You are on page 1of 2

Bancakan Korupsi BTS Johnny G Plate Cs Bikin Negara Rugi Rp 8

TYulida Medistiara - detikNews


Rabu, 28 Jun 2023 06:52 WIB

Jakarta - Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate dkk
didakwa korupsi proyek pembangunan base transceiver station (BTS) 4G. Perbuatan para
terdakwa membuat negara rugi Rp 8 triliun.
Johnny G Plate diadili bersama mantan Dirut Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi
(BAKTI) Kominfo Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli pada Human Development Universitas
Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa
(27/6/2023).

Dalam dakwaannya, jaksa menyebut kasus ini berawal pada 2020. Saat itu, Plate bertemu dengan
Anang dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak di
salah satu hotel dan lapangan golf untuk membahas proyek BTS 4G. Jaksa mengatakan Plate saat
itu setuju mengubah jumlah site BTS yang akan dibangun.

"Terdakwa Johnny Gerard Plate dalam menyetujui perubahan dari 5.052 site desa untuk program
BTS 4G Tahun 2020-2024 menjadi 7.904 site desa untuk Tahun 2021-2022 tanpa melalui studi
kelayakan kebutuhan penyediaan infrastruktur BTS 4G dan tanpa ada kajiannya pada dokumen
Rencana Bisnis Strategis (RBS) Kemkominfo maupun Bakti serta Rencana Bisnis Anggaran (RBA)
yang merupakan bagian dari Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-
K/L) Kemkominfo," ujar jaksa.

Jaksa menyebut Plate juga menyetujui penggunaan kontrak payung pada proyek BTS 4G dan
Infrastruktur Pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 yang ditujukan untuk menggabungkan pekerjaan
pembangunan dan pekerjaan operasional. Jaksa juga menyebut Plate memerintahkan Anang agar
memberikan proyek power system meliputi battery dan solar panel dalam penyediaan
Infrastruktur BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 kepada Direktur PT Basis
Utama Prima Muhammad Yusrizki Muliawan.

Plate telah mendapat laporan bahwa proyek belum selesai pada 2021 dan Maret 2022. Namun,
Plate meminta Anang selaku kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen untuk
tidak memutuskan kontrak.

"Tetapi justru meminta perusahaan konsorsium untuk melanjutkan pekerjaan, padahal waktu
pemberian kesempatan berakhir tanggal 31 Maret 2022," ucap jaksa.

Perbuatan Plate itu dinilai melanggar sejumlah peraturan serta memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi. Total kerugian negara mencapai Rp 8 triliun.

"Bahwa perbuatan Terdakwa Johnny Gerard Plate, bersama dengan Anang Achmad Latif, Yohan
Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama dan
Muhammad Yusrizki Muliawan telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara atau
Perekonomian Negara, sebesar Rp 8.032.084.133.795,51 (Rp 8 triliun)," ucap jaksa.

Akal-akalan Proyek BTS Kominfo


Jaksa juga mengungkap akal-akalan Plate dkk dalam proyek pembangunan BTS itu. Jaksa
awalnya mengatakan Kominfo mendapat surat dari Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud,
isinya meminta dukungan terkait pembelajaran online saat masa pandemi COVID-19.

Surat permintaan itu kemudian dijadikan Plate sebagai dasar untuk mempercepat pembangunan
BTS 4G yang sudah dibicarakannya sejak awal tahun 2020, walaupun dalam RPJMN tidak
diakomodir. Permintaan itu membuat Johnny memerintahkan jajarannya di Kominfo
menindaklanjuti permintaan Kemdikbud, yakni melakukan percepatan transformasi digital.

Plate pun mengadakan rapat yang dihadiri oleh Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, Dikti,
Dirjen PPI Kominfo, dan juga perwakilan seluler, hingga sejumlah perusahaan lain, dan juga
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia. Dalam rapat itu, Johnny meminta Dirjen PPI Kominfo
menyampaikan cakupan sinyal 4G di seluruh Indonesia.

"Terdakwa Johnny Gerard Plate meminta kepada Dirjen PPI dalam waktu 2 hari ke depan sudah
harus ada data jumlah BTS yang akan dibangun, berupa berapa panjang fiber optic (salah satu
teknologi transmisi) yang akan digunakan, jika teknologi transmisi fiber optic tidak
dimungkinkan maka Terdakwa Johnny meminta alternatif teknologi transmisi lain yang akan
digunakan, padahal belum ada kajian teknis terhadap jumlah desa yang belum terlayani cakupan
sinyal layanan 4G di wilayah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T)," kata jaksa dalam
dakwaannya.

"Atas permintaan Terdakwa Johnny, maka Ahmad M Ramli selaku Dirjen PPI memberikan data
yang hanya bersumber dari Internet yang tidak melalui sebuah kajian keahlian yang valid,"
imbuh jaksa.

Singkat cerita, data yang didapat dari internet itu diserahkan dalam rapat di Kominfo. Data tanpa
kajian itu lah yang kemudian dijadikan dasar dalam pengusulan anggaran. Dalam data itu,
disebutkan ada 7.904 desa yang membutuhkan BTS.

Jaksa mengatakan data itu tidak valid. Sebab, data itu hanya didapat dari internet dan tidak
dikroscek dengan survei ke lokasi.

"Dalam rapat tersebut dibahas data desa yang sama sekali tidak ada layanan telekomunikasi 4G
maupun site/BTS sebanyak 7.904 desa tanpa melalui studi kelayakan kebutuhan penyediaan
infrastruktur BTS dan tanpa ada dokumen Renstra, RSB, dan RBA, namun jumlah 7.904 tersebut
justru dijadikan dasar dalam pengusulan anggaran, padahal data tersebut seharusnya dianalisa
kembali dengan melakukan survei ke lapangan agar diperoleh data yang dapat
dipertanggungjawabkan dan disusun secara keahlian," ucap jaksa.

Plate Setuju Pembayaran 100% Padahal Proyek BTS Kritis


Jaksa menyebut Johnny Plate menyetujui pembayaran 100 persen proyek BTS. Padahal, Plate
disebut tahu proyek BTS itu selesai kapan.

Jaksa mengatakan Johnny Plate telah mendapat laporan progres pekerjaan penyediaan
infrastruktur BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 melalui rapat-rapat yang
diikutinya sejak bulan Maret 2021, Oktober 2021, November 2021 dan bulan Desember 2021. Dalam
setiap rapat tersebut Johnny menerima laporan kemajuan pekerjaan baik dari Project
Management Office (PMO) maupun dari Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif.

"Isinya melaporkan bahwa pekerjaan Penyediaan Infrastruktur BTS 4G dan Infrastruktur


Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 mengalami keterlambatan/Deviasi Minus rata-rata (-40%) dan
dikategorikan sebagai kontrak kritis," ujar jaksa.

NOTE :
pernyataan pendapat
argumentasi
penegasan ulang pendapat

You might also like