You are on page 1of 12

MAKALAH

ISU KEBIDANAN MENGENAI ABORSI ,SUNAT


PEREMPUAN/FGM (FEMALE GENETAL MULTILATION )

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika dan
Hukum Kesehatan

Dosen Pengampu:

Melva Simatupang , SST, M. Kes.

Disusun Oleh:
Kelompok 12
1.Shabina Annisaa Yasmine

2.Rizka Tri Agustina Siregar

3.Naomi br Sitepu

JURUSAN SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KEMENKES RI MEDAN
TINGKAT I SEMESTER II TAHUN 2024/2025
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “ISU KEBIDANAN
MENGENAI ABORSI DAN SUNAT PEREMPUAN / FGM (FEMALE GENETAL MULTILATION” ini
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Etika dan Hukum Kesehatan . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang pengetahuan isu kebidanan yang membahas mengenai aborsi dan sunat
perempuan/FGM.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Melva Simatupang , SST, M. Kes. , selaku
Dosen Etika dan Hukum Kesehatan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan
semua, terimakasih atas bantuannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Kami menyadari,
tugas yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun kami butuhkan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 23 Januari 2024

i
DAFTAR ISI
COVER .........................................................................................................................................
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Praktikum ................................................................................................... 1
1.3 Manfaat Praktikum ................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 2
2.1 Pengertian Aborsi .................................................................................................... 2
2.2 Sunat Perempuan/FGM .......................................................................................... 4
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................................ 7

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Hukum, etika dan kehidupan manusia dalam kegiatannya selalu berhubungan satu
sama lain. Saat ini praktek kegiatan tersebut telah diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang
Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yang merupakan pembaharuan dari UU 36 Tahun 2009.
ketentuan undang-undang kesehatan memuat tentang aborsi yang dilakukan atas indikasi
kedaruratan medis, yang mengancam nyawa ibu dan bayi lahir cacat sehingga sulit hidup
diluar kandungan. Masalah aborsi atau lebih dikenal dengan istilah pengguguran kandungan,
keberadaannya merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri dan bahkan dapat menjadi
pembahasan yang menarik serta dilema yang saat ini menjadi fenomena sosial . Aborsi
merupakan cara yang paling sering digunakan mengakhirikehamilan yang tidak diinginkan,
tetapi juga termasuk dalam perubatan yang paling berbahaya bagi wanita yang hamil tersebut.

Konferensi perempuan pada tahun 1995 telah menegaskan bahwasanya perusakan terhadap
alat kelamin perempuan akibat sunat (Female Genital Mutilation) adalah bentuk dari diskriminasi
terhadap perempuan yang semestinya dihapuskan. CEDAW mengutuk segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan dan menghapuskan segala undang-undang, peraturan, kebiasaan dan semua
praktik diskriminasi terhadap perempuan. Pemerintah sudah mengeluarkan regulasi tentang
perlindungan hak reproduksi yang berkeadilan gender dan non diskriminasi pada Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
1.2 Tujuan Makalah
Mahasiswa mampu menguraikan isu kebidanan dari perspektif etik dan hukum
1.3 Manfaat Makalah
Untuk dapat mengetahui isu kebidanan ditinjau dari dari perspektif etik dan hukum mengenai
aborsi dan sunat perempuan / FGM.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aborsi


Masalah aborsi atau lebih dikenal dengan istilah pengguguran kandungan, keberadaannya
merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri dan bahkan dapat menjadi pembahasan
yang menarik serta dilema yang saat ini menjadi fenomena sosial . Aborsi merupakan cara
yang paling sering digunakan mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan, tetapi juga
termasuk dalam perubatan yang paling berbahaya bagi wanita yang hamil tersebut. -Undang
yang berlaku di Indonesia adalah masalah mengenai kegiatan aborsi.
Saat ini praktek kegiatan tersebut telah diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Kesehatan
Nomor 17 Tahun 2023 yang merupakan pembaharuan dari UU 36 Tahun 2009. Sebelum
keluarnya Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, ketentuan aborsi diatur
dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992. Dimana dalam ketentuan undang-undang
kesehatan memuat tentang aborsi yang dilakukan atas indikasi kedaruratan medis, yang
mengancam nyawa ibu dan bayi lahir cacat sehingga sulit hidup diluar kandungan. Masalah
aborsi atau lebih dikenal dengan istilah pengguguran kandungan, keberadaannya merupakan
suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri dan bahkan dapat menjadi pembahasan yang menarik
serta dilema yang saat ini menjadi fenomena sosial . Aborsi merupakan cara yang paling sering
digunakan mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan, tetapi juga termasuk dalam perubatan
yang paling berbahaya bagi wanita yang hamil tersebut.

Kematian pada ibu hamil di Indonesia penyebab utamanya saat ini didominasi oleh tiga hal
diantaranya yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, serta adanya infeksi pada ibu hamil.
Abortus merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan pada ibu hamil. Diperkirakan
lebih dari 2,3 juta kasus abortus terjadi setiap tahunnya. Pada beberapa literatur disebutkan
bahwa jika terjadi perhentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau dengan berat janin kurang dari 500 gram dapat
disebut sebagai abortus. (Akbar, 2019)

Dalam dunia kedokteran, dikenal istilah abortus, yaitu menggugurkan kandungan, yang
berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. World Health Organization (WHO) memberikan definisi bahwa
aborsi adalah terhentinya kehidupan pada kehamilan di bawah 28 minggu atau berat janin
kurang dari 1000 gram. Aborsi juga diartikan mengeluarkaan atau membuang baik embrio atau
fetus secara prematur (sebelum waktunya). Istilah Aborsi disebut juga Abortus Provokatus.
Sebuah tindakan abortus yang dilakukan secara sengaja.(Bastianto, 2018)

Data dari WHO, diketahui hingga tahun 2014 terjadi sekitar 20 juta aborsi tidak aman setiap
tahunnya, kegiatan ini menimbulkan kematian 70 ribu perempuan tiap tahunnya. Pada negara-
negara maju, aborsi tidak aman (Aborsi Provocatus Criminalis) memiliki 100-500 kali lebih
beresiko dibanding aborsi aman (Aborsi Provocatus Medicinalis) pada Negara-negara maju.
Kematian akibat aborsi ini adalah 1 diantara 3700 aborsi, baik dikarenakan pelayanan

2
kesehatannya lebih baik maupun telah legalnya aborsi. Sementara untuk negara berkembang,
di mana pelayanan kesehatan untuk perempuan hamil hanya 50 persennya saja, angka
kematian akibat aborsi ini lebih tinggi, satu untuk 250 aborsi. Sementara itu, diketahui bahwa
diseluruh dunia, hampir 75% negara telah mengijinkan aborsi.

Sementara itu di Indonesia, meski belum adanya angka resmi mengenai kejadian aborsi,
berdasarkan pengamatan Budi Utomo dkk, dapat diperkirakan dari 100 kehamilan yang terjadi,
sebanyak 30 akan berakhir dengan keguguran atau pengguguran. Dan menurut, IPPF
(International Planed Parenthood Federation) mengatakan, dari 1000 perempuan ada 32-46
kejadian aborsi. Semetara itu, menurut WHO, 15% dari kehamilan akan berakhir dengan
keguguran spontan, dari hal ini dapat kita bayangkan bahwa berarti di Indonesia 15-20 diantara
100 kehamilan diakhiri dengan pengguguran sengaja. Konon di Jakarta saja setiap harinya
sekitar 50-70 permintaan pengguguran janin, dan di Surabaya, satu klinik yang dikelola oleh
dua orang dokter terungkap, gara-gara praktek mereka diajukan ke pengadilan, antara tahun
1987 hingga pertengahan 1988, terjadi 300 pengguguran janin di klinik tersebut. (Sa‟abaah,
2001)

Aborsi illegal umumnya didasari karna muncunya kehamilan tidak diinginkan yang
umumnya berdampak buruk bagi perempuan, terlebih jika hal ini terjadi pada usia remaja
perempuan, karna dapat menyebabkan putus sekolah, gangguan pada kehamilan akibat usia
yang terlalu muda, ketidaksiapan mental remaja perempuan menghadapi perannya di masa
yang akan datang, dan juga berdampak pada perkembangan anak yang ia kandung. Kehamilan
yang tidak diinginkan tidak hanya terjadi di Indonesia. Berdasarkan data yang didapat bahwa
pada seluruh dunia, pada tahun 2010-2014, diperkirakan terdapat 62 (IK 90% 59-72) per 1000
kasus kehamilan tidak diinginkan pada

wanita usia 15-44 tahun. Angka ini diperkirakan mencakup 44% (IK 90% 42-48) dari
seluruh kehamilan dan 23% (IK 90% 22-26) dari kelahiran pada tahun 2010-2014. Angka
ini tidak berubah dari perkiraan pada tahun 1990 hingga 1994, hanya terdapat perubahan pada
berbagai daerah seiring berjalannya waktu. Daerah-daerah di Amerika Latin, Amerika Utara,
Oseania mengalami peningkatan, sedangkan terjadi penurunan yang cukup besar di wilayah
Eropa, Afrika dan Asia.

Pada dasarnya masalah aborsi (pengguguran kandungan) yang dikualifikasikan sebagai


perbuatan kejahatan atau tindak pidana hanya dapat kita lihat dalam KUHP walaupun dalam
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memuat juga sanksi terhadap
perbuatan aborsi tersebut. KUHP mengatur berbagai kejahatan maupun pelanggaran. Salah
satu kejahatan yang diatur didalam KUHP adalah masalah aborsi kriminalis. Ketentuan
mengenai aborsi kriminalis dapat dilihat dalam Bab XIV Buku ke- II KUHP tentang kejahatan
terhadap nyawa (khususnya Pasal 346 – 349). Adapun rumusan selengkapnya pasal-pasal
tersebut :
Pasal 299 :
1. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya
supaya diobati dengan sengaja memberitahukan atau ditimbulkan harapan,
bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam pidana
penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau
3
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan atau jika ia
seorang tabib, bidan, atau juru obat, pidananya tersebut ditambah sepertiga

2. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan


pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian.
Pasal 346 :
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Pasal 347 :
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling
lama 15 tahun.
Pada KUHP ini tidak diberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian kandungan itu
sendiri serta arti yang jelas mengenai aborsi maupun membunuh (mematikan) kandungan.
Dengan demikian kita mengetahui bahwa KUHP hanya mengatur mengenai aborsi provocatus
kriminalis, dimana semua jenis aborsi dilarang dan tidak diperbolehkan oleh undang-undang
apapun alasannya.
Berdasarkan peraturan perundang undangan yang telah dirumuskankegiatan aborsi dilarang
kecuali untuk jenis aborsi provocatus therapeuticus (aborsi yang dilakukan untuk
melnyelamatkan jiwa si ibu dan/atau janinnya). Dalam Deklarasi Oslo (1970) disebutkan
bahwa moral dasar yang harus dijiwai oleh seorang dokter adalah butir lafal sumpah: “Saya
akan menghormati hidup insani sejak saat pembuahan”. Karena itu abortus provocatus
medicinalis hanya dilakukan jika memenuhi syarat-syarat- syarat tertentu diantaranyajika
nyawa si ibu terancam bahaya maut dan juga dapat dilakukan jika anak yang akan lahir
diperkirakan mengalami cacat berat dan diindikasikan tidak dapat hidup diluar kandungan,
misalnya : janin menderita kelainan ectopia kordalis (janin yang akan dilahirkan tanpa dinding
dada sehingga terlihat jantungnya), rakiskisis (janin yang akan lahir dengan tulang punggung
terbuka tanpa ditutupi kulit), maupun anensefalus (janin akan dilahirkan tanpa otak besar).
Dalam undang-undang kesehatan juga telah mengatur mengenai aborsi yang dilakukan oleh
korban perkosaan yang diindikasikan dapat menyebabkan trauma psikis bagi si ibu. Jika
dalam undang-undang kesehatan yang lama tidak dimuat secara khusus mengenai aborsi
terhadap korban perkosaan sehingga menimbulkan perdebatan dan penafsiran diberbagai
kalangan. Dengan adanya undang-undang kesehatan yang baru maka hal tersebut tidak
diperdebatkan lagi mengenai kepastian hukumnya karena telah terdapat pasal yang mengatur
secara khusus.

2.2 Sunat Perempuan /FGM (Female Genetal Mltitation)

Konferensi perempuan pada tahun 1995 telah menegaskan bahwasanya perusakan terhadap
alat kelamin perempuan akibat sunat (Female Genital Mutilation) adalah bentuk dari
diskriminasi terhadap perempuan yang semestinya dihapuskan. CEDAW mengutuk segala
bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan menghapuskan segala undang-undang, peraturan,
kebiasaan dan semua praktik diskriminasi terhadap perempuan. Pemerintah sudah mengeluarkan
4
regulasi tentang perlindungan hak reproduksi yang berkeadilan gender dan non diskriminasi
pada Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.

Pada 15 November 2010, Kementerian Kesehatan kembali mengeluarkan peraturan


tentang sunat perempuan di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636 Tahun 2010
tentang Khitan Perempuan. Pada peraturan ini tenaga kesehatan seperti bidan, dokter dan
perawat diberikan otoritas untuk melakukan sunat perempuan. Namun, pada tahun 2014,
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636 Tahun 2010 ini dicabut melalui Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 6 Tahun 2014. Pencabutan yang dilakukan oleh Kemenkes ini
mempertimbangkan dua hal, yaitu hingga kini praktik sunat perempuan bukan merupakan
tindakan kedokteran karena pelaksanaannya tidak memiliki landasan secara indikasi medis (di
dalam kurikulum bidan pun tidak dijelaskan bagaimana mekanisme sunat perempuan) serta tidak
memiliki manfaat bagi kesehatan perempuan; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636 Tahun
2010 tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebijakan global.

Namun, yang terjadi ketika sunat perempuan sebaliknya. Sunat perempuan dilihat dari
sisi medis, tidak memiliki manfaat sama sekali. Justru sunat terhadap perempuan ini dapat
menimbulkan masalah kesehatan. Sebab segala jenis operasi pada organ genital perempuan
dapat menyebabkan gangguan fisik dan psikis yang serius kepada perempuan. Gangguan ini bisa
terjadi dalam jangka waktu pendek ataupun panjang. 15 Bahkan praktik sunat perempuan ini
dapat menyebabkan kematian. Meskipun petugas medis yang melakukannya, tetapi dalam
kurikulum bidan ataupun kedokteran tidak pernah diajarkan bagaimana tata caranya melakukan
praktik sunat terhadap perempuan. Tidak hanya itu, WHO sudah mengeluarkan pernyataan
bahwa praktik sunat perempuan dapat menyebabkan kemandulan. 16

WHO telah melarang keras kepada tenaga kesehatan untuk tidak melakukan praktik
sunat perempuan dalam bentuk apapun. Sebab bertentangan dengan etika dasar kesehatan yang
menyatakan bahwasanya mutilasi tubuh yang tidak perlu tidak boleh dilakukan seperti sunat
perempuan. WHO pun telah memperingatkan bahaya praktik sunat perempuan yang dapat
meningkatkan resiko kematian pada ibu dan bayi pada perempuan yang telah disunat. Hal
tersebut berdasarkan pada penelitian perempuan yang disunat di enam Negara Afrika. Hasil dari
penelitian tersebut yakni 30% lebih banyak yang harus section caesaria, 66% lebih banyak bayi
lahir yang harus diresusitasi, dan 50% lebih banyak bayi meninggal baik dalam kandungan
ataupun lahir dalam keadaan mati dibandingkan perempuan yang tidak disunat. 17

Praktik sunat perempuan sering menimbulkan traumatis yang akan selalu menghantui
diri perempuan yang disunat dan mengganggu ketenangan. Komplikasi psikologis yang terjadi
pada alam bawah sadar anak akan berpengaruh terhadap perilaku sehari-hari seperti hilangnya
rasa percaya diri. Akibat praktik sunat perempuan banyak yang mengalami trauma namun tidak
dapat mengungkapkan penderitaannya kepada orang lain. 18

Meski praktik sunat perempuan dapat mengancam jiwa perempuan dan menyebabkan
kemandulan, tetapi praktiknya masih terus langgeng dalam masyarakat sebab merupakan praktik
budaya turun temurun dari nenek moyang yang erat kaitannya dengan agama Islam. Masyarakat
yang masih melanggengkan praktik sunat perempuan akan merasa “belum Islam jika belum
disunat” baik bagi laki-laki maupun perempuan.
5
Selain itu, praktik sunat perempuan juga dianggap sebagai bentuk pencegahan supaya
perempuan tidak berperilaku binal. Mengutip dari Simone de Behaviour bahwa konsep
seksualitas memang condong menganggap perempuan sebagai the second sex. Perempuan
distereotipkan sebagai penggoda dan ancaman yang membahayakan laki-laki.

Dari sisi perlindungan hak anak, praktik sunat perempuan merupakan perbuatan yang
tidak adil karena praktik tersebut dilakukan kepada bayi-bayi perempuan yang belum bisa
berkata apakah ia mau disunat atau tidak dan bagaimana tubuhnya diperlakukan. Oleh
karenanya, yang terjadi adalah bayi-bayi perempuan tersebut dipaksa menerimanya atas nama
agama dan tradisi.

Berdasarkan uraian diatas, praktik sunat perempuan harus dihentikan sebab


bertentangan dengan maslahat. Selain tidak memberikan manfaat pada perempuan, praktik ini
justru membahayakan dan mengancam kehidupan serta fungsi organ reproduksi perempuan
untuk melahirkan keturunan nantinya. Oleh karenanya, demi menjauhi hal yang membahayakan,
maka praktik sunat perempuan harus dihentikan.

Hal tersebut tidak sejalan dengan konsep maslahat dalam maqashid syariah menurut
Imam al-Ghazali, yaitu menjaga jiwa dan keturunan. Kerugian-kerugian yang timbul akibat
praktik sunat perempuan sangat besar pada perempuan seperti terganggunya organ reproduksi,
kematian, kemandulan, hingga bayi yang mati dalam kandungan atau mati saat dilahirkan.
Ketika ada satu saja unsur di dalam maqashid syariah yang tidak dapat terpelihara
kemaslahatannya ataupun menimbulkan mafsadat maka tidak tercapailah maqashid syariah itu.
Menurut Imam al-Ghazali, hilangnya sebagian/seluruh maqashid syariah merupakan mafsadat.

6
BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan sebelumnya, kita dapat mengetaui bahwa hak anak


dalam kandungan atau janin merupakan bagian dari hak asasi manusia yang
wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan Negara agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu, pelaksanaan aborsi
yang terjadi di pelayanan kesehatan haruslah sesuai dengan aturan yang berlaku
dan tidak bersifat illegal karna hal tersebut dapat membahayakan nyawa ibu yang
mengandung, terlebih lagi jika dilakukan tanpa pengawaan yang benar atau praktik
kedokteran yang tidak sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditentukan.

Dengan demikian jika aborsi tidak dilakukan maka akan mengancam


nyawa ibu hamil yang mengalami ikut psikologis dan berkeinginan untuk
mengakhiri hidupnya. Lain halnya jika praktik aborsi tersebut dilakukan dengan
adanya unsur kesengajaan dan didasari atas adanya imbalan atau perjanjian yang
tidak sesuai kaidah maupun etika kedokteran maupun peraturan yang ada, maka
kegiatan tersebut dapat dijadikan suatu perbuatan yang melawan hukum dan
dijatuhi ukuman perdata maupun hukuman pidana.

Oleh karena itu, masih diperlukannya peran pemerintah dan unit terkait
dalam membuat kebijakan yang searah terkait praktik aborsi ini sehingga para
pelaksanaa medis tidak memiliki dilema dalam kegiatan yang akan ia lakukan,
Juga masih diperlukannya pemahaman etika dan moral bagi setiap individu
yang terlibat langsung agar dapat mencapai serta melaksanakan kegiatan
tersebut dengan tidak bertentangan dengan etika maupun hukum yang berlaku
dalam kehidupan.

Di Indonesia, pernah ada larangan praktik sunat perempuan melalui


Surat Edaran Dirjen Bina Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK
00.07.1.31047a, Tanggal 20 April 2006 Tentang Larangan Petugas Kesehatan
untuk Medikalisasi Khitan Perempuan. Di dalam surat tersebut dijelaskan
bahwa sunat perempuan tidak memiliki manfaat untuk kesehatan, justru
merugikan dan menyakiti perempuan. Munculnya larangan tersebut
menimbulkan perhatian serius di kalangan Ulama.

Berdasarkan uraian diatas, praktik sunat perempuan harus dihentikan sebab


bertentangan dengan maslahat. Selain tidak memberikan manfaat pada perempuan,
7
praktik ini justru membahayakan dan mengancam kehidupan serta fungsi organ
reproduksi perempuan untuk melahirkan keturunan nantinya. Oleh karenanya, demi
menjauhi hal yang membahayakan, maka praktik sunat perempuan harus dihentikan.

Hal tersebut tidak sejalan dengan konsep maslahat dalam maqashid syariah
menurut Imam al-Ghazali, yaitu menjaga jiwa dan keturunan. Kerugian-kerugian yang
timbul akibat praktik sunat perempuan sangat besar pada perempuan seperti
terganggunya organ reproduksi, kematian, kemandulan, hingga bayi yang mati dalam
kandungan atau mati saat dilahirkan. Ketika ada satu saja unsur di dalam maqashid
syariah yang tidak dapat terpelihara kemaslahatannya ataupun menimbulkan
mafsadat maka tidak tercapailah maqashid syariah itu. Menurut Imam al-Ghazali,
hilangnya sebagian/seluruh maqashid syariah merupakan mafsadat.

8
DAFTAR PUSTAKA

Herman, A Wahyuni. 2023. Masalah Etika dan Hukum Kesehatan pada Layanan Kehetan
Publik atau Rumah Sakit “Aborsi’’. Bukittinggi: Akademi Perekam Kesehatan IRIS
Universitas Mohammad Natsir. Tersedia: https://ojs.apikesiris.ac.id/

WHO Fact Sheet on Female Genital Mutilation. Diakses melalui


https://www.who.int/en/news-room/fact- sheets/detail/female-genital-mutilation pada 19
Januari 2021

Keputusan Komisi Bahtsul Masail al-Diniayah al-Maudhuiyyah Muktamar NU Ke-32 di


Makassar, dalam "Ahkamul Fuqaha' Solusi Problematika Aktual Hukum Islam:
Keputusan Muktamar Munas dan Konbes NU 1926-2010" diakses dari
https://www.nu.or.id/post/read/21466/fatayat-nu-khitan-perempuan-itu-tradisi- bukan-
perintah-agama pada 19 Januari 2021 .

Musyawarah Nasional XXVII Majelis Tarjih Muhammadiyah ke XXVII di Malang.


Diakses dari https://www.femina.co.id/trending-topic/aturan-hukum-sunat- 19 Januari
2021

iii

You might also like