You are on page 1of 78

USULAN LAPORAN EPIDEMIOLOGI

KAJIAN DESKRIPTIF EPIDEMIOLOGI KEJADIAN


HIPERTENSI ESENSIAL DI DINAS KESEHATAN
KABUPATEN KEDIRI TAHUN 2022

PENELITIAN DESKRIPTIF

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT ILMU KESEHATAN (IIK) STRADA INDONESIA
2023

i
KAJIAN DESKRIPTIF EPIDEMIOLOGI KEJADIAN
HIPERTENSI ESENSIAL DI DINAS KESEHATAN
KABUPATEN KEDIRI TAHUN 2022

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2 EPIDEMIOLOGI
Kristo Marko Rumangun, 235111001
Kevin Rachmalia Wibowo, 235111005
Rycho Lukas Puspo Ndaru, 235111006
Ariza Melinda Hidayati, 235111008
Ulamai Soikodin, 235111014
Fitria Rahmawati, 235111015
Erlando Saiful Khakim, 235111016
Seno Afif Amrulloh, 235111024
Mochammad Naufal Wijaya, 235111033
Nurul Hamizah, 235111034
Nur Alim Fatah, 235111035
Titis Sulistyowati, 235111036
Siti Lailatus Zahro, 235111037
Rachmatulaili, 235111038
Alfi Yudisianto, 235111039
Sugiyo, 235111042

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT ILMU KESEHATAN (IIK) STRADA INDONESIA
ii
2023

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga usulan laporan epidemiologi yang berjudul “Kajian
Deskriptif Epidemiologi Kejadian Hipertensi Esensial Di Dinas Kesehatan
Kabupaten Kediri Tahun 2022” dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan usulan laporan epidemiologi ini merupakan salah satu
persyaratan untuk memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi Pada Program Pasca
Sarjana Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia.
Dalam penyusunan usulan penelitian ini, peneliti banyak mendapatkan
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak.
Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Sentot Imam Suprapto, dr. MM, selaku rektor Institut Ilmu
Kesehatan (IIK) Strada Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan.
2. Dr. Yuly Peristiowati, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku Direktur Program
Pasca Sarjana Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan.
3. Dr. Ratna Wardani, S.Si., MM, selaku Kaprodi Program Pasca
Sarjana Institut Ilmu Kesehatan (IIK) Strada Indonesia yang telah memberikan
bimbingan dan pendidikan selama peneliti mengikuti pendidikan.
4. Dr. Yuly Peristiowati, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku Dosen Pengampu
mata kuliah Epidemiologi, yang telah membimbing peneliti dalam penyusunan
usulan laporan epidemiologi ini.
5. Bapak dan ibu dosen Program Studi S1-Kebidanan Institut Ilmu
Kesehatan (IIK) STRADA Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan
pendidikan selama peneliti mengikuti pendidikan.
6. Semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan
laporan epidemiologiini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan dan berkah-Nya.


Harapan peneliti semoga usulan penelitian ini berguna bagi peneliti, maupun pihak
yang berkepentingan.

vi
Peneliti menyadari bahwa usulan penelitian ini jauh dari sempurna. Untuk
itu saran dan kritik sangat kami harapkan demi kesempurnaan usulan penelitian ini.

Kediri, 2023

Peneliti

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................xi
DAFTAR TABEL ...........................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................3
C. Tujuan Penelitian .............................................................................3
1. Tujuan Umum ............................................................................3
2. Tujuan Khusus ...........................................................................3
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................4
1. Manfaat Teoritis .........................................................................4
2. Manfaat Praktis ..........................................................................4
E. Keaslian Penelitian ..........................................................................5
BAB II KONSEP TEORI...................................................................................7
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 7
B. Kerangka Teori ..............................................................................17
C. Hipotesis ........................................................................................17
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................18
A. Desain Penelitian ...........................................................................18
B. Kerangka Kerja...............................................................................18
C. Setting Penelitian............................................................................19
D. Definisi Operasional.......................................................................19
E. Instrument Penelitian......................................................................19
F. Waktu Dan Lokasi Penelitian.........................................................20
G. Uji Keabsahan Data........................................................................21
H. Proses Pengumpulan Data..............................................................23
I. Etika Penelitian...............................................................................24
J. Keterbatasan………………………………………………………25
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................xii
LAMPIRAN ....................................................................................................xiv

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori ..............................................................................42


Gambar 2. Kerangka Kerja ..............................................................................46

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Tabel Keaslian Penelitian………………………………......……….7


Tabel 3.2 : Tabel Definisi Operasional…………………………………….......49

x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Pengambilan Data Awal …………………………….......xvi
Lampiran 2. Surat Balasan Izin Pengambilan Data Awal…………………...…..xvii
Lampiran 3. Lembar Inform Consent........................................................................xx
Lampiran 4. Lembar Permohonan Menjadi Responden………………….....…......xxi
Lampiran 5. Instrumen Penelitian…………………………………………......…..xxii
Lampiran 6.Bukti Konsultasi Dengan Dosen Pembimbing................................xxxiv
Lampiran 7. Summary Excecutive…………………………………………………xiv
Lampiran 8. Identitas Peneliti………………………………………………………xv

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama masa haid atau menstruasi sering timbul keluhan dan gangguan

yang diakibatkan oleh menstruasi itu sendiri. Salah satu gangguan yang paling sering

di alami remaja adalah nyeri haid. Pada saat menstruasi wanita terkadang mengalami

nyeri. Sifat dan tingkat rasa nyeri bervariasi, mulai dari ringan hingga yang berat.

Kondisi tersebut dinamakan dismenore, yaitu suatu keadaan nyeri yang hebat dan

bias mengganggu aktivitas sehari-hari. Dismenore merupakan suatu fenomena

simptomatik meliputi nyeri abdomen, kram, dan sakit punggung (Rosyida, 2019).

Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial

secara utuh bukan sekadar tidak adanya penyakit atau kelemahan, melainkan pada

semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi, serta prosesnya (WHO,

2019). Kesehatan reproduksi merupakan komponen penting kesehatan bagi pria

maupun wanita tetapi lebih menitik beratkan pada wanita. Wanita memiliki

kebutuhan kesehatan khusus yang berhubungan dengan fungsi seksual dan

reproduksi, tak terkecuali pada remaja putri (Rosyida, 2019). Pertumbuhan sistem

reproduksi remaja putri juga akan mengalami pematangan. Pubertas merupakan

masa awal pematangan seksual, yakni suatu periode dimana seorang anak

mengalami perubahan fisik, hormonal dan seksual serta mampu melakukan proses

reproduksi. Hal ini ditandai dengan mulainya remaja putri mengalami menstruasi

pertama (Haryono, 2016: 2).

World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2018 bahwa

kejadian dismenore sebesar 90% pada perempuan dan 10-15% diantaranya

1
mengalami dismenore berat (Apriyanti, dkk, 2018). Pravalensi dismenore primer dari

45% hingga 95 % secara global . Angka kejadian nyeri haid atau dismenore di dunia

sangat besar. Dari studi longitudinal di Swedia melaporkan dismenore terjadi pada

90% perempuan yang berusia kurang dari 19 tahun (Anurogo dan Wulandari dalam

Gustina dan Djannah, 2017). Sinha, Srivastava, Sachan dan Singh (2016)

menyatakan dalam penelitiannya bahwa prevalensi nyeri haid pada remaja (rentang

usia 10-19 tahun) di India sekitar 73,9%. Prevalensi dismenore atau nyeri haid di

asia sebesar 74,5% dari gadis-gadis yang telah mencapai menarche memiliki

dismenore; 51,7% dari gadis-gadis melaporkan bahwa itu mempengaruhi konsentrasi

mereka di kelas; 50,2% yang membatasi kegiatan social mereka; 21,5% yang

menyebabkan mereka kehilangan fokus di sekolah; dan 12,0% yang disebabkan

prestasi sekolah yang buruk (Khoo, E. M. dalam Vianti dan Ari S., 2018).

Di Indonesia sekitar 45-95% perempuan usia produktif mengalami

dismenore (Proverawati dan Misaroh, 2012 dalam Apriyanti, dkk, 2018). Angka

kejadian dismenore di Indonesia sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenore

primer dan 9,36% dismenore sekunder. Dismenore primer dialami oleh 60-75%

remaja dengan tiga perempat dari jumlah remaja tersebut mengalami nyeri ringan

sampai berat dan seperempat lagi mengalami nyeri berat (Alatas, 2016).. Meskipun

dismenore adalah kondisi yang umum pada remaja, tampaknya tetap akan berlanjut

hingga kehidupan dewasanya. Namun, cenderung menurun dengan bertambahnya

usia, terutama setelah usia 30 tahun (Vlachou dkk, 2019).

Data Provinsi Sulawesi Tengah, angka kejadian dismenorea cukup tinggi

yaitu tingkat nyeri ringan sebesar 57,7%, nyeri sedang 38,5% dan nyeri berat sebesar

3,8%. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya remaja putri yang mengalami

dismenorea. (Profil Kesehatan Sulawesi Tengah, 2018).

2
Kesehatan reproduksi merupakan komponen penting kesehatan bagi pria

maupun wanita tetapi lebih menitik beratkan pada wanita. Wanita memiliki

kebutuhan kesehatan khusus yang berhubungan dengan fungsi seksual dan

reproduksi, tak terkecuali pada remaja putri (Rosyida, 2019). Pertumbuhan sistem

reproduksi remaja putri juga akan mengalami pematangan. Pubertas merupakan

masa awal pematangan seksual, yakni suatu periode dimana seorang anak

mengalami perubahan fisik, hormonal dan seksual serta mampu melakukan proses

reproduksi. Hal ini ditandai dengan mulainya remaja putri mengalami menstruasi

pertama (Haryono, 2016).

Haid atau menstruasi adalah kejadian penting dalam kehidupan seorang

remaja putri. Haid juga merupakan barometer kesehatan dari seorang perempuan.

Aspek kesehatan pada wanita adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental,

spiritual maupun sosial, serta bagian terpenting dari kesehatan wanita adalah

kesehatan reproduksi (Saribanon dkk, 2016).

Menstruasi adalah proses alamiah yang terjadi pada setiap perempuan.

Menstruasi merupakan perdarahan yang teratur dari uterus sebagai tanda bahwa

organ kandungannya telah berfungsi matang. Pada umumnya, remaja akan

mengalami menache pada usia 12 sampai dengan 16 tahun. Siklus menstruasi normal

terjadi setiap 22-35 hari, dengan lamanya menstruasi selama 2-7 hari (Anwar dalam

Rosyida, 2019).

Selama masa haid atau menstruasi sering timbul keluhan dan gangguan

yang diakibatkan oleh menstruasi itu sendiri. Salah satu gangguan yang paling sering

di alami remaja adalah nyeri haid. Pada saat menstruasi wanita terkadang mengalami

nyeri. Sifat dan tingkat rasa nyeri bervariasi, mulai dari ringan hingga yang berat.

Kondisi tersebut dinamakan dismenore, yaitu suatu keadaan nyeri yang hebat dan

3
bias mengganggu aktivitas sehari-hari. Dismenore merupakan suatu fenomena

simptomatik meliputi nyeri abdomen, kram, dan sakit punggung (Rosyida, 2019:

144). Meskipun keluhan nyeri haid umum terjadi pada wanita, sebagian besar

wanita, sebagian besar wanita yang mengalami nyeri haid jarang pergi ke dokter,

mereka mengobati nyeri haid dengan obat-obatan anti nyeri yang dijual bebas. Hal

ini sangat beresiko, karena efek samping dari obat-obatan tersebut bermacam-macam

jika digunakan secara bebas dan berulang tanpa pengawasan dokter (Nurwana, dkk,

2017).

Dampak remaja putri apabila nyeri menstruasi tidak dilakukan penanganan

yang baik maka akan menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari, bahkan akan

menimbulkan konsentrasi belajar siswi akan terhambat ( Setyowati, 2018).

Untuk mengurangi nyeri dismenore dapat menggunakan berbagai alternatif

salah satunya dengan yoga. Yoga merupakan alternatif untuk mengurangi nyeri

dismenore dan mudah dilakukan dalam kegiatan sehari-hari. Yoga merupakan teknik

yang mengajarkan teknik relaksasi, pernapasan, dan posisi tubuh untuk mengurangi

rasa nyeri (Manurung,dkk, 2015). Yoga menjadi salah satu pilihan olahraga yang

tepat saat haid karena dapat membantu tubuh berileksasi dan mengurangi gejala

stress yang terjadi (Sinaga dkk, 2017: 108).

Salah satu gerakan yoga yang dapat mengurangi nyeri haid adalah child

pose (Balasana). Posisi yoga ini secara perlahan meregangkan pinggul, paha, dan

pergelangan kaki, menenangkan otak, memulihkan stress, kelelahan, sakit punggung

dan leher (Amalia, 2015: 76).

Penelitian Lestari, dkk (2019) yang berjudul Pengaruh Terapi Yoga

Terhadap Intensitas Nyeri Pada Remaja Putri Yang Mengalami Dismenore Primer,

menyatakan bahwa terdapat pengaruh terapi yoga terhadap penurunan intensitas

4
nyeri pada remaja putri yang mengalami dismenore. Pada kelompok perlakuan

menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah diberikan yoga

dengan nilai p=0,05. Hasil uji Independent T-Test menunjukan terdapat pengaruh

terapi yoga terhadap intensitas nyeri dismenore dengan nilai p=0,001.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMP N 2 Luwuk melalui

wawancara, didapatkan 3 dari 5 remaja putri mengalami nyeri haid dan belum

pernah melakukan tekhnik child pose sebagai salah satu upaya mengurangi keluhan

nyeri haid.

Diharapkan, tekhnik child pose (balasana) bisa menjadi salah satu metode

yang tepat dalam mengurangi keluhan nyeri selama menstruasi.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh tekhnik child pose (balasana) terhadap intensitas

nyeri haid pada siswi SMP N 2 Luwuk Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi

Tengah ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh tekhnik child pose (balasana) terhadap intensitas

nyeri haid pada siswi SMP N 2 Luwuk Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi

Tengah.

5
2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi intensitas nyeri haid sebelum dilakukan tekhnik child

pose (balasana) pada siswi SMP N 2 Luwuk Kabupaten Banggai

Provinsi Sulawesi Tengah.

b. Mengidentifikasi intensitas nyeri haid setelah dilakukan tekhnik child

pose (balasana) pada siswi SMP N 2 Luwuk Kabupaten Banggai

Provinsi Sulawesi Tengah.

c. Menganalisis pengaruh child pose (balasana) terhadap intensitas nyeri

haid pada siswi SMP N 2 Luwuk Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi

Tengah.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini akan menambah literatur, sebagai dasar penelitian

khususnya tentang child pose (balasana) sebagai upaya non-farmakologi

dalam mengurangi intensitas nyeri haid.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

penting untuk kelengkapan literatur khususnya tentang child pose

(balasana) sebagai upaya non-farmakologi dalam mengurangi intensitas

nyeri haid.

6
b. Bagi Tempat Penelitian

Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan untuk evaluasi

pemberian penyuluhan tentang child pose (balasana) sebagai upaya non-

farmakologi dalam mengurangi intensitas nyeri haid.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan referensi bagi peneliti

selanjutnya tentang child pose (balasana) sebagai upaya non-

farmakologi dalam mengurangi intensitas nyeri haid.

d. Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai upaya yang bisa dilakukan

untuk mengurangi intensitas nyeri haid dengan penerapan tekhnik child

pose (balasana).

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No. Judul Jurnal Nama Penulis Metode Hasil Perbedaan
& Tahun Penelitian Penelitan Penelitian
1. “Pengaruh Terapi Galih Jatnika, Penelitian ini Berdasarkan Penelitian
Yoga Terhadap Fauziah menggunakan hasil terdahulu
Intensitas Nyeri Rudhiati, metode quasi penelitian menggunakan
Dismenore Pada Aisha eksperimental didapatkan metode quasi
Remaja Putri Di Nurwahidah dengan one yoga bisa eksperimental
Wilayah Kerja (2022) group pretest- menurunkan dengan one
Puskesmas Blado I.” posttest intensitas group pretest-
without nyeri posttest
control dismenore without
pada remaja control.
putri di
wilayah kerja
Puskesmas
Blado I (ρ
value 0,001 <
dari 0,05)
2. “Pengaruh Senam Qoniah, Meisa Metode Hasil analisis Penelitian
Zumba Terhadap Miratul menggunakan Paired T-Test terdahulu
Penurunan Nyeri (2020) pretest posttest diperoleh nilai meneliti
Disminore pada one group p value = variabel
Wanita Usia 20-30” design. 0,000. independen
Kesimpulan senam Zumba.
dari penelitian
ini yaitu ada

7
penurunan
nyeri
dismenore
pada
kelompok
perlakuan
3. “Pengaruh Senam Qonita Metode quasi Hasil Penelitian
Dismenorea Terhadap Wulandara, eksperimen penelitian terdahulu
Intensitas Nyeri Suci dengan desain diperoleh menggunakan
Menstruasi Primer Miniarsih, Sri one group bahwa nilai P- metode quasi
Pada Remaja Di Sma Gustini pretest Value 0,000 eksperimen
Ni Kecamatan (2019) posttest. dengan desain
Batangtoru” one group
pretest
posttest.

8
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Konsep Dasar Menstruasi


2.1.1. Definisi

Haid atau menstruasi merupakan perdarahan periodik sebagai bagian

integral dan fungsional biologis wanita sepanjang siklus kehidupannya. Proses

menstruasi dapat menimbulkan potensi masalah kesehatan reproduksi wanita yaitu

gangguan menstruasi (Rosyida, 2019).

Menstruasi adalah perubahan fisiologis dalam tubuh perempuan yang

dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron . Menstruasi adalah tanda

perempuan siap bereproduksi, mengalami kehamilan, dan menghasilkan keturunan.

Masa menstruasi juga merupakan masa pembersihan dari jaringan yang berguguran

yang dapat menjadi racun bila ditahan atau tidak keluar (Amalia, 2015).

Menstruasi adalah keluarnya darah dari rahim melalui vagina. Darah ini

keluar sebagai akibat dari meluruhnya lapisan rahim yang mengandung pembuluh

darah beserta sel telur yang tidak dibuahi (Nurchasanah, 2015).

Menstruasi adalah perdarahan periodik dari rahim yang dimulai sekitar 14

hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus.

Kondisi ini terjadi karena tidak ada pembuahan sel telur oleh sperma, sehingga

lapisan dinding rahim (endometrium) yang sudah menebal untuk persiapan

kehamilan menjadi luruh. Jika seorang wanita tidak mengalami kehamilan, maka

siklus menstruasi akan terjadi setiap bulannya. Umumnya siklus menstruasi pada

wanita yang normal adalah 28-35 hari dan lama haid antara 3-7 hari. Siklus

menstruasi pada wanita dapat dikatakan tidak normal apabila siklus haidnya kurang

dari 21 hari atau lebih dari 40 hari (Sinaga, dkk, 2017).


9
Menurut Proverawati (dalam Rosyida, 2019), menstruasi adalah perdarahan

secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium.

Proses terjadinya menstruasi ini terjadi melalui empat tahap yaitu fase menstruasi,

fase poliperasi, fase luteal/ sekresi dan fase iskemik.

2.1.2. Siklus Menstruasi

Panjang siklus haid adalah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan

mulainya haid yang baru. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus.

Panjang siklus haid yangdianggap normal biasanya adalah 28 hari, tetapi variasinya

cukup luas, bukan saja antara bebrapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama.

Juga pada kakak-beradik bahkan saudara kembar, siklusnya selalu tidak sama

(Haryono, 2016).

Gambar 2.1 Siklus Menstruasi


Sumber : (Clayton, 2008)

Pada wanita siklus menstruasi rata-rata sekitar 28 hari, namun berkisar

antara 21 hingga 40 hari. Panjang siklus dapat bervariasi pada satu wanita selama

saat-saat berbeda dalam hidupnya dan bahkan dari bulan ke bulan tergantung pada

10
berbagai hal, termasuk kesehatan fisik, emosi dan nutrisi wanita tersebut (Fitria,

2016).

Menurut (haryono, 2016:21) fase siklus menstruasi dibagi menjad 4 fase

yaitu:

1) Fase Menstruasi (1–5 hari)

Menurunnya progesteron dan estrogen menyebabkan pembuluh

darah pada endometrium menegang. Sehingga menyebabkan suplai oksigen

menurun karena tidak terjadi kehamilan maka endometrium mengalami

degenerasi yang ditandai dengan luruhnya sel – sel pada dinding uterus.

Pecahnya pembuluh darah pada endometrium, menyebabkan darah dan sel

sel tersebut keluar melalui vagina. Peristiwa ini disebut menstruasi,

menstruasi berlangsung antara 5–7 hari.

1) Fase Folikuler/Fase Reperasi (6–10 hari)

Terjadi proses penyembuhan akibat pecahnya pembuluh darah fase

ini dipengaruhi oleh hormon estrogen yang dihasilkan oleh folikel hormon

ini merangsang pertumbuhan endometrium yaitu dengan mempertebal

lapisan endometrium dan membentuk pembuluh darah serta kelenjar.

2) Fase Fertil/ Proliferasi (11–16 hari)

Meningkatnya hormon estrogen dapat memacu dihasilkannya LH.

Apabila LH meningkat. Maka folikel memproduksi progesteron. Hormon–

hormon ini berperan mematangkan folikel dan merangsang terjadinya

ovulasi yaitu lepasnya ovum dari ovarium. Ovum ini bergerak sepanjang

tuba fallopi pada saat seperti ini, wanita tersebut dalam masa fertil atau

subur sehingga ovarium siap di buahi.

11
3) Fase Luteal (19–28 hari)

Pada saat ovulasi folikel graaf pecah berubah mnjadi korpus rubrum

yang mengandung banyak darah. Adanya LH menyebabkan korpus rubrum

berubah menjadi korpus iuteum (badan kuning) untuk menghasilkan

hormon progesteron yang berfungsi mempersiapkan endometrium

menerima embrio. Pada saat ini endometrium menjadi tebal dan lembut.

Serta dilengkapi banyak pembuluh darah. Jika tidak ada kehamilan, korpus

luteum berdegenerasi menjadi korpus albikans sehingga progesteron dan

esterogen menurun bahkan hilang.

2.1.3. Gangguan Menstruasi

Adapun gangguan yang umum terjadi antara lain:

a. Nyeri haid atau dismenore

Dismenore merupakan rasa sakit akibat menstruasi yang sangat

menyiksa karena nyeri yang luar biasa menyakitkan (Nurchasanah, 2015).

a. Sindroma Pra Menstruasi

Sindroma pramenstruasi sering berhubungan dengan naik trunnya

kadar estrogen dan progesteron yang terjadi selama siklus menstruasi.

Estrogen menahan cairan yang terdapat menyebabkan bertambahnya berat

badan, pembengkakan jaringan, nyeri payudara dan perut kembung

(Haryono, 2016).

Penyebab yang pasti dari sindroma pramenstruasi tidak diketahui

tetapi saling berhubungan dengan faktor faktor sosial, budaya, biologi dan

psikis. Sindroma pramenstruasi terjadi pada sekitar 70%-90% wanita pada

12
usia subur. Lebih sering ditemukan paa wanita berusia 20-40 tahun (Haryono,

2016).

b. Menstruasi Darah Menggumpal

Pada usia remaja, hromon-hormon seksual estrogen dan progesterone

yang sedang bekerja seringkali menimbulkan ketidak teraturan siklus

menstruasi seorang wanita. Terkadang menstruasi berlangsung dalam waktu

singkat, terkadang berlangsung sangat lama. Tidak hanya berpengaruh pada

lamanya menstruasi saja, kinerja hormon-hormon tersebut dapat

mempengaruhi banyak sedikitnya jumlah darah menstruasi yang

menggumpal seperti daging (Haryono, 2016).

Sebenarnya siklus menstruasi normal biasanya berlangsung antara 2

sampai dengan 7 hari. Namun , karena adanya pengaruh hormon, seringkali

ketebalan dinding rahim meningkat apalagi pada wanita yang siklus

menstruasinya tidak berlangsung sebulan sekali, tetapi 2 bulan sekali atau

bahkan 3 bulan sekali. Tentu karena lapisan dinding yang berbentuk sudah

demikian tebal sehingga saat menstruasi yang kelur tidak hanya berupa darah

segar, tetapi juga gmpalan-gumpalan darah yang merupakan kumpulan dari

darah menstruasi yang telah lama tertimbun dan tidak segera keluar

(Haryono, 2016).

c. Menstruasi Terlambat

Menstruasi adalah suatu proses hormonal dimana hormon estrogen dan

hormon progesteron menurun. Penurunan ini kemudian menimbulkan efek

dari dinding rahim untuk melepaskan dan mengeluarkan dindingdindingnya.

Dinding rahim yang lepas tersebut kemudian akan keluar dalam bentuk darah

sewaktu menstruasi yang bisanya berlangsung setiap bulan. Karena

13
berhubungan dengan reaksi hormon maka ketidak seimbangan hormonal

dapat mengganggu siklus menstruasi (Haryono, 2016).

Pada umumnya sebagian besar wanita mengalami menstruasi yang kali

pertama pasa usia 12 tahun sampai 14 tahun. Namun perkembangan terakhir

justru mengindikasikan usia soraang wanita mengalami menstruasi untuk kali

pertama menjadi lebih maju, yaitu pada usia 9 tahun sampai 11

tahun.walaupun begitu ada juga wanita yang belum mengalami siklus

menstruasi pertama, padahal wanita tersebut telah berumur 14 tahun.

Sebenarnya hal tersebut dikategorikan normal-normal saja karena patokan

usia maksimal terjadinya menstruasi pertama kali adalah 18 tahun (Haryono,

2016).

d. Gangguan Lamanya Siklus Menstruasi

Amenorrhea adalah tidak adanya menstruasi. Kategori amenorrhea

primer jika pada wanita di usia 16 tahun belum mengalami mensttruasi,

sedangkan amenorrhea sekunder adalah yang terjadi setelah menstruasi.

Secara klinis kriteria amenorrhea adalah tidak adanya haid selama 6 bulan

atau tiga kali tidak menstruasi sepanjang siklus menstruasi sebelumnya

(Rosyida, 2019).

Oligomenorrhea adalah tidak adanya menstruasi untuk jarak interval

yang pendek atau tidak normalnya jarak waktu menstruasi yaitu jarak siklus

35-90 hari. Sedangkan, polymenorrhea adalah sering terjadi menstruasi yaitu

jarak siklus yang pendek kurang dari 21 hari (Rosyida, 2019).

14
e. Gangguan Perdarahan

Gangguan perdarahan terbagi menjadi tiga, yaitu perdarahan yang

berlebihan/banyak, perdarahan yang panjang dan perdarahan yang sering.

Terminologi mengenai jumlah perdarahan meliputi: pola aktual perdarahan,

fungsi ovarium, dan adanya kondisi abnormal (Rosyida, 2019).

Abnormal Uteri Bleeding (AUB) adalah suatu keadaan yang

menyebabkan gangguan perdarahan menstruasi (Rosyida, 2019). Secara

umum terdiri dari:

a) Menorraghia, yaitu kondisi perdarahan yang terjadi regular dalam

interval yang normal, durasi dan aliran darah berlebihan/ banyak.

b) Metrorraghia, yaitu kondisi perdarahan yang terjadi dalam interval

irregular, durasi dan aliran darah berlebihan/ banyak.

c) Polymenorrhea, yaitu kondisi perdarahan yang terjadi dalam interval

kurang dari 21 hari.

Dysfunctional Uteri Bleeding (DUB) adalah gangguan perdarahan

dalam siklus menstruasi yang tidak berhubungan dengan kondisi patologis.

DUB meningkat selama transisi menopause (Rosyida, 2019).

Perdarahan yang berlebihan/ banyak didefinisikan sebagai suatu

kondisi kehilangan darah lebih dari 80 ml per menstruasi. Fakor gangguan

koagulan, endometritis, fibroid, infeksi uterus dan ketidakseimbangan

prostaglandin mengakibatkan perdarahan yang banyak. Perdarahan yang

panjang didefinisikan sebagai suatu kondisi perdarahan lebih dari 7-8 hari

(Rosyida, 2019)

15
2.2 Konsep Dasar Dismenorrheae
2.2.1 Definisi

Pada saat menstruasi, wanita terkadang mengalami nyeri. Sifat dan tingkat

rasa nyeri bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Kondisi tersebut

dinamakan dysmenorrhea, yaitu suatu keadaan nyeri yang hebat dan bisa

mengganggu aktivitas sehari-hari. Dysmenorrhea merupakan suatu fenomena

simptomatik meliputi nyeri abdomen, kram dan sakit punggung. Gejala

gastrointestinal seperti mual dan diare dapat terjadi sebagai gejala dari dysmenorrhea

(Rosyida, 2019).

Nyeri juga bisa disertai kram perut yang parah. Kram tersebut berasal dari

kontraksi otot rahim yang sangat intens saat mengeluarkan darah menstruasi dari

dalam rahim. Kontraksi otot yang sangat intens ini kemudian menyebabkan otot-otot

menegang dan menimbulkan kram atau rasa sakit atau nyeri. Ketegangan otot ini

tidak hanya terjadi pada bagian perut, tetapi juga pada otot-otot penunjang yang

terdapat di bagian punggung bawah, pinggang, panggul, paha hingga betis (Sinaga

dkk, 2017).

2.2.2 Penyebab Dismenore

Dismenore disebabkan oleh (Nurchasanah, 2015):

a.Adanya hiperaktivitas dari uterus, endotelin, prostaglandin, vasopressin dan

kerusakan saraf perifer.

b. Memiliki penyakit radang panggul, pemasangan IUD, tumor pada tuba

fallopii, usus atau vesika urinaria, polip uteri dan inflammantory bowel

desease.

c.Bekas luka karena pernah melakukan operasi pada organ reproduksi

sebelumnya.
16
2.2.3 Klasifikasi Nyeri Haid

Nyeri haid atau Dysmenorrhea dibagi menjadi dua macam:

a. Dismenore Primer

Dismenore Primer timbul sejak haid pertama dan akan pulih sendiri

dengan berjalannya waktu, tepanya setelah stabilnya hormon tubuh atau

perubahan posisi rahim setelah menikah dan melahirkan (Rosyida, 2019).

Dismenore primer biasanya tidak ada hubungannya dengan kelainan

ataupun penyakit kandungan. Sifatnya nyeri kejang berjangkit-jangkit

terasa pada perut bagian bawah, menjalar ke pinggang dan paha dan

mungkin disertai mual dan muntah (Haryono, 2016).

Kram menstruasi primer disebabkan oleh kontraksi otot rahim yang

sangat intens, yang dimaksudkan untuk melepaskan lapisan dinding rahim

yang tidak diperlukan lagi. Dismenorea primer disebabkan oleh zat kimia

alami yang diproduksi oleh sel-sel lapisan dinding rahim yang disebut

prostaglandin. Prostaglandin akan merangsang otot otot halus dinding

rahim berkontraksi. Makin tinggi kadar prostaglandin, kontraksi akan

makin kuat, sehingga rasa nyeri yang dirasakan juga makin kuat. Biasanya,

pada hari pertama menstruasi kadar prostaglandin sangat tinggi. Pada hari

kedua dan selanjutnya, lapisan dinding rahim akan mulai terlepas, dan

kadar prostaglandin akan menurun. Rasa sakit dan nyeri haid pun akan

berkurang seiring dengan makin menurunnya kadar prostaglandin (Sinaga

dkk, 2017).

b. Dismenore sekunder

Jika nyeri menstruasi primer umumnya tak ada hubungan dengan

kandungan, nyeri menstruasi luar biasa yang disebut dismenorrhoe

17
sekunder biasanya berhubungan dengan adanya penyakit kandungan.

Mungkin ada peradangan saluran telur (salphingitis), tumor rahim,

menyemoitnya leher rahim,atau oleh adanya endometriosis. Semua

kelainan ini sebaiknya dikoreksi mungkin belum tentu mengganggu

kesuburan, dan masih mungkin untuk hamil, namun bisa pula mengganggu

kehamilan yang sudah terbentuk, jika dibiarkan. Jika dari pemeriksaan

pemindahan organ reproduksi tidak ditemukan adanya kelainan,

kemungkinan hanya gangguan fungsional belaka. Artinya, organ

reproduksinya normal tapi fungsinya yang terganggu (Haryono, 2016).

Dismenorea sekunder umumnya disebabkan oleh kelainan atau

gangguan pada sistem reproduksi, misalnya fibroid uterus, radang panggul,

endometriosis atau kehamilan ektopik. Dismenorea sekunder dapat diatasi

hanya dengan mengbati atau menangani penyakit atau kelainan yang

menyebabkannya (Sinaga dkk, 2017).

2.2.4 Penanganan Dismenore

a. Penanganan Farmakologi

Dismenorea primer dapat diperingan gejalanya dengan obat

penghilang nyeri/anti-inflamasi seperti ibuprofen, ketoprofen, naproxen,

dan obat obat analgesik-antiinflamasi lainnya. Obat-obat analgesik ini akan

mengurangi produksi prostaglandin (Sinaga dkk, 2017).

b. Penanganan Non Farmakologi

Jika mengalami sakit ketika datang bulan atau haid, hindari terlalu

sering berbaring ditempat tidur. Sebenarnya berbaring diam dapat membuat

18
rasa sakit semakin hebat. seringkali rasa sakit akan berkurang dengan

melakukan aktivitas-aktivitas ringan, antara lain:

a. Berolah raga dan aktivitas fisik akan memperlancar aliran darah dan

tubuh akan terangsang untuk memproduksi endorfin yang bekerja

mengurangi rasa sakit dan menimbulkan rasa gembira (Sinaga dkk,

2017).

b. Kompres dengan botol air panas dan mandi air hangat juga dapat

mengurangi rasa sakit. Jika suka, cobalah diurut atau dipijat dengan

tekanan ringan, jangan terlalu keras (Sinaga dkk, 2017).

c. Tarik napas dalam-dalam untuk relaksasi (Rosyida, 2019)

d. Berjalan-jalan dan mengerjakan pekerjaan atau olahraga ringan, atau

minum-minuman yang hangat atau merendam kedua belah kaki ke

dalam air hangat (Haryono, 2016)

e. Latihan yoga dapat menghilangkan nyeri saat haid sekaligus

melancarkan siklusnya (Haryono, 2016)

2.2.5 Faktor Resiko Penyebab Dismenore

Berikut beberapa faktor resiko penyebab dismenore:

a.Usia Menarche

Usia menarche yang cepat (<12 tahun) dapat menjadi faktor resiko

terjadinya dismenore primer. Menarche atau menstruasi pertama pada usia

lebih awal dapat menyebabkan alat-alat reproduksi belum berfungsi secara

optimal dan belum siap mengalami perubahanperubahan sehingga timbul

nyeri ketika menstruasi (Nurwana dkk, 2017).

19
a.Kebiasaan Olahraga

Latihan-latihan olahraga justru sangat menguntungkan, karena

dapat mengurangi rasa sakit, dan juga dapat meringankan atau mencegah

terjadinya dysmenorhea tersebut. Dismenore lebih sedikit terjadi pada

olahragawati, dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah berolahraga.

Hal ini disebabkan karena olahraga merupakan salah satu teknik yang dapat

digunakan untuk mencegah timbulnya rasa nyeri (Sumosardjuno dalam

Sari, 2017).

b. Riwayat Keluarga

Wanita yang memiliki riwayat dismenore pada keluarganya

memiliki prevalensi yang lebih besar untuk terjadinya dismenore. Alasan

riwayat keluarga merupakan faktor risiko dismenore mungkin dihubungkan

dengan kondisi seperti endometriosis (Ozerdogan dkk dalam Sari, 2017).

c.Berat Badan

Secara langsung adanya keterkaitan IMT tidak normal. Pada IMT

kurang, simpanan zat gizi berkurang karena cadangan jaringan akan

digunakan untuk memenuhi ketidak cukupan itu. Keadaan seperti ini

menyebabkan ketahanan terhadap nyeri akan berkuran. Sedangkan pada

keadaan IMT lebih kaitannya dengan banyaknya lemak semakin banyak

prostaglandin yang dibentuk, sedangkan peningkatan kadar prostaglandin

dalam sirkulasi darah diduga sebagai penyebab dismenore (Supariasa

dalam Sari, 2017).

20
2.2. Derajat Nyeri Haid

Menurut Manuaba (2007) dalam Fauziah (2015) dismenore dibagi

menjadi tiga tingkat nyeri yaitu:

a.Nyeri Haid Ringan

Seseorang akan mengalami nyeri terutama pada awal menstruasi

namun dengan kadar nyeri yang berbeda-beda. Nyeri haid ringan terdapat

pada skala nyeri dengan tingkatan 1 – 3.

a.Nyeri haid sedang

Seseorang mulai merespon nyerinya dengan merintih dan menekan-

nekan bagian yang terasa nyeri, diperlukan obat penghilang nyeri tanpa

perlu meninggalkan pekerjaannya. Nyeri haid sedang terdapat pada skala

nyeri 4 – 6.

b. Nyeri haid berat

Seseorang mengeluh karena adanya rasa tidak mampu lagi

melakukan pekerjaan biasa dan perlu istirahat beberapa hari dapat disertai

sakit kepala, migrain, pingsan, diare, rasa tertekan, mual, dan sakit perut.

Nyeri haid berat terdapat pada skala nyeri 7 – 10

2.3 Konsep Dasar Nyeri


2.3.1 Definisi

Menurut Engram (dalam Solehati dan Cecep, 2015), nyeri adalah keadaan

yang subjektif yaitu seorang memperlihatkan ketidaknyamanan secara verbal

ataupun nonverbal atau keduanya.

Menurut Brunner dan Suddarth (dalam Solehati dan Cecep, 2015),

menyatakan bahwa nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh individu yang

mengalaminya dan kapanpun individu mengalaminya adalah nyata.

21
International Association For The Study of Pain (dalam Suwondo dkk,

2017) mendefinisikan nyeri sebagai suatu rasa sensorik ketidaknyamanan yang

bersifat subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan

kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau yang dirasakan dalam

kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan.

2.3.2 Fisiologis Nyeri

Menurut Hinchliff, Montaguam dan Watson (Solehati dan Cecep, 2015),

reseptor nyeri terletak pada semua saraf bebas yang terletak pada kulit, tulang,

persendian, dinding arteri, membran yang mengelilingi otak, dan usus. Nyeri

digambarkan bermacam-macam, seperti terbakar, terpotong, tertusuk, dan

tikaman.

Menurut Guyton dan Hall (dalam Solehati dan Cecep, 2015),), hamper

semua jaringan tubuh terdapat ujung-ujung saraf nyeri. Ujung-ujung saraf ini

merupakan ujung saraf yang bebas dan reseptornya adalah nociceptor.

Nociceptor ini akan aktif bila dirangsang oleh rangsangan kimia, mekanik, dan

suhu, zat-zat kimia yang merangsang rasa nyeri antara lain bradykinin,

serotonin, histamin, ion kalium, dan asam asetat, sedangkan enzim proteolitik

dan substansi P akan meningkatkan sensitivitas dari ujung saraf nyeri. Semua

zat kimia ini berasal dari dalam sel. Bila sel-sel tersebut mengalami kerusakan

maka zat-zat tersebuat akan keluar merangsang reseptor nyeri, sedangkan pada

mekanik umumnya karena spasme otot dan kontraksi otot. Spasme otot akan

menyebankan penekanan pada pembuluh darah sehingga terjadi iskemia pada

jaringan, sedangkan pada konttraksi otot terjadi ketidakseimbangan antara

kebutuhan nutrisi dan suplai nutrisi sehingga jaringan kekurangan nutrisi dan

22
oksitosin yang mengakibatkan terjadinya mekanisme anaerob dan

menghasilkan zat besi sisa, yaitu asam laktat yang berlebihan. Kemudian, asam

laktat tersebut akan merangsang serabut rasa nyeri.

Impuls rasa nyeri dari organ yang terkena akan dihantarkan ke system

saraf pusat melalui traktus spinatalamikus lateral, kemudian diteruskan ke girus

post sentral dari korteks serebri, lalu di korteks serebri inilah nyeri

dipresepsikan (Guyton & Hall, 1997 dalam Solehati, dkk, 2015).

2.3.3 Teori Nyeri

Ada beberapa teori tentang nyeri (Solehati, dkk, 2015)

a.Teori Affect

Menurut teori ini, nyeri merupakan suatu emosi. Intensitasnya

bergantung pada bagaimana klien mengartikan nyeri tersebut (Monahan,

Neighbors, Sands, Marek & Green dalam Solehati, dkk, 2015)

a.Teori Endorfin

Teori ini menyatakan, bahwa tubuh memproduksi zat kimia yang

disebut endorphin yang berperan untuk menolong tubuh dalam melawan

rasa nyeri (Reeder, Martin, dan Grifin, 1997 dalam Solehati, dkk, 2015).

Endorfin memiliki kemampuan serupa dengan narkotik, yaitu menghambat

nyeri. Endorfin muncul dengan cara memisahkan diri dari deoxyribo

nucleid acid (DNA) tubuh (Solehati, dkk, 2015).

Ketika endorphin terpisah dari DNA, endorphin membuat kehidupan

dalam situasi normal menjadi terasa tidak menyakitkan. Endorfin harus

diusahakan timbul pada situasi yang menyebabkan rasa nyeri (Lehndorff &

Tarcy, dalam Solehati, dkk, 2015)

23
Endorfin memengaruhi transmisi impuls nyeri dengan cara menekan

pelepasan neurotransmitter di presinaps atau menghambat konduksi impuls

nyeri di postsinaps (Monahan, Neighbors, Sands, Marek & Green dalam

Solehati, dkk, 2015).

c.Teori Specificity

Teori ini menyatakan, bahwa ujung saraf spesifik berkolerasi dengan

sensasi, seperti sentuhan, hangat, dingin dan nyeri. Sensasi nyeri

berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujung saraf bebas oleh rangsangan

mekanik, kimia dan temperattur yang berlebihan. Sensasi nyeri tersebut

berjalan dari kulit dan spinal chord menuju pusat nyeri di thalamic

( thalamus) (Kozier, 1996; Sherwen, Scoloveno & Weingarten, 1999;

dalam Solehati, 2015).

c.Pattern Theory

Teori ini menyatakan, bahwa semua serabut saraf adalah sama. Nyeri

dihasilkan karena adanya simulasi dari reseptor nyeri berlebihan pada sel

atau keadaan patologi (Sherwen, Scoloveno & Weingarten dalam Solehati,

2015).

d. Teori Intensitty

Teori ini berpendapat, bahwa nyeri adalah hasil rangsangan yang

berlebihan pada reseptor. Setiap rangsangan reseptor sensasi mempunyai

potensi untuk menimbulkan nyeri jika menggunakan intensitas yang cukup

(Kozier dalam Solehati, 2015).

24
e.Gate Control Theory

Pada Gate Control Theory, impuls nyeri dapat di kendalikan oleh

mekanisme pintu gerbang yang ada di substantia gelatinosa pada dorsal

horn spinal cord untuk melepaskan atau menghambat transmisi nyeri

(Monahan, Neighbors, Sands, Marek & Green dalam Solehati, dkk, 2015).

Metzack dan Wolf (dalam solehati, 2015), memperkenalkan gate

control teory atau teori pintu gerbang sebagai berikut:

1) Keberadaan (eksistensi) dan intensitas pengalaman nyeri berganung

pada pengiriman (tranmisi) rangsang neurologik.

2) Mekanisme pintu terdapat di sepanjang system saraf yang mengontrol

pengiriman nyeri

3) Jika pintu terbuka, rangsangan yang dihasilkan dari sensasi nyeri

dapat dirasakan secara sadar. Jika pintu tertutup, rangsangan nyeri

tidak dapat mencapai batas kesadaran dan sensori nyeri tidak dialami.

2.3.4 Proses Terjadinya Nyeri dan Mekanisme Nyeri

Proses terjadinya nyeri dan mekanisme nyeri menurut Suwondo, dkk (2017)

antara lain:

a. Transduksi

Proses transduksi diartikan sebagai proses dimana suatu rangsang

noksius (mekanis, thermal atau kimiawi) diubah menjadi aktifitas listrik pada

nosiseptor yang terletak pada ujung-ujung saraf dari serabut C atau serabut

Aß. Nociceptor-nociceptor tersebut tersebar diseluruh tubuh kita utamanya

pada kulit, otot, tulang, jaringan ikat, sendi maupun pada organorgan viseral.

Aktifasi suatu nosiseptor dimulai dengan depolarisasi ion Ca++, yang segera

25
akan diikuti dengan masuknya ion Na+ kedalam sel menghasilkan potensi

aksi. Inilah awal dari perambatan suatu nosisepsi.

Kerusakan sel pada kulit, fasia, otot, tulang dan ligamentum

menyebabkan pelepasan ion hidrogen (H+) dan kalium (K+) serta asam

arakidonat (AA) sebagai akibat lisisnya membran sel. Penumpukan asam

arakidonat (AA) memicu pengeluaran enzim cyclooxygenase-2 (COX-2)

yang akan mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin E2 (PGE2),

Prostaglandin G2 (PGG2), dan prostaglandin H2 (PGH2). Prostaglandin, ion

H+ dan K+ intrasel memegang peranan penting sebagai activator nosiseptor

perifer. Ketiganya juga mengawali terjadinya respon inflamasi dan sensitisasi

perifer yang menyebabkan edema dan nyeri pada tempat yang rusak.

Sebenarnya prostaglandin selain penting pada proses inflamasi juga

mengsensitisasi nociceptor sehingga lebih peka menyababkan nilai ambang

nyeri menurun dan mudah teraktivasi hanya dengan rangsang yang lemah.

Semakin banyak prostaglanding yang terbentuk semakin sensitif nosiseptor

tersebut dan nyeri semakin meningkat. Inilah dasar pemberian obat-obat anti

inflamasi nonsteroid pada penderita yang mengalami perlukaan atau

inflamasi.

a. Konduksi

Konduksi mengacu pada perambatan aksi potensial dari ujung

nosiseptif perifer (nosiseftor) melalui serabut saraf bermielin dan tidak

bermielin. Ujung sentral serabut saraf ini membentuk sinap yang

berhubungan dengan sel second-order neuron di dalam medula spinalis.

Kecepatan transmisi saraf mengalami perlambatan sepanjang akson yang

tidak bermielin. Serabut saraf sensoris berdiameter paling besar, yaitu serabut

26
Aβ, umumnya merupakan serabut non noksious yang menpersarafi struktur

somatik pada kulit dan sendi. Serabut saraf nosiseptif Aδ yang bermielin tipis

dan serabut C yang tidak bermielin, mempersarafi kulit dan organ viseral.

Serabut Aδ menghantarkan “first pain”, dengan onset cepat (kurang dari 1

detik), mudah terlokalisir, dan sensasi nyeri tajam. Persepsi nyeri seperti ini

memberi sinyal adanya kerusakan yang nyata atau berpotensi rusak sehingga

orang dapat mengetahui tempat terjadinya kerusakan dan memberikan respon

refleks menghindar.

Serabut C tidak bermielin, dikenal sebagai serabut nosiseptif

polimodal high threshold, berespon terhadap kerusakan mekanis, kimia dan

suhu. Serabut saraf tersebut bertanggungjawab terhadap persepsi “second-

pain”, yang memiliki onset lambat (detik hingga menit) dan digambarkan

sebagai sensasi terbakar yang difus, tertusuk, yang kadang berlangsung lama

dan mungkin berkembang menjadi lebih tidak nyaman. Konduksi akson pada

serabut saraf nosiseptif mencapai puncaknya seiring dengan dilepaskannya

asam amino eksitasi dan transmiter polipebtide dari ujung saraf presinap

dalam kornu dorsalis.

b. Transmisi

Transmisi mengacu pada transfer rangsang noksious dari nosiseptor

primer menuju sel dalam kornu dorsalis medula spinalis. Saraf sensorik

aferen primer dikelompokan menurut karakteristik anatomi dan

elektrofisiologi. Serabut Aδ dan serabut C merupakan akson neuron unipolar

dengan proyeksi ke distal yang dikenal sebagai ujung nosiseptif. Ujung

proksimal serabut saraf ini masuk ke dalam kornu dorsalis medula spinalis

27
dan bersinap dengan sel second-order neuron yang terletak dalam lamina II

(substansi gelatinosa) dan dalam lamina V (nukleus proprius).

Second-order neuron terdiri atas dua jenis, yaitu :

1) Nociceptive-specific neuron (NS) yang berlokasi dalam lamina I dan

bereaksi terhadap rangsang dari serabut saraf A delta dan serabut saraf C.

2) Wide-dynamic range neuron (WDR) yang berlokasi dalam lamina V dan

bereaksi terhadap rangsang noksious ataupun rangsang non noksious,

yang menyebabkan menurunnya respon threshold serta meningkatnya

receptive field, sehingga terjadi peningkatan sinyal transmisi ke otak dan

terjadi persepsi nyeri. Perubahan pada kornu dorsalis sebagai akibat

kerusakan jaringan serta proses inflamasi ini disebut sensitisasi sentral.

Sensitisasi sentral ini akan menyebabkan neuron-neuron di dalam

medulla menjadi lebih sensitif terhadap rangsang lain dan menimbulkan

gejala-gejala hiperalgesia dan alodinia. Susunan saraf pusat tidak bersifat

kaku, tetapi bersifat seperti plastik (plastisitas) yang dapat berubah

sifatnya sesuai jenis dan intensitas input kerusakan jaringan atau

inflamasi. Rangsang dengan frekuensi rendah menghasilkan reaksi dari

neuron WDR berupa transmisi sensoris tidak nyeri, tetapi rangsang

dengan frekuensi yang lebih tinggi akan menghasilkan transmisi sensoris

nyeri. Neuron WDR ini dihambat oleh sel inhibisi lokal di substansia

gelatinosa dan dari sinaptik desendens. Rangsang noksious dari

nosiseptor perifer akan diteruskan sampai ke neuron presinaptik. Di

neuron presinaptik rangsang ini akan mengakibatkan Ca+ akan masuk ke

dalam sel melalui Ca+ channel. Masuknya Ca+ ke dalam sel ini

menyebabkan dari ujung neuron presinaptik dilepaskan beberapa

28
neurotransmitter seperti glutamat dan substansi P (neurokinin). Dari

ujung presinaptik serabut saraf A-delta dilepaskan neurotransmitter

golongan asam amino seperti glutamat dan aspartat, sedangkan dari ujung

presinaptik serabut saraf C dilepaskan selain neurotransmitter golongan

asam amino, juga neurotransmitter golongan peptida seperti substansi-P

(neurokinin), calcitonin generelated protein (CGRP), dan cholecystokinin

(CCK). Selama pembedahan rangsang noksious dihantar melalui kedua

serabut saraf tersebut. Sedangkan pada periode pascabedah dan pada

proses inflamasi rangsang noksious didominasi penghantarannya melalui

serabut saraf C.

2.3.5 Klasifikasi Nyeri

Menurut Suwondo, dkk (2017), penggolongan nyeri yang sering

digunakan adalah klasifikasi berdasarkan satu dimensi yaitu berdasarkan

patofisiologi (nosiseptif dan neuropatik) ataupun berdasarkan durasinya (nyeri

akut dan kronik).

a.Nosiseptik dan Neuropatik

Berdasarkan patofisiologinya nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptik dan

nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya

stimuli noksius (trauma, penyakit atau proses radang). Dapat diklasifikasikan

menjadi nyeri viseral, bila berasal dari rangsangan pada organ viseral, atau

nyeri somatik, bila berasal dari jaringan seperti kulit, otot, tulang atau sendi.

Nyeri somatik sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu superfisial (dari

kulit) dan dalam (dari yang lain). Pada nyeri nosiseptik system saraf nyeri

berfungsi secara normal, secara umum ada hubungan yang jelas antara persepsi

29
dan intensitas stimuli dan nyerinya mengindikasikan kerusakan jaringan. Nyeri

neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya kerusakan

atau disfungsi dari sistim saraf baik perifer atau pusat. Penyebabnya adalah

trauma, radang, penyakit metabolik (diabetes mellitus, DM), infeksi (herpes

zooster), tumor, toksin, dan penyakit neurologis primer. Dapat dikategorikan

berdasarkan sumber atau letak terjadinya gangguan utama yaitu sentral dan

perifer. Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak

bertujuan atau tidak jelas kerusakan organnya.

b. Akut dan Kronik

Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang

kompleks berkaitan dengan sensorik, kognitif dan emosional yang berkaitan

dengan trauma jaringan, proses penyakit, atau fungsi abnormal dari otot atau

organ visera. Nyeri akut berperan sebagai alarm protektif terhadap cedera

jaringan. Reflek protektif (reflek menjauhi sumber stimuli, spasme otot, dan

respon autonom) sering mengikuti nyeri akut. Secara patofisiologi yang

mendasari dapat berupa nyeri nosiseptif ataupun nyeri neuropatik.. Nyeri

kronik diartikan sebagai nyeri yang menetap melebihi proses yang terjadi

akibat penyakitnya atau melebihi waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan,

biasanya 1 atau 6 bulan setelah onset, dengan kesulitan ditemukannya patologi

yang dapat menjelaskan tentang adanya nyeri atau tentang mengapa nyeri

tersebut masih dirasakan setelah proses penyembuhan selesai.

2.3.6 Persepsi Nyeri

Banyak teori berusaha untuk menjelaskan tentang dasar neurologis dari

nyeri. Namun, tidak ada satu pun teori yang dapat menjelaskan secara

30
sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan menjelaskan komplesitas dari jaras

yang mempengaruhi transmisi impuls nyeri, sensasi nyeri, serta perbedaan

nindividy dalam sensasi nyeri (Hinchliff, Montague & Watson dalam Solehati,

2015).

Ketika rangsangan nyeri bereaksi pada kortek serebral, otak

menginterpretasikan isyarat, memproses informasi berdasarkan pengalaman,

pengetahuan, dan budaya, serta perasaan tentang nyeri. Kemudian, persepsi

akan menyadarkan nyeri. Somatosensory cortex mengidentifikasi lokasi dan

intensitas nyeri Bersama korteks menentukan bagaimana individu

menginterpretasikan nyeri tersebut (Hamilton, dalam Solehati, 2015).

Persepsi nyeri yang dirasakan oleh seseorang bergantung pada factor fisik

dan psikologis. Lokasi dan intensitas stimulus nyeri juga kan mempengaruhi

kualitas nyeri. Nyeri yang dirasakan pada persendian dan musculoskeletal

tingkatannya akan lebih tinggi daripada nyeri yang dirasakan pada permukaan

kulit (Hinchliff, Montague & Watson dalam Solehati, 2015).

2.3.7 Pengukuran Nyeri

Menurut Tamsuri (2007) dalam Andarmoyo (2017) intensitas nyeri (skala

nyeri) adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh

individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, serta

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh

dua orang yang berbeda.

a. Numeric Rating Scale (NRS)

Skala ini sudah biasa digunakan dan telah divalidasi. Berat ringannya

rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobjektifkan

31
pendapat subjektif nyeri. Skala numerik 0 sampai 10, nol (0) merupakan

keadaan bebas atau tanpa nyeri sedangkan sepuluh (10) suatu keadaan nyeri

yang sangat hebat.

Gambar 2.1 Numeric Rating Scale

Sumber : (sumber: Assessment Pain


British Journal of Anaesthesia 101
(1): 17–24 (2008))

b. Verbal Descriptive Scale (VDS)

Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan yang

lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptive Scale)

merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata

pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.

Gambar 2.2 Verbal Descriptive Scale


Sumber : (sumber: Assessment Pain
British Journal of Anaesthesia 101 (1):
17–24 (2008))

32
b. Visual Analog Scale (VAS)

Terdapat skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka. Bisa

bebas mengekspresikan nyeri, arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan sakit

tak tertahankan, dan tengah kira-kira nyeri yang sedang. Pasien diminta

menunjukkan posisi nyeri pada garis antara kedua ekstrem.

Gambar 2.3 Visual Analog Scale

Sumber : (sumber: Assessment Pain


British Journal of Anaesthesia 101
(1): 17–24 (2008))

c.Wong-Baker Pain Rating Scale

Skala ini adalah metode penghitungan skala nyeri yang diciptakan

dan dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie Baker. Cara mendeteksi

skala nyeri dengan metode ini yaitu dengan melihat ekspresi wajah yang

sudah dikelompokkan ke dalam beberapa tingkatan rasa nyeri.

Gambar 2.4 Wong-Baker Pain Rating

Scale

Sumber : (sumber: Assessment Pain


British Journal of Anaesthesia 101
(1): 17–24 (2008))

33
d. Skala Nyeri Oucher

Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak,

dikembangkan alat yang dinamakan Oucher. Beyer dkk, dalam Andarmoyo

(2017) telah mengembangkan Oucher, yang terdiri dari dua skala yang

terpisah: sebuah skala dengan nilai 0 – 100 pada sisi sebelah kiri untuk

anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam-gambar pada sisi

kanan untuk anak-anak yang lebih kecil.

Gambar 2.5 Skala Nyeri Oucher

Sumber : (sumber: Assessment Pain


British Journal of Anaesthesia 101
(1): 17–24 (2008))

2.4 Pengaruh Yoga (Tekhnik Child Pose / Balasana) Terhadap Nyeri


2.4.1 Definisi

Yoga adalah suatu disiplin ilmu dan seni tentang kehidupan yang

menyatukan dan menyeimbangkan kegiataan fisik dengan napas, pikiran dan

identitas jiwa sehingga hidup terasa nyaman dan seimbang (Amalia, 2015).

Yoga adalah upaya praktis dalam menyelaraskan tubuh, pikiran, dan

jiwa. Dengan kata lain, pengertian secara garis besar dari kata yoga adalah

34
usaha mengharmonisasikan elemen spiritual dan fisikal seorang manusia

untuk mencpai kondisi ideal. Fase penyatuan ini akan memudahkan terjadinya

harmoni dengan lingkungan sekitar (sesama makhluk serta alam) dan Sang

Maha Pencipta (Lebang, 2015).

2.4.2 Tingkatan Yoga

Yoga dalam delapan tingkatan. Setiap tingkat memiliki identitas

tersendiri, namun memperkuat satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan.

Tingkatan ini dapat dilihat dengan pemahaman bahwa tingkat yang satu lebih

tinggi dari yang lainnya, namun harus dengan pemahaman bahwa satu

tingkatan takkan pernah dicapai tanpa memahami tingkatan sebelumnya

(Lebang, 2015).

a. Yama (Disiplin Sosial Kemasyarakatan)

Tingkatan ini memiliki 5 prinsip universal yaitu kejujuran, anti

kekerasan, tidak mencuri, tidak mengumbar nafsu birahi dan penguasaan

hasrat. Sebuah prinsip yang harus dipatuhi dalam kegiatan sehari-hari.

a. Niyama (Disiplin Individu)

Tingkatan ini memiliki 5 persyaratan antara lain bersih diri,

bersyukur, tidak berlebihan, mawas diri, dan menyembah Sang Maha

Pencipta. Perilaku ini harus tercermin dalam kehidupan pribadi setiap saat.

b. Asana (Postur Tubuh)

Postur yang baik membawa stabilitas dalam tubuh dan keagungan

pikiran. Melatih asana/postur tubuh mampu meningkatkan fleksibilitas,

kekuatan, dan kesehatan. Dengan asana, manusia dapat mencapai

keseimbangan antara tubuh dan pikiran.

35
c. Pranayama (Pengaturan Napas)

Memiliki tubuh yang terlatih baik sehingga olah pernapasan dapat

maksimal sehingga mampu melepaskan jiwa dari tekanan, mengendorkan

system saraf dan menenangkan pikiran.

d. Pratyahara (Pengaturan Indera)

Kemampuan melakukan control terhadap pikiran dan segenap panca

indera sehingga mampu berkoordinasi dengan baik, lalu mampu

membuang semua elemen negatif.

e. Dharana (Konsentrasi)

Tercapainya kemampuan menguasai konsentrasi dan mendalaminya

tanpa harus mengalami gangguan selama mungkin.

f. Dhyana (Meditasi)

Saat pikiran seseorang telah mampu fokus pada satu titik dalam

waktu tertentu tanpa terganggu, ia telah mencapai fase dhyana. Di sini,

pikiran, tubuh, dan napas telah bergabung dan menjelma menjadi satu

kesatuan.

g. Samadhi (Realisasi Diri)

Inilah titik kulminasi pencapaian yoga. Sebuah pencapaian spiritual

dan rasa damai yang hakiki. Di sini, tercapai esensi yoga sesungguhnya.

2.4.3 Manfaat Yoga

Adapun manfaat yoga menurut (Amalia, 2015), antara lain:

a. Menambah kelenturan tubuh

Yoga akan menambah kelenturan tubuh secara aman, karena

latihannya ringan sehingga membuat tubuh terhindar dari kekakuan,

36
tekanan , nyeri, dan kelelahan. Yoga juga meningkakan pelumas dan

kinerja dan persendian. Hasilnya adalah pergerakan darah dan kinerja

organ tubuh secara ringan dan lacar. Yoga menarik seluruh otot secara

ringan, mulai dari ligament, tendon yang mengelilingi otot sehingga otot

semakin lentur.

b. Mambangun kekuatan

Yoga membangun kekuatan bagian atas tubuh, otot perut dan paha,

dan menguatkan punggung bawah.

c. Memperbaiki postur dan mekanisme tubuh

Berbagai posisi yoga dapat menyehatkan berbagai organ dan

membentuk otot. Latihan menekuk tubuh ke depan, ke belakang, berbagai

posisi menyamping atau berpilin, dan posisi terbalik dapat

menyeimbangkan dan melatih otot, tulang, sendi dan organ-organ tubuh.

d. Menambah kepadatan tulang

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Prof. Steven A. Hawkins

dan pengajar yoga Bee Beckman, dari Departemen Kinesiologi dan

Pendidikan Fisik di California State University, bekerja sama dengan dua

belas perempuan dari usia 16-65 tahun. Setengah dari kelompol tersebut

mengikuti kelas yoga selama dua kelas yoga selama seminggu dan juga

berlatih sendiri tiga kali seminggu. Pemeriksaan kepadatan tulang pada

awal penelitian dan kembali dilakukan enam bulan kemudian. Setelah

enam bulan kelompok yang mendapatkan latihan yoga kepadatan tulang

mereka meningkat, sementara pada kelompok yang tidak berlatih yoga,

tidak terdapat perubahan dalam tingkat kepadatan tulang mereka.

37
e. Meningkatkan kapasitas paru-paru

Latihan yoga mengikutsertakan latihan pernapasan dalam, teratur,

dan tepat. Maka kapasitas paru-paru akan meningkat dan pernapasan pun

terasa segar.

f. Mengendalikan emosi

Latihan yoga menekankan pengendalian pernapasan yang

mendalam dan panjang, yang akan membanu tubuh menjadi rileks dan

memudahkan dalam pengendalian emosi.

g. Antistres

Latihan relaksasi dan meditasi berguna agar tubuh dan pikirsn terasa

lebih sehat.

h. Jantung sehat

Yoga dapat menurunkan tekanan darah dan kolestrol,

memperlambat deak jantung dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh,

maka yoga juga bermanfaat untuk kesehatan jantung.

i. Perbaikan sistem tubuh

Berbagai posisi yoga yang terbalik akan membawa perbaikan

sirkulasi darah dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh. Posisi

telungkup di lantai akan memberikan tekanan di ruang abdomen pada saat

bernapas sehingga dapat melatih otot-otot diagfragma dan jantung agar

semakin kuat.

j. Alat terapi

Latihan yoga yang teratur dapat dijadikan sebagai alat terapi,

termasuk anidepresi dan meringankan berbagai macam penyakit kronis,

seperti artritis, osteoporosis, obesitas, asma, sakit punggung dan insomnia.

38
k. Anti penuaan

Berbagai gerakan antigravitasi di dalam yoga dapat mengurangi

pengeriputan organ atau otot yang ditimbulkan oleh proses penuaan.

Laihan yoga yang teratur dapat meningkatkan kelenturan dan

meremajakan tulang punggung.

l. Peningkatan kehidupan seksual

Organ-organ panggul dan otot yang menopang khususnya otototot

perinea dan bagian dasar dari tulang panggul menjadi lebih sehat karena

mendapatkan asupan oksigen dan darah yang cukup.

m. Meningkatankan daya konsentrasi

Yoga juga meningkatkan daya konsentrasi dan kemampuan fokus

serta meningkatkan perasaan bahagia dan puas terhadap diri sendiri.

n. Peka terhadap diri sendiri

Yoga juga membangun kesadaran akan diri sendiri karena

memperhatika ke mana tubuh bergerak selama laihan yoga serta menjadi

manusia yang lebih peka terhadap kebutuhan tubuh dan jiwa karena

latihan yoga sebenarnya adalah latihan untuk mendengarkan diri sendiri.

o. Penerimaan terhadap diri sendiri

Yoga dapat menambah rasa penerimaan seseorang terhadap dirinya

sendiri yang akan menambah rasa percaya diri, menambah tingkat

kekuatan, meningkatkan kesadaran diri secara spiritual.

2.4.4 Yoga Untuk Menstruasi

Masa menstruasi merupakan masa pembersihan dari jaringan rahim

yang berguguran yang dapat menjadi racun apabila ditahan atau tidak keluar

39
(Amalia, 2015). Selama masa menstruasi, seringkali dijumpai beberapa

keluhan. Akivitas fisik dapat melancarkan aliran darah dan membuat tubuh

menjadi rileks, salah satunya adalah latihan yoga. Yoga dapat menjadi salah

satu pilihan olahraga yang tepat saat haid karena dapat membantu tubuh

berelaksasi dan mengurangi gejala stres yang terjadi (Sinaga dkk, 2017).

Posisi yoga yang dilakukan ketika sedang menstruasi haruslah yang

merilekskan tubuh dengan metode pernapasan yang dapat membua kondisi

mental menjadi jauh lebih baik dan haruslah yang dapat meringankan nyeri

dan mengatasi stress, kecemasan dan depresi yang diakibatkan oleh

menstruasi. Posisi yoga untuk menstruasi ini lebih banyak berkonsentrasi

untuk membuka pinggul, tulang panggul, punggung bawah dan kaki, dan

merilekskan perut dan rahim (Amalia, 2015).

a. Balasana (Child Pose)

Yoga menjadi salah satu pilihan olahraga yang tepat saat haid karena

dapat membantu tubuh berelaksasi dan mengurangi gejala stres yang terjadi.

Salah satu posisi atau gerakan yoga yang dapat dilakukan saat menstruasi

adalah Balasana atau Child Pose. Gerakan menekuk tubuh ke depan adalah

posisi tubuh yang berpusat pada diri sendiri dan oleh karena itu memiliki

dampak menenangkan, mengurangi gejolak dan kegelisahan. Posisi yoga yang

rileks ini secara perlahan-lahan meregangkan pinggul, paha, dan pergelangan

kaki, menenangkan otak, dan memulihkan stress, kelelahan, sakit pada

punggung dan leher (Amalia, 2015).

Caranya adalah beridiri diatas lutut. Satukan jempol kaki di belakang

dan biarkan jari-jari kaki rileks ke belakang. Buka lutut ke samping selebar

sisii tubuh dan duduk di atas tumit kaki. Pelan-pelan, turunkan perut, dada

40
dan dahi di atas guling atau bantal yang di letakkan diantara paha dan betis di

matras. Selain itu, dapat juga memalikan wajah ke satu sisi agar tetap dapat

bernapas. Luruskan tangan ke depan dan rilekskan kedua tangan. (Amalia,

2015: 76).

Gambar 2.6 Posisi Balasana (Child Pose)


Sumber: (Amalia, 2015)

b. Manfaat Yoga Menstruasi

Menurut Amalia (2015), manfaat dari yoga menstruasi, antara lain :

1) Merilekskan tubuh, terutama bagian perut, panggul dan rahim

1) Menstabilkan dan mengembalikan keadaan fisik, pikologis dan emosi

2) Menjaga kesehatan organ reproduksi

3) Menyeimbangkan sistem hormone

4) Meringankan stress

5) Menyembuhkan gangguan di organ bagian dalam perut

6) Menyembuhkan sakit karena menstruasi

7) Memijat tubuh sendiri

41
B. Kerangka Konsep

Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal

khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi maka konsep tidak dapat langsung

diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati atau diukur melalui konstruk atau

yang lebih dikenal dengan nama variabel. Jadi variabel adalah simbol atau lambang

yang menunjukkan nilai atau bilangan dari konsep. Variabel adalah sesuatu yang

bervariasi (Notoadmodjo, 2018). Dalam hal ini, variabel independen yang akan

diteliti adalah child pose, sedangkan variabel dependen adalah nyeri haid.

Penatalaksanaan nyeri
haid :
- Non Farmakologi :
1. Tekhnik nafas
dalam dan relaksasi
2. Penggunaan
kompres hangat. Nyeri haid
3. Tekhnik Child Pose 1. Ringan
Remaja 2. Sedang
(Balasana )
3. Berat
4. Istirahat cukup
5. Olahraga
6. Aromaterapi
- Farmakologi :
Obat nyeri non - steroid

Gambar 3.1 Kerangka Teori


(Sumber : (Lasandang et.al., 2016 ; Manuaba, 2018 ; Sulaeman & Yanti, 2019 ))

42
C. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil sementara

yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Setelah melalui

pembuktian hasil penelitian maka hipotesis ini dapat benar atau salah, dapat diterima

atau ditolak (Notoadmodjo,2018). Hipotesis pada penelitian ini adalah :

H1 : Ada Pengaruh Tekhnik Child Pose (Balasana) Terhadap Intensitas Nyeri

Haid Pada Siswi SMP N 2 Lubuk Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi

Tengah.

H0 : Tidak Ada Pengaruh Tekhnik Child Pose (Balasana) Terhadap Intensitas

Nyeri Haid Pada Siswi SMP N 2 Lubuk Kabupaten Banggai Provinsi

Sulawesi Tengah.

43
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kuantitatif. Creswell

(2016) menyatakan bahwa, “pendekatan kuantitatif adalah pengukuran data

kuantitatif dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel

orang-orang atau penduduk yang diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan

tentang survey untuk menentukan frekuensi dan prosentase tanggapan mereka”.

Menurut Creswell (2016) dalam pendekatan kuantitatif ini penelitian akan bersifat

pre-determinded, analisis data statistik serta interpretasi data statistik. Peneliti yang

menggunakan pendekatan kuantitatif akan menguji suatu teori dengan cara merinci

suatu hipotesis-hipotesis yang spesifik, lalu mengumpulkan data untuk mendukung

atau membantah hipotesis-hipotesis tersebut. Pendekatan yang akan dilakukan dalam

penelitian ini adalah pendekatan analisis kuantitatif berdasarkan informasi statistika.

Pendekatan penelitian yang dalam menjawab permasalahan penelitian memerlukan

pengukuran yang cermat terhadap variabel-variabel dari objek yang diteliti untuk

menghasilkan kesimpulan yang dapat digeneralisasikan terlepas dari konteks waktu,

tempat dan situasi. Sedangkan menurut (Sugiyono, 2014) merupakan penelitian yang

mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.

Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena atau antara faktor

resiko dengan faktor efek. Faktor efek adalah suatu fenomena yang mengakibatkan

terjadinya efek (pengaruh).

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain

penelitian Pre Eksperimental. Menurut Sugiyono (2018), metode penelitian

44
eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari

pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.

Jenis desain yang digunakan pada penelitian ini adalah pre eksperimental

dengan one group pretest-posttest design. Rancangan jenis ini hanya menggunakan

satu kelompok subjek, pengukuran dilakukan sebelum dan setelah perlakuan

(Novita, 2015).

Menurut (Novita dkk, 2015) bentuk rancangan one group pretest posttest

adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1 Desain penelitian one group pretest-postest design


B. Sumber : Novita dkk, 2016

Keterangan :

O1 = Pengukuran pertama sebelum intervensi child pose (pretest)

X = Perlakuan atau eksperimen pemberian intervensi child pose.

O2 = Pengukuran kedua setelah pemberian intervensi child pose (posttest).

45
C. Kerangka Kerja

Populasi:
D. Populasi dalam penelitian ini yaitu semua siswi kelas VII dengan nyeri haid pada periode bulan
November – Desember 2023 di SMP N 2 Luwuk sebanyak 83 responden
E.
Purposive Sampling

Sampel :
F.
Sebagian siswi kelas VII dengan nyeri haid pada periode bulan November – Desember 2023 di SMP N
2 Luwuk sebanyak 41 responden
G.

Pengumpulan Data

Variabel Dependen :
Variabel Independen : Intensitas Nyeri Haid
H. Tekhnik Child Pose / Balasana (SOP) (Pain Measurement Scale

Pengolahan Data : editing, scoring, coding, tabulating, entering, cleaning

Analisa data : Uji T – Test dan wilcoxon

Hasil penelitian dan pembahasan

Kesimpulan dan saran

Gambar 4.2 Kerangka Kerja

D. Populasi, sampel, sampling

1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek / subyek

yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2018). Dalam penelitian ini populasinya adalah semua siswi kelas VII pada

46
bulan November – Desember 2023 di SMP N 2 Luwuk sebanyak 83

responden.

2. Sampel

Sampel Menurut Sugiyono (2018) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penentuan besar sampel

penelitian ini menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut :

Rumus Besar Sampel Estimasi Proporsi (Sugiyono, 2014) :

Keterangan :
n = Besar Sampel
Zα = Confident Interval tipe I = 1,64 (tabel kurva normal)
Zβ = Confident Interval tipe II = 1,28 (tabel kurva normal)
S = Standar deviasi / simpangan baku = 4,3 (Lestari dkk, 2019)
X1 – X2 = Perbedaan rerata minimal yang dianggap bermakna = 2,08
(Purwaningsih dkk, 2017)

Perhitungan :
n1 = n2 =
n = 36,43 (dibulatkan menjadi 37 )

Berdasarkan estimasi jumlah sampel sesuai rumus tersebut, dapat

disimpulkan bahwa jumlah sampel minimal adalah 37 responden. Untuk

mencegah adanya drop out maka sampel ditambah 10% sehingga menjadi 41

orang.

47
3. Tehnik Sampling

Tehnik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive

sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu yang

dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang

sudah diketahui sebelumnya (Sugiyono, 2018: 84). Peneliti menentukan

kriteria inklusi dan eksklusi. Menurut (Notoatmojo, 2018), Kriteria inklusi

adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota yang

dapat diambil menjadi sampel, sedangkan kriteria eksklusi adalah ciri-ciri

populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Sampel yang diambil adalah

siswi kelas VII dan sesuai dengan kriteria inklusi yaitu sebanyak 41 orang.

Kriteria Inklusi :

1. Siswi kelas VII di SMP N 2 Luwuk

2. Siwi yang mengalami dismenore primer

3. Siswi yang mengalami nyeri haid pada hari ke-1 dan ke-2

4. Bersedia menjadi responden

Kriteria Eksklusi :

1. Menderita penyakit kelainan ginekologis berdasarkan diagnosis dokter

seperti endometriosis, adenomiosis, peradangan tuba falopi, dan lain-lain

2. Kontraindikasi dilakukan teknik child pose (cedera lutut dan diare).

3. Menggunakan terapi farmakologis selama nyeri haid.

48
E. Variabel Penelitian

1. Variabel Independent/ Bebas / yang mempengaruhi)

Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain

(Nursalam, 2014). Variabel Independent dalam penelitian ini adalah child

pose (balasana)..

2. Variabel Dependent / terikat / yang dipengaruhi)

Variabel Dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel

lain (Nursalam, 2014). Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah adalah

nyeri haid.

F. Definisi Operasional
Tabel 4.3 Tabel Definisi Operasional
Variabel Definisi Parameter / Alat Skala Kategori
Operasional Indikator Ukur Data
(menurut peneliti
bersifat operasional
tidak boleh
bertentangan dengan
teori, bersifat
operasional)
Bebas / Merupakan suatu SOP Senam Yoga SOP - -
Independent Gerakan yoga (Child Pose)
: dengan posisi
Tekhnik
menekuk tubuh ke
Child Pose
(Balasana)
arah depan dengan
bertumpu pada lutut
dan merentangkan
tangan ke arah
depan.
(Amalia, 2015).

Terikat / Merupakan Kram Skala Nyeri Pain Pain Ordinal 1) Nyeri Ringan, jika
Dependent : yang dirasakan pada Measurement Scale Measu skala nyeri 1-3,
Nyeri Haid saat menstruasi, 1) No Pain rement diberi kode 1.
terutama pada hari 2) Mild Scale 2) Nyeri Sedang.
pertama dan kedua 3) Moderate Jika skala nyeri 4-
saat menstruasi. 4) Servere 6, diberi kode 2.
(Paramita, 2018) 5) Very Servere 3) Nyeri Berat, jika
6) Worst Pain skala nyeri 7-10,
Possible diberi kode 3.
(sumber: Assessment Pain
Assessment Pain British Journal of
British Journal of Anaesthesia 101
Anaesthesia 101 (1): 17–24 (2018))
(1): 17–24 (2018))

49
G. Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Bahan Penelitian

Pada penelitian pre-eksperimen one group pretest posttest ini menggunakan

intervensi tekhnik Child Pose (balasana) pada responden dengan nyeri haid.

Salah satu posisi atau gerakan yoga yang dapat dilakukan saat menstruasi

adalah Balasana atau Child Pose. Gerakan menekuk tubuh ke depan adalah

posisi tubuh yang berpusat pada diri sendiri dan oleh karena itu memiliki

dampak menenangkan, mengurangi gejolak dan kegelisahan. Posisi yoga

yang rileks ini secara perlahan-lahan meregangkan pinggul, paha, dan

pergelangan kaki, menenangkan otak, dan memulihkan stress, kelelahan,

sakit pada punggung dan leher (Amalia, 2015). Caranya adalah beridiri diatas

lutut. Satukan jempol kaki di belakang dan biarkan jari-jari kaki rileks ke

belakang. Buka lutut ke samping selebar sisii tubuh dan duduk di atas tumit

kaki. Pelan-pelan, turunkan perut, dada dan dahi di atas guling atau bantal

yang di letakkan diantara paha dan betis di matras. Selain itu, dapat juga

memalingkan wajah ke satu sisi agar tetap dapat bernapas. Luruskan tangan

ke depan dan rilekskan kedua tangan (Amalia, 2015). Standard Operasional

Procedure Child Pose (Balasana) terlampir di lampiran 5 instrument

penelitian.

2. Instrument Penelitian

Instrument penelitian ini menggunakan lembar observasi Pain Measurement

Scale. Peneliti tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas karena instrument

ini merupakan alat ukur baku dan di jadikan sebagai alat pengukur nyeri yang

50
valid dan reliabel (Mc Caffery, dalam Assessment Pain British Journal of

Anaesthesia 101 (1): 17–24 (2018))).

Gambar 4.5 Pain Measurement Scale


(Sumber: Assessment Pain British Journal of Anaesthesia
101 (1): 17–24 (2018))

Pada penelitian ini digunakan untuk mengukur intensitas nyeri haid sebelum

dan sesudah intervensi. Peneliti tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas

karena instrument ini merupakan alat ukur baku dan di jadikan sebagai alat

pengukur nyeri yang valid dan reliabel (Huizink et al, 2016).

3. Waktu dan lokasi penelitian

Waktu penelitian : Penelitian dilaksanakan pada bulan November –

Desember 2023

Lokasi Penelitian : Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 2 Luwuk

a. Prosedur pengambilan data Studi Pendahuluan

1) Mengurus surat ijin studi pendahuluan dari institusi IIK STRADA

Indonesia .

2) Menyerahkan surat ijin penelitian dari institusi IIK STRADA

Indonesia ke lahan yang akan digunakan untuk studi pendahuluan.

3) Pengambilan data awal responden.


51
b. Penelitian

1) Mengurus surat ijin penelitian ke Ketua Program Sarjana Kebidanan

IIK STRADA Indonesia dengan menyerahkan Usulan penelitian

2) Menyerahkan surat ijin penelitian ke tempat lahan penelitian.

3) Menerima balasan ijin penelitian dari tempat penelitian dan

menyerahkan kepada IIK STRADA Indonesia.

4) Pengambilan data penelitian

a) Meminta persetujuan calon responden untuk menjadi responden

penelitian.

b) Jika calon responden setuju maka penulis meminta mengisi

lembar persetujuan.

5) Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang diterapkan pada penelitian ini adalah

setiap siswi SMP N 2 Luwuk yang mengalami nyeri haid disesuaikan

dengan kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian peneliti memberikan

penjelasan kepada calon responden mengenai tujuan diberikannya

perlakuan (child pose), setelah itu calon responden diminta

menandatangani lembar persetujuan apabila bersedia. Setelah calon

responden bersedia, barulah peneliti memberikan perlakuan atau

intervensi berupa child pose, dimana sebelum diberikan perlakuan,

dilakukan pengukuran terlebih dahulu dan dilakukan pengukuran

ulang setelah diberikannya perlakuan. Hasil data dari pengukuran

tersebut berupa penurunan rasa nyeri menstruasi yang dirasakan oleh

responden yang kemudian disimpan oleh peneliti untuk dilakukan

pengolahan data.

52
4. Cara Analisis data

a. Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian menggunakan teknik statistik yaitu

pengolahan data yang menggunakan analisis statistik dengan bantuan

alat komputer (Notoatmojo, 2016). Pengolahan data dilakukan melalui

kegiatan sebagai berikut :

1) Editing

Merupakan kegiatan pengecekan lembar observasi apakah jawaban

dikuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten data yang

diperoleh selanjutnya diedit sesuai kebenarannya dan kevalidannya,

ini dilakukan untuk mengetahui penyimpanan data-data yang

didapatkan selama pengukuran jika ditemui data yang salah

pengisian maka data itu tidak dipergunakan.

2) Coding

Sebelum memasukkan ke computer, dilakukan proses pemberian

kode pada setiap variabel yang telah terkumpul yaitu dengan

pengkodean kecemasan dan kepatuhan. Dan memasukkan numerik

kemudian keseluruhan data di olah.

3) Scoring

Scoring adalah memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu

dibuat penilaian.

4) Tabulating

Sebelum data dikelompokkan berdasarkan kategori yang telah

ditentukan, data ditabulasikan dengan melakukan penentuan data

sehingga diperoleh frekuensi dari masing-masing variabel

53
penelitian. Kemudian memindahkan data kedalam bentuk tabel yang

sesuai dengan kriteria. Memasukkan data ke dalam bentuk tabel

distribusi frekuensinya.

b. Analisa Data
Dalam melakukan analisa data dan pengolahan data, digunakan

program komputer. Analisa data disesuaikan dengan tujuan dan skala

data variabel yang akan diuji. Data yang diperoleh dianalisa dengan

teknik :

1) Univariat

Bertujuan untuk menjelaskan atau mendekripsikan karakteristik

setiap variabel penelitian dan digunakan untuk menghasilkan

distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel.

2) Bivariat

Untuk melihat adanya hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen maka dilakukan uji statistik T test adalah uji

komparatif untuk menilai perbedaan antara nilai tertentu dengan

rata-rata kelompok populasi. Rumus t test adalah sebagai berikut :

= X1-X2
2 2
√S1 +S2
n1 n2

Ket :
X1= Rata-rata sampel 1
X2= Rata-rata sampel 2
S1= Simpangan Baku 1
S2= Simpangan Baku 2
n1= Banyaknya sampel pengukuran kelompok pertama
n2= Banyaknya sampel pengukuran kelompok kedua
t= Nilai t

54
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan kedua

variabel, dalam penelitian ini akan dilihat hubungan antara variabel

independen (child pose) dengan variabel dependen (nyeri haid). Uji

statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji T

berpasangan dan uji Wilcoxon sebagai alternatif. Batasan signifikasi:

a. Bila nilai P value ≤ α (0,05), maka H0 ditolak maka ada hubungan

yang bermakna di antara kedua variable

b. Bila nilai P value > α (0,05), maka H0 diterima maka tidak ada

hubungan yang bermakna di antara kedua variabel.

H. Etika Penelitian

Setelah mendapatkan persetujuan barulah peneliti melakukan penelitian dengan

menekankan etika meliputi :

1. Informed Consent (lembar persetujuan menjadi responden)

Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan serta maksud penelitian

sebelum menyerahkan kuesioner penelitian, kemudian peneliti memberikan

surat permohonan menjadi responden. Jika calon responden bersedia menjadi

responden maka responden dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan

sebagai bukti bersedia menjadi responden. Jika responden tidak bersedia

maka tidak ada paksaan untuk menjadi responden. Dalam penelitian ini,

persetujuan dilakukan antara peneliti dengan calon responden.

2. Anonymity (tanpa nama)

Kerahasiaan dari identitas responden dalam penelitian ini akan dijaga oleh

peneliti dan hanya digunakan semata-mata untuk kepentingan penelitian.

Kerahasiaan dalam penelitian ini dijaga oleh peneliti dengan tidak

mencantumkan nama, hanya nomor responden saja yang dicantumkan.


55
3. Confidentility (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu saja yang akan dijalankan sebagai hasil penelitian

56
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Astrid. 2015. Tetap Sehat Dengan Yoga. Jakarta: Panda Media

Andarmoyo, Sulistyo. 2017. Konsep Nyeri dan Proses Keperawatan Nyeri.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Dewi, Ratna.2019. Hubungan Pengetahuan Tarhadap Sikap Remaja Dalam


Penanganan Dismenore. Journal Of Midwifery And Nursing. 1(1): 19-23

Ediningtiyas, Afifa Nadira. 2019. Analisis Faktor Penyebab Dismenore Primer di


Kalangan Mahasiswa Kedokteran. Semarang: Universitas Sebelas Maret.

Fauziah, Mia Nur. 2015. Pengaruh Latihan Abdominal Streching Terhadap Intensitas
Nyeri Haid (Skipsi). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

Gustina, E & Djannah, S. N. 2017. Impact of dysmenorrhea and health-seeking


behavior among female adolescents. International journal of public health
science. 6(2): 141-145.

Gugus Tugas Percepatan COVID-19., “Protokol Percepatan Penanganan Pandemi


COVID-19 (Corona Virus Disease 2019)”, 13 Mei 2020, [Online]. Tersedia:
https://covid19.go.id/p/protokol/protokol-percepatan-penanganan
pandemiCOVID-19- corona-virus-disease-2019.

Haryono, Rudi. 2016. Siap Menghadapi Menstruasi dan Menopause. Yogyakarta:


Gosyen Publishing

Julaecha, dkk. 2020. Pain Reduction During Dysmenorrhea With Yoga Movement.
14(01): 53-59

Lestari, Dwi Rafita. 2018. Hubungan Aktivitas Fisik Dan Kualitas Tidur Dengan
Dismenorea Pada Mahasiswi FK UPN Veteran Jakarta. Majalah Kedokteran
Andalas. 41(2): 44-58.

Kemenkes RI. (2020). Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.


Retrieved from https://e-renggar.kemkes.go.id/file2018/e-performance/1-
465909-3tahunan-996.pdf

Merdekawati, dkk. 2018. Perbandingan Validitas Skala Ukur Nyeri VAS dan NRS
Terhadap Penilaian Nyeri. Riset Informasi Kesehatan. 7(2). 114-121.

Mulyati, Sri dan Ni Nyoman. 2019. The Effect Of Physical Activities And Status Of
Dismenore Events In Adolescent. 11(2). 318-325. Diperoleh dari
https://juriskes.com

Nurwana, dkk. 2017. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Dismenore Pada Remaja Putri. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat. 2(06): 1-14
57
Purwaningsih, dkk. 2017. Pengaruh Cat Stretch Exercise Terhadap Penurunan
Internsitas Nyeri Menstruasi (Dysmenorrhea) Dan Tanda- Tanda Vital Pada
Remaja. Surabaya: Universitas Airlangga.

Rohma K.. 2016. Hubungan Antara Faktor Sosiodemografi Dan Sikap Dalam
Menghadapi Kejadian Dismenorea Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 1
Suboh Situbondo. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Sari, Arum Puspita. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Dismenore (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara

Sinaga, Ernawati, dkk. 2017. Manajemen Kesehatan Menstruasi. Jakarta: Global One

Sinha, S., Srivastava, J. P., Sachan, B., & Singh., R. B. (2016). A study of menstrual
pattern and prevalence of dysmenorrhea during menstruation among school
going adolescent girls in Lucknow district, Uttar Pradesh, India. International
journal of community medicine and public health. 3(5): 1200-1203.

Suwondo, Bambang Suryono. 2017. Buku Ajar Nyeri. Yogyakarta: Perkumpulan


Nyeri Indonesia

Tatkare, Shraddha, dkk. 2016. A Comparative Study Between Various Pain Rating
Scales As Response Options In Patients With Diabetic Neuropathy. Indian
Journal Of Basic And Applied Medical Research. 5(2): 410-414

Vianti, Remilda Armika & Ari S.. 2018. Penurunan Nyeri Saat Dismenore Dengan
Senam Yoga Dan Teknik Distraksi (Musik Klasik Mozart). Jurnal Litbang
Kota Pekalongan. 14 (1): 14-27

Vlachou. Eugenia, dkk. 2019. Prevalence, Wellbeing, and Symptomps of


Dysmenorrhea among University Nursing Students in Greece.
Multidiscplinary Digital Publishing Institute. 7(5): 1-14.
WHO. 2019. Reproducive Health in the Western Pacific.
www.who.int/westernpacific/health-topics/reproductive-healths.

58
Lampiran 1 : Surat Izin Pengambilan Data Awal

lvii
Lampiran 2 : Surat Balasan Izin Pengambilan Data Awal

lviii
Lampiran 3 : Lembar Inform Consent

INFORMED CONSENT

PERNYATAAN TERTULIS KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN


Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :
Alamat :

Telah mendapat keterangan secara terinci dan jelas mengenai :

1. Penelitian yang berjudul ; “Pengaruh Child Pose (Balasana) Terhadap


Intensitas Nyeri Haid Pada Siswi SMP N 2 Luwuk Kabupaten Banggai
Provinsi Sulawesi Tengah ”.
2. Perlakuan yang akan diterapkan pada subjek ; membagikan kuesioner dan
intervensi.
3. Manfaat ikut sebagai subjek penelitian ; dapat menambah pengetahuan serta
informasi dan meningkatkan wawasan tentang tekhnik Child Pose sebagai upaya
mengurangi nyeri saat haid.
4. Bahaya yang akan timbul ; tidak ada bahaya potensial bagi responden.
5. Hak undur diri ; responden memiliki hak untuk bersedia atau tidak bersedia
menjadi responden tanpa ada paksaan apapun.
6. Adanya insentif pemberian souvenir kepada responden.

Dan setelah mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai segala sesuatu


yang berhubungan dengan penelitian tersebut, maka dengan ini saya sudah jelas
dengan prosedur penelitian yang akan dilakukan. Oleh karena itu, saya dengan penuh
kesadaran bersedia menjadi responden penelitian dan tanpa keterpaksaan
menyatakan bersedia ikut dalam penelitian. Demikian pernyataan ini saya buat
dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak manapun.

Banggai, 2023

Peneliti Responden

(Sitti Nurhaliza) (…………………………..)


NIM 2281A0339 Saksi,

lix
Lampiran 4 : Lembar Permohonan Menjadi Responden

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada :
Yth . Responden
Di
Tempat

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Sitti Nurhaliza


NIM : 2281A0339
Judul : Pengaruh Child Pose (Balasana) Terhadap Intensitas Nyeri Haid Pada
Siswi SMP N 2 Luwuk Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.

Sebagai persyaratan dalam menyelesaikan tugas akhir Program Studi Ilmu


Kebidanan Institut Ilmu Kesehatan (IIK) STRADA Indonesia, yang akan melakukan
penelitian saya mohon kesediaan anda untuk memberikan informasi dan jawaban
dengan tujuan mengumpulkan data sesuai dengan jawaban yang sudah terisi pada
form yang disediakan peneliti.
Adapun tujuan dari peneliti adalah dapat meningkatkan meningkatkan
wawasan tekhnik mengurangi nyeri saat haid. Oleh karena itu saya mohon untuk
kesediaan anda untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Penelitian ini bersifat
bebas tanpa ada paksaan dan saya berjanji akan merahasiakan hal-hal yang
berhubungan dengan data anda. Selanjutnya saya mohon kesediaan anda untuk
menandatangani lembar persetujuan menjadi responden.
Demikian permohonan penelitian ini saya buat, atas perhatian, bantuan dan
partisipasinya saya sampaikan terima kasih.
Banggai, 2023
Peneliti

( Sitti Nurhaliza)

Lampiran 5 : Instrumen Penelitian

lx
Pengaruh Child Pose (Balasana) Terhadap Intensitas Nyeri Haid Pada Siswi
SMP N 2 Luwuk Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah

Kode Responden :

Hari /Tanggal :

Berilah tanda (Ö ) pertanyaan di bawah ini.

A. Data Umum

Identitas Responden

1. Inisial :

2. Umur : Tahun

3. Usia Pertama Kali Haid : < 12 Th ≥ 12 Th (Beri tanda checklist)

4. – Berat Badan : Kg

- Tinggi Badan : Cm

- IMT : (Diisi Peneliti)

5. Kebiasaan Olahraga : Teratur Tidak (Beri tanda checklist)

B. Instrumen Penelitian Variabel Independen

lxi
Standard Operational Procedure (SOP)
Child Pose (Balasana)

lxii
Sumber : Amalia, Astrid. 2015. Tetap Sehat Dengan Yoga. Jakarta. Panda Med

lxiii
C. Instrumen Penelitian Variabel Dependen
Lembar Observasi Pengukuran Nyeri
Pain Measurement Scale
Penjelasan :
Tandai skala nyeri berikut ini dengan tanda silang (X) yang menurut saudari
dapat mewakili tingkat / intensitas nyeri haid yang saudari rasakan saat ini !

Dengan kriteria nyeri :


Skala 1-3 merupakan nyeri ringan dimana saudari masih dapat berkomunikasi
dengan baik. Nyeri hanya sedikit dirasakan.
Skala 4-6 merupakan nyeri sedang dimana secara objektif, saudari mendesis,
menyeringai dengan menunjukkan lokasi nyeri. Saudari dapat mendeskripsikan
rasa nyeri, dan dapat mengikuti perintah. Nyeri masih dapat dikurangi dengan
alih posisi.
Skala 7-10 meupakan nyeri berat dimana saudari sudah tidak dapat mengikuti
perintah, namun masih dapat menunjukkan lokasi nyeri dan masih respon
terhadap tindakan. Nyeri sudah tidak dapat dikurangi dengan alih posisi.
(Sumber rujukan : Assessment Pain British Journal of Anaesthesia 101 (1): 17–
24 (2018))

lxiv
Lampiran 6 : Lembar Konsultasi

LEMBAR KONSULTASI

Nama : Sitti Nurhaliza


NIM : 2281A0339
JUDUL : Pengaruh Child Pose (Balasana) Terhadap Intensitas Nyeri
Haid Pada Siswi SMP N 2 Luwuk Kabupaten Banggai
Provinsi Sulawesi Tengah
PEMBIMBING : Bd. Ika Nur Fauziah, S.ST., M.Kes

No Tanggal Uraian Tanda Tangan

1 29 Agustus - ACC Judul


2023 - Lanjutkan Bab 1-3

2 8 Oktober - Konsul Bab 1-3


2023

3 13 Oktober - Tambahkan definisi hipotesis


2023 - Perbaiki penulisan dan spasi

4. 14 Okobe ACC Maju Sidang Proposal


2023

5.

Lampiran 7 : Summary Excecutive


lxv
Judul : Pengaruh Child Pose (Balasana) Terhadap Intensitas
Nyeri Haid Pada Siswi SMP N 2 Luwuk Kabupaten
Banggai Provinsi Sulawesi Tengah

Waktu Pengambilan data : Bulan November – Desember 2023

Instansi yang terlibat :-

Kontribusi keilmuan : Manfaat teoritis dan manfaat praktis

Hambatan Original Research: -

Kelemahan Original Research : Keterbatasan variabel yang diteliti.

Jurnal tujuan publikasi :-

Rencana luaran lainnya : -

Lampiran 8 : Identitas Peneliti

lxvi
IDENTITAS PENELITI

Nama : Sitti Nurhaliza


Alamat Rumah : Jl. Ikan Tuna Kel. Bukit Mambual Kec. Luwuk Selatan Kab.
Banggai
Alamat Kerja : Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai
No HP : 082290929426
Email : nithawalin@gmail.com

Riwayat Pendidikan :
1. SD : Lulusan SD Negeri 4 Luwuk
2. SMP : Lulusan SMP Negeri 2 Luwuk
3. SMA : Lulusan SMA Negeri 1 Luwuk
4. D3 : D3 Kebidanan Poltekkes Kemenkes Makasar

Riwayat Organisasi : IBI

Pengalaman Bekerja : - Tenaga Bidan UPTD Puskesmas Kampung Baru


- Staff Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai

Pelatihan Yang Pernah di Ikuti : Midwifery Update

Motto : Hiduplah Seakan Kamu Mati Besok. Belajarlah Seakan Kamu Hidup
Selamanya.

lxvii

You might also like