You are on page 1of 12
Ketiga datuk berunding untuk melawan ancaman tentara yang banyak itu. CERITA RAKYAT DAV id | SUMATRA BARAT Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masya- rakat dan berkembang dalam masyarakat. Ada dua jenis cerita rakyat: puisi dan prosa. Cerita rakyat dalam bentuk prosa terdiri atas dongeng, !egenda, dan mite. Dalam buku ini dimuat tujuh cerita rakyat yang TCT Ue UCT ALUM a OU C IU Nama Minangkabau", “Sabai Nan Aluih", dan “Malin Kundang". Cara penyajian yang menarik dan penggunaan baha- sa yang sederhana membuat buku ini pantas dibaca oleh anak-anak, bahkan oleh para guru, orang tua, dan siapa saja yang berminat pada cerita rakyat Indonesia. (Gm) Trea Mand rit = Grasindo (mui 1. RIWAYAT NAMA MINANGKABAU ida masa 350 tahun sebelum Masehi, bertahta seorang maharaja yang sangat terkenal. Namanya Iskandar Zulkarnain. Kerajaannya sangat besar, mulai dari Yunani di Eropa sampai ke Pakistan di Asia. Ma- haraja itu mempunyai tiga putra. Putranya yang sulung menjadi raja di negeri Rum. Putranya yang kedua menjadi raja di negeri Cina. Putranya yang bungsu, Sri Maharaja Diraja, berlayar ke selatan mencari benua baru yang belum dihuni orang. Bersamanya ikut seorang bijaksana yang bernama Catri Bilang Pandai. Selama berlayar, setiap kali singgah di suatu pe- labuhan, muatan kapal dan penumpangnya pun ber- tambah. Suatu ketika, kapal Sri Maharaja Diraja di- landa badai dan gelombang yang besar. Badai itu menyebabkan mahkota Maharaja jatuh ke laut. Oleh karena itu, Catri Bilang Pandai membuattiruan dari mah- kota itu. Setelah tiruan mahkota itu dibuat, di kejauhan tampaklah sebuah puncak gunung berapi. Menurut orang bijaksana, tanah di sekitar gunung berapi adalah tanah subur dan sangat baik untuk dihuni. Maharaja pun memerintahkan nakhoda untuk mengarahkan 1 haluan kapal ke arah gunung itu. Gunung itu kemudian dinamakan Gunung Merapi. Setelah sampai di pantai, Maharaja turun ke darat dan mencari tempat untuk menetap. Mereka kemudian menetap di suatu lembah bersumber air panas. Negeri itu kemudian bernama Pariangan. Sampai sekarang, desa itu masih ada, letaknya tidak jauh dari kota Padangpanjang. Pada suatu hari, Sri Maharaja Diraja meninggal dunia. Kerajaan yang didirikannya telah menjadi luas dan makmur. Pemimpin kerajaan kemudian beralih kepada dua orang datuk, yaitu Datuk Katumanggungan dan Datuk Parpatih. Datuk Katumanggungan me- mimpin kaum Koto Piliang, sedangkan Datuk Parpatih memimpin kaum Bodi Caniago. Catri Bilang Pandai sendiri duduk sebagai penasihat yang bijaksana. Kerajaan itu semakin terkenal oleh hasil buminya seperti emas dan rempah-rempah. Oleh karena itu, berbagai bangsa datang untuk menetap. Kerajaan itu semakin luas dan penduduknya semakin banyak. Kerajaan pun kemudian dibagi menjadi tiga wilayah yang disebut /uhak. Kemakmuran dan kekayaan kerajaan itu sampai ke telinga raja dari Jawa, yang mahkotanya bersusun tiga. Rakyat mengiaskannya sebagai “rusa bertanduk cabang tiga yang datang dari laut". la datang dengan ribuan tentara untuk menaklukkan kerajaan itu. Ketiga datuk berunding untuk melawan ancaman tentara yang banyak itu. Akhirnya, mereka bertiga bersepakat bahwa orang kecil mustahil melawan orang besar yang perkasa. Oleh karena itu, orang kecil harus cerdik menggunakan akalnya. Catri Bilang 3 Pandai diutus untuk menemui raja yang datang dari Jawa itu. Catri Bilang Pandai berkata kepada raja itu, “Paduka, jika Paduka hendak berperang, kami tidak akan melawan. Jika Paduka hendak berkuasa, kami tidak akan tunduk. Menurut rakyat kami, raja yang ingin berkuasa dengan perang bukanlah raja yang adil." “Apa maksudmu, Catri?" tanya raja. “Paduka, menurut rakyat di sini, hewanlah yang mengadu kekuatan. Manusia tidak. Manusia berakal budi," jawab Catri. “Kami semakin tidak mengerti, ke mana arah pembicaraan ini?" kata raja itu kemudian. . “Paduka, mengapa tidak hewan milik kita saja yang diadu untuk berkelahi? Jika hewan Paduka yang menang, kami mengaku kalah. Jika hewan kami yang menang, Paduka yang mengaku kalah." “Baiklah, kami setuju. Tapi hewan apa yang akan diadu?" tanya raja. "Di kerajaan Paduka tentu banyak kerbau, di ke- rajaan kami pun banyak. Mengapa tidak kerbau saja yang kita adu berkelahi?" Catri Bilang Pandai meng- ajukan usul. Pada hari yang telah disepakati, dibukalah ge- langgang aduan. Bunyi-bunyian dikumandangkan. Berbagai hiburan disajikan. Kedua belah pihak berbaur, bersama-sama makan dan minum sepuas hati. Tibalah saatnya pengaduan akan dimulai. Raja itu melepaskan kerbaunya ke tengah gelanggang. Melihat kerbau yang dilepas raja, gemparlah seluruh penduduk negeri itu. Kerbau itu sangat besar dan menyeramkan. Kepalanya merunduk dan ekornya mengibas-ngibas, siap menghadapi lawan. Akan tetapi, karena lama menanti 4 dan lawan tidak kunjung datang, kerbau itu merumput dengan tenangnya. Pada saat itulah kerbau anak negeri dilepas ke tengah gelanggang. Anehnya, kerbau itu hanya seekor anak kerbau yang kelaparan setelah seminggu tidak menyusu. Di ujung hidungnya diikat taji yang diasah tajam sekali. Melihat kerbau besar di tengah gelanggang, anak kerbau itu kemudian menyeruduk ke perut kerbau besar untuk menyusu. la mengira bahwa itu adalah ibunya. Kerbau besar yang sebelumnya sangat menyeramkan itu lari karena kesakitan, perutnya tertusuk taji. Kerbau itu kemudian lari dari satu kampung ke kampung yang lain. Di suatu kampung, isi perutnya terbusai (tersebar) ke luar. Menurut bahasa penduduk, isi perut kerbau itu tersimpurut. Sejak itu, kampung itu dinamakan Simpurut. Sesampainya di kampung yang lain, kerbau itu pun mati. Jangatnya (kulit luar) dikuliti untuk dijadikan bedug. Oleh karena itu, kampung tempat orang menguliti kerbau itu diberi nama Sijangat. Kampung tempat mengadu kedua kerbau itu diberi nama Minangkabau. Nama itu kemudian menjadi nama seluruh wilayah dari ketiga /uhak. Sampai sekarang, ketiga kampung yang bersejarah itu masih ada dengan nama yang sama. Selanjutnya, raja dari Jawa tidak kembali ke negeri- nya. la tidak dipandang sebagai raja yang kalah, me- lainkan tetap dihormati dan diambil menjadi menantu. Menurut para ahli, raja itu adalah Adityawarman yang mendirikan istana di Pagaruyung. 2. CINDUR MATO lersebutlah suatu kerajaan di Minangkabau yang bernama Pagaruyung. Tahta kerajaan itu di- duduki oleh seorang wanita bergelar Bundo Kandung la mempunyai anak tunggal bernama Dang Tuanku. Bundo Kandung juga mempunyai seorang saudara yang menjadi raja muda di Ranah Sikalawi. Untuk memelihara hubungan, Dang Tuanku ditunangkan de- ngan anak Raja Muda yang bernama Puti Bungsu. Pada suatu hari, istana Pagaruyung menjadi gem- par karena berita yang dibawa pedagang keliling. Berita itu berisi banwa Puti Bungsi akan menikah dengan Imbang Jaya, anak Tiang Bungkuk, raja dari Sungai Ngiang. Di Sikalawi juga tersebar berita bah- wa Dang Tuanku menderita penyakit nambi (penyakit kulit). Penyakit itu sudah menjalar ke seluruh tubuh- nya dan tidak dapat disembuhkan lagi. Itulah sebab- nya Raja Muda bersedia menjodohkan Puti Bungsu dengan Imbang Jaya. Lagi pula Imbang Jaya semar- tabat dengan Dang Tuanku. Mereka sama-sama anak raja. Juga tersebar berita bahwa jalan antara Pa- garuyung dan Sikalawi tidak dapat dilalui. Imbang Jaya telah memerintahkan penyamun untuk berjaga- jaga di pesawangan (tempat sepi antara desa-desa), supaya tidak seorang pun dapat lewat. Bundo Kandung marah mendengar berita itu. la segera memerintahkan orang menabuh bedug istana untuk memanggil para pembesar kerajaan. Setelah semua pembesar kerajaan hadir, Bundo Kandung menceritakan berita itu. Bundo Kandung sangat gusar pada perlakuan adiknya, Raja Muda. Gusar karena memutuskan pertunangan kedua anak mereka tanpa pemberitahuan. Mereka akhirnya sepakat untuk menyelidiki apa yang sesungguhnya terjadi di Sikalawi. Kata mereka, "Mungkin berita itu hanya fitnah untuk mengadu domba Bundo Kandung dengan Raja Muda. Oleh karena itu, perlu dikirim utusan ke sana." “Kita memerlukan utusan khusus. Utusan itu haruslah orang yang pemberani dan cerdik," usul salah seorang yang hadir. Akhirnya mereka sepakat memilih Cindur Mato untuk menjadi utusan. Dialah penjaga istana yang paling setia. Cindur Mato adalah anak Lenggo Geni, dayang ke- sayangan Bundo Kandung. Selain setia, Cindur Mato juga berhati tulus. la juga teman seperguruan Dang Tuanku, pendekar yang tidak ada tandingannya. Dengan sedih Bundo Kandung melepas kepergian Cindur Mato. Bundo Kandung memberi berbagai nasehat sebelum Cindur Mato pergi. Pada malam sebelum kepergiannya, Cindur Mato dibisikkan sesuatu oleh Dang Tuanku. Tak seorang pun yang tahu apa yang dibisikkan kepadanya. Menurut pencerita, Cindur Mato pergi dengan membawa Gumarang, kuda sembrani berbulu putih. Kuda itu dapat berlari kencang dan dapat melompat tinggi. la juga membawa kerbau bernama Binuang. Jika kerbau itu membunyikan genta yang tergantung di lehernya, bertaburanlah lebah yang bersarang di telinga- 7

You might also like