan 2022
Jumlah Penduduk (orang)
No Kecamatan
2014 2015 2016 2017 2018
1 Semarang 49.823 50.227 50.625 51.029 51.399
Tengah
2 Semarang 68.326 69.301 70.273 71.254 72.207
Utara
3 Semarang 43.771 43.869 43.955 44.013 44.071
Timur
4 Gayamsari 26.558 26.588 26.614 26.650 26.657
Universitas Indonesia 12
Gambar 4.4 Peta Kepadatan Penduduk
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tingkat kestrategisan suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan pada tingkat
kepadatan penduduk dan tataguna lahan .
Kota Semarang sebagai salah satu kota besar yang ada di Indonesia memiliki
potensi yang cukup besar sebagai kawasan permukiman. Perkembangan wilayah
hunian dan bisnis di Kota Semarang sangat tinggi. Namun penataan ruang di kota
semarang masih perlu diperhatikan dengan tata guna lahan dan kepadatan penduduk
saat ini.
5.2 Saran
Kota Semarang masih harus mengimplementasikan penataan ruang dengan
memperhatikan kondisi tataguna lahan, kepadatan penduduk dan topografi guna
untuk menjaga keseimbangan sistem ekologi lingkungan perkotaan, terutama
dalam pengendalian polusi dan mengurangi dampak perubahan iklim.
Universitas Indonesia 14
DAFTAR PUSTAKA
a. Referensi
Chintantya, D., & Maryono. (2017). Peranan Jasa Ekosistem dalam Perencanaan
Kebijakan Publik di Perkotaan. Proceeding Biology Education Conference,
14, 144–147.
Enger, E. D., & Smith, B. F. (2016). Environmental Science (M. G. Hill (ed.);
Fourteenth). McGraw-Hill Higher Education.
Huang, H., Zhuo, L., Li, Z., Ji, X., & Wu, P. (2023). Effects of Multidimensional
Urbanisation on Water Footprint Self-Sufficiency of Staple Crops in China.
Journal of Hydrology, 618 (February), 129275.
https://doi.org/10.1016/j.jhydrol.2023.129275
15 Universitas Indonesia
Sesuai Dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Binjai.
Nogueira, C., Marques, J. F., & Pinto, H. (2023). Civil Economy as a Path Towards
Sustainability: An Empirical Investigation. Journal of Cleaner Production,
383(September 2022). https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2022.135486
Sofian, A., Kusmana, C., Fauzi, A., & Rusdiana, O. (2019). Evaluasi Kondisi
Ekosistem Mangrove Angke Kapuk Teluk Jakarta Dan Konsekuensinya
Terhadap Jasa Ekosistem. Jurnal Kelautan Nasional, 15(1), 1–12.
https://doi.org/10.15578/jkn.v15i1.7722
Sun, B., Fang, C., Liao, X., Guo, X., & Liu, Z. (2022). The Relationship Between
Urbanization and Air Pollution Affected by Intercity Factor Mobility: A Case
of the Yangtze River Delta Region. SSRN Electronic Journal, 100(November
2022), 107092. https://doi.org/10.2139/ssrn.4183169
Tirtaningtyas, N. F. (2021, May 8). Hutan Lindung Angke Kapuk, Tempat Asik
Pengamatan Burung di Jakarta. Mongabay.
https://www.mongabay.co.id/2021/05/08/hutan-lindung-angke-kapuk-
tempat-asik-pengamatan-burung-di-jakarta/
Wang, C., Wang, L., Zhan, J., Liu, W., Teng, Y., Chu, X., & Wang, H. (2022).
Spatial Heterogeneity of Urbanization Impacts on Ecosystem Services in the
Urban Agglomerations Along the Yellow River, China. Ecological
Engineering, 182 (June), 106717.
https://doi.org/10.1016/j.ecoleng.2022.106717
Yawer, A. S., Bakr, A. F., & Fathi, A. A. (2023). Sustainable Urban Development
of Historical Cities: Historical Mosul City, Iraq. Alexandria Engineering
Journal, 67, 257–270. https://doi.org/10.1016/j.aej.2022.12.042
Universitas Indonesia 16
Ziafati Bafarasat, A., & Oliveira, E. (2023). Social Sustainability: Do-it-Yourself
Urbanism, Start-it-Yourself Urbanism. Geoforum, 141(July 2022), 103726.
https://doi.org/10.1016/j.geoforum.2023.103726
Levin, S. A. (1992). The problem of pattern and scale in ecology. Ecology, 73(6),
1943-1967.
b. Pustaka Lain
Badan Pusat Statistik Kota Semarang Dalam Angka. (2022). Provinsi DKI Jakarta
Dalam Angka 2023.
BPS. (2021). Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka 2022 (BPS (ed.)). CV. Nario
Sari.
17 Universitas Indonesia