Professional Documents
Culture Documents
Drama - Malam Terkelam-1-1
Drama - Malam Terkelam-1-1
Bapak = faiz
Ibu = elis
Bu Indah = zeta
Kia = dian
Jesi = reni
Kevin = arsad
Caca = amel
Sisil = adel
Citra = dina
Satria = nanda
Penghulu = anwar
Adegan 1
Pada suatu sore, sepasang suami istri yang telah berusia lanjut dan berkulit keriput duduk
santai di depan rumahnya. Mereka hanya berdua, karena semua anaknya telah
meninggalkannya untuk bekerja di kota adapun yang pergi untuk kuliah.
Bapak : "Mami, please bikin papi teh atau kopi dong, sekalian sama singkong rebusnya kalau
masih ada ya."
Ibu : "Alah kamu ini, panggil mami segala. Tidak usahlah kebanyakan gaya. Kita sudah punya
cucu dan menjadi kakek nenek. Malu."
Ibu : "Astaga, sekarang kamu memanggil aku nenek. Memangnya aku sudah setua itu apa?"
Bapak : "Bagaimana to? Tadi dipanggil mami tidak mau, sekarang dipanggil nenek malah
marah. Terus maunya dipanggil apa?"
Secara tidak sengaja, ada tetangga sebelah rumah yang bernama pak Ahmad mendengar
perdebatan kecil kakek dan nenek tersebut. Pak Ahmad yang seusia dengan anak kakek dan
nenek itu pun ikut menimpali.
Pak Ahmad : "Pak Anang dan bu Anang selalu seperti ini ya. Bertengkar saja, bertingkah
seperti anak muda yang masih pacaran saja."
Bapak : "Begitulah, nak Ahmad. Maunya memang seperti itu biar awet muda. Tetapi apa
daya, kondisi kulit memang tidak bisa membohongi usia."
Bapak : "Lah, kamu tidak lihat apa. Ini kulitmu sudah kendur begitu" (sambil menunjuk
tangan istrinya)
Ibu : "Ih bapak ini, kenapa jadi tangan ibu yang dijadikan contoh."
Pak Ahmad : 'Kalau kulitnya sudah kendur begitu, sudah bisa disebut tua ya, pak Anang?"
(sambil menahan senyum)
Ibu : 'Begitu memang tingkahnya, nak Ahmad. Berlagak muda saja. Padahal ya kalau
mengangkat kursi kentutnya juga ikutan keluar."
Bapak : 'Lah ibu ini, kok malah menjelekkan bapak di depan nak Ahmad."
Obrolan mereka berhenti karena tiba-tiba anak sepasang suami istri tersebut datang, yaitu
pak Anang. Pak Anang datang bersama istrinya yang bernama bu Indah serta anaknya yang
bernama Kia. Mereka datang sambil membawa oleh-oleh.
Ibu : "Ya Allah, cucuku datang. Sini, nak Kia sama nenek."
Pak Anang : "Iya nih, Kia kangen sama kakek dan neneknya katanya."
Bapak : "Bagus ya, sudah berapa tahun kau tidak kemari menjenguk orang tuamu ini,
Anang."
Kia : "Kakek ini bagaimana. Baru tiga minggu yang lalu kami kemari. Kakek sudah pikun ya?"
Ibu : "Biarkan saja, Kia, kakekmu memang sudah pikun. Bahkan, dia kadang lupa kalau sudah
makan lima kali dalam sehari."
Pak Anang : "Wah, kalau sebanyak itu makannya, bisa-bisa bapak berubah jadi gendut kayak
pemain sumo."
Bu Indah : "Ya, kalau badan bapak seperti itu kasihan ibu. Nanti ibu jatuh begitu disenggol
sedikit saja."
Ibu : "Kamu ini. Jangan salah. Begini-begini ibu masih sanggup melawan badan bapakmu
yang sudah kayak apa tadi? Pemain sumo? Tenaga ibu masih banyak kayak anak muda."
Pak Ahmad : (menggeleng-gelengkan kepala) "Yasudah kalo begitu saya duluan ya Pak, Bu.
Marii"
Semuanya tersenyum.
Ibu : "Kia di dalam kamar nenek ada permen, di ambil dulu nak buat kamu."
Pak Anang : "Ini, Pak sebenernya kedatangan kami kesini mau menanyakan soal Jesi."
Pak Anang : "Kemarin siang Jesi minta di transferkan uang katanya untuk biaya semester,
memangnya bulan ini belum bapak transferkan ke dia?"
Bapak : "Lho, dua hari yang lalu baru aja bapak kirimkan. Tanya saja ibumu ini."
Ibu : "Iya, Nak bapak sudah mengirimkan uang untuk Jesi bulan ini."
Bu Indah : "Mungkin Jesi ada keperluan membayar urusan lain kali, Mas."
Bapak : "Bapak kok jadi khawatir gini, apa enggak bahaya dia tinggal di luaran sana."
Ibu : "Sudah Pak, tidak perlu khawatir. Jesi kan pergi untuk kuliah kita percayakan saja ke
dia."
Adegan 2
Di malam harinya, lampu kelap kelip menghiasi seluruh ruangan. Suara hentakan musik
terdengar nyaring membuat semua orang yang berada di ruangan sana menari keasikan di
tambah dengan minuman yang mereka pegang di lengan masing-masing.
Di tegukan terakhir tiba-tiba saja gelas yang di pegang Jesi terlempar begitu saja.
Caca : "Jes, sadar Jes apa yang udah Lo lakuin." (Menyadarkan Jesi)
Satria : "Engga usah so jual mahal lah, mending Lo sama gue aja Ca." (Satria datang bersama
kedua wanita di kanan dan kirinya)
Satria : "Lo cantik banget sih Ca, sama gue yuk? Kita senang-senang malam ini."
Caca : "Gila."
Satria : "Iya nih, gue gila karena kecantikan Lo itu." (Meneguk minuman)
Sisil : "Jes, lo engga usah dengerin apa kata dia. Mending Lo tetep di sini sama kita."
Caca : "Engga, Jes Lo harus ikut gue pulang!" (Menarik lengan Jesi)
Jesi : ( Melepas genggaman tangan Caca) "Mending Lo pulang aja deh, Ca ganggu tau gak."
Caca : "Oke gue pulang, tapi Lo harus inget sama orang tua Lo di kampung Jes."
Caca pun meninggalkan Jesi dan Kevin dengan perasaan emosi. Sementara kedua orang tadi
masih asik berjoget di bawah lampu kelap-kelip yang semakin mengguncang. Jesi semakin
tidak sadarkan diri. Kesempatan itu di gunakan baik oleh Kevin, ia lalu mengajak Jesi untuk
menjauh dari keramaian dan masuk ke dalam salah satu kamar lalu menguncinya.
Adegan 3
Jesi : "Gue engga tau, gue sama sekali engga sadar Ca"
Caca : "Udah gue bilangin dari dulu jauhin Kevin. Dia laki-laki engga benar"
Adegan 4
Bapak : (Menengok)
Bapak : "Bapak kepikiran Jesi, Bu. Gimana ya anak itu di luar sana, bapak khawatir."
Ibu : "Bapak engga usah terlalu khawatir, mudah-mudahan Jesi di luaran sana baik-baik aja"
Adegan 5
Di siang hari, dengan perasaan takut Jesi melangkahkan kakinya memasuki rumah di temani
oleh Caca, sahabatnya.
Tidak lama kemudian kedua orang tua Jesi keluar dari rumah dan menatap terkejut ke arah
mereka.
Caca : "Pak, Bu sebenernya kita berdua pulang lebih awal karena ada sesuatu yang harus di
bicarakan."
Ibu : "Oh ya udah kalo gitu mari masuk, kita ngobrol di dalam."
Bapak pun lalu membuka surat tersebut dan seketika wajahnya terkejut dan penuh amarah.
Bapak : "Gimana bapak bisa tenang? Nih ibu baca sendiri" (memberikan surat)
Ibu : "Jesi, apa ini? K-kamu?"
Jesi : "Maafin Jesi Pak, Bu. Jesi engga tau, Jesi engga sadar." (Bersujud kepada Bapak dan Ibu)
Bapak : "Dasar anak sialan." (Hendak menampar Jesi namun di cegah oleh Ibu)
Ibu : (Menghampiri Jesi) "Caca, tolong kamu hubungi kak Anang ya. Suruh dia pulang,
segera."
Adegan 6
Warga 1: "Kok bisa ya, niatnya mau nyari ilmu tapi pulang-pulang malah bawa anak."
Ibu Anang melirik ke arah ibu-ibu kampung yang kini tengah membicarakan keluarga,
terutama tentang Jesi. Kabar kehamilan Jesi sudah menyebar begitu cepat. Ibu Anang sudah
sangat lelah menghadapi situasi ini
Setelah beberapa waktu kemudian akhirnya kelurga Jesi berhasil menemukan kediaman
Kevin dimana. Dan saat ini mereka semua sudah berada di depan pintu untuk meminta
pertanggungjawaban atas yang telah terjadi kepada Jesi.
Tak lama kemudian pintu terbuka dan memperlihatkan lelaki paruh baya bersama satu
orang putra.
Bapak : "Oh, jadi kamu yang sudah menghamili anak saya?" (Menarik kerah baju Kevin)
Pak Anang : "Jadi gini Pak, maksud kedatangan kami ke sini untuk meminta
pertanggungjawaban nak Kevin karena telah menghamili Jesi."
Pak Jalal : (Menampar Kevin) 'Laki-laki brengsek. Bapak engga pernah ngajarin kamu untuk
kurang aja sama perempuan."
Pak Jalal : "Jangan minta maaf ke Bapak, minta maaf kamu ke Jesi dan bertanggung
jawablah."
Kedua keluarga itupun akhirnya memilih untuk berdamai dan mulai merencanakan
pernikahan Kevin dan Jesi. Bapak hampir struk di buatnya, namun apalah nasi sudah menjadi
bubur. Jesi pun begitu sangat menyesali perbuatannya. Karena kecerobohannya, Jesi
kehilangan kesempatannya untuk berkuliah. Saat ini ia sedang berusaha untuk menerima
semua takdirnya.
TAMAT